Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 Yogyakarta, 2 Mei 2018 Aplikasi Analisis Pushover pada Gedung Eksisting Tujuh Lantai Nur Khotimah Handayani Mahasiswa S2, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA nkhandayani89@gmail.com Iman Satyarno Professor, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA imansatyarno@ugm.ac.id Henricus Priyosulistyo Professor, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA priyo_ugm@ugm.ac.id INTISARI Analisis pushover digunakan untuk menilai kinerja gedung eksisting beton bertulang tujuh lantai di Barek, Yogyakarta yang mengalami kemandegan pembangunan (2011-2018) dan diketahui memiliki mutu beton rata-rata cukup rendah sebesar 17,85 MPa [Saputra dkk, 2016]. Gedung tersebut dianalisis ulang dengan peraturan baru dan mutu beton aktual. Hasil analisis pushover dibandingkan dengan hasil pengujian lapangan getaran mikro berupa data perioda getar alami struktur, indeks kerentanan dan percepatan maksimum yang dapat diterima gedung [Afriandini,2016]. Dalam membangun pemodelan, perioda getar alami struktur dibatasi sesuai pengujian getaran mikro di lapangan sebesar 0,6387 detik dan 0,6812 detik untuk arah X(B-T) dan Y(US). Hasil perioda getar alami pengujian getaran mikro terhadap pemodelan numerik dengan SAP2000 menghasilkan perioda getar alami struktur yang cukup dekat, sehingga pengujian perioda getar alami struktur gedung dengan getaran mikro dapat digunakan untuk memverifikasi pemodelan numerik. Ditemukan indeks kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro (180,32) terletak pada arah dan tingkat yang sama (arah Y(U-S) di tingkat 2) dengan nilai terbesar rasio simpangan antar-lantai (0,67%) hasil analisis pushover. Indeks kerentanan dan rasio simpangan antar lantai keduanya menunjukkan potensi kerusakan yang terjadi. Nilai percepatan maksimum di fondasi yang dapat diterima gedung saat gagal geser balok pertama hasil analisis pushover sebesar 0,111 π dan 0,106 π untuk arah X dan Y, sedangkan percepatan maksimum yang dapat diterima gedung di lantai terlemah gedung hasil pengujian getaran mikro sebesar 0,256 π dan 0,113 π, kedua metode masih memberikan nilai dibawah syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) yang disyaratkan SNI 1726:2012 untuk daerah Barek sebesar 0,318 π. Berdasarkan syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) SNI 1726:2012, gedung Barek tidak memenuhi syarat gaya gempa rencana. Kata kunci: gedung eksisting, mutu beton rendah, pushover, getaran mikro. 1 PENDAHULUAN Perubahan standar tata cara perancangan bangunan tahan gempa yang selalu terjadi menjadikan bangunan yang telah dibangun dengan peraturan lama sudah seharusnya dievaluasi kembali menggunakan peraturan baru. Evaluasi bertujuan mengetahui pendekatan perilaku bangunan saat menerima beban rencana (beban gravitasi dan gempa), sehingga dapat dilakukan perkuatan jika diperlukan. Evaluasi dapat dilakukan secara eksperimental dengan menguji frekuensi gedung di lapangan melalui getaran mikro atau melalui analisis numerik dengan komputer. Pengujian getaran mikro dilakukan di lapangan untuk meneliti karakteristik respon seismik struktur dan mengidentifikasi potensi kerusakan melalui rumus linier yang diusulkan oleh Nakamura [2000]. Sedangkan analisis numerik dilakukan dengan membuat pemodelan struktur di komputer lalu dianalisis melalui analisis linier maupun nonlinier. Salah satu analisis nonlinier yang digunakan untuk evaluasi gedung eksisting adalah analisis pushover. Analisis pushover mampu memberikan informasi level kinerja gedung dan memperkirakan kerusakan dengan tepat pada gedung eksisting yang rusak akibat gempa [SucuoΔlu dkk., 2004; Çavdar dan Bayraktar, 2015]. Analisis pushover digunakan untuk mengevaluasi gedung beton bertulang biasa tujuh lantai dengan sistem portal berdinding geser di Barek, Sleman, Yogyakarta (Gambar 1 dan 2) yang diketahui mengalami kemandegan pembangunan selama 7 tahun (2011-2018) dan direncanakan akan dilanjutkan kembali dengan beberapa perkuatan [Saputra dkk, 2016]. Gedung ini dirancang dengan SNI 1726:2002 [Triwiyono dan Santosa, 2010], padahal saat ini berlaku aturan baru SNI 1726:2012. Gedung belum 1 Yogyakarta, 2 Mei 2018 selesai dibangun sehingga masih berupa struktur (atas dan bawah) saja tanpa komponen arsitektural, mekanikal dan elektrikal. Struktur gedung Barek berupa sistem portal daktilitas terbatas dengan dinding geser beton bertulang biasa. Fungsi gedung untuk asrama dan kegiatan pendidikan (Kategori resiko IV). Gedung berada di atas tanah sedang (kelas situs D) dengan tinggi total gedung sebesar 30 m. Gedung dipisahkan oleh dilatasi menjadi tiga bagian, yaitu gedung timur, tengah dan barat. Fondasi gedung berupa fondasi telapak gabungan [Triwiyono dan Santosa, 2010]. Beton pada struktur juga diketahui memiliki kualitas beton rata-rata yang cukup rendah sebesar 17,85 MPa [Saputra dkk, 2016]. Gedung akan dianalisis ulang dengan metode analisis pushover berdasarkan peraturan baru dan mutu beton aktual. Hasil analisis pushover akan dibandingkan dengan Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 pengujian getaran mikro oleh Afriandini [2016] berdasarkan data perioda getar alami struktur, indeks kerentanan dan percepatan maksimum yang dapat diterima gedung. Gambar 1. Struktur gedung tujuh lantai di Barek, Sleman, Yogyakarta Y Z X Y Gambar 2. Denah tipikal balok-kolom dan dinding geser lantai 2-7 (kiri) dan potongan melintang struktur (kanan) gedung Barek bagian timur 1.1 Pengujian Lapangan Gedung Barek a. Pengujian Getaran Mikro di Lapangan Perilaku struktur gedung ini telah diteliti oleh Afriandini [2016] melalui pengujian getaran mikro menggunakan alat sensor GeoSIG AC_23. Hasil perioda getar alami struktur gedung tersebut untuk arah X(B-T) sebesar 0,6387 detik (frekuensi 1,5657 Hz) dan arah Y(U-S) sebesar 0,6812 detik (frekuensi 1,4679 Hz) dengan struktur arah U-S lebih lemah dibandingkan struktur arah B-T. Nilai tertinggi indeks kerentanan struktur (nilai K value yang menunjukkan besar potensi kerentanan struktur dan letak potensi kerusakan) sesuai teori Nakamura [2000] ditemukan pada tingkat 2 (antara lantai 2 dan 3) sebesar 180,32 untuk arah X(B-T) dan tingkat 4 (antara lantai 4 dan 5) sebesar 71,4 untuk arah Y(U-S). Hasil penelitian memberikan nilai percepatan maksimum yang dapat diterima struktur berdasarkan analisis metode Nakamura dkk [2000] untuk arah X(B-T) sebesar 0,286 π (280,08 gal) pada tingkat 4 dan untuk arah Y(U-S) sebesar 0,113 π (110,91 gal) pada tingkat 2. 2 b. Pengujian Kuat Tekan Beton Sesuai data penyelidikan kualitas bangunan dari pengambilan coredrill oleh Saputra dkk [2016] pada struktur gedung di Barek, Sleman, Yogyakarta menunjukkan bahwa kuat beton rata-rata cukup rendah sebesar 17,85 MPa dari kuat beton rencana 25 MPa. 1.2 Penelitian Numerik Sebelumnya Selain penelitian menggunakan getaran mikro, Afriandini [2016] juga menganalisis gedung dengan pemodelan numeris analisis linier riwayat waktu El Centro dan sinusoidal. Analisis gedung dan usulan perkuatannya juga telah dilakukan oleh Saputra [2016]. Kedua penelitian tersebut masih menganalisis pemodelan secara linier. 2 LANDASAN TEORI 2.1 Respon Seismik dengan Pengujian Mikrotremor Teori Nakamura [2000] berdasarkan pada rumus linier hubungan antara percepatan lateral (α), simpangan Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 Yogyakarta, 2 Mei 2018 lateral (πΏ ) dan sudut simpangan (πΎ). Sedang nilai indeks kerentanan (K) merupakan fungsi dari sudut simpangan. ο‘ sj ο€j ο½ (2ο°f ) 2 ο§j ο½ ο€ j ο ο€ j ο1 hj ο‘ sj ο½ 10 4 K ο½ 10 4 (1) ο½ ο‘ j ο ο‘ j ο1 (2ο°f ) h j (2ο°f ) 2 h j Asj ο Asj ο1 2 ο½ 10 4 Asj ο Asj ο1 (2ο°f ) 2 h j ο§ sj Asj ο Asjο1 (2ο°f ) 2 h j ο‘b (2) gaya geser-perpindahan atap untuk mengevaluasi struktur gedung secara keseluruhan (Gambar 3). Terdapat empat metode analisis pushover yang berkembang saat ini, yaitu Metode Spektrum Kapasitas [ATC-40, 1996]; Metode Koefisien Perpindahan [FEMA 356, 2000]; Metode Linierisasi Ekivalen dan Metode Modifikasi Koefisien Perpindahan [FEMA 440, 2005]. Penelitian ini menggunakan metode Spektrum Kapasitas [ATC 40]. (3) (4) dimana δj adalah simpangan lateral lantai ke-j (m), αsj adalah percepatan lantai ke-j terhadap percepatan lantai dasar (Gal atau cm/sec2), f adalah frekuensi bangunan secara keseluruhan sesuai arah yang ditinjau (Hz), γj adalah sudut simpangan lantai ke-j (tanpa satuan), hj adalah tinggi tingkat (m), dan π΄π π adalah faktor implifikasi lantai ke-j terhadap implifikasi lantai dasar (tanpa satuan). Koefisien 104 dalam rumus adalah penyesuaian satuan ke dalam satuan Gal. 2.2 Analisis Nonlinier Statik Pushover Analisis beban statik dorong (pushover) merupakan penyederhanaan analisis dinamik suatu struktur yang dilanda gempa dengan menggunakan gaya lateral yang mirip dengan analisis statik ekivalen. Namun pada analisis beban statik dorong, gaya lateral yang digunakan berangsur-angsur meningkat sampai struktur mencapai suatu simpangan lateral sebesar nilai tertentu [Satyarno, 2002]. Pada penelitian ini pola pembebanan gempa yang digunakan dalam analisis pushover menggunakan pola pembebanan sesuai persamaan (30) SNI 1726:2012. Analisis pushover mampu memberikan informasi kinerja struktur ketika terkena beban gempa rencana. Level kinerja struktur didapat dari titik kinerja hasil analisis pushover dan dibandingkan dengan syarat penerimaan kriteria level tersebut. Level kinerja dibedakan berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi setelah terkena gempa. Level kinerja berdasarkan FEMA 356 yaitu: O (Operational/kerusakan sangat ringan), IO (Immediate Occupancy/kerusakan ringan), LS (Life Safety/kerusakan sedang), dan CP (Collapse Prevention/kerusakan berat). Kriteria penerimaan level kinerja dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan pada kurva gaya-deformasi (rotasi/kurvatur) untuk mengevaluasi elemen struktur dan berdasarkan grafik Gambar 3. Kriteria penerimaan level kinerja elemen struktur dan struktur secara keseluruhan a. Spektrum Respon Desain Spektrum respon merupakan penyederhanaan beban gempa melalui respon gedung secara linier terhadap gempa. Spektrum respon berdasarkan data parameter percepatan terpetakan yang didasarkan pada peta gerak tanah seismik dan kelas situs bangunan berada. Selanjutnya akan didapat grafik spektrum respon sebagai pendekatan respon gedung terhadap gempa rencana sebagai demand spektra respon dalam analisis pushover. Spektrum respon desain yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan SNI 1726:2012 dan dijelaskan dalam sub-bab 4.2. b. Metode Spektrum Kapasitas Dua elemen kunci dalam prosedur nonlinier adalah demand/permintaan dan kapasitas. Demand menggambarkan permintaan spektrum respon gedung akibat gempa rencana, sedang kapasitas struktur merupakan kurva hubungan gaya geser dasar (ππ ) dengan perpindahan titik lantai atap (πΏππππ ) (disebut kurva kapasitas) yang menggambarkan kemampuan struktur terhadap beban gempa. Titik kinerja didapatkan ketika kapasitas struktur mampu menangani permintaan spektrum respon yang diinginkan (lihat Gambar 4). Metode spektrum kapasitas adalah metode dimana dalam menemukan titik kinerja dilakukan dengan mereduksi spektrum respon elastis hingga memotong kurva kapasitas dalam koordinat spektral (format ADRS/Acceleration-Displacement Response Spectra). Reduksi demand spektrum respon terjadi seiring dengan peningkatan redaman viscous ekivalen struktur. Batasan dalam penelitian ini, struktur berperilaku 3 Yogyakarta, 2 Mei 2018 konservatif, sehingga redaman struktur diambil nilai konstan sebesar 5%. Gambar 4. Titik kinerja metode spektrum kapasitas [ATC40] Metode Spektrum Kapasitas [ATC-40] dipilih dalam penelitian ini karena titik kinerja dapat dilihat secara visual dengan mudah dari perpotongan kurva spektrum respon dengan kurva kapasitasnya. Selain itu, dengan asumsi redaman struktur memliki nilai konstan 5%, maka kurva spektrum respon gedung dapat digeser dengan mengalikan nilai faktor tertentu hingga mencapai titik yang diinginkan pada kurva kapasitas. Metode Linierisasi Ekivalen [FEMA 440] memiliki konsep yang sama dengan Metode Spektrum Kapasitas. Perbedaan terdapat pada penentuan nilai redaman efektif (βe) dan perioda efektif (Te) dimana metode Linierisasi Ekivalen mengoptimalkan parameter linier agar tidak terlalu besar perbedaannya dengan respon maksimum dari sistem nonliniernya [FEMA 440, 2005]. Jika asumsi gedung memiliki nilai redaman konstan 5% maka kedua metode akan menghasilkan nilai yang sama, sehingga dipakai salah satu metode saja yaitu metode Spektrum Kapasitas. Berbeda dengan metode Spektrum Kapasitas dan Linierisasi Ekivalen, Metode Koefisien Perpindahan [FEMA 356] dan Metode Modifikasi Koefisien Perpindahan [FEMA 440] mencari titik kinerja dengan memodifikasi respon elastis linier dari grafik bebanperpindahan dengan mengalikan faktor koefisien C0 hingga C3 untuk mengestimasi perpindahan global makmimum. Cara yang terakhir ini cukup sulit digunakan untuk menentukan nilai percepatan (ππ ) pada titik kurva beban-perpindahan yang diharapkan karena harus menghitung dengan rumus. Oleh sebab itu, Metode Spektrum Kapasitas lebih sesuai digunakan dalam penelitian kali ini. 3 PEMODELAN STRUKTUR Pada penelitian ini dimodelkan hanya satu gedung yaitu gedung timur. Parameter respon spektral PGAM, ππ dan π1 di lokasi gedung berturut-turut sebesar 0,502 4 Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 π; 1,141 π dan 0,424 π yang diambil dari data Puskim (puskim.pu.go.id). Selanjutnya nilai tersebut digunakan untuk menentukan nilai ππ·π dan ππ·1 pada spektrum respon gedung saat menerima beban gempa rencana (Gambar 7). Gedung ini memiliki kategori resiko IV sehingga batasan rasio simpangan antarlantai sesuai kategori ini maksimal 1% [Tabel 16, SNI 1726:2012] atau memiliki level kinerja Immediate Occupancy [FEMA 356, 2000]. Mutu material gedung disesuaikan dengan mutu material di lapangan yaitu kuat tekan beton rata-rata (ππ′ ) sebesar 17,85 MPa; mutu tulangan (ππ¦ ) untuk D>12 mm sebesar 390 MPa dan mutu tulangan (ππ¦ ) untuk P<12 mm sebesar 240 MPa. Pemodelan struktur berdasarkan gambar as-built dan kondisi sesungguhnya di lapangan. Pemodelan struktur untuk analisis nonlinier pushover memiliki perbedaan dibanding pemodelan linier pada umumnya. Perbedaan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6, dimana pemodelan dinding geser pada pemodelan linier umumnya dimodelkan sebagai shell maka pada pemodelan nonlinier dinding geser dimodelkan sebagai frame dengan rigid body pada balok selebar dinding geser sehingga mendekati perilaku dinding geser di lapangan. Pemodelan dinding geser sebagai frame bertujuan agar dinding geser dapat didefinisikan sendi plastisnya. Pendefinisian sendi plastis pada frame (balok, kolom dan dinding geser) dapat memberikan informasi sifat nonliniernya dan perilaku kelelehan saat terkena beban gempa rencana. Sebagai batasan, tidak dilakukan cek kekuatan pada fondasi, sehingga fondasi diasumsikan tidak mengalami kegagalan. Variasi pemodelan terletak pada pendefinisian tangga dan tumpuan. Variasi bertujuan untuk mengetahui pemodelan yang mendekati perioda getar alami bangunan hasil pengujian getaran mikro oleh Afriandini (2016), sehingga pemodelan yang digunakan dalam analisis pushover diharapkan mendekati parameter struktur (dimensi, mutu beton dan baja tulangan, kekakuan, dll) yang sebenarnya di lapangan. Jumlah pemodelan nonlinier ada empat yaitu: tangga dimodelkan sebagai layer shell dengan fondasi sendi (NL-1S), tangga dimodelkan sebagai layer shell dengan fondasi jepit (NL-1J), tangga dimodelkan sebagai beban titik dengan fondasi sendi (NL-2S) dan tangga dimodelkan sebagai beban titik dengan fondasi jepit (NL-2J). Digunakan pula pemodelan linier biasa sebagai pembanding, yaitu pemodelan linier dengan fondasi sendi (LS) dan pemodelan linier dengan fondasi jepit (LJ). Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 Yogyakarta, 2 Mei 2018 lentur dua arah (P-M2-M3). Seluruh elemen juga dilakukan pendefinisian sendi plastis akibat gaya geser berdasarkan kuat geser masing-masing elemen. Pada setiap pendefinisian sendi plastis dilakukan pendefinisian level kinerja yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja elemen. Shell 4 HASIL ANALISIS Balok kaku Frame ` Gambar 5. Pemodelan linier dinding geser SW-2 dengan shell (atas) dan pemodelan nonlinier dinding geser SW-2 sebagai frame dan balok kaku sepanjang dinding geser (bawah) 4.1 Perioda getar alami Pemodelan Struktur Nilai perioda getar alami pada pemodelan numerik linier LS dan LJ terhadap perioda getar alami pengujian getaran mikro di lapangan Afriandini [2012] memiliki selisih yang cukup kecil (Tabel 1). Selisih terkecil diberikan oleh pemodelan LS dengan fondasi sendi yaitu memiliki selisih 0,94% dan 2,18% untuk arah X(B-T) dan Y(U-S). Pemodelan fondasi sendi juga digunakan dalam perencanaan awal oleh Triwiyono dan Santosa [2010] melalui pemodelan linier dan memodelkan fondasi sebagai sendi. Pemodelan LJ memberikan selisih yang lebih besar yaitu 1,20% dan 4,57% untuk arah X(B-T) dan Y(U-S). Kedua pemodelan linier memberikan nilai perioda getar alami yang lebih kecil (lebih kaku) dari nilai pengujian lapangan, hal ini disebabkan oleh idealisasi pemodelan numerik yang dapat meningkatkan kekakuan struktur. Balok kaku Shell Frame ` Tabel 1. Hasil perioda getar alami struktur pemodelan linier dan pemodelan nonlinier terhadap perioda getar alami pengujian lapangan Afriandini [2016] Pemodelan Gambar 6. Pemodelan linier dinding geser SW-1 dengan shell (kiri) dan pemodelan nonlinier dinding geser SW-1 sebagai frame dan balok kaku sepanjang dinding geser (kanan) Pendefinisian sendi plastis dilakukan untuk mengetahui sifat nonlinier setiap elemen pada sendi plastis. Sendi plastis merupakan satu titik di elemen struktur yang mengalami plastis dan akan bersifat sendi saat terkena gaya lateral (gempa, angin, dll). Letak sendi plastis berada sejauh 0,5 h (h=tinggi dimensi balok/kolom) dari pertemuan balok-kolom. Pendefinisian sendi plastis pada seluruh frame dilakukan sesuai dengan jenis pembebanan yang diterima frame tersebut. Elemen balok didefinisikan mengalami sendi plastis akibat gaya lentur arah vertikal (M3), sedang sendi plastis elemen kolom dan dinding geser terjadi akibat kombinasi pembebanan aksial dan Pengujian Lapangan [Afriandini, 2016] LS LJ NL-1S NL-1J NL-2S NL-2J Arah X(B-T) Perioda Selisih getar dengan alami pengujian (detik) lapangan Arah Y(U-S) Perioda Selisih getar dengan alami pengujian (detik) lapangan 0,6387 - 0,6812 - 0,6248 0,6095 0,6890 0,5674 0,8114 0,6568 -2,18% -4,57% 7,87% -16,71% 27,04% 2,83% 0,6748 0,6730 0,6585 0,5495 0,7736 0,6397 -0,94% -1,20% -3,34% -13,97% 13,56% -6,10% Secara umum, pemodelan nonlinier NL-1S dan NL-1J yang memodelkan tangga sebagai layer shell memberikan selisih nilai perioda getar alami yang lebih rendah (lebih kaku) antara 3-16%. Sedangkan nilai perioda getar alami pada pemodelan nonlinier NL-2S terlihat memiliki nilai selisih dengan pengujian lapangan paling tinggi, yaitu 13,56% dan 27,04% untuk arah X(B-T) dan Y(U-S). Pemodelan tangga sebagai beban titik dengan fondasi sendi memperbesar nilai perioda getar alami (lebih daktail). Berbeda dengan 5 Yogyakarta, 2 Mei 2018 pemodelan NL-2S, pemodelan NL-2J yang memodelkan tangga sebagai beban titik dengan fondasi jepit memberikan selisih nilai perioda getar alami terkecil yaitu 2,83% dan 6,10% untuk arah X(B-T) dan Y(U-S). Sehingga pemodelan nonlinier NL-2J yang memodelkan tangga sebagai beban titik dengan fondasi jepit digunakan untuk analisis pushover. Diketahui selisih nilai perioda getar alami struktur pemodelan numerik dengan hasil pengujian getaran mikro menunjukkan kedekatan nilai (selisih yang kecil <7%) yang ditemukan pada pemodelan LS dan NL-2J. Hal ini menunjukkan pengujian perioda getar alami struktur gedung dengan getaran mikro dapat digunakan untuk memverifikasi pemodelan numerik. 4.2 Hasil Analisis Pushover a. Spektrum Respon Desain Penentuan respon desain didasarkan pada nilai ππ·π dan πD1 sebesar 0,794 π dan 0,445 π yang digambarkan pada Gambar 7. Syarat minimum nilai percepatan gedung (PGAM di fondasi struktur/tingkat penjepitan struktur) agar gedung mampu menahan gempa rencana berdasarkan spektrum respon desain adalah 0,318 π. Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 b. Kurva Beban-Perpindahan Struktur Hasil keluaran SAP2000 berupa grafik hubungan gaya geser dasar (ππ ) dengan perpindahan titik lantai atap (πΏππππ ), grafik tersebut menunjukkan perilaku struktur gedung secara keseluruhan ketika menahan beban lateral. Berdasarkan kurva beban-perpindahan (Gambar 8) terlihat bahwa kurva beban-perpindahan arah X(B-T) lebih tinggi dibanding kurva bebanperpindahan arah Y(U-S). Sehingga struktur gedung arah X(B-T) lebih kaku dibanding struktur gedung arah Y(U-S). c. Titik Kinerja Struktur Titik kinerja diperoleh dari perpotongan kurva kapasitas struktur dengan kurva spektrum respon demand. Hasil analisis pushover metode Spektrum Kapasitas untuk titik kinerja struktur arah X dan arah Y tidak ditemukan karena analisis pushover berhenti sebelum mencapai spektrum respon gedung yang diinginkan (lihat Gambar 11 dan 12). Analisis pushover berhenti (step 6 untuk arah X dan step 5 untuk arah Y) dikarenakan ketidakstabilan dari adanya sendi plastis yang terbentuk dimana cukup banyak elemen balok yang mengalami kegagalan geser (sendi plastis warna jingga/D) (lihat Gambar 10). Balok gagal geser Syarat minimum PGAM di fondasi struktur/tingkat penjepitan struktur Gambar 9. Deformasi struktur arah X(B-T) (kiri) dan arah Y(U-S) (kanan) saat gagal geser balok pertama (step 3) Gambar 7. Kurva spektrum respon desain sesuai SNI 1726:2012 di lokasi gedung Barek Balok gagal geser Gambar 10. Deformasi struktur arah X(B-T) (kiri) dan arah Y(U-S) (kanan) sesaat sebelum analisis pushover berhenti Gambar 8. Kurva beban-perpindahan struktur arah X dan Y 6 Tidak terjadi kerusakan pada kolom dan dinding geser yang ditunjukkan dengan tidak munculnya kelelehan pada titik sendi plastis yang telah ditentukan, akan tetapi kerusakan terjadi pada balok yang mengalami Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 kegagalan geser (Gambar 9 dan 10). Semua balok yang mengalami gagal geser merupakan balok pertemuan dengan dinding geser. Kapasitas geser balok yang rendah, loncatan kekakuan dan besarnya gaya geser balok yang harus ditransfer ke dinding geser menjadi penyebab balok pada pertemuan dinding geser menjadi yang paling rusak. Kurva spektrum respon demand Kurva kapasitas struktur arah X Yogyakarta, 2 Mei 2018 yang dapat diterima gedung sebesar 0,111 π dan untuk arah Y sebesar 0,106 π. Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat diterima gedung = 0,111 π Gambar 13. Perpotongan kurva spektrum respon dengan kurva kapasitas saat gagal geser balok pertama arah X(B-T) Gambar 11. Titik kinerja struktur arah X(B-T) berdasarkan spektrum respon desain gempa rencana Kurva spektrum respon demand Kurva kapasitas struktur arah Y Gambar 12. Titik kinerja struktur arah Y(U-S) berdasarkan spektrum respon desain gempa rencana Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat diterima gedung didefinisikan sebagai percepatan maksimum di fondasi (PGAM) respon desain saat memotong kurva kapasitas ketika struktur mengalami kegagalan geser balok pertama. Oleh sebab itu, spektrum respon desain harus dimodifikasi dengan nilai faktor pengali tertentu hingga memotong kurva kapasitas saat kegagalan geser balok pertama terjadi (lihat Gambar 9). Nilai faktor pengali dicari dengan trial hingga kurva spektrum respon terskala memotong titik kurva kapasitas yang diharapkan yaitu saat struktur mengalami kegagalan geser balok pertama (Gambar 13 dan 14). Hasil trial didapat nilai faktor pengali untuk struktur arah X sebesar 0,3500 dan arah Y sebesar 0,3344. Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat diterima gedung didapat dengan mengalikan faktor pengali dengan nilai PGAM desain, sehingga untuk arah X percepatan (πa ) maksimum Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat diterima gedung = 0,106 π Gambar 14. Perpotongan kurva spektrum respon dengan kurva kapasitas saat gagal geser balok pertama arah Y(U-S) d. Rasio simpangan antar-lantai Perpindahan pada saat kegagalan geser balok pertama memberikan rasio simpangan antar-lantai yang ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai rasio simpangan antar-lantai terbesar arah X(B-T) dan Y(U-S) keduanya terdapat pada tingkat 2 (antara lantai 2 dan 3), sehingga tingkat 2 merupakan tingkat dengan kerentanan terhadap kerusakan paling tinggi. Nilai rasio simpangan antar-lantai untuk arah X(B-T) dan Y(U-S) berturut-turut senilai 0,160% dan 0,155%. Gambar 15. Grafik rasio simpangan antar-lantai struktur arah X dan Y saat gagal geser balok pertama 7 Yogyakarta, 2 Mei 2018 Analisis diulang kembali dengan asumsi gagal geser diabaikan, sehingga titik kinerja dapat ditemukan (Gambar 16 dan 17). Asumsi fondasi tidak mengalami kegagalan dan redaman struktur konstan 5% masih digunakan dalam analisis ini. Titik kinerja struktur arah X ditemukan pada step 12 dan arah Y pada step 11. Sehingga perpindahan pada step tersebut digunakan untuk mengevaluasi struktur secara keseluruhan. Titik kinerja pada step 12 Gambar 16. Titik kinerja struktur arah X (step 12) dengan asumsi gagal geser diabaikan Titik kinerja pada step 11 Gambar 17. Titik kinerja struktur arah Y (step 11) dengan asumsi gagal geser diabaikan Gambar 18. Grafik rasio simpangan antar-lantai struktur arah X dan Y saat titik kinerja (gagal geser diabaikan) Perpindahan saat titik kinerja memberikan rasio simpangan antar-lantai yang ditunjukkan pada Gambar 18. Nilai rasio simpangan antar-lantai terbesar arah X(B-T) dan Y(U-S) keduanya juga terdapat pada 8 Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 tingkat 2 (antara lantai 2 dan 3), sehingga tingkat 2 merupakan tingkat dengan kerentanan terhadap kerusakan paling tinggi. Nilai rasio simpangan antarlantai untuk arah X(B-T) dan Y(U-S) berturut-turut senilai 0,64% dan 0,167%. Batasan nilai rasio simpangan antar-lantai SNI 1726:2012 untuk bangunan dengan kategori resiko IV adalah 1%, sehingga gedung Barek masih memenuhi syarat rasio simpangan antarlantai. 4.3 Perbandingan Analisis Pushover dengan Hasil Pengujian Getaran Mikro Ada korelasi yang baik antara indeks kerentanan pengujian getaran mikro dan rasio simpangan antarlantai analisis pushover, kedua parameter tersebut menunjukkan potensi kerusakan yang terjadi. Indeks kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro oleh Afriandini [2016] terletak pada tingkat 2 (nilai 71,4) untuk arah X(B-T) dan tingkat 4 (nilai 108,32) untuk arah Y(U-S). Rasio simpangan antar-lantai tertinggi saat gagal geser balok pertama hasil analisis pushover ditunjukkan pada tingkat 2 untuk kedua arah X dan Y yaitu sebesar 0,160% dan 0,155%. Rasio simpangan antar lantai untuk asumsi gagal geser diabaikan juga terdapat di tingkat 2 dengan nilai untuk arah X sebesar 0,64% dan arah Y sebesar 0,67%. Ditemukan indeks kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro terletak pada arah dan tingkat yang sama dengan nilai terbesar rasio simpangan antar-lantai analisis pushover, yaitu arah Y(U-S) dan pada tingkat 2. Sehingga potensi kerusakan terbesar terjadi pada struktur arah Y(U-S) di tingkat 2. Walaupun ada korelasi yang baik antara indeks kerentanan pengujian getaran mikro dan rasio simpangan antar-lantai analisis pushover, namun indeks kerentanan pengujian getaran mikro tidak merinci besarnya level kerusakan yang akan terjadi. Analisis pushover lebih dapat menunjukkan level kerusakan yang terjadi akibat gempa rencana. Nilai percepatan maksimum di fondasi yang dapat diterima gedung saat gagal geser balok pertama hasil analisis pushover sebesar 0,111 π dan 0,106 π untuk arah X dan Y, sedangkan percepatan maksimum yang dapat diterima gedung di lantai terlemah gedung hasil pengujian getaran mikro sebesar 0,256 π dan 0,113 π, kedua metode masih memberikan nilai dibawah syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) yang disyaratkan SNI 1726:2012 untuk daerah Barek sebesar 0,318 π. Berdasarkan syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) SNI 1726:2012, gedung Barek tidak memenuhi syarat gaya gempa rencana. Analisis pushover dan pengujian getaran mikro keduanya memberikan nilai percepatan maksimum Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 arah X(B-T) lebih besar daripada arah Y(U-S), sehingga kedua metode sama-sama menunjukkan Yogyakarta, 2 Mei 2018 struktur gedung arah X(B-T) lebih kaku dibandingkan struktur gedung arah Y(U-S). Tabel 2. Perbandingan analisis pushover dengan hasil pengujian getaran mikro Afriandini [2016] Parameter Penelitian oleh Afriandini [2016] Analisis Pushover Perioda Getar Alami Arah X (B-T) Hasil pengujian getaran mikro di lapangan 0,6387 detik 0,6568 detik Selisih dengan penelitian Afriandini [2016] 2,83% Arah Y (U-S) 0,6812 0,6397 detik -6,10% detik Potensi Kerusakan (Indeks kerentanan/K-value metode Nakamura [2000]) Sesaat sebelum gedung rubuh Arah X (B-T) 71,4 di tingkat 4 Arah Y (U-S) 180,2 di tingkat 2 Arah Y berpotensi lebih rusak daripada arah X a. Saat gagal geser balok pertama 0,160% di tingkat 2 0,155% di tingkat 2 Arah X berpotensi lebih rusak daripada arah Y b. Saat titik kinerja tercapai (gagal geser diabaikan) 0,64% di tingkat 2 Arah Y berpotensi lebih rusak daripada arah X. Kedua arah memenuhi 0,67% di tingkat 2 batasan rasio 1% SNI 1726:2012 Arah X (B-T) Arah Y (U-S) Percepatan maksimum gedung untuk berbagai kondisi Percepatan maksimum pada lantai terlemah (metode Nakamura [2000]) 0,286 π di tingkat 2 Arah X lebih kaku Arah X (B-T) 0,113 π di tingkat 4 daripada arah Y Arah Y (U-S) Batasan minimum SNI 1726:2012 (Rasio simpangan antar-lantai) 0,318 π Percepatan maksimum di fondasi (PGAM) yang dapat diterima gedung saat gagal geser balok pertama di fondasi 0,111 π Arah X lebih kaku daripada arah Y di fondasi 0,106 π Kedua arah tidak memenuhi syarat batasan SNI 1726:2012 5 KESIMPULAN Kesimpulan dari aplikasi analisis pushover pada gedung eksisting tujuh lantai ini dijelaskan sebagai berikut. a. Selisih perioda getar alami struktur yang kecil antara hasil pemodelan numerik dengan pengujian getaran mikro di lapangan menunjukkan pengujian getaran mikro dapat digunakan untuk memverifikasi pemodelan numerik. b. Analisis pushover dan pengujian getaran mikro sama-sama menunjukkan struktur gedung arah X(B-T) lebih kaku dibandingkan struktur gedung arah Y(U-S). c. Ada korelasi yang baik antara indeks kerentanan pengujian getaran mikro dan rasio simpangan antarlantai analisis pushover, kedua parameter tersebut menunjukkan potensi kerusakan yang terjadi. Ditemukan indeks kerentanan tertinggi pengujian getaran mikro terletak pada arah dan tingkat yang 0,318 π Kedua arah tidak memenuhi syarat batasan SNI 1726:2012 sama dengan nilai terbesar rasio simpangan antarlantai analisis pushover, yaitu arah Y(U-S) dan pada tingkat 2. Sehingga potensi kerusakan terbesar terjadi pada struktur arah Y(U-S) di tingkat 2. d. Nilai percepatan maksimum di fondasi yang dapat diterima gedung saat gagal geser balok pertama hasil analisis pushover sebesar 0,111 π dan 0,106 π untuk arah X dan Y, sedangkan percepatan maksimum yang dapat diterima gedung di lantai terlemah gedung hasil pengujian getaran mikro sebesar 0,256 π dan 0,113 π, kedua metode masih memberikan nilai dibawah syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) yang disyaratkan SNI 1726:2012 untuk daerah Barek sebesar 0,318 π. Berdasarkan syarat percepatan gempa rencana di fondasi (PGAM) SNI 1726:2012, gedung Barek tidak memenuhi syarat gaya gempa rencana. 9 Yogyakarta, 2 Mei 2018 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ucapkan terimakasih kepada Besty Afriandini M.Eng., dan Dr. Ashar Saputra beserta instansi yang telah memberikan data pendukung dalam penelitian ini. REFERENSI Afriandini, B. (2016). “Analisis respon dinamik getaran mikro gedung Asrama Mahasiswa Kinanti UGM”, Thesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Applied Technology Council (ATC). (1996). “Seismic evaluation and retrofit of concrete buildings.” ATC 40, Vol. 1, Washington, D.C. Çavdar, Ö. dan Bayraktar, A. (2015). “Nonlinear earthquake performance evaluation of a structure collapsed during the Van, Turkey, earthquake on October 23, 2011.” J. Perform. Constr. Facil., 2016, 30(4): -1—1. FEMA. (2000). “Prestandard and commentary for the seismic rehabilitation of buildings.” FEMA 356, Washington, D.C. FEMA. (2005). “Improvement of nonlinear static seismic analysis procedures.” FEMA 440, Washington, D.C. 10 Civil Engineering and Environmental Symposium 2018 Nakamura, Y., Gurler, E. D., Saita, J., Rovelli, A., Donati, S. (2000). “Vulnerability investigation of Roman Colosseum using microtremor.” 12th WCEE 2000, Auckland, New Zealand. Saputra, A. (2016). “Analisis struktur gedung Asrama Mahasiswa UGM Kinanti dan Sendowo dan Perkuatannya.” Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saputra, A., dkk. (2016). “Laporan pengujian Hammer Test dan Core drill Gedung Asrama Mahasiswa UGM Kinanti dan Sendowo” Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Satyarno, I. (2002). “Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa.” Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. SNI 1726:2012. (2012). “Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung.” Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. SucuoΔlu, H., Gür, T., Günay, M.S. (2004). “Performance-based seismic rehabilitation of damaged reinforced concrete buildings.” J. Struct. Eng. 130, 1475–1486. Triwiyono, A. dan Santoso, B. (2010). “Laporan Hitungan Struktur Gedung Asrama Mahasiswa MM UGM Barek Yogyakarta.” Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.