KELOMPOK 7 | KELAS A (S1 AKUNTANSI TRANSFER) - GANDES ALDIANA CITRA P. NADIYAH SHOFWAH K. SAFINATUN NAJAH F1319022 F1319044 F1319054 RANGKUMAN MATERI KULIAH AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN BAB PENGGABUNGAN USAHA Penggabungan usaha merupakan usaha pengembangan atau perluasan usaha dengan cara menyatukan perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain menjadi satu kesatuan ekonomi. Terdapat tiga jenis penggabungan usaha, yaitu integrasi horizontal, integrasi vertikal dan konglomerasi. Integrasi horizontal adalah penggabungan perusahaan-perusahaan sejenis menjadi satu perusahaan yang lebih besar. Integrasi vertikal adalah penggabungan berbagai jenis usaha/industri yang masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses produksi. Sementara itu, konglomerasi adalah penggabungan berbagai jenis usaha/industri yang tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. A. Alasan - Alasan Penggabungan Usaha Ada beberapa alasan yang mendasari perusahaan memilih penggabungan usaha sebagai alat perluasan. 1. Cost Advantage (Manfaat Biaya) Kebanyakan perusahaan lebih mudah memperoleh fasilitas yang dibutuhkan melalui pengabungan dibandingkan dengan pengembangan, terutama pada saat inflasi. 2. Lower Risk (Resiko Lebih Rendah) Membeli lini produk dan pasar yang telah ada memiliki risiko yang lebih kecil daripada mengembangkan produk dan pasar baru. Risiko akan rendah apabila tujuannya adalah diversifikasi. 3. Fewer Operating Delays (Memperkecil Keterlambatan Operasi) Fasilitas yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat segera dimanfaatkan untuk kegiatan operasi.Sedangkan dalam membangun fasilitas perusahaan yang baru besar kemungkinan terjadi kendala sehingga dapat menghambat operasi perusahaan. 4. Avoidance of Takeovers (Menghindari Pengambilalihan) Perusahaan yang lebih kecil cenderung lebih rentan untuk diambil alih. Oleh karena itu, banyak perusahaan memilih untuk bergabung untuk menghindari pengambilalihan di antara perusahaan tersebut. 5. Acquisition of Intangible Assets (Akuisisi Aktiva Tak Berwujud) Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tak berwujud. Jadi, akuisisi atas hak paten, hak penambangan mineral, atau keahlian manajemen mungkin menjadi salah satu faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha. Selain kelima alasan di atas, perusahaan mungkin memilih penggabungan usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak maupun alasan-alasan pribadi. B. Bentuk Hukum Penggabungan Usaha Penggabungan usaha adalah istilah umum yang meliputi semua bentuk penggabungan entitas bisnis yang sebelumnya terpisah. Akuisisi adalah penggabungan usaha ketika suatu perusahaan memperoleh aktiva produktif dari entitas bisnis lain dan mengintegrasikan aktiva-aktiva tersebut ke dalam operasinya. Akuisisi juga terjadi ketika suatu perusahaan memperoleh pengendalian operasi atas fasilitas produksi entitas lain dengan memiliki mayoritas saham berhak suara yang beredar. Perusahaan yang diakuisisi tidak perlu dibubarkan, tetapi perusahaan tersebut tidak memiliki eksistensi lagi. Merger dan Konsolidasi sering disinonimkan dengan akuisisi, tetapi legalitas akuntansinya berbeda. Merger terjadi ketika sebuah perusahaan baru dibentuk untuk mengambil alih semua operasi dari entitas bisnis lainnya dan entitas itu dibubarkan. Sedangkan konsolidasi terjadi ketika sebuah perusahaan baru dibentuk untuk mengambil alih aktiva dan operasi dari dua atau lebih entitas bisnis yang terpisah, entitas yang sebelumnya terpisah tidak perlu dibubarkan. Konsep Akuntansi Untuk Penggabungan Usaha Konsep akuntansi untuk penggabungan usaha terdapat dalam Accounting Principle Board (APB) Opinion No. 16 tentang Penggabungan Usaha, yang berlaku sejak November 1970: “Penggabungan usaha terjadi apabila suatu perusahaan digabungan dengan satu atau lebih perusahaan lain dalam satu entitas akuntansi. Entitas tunggal tersebut tetap melanjutkan aktivitas perusahaan yang sebelumnya terpisah secara independen.” Pada Juni 2001 ditegaskan kembali dalam Financial Accounting Standard Boad (FASB) Statement No. 141: “Untuk tujuan penerapan statement ini, penggabungan usaha terjadi apabila satu entitas memperoleh aktiva bersih yang membentuk suatu bisnis atau mengakuisisi kepemilikan ekuitas dari satu atau lebih entitas lain dan memperoleh kendali atas entitas tersebut.” Perusahaan yang sebelumnya terpisah lalu bergabung menjadi satu entitas apabila sumber daya dan operasi bisnisnya di bawah kendali tim manajemen tunggal. Pengendalian semacam itu dalam suatu entitas bisnis terbentuk dalam penggabungan usaha di mana: 1. Satu atau lebih perusahaan menjadi anak perusahaan, 2. Satu perusahaan mentransfer aktiva bersihnya ke perusahaan lain, atau 3. Setiap perusahaan mentransfer aktiva bersihnya ke perusahaan yang baru dibentuk. Latar Belakang Singkat Akuntansi untuk Penggabungan Usaha Secara historis, kebanyakan kontroversi tentang akuntansi untuk penggabungan usaha bekisar pada metode penyatuan kepemilikan (polling of interest method), yang diterima secara umum pada tahun 1950 ketika Committee on Accounting Procedure menerbitkan Accounting Research Bulletin (ARB) No. 40. Pada bulan Agustus 1999, FASB menerbitkan laporan yang mengusulan untuk mengeliminasi penyatuan kepemilikan dengan alasan: 1. Penyatuan kepemilikan memberikan informasi yang kurang relevan kepada pemakai laporan. 2. Penyatuan kepemilikan mengabaikan pertukaran nilai ekonomi dalam transaksi dan membuat evaluasi kinerja selanjutnya menjadi tidak mungkin. 3. Membandingkan perusahaan-perusahaan dengan menggunakan metode alternatif sulit dilakukan oleh investor. Tanggal 30 Juni 2001 FASB dalam Statement No. 141 mengeliminasi metode akuntansi penyatuan kepemilikan. 31 Maret 2004, International Financial Reporting Standard 3 (IFRS 3) menharuskan penggabungan usaha diperhitungkan dengan menggunakan metode pembelian. C. Akuntansi Pengabunga Usaha Menurut Metode Pembelian Semua penggabungan usaha yang dimulai setelah 15 Desember 2008 harus diperhitungkan sebagai pembelian menurut GAAP. Metode pembelian mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum yang sama untuk mencatat penggabungan usaha seperti dalam mencatat aset dan kewajiban lainnya. Pencatatan penggabungan usaha menggunakan prinsip fair value. Dengan kata lain, kita mengukur biaya untuk entitas pembeli ketika mengakuisisi perusahaan lain dalam penggabungan usaha dengan metode pembelian melalui jumlah kas yang dikeluarkan, nilai wajar aset lain yang didistribusikan, ataus ekuritas yang diterbitkan. Ilustrasi, anggaplah PT Pikili menerbitkan 100.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp10 untuk mendapatkan aset bersih PT Udin dalam suatu penggabungan usaha dengan metode pembelian pada 1 Juli 2009. Harga pasar saham biasa PT Pikili pada tanggal tersebut adalah Rp 16 per saham. Biaya langsung tambahan untuk penggabungan usaha itu terdiri atas honor SEC (Bapepam) sebesar Rp5.000, honor akuntan sebesar Rp10.000, biaya percetakan dan penerbitan sertifikat saham biasa sebesar Rp25.000, serta honor konsultan Rp80.000. PT Pikili mencatat penerbitan 10.000 lembar saham dalam pembukuannya (dalam ribuan). Investasi saham PT Udin 1.600 Saham biasa, nominal 100 1.000 Tambahan modal disetor 600 Untuk mencatat penertbitan 100.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp 10/lembar dan harga pasar Rp 16/lembar Selisih antara nilai nominal saham dan harga pasar diberlakukan sebagai pengurang atau penambah nilai wajar saham dan dimasukkan dalam akun tambahan modal disetor Mencatat biaya tambahan untuk penggabungan usaha Investasi dalam PT Udin 80.000 Tambahan modal disetor 40.000 Kas atau aset bersih lain 120.000 Untuk mencatat honor konsultan Rp 80.000 dan Rp 40.000 untuk biaya pendaftaran dan penerbitan saham. Biaya pendaftaran dan penerbitan saham diberlakukan sebagai pengurang nilai wajar saham dan dicatat sebagai tambahan modal disetor. Sedangkan biaya langsung lainnya seperti honor bocker ditambahkan sebagai biaya perolehan saham. D. Mencatat Nilai Wajar dalam Akuisisi Langkah pertama untuk mencatat akuisisi adalah menentukan nilai wajar. Perusahaan biasa menggunakan pendapat independen atau pakar penilaian dalam menentukan nilai wajar, dengan asumsi bahwa nilai wajar sama dengan total harga pasar yang telah ditetapkan. Ada beberapa pengecualian dalam penggunaan nilai wajar untuk mencatat asset yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih dalam akuisisi, yaitu :aktiva dan kewajiban pajak tangguhan, pensiunan dan bonus pegawai, dan sewa harus diperhitungkan menurut pedoman yang berlaku. Dalam pencatatan akuisisi akan terjadi selisih antara harga perolehan dengan nilai wajar. Selisih tersebut akan dicatat sebagai goodwill. Goodwill hanya dicatat oleh perusahaan yang mengakuisisi. Berikut contoh kasus untuk akuisisi : Pitt Co. mengakuisisi asset bersih Seed Co. dalam kombinasi yang dilaksanakan pada 12/27/2008. Aset dan kewajiban Seed Co. pada tanggal ini, berdasarkan nilai buku dan nilai wajarnya, adalah sebagai berikut : Kas Piutang Persediaan Tanah Bangunan Peralatan Hak paten Total aset Hutang usaha Hutang Wesel Nilai buku 50 150 200 50 300 250 0 1000 60 150 Nilai wajar 50 140 250 100 500 350 50 1440 60 135 Hutang lain Total Liabilities Total AsetBersih 40 250 750 45 240 1200 Pitt Co. membayar tunai $ 400.000 dan menerbitkan 50.000 lemba rsaham biasa Pitt Co. $ 10 dengan nilai pasar $ 20 per saham untuk asset bersih Seed Co. Maka : Total Investasi (400.000+(50.000*20) = 1.400.000 Nilai wajar asset yang diakuisis = 1.200.000 Goodwill = 200.000 Maka jurnalnya : Investasi Saham, Seed Co. 1.400.000 Kas 400.000 Modal Saham 500.000 Tambahan modal disetor 500.000