Bab IV. Perencanaan Keuangan dan Pertumbuhan Perusahaan Keberhasilan sebuah perusahaan dapat terlihat dari kemampuan para pengelola atau pihak manajemen perusahaan memanfaatkan peluang secara maksimal sehingga menghasilkan return (imbal hasil) sesuai yang diharapkan, itulah sebabnya tugas yang utama dari pengelola atau pihak manajemen perusahaan adalah merencanakan masa depan perusahaan agar semua peluang atau kemungkinan yang diprediksi dapat diambil dan direalisasikan. Pada dasarnya sebuah perencanaan tentang masa depan merupakan perencanaan jangka panjang, itulah sebabnya dibutuhkan sebuah koordinasi yang padu tentang perencanaan jangka panjang dari berbagai fungsi dalam perusahaan. Dalam hal perencanaan keuangan jangka panjang perusahaan dibutuhkan unsur-unsur dasar dari kebijakan keuangan perusahaan, membaginya menjadi 4 (empat) unsur yakni : 1. Perusahaan membutuhkan investasi pada asset-aset baru : Unsur ini akan timbul dari peluang-peluang investasi yang dipilih untuk dilaksanakan perusahaan dan merupakan hasil dari keputusan penganggaran modal perusahaan. 2. Tingkat Leverage keuangan yang dipilih untuk dipergunakan : Hal ini akan menentukan jumlah pinjaman yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai investasinya pada asset riil. Hal ini adalah kebijakan struktur modal perusahaan. 3. Jumlah kas yang dirasakan perusahaan perlu dan layak untuk dibayarkan kepada pemegang saham: hal ini ada kebijakan dividen perusahaan. 4. Jumlah likuiditas dan modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dalam operasi sehari-hari: Ini adalah keputusan modal kerja bersih perusahaan. 48 49 Manajemen Keuangan Jadi keputusan tentang perencanaan keuangan perusahaan tentang masa depan perusahaan tersebut akan mencakup ke-empat area ini yang pada gilirannya akan mencakup peluang pertumbuhan perusahaan yang berimbas pada pemenuhan kebutuhan pendanaan baik melalui internal maupun eksternal yang akan menentukan profitabilitas perusahaan tersebut. Adapun proses perencanaan keuangan adalah merupakan kegiatan perencanaan keuangan yang memperkirakan posisi dan kondisi keuangan di masa depan, sehingga dalam menyusun rencana keuangan tersebut dipergunakan serangkaian skenario yang merupakan asumsi terhadap kemungkinan terjadinya kondisi di masa depan. Adapun serangkaian skenario masa depan tersebut biasanya dibagi dalam 3 (tiga) kondisi: 1. Kondisi Terburuk ( Worst Condition) : Kondisi ini merupakan kondisi yang diperkirakan terjadi ketika situasi perusahaan dan perekonomian sedang berada dalam situasi yang sulit sehingga angka-angka yang dipakai dalam perencanaan adalah angka-angka yang pesimistis. 2. Kondisi Normal (Normal Condition): Kondisi ini merupakan kondisi dimana dianggap situasi perusahaan dan perekonomian yang biasa terjadi dan berjalan seperti sebelumnya. 3. Kondisi Terbaik ( Best Condition): Kondisi ini merupakan kondisi ketika situasi perusahaan atau perekonomian sedang berada dalam situasi terbaiknya sehingga angka –angka yang dipakai dalam perencanaan adalah angka –angka yang optimistik. 4.1. Model Perencanaan Keuangan Ketika sebuah perencanaan keuangan dibuat maka rencana tersebut juga akan memasukkan laporan keuangan yakni neraca, laporan laba-rugi sebagai bagian dari perencanaan yang dibuat, adapun laporan keuangan ini disebut juga laporan keuangan pro forma ( “dalam bentuk”) . Jadi dalam hal ini laporan keuangan pro forma ini akan Manajemen Keuangan 50 memasukkan serangkaian kemungkinan atau skenario yang terjadi di masa depan, sehingga laporan keuangan pro forma merupakan output dari model perencanaan keuangan. Andaikan seseorang memberikan data proyeksi penjualan yang sudah diperkirakan maka model perencanaan keuangan akan menyediakan laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi yang dihasilkan berdasarkan data proyeksi penjualan tersebut. Disini, data proyeksi penjualan yang sudah diperkirakan tersebut menjadi “penggerak (driver)” yang artinya data proyeksi penjualan ini akan diberikan terlebih dahulu, lalu data proyeksi laporan keuanganitu akan dihitung berdasarkan atas data tersebut. Bisa saja, angka proyeksi penjualan akan diberikan dalam bentuk tingkat pertumbuhan dalam penjualan, hal ini tidaklah menjadi persoalan karena perhitungan proyeksi penjualan akan diketahui setelah diketahui tingkat pertumbuhannya. Sesudah dilakukan serangkaian skenario, maka yang teRp.enting disini bukanlah proyeksi penjualan harus tepat tetapi bagaimana hubungan atau keterkaitan antara investasi dan kebutuhan pendanaan pada berbagai kemungkinan tingkat penjualan dapat diketahui untuk dipelajari agar dapat dilakukan keputusan-keputusan strategis dan berdampak jangka panjang. Dalam hal investasi, disini akan diperkirakan proyeksi belanja modal, dan akan terlihat juga disini proyeksi neraca melalui perubahan dalam total asset tetap dan modal kerja bersih, sedangkan dalam hal keuangan (financing) akan bagaimana mencari dana yang dibutuhkan terhadap dana investasi yang dibutuhkan, akan ada persoalan tentang kebijakan deviden dan kebijakan utang agar perusahaan mendapatkan dana yang “siap” untuk dipakai belanja modal. Setelah data proyeksi penjualan dan perkiraan belanja modal yang dibutuhkan diketahui maka akan terjadi ketidak-seimbangan dalam neraca, hal ini dikarenakan proyeksi total asset pasti lebih besar dari proyeksi sisi total pasiva. Karena itu dibutuhkan pendanaan baru untuk menutupi seluruh proyeksi belanja modal, variable 51 Manajemen Keuangan penyeimbang inilah yang disebut “Plug” yang harus dipilih, Penyeimbang ini adalah sumber dari pendanaan eksternal khusus yang dibutuhkan untuk mengatasi kekuranagn (kelebihan) dalam pendanaan sehingga dana dapat menjadi seimbang lagi seperti sebelumnya. Tentu saja, yang terakhir dan juga sangat penting adalah dalam perencanaan tersebut haruslah secara jelas menyatakan kondisi perekonomian suatu negara atau wilayah kekuasaan politik dimana perusahaan tersebut berada, hal ini dikenal sebagai kondisi makro-ekonomi suatu negara. Kondisi makro- ekonomian tersebut antara lain tentang inflasi, tingkat suku bunga dan tarif pajak perusahaan. 4.2 Model Sederhana dari Perencanaan Keuangan Adapun sebuah contoh dari model perencanaan keuangan sederhana sebagai berikut : PT. Campur Laporan Keuangan Laporan Rugi Laba Penjualan Rp.1000 Aset Biaya Laba bersih 800 Rp.200 Total Neraca Rp. 500 Hutang Modal Sendiri Rp.500 Total Rp.250 Rp.250 Rp.500 Perencanaan keuangan PT.Campur berasumsi bahwa semua variabel terikat pada penjualan dan hubungan yang sekarang adalah optimal. Artinya semua item akan berkembang dengan persentase yang sama dengan penjualan. Misalkan penjualan meningkat 20 persen dari Rp.1000 menjadi Rp.1200. Perencana juga akan meramalkan bahwa terdapat peningkatan biaya sebesar 20 persen, dari Rp. 800 menjadi Rp.800X1,2=Rp.960. Laporan Pro forma akan menjadi: Pro Forma Manajemen Keuangan 52 Laporan Laba Rugi Penjualan Biaya Laba bersih Rp. 1200 960 Rp. 240 Asumsi bahwa seluruh variabel akan meningkat sebesar 20 persen, membuat kita juga dapat membuat neraca pro forma. Pro Forma Neraca Aset Rp.600(+100) Total Rp.600(+100) Hutang Modal Sendiri Total Rp. 300(+50) 300(+50) Rp.600 (+100) Sekarang kita harus merekonsiliasi kedua pro forma. Contohnya dapatkah Laba bersih sama dengan Rp.240 dan Modal Sendiri meningkat hanya Rp.50? Jawabannya adalah bahwa PT.Campur harus membayar perbedaan sebesar Rp.240- Rp.50=Rp.190,kemungkinan sebagai dividen. Dalam kasus ini dividen adalah plug variable. Misalkan PT.Campur tidak membayar Rp.190 tersebut. Dalam kasus ini, tambahan ke Laba ditahan adalah sejumlah Rp.240. Pos Modal Sendiri PT.Campur akan bertambah menjadi Rp.490(Rp.250 sebagai starting income+Rp.240 sebagai net income), dan hutang harus dilunasi untuk menjaga jumlah asset tetap Rp.600. Dengan Rp.600 di total Aset and Rp.490 di Modal Sendiri, maka Hutang harus Rp.600Rp.490=Rp.190. Karena saldo awal Hutang adalah Rp.250, maka PT.Campur harus melunasi hutang sebesar Rp.250-Rp.110=Rp.140. Maka neraca pro forma akan menjadi: 53 Manajemen Keuangan Pro Forma Neraca Aset Total $600(+100) $600(+100) Hutang Modal Sendiri Total $ 110(-140) 490(+240) $600 (+100) Dalam kasus ini, Hutang adalah plug variable yang digunakan untuk menyeimbangkan proyeksi total aset dan Kewajiban. Contoh ini menunjukkan interaksi diantara pertumbuhan penjualan dan kebijakan keuangan. Ketika penjualan meningkat, total aset juga meningkat. Hal ini terjadi karena perusahaan harus berinvestasi pada modal kerja bersih (net working capital) dan Aset tetap (fixed asset) untuk mendukung tingkat penjualan yang lebih tinggi. Karena Aset berkembang, total Modal Sendiri dan Kewajiban (Hutang) juga akan berkembang. Hal yang harus kita perhatikan dari contoh di atas adalah cara Kewajiban (Hutang) dan Modal Sendiri berubah berubah bergantung pada pada kebijakan pendanaan dan kebijakan dividen perusahaan. Pertumbuhan asset ditentukan bagaimana perusahaan mendanai pertumbuhan tersebut. Pendekatan Persentase Penjualan (The Percentage of PenjualanApproach) Pada bagian sebelumnya, kita mendisikripsikan sebuah model perencanaan yang simple dimana persentase semua pos meningkat secara bersamaan dengan persentase penjualan.Ini mungkin asumsi yang logis bagi beberapa pos atau akun dalam laporan keuangan. Tetapi untuk pinjaman jangka panjang mungkin tidak akan sesuai. Jumlah dari pinjaman jangka panjang itu ditentukan oleh pihak manajemen, dan tidak ada kaitannya dengan tingkat penjualan. Pada bagian ini, akan dijelaskan tambahan atau perluasan dari model sederhana yang sebelumnya. Prinsip dasarnya adalah untuk memisahkan Laporan Rugi-Laba dan Neraca menjadi 2 grup, dimana yang satu langsung terkait penjualan dan yang satunya tidak langsung terkait. Jika suatu ramalan penjualan ditetapkan,maka akan dapat Manajemen Keuangan 54 mengitung berapa banyak dana yang dibutuhkan perusahaan untuk menopang prediksi tingkat penjualan. Laporan Laba Rugi (The Income Statement) Dimulai membahas dengan menggunakan laporan Laba -Rugi milik PT.HaLe, seperti yang ditunjukan dalam tabel 4.1. Disini masih menyederhanakan hal – hal berikut seperti : biaya, penyusutan, dan bunga dalam satu bentuk pos atau akun : biaya. PT.HaLe telah memproyeksikan 25% peningkatan dalam Penjualan untuk tahun yang akan datang, jadi mengantisipasi penjualan sejumlah Rp.1000 x 1.25 = Rp.1250. Untuk menghasilkan pro forma laporan Rugi Laba, kita asumsikan bahwa total biaya akan terus berjalan pada level (Rp.800/1000 )= 80% dari penjualan. Dengan asumsi ini, pro forma laoran Rugi Laba PT.HaLe ditampilkan pada tabel 4.2. Konsekwensi dari mengasumsikan bahwa biaya itu memiliki persentase yang konstan dengan Penjualan adalah profit margin itu akan konstan. Untuk memeriksanya,profit marginnya Rp.132/1000 = 13.2%. Di pro forma milik PT.HaLe, profit marginnya Rp.165/1250 = 13.2%, jadi itu tidak berubah. Selanjutnya, kita butuh memproyeksikan pembayaran dividen. Jumlahnya tergantung pihak manajemen PT.HaLe. Kita akan mengasumsikan PT.HaLe memiliki kebijakan untuk membayar dividen secara tunai. TABLE 4.1 PT.HaLe Laporan Laba Rugi Penjualan Biaya-biaya Laba kena pajak Pajak (34%) Laba bersih Dividend Tambahan Laba ditahan Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 44 Rp. 88 1,000 800 200 68 132 55 Manajemen Keuangan TABLE 4.2 PT.HaLe Laporan Laba Rugi Pro Forma Penjualan(proyeksi) Costs (80% dari penjualan) Laba kena pajak Pajak (34%) Laba bersih Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 1,250 1,000 250 85 165 Untuk sebagian besar dari tahun sekarang, dividend payout ratio adalah : Dividend payout ratio = Cash Dividens/Net Income = Rp.44/132 = 33 1/3% Kita juga dapat menghitung ratio dari tambahan laba ditahan terhadap laba bersih : Tambahan Laba ditahan/Laba ditahan = Rp.88/132 = 66 2/3% Ratio ini biasa disebut dengan retention ratio atau plowback ratio, dan itu sama dengan 1 dikurangi dengan dividend payout ratio, karena sisa yang tidak dibayarkan menjadi laba yang ditahan. Dengan asumsi bahwa payout ratio konstan, berikut ini adalah proyeksi dividen dan tambahan pada Laba yang ditahan: Proyeksi dividen untuk pemegang saham= Rp.165X1/3= Rp. 55 Proyeksi tambahan Laba yang ditahan =Rp.165X2/3 =Rp.110 Rp.165 Neraca ( The Neraca) Manajemen Keuangan 56 Untuk menghasilkan pro forma Neraca, dimulai dengan statements yang paling baru. Dalam neracadi asumsikan bahwa beberapa pos atau akunnya dapat mempengaruhi penjualan dan juga ada yang tidak. Untuk pos atau akun yang memliki hubungan dengan penjualan, dinyatakan persentase penjualan pada tahun yang baru saja telah selesai.Ketika sebuah pos tersebut tidak mempengaruhi penjualan secara langsung, dituliskan “n/a” (not applicable). Tabel 4.3 PT. HaLe Neraca Aset Kewajiban dan Ekuitas Rp (juta) Persentase terhadap Penjualan Aset lancar Rp (juta) Persentase terhadap Penjualan Kewajiban lancar Kas 160 16 Utang dagang 300 30% Piutang dagang 440 44 Wesel bayar 100 n/a Persediaan 600 60 Total 400 n/a Total 1200 120 1800 180 Aset tetap Utang jangka panjang 800 Ekuitas pemegang saham Pabrik dan Peralatan bersih Saham biasa dan modal disetor Saldo laba ditahan Total 3000 Total Aset 300% Total kewajiban dan ekuitas pemilik 800 n/a 1000 1800 n/a n/a 3000 n/a Untuk contoh, pada bagian aset, maka persediaan sama dengan 60% dari Penjualan(Rp.600/1000) untuk akhir tahun. Kita asumsikan persentase diaplikasikan untuk tahun yang akan datang, jadi setiap peningkatan Rp.1,- dalam penjualan, persaediaan akan naik sebesar Rp..60. Ratio dari total assets kepada penjualan untuk akhir tahun adalah Rp.3000/1000 = 3, atau 300%. Ratio dari total assets kepada penjualan itu disebut sebagai capital intensity ratio.Itu memberitahukan bahwa jumlah asset yang dibutuhkan untuk menghasilkan Rp.1 pada penjualan. Jadi semakin tinggi ratio nya, semakin tinggi capital intensity dalam suatu perusahaan. Selanjutnya disusunlah neraca pro forma untuk PT.HaLe. Lakukan dengan menggunakan persentase-persentase yang dihitung guna menghitung jumlah yang diproyeksikan. Perlu diperhatikan, untuk pos-pos yang tidak bergerak langsung 57 Manajemen Keuangan mengikuti penjualan, sumsi awalnya tidak ada perubahan dan hanya menulis saldo aslinya. Dari neraca diatas bahwa aset diproyeksikan naik sebesar Rp.750. Tetapi tanpa pendanaan tambahan, kewajiban dan ekuitas (modal sendiri) hanya mengalami kenaikan Rp.185 sehingga terjadi kekurangan sebesar Rp.750-185= Rp 565. Ini disebut kebutuhan pendanaan eksternal (EFN= External Financing Needed) Tabel 4.4 PT. HaLe Neraca Pro Forma Parsial Aset Kewajiban dan Ekuitas Tahun ini Perubahan Tahun ini Perubahan Rp dari Tahun Rp dari Tahun (Juta) lalu (JutaRp) Aset lancar (juta) lalu ( Juta Rp) Kewajiban lancar Kas 200 40 Utang dagang 375 Piutang dagang 550 110 Wesel bayar 100 0 Persediaan 750 150 Total 475 75 Total 1500 300 800 0 Aset tetap Pabrik dan Peralatan bersih Utang jangka panjang Ekuitas pemegang saham 2250 450 Saham biasa dan modal disetor Saldo laba ditahan Total Total Aset 75 3750 750 Total kewajiban dan ekuitas pemilik Kebutuhan pendanaan eksternal 800 0 1110 110 1910 110 3185 565 185 565 SKENARIO KHUSUS (A PARTICULAR SCENARIO) Model prencanaan finansial ini mengingatkan pada humor tentang berita bagus danberita buruk. Berita bagusnya, Perusahaan ternyata mampu memproyeksikan kenaikan penjualan 25%. Berita buruknya adalah hal itu tidak mungkin terjadi kecuali PT.HaLe entah dengan cara bagaimana harus mencari pembiayaan sebesar Rp.565. Selain itu, hal ini merupakan contoh yang bagus bagaimana proses perencanaan dapat menyelesaikan masalah dan potensi konflik. Mengapa ? kalau kita lihat pada PT.HaLe, misalkan perusahaan ini punya tujuan tidak mau meminjam sedikitpun untuk dana tambahan dan tidak mau menjual ekuitas baru, maka kenaikan 25% mungkin tidak bisa dilakukan. Bila kita menambahkan Rp.565 sebagai pendanaan yang baru maka Manajemen Keuangan 58 PT.HaLe mempunyai 3 sumber yang memungkinkan : Pinjaman jangka pendek, Pinjaman jangka panjang, dan Ekuitas baru. Jadi, ini tergantung dari keputusan manajemen. Misalnya PT.HaLe memutuskan untuk meminjam dana yang butuhkan, dalam kasus ini perusahaan dapat memilih untuk meminjam sebagian pinjaman jangka panjang dan sebagian lagi pinjaman jangka pendek. Contohnya, aset lancar (current asset ) bertambah Rp.300 dimana current kewajiban (liabilities) hanya bertambah Rp.75. PT.HaLe juga dapat meminjam Rp.300-Rp.75=Rp.225 sebagai pinjaman jangka pendek. Dengan Rp.565 yang dibutuhkan maka sisa Rp.565-Rp.225= Rp.340 bisa didapatkan dengan pinjaman jangka panjang. Tabel 4.5 menunjukan pro forma neraca PT.HaLe. Table 4.5 PT. HaLe Neraca Pro Forma Aset Kewajiban dan Ekuitas Tahun ini Perubahan Tahun ini Perubahan Rp dari Tahun Rp dari Tahun (juta) lalu ( Juta Rp) Aset lancar (Juta) lalu ( JutaRp) Kewajiban lancar Kas 200 40 Utang dagang 375 75 Piutang dagang 550 110 Wesel bayar 325 225 Persediaan 750 150 700 300 Total 1500 300 1140 340 Aset tetap Pabrik dan Peralatan bersih Total Utang jangka panjang Ekuitas pemegang saham 2250 450 Saham biasa dan modal disetor Saldo laba ditahan Total Total Aset 3750 750 Total kewajiban dan ekuitas pemilik 800 0 1110 110 1910 110 3750 750 SKENARIO ALTERNATIF (AN ALTERNATIVE SCENARIO ) Asumsi bahwa asset merupakan presentase tetap dari penjualan adalah benar, tapi mungkin saja tidak cocok dalam beberapa kondisi riil yang terjadi. Khususnya jika mengasumsikan PT.HaLe menggunakan 100 persen kapasitas karena setiap peningkatan pada penjualan mengarah pada peningkatan fixed assets. Bagi sebagian bisnis, mungkin akan terjadi sedikit kelonggaran atau kelebihan kapasitas, dan produksi mungkin bisa bertambah dengan menjalankan shift tambahan. 59 Manajemen Keuangan . Jika kita mengasumsikan bahwa PT.HaLe beroperasi pada 70% dari keseluruhan kapasitas, maka kebutuhan dana eksternal akan sedikit berbeda. Ketika dikatatakan “ 70 persen dari kapasitas”, hal ini bermaksud bahwa level penjualan saat ini 70 persen dari keseluruhan kapasitas Penjualan saat ini: Rp.1000 = 70 X Kapasitas penuh Penjualan dengan kapasitas penuh: Rp.1000/70 = Rp.1429 Ini memberitahukan bahwa penjualan naik hampir 43 persen dari Rp.1000 menjadi Rp.1429 sebelum sedikitpun aset tetap dibutuhkan. Pada skenario sebelumnya, diasumsikan bahwa penambahan aset tetapRp.450 sangat dibutuhkan. Sedangkan di skenario yang sekarang, tidak ada aset tetap yang dibutuhkan karena penjualan hanya diproyeksikan hanya menjadi Rp.1250 yang mana kurang dari Rp.1429 sebagai level kapasitas penuh. Hasilnya, estimasi awal sebesar Rp.565 pada dana eksternal dinilai terlalu tinggi. Kita berasumsi bahwa Rp.450 pada aset tetap baru dibutuhkan. Padahal tidak ada penggunaan dari aset baru tetap dibutuhkan. Sehingga bila beroperasi pada 70 persen kapasitas, maka hanya memerlukan Rp.115 (Rp.565-Rp.450) pada dana eksternal. Pendanaan dan Pertumbuhan Eksterna (External Financing and Growth) Kebutuhan pendanaan eksternal dan pertumbuhan berhubungan.Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan atau assets, maka semakin besar pula pendanaan eksternal yang dibutuhkan. Bila pada bagian sebelumnya kita tinggal menentukan pendanaan eksternalnya saja, maka pada bagian ini kita akan mencari tahu hubungan antar kebijakan finansial dan kemampuan perusahaan untuk mendanai investasi baru dan pertumbuhannya. EFN dan Pertumbuhan (EFN and Growth) Manajemen Keuangan 60 Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengadakan hubungan antara EFN dan Growth. Untuk melakukannya kita akan menunjukan income statement singkat dan neraca dari PT,HaLe pada table 4.6 tabel 4.6 PT,HaLe Laporan Rugi Laba Penjualan Biaya Laba kena pajak Pajak (34%) Laba bersih Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Deviden Tambahan Laba ditahan Rp. 22 Rp. 44 500 400 100 34 66 PT.HaLe Neraca Asset Rp. Aset lancar Aktiva Tetap bersih Total Asset 20 0 30 0 50 0 Kewajiban Percentage of Sales Rp. 40% Total Hutang 60% Modal Sendiri Total Kewajiban and Modal Sendiri 100% 25 0 25 0 50 0 Percentage of Sales n/a n/a n/a PT.HaLe memperkirakan level penjualan tahun depan sebesar Rp. 600, meningkat Rp. 100. Diketahui bahwa persentase kenaikan penjualan sebesar 20% maka pada tabel 4.7 mengilustrasikan dengan tingkat pertumbuhan 20%, PT.HaLe membutuhkan penambahan Rp.100 pada asset baru (dianggap kapasitas penuh). Proyeksi penambahan pada laba yang ditahan adalah Rp. 52.8, maka EFN nya adalah Rp.100 - 52.8 = Rp.47.2 61 Manajemen Keuangan tabel 4.7 PT.HaLe Pro-Forma Income Statement Penjualan(projected) Rp. 600.0 Biaya (80% of Sales) Rp. 480.0 Laba kena pajak Rp. 120.0 Pajak(34%) Rp. 40.8 Laba bersih Rp. 79.2 Devidend Tambahan Laba yang ditahan Rp. 26.4 Rp. 52.8 Neraca PT HaLe Aset Liabilities Proyeksi Kebutuhan Rp. Persentase Rp. Percentage Pertumbuhan Peningkatan Tambahan Laba Proyeksi Rasio Penjualan Penjualan penjualan(%) Aset(Rp.) ditahan (Rp.) EFN Utang-Ekuitas Aset Lancar 240 40% Total Hutang 250 n/a 0 0 44 -44 Aktiva tetap 360 60% Modal Sendiri 302.8 n/a 0,7 5 25 46,2 -21,2 0,77 bersih 10 50 48,4 1,6 Total Asset 600 100% Total hutang 552.8 n/a 0,84 15 75 50,6 0,91 and Modal24,4 20 100 52,8 47,2 0,98 Sendiri 25 125 55 7047.2 EFN n/a 1,05 (Kebutuhan pendanaan dari luar) Tabel di atas menunjukkan EFN dari tingkat pertumbuhan yang berbeda. Proyeksi tambahan ke Laba yang ditahan dan proyeksi ratio Hutang dan Modal Sendiri untuk setiap scenario juga terdapat di tabel. Dalam menentukan rasio Hutang dan Modal Sendiri, diasumsikan bahwa dana yang dibutuhkan adalah pinjaman, dan juga Manajemen Keuangan 62 berasumsi bahwa dana surplus digunakan untuk melunasi hutang. Lalu untuk pertumbuhan nol, utang berkurang sebanyak Rp.44 dari Rp.250 menjadi Rp.206.. Pertambahan asset yang dibutuhkan sama dengan aset asli sebanyak Rp.500 dikalikan dengan tingkat pertumbuhan. Tambahan ke retained earning sama dengan Rp.44 ditambah dengan Rp.44 dikali tingkat pertumbuhan. Untuk tingkat pertumbuhan yang relatif rendah, PT.HaLe akan menjalankan surplus dan rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan menurun. Tetapi tingkat pertumbuhan meningkat sampai 10 persen, surplus menjadi berubah defisit. Lebih lanjut, ketika tingkat pertumbuhan melebihi 20 persen, rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan melewati nilai 1,0. Kebijakan keuangan dan pertumbuhan Berdasarkan pemaparan sebelumnya, sudah dinyatakan bahwa ada sebuah hubungan langsung antara pertumbuhan dan pembiayaan eksternal. Dalam bagian ini, dua tingkat pertumbuhan yang khususnya yang berguna dalam perencanaan jarak jauh. Tingkat pertumbuhan internal, Tingkat Pertumbuhan pertama adalah pertumbuhan maksimum yang dapatdiraih dengan tidak ada pembiayaan eksternal apapun. disebut tingkat pertumbuhan internal karena ini adalah tingkat perusahaan dapat mempertahankan dengan mengandalkan pembiayaan internal. Dalam gambar 4.1, tingkat pertumbuhan internal ini diwakili oleh titik mana dua garis bertemu..Pada titik ini. peningkatan penambahan aset yang diperlukan dalam aset adalah persis sama dengan penambahan untuk dipertahankan penghasilan, dan kebutuhan pertumbuhan external ( external financing needed) adalah nol. Hal ini terjadi ketika pertumbuhan angka ini sedikit kurang dari 10 persen. dengan sedikit perhitungan matematis, maka dapat didefinisikan tingkat pertumbuhan ini t = Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate) = (ROA x b)/1-ROA x b 63 Manajemen Keuangan di sini, ROA adalah laba atas aset (Return on Aset), dan b adalah ratio retensi, rasio yang melihat dana ditanamkan kembali ke perusahaan. Untuk perusahaan PT.HaLelaba bersihnya sebesar Rp. 66 and total asetnya adalah Rp.500, Sehingga ROA adalah Rp.66/Rp.500= 13.2%. Dari Laba bersih sebesar Rp.66, Rp.44 adalah bagian laba yang ditanamkan kembali ke perusahaan, jadi plowback ratio adalah Rp.44/Rp.66= 2/3. Dengan hasil ini, dapat menghitung Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate): Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate): (ROA x b)/ 1- ROA x b 0.132x(2/3)/ 1- .132x (2/3) = 9.65 % Dengan demikian, perusahaan PT.HaLe dapat memperluas atau ekspansi di tingkat maximun 9.65 % per tahun tanpa pengeluaran pembiayaan external. Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate), Jika perusahaan PT.HaLe berharap untuk berkembang lebih cepat dari 9,65% pertahun, maka pembiayaan eksternal harus diatur atau diadakan. Pembahasan tentang Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate) adalah tingkat pertumbuhan maksimal oleh sebuah perusahaan dengan tidak ada pembiayaan dari ekuitas (Modal Sendiri) tapi tetap mempertahankan rasio utang-ekuitas tersebut sama. Untuk Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate ) perushaan PT.HaLe adalah kira-kira 20 persen karena rasio utang-ekuitas dekat 1.0 pada tingkat pertumbuhan tersebut. Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate): ( ROE x b)/ 1 – ROE xb Perhitungan ini identik dengan tingkat pertumbuhan interna, kecuali rasio profitabilitas yang digunakan adalah ROE bukan ROA.l Manajemen Keuangan 64 Untuk perusahaan PT.HaLe, Laba bersihnya adalah Rp.66 dan totl ekuitasnya Rp.250, dengan demikian ROEnya Rp.66/Rp.250 = 26.4 %, sedangkan Plowback rationnya adalah, b, tetap 2/3, jadi Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate) sebagai berikut : Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate ) : ROE x b/ 1-ROExb 0.264x (2/3)/ 0.264x (2/3) : 21,36% Dengan demikian, perusahaan PT.HaLe dapat memperluas usahanya atau ekspansi pada tingkat maximal sebesar 21.36 persen pertahun tanpa pembiayaan ekuitas dari pihak eksternal. Determinan dari Pertumbuhan (Determinants of Growth) Diketahui bahwa ROE ( Return on Equity) bisa disusun dari berbagai komponen menggunakan persamaan Du Pont Karena ROE sangat menonjol dalam menentukan tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan, jelas bahwa factor penting yang menentukan ROE juga penting menentukan pertumbuhan ROE = Profit margin X Total Asset turnover X Modal Sendiri Multiplier Disini dapat melihat, apapun yang menambah ROE akan menambah tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan dengan cara membuat pembilang semakin besar dan penyebut semakin kecil. Meningkatkan plowback ratio juga akan menimbulkan efek yang sama. Jikalau semuanya disatukan dapat diketahui bahwa kemampuan perusahaan menopang pertumbuhan berdasarkan 4 faktor berikut ini : 1. Profit Margin : Penambahan profit margin akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan dana secara internal serta meningkatkan pertumbuhan yang sustain atau dipertahankan. 65 Manajemen Keuangan 2. Devidend Policy : Pengurangan persentase laba bersih yang dibayarkan untuk deviden akan meningkatkan retention ratio. Hal ini akan menghasilkan ekuitas secara internal dan meningkatkan pertumbuhan sustain atau dipertahankan. 3. Financial Policy : Peningkatan pada Hutang-Modal Sendiri ratio akan meningkatkan leverage keuangan perusahaan. Karena ini membuka peluang tambahan hutang, maka tentu saja tingkat pertumbuhan yang sustain juga akan meningkat. 4. Total Asset Turnover : Peningkatan pada total asset turnover perusahaan akan meningkatkan penjualan dihasilkan untuk setiap rupiah aset. Ini akan mengurangi kebutuhan perusahaan akan aset baru sehingga ada pertumbuhan penjualan dan bagaimanapun akan meningkatkan tingkat pertumbuhan yang sustain. Ingat, bahwa peningkatan total asset turnover sama saja mengurangi intensitas modal BAB 4. 1. Lihat laporan keuangan sederhana di bawah ini untuk PT. Sanully (diasumsikan tidak ada pajak penghasilan) : Laporan Laba Rugi Penjualan PAB 32.000 Biaya-biaya Neraca Aset PAB 17.800 25.00 Utang PAB 10.200 Ekuitas 7.600 0 Laba bersih PAB 7.000 Total PAB 17.800 Total PAB 17.800 PT. Sanully telah meramalkan kenaikan penjualan sebesar 10 persen. Perusahaan telah meramalkan bahwa setiap pos pada neraca akan naik sebesar Manajemen Keuangan 66 10 persen juga. Buatlah laporan pro forma dan lakukanlah rekonsiliasi. Berapakah variabel penyeimbangnya? 2. Di pertanyaan sebelumnya, PT Sanully membayarkan setengah dari laba bersihnya dalam bentuk dividen tunai. Biaya-biaya dan asset akan mengikuti penjualan, namun utang dan ekuitas tidak. Buatlah laporan pro forma dan tentukan jumlah pendanaan eksternal yang dibjutuhkan. 3. Dengan asumsi rasio-rasio berikut ini konstan, berapakah tingkat pertumbuhan yang dapat dipertahankan ? Perputaran total asset = 1,60 Margin laba = 7,6% Multiplier ekuitas = 1,50 Rasio pembayaran = 40% 4. Sebuah perusahaan ingin mempertahankan rasio pertumbuhan sebesar 11 persen dan rasio pembayaran dividen sebesar 60 persen. Rasio total asset terhadap penjualan adalah konstan sebesar 0,9 dan margin laba adalah 9,5 persen. Jika perusahaan juga ingin untuk mempertahankan rasio utang-ekuitas yang konstan, berapakah nilainya?