Pengaruh Perbedaan Amplitudo Terhadap Mutu Ekstrak Teh Putih Menggunakan Metode Ekstraksi Berbantu Ultrasonik Effects of Different Amplitude on Selected Quality Attributes of White Tea Extracts Obtained From Ultrasound Assisted Extraction (UAE) Techniques Asri Widyasanti, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran Email: asriwidyasanti@gmail.com S. Rosalinda, Depertemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran Selly Harnesa Putri, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran Tri Halimah, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Padjadjaran Abstract White tea is the type of tea which contains higher polyphenols content than other tea, and can be developed in the form of extracts. Nowadays the white tea extracts gain increasing important in cosmetics and pharmaceutical industries. Due to lack of detailed physcochemical characteristics of white tea extracts, existing production process and equipment design are not fully designed. The objective of this research was to determine the effects of different amplitude on the characteristics of white tea extract using Ultrasound Assisted Extraction (UAE). The operating amplitudo were evaluated at two levels 50% and 100%. The method used was laboratory experiments using descriptive analysis. The results showed that the yield of white tea extract at 50% of amplitude was 74.31%, while at 100% amplitude was 74.46%. Meanwhile, the residual solvent content were 56,5% and 57,5%, respectively. In term of spesific gravity of white tea extract at 50% of amplitude was 1.0273, while at 100% amplitude was 1.0057. Polyphenol content of white tea extract 50% of amplitude was 115.42%, where as at 100% amplitude was 81.89%. Then, colour characteristics of white tea ethanol extracts from both operating amplitude were resulting in (Red) colour. Hence, the present study makes influences of ultrasound technique on physico-chemical characteristics during extraction. Keywords: different amplitude, quality attributes, white tea extract, ultrasound assisted extraction (UAE) Abstrak 1 Teh putih adalah jenis teh yang mengandung kandungan polifenol lebih tinggi dibanding teh lainnya, dan bisa dikembangkan dalam bentuk ekstrak. Saat ini ekstrak teh putih semakin meningkat penting di industri kosmetik dan farmasi. Karena kurangnya karakteristik fisikokimia ekstrak teh putih yang rinci, proses produksi dan desain peralatan yang ada tidak sepenuhnya dirancang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh amplitudo yang berbeda terhadap karakteristik ekstrak teh putih dengan menggunakan Ultrasound Assisted Extraction (UAE). Amplitudo yang digunakan yaitu 50% dan 100%. Metode yang digunakan adalah percobaan laboratorium dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil ekstrak teh putih pada amplitudo 50% adalah 74,31%, sedangkan pada amplitudo 100% adalah 74,46%. Sementara itu, kadar sisa pelarut masing-masing perlakuan berturut-turut adalah 56,5% dan 57,5%. Bobot jenis ekstrak teh putih pada amplitude 50% adalah 1,0273, sedangkan pada amplitudo 100% adalah 1,0057. Kandungan polifenol ekstrak teh putih pada amplitudo 50% adalah 115,42%, dimana pada amplitudo 100% adalah 81,89%. Kemudian, karakteristik warna ekstrak etanol teh putih dari kedua perlakuan amplitudo menghasilkan warna merah (Red). Sehingga, pada penelitian ini terdapat pengaruh teknik sonikasi pada karakteristik fisiko-kimia selama ekstraksi. Kata kunci: perbedaan amplitudo, mutu, ekstrak teh putih, ekstraksi berbantu ultrasonik 2 Pendahuluan Tanaman teh sudah lama dikenal oleh penduduk dunia sebagai bahan minuman maupun sebagai obat herbal yang mudah diperoleh masyarakat (Noriko, 2013). Teh memiliki banyak manfaat bagi tubuh karena mengandung polifenol yang berpotensi sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas. Potensi antioksidan teh lebih kuat dibandingkan dengan antioksidan yang terdapat pada buahbuahan dan sayur-sayuran (Wardiyah, et al, 2014). Senyawa polifenol merupakan senyawa alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Perbedaan pengolahan teh akan mempengaruhi kandungan polifenol pada teh tersebut. Pengolahan teh putih yang minimum (pelayuan dan pengeringan) menghasilkan konsentrasi fitokimia polifenol lebih tinggi, termasuk katekin (Preedy, 2013). Polifenol (katekin) dapat diekstraksi dari sumber tanaman dan diubah dalam bentuk yang sesuai. Ekstraksi / isolasi katekin menjadi bentuk yang stabil sulit, mengingat stabilitas oksidatif katekin rendah (Gadkari dan Balaraman, 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh Nascu-Briciu, et al, (2011) mengenai ekstraksi berbantu ultrasonik terhadap kandungan flavonoid dan polifenol pada beberapa jenis teh, didapat bahwa teh putih memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan polifenol pada jenis teh hijau dan teh hitam yaitu sebanyak 11,1444 mg/g. Metode ekstraksi yang tidak menimbulkan suhu tinggi dan efisien dalam perpindahan massa dan energi, serta reproduktivitas tinggi adalah ekstraksi dengan menggunakan ultrasonik (Chemat, et al, 2011). Penggunaan ultrasonik meningkatkan transfer massa antara pelarut dan bagian dari tanaman yang akan diekstrak kandungannya. Hancurnya gelembung kavitasi yang timbul dari proses sonikasi pada bahan akan merusak permukaan sel tanaman, dan akan meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan (Chemat, et al, 2011). Ultrasonik merupakan gelombang mekanis, sehingga parameter frekuensi, panjang gelombang, dan amplitudo mempengaruhi kavitasi pada proses ekstraksi tersebut (Chemat, 2016). Menurut Bendhico dan Lavilla (2000), gelombang suara biasanya diwakili sebagai rangkaian garis vertikal, dengan intensitas yang terkait dengan pemisahan di antara keduanya, atau gelombang sinus dimana intensitasnya terkait dengan amplitudo. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh perbedaan penggunaan amplitudo pada proses ekstraksi berbantu ultrasonik terhadap mutu ekstrak teh yang dihasilkan. 3 Bahan dan Metode Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu peko teh putih yang diperoleh dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, pelarut etanol 96%, asam galat sebagai standar, Na2CO3 7,5%, reagen Folin-Ciocalteau. Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, Ultrasonic processor Qsonica – Q500 (20 kHz, 500W), rotary evaporator vacuum, grinder, ayakan tyler, spetrofotometer CM-5, termometer dan alat-alat lain yang digunakan dalam analisa mutu ekstrak teh putih. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen laboratorium dengan menggunakan analisis deskriptif. Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku Peko teh putih kering, dilakukan pengecilan ukuran terlebih dahulu menggunakan grinder, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan tyler. Ukuran bubuk teh yang digunakan yaitu ukuran 18 mesh. Pembuatan Ekstrak Teh Putih Ekstrak teh putih dibuat dengan mencampurkan bubuk teh putih (2 gram) dengan pelarut etanol 96% (200 mL) yang ditempatkan pada gelas piala 250 mL. Sampel diekstrak selama 30 menit menggunakan probe dengan frekuensi 20 kHz (Qsonica Q-500, daya 500 W) yang terhubung dengan transduser sehingga diperoleh intensitas yang tinggi. Ujung probe terbuat dari titanium berdiameter 1.2 cm dan dicelupkan ke dalam sampel sehingga sampel teriradiasi dengan gelombang ultrasonik langsung dari ujung probe. Amplitudo yang digunakan pada ekstraksi diatur pada 50% dan 100%. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 2 kali. Setelah dilakukan soniksi pada sampel, cairan dan bubuk teh putih dipisahkan dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42, kemudian pelarut diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator vacuum pada suhu 40°C sehingga terbentuk ekstrak kental teh putih. Parameter Pengamatan Rendemen Total Ekstraksi 4 Rendemen total merupakan perbandingan massa ekstrak teh putih yang dihasilkan dengan massa bahan baku (teh putih) yang diekstraksi. Perhitungan rendemen total menggunakan persamaan berikut Rendemen total = massa ekstrak teh putih−(massa ekstrak ×kadar sisa pelarut) massa awal teh putih × 100% (1) Kadar Sisa Pelarut Kadar sisa pelarut (KSP) ditentukan dengan menggambarkan sisa pelarut dalam ekstrak yang dihitung berdasarkan berat pelarut yang diuapkan selama 1 jam pada suhu 50°C dari setiap satuan berat bahan yang diuapkan menggunakan rotary evaporator vacuum. Perhitungan kadar sisa pelarut menggunakan persamaan berikut : KSP = massa awal ekstrak−massa ekstrak setelah diuapkan πππ π π ππ€ππ πππ π‘πππ × 100% (2) Bobot Jenis Pengukuran bobot jenis ekstrak teh putih didasarkan pada perbandingan massa ekstrak teh putih dengan massa air (akuades) pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis = π2 −π π1 −π ( 3) Keterangan : m = Bobot piknometer kosong (g) m1 = Bobot piknometer + aquades (g) m2 = Bobot piknometer + ekstrak (g) Warna Penentuan warna ekstrak teh putih dilakukan dengan pengolahan citra dengan menggunakan alat analisa warna spektrofotometer CM-5 dalam memperoleh nilai L*, a*, b*, chroma, dan Hue. Kadar Polifenol Kandungan polifenol (KP) dalam ekstrak teh ditentukan secara spektrofotometri dengan pereaksi Folin-Ciocalteu. Secara singkat, 0.05 gram sampel diencerkan dengan metanol hingga 2 mL. Dari pengenceran tersebut, sebanyak 0.5 ml sampel yang sudah diencerkan dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2.5 ml reagen Folin- 5 Ciocalteau dan 2 mL Na2CO3 7,5 %. Campuran diinkubasi selama 15 menit pada suhu 45°C. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 765 nm dengan menggunakan blanko dimana pada campurannya sampel diganti dengan metanol. Sebagai standar, digunakan asam galat dan hasil dinyatakan dalam persen (%) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ππ ) π πΎπππ π‘πππ π πππππ π π‘πππππ ππ ππ πππππ‘( KP = πππ π π πππ π‘πππ(ππ) πππ π π ππππππ’π‘(π) ×100 % (4) Hasil dan Pembahasan Proses Ultrasound Assisted Extraction Rendemen total ekstrak di peroleh dari perbandingan bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot bahan awal, yaitu bubuk teh putih. Pada Gambar 1. merupakan nilai rendemen masing-masing ekstrak teh putih amplitudo 50% dan 100%. Hasil rendemen tertinggi diperoleh oleh ekstrak teh putih dengan pelarut etanol 96% UAE amplitudo 100% sebesar 74.46%. [Gambar 1. Rendemen Ekstrak Teh Putih Menggunakan UAE Pelarut Etanol 96% dengan dengan Amplitudo 50% dan 100%] Kadar sisa pelarut menunjukan berat yang diuapkan dari setiap satuan berat bahan yang diuji. Biasanya kadar sisa pelarut menjadi salah satu penentu uji untuk bahan dasar obat. Jika kadar sisa pelarut dalam suatu bahan uji cukup besar, dapat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, pengukuran kadar sisa pelarut perlu dilakukan. Menurut Isnawati dan Arifin (2006), nilai kadar sisa pelarut yang diperbolehkan dalam bahan yang ditujukan untuk dikonsumsi kadarnya harus dibawah 1 %. Kadar sisa pelarut yang diukur pada UAE ekstrak etanol 96% dengan amplitudo 50% dan 100%. Hal ini menunjukan masih terdapat sisa pelarut yang cukup tinggi dalam bahan uji terlihat di Gambar 2. Perlakuan UAE dengan amplitudo 50% menghasilkan Kadar sisa pelarut terendah yaitu 56.6% 6 [Gambar 2. Kadar Sisa Pelarut Ekstrak Teh Putih Menggunakan UAE Pelarut Etanol 96% dengan Amplitudo 50% dan 100%] Karakteristik Mutu Teh Putih (Analisis Bobot Jenis, Warna dan Polifenol) Bobot jenis ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan bobot dari suatu volume ekstrak dengan massa air pada suhu dan volume yang sama. Bobot jenis ekstrak teh putih dihitung menggunakan piknometer. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 1.0273 untuk UAE amplitude 50% dan 1.0057 untuk UAE amplitudo 100%. Bobot jenis ekstrak terkait dengan kemurnian dan kontaminasi ekstrak. Dari hasil yang diperoleh bobot jenis ekstrak teh putih >1 lebih berat daripada air. Maka dapat dikatakan bahwa ekstrak teh putih kontaminasinya kecil, karena ekstrak teh putih berupa ekstrak kental yang sedikit mengandung air. Hasil uji dengan menggunakan chromamater menghasilkan nilai L*, a* dan b*. Nilai-nilai tersebut akan di menentukan nilai dari chroma (C), ºHue (H) dan Total Colour Difference (TCD). Pada penelitian ini dilakukan pengujian warna masing-masing ekstrak dan bubuk teh putih (kontrol) dengan hasil pengujian warna (L*, a* dan b*), terdapat pada Tabel 1. [Tabel 1. Warna Ekstrak Teh Putih hasil ekstraksi UAE] Notasi L* menunjukkan tingkat kecerahan pada bahan hasil pertanian. Nilai L* berkisar antara 0 (hitam) hingga 100 (putih) (Suyatma, 2009) . Berdasarkan hasil penelitian, nilai L* dari ekstrak teh putih dengan menggunakan metode UAE amplitudo 50% pada pelarut etanol 96% bernilai 17.385 sedikit lebih cerah dibandingkan amplitudo 100% yang memiliki nilai kecerahan L* 10.775. Nilai L* dari ekstrak teh putih dengan menggunakan ketiga pelarut tersebut kurang dari 50, sehingga ekstrak tersebut digolongkan agak gelap. Notasi a* menunjukkan warna kromatik campuran merah dan hijau.Nilai a* dari 0 sampai 80 maka menyatakan warna merah dan nilai a* dari -80 sampai 0 menyatakan warna hijau (Suyatma, 2009).Pada ekstrak teh putih dengan menggunakan ketiga pelarut berbeda menghasilkan a* bernilai positif dan dapat dikatakan ekstrak berwarna merah. 7 Notasi b* menunjukkan warna kromatik campuran biru dan kuning.Nilai b* dari 0 sampai 70 maka menyatakan warna kuning dan nilai b* dari -70 sampai 0 menyatakan warna biru (Suyatma, 2009). Pada ekstrak teh putih menggunakan ketiga pelarut tersebut menghasilkan b* bernilai positif dan dapat dikatakan ekstrak berwarna kuning. Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen warna dalam besaran hue, chroma/saturation dan TCD (Total Color Difference). Hasil dari pengukuran warna ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2, dibawah ini: [Tabel 2. Kisaran Warna Ekstrak Teh Putih hasil UAE] Chroma/Saturation adalah derajat intensitas suatu warna dengan nilai antara -80 hingga 120 yang berfungsi untuk mendefinisikan kemurnian suatu warna, baik cenderung kotor (grayish) maupun cenderung dominan (murni).Semakin tinggi nilai chroma (C), intensitas warnanya semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai chorma 29.775 pada UAE amplitudo 50% dan 18.915 pada amplitudo 100%. Nilai Hue mewakili panjang gelombang dari warna yang dominan. Nilai Hue didapatkan dari a* dan b*. Nilai Hue ini akan disesuaikan dengan daerah kisaran warna kromatisitas (skala Hutching) dan akan dihasilkan jenis warna ekstrak. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan warna ekstrak teh putih menggunakan pelarut etanol 96% yaitu red (merah). Warna yang ada pada ekstrak diduga berasal dari flavonoid, tannin, betalain, kuinon dan xanton. TCD pada penelitian ini dimaksudkan perbedaan warna dari ekstrak dan bubuk teh putih.Selain itu juga nilai TCD menunjukkan pengaruh pengolahan terhadap warna. Nilai TCD berkisar antara 37.289- 38.72. Perbedaan yang cukup besar terjadi antara ekstrak UAE terhadap bubuk teh putih, sehingga ekstrak tersebut mengalami perubahan warna yang besar. Dalam teh, polifenol adalah senyawa yang tersedia secara alami yang bertanggung jawab terhadap ketajaman rasa dan aroma yang unik. Menurut Wang et. al., (1994), kandungan utama polifenol teh adalah flavanol (katekin, galokatekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalokatekin, epigalokatekin galat), flavonol, flavone (vixetin dan iso vixetin), asam fenolik (asam galat dan asam klorogenat). Pengujian kadar polifenol ini dengan menggunakan reagen follin ciocalteu dan natrium karbonat yang akan merubah warna ekstrak menjadi biru. Kepekatan warna biru ini akan diukur 8 absorbansinya dan dibandingkan dengan asam galat sebagai larutan acuan untuk perhitungan kadar polifenol yang terdapat di dalam ekstrak. Berdasarkan Gambar 3 hasil pengukuran kadar polifenol menunjukan kandungan total polifenol paling tinggi pada ekstrak ekstrak etanol 96% dengan amplitudo 50% adalah 115.42% ; disusul dengan ekstrak ekstrak etanol 96% dengan amplitudo 100% yaitu 81.89%. Hal ini sesuai dengan syarat mutu teh putih RSNI (Rancangan Standar Nasional Indonesia) 2014, total polifenol yaitu diatas 17.5 %. Tingginya total polifenol pada ekstrak etanol, hal ini membuktikan polifenol lebih banyak larut pada pelarut polar. [Gambar 5. Kadar Polifenol Ekstrak Teh Putih Menggunakan UAE Pelarut Etanol 96% dengan Amplitudo 50% dan 100%] Simpulan 1. Ekstraksi berbantu ultrasonik pada teh putih menghasilkan rendeman terbanyak pada penggunaan amplitudo 100% yaitu 74.46%. 2. Perlakuan UAE dengan amplitudo 50% menghasilkan Kadar sisa pelarut terendah yaitu 56,6%. 3. Kandungan total polifenol paling tinggi pada ekstrak ekstrak etanol 96% dengan amplitudo 50%. Daftar Pustaka Bendicho, C., Lavilla, I. 2000. Ultrasound Extractions. Academic Press: Spain. Chemat, F., Zill-e-Huma, Muhammed, K. 2011. Applications of Ultrasound in Food Technology: Processing, Preservation dan Extraction. Journal Ultrasonic Sonochemistry, (18): 813-835. Chemat, F., Rombaut, N., Sicaire, A. G., Meullemiestre, A., Fabiano-Tixier, A., AbertVian, M. 2016. Ultrasound Assisted Extraction of Food and Natural Products: Mechanism, Techniques, Combinations, Protocols and Application. Ultrasonics Sonochemistry. Terdapat pada: http://www.elsevier.com/locate/ultsonch (Diakses pada tanggal 26 Maret 2017 pukul 15.54) Gadkari, P. V., Balaraman, M. 2015. Catechins: Sources, Extraction and Encapsulation: A Riview. Journal Food and Bioproducts Processing, 93: 122-138. 9 Isnawati, A., dan Arifin K.M. 2006. Karakterisasi Daun Kembang Sungsang (Gloria superba L) dari aspek Fitokimia. Media Litbang Kesehatan, 16(4): 8-14. Nascu-Briciu, Rodica D., Cobzac, Simona C., Baciu, Sorin. 2011. Optimum Ultrasound Assisted Extraction Conditions of Some Flavonoids from Green Tea Leaves. Control Quality of Green Tea Product by TLC Fingerprinting. Journal Taylor & Francis Group, LLC (44): 2865-2875. Noriko, Nita. 2013. Potensi Daun Teh (Camellia sinensis) dan Daun Antinganting Acalypha indica L. dalam Menghambat Pertumbuhan Salmonella typhi. Jurnal AlAzhar Indonesia Seri Sains Dan Teknologi, Vol . 2, No. 2, September 2013: 104 110. Preedy, Victor R. 2013. Tea in Health and Disease Prevention. Elsevier. London Suyatma, 2009. Diagram Warna Hunter (Kajian Pustaka). Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p 8-9. Wang, Z.Y.; Huang, M.T.; Lou, Y.R.; Xie, J.G.; Reuhl, K.R.; Newmark, H.L.; Ho, C.T.; Yang, C.S.; Conney, A.H. 1994. Inhibitory effects of black tea, green tea, decaffeinated black tea, and decaffeinated green tea on ultraviolet B light-induced skin carcinogenesis in 7,12- dimethylbenz[a]anthracene-initiated SKH-1 mice. Cancer Res. 1994, 54, 3428-3435. Wardiyah, H., Alioes, Y., Pertiwi, D. 2014. Perbandingan Reaksi Zat Besi Terhadap Teh Hitam dan Teh Hijau Secara In Vitro dengan Menggunakan Spektrofotometer UvVis. Jurnal Kesehatan Andalas 3 (1): 49-53. 10 Tabel 1. Warna Ekstrak Teh Putih hasil ekstraksi UAE Sampel Ekstrak a* b* 17,385 22,51 19,485 10,775 16,555 9,145 dengan Amplitudo 50% Ekstrak L* dengan Amplitudo 100% Tabel 2. Kisaran Warna Ekstrak Teh Putih hasil UAE Sampel Chroma oHue Kisaran Warna TCD 29,775 40,845 Red 37,28939 18,915 28,9 Red 38,72093 Ekstrak dengan Amplitudo 50% Ekstrak dengan Amplitudo 100% Gambar 1. Rendemen Ekstrak Teh Putih Menggunakan UAE Pelarut Etanol 96% dengan dengan Amplitudo 50% dan 100% 11 Gambar 2. Kadar Sisa Pelarut Ekstrak Teh Putih Menggunakan UAE Pelarut Etanol 96% dengan Amplitudo 50% dan 100% Gambar 3. Kadar Polifenol Ekstrak Teh Putih Menggunakan UAEPelarut Etanol 96% dengan Amplitudo 50% dan 100% 12