LAPORAN OBSERVASI KEGIATAN PRESERVASI BAHAN PUSTAKA di Pusat Preservasi Bahan Pustaka, Perpustakaan Nasional RI Disusun oleh: Dwi Rahmah Larasati (1200535) PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2014 DAFTAR ISI Daftar Isi ........................................................................................................... Laporan 1 : Perawatan dan Perbaikan Bahan Pustaka Pelestarian ..................................................................................... Perawatan ...................................................................................... Penambalan bahan Pustaka yang Robek ....................................... Laminasi Bahan Pustaka ............................................................... Enkapsulasi Bahan Pustaka ........................................................... Lampiran ........................................................................................ 1 2 7 7 8 9 Laporan 2 : Penjilidan Bahan Pustaka Penjilidan dengan Kain Kasa ............................. ........................... Penjilidan dengan Benang ............................................................. Pembuatan Cover .......................................................................... Lampiran ....................................................................................... 15 16 16 19 Laporan 3 : Perawatan Bahan Mikrofilm Mengalih Media Bahan Pustaka kedalam Mikrofilm..................... Tahap Pemotretan Dokumen ......................................................... Perawatan Mikrofilm...................................................................... Enkapsulasi..................................................................................... 23 25 26 28 Laporan 4 : Reprografi Bahan Pustaka Reproduksi Foto Bersejarah (Reprografi) secara Digital .............. 38 Reproduksi Foto Bersejarah (Reprografi) secara Konvensional.... 40 Laporan 5 : Teknik Trasformasi Digital Pengumpulan dan Seleksi Bahan Pustaka ....................................... Pengecekkan kondisi Fisik Bahan Pustaka ..................................... Proses Pengembalian Objek yang akan di Alih Mediakan ............. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... i 45 40 48 B. PENJILIDAN BAHAN PUSTAKA Penjilidan adalah suatu kegiatan menghimpun/menyusun halaman- halaman/lembaran-lembaran lepa: menjadi satu sesuai urutan lembaran yang seharusnya, yang dilindungi oleh ban atau sampul dengan menggunakan bahan dan alat bantu tertentu (peralatan dan bahan penjilid) agar mudah digunakan dan untuk melindungi buku tersebut (fisik/nilai informasinya). Tujuan Penjilidan: a. Mempertahankan dan melindungi 1. bentuk fisik buku b. Mempertahankan dan melindungi kandungan informasi didalamnya c. Memudahkan penggunaan bahan pustaka Dasar-dasar dilakukannya penjilidan antara lain adalah : a. Menghimpun/menggabung/menyusun b. Memperbaiki c. Melestarikan bahan pustaka d. Memperhatikan faktor : tujuan buku, kegunaan buku, bahan-bahan yang diperlukan, dan biaya e. Mempertimbangkan bentuk jilidan : harus kuat, mewah, lentur, tampak indah, dsb Salah satu kegiatan yang dilakukan di Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional RI juga ialah melakukan proses penjilidan. Dari keterangan nara sumber, ada dua macam teknik penjilidan, yaitu: 1) Jilid dengan Benang, dan 2) Jilid dengan kain Kasa. Berikut ialah laporan observasi dari kegiatan Di Perpustakaan Nasional RI : Langkah-langkah Penjilidan dengan Kain Kasa : a. Press kertas yang akan dijilid. Tujuannya ialah untuk lebih menyatukan kertaskertas tersebut. Toreh bagian sisi kertas yang akan dijilid dengan kain kasa oleh cutter. Tujuannya agar lem dapat meresap. b. Olesi bagian sisi kertas yang akan dijilid dengan lem secara merata, gibas atasbawah. c. Gunting kain kasa dengan ukuran sedikit melebihi panjang buku yang akan dijilid. d. Tutupi permukaan kertas yang telah dilem tadi dengan kain kasa agar lebih menyatu, lalu press kembali agar kertas tidak mengembang setelah diberi lem dan kain kasa. Diamkan beberapa saat. Langkah Penjilidan dengan Benang a. Gunting 2 helai kain rimpis dengan lebar sekitar 2 sampai 2,5 cm. Ukurkan pada kertas dan buat polanya di tengah-tengah sisi kertas yang akan dijahit, Namun tidak berhimpitan. Sisakan ruang antara kedua kain rimpis dengan ukuran lebih lebar untuk menjadi ukuran panduan jarak di sisi kanan – kiri kedua helai kain rimpis tadi. b. Balik halaman (buku yang akan dijahit), tujuannya agar jahitan lebih terkontrol, lalu jahit sesuai pola yang telah dibuat. Mulai dengan menusukkan jarum di pola paling ujung kertas. c. Lakukan pola jahitan dari dalam ke luar, kaitkan dengan kain rimpis agar lembaran kertas lebih menyatu. Gunakan peberat agar kerta tidak bergerak-gerak. d. Lakukan hal yang sama pada kain rimpis yang ke-dua. Saat jahitan tiba di ujung, kaitkan jarum di sela-sela benang, dan ikat dengan simpul mati. e. Lakukan pada lembar selanjutnya. Bila telah sampai pada halaman kertas akhir, ikat dengan simpul mati 2 kali. Setelah selesai, press dan beri lem. Langkah Pembuatan Cover a. Ambil bahan pustaka yang telah dijilid, lalu pasangkan kertas pelindung di permukaan atas dan bawahnya dengan ukuran lebih 3mm dari ukuran panjang kertas. b. Rekatkan pada sisi kertas yang telah dijilid dengan menggunakan lem. Tujuannya agar kerta pelindung tadi menyatu dengan jilidan kertas. c. Tekan sisi yang baru direkatkan tadi, ‗sisir‘ dan rapikan bekas rekatannya dengan menggunakan tulang pelipat. d. Potong bagian sisi buku yang tidak rata dengan menggunakan mesin pemotong. e. Gunting pita kapital dan pita baca dengan lebar sesuai dengan tebal buku. untuk pita baca, selipkan pita baca di antara halaman buku, pastikan ujung atas dan ujung bawahnya melebihi ukuran panjang buku. ujung atas untuk direkatkan dan ujung bawah sebagai ‗penampakan‘ pembatas. f. beri lem pada bagian atas punggung buku dan tempelkan ujung atas pita baca. g. Beri lem lagi di ujung atas pita baca, lalu tempelkan pita kapital. Pastikan rel-nya menghadap ke atas dan menyembul melebihi batas ukuran atas buku. h. Beri lem di sisi bawah kertas dan tempelkan pita kapital. Kali ini relnya menghadap bawah. i. Setelah selesai, oleskan lem pada keseluruhan punggung buku beserta pita-pita yang direkatkan di atasnya. j. Sediakan kertas struk yang akan berperan sebagai penutup punggung buku. ukuran panjangnya lebih 2mm atas bawah dari ukuran panjang buku, sementara lebarnya 1/3 dari lebar buku. lalu gunting miring keempat ujungnya sedikit. Lipat kertas struk hingga memiliki garis tengah. Lumuri dengan lem. k. Tempelkan kertas struk pada punggung buku. pastikan garis tengahnya berada di tengah lebar punggung buku. Kempiskan gelembung yang terbentuk saat proses penempelan, dan rapikan dengan menggosokan tulang pelipat. Setelah proses ini selesai, maka terbentuklah blok buku. Catatan : Ukur panjang dan lebar buku, lebihkan masing-masing 3mm pada sisi atas dan bawah. Catat. Ukur panjang dan lebar punggung buku, lebihkan 6 mm untuk panjangnya, catat. Gunakan ukuran panjang dan lebar buku tadi untuk memotong 2 buah duplek/karton/bord—bahan untuk cover depan dan belakang buku. dan gunakan ukuran panjang dan lebar punggung buku untuk memotong duplek yang berfungsi sebagai penutup punggung buku. Potong duplek dengan menggunakan mesin pemotong yang dinamai Kacip. Tebal duplek/karton/bord bervariasi, antara 20-40 yang disesuaikan dengan ukuran dan tebal buku. Duplek yang digunakan untuk cover lebih tebal dibandingkan yang digunakan untuk punggung buku. Potong kertas struk sepanjang duplek namun lebar setengahnya dengan menggunakan cutter. Lem duplek yang dipakai untuk punggung buku, lalu rekatkan tegak lurus dan berada di tengah-tengah kertas struk tadi. Lem ujung kanan duplek cover depan dan ujung kiri duplek cover belakang selebar 2,5 - 3cm. Sisipkan alur jepit (lebar ±7mm) di sisi kanan dan kiri duplek punggung buku sebagai pemisah antara duplek punggung buku dengan duplek cover. Penyisipan alur jepit ini juga sebagai pemberi ruang gerak buku saat dibuka dan ditutup nantinya. (alur jepit nantinya dilepas, dipakai hanya sebagai patokan ukuran jarak antara duplek punggung dengan duplek cover) Ambil kertas linen (diucapkan narasumbernya „lénen‟) sebagai kertas pelapis cover. Letakan cover buku yang telah diberi duplek tadi di atasnya dengan posisi di tengahtengah kertas linen. Sisi duplek cover buku yang menampakkan duplek punggung buku diposisikan di bawah sehingga yang terlihat hanya sisi duplek cover buku yang memperlihatkan kertas struk saja. Potong kertas linen dengan ukuran lebih 1,5cm dari ukuran atas-bawah-kiri-kanan blok buku. Balik duplek cover buku sementara, lumuri duplek cover yang menghadap bawah tadi dengan lem agar dapat ditempeli kertas linen. Balik blok buku dan lekatkan simetris dengan kertas linennya. Setelah duplek cover menempel dengan kertas linen, balik dan ratakan dengan lap untuk mengeluarkan gelembung hasil perekatan. Buat rel buku (yang dibuat jarak oleh alur jepit tadi) dengan menggunakan tulang pelipat yang sebelumnya telah di‘ketukkan‘ pada lem pelicin. Balik, gunting miring keempat ujung kertas linen sesuai dengan keempat ujung cover duplek. Robek ujung kertas struk yang tidak terlumuri lem. Tujuannya agar tidak menimbukan garis saat nanti ditutup oleh kertas lainnya. Lem sisa kertas sepanjang 1,5cm tadi dan tarik ke dalam seperti hendak menyampul buku. rapikan dengan lap dan tulang pelipat. Tumpulkan ujung-ujung sampul kertas linen dengan melipat sedikit kertas linen sebelum ditimpa dengan kertas linen lain. Gabungkan blok buku dengan cover buku dengan mengelem kertas struk pelindung buku (ada di blok buku), BUKAN covernya tap JANGAN mengelem punggung blok bukunya agar buku masih tetap memiliki ruang gerak. Rapikan dan buat rel buku dengan tulang, press buku sekali lagi untuk lebih merekatkan lem. LAMPIRAN Bahan-bahan yang digunakan dalam Penjilidan dengan Kain Kasa : a. Kain Kasa b. Gunting c. Alat Press d. Penggaris e. Lem dan Kuasnya f. Cutter Bahan-bahan yang digunakan untuk Penjilidan dengan Benang : a. Benang dan jarum b. Gunting c. Kain Rimpis d. Cutter e. Pemberat Kertas f. Penggaris g. Alat Press h. Lem dan Kuasnya Bahan yang digunkan untuk Pembuatan Cover : a. Penggaris b. Pita Kapital c. Cutter d. Pita Baca e. Lem dan Kuasnya f. Kertas Linen g. Gunting h. Lilin Pelicin i. Tulang Pelipat j. Kertas duplek/karton/bord ragam ketebalan. k. Mesin Pemotong l. Alat Press m. Kain Lap n. Kertas Struk C. PERAWATAN BAHAN MICROFILM Menurut buku panduan Praktikum Preservasi dan Konservasi di Perpustakaan Nasional, Microfilm adalah hasil reproduksi dalam benyuk gulungan film yang kecil dengan ukuran lembaran film 16mm dan panjang foto 100 feets. Untuk film yang berukuran 35mm dan panjang 200 feets, digulung dalam sel plastik. Mikrofilm merupakan kopi dari halaman-halaman buku, menuskrip dan sebagainya yang memlalui proses fotografi dimana bayangan kecil yang ada pada frame tersebut merupakan duplikat dari bagian aslinya. Mikrofilm masih merupakan pilihan yang populer karena bisa menampung sejumlah besar informasi yang dapat disimpan dalam ruang yang sangat kecil, dan membutuhkan biaya yang rendah. Beberapa alasan penggunaan mikrofilm di perpustakaan : 1. Melestarikan koleksi yang mempunyai nilai sejarah 2. Menyelamatkan koleksi yang sudah aus 3. Melengkapi koleksi yang tidak tersedia dalam bentuk cetak dan koleksi yang langka 4. Mempermudah dalam menggunakan bahan-bahan yang aslinya bertumpuk 5. Menghemat uang dalam pengiriman 6. Mengurangi kerusakan 7. Menggantikan interlibrary loan Keuntungan penggunanaan mikrofilm : 1. Menghemat penyimpanan 2. Memperlancar penyebaran dokumen 3. Melestarikan bahan informasi dalam bentuk stensil 4. Untuk memperkecil penjilidan 5. Memungkinkan penyimanan semua dokumen yang terdaftar dalam file komputer 6. Untuk mengurangi ongkos pengiriman dokumen Kekurangan penggunaan mikrofilm : 1. Sulit untuk diperbaharui atau menyisipkan revisi dokumen 2. Tidak ekonomis untuk mendistribusikan dokumen sendiri 3. Diperlukan wadah khusus untuk penyimpanan 4. Menimbulkan masalah dalam interfilling dokumen yang berkaitan dengan filming yang bemutu 5. Penggunaan informasi oleh pengguna akan mengakibatkan ketegangan mata dan kelelahan fisik 6. Microfilm memerlukan perawatan khusus dan tenaga ahli dalam proses pembuatannya. Menurut buku pedoman Teknis Alih Media Mikrofilm, mikrofilm (bentuk mikro) adalah hasil kreasi manusia dalam bidang fotografi untuk mengecilkan informasi yang terkandung dalam bahan perpustakaan dengan menggunakan kamera mikrofilm. Karena informasi telah dipindahkan kedalam mikro, maka cara membacanya harus mengguanakan alat yang disebut reader. Citra Mikro (micro image) ialah tulisan atau gambaran yang sangat kecil sehingga untuk membacanya harus dibesarkan terlebih dulu dengan lensa di dalam mikroreader tersebut. Pada awalnya penggunaan dan pemakaian mikrofilm bertujuan melestarikan bahan tertulis atau bahan tercetak pada kertas yang sudah jelek kondisinya, atau sebagian besar sudah rapuh sehingga isi kandungan informasi ilmiahnya akan terus berlanjut tersedia untuk masyarakat ilmiah dan masyarkat peneliti untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang. Pembuatan mikrofilm atau mikro juga merupakam suatu cara penggunaan bahan perpustakaan dengan menyediakan kopi film untuk para pemakai. Hal ini juga dapat mengurangi tempat yang diperlukan untuk menyimpan bahan pustaka atau dokumen dan melindungi bahan perpustakaan rapuh atau langka dari penanganan yang tidak perlu. Koleksi bentuk mikro banyak mempunyai kegunaan, baik suatu perpustakaan atau arsip. Sebagai contoh, bentuk mikro dan mikrofilm digunakan secara luas untuk menghemat tempat karena dapat mengganti kertas dalam jumlah yang besar. Baik perpustakaan maupun arsip juga menyediakan koleksi bentuk mikro kepada para peneliti sebagai pengganti untuk bahan pustaka yang langka dan rapuh. Dengan demikian, bahan pustaka tersebut terlindung dan terlestarikan dengan cara langsung pada bahan asli. Alih media bahan perpustakaan merupakan salah satu dari strategi perpustakaan dalam melestarikan koleksinya, terutama koleksi khusus seperti naskah, surat kabar, peta dan buku langka. Koleksi bahan perpustakaan dalam bentuk teks atau gambar dapat dialih mediakan menjadi 4 bentuk, yaitu : a. Alih media kedalam bentuk micro; b. Transformasi digital; c. Fotografi dan d. Foto copy. Alih media ke bentuk mikro dan transformasi digital merupakan strategi yang banyak dipilih oleh perpustakaan, arsip maupun museum diseluruh dunia, karena kedua nya memberikan sejumlah pendekatnya alterbative untuk keperluan yang berbeda, antara lain sebagai contoh : bentuk mikro dapat memberikan bebagai format dalam bentuk hitam putih atau berwarna, sedangkan transformasi digital selain memberikan hitam putih dan berwarna juga dapat dengan resolusi rendah, sedang atau tinggi. Resolusi rendah untuk akses secara online, sedangkan resolusi tinggi merupakan master digital yang dapat disimpan. Bentuk mikro terdiri dari mikrofilm dan mikrofis, mikrofilm berbentuk rol yang dikembangkan lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai bagian dari teknologi fotografi konvensional. Apabila mikrofilm yang dibuat di atas film polyester, direkam, direkam, diproses dengan standar internasional dan dimasukkan ke dalam kotak yang stabil serta disimpan pada kondisi yang memenuhi syarat, maka mikrofilm tersebut akan berumur maksimal 500 tahun. Panjangnya unur bentuk mikro ini merupakan salah satu keuntungan jika dibandingkan dengan alihmedia ke dalam bentuk lain. Pelestarian bentuk mikro dilakukan karena beberapa alasan, yaitu : 1. Sebagai pengganti koleksi yang sudah rapuh atau diserang yang kandungan informasinya merupakan pertimbangan utama. 2. Sebagai perlindungan bagi koleksi yang asli untuk mencegah kerusakan karena digunakan. 3. Memperhitungkan kebutuhan pengguna, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang. 4. Copy dari bentuk mikro hasil pembelian atau hibah tidak sesuai dengan standar. 5. Mengganti bentuk mikro yang rusak. 6. Sebagai pengaman bagi koleksi yang harga dan kegunaannya bernilai tinggi. Terbatasnya dana yang dipakai dalam pembuatan bentuk mikro, maka bahan perpustakaan hanya dapat dibuat bentuk mikronya dalam bentuk master negatve saja yang nantinya akan disimpan dalam ruang penyimpanan yang telah memenuhi standar dan copynya akan dilayankan kepada pengguna sedangkan fisik asli bahan pustaka disimpan. Jenis bahan film Jenis media bentuk mikro berkembang dari jenis film selulose nitrat, selulose aset sampai kepada polyester. Film solulose nitra sangat mudah terbakar, setiap saat mengeluarkan gas yang sangat berbahaya dan mengakibatkan terjadinya dekomposisi pada media ini. Karena sejak tahun 1950-an produksi film selulose nitrat ini dihentikan sama sekali. Film selulose asetan lebih aman dan tidak mudah terbakar, tapi tetap mengalami kerusakan setiap waktu karena mengeluarkan gas asam cuka (vineger syndrome). Karena mengeluarkan gas ini, menyebabkan bentuk mikro menjadi rusak. Proses kerusakan selulose asetan ini akan berlangsung terus menuerus jika tidak disimpan pada tempat yang memenuhi syarat. Pengertian film menurut Leksikon Grafika adalah lembar tipis, bening dan lentur (fleksibel) dari bahan sel.uloid, plastik, asetan dan poliester, yang dilapisi dengan emilsi peka cahaya serta antihalisio. Jenis bahan tersebut berupa : 1. Film Asetan : semua film yang mempunyai alas/dasar tersebut dari selulosa asetan, selulosa triasetan, selulosa asetan propinat atau selulosa asetan butiran. 2. Film nitrat : Film dengan alas yang terutama terdiri dari selulosa niktrat. Sifat kimiawi nitrat cepat membusuk. Oleh karena itu, tidak sesuai untuk dokumen atau informasi permanen. 3. Film Polyester : Film yang mempunyao alat poliester. Film poliester yang dikeluarkan oleh Eastman Kodak Company lazim disebut Eastar Base Film. Poliester sangat liat dan kuat serta stabilitas dimensinya baik sekali. Emulsi mikrofilm pada alesan Ester sekarang ini dihasilkan untuk berbagai tujuan. 4. Film Handal (Safety Film): Setiap film yang memenuhi persyaratan ANSI (American National Standard Institute) PH.25-1976, Semua safety film (baik asetan maupun poliester) yang dikeluarkan oleh Eastman Kodak Company memenuhi syarat-syarat tersebut. Artinya sukar dinyalakan, lambat terbakar dan mengandung nitrat rendah. Sebagai ilutrasi, perlu dijelaskan hal-hal berikut. Menurut ANSI PH. 25, film berukuran lebar 8 mm dan panjang 35 mm harus memenuhi persyaratan : a. Titik nyala harus dari sepuluh menit pada suhu 3000 C. b. Waktu terbakar tidal kurang dari 30 detik. c. Nitrat tidak lebih dari 0,4%. Seleksi bahan untuk alih Media bentuk Mikro Alasan utama pengguna mikrofilm ialah sebagai berikut : a. Menghemat tempat penyimpanan dokumen. Informasi yang disimpan pada buku setebal 300 halaman dapat disimpan hanya dalam 5 lembar mikrofische. b. Sistem penyimpanan dan penelusuran informasi bentuk mikro lebih murah dari pada media tercetak. Bentuk mikro biasanya disimpan dalam kabinet khusus dengan sistem tertentu. c. Biaya pengiriman bentuk mikro lebih murah dari pada biaya pengiriman buku. Mikrofilm dapat dimasukan dalam amplop surat biasa dan dikirim dengan biaya perangko surat biasa. Pengiriman media tercetak harus dalam bentuk pospaket yang lebih mahal biayanya. Dokumen bahan informasi yang dapat dijadikan bentuk mikro adalah sebagai berikut : a. Dokumen informasi lembaran, seperti faktur, laporan, peta, cetak, makalah, file data pegawai, kasus orang sakit, dan lain-lain. b. Buku, majalah, surat kabar, peta dapat dibuatkan bentuk mikronya, dinamakan terbitan mikro yang merupakan suatu teknik dalam menerbitkan informasi dalam bentuk mikro untuk disebarluaskan kepada para pemakainya. c. Koleksi kesenian, drawing bahan informasi ini bentuk mikronya dinamakan terbitan mikro berwarna. Mikro film juga dapat dibuat oleh perusahaan penerbitan mikrofilm komersial, di samping perpustakaan dan organisasi lain yang tidak mencari keuntungan dengan menyediakan tambahan koleksi yang lebih besar seperti juga koleksi yang lebih besar seperti juga koleksi langka. Secara umum koleksi bahan perpustakaan tentang indonesia diberikan prioritas yang paling tinggi, sehingga pembuatan bentuk mikro merupakan alat kunci dalam menjamin kelangsungan hidup koleksi yang berkelanjutan. Jenis pustaka yang menjadi prioritas utama dalam pembuatan mikro adalah : a. Bahan perpustakaan indonesia : Bahan perpustakaan yang tidak terbit lagi dan setidaknya memenuhi kroteria berikut ini yang akan dipertimbangkan untuk dibuatkan bentuk mikronya, yaitu : 1. Nilai riset yang tinggi 2. Memiliki informasi harga yang tinggi 3. Kondisinya fisik yang jelek/buruk 4. Penggunaan nya yang tinggi 5. Unik 6. Bahan langkan Prioritas yang akan ditetapkan berdasarkan suatu gabungan kriteria diatas. Hasil penilaian dari prioritas paling tinggi sampai dengan kriteria yang paling rendah, dibuatkan daftar urutan prioritasnya. b. Naskah : Disamping prioritas yang ditetapkan diatas, naskah adalah koleksi satu-satunya dan banyak dimiliki Perpustakaan Nasional RI, oleh sebab itu harus dibuatkan bentuk mikronya terkecuali koleksi naskah tersebut jumlah halamanya tidak lengkap. c. Peta : Peta pembuatan bentuk mikro peta adalah salah satu pilihan untuk koleksi lembaran yang relatif luas permukaannya. Pemilihan bagaimana cara pemotretannya harus dikonsultasikan dengan penanggung jawab koleksi peta dengan memperhitungkan luas jangkauan kamera atau kebutuhan para pengguna. Prioritas untuk membuat kopi akan ditentukan dengan menggunakan kriteria diats. d. Surat Kabar : Semua surat kabar yang terbit di Indonesia dapat dipertimbangkan untuk dibuatkan bentuk mikronya. Perpustakaan Nasional bertanggung jawab membuat bentuk mikro surat kabar terbitan Jakarta, sedangkan surat kabar terbitan provinsi masing-masing Provinsi mengusahakan mengalokasikan dana dan pembuatan bentuk mikro. Perpustakaan Nasional tidak akan mampu penyimpan, melestarikan seluruh bentuk fisik surat kabar nasional dan daerah karena keterbatasan dan dan tempat. Oleh sebab itu semua surat kabar dibuatkan bentuk mikronya dan hanya dua atau tiga surat kabar utama yang ternit di Jakarta dan satu surat kabar utama dari masing-masing daerah yang perlu disimpan. Bidang/bagian yang memproduksi bentuk mikro bertanggung jawab menyimpan dan memelihara master negatif dari semua surat kabar Nasional dan terbitan lainnya serta menjamin bahwa generasi dari bentuk mikro yang dibuat harus sesuai dengan standar produksi dan disimpan dalam ruangan yang memenuhi syarat untuk kelangsungan hidup jangka panjang. Langkah dalam mengalih Media Bahan Pustaka ke dalam Mikrofilm : a. Persiapan, meliputi : Penyusunan dokumen awal, Melengkapi berkas, Penyusunan bibliografis target, Penyusunan akhir dokumen. b. Pemotretan Dokumen, meliputi : Pemasangan film pada kamera Pengaturan reduksi Pengaturan cahaya c. Processing film Pemeriksaan hasil pemotretan Penduplikasian mikrofilm Penyimpanan mikrofilm Tahap Persiapan a. Lakukan penyusunan dokumen awal, susun berkas yang akan dialih mediakan, di cek lembar per lembarnya dan melakukan pencatatan terhadap: terbitan yang hilang, terbitan tidak berurutan, halaman yang hilang dan tidak berurutan, ketidak sempurnaan dokumen misalnya ada bagian yang hilang sobek, ada noda/ flek, terpotong. Ketidak sempurnaan yang tidak mempengaruhi teks atau gambar dapat dibiarkan saja. b. Lakukan pencatatan Liputan bibliografis bahan pustaka. Data-data bibliografis yang harus dilengkapi sebelum proses alih media di antaranya: Nomor rol & Nomor urut Judul Nomor rak Tempat penerbitan Penerbit Kala terbit Bahasa Nomor terbitan & tanggal yang dipotret Halaman terbitan yang hilang Ukuran Keadaan dokumen asli Pemegang dokumen asli Penerbit edisi mikrofilm Tempat pemrosesan Tanggal pemotretan Penempatan gambar Pertimbangan reduksi Pemotret Peliput Nomor emulsi Catatan tambahan. c. Lakukan upaya untuk melengkapi berkas. Bila perlu petugas dapat menghubungi perpustakaan lain, kantor, juga perorangan yang diharapkan dapat melengkapi kekueangan tersebut. Jika tidak dipinjamkan, maka dokumen tersebut dapat dipesan kopiannya untuk kemudian disatukan dengan yang sudah ada. d. Lakukan penyusunan bibliografis target. Bagilah jumlah halaman dokumen yang akan dipotret dalam satu rol film secara sistematis sesuai dengan urutan kronologisnya. Bila menggunakan urutan kronologis ‗bulan‘, maka halaman dapat dibagi dengan 10 hari terbit, 15 hari terbit, satu-6 bulan penuh, atau 1-2 tahun. e. Lakukan penyusunan akhir. Pastikan liputan bibliografis dokumen sudah seluruhnya terisi, catatan tentang ketidak sempurnaan dokumen telah dilengkapi, dan penyusunan dokumen telah sesuai. Tahap dalam Pemotretan Dokumen a. Sebelum pemotretan dokumen, pasang film pada kamera, atur reduksi atau jarak antara dokumen dengan ketinggian kamera. Lalu atur pula pencahayaannya. b. Lakukan pemotretan percobaan, kira-kira seukuran 3 meter pita film, tujuannya agar mengetahui lancar tidak / terbakar tidaknya hasil pemotretan, setelah sempurna, lakukan pemotretan bahan pustaka yang sebenarnya, halaman per halaman. Tahap Pemrosesan Film a. Lakukan pencucian film yang telah kita potret tadi dengan cairan kimia developer dan fixer. Proses ini dilakukan dalam ruangan tanpa cahaya. (Film hasil washing ini adalah film negatif) b. Pemeriksaan Film Lakukan pemeriksaan hasil pencucian film, baik dengan menggunakan microfilm inspector atau secara manual. Lihat apa ada hasil potretan yang tidak sempurna atau harus dipotret ulang. Apakah filnya terbakar atau tidak, dll. c. Penduplikasian Film Lakukan duplikasi film yakni mengubah film negatif (hasil washing tadi) menjadi film positif. Film positif inilah yang nantinya akan dilayangkan ke pemustaka untuk dibaca menggunakan microfilm reader. Untuk membedakan film positif dan negatif, perbedaan yang paling mencolok ialah, pada film negatif, gambar yang seharusnya memiliki warna putih, di sini menjadi hitam, sementara gambar atau teks yang seharusnya hitam, di sini menjadi putih. Hal sebaliknya terjadi di film positif. Bila menggunakan kamera yang hanya memotret dan menghasilkan gambar di mikrofilm tanpa membuat format digitalnya, maka lakukan scanning mikrofilm di microfilm scanner untuk memperoleh format digitalnya. d. Penyimpanan Mikrofilm Lakukan penyimpanan film di kotak yang mudah dibuka, dan terbuat dari bahan bebas zat kimia yang dapat merusak film. Beri label pada kotak penyimpanan: berisi data dari liputan bibliografis yang telah dibuat sebelumnya. Penyimpanan harus dilakukan pada kotak dengan dimensi tidak melebihi 101,6mm x 101,6mm x 39,7 mm untuk ukuran film 35mm. Beri tali untuk menahan film pada rolnya. Hati-hati jangan sampai film tergulung terlalu rapat pada rolnya agar film tidak tergores. Format digital dari hasil gambar di mikrofilm dapat disimpan di CD untuk dilayangkan ke pemustaka. Sebelumnya, lakukan pengeditan menggunakan program Adobe Photoshop. Pengeditan bisa dengan merapikan, meluruskan posisi, mengatur terang gelap gambar, sehingga mudah dan enak dilihat pemustaka, tanpa mengubah kandungan informasi di dalamnya. Masukkan gambar hasil editan ke dalam CD. Beri judul sesuai bahan pustaka yang telah diambil gambarnya tadi. Selesai. Perawatan Mikrofilm Mengutip dari buku Pedoman Teknis Alih Media Mikrofilm terbitan Perpustakaan Nasional RI, ada 3 faktor yang mempengaruhi daya tahan mokrofilm, yaitu: 1) kecermatan pembuatan, 2) kecermatan dalam penanganan, dan 3) kecermatan penyimpanan serta penggunanya. Selain karena ketiga faktor tersebut, ada pula hal-hal lain yang harus diperhatikan untuk menunjang keberhasilan pelestarian mikrofilm, diantaranya: tahan lipatan, viskositas, kecepatan menyala, kecepatan terbakar, kerapuhan, dan keamanan film itu sendiri. Hal-hal tersebut, bila menjadi bahan perhatian pemakai maupun pemelihara, tentu akan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya kerusakan mikrofilm. Seperti halnya bahan pustaka tercetak, mikrofilm pun memiliki faktor penyebab kerusakannya , yaitu: 1. Manusia Manusia sebagai orang yang membuat, memroses, dan menyimpan mikrofilm dapat dinyatakan sebagai musuh mikrofilm bila cara mereka memperlakukan, baik saat membuat, memroses, hingga menyimpan tidak sesuai dengan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh lembaga tertentu. 2. Zat Kimia Tempat pembuatan dan penyimpanan mikrofilm harus bebas dari zat kimia, baik karena kontaminasi dari luar maupun dari ruangan itu sendiri. Artinya, tempat pembuatan mikrofilm jangan sekali-kali disatukan dengan benda lain, terlebih benda yang memiliki kandungan zat kimia dan bersifat asam. Selain itu, tempat pembuatan dan penyimpanan mikrofilm harus berada terpisah. 3. Air dan Api Lengkapi ruangan pembuatan dan penyimpanan mikrofilm dengan alat pemadam kebakaran dan jauhkan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar. Selain itu, tempat penyimpanan mikrofilm harus berada di atas badan jalan agar bila terjadi kebanjiran, air tidak masuk ke dalam tempat penyimpanan tersebut. Bila tempat penyimpanan berada dalam ruang bawah tanah, buat atau berilah pengaman agar air tidak masuk ke dalam. 4. Lingkungan Penyimpanan Jaga lingkungan dari debu, dan kondisikan agar suhu ruangan tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah, serta memiliki kelembapan yang cukup agar tidak tumbuh cendawan atau jamur di tempat penyimpanan mikrofilm yang dapat merusak bahan maupun kandungan informasi di dalamnya. A. PERAWATAN DAN PERBAIKAN BAHAN PUSTAKA Pelestarian Pengertian pelestarian menurut IFLA(International Federation Of Library) yaitu Mencakup semua aspek uasaha melestarikan bahan pustaka,keuangan,ketenagaan,metode dan teknik serta penyimpanannya. The Principles for The Preservation and Conservation of Library Materials yang disusun oleh J.M. Dureau dan D.W.G. Clements, preservasi/ pelestarian mempunyai arti yang lebih luas, yaitu mencakup unsur-unsur pengelolaan keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan pustaka. Menurut Introduction to Conservation, terbitan UNESCO tahun 1979 disebutkan bahwa istilah preservasi berarti penanganan yang berhubungan langsung dengan benda, kerusakan oleh karena udara lembab, faktor kimiawi, serangan dari mikroorganisme yang harus dihentikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (Perpustakaan Nasional, 1995:2). Menurut Hazen sebagaimana dikutip oleh Gardjito (1991:91), istilah pelestarian meliputi 3 ragamkegiatan,yaitu:‖ a. Kegiatan-kegatan yang ditujukan untuk mengontrol lingkungan perpustakaan agar dapat memenuhi syarat-syarat pelestarian bahan-bahan pustaka yang tersimpan di dalamnya; b. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperpanjang umur bahan pustaka, misalnya dengan cara deasidifikasi, restorasi, atau penjilidan ulang; dan c. Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengalihkan isi informasi dari satu bentuk format atau matrik ke bentuk lain. Setiap kegiatan menurut kategori-kategori tersebut itu tentu saja masih dapat dikembangkan lagi ke dalam berbagai aktivitas lain yang lebih khusus dan rinci‖. The American Heritage Dictionary mendefinisikan preservasi/ pelestarian sebagai usaha untuk melindungi dari segala macam kerusakan, resiko dan bahaya lainnya, menjaga agar tetap utuh dan menyiapkan sesuatu untuk melindungi dari kehancuran. Sedangkan definisi lain menurut Introduction to Conservation, terbitan UNESCO tahun 1979 disebutkan bahwa istilah preservasi/ pelestarian berarti penanganan yang berhubungan langsung dengan benda, kerusakan oleh karena udara lembab, faktor kimiawi, serangan dari mikroorganisme yang harus dihentikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut (Perpustakaan Nasional, 1995:2). Menurut Hazen sebagaimana dikutip oleh Gardjito (1991:91), istilah pelestarian meliputi 3 ragam kegiatan,yaitu:‖ a. Kegiatan-kegatan yang ditujukan untuk mengontrol lingkungan perpustakaan agar dapat memenuhi syarat-syarat pelestarian bahan-bahan pustaka yang tersimpan di dalamnya; b. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memperpanjang umur bahan pustaka, misalnya dengan cara deasidifikasi, restorasi, atau penjilidan ulang; dan c. Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengalihkan isi informasi dari satu bentuk format atau matrik ke bentuk lain. Setiap kegiatan menurut kategorikategori tersebut itu tentu saja masih dapat dikembangkan lagi ke dalam berbagai aktivitas lain yang lebih khusus dan rinci‖. Perawatan Konservasi/perawatan adalah teknik yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran (Dureau and Clements, 1990:2). Konservasi/perawatan dalam Perpustakan adalah perencanaan program secara sistematis yang dapat dikembangkan untuk menangani koleksi perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik dan siap pakai (Perpustakaan Nasional, 1995:2). Wendy Smith dari The National Library of Australia membuat definisi yang lebih sederhana mengenai konservasi, yaitu kegiatan yang meliputi perawatan, pengawetan dan perbaikan bahan pustaka dan informasi yang ada di dalamnya. Konservasi adalah konsep proses pengolahan suatu tempat atau ruang ataupun obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Menurut Internatoinal Federation of Library Assosiation (IFLA) member batasan sedalam mendefinisikan tentang pelestarian (Sudarsono, 2006: 314). Pengawetan (Conservation) membatasi kebijakan dan cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi tersebut. Perbaikan (Restoration) menunjuk pada pertimbangan dan cara yang digunakan untuk memperbaiki bahan pustaka dan arsip yang rusak. Perawatan adalah suatu yang dilakukan secara sengaja dan sistematis terhadap peralatan hingga mencapai hasil/kondisi yang diterima dan diinginkan. Dalam praktikum yang dilakukan di Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, upaya Restorasi yang dilakukan di Perpustakaan Nasional ialah Memperbaiki bahan pustaka Robek, dan memperbaiki bahan pustaka yang berlubang. Sebelum melakukan kegiatan restorasi bahan pustaka, survey kondisi dilakukan untuk mengetahu sejauh mana kerusakan yang dialami oleh bahan pustaka tersebut. Selanjutnya Paginasi, atau memberi halaman pada bahan pustaka dilakukan agar mudah menyatukan kembali bahan pustaka setelah direstorasi. Selanjutnya, dilakukan pembongkaran jilidan hingga bahan pustaka berupa lembaran-lembaran. Jika bahan pustaka telah menguning, dan kondisinya tidak rusak parah dan rapuh, maka dilakukanlah pemutihan atau bleaching. Terakhir, dilakukan proses restorasi yakni tambal-sambung. Pengerjaan prose tambal-sambung ini ada yang dilakukan dengan mesin (lift casting) khusus untuk bahan pustaka yang memiliki tinta permanen, atau secara manual; perlakuan untuk bahan pustaka yang memiliki tinta yang mudah luntur, dan/atau lubang-lubang yang sedikit. Dalam buku panduan Preservasi dan Konservasi, usaha untuk menyelamatkan koleksi dari kerusakan lebih parah disebut perawatan. Pengertian merawat mencakup tiga hal yaitu : Mencegah, Membasmi, dan Mengawetkan. Sebelum melakukan usaha penanggulangan ini sebaiknya terlebih dahulu diadakan survey terhadap kondisi bahan pustaka. Umumnya kondisi bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok : 1. Bahan pustaka yang masih dalam keadaan baik 2. Bahan pustaka yang kotor, mengandung asam dan rapuh 3. Bahan pustaka yang rusak secara fisik (cacat) seperti robek, berlubang, jilidan rusak, dimakan rayap, berjamur, kuman, dan lain-lain. Terdapat beberapa macam tindakan/cara yang dapat dilakukan dalam upaya perawatan bahan pustaka diantaranya adalah : a. Pencegahan Untuk mengantisipasi kerusakan koleksi lebih parah maka usaha yang perlu dilakukan antara lain adalah : Melakukan pembersihan (cleaning) dari debu dengan menggunakan vocuum cleaner, memercik udara secara rutin, memasang AC. Menjauhkan koleksi dari sinar ultra violet. Mengatur sirkulasi udara yang baik. Menyimpan bahan renik/mikro kotak polyester (jaringan dari logam) memperlakukan koleksi dengan hati-hati dan benar. Menjilid kembali, menggati kulit tipis, melengkapi halaman yang hilang. Menghindari buku dari bahan kimia asam/asam basa. Mengurangi gas pembentuk asam kuat yang mengatur sirkulasi udara yang baik. Menghindari kotoran, debu, minyak, air, asap rokok. Jangan menggunakan perekat yang mengandung bahan amylum. Mengatur suhu udara dan kelembaban udara tidak terlalu tinggi. Menjaga ruangan agar tetap gelap. Memasang alat pembersih udara. Menguatkan bahan pustaka dengan lining, isolasi, laminasi, kotak pelindung, folter dan enkapsulasi. Mencegah banjir dengan menjaga saluran pipanya. Waspada terhadap rembesan dinding, tetesan AC, kebocoran atap. Menyediakan alat pemadam kebakaran/racun api, dll. b. Membasmi Membasmi adalah penangan yang dilakukan terhadap koleksi yang sudah mendapat serangan hama, berpenyakit dan cacat sehingga kondisi koleksi pulih kembali. Biasanya penanganan ini dilakukan oleh konservator yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan tentang bahan kimia, memahami kondisi tentang bahan pustaka dan mengenal factor penyebab kerusakan serta cara mengantisipasikan kerusakan. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk membasmi unsur perusak koleksi : Melakukan pembasmian rayap dengan suntikan obat chlorodane atau cairan baigon dengan cara melarutkan cairan tersebut kedalam alcohol lalu disemprotkan atau disuntikkan pada kusen pintu atau jendela serta lantai gedung. Melakukan pengobatan melalui fumigasi untuk mematikan serangan dan jamur : koleksi yang terkena jamur dibawa kesuatu ruangan tertutup selama selama satu minggu dengan menggunakan gas hydrocyamic, carbon bisulphida. Membasmi kutu buku dengan cara mengasapkan yang menggunakan uap beracun. Gas yang dimasukkan adalah gas iner dengan cara memasukkan koleksi dengan kantong plastic yang kedua ujungnya diikat. Lalu dialiri gas nitrogen sampai menggelembung. Salah satu ujungnya diberi saluran untuk mengeluarkan asap oksigen, sehingga hanya tinggal gas nitrogennya saja. Selain itu obat naplhaline ball juga bisa digunakan dengan menempatkannya diselasela buku. Melakukan deadigfikasi atau menghilangkan, menetralkan atau melindungi kertas dari pengaruh asam dengan menggunakan larutan bersifat kalsium hidroksida, kalsium karbonat dsb. Bahan pustaka yang sudah kotor tekena noda, mengandung asam, rapuh dan sebagainya dapat ditanggulangani dengan beberapa cara : Noda pada kertas akibat faktor fisis, kimia, dan biota dapat diputihkan kembali dengan menggunakan choramin-T, sodiun clorisida, dan potassium permaganet, hypoclori peoraksida dan berbagai pelarut lain sulit, seperti air, bensin, atau zat pemutih bagi noda yang sulit dibersihkan dengan pelarut. Menghilangkan noda khusus seperti cat dengan menggunakan alcohol dan bensin diikuti dengan air dan terpentin. Noda lemak/minyak dibersihkan dengan alcohol, gasoline, bensin, dan peridin. Koleksi yang mengandung asam dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan bersifat basah misalnya kalsium hydroksida, kalsium karbonat dan sebagainya. Menanggulangani dengan laminasi yaitu dengan cara menutup lembaran kertas yang robek, rapuh atai rusak dengan menggunakan mesin. Bahan laminasi yang sudah didesain dalam bentuk pakai, karena proses panas dari mesin laminasi bahan plastik ini akan menempel dan melindungi dokumen. Cara ini banyak banyak dilakukan untuk dokumen berharga. Melakukan restorasi dengan alih bentuk tugas dari kertas ke film, dan ukuran besar jadi kecil, terutama bagi buku langka. Perbaikan bahan pustaka merupakan pekerjaan memperbaiki bahan pustaka disebut dengan restorasi, kerjaan tersebut meliputi : Menambal Kertas. ada dua jenis menambalkan bahan pustaka yang selama ini dikenal, yaitu : penambalan karena kertas berlubang dan penambalan kerts karena robek atau memanjang. Memutihkan Kertas. Kertas yang terkena debu atau lumpur akan berwarna kecoklatan. Ini dapat diputihkan dengan menggunakan berbagai zat kimia, seperti : 1) Chloromine T, 2) Gas chlordioksida, 3) Natrium Chlorida, 4) Potasium Permanganate, 5) natrium Hipochlorite, dan 6) Hidrogen Peroksida. Pemutihan kertas ini bersifat sekedar menghilangkan noda pada kertas dari pada memutihkan lembaran buku yang sudah ditulisi baik tulisan cetak maupun tulisan tangan. Mengganti halaman yang robek dan robekknya tidak dapat diperbaiki dengan menambalnya, atau sudah hilang, harus diganti dengan membuatkan foto kopinya. Dengan cara menyisipkan dan menempelkan menggunakan lem sevara hati-hati pada bagian yang hilang. Mengencangkan benang Jilidan yang kendur. Memperbaiki punggung buku, engsel, atau sampul buku yang rusak. Berikut adalah Skema observasi yang saya lakukan di Perpusnas : 4. Survey Kondisi 5. Pemberian No. Halaman (Paginasi) 6. Pembongkaran Jilidan 7. Bleaching (Pemutihan) 8. Tambal-Sambung Kegiatan yang kami lakukan hanya meliputi restorasi – penambalan kertas yang berlubang, penyambungan bahan pustaka yang robek, laminasi, serta enkapsulasi. Berikut laporan hasil pengamatannya observasi kami : Langkah Penyambungan Bahan Pustaka yang Robek a. Benahi Timpang tindih Tulisan Tujuannya, agar saat robekan tersambung, tidak ada tulisan yang tertutupi oleh bekas robekan hingga tidak terbaca atau hilang. b. Tempatkan tisu jepang sepanjang robekan dan dengan posisi menjepit bagian kertas yang robek (menutupi robekan di bagian depan dan bagian belakang kertas). Lalu lem bolak-balik (sisi bagian depan dan belakang). (Pengeleman dapat dilakukan manual dengan tangan, Berikan Lem CMC tadi dibelakang bahan pustaka yang bolong tersebut, sesuai dengan bolongnya kertas tersebut. Pastikan pemberian lem merata agar proses penambalan memberikan hasil yang baik.) c. Pastikan robekan tertutupi sepenuhnya oleh tisu jepang dan telah tersambung dengan benar. Keringkan dengan menggantungkan pada alat yang telah disediakan. (Bila proses sebelumnya dilakukan dengan benar: pengaturan tumpang tindih teks yang benar, lem dioles setipis mungkin dan merata, maka bekas robekan dan sambungannya pun (nyaris) tidak terlihat). Langkah Penambalan Bahan Pustaka yang Robek a. Perhatikan lubang yang akan ditambal. (Bila bahan pustaka yang berlubang memiliki teks atau kandungan informasi di kedua sisinya (depan belakang) maka utamakan yang memiliki teks lebih banyak serta tutupi bagian yang memiliki teks lebih sedikit). b. Letakkan permukaan tisu jepang yang kasar di bawah lubang untuk menutupinya. (Tisu jepang di letakan di belakang kertas yang bolong, kemudian tisu tersebut dibentuk sesuai bolongan kerttas lalu ditempel di belakang kertas setipis mungkin). c. Buat pola seukuran lubang yang akan ditutup dengan pensil lalu sobek tisunya dengan melebihkan jarak sekitar 2mm dari ukuran pola. Pola tidak boleh dibuat dengan pulpen, sebab tinta bersifat asap, yang mengundang risiko ‗penularan‘ sifat asam pada kertas. Saat menyobek tisu, jangan mempergunakan gunting, namun gunakan tangan agar memperoleh seratnya. d. Kemudian tempelkan lem setipis mungkin dibagian pinggir kertas yang bolong lalu tisu yang sudah dibentuk sesuai bolongan kertas ditempelkan ke kertas yang bolong tersebut, hingga menyatu dengan kertas menempelkannya. e. Jika lubang telah tertup, keringkan kertas tersebut ketempat yang sudah disediakan, mengeringkan kertas tersebut tidak boleh terkena sinar matahari langsung, harus suhu ruangan agar tidak rusak. Laminasi Bahan Pustaka Setelah melakukan perbaikan bahan pustaka dengan menyambung dan menambal, kami juga diperlihatkan contoh untuk melaminasi bahan pustaka. Kami diingatkan bahwa laminasi berbeda dengan laminating. Laminasi ialah upaya melapisi bahan pustaka dengan tisu jepang, sementara laminating ialah melapisi kertas atau bahan pustaka dengan plastik. Langkah Laminasi Bahan Pustaka a. Setelah permukaan atas terolesi sepenuhnya oleh lem, balik kertas dengan menggunakan cutter dan lem sisi bawahnya dengan setipis mungkin dan merata. b. Setelah selesai, rapikan sisi-sisi tisu dengan memotongnya menggunakan cutter. Setelahnya, keringkan dengan menyimpannya di atas kain atau menggantungkannya di tempat dan dengan alat yang telah disediakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak boleh menggunakan gunting saat merapikan tisu sebab dapat membuka kembali rekatan antar tisu. Enkapsulasi Bahan Pustaka Langkah Enkapsulasi Bahan Pustaka a. Letakkan plastik polyester di bawah, lalu tumpangkan kertas di atasnya. Letakkan plastik dibawah, kemudian letakkan kertas di tengah-tengah plastik, lalu atur hingga posisi kertas tidak miring. Kemudian letakkan pemberat tersebut diatas kertas hal ini dilakukan agar kertas tersebut tidak berubah posisi. b. Gunakan double tape yang tersedia. Potong ujungnya agar lurus. Mengapa harus menggunakan double Tipe? Tujuannya agar dapat dengan mudah menyambung sisi double tipe dengan sisi yang lainnya. c. Rekatkan double tape pada sisi atas-bawah-kiri-kanan kertas, namun tidak mengenai dan ikut merekatkan kertasnya. Double tape ditempelkan dengan jarak sekitar 2mm dari kertas. Penempelan double tape pun memiliki pola: lebihkan beberapa mm dari ukuran kertas untuk sisi kanan, sesuaikan dengan ukuran kertas untuk sisi kiri. Berlaku juga untuk pengaturan penempatan double tape sisi atas dan bawah. Hal ini dilakukan agar kertas tersebut tidak rusak. d. Kelupaskan double tape dengan menggunakan cutter, namun hanya separuhnya saja. Lakukan pada tiap double tape pada masing-masing sisi. e. Kelupas double tape secara keseluruhan dan tempelkan kedua plastik hingga sempurna mengapit kertas. Usap masing-masing sisi untuk merapikan rekatannya. f. Keunggulan enkapsulasi, ialah bahan pustaka tidak menempel pada plastik pelapis hingga bisa dikeluarkan dalam keadaan utuh seperti sediakala. Cara untuk mengeluarkannya ialah tinggal menarik plastik hingga terkelupas dan menarik keluar kertas dari dalamnya dengan hati-hati. Hal ini dapat terjadi karena, pada saat pemberian double Tipe, double Tipe tidak ditempelkan langsung di kertas. Kesimpulan Setelah melihat proses perbaikan dan perawatan bahan pustaka, khususnya dalam kegiatan tambal-sambung, narasumber kami berpesan untuk tidak lagi menyambung atau menambal bahan pustaka dengan selotip. Pasalnya, lem pada selotip bersifat asam sehingga akan ‗menularkan‘ sifat keasamannya pada kertas. Akibatnya, dalam jangka waktu yang lama, lem akan menjadi coklat dan berbeda warna dengan kertas. Hal ini, selain dapat mengakibatkan kerusakan karena asam pada kertas, juga mengurangi estetika. Menurut narasumber kami, jika hendak melestarikan sesuatu, harus menggunakan bahan yang sejenis. Lampiran a. Bahan-bahan yang digunakan untuk Penyambungan Bahan Pustaka yang Robek : Tisu Jepang Lem CMC (Carbotyle Metacelulose) Pemulas Lem Gantungan dan Capitan b. Bahan-bahan yang digunakan penambalan bahan pustaka yang berlubang : Tisu Jepang Lem CMC (Carbotyle Metacelulose) Pemulas Lem Gantungan dan Capitan Bahan-bahan yang digunakan untuk Laminasi Bahan Pustaka : Tisu Jepang Lem CMC (Carbotyle Metacelulose) Pemulas Lem Gantungan dan Capitan Cutter Bahan yang digunakan untuk Enkapsulasi Bahan Pustaka Plastik Polyester Cutter atau guntin Double Tape Penggaris Pemberat Kertas D. REPROGRAFI BAHAN PUSTAKA Dalam buku panduan praktikum Preservasi dan Konservasi, Reprografi dalam kegiatan perpustakaan merupakan salah satu unit kegiatan perpustakaan yang mempunyai tugas memenuhi kebutuhan barang cetakan untuk keperluan sehari-hari perpustakaan untuk disebarkan berupa informasi dalam bentuk barang cetakan, memperbaiki koleksi perpustakaan yang rusak dan membuat keperluan perpustakaan. Reprografi adalah seni menghasilkan selembar atau beberapa kopi dokumen dengan menggunakan fotografi atau peralatan lainnya yang dapat memproduksi atau mereproduksi gambar visual, kata-kata, tanda, gambar dan lain-lain untuk keperluan administrasi dan perdagangan. Menurut Landau T dalam encyclopedia of Librarianship menyebutkan bahwa reprografi adalah “the art produsing single or multiplecopies of document water by photographic or other means” (seni menghasilkan selembar atau beberapa kopi dokumen dengan menggunakan fotografi atau peralatan lainnya). Menurut Institute of Reprographic Technology: ―can be defined as the production and reproduction of visual images for administration (dapat didefinisikan sebagai sebuah proses produksi/reproduksi gambar, visual kata-kata, tanda, gambar, dan lain-lain untuk keperluan administrasi dan perdagangan). Dalam kegiatan administrasi perpustakaan, terdapat beberapa barang cetakan yang dapat dihasilkan melalui kegiatan reprografi, antara lain : media pengumuman, persyaratan menjadi anggota,formulir pendaftaran, kartu anggota, kop surat, amplop, dan lain-lain. Berikut merupakan laporan proses ‗pemotretan‘ bahan pustaka dalam ruang reproduksi foto bersejarah Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpusnas RI: 1. Reproduksi Foto Bersejarah (Reprografi) secara Digital Perangkat Kamera, meja tempat menyimpan objek/bahan pustaka, dan Lighting. Lightning juga ditempatkan tepat di atas objek agar objek mendapat pencahayaan secara merata dan keseluruhan. sementara kamera yang dipergunakan ialah kamera medium format yang mampu membidik tulisantulisan kecil. Komputer beserta software bawaan dari kamera yang digunakan. Dipergunakan untuk melihat hasil bidikan gambar, memotong, menghapus teks, dan membubuhi keterangan pada gambar yang diambil. Kain background Dipergunakan hanya untuk pemotretan 3D seperti pengambilan gambar kain dan naskah dari kayu. Langkah Kerja : a. Letakkan gambar tepat di atas meja dan di bawah kamera. Pastikan gambar mendapat pencahayaan yang menyeluruh. Bidik gambar dengan tepat. b. Lihat hasil pengambilan gambar di monitor. Gunakan software yang tersedia untuk mengedit gambar: memotong gambar, mengatur tata letak, menghilangkan tulisan, dan membubuhkan sumber, judul, serta keterangan mengenai gambar. Disamping melakukan proses reprografi secara digital, Pusat Preservasi Bahan Pustakan Perpusnas RI juga melakukan reproduksi foto bersejarah secara konvensional. Berikut merupakan laporan kegiatannya: A. Reproduksi Foto Bersejarah (Reprografi) secara Konvensional Kamera Tipe kamera yang digunakan pada reprografi konvensional berbeda dengan kamera pada proses reprografi digital— yang dapat dikendalikan tanpa ‗dipegang dan diurusi‘ oleh tangan fotografer secara langsung. Pita film Dipergunakan sebagai media penyimpanan gambar pada saat proses pemotretan. Gantungan dan Penjepit Untuk menyimpan sementara film yang telah dicuci. Meja cuci film beserta cairan kimia dan perlengkapan lainnya Pada dasarnya, proses pencucian film di ruang ini sama dengan yang dilakukan pada proses pencucian mikrofilm—yang sudah dibahas sebelumnya di laporan 3. Paperdryer Digunakan untuk mengeringkan film yang telah ‗dicuci‘. Kemudian Sesudah proses pencucian film dan pencetakan foto, maka gambar akan ditempelkan pada album serta diberi keterangan, baik itu sumber perolehan gambar tersebut (dari buku atau bahan pustaka lainnya manakah gambar itu dibuat), judul gambar, serta keterangan lainnya. Seperti gambar berikut: Foto-foto yang telah selesai dicetak kemudian ditempelkan di album dan diberi keterangan, hingga siap dilayangkan ke pemustaka. D. REPROGRAFI BAHAN PUSTAKA Dalam buku panduan praktikum Preservasi dan Konservasi, Reprografi dalam kegiatan perpustakaan merupakan salah satu unit kegiatan perpustakaan yang mempunyai tugas memenuhi kebutuhan barang cetakan untuk keperluan sehari-hari perpustakaan untuk disebarkan berupa informasi dalam bentuk barang cetakan, memperbaiki koleksi perpustakaan yang rusak dan membuat keperluan perpustakaan. Reprografi adalah seni menghasilkan selembar atau beberapa kopi dokumen dengan menggunakan fotografi atau peralatan lainnya yang dapat memproduksi atau mereproduksi gambar visual, kata-kata, tanda, gambar dan lain-lain untuk keperluan administrasi dan perdagangan. Menurut Landau T dalam encyclopedia of Librarianship menyebutkan bahwa reprografi adalah “the art produsing single or multiplecopies of document water by photographic or other means” (seni menghasilkan selembar atau beberapa kopi dokumen dengan menggunakan fotografi atau peralatan lainnya). Menurut Institute of Reprographic Technology: ―can be defined as the production and reproduction of visual images for administration (dapat didefinisikan sebagai sebuah proses produksi/reproduksi gambar, visual kata-kata, tanda, gambar, dan lain-lain untuk keperluan administrasi dan perdagangan). Dalam kegiatan administrasi perpustakaan, terdapat beberapa barang cetakan yang dapat dihasilkan melalui kegiatan reprografi, antara lain : media pengumuman, persyaratan menjadi anggota,formulir pendaftaran, kartu anggota, kop surat, amplop, dan lain-lain. Berikut merupakan laporan proses ‗pemotretan‘ bahan pustaka dalam ruang reproduksi foto bersejarah Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpusnas RI: 2. Reproduksi Foto Bersejarah (Reprografi) secara Digital Perangkat Kamera, meja tempat menyimpan objek/bahan pustaka, dan Lighting. Lightning juga ditempatkan tepat di atas objek agar objek mendapat pencahayaan secara merata dan keseluruhan. sementara kamera yang dipergunakan ialah kamera medium format yang mampu membidik tulisantulisan kecil. Komputer beserta software bawaan dari kamera yang digunakan. Dipergunakan untuk melihat hasil bidikan gambar, memotong, menghapus teks, dan membubuhi keterangan pada gambar yang diambil. Kain background Dipergunakan hanya untuk pemotretan 3D seperti pengambilan gambar kain dan naskah dari kayu. Langkah Kerja : c. Letakkan gambar tepat di atas meja dan di bawah kamera. Pastikan gambar mendapat pencahayaan yang menyeluruh. Bidik gambar dengan tepat. d. Lihat hasil pengambilan gambar di monitor. Gunakan software yang tersedia untuk mengedit gambar: memotong gambar, mengatur tata letak, menghilangkan tulisan, dan membubuhkan sumber, judul, serta keterangan mengenai gambar. Disamping melakukan proses reprografi secara digital, Pusat Preservasi Bahan Pustakan Perpusnas RI juga melakukan reproduksi foto bersejarah secara konvensional. Berikut merupakan laporan kegiatannya: B. Reproduksi Foto Bersejarah (Reprografi) secara Konvensional Kamera Tipe kamera yang digunakan pada reprografi konvensional berbeda dengan kamera pada proses reprografi digital— yang dapat dikendalikan tanpa ‗dipegang dan diurusi‘ oleh tangan fotografer secara langsung. Pita film Dipergunakan sebagai media penyimpanan gambar pada saat proses pemotretan. Gantungan dan Penjepit Untuk menyimpan sementara film yang telah dicuci. Meja cuci film beserta cairan kimia dan perlengkapan lainnya Pada dasarnya, proses pencucian film di ruang ini sama dengan yang dilakukan pada proses pencucian mikrofilm—yang sudah dibahas sebelumnya di laporan 3. Paperdryer Digunakan untuk mengeringkan film yang telah ‗dicuci‘. Kemudian Sesudah proses pencucian film dan pencetakan foto, maka gambar akan ditempelkan pada album serta diberi keterangan, baik itu sumber perolehan gambar tersebut (dari buku atau bahan pustaka lainnya manakah gambar itu dibuat), judul gambar, serta keterangan lainnya. Seperti gambar berikut: Foto-foto yang telah selesai dicetak kemudian ditempelkan di album dan diberi keterangan, hingga siap dilayangkan ke pemustaka. DAFTAR PUSTAKA http://muliya70.blogspot.com/2013/09/pengertian-pelestarian-danperawatan.html http://pejalantangguh.blogspot.com/2007/11/pelestarian-definisi-danpermasalahan.html