Uploaded by Audi Choiron

Analisa Masjid Kemiri - Muhammad Audi Choiron - 17051010048

advertisement
KATA PENGANTAR
3
BAB 1 : PENDAHULUAN
4
Bab 1.1 Deskripsi Objek Analisa
4
Bab 1.2 Sejarah Masjid Kemiri
6
BAB 2 : KAJIAN DAN ANALISA OBYEK
8
Bab 2.1 Lokasi Masjid
8
Bab 2.2 Latar Belakang Masyarakat Sekitar
8
Bab 2.3 Analisa Bentuk
10
Bab 2.3.1 Fasad
10
2.3.2 Beranda masjid
12
2.3.3 Ruang Utama Masjid
14
2.3.4 Tambahan Modern pada Masjid
21
2.3.5 Makam Mbah Sayyid Abdullah
25
2.4 Tempat Rekreasi Atau Tempat Ibadah?
29
2.5 Kemewahan yang Subjektif
31
2.6 Budaya Universal Islam
33
BAB 3: KESIMPULAN DAN PENUTUP
35
3.1 Kesimpulan
35
LAMPIRAN SKETSA ANALISA
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Analisa Masjid Desa
Kemiri
Penjelasan dan analisa Masjid Desa Kemiri dari sudut pandang budaya islam
yang ada di nusantara.
M. Audi Choiron
17051010048
2
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang arsitektur nusantara, yaitu pengaruh
budaya islam pada arsitektur nusantara ini menjadi bermanfaat bagi para pembaca.
Sidoarjo, 8 Mei 2018
Penyusun
3
Bab 1 : Pendahuluan
Bab 1.1 Deskripsi Objek Analisa
Gambar 1 Tampak luar depan Masjid Kemiri
Masjid yang menjadi objek analisa merupakan masjid yang terletak di Desa Kemiri,
Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Masjid ini terletak di pinggir
jalan yang menjadi arus lalu lintas utama dan terletak di tengah-tengah pemukiman
Desa Kemiri.
Masjid ini adalah masjid jami’ bagi desa ini yang juga memiliki beberapa masjid-masjid
kecil dan musholla yang lebih baru. Selain itu masjid ini juga terkenal karena
pendirinya yaitu Sayyid Abdullah yang merupakan seorang da’i keturunan mesir yang
datang untuk membina warga sekitar dalam hal berislam. Saat meninggal Mbah Sayyid
Abdullah dimakamkan di dekat masjid.
4
5
Bab 1.2 Sejarah Masjid Kemiri
Gambar 2 Bersama Pak Imam Syahroni, pengurus masjid sekaligus narasumber sejarah masjid
Menurut petugas takmir, masjid ini bisa dibilang memiliki sejarah yang sangat panjang,
kurang lebih sampai ratusan tahun lalu yaitu pada zaman Wali Songo. Meski begitu,
bangunan yang ada sekarang bukanlah bangunan orisinil yang benar-benar tua.
Bangunan masjid yang ada sekarang merupakan hasil pembangunan ulang kurang lebih
15 tahun lalu (dihitung dari tahun 2018.)
Bangunan masjid yang sekarang sudah modern dengan mengikuti metode konstruksi
yang modern pula. Bisa dilihat dari material yang digunakan dan tidak adanya bentuk
yang dihasilkan dari metode konstruksi zaman dulu.
Adapun masjid ini tidak benar-benar berubah drastis dari masjid sebelumnya. Hal ini
karena pengurus masjid dan masyarakat setempat menginginkan agar nilai budaya dan
sejarah masjid yang lama tidak hilang begitu saja. Oleh karena itu masih banyak
bentukan asli masjid beserta filosofinya yang tersimpan di bangunan masjid ini.
6
7
Bab 2 : Kajian dan Analisa Obyek
Bab 2.1 Lokasi Masjid
Masjid ini terletak di tengah-tengah Desa Kemiri, kurang lebih 1 KM dari pusat Kota
Sidoarjo di mana terletak alun-alun sidoarjo dan juga Masjid Agung Sidoarjo. Menurut
banyak pakar sejarah, Sidoarjo diduga merupakan pusat kerajaan Jenggala dan juga
Kerajaan Kahuripan. Hal ini memberikan sidoarjo pengaruh kejawen dan juga hindu
yang cukup kuat, baik dari situs peninggalan sejarah, maupun budaya masyarakatnya.
Gambar 3 Peta daerah Masjid Kemiri
Dilihat dari lokasinya masjid ini memang tidak mengherankan jika menggunakan
langgam jawa dengan atap tropisnya yang meniru joglo, sama seperti Masjid Agung
Demak.
Bab 2.2 Latar Belakang Masyarakat Sekitar
Masyarakat memiliki peranan penting dalam membentuk masjid, baik secara fisik,
maupun ruhani seperti kegiatan ritual peribadatan yang dilaksanakan sehari-hari.
Masyarakat sekitar masih cukup kental dengan budaya jawa timuran. Sedangkan dalam
beragama, umumnya masyarakat dan terutama pengikut masjid merupakan anggota dari
organisasi dakwah Nadthlatul Ulama (biasa disingkat NU).
8
Gambar 4 Silsilah keilmuan NU dengan sanadya dari Rasulullah
Hal ini perlu dibedakan karena di Indonesia terdapat banyak sekali organisasi maupun
tarekat-tarekat islam. Kelompok-kelompok ini umumnya memiliki perbedaan cara
dalam melaksanakan ritual peribadatan. Sehingga membuat masjid yang berbeda
kelompok memiliki beberapa perbedaan bentuk maupun fungsi.
Salah satu ciri yang cukup kental dalam kebiasaan masjid khas NU adalah adanya
bedug sebagai penanda waktu sholat, yang mana dibunyikan sebelum adzan. Bedug ini
umumnya tidak ditemukan di masjid-masjid milik organisasi lain seperti
Muhammadiyah, ataupun Salafi.
Ciri lainnya adalah adanya kolam untuk cuci kaki di area wudhu. Hal ini diharapkan
untuk menghilangkan najis atau kotoran yang menempel di kaki. Sehingga tempat
wudhu maupun masjid tidak terkotori oleh najis yang menempel di kaki para jamaah
masjid.
9
Bab 2.3 Analisa Bentuk
Bab 2.3.1 Fasad
Dimulai dari luar masjid yaitu fasad dan bentuk keseluruhan masjid, langsung saja dapat
disadari bahwa masjid ini dibuat dengan mengambil unsur-unsur jawa. Yang paling
kentara adalah penggunaan atap perisai berundak, dan tidak adaya unsur kubah sama
sekali.
Gambar 5 Atap masjid berbentuk perisai ala jawa
Meski begitu, masih dapat banyak ditemukan bentukan-bentukan berupa arch. Baik
pointed arch di bagian depan masjid. Maupun rounded arch di bagian samping dan
dalam masjid. Meski begitu, arch ini hanyalah bentukan dengan proses konstruksi dan
material modern, bukan menggunakan susunan batu seperti zaman dahulu.
Dari luar juga terdapat kerawang berukuran besar dengan yang condong ke arah khas
jawa. Kerawang ini dimaksudkan untuk sirkulasi udara maupun untuk pencahayaan
alami yang mana cocok sekali untuk bangunan besar di daerah tropis.
10
Gambar 6 Kerawang pada bagian luar masjid
Beberapa tembok menggunakan susunan batu-bata merah yang jika dilihat bukan batu
bata merah biasa, melainkan memang yang digunakan untuk diekspose. Susunan bata
ini memberikan kesan jawa dan tradisional sehingga masjid tidak terkesan terlalu
modern.
Tak hanya itu, masjid ini juga memiliki berbagai unsur bentuk lain yang cukup modern.
Bentuk yang lebih modern ini umumnya terinspirasi dari langgam eropa seperti
renaisans maupun yunani.
Unsur renaisans ini bisa dilihat dari bentukan hiasan cornice pada ujung-ujung fasad
yang berbentuk balok. Tembok-tembok yang mulus ini juga memiliki warna krem yang
cukup sesuai dengan gaya renaisans.
11
Gambar 7 Cornie pada ujung fasad merupakan terinspirasi dari gaya eropa
2.3.2 Beranda masjid
Unsur eropa ini juga dapat dilihat di bagian beranda masjid. Capital dari kolom
penyangga berbentuk lingkaran cukup mirip dengan kolom bergaya doric, atau mungkin
lebih tepatnya gaya tuscan.
Gambar 8 Capital kolom gaya tuscan, dan juga hiasan pada balok
Tak hanya itu, kolom penyangga dak lantai 2 yang melintang juga dihiasi dengan hiasan
gipsum yang bergaya eropa. Baik di bagian bawah maupun sudut-sudut antar balok.
12
Di bagian depan ini terdapat pula hiasan berupa kaligrafi berukuran besar dalam bahasa
arab. Kaligrafi ini merupakan do’a masuk masjid. Hal ini diharapkan supaya para
jamaah masjid membaca do’a ini sebelum masuk ke area utama masjid.
Lampu yang digunakan sudah menggunakan lampu LED biasa. Namun dudukannya
dikelilingi oleh hiasan gipsum berbentuk lingkaran dengan pola mirip dengan hiasan
gipsum lain di sekitar.
Gambar 9 Lampu modern dikelilingi hiasan gipsum
Terdapat pintu dan bidang-bidang kaca yang mengisi sela-sela kolom-kolom masjid.
Bidang-bidang kaca ini digunakan untuk memisahkan area dalam masjid yang sudah
dipasang AC, dengan area beranda dan luar.
13
Gambar 10 Kerawang dan bukaan yang ditutup kaca
Bidang kaca ini merupakan proses modernisasi masjid. Tambahan-tambahan yang baru
ini tidak direncanakan sebelumnya, sehingga memang cukup banyak yang terlihat
kurang menyatu.
2.3.3 Ruang Utama Masjid
Setelah melewati pintu kaca dari area beranda, maka pengunjung akan langsung
memasuki area utama masjid. Kesan pertama adalah betapa megahnya masjid terutama
dilihat dari ketinggian langit-langitnya.
14
Gambar 11 langit-langit yang tinggi
Selain ketinggian masjid. Kesan yang mencolok kedua adalah cahaya yang masuk dari
glass block pada bagian atas area mimbar/imam. Penggunaan glass block ini
memungkinkan cahaya sore untuk masuk. Cahaya sore ini akan sangat berguna karena
semakin berkurangnya cahaya alami pada sore hari yang bisa menerangi ruang-ruang
dalam masjid.
15
Gambar 12 Cahaya dari glassblock yang menerangi ruangan
Selain itu cahaya yang muncul dari arah kiblat atas seolah-olah memberikan kesan suci
dan ilahiah. Mirip seperti filosofi gereja gothic ala Abbot Suger dari perancis. Tak hanya
di atas mimbar, beberapa area tembok sebelah barat juga terdapat glass block yang lebih
kecil.
Bentukan bernafaskan budaya jawa juga ada pada bagian dalam ruangan. Terdapat
empat tiang raksasa soko guru di bagian tengah ruangan. Tiang ini menjulan kurang
lebih 8 meter sampai menyentuh langit-langit.
16
Gambar 13 Bagian tengah masjid dilihat dari bawah
Tiang ini berbentuk lingkaran dengan base dan capital ala tiang dari order tuscan. Tetapi
pada bagian bawah terdapat cerukan garis-garis seperti tiang order lain. Ada 7 bentuk
segitiga pada base tiang soko guru. Hal ini mungkin melambangkan 7 ayat yang
diulang-ulang pada setiap rokaat yaitu Al-Fatihah, mengingat pada masjid demak 4
tiang menggambarkan 4 rokaat sholat. Tiang ini juga terlihat cukup berbeda karena
bidangnya memiliki pola seperti batu marmer.
17
Gambar 14 Base dan capital dari kolom soko guru
Di bagian langit-langit, diapit oleh 4 tiang terdapat cerukan ke atas yang berbentuk
seperti kubah. Kubah ini dihiasi dengan frekso langit biru berawan. Menggantung dari
langit-langit itu adalah lampu gantung yang menjadi pencahayaan buatan utama untuk
bagian tengah masjid.
18
Gambar 15 Langit-langit berceruk dengan hiasan fresko
Bagian dalam kurang lebih mirip seperti bagian luar dengan tiang-tiang dan rounded
archnya. Balok kotak juga dihiasi dengan hiasan dari gipsum bergaya renaisans.
Di bagian yang memisahkan antara lantai dasar dan lantai atas ada hiasan berupa
kaligrafi yang mengelilingi seluruh sisi sampai menyentuh mimbar. Kaligrafi ini
merupakan Surat Al-Baqarah, lebih tepatnya bagian Ayat Kursi yang cukup sering
dibaca oleh umat islam. Ayat ini juga dipercaya bermanfaat untuk mengusir gangguan
dari alam ghaib seperti jin ataupun sihir.
19
Gambar 16 Kaligrafi dalam masjid
Tak hanya itu, terdapat juga kaligrafi yang lebih kecil, serupa seperti kaligrafi di bagian
depan yang berisi doa masuk masjid. Kaligrafi ini tergantung di tembok bata. Jika
dibaca kaligrafi ini berisi niat untuk beri’tikaf di masjid. Yaitu ritual berdiam diri di
masjid untuk beribadah secara penuh pada bulan ramadhan.
Bagian mimbar dan tempat sholat Imam merupakan ruangan sendiri yang berceruk di
tembok. Ruang ini dipisahkan oleh 2 buah pilar kembar yang menyangga pointed arch.
Bentuk ini merupakan pengulangan dari bagian depan masjid. Bidang pointed arch ini
berisi kaligrafi 2 kalimat syahadat dengan gaya khot kufi yang tegas dan minimalis.
20
Gambar 17 Arch pada area mimbar
Mimbar terdiri dari mimbar dan juga kursi dengan kanopi. Mirip seperti tandu kerajaan
yang biasa dinaiki orang-orang penting seperti sultan.
2.3.4 Tambahan Modern pada Masjid
Masjid yang dibangun kurang lebih 15 tahun lalu ini memiliki penambahan yang lebih
modern, terlihat dari beberapa elemen yang kurang singkron. Contohnya adalah
penggunaan material baja ringan untuk kanopi bagian luar masjid.
21
Gambar 18 Material kanopi yang banyak digunakan untuk garasi rumah
Bagian pelataran masjid ini umumnya tidak digunakan untuk sholat. Namun pada saat
sholat jum’at di mana jumlah jamaah begitu banyak, pelataran ini juga digunakan.
Namun pada hari yang panas dan hujan kanopi ini berfungsi sebagai sosoran yang
menaungi jamaah.
Penambahan ini juga dirasakan dengan seiringnya pertambahan AC pada masjid-masjid
di Indonesia. Hal ini cukup disayangkan karena Indonesia merupakan negara tropis
yang tidak terlalu panas. Apalagi masjid ini terletak di Sidoarjo di mana iklimnya tidak
terlalu panas, apalagi mengingat lokasi masjid yang terletak cukup masuk ke desa.
Meski begitu masjid ini akhirnya menambahkan AC untuk bagian dalam masjidnya.
Meskipun begitu penambahan AC ini bukan merupakan suatu langkah yang
mengagetkan jika dilihat dari latar belakangnya.
Sampai sekarang, umumnya masyarakat menggunakan kipas angin untuk penghawaan
buatan dikarenakan harganya yang murah, serta beban listriknya yang tidak terlalu besar.
22
Adapun AC yang memang lebih nyaman, juga lebih mahal. Hal ini menjadikan AC
suatu hal yang terhitung mewah. Maka tidak heran suatu tempat ibadah, yang
dipersembahkan untuk agama dan Tuhan, menggunakan suatu hal yang mewah.
Tentunya penambahan AC ini dibarengi dengan beberapa penambahan lain. Yaitu
penambahan bidang kaca sebagai penutup bukaan agar hawa dari AC tidak keluar dan
menjadi tidak efektif.
Gambar 19 Bidang kaca agar hawa AC tidak keluar
Penambahan pintu kaca in juga ada di lantai 2, lengkap dengan jendela kaca untuk
menutupi roster. Penambahan ini memang bukan ada di rencana awal pembangunan
masjid, terbukti dari pemotongan bagian bawah tembok agar pintu kaca bisa terbuka.
23
Gambar 20 Bagian tembok yang dicoak agar pintu kaca bisa terbuka
Penambahan lain yang tidak terlalu kentara adalah penggunanan pegangan tangan pada
tangga. Railing ini terbuat dari stainless steel. Railing ini mengganti railing asli dengan
material yang berbeda.
24
Gambar 21 Bekas railing lawas yang dihancurkan
2.3.5 Makam Mbah Sayyid Abdullah
25
Gambar 22 Papan nama pada bagian atas bukaan makam
Konsep makam dan rumah ibadah merupakan hal yang sudah biasa jika dilihat dari
sejarah arsitektur. Akan tetapi dalam kebudayaan islam dua hal ini memiliki pro dan
kontra tersendiri. Terdapat banyak hukum syariat mengenai ketentuan-ketentuan masjid
dan juga makam. Contohnya adalah bagaimana semua tempat di bumi adalah suci dan
boleh untuk sholat, tentunya dengan beberapa detil kentuan dan pengecualian.
“Seluruh bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan untuk bersuci. Siapa saja dari
umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut” (HR. Bukhari
no. 438 dan Muslim no. 521).
Contoh dari pengecualian adalah bahwa tidak bolehnya sholat di kuburan.
“Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim no.
972).
Hal ini mengakibatkan tidak bolehnya bersatu antara kuburan dan masjid. Hal ini
dijelaskan lebih lanjut dalam hadist lain.
“Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi dan orang
sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah jadikan kubur menjadi masjid.
Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian” (HR. Muslim no. 532).
Para ulama berpendapat bahwa dilarangnya hal ini adalah untuk mencegah kesyirikan.
Kesyirikan yaitu meninggikan, menyembah, meminta selain dari Allah yang Esa. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah kaum muslimin sama seperti agama leluhur seperti
paganisme, animisme, maupun dinamisme yang bertentangan dengan syariat islam.
Oleh karena itu cukup banyak kelompok yang melarang hal demikian. Salah satunya
adalah teman saya yang menganjurkan untuk tidak sholat di masjid ini, dikarenakan
terdapat kuburan di sini.
26
Banyak kasus akan kuburan di dalam masjid. Ada yang dilarang ada yang tidak. Yang
dilarang adalah makam yang benar-benar ada di tengah-tengah masjid ataupun di depan
mihrab/altar tempat sujud imam. Hal ini sudah jelas sekali bahwa ada maksud untuk
penyembahan terhadap kubur. Ataupun ada masjid yang dibangun di sekitar kubur dan
benar-benar meninggikan dan memperlihatkan bahwa itu kuburan, inilah yang dilarang.
Adapun masjid nabawi di madinah juga memiliki kuburan Rasulullah
salallahualaihiwassalam di dalamnya. Namun hal ini berbeda dengan kasus sebelumnya.
Sesuai sejarah, makam nabi sebenarnya terletak di area rumah nabi yang memang
bersebelahan dengan masjid. Seiring dengan bertambahnya jamaah masjid nabawi,
diperlukanlah area masjid yang lebih luas. Maka masjidpun diperluas dan area rumah
Rasulullah ikut masuk kedalamnya.
Akan tetapi makam ini ditutup dengan tembok, tidak dihias, serta dijaga oleh petugas
setempat. Hal ini untuk mencegah kuburan ini ditinggikan dan dianggap keramat.
Mengingat sudah pasti banyak orang yang akan datang meminta-minta, atupun
mengambil tanah kuburan untuk jimat.
Jika dilihat dari sejarah masjid Kemiri dan makam Mbah Sayyid Abdullah ini, maka
memang kasus ini lebih mirip dengan kasus makam Nabi di madinah. Pada awalnya
masjid kemiri hanyalah masjid kampung kecil. Sedangkan saat Mbah Sayyid meninggal,
beliau dikubur di area halaman masjid. Hal ini tentu dibolehkan karena halaman yang
menjadi area kuburan tidak digunakan untuk sholat. Namun ketika ada pemugaran dan
pembangunan ulang masjid, area yang diperluas ini akhirnya meliputi kuburan Mbah
Sayyid Abdullah.
Area makam ini dipisahkan dari lantai yang selevel dengan tembok. Meski begitu,
bagian depan yang menuju halaman masjid tetap terbuka. Terdapat plang besar yang
menunjukkan makam ini
PIntu menuju makam terdapat di samping makam. Hanya sebuah bukaan kecil dengan
kusen tanpa pintu. Di atas terdapat ukiran bertuliskan Mbah Sayyid Abdullah. Pintu
masuk ini kecil, sehingga ketika masuk haruslah membungkuk. Ini merupakan budaya
27
yang cukup sering ada di arsitektur nusantara. Yang berfungsi supaya tamu yang datang
memberikan hormat pada penghuni rumah.
Gambar 23 Pintu masuk ke area makam
Makam ini sendiri sudah ditutupi dengna keramik. Batu nisan berupa 2 buah batu yang
ditutupi kain. Sedangkan tanah yang tersisa hanyalah tanah di antara 2 batu nisan ini. Di
dalam hanya ada sedikit hiasan yaitu silsilah keilmuan ulama Nadhlatul Ulama yang
termasuk juga ada Mbah Sayyid Abdullah ini.
28
Gambar 24 Perbandingan ukuran makam dengan ukuran manusia sekarang
2.4 Tempat Rekreasi Atau Tempat Ibadah?
Dalam buku Starchitect and The Beauty of the Beast dibahaslah pergesaran fungsi
arsitek dan arsitektur. Yaitu dari fungsi yang lebih fungsional baik jasmani dan rohani.
Menjadi fungsi yang lebih ke sekedar prestige dan kebanggan. Yang mana itu cukup
banyak terjadi pada masjid.
Gambar 25 Masjid Dian Al-Mahri (masjid.asia)
29
Beberapa contoh nyatanya adalah Masjid Dian Al-Mahri atau biasa disebut sebagai
Masjid Kubah Emas. Hal ini dikarenakan kubahnya yang dilapisi emas 24 karat setebal
1 mm. Masjid ini sangat terkenal dan menjadi ramai dikunjungi karena titlenya tersebut.
Akan tetapi masjid ini mengalami pergeseran fungsi. Yaitu dari fungsi sebagai tempat
ibadah, menjadi tempat wisata. Orang ramai datang pada saat hari libur, dan bukannya
pada saat sholat berjamaah. Hal ini memungkinkan masjid hanya menjadi simbol saja.
Hal ini juga mungkin yang dapat dipertanyakan pada Masjid Desa Kemiri ini. Terutama
karena adanya makam Mbah Sayyid Abdullah. Di mana tempat situs makam/ziarah
orang-orang saleh sangat mahsyur di Indonesia. Sebut saja ziarah wali songo. Atau
mungkin yang lebih modern, Makam Ir. Soekarno di Blitar ataupun Makam Gus Dur.
Atau tak usah jauh-jauh lah, makam Kyai Haji Ali Mas’ud yang berjarak mungkin 2
KM dari masjid ini. Makam-makam ini cukup terkenal, dibuktikan dari banyaknya
pengunjung yang datang untuk berziarah. Tak jarang juga beberapa tempat ini
dikomersilkan.
Tetapi jika diamati dari kehidupan sehari-hari yang terjadi di masjid ini. Masjid ini
memang benar-benar sekedar masjid jami’ desa tempat orang desa berkumpul untuk
melaksanakan ibadah dan ritual keagamaan.
Proses rekonstruksi dan pemugaran masjid ditujukan untuk memakmurkan masjid. Agar
masjid lebih nyaman untuk digunakan dalam beribadah.
Adapun situs makam Sayyid Abdullah sebenarnya tidak lain hanyalah sebuah pengingat
kecil bagi masyarakat desa. Pengingat akan jasa seorang da’i yang berjasa menyebarkan
dan merawat islam di desa tersebut pada zaman dahulu kala.
Sayyid Abdullah meskipun seorang da’i yang terkenal saleh dan ditokohkan. Tetap saja
bukanlah seseorang yang mahsyur sampai didatangi dari jauh untuk diziarahi. Sehingga
dari situ, kemurnian ajaran yang ia bawa tetaplah terjaga. Yaitu beribadahlah di masjid
dan gunakanlah masjid untuk beribadah.
Terlepas dari bangunan yang menurut saya cukup mengagumkan. Arsitektur ini
30
bukanlah Starchitect. Arsiteknyapun juga bukan Starchitect. Bahkan, ia tidak
menjadikan karyanya ini sebagai dongkrak untuk meningkatkan prestigenya di bidang
arsitektur. Ia semata-mata mengabdi dengan cara memberikan wadah masyarakat sekitar
untuk membangun masjid ini. Dibuktikan dari beberapa bentuknya yang bisa dibilang
cukup dipertanyakan dari segi arsitektural, tetapi bisa dibilang indah menurut warga
sekitar.
Pada akhirnya Masjid Desa Kemiri ini hanyalah masjid desa. Tempat di mana warga
desa berkumpul untuk beribadah kepada-Nya. Sekaligus pengingat akan sejarah panjang
komunitas mereka.
2.5 Kemewahan yang Subjektif
Jika dilihat dari analisa bentuk tadi, maka dapat ditemui berbagai pilihan arsitektural
yang cukup layak dipertanyakan. Baik dari sisi estetika, maupun dari sisi fungsionalitas.
Contohnya adalah penggunaan hiasan gipsum dengan gaya renaisans pada kolom
bangunan.
Bagi kaum arsitektur mungkin hal ini terlihat aneh, nyeleneh, dan tidak pas dari sisi
estetika unity. Dikarenakan langgam masjid yang sebenarnya terinspirasi dari masjid
jawa. Tetapi bercampur dengan langgam arsitektur modern, dengan sentuhan renaisans.
Bagi kaum non-arsitektur, terutama orang awam dari masyarakat sekitar. Hal ini
bukanlah suatu hal yang aneh. Bahkan bagi mereka, inilah suatu hal yang indah dan
mewah bagi mereka.
Jika dilihat dari sejarah dan contoh riil. Langgam rumah dengan sentuhan renaisans dan
eropa klasik cukup banyak dijumpai di Indonesia. Rumah-rumah orang kaya pada tahun
2000an banyak yang menggunakan langgam seperti itu. Lengkap dengan pilar yunani,
serta hiasan pada gewel dan architrave.
31
Gambar 26 Tipikal rumah mewah yang banyak disukai di Indonesia (tribunnews.com)
Virus kemewahan arsitektur klasik ini tak hanya menjangkiti pikiran orang yang tinggal
di kota. Akan tetapi di desa juga demikian banyak ditemui. Walhasil beberapa orang
membangun rumah, baik dari yang cukup sampai yang berduit memilih gaya yang
cukup serupa. Terutama pada hiasan gipsum yang sering digunakan di rumah, terlepas
apapun gayanya. Jadi tidaklah heran jika masjid yang sebenarnya berlanggam jawa,
mungkin dengan tambahan yang lebih modern, bisa ikut tercampur dengan langam ini.
Apalagi karena si arsitek hanyalah berperan sebagai fasilitator, sedangkan keputusan
berada pada masyarakat, terutama tetua para pengurus masjid.
Hal ini juga sama dengan penambahan AC yang berujung pada penambahan tembok
dan pintu kaca. Tidak lupa juga mereka menutup kerawang dan bukaan lain dengan kaca,
agar hawa dingin dari AC bisa dipertahankan.
Seperti yang sudah dibahas tadi, AC merupakan sesuatu yang dianggap mewah. Hal ini
karena memang cuaca tropis kadang bisa cukup panas, sehingga orang-orang
menganggap hawa dingin AC merupakan suatu kenikmatan. Ditambah dengan harga
AC dan biaya perawatan serta listrik yang mahal, maka jadilah resep untuk suatu
kemewahan.
32
Padahal banyak sekali konsep arsitektur yang sustainable. Yaitu tidak terlalu banyak
mengandalkan pencahayaan dan penghawaan buatan untuk membuat kegiatan di dalam
bangunan menjadi nyaman. Desain arsitektur nusantara yang merupakan hasil dari
ratusan tahun uji coba, sudah sangat mengerti akan hal ini. Leluhur kita bisa hidup di
tempat yang sama, melakukan pekerjaan yang sama, tanpa bantuan alat-alat elektronik
ini.
Tak hanya karena kemewahan. Beberapa unsur tambahan justru terbalik dari unsur
kemewahan. Penggunaan material baja ringan untuk kanopi dan juga railing stainless
steel menunjukkan unsur efisiensi. Di mana mereka mencapai hal yang sama, dengan
harga yang lebih murah. Meskipun akhirnya harus mengorbankan sedikit unsur estetika.
Hal-hal ini menarik karena menunjukkan bahwa sebenarnya keindahan dan kemewahan
itu subjektif. Dan masjid ini, serta mungkin banyak unsur arsitektur lain di sekitar kita
menunjukkan bahwa keindahan bukanlah suatu hal yang pakem dalam dunia seni
arsitektur.
2.6 Budaya Universal Islam
Banyak orang yang kebingungan seperti apa kebudayaan islam itu. Bahkan ada yang
menyamakan Islam dengan budaya Arab. Kebingungan ini dibuktikan dengan adanya
gerakan seperti Islam Nusantara yang beredar sekarang.
Namun pada hakikatnya Islam adalah Islam dan arab adalah arab. Tidak semua yang
islam itu arab dan tidak semua yang arab itu islam. Akan tetapi tetap perlu diingat
bahwa Rasulullah adalah orang arab, Qur’an menggunakan bahasa arab, dan umat islam
pun diperintahkan untuk ibadah haji ke arab.
Meski begitu islam ditujukan supaya bisa fleksibel. Lentur, tidak kaku dan bisa
diterapkan di manapun di pelosok bumi ini. Oleh karena itu timbul pertanyaan, apakah
masjid harus memiliki kubah? Atau mungkin, seperti apa budaya islam universal itu?
Islam dan budaya merupakan suatu kombinasi yang menarik. Islam sebagai suatu
agama, atau sistem kepercayaan yang berisi perintah-perintah pasti berpengaruh
33
terhadap budaya. Akan tetapi islam tidak terpaku badaya satu budaya tertentu.
Islam mengenali budaya. Akan tetapi islam tidak terlalu peduli dengan budaya selama
kebudayaan itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum islam. Dan juga, islam
membiarkan budaya yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum islam.
Jika dikaitkan dengan arsitektur masjid, budaya islam lebih menuju pada bentuk
fungsional. Bentuk fungsional inilah pengaruh dari hukum-hukum islam yang mengatur
peribadatan dan tempatnya. Contohnya adalah arahnya yang harus menghadap kiblat.
Lalu sistem shaf/barisan bagi jamaah, dengan Imam ada di bagian paling depan. Juga
adanya tempat bersuci.
Akan tetapi hal-hal lain seperti bentuk atap, jumlah tiang, atau tinggi menara, hal-hal
yang tidak diatur dalam islam adalah ruang bagi keindahan berbudaya. Di sini umat bisa
berkreasi sesuai kebudayaan mereka demi menuju tujuan yang sama di bawah islam.
Mau atap kubah, perisai segi empat, ataupun atap segi delapan seperti pagoda pun tidak
masalah, selama esensinya masih sama.
Intinya adalah kebudayaan islam terletak pada syari’atnya, pada hukum-hukumnya yang
mengatur kehidupan umatnya. Jika hukum-hukum ini ditinggalkan dan diganti dengan
yang lain, maka musnahlah kebudayaan islam yang sesungguhnya.
34
Bab 3: Kesimpulan dan Penutup
3.1 Kesimpulan
Pada awalnya saya melihat dari sudut pandang seorang yang tidak mengerti arsitektur,
masjid ini terlihat biasa sekali. Tidak lebih unik dari masjid-masjid di desa lain. Akan
tetapi setelah mengerti sedikit tentang arsitektur, seakan dunia baru telah terbuka.
Fakta-fakta lain mengenai masjid ini mulai terungkap. Beberapa detil kecil tampak
menjadi hal yang sangat-sangat jelas.
Contohnya adalah pemilihan langgam masjid jawa yang dibuktikan dengan absennya
kubah yang digantikan dengan atap perisai berundak ala joglo. Ditambah dengan soko
guru pada bagian dalam masjid.
Lalu adanya elemen kebudayaan islam dan timur tengah. Contoh paling kentaranya
adalah adanya kaligrafi aksara arab di berbagai tempat di masjid ini. Selain itu adanya
arch atau lengkungan-lengkungan yang diadobsi dari daerah timur tengah dan eropa.
Sedangkan ada juga bagian modern yaitu elemen balok yang jelas ada karena metode
konstruksi beton cor. Ditambah dengan tembok halus berwarna krem. PIlar bergaya
eropa klasik. Dan juga hiasan gipsum dengan motif ala renaisans.
Hal ini menunjukkan bahwa masjid ini merupakan iterasi terbaru dari langgam yang
sudah ada sebelumnya.
Selain itu dengan adanya makam Mbah Sayyid Abdullah di komplek masjid ini.
Memberikan makna bahwa masjid dan kampungini memiliki sejarah yang cukup
panjang. Bahkan bisa sampai pada zaman wali songo dulu.
35
Lampiran Sketsa Analisa
36
Daftar Pustaka
Pangarsa, G. W. (2010). Materialisme pada Masjid Nusantara.
Pangarsa, G. W. (2010).Starchitect and the Beauty of the Beast.
37
Download