Efektivitas Edible Coating Terhadap Terhadap Stabilitas Warna Plat Resin Akrilik Pada Perendaman Larutan Klorheksidin Ratna Sulistyorini *1, Lisa Oktaviana Mayasari 2 1,2 Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Muhammadiyah Semarang Kedung Mundu Raya No.22, Sendangmulyo, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50272, e-mail: *1 Ratnasulistyorini@unimus.ac.id, 2 Lisaoktavianamayasari @unimus.ac.id. Abstrak Edible coating yang memiliki sifat dalam menghambat laju difusi cairan diharapkan dapat memperbaiki sifat resin akrilik dalam penyerapan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edible coating terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2%. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental murni dan rancangan penelitian adalah pre-post test only group. 32 sampel berbentuk lingkaran dengan diameter 25 mm dan tebal 2 mm terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 1 terdiri dari 16 sampel tanpa edible coating dan kelompok 2 terdiri dari 16 sampel dengan edible coating kemudian dilakukan perendaman dengan larutan klorheksidin 0,2 % selama 7 hari selanjutnya pengukuran stabilitas warna menggunakan spectrophotometer UV-visible 2401 PC.Uji statistik menggunakan Independent T test menunjukkan nilai p = 0,781 (p>0,05) yang artinya H0 diterima. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara plat akrilik dengan edible coating dan plat akrilik tanpa edible coating akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2 % selama 7 hari. Kata kunci : Resin Akrilik, Stabilitas Warna, Edible Coating, Klorheksidin 0,2 %. Abstract Due to having properties in inhibiting the rate of fluid diffusion, edible coating are expected to improve the properties of acrylic resins in water absorption. This study aims to find out the edible coating effect on the color stability of the acrylic resin plate in submergence of chlorhexidine of 0,2 % solution.The writer used true experimental research and the research design is pre-post test only group. 32 circle samples with 25 millimeter-diameter and a two millimeter-thick layer were divided into 2 groups. The first group that consists of 16 samples are not coated by edible coating and the second group that consists of 16 samples are coated by edible coating then both soaked in chlorhexidine of 0,2 % solution for 7 days and measured of the color stability using spectophotometer UV-visible 2401 PC. Statistical test using Independent T test showed p value = 0,781 (p> 0,05) which means H0 accepted. There was no significant difference between acrylic plate with edible coating and acrylic plate without edible coating due to immersion of 0.2% chlorhexidine solution for 7 days. Keywords: Acrylic Resin, Color Stability, Edible Coating, Chlorhexidine of 0,2 % 1. PENDAHULUAN E dible coating saat ini banyak digunakan sebagai bahan pelapis makanan atau buah-buahan yang dapat memperpanjang masa simpan makanan dan mencegah pertumbuhan patogen dan mikroorganisme pembusuk atau mengurangi laju pertumbuhan mikroorganisme pada makanan. Edible coating merupakan suatu pelindung bahan pangan yang biasanya digunakan pada sayur maupun buah dan dapat berperan sebagai barrier dalam menjaga kelembaban, bersifat selektif terhadap permeabel gas (O2 dan CO2) dan dapat mengontrol migrasi komponen-komponen larut air penyebab perubahan komposisi nutrisi (Krochta, et al, 1994). Terdapat 3 komponen utama penyusunan edible coating, yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit. Komponen hidrokoloid yang biasa digunakan dalam pembuatan edible coating adalah golongan protein dan polisakarida. Golongan protein yaitu gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung, dan gluten gandum. Golongan polisakarida yaitu pati, alginat, pektin, dan modifikasi karbohidrat lainnya. Komponen lipid yang biasa digunankan yaitu bees wax, gliserol, lilin, asam lemak. Sedangkan komponen komposit merupakan campuran antara kedua komponen hidrokolid dan lipid yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dari masing-masing komponen tersebut (Krochta, et al, 1994). Terdapat beberapa cara dalam aplikasi edible coating yaitu pencelupan (dipping), penyemprotan (spraying), penuangan (casting), serta metode lain seperti menggunakan sikat atau kuas (Krochta, et al, 1994). Edible coating berfungsi sebagai penghambat laju difusi cairan, menghambat migrasi kelembaban, oksigen, dan karbon dioksida, edible coating juga melindungi produk dari kerusakan mekanis dengan mengurangi transmisi uap air, aroma dan lemak dari bahan makanan yang dikemas (Danijela, et al, 2015). Penelitian ini nertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh edible coating terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2%. 45 Perubahan warna pada plat resin akrilik Klorheksidin 0,2 % sebagai pembersih gigi tiruan secara kimiawi Resin Akrilik Aktivasi Panas Syarat Bahan Dasar Gigi Tiruan, salah satunya : Stabilitas warna Menghambat penyerapan cairan secara difusi Edible Coating Gambar 1. Pola pikir penelitian Sifat Fisik Resin Akrilik, salah satunya : Penyerapan cairan secara difusi 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true experimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-post test only group design yaitu melakukan pengukuran atau observasi sebelum dan sesudah perlakuan. Sampel pada penelitian ini menggunakan plat resin akrilik heat cured berbentuk lingkaran dengan diameter 25 mm dan tebal 2 mm sebanyak 32 sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok. 2 25 mm 2 mm Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Sampel Penelitian Kelompok 1 : 16 sampel tanpa edible coating Resin Akrilik total 32 sampel Keompok 2 : 16 sampel dengan edible coating Gambar 3.2. Skema Rancangan Penelitia Besar sampel menggunakan rumus Federer (1997). Penelitian tentang pengaruh edible coating terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2% didapatkan sampel sebanyak 32 plat akrilik yang dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan yaitu : a. Kelompok 1 : terdiri dari 16 sampel tanpa edible coating kemudian direndam dalam larutan klorheksidin 0,2% selama 7 hari. b. Kelompok 2 : terdiri dari 16 sampel dengan edible coating kemudian direndam dalam larutan klorheksidin 0,2% selama 7 hari. 47 Pada penelitian tentang pengaruh edible coating terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2% diperoleh kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : plat resin akrilik yang telah dilakukan manipulasi sesuai prosedur manipulasi pembuatan resin akrilik heat cured. Plat resin akrilik dengan diameter 25 mm, tebal 2 mm, jumlah 32. Plat resin akrilik yang sudah dilakukan finishing dan polishing.Plat resin akrilik dengan permukaan halus tidak porus. Plat resin akrilik yang diameternya kurang dari 25 mm, tebal 2 mm. Porus dan tidak halus. Berikut ini cara dan prosedur pembuatan bahan serta pengumpulan data a. Pembuatan Resin Akrilik 1) Pembuatan Cetakan Gips Pembuatan diawali dengan mengaduk gips dan air dengan perbandingan 3 : 1 pada rubber bowl dengan menggunakan spatula plastik sampai homogen, kemudian masukkan ke dalam kuvet. Guncangkan kuvet supaya adonan gips merata dan tidak terdapat rongga di dalam gips. Bentuk model malam menjadi lingkaran dengan diameter 25 mm dan tebal 20 mm kemudian diletakkan di atas adonan gips tersebut dengan posisi mendatar dan rata dengan permukaan gips. Setelah gips dalam kuvet tersebut mengeras, gips dapat di amplas agar permukaan halus dan selanjutnnya gips dan malam diolesi dengan vaselin. Pembuatan kontra dilakukan dengan meletakkan kontra kuvet di atas kuvet yang telah diisi gips. Memastikan kontra kuvet sudah terpasang dan tidak terdapat jarak antara kuvet dengan kontra, menuang adonan gips yang telah dimanipulasi dengan perbandingan 3 : 1 sampai seluruh kuvet terisi penuh. Menutup kuvet dan menempatkannya diaplikasikan ke hingga dalam kedua alat penekan kuvet kemudian disatukan dengan tekanan rapat (Annusavice, 2003). 2) Boiling Out Memasukkan kuvet yang berisi gips yang telah mengeras ke dalam tungku berisi air mendidih ± 100°C. Malam dalam gips akan keluar, hal ini ditandai dengan permukaan air yang berwarna merah dan terdapat lapisan minyak di permukaan air. Memastikan malam yang berada di dalam cetakan gips sudah bersih. Mengangkat kuvet dan menunggu hingga suhu kuvet sesuai dengan suhu ruangan (Annusavice, 2003). 3) Packing Kuvet hasil boiling out yang sudah dingin kemudian dibuat kanal di bawah mould space sebagai tempat keluarnya kelebihan resin akrilik, mengolesi cetakan gips dengan bahan separasi Could Mould Seal (CMS) sampai rata dan menunggu sampai hasil olesan mengering. Bahan resin akrilik heat cured dengan perbandingan bubuk dan cairan adalah 3 : 1 atau sesuai dengan petunjuk pabrik dimasukkan ke dalam pot porselen. Aduk dengan menggunakan spatula stainless steel sebanyak 60 kali dalam 1 menit selama 7 menit. Menutup pot porselen dan mengguncangkan selama 3 menit sampai adonan mencapai fase dought. Setelah adonan mencapai fase dought (adonan tidak seperti benang dan tidak lagi melekat pada spatula atau cawan), masukkan adonan ke dalam cetakan gips dan pada permukannya dilapisi dengan celophan. Kuvet ditempatkan dalam alat penelan dan tekanan diaplikasikan. Pemberian tekanan dilakukan secara perlahan supaya resin akrilik mengalir ke seluruh rongga dari kuvet. Kelebihan bahan kemudian dibuang dengan menggunakan crownmess. Pemberian teknan dilakukan lagi hingga kedua kuvet dapat disatukan. Kuvet dibuka, kemudian lembaran celophan dipisahkan dengan cara menarik secara cepat dan berkelanjutan. Lembaran celophan yang baru ditempatkan diantara kuvet dan dilakukan pemberian tekanan secara perlahan. Tekanan kembali dilakukan hingga kedua kuvet dapat disatukan. Tindakan tersebut diulang hingga tidak terdapat kelebihan bahan (flash). Apabila kelebihan bahan sudah tidak ada, lembaran celophan dilepas dan kuvet ditekan secara perlahan dengan alat penekan. Perebusan dilakukan dengan cara memasukkan kuvet ke 49 dalam tungku yang berisi air dengan suhu ruang 37ºC sampai seluruh kuvet terendam yang selanjutnya dipanaskan sampai suhu 74ºC selama 2 jam dan dilanjutkan pada suhu 100ºC selama 1 jam. Kontrol suhu air dengan cara memasukkan termometer secara bersamaan dengan waktu memasukkan kuvet. Menunggu suhu kuvet sesuai dengan suhu ruang kemudian mengangkat kuvet dan mengeluarkan resin akrilik dari cetakan (Annusavice, 2003). 4) Finishing dan Polishing Kelebihan resin akrilik dihilangkan dengan menggunakan bur Arkansas Stone yang berbentuk flame di awali dengan warna hijau kemudian merah muda dan terakhir warna putih. Haluskan dengan amplas dengan tingkat kekasaran medium yaitu menggunakan jenis amplas CAMI (Coated Abrasif Manufacturers Institute) dengan ukuran 80 selanjutnya menggunakan amplas lembut dengan ukuran 100-120 serta amplas sangat lembut dengan ukuran 150-180. Membasahi pumice dan mengoleskan pada bur polish yang selanjutnya diaplikasikan pada seluruh permukaan resin akrilik hingga seluruh permukaan halus. Menggosok resin akrilik dengan kain wol atau kain flanel sampai seluruh permukaan mengkilat (Annusavice, 2003). b. Pembuatan Bahan Edible Coating Pembuatan Edible Coating dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi Unimus dengan cara (Estiningtyas,2010) : 1) Memanaskan 1 L aquades pada gelas beaker yang diletakkan pada hot plate sampai suhu ± 80°C dan mengontrol suhu dengan menggunakan termometer. 2) Menambahkan CMC 2 gram sedikit demi sedikit dan mengaduk dengan menggunakan storrer selama ± 3 menit pada suhu ± 80°C. 3) Menambahkan tepung karagenan 20 gram sedikit demi sedikit dan mengaduknya selama ± 3 menit pada suhu ± 80°C. 4) Menambahkan gliserol 5 ml mengaduk sampai homogen selama ± 1 menit pada suhu ± 80°C. 5) Menambahkan kalium sorbat sebanyak 5 gram dan mengaduk selama ± 1 menit pada suhu ± 80°C . 6) Menambahkan asam stearat 5 gram dan mengaduknya hingga homogen selama ± 6 menit pada suhu ± 80°C. c. Aplikasi Edible Coating pada Plat Akrilik 1) Melakukan pengukuran pada plat akirilik untuk memastikan ketebalan plat akrilik 2 mm. 2) Melakukan pengolesan edible coating dengan suhu ± 80ºC langsung pada permukaan plat akrilik menggunakan kuas dengan lebar 0,5 cm sampai menutupi seluruh permukaan plat akrilik hingga plat mencapai ketebalan 2,5 mm. 3) Tunggu hingga kering ± 5 menit kemudian periksa hasil pengolesan edible coating apakah sudah menutupi seluruh permukaan atau belum kemudian pastikan ketebalan plat akrilik mencapai 2,5 mm menggunakan jangka sorong. 4) Apabila pengolesan belum menutupi seluruh permukaan plat akrilik dan ketebalan kurang atau lebih dari 2,5 mm maka pengolesan di ulang. d. Larutan klorheksidin Menyiapkan sediaan obat kumur larutan klorheksidin 0,2 % sebanyak 10 ml untuk setiap plat yang direndam selama 7 hari. 1. Tahap Pengukuran Standart Stabilitas warna Pengukuran stabilitas warna ini digunakan untuk mendapatkan nilai standart warna plat resin akrilik sebelum diberikan perlakuan dengan menggunakan alat spectrophotometer UV-visible 2401 PC sebagai berikut: a. Hubungkan steker ke sumber arus listrik. b. Klik ON pada voltage Regulator/stabilisator. 51 c. Hidupkan komputer yang sudah diinstal dengan program Color Analysis diklik 2x, kemudian hidupkan mesin UV-PC supaya tersambung dengan komputer. d. Buka menu configure pilih utilitas keluar menu UV-PC pilih ON (artinya di dalam UV-PC lampu-lampu Energi UV harus nyala semua) lalu diklik OK, tunggu sampai lampu tanda warna hijau di monitor menyala semua ± 10 menit, kemudian baru di klik OK dan alat spectrophotometer siap dipakai. e. Buka menu configure pilih PC Configuration parameters dan mengisi untuk jenis Tex printer diisi jenis printernya, grafik : diisi juga jenis printer dan serial pot diisi :1 kemudian klik OK. f. Langkah 1 : Buka configure pilih scan parameter keluar menu dan diisi. g. Langkah 2 : Buka configure pilih illuminant /Obs.parameter dengan pilihan sbb : D65, C6, standar observer diisi 10 degree kemudian klik OK. h. Langkah 3 : Buka configure pilih Color Scales diisi pilih CIE Lab dan diaktifkan yang diinginkan : L* a* b* dE*ab dL* dan da* kemudian klik OK. i. Untuk mengenolkan grafik, benda padat/plat yang asli dijepit dan dimasukkan ke UV-PC kemudian klik baseline ditunggu sampai menunjukkan 380 nm. j. Selanjutnya benda padat/plat resin akrilik dicari nilai standarnya dengan mengeklik STD Read. 2. Tahap Perlakuan Resin akrilik yang telah diproses dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 16 sampel sebagai berikut : a. Kelompok 1 : terdiri dari 16 sampel tanpa edible coating. b. Kelompok 2 : terdiri dari 16 sampel dengan edible coating. Selanjutnya melakukan perendaman plat akrilik tersebut menggunakan laruran klorheksidin 0,2 % sebagai berikut : a. Meletakkan setiap plat akrilik pada tempat sehingga antara plat akrilik yang satu dengan yang lainnya terpisah. b. Menuangkan larutan klorheksidin 0,2 % sebanyak 10 ml pada setiap tempat plat akrilik kemudian tutup tempat tersebut dengan rapat dan diamkan pada suhu ruang ± 37º C selama 7 hari. 3. Tahap Pengukuran Stabilitas Warna Pengukuran stabilitas warna ini digunakan untuk menentukan nilai plat resin akrilik setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan alat spectrophotometer UV-visible 2401 PC yang pada prinsip penggunaannya sama seperti pada tahap pengukuran standart stabilitas warna dengan tahap selanjutnya masukkan sampel yang sudah diberi perlakuan dijepitkan dan masukkan ke dalam UV-PC lalu klik UNK Read, tunggu sampai proses penyinaran selesai ± 2 menit dan akan keluar menu file name, untuk kolom 1 diberi nama sampel yang diuji tadi, dan untuk kolom 2 diberi nama yang mengujikan, lalu di klik OK. Kemudian pengujian selanjutnya dengan sampel-sampel dengan perlakuan lain atau konsentrasi yang berbeda dengan langkah yang sama seperti sebelumnya, begitu seterusnya. Setelah data terkumpul semua, selanjutnya bisa dilakukan analisis data. Data kuantitatif yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows. Data diuji normalitas untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Selanjutnya untuk mengetahui data tersebut homogen atau tidak dilakukan uji Levene test. Apabila data hasil transformasi terdistribusi normal dan homogen maka data dilakukan uji Independent Sampel T-test dengan taraf signifikansi atau derajat kepercayaan 95% (ɑ=0,05). 53 Persiapan : 1. Pembuatan Resin Akrilik. 2. Pembuatan bahan edible coating 3. Larutan klorheksidin 0,2 % Pengukuran standart stabilitas warna pada 32 sampel berbentuk lingkaran dengan diamater 25 mm dan tebal 2 mm menggunakan spectrophotometer UVvisible 2401 PC Perlakuan pada 32 sampel berbentuk lingkaran dengan diamater 25 mm dan tebal 2 mm menjadi 2 kelompok Kelompok 1 : terdiri dari 16 sampel tanpa edible coating kemudian direndam dalam larutan klorheksidin 0,2% selama 7 hari. Kelompok 2 : terdiri dari 16 sampel dengan edible coating kemudian direndam dalam larutan klorheksidin 0,2% selama 7 hari. Pengukuran stabilitas warna setelah diberikan perlakuan tersebut pada masing-masing kelompok menggunakan spectrophotometer UV-visible 2401 PC Analisis Data A. Hasil Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh edible coating terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2% di Laboratorium Evaluasi Tekstil UII dan Laboratorium Analisis Zat Gizi Unimus. Pada penelitian ini terbagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok 1 dengan jumlah sampel 16 tanpa edible coating kemudian dilakukan perendaman pada larutan klorheksidin 0,2% selama 7 hari dan kelompok 2 dengan jumlah sampel 16 dengan edible coating kemudian dilakukan perendaman pada larutan klorheksidin 0,2% selama 7 hari. Pengukuran menggunakan spectrophotometer UV-visible dengan mengukur sebelum dan setelah diberi perlakuan. Pengukuran stabilitas warna plat akrilik dengan menggunakan spectrophotometer UV-visible untuk menentukan parameter pada jarak L* (value/lightness) yang merupakan colour coordinate untuk melihat penerangan objek, a* (chrome/kekotoran) yang merupakan colour coordinate untuk mendapatkan jumlah warna perunit area, dan b* (hue/corak) yang merupakan colour coordinate warna spesifik dari cahaya pada panjang gelombang tertentu dapat mengenai retina mata, 55 sehingga didapatkan nilai dE*ab yaitu besarnya intensitas warna yang diserap dan sebagai jumlah perbedaan warna. Sehingga penelitian ini lebih difokuskan pada nilai dE*ab. Tabel 4.1 Nilai dE*ab dE*ab Sampel Tanpa dilapisi edible coating Dengan edible coating Sebelum Setelah Sebelum Setelah 1 4,59 5,25 7,49 8,79 2 11,99 11,73 6,24 6,27 3 8,80 9,74 8,11 2,50 4 5,92 7,40 3,67 4,69 5 6,81 8,11 8,27 9,47 6 5,50 6,20 4,76 7,40 7 5,26 6,18 6,65 6,32 8 9,48 9,84 5,94 5,94 9 5,53 5,87 7,98 8,71 10 6,97 7,32 7,30 7,71 11 5,61 5,90 6,53 6,22 12 5,97 6,16 5,79 7,12 13 8,83 9,85 7,12 8,06 14 4,20 3,45 5,99 9,01 15 6,75 7,02 5,64 7,12 16 7,20 7,96 3,59 6,63 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nilai warna dE*ab pada plat akrilik tanpa edible coating sebelum dan sesudah perendaman larutan klorheksidin 0,2% dengan plat akrilik dengan edible coating sebelum dan sesudah perendaman larutan klorheksidin 0,2 %. 57 Tabel 4.2 Uji Univariat Tanpa edible Dengan edible coating coating Sebelu m Setelah Sebelum Setelah Nilai Minimum 4,02 3,45 3,59 2,50 Nilai Maksimum 11,99 11,73 8,27 9,47 Nilai Mean 6,84 7,37 6,31 6,99 Tabel 4.2 Uji Univariat di atas menunjukkan bahwa plat akrilik yang tanpa edible coating sebelum dilakukan perendaman larutan klorheksidin mempunyai nilai minimum 4,02, nilai maksimum 11,99, dan nilai mean 6,84, sedangkan plat akrilik yang tanpa edible coating setelah perendaman mempunyai nilai minimum 3,45, nilai maksimum 11,73, dan nilai mean 7,37. Pada plat akrilik dengan edible coating sebelum dilakukan perendaman mempunyai nilai minimum 3,59, nilai maksimum 8,27, dan nilai mean 6,31 sedangkan setelah perendaman mempunyai nilai minimum 2,50, nilai maksimum 9,47, dan nilai mean 6,99. Tabel tersebut memperlihatkan adanya beda nilai terutama pada mean antara plat akrilik yang tanpa dan dengan edible coating baik sebelum maupun setelah. Tabel 4.3 Uji Normalitas Shapiro-Wilk Signifikansi Kelompok Tanpa edible coating Sebelum Sesudah (p) (p) 0,200 0,653 Dengan edible coating 0.346 0,278 Uji normalitas di atas menunjukkan normal atau tidaknya sampel plat akrilik yang tanpa edible coating dan dengan edible coating baik sebelum maupun setelah. Data dikatakan normal apabila nilai p>0,05. Tabel di atas menunjukkan bahwa plat akrilik yang tanpa edible coating sebelum perendaman memiliki nilai signifikansi 0,200 dan setelah perendaman memiliki nilai signifikansi 0,653. Pada plat akrilik dengan edible coating sebelum perendaman memiliki nilai signifikansi 0,346 dan setelah perendaman memiliki nilai signifikansi 0,278. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai plat akrilik yang tanpa edible coating dan dengan edible coating baik sebelum maupun setelah adalah berdistribusi normal. Tabel 4.4 Uji Levene Test Kelompok Signifikansi (p) Sebelum 0,413 perlakuan Sesudah 0,451 perlakuan Tabel 4.4 menunjukkan data hasil penelitian homogen atau tidak dengan menggunakan uji Levene Test. Pada kelompok sebelum perlakuan memiliki nilai signifikansi 0,413 dan sesudah perlakuan memiliki nilai signifikansi 0,451. Nilai signifikansi dikatakan homogen apabila p>0,05 yang berarti dari hasil uji levene test tersebut baik kelompok sebelum dan sesudah perlakuan adalah homogen. Tabel 4.5 Uji Independen T test 59 Keterangan Hasil uji Independen T-test (p) Hasil asumsi varian data 0,781 sama Tabel 4.5 menunjukkan data hasil uji Independen T Test dengan nilai signifikansi (p) adalah 0,781 yang berarti p>0,05. Hal ini berarti H0 diterima yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara plat akrilik tanpa edible coating dan dengan edible coating terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2 %. B. Pembahasan Hasil uji univariat sebelum dan setelah perlakuan pada plat akrilik tanpa edible coating sebelum perendaman larurtan klorheksidin 0,2 % selama 7 hari adalah 6,84 dan setelah perendaman adalah 7,37 sedangkan plat akrilik dengan edible coating sebelum perendaman larutan klorheksidin 0,2 % adalah 6,31 dan setelah perendaman adalah 6,99 sehingga dapat disimpulkan bahwa perendaman klorheksidin 0,2 % selama 7 hari dapat menyebabkan perubahan warna pada plat akrilik. Menurut Putra (1999) dalam David (2005) anjuran lama perendaman menggunakan larutan klorheksidin adalah 15 menit setiap hari. Sehingga perendaman selama 7 hari diasumsikan bahwa penggunaan larutan klorheksidin selama ± 22 bulan. Pada penelitian David (2005) bahwa plat akrilik dilakukan perendaman selama 15 menit dengan asumsi pemakaian 1 hari, 105 menit dengan asumsi 7 hari, 210 menit dengan asumsi 14 hari dan hasilnya menunjukkan terdapat perubahan warna pada lama perendaman 105 menit dan 210 menit. Perubahan warna tersebut terjadi karena adanya reaksi kation dan anion dari klor yang terkandung dalam klorheksidin dengan akrilik sehingga zat warna akrilik memudar. Selanjutnya menurut Moffa, et al. (2011) bahwa klorheksidin menyebabkan perubahan warna pada hari ke 7 dan 15 serta pada periode waktu 1, 3, dan 6 bulan dengan semakin lama perendaman maka efek perubahan warna semakin tinggi. Menurut Anusavice (2003) plat resin akrilik umumnya memerlukan periode 17 hari untuk menjadi jenuh dengan air. Klorheksidin dapat menyebabkan perubahan warna resin akrilik dipengaruhi oleh kandungan klorin atau klor yang terdapat pada klorheksidin yang bereaksi pada plat resin akrilik sehingga menyebabkan efek pemutih (Moffa, et al, 2011). Meskipun klorheksidin dapat menyebabkan perubahan warna namun memiliki keuntungan dalam menghambat mikroorganisme maupun jamur yang efektif terhadap spesies candida, gram negatif, gram positif maupun streptokokus (Shah Syed, 2015). Klorheksidin juga bermanfaat untuk menghambat pembentukan plak serta dapat membantu penyembuhan ulkus (sariawan) (Bakar A, 2012). Adanya larutan klorheksidin sebagai pembersih gigi tiruan dan sifat plat resin akrilik yang menyerap air secara difusi dapat menjadi faktor penyebab perubahan warna plat resin akrilik (Anusavice, 2003). 61 Hasil penelitian menggunakan Uji independen T-test mendapatkan nilai p = 0,781 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan hasil tidak signifikan yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara plat akrilik tanpa edible coating dengan plat akrilik dengan edible coating akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2 %. Adapun beberapa faktor penyebab hasil tidak signifikan yaitu salah satunya dai pengukuran stabilitas warna pada penelitian ini menggunakan spectrophotometer UV-visible yang merupakan deteksi menggunakan warna ultra violet dan visibel (sinar tampak). Sinar tampak merupakan sinar yang mampu dilihat oleh mata. Sinar tampak yang mampu dilihat oleh mata adalah warna violet, biru, hijau-biru, biru-hijau, hijau, kuning-hijau, kuning, orange, merah (Day, et al, 2002). Sehingga warna yang dianggap estetik pada plat resin akrilik sebagai gigi tiruan adalah warna yang mampu dilihat oleh mata. Pilihan penggunaan spectrophotometer UV-visible dalam penelitian ini didasarkan pada sinar tampak yang diserap maupun yang dipantulkan pada plat resin akrilik yang berguna untuk mengetahui stabilitas warna. Prinsip kerja spectrophotometer UV-visible adalah adanya penyerapan pada sebuah molekul atau ion dari sinar ultraviolet maupun sinar tampak yang dipancarkan pada sampel yang diuji elektronik molekul dalam sampel. kemudian terjadi perubahan keadaan Sinar yang dipancarkan pada spectrophotometer UV-visible merupakan sinar yang mampu dilihat oleh mata manusia dengan rentang panjang gelombang 800 – 200 nm (Shah, et al. 2015). Masing-masing sinar yang dipancarkan oleh ultraviolet adalah 185 nm - 400 nm dan sinar tampak adalah 400 - 700 nm pada kisaran radiasi spektrum elektromagentik (Sanda, et al, 2012). Selain spectrophotometer UV-visible terdapat spectrophotometer FTIR yang pada penelitian sebelumnya digunakan untuk mengukur perubahan warna plat resin akrilik (Putra, 2015). Spectrophotometer FTIR ini menggunakan sinar infrared yang dipancarkan dengan panjang gelombang 700 – 15000 nm (Sanda, et al. 2012) artinya memiliki panjang gelombang lebih panjang dari spectrophotometer UV-visible yang merupakan rentang panjang gelombang yang tidak bisa dilihat oleh mata. Spectrophotometer FTIR biasa digunakan pada penelitian pertanian atau makanan, polimer, industri minyak dan bahan bakar, lingkungan, tekstil, biomedikal/klinis (Patel, et al, 2014). Selanjutnya dapat dilihat dari bahan edible coating sebagai polimer alami yang biasa digunakan pada industri makanan yang berguna dalam menghambat laju difusi cairan, menghambat migrasi kelembaban, oksigen dan karbon dioksida, edible coating juga melindungi produk dari kerusakan mekanis dengan mengurangi transmisi uap air, aroma dan lemak dari bahan yang dikemas (Danijela, et al, 2015). Adanya edible coating terutama sifatnya dalam menghambat laju difusi cairan tersebut sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pelapisan edible coating terhadap stabilitas warna plat resin akrilik pada perendaman larutan klorheksidin 0,2 %. Komponen pembuatan edible coating/film terbagi menjadi tiga yaitu ada berbahan dasar lipid, hidrokoloid dan komposit. Film yang terbuat dari hidrokoloid merupakan barrier yang baik terhadap transfer O₂, CO₂, dan lipid. 63 Film ini umumnya larut dengan air dan mempunyai sifat mekanik yang baik sebagai pengemas. Salah satu kelemahan dari film ini adalah kemampuan yang rendah seagai barrier terhadap uap air. Sebaliknya film yang terbuat dari bahan dasar lipid berpotensi sebagai penahan uap air, namun film yang terbentuk umumnya tidak kuat. Penelitian ini menggunakan bahan dasar karagenan yang merupakan turunan polisakarida yang berarti bersifat hidrokoloid sehingga memiliki kelemahan dalam barrier terhadap uap air (Krochta, et al, 1994). Penambahan bahan-bahan lain juga diperlukan dalam meningkatkan kualitas edible coating seperti teknologi nanopartikel yang diaplikasikan sebagai bahan pembuatan edible coating/film yang dapat meningkatkan kuattarik (tensile strenght), modulus penyimpanan, suhu, transisi gelas, dan sifat penghalang terhadap uap air sampai penambahan 5 % berat (Chang, et al, 2010). Lin dan Zhao (2007) melaporkan beberapa kendala dalam aplikasi edible coating pada skala komersial, yaitu terbatasnya informasi mengenai bahan pelapis yang sesuai untuk tiap produk pangan, rendahnya sifat penghalang uap air, lemahnya kelekatan permukaan dari bahan coating, potensi terjadinya alergi terutama pada coating berbasis protein, adanya mutu sensoris yang tidak disukai pada beberapa bahan coating, dan kelayakan penggandaan skala industri. Selanjutnya perlu adanya penelitian untuk mengembangkan bahan coating yang baru dan atau formulasi coating yang mempunyai sifat penghalang terhadap kelembaban dan perlekatan/adhesi permukaan. Penelitian lain yang juga penting adalah aplikasi tambahan yang bersifat hidrofobik seperti lemak dan asam lemak untuk meningkatkan sifat penghalang terhadap kelembaban, tetapi masih mampu mempertahankan fungsi yang diinginkan, yaitu ketahanan terhadap uap, gas atau cairan, dan sifat sensoris yang diberi coating serta agar bahan coating dapat melekat dengan kuat pada permukaan bahan yang bersifat basah, perlu penambahan bahan seperti surfaktan dalam larutan coating (Lin dan Zhao, 2007). Menurut Winarti, dkk (2012) memungkinkan adanya teknologi yang menarik dengan penambahan bahan aktif berukuran nano dan/atau pelepasan bahan aktif terkontrol (controlled release if active compounds) dengan larutan nano seperti nanoenkapsulasi. Mikro dan nanoenkapsulasi komponen aktif dengan edible coating dapat mengontrol pelepasan bahan aktif pada kondisi tertentu sehingga terlindung dari uap air, panas atau kondisi ekstrem, selain meningkatkan stabilitas dan viabilitasnya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan adanya perubahan warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2 % selama 7 hari. Edible coating tidak berpengaruh terhadap stabilitas warna plat akrilik akibat perendaman larutan klorheksidin 0,2 % selama 7 hari. B. Saran 1. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengetahui efektifitas dan keakuratan uji sampel stabilitas warna plat resin akrilik yang menggunakan spectrophotometer UV -Visible dan spectrophotometer FTIR. 2. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengembangkan bahan edible coating seperti adanya penambahan nanopartikel atau bahan lain agar baik dalam perlekatan khususnya bila digunakan pada plat resin akrilik untuk mencegah terjadinya penyerapan air oleh plat resin arkilik. 3. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengetahui efektifitas lama perendaman untuk mengetahui keakuratan penelitian. 4. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu mengetahui efektifitas dari ketebalan edible coating apabila digunakan sebagai pelapis khususnya pada plat akrilik. IJCCS, Vol.x, No.x, July xxxx, pp. 1~5 ISSN: 1978-1520 1 DAFTAR PUSTAKA Agtini MD. 2010. Persentase pengguna protesa di Indonesia. Media Litbang Kesehatan. Vol :2. P :50-48. Ahmad SF. 2006. An Insight into The Masticatory Performance of Complete Denture Wearer. Annals of Dentistry University of Malaya;13:24-33. Anusavice, K. J. 2003. Phillips : Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. 10 ed. Diedit oleh L. Juwono. Jakarta: EGC. Bakar A. 2012. Kedokteran gigi klinis. Yogyakarta: KITA Junior; 205. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Bianco VC, Rubo JH. Aging. 2010. Oral health and quality of life. Periodontal diseaseA clinician’s Guide.p : 357-68. Chang, P.R., R. Jian, J. Yu, and X. Ma. 2010. Starch-based composites reinforced with novel chitin nanoparticles. Carbohydrate Polymers 80: 420-425. Ciancio, S.G. 1992. Agents for management of plaque and gingivitis. Journal of Dental Research, 71, 1450- 1454. doi:10.1177/00220345920710071701. Combe, E.C. 1992. Notes on Dental Materials, 6th ed. Churchill Livingstone inc New York. Crispin, B. J. And Caputo A.A. 1997. Color Stability of Temporary Restorative Materials, Journal of Prosthetic Dental : pp 27-3. Daniati. 2012. Perbandingan Desinfektan Sodium Hipoklorit 0,5% dan Ekstrak Jahe Merah 100 % Sebagai Bahan Pembersih Gigi Tiruan Terhadap Perubahan Warna Pada Resin Akrilik Heat Cured. Skripsi. Hal 5. Danijela Šuput et al. 2015. Edible films and coatings – sources, properties and application, Food and Feed Research, 42 (1), 11-22. David dan Munadziroh E. 2005. Perubahan warna lempeng resin akrilik yang direndam dalam larutan disenfektan sodium hipoklorit dan klorhexidin. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.); 38(1): 36-40. Day, R. A. and A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal 394, 396-404. Estiningtyas, H.R. 2010. Aplikasi Edible Film Maizena dengan penambahan Ekstrak Received June 1st,2012; Revised June 25th, 2012; Accepted July 10th, 2012 2 ISSN: 1978-1520 Jahe sebagai Antioksidan Alami pada Coating Sosis Sapi. Slripsi. Hal 6-9. Faria, Gisele. 2013. The effect of chlorhexidine on plaque index and mutans streptococci in orthodontic patients: A pilot study. Open Journal of Stomatology, 3, 323-328. Gunadi, H.A. Burhan, L.K. Suryatenggara, F. Margo, A. Setiabudi, I. 1991. Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid 1. Jakarta: EGC. Jeyapalan, et al. 2015. Comparative evaluation of the effect of denture cleansers on the surface topography of denture base materials: An in‑vitro study. Journal of Pharmacy and Bioallied Sciences August 2015 Vol 7 Supplement 2: S548-S553. John Mt et al. 2004. Al Demographic Factors, Denture status and Oral Health-related quality of life. Comm Dent Oral Epidemiol;32: 125-32. Keyf F, Gungor T. 2003. Comparison of the effects of bleach and cleansing tablet on the reflectance and surface changes of dental alloy used for removable partial dentures. Journal of Biomaterials Application;18:5-14. Khindria, S. K., Mittal. S., Sukhija, V. 2009. Evolution of denture base material,J. Indian Prost Soc ; 9 : 64 – 9. Krotcha, J. M., et al. 1994. Edible Coatings And Film To Improve Food Quality. USA: Technimic Publisihing. Lamb, D.J. and Martin, M.V. 1983. An in vitro and in vivo study of the effect of incorporation of chlorhexidine into autopolymerizing acrylic resin plates upon the growth of Candida albicans. Biomaterials, 4, 205-209. doi:10.1016/01429612(83)90012-1. Lima EM, Moura JS, Del Bel Cury AA, Garcia RC, Cury JA. 2006. Effect of enzymatic and NaOCl treatments on acrylic roughness and on biofilm accumulation. J Oral Rehabil;33:356-62. Lin, D. and Y. Zhao. 2007. Innovations in the Development and Application of Edible Coatings for Fresh and Minimally Processed Fruits and Vegetables.Comprehensive Food Sci. Food Safety 6(3): 60−75. Ma T, Johnson GH, Gordon GE. 1997. Effects of chemical disinfectants on the surface characteristics and color of denture resins. J Prosthet Dent;77:197‑204. Manappallil, J. J. 2003. Basic Dental Materials Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers. Martindale. 1982. The extra pharmacopoea. 28th ed. London: The Pharmaceutical Press;p. 554–6, 564–5. IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page IJCCS ISSN: 1978-1520 3 Moffa EB, Giampaolo ET, Izumida FE, Pavarina AC, Machado AL and Vergani CE. 2011. Color stability of relined dentures after chemical disinfection. Journal of Dentistry; 395: e65-e71. Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurlitasari, D. 2012. Faktor yang berperan terhadap permintaan gigi tiruan pada lansia. Jakarta, Universitas Indonesia. Tesis. Parfitt K. 1999. The complete drug reference. 32 Edition, Pharmaceutical Press, London. Putra Rindra Aji. 2015. Perbandingan Pengolesan Edible Coating Terhadap Ketahanan Warna Basis Resin Akrilik Gigi Tiruan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Putra M Sukarsyah. 1999. Pengenceran bahan disinfektan untuk sanitasi gigi tiruan secara optimal. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Usakti 1999; 416–21. Patel Rakesh, et al. 2014. Review Article : Quantitative Analytical applications of FTIR Spectroscopy in Pharmaceutical and Allied Areas. Journal of Advanced Pharmacy Education & Research Vol 4 Issue 2. Sanda, et al. 2012. Spectrophotometric Measurements Techniques for Fermentation Process. University of Oradea, Romani. Shah, et al. 2015. UV-Visible Spectroscopy- A review. International Journal of Institutional Pharmacy and Life Sciences. Shah, Syed. 2015. Antifungal Activity Of Denture Cleansers : A Comparative Study. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 35, No. 3. Winarti Christina, et al. 2012. Teknologi Produksi Dan Aplikasi Pengemas Edible Antimikroba Berbasis Pati. J. Litbang Pert. Vol. 31 No. 3 September 2012 : 8593. Title of manuscript is short and clear, implies research results (First Author)