Widyasanti, Ginting dan Nurjanah PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA LOKAL MENJADI PRODUK SABUN KERTAS Asri Widyasanti1)*, Anastasia Miracle L.Ginting 2), Sarifah Nurjanah3) Staf Pengajar Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang km 21, Jatinangor Bandung 40600 2) Alumnus Mahasiswa Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem 1,3) *Korespondensi: asri.widyasanti@unpad.ac.id ABSTRAK Sabun kertas merupakan salah satu jenis sabun padat. Pada pemakaiannya sabun kertas hanya digunakan untuk mencuci tangan sekali pakai. Penambahan konsentrasi gliserin diharapkan dapat membuat sabun kertas menjadi lebih elastis dan tidak mudah rapuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses serta formulasi pembuatan sabun kertas berbasis minyak kelapa dan pengaruhnya terhadap mutu sabun mandi padat berdasarkan SNI 3532:2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laboratorium dengan menggunakan analisis deskriptif. Konsentasi gliserin yang ditambahkan adalah perlakuan I=0% (b/b), II=10% (b/b), III=15% (b/b), dan IV=20% (b/b) dari total basis sabun. Parameter yang diuji diantaranya adalah kadar air, bahan tak larut dalam etanol, alkali bebas, kadar lemak tidak tersabunkan, nilai pH, aktivitas antibakteri, stabilitas busa, dan uji organoleptik. Hasil uji mutu sabun kertas menunjukkan bahwa sabun perlakuan III adalah sabun yang terbaik dengan nilai bobot sebesar 3,10. Hasil pengujian sifat fisik dan kimia sabun kertas yang dihasilkan belum sesuai SNI sabun mandi padat 3532:2016, kecuali kadar air dan bahan tak larut dalam etanol. Menurut persentase hasil penelitian, nilai kadar air sebesar 13,72%, kadar bahan tak larut dalam etanol sebesar 3,93%, kadar alkali bebas sebesar 0,21%, dan kadar lemak tak tersabunkan sebesar 4,06%. Nilai pH sudah sesuai dengan ASTM D 1172-95 sebesar 10,78. Nilai bobot stabilitas busa sebesar 97,77% dan uji aktivitas antibakteri sebesar 11,66 mm. Sedangkan, hasil uji organoleptik secara umum panelis menyukai sabun perlakuan IV dengan nilai bobot sebesar 4. Kata kunci: Sabun Kertas, Minyak Kelapa, Gliserin ABSTRACT Paper soap is a type of solid soap. Paper soap being used to wash hands disposable. The addition of glycerine concentration could be expected to make soap paper becomes more elastic and not fragile easily. The purposes of this research were to determine process and formulation for making of coconut oil-based paper soap and its effect on the quality of solid soap based on SNI 3532: 2016. This research method was used laboratory experimental method using descriptive analysis. The glycerine concentration used were the treatments I=0% (w/w), II = 10% (w/w), III = 15% (w/w), and IV = 20% (w/w) of the total soap based. Parameters tested were moisture content, the content of insoluble material in ethanol, free alkali, unsapointed fat, pH value, the antibacterial activity, stability of foam, and organoleptic tests. Based on the result of quality tests showed that the paper soap of treatment III is the best soap with a weight value of 3.10. The physical and chemical properties of this soap were not in accordance with SNI solid soap 3532:2016, except for the water content and the insoluble material in ethanol. According to the percentage of research results, water content 13.72%, the content of insoluble material in ethanol 3.93%, the content of free alkali 0.21%, and the content of unsaponified fat 4.06%. The pH value in accordance ASTM D 1172-95 10.78. The weight value of stability of foam 97.77%, and antibacterial activity test 11.66 mm. Meanwhile, based on the results of organoleptic test showed that panelists prefer soap treatment IV with a weight value of 4. Keywords : Paper Soap, Coconut Oil, Glycerine 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah PENDAHULUAN Kebersihan merupakan hal yang sangat penting karena semakin banyaknya penyakit yang timbul karena bakteri dan kuman (Gusviputri, dkk., 2012). Sabun adalah salah satu sarana untuk membersihkan diri dari kotoran, kuman, dan hal-hal lain yang membuat tubuh menjadi kotor. Bahkan saat ini, sabun bukan hanya digunakan untuk membersihkan diri, tetapi juga ada beberapa sabun yang sekaligus berfungsi untuk melembutkan kulit, memutihkan kulit, maupun menjaga kesehatan kulit. Dalam pembuatan sabun sering digunakan bermacammacam lemak ataupun minyak sebagai bahan baku. Untuk itu dalam pembuatan sabun perlu dipilih jenis minyak yang sesuai dengan kegunaan sabun itu sendiri. Berdasarkan proses pembuatannya, sabun dibuat dengan dua cara, yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan diperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Seiring dengan majunya zaman, maka berkembang pula jenis sabun yang beredar di pasaran. Sabun mandi yang beredar di pasaran berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sabun padat dan sabun cair (Hambali, dkk., 2005). Sabun padat sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sabun opaque (sabun padat biasa yang tidak transparan), dan sabun tranclucent (sabun padat dengan warna hampir transparan), dan sabun transparan (sabun padat dengan warna yang transparan). Ketiga jenis sabun tersebut dibedakan berdasarkan penampakannya. Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak dan alkali. Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan, karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun (Widiyanti, 2009). Asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak dan minyak, sehingga pemilihan jenis minyak yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun merupakan hal yang sangat penting. Untuk menghasilkan sabun dengan kualitas yang baik, maka harus menggunakan bahan baku dengan kualitas yang baik pula. Dewasa ini, masyarakat menginginkan sabun cuci tangan yang praktis untuk dibawa ke mana pun. Sabun kertas sendiri merupakan salah satu inovasi produk sabun padat yang dicetak atau dibentuk tipis seperti kertas, sabun kertas ini akan larut bila terkena air serta digosokkan pada tangan akan mengeluarkan busa. Sabun kertas umumnya digunakan sebagai sabun cuci tangan sekali pakai karena ukurannya yang kecil dan tipis sehingga mudah dibawa ke mana saja dan cocok digunakan pada saat beraktivitas di luar rumah. Di Indonesia masih sulit untuk menemukan pabrik yang memproduksi sabun kertas, mayoritas sabun kertas ini diproduksi di Negara China dan sabun kertas tersebut diproduksi skala industri. Sabun kertas tersebut terbuat dari bahan-bahan, seperti Sodium Akyl Sulfate, Cocoamido Propyl Betaine, Cocoamide Dea, Paraffnum Liquidum, Parfum, Glyserin, Metyl Paraben, Propyl Paraben, Cabomer, Dimethicone, Sodium Polucrylate Starch, Aqua, serta Melaleuca Alternatifolia Oil. Hingga saat ini belum terdapat sabun kertas yang terbuat dari bahan-bahan alami. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan percobaan sabun kertas yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti minyak kelapa serta bahan kimia yang aman bagi kulit. Minyak kelapa selain digunakan untuk memasak, juga dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan kosmetik dan bahan-bahan kesehatan seperti sabun, salep, dan lain-lain. Berdasarkan 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah penetilian yang telah dilakukan oleh Purnamawati (2006), menyatakan bahwa kelebihan dari sabun yang terbuat dari minyak kelapa dibandingkan minyak lain adalah sabun yang terbuat dari minyak kelapa memiliki daya pembersih yang bagus karena adanya asam laurat sebagai asam lemak dominan pada minyak kelapa. Adapun penambahan bahan lain sebagai campuran dalam pembuatan sabun kertas juga dapat memaksimalkan manfaat dari sabun kertas yang digunakan. Salah satu bahan campuran yang digunakan sebagai pembanding perlakuan dalam proses pembuatan sabun kertas ini adalah gliserin. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa gliserin sebagai platicizer dapat membuat sabun kertas mempunyai tekstur yang elastis seperti sabun kertas industri pabrik. Untuk mengetahui konsentrasi terbaik, formulasi yang tepat, pencetakan serta mutu yang dihasilkan dari sabun kertas tersebut, maka perlu dilakukannya penelitian ini. Sampai saat ini belum ada penelitian lain mengenai pembuatan sabun kertas berbasis minyak kelapa dan memakai konsentrasi gliserin sebagai perbandingan perlakuannya. Sehingga belum terdapat ketentuan mengenai formulasi sabun kertas berbasis minyak kelapa dan bagaimana proses pencetakannya. Tujuan dari pembuatan sabun kertas ini diharapkan dapat menghasilkan sabun kertas yang dapat digunakan sehari-hari kapanpun dan dimanapun, serta mampu menimbulkan rasa nyaman pada kulit serta mampu merawat kulit dengan baik dari infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri. METODE Alat-alat yang digunakan adalah beaker glass, hot plate stirrer, batang pengaduk, thermometer, timbangan digital, pipet tetes, pengocok kue spiral, spatula, cawan petri, desikator, oven, timbangan analitik, tabung ulir, vortex, labu Erlenmeyer, ruang asam, corong pemisah, labu didih, mikroburet, pendingin tegak, pinset, pipet mikro, tabung reaksi, jarum ose, pembakar bunsen, autoklaf, inkubator, dan slicer. Bahan baku untuk pembuatan sabun kertas yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak kelapa BARCO dengan konsentrasi 100%, larutan NaOH 30%, asam stearat, alkohol, pewangi sabun (fragrance oil), gliserin dan aquades yang disesuaikan setiap perlakuannya. Sementara bahan penunjang untuk uji mutu adalah etanol 96% netral, KOH alkoholis 0,1 N dan 2 N, HCl alkoholis 0,1 N, indikator fenolflatein 1%, natrium hidrogen karbonat, dan n-heksana grade teknis. Bakteri uji yang digunakan pada uji aktivitas bakteri sabun adalah bakteri Staphylococcus aureus. Media pembenihan yang digunakan Nutrient Agar (NA). Bahan pendukung terdiri dari kertas indikator pH, tisu, plastik wrap, alumunium foil, kertas roti, kertas cakram, dan plastik transparan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium dengan menggunakan analisis deskriptif, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuatan sabun kertas berbasis minyak kelapa. Metode tersebut merupakan bagian dari statistika yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Penarikan kesimpulan pada analisis deskriptif hanya ditunjukkan pada kumpulan data yang ada selama penelitian berlangsung, dalam hal ini mengenai data hasil pembuatan sabun kertas berbasis minyak kelapa dan mutu sabun kertas yang dihasilkan akibat pengaruh perbedaan jumlah penambahan gliserin. Metode penelitian ini menggunakan empat jenis perlakuan sabun kertas dengan rinciannya sebagai berikut : 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Perlakuan I = Tidak ada penambahan Gliserin 0% (b/b) Perlakuan II = Terdapat penambahan Gliserin 10% (b/b) Perlakuan III = Terdapat penambahan Gliserin 15% (b/b) Perlakuan IV = Terdapat penambahan Gliserin 20% (b/b) Berikut adalah formulasi pembuatan sabun kertas berbasis minyak kelapa pada Tabel 1. Tabel 1. Formulasi Sabun Kertas Berbasis Minyak Kelapa Bahan Perlakuan I II III IV (0%) (10%) (15%) (20%) Minyak kelapa 23 g 23 g 23 g 23 g NaOH 30% 25 g 25 g 25 g 25 g Aquades 22,5 g 12,5 g 7,5 g 2,5 g Pewangi 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g Asam Stearat 11 g 11 g 11 g 11 g Alkohol 18 g 18 g 18 g 18 g Gliserin 0g 10 g 15 g 20 g Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan pertama dimulai dari persiapan bahan baku untuk membuat sabun kertas. Tahapan kedua adalah pembuatan sabun kertas. Tahapan tersebut sudah mencakup proses pencetakan, pemotongan, pendiaman (curing) dan pengemasan sabun kertas. Tahapan ketiga adalah pengujian mutu sabun kertas yang meliputi uji sifat fisik, kimia, uji organoleptik, dan uji aktivitas antibakteri. a. Persiapan Bahan Baku Tahapan pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah mempersiapkan bahan baku sabun padat berupa minyak kelapa (coconut oil) sebagai asam lemak dan larutan NaOH 30% sebagai alkalinya, aquades sebagai pelarut, fragrance oil atau pewangi sintetis sabun, alkohol sebagai pelarut, gliserin sebagai humektan, dan asam stearat sebagai bahan pengeras sabun, serta persiapan bahan kimia dan alat yang akan digunakan dalam penelitian. b. Proses Pembuatan Sabun Kertas Proses pembuatan sabun kertas diawali dengan pemisahan wadah antara bahan sabun dasar dan bahan lainnya. Untuk membuat sabun dasar terlebih dahulu minyak kelapa dipanaskan dengan menggunakan kompor atau hot plate stirrer sampai suhu mencapai 60oC. Kemudian 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah mencampurkannya dengan NaOH lalu mengaduk larutan campuran antara minyak dan NaOH tersebut kurang lebih selama 10 menit hingga larutan sabun lebih mengental. Setelah itu pada wadah lain asam stearat dipanaskan hingga cair lalu ditambahkan bahan lain yaitu gliserin, alkohol, aquades, dan pewangi sintetis (orange fragrance oil). Semua bahan tersebut diaduk hingga homogen dan suhu mencapai 60oC. Jika sudah homogen, maka larutan bahan lain itu dicampurkan ke dalam larutan sabun dasar dan dipanaskan sambil diaduk hingga semua bahan menjadi homogen. Pemanasan larutan akhir sabun itu kurang lebih selama 60 menit sebelum dicetak ke dalam cetakan silicon sabun. Diagram proses pembuatan sabun dapat dilihat pada Gambar 1. c. Pencetakan dan Pemotonan Sabun Kertas Proses pencetakan dilakukan dengan menuang cairan sabun ke atas cetakan sabun yang terbuat dari silikon berukuran 6 x 4 cm. Setelah 24 jam atau cairan sudah agak mengeras, potong sabun menjadi ukuran 2 x 2 cm menggunakan pisau tajam. Kemudian, potongan sabun tersebut di slice atau dipotong tipis menggunakan slicer yang sudah diatur ketebalannya yaitu 1 mm. Sabun kertas yang sudah jadi didiamkan selama beberapa menit sebelum proses curing dan catat waktu pencetakannya. d. Pendiaman Sabun Kertas (Curing) dalam Suhu Ruangan Setelah dilakukan pengemasan, maka hal selanjutnya adalah mendiamkan sabun kertas (curing) pada suhu ruangan selama kurang lebih dua minggu untuk mendapat pH sabun yang sesuai yaitu sekitar 9 – 11. Setelah proses curing itu baru dilakukan pengemasan sabun kertas dan pengamatan uji mutu sabun kertas. e. Pengemasan Sabun Kertas Proses pengemasan sabun kertas dilakukan setelah sabun kertas dicetak dan didiamkan pada suhu ruangan. Pengemasan menggunakan plastik transparan yang agar terhindar dari kontaminasi bakteri atau kotoran dari lingkungan luar. Pengemasan sabun kertas harus dengan hati-hati karena teksturnya yang tipis dan halus membuatnya mudah patah atau rapuh. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Minyak Kelapa 23 gram Asam Stearat 11 gram Pemanasan, T = 60oC NaOH 25 gram Pemanasan hingga fase cair (pada wadah yang berbeda) Pencampuran (1), T = 50oC Gliserin 10 gram, Alkohol 18 gram, Aquades 12,5 gram dan pewangi 0,5 gram Pengadukan larutan sabun dasar sampai mengental, t = 10 menit Pencampuran (2) Pemanasan pada pencampuran (2) hingga semua bahan homogen, T = 60oC Pencampuran (3), T = 60oC Pemanasan akhir hingga semua bahan homogen, T = 60oC, t = 60 menit Pencetakan Sabun Kertas pada Cetakan Silikon ukuran 6 x 4 cm Pemotongan Sabun Kertas Menggunakan Slicer ukuran 2 x 2 cm setelah didiamkan selama 24 jam Proses Curing pada Suhu Ruangan selama ± 2 minggu Pengemasan Sabun Kertas Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Sabun Kertas 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah f. Pengamatan Pengamatan yang akan dilakukan terhadap sabun kertas yang dihasilkan adalah uji organoleptik, sifat fisik dan kimia sabun, serta uji antibakteri. Untuk uji organoleptik yang dilakukan yaitu meliputi warna, aroma, bentuk, tekstur, dan banyak busa. Untuk sifat fisik sabun yang dilakukan adalah uji stabilitas busa, sedangkan untuk sifat kimia sabun, yang diamati diantaranya adalah kadar air, bahan tak larut dalam etanol, alkali bebas, lemak tak tersabunkan, dan pH yang terkandung pada sabun yang dihasilkan. Untuk uji sifat kimia didasarkan pada SNI 3532:2016 mengenai standar mutu sabun mandi padat. g. Pembobotan Penentuan nilai pembobotan dilakukan dengan menentukan nilai kepentingan secara subjektif dari peneliti yang diukur berdasarkan penilaian kepentingan sifat fisik, kimia, dan organoleptik. Nilai kepentingan adalah nilai yang diberikan terhadap produk berdasarkan sifat fisik, kimia, aktivitas antibakteri, dan organoleptik. Nilai pembobotan merupakan nilai produk hasil perkalian antara bobot dengan nilai rangking. Setelah diperoleh nilai kepentingan maka dilakukan pembobotan. Hasil total nilai pembobotan terbesar merupakan hasil dari pemilihan produk terbaik. B= NB = Nilai Rangking x Bobot Keterangan : NK = Nilai kepentingan B = Bobot NB = Nilai Bobot NR = Nilai Rangking HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sabun Kertas Produk sabun kertas yang dihasilkan merupakan hasil dari formulasi sabun transparan dengan kombinasi variasi konsentrasi gliserin yang digunakan yaitu 0% sebagai kontrol, 10%, 15%, dan 20%. Sabun transparan yang dihasilkan sebelum dilakukan pemotongan menjadi sabun kertas dapat dilihat pada Gambar 2. (I) (II) (III) (IV) Gambar 2. Sabun Kertas Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Pada proses pembuatan sabun kertas ini terdapat kehilangan massa dari pencampuran adonan hingga terbentuk sabun padat lalu dipotong menjadi sabun kertas. Kehilangan massa pada proses pembuatan sabun kertas disajikan pada Tabel 2.Kehilangan massa dari pencampuran adonan sampai dihasilkannya sabun padat ini diduga karena banyaknya busa dan gliserol yang dihasilkan sebelum proses pencetakan, sehingga partikel tersebut banyak yang terbuang pada saat pemisahan dengan adonan sabun. Kehilangan massa sabun juga dapat disebebkan karena adanya bahan yang menguap saat proses pemanasan, banyaknya fraksi yang terbuang karena tidak larut pada proses pembuatan sabun, dan adanya adonan sabun yang menempel pada beaker glass, spatula serta adukan spiral pada saat proses pengadukan dan penuangan sabun ke dalam cetakan silikon. Tabel 2. Kehilangan Massa Pada Proses Pembuatan Sabun Kertas Parameter Perlakuan I II III IV Massa yang hilang saat pembuatan (Parsial 1) (g) 15,24 ± 1,32 22,68 ± 7,44 18,42 ± 1,68 20,38 ± 2,96 Massa yang hilang saat pemotongan (Parsial 2) (g) 29,19 ± 1,40 20,68 ± 0,58 22,82 ± 2,61 22,22 ± 3,19 44,43 43,36 41,24 42,60 Total Kehilangan Massa (g) Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) Pada Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa sabun kertas perlakuan III memiliki total kehilangan massa sabun kertas yang paling rendah jika dibandingkan dengan sabun kertas lainnya, hal ini dikarenakan banyaknya aquades yang terkandung pada sabun perlakuan I sehingga mengakibatkan sabun menjadi berair dan lengket, serta sangat sulit dilakukan pemotongan agar menjadi sabun kertas yang sesuai. Persentase rendemen pemotongan, hasil, dan rendemen total sabun kertas dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase rendemen total hasil pemotongan sabun kertas dipengaruhi oleh banyaknya lapisan keruh dan berair yang terdapat pada sabun padat yang tidak ikut terpotong dan terbuang pada proses pemotongan, sehingga semakin banyak lapisan keruh tersebut maka akan semakin sedikit sabun kertas yang dihasilkan. Pada Tabel 3 diketahui bahwa sabun kertas perlakuan III mempunyai nilai rendemen total yang paling tinggi yaitu 58,75%. Hal itu terbukti bahwa penambahan gliserin dapat meningkatkan nilai rendemen hasil pemotongan dan rendemen total sabun kertas. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Tabel 3. Persentase Rendemen Pemotongan, Rendemen Hasil, dan Rendemen Total Parameter Perlakuan I II III IV Rendemen saat pemotongan (%) 34,43 ± 1,14 26,93 ± 2,93 28,02 ± 2,79 28,03 ± 4,73 Rendemen hasil sabun kertas (%) 65,56 ± 1,14 73,06 ± 2,93 71,97 ± 3,79 71,98 ± 4,73 Rendemen Total (%) 55,56 56,63 58,75 57,39 Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) Konsentrasi gliserin yang berbeda sebagai variasi perlakuan juga sangat mempengaruhi hasil akhir sabun kertas. Gliserin yang berfungsi sebagai humektan sekaligus plasticizer ini membuat sabun kertas menjadi elastis sehingga mudah untuk dilakukannya pemotongan sabun kertas menggunakan slicer setebal 1 mm. Sabun kertas yang sudah dipotong tipis ada baiknya untuk di keringkan terlebih dahulu dalam suhu ruangan kurang lebih sekitar satu jam agar sabun kertas tidak saling menempel satu sama lain. Setelah itu barulah dilakukan pengemasan ke dalam plastik transparan kecil untuk proses curing selama kurang lebih 2 minggu. Proses curing adalah masa penguapan kadar air dalam sabun agar sabun menjadi keras dan awet saat dipakai. Semakin lama masa curing, sabun yang dihasilkan semakin keras dan awet saat dipakai. Analisis Mutu Sabun Kertas Kadar Air Menurut Qisti (2009) kadar air maksimal 15% dalam sabun disebabkan agar sabun yang dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air, karena kadar air juga akan mempengaruhi kekerasan dari sabun. Di bawah ini penjelasan mengenai kadar air sabun kertas melalui sebuah grafik Gambar 3. Kadar air sabun mandi padat menurut SNI 3532:2016 yaitu maksimal 15%. Dari hasil pengukuran kadar air pada sabun kertas tersebut, sabun kertas perlakuan I menghasilkan nilai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar SNI 3532:2016. Dari Gambar 3 tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak konsentrasi gliserin yang ditambahkan pada pembuatan sabun kertas, maka kadar air yang terkandung dalam sabun tersebut semakin rendah. Hal ini dikarenakan semakin banyak penambahan konsentrasi gliserin, maka semakin sedikit pula aquades yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun kertas. Pengurangan aquades pada proses pembuatan sabun kertas ini adalah agar basis formulasi pembuatan sabun tetap 100 gram. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Gambar 3. Persentase Kadar Air Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) X = SNI 3532:2016 Pada pembuatan sabun kertas, beberapa hal diduga dapat mempengaruhi kadar air sabun kertas, salah satunya adalah beberapa jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak kelapa dan kandungan zat yang bersifat mudah menguap, misalnya alkohol. Menurut Fachmi (2008) beberapa jenis asam lemak, contohnya asam laurat, bersifat larut dalam air dan mudah menguap jika menggunakan air atau uap panas. Bahan Tak Larut dalam Etanol Berdasarkan SNI 3532:2016 mengenai standar mutu sabun mandi padat menyatakan bahwa nilai bahan tak larut dalam etanol maksimal bernilai 5,0%. Hasil pengujian bahan tak larut dalam etanol pada sabun kertas dapat dilihat pada Gambar 4. Jumlah bahan tak larut dalam etanol yang terkandung dalam sabun kertas yang dihasilkan sudah sesuai dengan SNI 3532:2016 yaitu maksimal 5,0%. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa penambahan gliserin pada formulasi sabun kertas diduga tidak memberikan pengaruh terhadap nilai kadar bahan tak larut dalam etanol karena menurut BPOM (2011) menyatakan bahwa gliserin merupakan bahan yang larut dalam alkohol. Adanya bahan yang tidak larut dalam etanol diduga oleh penggunaan bahan-bahan pada proses pembuatan sabun. Bahan-bahan tersebut diduga mengandung molekul yang tidak dapat larut dalam etanol.. Nilai bahan tak larut dalam etanol pada sabun kertas ini diduga dipengaruhi oleh adanya minyak yang tidak tersaponifikasi dengan baik dan minyak tersebut tidak larut sempurna dalam air dan etanol. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Gambar 4. Persentase Kadar Bahan Tak Larut Dalam Etanol Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) X = SNI 3532:2016 Alkali Bebas Alkali bebas merupakan senyawa alkali yang tidak terikat sebagai senyawa pada saat pembuatan sabun, hal tersebut karena adanya penambahan alkali yang berlebihan pada saat proses penyabunan (Purnamawati, 2006). Persentase kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) pada kertas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan I (sabun tanpa penambahan gliserin) memiliki kadar alkali bebas yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,6913%. Kadar alkali bebas yang terkandung dalam sabun kertas yang dihasilkan cukup tinggi, hal ini diduga karena konsentrasi alkali yang ditambahkan terlalu pekat atau karena penambahan alkali yang berlebihan. Selain itu perbedaan jumlah pemakaian NaOH pada formulasi sabun kertas dengan formulasi sabun mandi padat pada umumnya membuat kadar alkali bebas sabun kertas memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar SNI 3532:2016. Gambar 5. Persentase Kadar Alkali Bebas Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) X = SNI 3532:2016 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Pada Gambar 5 juga menunjukkan bahwa sabun kertas dengan penambahan gliserin memiliki kadar alkali bebas yang lebih kecil daripada sabun kertas tanpa penambahan gliserin. Hal itu dikarenakan gliserin yang manis akan menarik ion OH- dari alkali NaOH sehingga kadar alkali bebasnya semakin menurun. Lemak Tidak Tersabunkan Adanya fraksi atau lemak tak tersabunkan dapat menurunkan kemampuan membersihkan (deterjensi) pada sabun (Fachmi, 2008). Persentase kadar lemak tidak tersabunkan pada sabun kertas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 tersebut, dapat dilihat bahwa perlakuan I memiliki kadar lemak tidak tersabunkan paling rendah yaitu sebesar 1,1545%. Kadar lemak tidak tersabunkan sabun kertas belum memenuhi kriteria mutu kadar lemak tidak tersabunkan sabun menurut SNI 3532:2016, yaitu maksimal 0,1%. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peningkatan penambahan konsentrasi gliserin yang digunakan dapat meningkatkan kadar lemak tidak tersabunkan pada sabun kertas yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan konsentrasi gliserin, maka semakin tinggi pula kadar lemak tidak tersabunkan yang terkandung pada sabun kertas tersebut. Hal ini diduga karena gliserin merupakan produk samping pemecah minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak pula. Semakin banyak gliserin berarti asam lemak yang bereaksi dengan minyak kelapa juga semakin banyak sehingga jumlah lemak tidak tersabunkan yang terkandung pada sabun kertas pun semakin tinggi. Banyaknya kandungan OH (hidrokarbon) yang terdapat pada gliserin membuat banyak lemak yang tidak tersabunkan pada proses saponifikasi. Gambar 6. Persentase Kadar Lemak Tidak Tersabunkan Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) X = SNI 3532:2016 Nilai pH Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimiawi untuk mengetahui apakah sabun kertas yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Nilai pH yang terkandung dalam sabun kertas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Dari Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan I memiliki derajat keasaman atau nilai pH tertinggi yaitu sebesar 11,63. Secara keseluruhan derajat keasaman atau nilai pH yang dihasilkan dari sabun kertas ini sudah sesuai dengan kriteria mutu sabun mandi, yaitu sebesar 9 – 11 berdasarkan ASTM D 1172-95 (2001). Dari hasil pengukuran pH yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penambahan gliserin pada formulasi sabun kertas tidak mempengaruhi nilai pH, karena menurut percobaan yang telah dilakukan menggunakan pH indikator menyatakan bahwa gliserin memiliki nilai pH netral. Pengukuran nilai pH pada sabun kertas dilakukan setelah sabun kertas mengalami proses curing selama kurang lebih dua minggu. Jumlah alkali yang ada dalam sabun kertas dapat memperngaruhi besarnya nilai pH. Pembuatan sabun kertas ini melibatkan pemakaian sejumlah besar NaOH, yaitu mencapai 25% dari seluruh bahan pembuatan sabun kertas. Nilai pH pada sabun kertas dipengaruhi oleh proses curing, semakin lama dilakukan proses curing, maka akan semakin turun nilai pH pada sabun kertas. Selain itu, nilai pH pada sabun kertas dipengaruhi pula oleh nilai alkali bebas, semakin tinggi nilai alkali bebas maka semakin tinggi pula nilai pH karena alkali bersifat basa kuat. Gambar 7. Nilai pH Sabun Kertas Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) X = ASTM D 1172-95 Aktivitas Antibakteri Bakteri yang digunakan untuk uji sabun kertas ini adalah bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus yang dapat menyerang kulit. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode kertas cakram, adapun kertas cakram yang digunakan memiliki diameter sebesar 6 mm. Hasil analisis pengujian zona bening sabun kertas terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 8. Pada uji aktivitas antibakteri ini digunakan kontrol dengan sampel uji menggunakan aquades. Dari Gambar 8 tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan kontrol memiliki zona bening atau diameter daya hambat (DDH) terendah terhadap bakteri Staphylococcus aureus yaitu sebesar 0,32 mm. Perlakuan kontrol dilakukan untuk mengetahui perbandingan saat mencuci tangan menggunakan air saja dengan menggunakan sabun kertas. Zona bening atau daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada sabun kertas dapat berasal dari bahan-bahan yang bersifat antiseptik dan antimikroba seperti alkohol, gliserin, serta minyak kelapa yang digunakan dalam 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah formulasi sabun kertas tersebut. Zona bening terbesar dimiliki oleh sabun kertas perlakuan III (sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b)), yaitu sebesar 11,66 mm. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan sabun perlakuan III untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus lebih besar daripada sabun kertas lainnya. Berdasarkan Gambar 8 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi gliserin yang ditambahkan pada sabun kertas, zona bening atau zona hambat bakteri juga semakin besar. Menurut Barel, dkk. (2009) menyatakan bahwa gliserin selain dapat digunakan sebagai pelarut, pemanis, pelumas, platicizer, dapat pula digunakan sebagai agen antimikroba. Pada penelitian ini, selain sabun kertas perlakuan III yang mempunyai zona bening paling besar, ada pula sabun kertas perlakuan IV yang menempati posisi kedua, yaitu sebesar 11,39 mm. Gambar 8. Hasil Analisis Zona Bening Keterangan: Kontrol = Aquades I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) Stabilitas Busa Stabilitas busa merupakan konsistensi banyaknya busa yang dihasilkan oleh sabun kertas. Busa yang dihasilkan pada sabun kertas lebih halus jika dibandingkan dengan sabun padat biasa. Busa dapat stabil dengan adanya zat pembusa. Larutan-larutan yang mengandung bahan aktif permukaan akan menghasilkan busa yang stabil bila dicampur dengan air. Gliserin pada umumnya tidak mengandung bahan-bahan aktif permukaan sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kestabilan busa. Persentase stabilitas busa untuk perlakuan I, perlakuan II, perlakuan III, dan perlakuan IV disajikan pada Gambar 9. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Gambar 9. Persentase Stabilitas Busa Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) Persentase stabilitas busa paling tinggi dari sabun kertas yang dihasilkan adalah pada perlakuan III yaitu sebesar 97,77%. Hal ini diduga karena pada perlakuan II, nilai setiap perulangan pengukuran tinggi busa sabun kertas umumnya tidak berubah setelah didiamkan selama kurang lebih 1 jam. Busa yang stabil juga dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang digunakan. Pada minyak kelapa terdapat asam laurat dan miristat yang dapat menghasilkan busa yang lembut, sementara asam palmitat dan stearat memiliki sifat menstabilkan busa. Sedangkan asam oleat dan risinoleat dapat menghasilkan busa yang stabil dan lembut (Cavitch, 2001). Hasil uji mutu sabun kertas yang telah dilakukan dibandingkan dengan SNI 3532:2016 untuk mengetahui kesesuaian hasil uji terhadap sabun kertas yang dihasilkan dengan standar mutu yang ada. Digunakannya SNI tersebut karena belum ada standarisasi nasional untuk pembuatan sabun kertas. Hasil rekapitulasi pengamatan sabun kertas yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4. Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) Berdasarkan rekapitulasi hasil pengujian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sabun kertas perlakuan III merupakan sabun kertas dengan hasil yang paling baik dibandingkan sabun kertas dengan perlakuan lainnya karena memiliki empat parameter yang sesuai dengan standar SNI dan ASTM D. Parameter tersebut adalah hasil stabilitas busa, kadar air, bahan tak larut dalam etanol, pH dan uji aktivitas bakteri yang menempati posisi pertama. Alkali bebas sangat berpengaruh terhadap nilai pH karena untuk mengetahui basa atau tidaknya suatu sabun yang dibuat. Pemilihan Sabun Kertas Terbaik Berdasarkan Uji Mutu Penentuan perlakuan terbaik dari uji sifat fisik, kimia, dan aktivitas antibakteri dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penentuan nilai rangking (NR) pada masing-masing parameter uji. Selanjutnya, penentuan terbaik dalam setiap uji mutu diberikan nilai dari skala satu sampai lima berdasarkan nilai kepentingan. Semakin penting parameter tersebut maka nilai yang diberikan semakin besar. Nilai hasil analisa kemudian diurutkan berdasarkan rangking terbaik. Nilai total akhir diperoleh dari akumulasi antara nilai peringkat dikalikan dengan bobot setiap parameter. Nilai total terbesar merupakan perlakuan terbaiak. Tabel perhitungan penentuan sabun kertas terbaik berdasarkan uji mutu ditunjukkan pada Tabel 5. Keterangan: Angka yang ditebalkan menunjukkan nilai bobot terbesar NK = Nilai Kepentingan B = Bobot NB = Nilai Bobot NR = Nilai Rangking I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Berdasarkan hasil pembobotan secara subjektif pada Tabel 5 dapat ditentukan bahwa sabun kertas dengan perlakuan III merupakan sebagai perlakuan terbaik berdasarkan uji mutu dilihat dari besarnya nilai pembobotan tertinggi, yaitu 3,10. Namun, dari hasil analisis juga dapat dilihat bahwa sabun kertas dengan penambahan konsentrasi gliserin belum sepenuhnya memenuhi standar SNI 3532:2016, kecuali pada kadar air dan bahan tak larut dalam etanol. Kadar air yang tidak sesuai dengan SNI 3532:2016 hanya perlakuan I, sedangkan perlakuan lainnya sudah sesuai. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji hedonik atau kesukaan panelis terhadap sabun kertas yang dihasilkan dengan perlakuan yang berbeda-beda. Uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk sabun kertas yang dihasilkan dari semua perlakuan yang berbeda-beda. Uji organoleptik ini meliputi kesukaan panelis terhadap tekstur atau elastisitas, aroma, banyak busa, daya pembersih, dan kesan setelah pemakaian dari sabun kertas yang dihasilkan. Panelis yang digunakan dalam uji ini merupakan panelis tak terlatih sebanyak 30 orang yang diminta untuk menilai tekstur, aroma, banyak busa, daya pembersih, dan kesan setelah pemakaian. Skor atau skala penilaian 1 sampai 4 dengan keterangan: 1 = Sangat tidak suka, 2 = Tidak suka, 3, Suka, dan 4 = Sangat suka. Setiap panelis mendapatkan 4 jenis sabun kertas yang berbeda, sehingga dapat merasakan perbedaan dari keempat jenis sabun tersebut secara langsung. Pada uji ogranoleptik ini, pertanyaan diajukan secara tertulis dan disebarkan pada panelis untuk dijawab. Rekapitulasi hasil penilaian panelis terdapat pada Tabel 6. Keterangan: I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) Pemilihan Sabun Kertas Terbaik Berdasarkan Uji Organoleptik Tabel perhitungan penentuan sabun kertas terbaik berdasarkan uji mutu ditunjukkan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil pembobotan secara subjektif pada Tabel 7 dapat ditentukan bahwa sabun kertas dengan perlakuan IV merupakan sebagai perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik dilihat dari besarnya nilai pembobotan tertinggi, yaitu 20. Nilai bobot (NB) tertinggi terdapat pada parameter uji organoleptik terhadap tekstur atau elastisitas sabun kertas. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan gliserin sangat mempengaruhi karakterisktik dari sabun kertas. 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Keterangan: Angka yang ditebalkan menunjukkan nilai bobot terbesar NK = Nilai Kepentingan B = Bobot NB = Nilai Bobot NR = Nilai Rangking I = Sabun kertas tanpa penambahan gliserin II = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 10% (b/b) III = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 15% (b/b) IV = Sabun kertas dengan penambahan gliserin 20% (b/b) SIMPULAN Adapun kesimpulan yang didapat adalah : 1. Proses pembuatan sabun kertas dilakukan dengan cara proses panas dengan menggunakan hot plate stirrer sebagai media pemanasannya. Proses pencetakan sabun kertas, pertama-tama sabun kertas dicetak seperti sabun padat pada umumnya dengan menggunakan cetakan silikon kemudian dilakukan pengecilan ukuran menggunakan slicer sehingga terbentuk sabun kertas dengan ukuran 2 x 2 cm dan ketebalan 1 mm. 2. Formulasi sabun kertas pada penelitian ini terdiri dari minyak kelapa, NaOH 30%, asam stearat, aquades, alkohol 96%, fragrance oil, serta gliserin dengan konsentrasi 0% (b/b), 10% (b/b), 15% (b/b), dan 20% (b/b). 3. Berdasarkan hasil uji organoleptik, perlakuan sabun kertas terbaik adalah perlakuan IV (sabun kertas dengan penambahan konsentrasi gliserin 20% (b/b)). Sedangkan berdasarkan hasil uji sifat fisik dan kimia, perlakuan sabun kertas yang terbaik menurut SNI 3532:2016 adalah pada perlakuan III (sabun kertas dengan penambahan konsentrasi gliserin 15% (b/b)). Saran pada penelitian ini adalah perlu adanya standar mengenai sabun kertas atau sabun cuci tangan, sehingga pembuatan sabun kertas ini dapat disesuaikan dengan standar tersebut, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai formulasi yang cocok untuk membuat sabun kertas, bukan sabun transparan atau sabun padat biasa, dan sebaiknya proses pemotongan sabun digunakan pemotong khusus, sehingga hasilnya lebih seragam dan tidak banyak yang terbuang. Daftar Pustaka Badan Standarisasi Nasional. 2016. Standar Mutu Sabun Mandi Padat. SNI 3531:2016. Dewan Standardisasi Nasional:Jakarta. Cavitch, SM. 2001. Choosing Yours Oil, Oil Propeties of http://www.millersoap.com/soapdesign.html. (Diakses 29 Agustus 2016) Fatty Acid. Terdapat pada : Fachmi, C. 2008. Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa Terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB:Bogor. (Diakses pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12111) 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting dan Nurjanah Gusviputri, A., Meliana, N., Aylianawati., Indraswati, N. 2012. Pembuatan Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Antiseptik Alami. Jurnal Widya Teknik Vol. 12 No. 1, hal 11-21. Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala:Surabaya. Hambali, E., Bunasor, T.K., Suryani, A., Kusumah, G.A. 2005. Aplikasi Dietanolamida dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit pada Pembuatan Sabun Transparan. Jurnal Teknik Industri Pertanian Vol. 15 No.2, hal 46-53.. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB:Bogor. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama, Universitas Indonesia:Jakarta. Nurhadi, S. C. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahan Aktif Mikroalga Chlorella pyrenoidosa Beyerinck dan Minyak Atsiri. Laporan Hasil Tugas Akhir. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Ma Chung:Malang. Purnamawati, D. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam Sitrat terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB:Bogor. (Diakses pada : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/3491) Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, IPB:Bogor. (Diakses pada : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/59966) Widiyanti, Y. 2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB:Bogor. (Diakses pada : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/60649) 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor Widyasanti, Ginting, dan Nurjanah 2018 | Konferensi Pembangunan Jawa Barat IV: Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Inovasi untuk Daerah Rangkaian Dies Natalis UNPAD ke-61, Kamis 27 September 2018, Jatinangor