Uploaded by Nur Khotimah Handayani

CEES N.K.Handayani - Aplikasi Analisis Pushover pada Gedung Eksisting Tujuh Lantai

advertisement
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
Yogyakarta, 2 Mei 2018
Aplikasi Analisis Pushover pada Gedung Eksisting Tujuh Lantai
Nur Khotimah Handayani
Mahasiswa S2, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
nkhandayani89@gmail.com
Iman Satyarno
Professor, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
imansatyarno@ugm.ac.id
Henricus Priyosulistyo
Professor, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
priyo_ugm@ugm.ac.id
INTISARI
Analisis pushover digunakan untuk menilai kinerja gedung eksisting beton bertulang tujuh lantai di Barek, Yogyakarta yang
mengalami kemandegan pembangunan (2011-2018) dan diketahui memiliki mutu beton rata-rata cukup rendah sebesar 17,85
MPa [Saputra dkk, 2016]. Gedung tersebut dianalisis ulang dengan peraturan baru dan mutu beton aktual. Hasil analisis pushover
dibandingkan dengan hasil pengujian lapangan getaran mikro berupa data perioda getar alami struktur, indeks kerentanan dan
percepatan maksimum yang dapat diterima gedung [Afriandini,2016]. Dalam membangun pemodelan, perioda getar alami
struktur dibatasi sesuai pengujian getaran mikro di lapangan sebesar 0,6387 detik dan 0,6812 detik untuk arah X(B-T) dan Y(US). Hasil perioda getar alami pengujian getaran mikro terhadap pemodelan numerik dengan SAP2000 menghasilkan perioda
getar alami struktur yang cukup dekat, sehingga pengujian perioda getar alami struktur gedung dengan getaran mikro dapat
digunakan untuk memverifikasi pemodelan numerik. Ditemukan indeks kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro (180,32)
terletak pada arah dan tingkat yang sama (arah Y(U-S) di tingkat 2) dengan nilai terbesar rasio simpangan antar-lantai (0,67%)
hasil analisis pushover. Indeks kerentanan dan rasio simpangan antar lantai keduanya menunjukkan potensi kerusakan yang
terjadi. Nilai percepatan maksimum di fondasi yang dapat diterima gedung saat gagal geser balok pertama hasil analisis pushover
sebesar 0,111 𝑔 dan 0,106 𝑔 untuk arah X dan Y, sedangkan percepatan maksimum yang dapat diterima gedung di lantai terlemah
gedung hasil pengujian getaran mikro sebesar 0,256 𝑔 dan 0,113 𝑔, kedua metode masih memberikan nilai dibawah syarat
percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) yang disyaratkan SNI 1726:2012 untuk daerah Barek sebesar 0,318 𝑔. Berdasarkan
syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) SNI 1726:2012, gedung Barek tidak memenuhi syarat gaya gempa rencana.
Kata kunci: gedung eksisting, mutu beton rendah, pushover, getaran mikro.
1 PENDAHULUAN
Perubahan standar tata cara perancangan bangunan
tahan gempa yang selalu terjadi menjadikan bangunan
yang telah dibangun dengan peraturan lama sudah
seharusnya dievaluasi kembali menggunakan peraturan
baru. Evaluasi bertujuan mengetahui pendekatan
perilaku bangunan saat menerima beban rencana
(beban gravitasi dan gempa), sehingga dapat dilakukan
perkuatan jika diperlukan.
Evaluasi dapat dilakukan secara eksperimental dengan
menguji frekuensi gedung di lapangan melalui getaran
mikro atau melalui analisis numerik dengan komputer.
Pengujian getaran mikro dilakukan di lapangan untuk
meneliti karakteristik respon seismik struktur dan
mengidentifikasi potensi kerusakan melalui rumus
linier yang diusulkan oleh Nakamura [2000].
Sedangkan analisis numerik dilakukan dengan
membuat pemodelan struktur di komputer lalu
dianalisis melalui analisis linier maupun nonlinier.
Salah satu analisis nonlinier yang digunakan untuk
evaluasi gedung eksisting adalah analisis pushover.
Analisis pushover mampu memberikan informasi level
kinerja gedung dan memperkirakan kerusakan dengan
tepat pada gedung eksisting yang rusak akibat gempa
[Sucuoğlu dkk., 2004; Çavdar dan Bayraktar, 2015].
Analisis pushover digunakan untuk mengevaluasi
gedung beton bertulang biasa tujuh lantai dengan
sistem portal berdinding geser di Barek, Sleman,
Yogyakarta (Gambar 1 dan 2) yang diketahui
mengalami kemandegan pembangunan selama 7 tahun
(2011-2018) dan direncanakan akan dilanjutkan
kembali dengan beberapa perkuatan [Saputra dkk,
2016]. Gedung ini dirancang dengan SNI 1726:2002
[Triwiyono dan Santosa, 2010], padahal saat ini
berlaku aturan baru SNI 1726:2012. Gedung belum
1
Yogyakarta, 2 Mei 2018
selesai dibangun sehingga masih berupa struktur (atas
dan bawah) saja tanpa komponen arsitektural,
mekanikal dan elektrikal. Struktur gedung Barek
berupa sistem portal daktilitas terbatas dengan dinding
geser beton bertulang biasa. Fungsi gedung untuk
asrama dan kegiatan pendidikan (Kategori resiko IV).
Gedung berada di atas tanah sedang (kelas situs D)
dengan tinggi total gedung sebesar 30 m. Gedung
dipisahkan oleh dilatasi menjadi tiga bagian, yaitu
gedung timur, tengah dan barat. Fondasi gedung berupa
fondasi telapak gabungan [Triwiyono dan Santosa,
2010]. Beton pada struktur juga diketahui memiliki
kualitas beton rata-rata yang cukup rendah sebesar
17,85 MPa [Saputra dkk, 2016]. Gedung akan
dianalisis ulang dengan metode analisis pushover
berdasarkan peraturan baru dan mutu beton aktual.
Hasil analisis pushover akan dibandingkan dengan
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
pengujian getaran mikro oleh Afriandini [2016]
berdasarkan data perioda getar alami struktur, indeks
kerentanan dan percepatan maksimum yang dapat
diterima gedung.
Gambar 1. Struktur gedung tujuh lantai di Barek, Sleman,
Yogyakarta
Y
Z
X
Y
Gambar 2. Denah tipikal balok-kolom dan dinding geser lantai 2-7 (kiri) dan potongan melintang struktur (kanan) gedung
Barek bagian timur
1.1 Pengujian Lapangan Gedung Barek
a. Pengujian Getaran Mikro di Lapangan
Perilaku struktur gedung ini telah diteliti oleh
Afriandini [2016] melalui pengujian getaran mikro
menggunakan alat sensor GeoSIG AC_23. Hasil
perioda getar alami struktur gedung tersebut untuk arah
X(B-T) sebesar 0,6387 detik (frekuensi 1,5657 Hz) dan
arah Y(U-S) sebesar 0,6812 detik (frekuensi 1,4679
Hz) dengan struktur arah U-S lebih lemah
dibandingkan struktur arah B-T. Nilai tertinggi indeks
kerentanan struktur (nilai K value yang menunjukkan
besar potensi kerentanan struktur dan letak potensi
kerusakan) sesuai teori Nakamura [2000] ditemukan
pada tingkat 2 (antara lantai 2 dan 3) sebesar 180,32
untuk arah X(B-T) dan tingkat 4 (antara lantai 4 dan 5)
sebesar 71,4 untuk arah Y(U-S). Hasil penelitian
memberikan nilai percepatan maksimum yang dapat
diterima struktur berdasarkan analisis metode
Nakamura dkk [2000] untuk arah X(B-T) sebesar 0,286
𝑔 (280,08 gal) pada tingkat 4 dan untuk arah Y(U-S)
sebesar 0,113 𝑔 (110,91 gal) pada tingkat 2.
2
b. Pengujian Kuat Tekan Beton
Sesuai data penyelidikan kualitas bangunan dari
pengambilan coredrill oleh Saputra dkk [2016] pada
struktur gedung di Barek, Sleman, Yogyakarta
menunjukkan bahwa kuat beton rata-rata cukup rendah
sebesar 17,85 MPa dari kuat beton rencana 25 MPa.
1.2 Penelitian Numerik Sebelumnya
Selain penelitian menggunakan getaran mikro,
Afriandini [2016] juga menganalisis gedung dengan
pemodelan numeris analisis linier riwayat waktu El
Centro dan sinusoidal. Analisis gedung dan usulan
perkuatannya juga telah dilakukan oleh Saputra [2016].
Kedua penelitian tersebut masih menganalisis
pemodelan secara linier.
2 LANDASAN TEORI
2.1 Respon Seismik dengan Pengujian Mikrotremor
Teori Nakamura [2000] berdasarkan pada rumus linier
hubungan antara percepatan lateral (α), simpangan
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
Yogyakarta, 2 Mei 2018
lateral (𝛿 ) dan sudut simpangan (𝛾). Sedang nilai
indeks kerentanan (K) merupakan fungsi dari sudut
simpangan.
 sj
j ο€½
(2f ) 2
j ο€½
 j ο€­  j ο€­1
hj
 sj ο€½ 10 4
K ο€½ 10 4
(1)
ο€½
 j ο€­  j ο€­1
(2f ) h j
(2f ) 2 h j
Asj ο€­ Asj ο€­1
2
ο€½ 10 4
Asj ο€­ Asj ο€­1
(2f ) 2 h j
 sj
Asj ο€­ Asjο€­1
(2f ) 2 h j
b
(2)
gaya geser-perpindahan atap untuk mengevaluasi
struktur gedung secara keseluruhan (Gambar 3).
Terdapat empat metode analisis pushover yang
berkembang saat ini, yaitu Metode Spektrum Kapasitas
[ATC-40, 1996]; Metode Koefisien Perpindahan
[FEMA 356, 2000]; Metode Linierisasi Ekivalen dan
Metode Modifikasi Koefisien Perpindahan [FEMA
440, 2005]. Penelitian ini menggunakan metode
Spektrum Kapasitas [ATC 40].
(3)
(4)
dimana δj adalah simpangan lateral lantai ke-j (m), αsj
adalah percepatan lantai ke-j terhadap percepatan lantai
dasar (Gal atau cm/sec2), f adalah frekuensi bangunan
secara keseluruhan sesuai arah yang ditinjau (Hz), γj
adalah sudut simpangan lantai ke-j (tanpa satuan), hj
adalah tinggi tingkat (m), dan 𝐴𝑠𝑗 adalah faktor
implifikasi lantai ke-j terhadap implifikasi lantai dasar
(tanpa satuan). Koefisien 104 dalam rumus adalah
penyesuaian satuan ke dalam satuan Gal.
2.2 Analisis Nonlinier Statik Pushover
Analisis beban statik dorong (pushover) merupakan
penyederhanaan analisis dinamik suatu struktur yang
dilanda gempa dengan menggunakan gaya lateral yang
mirip dengan analisis statik ekivalen. Namun pada
analisis beban statik dorong, gaya lateral yang
digunakan berangsur-angsur meningkat sampai
struktur mencapai suatu simpangan lateral sebesar nilai
tertentu [Satyarno, 2002]. Pada penelitian ini pola
pembebanan gempa yang digunakan dalam analisis
pushover menggunakan pola pembebanan sesuai
persamaan (30) SNI 1726:2012.
Analisis pushover mampu memberikan informasi
kinerja struktur ketika terkena beban gempa rencana.
Level kinerja struktur didapat dari titik kinerja hasil
analisis pushover dan dibandingkan dengan syarat
penerimaan kriteria level tersebut. Level kinerja
dibedakan berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi
setelah terkena gempa. Level kinerja berdasarkan
FEMA 356 yaitu: O (Operational/kerusakan sangat
ringan), IO (Immediate Occupancy/kerusakan ringan),
LS (Life Safety/kerusakan sedang), dan CP (Collapse
Prevention/kerusakan berat). Kriteria penerimaan level
kinerja dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan pada
kurva
gaya-deformasi
(rotasi/kurvatur)
untuk
mengevaluasi elemen struktur dan berdasarkan grafik
Gambar 3. Kriteria penerimaan level kinerja elemen
struktur dan struktur secara keseluruhan
a. Spektrum Respon Desain
Spektrum respon merupakan penyederhanaan beban
gempa melalui respon gedung secara linier terhadap
gempa. Spektrum respon berdasarkan data parameter
percepatan terpetakan yang didasarkan pada peta gerak
tanah seismik dan kelas situs bangunan berada.
Selanjutnya akan didapat grafik spektrum respon
sebagai pendekatan respon gedung terhadap gempa
rencana sebagai demand spektra respon dalam analisis
pushover. Spektrum respon desain yang digunakan
dalam penelitian ini berdasarkan SNI 1726:2012 dan
dijelaskan dalam sub-bab 4.2.
b. Metode Spektrum Kapasitas
Dua elemen kunci dalam prosedur nonlinier adalah
demand/permintaan
dan
kapasitas.
Demand
menggambarkan permintaan spektrum respon gedung
akibat gempa rencana, sedang kapasitas struktur
merupakan kurva hubungan gaya geser dasar (𝑉𝑏 )
dengan perpindahan titik lantai atap (π›Ώπ‘Ÿπ‘œπ‘œπ‘“ ) (disebut
kurva kapasitas) yang menggambarkan kemampuan
struktur terhadap beban gempa. Titik kinerja
didapatkan ketika kapasitas struktur mampu
menangani permintaan spektrum respon yang
diinginkan (lihat Gambar 4).
Metode spektrum kapasitas adalah metode dimana
dalam menemukan titik kinerja dilakukan dengan
mereduksi spektrum respon elastis hingga memotong
kurva kapasitas dalam koordinat spektral (format
ADRS/Acceleration-Displacement Response Spectra).
Reduksi demand spektrum respon terjadi seiring
dengan peningkatan redaman viscous ekivalen struktur.
Batasan dalam penelitian ini, struktur berperilaku
3
Yogyakarta, 2 Mei 2018
konservatif, sehingga redaman struktur diambil nilai
konstan sebesar 5%.
Gambar 4. Titik kinerja metode spektrum kapasitas [ATC40]
Metode Spektrum Kapasitas [ATC-40] dipilih dalam
penelitian ini karena titik kinerja dapat dilihat secara
visual dengan mudah dari perpotongan kurva spektrum
respon dengan kurva kapasitasnya. Selain itu, dengan
asumsi redaman struktur memliki nilai konstan 5%,
maka kurva spektrum respon gedung dapat digeser
dengan mengalikan nilai faktor tertentu hingga
mencapai titik yang diinginkan pada kurva kapasitas.
Metode Linierisasi Ekivalen [FEMA 440] memiliki
konsep yang sama dengan Metode Spektrum
Kapasitas. Perbedaan terdapat pada penentuan nilai
redaman efektif (βe) dan perioda efektif (Te) dimana
metode Linierisasi Ekivalen mengoptimalkan
parameter linier agar tidak terlalu besar perbedaannya
dengan respon maksimum dari sistem nonliniernya
[FEMA 440, 2005]. Jika asumsi gedung memiliki nilai
redaman konstan 5% maka kedua metode akan
menghasilkan nilai yang sama, sehingga dipakai salah
satu metode saja yaitu metode Spektrum Kapasitas.
Berbeda dengan metode Spektrum Kapasitas dan
Linierisasi Ekivalen, Metode Koefisien Perpindahan
[FEMA 356] dan Metode Modifikasi Koefisien
Perpindahan [FEMA 440] mencari titik kinerja dengan
memodifikasi respon elastis linier dari grafik bebanperpindahan dengan mengalikan faktor koefisien C0
hingga C3 untuk mengestimasi perpindahan global
makmimum. Cara yang terakhir ini cukup sulit
digunakan untuk menentukan nilai percepatan (π‘†π‘Ž )
pada titik kurva beban-perpindahan yang diharapkan
karena harus menghitung dengan rumus. Oleh sebab
itu, Metode Spektrum Kapasitas lebih sesuai digunakan
dalam penelitian kali ini.
3 PEMODELAN STRUKTUR
Pada penelitian ini dimodelkan hanya satu gedung
yaitu gedung timur. Parameter respon spektral PGAM,
𝑆𝑆 dan 𝑆1 di lokasi gedung berturut-turut sebesar 0,502
4
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
𝑔; 1,141 𝑔 dan 0,424 𝑔 yang diambil dari data Puskim
(puskim.pu.go.id).
Selanjutnya
nilai
tersebut
digunakan untuk menentukan nilai 𝑆𝐷𝑠 dan 𝑆𝐷1 pada
spektrum respon gedung saat menerima beban gempa
rencana (Gambar 7). Gedung ini memiliki kategori
resiko IV sehingga batasan rasio simpangan antarlantai sesuai kategori ini maksimal 1% [Tabel 16, SNI
1726:2012] atau memiliki level kinerja Immediate
Occupancy [FEMA 356, 2000]. Mutu material gedung
disesuaikan dengan mutu material di lapangan yaitu
kuat tekan beton rata-rata (𝑓𝑐′ ) sebesar 17,85 MPa;
mutu tulangan (𝑓𝑦 ) untuk D>12 mm sebesar 390 MPa
dan mutu tulangan (𝑓𝑦 ) untuk P<12 mm sebesar 240
MPa.
Pemodelan struktur berdasarkan gambar as-built dan
kondisi sesungguhnya di lapangan. Pemodelan struktur
untuk analisis nonlinier pushover memiliki perbedaan
dibanding pemodelan linier pada umumnya. Perbedaan
dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6, dimana pemodelan
dinding geser pada pemodelan linier umumnya
dimodelkan sebagai shell maka pada pemodelan
nonlinier dinding geser dimodelkan sebagai frame
dengan rigid body pada balok selebar dinding geser
sehingga mendekati perilaku dinding geser di
lapangan. Pemodelan dinding geser sebagai frame
bertujuan agar dinding geser dapat didefinisikan sendi
plastisnya. Pendefinisian sendi plastis pada frame
(balok, kolom dan dinding geser) dapat memberikan
informasi sifat nonliniernya dan perilaku kelelehan saat
terkena beban gempa rencana. Sebagai batasan, tidak
dilakukan cek kekuatan pada fondasi, sehingga fondasi
diasumsikan tidak mengalami kegagalan.
Variasi pemodelan terletak pada pendefinisian tangga
dan tumpuan. Variasi bertujuan untuk mengetahui
pemodelan yang mendekati perioda getar alami
bangunan hasil pengujian getaran mikro oleh
Afriandini (2016), sehingga pemodelan yang
digunakan dalam analisis pushover diharapkan
mendekati parameter struktur (dimensi, mutu beton dan
baja tulangan, kekakuan, dll) yang sebenarnya di
lapangan.
Jumlah pemodelan nonlinier ada empat yaitu: tangga
dimodelkan sebagai layer shell dengan fondasi sendi
(NL-1S), tangga dimodelkan sebagai layer shell
dengan fondasi jepit (NL-1J), tangga dimodelkan
sebagai beban titik dengan fondasi sendi (NL-2S) dan
tangga dimodelkan sebagai beban titik dengan fondasi
jepit (NL-2J). Digunakan pula pemodelan linier biasa
sebagai pembanding, yaitu pemodelan linier dengan
fondasi sendi (LS) dan pemodelan linier dengan
fondasi jepit (LJ).
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
Yogyakarta, 2 Mei 2018
lentur dua arah (P-M2-M3). Seluruh elemen juga
dilakukan pendefinisian sendi plastis akibat gaya geser
berdasarkan kuat geser masing-masing elemen. Pada
setiap pendefinisian sendi plastis dilakukan
pendefinisian level kinerja yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja elemen.
Shell
4 HASIL ANALISIS
Balok kaku
Frame
`
Gambar 5. Pemodelan linier dinding geser SW-2 dengan
shell (atas) dan pemodelan nonlinier dinding geser SW-2
sebagai frame dan balok kaku sepanjang dinding geser
(bawah)
4.1 Perioda getar alami Pemodelan Struktur
Nilai perioda getar alami pada pemodelan numerik
linier LS dan LJ terhadap perioda getar alami pengujian
getaran mikro di lapangan Afriandini [2012] memiliki
selisih yang cukup kecil (Tabel 1). Selisih terkecil
diberikan oleh pemodelan LS dengan fondasi sendi
yaitu memiliki selisih 0,94% dan 2,18% untuk arah
X(B-T) dan Y(U-S). Pemodelan fondasi sendi juga
digunakan dalam perencanaan awal oleh Triwiyono
dan Santosa [2010] melalui pemodelan linier dan
memodelkan fondasi sebagai sendi. Pemodelan LJ
memberikan selisih yang lebih besar yaitu 1,20% dan
4,57% untuk arah X(B-T) dan Y(U-S). Kedua
pemodelan linier memberikan nilai perioda getar alami
yang lebih kecil (lebih kaku) dari nilai pengujian
lapangan, hal ini disebabkan oleh idealisasi pemodelan
numerik yang dapat meningkatkan kekakuan struktur.
Balok kaku
Shell
Frame
`
Tabel 1. Hasil perioda getar alami struktur pemodelan linier
dan pemodelan nonlinier terhadap perioda getar alami
pengujian lapangan Afriandini [2016]
Pemodelan
Gambar 6. Pemodelan linier dinding geser SW-1 dengan
shell (kiri) dan pemodelan nonlinier dinding geser SW-1
sebagai frame dan balok kaku sepanjang dinding geser
(kanan)
Pendefinisian sendi plastis dilakukan untuk
mengetahui sifat nonlinier setiap elemen pada sendi
plastis. Sendi plastis merupakan satu titik di elemen
struktur yang mengalami plastis dan akan bersifat sendi
saat terkena gaya lateral (gempa, angin, dll). Letak
sendi plastis berada sejauh 0,5 h (h=tinggi dimensi
balok/kolom)
dari
pertemuan
balok-kolom.
Pendefinisian sendi plastis pada seluruh frame
dilakukan sesuai dengan jenis pembebanan yang
diterima frame tersebut. Elemen balok didefinisikan
mengalami sendi plastis akibat gaya lentur arah vertikal
(M3), sedang sendi plastis elemen kolom dan dinding
geser terjadi akibat kombinasi pembebanan aksial dan
Pengujian
Lapangan
[Afriandini,
2016]
LS
LJ
NL-1S
NL-1J
NL-2S
NL-2J
Arah X(B-T)
Perioda
Selisih
getar
dengan
alami
pengujian
(detik) lapangan
Arah Y(U-S)
Perioda
Selisih
getar
dengan
alami
pengujian
(detik) lapangan
0,6387
-
0,6812
-
0,6248
0,6095
0,6890
0,5674
0,8114
0,6568
-2,18%
-4,57%
7,87%
-16,71%
27,04%
2,83%
0,6748
0,6730
0,6585
0,5495
0,7736
0,6397
-0,94%
-1,20%
-3,34%
-13,97%
13,56%
-6,10%
Secara umum, pemodelan nonlinier NL-1S dan NL-1J
yang memodelkan tangga sebagai layer shell
memberikan selisih nilai perioda getar alami yang lebih
rendah (lebih kaku) antara 3-16%. Sedangkan nilai
perioda getar alami pada pemodelan nonlinier NL-2S
terlihat memiliki nilai selisih dengan pengujian
lapangan paling tinggi, yaitu 13,56% dan 27,04% untuk
arah X(B-T) dan Y(U-S). Pemodelan tangga sebagai
beban titik dengan fondasi sendi memperbesar nilai
perioda getar alami (lebih daktail). Berbeda dengan
5
Yogyakarta, 2 Mei 2018
pemodelan NL-2S, pemodelan NL-2J yang
memodelkan tangga sebagai beban titik dengan fondasi
jepit memberikan selisih nilai perioda getar alami
terkecil yaitu 2,83% dan 6,10% untuk arah X(B-T) dan
Y(U-S). Sehingga pemodelan nonlinier NL-2J yang
memodelkan tangga sebagai beban titik dengan fondasi
jepit digunakan untuk analisis pushover.
Diketahui selisih nilai perioda getar alami struktur
pemodelan numerik dengan hasil pengujian getaran
mikro menunjukkan kedekatan nilai (selisih yang kecil
<7%) yang ditemukan pada pemodelan LS dan NL-2J.
Hal ini menunjukkan pengujian perioda getar alami
struktur gedung dengan getaran mikro dapat digunakan
untuk memverifikasi pemodelan numerik.
4.2 Hasil Analisis Pushover
a. Spektrum Respon Desain
Penentuan respon desain didasarkan pada nilai 𝑆𝐷𝑠 dan
𝑆D1 sebesar 0,794 𝑔 dan 0,445 𝑔 yang digambarkan
pada Gambar 7. Syarat minimum nilai percepatan
gedung (PGAM di fondasi struktur/tingkat penjepitan
struktur) agar gedung mampu menahan gempa rencana
berdasarkan spektrum respon desain adalah 0,318 𝑔.
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
b. Kurva Beban-Perpindahan Struktur
Hasil keluaran SAP2000 berupa grafik hubungan gaya
geser dasar (𝑉𝑏 ) dengan perpindahan titik lantai atap
(π›Ώπ‘Ÿπ‘œπ‘œπ‘“ ), grafik tersebut menunjukkan perilaku struktur
gedung secara keseluruhan ketika menahan beban
lateral.
Berdasarkan kurva beban-perpindahan
(Gambar 8) terlihat bahwa kurva beban-perpindahan
arah X(B-T) lebih tinggi dibanding kurva bebanperpindahan arah Y(U-S). Sehingga struktur gedung
arah X(B-T) lebih kaku dibanding struktur gedung arah
Y(U-S).
c. Titik Kinerja Struktur
Titik kinerja diperoleh dari perpotongan kurva
kapasitas struktur dengan kurva spektrum respon
demand. Hasil analisis pushover metode Spektrum
Kapasitas untuk titik kinerja struktur arah X dan arah Y
tidak ditemukan karena analisis pushover berhenti
sebelum mencapai spektrum respon gedung yang
diinginkan (lihat Gambar 11 dan 12). Analisis pushover
berhenti (step 6 untuk arah X dan step 5 untuk arah Y)
dikarenakan ketidakstabilan dari adanya sendi plastis
yang terbentuk dimana cukup banyak elemen balok
yang mengalami kegagalan geser (sendi plastis warna
jingga/D) (lihat Gambar 10).
Balok gagal geser
Syarat minimum PGAM di fondasi
struktur/tingkat penjepitan struktur
Gambar 9. Deformasi struktur arah X(B-T) (kiri) dan arah
Y(U-S) (kanan) saat gagal geser balok pertama (step 3)
Gambar 7. Kurva spektrum respon desain sesuai SNI
1726:2012 di lokasi gedung Barek
Balok gagal geser
Gambar 10. Deformasi struktur arah X(B-T) (kiri) dan arah
Y(U-S) (kanan) sesaat sebelum analisis pushover berhenti
Gambar 8. Kurva beban-perpindahan struktur arah X dan Y
6
Tidak terjadi kerusakan pada kolom dan dinding geser
yang ditunjukkan dengan tidak munculnya kelelehan
pada titik sendi plastis yang telah ditentukan, akan
tetapi kerusakan terjadi pada balok yang mengalami
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
kegagalan geser (Gambar 9 dan 10). Semua balok yang
mengalami gagal geser merupakan balok pertemuan
dengan dinding geser. Kapasitas geser balok yang
rendah, loncatan kekakuan dan besarnya gaya geser
balok yang harus ditransfer ke dinding geser menjadi
penyebab balok pada pertemuan dinding geser menjadi
yang paling rusak.
Kurva spektrum
respon demand
Kurva kapasitas
struktur arah X
Yogyakarta, 2 Mei 2018
yang dapat diterima gedung sebesar 0,111 𝑔 dan untuk
arah Y sebesar 0,106 𝑔.
Percepatan maksimum di fondasi (PGAM)
yang dapat diterima gedung = 0,111 𝑔
Gambar 13. Perpotongan kurva spektrum respon dengan
kurva kapasitas saat gagal geser balok pertama arah X(B-T)
Gambar 11. Titik kinerja struktur arah X(B-T) berdasarkan
spektrum respon desain gempa rencana
Kurva spektrum
respon demand
Kurva kapasitas
struktur arah Y
Gambar 12. Titik kinerja struktur arah Y(U-S) berdasarkan
spektrum respon desain gempa rencana
Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat
diterima gedung didefinisikan sebagai percepatan
maksimum di fondasi (PGAM) respon desain saat
memotong kurva kapasitas ketika struktur mengalami
kegagalan geser balok pertama. Oleh sebab itu,
spektrum respon desain harus dimodifikasi dengan
nilai faktor pengali tertentu hingga memotong kurva
kapasitas saat kegagalan geser balok pertama terjadi
(lihat Gambar 9). Nilai faktor pengali dicari dengan
trial hingga kurva spektrum respon terskala memotong
titik kurva kapasitas yang diharapkan yaitu saat
struktur mengalami kegagalan geser balok pertama
(Gambar 13 dan 14). Hasil trial didapat nilai faktor
pengali untuk struktur arah X sebesar 0,3500 dan arah
Y sebesar 0,3344. Percepatan maksimum di fondasi
(PGAM) yang dapat diterima gedung didapat dengan
mengalikan faktor pengali dengan nilai PGAM desain,
sehingga untuk arah X percepatan (𝑆a ) maksimum
Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang
dapat diterima gedung = 0,106 𝑔
Gambar 14. Perpotongan kurva spektrum respon dengan
kurva kapasitas saat gagal geser balok pertama arah Y(U-S)
d. Rasio simpangan antar-lantai
Perpindahan pada saat kegagalan geser balok pertama
memberikan rasio simpangan antar-lantai yang
ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai rasio simpangan
antar-lantai terbesar arah X(B-T) dan Y(U-S) keduanya
terdapat pada tingkat 2 (antara lantai 2 dan 3), sehingga
tingkat 2 merupakan tingkat dengan kerentanan
terhadap kerusakan paling tinggi. Nilai rasio
simpangan antar-lantai untuk arah X(B-T) dan Y(U-S)
berturut-turut senilai 0,160% dan 0,155%.
Gambar 15. Grafik rasio simpangan antar-lantai struktur
arah X dan Y saat gagal geser balok pertama
7
Yogyakarta, 2 Mei 2018
Analisis diulang kembali dengan asumsi gagal geser
diabaikan, sehingga titik kinerja dapat ditemukan
(Gambar 16 dan 17). Asumsi fondasi tidak mengalami
kegagalan dan redaman struktur konstan 5% masih
digunakan dalam analisis ini. Titik kinerja struktur arah
X ditemukan pada step 12 dan arah Y pada step 11.
Sehingga perpindahan pada step tersebut digunakan
untuk mengevaluasi struktur secara keseluruhan.
Titik kinerja
pada step 12
Gambar 16. Titik kinerja struktur arah X (step 12) dengan
asumsi gagal geser diabaikan
Titik kinerja
pada step 11
Gambar 17. Titik kinerja struktur arah Y (step 11) dengan
asumsi gagal geser diabaikan
Gambar 18. Grafik rasio simpangan antar-lantai struktur
arah X dan Y saat titik kinerja (gagal geser diabaikan)
Perpindahan saat titik kinerja memberikan rasio
simpangan antar-lantai yang ditunjukkan pada Gambar
18. Nilai rasio simpangan antar-lantai terbesar arah
X(B-T) dan Y(U-S) keduanya juga terdapat pada
8
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
tingkat 2 (antara lantai 2 dan 3), sehingga tingkat 2
merupakan tingkat dengan kerentanan terhadap
kerusakan paling tinggi. Nilai rasio simpangan antarlantai untuk arah X(B-T) dan Y(U-S) berturut-turut
senilai 0,64% dan 0,167%. Batasan nilai rasio
simpangan antar-lantai SNI 1726:2012 untuk bangunan
dengan kategori resiko IV adalah 1%, sehingga gedung
Barek masih memenuhi syarat rasio simpangan antarlantai.
4.3 Perbandingan Analisis Pushover dengan Hasil
Pengujian Getaran Mikro
Ada korelasi yang baik antara indeks kerentanan
pengujian getaran mikro dan rasio simpangan antarlantai analisis pushover, kedua parameter tersebut
menunjukkan potensi kerusakan yang terjadi. Indeks
kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro oleh
Afriandini [2016] terletak pada tingkat 2 (nilai 71,4)
untuk arah X(B-T) dan tingkat 4 (nilai 108,32) untuk
arah Y(U-S). Rasio simpangan antar-lantai tertinggi
saat gagal geser balok pertama hasil analisis pushover
ditunjukkan pada tingkat 2 untuk kedua arah X dan Y
yaitu sebesar 0,160% dan 0,155%. Rasio simpangan
antar lantai untuk asumsi gagal geser diabaikan juga
terdapat di tingkat 2 dengan nilai untuk arah X sebesar
0,64% dan arah Y sebesar 0,67%. Ditemukan indeks
kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro terletak
pada arah dan tingkat yang sama dengan nilai terbesar
rasio simpangan antar-lantai analisis pushover, yaitu
arah Y(U-S) dan pada tingkat 2. Sehingga potensi
kerusakan terbesar terjadi pada struktur arah Y(U-S) di
tingkat 2.
Walaupun ada korelasi yang baik antara indeks
kerentanan pengujian getaran mikro dan rasio
simpangan antar-lantai analisis pushover, namun
indeks kerentanan pengujian getaran mikro tidak
merinci besarnya level kerusakan yang akan terjadi.
Analisis pushover lebih dapat menunjukkan level
kerusakan yang terjadi akibat gempa rencana.
Nilai percepatan maksimum di fondasi yang dapat
diterima gedung saat gagal geser balok pertama hasil
analisis pushover sebesar 0,111 𝑔 dan 0,106 𝑔 untuk
arah X dan Y, sedangkan percepatan maksimum yang
dapat diterima gedung di lantai terlemah gedung hasil
pengujian getaran mikro sebesar 0,256 𝑔 dan 0,113 𝑔,
kedua metode masih memberikan nilai dibawah syarat
percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) yang
disyaratkan SNI 1726:2012 untuk daerah Barek sebesar
0,318 𝑔. Berdasarkan syarat percepatan gempa rencana
di fondasi (PGAM) SNI 1726:2012, gedung Barek
tidak memenuhi syarat gaya gempa rencana.
Analisis pushover dan pengujian getaran mikro
keduanya memberikan nilai percepatan maksimum
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
arah X(B-T) lebih besar daripada arah Y(U-S),
sehingga kedua metode sama-sama menunjukkan
Yogyakarta, 2 Mei 2018
struktur gedung arah X(B-T) lebih kaku dibandingkan
struktur gedung arah Y(U-S).
Tabel 2. Perbandingan analisis pushover dengan hasil pengujian getaran mikro Afriandini [2016]
Parameter
Penelitian oleh Afriandini [2016]
Analisis Pushover
Perioda Getar Alami
Arah X (B-T)
Hasil pengujian getaran mikro di lapangan
0,6387
detik
0,6568
detik
Selisih dengan penelitian
Afriandini [2016]
2,83%
Arah Y (U-S)
0,6812
0,6397
detik
-6,10%
detik
Potensi Kerusakan
(Indeks kerentanan/K-value metode Nakamura
[2000])
Sesaat sebelum gedung rubuh
Arah X (B-T)
71,4
di tingkat 4
Arah Y (U-S)
180,2
di tingkat 2
Arah Y berpotensi lebih
rusak daripada arah X
a. Saat gagal geser balok pertama
0,160%
di tingkat 2
0,155%
di tingkat 2
Arah X berpotensi lebih
rusak daripada arah Y
b. Saat titik kinerja tercapai (gagal geser diabaikan)
0,64%
di tingkat 2 Arah Y berpotensi lebih
rusak daripada arah X.
Kedua arah memenuhi
0,67%
di tingkat 2 batasan rasio 1% SNI
1726:2012
Arah X (B-T)
Arah Y (U-S)
Percepatan maksimum gedung untuk berbagai kondisi
Percepatan maksimum pada lantai terlemah
(metode Nakamura [2000])
0,286 𝑔 di tingkat 2 Arah X lebih kaku
Arah X (B-T)
0,113 𝑔 di tingkat 4 daripada arah Y
Arah Y (U-S)
Batasan
minimum SNI
1726:2012
(Rasio simpangan antar-lantai)
0,318 𝑔
Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat
diterima gedung saat gagal geser balok pertama
di fondasi
0,111 𝑔
Arah X lebih kaku
daripada arah Y
di fondasi
0,106 𝑔
Kedua arah tidak
memenuhi syarat
batasan SNI 1726:2012
5 KESIMPULAN
Kesimpulan dari aplikasi analisis pushover pada
gedung eksisting tujuh lantai ini dijelaskan sebagai
berikut.
a. Selisih perioda getar alami struktur yang kecil
antara hasil pemodelan numerik dengan pengujian
getaran mikro di lapangan menunjukkan pengujian
getaran
mikro
dapat
digunakan
untuk
memverifikasi pemodelan numerik.
b. Analisis pushover dan pengujian getaran mikro
sama-sama menunjukkan struktur gedung arah
X(B-T) lebih kaku dibandingkan struktur gedung
arah Y(U-S).
c. Ada korelasi yang baik antara indeks kerentanan
pengujian getaran mikro dan rasio simpangan antarlantai analisis pushover, kedua parameter tersebut
menunjukkan potensi kerusakan yang terjadi.
Ditemukan indeks kerentanan tertinggi pengujian
getaran mikro terletak pada arah dan tingkat yang
0,318 𝑔
Kedua arah tidak
memenuhi syarat batasan
SNI 1726:2012
sama dengan nilai terbesar rasio simpangan antarlantai analisis pushover, yaitu arah Y(U-S) dan pada
tingkat 2. Sehingga potensi kerusakan terbesar
terjadi pada struktur arah Y(U-S) di tingkat 2.
d. Nilai percepatan maksimum di fondasi yang dapat
diterima gedung saat gagal geser balok pertama
hasil analisis pushover sebesar 0,111 𝑔 dan 0,106 𝑔
untuk arah X dan Y, sedangkan percepatan
maksimum yang dapat diterima gedung di lantai
terlemah gedung hasil pengujian getaran mikro
sebesar 0,256 𝑔 dan 0,113 𝑔, kedua metode masih
memberikan nilai dibawah syarat percepatan gempa
rencana di fondasi (PGAM) yang disyaratkan SNI
1726:2012 untuk daerah Barek sebesar 0,318 𝑔.
Berdasarkan syarat percepatan gempa rencana di
fondasi (PGAM) SNI 1726:2012, gedung Barek
tidak memenuhi syarat gaya gempa rencana.
9
Yogyakarta, 2 Mei 2018
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan terimakasih kepada Besty Afriandini
M.Eng., dan Dr. Ashar Saputra beserta instansi yang
telah memberikan data pendukung dalam penelitian ini.
REFERENSI
Afriandini, B. (2016). “Analisis respon dinamik
getaran mikro gedung Asrama Mahasiswa Kinanti
UGM”, Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Applied Technology Council (ATC). (1996). “Seismic
evaluation and retrofit of concrete buildings.” ATC 40,
Vol. 1, Washington, D.C.
Çavdar, Ö. dan Bayraktar, A. (2015). “Nonlinear
earthquake performance evaluation of a structure
collapsed during the Van, Turkey, earthquake on
October 23, 2011.” J. Perform. Constr. Facil., 2016,
30(4): -1—1.
FEMA. (2000). “Prestandard and commentary for the
seismic rehabilitation of buildings.” FEMA 356,
Washington, D.C.
FEMA. (2005). “Improvement of nonlinear static
seismic analysis procedures.” FEMA 440, Washington,
D.C.
10
Civil Engineering and Environmental Symposium 2018
Nakamura, Y., Gurler, E. D., Saita, J., Rovelli, A.,
Donati, S. (2000). “Vulnerability investigation of
Roman Colosseum using microtremor.” 12th WCEE
2000, Auckland, New Zealand.
Saputra, A. (2016). “Analisis struktur gedung Asrama
Mahasiswa UGM Kinanti dan Sendowo dan
Perkuatannya.” Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Saputra, A., dkk. (2016). “Laporan pengujian Hammer
Test dan Core drill Gedung Asrama Mahasiswa UGM
Kinanti dan Sendowo” Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Satyarno, I. (2002). “Analisis Dinamik Struktur dan
Teknik Gempa.” Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
UGM, Yogyakarta.
SNI 1726:2012. (2012). “Tata cara perencanaan
ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan
non gedung.” Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Sucuoğlu, H., Gür, T., Günay, M.S. (2004).
“Performance-based seismic rehabilitation of damaged
reinforced concrete buildings.” J. Struct. Eng. 130,
1475–1486.
Triwiyono, A. dan Santoso, B. (2010). “Laporan
Hitungan Struktur Gedung Asrama Mahasiswa MM
UGM Barek Yogyakarta.” Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Download