DESAIN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Ahmat Fandil1, Endro Sutrisno2, Wiharyanto Oktiawan2, ABSTRACT The Arga Makmur hospital’s wastewater, which is a domestic waste, has a possibility to contain hazardous material, infectious, dangerous chemical and radioactive materials. The daily generation is 50 m3/day, with characteristic as follows; TSS 550 mg/L, BOD 400 mg/L, COD 700 mg/L, NH 3-N 10 mg/L, and PO4-P 17,5 mg/L. It is over the maximum contaminant levels of the regulation (SK MENLH no. KEP58/MENLH/12/1995 about wastewater quality for hospitals). To select the right treatment technology, technical and non-technical consideration must be used, including; removal efficiency, simplicity of the process, environmental friendliness, life time, and compatibility with hospital master plan, regulation and budget. Biological treatment technology with attached growth processes is the right choice. Combination of anoxic, anaerobic and aerobic simultaneous processes settle with bottom up flow, had been proven to have a good performance in removal organic compound and precipitation optimalization. Biofilter as a media for attached growth microorganism, help to digest the pollutants material. Microorganism activities occur as suspended and attached. The suspended microorganism that is not easily taken along by the flow rate because it’s endured by media with a laminar bottom up flow. Based on BPPT study about biofilter performance in processing hospital’s wastewater, the current wastewater quality of RSUD Arga Makmur become; TSS 9 mg/L; BOD 23 mg/L; COD 50 mg/L; NH 3-N 0,1 mg/L; Phosphate 1 mg/L. The results have been appropriate with the regulation. Rp. 351,515,233.00 (three hundred and fifty one million fife hundred and fifteen thousand two hundred thirty three rupiah) will be needed as development cost of the hospital wastewater treatment plant. The investment can be obtained from regency’s budget (APBD), province’s budget (APBD), foreign loan or from private sector. Key word : domestic wastewater, attached growth, biofilter media I. PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu sarana penyedia pelayanan kesehatan, tempat berkumpul orang sehat dan sakit. Resiko pencemaran, kecelakaan dan penularan penyakit sangat mungkin di tempat ini. Penularan penyakit dapat terjadi antara pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar. Masing-masing dapat berperan sebagai pejamu (host), penyebab (agent), pembawa (vehicle), dan penderita (recipient). Salah satu sumber pencemaran di rumah sakit adalah limbah cair (Soedjono, dkk., 1990). Departemen Kesehatan memandang penting masalah limbah rumah sakit. Penanganan limbah, menjadi salah satu indikator manajemen rumah sakit (SK Menkes no. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimal rumah sakit yang wajib dilaksanakan daerah). Adapun SK. Menkes no. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, menyatakan setiap rumah sakit, sendiri atau bersamasama secara kolektif, harus memiliki unit pengolahan limbah cair. Kebijakan pemerintah melaksanakan otonomi daerah, memberi peluang kepada daerah untuk mandiri mengatur daerahnya, termasuk bidang kesehatan. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Utara (Perda) nomor 17 tahun 2004 menyatakan, pelaksana teknis pelayanan medis dasar, penunjang dan rujukan di Bengkulu Utara adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arga Makmur. Operasional pelayanan kesehatan oleh RSUD Arga Makmur, tidak terlepas dari timbulan limbah sebagai sisa proses kegiatan. 1 2 Mahasiswa Lintas Jalur Program Studi Teknik Lingkungan UNDIP Pengajar Program Studi Teknik Lingkungan UNDIP Supaya aman bagi manusia dan lingkungan maka limbah tersebut harus diolah sesuai ketentuan. Akreditasi RSUD Arga Makmur sebagai rumah sakit type kelas C, diperoleh tanggal 29 Mei 1997, berdasarkan SK Menkes no 483/MENKES/SK/V/1997. Sehingga keberadaan instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) bagi RSUD Arga Makmur sangat diperlukan dan strategis. Diperlukan dalam arti, untuk mengolah limbah supaya memenuhi baku mutu, serta syarat peningkatan akreditasi. Posisi strategis sebagai bukti Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara sangat peduli “care” melindungi rakyat dari dampak negatif limbah. Mempelajari limbah rumah sakit, dilanjutkan dengan membuat desain instalasi pengolahanya adalah salah satu lahan kajian (field study) bidang teknik lingkungan terapan. Keluaran tugas akhir ini, berupa desain instalasi pengolahan limbah cair RSUD Arga Makmur. Demikian penjelasan mengenai pemilihan tema pengolahan limbah cair RSUD Arga Makmur sebagai materi kajian tugas akhir. 1.1. PERMASALAHAN RSUD Arga Makmur belum memiliki IPAL, padahal sangat diperlukan, untuk mengolah timbulan limbah cairnya agar memenuhi baku mutu efluen. 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Supaya RSUD Arga Makmur memiliki IPAL, yang mampu mengolah limbah cair, hingga memenuhi baku mutu efluent. Secara lebih detail tujuanya : 1). Menghitung volume timbulan limbah cair. 2). Melakukan analisa parameter kualitas limbah cair. 3). Membuat dan meenggambar desain IPAL. 4). Menghitung kebutuhan biaya pembangunan IPAL. 1 II. METODOLOGI Tugas akhir dilakukan secara observasi langsung menggunakan data primer (data kuantitas dan kualitas limbah) dan data sekunder (data tentang RSUD Arga Makmur). Pengolahan data menggunakan analisa teknik diskriptif, yang ditampilkan secara diskriptif berbentuk tabel, grafis serta narasi. Desain IPAL dibuat berdasarkan volume dan kualitas timbulan limbah serta dilandasi kajian teoritis referensi kepustakaan. Desain bangunan IPAL, memperhatikan batasan kriteria desain yang berlaku (sesuai referensi). Hasil perhitungan desain bangunan IPAL selanjutnya dituangkan dalam bentuk gambar dengan dilengkapi rencana anggaran biaya pembangunanya. Prediksi kualitas limbah hasil pengolahan dihitung dengan pendekatan analog atas hasil studi uji performance pengolahan limbah rumah sakit dengan biofilter yang sudah dilakukan BPPT, serta beberapa referensi pendukung. PERSIAPAN STUDI KEPUSTAKAAN, DATA-DATA REFERENSI PENDUKUNG, KEBIJAKAN PEMERINTAH (UU, PP, Kepmen, Perda) Apabila mengikuti saran Depkes, seharusnya kebutuhan air bersih 40 m3/hr (angka 37,7 m3/hr berada sedikit dibawahnya). Menurut master plan, (2003), RSUD Arga Makmur, paling lambat tahun 2020 harus sudah memiliki 100 unit tempat tidur. Sehingga desain IPAL mampu harus melayani 100 unit tempat tidur. Volume timbulan limbah dihitung dengan pendekatan 80% kebutuhan air bersih. Ketetapan angka 80% mengikuti timbulan limbah RS RAA Soewondo Pati, (2005); RS Muhamadiyah Roemani Semarang, (2006); dan beberapa referensi seperti Ditjen P2M&PL dan Ditjen Yanmed Depkes, 2002; Hindarko, 2003; Moduto, 2000; Kusnoputranto, 1985; Ditjen Cipta Karya – Dep PU, 1999 dalam Darmasetiawan, 2004; Clean Technologi Consultan Thailand, 1984 dalam Wangsaatmaja, 1997). Saat memiliki 100 unit tempat tidur kebutuhan air bersihnya (120% x 500 L/bed/hr x 100 bed) = 60 m3/hr. Maka volume limbahnya (80% x 60 m3/hr) = 48 m3/hr. Menurut Moduto, (2000) harus ditambah 5% faktor keamanan misalnya adanya tambahan akibat infiltrasi pipa dan rembesan dari air hujan. Sehingga volume desain timbulan limbah RSUD Arga Makmur menjadi 50 m3/hr (yaitu 48 m3/hr ditambah 5% x 48 m3/hr). · · · · DATA SEKUNDER : · · · · Proses Timbulan. Konsumsi Air Bersih Volume Limbah. Parameter Kualitas limbah. Kebijakan Daerah Data & Master Plan Rumah Sakit Baku Mutu Limbah RS Anggaran/Biaya DATA LENGKAP Pola Timbulan Limbah Cair RSUD Arga Makmur 4,0 Pemakaian Air (m3) DATA PRIMER : BELUM LENGKAP DATA 3,0 2,0 1,0 0,0 1 PENGOLAHAN DATA · Volume Timbulan · Kualitas Limbah · Baku Mutu Limbah RS Pertimbangan Teknis · Efisiensi Penyisihan · Sederhana (Mudah Operasi & Perawatan) · Periode Desain & Lahan · Aman Bagi Lingkungan ALTERNATIF PENGOLAHAN 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (jam) Gambar 1. Analisa Pola Timbulan Limbah RS Arga Makmur Pertimbangan Non Teknis · Kebijakan Daerah · Master Plan Rumah Sakit · Anggaran Biaya Pembangunan 3.2. Parameter Kualitas Limbah Kualitas limbah RSUD Arga Makmur, menurut hasil survai di lokasi tanggal 27 Februari 2006 adalah : ALTERNATIF TERPILIH Menghitung dan Merancang Dimensi Bangunan IPAL Sumber : Survai Lokasi, 20 Februari 2006. KRITERIA DESAIN Tabel 1. Analisa Kualitas Limbah RSUD Arga Makmur Gambar IPAL RAB (Biaya Pembangunan Dan Biaya Operasional) PENYUSUNAN LAPORAN Gambar 1. Metodologi Desain. III. ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Timbulan Limbah Kondisi RSUD Arga Makmur, saat ini (2005) memiliki tempat tidur 68 unit. Berdasar survai lokasi tanggal 20 Februari 2006, kebutuhan air bersih RSUD Arga Makmur 37,7 m3/hr. Rata-rata kebutuhan air bersih setiap tempat tidur 554 L/bed/hr. Persediaan air bersih setiap tempat tidur, sebaiknya, 500 L/bed/hr ditambah 20% safety (keperluan pegawai, kebocoran, pemadaman dan lain-lain) (Ditjen P2&PL, 2005). Sumber : Survai Lokasi, 27 Februari 2006. Rata-rata kualitas limbah dari loundry dan dapur dinilai mewakili kualitas limbah RSUD Arga Makmur keseluruhan. Penetapan ini sesuai hasil survai Consortium Hydrotechnik BWT & AME, 1999; Ditjen 2 P2&PL Depkes, 2005 terhadap limbah 6 rumah sakit di Jakarta, pada medio Juli – September 1993. Demikian pula yang terjadi pada limbah RS RAA Soewondo Pati, (2005); RS Muhamadiyah Roemani Semarang, (2006). Upaya cros chek secara matematis juga memberi hasil yang mendekati angka-angka tersebut. Langkah ini hanya sebagai upaya meyakinkan bahwa penetapan rata-rata kualitas limbah dari dapur dan loundy dapat dipertanggungjawabkan. Contohnya : 1). Prakiraan dengan metode pupulation equivalent. a. BOR (bed occupancy rate) 48% (tahun 2005). b. Jumlah tempat tidur 100 unit bed. c. Asumsi 1 bed 2 orang ditambah 156 orang pegawai, atau setara dengan 252 orang populasi. d. Beban BOD 80 – 95 gr/or/hr (Hindarko, 2003). e. Volume limbah 50 m3/hr (atau 50.000 L/hr). f. Diperkirakan konsentrasi BOD 252 or x 80 gr/or/hr x 1.000 gr/mg 402,3 mg/L 50.000 L/hr g. BOD (dapur dan loundry) = 400 mg/L (tabel 1). 2). Metode prakiraan dari Hammer, (1975). a. Menurut Hammer, (1975), beban BOD limbah rumah sakit 0,2 lb/or/hr. b. Jumlah populasi 252 orang c. Beban BOD = 0,2 lb/or x 252 or = 50,4 lb. d. Volume limbah 50 m3/hr (atau 50.000 L/hr). e. Diperkirakan konsentrasi BOD 50,4 lb x 0,4536 kg/lb x 10 6 mg/kg 50.000 L 457 mg/L f. BOD (dapur dan loundry) = 400 mg/L (tabel 1). 3). Metode prakiraan cepat dari WHO a. Menurut WHO, (Djajadiningrat dan Amir, 1998) volume timbulan limbah domestik bagi daerah yang sudah memiliki saluran pembuangan 73 m3/or/th, (atau 200 L/or/hr asumsi 1 th = 365 hr) beban BOD 29,7 kg/or/th (atau 81.370 mg/or/hr asumsi 1 th = 365 hr). b. Volume timbulan limbah limbah = 50.000 L/hr 252 orang 198 L/or/hr c. Diperkirakan konsentrasi BOD 81.370 mg/or/hr 198 L/or/hr 410 mg/L d. BOD (dapur dan loundry) = 400 mg/L (tabel 1). 3.3. Teknologi Pengolahan Pertimbangan teknis dan non teknis pemilihan teknologi pengolahan meliputi; efisiensi removal, kesederhanaan proses, aman bagi lingkungan, umur desain, sesuai master plan, serta ada payung hukum dan anggaranya. Teknologi pengolahan biologis dengan pertumbuhan terlekat media biofilter, dinilai paling sesuai. Supaya reduksi bahan pencemar (komponen senyawa organik) lebih optimal, proses anaerob dan aerob ditempatkan secara bergantian. Agar mikroorganisme yang tersuspensi tidak hanyut dan pengendapan berlangsung lebih baik, maka aliran dibuat tenang serta terbalik. Mikroorganisme hidup dan berkembang biak secara tersuspensi dan terlekat. 3.3.1. Bak Ekualisasi Bak ekualisasi untuk mengatasi permasalahan fluktuasi volume timbulan. Perhatikan gambar 1. (maksimum 4 m3/jam, minimum 0,5 m3/jam, rata-rata 2,1 m3/jam, volume timbulan sehari 50 m3). Kondisi ini berpotensi menimbulkan beban kejut (shock loading) yang berbahaya bagi proses berikutnya. Untuk satu periode aliran (selama 24 jam) apabila menggunakan satu unit bak ekualisasi, maka besar volume baknya adalah 12 m3, dengan rata-rata debit keluaran sebesar 2,1 m3/jam. Tabel 2. Analisa Volume Timbulan Limbah RSUD Arma No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (jam) 0 - 1 1 - 2 2 - 3 3 - 4 4 - 5 5 - 6 6 - 7 7 - 8 8 - 9 9 - 10 10 - 11 11 - 12 12 - 13 13 - 14 14 - 15 15 - 16 16 - 17 17 - 18 18 - 19 19 - 20 20 - 21 21 - 22 22 - 23 23 - 24 Minimum Rata-rata Maximum JUMLAH Limbah Cair Debit Limbah (liter) (m3/jam) 500 0,5 600 0,6 800 0,8 900 0,9 1.200 1,2 2.600 2,6 3.000 3,0 3.600 3,6 4.000 4,0 3.000 3,0 2.500 2,5 2.700 2,7 2.000 2,0 2.200 2,2 2.200 2,2 3.000 3,0 3.900 3,9 3.500 3,5 2.900 2,9 1.400 1,4 1.200 1,2 900 0,9 800 0,8 600 0,6 500 0,5 2.083 2,083 4.000 4,0 50.000 50 Vol Storage Kum. Vol. Limbah (m3) 4,83 3,35 2,07 0,88 0,00 0,52 1,43 2,95 4,87 5,78 6,20 6,82 6,73 6,85 6,97 7,88 9,70 11,12 11,93 11,25 10,37 9,18 7,90 6,42 Vol Bak Equalisasi 11,93 (m ) 0,50 1,10 1,90 2,80 4,00 6,60 9,60 13,20 17,20 20,20 22,70 25,40 27,40 29,60 31,80 34,80 38,70 42,20 45,10 46,50 47,70 48,60 49,40 50,00 3 Sumber : Pengolahan Data Survai Lokasi, 27 Februari 2006. Bak ekualisasi dilengkapi dengan pompa kapasitas 2,1 m3/jam dipasang pada head 8,5 m dan daya 550 W. (Merk FEMA, type SUB 550 TJ CI, kapasitas 2,1 m3/jam, daya 550 watt, head hisap-dorong 9,5 m). Supaya tidak terjadi pengendapan dan kondisi anaerob dipasang mixer 1.450 rpm daya 300 W yang dioperasikan 10 menit/jam. (Merk dagang Amamix type C625-812YMC, daya 300 Watt, diameter propeler 30 cm seperti pada IPAL RS RAA Soewondo Pati). Mixer bekerja saat volume limbah tertampung dalam bak ekualisasi melebihi ½ volume bak yang terjadi pada jam 10.00 – 23.00 (tabel 1). Dalam bak ekualisasi secara teoritis parameter kualitas limbah tadak mengalami reduksi (Tchobanoglous, et al, 2003). 3.3.2. Bak Pengurai Awal (Anoksik-Anaerob) Pertimbangan penempatan proses anaerob diawal karena kemampuan mencerna bahan pencemar secara anaerob lebih besar dibanding secara aerob. Proses anaerob mampu menerima beban pencemar organik diatas 4.000 mg/L (Sugiarto dan Suherman, 2005; Said dan Herlambang 2001). Beban yang akan diolah unit ini adalah COD 700 mg/L = 35 kg/hr; BOD 400 mg/L = 20 kg/hr; TSS 550 mg/L = 27,5 kg/hr; NH3-N (amonia) 10 mg/L = 0,5 kg/hr; phospat (PO 4-P) sebesar 17,5 mg/L = 0,9 kg/hr. 3 Dalam kondisi terlekat (attached growth) konsentrasi biomassa setara dengan luas permukaan spasifik media (X As) (Said dan Ineza, 2002). Sacara teknis, pada daerah tropis bak pengurai anoksik-anerob terlekat (dengan biofilter tercelup) mampu mencerna bahan organik 12 gr/m2/hr (Said, 1999). Beban pengolahan 35 kg/hr, diperlukan biofilter 12,96 m3. (Spesifikasi; luas permukaan 225 m2/m3 bahan FRP, volume rongga 90%). Volume biofilter yang dipasang 13 m3. Dengan volume rongga 90% maka volume solid biofilter (90% x 13 m3) = 1,3 m3. Waktu tinggak bak pengurai awal 8 jam (Said, 1999; Said dan Herlambang, 2001). 3 Vol. bak pengurai awal = 50 m /hr x 8 jam + Vol media 24 jam/hr = 17 m3 + 1,3 m3. = 18,5 m3 (pembulatan) Mikroorganisme pengurai bahan pencemar hidup dan berkembangbiak melekat biofilter dan tersuspensi. Permukaan biofilter yang luas, memperbesar peluang mikroorganisme kontak dengan limbah. Aliran limbah dibuat terbalik (dari bawah ke atas) sangat efektif terhadap penyaringan SS, yang cenderung mengendap. Karbon organik terhidrolisa menjadi monomer yang lebih sederhana. Kemudian mengalami fermentasi menjadi asam lemak, asam organik, alkohol lalu dirubah menjadi metan. Reduksi senyawa nitrogen berupa denitrifikasi nitrat dan nitrit menjadi NO (nitric oxide), N2O (nitrous oxide) dan N2 (nitrogen). NO3 NO2 NO N2O N2 Mikroorganisme menggunakan phospor untuk tranfer energi. Energi tersebut oleh mikroorganisme dipakai untuk menyerap senyawa organik masuk sel. Kemudian dalam kondisi aerobik, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh mikroorganisme untuk disintesis menjadi poliphospat sebagai sumber energi mikroorganisme Gambar 2. Proses Sintesa Phospor oleh Mikroorganisme Sumber : Tchobanoglous, et al, 2003 Kemampuan bak pengurai awal (anoksik-anaerob) menurut Said dan Ineza, (2002), mampu mereduksi COD 68% menjadi 224 mg/L = 11,2 kg/hr; reduksi BOD 71% menjadi 116 mg/L = 5,8 kg/hr; reduksi TSS 65% menjadi 193 mg/L = 9,6 kg/hr; reduksi NH3-N 63% menjadi 3,7 mg/L = 0,2 kg/hr; serta reduksi PO 4-P 30% menjadi 12,2 mg/L = 0,6 kg/hr. Proses pengolahan selanjutnya dilakukan bak pengurai aerob. Volume timbulan lumpur dalam bak pengurai awal (anoksik-anaerob) adalah 19 L/hr. Ruang lumpur yang tersedia 3,75 m3, maka diperlukan pengurasan 6 bulan, menggunakan pompa 550 W, kapasitas pompa 2,1 m3/jam pada head 8,5 m. 3.3.3. Bak Pengurai Aerob Kemampuan mikroorganisme mencerna bahan pencemar secara aerob adalah 15 gr/m2/hr (Said, 1999; Tchobanoglous, et al, 2003). Beban pencemar organik yang masuk bak pengurai aerob 11,2 kg/hr. Diperlukan biofilter seluas 747 m2 = volume 3,3 m3. (Spesifikasi biofilter; luas permukaan 225 m2/m3 bahan FRP, volume rongga 90%) Volume biofilter dipasang 5 m3 meskipun dengan 3,3 m3 sudah cukup. (Supaya kinerja proses lebih optimum dan serasi bentuk bak). Volume rongga biofilter 90%, maka volume solidnya (90% x 5 m3) = 0,5 m3. Waktu tinggal bak pengurai aerob 5 jam (Said, 1999; Said dan Herlambang, 2001). Vol bak pengurai aerob = 50 m3/hr x 5 jam 24 jam/hr + Vol media = 10 m3 + 0,5 m3. = 11 m3 (pembulatan) Mikroorganisme tumbuh secara tersuspensi dan melekat biofilter. Permukaan biofilter yang luas, memperbesar peluang mikroorganisme kontak dengan limbah. Aliran limbah dibuat terbalik, agar efektif terhadap penyaringan SS, yang cenderung mengendap. Kebutuhan oksigen untuk reduksi bahan organik dan menjamin nitrifikasi diperlukan oksigen 2,6 kg/kg bahan pencemar (Consortium Hydrotechnik BWT & AME, 1999). Maka secara teoritis diperlukan oksigen 30 kg O2/hr setara dengan : = 925,83 m3 udara per hari. 38,58 m3 udara/jam dibulatkan 40 m3 udara/jam Dipasang blower diffuser sebagai aerator sebesar adalah (merk AERZEN), type rotary piston blower GM 3S, motor rating 2 kW, motor speed 955 rpm, suplay udara 50 Nm3/jam, blower speed 1.890 rpm, intake pressure 1 bar, discharge pressure 1,4 bar (seperti pada IPAL RS RAA Soewondo Pati). Suplay oksigen menjamin reduksi senyawa karbon secara aerob. Karbon organik dioksidasi menjadi biomassa baru, NH3 dan karbon dioksida. = = C5H7NO2 + 5 O2 5CO2 + 2H2O + NH4 + Energi. oleh mikroorganisme Terjadi nitrifikasi senyawa nitrogen. NH4+ + 1,5 O2 NO2- + 2 H+ + H2O. NO2- + 0,5 O2 NO3Terjadi oksidasi senyawa sulfur. S2- + ½ O2 + 2 H+ S0 + H2O. 2 S + 3 O2 + 2 H2O 2 H2SO4 4 Perubahan Konsntrasi Bahan Organik Anaerob Konsntrasi Aerob Waktu Relatif NH3 NO2 NO3 PO4 Gambar 3. Reduksi Bahan Organik oleh Mikroorganisme Sumber : Consortium Hydrotechnik BWT & AME, 1999 % Konsentrasi Relatif Perubahan Nitrogen Selama Nitrifikasi 100 80 60 40 20 0 0 5 10 15 20 25 30 Waktu Relatif NH3 NO2 NO3 dengan limbah. Aliran limbah dibuat terbalik (dari bawah ke atas) sangat efektif terhadap penyaringan SS, yang cenderung mengendap. Proses reduksi polutan sama dengan yang terjadi pada bak pengurai awal. Penempatan proses secara anaerob – aerob – anaerob mengikuti pola pengolahan yang dilaksanakan oleh UCT (University of Cape Town Afrika selatan), proses A2/O dan proses VIP (Virginia Initiative Plant). Proses pengolahan tersebut terbukti mampu mereduksi bahan organik terutama komponen karbon, nitrogen dan phospor (Tchobanoglous, et al, 2003). Kemampuan bak pengurai kedua (anoksikanaerob) menurut Said dan Ineza, (2002), mampu mereduksi COD 60% menjadi 44 mg/L = 2,2 kg/hr; reduksi BOD 62% menjadi 19 mg/L = 1 kg/hr; reduksi TSS 70% menjadi 23 mg/L = 1,2 kg/hr; reduksi NH 3N 80% menjadi 0,1 mg/L = 0,01 kg/hr; serta reduksi PO4-P 51% menjadi 1,3 mg/L = 0,07 kg/hr. Selanjutnya limbah masuk bak kontrol & desinfeksi. Volume timbulan lumpur dalam bak pengurai awal (anoksik-anaerob) adalah 2,84 L/hr. Ruang lumpur yang tersedia 3,75 m3, maka diperlukan pengurasan 43 bulan, menggunakan pompa 550 W, kapasitas pompa 2,1 m3/jam pada head 8,5 m. Gambar 4. Perubahan Nitrogen Selama Nitrifikasi. 3.3.5. Bak Kontrol & Desinfeksi Sumber : Sawyer & McCarty, 1978 dalam Efendi, 2003 Berdasar pengalaman di RS Makna Ciledug – Tangerang (menggunakan IPAL biofilter), kadang ditemukan efluen masih keruh. Mungkin karena IPAL tidak dilengkapi bak ekualisasi sehingga fluktuatif. Kemungkinan lain ada bakteri tertentu masih hidup bisa berupa, bakteri patogen (Said dan Ineza, 2002). Agar kejadian tersebut tidak terjadi, maka IPAL dilengkapi bak kontrol & desinfeksi. Unit ini berguna dalam memastikan kualitas air limbah sudah layak dan memenuhi baku mutu untuk dibuang. Waktu tinggal 30 menit, serta dibuat terbuka supaya secara fisik kualitas limbah dapat dilihat. Desinfeksi menggunakan bahan khlor berbentuk tablet seperti pada IPAL di rumah sakit Makna Ciledug Tangarang (Said dan Ineza, 2002; Said dan Herlambang, 2001, Herlambang, et all, 2002). Kemampuan bak pengurai aerob menurut Said dan Ineza, (2002), mampu mereduksi COD 51% menjadi 110 mg/L = 5,5 kg/hr; reduksi BOD sebesar 56% menjadi 60 mg/L = 3 kg/hr; reduksi TSS 75% menjadi 51 mg/L = 2,6 kg/hr; reduksi NH3-N sebesar 85% menjadi 0,6 mg/L = 0,03 kg/hr; serta reduksi PO4-P 78% menjadi 2,7 mg/L = 0,1 kg/hr. Proses pengolahan selanjutnya di bak pengurai kedua (anoksik-anaerob). Volume timbulan lumpur di bak pengurai aerob 6 L/hr. Tersedia ruang lumpur 2,5 m3, diperlukan pengurasan 1,1 tahun (13 bulan), menggunakan pompa 550 W, kapasitas 2,1 m3/jam pada head 8,5 m. 3.3.4. Bak Pengurai Kedua (Anoksik-Anaerob) Kinerja bak pengurai kedua (anoksik-anaerob) sebenarnya sama dengan bak pengurai pertama. Beban pengolahan yang masuk 5,5 kg/hr = COD 110 mg/L. Memerlukan media biofilter seluas 458 m2 = 2 m3 (sebab kemampuan mencerna bahan organik secara anoksik-anaerob adalah 12 gr/m2/hr) (Said, 1999). Volume biofilter dipasang 7 m3 meskipun dengan 2 m3 sudah cukup. (Supaya kinerja proses lebih optimum dan serasi bentuk bak). Volume rongga biofilter 90%, maka volume solidnya (90% x 7 m3) = 0,7 m3. Waktu tinggal bak pengurai kedua 8 jam (Said, 1999; Said dan Herlambang, 2001). 3 Vol. bak pengurai awal = 50 m /hr x 8 jam + Vol media 24 jam/hr = 17 m3 + 0,7 m3. = 18 m3 (pembulatan) Mikroorganisme pencerna polutan tumbuh secara tersuspensi dan melekat biofilter. Permukaan biofilter yang luas, memberi peluang mikroorganisme kontak Volume bak = 50 m3/hr x 0,5 jam 24 jam/hr = 1 m3 3.3.6. Bak Pengering Lumpur Lumpur sisa proses pengolahan mengandung bahan padat dan air. Menurut Hammer, (1975), proporsi padatan lumpur dari proses aerasi bologis 3% hingga 4% dan dari proses biologis anaerob 0,5% hingga 2%. Selain itu lumpur sisa proses biologis dimungkinkan mengandung mikroorganiesme baik patogen maupun apatogen. Bak pengering lumpur sebagai upaya stabilisasi lumpur serta mematikan mikroorganisme. Lumpur dikeringkan selama selama 2 bulan, untuk menjamin organisme mati. Lumpur sisa proses pengolahan bilogis mengandung unsur N, P, K yang sangat dibutuhkan tumbuhan sebagai pupuk (Stansfield, et al, 2003 dalam Efendi, 2003). 5 3.4. Rencana Anggaran Biaya Desain instalasi pengolahan limbah cair RSUD Arga Makmur, memerlukan biaya pembangunan sebesar Rp. 351.515.233,00 (tiga ratus lima puluh satu juta lima ratus lima belas ribu dua ratus tiga puluh tiga rupiah). Sumber dana pembangunan bisa berasal dari APBD kabupaten, APBD provinsi, APBN, pinjaman luar negeri (LOAN), serta swasta yang tidak mengikat atau gabungan diantaranya.. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1). Volume timbulan limbah RSUD Arga Makmur adalah 50 m3/hr. 2). Kualitas limbah influen; TSS 550 mg/L, BOD 400 mg/L, COD 700 mg/L, NH3-N 10 mg/L, dan PO4-P 17 mg/L melebihi baku mutu efluent limbah (SK Menlh KEP-58/MENLH/12/1995) maka harus diolah sebelum masuk badan air. 3). Pengolahan biologis dengan pertumbuhan terlekat media biofilter, dinilai paling sesuai. Agar reduksi bahan polutan (komponen organik) lebih optimal, proses anaerob dan aerob ditempatkan bergantian. Supaya mikroorganisme yang tersuspensi tidak hanyut dan pengendapan berlangsung lebih baik, maka aliran limbah dibuat tenang serta terbalik. Teknologi biofilter sudah diuji coba oleh BPPT terhadap limbah rumah sakit Makna Ciledug – Tangerang dengan performance hasil yang baik. 4). Setelah pengolahan, diprediksi kualitas limbah menjadi; TSS menjadi 23 mg/L, BOD 19 mg/L, COD 44 mg/L, NH3-N 0,1 mg/L, PO4-P 1,3 mg/L. 5). Biaya pembangunan IPAL Rp. 264.627.102,- nett, tetapi dengan 30% garansi IPAL beroperasi dan 6 bulan monitoring, biaya pembangunanya menjadi Rp. 351.515.233,00. Biaya operasional IPAL per m3 limbah Rp. 1.291,57 Gambar desain terlampir. 4.2. Saran Untuk efisiensi dan modifikasi, perlu dilakukan penelitian dengan variasi media penyangga pertumbuhan mikroorganisme (biofilter) misalnya dari pralon, koral, bekas botol kemasan air minum dan lainya dengan berbagai variasi waktu tinggal. V. DAFTAR PUSTAKA Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur, 2006. Profil Badan Rumah Sakit Umum Daerah Arga Makmur Tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara. Bagian Sanitasi RS RAA Seowondo Pati, 2005, Laporan Sanitasi Rumah Sakit Daerah RAA Soewondo Pati, Badan Rumah Sakit Daerah RAA Seowondo Pati. Bagian Sanitasi RS Roemani Semarang, 2006, Profil Bagian Sanitasi, Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang Consortium Hydrotechnik, dan Depkes 1999, Training Manual Hospital Waste Water Treatment Plant, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Consortium Hydrotechnik BWT & AME, Austria. Ditjen P2&PL, 2005, Program Penyehatan Air Dan Sanitasi, Materi Rapat Kerja Nasional Tanggal 22-23 Agustus 2005 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ditjen PPM & PL dan Ditjen Yanmed, 2002, Pedoman Sanitasi Rumah Sakit Di Indonesia, Departemen Kesehatan, Jakarta Djajadiningrat, Asis H dan Wahyuni, Sri, 1994. Indetifikasi Dan Aktivasi Mikroorganisme Dalam Biodegradasi Asam Benzoat Secara Anaerob Dengan menggunakan Kemostat Tiga Tingkat, Volume 1 No. 4, Jurnal Teknik Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan ITB, Bandung. Dorst, Ronald L. 1997, Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, Jhon Whely & Sons, Inc. New York USA Efendi, Hefni, 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Fandeli, C. 1989, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Penerapannya dalam Pembangunan. Liberty, Yogyakarta. Hammer, Mark J, 1975, Water And Waste Water Technologi, Jhon Wiley & Sons, Inc. New York, USA Herlambang, Ari, et all, 2002. Publikasi Ilmiah Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri, Kerjasama Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT Dengan Proyek Pembinaan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup BAPEDALDA Kota Samarinda. Hindarko, 2003, Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain, Penerbit ESHA, Jakarta. Jenie, Betty Sri Laksmi dan Rahayu, Winiati Puji, 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan Kanisius Yogyakarta Kusnoputranto, Haryoto, DR, 1985. Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Moduto, Moh. Masduki Hardjosuprapto, 2000, Penyaluran Air Buangan, Direktorat Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Said, Nusa Idaman dan Herlambang, Ari, 2001. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Dan Pemukiman, Workshop Sehari 11 Januari 2001, Tentang Dampak Limbah Cair, Ditjen PPM-PL Depkes – BPPT, Jakarta Said, Nusa Idaman dan Ineza, 2002. Uji Performance Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Proses Biofilter Tercelup, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan – Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi, Jakarta Said, Nusa Idaman, 1999, Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Sistem "Biofilter Anaerob-Aerob". Prosiding Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah II Tanggal 16–17 Februari 1999, Jakarta. Sawyer, and Clair N, 2003, Chemistry For Environmental Engineering And Science, Mc Graw-Hill Companies Inc. New York USA. Soedjono, Team Pusdiknakes, 1990, Pedoman Bidang Studi Pencemaran Lingkungan Fisik Pada Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan Lingkungan, Pusdiknakes, Departemen Kesehatan, Jakarta. Sugiarto, Anto Tri dan Suherman, 2005. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis, LIPI, Jakarta. Sugiharto, 1987, Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Tchobanoglous, George and Burton, Franklin L and Stensel, H David et al, 2003, Wastewater Engineering Treatment and Reuse, Metcalf & Eddy, Inc, McGraw-Hill, Inc. New York. Wangsaatmaja, Setiawan, 1997. Environmental Action Plan for a Hospital, Thesis; Asian Institute of Technology School of Environment, Resources and Development Bangkok. www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_ 0604/isi_5.htm www.depkes.go.id www.epa.gov www.faculty.ait.ac.th www.kelair.bppt.go.id www.menlh.go.id www.pdii.lipi.go.id www.pdpersi.co.id 6 Desain Instalasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Arga Makmur Kab. Bengkulu Utara By; Ahmad Fadil / L2J203002 (Lintas Jalur) Pembimbing : 1. Ir. Endro Sutrisno, MS 2. Wiharyanto Oktiawan, ST, MT Latar Belakang Pertimbangan ?!! Bak Desinfeksi Permasalahan IPAL Terpilih Profil Hidrolis Maksud & Tujuan Bak Ekualisasi Sludge Drying Ruang Lingkup Bak Pengurai 1 Pipa Saluran Metode Desain Bak Aerob Kesimpulan Pilih Teknologi Bak Pengurai 2 Latar Belakang RS Institusi Penyedia Layanan Kesehatan Resiko Pencemaran, Kecelakaan, Penularan Penyakit Penanganan Limbah Indikator Manajemen Tiap RS Sendiri, atau Kolektif Harus Memiliki IPAL (SK Menkes 1204/MENKES/SK/X/2004) Akreditasi dan Manajemen RSUD Arga Makmur Nuansa Otonomi (UU 32/2004) Bidang Kesehatan Sarana IPAL Diperlukan RSUD Arga Makmur Permasalahan .... RSUD Arga Makmur Belum Memiliki Sarana IPAL untuk mengolah Limbahnya Agar Kualitasnya Sesuai Baku Mutu Limbah Rumah Sakit (SK MenLH KEP-58/MENLH/12/1995) Maksud & Tujuan Supaya RSUD Arga Makmur memiliki IPAL Menghitung Volume, Analisa Kualitas Teknologi Pengolahan Membuat Desain, Gambar, RAB Ruang Lingkup Masalah Sarana IPAL bagi Timbulan Limbah RS Arma Sasaran Limbah Cair RS Arma B/U Peraturan UU 23/1992, UU 23/1997, PP 82/2001, SK Menkes 1204/2004, SK Menlh 58/1995, Perda Kab B/U 17/2004 Lokasi RS Arga Makmur B/U Metode Desain Observasi ke Lokasi di RSUD Arga Makmur B/U Volume Timbulan (80% Air Bersih) Kualitas Limbah Pemeriksaan Laboratorium Pilihan Teknologi Pengolahan Limbah Media Biofilter Pertimbangan Yang Dipakai Peraturan Perundang-Undangan Dan Kebijakan Pembangunan Daerah Setempat Master Plan Pengembangan RSUD Arma Anggaran Biaya Pembangunan, Sumber Daya, Sarana-Prasarana Kemampuan Dan Tingkat Efisiensi Pengolahan Teknologi Pengolahan (Lebih Sederhana) Periode Desain Dan Lahan Yang Dibutuhkan Aman Bagi Lingkungan Teknologi IPAL Terpilih Arah Aliran Bak Ekualisasi Fluktuasi timbulan Resiko shock loading Vol bak 12 m3 keluaran 2,1 m3/jam dengan Pompa submersible Agar tidak terjadi Anaerob & Pengendapan Mixing Bak Pengurai 1 (Anoxic-Anaerob) Mampu mencerna beban organik 12 gr/m2/hr Dg Beban 35 kg/hr maka perlu biofilter 2.916 m2 = 13 m3 (Speks. luas media = 225 m2/m3 dg 90% rongga) terjadi denitrifikasi nitrogen Timbulan lumpur 21,1 L/hr Waktu Detensi 8 jam Volume bak 18,5 m3 Bak Pengurai Aerob Mampu mencerna beban organik 15 gr/m2/hr Dg beban 10,5 kg/hr perlu biofilter 700 m2 = 3,1 m3 Dipasang biofilter 5 m3 terjadi nitrifikasi nitrogen Timbulan lumpur 4,3 L/hr Waktu Detensi 5 jam Volume bak 11 m3 Pipa Aerator Bak Pengurai 2 (Anoxic-Anaerob) Mampu mencerna beban organik 12 gr/m2/hr Dg beban 5,5 kg/hr perlu biofilter 458 m2 = 2 m3 Dipasang biofilter 7 m3 terjadi denitrifikasi nitrogen Timbulan lumpur 0,95 L/hr Waktu Detensi 8 jam Volume bak 18 m3 Bak Kontrol & Desinfeksi Menjaga kualitas hasil pengolahan. Mematikan mikroorganisme patogen Bahan desinfentan berupa chlor tablet Waktu Detensi ½ jam Volume bak 1 m3 Profil Hidrolis Arah Aliran Bak Pengering Lumpur Memisahkan air dengan padatan Mematikan mikroorganisme Waktu Detensi 2 bulan Volume bak 7,5 m3 Profil Hidrolis Saluran Kesimpulan & Saran KESIMPULAN Volume Timbulan 50 m3/hr Inlet TSS 550 mg/L, BOD 400 mg/L, COD 700 mg/L, NH3-N 10 mg/L, PO4-P 17 mg/L Pengolahan Terlekat Biofilter, anaerob-aerob-anaerob, aliran tenang dari bawah (buttom up). Outlet TSS 9 mg/L, BOD 23 mg/L, COD 50 mg/L, NH3-N 0,1 mg/L, PO4-P 1 mg/L Biaya IPAL Rp 268.419.995 + monitoring dan jaminan kegagalan proses 35% Rp. 369.419.993 SARAN Untuk efisiensi perlu dikaji media biofilter berbahan lain (misal; prolon, koral, botol bekas kemasan air minum) Perlu dilakukan penelitian dengan variasi waktu tinggal dan aerasi View publication stats