Uploaded by aymni.impossible

Munajat Dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat: Kajian Terhadap Fungsi, Makna, Teks, Dan Struktur Melodi

advertisement
MUNAJAT
DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH
BABUSSALAM LANGKAT:
KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS,
DAN STRUKTUR MELODI
TESIS
Oleh:
WIWIN SYAHPUTRA NASUTION
NIM 107037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2)
PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
Universitas Sumatera Utara
MUNAJAT
DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH
BABUSSALAM LANGKAT:
KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS,
DAN STRUKTUR MELODI
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi
Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh:
WIWIN SYAHPUTRA NASUTION
NIM 107037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2)
PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : MUNAJAT DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH
BABUSSALAM LANGKAT : KAJIAN TERHADAP
FUNGSI, MAKNA TEKS, DAN STRUKTUR
MELODI
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Ketua,
Dr. Muhizar Muchtar, M.S.
NIP 195411171980031002
Anggota,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D.
NIP 19652112 199103 1 001
Progran Studi Magister (S2)
Penciptaan dan Pengkajian Seni
Ketua,
Fakultas Ilmu Budaya
Dekan,
Drs. Irwansyah Harahap, M.A.
NIP. 19621221 199703 1 001
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP. 19511013 1976031 001
Universitas Sumatera Utara
Tanggal lulus
: 10 Agustus 2012
Telah diuji pada
Tanggal 10 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua
: Drs. Irwansyah Harahap, M.A.
(______________)
Sekretaris
: Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.
(______________)
Anggota I
: Dr Phil. Zainul Fuad, M.A.
(______________)
Anggota II
: Dr. Muhizar Muchtar, M.S.
(______________)
Anggota III
: Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. (______________)
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
This study focused on the analysis of form, function and meaning
Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah
lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra
Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the
role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the
entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the
civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher
who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh
Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy .
The approach used in this study is an interdisciplinary approach to
qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat
conducted research location. Some of the theories used in support of this research
include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the
theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the
theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview
and documentation.
Once the analysis is done, it was found that the congregation
Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural
continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation
Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education,
manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree.
Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has
been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of
the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like
prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the
Munajat activity is as a manifestation of devotion to God.
Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay
ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this
Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to
serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal.
In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to
fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out
the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on
Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan
prayers.
Keywords: The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music
analysis.
Universitas Sumatera Utara
INTISARI
Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat
sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di
desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra
Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang
peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan
sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat.
Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan
senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri
Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab
Rokan Khalidy Naqsyabandy..
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan
mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian.
Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori
fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori
Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data
dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam
Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk
menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah
Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga
adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah.
Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika
ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep
konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa,
pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka
munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah.
Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam
penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan
gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom
Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks
(logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal.
Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus
selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari
nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak
jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan
dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba
waktu azan untuk ibadah salat.
Kata kunci : Hakikat Tauhid, Tarekat,Silsilah, Fungsi, makna dan analisis musik.
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 23 September 2012
Wiwin Syahputra Nasution
NIM: 107037004
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Wiwin Syahputra Nasution
NIP
: 197704242006041005
Tempat Tanggal Lahir
: Pematangsiantar, 24 April 1977
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negri Tanjung Pura,
Langkat
Terapis pengobatan pada klinik Syifa dalam bidang
Akupunktur dan Hypnoteraphy
Pendidikan
: 1. Sarjana Pendidikan Seni Musik (S.Pd) dari Fakultas
Bahasa
dan
Seni
Universitas
Negeri
Medan
(UNIMED) Jurusan Sendratasik, Lulus tahun 2002.
2. Akupunkturis (AKP) dari Lembaga Pendidikan
Akupunktur (YAPEPTRI) Jakarta, Lulus tahun
2008.
3. Master
Hypnoteraphy
(Mch)
dari
Yayasan
Hypnoteraphy Indonesia (YHI) Medan, Lulus tahun
2011.
Pada tahun akademi 2010/2011 diterima menjadi mahasiswa pada
Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatra Utara.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
ii
ABSTRACT .................................................................................................
iv
INTISARI ....................................................................................................
v
PRAKATA ...................................................................................................
vi
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................
x
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
DAFTAR BAGAN........................................................................................
xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................
1.2 Pokok Masalah .....................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................
1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................
1.3.2 Manfaat Penelitian....................................................
1.4 Tinjauan Pustaka ..................................................................
1.5 Konsep dan Landasan Teori .................................................
1.5.1 Konsep ......................................................................
1.5.2 Teori .........................................................................
1.6 Metode Penelitian ................................................................
1.6.1 Pendekatan Penelitian ..............................................
1.6.2 Transkripsi dalam Bentuk Notasi .............................
1.6.3 Kehadiran Peneliti ....................................................
1.6.4 Sumber Data .............................................................
1.6.5 Data Statistik ............................................................
1.6.6 Prosedur Pengumpulan Data ....................................
1.6.7 Analisis Data ............................................................
1.7 Sistematika Penulisan ..........................................................
1
1
23
26
26
27
28
33
33
37
58
58
59
60
61
61
62
62
63
BAB II
TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT
DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU DAN DUNIA ISLAM
PENDAHULUAN .......................................................................... 65
2.1 Kata Tarekat dalam Al-Qur’an............................................... 65
2.2 Perkembangan, Pengaruh dan Jenis Tarekat di Dunia Islam . 70
Universitas Sumatera Utara
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Islam ...............................
Biografi Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy .
Naqsyabandiah .....................................................................
2.4.1 Pendidikan ................................................................
2.4.2 Mengembangkan Agama dan Tarekat......................
2.4.3 Membangun Babussalam .........................................
2.4.4 Percetakan, Pertanian dan Bintang Kehormatan ......
2.4.5 Mendirikan Serikat Islam .........................................
2.4.6 Imam dan Bilal di Madrasah Babussalam ................
2.4.7 Mengajar di Istana ....................................................
2.4.8 Bintang Kehormatan ................................................
Silsilah ..................................................................................
Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam ...........................
Aktivitas ...............................................................................
2.7.1 Baiah.........................................................................
2.7.2 Berkhalwat ...............................................................
2.7.3 Khatam Khawajakan ................................................
2.7.4 Khatam Tawajuh ......................................................
2.7.5 Idiologi .....................................................................
2.7.5.1 Yad Kard ....................................................
2.7.5.2 Baz Gasht ...................................................
2.7.5.3 Nigah Dahsyat ............................................
2.7.5.4 Yad Dahsyat ...............................................
2.7.5.5 Hosh Dar Dam............................................
2.7.5.6 Nazar Bar Qadam .......................................
2.7.5.7 Safar Dar Watan .........................................
2.7.5.8 Khalwat Dar Anjuman ...............................
2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad
Bahauddin Naqshban .................................
BAB III GUNA DAN FUNGSI MUNAJAT.............................................
3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi .....................................
3.2 Penggunaan Munajat ............................................................
3.2.1 Tanda Akan Masuknya Waktu Shalat ......................
3.2.2 Tanda Persiapan Diri Untuk Ibadah .........................
3.3 Fungsi Munajat ....................................................................
3.3.1 Kelestarian dan Kontinuitas Sistem Religi dan
Budaya ......................................................................
3.3.2 Pendidikan ................................................................
3.3.3 Ibadah Agama Islam.................................................
3.3.4 Sarana Dakwah Islam ...............................................
3.3.5 Ekspresi Kelompok ..................................................
3.3.6 Ekspresi Emosi .........................................................
3.3.7 Ekspresi Estetika ......................................................
3.3.8 Memberitahu ............................................................
82
84
87
91
92
93
98
99
100
102
103
105
107
107
108
110
111
113
114
117
119
120
121
124
127
129
132
135
138
142
142
144
145
145
146
147
148
150
152
156
168
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KAJIAN TEKS MUNAJAT .......................................................
4.1 Sumber Teks Munajat ..........................................................
4.2 Munajat Sebagai Syair Melayu ............................................
4.3 Adab Munajat .......................................................................
4.4 Syarat-syarat Penyaji Munajat .............................................
4.5 Teks Syair Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab
Rokan Khalidy Nqsyabandy ................................................
4.6 Analisis Semiotik dan Atqaqum ..........................................
4.7 Interpretasi Teks Munajat ....................................................
4.8 Interpretasi Estetika..............................................................
BAB V
173
173
173
187
192
194
205
208
266
KAJIAN STRUKTUR MELODI ...............................................
5.1 Latar Belakang Gaya Musik Melayu ...................................
5.2 Latar Belakang Gaya Musik Timur Tengah.........................
5.3 Bentuk Penyajian Musikal Munajat .....................................
5.3.1 Nakus ........................................................................
5.3.2 Susunan Aktivitas Ibadah Shalat ..............................
5.4 Transkripsi dan Analisis Melodi Munajat ............................
5.4.1 Transkripsi ................................................................
5.4.2 Proses Transkripsi ....................................................
5.5 Pemilihan Sampel ................................................................
5.6 Analisis Lagu .......................................................................
5.7 Hasil Analisis Munajat .........................................................
5.7.1 Tangga Nada ............................................................
5.7.2 Nada Dasar ...............................................................
5.7.3 Ritem ........................................................................
5.7.4 Bentuk ......................................................................
5.7.5 Tempo .......................................................................
5.7.6 Wilayah Nada ...........................................................
5.7.7 Jumlah Pemakaian Nada ..........................................
5.7.8 Interval .....................................................................
5.7.9 Kantur .......................................................................
5.7.10 Pola-Pola Kadensa....................................................
5.7.11 Gaya Lagu ................................................................
5.7.12 Gaya Melayu ............................................................
268
268
270
274
274
276
277
277
278
281
282
283
283
286
288
289
294
294
295
296
298
299
300
301
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................
6.1 Kesimpulan ..........................................................................
6.2 Saran.....................................................................................
302
302
303
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
305
GLOSSARIUM ...........................................................................................
309
LAMPIRAN .................................................................................................
314
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Tulisan Jawi.................
178
Gambar 4.2 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Kitab Barzanji .............
186
Gambar Lampiran 1
Madrasah Babussalam ...........................................
314
Gambar Lampiran 2
Makam Syekh Abdul Wahab Rokan .....................
314
Gambar Lampiran 3
Pusara Syekh Abdul Wahab Rokan .....................
315
Gambar Lampiran 4
Ziarah Makam .......................................................
315
Gambar Lampiran 5
Tempat Air Yasin ..................................................
316
Gambar Lampiran 6
Kelambu Tempat Suluk .........................................
316
Gambar Lampiran 7
Aktivitas Zikir di Persulukan ................................
317
Gambar Lampiran 8
Tawajuh .................................................................
317
Gambar Lampiran 9
Nakus Dalam .........................................................
318
Gambar Lampiran 10 Nakus Luar ............................................................
318
Gambar Lampiran 11 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam ............
319
Gambar Lampiran 12 Syekh H. Hasyim Al Syarwani .............................
320
Gambar Lampiran 13 Syekh H. Tajudin...................................................
320
Gambar Lampiran 14 Rumah Suluk Besilam Atas ..................................
321
Gambar Lampiran 15 Rumah Suluk Besilam Bawah ...............................
321
Gambar Lampiran 16 Pembaca Munajat di Atas Menara .......................
322
Gambar Lampiran 17 Penyimak Bacaan Munajat ....................................
322
Gambar Lampiran 18 Teks Munajat Dalam Tulisan Arab Melayu ..........
323
Gambar Lampiran 19 Partitur Notasi Munajat .........................................
332
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1
Segitiga Makna ......................................................................
43
Bagan 1.2
Pembagian Tanda ...................................................................
44
Bagan 1.3
Hubungan Tanda ....................................................................
45
Bagan 1.4
Tentang Tanda .......................................................................
47
Bagan 1.5
Tentang Hubungan Tanda ......................................................
47
Bagan 1.6
Konotasi dan Meta Bahasa ....................................................
50
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Penggunaan Nada dan Jumlahnya .........................................
285
Tabel 5.2
Penggunaan Not dan Jumlahnya ............................................
288
Tabel 5.3
Bentuk Melodi dan Variasinya ..............................................
290
Tabel 5.4
Pemakaian Nada dan Jumlahnya ...........................................
295
Tabel 5.5
Nama Interval dan Jumlah Pemakaiannya .............................
297
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
This study focused on the analysis of form, function and meaning
Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah
lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra
Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the
role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the
entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the
civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher
who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh
Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy .
The approach used in this study is an interdisciplinary approach to
qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat
conducted research location. Some of the theories used in support of this research
include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the
theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the
theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview
and documentation.
Once the analysis is done, it was found that the congregation
Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural
continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation
Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education,
manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree.
Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has
been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of
the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like
prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the
Munajat activity is as a manifestation of devotion to God.
Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay
ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this
Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to
serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal.
In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to
fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out
the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on
Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan
prayers.
Keywords: The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music
analysis.
Universitas Sumatera Utara
INTISARI
Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat
sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di
desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra
Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang
peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan
sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat.
Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan
senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri
Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab
Rokan Khalidy Naqsyabandy..
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan
mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian.
Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori
fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori
Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data
dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.
Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam
Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk
menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah
Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga
adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah.
Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika
ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep
konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa,
pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka
munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah.
Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam
penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan
gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom
Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks
(logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal.
Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus
selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari
nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak
jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan
dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba
waktu azan untuk ibadah salat.
Kata kunci : Hakikat Tauhid, Tarekat,Silsilah, Fungsi, makna dan analisis musik.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Bermula dari
kawasan Saudi Arabia, yaitu pada dua kota utama yaitu Kota Mekah tempat
Rasul Muhammad dilahirkan dan Madinah sebagai pusat perkembangan awal
Islam. Di Kota Madinah inilah terjalinnya integrasi sosioreligius antara kaum
muhajirin (pendatang) dan anshor (penduduk Madinah). Mereka dipersatukan
Rasul Muhammad berdasarkan konsep persaudaraan. Proses migrasi Nabi
Muhammad dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah ini menjadi dasar dari
sistem kalender Hijriah Islam. Akhirnya Islam berkembang keseluruh Jazirah
Arab, Persia, Asia Selatan, China, Eropa Barat dan Timur, Nusantara (Asia
Tenggara), dan kini ke seluruh penjuru dunia. Islam adalah agama yang paling
pesat perkembangan jumlah pengikutnya dalam beberapa abad terakhir ini. 1
1
Di dunia ini, manusia ada yang beragama dan ada juga yang tidak beragama, namun
sebahagian besar adalah beragama. Secara kuantitas, masyarakat yang tidak beragama berada pada
peringkat ketiga dengan jumlah persentase 16 persen dari keseluruhan penduduk dunia. Yang
menarik adalah setengah dari kelompok ini, percaya kepada Tuhan namun tidak mengikuti agama
tertentu. Agama Yahudi yang jumlah pemeluknya memiliki persentase 0,22 % dari jumlah
penduduk dunia berada pada peringkat terakhir dalam daftar agama-agama resmi dunia. Walaupun
di Dunia Barat gereja-gereja yang tinggi menjulang banyak dibangun untuk menyebarluaskan
ajaran-ajaran Kristiani, namun saat ini perkembangan agama Islamlah yang mengalami kemajuan
pesat dan perselisihan serta perbedaan yang ada di tengah umat Islam pun semakin berkurang
dibanding dengan agama-agama lain. Dengan mengingat segala permasalahan ekonomi dan
berbagai problem lainnya yang terjadi pada negara-negara Islam, agama ini mampu berada pada
peringkat kedua dalam daftar agama dengan jumlah penganut terbanyak. Berdasarkan laporan situs
Baztab di Iran, hasil surveinya memperlihatkan agama Kristen menguasai 33 persen masyarakat
dunia namun mereka mengalami perpecahan yang lebih besar dan lebih prinsipil dibanding agamaagama lainnya. Agama Kristen sekarang terpecah menjadi berbagai macam aliran yang berbedabeda seperti Katolik, Protestan, Ortodoks Timur, Anglikan, Evangelis, Pantekosta, dan lain
sebagainya. Islam yang dipeluk oleh sekitar 21 persen dari penduduk dunia termasuk Suni, Syiah
dan beberapa mazhab lainnya menempati agama kedua dengan penganut terbanyak setelah agama
Universitas Sumatera Utara
Kebesaran Islam bukan hanya terlihat dari jumlah pengikutnya namun
Islam juga memiliki banyak aliran yang berbeda dalam menafsirkan dan
mengamalkan perintah dalam Al-Qur’an dan Hadits. Yang paling jelas ada dua
aliran dalam Islam yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah atau lazim disebut kelompok
Suni dan Syiah atau Syi’i. Di dalam masyarakat muslim Suni sendiri terdapat
empat mazhab besar berdasarkan imam yang mereka ikuti, yaitu:Maliki, Hanafi,
Hanbali, dan Syafi’i. Demikian pula di dalam masyarakat muslim Syiah terdapat
berbagai aliran lagi.
Islam adalah agama samawiyah 2 yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. Inti ajarannya adalah percaya kepada Allah Yang Ahad, yang diucapkan
dan dibenarkan dalam hati yaitu Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu
adalah Utusan(Rasul) Allah (La ilaha ilallah Muhammadarrasulullah). Di dalam
Islam juga dikenali dua rukun utama agama ini, yaitu rukun Islam dan rukun
Iman. Rukun Islam adalah syariat dalam bentuk lima aktivitas, yaitu: (a)
Kristen. Orang-orang yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan persentase 16
persen dari jumlah penduduk dunia, termasuk di antaranya mereka yang tidak percaya kepada
Tuhan, orang-orang sekuler, dan yang menyembunyikan keyakinannya. Yang menarik adalah
setengah dari mereka ternyata percaya kepada Tuhan walaupun tidak meyakini agama mana pun.
Agama Hindu berada pada peringkat keempat dengan jumlah pengikut sebanyak 14 persen dari
jumlah penduduk dunia. Diikuti agama Buddha, agama tradisional Cina dan kepercayaankepercayaan tradisional masyarakat Afrika yang masing-masing memiliki jumlah persentase
sebanyak 6 persen. Agama Sikh dengan 0,36 persen komunitasnya menempati peringkat
berikutnya dan Yahudi ternyata menempati peringkat paling akhir dari daftar agama-agama dunia
menurut jumlah pengikutnya. [icc-jakarta.com]
2
Istilah samawiyah ini berasal dari konsep Islam, yang mengandungi makna sebagai agama
yang berdasar kepada wahyu yang diturunkan Tuhan melaluii-nabi. Istilah ini juga merujuk kepada
agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Secara harfiah samawiyah artinya adalah langit. Konteks
makna kata ini adalah agama wahyu yang diturunkan dari langit, yaitu dari Allah. Di sisi lain ada
pula istilah agama ardhiyah yaitu agama-agama yang muncul, tumbuh, dan berkembang di dunia
ini. Faktor budaya dan peradaban manusia menjadi faktor utama tumbuhnya agama-agama
ardhiyah ini.
Universitas Sumatera Utara
mengucap dua kalimah syahadat, (b) melaksanakan salat, (c) melaksanakan puasa;
(d) menunaikan zakat; dan (e) melakukan ibadah haji bagi yang mampu. 3
Selanjutnya dikenal pula rukun iman yaitu berupa keyakinan, yang terdiri
dari: (a) iman kepada Allah, yaitu patuh dan taat kepada ajaran dan hukum-hukum
Allah; (b) iman kepada malaikat-malaikat Allah, artinya mengetahui dan percaya
akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta; (c) iman
kepada kitab-kitab Allah, berupa melaksanakan ajaran kitab-kitab Allah hanif.
Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur'an, yang memuat tiga kitab Allah
sebelumnya, yaitu kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil; (d) iman kepada Rasulrasul Allah, yaitu mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan
dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran, (e) iman kepada hari kiamat,
yaitu faham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan, dan (f) iman
kepada qada dan qadar. Paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan
Allah pada alam semesta.
Di lain sisi rukun iman berikut ini adalah menurut aliran Islam Syiah
(dikenal sebagai ushulluddin yaitu prinsip-prinsip keimanan) terdiri dari: (1) Attauhid yaitu keesaan Allah, (2) Al-adhalah yaitu keadilan Allah, (3) An-nubuwah
yaitu kenabian, (4) Al-imamah yaitu kepemimpinan pasca Nabi Muhammad
SAW., dan (5) Al-ma'ad. Aktivitas Islam secara umum dapat terlihat dari
pengamalan 5 (lima) rukun Islam yang wajib dilaksanakan sebagai bentuk rasa
3
Dalam dunia sufi (tarekat) aktivitas-aktivtas ini disebut dengan syariat. Namun secara
umum, sufi apapun alirannya di dalam Islam, selalu menekankan bahwa ibadah tidak cukup hanya
dengan mengerjakan syariat saja, namun harus lebih dalam dan bermakna dari sekedar aktivitas
itu, yaitu dalam tingkatan tarekat, hakikat, dan makrifat. Peringkat pelaksanaan ibadah ini yang
didasari oleh zikir adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Universitas Sumatera Utara
patuh kepada Allah dengan mencontoh segala amal perbuatan yang dilakukan
oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam mencontoh segala amalan yang dilakukan oleh Rasul tidak hanya
terbatas oleh bentuk pelaksanaannya secara lahiriah saja namun bentuk amalan itu
juga harus disertai dengan mencontoh rasa batiniahnya Rasul. Hal inilah yang
banyak menjadi perbincangan diberbagai aliran di dalam Islam tentang bagaimana
melakukan pendekatan tentang maksud dari tiap-tiap ayat yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan Hadits, karena Al-Qur’an tidak hanya dapat dimaknai dengan arti
tersurat saja namun lebih jauh dari pada itu Al-Qur’an memiliki makna tersirat
yang lebih mendalam. Sebagai contoh dalam kitab suci Al-Qur’an mengatakan
bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang yang bertawakal dan khusuk
dalam salatnya. Oleh karena itu berbagai aliran Tarekat dalam Islam mencoba
mendekatkan faham tentang rasa khusuk dan tawakal ini dalam aktivitas
peribadatannya.
Pengertian Tarekat 4 sebagaimana yang berkembang di kalangan ulama
ahli tasawuf adalah “jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang
dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, dan
4
Penulisan tarekat ini adalah transliterasi dari kata dalam bahasa Arab, yaitu
Kata ini kadangkala dalam teks-teks berbahasa Indonesia atau Melayu yang ditulis dengan huruf
Latin atau Romawi menjadi thoriqot, thoriqat, thariqot, tharikat, tariqat, dan tarekat itu sendiri.
Dalam tesis ini penulis memilih tarekat seperti yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia terbitan Balai Pustaka Jakarta 1980. Untuk selanjutnya walaupun ini istilah dalam
bahasa Arab penulis tidak menulisnya huruf miring (italic) dalam tesis ini karena pada bab ini dan
seterusnya akan banyak mengulang kata tarekat, jadi cukup ditampilkan sekali saja. Begitu juga
dengan penulisan kata munajat, yang ditulis huruf miring pada awal tampilanhnya saja.
Universitas Sumatera Utara
secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung
dan berantai hingga pada masa sekarang ini.” (Imron Abu Amar, 1980:1).
Sebuah contoh diketahui umum di dalam Islam bahwa di dalam AlQur’an hanya dapat dijumpai adanya ketentuan kewajiban salat, tetapi tidak ada
satu ayat pun yang memberikan perincian tentang rakaat salat tersebut. Misalnya
salat Zuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat, dan Subuh 2
rakaat. Demikian juga terhadap syarat dan rukunnya salat-salat wajib tersebut.
Rasulullah sebagai orang yang pertama yang memberikan contoh-contoh dan
cara-cara salat tersebut melalui perbuatan yang dipertunjukkan dan ditiru oleh
para shahabatnya terus dienkulturasikan kepada umat Islam lainnya dan
dikekalkan hingga sekarang ini melalui ajaran dan petunjuk yang diberikan oleh
para guru, syeikh, dan ulama.
Ini tidaklah ditafsirkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber pokok hukum
Islam tidak lengkap, sunnah Rasul dan ilmu fiqih yang disusun para ulama tidak
sempurna, tetapi sebenarnya masih banyak penjelasan yang dibutuhkan umat agar
pelaksanaan peraturan dan ketentuan Allah dan Rasulullah dapat dikerjakan secara
teratur, bukan menurut penerimaan atau penangkapan akal bagi orang yang hanya
mampu membaca, menghayati, dan memahami yang pada akhirnya orang ini akan
mengerjakan syariat Islam sesuai dengan kemauan hawa nafsunya sendiri.
Demikian landasan berpikir kaum Tarekat dalam Islam.
Selain itu, Tarekat adalah termasuk ke dalam ilmu mukasyafah, yang
dapat memancarkan cahaya ke dalam hati para penganutnya. Sehingga dengan
cahaya itu terbukalah segala sesuatu yang terdapat di balik rahasia ucapan-ucapan
Universitas Sumatera Utara
Nabi Muhammad. Demikian pula halnya terhadap sesuatu yang ada di balik
rahasia Allah.
Adapun tujuan mengamalkan Tarekat sebagaimana yang lazim
dikerjakan oleh para jemaahnya, ada beberapa hal. Di antaranya adalah: (a)
mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu
(mujahadah), membersihkan diri dari sifat tercela dan diisi sifat terpuji, (b) selalu
mewujudkan rasa ingat kepada Allah melalui amalan wirid dan zikir diikuti
tafakur yang terus menerus dikerjakan, (c) timbul rasa takut kepada Allah
sehingga menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang
menyebabkan lupa kepada Allah, (d) akan dapat mencapai tingkat alam makrifat,
sehingga dapat mengetahui segala rahasia di balik tabir cahaya Allah dan RasulNya secara jelas, (e) dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup
ini (Imron Abu Amar, 1980:12-13).
Adapun landasan pengamalan Tarekat dalam Islam adalah mengutip
Surah Al-Jin ayat ke-16, seperti berikut ini.
Artinya:
Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan
itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezeki yang banyak)
Ayat ini oleh para ulama ahli Tarekat dijadikan pegangan hukum dasar
melaksanakan amalan-amalan yang diajarkan. Meskipun masih ada sebahagian
orang yang menentang dijadikannya ayat ini sebagai dasar hukum Tarekat.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian dari sisi materi pokok amalan Tarekat yang berupa wirid
zikrullah (berzikir), sesuai firman Allah dalam Qur’an sebagai berikut.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut
nama) Allah; zikir yang sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah
kepada-Nya waktu pagi dan petang (Q.S. Al-Ahzab: 41-42)
Memperhatikan ayat di atas, maka dengan jelas Allah telah
memerintahkan kepada semua orang yang beriman untuk tetap senantiasa berzikir
dengan menyebut asma Allah. Kegiatan ini dilakukan sepanjang waktu, siang atau
malam, pagi atau petang.
Aliran Tarekat mendekatkan faham tersebut dengan melakukan berbagai
cara, mulai dengan melakukan tarian untuk merasakan gerakan jiwa, merasakan
ketentraman hati tatkala berzikir dan mengikhlaskan harta pada saat sedekah.
Semua ini dilatih agar dapat mencapai tingkat kepasrahan kepada Yang Maha
Pengasih. Walaupun sedikit kontroversial tetapi inilah jalan yang ditempuh oleh
para sufi agar dapat lebih ikhlas, sabar dan bersyukur akan nikmat yang diberikan
Allah SWT.
Di dalam konteks Dunia Islam, terdapat berbagai aliran Tarekat. Di
antaranya adalah Jabariyah, Samaniyah, Mauwaliyah (Mevlevi), Naqsyabandiah,
dan lain-lainnya. Inti ajarannya adalah sama secara umum, yakni mendekatkan
diri kepada Allah melalui zikir. Namun terdapat variasi-variasi dalam tata cara
pengamalannya.
Universitas Sumatera Utara
Aliran Tarekat Naqsyabandiah adalah Tarekat dengan jalan melakukan
amalan dengan mengasingkan diri (berkhalwat) dari keramaian dan melakukan
zikir sampai ribuan kali setiap harinya. Mengasingkan diri ini dilakukan
mencontoh aktifitas yang dilakukan Rasul ketika menerima wahyu dari Allah
yang disampaikan oleh malaikat Jibril di gua Hira. Berdasarkan sejarah inilah
para penganut Tarekat Naqsyabandiah melakukan zikir di suatu tempat yang
dinamakan dengan suluk. Tarekat Naqsyabandiah ini salah satu yang terkenal di
Nusantara dan Dunia Islam adalah Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat,
Sumatera Utara, Indonesia.
Pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam ini, ada amalan-amalan berupa
zikir yang disebut suluk tadi, haul yaitu memperingati hari wafatnya Tuan guru
Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy, salat berjamaah, tausyiyah
(ceramah tau siraman rohani) agama oleh para ulama Tarekat ini, azan untuk
memulakan salat, penggunana nakus (kentongan) sebelum masuknya azan.
Yang menarik secara religius adalah bahwa di dalam Tarekat
Naqsyabandiah Babussalam ini terdapat aktivitas munajat.
Secara etimologis
munajat artinya adalah doa atau permohonan doa, merupakan sesuatu yang tidak
bisa dipisahkan dari ritual ibadah oleh agama dan kepercayaan manapun. Melalui
perantaraan doa, setiap individu meminta kepada yang kuasa tentang segala hal
yang diinginkannya. Oleh karena meminta adalah suatu proses mengharapkan
akan sesuatu maka di dalam memanjatkan doa setiap individu, kelompok maupun
suatu agama tertentu memiliki aturan, persepsi, dan syarat yang dianggap wajib
dilakukan agar doa tersebut terkabulkan. Demikian pula halnya pada aliran
Universitas Sumatera Utara
sufistik Tarekat
Naqsyabandiah
yang memiliki cara yang berbeda dalam
menyampaikan doanya.
Pelaksanaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam sedikit
berbeda dengan pelaksanaan munajat pada umat Islam secara umum. Biasanya
pada masyarakat Islam umum, munajat tidak dilakukan dengan bersenandung
dan isi dari munajat secara langsung merupakan permohonan kepada Allah.
Namun pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam selain munajat tersebut
disenandungkan juga permohonan kepada Allah melalui perantaraan guru dan
syekh yang dianggap suci dan keramat.
Sudah menjadi kebiasaan sejak Desa Babussalam dibangun, apabila kirakira setengah jam lagi waktu Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at masuk, bilal 5
mengumandangkan munajat di atas menara Madrasah besar dengan suara yang
merdu dan lantang. Demikian pula menjelang Isya pada bulan Ramadhan,
Munajat ini terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait yang pada dasarnya
mengandung puji-pujian kepada Allah, doa mohon ampun dan kelapangan hidup
dunia akhirat dengan berkat Syekh-Syekh Tarekat Naqsyabandiah serta Wali-Wali
Allah yang keramat dan Saleh.
Syair-syair munajat diciptakan oleh tuan guru pertama yaitu Syekh4
Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy semasa hidupnya. Pembacaan
5
Bilal adalah petugas keagamaan Islam yang mengumandangkan azan baik di dalam
mesjid atau di atas menara (minaret), sebagai indeks atau tanda akan masuknya sholat wajib atau
sunat lainnya seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Istilah bilal ini adalah merujuk kepada nama
pengumandang azan Islam yang pertama kali yaitu Bilal bin Rabba. Istilah bilal juga disinonimkan
dengan istilah muazin, yang maknanya adalah pengumandang azan (pertanda akan sholat). Umat
Islam dalam membuat tanda akan segera masuk ibadah sholat ini adalah melalui azan. sedanagkan
umat Kristiani tanda masuknya ibadah melalui bunyi lonceng gereja. Kemudian umat Yahudi
memberi tanda masuknya ibadah di synagog melalui tiupan terompet.
Universitas Sumatera Utara
munajat ini dimulai sejak masa kampung Babussalam pertama kali didirikan yaitu
pada tanggal 15 Syawal 1300 H dimana Syekh Abdul Wahab dengan keluarga
serta murid-muridnya yang berjumlah 130 (seratus tiga puluh) orang Hijrah
dengan menggunakan 13 (tiga belas) perahu ke daerah tersebut.
Di Tarekat Naqsyabandiah Babussalam, istilah munajat mengacu kepada
2 (dua) pengertian yaitu munajat sebagai senandung yang dibacakan setiap hari
diatas menara madrasah menunggu waktu salat tiba yang dilakukan bergantian
oleh 3 (tiga) sampai 4 (empat) orang dan yang kedua munajat yang dibacakan
sebelum ritual zikir di dalam suluk dimulai.
Keunikan yang ada dalam pembacaan munajat ini menjadikan munajat
menjadi salah satu ciri khas dari Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Pembacaan
munajat ini tetap dilakukan bukan saja di Babussalam namun di Masjid dan surausurau yang jamaahnya menganut faham Tarekat ini akan mengumandangkan
munajat untuk menunggu waktu salat subuh, Maghrib dan salat Jum’at tiba.
Budaya pembacaan munajat ini bagi masyarakat Naqsyabandiah menjadi
penting karena disamping sebagai wujud kepatuhan murid kepada sang guru yang
menganjurkannya juga munajat merupakan perwujudan tradisi kepercayaan yang
telah dibangun oleh ajaran Tarekat ini ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang
lampau yang disebut dengan rabhithah dan wasilah.
Pembacaan senandung munajat telah dilakukan berulang kali pada setiap
harinya di madrasah Babussalam, namun sejauh pengamatan penulis belum ada
suatu panduan tentang peraturan dalam pembacaan senandung munajat ini bila
ditinjau dari aspek melodinya.
Universitas Sumatera Utara
Anggapan sementara penulis munajat sangat berhubungan erat dengan
tradisi budaya seni dan sastra. Hal ini dapat terlihat dari modus melodi yang
digunakan tatkala menyenandungkannya maupun dari unsur sastra dalam
penggunaan kata dalam syairnya. Didalam menyenandungkannya Munajat
menggunakan aspek musikal Melayu yang dipengaruhi oleh unsur tekhnik vokal
Arabian seperti modus atau maqam rast, sika, nahwa, dan hijaz. Demikian pula
bila ditilik dari penggunaan kata dan sastranya yang digunakan tidak terlepas dari
pengaruh budaya sastra Melayu dan unsur filosofi Tarekat Naqsyabandiah.
Keberadaan
munajat
dalam
kelompok
Tarekat
Naqsyabandiah
Babussalam Langkat ini menarik dilihat dari berbagai fenomenanya. (a) Munajat
adalah doa yang disenandungkan dan diciptakan oleh Tuan Syekh Abdul Wahab
Rokan, yang menguasai dua aliran Tarekat yaitu Naqsyabandiah dan Samaniyah
sekali gus, namun yang dikembangkannya di Babussalam Langkat adalah Tarekat
Naqsyabandiah. (b) Munajat di dalam kelompok Tarekat ini disajikan dengan
menggunakan bahasa Melayu, artinya munajat ini dibumikan dengan cara
Melayu, bukan cara Arab atau Gujarat. (c) Munajat yang dikumandangkan
menjelang azan pada Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at, menggunakan
ornamentasi melodi Melayu dan tangga nada (maqam yang khas Timur Tengah)
dan ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. (d) Bahwa
munajat yang terdapat dalam Tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) 6
6
Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang
ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara
verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau
harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan
penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukkan melalui lagu bukan
bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang
Universitas Sumatera Utara
artinya komunikasi utama adalah secara verbal yang sesuai dengan konsep budaya
Melayu, yaitu yang kurik kundi, yang merah saga; yang baik budi, yang indah
bahasa. (e) Bahwa dalam munajat ini, unsur estetika juga memainkan peranannya
setelah unsur tekstual, unsur estetika ini mencakup aspek sastra seperti unsur
syair, rima (persajakan), bait, baris, makna teks, dan lainnya. Juga adanya unsur
melodis seperti patah lagu, cengkok dan gerenek, tangga nada, variasi individu
pengumandang munajat, dan lainnya. (f) Bahwa munajat merupakan ekspresi
budaya Melayu dalam konteks agama Islam, yang merupakan hasil adunan
Melayu dan Timur Tengah.
Dengan keberadaanya yang seperti itu, maka munajat ini menarik untuk
dikaji dari sisi ilmu seni budaya dan ilmu agama Islam. Dalam hal ini, penulis
menggunakan ilmu etnomusikologi dan agama Islam khususnya tentang Tarekat
yang disebut dengan ilmu tasawuf. Untuk itu perlu diulas sekilas tentang apa itu
etnomusikologi dan ilmu-ilmu dalam agama Islam yang mengkaji Tarekat.
Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu, merupakan fusi atau
gabungan dari dua induk ilmu yaitu etnologi (antropologi) dan musikologi.
Penggabungan ini sendiri telah menimbulkan dampak yang kompleks dalam
perkembangan etnomusikologi. Jika kemudian ia berfusi lagi dengan ilmu lain,
katakanlah arkeologi, maka akan terjadi sesuatu perkembangan yang menarik.
digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti pada
mantea. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja,
bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik
melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan
lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan
melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan
cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang
dapat ditelusuri melalui pikiran mereka (lihat Malm, 1977).
Universitas Sumatera Utara
Dalam konteks etnomusikologi, bidang musikologi selalu dipergunakan dalam
mendeskripsikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya
sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai
bagian dari fungsi
kebudayaan manusia dan sebagai suatu bagian yang menyatu dari suatu dunia
yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division,
for it has always been compounded of two distinct parts, the
musicological and the ethnological, and perhaps its major problem
is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes
neither but takes into account both. This dual nature of the field is
marked by its literature, for where one scholar writes technically upon
the structure of music sound as a system in itself, another chooses to
treat music as a functioning part of human culture and as an integral
part of a wider whole. At approximately the same time, other
scholars, influenced in considerable part by American anthropology,
which tended to assume an aura of intense reaction against the
evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its
ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon
the structural components of music sound as upon the part music
plays in culture and its functions in the wider social and cultural
organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl
(1956:26-39) that it is possible to characterize German and American
"schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite
apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it
is one of theory, method, approach, and emphasis, for many
provocative studies were made by early German scholars in
problems not at all concerned with music structure, while many
American studies heve been devoted to technical analysis of music
sound (Merriam 1964:3-4). 7
Dari
kutipan paragraf di atas,
menurut Merriam
para pakar
etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian
ilmu, untuk
itu selalu dilakukan percampuran dua bagian
keilmuan yang
7
Buku ini menjadi “bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar dan mahasiswa
etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme,
sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di
Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “buku wajib” dalam disiplin etnomusikologi
seluruh dunia.
Universitas Sumatera Utara
terpisah,
yaitu
musikologi
dan
etnologi.
kemungkinan-kemungkinan masalah besar
disiplin itu dengan cara yang
Kemudian menimbulkan
dalam rangka mencampur kedua
unik, dengan
penekanan
pada salah satu
bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme
lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya-seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu
sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan
musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai
bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan.
Pada saat yang sama,
beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika,
yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap
aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan
melakukan studi musik
dalam
konteks etnologisnya. Di sini, penekanan
etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian
struktur komponen suara
dalam
musik sebagai suatu bagian dari permainan musik
kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan
kebudayaan manusia yang lebih luas.
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat
kemungkinan karakteristik "aliran-aliran"
Amerika,
etnomusikologi
yang sebenarnya tidak persis sama.
di Jerman dan
Mereka melakukan
studi
etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,
pendekatan,
atau
penekanannya.
Beberapa
studi
provokatif
awalnya
dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah
Universitas Sumatera Utara
yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja.
Para sarjana Amerika
telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.
Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari
dua disiplin dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau terdapat variasi
penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat
persamaan
bahwa mereka
sama-sama berangkat dari musik dalam konteks
kebudayaannya.
Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan
dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia,
Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari
Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan
berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk
Etnomusikologi, 1995, yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta.
Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 (empat puluh dua) definisi
etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh
Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976. 8
8
R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar
etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay;
yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis
tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’:
Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c)
“Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis
artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi:
Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul
“Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai
alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia
diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri,
untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan
Universitas Sumatera Utara
Dari 42 (empat puluh dua) definisi tentang etnomusikologi dapat
diketahui bahwa etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu
musikologi dan antropologi, pendekatannya cenderung multi disiplin dan
interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial
sekaligus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya
mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau awalnya
mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis musik
menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan demikian,
masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus
berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti.
Mengapa penulis mengambil disiplin ilmu ini dalam mengkaji
keberadaan munajat di kelompok Tarekat Naqsyabandiah dengan menggunakan
disiplin etnomusikologi adalah dilandasi oleh beberapa hal. (a) Sebagai sebuah
aktivitas keagamaan munajat Tarekat ini mengandung unsur-unsur musikal
melodi (yang kemudian dapat lagi dirinci menjadi tangga nada, bentuk melodi,
frase melodi, motif melodi, densitas, frekuensi, dan lainnya) yang merupakan
wilayah kajian etnomusikologi. (b) Demikian pula munajat ini mengandung unsur
syair yang juga merupakan wilayah kajian etnomusikologi yang sering disebut
dengan kajian tekstual. Unsur-unsur syair ini meliputi bait, baris, rima atau
persajakan bunyi, jumlah kata per baris, makna denotasi dan konotasi, dan hal-hal
sejenisnya. (c) Munajat juga diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu
buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh
berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi
Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
dalam konteks budaya Melayu. Jadi munajat ini sangat menarik untuk distudi
yakni pertunjukan dalam konteks budayanya sebagaimana yang biasa dilakukan di
dalam disiplin etnomusikologi.
Namun demikian, untuk mengkaji munajat dalam konteks dunia Tarekat
atau sufisme, maka dalam tesis ini penulis menggunakan ilmu-ilmu dan
pendekatan tasawuf yang lazim digunakan dalam mengkaji keberadaan Tarekat di
dalam Dunia Islam. Untuk itu perlu dijelaskan apa itu ilmu tasawuf.
Tasawuf (tasawwuf) atau sufisme (bahasa Arab: ‫)ﺗﺻﻭﻑ‬
adalah ilmu
untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak,
membangun lahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf
pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan
dalam
perkembangannya
melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai
aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Suni, cabang Islam yang
lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran sufi muncul di Timur
Tengah pada abad ke-8. Sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan
dunia.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata sufi. Pandangan yang
umum adalah kata itu berasal dari suf, bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada
jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik muslim. Namun tidak semua sufi
mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan
bahwa akar kata dari sufi adalah safa, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh
penekanan pada sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan
bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok lain dalam Islam menyarankan bahwa etimologi dari sufi
berasal dari ashab al-suffa ("sahabat beranda") atau ahl al-suffa ("orang-orang
beranda"),
yang
mana
adalah
sekelompok
muslim
pada
waktu Nabi
Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi,
mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf,
apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber
mengatakan bahwa ilmu tasawuf sangatlah membingungkan. Sebagian pendapat
mengatakan bahwa faham tasawuf merupakan faham yang sudah berkembang
sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Orang-orang Islam baru di daerah
Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang
yang memeluk agama non-Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski
sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri
dari
kemewahan
dan
kesenangan
keduniaan.
Hal
ini
didorong
oleh
kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam kehidupannya
sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu
mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat
sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya
dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut faham tersebut. Itulah
sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme, atau paham
tasawuf. Sementara itu, orang yang penganut paham tersebut disebut orang sufi.
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf
berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa),
Universitas Sumatera Utara
dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa. Mereka dianggap sebagai penanam
benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Pendapat
lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di
zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena
faktor politik. Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan
perebutan kekuasaan ini terus berlangsung di masa khalifah-khalifah sesudah
Utsman dan Ali. Muncullah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka
menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan
busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar
masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah
gerakan tasawuf yang di pelopori oleh
Hasan Al-Bashiri
pada abad
kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figaur lain seperti Shafyan alTsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah.
Ilmu tasawuf ini didefinisikan oleh beberapa pakar.
Tasawuf
yaitu paham mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan
ajaran Yoga di India (G.B.J. Hiltermann & Van De Woestijne). Tasawuf adalah
aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (C.B. Van
Haeringen).
Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan
untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para
muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama,
kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai
menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abdil Wahhab Al-Sha'rani
mendefinisikan sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan
Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang
tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit
dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra, Kairo, 1374).
Sufisme yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok
kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua
yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt),
manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali
bersatu dengan Dia (J. Kramers Jz).
Al-Qur’an pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan
batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan
bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung
perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam
sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti
ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan
dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing.
Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian
diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang
sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama
Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan
masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat
kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan.
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan dan gerak-gerik (akibat faham mistik) ini makin hari makin luas
mendapat sambutan dari kaum muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli
dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang
pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi
dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Abubakar
Aceh, 1980).
Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan
yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2)
Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non
Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan
ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur ajaran Islam.
Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak
sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980).
Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena
suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (shuuf), maka mereka
disebut dengan sufi. Soal hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah ajaran Rasulullah
SAW dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu.
Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita
telusuri ajaran sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan
mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku
terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan
As-Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran sufi ini di dalam sejarah
pemimpin umat manusia Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para
Universitas Sumatera Utara
sahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam
semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran sufi ini diambil dan
diwarisi
dari
kerahiban Nasrani,
Brahma
Hindu,
ibadah Yahudi dan
zuhud Budha"( Ruwaifi’ bin Sulaimi dalam buku At Tashawwuf Al Mansya’ Wal
Mashadir, 1981:28).
Tokoh-tokoh
yang
mempengaruhi
tasawuf Nusantara pada masa
perkembangan awal Islam yaitu: Hamzah Al-Fansuri, Syekh Abdurrauf AsSinkili,
dan Syekh Yusuf
Al-Makasari,
Syekh
H.
Muhammad
Yusuf
Minangkabau, dan Syekh Abdul Wahab Rokan. Kemudian pada masa
kemerdekaan muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti: Syekh Abdullah Mubarok bin
Nur Muhammad r.a (Abah Sepuh) Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dan
Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini, serta yang lainnya.
Adapun tokoh-tokoh tasawuf yang berpengaruh di Cirebon di antaranya
ialah Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih populer dengan sebutan Sunan
Gunungjati, Syekh
Iman atau
yang
Nurjati, guru dari Sunan
terkenal
dengan
sebutan
Gunungjati, Syekh
Pangeran
Abdullah
Cakrabuana, Syekh
Mulyani atau yang terkenal dengan sebutan Syekh Royani yang melahirkan
para ulama diSrengseng, sebuah desa yang terkenal di Kecamatan Krangkeng,
Kabupaten Indramayu.
Kemudian
ada Mbah
Kriyan, Syekh
Tholhah yang
menjadi guru dari Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a.,
Syekh Jauharul
Arifin pendiri Pondok
Pesantren
Al-Jauhariyah Balerante,
Palimanan, Kabupaten Cirebon, dan tokoh-tokoh Cirebon yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Jadi dapat dikemukakan bahwa ilmu tasawuf atau sufi dalam agama
Islam adalah salah satu ilmu tentang kerohanian atau kebatinan yang berdasar
kepada zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu tasawuf menjadi
pemerkaya batin kepada umat Islam yang mengamalkannya.
Berdasarkan
latar
belakang
keberadaan
Tarekat
Naqsyabandiah
Babussalam Langkat seperti terurai di atas dan pendekatan keilmuan yang akan
dilakukan, maka penulis membuat judul penelitian ini: Munajat dalam Tarekat
Naqsyabandiah Babussalam Langkat: Kajian terhadap Fungsi, Makna Teks, dan
Struktur Melodi.
1.2 Pokok Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, sebenarnya keberadaan
munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat ini, dapat dikaji
melalui
berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu ushuluddin agama Islam, ilmu
psikologi, sosiologi, linguistik, sejarah, dan lain-lainnya. Namun demikian seperti
sudah penulis kemukakan sebelumnya, dalam tesis ini penulis mendekatkan kajian
pada disiplin seni dan ilmu tasawuf. Disiplin seni yang utama pun adalah
etnomusikologi. Ini bertujuan untuk dapat memperdalam kajian estetikanya yang
dilatar belakangi keberadaan munajat dalam lingkungan Tarekat dan agama Islam
yang lebih luas yaitu mencakup persebarannya di Dunia Islam. Selain itu, kajian
terfokus ini, adalah mempertimbangkan latar belakang keilmuan penulis yang
dalam strata satu berpendidikan sebagai ilmuwan pendidik seni musik. Tentu saja
pendekatan ini tidak lupa menggunakan multidisiplin dan interdisiplin ilmu,
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana yang lazim dianjurkan dalam penelitian-penelitian di bidang ilmuilmu seni.
Untuk memfokuskan kajian dan penyelesaian masalah, maka penulis
dalam tesis magister ini perlu dilakukan pembatasan masalah agar menghindari
pembahasan yang mengambang dan menyimpang. Adapun yang menjadi pokok
masalah yang diteliti adalah sebagai berikut.
(1) Pokok permasalahan pertama adalah bagaimana fungsi munajat dalam
kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Pokok masalah ini
nanti akan dikaji meliputi guna munajat dan fungsinya. Guna melihat dari sisi
praktisnya, sedangkan fungsi melihat dari perspektif sosiobudaya yang lebih
luas, terintegrasi dan mendalam.
(2) Pokok masalah yang kedua adalah apa-apa saja makna yang terkandung
dalam teks (syair) munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat? Dalam pembahasan penelitian ini, maka pokok
masalah ini akan mencakup aspek struktural dan makna semiosis, yang
mencakup seperti jumlah bait teks munajat, jumlah baris dalam satu bait,
jumlah kata dalam satu baris dan bait, suku kata per baris, penggunaan aspek
estetika seperti rima atau persajakan bunyi akhir baris, intonasi, makna
konotasi, makna denotasi, lambang, ikon, indeks, dan hal-hal sejenis.
(3) Pokok masalah yang ketiga adalah bagaimana struktur melodi munajat yang
dipraktikkan dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat
yang ada pada saat ini? Pokok masalah ini akan diurai dengan parameter
seperti tangga nada (maqam), wilayah nada, nada dasar, persebaran interval,
Universitas Sumatera Utara
formula melodi, pola-pola kadensa, kontur, dan hal-hal sejenis. Kajian ini
diharapkan akan memberikan gambaran yang jelas tentang identitas musikal
yang terkandung di dalam munajat, yang menyatu dan terintegrasi dengan
sistem estetika Islam atau tasawuf.
Selain ketiga pokok masalah di atas, di dalam tesis ini juga akan dibahas
beberapa masalah lainnya, yang dipandang dapat mengungkapkan dan membantu
menjawab tiga pokok masalah di atas. Di antara pokok masalah tambahan lainnya
adalah: Bagaimana sejarah tumbuh dan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiah
atau persulukan di Desa Besilam (Babussalam) Langkat ? Pokok masalah ini
dibuat untuk dapat mengungkap sejarah tumbuh dan berkembangnya Tarekat ini
dari dimensi ruang dan waktu yang dilaluinya. Selain itu juga akan dikaji tentang
biografi ringkas guru pendiri Tarekat ini yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan, yang
berlatarbelakang sebagai orang Melayu dan jiwa kemelayuan yang juga tercermin
dalam munajat ciptaan beliau. Begitu juga dengan guru-guru penerusnya, yang
akan dikaji secara singkat saja, tidak mendalam.
Pokok masalah tambahan lainnya adalah bagaimana bentuk penyajian
atau pertunjukan munajat di dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat? Masalah ini akan memberikan atau mendeskripsikan
jalannya penyajian munajat dari sejak awal, hingga akhir menjelang azan dan salat
maghrib, Subuh, dan Jum’at. Masalah ini akan membahas siapa penyajinya, di
mana disajikan, bagaimana menyajikannya, bagaimana respons atau umpan balik
para jemaahnya, dan hal-hal sejenis.
Universitas Sumatera Utara
Dengan menentukan pokok masalah seperti ini diharap akan dapat
mengungkap secara jelas tiga pokok masalah di atas. Penelitian ini juga
diharapkan akan memberikan wawasan keilmuan yang lebih terurai jelas dalam
lingkup disiplin seni dan agama sekaligus.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah
seperti uraian berikut ini.
1.
Memahami
guna
dan
fungsi
munajat
dalam
komunitas
Tarekat
Naqsyabandiah Besilam (Babussalam) Langkat.
2.
Memahami makna-makna teks munajat ciptaan Syekh Abdul wahab Rokan,
yang disajikan sebelum azan pada salat Subuh, maghrib, dan Jum’at.
3.
Mengetahui dan mengerti bagaimana struktur melodi munajat yang disajikan
yang mengandung unsur musikal Melayu dan Arab (Timur Tengah).
Selain itu penulisan tesis ini bertujuan untuk dapat mengungkapkan
tumbuh dan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam Langkat,
berdasarkan dimensi waktu dan ruang yang dilaluinya. Tujuan lainnya adalah
memahami bagaimana bentuk penyajian atau pertunjukan munajat didalam
kelompok Tarekat Naqsyabandiah
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian
diatas, manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai salah satu sumber informasi tentang salah satu kesenian ritual
keagamaan dalam bentuk vokal yang ada di Langkat Sumatra Utara.
2.
Sebagai usaha melestarikan seni budaya Islam, khususnya bagi masyarakat
pendukungnya.
3.
Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lanjutan tentang kebudayaan seni
ritual Islam.
4.
Sebagai sarana untuk memperkenalkan seni Tarekat di kalangan sivitas
akademika perguruan tinggi baik dalam lingkup daerah, nasional, atau
internasional.
5.
Sebagai salah satu bahan saintifik pendukung untuk pengembangan metode
dan teori dalam bidang ilmu-ilmu seni, khususnya etnomusikologi dan seni
dalam agama, karena ilmu harus terus dikembangkan sesuai dengan
peredaran zaman.
6.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Magister
(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara di Medan.
7.
Sebagai bahan awal untuk kajian ilmu-ilmu seni dan agama dalam perspektif
yang lebih luas, seperti dalam konteks Indonesia, Dunia Melayu, Dunia
Islam, dan perbandingan antar agama yang mempraktekkan hal-hal yang
sejenis dengan munajat ini.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan
studi kepustakaan. Ini dilakukan dengan cara mencari literatur yang berhubungan
dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan dari studi kepustakaan ini
adalah untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang mampu menelaah pokok
masalah, berdasar literatur-literatur tersebut dalam lingkup penelitian pengkajian
dan penciptaan seni. Kemudian memetakan sejauh apa para peneliti terdahulu
mengkaji keberadaan praktik religi munajat dan sejenisnya ini. Tujuan lainnya
adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih.
Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang
dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang berkenaan
dengan munajat Naqsyabandiah ditinjau dari aspek kajian fungsi, makna teks, dan
struktur melodi munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Melayu,
termasuk di Babussalam Langkat, Sumatera Utara.
Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam
membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan penelitianpenelitian atau penulisan terdahulu sebagai acuan. Adapun bahan-bahan acuan
tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Buku Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam oleh H. Ahmad
Fuad Said. Buku yang berhalam 190 ini, menceritakan tentang sejarah
Tarekat Naqsyabandiah serta perjuangan Tuan guru Babussalam dalam
mengembangkan ajarannya serta perjuangannya pada masa penjajahan. Serta
Universitas Sumatera Utara
silsilah yang dipergunakan dalam Tarekat ini yang nantinya menjadi acuan
dalam membahas mengenai syair yang digunakan dalam munajat.
2.
Buku yang bertajuk Hakekat Tarekat Naqsyabandiah yang ditulis oleh H.
Ahmad Fuad Syaid, diterbitkan di Babussalam Langkat oleh Pustaka
Babussalam, 1989. Buku yang terdiri dari 211 (dua ratus sebelas) halaman
dan dibagi ke dalam 18 (delapan belas) bab ini, memberikan wawasan yang
mendalam,
bagaimana
orang-orang
dalam
Tarekat
Naqsyabandiah
Babussalam Langkat menilai dan mengekspresikan ide-ide keagamaannya
dalam konteks pelaksanaan Tarekat. Buku ini sangat membantu melihat dari
sisi pandangan orang dalam (insider), agar peneliti tidak terjebak dalam
tafsiran yang menurut persepsi peneliti sendiri. Buku ini memberikan data
yang diperlukan dalam konteks studi dengan teori etnosains atau grounded
theory.
3.
Seterusnya buku yang bertajuk Mengenang Kembali Syekh Fakih Tambah,
yang ditulis oleh Sulaiman JWR, tahun 2002, yang diterbitkan di
Babussalam. Buku ini memberikan gambaran tentang Syekh Fakih Tambah,
sebagai seorang tokoh ulama, pemimpin agama, dan ahli tasawuf. Beliau
adalah putra Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Kholidi Naqsabandi, Tuan Guru
Mursyid dan Nazir Babussalam langkat, Sujmatera Utara, Indonesia. Buku ini
memberikan pengetahuan lebih jauh bagaimana kontinuitas yang dilakukan
keturunan Syekh Abdul Wahab Rokan ini dalam mengelola kelompok
Tarekat ini.
Universitas Sumatera Utara
4.
Buku berbahasa Inggris, Sufi Expressions of the Mystic Quest oleh Laleh
Bakhtiar. Buku ini memandu penulis untuk lebih mengenal bentuk-bentuk
seni sufistik Islam. Bahwa Islam sebagai sebuah agama besar memiliki sisisisi spritualitas dalam seninya, yang memiliki berbagai genre, khususnya
sebagai sen sufistik.
5.
Buku Sastra Melayu Sumatra Utara oleh Muhammad Takari Bin jilin
Syahrial dan Fadlin Bin Muhammad Dja’far. Dalam buku ini, Takari dan
fadlin menguraikan secara mendalam bagaimana keberadaan sastra Melayu
yang terdapat di Sumatera Utara, seperti sinandong, syair, gubang, pantun,
gurindam, nazam, talibun, seloka, dan lain-lainnya dengan pendekatan
multidisiplin ilmu. Buku ini membantu penulis dalam mengenal sastra
Melayu dan menelaah permasalahan-permasalahan dalam memaknai maksud
dari syair munajat.
6.
Psikologi Komunikasi oleh Jalaluddin Rakhmat. Buku ini berisikan hal-hal
yang dikomunikasikan oleh suatu kelompok kepada masyarakat serta
bagaimana bentuk komunikasi tersebut mempengaruhi perilaku manusia.
Buku ini membantu penulis untuk memahami bagaimana penerimaan pesan
komunikasi dan komunikasi yang terjadi pada saat disajikannya munajat
menjelang azan dan salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at di dalam kelompok
Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat.
7.
Selanjutnya buku Bersufi Melalui Musik oleh Abdul Muhaya. buku ini
menjelaskan tentang tingkatan spiritualitas dalam mendengarkan musik dan
pembagian derajat sufi dalam mendengarkan musik serta beberapa pandangan
Universitas Sumatera Utara
Islam tentang musik. Bagi kalangan sufi, musik (al-sama’) merupakan alat
stimulus Ilahiah yang dapat meningkatkan kecintaan mereka kepada Allah.
Melalui kecintaan yang kuat, seorang sufi akan sampai kepada derajat wajd
(ekstasi). Ini adalah sebuah peristiwa suatu perasaan yang ditimbulkan oleh
rasa cinta yang sungguh-sungguh kepada Sang Khalik (Allah Subhana
Wata’ala) dan kerinduan untuk selalu bertemu dengan Allah. Buku ini
memberikan wawasan yang luas tentang bagaimana memandang dan
mengkaji seni musik dalam dunia tasawuf dalam Islam.
8.
Buku Mutiara Al-Qur’an dalam Kapita Selecta oleh Kadirun Yahya. Buku
ini membantu penulis untuk lebih mengerti dan memahami tentang
terminologi yang lazim digunakan di kalangan sufi yaitu wasilah rabithah
dan adab dalam melakukan Suluk serta sudut pandang ilmiah metafisika
tasawuf.
9.
Selanjutnya buku Sejarah Teori Antropologi Budaya oleh J.Van Baal. Buku
ini banyak membantu penulis dalam mencari teori yang berhubungan dengan
agama sebagai gejala budaya. Buku ini memberikan ilmu pengatahuan
kepada penulis tentang bagaimana pendekatan secara budaya terhadap
fenomena-fenomena agama sebagai sebuah realitas budaya dan sosial.
10. Dalam rangka kajian pustaka terhadap munajat ini dalam perspektif
etnomusikologi, penulis membaca buku William P. Malm, 1977. Music
Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey, Englewood Cliffs:
Prentice Hall; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P.
Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialih
Universitas Sumatera Utara
bahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara
Press. Buku ini di salah satu babnya mengkaji secara umum budaya musik
Islam di Timur Tengah, yang umum menggunakan istilah-istilah seperti
maqam, maqamat, datsgah, iqa’at, huda, qasidah, dan sejenisnya sebagai
identitas musik Islam.
11. Penulis juga membaca skripsi sarjana etnomusikologi yang ditulis oleh
Makhmud Hasbi, 1993.
Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Muzikal
dalam Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi
Sarjana Muda Seni, di Bidang Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini memberikan pengetahuan kepada penulis
tentang bagaimana azan dipraktikkan oleh masyarakat Islam di Sumatera
Utara dengan ciri ornamentasinya. dari skripsi ini juga penulis akan melihat
gaya munajat yang disajikan di dalam komunitas Tarekat Naqsyabandiah
Babussalam Langkat.
12. Demikian pula untuk melihat aspek estetis melodi munajat, penulis membaca
skripsi sarjana seni Etnomusikologi, Fakultas Sastra USU Medan, yang
ditulis oleh Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Musik Vokal Marhaban dalam
Upacara Menabalkan Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli
Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Skripsi ini juga nmemberikan pengetahuan tentang bagaimana secara musikal
marhaban dan barzanji disajikan dalam kebudayaan masyarakat muslim di
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
13. Selanjutnya penulis menggunakan halaman web www.maqomword.com.
Situs ini membantu penulis dalam menganalisis maqam yang dipergunakan
dalam pembacaan senandung munajat serta pembagian pembagian frase
dalam kalimat lagu.
1.5 Konsep dan Landasan Teori
1.5.1 Konsep
Dalam rangka memperjelas makna-makna peristilahan yang digunakan
dan berhubungan dengan topik tesis ini, maka penulis akan menjelaskan apakah
konsep dan teori itu. Penulis mengunakan ini agar tidak terjadi pendistorsian
makna. Konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari
peristiwa kongkret (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 2005:588).
Dalam penulisan tesis ini konsep yang akan diuraikan adalah tentang: (1)
munajat, (2) kajian, (3) fungsi, (4) teks, dan (5) struktur melodi. Konsep ini
terutama mengacu kepada pandangan para ahli di dunia ilmu pengetahuan seni
dan dari kalangan Tarekat Naqsyabandiah itu sendiri.
(1) Munajat secara etimologi berarti Doa atau permintaan kepada Allah.
Dalam Tarekat Naqsyabandiah dikenal ada 2 (dua) macam munajat yang dikenal
yaitu: (1) Munajat yang dibacakan setiap melakukan ritual zikir dalam bersuluk
yang berisi kalimah “ilahi anta maksudi waridho kamaklubi” yang artinya adalah
Allah yang dimaksud/dituju dan ridho yang diharapkan. (2) Munajat yang
dikumandangkan setiap hari sebelum Azan Salat Subuh, Maghrib dan Salat
Universitas Sumatera Utara
Jum’at yang diciptakan oleh tuan guru Babussalam pertama Syekh Abdul Wahab
Rokan Naqsyabandy yang terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait. Adapun
pemaksudan dari munajat yang akan dibahas dalam tesis ini adalah munajat yang
terdiri dari 42 (empat puluh dua) bait tuan guru di atas. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta munajat berarti bergaul dengan tuhan
dalam doa (berdoa dalam batin).
Tarekat menurut pengertian bahasa berarti jalan, aliran, cara, garis,
kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama.
Berasaskan tiga huruf yaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang
menyatakan bahwa huruf Ta bererti Taubat, Ra berarti Redha dan Qaf berarti
Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tarekat ialah Taraiq atau Turuq yang berarti tenunan
dari bulu yang berukuran 4 (empat) hingga 8 (delapan) hasta dan dipertautkan
sehelai demi sehelai. Tarekat juga berarti garisan pada sesuatu seperti garis-garis
yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ialah
tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.
Menurut al-Jurjani dalam kitabnya Al-Ta'rifaat: "Tarekat adalah jalan
yang khusus bagi ahli salikin (orang yang berjalan) menuju kepada Allah dengan
melalui berbagai rintangan dan peningkatan berbagai makam." (Al-Jurjani,
Ta'rifaat H: 94).
Naqsyabandiyah adalah nama salah satu Tarekat dari sahabat rasullullah
Abu Bakar Siddik Ra dan didirikan oleh Sayyid Shah Muhammad Bahauddin
Naqshband Al-Bukhari Al-Uwaisi Rahmatullah pada bulan Muharram tahun 717
Hijrah bersamaan 1317 Masehi yaitu pada abad ke 8 (delapan) Hijrah bersamaan
Universitas Sumatera Utara
dengan abad ke 14 (empat belas) Masehi di sebuah perkampungan bernama
Qasrul ‘Arifan Bukhara. Naqsyabandiah terdiri dari 2 kata : Naqs berarti lukisan,
ukiran, peta atau tanda. Band berarti terpahat, terlekat, tertampal atau terpatri.
Naqsyaband berarti “ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan
kalimah Allah Subhana Wa Ta’ala dihati sanubari sehingga benar-benar terpahat
dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah.
(2) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau
analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk
mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah
yang di mulai dengan dugaan akan sebenarnya (Poerwadarminta dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2005).
(3) Selanjutnya yang dimaksud fungsi menunjuk pada bagian yang
dimainkan dalam sebuah sistem. Fungsi dan peran merupakan sebuah kesatuan
dalam pemahaman bahwa peran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
fungsi. Selanjutnya peranan dapat merupakan fungsi dari satu variabel ke variabel
lainnya dalam satu kesatuan. Artinya setiap variabel dalam kesatuan itu memiliki
peranan tertentu. Peranan (role) adalah: (1) fungsi individu atau peranannya dalam
satu kelompok atau institusi, (2) fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada
pada individu, atau yang menjadi ciri atau sifat dari dirinya, (3) fungsi sembarang
variabel dalam satu kaitan sebab akibat (Chaplin,1989:439).
(4) Kemudian yang dimaksud dengan teks atau lirik Teks adalah naskah
yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab Suci untuk pangkal
ajaran atau alasan, serta bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran,
Universitas Sumatera Utara
berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus Besar
Bahasa
Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang dimaksud
dengan teks adalah lirik munajat yang diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab
Rokan. Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan syair dalam kebudayaan
Melayu. Syair sendiri adalah salah satu genre sastra tradisi Melayu yang dalam
satu bait terdiri dari empat baris, menggunakan rima, dan kesemuanya adalah isi.
Syair dalam budaya Melayu dibawa pertama kali oleh Hamzah Fansuri abad ke13 (Takari dan Fadlin, 2010:45).
(5) Yang dimasud dengan struktur melodi adalah sebagai berikut.
Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas unsur-unsur yang
berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ini bisa dikaitkan
dengan pengertian struktur sosial atau struktur masyarakat. Begitu juga dengan
struktur gedung atau bangunan. Struktur juga bermakna sebagai bangunan bisa
saja bangunan musik, bangunan sejarah, bangunan tari, bangunan atom, dan lainlain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang membentuk bidang-bidang apa saja.
Misalnya
kerangka
karangan,
kerangka
layang-layang,
dan
seterusnya
(Poerwadarminta, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).
Dalam
kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang dimaksud adalah merujuk kepada
struktur melodi. Struktur ini terdiri dari unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada,
nada dasar, formula melodi, interval yang digunakan, nada yang digunakan, polapola kadensa, dan kontur melodi.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Teori
Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang
didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan
argumentasi (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 2005:1177). Dalam pelaksanaannya, terutama untuk mencapai tujuannya,
penelitian ini menggunakan sejumlah perangkat teori, prinsip pendekatan dan
prosedur pemecahan masalah yang relevan yaitu sebagai berikut.
(1) Untuk menganalisis fungsi dan guna munajat di dalam komunitas
Tarekat Naqsyabandiah, penulis menggunakan teori fungsionalisme. Menurut
Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala
aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari
sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi
karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap
keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk
tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi
dari beberapa macam human need itu. Dengan paham ini seorang peneliti bisa
menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan
kebudayaan manusia. 9
9
Lihat Koentjaraningrat (ed.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi tentang
fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi dalam
antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara
fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian
lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands,
selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku
manusia dan institusi-institusi sosial menjadi begitu mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).
Universitas Sumatera Utara
Selaras dengan pendapat Malinowski, munajat dalam komunitas Tarekat
Naqsyabandiah Babussalam Langkat, Sumatera Utara, timbul dan berkembang
karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri
masyarakatnya.
Munajat
timbul,
karena
masyarakat
pengamalnya
ingin
memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan dan keagamaan. Namun
lebih jauh daripada itu, akan disertai dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti
integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya dan lainnya.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat
dengan struktur sosial masyarakat.
Bahwa struktur sosial itu hidup terus,
sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian,
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian
aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya.
Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal,
seperti yang diuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a
partial activity makes of the total activity of which it is a part. The
function of a perticular social usage is the contribution of it makes to
the total social life as the functioning of the total social system. Such
a view implies that a social system ... has a certain kind of unity,
which we may speak of as a functional unity. We may define it as a
condition in which all parts of the social system work together with a
sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without
producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated
(1952:181).
Sejalan dengan pandangan Radcliffe-Brown, munajat bisa dianggap
sebagai bahagian daripada struktur sosial masyarakat Tarekat Naqsyabandiah.
Universitas Sumatera Utara
Pertunjukan munajat adalah salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang
kepada keseluruhan aktivitas, yang pada masanya akan berfungsi bagi
kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya. Fungsinya lebih jauh
adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian
kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai-bagai kondisi sosial dan budaya dalam
masyarakat Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat.
Soedarsono yang melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktikal
dan integratifnya, mereduksi tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) untuk
kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi
yang dapat menghibur diri, dan (3) sebagai penyajian estetika (1995). Selaras
dengan pendapat Soedarsono, munajat mempunyai fungsi sosial, ungkapan
perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan penyajian estetika.
Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba
menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam
membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan
fungsi.
Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah
sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti
terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita
menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat,
sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan
adat istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan
aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan
pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.Music is used in certain
Universitas Sumatera Utara
situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper
function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may
be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the
supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular
mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer,
organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is
enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted
as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them,
refers to the situation in which music is employed in human action; “function”
concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose
which it serves. (1964:210).
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam.
Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan
untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai
perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu
untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin, dan berumah tangga dan
pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang
menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme
tersebut
behubungan
mengorganisasikan
dengan
ritual
dan
mekanisme
lain,
kegiatan-kegiatan
seperti
menari,
upacara.
berdoa,
“Penggunaan”
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan
“fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan
demikian, sejalan dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan
dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan
konsistensi internal budaya.
(2) Untuk mengkaji makna teks yang terkandung di dalam munajat,
penulis menggunakan teori semiotik. Untuk menganalisis makna
terkandung dalam teks munajat menggunakan teori
yang
semiotika yaitu teori
Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce,
seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem
yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image)
atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa
mempunyai lambang bunyi tersendiri.
Menurut Encylopedia Brittanica (2007) pengertian semiotika itu adalah
seperti yang dijabarkan berikut ini.
Semiotic also called Semiology, the study of signs and signusing behaviour. It was defined by one of its founders, the Swiss
linguist Ferdinand de Saussure, as the study of “the life of signs
within society.” Although the word was used in this sense in the 17th
century by the English philosopher John Locke, the idea of semiotics
as an interdisciplinary mode for examining phenomena in different
fields emerged only in the late 19th and early 20th centuries with the
independent work of Saussure and of the American philosopher
Charles Sanders Peirce.
Peirce's seminal work in the field was anchored in pragmatism
and logic. He defined a sign as “something which stands to somebody
for something,” and one of his major contributions to semiotics was
the categorization of signs into three main types: (1) an icon, which
resembles its referent (such as a road sign for falling rocks); (2) an
Universitas Sumatera Utara
index, which is associated with its referent (as smoke is a sign of fire);
and (3) a symbol, which is related to its referent only by convention
(as with words or traffic signals). Peirce also demonstrated that a sign
can never have a definite meaning, for the meaning must be
continuously qualified.
Saussure treated language as a sign-system, and his work in
linguistics has supplied the concepts and methods that semioticians
apply to sign-systems other than language. One such basic semiotic
concept is Saussure's distinction between the two inseparable
components of a sign: the signifier, which in language is a set of
speech sounds or marks on a page, and the signified, which is the
concept or idea behind the sign. Saussure also distinguished parole, or
actual individual utterances, from langue, the underlying system of
conventions that makes such utterances understandable; it is this
underlying langue that most interests semioticians.
This interest in the structure behind the use of particular signs
links semiotics with the methods of structuralism (q.v.), which seeks
to analyze these relations. Saussure's theories are thus also considered
fundamental to structuralism (especially structural linguistics) and to
poststructuralism.
Modem semioticians have applied Peirce and Saussure's
principles to a variety of fields, including aesthetics, anthropology,
psychoanalysis, communi-cations, and semantics. Among the most
influential of these thinkers are the French scholars Claude LéviStrauss, Jacques Lacan, Michel Foucault, Jacques Derrida, Roland
Barthes, and Julia Kristeva.
Semiotik adalah “ilmu” yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.
Karena manusia memiliki kemampuan untuk memberikan makna pada berbagai
gejala sosial budaya dan alam. Tanda adalah bagian dari kebudayaan manusia.
Dengan demikian, semiotik adalah “ilmu” yang dapat digunakan untuk mengkaji
tanda dalam kehidupan manusia. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya,
sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap
oleh indra yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek
lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek
kedua terkandung di dalam aspek pertama. Penanda terletak pada tingkatan
ungkapan dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi,
Universitas Sumatera Utara
huruf, kata, gambar, warna, objek, dan sebagainya. Petanda terletak pada
tingkatan isi atau gagasan dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan.
Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori semiotik yang ditawarkan empat orang pakarnya.
(A) Semiotik Charles Sanders Peirce. Peirce mengemukakan teori
segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni
tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik
yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut
Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang
muncul dari perwakilan fisik), dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan
sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda
adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk
tanda (Santosa, 1993:10) dan (Pudentia, 2008:323).
Bagan 1.1 Segitiga Makna
Objek
Representamen
Interpretan
Menurut Peirce (Santosa,1993:10) pemahaman akan struktur semiosis
menjadi dasar yang tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya
mengembangkan pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan
sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam
mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala
sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur logika, yaitu hubungan penalaran dengan
jenis penandanya, hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, dan hubungan
Universitas Sumatera Utara
pikiran dengan jenis petandanya seperti yang tertera dalam bagan 1.2 dan bagan
1.3 berikut.
Bagan 1.2 Pembagian Tanda
Ground/ representamen : Objek/ referent: yaitu apa
tanda itu sendiri sebagai
yang diacu.
perwujudan gejala umum.
Interpretant: tandatanda baru yang
terjadi dalam batin
penerima.
Rheme: tanda suatu
kemungkinan atau
konsep, yaitu yang
memungkinkan
menafsirkan
berdasarkan pilihan,
misalnya: “mata
merah” bisa baru
menangis, tapi bisa
juga yang lain.
Qualisign: terbentuk oleh
suatu kualitas yang
merupakan suatu tanda,
misalnya: “keras” suara
sebagai tanda, warna
hijau.
Ikon: tanda yang
penanda dan petandanya
ada kemiripan. Misalnya:
foto, peta.
Sinsign/tokens: terbentuk
melalui realitas fisik.
Misalnya : rambu lalu
lintas.
Index: hubungan tanda
dan objek karena sebab
akibat. Misalnya: asap
dan api.
Dicent sign: tanda
sebagai fakta/
pernyataan
deskriptif eksistensi
aktual suatu objek,
mis : tanda larangan
parkir adalah
kenyataan tidak
boleh parkir.
Legisign: Hukum atau
kaidah yang berupa
tanda. Setiap tanda
konvensional adalah
legisign, misalnya: suara
wasit dalam pelanggaran.
Symbol: hubungan tanda
dan objek karena
kesepakatan / suatu
tanda yang penanda atau
petandanya arbitrer
konvensional. Misalnya:
bendera, kata-kata.
Argument: tanda
suatu aturan, yang
langsung
memberikan alasan,
mis : gelang akar
bahar dengan alasan
kesehatan.
Sumber: Erni Yunita (2011)
Universitas Sumatera Utara
Bagan 1.3 Hubungan Tanda
Sumber: Erni Yunita (2011)
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang
yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau
makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda, ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Model tanda
yang dikemukakan Peirce adalah trikotomis atau triadik, dan tidak memiliki ciriciri struktural sama sekali. Prinsip dasarnya adalah bahwa tanda bersifat
representatif yaitu tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Proses
pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan antara tiga titik yaitu
Representamen (R), Object (O), dan Interpretant (I). (R) adalah bagian tanda
yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu yang
Universitas Sumatera Utara
diwakili oleh (O), kemudian (I) adalah bagian dari proses yang menafsikan
hubungan antara (R) dan (O).
Contoh apabila di tepi pantai seseorang melihat bendera merah (R), maka
dalam kognisinya ia merujuk pada “larangan untuk berenang”(O), selanjutnya ia
menafsirkan bahwa “adalah berbahaya untuk berenang disitu” (I). Tanda seperti
itu disebut lambang yakni hubungan antara R dan O bersifat konvensional.
(B) Semiotik Ferdinand de Saussure. Teori Semiotik ini dikemukakan
oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi
dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda
dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya
arsitektur atau seni rupa. Sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap
melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung di dalam karya
arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda
berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi
adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem
berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk
dapat memaknai tanda tersebut (Culler, 1996:7). Bagan berikut tentang tanda
(sign) yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (dalam Djajasudarma,
1993:23).
Universitas Sumatera Utara
Bagan 1.4 Tentang Tanda
Signifiant (signifier) “yang menandai” (citra bunyi) misalnya: pohon [p o h o n]
Signe
Signifie (signified) “yang ditandai” (pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran).
Contoh:
Pohon
tangkal
tangkal
Hubungan antara signifiant dan signifie bersifat arbitrer atau sembarang
saja. Dengan kata lain, tanda bahasa (signe linguistique atau signe) bersifat
arbitrer. Pengertian pohon tidak ada hubungannya dengan urutan bunyi t-a-n-g-ka-l di dalam bahasa Sunda atau w-i-t di dalam bahasa Jawa. Signifiant bersifat
linear, unsur-unsurnya membentuk satu rangkaian (unsur yang satu mengikuti
unsur lainnya).
Bagan 1.5 Tentang Hubungan Tanda
Sign/symbol
Signifier
---------- signification
--------------
Signified
Universitas Sumatera Utara
Menurut Saussure (Chaer, 2003:348), tanda terdiri dari: bunyi-bunyian
dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyibunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang
menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan
menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut
referent.
Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified
dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent
dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh:
ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka
hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure,
“Signifier dan signified merupakan kesatuan, tidak dapat dipisahkan, seperti dua
sisi dari sehelai kertas.”
Bahasa merupakan sistem tanda, di mana setiap tanda yang ada terdiri
dari dua bagian yaitu signifier dan signified. Signifier merupakan konsep, ide, atau
gagasan. Sementara signified adalah kata-kata atau tulisan yang menyampaikan
konsep, ide, atau gagasan tersebut. Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan, suatu
signified tanpa signifier tidak memiliki arti apa–apa, sebaliknya suatu signifier
tanpa signified tidak mungkin dapat disampaikan. Contohnya manusia yang masih
sangat muda yang belum bisa berbicara dan berjalan merupakan sebuah signifier.
Untuk menyampaikan gagasan dalam signifier tersebut maka digunakan signified
“bayi.”
(C) Semiotik Roland Barthes. Teori ini dikemukakan oleh Roland
Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika
Universitas Sumatera Utara
menjadi 2 (dua) tingkatan penandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.
Denotasi adalah tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan
petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung,
dan pasti.
Konotasi adalah tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan
petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung,
dan tidak pasti (Barthes, 2007:82).
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, yang tertarik pada
cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan
makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja
menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Menurut Saussure (dalam Aminuddin, 1995:168) hubungan antara simbol dan
yang disimbolkan tidak bersifat satu arah. Kata bunga misalnya, bukan hanya
memiliki hubungan timbal balik dengan gambaran yang disebut bunga, tetapi
secara asosiatif juga dapat dihubungkan dengan keindahan, kelembutan, dan
sebagainya.
Konsep mental ini kemudian menjadi perhatian Barthes yang
mengembangkan konsep tanda Saussure dengan menambahkan konsep “relasi.”
Relasi yang dimaksud adalah penghubung penanda (disebut expression
“ungkapan” dilambangkan dengan E) dan petanda (disebut contenu/ content “isi”
dilambangkan dengan C). Penanda dan petanda dihubungkan dengan relasi (R).
Gabungan atau kesatuan tingkatan–tingkatan tersebut dan relasinya itu
membentuk satu sistem ERC. Sistem ini terdapat dalam bentuknya sendiri, dan
menjadi unsur sederhana dari sistem atau bentuk kedua yang membina bentuk
Universitas Sumatera Utara
yang lebih luas. Oleh Barthes sistem ini dapat dipilah menjadi dua sudut
artikulasi. Konotasi–Denotasi satu sudut, metabahasa dan objek bahasa di sudut
lain, seperti bagan berikut ini (Pudentia, 2008:335).
Bagan 1.6 Konotasi dan Metabahasa
Denotasi
E
\
C
E
C
Objek bahasa
d
Konotasi
d
d
E
C
E
d
C
asa
d
d
Contoh : Tempat jin turun berkecimpung
Denotasi
Konotasi
E
C
Jin
makhluk halus
Jin
berkecimpung
E
C
E
Jin
Jin
E
C
bermain air
/mandi
Bergembira menerima
persembahan
Objek bahasa
Metabahasa
C
Universitas Sumatera Utara
(D) Semiotik Halliday. Teori bahasa fungsional sistemik dikembangkan
seorang pakar linguistik M.A.K. Halliday seorang pakar bahasa yang berasal dari
Inggris dan kini tinggal di Australia sebagai guru besar di Universitas Sydney.
Kata sistemik adalah suatu teori yaitu tentang makna. Bahasa merupakan semiotik
sistem (Halliday dkk., 1992:4). Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis
yaitu semiotik denotatif dan semiotik konotatif. Semiotik denotatif menunjukkan
bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh
ekspresi. Berbeda dengan semiotik denotatif, semiotik konotatif hanya memiliki
arti tetapi tidak memiliki bentuk.
Dalam pemakaian bahasa sistem semiotik konotatif terdapat dalam
hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya
dan faktor situasi sebagai semiotik konotatif, pemakaian bahasa menujukkan
bahwa ideologi tidak memiliki bentuk. Oleh karena itu, semiotik meminjam
budaya sebagai bentuk sehingga ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya
direalisasikan oleh konteks situasi. Selanjutnya konteks situasi meminjam
semiotik yang berada dibawahnya yaitu bahasa. Jadi konteks situasi direalisasikan
oleh bahasa yang mencakupi semantik, tata bahasa dan fonologi.
Bahasa dalam pandangan semiotik sosial menandai jenis pendekatan
yang dilakukan oleh Halliday. Dalam pengertian ini bahwa sebagai semiotik,
bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi, berbeda dengan semiotik
biasa sebagai semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan
demikian bahasa dalam interaksi sosial terdiri dari tiga unsur yaitu arti, bentuk
dan ekspresi. Arti (semantic
atau discourse semantics) direalisasikan bentuk
Universitas Sumatera Utara
(grammar atau lexicogrammar) dan bentuk ini seterusnya dikodekan oleh ekspresi
atau phonology/graphology (Saragih, 2000:1).
Proses semiotik adalah suatu proses pembentukan makna dengan
melakukan pemilihan. Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas semiotik denotatif
dan semiotik konotatif yang memiliki arti dan bentuk. Bahasa merupakan
semiotik denotatif dengan pengertian bahwa semantik sebagai arti direalisasikan
oleh lexicogrammar sebagai bentuk dan selanjutnya lexicogrammar diekspresikan
oleh phonology.
Dalam rangka penelitian terhadap makna teks munajat pada komunitas
Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat, penulis menggunakan empat teori
semiotik tersebut di atas, yakni versi Peirce, Saussure, Barthes dan Halliday.
Keempatnya memiliki kesamaan dan sedikit perbedaan terutama dalam
interpretasi, namun dengan menggunakan keempat-empatnya akan menghasilkan
kajian yang relatif sama.
Keempat teori tersebut penulis sederhanakan pola-pola atau pokok
pikirannya sebagai berikut. (a) Peirce menggunakan segitiga makna yang terdiri
dari: tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk
fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu
yang merujuk (merepresentasikan) kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda
menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon, dan indeks, acuan tanda ini disebut objek
(konteks sosial).
(b) Saussure membagi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier)
dan pertanda (signified). Penanda adalah wujud fisik yang dapat dikenal melalui
Universitas Sumatera Utara
wujud karya arsitektur atau seni rupa. Dalam konteks penelitian ini adalah
madrasah, tempat Tarekat, peralatan, pakaian, dan seterusnya, khususnya yang
difungsikan dalam pernyajian munajat.
Sedang pertanda adalah makna yang
terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nilai yang terkandung di dalam karya
arsitektur atau rupa. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara penanda dan
petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Dalam konteks
ini misalnya komunitas Tarekat ini memiliki ide-ide seperti zikir, suluk, guru, dan
lain-lainnya yang terdapat dalam pikiran mereka.
(c) Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan,
yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna
eksplisit, langsung,
dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna
yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.
(d) Halliday mengembangkan teori semiotik di dalam bahasa verbal.
Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis yaitu semiotik denotatif dan
semiotik konotatif. Semiotik denotatif menunjukkan bahwa arti direalisasikan
oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Berbeda dengan
semiotik denotatif, semiotik konotatif hanya memiliki arti tetapi tidak memiliki
bentuk.
(3) Untuk mengkaji struktur melodi munajat, yang menggunakan dimensi
maqam dan derivatnya, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga
nada) sebagaimana yang ditawarkan Malm (1977). Teori ini pada prinsipnya
Universitas Sumatera Utara
menawarkan
delapan
karakteristik
yang
harus
diperhartikan
dalam
mendeskripsikan melodi yaitu: scale (tangga nada), pitch center (nada dasar),
range (wilayah nada), frequency of note (jumlah nada), prevalent interval
(interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic formulas
(formula-formula melodis), dan contour (kontur) (Malm 1997:8).
Kalau dijelaskan lebih rinci lagi maka tangga nada yang dimaksudkan di
sini adalah nada-nada yang digunakan pada munajat, yang didasari oleh sistem
maqam Arab atau tangga nada Melayu. Selanjutnya nada dasar adalah nada yang
selalu dijadikan sebagai patokan tonalitas dalam sebuah melodi. Nada ini
cenderung untuk digunakan pada ujung kadensa frase melodi atau ujung lagu.
Kemudian wilayah nada adalah jarak atau selisih frekuensi antara nada yang
tertinggi dengan nada yang terendah yang digunakan dalam sebuah arsitektonik
lagu dalam hal ini munajat. Selanjutnya jumlah nada-nada adalah jumlah masingmasing nada yang digunakan dalam sebuah komposisi musik, dalam hal ini
munajat. Jumlah nada ini dikaitkan juga dengan bersaran nilai nada yang
digunakannya bukan hanya sekedar jumlah kemunculan. Selanjutnya, interval
yang dipakai adalah bermakna selang nada yang dipergunakan dalam keseluruhan
komposisi ini, baik itu yang sifatnya melangkah atau melompat, juga interval ke
atas atau ke bawah. Selanjutnya, pola-pola kadensa adalah dua nada atau lebih
yang digunakan di ujung frase lagu dalam hal ini munajat termasuk kadensa
akhirnya. Sedangkan formula melodi kadang disebut juga dengan bentuk melodi
adalah bagaimana lagu tersebut disusun oleh bentuk-bentuk melodi, bahagian
mana yang diulang, bahagian pembuka, isi, penutup, dan sejenisnya. Adapun yang
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dengan kontur adalah garis melodi yang disajikan dalam sebuah lagu.
Ini biasa dideskripsikan dengan kata-kata seperti melengkung, statis, sekuen,
berjenjang, pendulum, dan lain-lainnya.
Itulah ketika teori yang digunakan untuk memecahkan tiga pokok
masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan harapan fokus dan dalamnya
kajian dapat dilaksanakan dalam penelitian ini. Namun untuk mendukung pokok
masalah utama tersebut digunakan juga teori-teori lain yang mendukung tiga
pokok masalah tersebut seperti diuraikan berikut ini.
Untuk mengkaji sejarah Tarekat Naqsyabandiah secara umum dan yang
ada di Babussalam, dipergunakan teori fenomenologis agama-historis. Menurut
Garraghan (1957), yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna yaitu: (1)
peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau; aktualitas masa lalu;
(2) rekaman manusia pada masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa
lampau;dan (3) proses atau tekhnik membuat rekaman sejarah tersebut berkaitan
erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya sebagai berikut.
The term history stands for three related but sharply
differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the
record of the same; (c) the process or technique of making the record.
The Greek ιστορια, which gives us the Latin historia, the French
histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation,
research, and not a record of data accumulated thereby—the usual
present-day meaning of the term. It was only at a later period that the
Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the
results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly
signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of
inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding
respectively to (c), (a), and (b) above (Garraghan 1957:3).
Universitas Sumatera Utara
Untuk menganalisis aktivitas Tarekat Naqsyabandiah dalam perspektif
etnosains atau orang dalam, digunakan teori atqakum oleh Sanat (1998) Istilah
atqakum diambil dari surah Al-Hujurat (49:13) yang maknanya adalah kamu yang
lebih bertakwa. Di sini merujuk kepada manusia yang lebih mulia di sisi Allah
ialah yang lebih bertakwa. Di dalam Al-Qur’an, terdapat maksud seperti takwa,
bertakwa, ketakwaan, ketakwaannya, dan bertakwalah. Menurut Indeks AlQur’an (1999:440-441)
Teori atqakum yang dimaksud oleh Sanat adalah melampaui pengertian
teori biasa, teori ini merujuk langsung kepada perintah Allah untuk menjadi
manusia bertakwa. Manusia wajib melakuknnya dalam konteks hubungan dengan
Sang Khalik. Penunaian kewajiban itu adalah sebagai tanda ketaatan dan
kesyukuran yang manfaatnya akan didapati manusia yang melaksanakannya.
Sebaliknya, keingkaran kepada Allah tidak akan mengurangi kemuliaan dan
kekuasaan Allah. Hal ini terekam di dalam Al-Qur’an seperti berikut ini
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur
(kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Al-Qur’an, surah Lukman,
31:12).
Teori atqakum menggagaskan bahwa menjadi lebih bertakwa merupakan
hukum perintah yang tidak ada pilihan pada saat apa pun dan tempat mana pun.
Universitas Sumatera Utara
Dengan syarat taklif syar’i. Penunaian teori dalam semua bidang kehidupan atau
disiplin ilmu sebagai tanda ketaatan dan kesyukuran yang membawahi khasanah
di dunia dan akhirat. Teori ini menjadi supraordinat kepada teori lain dalam
subdisiplin, termasuk linguistik.
Untuk dapat melihat isi makna syair munajat, selain teori semiotik,
penulis juga menggunakan teori takmilah Shafie Abu Bakar yang diciptakan
untuk aplikasi terhadap semua karya bagi menilai dan mengukur nilai keislaman
dalam karya. Pada satu posisi mungkin karya itu bebas dari nada keislaman, tetapi
setelah dianalisis baru nampak citra keislamannya. Demikian sebaliknya,
sesebuah karya yang kelihatan bernada keislaman, setelah dianalisis mengandung
citra yang sebaliknya. Mungkin di luar alam sadar pengarangnya.
Teori takmilah menekankan tiga komponen penting yaitu pengarang,
karya, dan khalayak. Semuanya harus bermula dari kesadaran tauhid pengarang
yang menuangkan kesedaran itu ke dalam karya untuk membangkitkan kesadaran
tauhid pembaca. Ketiga-tiganya memperlihatkan sifat saling menyempurnakan,
yang menjadi sifat Allah dan lambang kesempurnaan-Nya. Karya yang indah
harus berdasar kepada kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Karya ini tercerna
dalam hubungan sikap dan perlakuan manusia terhadap Allah, sikap dan
perlakuan manusia sesama makhluk Allah, serta sikap dan perlakuan manusia
dengan alam sekitarannya.
Keindahan dan kesempurnaan karya sastra meliputi keindahan isi dan
bentuk. Jika isi baik tetapi disampaikan dalam bentuk yang tidak sesuai, atau
bentuk baik tetapi isi tidak sesuai, maka karya itu dianggap tidak indah dan tidak
Universitas Sumatera Utara
sempurna. Isi dan bentuk karya harus sama-sama indah, sebagaimana maksud
sastra itu sendiri, dan karya sastra ini berpandukan ajaran Al-Qur’an. Walaupun
aspek struktur karya sama, namun teori ini melihat aspek strukturnya harus tidak
bertentangan dengan isi, tepat dengan genre, bahasanya tepat, isinya mudah
difahami, dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Dari segi isinya karya itu harus dapat memberi teladan atau hikmah
kepada pembaca. Satu hal yang ditegaskan oleh Shafie Abu Bakar bahwa teori
takmilah melihat segala kejadian atau peristiwa sebagai indah, baik peristiwa itu
menggembirakan maupun menyedihkan. Misalnya peristiwa tsunami di Aceh. Di
dalamnya terkandung hikmah dan keteladanan, dalam konteks tauhid kepada
Allah.
Untuk menguatkan teori ini, Shafie Abu Bakar mengemukakan tujuh
prinsip, yaitu: (1) prinsip ketuhanan yang bersifat kamal, (2) prinsip kerasulan
sebagai insan kamil, (3) prinsip keislaman yang bersifat akmal, (4) prinsip ilmu
dengan sastra yang bersifat takamul, (5) prinsip sastra bercirikan estetis dan
bersifat takmilah, (6) prinsip pengkarya yang seharusnya mengistikmalkan diri,
dan (7) prinsip khalayak yang bertujuan memupuk mereka ke arah insan kamil.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif Lexi. J.
Moleong yang mengatakan “metode Kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan, yang pertama: menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah
Universitas Sumatera Utara
apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua : metode kualitatif
menyajikan secara langsung hakekat hubungan antar peneliti dan responden,
ketiga : metode kualitatif ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman dengan pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang
dihadapi. Pada penelitian kualitatif, teoritis dibatasi pada pengertian: suatu
pernyataan sistematis berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari
data dan diuji kembali secara empiris.”
Dalam mencapai tujuan dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua
metode yaitu: (1) Metode literatur yaitu metode yang menggali tesis ini melalui
buku, kitab suci Al Qur’an, kamus, artikel dan lain-lain. (2) Metode wawancara
dan tanya jawab dalam metode ini penulis melakukan tanya jawab secara
langsung kepada pihak-pihak yang mengetahui tentang munajat terutama kepada
penyenandung munajat, syekh-syekh dan tuan guru yang memimpin persulukan di
Babussalam dengan tujuan untuk menambah pengetahuan guna melengkapi dan
membantu metode literatur.
1.6.2 Transkripsi dalam Bentuk Notasi
Untuk dapat mengkaji bentuk melodi munajat ini menggunakan metode
transkripsi yang merupakan pencatatan (notasi) bunyi melodi seseorang atau
sekelompok pemusik dalam bentuk lambang-lambang atau gambaran tertentu.
Adapun bentuk notasi yang akan dipergunakan adalah notasi tablatura. Notasi
tablatura merupakan cara pencatatan bunyi musik yang diwujudkan ke dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk simbol, dengan
tidak mewujudkan
lintasan gerakan naik turunnya
frekuensi nada.
Menurut Nettl, kenyataan menunjukkan bahwa beberapa
tangga nada dari tradisi non-Barat tidak selalu cocok dengan
ritme dan
sistem
notasi
Barat sehingga agak menyulitkan untuk memproduksi ulang kembali ke dalam
notasi konvensional.
khusus dari notasi
Beberapa
pentranskripsi menambah
simbol-simbol
konvensional tersebut, dengan simbol yang diinginkan,
sesuai dengan suara yang dihasilkan.
Misalnya interval yang lebih besar dari
setengah langkah ditambahi tanda "tambah" atau yang lebih kecil ditambahi
tanda "kurang" di atas notnya (Nettl 1946:31).
Transkripsi merupakan pencatatan (notasi) bunyi musik atau gerakgerik tari yang dihasilkan seseorang atau sekelompok pemusik atau penari, ke
dalam bentuk
lambang-lambang atau gambaran
tertentu.
Pada dasarnya,
secara kasar bentuk-bentuk notasi musik dapat dikelompokkan kepada dua jenis:
(1) notasi tablatura dan (2) notasi grafik.
Notasi tablatura merupakan cara
pencatatan bunyi musik atau gerak tari yang diwujudkan ke dalam bentuk simbol,
dengan tidak mewujudkan lintasan gerakan naik turunnya frekuensi nada.
Contoh notasi ini adalah nota angka Barat, yang pada awalnya diperkenalkan oleh
Guido de Arrezo dan Cheve tahun 1850. Contoh
lain
adalah nota dalam
musikologi Jepang, untuk nada-nada G, A, C, D, E, dan G',
simbol (
ditulis dengan
). Juga dalam musik Jawa
dikenal
sistem notasi kepatihan dan sari swara yang mempergunakan angka-angka
Arabik.
Nota grafik merupakan
sistem
pencatatan bunyi
musik yang
Universitas Sumatera Utara
diwujudkan ke dalam bentuk simbol dengan menuruti lintasan gerak naik
turunnya frekuensi nada atau lintasan melodi (melodic line).
1.6.3 Kehadiran Peneliti
Guna mendapatkan data/informasi demi kepentingan thesis ini penulis
melakukan wawancara langsung kepada tuan guru Babussalam, syekh-syekh,
penyenandung munajat dan budayawan Tarekat Naqsyabandiah yang telah
ditentukan sebagai informan. Penulis melakukan peran sebagai pengamat penuh
dalam penelitian ini, serta peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek
atau informan. Sebagaim informan tambahan peneliti melibatkan masyarakat
setempat baik yang berlatar belakang Tarekat Naqsyabandiah maupun masyarakat
yang tidak tergabung didalamnya guna mengetahui respon terhadap pembacaan
munajat.
1.6.4 Sumber Data
Lofland mengatakan bahwa umber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya ada data tambahan seperti dokumen.
Sesuai dengan penelitia ini penulis memperoleh sumber data dari:
1.
Kata-kata dan tindakan yaitu : wawancara yang merupakan sumber data
utama. Sumber data utama dicatat dalam catatan secara tertulis atau melalui
rekaman Video/Audio tapes dan pengambilan gambar foto.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sumber tertulis yaitu, bahan yang berasal dari sumber tertulis yang terdapat
pada : lembar teks munajat, buku , sumber dari arsip pemerintahan setempat
dan artikel lainnya.
3.
Foto yang dipergunakan sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif
1.6.5 Data Statistik
Penulis menggunakan data statistik yang tersedia sebagai data tambahan
demi mengetahui jumlah penduduk di Desa besilam (Babussalam). Begitu juga
dengan sebaran penduduk berdasarkkan jenis kelamin, pekerjaan, tingkat
pendidikan, jumlah rumah ibadah, tofografi desa, dan lainnya. Tentu saja
penelitian ini menggunakan data pengikut Tarekat Naqsyabandiah Babussalam
Langkat yang datanya terdapat di kelompok Tarekat ini.
1.6.6 Prosedur Pengumpulan Data
Dalam prosedur pengumpulan data penulis menggunakan metode Lof
Land yang dalam pengumpula data
nmenggunakan observasi partisipan,
wawancara mendalam dan dokumentasi. Fidelitas mengandung bukti nyata dari
lapangan yang disajikan memakai instrument Audio dan Video. Disamping itu
penulis juga menggunakan dimensi struktur agar penulisan dapat dilakukan secara
sistematis pada saat wawancara dan observasi.
Universitas Sumatera Utara
1.6.7 Analisis Data
Menurut Patton analisis data adalah : “mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar”.
Taylor mendefinisannya : “Analisis data merupakan proses yang merinci usaha
secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesa (ide). Dari
pendapat diatas penulis menggunakan teori tersebut untuk menganalisis data
dengan pertama-tama mengorganisasikan data yang terkumpul berupa gambar,
catatan,artikel, biografi dan sebagainya.
Data-data yang dikumpulkan diatur, diurutkan dan dikelompokkan
dengan memberikan kode tertentu serta dikategorikan.
1.7 Sistematika Penulisan
Tesis ini ditulis ke dalam lima bab. Setiap bab dipandang sebagai satu
kesatuan yang dekat. Antara bab sendiri merupakan satu kesatuan dalam rangka
memecahkan pokok masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun
sistematika penulisan atau pembahagian bab tulisan ini dapat dideskripsikan
sebagai berikut.
Bab I merupakan Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah,
Pokok Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka. Konsep dan
Teori yang Digunakan (Konsep, Teori), Metode Penelitian (Pendekatan
Penelitian, Kehadiran Peneliti, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data,
Analisis Data) dan Sistematika Penulisan.
Universitas Sumatera Utara
Bab II berisi tentang Tarekat Naqsyabandiah Babussalam meliputi
sejarah berdirinya, masuknya ketanah melayu langkat dan biografi tuan guru
Syekh Abdul Wahab Rokan serta Membahas aktifitas yang dilakukan diTarekat
Naqsyabandiah,
pemaknaan
di
dalam
ritualnya
serta
silsilah
Tarekat
Naqsyabandiah.
Bab III membahas tentang fungsi dan guna munajat dirinjau dari aspek
etnomusikologis.
Bab ini terdiri dari sub bab penggunaan munajat, yaitu
menjelang azan dan salat Subuh, Maghrib, dan Jum’at. Fungsinya sebagai penguat
identitas Tarekat, komunikasi kepada Allah SWT., integrasi kelompok Tarekat,
penyajian estetika, mengesakan Allah, dan lainnya.
Bab IV berisi kajian syair munajat berdasarkan makna semiotik dengan
hubungannya dengan keberadaan Tarekat Naqsyabandiah. Teori semiotik ini
menggunakan empat jenis yaitu dari Peirce, Saussure, Barthes, dan Halliday.
Bab V berisi tentang analisis munajat berdasarkan melodinya. Ada
delapan unsur yang akan dikaji yaitu: tangga nada, wilayah nada, jumlah nada,
nada dasar, formula melodi, interval, pola-pola kadensa, dan kontur.
Bab VI Merupakan Bab Penutup yang berisi tentang kesimpulan
penelitian ini yang menjawab tiga pokok masalah dan disertai dengan saran-saran
keilmuan praktis seni budaya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT
DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU
DAN DUNIA ISLAM
2.1 Kata Tarekat dalam Al-Qur’an
Seperti sudah diterangkan di bab sebelumnya bahwa Tarekat artinya
secara etimologis adalah jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan, dan agama.
Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang
dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, 10
dan secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara
bersambung dan berantai hingga pada masa sekarang ini.
Para pengamal Tarekat memiliki alasan hukum yang kuat dalam
melaksanakan praktik Tarekat. Bagaimanapun terdapat sembilan kali dalam lima
surat yang mengandung istilah Tarekat. Selengkapnya adalah sebagai berikut.
(1) Q.S. An-Nisa’:168
10
Sahabat Nabi Muhammad adalah orang-orang yang dekat dengan beliau terutama yang
berjuang untuk tegaknya agama Islam di muka bumi. Di antara sahabat Nabi Muhammad adalah
Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bi Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan lain-lainnya. Istilah tabiin dan
tabiit tabiin adalah para ulama penerus ajaran-ajaran Rasulullah Muhammad SAW. pada masa
generasi-generasi selepas beliau.
Universitas Sumatera Utara
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman,
Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak
(pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.
Dalam ayat ini istilah Tarekat yang terdapat di ujung ayatnya adalah jalan
yang semestinya diberikan Allah kepada para hambanya yang diberi petunjuk.
Namun dalam ayat ini, jalan itu tidak diberikan kepada kaum kafir yang
melakukan kezaliman. Bahkan mereka tidak akan diampuni dosa-dosanya.
(2) Q.S. An-Nisa’:169
Artinya:
Melainkan jalan ke neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya
Selama- lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Di dalam ayat ini yang merupakan ayat sambungan dari An-Nisa’:168,
mempertegas bahwa orang kafir itu akan diberi jalan ke neraka jahanam. Orang
kafir ini kekal di dalamnya. Kemudian Allah menegaskan bahwa memasukkan
orang kafir ke neraka jahanam adalah mudah dalam konteks kekuasaan Allah,
yang menciptakan seluruh alam ini.
(3) Q.S. Thoha:63
Universitas Sumatera Utara
Artinya:
Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang itu adalah benar-benar ahli
sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya
dan hendak melenyapkan ‘kedudukan’ kamu yang utama.”
Ayat ini menerangkan kedatangan Nabi Musa dan Harun ke Mesir, akan
menggantikan Bani Israil sebagai penguasa di Mesir. Sebahagian ahli tafsir
mengartikan Tarekat dalam ayat itu dengan keyakinan atau agama. Menurut Ibnu
Manzhur (630-711 H) dalam bukunya yang bertajuk Lisanul Arab, jilid 12,
halaman 91, arti Tarekat dalam ayat itu adalah ar-rijalul asyraf, yang bermakna
tokoh-tokoh terkemuka. Jadi ayat itu berarti kedatangan Nabi Musa dan Harun ke
Mesir adalah untuk mengusir kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan
jemaah atau tokoh-tokoh terkemuka kamu. Lebih jauh Ibnu Manzhur mengatakan
hadza thariqatu qaumihi yang artinya inilah tokoh-tokoh pilihan kaumnya.
(4) Q.S. Thoha:77
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah
kamu dengan hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah
untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khawatir
akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).”
Kata Tarekat dalam ayat ini berarti jalan di laut dan terbelahnya Lautan
Merah untuk jalan bagi Nabi Musa dan pengikut-pengikutnya. Peristiwa itu terjadi
setelah ia memukulkan tongkatnya.
Universitas Sumatera Utara
(5) Q.S. Thoha:104
Artinya:
Kami telah mengetahui apa yang mereka katakan ketika berkata yang
paling lurus jalannya di antara mereka: “Kami tidak berdiam (di
dunia) melainkan hanyalah sehari saja.”
Adapun yang dimaksud dengan lurus jalannya dalam ayat itu adalah
orang yang agak lurus pikirannya atau amalannya di antara orang-orang yang
berdoa tersebut.
(6) Q.S. Al-Ahqaf:30
Artinya:
Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa
yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin
kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”
Dalam ayat ini, kata Tarekat memiliki arti sebagai jalan yang lurus
(thoriqim mustaqim). Istilah ini merujuk kepada agama Islam sebagai ajaran yang
memimpin kepada jalan yang lurus. Kitab suci Al-Qur’an adalah meneruskan
kitab-kitab suci Allah terdahulu yaitu Zabur, Taurat, dan Injil. Al-Qur’an in
diturunkan sesudah Rasul Musa Alaihissalam.
(7) Q.S. Al-Mukminun:17
Universitas Sumatera Utara
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah
jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan
(Kami).
Dalam ayat di atas makna dari Tarekat adalah alam ciptaan Allah yang
terdiri dari tujuh jalan (yaitu berupa tujuh buah langit). Tarekat dalam ayat ini
dapat dimaknai sebagai tujuh langit yang menjadi jalan manusia untuk berpikir
akan kebesaran Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Ayat ini juga menjelaskan
bahwa setelah menciptakan tujuh langit Allah tidak akan membiarkan ciptaannya
itu, Allah akan terus menjaganya, dan Allah tidak akan pernah lengah.
(8) Q.S. Al-Jin:11
Artinya:
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di
antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami
menempuh jalan yang berbeda-beda.
Di dalam ayat di atas istilah Tarekat memiliki makna adalah jalan atau
amalan orang-orang yang saleh, artinya orang saleh ini memiliki jalannya untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
(9) Q.S. Al-Jin:16
Artinya:
Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezeki yang banyak).
Universitas Sumatera Utara
Di dalam ayat di atas, pengertian istilah Tarekat adalah sebagai jalan
yang lurus yaitu agama Islam. Ayat ini menegaskan bahwa agama Islam adalah
jalan yang benar yang diturunkan Allah ke muka bumi ini sebagai agama yang
membawa rahmat kepada seluruh alam. Bagi yang menjalankan agama Islam
dengan sesungguhnya, Allah akan memberikan rezeki yang tidak disangkasangka, karena Allah sayang kepadanya.
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, maka beberapa umat Islam
kemudian mendirikan berbagai jenis Tarekat di dunia ini. Inti ajarannya sama
yaitu ingin mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan yang benar yang diridhai
Allah. Keberadaan Tarekat di Dunia Islam ini memiliki perkembangan, pengaruh,
dan jenis Tarekat seperti yang diuraikan berikut ini.
2.2 Perkembangan, Pengaruh, dan Jenis Tarekat di Dunia Islam
Pada masa awal perkembangan agama Islam, hanya terdapat dua macam
aliran Tarekat, yaitu: (a) Tarekat Nabawiyah, yaitu amalan yang berlaku di masa
Nabi Muhammad, yang dilaksanakan secara murni. Tarekat ini dinamakan juga
dengan Tarekat Muhammadiyah atau Tarekat Syari’at. (b) Tarekat Salafiah, yaitu
cara beramal dan beribadah pada masa sahabat Rasul Muhammad dan tabi’in,
dengan maksud memelihara dan membina syari’at Rasulullah SAW. Tarekat ini
dinamakan juga dengan Tarekat Salafus Saleh.
Setelah abad kedua Hijriah, Tarekat Salafiah mulai berkembang secara
kurang murni. Ketidak murnian itu antara lain disebabkan oleh pengaruh filsafat
dan alam pikiran manusia telah memasuki negara-negara Arab, seperti filsafat
Universitas Sumatera Utara
Yunani, India, dan Tiongkok. Dampaknya adalah pengamalan Tarekat Nabawiyah
dan Salafiah telah bercampur aduk dengan filsafat dari segala penjuru dunia. Pada
masa ini sejumlah kitab filsafat asing disalin dan diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab.
Setelah abad kedua Hijriah, muncullah Tarekat Sufiah yang diamalkan
oleh orang-orang sufi, dengan tujuan untuk kesucian melalui empat tingkatan. (a)
Syari’at, mengetahui dan mengamalkan ketentuan-ketentuan syari’at, sepanjang
yang menyangkut dengan lahiriah. (b) Thariqat (Tarekat), mengerjakan amalan
hati, dengan akidah yang teguh, dan menyangkut dengan batiniah. (c) Hakikat,
cahaya musyahadah (batin) yang bersinar cemerlang dalam hati dan dengan
cahaya itu dapat mengetahui hakikat Allah dan rahasia alam semesta. (d) Ma’rifat,
tingkat tertinggi, yaitu para pengamalnya telah mencapai kesucian hidup dalam
alam rohani, memiliki pandangan tembus (kasyaf), serta mengetahui hakikat dan
rahasia kebesaran Allah.
Orang sufi menganggap bahwa syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang
lahir (nyata). Tarekat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan
hakikat untuk mengetahui segala rahasia yang ghaib-ghaib. Tujuan terakhir sufi
adalah ma’rifat yakni mengenal hakikat Allah, zat, sifat, dan perbuatan-Nya.
Orang yang telah mencapai tingkat ma’rifat dinamakan wali, yang mempunyai
kemampuan luar biasa (khariqul lil’adah), disebut “keramat” atau menguasai
supernatural. Terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh
logika akal, baik semasa hidup maupun setelah wafatnya. Syekh Abdul Kadir
Universitas Sumatera Utara
Jailani (1078-1168 M) menurut pandangan para kaum sufi adalah wali tertinggi
yang disebut dengan Quthubul Aulia (Wali Quthub).
Gerakan Tarekat baru menonjol dalam Dunia Islam pada abad ke-12 M,
sebagai lanjutan dari kegiatan kaum sufi terdahulu. Kenyataan ini dapat ditandai
dengan nama pendirinya dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Setiap Tarekat mempunyai
Syekh, kaifiat zikir dan upacara.
Biasanya Syekh atau mursyid (tuan guru)
mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani di tempat yang dinamakan
rumah suluk atau ribath.
Gerakan sufi ini mula-mula menonjol di Asia Tengah, Tibristan tempat
kelahiran dan operasinya Syekh Abdul Kadir Jailani. Kemudian berkembang ke
Irak, Turki, Arab Saudi, dan sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
India, dan Tiongkok.
Kemudian pada abad ke-12 itu muncul pula Tarekat Rifaiah di Maroko
dan Aljazair. Juga muncul Tarekat Sahrawadiah, dan lainnya yang berkembang di
Afrika Utara dan Afrika Tengah, seperti di Sudan dan Nigeria. Perkembangan itu
begitu cepat melalui murid-murid yang telah diangkat menjadi khalifah
(pimpinan). Mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri Islam.
Ada pula melalui perantaraan para pedagang.
Organisasi Tarekat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di
Dunia Islam, sebagaimana yang dikatakan ilmuwan Barat yang terkenal mengkaji
Islam, H.R. Gibb dalam An Interpretation of Islamic History, bahwa setelah
direbutnya Khalifah Islam oleh orang-orang Mongolia pada tahun 1258 H., maka
tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih ke tangan kaum sufi.
Universitas Sumatera Utara
Peranan ahli Tarekat dalam percaturan politik di Turki pada masa
pemerintahan Ottoman I (1299-1326 M.) cukup besar. Demikian pula di Sudan,
Afrika Utara, dan Afrika Tengah, Tunisia, dan di Indonesia. Pada masa itu ahli
Tarekat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan
bangsa Barat khususnya Belanda.
Dalam proses Islamisasi di Indonesia, sebahagiannya adalah atas usaha
dari kaum sufi dan mistik Islam. Sehingga pada waktu itu para pemimpin Islam di
Indonesia bukan saja para ahli teologi (mutakallimin) dan ahli hukum (fuqaha’),
tetapi juga para Syekh Tarekat dan guru-guru suluk.
Salah seorang pemuka Tarekat Naqsyabandiah yang telah berjasa besar
bagi perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan lahir dan batin adalah Syekh
Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926). Beliau terkenal
dengan panggilan Tuan Guru Babussalam Langkat. Pusaran aktivitasnya adalah di
Desa Babussalam, Kecamatan padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi
Sumatera Utara. Ia adalah murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi dan belajar
kepadanya, selama enam tahun di Mekah.
Sekembalinya ke Indonesia, ia aktif mengajar agama dan Tarekat di
beberapa kerajaan Islam. Di antaranya Kesultanan Langkat, Deli, Serdang,
Asahan, Kualuh, dan Panai di Sumatera Utara. Juga sampai ke Siak Sri Indra
Pura, Bengkalis, Tambusai, Tanah Putih Kubu di Provinsi Riau. Keseluruhannya
adalah sebagai Kesultanan Melayu yang bercorak Islam. 11
11
Pada masa sekarang ini, kesultanan-kesultanan Melayu memiliki eksistensi dan
polarisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan di mana ia berada. Di Semenanjung Malaysia,
Kesultanan-kesultanan Melayu ini masih lestari dan kekal, karena Negara Malaysia adalah
berdasar kepada negara kerajaan. Para sultan memiliki kekuasaan penuh untuk memimpin
Universitas Sumatera Utara
Sampai sekarang murid-murid beliau tersebar luas di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan
Sulawesi Selatan. Khalifah-khalifah beliau yang giat mengembangkan Tarekat
Naqsyabandiah di luar negeri, telah berhasil mendirikan rumah-rumah suluk dan
peribadatan di Batu Pahat Johor, Pulau Pinang, Ipoh, Kelantan, dan beberapa
kawasan di Thailand.
Menurut pendapat para ulama Islam, pada abad ke-21 ini terdapat 41
macam Tarekat di Dunia Islam. Masing-masing mempunyai Syekh, kaifiat zikir
(tata cara berzikir mengingat Allah), dan upacara yang berbeda. Adapun berbagai
macam Tarekat di Dunia Islam itu diuraikan berikut ini.
(1)
Tarekat Kadiriah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abdul Kadir
Jailani. Beliau lahir di wilayah Tibristan pada tahun 471 H (1078 M), wafat di
Baghdad 561 H (1168 M). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Muhyicin
Abdul Kadir bin Musa bin Abdullah Al-Husna Al-Jailani. Pada tahun 488 H
ketika masih remaja, melanjutkan pelajarannya ke Baghdad (ibukota Irak
sekarang), belajar kepada beberapa guru dan Syekh dalam berbagai disiplin ilmu,
terutama tasawuf. Beliau adalah seorang Suni yang menganut Mazhab Hanbali.
Beliau terkenal budiman, cerdas, lebih menonjol pengetahuannya di bidang ilmu
fiqih (hukum Islam), serta komunikasi dan informasi. Beliau tekun mempelajari
kesultanannya. Kemudian secara musyawarah mufakat mereka memilih salah seorang sultan ini
sebagai pemimpin para sultan yang disebut dengan gelaran Yang di-Pertuan Agong, dengan masa
jabatannya lima tahun sekali. Di Indonesia, kesultanan-kesultanan Melayu hanyalah sebagai
pemangku adat dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di antara
keslutanan-kesultanan Melayu di Indonesia sampai sekarang ini adalah Kesultanan Langkat,
Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, Kesultanan Asahan, Kesultanan Kualuh, Kesultanan
Kotapinang, Kesultanan Siak Sri Inrapura, Kesultanan Palembang, Kesultanan Kutai Kartanegara,
kesultanan Sambas, dan lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
sastra dan Hadits. Pada tahun 528 H. mengajar dan berfatwa di Baghdad. Karya
tulis beliau antara lain: (a) Al-Ghaniatu Lithalibi Thariqil Haqqi, (b) ‘Al-Fat-hur
Robbani, (c) Futuhul Ghaibi, dan (d) ‘Al-Fuyudhatur Robbaniatu.
Pengikut Tarekat Kadiriah memegang prinsip tasamuh (toleransi),
karena Syekh Abdul Kadir Jailani menegaskan kepada mereka: “Kita tidak hanya
mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua makhluk Allah supaya menjadi
seperti kita.” Di antara Syekh Tarekat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin
Idris Al-Fasi. Ia sejalan dengan Syekh Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi,
pendiri Tarekat Sanusiah.
Pengikut Tarekat Kadiriah terbagi tiga: (a) Al-Kadiriah Al-Bukaiyah,
tersebar luas di wilayah Tombouktu, sebuah negeri di Sudan (Afrika Tengah),
pusat perdagangan Sungai Nigeria; (b) Al-Kadiriah, di wilayah padang pasir
sebelah barat, yang dinaakan Ad-Dirat; dan (c) Al-Kadiriah Al-Walatih, tersebar
di wilayah Sudan bahagian barat.
Tarekat Kadiriah adalah adalah salah satu Tarekat sufiah yang paling
giat menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Pengikut-pengikutnya
menyebarkan Islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umumnya
pedagang-pedagang di daerah itu adalah penganut Tarekat Kadiriah. Ilmuwan
Islam yaitu Amir Syakib Arselan, menyatakan bahwa mereka telah membuka
sekolah dan madrasah di hampir setiap desa. Murid-muridnya sebahagian besar
terdiri dari anak-anak kulit hitam. Para murid yang cerdas dikirim ke berbagai
perguruan tinggi di Tripoli, Qairawan, dan Universitas Al-Azhar, Kairo. Setelah
Universitas Sumatera Utara
menamatkan pelajaran di berbagai perguruan tinggi itu, mereka kembali ke tanah
airnya dan giat mengembangkan ajaran Islam.
(2)
Tarekat Syadziliah, didirikan pada pertengahan abad ke-13 M,
dipandang sebagai Tarekat sufiah yang utama memasukkan tasawuf ke Negeri
Arab. Pusatnya di Bobarit Maroko. Pendirinya adalah Syekh Abu Hasan bin
Abdullah bin Abdul Jabbar bin Hormuz As-Syadzili Al-Maghribi Al-Husaini AlIdrisi, keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 591 H
(1195 M) di Gahamarah, sebuah desa dekat Sabtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu
fikih dan tasawuf di Tunisia. Karena bermukim di Sadzili, maka Tarekat yang
didirikannya itu dinamakan Tarekat Sadziliah.
Setelah mengadakan perjalanan ke negeri-negeri sebelah Timur,
mengerjakan haji, dan mengunjungi Irak, ia menentap di Iskandariah dan wafat
pada tahun 615 H (1219 M) di padang pasir ‘Aidzab, dalam perjalanan haji. Abu
Hasan bertalian darah dengan para penguasa Maghribi, dan beliau meninggalkan
kenangan yang tidak terlupakan di Afrika, yakni partai politik Hizbuz Syadzili,
dan beberapa kitab ternama tentang adab tasawuf dengan judul Al-Amin dan
Assirul Jalil fi Khawashi Hasbunallahi Wani’mal Wakil.
Ahmad bin ‘Iyadh telah menerbitkan kitab tentang Syadziliah dengan
judul Al-Mufakaharul ‘Aliah fil-Ma-atsril Syadziliah. Ibnu Taimiah (661–728 H),
mengutip banyak pendapat Abu Hasan As-Syadzili mengenai berbagai masalah.
Ibnu Daqiqil mengaskan pula bahwa ia tidak pernah melihat orang yang paling
mengenal Allah dari Syekh Abu Hasan As-Sadzili. Kata-kata mutiaranya yang
amat bernas adalah: “Apabila zikir terasa berat atas lidahmu, anggota tubuh
Universitas Sumatera Utara
berkembang menurutkan hawa nafsumu, tertutup pintu
berpikir untuk
kemashlahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah pertanda
banyaknya dosamu atau karena sifat munafik tumbuh dalam hatimu. Tiada jalan
bagimu, selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam
pengamalannya.”
(3)
Tarekat Tijaniah. Tarekat ini tersebar luas di Maghribi, didirikan
oleh Sayid Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif AtTijani, lahir pada tahun 1150 H (1737 M). Ia alim dalam ilmu ushul (pokok) dan
furu’ (cabang) , ahli tasawuf, bermazhab Maliki, mazhab yang paling berpengaruh
di Afrika Utara. Selama beberapa waktu berdomisili diTilimsan. Menunaikan
ibadah haji tahun 1186 M, melalui Tunis. Kemudian kembali ke Fas dan
mengadakan perjalanan ke Tawat. Kemudian kembali ke Fas, seolah-olah ia
senang tinggal di situ, sampai wafat tahun 1236 H (1815 M). Beberapa orang
sahabatnya telah menerbitkan buku riwayat hidupnya, dengan judul Jawahirul
Ma’ani.
Tarekat Tijaniah menganut prinsip tasamuh atau toleransi, mengikuti
jejak pendirinya yang bersikap toleransi terhadap kalangan bukan muslim, dengan
tidak mengurangi hak-hak agama dan kehormatan kaum muslimin. Dasar pokok
ajaran Tarekat ini adalah firman Allah Surat Al-Baqarah:194, yang berbunyi
sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Artinya:
Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut
dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barangsiapa yang
menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya
terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa
Oleh karena itulah kitab Hadhirul ‘Alamil Islami menyatakan bahwa
pengikut Tarekat Tijaniah mempergunakan kekuatan untuk menghadapi musuh
mereka, orang Perancis. Sikap tasamuh atau toleransi yang dikembangkan selama
ini berubah pada pertengahan abad ke-13, ketika mereka menentang kulit putih.
Seorang Syekh Tarekat Tijaniah yang menonjol dan gigih membela pendirinya
adalah Haji Umar anak Syekh Murabith, yang lahir pada tahun 1797 di suatu desa
di Senegal. Pada masa kanak-kanak ia dididik ayahnya. Belakangan melanjutkan
pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Kairo. Ia kembali ke Bourno pada tahun
1833 dan mengunjungi Negeri Hausah. Di sini ia memimpin dan mangajari umat
ke akidah salaf dengan bijaksana dan cara yang baik. Dalam berdakwah, ikut serta
saudaranya Ahmad. Haji Umar dari Tijani telah membentuk barisan untuk
memerangi orang yang menyembah berhala. Ia wafat pada tahun 1865.
Dia telah meninggalkan pengaruh yang besar bagi kejayaan Islam di
negeri orang berkulit hitam. Perjuangannya dilanjutkan oleh pengikutpengikutnya. Pengaruh mereka semakin luas, sehingga penjajah Perancis
Universitas Sumatera Utara
memandangnya sebagai suatu yang sangat membahayakan kedudukan penjajah di
wilayah itu. Pemerintah Perancis berusaha membasmi gerakan itu.
(4)
Tarekat Sanusiah, yang muncul di Afrika Utara, didirikan oleh
Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi, yang lahir pada tahun 1791. Ia seorang alim
dan mujahid. Tarekat yang dipimpinnya berkembang luas dari Maroko sampai ke
Somalia, terutama di daerah pedalaman Libia.
Dasar ajaran Tarekat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya
mendidik umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamatannya
suapaya giat bekerja dan berusaha serta beribadah dengan akidah (keimanan) yang
kokoh. Tarekat Sanusiah menurut Ahmad Syarbaini (guru besar Universitas AlAzhar Kairo) berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Penjajah di Benua Eropa menganggapnya membahayakan bagi
kepentingan-kepentingan penjajah. Perjuangan mereka tidak saja dalam zikir dan
wirid-wirid, tetapi juga berjihad (berjuang menurut ajaran Islam) menegakkan
kebenaran. Pengaruh Tarekat ini di wilayah Jaghbub sangat besar. Hal itu dapat
ditandai dengan kemajuan dan keamanan negeri itu jauh lebih meningkat
dibandingkan dengan sebelum Tarekat itu muncul. Sebelumnya Jaghlub adalah
pusat kejahatan dan kekacauan sosial, tetapi setelah muncul dan pengaruh Tarekat
ini semakin kuat, maka daerah ini berubah menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran, pusat peribadatan, dan kemakmuran. Di kawasan ini Sanusi
mendirikan sekolah dan madrasah untuk mendidik para kader Tarekat dan
pejuang-pejuang Islam militan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah Sanusi wafat, ia digantikan oleh putranya yang bernama AlMahdi. Anaknya ini melanjutkan jihad dan perjuangan ayahandanya dengan
mendirikan pusat latihan rohani di berbagai daerah, sehingga dalam waktu yang
relatif singkat, namanya menjadi begitu populer. Pemerintah penjajah berusaha
menutup kegiatannya. Namun ia terus berjuang dan bahkan lebih mempergiat
dakwah dan membangun mental umat Islam di sana. Selain mengajar, beliau juga
mendidik pengikutnya supaya berjihad menentang musuh-musuh Islam. Sebagai
dampak dari perjuangannya yang gigih dan gesit, maka pada tahun 1911
meletuslah pemberontakan menentang pendudukan Italia, dan mengembangkan
Islam di Sudan dan Afrika Tengah.
Tarekat Sanusiah menganggap Nabi-nabi adalah wasilah (“penghubung”)
antara makhluk dengan Allah. Ahmad Sanusi telah menyusun kitab tentang
sejarah Tarekat Sanusiah. Melalui ajaran Tarekat, berjuta-juta penduduk Afrika
Tengah memeluk agama Islam. Tarekat Sanusiah mengajarkan kepada para
pengikutnya ketangkasan berkuda, panah-memanah, dan berbagai seni bela diri.
Setiap hari Jum’at diadakan latihan perang. Pada hari Kamis latihan kerajinan
tangan, seperti pandai besi, tukang sepatu, menjahit dan menenun, bertani dan
bercocok tanam.
Pesan sebahagian dari tokoh-tokoh Tarekat Sanusiah adalah: “Jangan
menghina seseorang, baik orang Islam maupun Nasrani, Yahudi dan orang-orang
kafir lain. Mungkin mereka lebih baik dari anda di sisi Allah, sebab anda tidak
tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya.” Di antara kebiasaan pengamal Tarekat
Sanusiah, mereka membeli budak di Sudan, diasuh di Jaghbub. Sesudah dewasa
Universitas Sumatera Utara
dan berilmu dimerdekakan dari hamba sahaya dan diterjunkan ke tengah
masyarakat sebagai juru dakwah dalam rangka pengembangan agama Islam di
segenap penjuru benua Afrika.
(5)
Tarekat Rifa’iyah, yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Abu Al-
Hasan Ar-Rifa’i. Beliau wafat tahun 570 H atau 1175 M. Penganutnya banyak
terdapat di kawasan Maroko dan Aljazair (Algeria).
(6)
Tarekat Sahrawardiah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abu Al-
Hasan bin Al-Sahrawardi yang meninggal pada tahun 638 H (1240 M). Para
pengikutnya sebahagian besar adalah di Afrika.
(7)
Tarekat Maulawiyah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Maulana
Jalaluddin Ar-Rumi. Beliau wafat tahun 672 H (1273 M). Sebahagian besar
pengikutnya ada di Turkistan dan Turki. Dalam bahasa Turki Tarekat ini disebut
dengan Mevlevi.
(8)
Tarekat Ahmadiah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ahmad
Badawi, yang wafat pada tahun 675 H (1276 M). Para pengikutnya sebahagian
besar terdapat di Maroko dan kawasan sekitarnya.
(9)
Tarekat Haddadiah. Didirikan oleh Syekh Abdullah Ba’lawi
Haddad. Tarekat ini diikuti oleh jemaah yang berada di negara-negara Arab,
Malaysia, Singapura, dan sekitarnya.
Di kawasan Indonesia, Tarekat yang paling banyak penganutnya adalah
Tarekat Naqsyabandiah dan Qadiriah. Khusus Tarekat Naqsyabandiah, akan
diulas dalam uraian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat keadaan sosioreligius di atas, dalam Dunia Islam,
Tarekat memiliki dasar hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tarekat sebagai
gerakan rohani juga berkembang menjadi gerakan politik yang menentang ketidak
adilan. Tarekat dalam Dunia Islam juga umumnya mengajarkan tentang tolerasi
yang disebut dengan tasamuh. Ini sejalan dengan ajaran Islam, bahwa agama
Islam adalah rahmat kepada seluruh alam, bukan umat Islam saja.
2.3 Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Islam
Pendiri Tarekat Naqsyabandiah adalah Imam Tarekat Hadhrat Khwajah
Khwajahgan Sayyid Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Bukhari AlUwaisi Rahmatullah ‘alaih. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 717
Hijrah bersamaan 1317 Masehi, yaitu pada abad ke 8 Hijrah bersamaan dengan
abad ke 14 (empat belas) Masehi di sebuah perkampungan bernama Qasrul
‘Arifan yang berdekatan dengan Bukhara, Asia Tengah.
Ia menerima pendidikan awal Tarekat secara lahiriah dari gurunya
Hadhrat Sayyid Muhammad Baba As-Sammasi Rahmatullah ‘alaih. Beliau juga
menerima rahasia-rahasia Tarekat dan khilafat dari Syekhnya, Hadhrat Sayyid
Amir Kullal Rahmatullah ‘alaih. Ia menerima limpahan faidhz dari Hadhrat Nabi
Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang seterusnya diwarisi
oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah
‘alaih, yang telah 200 (dua ratus) tahun mendahuluinya secara uwaisiyah.
Nama Naqsyabandiah mulai terkenal di zaman Hadhrat Shah Bahauddin
Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syekh Najmuddin Amin Al-
Universitas Sumatera Utara
Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahwa nama Tarekat
Naqsyabandiah ini berbeda-beda menurut zamannya.
Di zaman Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu
sehingga ke zaman Hadhrat Syekh Taifur Bin ‘Isa Bin Abu Yazid Bustami
Rahmatullah ‘alaih dinamakan sebagai Shiddiqiyyah. Pada masa ini amalan
khususnya adalah zikir khafi.
Di zaman Hadhrat Syekh Taifur bin ‘Isa bin Abu Yazid Bustami
Rahmatullah ‘alaih, hingga ke zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul
Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ini dinamakan Taifuriyah. Tema
khusus yang ditampilkan adalah cinta dan ma’rifat.
Kemudian di zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq
Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, sehingga ke zaman Hadhrat Imam At-Tariqah
Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih
Tarekat ini dinamakan sebagai Khwajahganiyah. Pada zaman tersebut, Tarekat ini
telah diperkuatkan dengan delapan prinsip asas Tarekat yaitu: yad kard, baz gasyt,
nigah dasyat, yad dasyat, hosh dar dam, nazar bar qadam, safar dar watan, dan
khalwat dar anjuman.
Kemudian pada zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah
Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke
zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ini mulai
terkenal dengan nama Naqsyabandiah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah
Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas
sebagai penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq
Universitas Sumatera Utara
Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih yaitu: Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi, dan Wuquf
Zamani.
Dalam perjalanan mencapai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaidah
jalan yang biasa diperkenalkan oleh para Masyaikh Tarekat, yaitu Tarekat nafsani
ataupun Tarekat rohani. Tarekat Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan
mentarbiyahkan (mengelola) nafs dan menundukkan keakuan diri. Nafs atau
keakuan diri ini adalah sifat ego yang ada dalam diri seseorang. Nafs dididik bagi
menyelamatkan roh dan jalan Tarekat nafsani ini amat sukar dan berat karena
salik (pengamal Tarekat) perlu melakukan segala yang berlawanan dengan
kehendak nafs. Hal ini merupakan suatu perang jihad dalam diri seseorang
mukmin.
Tarekat rohani sedikit lebih mudah dilakukan, dengan cara pada awalnya
roh akan disucikan tanpa menghiraukan tentang keadaan nafs. Setelah roh
disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenar, maka nafs atau
egonya dengan secara terpaksa akan menuruti dan mentaati roh. Demikian uraian
tentang Tarekat dalam Dunia Islam. Selanjutnya diuraikan biografi ringkas Tuan
Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy.
2.4 Biografi Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy
Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi yang lebih dikenal
dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam” (Besilam), adalah salah seorang ulama
terkemuka dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat.
Sebahagian besar hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama dan
Universitas Sumatera Utara
kejayaan negara. Beliau telah membuka dan membangan beberapa buah desa di
Sumatra Utara dan Malaysia, dengan mendirikan perguruan, asrama latihan
rohani, rumah ibadat, mushala dan langgar, balai kesehatan, asrama sosial, untuk
menampung fakir miskin, yatim piatu serta gedung serba guna lainnya untuk
kepentingan umum. Murid-murid dan khalifah-khalifahnya hingga kini tersebar
luas kesegenap penjuru baik didalam maupun di luar negeri seperti Batu Pahat,
Johor Bahru, Penang, Ipoh, Kuala Lumpur di Malaysia, dan Thailand.
Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Putra dari Abdul Manap bin M. Yasin
bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Nama kecilnya Abu Qasim.
Ibunya bernama Arba’iah. Bersaudara empat orang dan salah seorang saudara
perempuannya bernama Seri Barat yang belar Hajjah Fatimah, wafat dikampung
Babussalam, disebelah makam Syekh Abdul Wahan Rokan.
Tidak ada yang dapat memastikan tanggal kelahiran Syekh Abd Wahab.
Sebahagian kalangan menyatakan beliau lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230
H atau pada tanggal 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Desa Rantau
Binuang Sakti, Negri Tinggi, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu,
Provinsi Riau. Menurut satu riwayat beliau dilahirkan pada 10 Rabiul Akhir 1246
H atau 28 september 1830 M. Riwayat yang kedua ini dianggap lemah karena
menurut yang berkompeten usia beliau adalah kurang lebih 115 tahun. Sedangkan
hari wafatnya yaitu 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M.
Kakek beliau adalah Haji Abdullah Tembusai yang terkenal sebagai
seorang alim besar dan saleh. H. Abdullah Tembusai memiliki beberapa orang
istri, seorang di antaranya adalah putri dari yang dipertuan Kota Pinang. Kota
Universitas Sumatera Utara
Pinang kini termasuk dalam daerah Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatra
Utara. Menuru catatan Syekh Abdul Wahab yang diperbuatnya pada tanggal 10
Muharram 1300 H, anak cucu kakeknya, H Abdullah Tembusai berjumlah 670
orang. Sebahagian besar berasal dari suku Melayu Besar, suku Batu Hampar, dan
suku Melayu Tengah.
Ayahanda beliau Abdul Manap mempunyai beberapa orang istri
beberapa diantaranya dikaruniai anak tetapi kesemuanya meninggal dunia. Setelah
ayahanda beliau meninggal dunia Abdul Manap meneruskan usaha dari almarhum
dan beberapa waktu kemudian pindah ke tanah Deli Serdang, menetap di
kampung Kelambir. Beliau kawin dengan seorang wanita bernama Arba’iah, putri
Datuk Bedagai (Dagi) asal Tanah Putih. Dari perkawinannya dengan Arba’iah
beliau beroleh empat orang anak yaitu:
1.
Seri Barat, Gelar Hajjah Fatimah, wafat di kampung Babussalm , Langkat,
Pada tahun 1341 H, dan dimakamkan di kuburan umum kampung
Babussalam.
2.
Muhammad Yunus, Meninggal di Pulau Pinang (Malaysia), Seberang Prai,
sedang menuntut ilmu.
3.
Abu Qasim, gelar Pakih Muhammad, yang kemudian terkenal dengan Syekh
Abdul Wahab Rokan Al- Khalidi Naqsyabandi, Tuan Guru Babussalam.
4.
Seorang bayi meninggal pada waktu lahir. Dan tidak berapa lama meninggal
pula ibunya waktu bersalin. Diwaktu Syekh Abdul Wahab membuat catatan
(1300 H), semua saudaranya telah berpulang kerahmatullah, kecuali dua
orang, yaitu Seri Barat dan beliau sendiri.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Pendidikan
Pendidikan Syekh Abdul Wahab dimulai ketika belajar membaca Al
quran kepada H.M Saleh dan H. Muhammad, seorang ulama terkenal asal
Minangkabau. Ia termasuk ahli seni baca Al-Qur’an (qari). Dengan berbekal
pelajaran membaca Al-Qur’an ini Abu Qasim (nama kecil Abdul Wahab)
melanjutkan pelajarannya ke Tembusai. Pada waktu itu di negri Tembusai
terdapat dua orang alim besar yang pandai mengajar kitab-kitab Arab. Seorang di
antaranya bernama Maulana Syekh Abdullah Halim, saudara dari Yang Dipertuan
Besar Sultan Abdul Wahid Tembusai, dan seorang lagi bernama Syekh
Muhammad Saleh Tembusai. Kedua ulama ini sangat tekun dan rajin
mengembangkan ilmu agama, termasuk nahu, saraf, tafsir, hadist, tauhid, fiqih,
dan tasawuf.
Di Tembusai inilah Abu Qasim mendapatkan bapak angkat yang
bernama H. Bahaudin. Dengan bantuan bapak angkat inilah pendidikan beliau
dapat dilanjutkan kepada Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Saleh.
Berkat ketekunannya, maka setelah tiga tahun ia mampu mengalahkan muridmurid terdahulu dari padanya. Abu Qasim banyak memperdalam kitab-kitab
Fathul Qarib, Minhaajut Thalibin, Iqna, Tafsir Al Jalalain, dan lain lain dalam
ilmu fikih, nahu, saraf, lughah, bayan, mantik, maani, balaghah, arudh, asytiqaq,
dan lain-lain.
Sebagai puncak dari kemajuannya dalam pelajaran ini, kedua gurunya
memberi gelar kehormatan Fakih Muhammad. Fakih artinya orang yang alim
dalam hukum fikih, atau sarjana hukum Islam. Upacara pemberian gelar
Universitas Sumatera Utara
penghormatan ini dilakukan dihadapan suatu majelis resmi, yang dihadiri oleh
khalayak ramai. H. Abdullah Halim dan H.M. Saleh melantiknya dengan
menyatakan Ikhwanul Muslimin (pernyataan tentang persaudaraan Islam).
Abu Qasim bin Abdul Manap Tanah Putih namanya dan dikaruniai gelar
dengan nama tuan Pakih Muhammad bin Abdul Manap Tanah Putih, berkat Al
Fatihah. Pada tahun 1277 H (1861 M) di samping berniaga, ia berguru kepada
Syekh H. Muhammad Yusuf asal Minangkabau. Tuan Syekh M. Yusuf ini
belakangan menjadi mufti dilangkat dan lebih terkenal dengan panggilan Tuk
Ongku. Ia bersama dengan Syekh Abdul Wahab Rokan dipandang orang keramat
dan meninggal di Tanjung Pura, Langkat dimakamkan di samping Mesjid Azizi.
Kurang lebih dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1279 H (1863 M), ia
mengajukan permohonan kepada gurunya, agar diizinkan berangkat ke Tanah
Suci Mekah untuk melanjutkan pelajaran. Permintaan ini dikabulkan dan dalam
perjalanan
menuju
Mekah
bapak
angkatnya
H.
Bahaudin
senantiasa
menemaninya.
Mula mula mereka berangkat ke Singapura. Pada waktu itu di kota itu
terdapat seorang Syekh yang keramat bernama Habib, makamnya di Tanjung
Pagar. Setibanya di kota ini, Pakih Muhamad ziarah kepadanya dengan terlebih
dahulu memberi salam kepadanya. Begitu melihat Pakih Muhammad, Habib Nuh
serta merta mencium tangan, bahu dan seluruh tubuhnya seraya mengatakan,
“Barakallahu” (Allah memberkatimu).
Setelah beberapa hari di sana H. Muhammad dan Pakih Muhammad
meninggalkan Singapura menuju Jeddah dengan kapal. Menurut sejarah,
Universitas Sumatera Utara
pelayaran dengan kapal, baru ada di Singapura pada tahun 1280 H, bernama Sri
Jedah. Di Mekah mereka masuk kelompok Syekh M. Yunus bin Abdul Rahman
Batu Bara, tinggal di Kampung Qararah tidak jauh dari Mesjid Al Haram. Selesai
mengerjakan ibadah haji, Pakih Muhammad beroleh gelar Haji Abdul Wahab
Tanah Putih. H. Bahauddin kembali ke tanah air, pulang ke Tembusai. Sementara
H. Abdul Wahab tinggal di Mekah untuk melanjutkan pelajaran.
Ia belajar kepada Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafii, dan kepada Syekh
Hasbullah. Beliau juga belajar kepada guru guru asal Indonesia seperti Syekh M.
Yunus bin Abdul Rahman Batubara, Syekh Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin
Rawa, dan lain lain. Untuk menambah ilmu, baik ilmu duniawi maupun ilmu
akhirat. Perjalanan kesehariannya hanya di sekitar Mesjidil Haram, dari rumah ke
mesjid, makam Ibrahim, Hijir Ismail, telaga Zamzam dan ke rumah guru. Teman
seperjalanannya, antara lain
H. Abdul Majid Batubara dan
H.M. Nur bin
H.M.Tahir Batubara.
Meski telah banyak kitab yang dipelajari, namun H. Abdul Wahab belum
puas, sebab menurut anggapannya hatinya belum bersih, masih bersarang sifat
sifat yang tercela seperti ujub, sum’ah dan kasih kepada dunia. Ia ingin
menjauhkan diri dari sepuluh sifat yang tercela sebagaimana yang tercantum
dalam kitab kitab tasawuf. Oleh karena itu H. Abdul Wahab memperdalam
pengetahuannya dalam bidang tasawuf, dengan mempelajari kitab Ihya Ulimuddin
karangan Imam Ghazali serta meminta nasihat kepada gurunya Syekh M. Yunus.
Maka Syekh M. Yunus pun menyerahkannya belajar kepada Syekh Sulaiman
Zuhdi di puncak Jabal Kubis.
Universitas Sumatera Utara
Syekh Sulaiman Zuhdi adalah seorang pemimpin Tarekat Nasyabandiah
dan wali yang terkenal pada masa itu. Memimpin suluk di Jabal Kubis sejak
bertahun tahun. Setelah menerima Tarekat Naqsyabandiah dari Syekh Sulaiman
Zuhdi H. Abdul Wahab pun mengamalkannya dengan sungguh-sungguh
sementara itu tetap terus mengaji kepada Sayid Zaini Dahlan, Mufti Mazhab
Syafii, Syekh Hasbullah, dan Syekh Zainuddin Rawa.
Syekh Sulaiman Zuhdi amat gembira menyaksikan kemajuannya yang
luar biasa dari H.Abdul Wahab dan mendoakan semoga ia kelak akan dapat
mengembangkan ilmu Tarekat Naqsyabandiah di Sumatra, Kedah, Pahang
(Malaysia), dan daerah lain.
Pada suatu ketika, Syekh Sulaiman Zuhdi mendapat petunjuk dari Allah,
dan bisikan rohaniah dari Syekh Syekh Naqsyabandiah bahwa kepada H. Abdul
Wahab harus diberikan gelar khalifah dan diperbolehkan memimpin rumah suluk
serta mengajarkan ilmu Tarekat Naqsyabandiah dari Aceh sampai Palembang.
Syekh Sulaiman Zuhdi pun dengan resmi mengangkatnya menjadi khalifah besar
dengan memberinya ijazah bai’ah dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang
berasal dari nabi Muhammad SAW. sampai kepada Syekh Sulaiman Zuhdi dan
seterusnya kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Ijazah itu
ditandai dengan dua cap.
H. Abdul Wahab pun memperlihatkan ijazah tersebut kepada H. M.
Yunus Batu bara. Beliau kagum dan tercengang, karena menurut pengetahuannya
belum ada seorang pun murid beliau yang diberi ijazah bercap dua. Ketika Syekh
M. Yunus menanyakan kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Beliau menjawab,
Universitas Sumatera Utara
“Dengan ijazah ini semoga H. Abdul Wahab bin Abdul Manap
itu akan
mengembangkan dan memashyurkan Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia,
Malaysia dan daerah sekitarnya. Beberapa Sultan akan berguru kepadanya dan
beberapa panglima yang gagah perkasa akan tunduk, orang kafir dan Islam hormat
kepadanya.”
2.4.2 Mengembangkan Agama dan Tarekat
Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seorang ulama yang produktif
dalam menyiarkan ajaran Islam dan Tarekat Naqsyabandiah. Walaupun selain
Tarekat Naqsyabandiah Syekh Abdul Wahab Rokan juga adalah seorang penganut
Tarekat Samaniah.
Di samping menyiarkan agama dan Tarekat ke berbagai wilayah negeri
Syekh Abdul Wahab kerap membuka perkampungan. Seperti pada tahun 1285 H
(1869 M), dalam usia 58 tahun beliau membuka sebuah kampung di wilayah
Kubu, yang dinamainya Kampung Mesjid. Kampung ini dijadikannya pangkalan
atau basis bagi usaha usahanya menyebarkan agama ke daerah daerah sekitarnya.
Seperti ke Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu, Dumai,
Bengkalis, Pekan Baru, dan Sungai Ujung Malaysia. Di daerah Kualuh beliau
juga membuka kampung baru pula dengan nama Kampung Mesjid pada tahun
1873 M (1292 H). Dari Rokan, menyusur pantai Timur Sumatra sampai ke Utara
kemudian meluaskannya sampai ke daerah Langkat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Membangun Babussalam
Berawal dari kepulangan teman seperjalanan Syekh Abdul Wahab yaitu
Syekh M. Nur Batubara yang kembali ke Asahan dan pada tahun 1292 pindah ke
Tanjung Pura, Langkat. Pada masa itu kerajaan Langkat dipimpin oleh Sultan
Musa Al-Muazzamsyah gelar pangeran Indra Diraja Amir Pahlawan Sultan Aceh.
Ayahhandanya bernama Sultan Ahmad, raja ketujuh memerintah kerajaan
Langkat, berasal dari Siak Seri Indra Pura. Kira-kira 400 tahun yang lalu, sultansultan yang memerintah di daerah Langkat, telah memelihara guru-guru agama.
Pada masa itu salah satu putra sultan musa yang diharapkan akan dapat
menggantikan beliau jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Hal ini sangat
memukul batin Sultan sehingga beliau meminta nasehat kepada Syekh H.M. Nur
yang menganjurkan agar sultan beserta istri bersuluk kepada Syekh Abdul Wahab.
Sehingga pada waktu itu baginda menyediakan sebuah rumah di Gebang Desa
Putri untuk tempat bersuluk.
Syekh Abdul Wahab beberapa kali mengunjungi Sultan Musa ke Langkat
atas permintaannya sehingga pada kunjungan Syekh Abdul Wahab yang ketiga
kalinya ketanah Langkat mendapatkan tawaran dari Sultan Musa agar suluk
dilaksanakan di Kampung Lalang kira kira 1 kilometer dari Kota Tanjung Pura.
Akan tetapi menurut pertimbangan tuan guru tempat tersebut kurang sesuai dan
memohon agar diberikan sebidang tanah untuk perkampungan, dimana ia dapat
beribadat dan mengajarkan ilmu agama dengan leluasa.
Sultan Musa Al-
Muazzamsyah pada waktu itu juga dengan disaksikan oleh anggota anggota
rombongan mewakafkan sebidang tanah yang dikehendaki oleh tuan Guru.
Universitas Sumatera Utara
Tepatnya tanggal 15 Syawal 1300 H berangkatlah Syekh Abdul Wahab dengan
keluarga dan murid muridnya yang berjumlah 160 dengan 13 buah perahu pindah
dengan resmi dan menamakan tempat tersebut dengan nama Babussalam.
Pembangunan pertama yang dilakukan di Babussalam adalah mendirikan
sebuah madrasah (mushola) tempat sholat bagi laki laki dan wanita. Cara
pembangunan ini adalah sesuai dengan ajaran Islam, di mana Nabi Muhammad
SAW. mula mula Hijrah ke Madinah (622 M), membangun tiga proyek besar
yaitu:
1.
Membangun Mesjid sebagai lambang pembangunan mental spiritual.
2.
Menjalin rasa persaudaraan antara golongan anshor dan muhajirin sebagai
lambang pembangunan sosial ekonomi.
3.
Mempermaklumkan lahirnya negara Islam dengan ibu kotanya Madinah,
konstitusinya Al-Qur’an dan Hadist, sebagai lambang pembangunan dalam
bidang politik.
Luas mushola ini 10 X 6 depa, diperbuat dari kayu kayu yang sederhana,
dipergunakan selain tempat salat dan mengaji, juga tempat melakukan kegiatan
kegiatan ibadah lainnya. Sampai kini mushola tersebut tidak pernah disebut orang
dengan mesjid atau mushola akan tetapi lebih terkenal dengan sebutan madrasah
atau mandarsah/nosah menurut dialek Babussalam.
2.4.4 Percetakan, Pertanian, dan Bintang Kehormatan
Tuan guru Syekh Abdul Wahab tidak saja menitikberatkan usahanya
dalam pembangunan mental spiritual, akan tetapi juga bergerak dalam
Universitas Sumatera Utara
pembangunan fisik-material. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibukanya sebuah
perkebunan jeruk manis disuatu areal tanah di Kampung Babussalam. Pada tahun
1325 H, sebanyak 400 (empat ratus pohon). Tanaman tanamannya subur, dengan
memperhatikan saran saran para ahli pertanian dan menghasilkan 7.000 rupiah
setahun. Murid murid beliaupun banyak mengikuti jejaknya, dengan menanam
jeruk secara kecil kecilan sekedarnya.
Selain jeruk beliau juga membuka perkebunan karet. Untuk mencari bibit
pohon karet ini, beliau menugaskan H. Bakri dan Pakih Kamaluddin Tembusai ke
Perak (Malaysia). Keduanya kembali dengan membawa bibit karet sebanyak
delapan belas goni. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1330 H. Dari bibit-bibit
inilah banyak penduduk banyak bertanam karet di sekitar Kampung Babussalam
dan kapung kampung lainnya sampai ke Stabat.
Selain itu beliau membangun sebuah perkebunan lada hitam. Para jamaah
yang hidupnya ditanggung beliau, dikerahkan bergotong-royong mengolah
perkebunan tersebut beberapa jam dalam sehari. Malangnya pada suatu ketika
banjir menyerang kampung Babussalam yang mengakibatkaan kebun lada
tersebut menjadi musnah. Kemudian digantikan beliau dengan kebun pala, kopi,
pinang, durian, rambutan, jeruk, dan kelapa. Sekurang-kurangnya sekali setahun
Babussalam dilanda banjir. Sesudah benteng di sepanjang pinggir Sungai Batang
Serangan dibangun oleh pemerintah pada tahun 1992, barulah Desa Babussalam
aman dari ancaman banjir.
Dalam bidang peternakan beliau tidak ketinggalan. Beliau memiliki dan
mengolah tambak ikan. Penduduk diberi kesempatan beternak ayam dan kambing
Universitas Sumatera Utara
atau lembu. Beliau juga memiliki ternak lembu yang dipercayakan kepada Pak
Selasa untuk memeliharanya. Usaha pertanian dan peternakan itu diselenggarakan
secara tradisional dengan alat-alat yang sederhana. Untuk menjaga kebersihan
kampung, maka semua hewan ternak
harus
dikandangkan, dijaga jangan
berkeliaran. Pemilik ternak yang tidak menjaga hewan ternaknya, dan
membiarkannya berkeliaran, akan dihukum oleh tuan guru.
Barang siapa mencuri ayam, maka beliau menghukumnya, dengan
menyuruhnya taubat di depan Madrasah Besar, disaksikan oleh khalayak ramai
dengan meneriakkan: “Astaghfirullahal’azhim tobat mencuri ayam.” Hukuman
itu harus dijalani selama beberapa jam.
Pada tahun 1328 H, H Bakri bermusyawarah dengan Tuan Guru
mengenai pembangunan kampung Babussalam. Antara lain disarankan supaya
mendatangkan guru guru terkenal ke Babussalam, dari Mekah dan Mesir.
Pelajaran tulisan Arab supaya lebih diintensifkan. Industri tekstil atau pabrik
tenun dan usaha kerajinan tangan lainnya supaya dibangun. Untuk keperluan itu,
lebih dahulu diutus tenaga tenaga ahli mengadakan riset dan penelitian
kebeberapa negara. Untuk meningkatkan usaha usaha pembangunan dalam
penerangan dan penyiaran (komunikasi dan informasi) hendaknya dibangun
sebuah unit percetakan. Pembangunan proyek pertanian yang dapat dikerjakan
oleh pelajar pelajar di samping belajar, dan usaha usaha lainnya yang dapat
meningkatkan taraf hidup penduduk Babussalam.
Universitas Sumatera Utara
Saran saran ini diterima baik oleh Tuan Guru, akan tetapi beliau
memberikan analisis sebagai berikut: “Ketahuilah, bahwa Allah menjadikan uang
dirham itu 3 alamat, yaitu:
1.
Uang (rupiah belanda) itu bulat seperti bola. Hal ini menunjukkan orang yang
mempunyai uang itu kadang-kadang naik ke atas dan kadang-kadang jatuh
kebawah. Mencari uang itu mudah, tetapi menyimpannya susah.
2.
Pada mata uang itu ada gambar kepala orang. Maknanya kalau hati putih, ia
dapat dibawa ke jalan kebaikan. Kalau uang itu putih hati kita hitam, niscaya
kita dibawanya hanyut kepada kejahatan.
3.
Uang itu keras, hal ini mengandung isyarat hendaklah kita berkeras hati
melawannya. Karena hati hendak bersedekah, tangan dipegang oleh tujuh
puluh setan. Kalau setan yang tujuh puluh itu dapat dikalahkan, barulah
sedekah kita itu terlaksana.
Pada tahun 1324 H, H. Yahya disuruh Tuan Guru bersuluk selama empat
puluh hari kepadanya di Batubara. Ikut pula bersuluk Datuk Laila Wangsa. Ketika
itu yang menjadi kepala kampung di Babussalam H. Abdul Jabbar dan mengajar
ilmu agama di madrasah besar, menggantikan Tuan Guru selama di Batubara
adalah H. Bakri. Ia mengajar, pagi pagi, sesudah Zuhur, sesudah Maghrib, dan
sesudah salat Isya. Selama dua bulan Tuan Guru berada di Batubara, beliau
beroleh penghasilan sebanyak 3.750 rupiah langsung dibawanya ke Babussalam.
Mengingat kemajuan Babussalam memerlukan usaha dalam bidang
penerbitan, maka H. Bakri meminjam uang sebanyak 2.500 rupiah, untuk
membeli sebuah mesin cetak. Tuan Guru memenuhinya, sebagai bantuan wakaf,
Universitas Sumatera Utara
bukan pinjaman. Maka dengan modal 2500 rupiah inilah H. Bakri berusaha
membeli sebuah unit percetakan, yang intertipenya adalah huruf-huruf Arab.
Mesin cetak ini merupakan yang pertama di Langkat, dan pada tahun 1326 H,
dipimpin langsung oleh H. Bakri dan H. M. Ziadah dan H. M. Nur, menantu Tuan
Guru.
Kitab kitab yang pernah diterbitkan, hasil percetakan Babussalam ini
antara lain:
1.
Soal jawab, sebanyak 1000 eksemplar,
2.
Aqidul Iman, sebanyak 1000 eksemplar,
3.
Sifat Dua Puluh, sebanyak 1000 eksemplar,
4.
Nasihat Tuan Guru, sebanyak 1000 eksemplar,
5.
Syair Nasihatuddin, sebanyak 1000 eksemplar,
6.
Berkelahi Abu Jahal, sebanyak 500 eksemplar,
7.
Permulaan Duni dan Bumi, sebanyak 500 eksemplar,
8.
Adabuz Zaujain (Adab Suami Istri), sebanyak 500 eksemplar,
9.
Dalil yang Cukup, sebanyak 500 eksemplar,
10. Dan lain lain.
Sayangnya, buku-buku tersebut tidak ada lagi dewasa ini. Berpuluhpuluh orang buruh bekerja pada percetakan ini. Dengan perantaraan penerbitan
penerbitan seperti brosur-brosur atau siaran-siaran lainnya, makin tersiarlah nama
Babussalam ke mana-mana. Hubungan persahabatan dengan pemimpin-pemimpin
Islam di berbagai negara tambah erat pula.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Mendirikan Serikat Islam
Dalam dunia pergerakan, Tuan Guru Syekh Abdul Wahab juga tidak
sedikit memainkan peranan. Sekalipun tidak aktif memimpin sesuatu partai atau
sesuatu gerakan nasional, secara langsung akan tetapi usaha usaha ke arah itu,
amatlah giatnya. Pada tahun 1913 (1332 H) diutusnya suatu delegasi ke
musyawarah Syarikat Islam di Jawa. Anggota delegasi terdiri dari putra-putranya.
Pakih Tuah, Pakih Tambah, dan seorang tokoh bernama H. Idris Kelantan.
Pakih Tuah dan Pakih Tambah langsung mengadakan pembicaraan
dengan H.O.S. Cokroaminoto dan Raden Gunawan dan lain-lain pemimpin
gerakan pada masa itu di Jakarta, Solo, dan Bandung. Delegasi diberi tugas untuk
mengadakan hubungan dengan pemipin-pemimpin pergerakan nasional itu,
supaya dibenarkan mendirikan cabang Serikat Islam di Babussalam. Pemimpin
pusat Serikat Islam yang menjelma menjadi Partai Serikat Islam Indonesia,
menyuruh mereka mengadakan hubungan terlebih dahulu dengan perwakilan PSH
di Medan, yaitu M. Samin.
Sekembalinya dari Jawa, maka diadakan pertemuan dengan M. Samin
dan beberapa orang tokoh tokoh lainnya Grand Hotel Medan (sekarang Hotel
Garuda). Sebagai hasil dari pertemuan ini, dibenarkanlah berdirinya SI cabang
Babussalam, di bawah pimpinan H. Idris Kelantan, dengan sekretaris Hasan
Tonel. Anggota-anggota pengurus lainnya terdiri dari Pakih Tuah, Pakih Tambah,
pakih Muhammad, H. Bakri, dan lain lain. Penyumpahan (bai’ah) dilakukan
langsung oleh H. Idris Kelantan. Tuan Guru Syekh Abdul Wahab bertindak
sebagai penasehat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Imam dan Bilal di Madrasah Babussalam
Sejak pindah ke Babussalam pada tahu 1300 H, Tuan Guru telah
membagi bagi tugas di antara anak-anak dan jamaahnya pada tahun pertama
membangun kampung ini, Tuan Guru menunjuk wakilnya dalam pembangunan
madrasah, rumah suluk dan menghadap Sultan Langkat kepada H. Abdullah
Hakim. Pada masa itu putra putra Tuan Guru belum ada yang dewasa. Pada tahun
1313 H, yang menjadi Imam di kampung Babussalam adalah sebagai berikut: 1.
H. M. Sa’id Kelantan, 2.H.M. Amin Kota Intan, 3. H. M. Zain Kubu. Menjadi
Bilal: 1. Bilal Muhammad Nurdin Tembusai, 2. M. Arsyad Kampar, 3. Usman
Tembusai.
Pada tahun 1327 H, menjadi Imam: 1. H. Abdul Fattah, Menantu Tuan
Guru, 2. H.M. Said, menantu Tuan Guru, 3. H. Harun, anak Tuan Guru, 4. Abdul
Kahar, anak Tuan Guru, 5.Pakih Yazid, Anak Tuan Guru, 6. Hasan, menantu
Tuan Guru,7. Pakih Muhammad, menantu Tuan Guru
Adapun yang menjadi bilal (1327 H): 1. M. Nuh bin H. Ibrahim Serdang,
2. M. Saleh Kota Intan, 3. Ahmad Tembusai. Pada tahun 1340 H, menjadi bilal :
1, Abdul Rasyid Tembusai 2. Thalib Mandailing, 3. Ahmad bin Harun.
Pada tahun 1315 H, H Yahya dipercayakan melakukan pekerjaan
pekerjaan penting di Babussalam. Pada tahun 1322 H, H. Abdul Jabbar mewakili
tuan Guru dalam segala urusan masyarakat. Pada tahun 1324 H. Abdul Jabbar
ditetapkan menjadi kepala kampung.
Pada tahun 1327 H, Tuan Guru menyatakan kepada anak-anaknya bahwa
ia telah tua, hanya dapat beribadat saja lagi. Karena itu untuk membangun
Universitas Sumatera Utara
kampung Babussalam ini ditetapkan: 1. H. Abdul Jabbar menjadi kepala
kampung. 2. H. Harun, H. Abdul Fattah dan H.M.Nur, mengajar Qur’an dan kitab
kitab agama.
2.4.7 Mengajar Di Istana
Pada tahun 1328 H, H. Harun diutus ke Panai, Kota Pinang, dan Kubu.
H.M.Nur ke Minangkabau dan Perak (Malaysia). H. Abdul Fattah, ke Mekah, H.
Bakri ke Tanah Putih, Rambah, Kepenuhan, Singapura dan Batu Pahat
(Malaysia).
Pada tahun 1335 H, Sultan Aziz Abdul Jalil Rahmatsyah mempersilakan
Tuan Guru mengajar di dalam Istana Darul Aman Tanjung Pura, seminggu sekali,
yaitu setiap hari Ahad. Hadir pada pengajian ini pembesar-pembesar kerajaan.
Datuk-datuk, dan tokoh-tokoh masyarakat. Biasanya tuan guru memberikan
ceramah agama itu memakan waktu sekitar dua jam. Selesai pengajian bilal pun
azan lalu semua hadirin salat Zuhur dengan berjamaah dan makan bersama.
Kadang-kadang hadir juga pada pengajian ini Sultan Siak, Sultan Johor, Raja-raja
Panai dan Asahan, Perak, dan lain lain.
Pada tahun 1337 H, harga beras naik. Kehidupan rakyat sulit. Di dalam
Negeri Langkat, sekati beras (6 ons) berharga 22 sen. Satu gantang padi berharga
14 rupiah. Sultan Aziz sebelum pengajian dimulai meminta kepada Tuan Guru
Syekh Abdul Wahab supaya mendoakan semoga harga beras turun dan rakyat
senang.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa itu Siam menghentikan ekspor berasnya. Di Eropa, Inggris
dan negeri belanda, sekati beras berharga tiga rupiah dan sepikul berharga tiga
ratus rupiah. Di Jepang sekati beras seharga empat puluh sen. Kenaikan harga
beras ini , adalah akibat dari perang dunia pertama.
Barulah pada tahun 1339 H, harga beras dunia menjadi turun. Pada saat
harga beras membumbung tinggi, Sultan Abdul Aziz mengumumkan siapa yang
tidak mampu membeli beras, dipersilakan mengaji Qur’an membaca Qul
Huallahu Ahad (surat Al Ikhlas) atau membaca Shalawat di mesjid Azizi Tanjung
Pura. Baginda sendiri menjamin kehidupan mereka. Baginda terkenal dermawan,
setiap tahun berzakat empat puluh ribu rupiah. Pada setiap 27 Ramadan
mengadakan jamuan besar, bersedekah, kadang-kadang sampai sepuluh ribu
rupiah dan kadang-kadang sampai limaa belas ribu rupiah.
Pada 13 Rabiul Awal tahun 1320 H, Sultan Abdul Aziz mendirikan
sebuah mesjid Raya di Tanjung Pura, dinamainya dengan Masjid Azizi.
Bangunannya dapat menampung ribuan jamaah. Sampai kini masjid itu masih
berdiri dengan megahnya, menjadi kebanggaan bagi daerah Langkat.
Pada tahun 1331 H, baginda mendirikan perkumpulan agama yang
bernama Al-Jamiatul Mahmudiah Litholabil Khairiah. Atas usaha baginda,
didirikan sebuah madrasah agama di bekas istana almarhum ayahandanya, Sultan
Musa Al-Muazzamsyah dengan nama Madrasah Maslurah. Tidak lama kemudian
dijadikan tempat pengajian tingkat tsanawiyah, dengan nama Madrasah Aziziah.
Madrasah Maslurah dan madrasah Aziziah ini terkenal pada zamannya karena
banyak mengeluarkan alim ulama dan cerdik pandai yang terkenal.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Bintang Kehormatan
Tuan guru memimpin Kampung Babussalam dengan aman dan makmur
dan pengaruhnya semakin besar. Melihat kebesaran itulah kerajaan Belanda yang
berkuasa pada masa itu merasa curiga dan khawatir terhadap dirinya. Syekh
Abdul Wahab merupakan bintang yang cemerlang dalam Kerajaan Langkat.
Karena itulah pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1341 H (1923) Asisten Residen Van
Aken bersama Sultan Abdul Aziz Jalil Rahmatsyah menghadiahkan sebuah
bintang kehormatan. Dari emas kepada beliau Asisten Residen Langkat itu sendiri
melekatkan bintang emas tersebut ke dadanya. Sebelum itu Sultan Abdul Aziz
Jalil Rahmatsyah telah memberikan sejumlah uang pada tuan guru untuk membeli
sepersalinan pakaian yang akan dipakainya sewaktu menerima bintang
kehormatan itu. Upacara berlangsung di madrasah besar, dengan disaksikan
ribuah hadirin.
Yang memenuhi ruangan itu. Syekh Abdul Wahab duduk
ditengah tengah menghadap kiblat.
Sebaik bintang itu diterimanya, ia pun menyatakan dengan tegas, kepada
wakil pemerintah yang menyematkan bintang itu, supaya menyampaikan
pesannya, agar raja Belanda memeluk agama Islam. Pemberian bintang itu
tidaklah menggembirakan beliau, dan tidak pula membuat beliau menjadi
congkak. Bintang itu hanya beberapa waktu saja di tangannya, kemudian
diserahkan kepada Sultan Aziz sampai wafatnya, bintang itu berada di tangan
Sultan Langkat.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Silsilah
Silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang sampai kepada Syekh Abdul
Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926) menurut H. Ahmad Fuad
Said dalam tulisannya sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam,
adalah sebagai berikut:
1.
Nabi Muhammad Saw
2.
Abu Bakar Siddiq R.a
3.
Salman Al – Farisi
4.
Qasim bin Muhammad
5.
Imam Ja’far Shadiq
6.
Abu Yazid Bustami, nama lengkapnya Syekh Abu Jazid Thaifur bin Isa bi
7.
Adam Bin Sarusyan Al-Busthami
8.
Abu Hasan Ali bin Ja’far Al-Kharqani
9.
Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Al-Thusi Al-Farmadi
10. Abu Ya’kub Yusuf Al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin
11. Abdul Khaliq Al-Fajduwani bin Al-Imam Adul Jamil
12. Arif Al-Riyukuri
13. Mahmud Al-Anjiru al-Faghnawi
14. Ali Al-Ramituni, terkenal dengan Syekh Azizan
15. Muhammad Baba As-Samasi
16. Amir Kulai bin Sayid Hamzah
17. Bahauddin Naqsyabandi
Universitas Sumatera Utara
Kemudian silsilah tersebut berkelanjutan sampai kepada Syekh Abdul
Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Sesuai dengan ijazah yang diperoleh
beliau dari gurunya Syekh Sulaiman Zuhdi sesudah bersuluk selama 6 tahun di
Jabal Abi Kubis, Mekkah, maka silsilah tersebut adalah sebagai berikut:
18. Muhammad Bukhari
19. Ya’kub Yarki Hishari
20. Abdullah Samarkandi (Ubaidullah)
21. Muhammad Zahid
22. Muhammad Darwis
23. Khawajaki
24. Muhammad Baqi
25. Ahmad Faruqi
26. Muhammad Ma’shum
27. Abdullah Hindi
28. Dhiyaul Haqqi
29. Ismail Jamil Minangkabawi
30. Abdullah Afandi
31. Syekh Sulaiman
32. Sulaiman Zuhdi
33. Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam
Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang
menjabat sebagai pimpinan (mursyid). Kedua tuan guru ini memiliki tempat
persulukan yang berbeda lokasi di Babussalam. Keduanya memiliki hubungan
yang erat karena masih satu garis keturunan dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab
Rokan.
Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh Muhammad Daud
dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun 1948.
Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan
Besilam Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah
besar saat ini dipimpin oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah
dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin Muhammad Daud.
Besilam Atas
Tuan Guru I
: Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy
Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M
Tuan Guru II
: Syekh Yahya Afandi
Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M
Tuan Guru III
: Syekh Abdul Manaf
Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M
Tuan Guru IV
: Syekh Abdul Jabbar
Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942 M
Tuan Guru V
: Syekh Muhammad Daud
Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M
Universitas Sumatera Utara
Tuan Guru VI
: Syekh Fakih Tambah
Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972 M
Tuan Guru VII
: Syekh Abdul Mu’im
Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981 M
Tuan Guru VIII
: Syekh Maddayan
Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M
Tuan Guru IX
: Syekh Pakih Sufi
Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M
Tuan Guru X
: Syekh Anas Mudawar
Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997 M
Tuan Guru XI
: Syekh Hasyim Al Syarwani
Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M sampai dengan
sekarang
Besilam Bawah
Tuan Guru I
: Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy
Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M
Tuan Guru II
: Syekh Muhammad Daud
Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-1972 M
Tuan Guru III
: Syekh H Tajuddin
Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang
Universitas Sumatera Utara
2.7 Aktivitas
2.7.1 Baiah
Arti dari baiah adalah berjanji, atau bersumpah setia. Namun dalam
Tarekat Naqsyabandiah sumpah dan janji yang dimaksud adalah berjanji akan taat
kepada perintah Allah. Inti dari aktivitas ini sesungguhnya adalah bertaubat akan
segala dosa yang pernah dilakukan di hadapan guru, khalifah, dan para jamaah
serta memengakui bahwa Tarekat merupakan jalan untuk mendapatkan keridhaan
Allah. Bentuk penyerahan diri ini disimbolkan dengan membawa sebuah jeruk
purut kepada mursyid atau khalifah yang akan membaiahkan. Selanjutnya buah
jeruk tersebut akan dipergunakan sebagai pengganti sabun mandi nantinya pada
waktu mandi taubat.
Baiah merupakan sebuah persyaratan mutlak bagi penganut Tarekat
Naqsyabandiah. Oleh karena itu setiap seseorang yang ingin bergabung dalam
Tarekat ini diwajibkan untuk melaksanakan aktifitas baiah ini agar dapat diakui
sebagai ahli keluarga Tarekat Naqsyabandiah. Baiah juga bertujuan sebagai
pengangkatan guru dan murid. Oleh karena itu walaupun seseorang itu telah
melakukan baiah pada Tarekat Naqsyabandiah ditempat yang lain tetapi apabila ia
ingin belajar Tarekat Naqsyabandiah diBabussalam maka ia juga akan diwajibkan
untuk melakukan bai’ah kembali agar dapat diterima sebagai murid.
Pada hakekatnya baiah adalah penyerahan diri kepada Allah dengan
perantaraan mursyid atau guru didalam persulukan. Penyerahan diri ini dapat juga
diartikan dengan pernikahan yaitu menikahkan Allah dengan hambanya,
menikahkan rasul dengan umatnya, menikahkan Al-Qur’an dengan maknanya dan
Universitas Sumatera Utara
menikahkan zahir dan batinnya. Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah yang
berbunyi: “annikahu sunnati famalaam yakmal bissunnati falaaisya minni” yang
artinya adalah “nikah itu adalah sunnahku barang siapa yang tiada menikah maka
ia bukan dari golonganku.”
Adapun yang menjadi dasar dari bentuk penyerahan diri ini adalah
mengikut kepada sejarah Rasulullah Ismail AS. dan Rasullullah Muhammad
SAW. Nabi Ismail as ikhlas tatkala menerima perintah dari Allah melalui
ayahandanya Nabi Ibrahim untuk menyerahkan dirinya dikurbankan yang
akhirnya digantikan Allah dengan seekor kibas. Bentuk penyerahan diri ini juga
dilakukan oleh Rasulullah Muhammad yang dirinya ikhlas dibedah dadanya oleh
malaikat Jibril untuk dibersihkan penyakit hati dari dalam dirinya serta
memasukkan tiga buah bejana ke dalam hatinya. Oleh karena Rasullullah adalah
merupakan contoh suri tauladan bagi sekalian umat muslim, maka aktivitas
tersebut merupakan sesuatu yang harus ditiru dan wajib dilaksanakan oleh
penganut Tarekat Naqsyabandiah Babussalam.
2.7.2 Berkhalwat
Penganut Tarekat melakukan khalwat atau suluk, dengan mengasingkan
diri kesebuah tempat, dibawah pimpinan seorang mursyid. Kadang kadang masa
berkhalwat itu sepuluh hari, dua puluh hari dan sampai empat puluh hari lamanya.
Menurut Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub. Sekurang
kurangnya suluk itu selama tiga hari. Boleh juga tujuh hari dan sebulan sesuai
dengan perbuatan Nabi saw. Namun yang paling baik empat puluh hari.
Universitas Sumatera Utara
Selama dalam suluk, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang
bernyawa seperti daging, ikan, telur, dan sebagainya. Senantiasa berkekalan
wudhu dan dilarang banyak berbicara. Semuanya itu dimaksudkan agar hati bulat
tertuju kepada Allah semata-mata.
Menurut Syekh Ahmad Khatib yang mengutip isi kitab Jami’ul Ushul,
bahwa orang yang mula-mula memasukkan khalwat atau suluk kedalam Tarekat
ialah Syekh Khalid Kurdi. Dan yang mula mula mengadakan sistem zikir latha-if
adalah imam Robbani dan yang memasukkan khatam khawajakan adalah Syekh
Abdul Khaliq al-Fajduwani.
Imam Robbani ialah Syekh Faruqi Sarhindi, seorang ahli Tarekat di
India, lahir pada tahun 971 H (Sulsilah ke dua puluh empat) dari Nabi SAW.
Berarti dimulai pada abad ke sepuluh dan kesebelas Hijriah.
Syekh Khalid Kurdi, seorang ahli Tarekat Kurdistan, lahir pada tahun
1193 H (silsilah ke tiga puluh). Jadi, khalwat (suluk) dimulai pada abad ke dua
belas Hijriah. Syekh Abdul Khaliq Al-Fajduwani (silsilah ke sepuluh)
memasukkan Khatam khawajakan, dengan sistem sendiri.
Menurut kitab-kitab tafsir yang mu’tabar antara lain “Al-Futuhatul
Ilahiah”, “Al-Maraghi” bahwa Nabi Musa telah menyatakan kepada umatnya,
Bani Israil, bahwa jika Allah menghancurkan musuh musuh mereka, yakni
Fir’aun dan pengikutnya, ,maka ia akan menurunkan kitab Taurat kepadanya.
Setelah musuh kalah, maka Nabi Musa mohon kepada Allah supaya kitab Taurat
yang dijanjikan itu diturunkan. Maka Allah menyuroh Nabi Musa berkhalwat
dibukit Thursina selama tiga puluh hari. Nabi Musa berpuasa dan menegakkan
Universitas Sumatera Utara
ibadat dengan berkhalwat itu menurut para ahli tafsir, pada bulan Zulkaedah
selama sebulan,dan ditambah lagi sepuluh hari pada bulan Zulhijah.
Menurut Hadits Bukhari dan Muslim Muttafaq’alaihi, dari Abu Hurairah,
dari Nabi saw, bahwa Nabi saw bersabda : “ada tujuh orang mendapat naungan
Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya (kiamat)
1.
Pemimpin yang adil,
2.
Seorang anak muda yang pada masa remajanya, beribadat kepada Allah,
3.
Seorang laki laki yang hatinya tersangkut ke mesjid mesjid,
4.
Dua orang laki laki yang berkumpul dan berpisah karena Allah,
5.
Seorang laki laki yang dirayu oleh seorang wanita bangsawan dan berparas
elok untuk melakukan tindakan yang tidak senonoh tetapi menolaknya dan
berkata “aku takut kepada Allah,”
6.
Seorang laki laki yang bersedekah namun tangan kanannya disembunyikan
sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanannya,
7.
Seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah ditempat sunyi (berkhalwat),
lantas kedua matanya mencucurkan air mata.
Dalam Hadits ini diterangkan bahwa salah seorang yang akan mendapat
naungan Allah nanti pada hari kiamat, adalah orang yang berzikir kepada Allah
dengan berkhalwat.
2.7.3 Khatam Khawajakan
Khatam artinya penutup atau akhir. Khawajakan kata jamak berasal dari
bahasa Persia, artinya Syekh-Syekh. Mufradnya khawajah artinya seorang Syekh.
Universitas Sumatera Utara
Zikir dengan cara berkhatam ini ialah sejumlah murid-murid duduk dalam satu
majelis, berbentuk lingkaran, dengan dipimpin seorang Syekh yang duduk
menghadap kiblat. Di sebelah kanannya, duduk khalifah-khalifah. Dengan
susunan yang tertua khalifahnya di sebelah kanan Syekh. Dinamakan sistim ini
dengan berkhatam, karena selesai zikir, Syekh akan meninggalkan majelis itu,
maka ditutuplah dengan zikir zikir tertentu serta dilanjutkan dengan doa.
Imam Abdul Khaliq Al-Fajduwani dan pemuka-pemuka Tarekat sampai
kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi, sependapat bahwa barang siapa yang
mengamalkan zikir-zikir dengan sistem berkhatam itu, niscaya semua hajatnya
akan diperkenankan, terhindar dari berbagai bala, diangkatkan martabatnya dan
akan menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah.
Berkhatam ini termasuk paling baik dan paling afdhal (baik) zikir dalam
Tarekat Naqsyabandiah, sesudah zikir ismu zat (Allah) dan nafi-itsbat (La Ilaha
Illallah). Roh roh Syekh Syekh akan membantu orang yang mewiridkannya.
2.7.4 Khatam Tawajuh
Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi
Tuan Guru Babussalam Langkat (1811-1926), setiap penganut Tarekat
Naqsyabandiah harus berkhatam tawajuh, baik ia sedang bersuluk maupun tidak.
Adab berkhatam tawajuh itu adalah:
Universitas Sumatera Utara
1.
Suci dari hadas kecil dan hadas besar.
2.
Duduk tawaruk kebalikan dari duduk tawaruk (duduk antara dua sujud)
dalam salat. Dalam satu majlis zikir yang berbentuk lingkaran dengan pintu
tertutup.
3.
Syekh atau mursyid duduk menghadap kiblat, didamping khalifah-khalifah.
Yang tertua duduk disebelah kanan mursyid dan khalifah-khalifah lain
disebelah kirinya.
4.
Disediakan batu kerikil yang bersih sebanyak seratus sepuluh buah, dengan
perincian seratus buah kecil kecil dan sepuluh buah lebih besar. Batu-batu itu
dibagikan oleh petugas kepada setiap peserta. Petugas yang membagi-bagikan
itu, harus orang yang tinggi tingkat zikirnya, seperti khalifah atau orang yang
sudah mencapai tingkat tahlil. Batu yang sepuluh buah, enam diantaranya
diletakkan disebelah kanan Syekh, empat buah di kirinya. Batu-batu kecil
sebanyak dua puluh satu buah diletakkan di hadapannya.
5.
Semua peserta menutupi kepalanya dengan serban atau sehelai kain, tunduk
menekurkan
kepala
ke
lantai, memejamkan
mata
dengan
khusyu’
(“konsentrasi”)
6.
Berkhatam
dimulai
dengan
ucapan
Syekh:
”Astaghfirullahal’azhim”
sebanyak tiga kali, dan diikuti oleh peserta.
a. Membaca Al-Fatihah sepuluh kali. Bacaan ini dilakukan oleh orang yang
menerima pembahagian batu besar saja.
b. Shalawat tujuh puluh sembilan kali.
c. Membaca surat Alam Nasyrah tujuh puluh sembilan kali
Universitas Sumatera Utara
d. Membaca surat Al-Ikhlas seratus kali. Setiap orang membacanya sebanyak
batu yang diterimanya.
e. Shalawat lagi kepada Nabi SAW. bersama sama.
f. Apabila Syekh menyebut, “robbal ‘alamin” maka seorang dari peserta
membaca sepotong ayat Al-Qur’an.
Selesai berkhatam, di tempat yang sama, para peserta melanjutkan
aktivitasnya dengan zikir menurut tingkat yang telah ditentukan Syekh. Sekurang
kurangnya lima ribu kali zikir ismu zat (menyebut Allah) dalam hati dengan
kaifiat sepuluh. Adapun waktu berkhatam tawajuh itu adalah:
1.
Sesudah salat Isya dan Subuh
2.
Sesudah salat Ashar, berkhatam saja
3.
Sesudah salat Zuhur tawajuh saja, kecuali hari Jum’at. Pada hari Jum’at
berkhatam dan tawajuh.
2.7.5 Ideologi
Bentuk bentuk amalan Tarekat Naqsyabandiah menurut Najmuddin
Amin-AlKurdi dalam kitabnya “Tanwirul Qulub” terdiri dari 11 (sebelas) azas
ideologi yang terbagi menjadi delapan azas dari Khwajah Maulana Syekh Abdul
Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan 3 (tiga) azas dari Syekh
Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih.
Delapan azas dari Khwajah Maulana Syekh Abdul Khaliq AlGhujduwani Rahmatullah ‘alaih adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5.1 Yad Kard
Yad berarti ingat atau zikir. Perkataan kard menyatakan kata kerja bagi
ingat yakni pekerjaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ianya
merupakan zat bagi zikir. Menurut para masyaikh, yad kard bermaksud
melakukan zikir mengingat Tuhan dengan menghadirkan hati. Murid yang telah
melakukan Bai‘ah dan telah ditalqinkan dengan zikir hendaklah senantiasa sibuk
mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kalimah zikir yang telah
ditalqinkan (diucapkan dan dibenarkan dalam hati).
Zikir yang telah ditalqinkan oleh Syekh adalah zikir yang akan
membawa seseorang murid itu mencapai ketinggian derajat rohani. Syekh akan
mentalqinkan zikir kepada muridnya dengan zikir ismu zat ataupun zikir nafi
itsbat secara lisan ataupun qalbi. Seseorang murid hendaklah melakukan zikir
sebanyak-banyaknya dan sentiasa menyibukkan dirinya dengan berzikir. Pada
setiap hari, masa dan keadaan, baik dalam keadaaan berdiri atau duduk atau
berbaring ataupun berjalan, hendaklah senantiasa berzikir.
Pada umumnya seseorang yang baru menjalani Tarekat Naqshbandiah
ini, Syekh akan mentalqinkan kalimah ismu zat yaitu lafaz Allah sebagai zikir
yang perlu dilakukan pada latifah qalb (hati nurani) tanpa menggerakkan lidah.
Murid hendaklah berzikir Allah Allah pada latifah tersebut sebanyak 24 (dua
puluh empat) ribu kali sehari semalam setiap hari hingga mendapatkan cahaya
warid (cahaya penerangan iman).
Ada sebahagian Syekh yang menetapkan jumlah awalnya sebanyak lima
ribu kali sehari semalam dan ada juga yang menetapkannya sehingga tujuh puluh
Universitas Sumatera Utara
ribu kali sehari semalam. Seterusnya murid hendaklah mengabarkan segala
pengalaman rohaniahnya kepada Syekh apabila menerima Warid tersebut.
Begitulah pada setiap latifah, murid hendaklah berzikir sebanyak-banyaknya pada
kesemua latifah seperti yang diarahkan oleh Syekh hingga tercapainya warid.
Mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara sempurna adalah dengan berzikir
menghadirkan hati ke Hadhrat Zat-Nya.
Setelah zikir ismu zat dilakukan pada setiap latifah dengan sempurna,
Syekh akan mentalkinkan pula zikir nafi itsbat yaitu kalimah La Ilaha Illa Allah
yang dilakukan secara lisan yaitu dengan cara dilafazkan melalui lidah atau secara
qalbi yaitu berzikir melalui lidah hati.
Zikir nafi itsbat perlu dilakukan menurut kaifiyatnya. Syekh akan
menentukan dalam bentuk apa sesuatu zikir itu perlu dilakukan. Yang penting
bagi salik adalah menyibukkan diri dengan zikir yang telah ditalqinkan oleh
Syekh, baik dalam bentuk zikir ismu zat ataupun zikir nafi itsbat. Salik hendaklah
memelihara zikir dengan hati dan lidah dengan menyebut Allah Allah yaitu nama
bagi Zat Tuhan yang meliputi Nama-nama-Nya dan sifat-sifatNya yang mulia
serta dengan menyebut zikir nafi itsbat dalam kalimah La Ilaha Illa Allah dengan
sebanyak-banyaknya. Salik hendaklah melakukan zikir nafi itsbat sehingga dia
mencapai kejernihan hati dan tenggelam di dalam Muraqabah. Murid hendaklah
melakukan zikir nafi itsbat sebanyak 5 (lima) ribu ke 10 (sepuluh) ribu kali setiap
hari untuk membersihkan penyakit hati. Zikir tersebut akan membersihkan hati
dan membawa seseorang itu kepada musyahadah.
Universitas Sumatera Utara
Zikir nafi itsbat menurut Akabirin Naqshbandiyah, seorang murid yang
baru memulai zikir hendaklah menutup kedua matanya, menutup mulutnya,
merapatkan giginya, menongkatkan lidahnya ke langit-langit dan menahan
nafasnya. Dia hendaklah mengucapkan zikir ini dengan hatinya bermula dari
kalimah nafi dan dilanjutkan ke kalimah itsbat. Tetapi bagi murid yang telah lama
hendaklah membukakan kedua matanya dan tidak perlu menahan nafasnya.
Bermula dari kalimah Nafi yaitu La yang berarti Tiada, hendaklah
menarik kalimah La ini dari bawah pusatnya ke atas hingga ke otak. Apabila kata
La mencapai otak, ucapkan pula kalimah Ilaha di dalam hati yang berarti Tuhan.
Lalu digerakkan dari otak ke bahu kanan sambil menyebut Illa yang berarti
Melainkan, dan menghentakkan kalimah Itsbat yaitu Allah ke arah latifah qalb.
Sewaktu menghentakkan kalimah Allah ke arah Qalb, hendaklah merasakan
bahwa kesan hentakan itu mengenai kesemua lataif (“relung”) di dalam diri.
Zikir yang sebanyak-banyaknya akan membawa seseorang salik itu
mencapai kepada kehadiran Zat Allah dalam wujudnya secara zihni yakni di
dalam pikiran. Salik hendaklah berzikir dalam setiap nafas yang keluar dan
masuk. Yad kard merupakan amalan dalam pikiran yang bertujuan agar pikiran
senantiasa ingat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melakukan zikir untuk
mengingat zat-Nya. Pekerjaan zikir mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala
adalah suatu amalan yang tiada batas (had).
Dapat dikerjakan pada setiap
keadaan, masa dan tempat. Berzikir Hendaknya sentiasa memperhatikan nafas
supaya setiap nafas yang keluar dan masuk itu disertai ingatan terhadap Zat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5.2 Baz Gasht
Baz Gasht berarti kembali, maksudnya adalah seseorang yang melakukan
zikir dengan menggunakan lidah hati menyebut Allah Allah dan La Ilaha Illa
Allah, hendaklah mengucapkan di dalam hatinya dengan penuh khusyuk kalimah
“Ilahi Anta Maqsudi, Wa Ridhoka Matlubi, A’tini Mahabbataka Wa Ma’rifataka”
Yang berarti, “Wahai Tuhanku Engkaulah maksudku dan keredhaan-Mu tujuanku,
kurniakanlah cinta dan makrifat Zat-Mu.”
Bacaan di atas merupakan ucapan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi
Wasallam, ucapan ini akan meningkatkan tahap kesadaran kepada wujud dan
Keesaan Zat Tuhan, sehingga mencapai suatu tahap dimana segala wujud dari
makhluk terhapus pada pandangan matanya. Segala apa yang dilihatnya walau ke
manapun dia memandang, yang terlihat hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ucapan kata-kata ini juga memberikan pengertian bahwa hanya Allah Subhanahu
Wa Ta’ala yang menjadi maksud dan keinginan, tidak ada tujuan lain selain untuk
mendapatkan keredhaan-Nya. Salik hendaklah mengucapkan kalimah ini untuk
menguraikan segala rahasia Keesaan Zat Tuhan dan supaya terbuka kepadanya
keunikan hakikat Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagai murid,
tidak boleh meninggalkan zikir kalimah ini. Dia hendaklah tetap melakukan zikir
kalimah tersebut menurut anjuran Syekh atau Mursyidnya
Makna baz gasht ialah kembali kepada Allah Yang Maha Tinggi Lagi
Maha Mulia dengan penyerahan yang sempurna, mentaati segala kehendak-Nya
dan merendahkan diri dengan sempurna dalam memuji Zat-Nya. Adapun lafaz
baz gasht dalam bahasa Persia seperti yang diamalkan oleh para akabirin
Universitas Sumatera Utara
Naqsyabandiah Mujaddidiyah adalah seperti berikut: “Khudawandah, Maqsudi
Man Tui Wa Ridhai Tu, Tarak Kardam Dunya Wa Akhirat Baraey Tu, Mahabbat
Wa Ma’rifati Khud Badih.” Yang berarti, “Tuhanku, maksudku hanyalah Engkau
dan keredaanMu, telahku lepaskan dunia dan akhirat karena Engkau, kurniakanlah
cinta dan makrifat Zat-Mu.”
Pada awalnya, jika Salik sendiri tidak memahami hakikat kebenaran
ucapan kata-kata ini, hendaklah dia tetap menyebutnya karena menyebut kata-kata
itu dengan hati yang khusyuk dan merendahkan diri akan menambah
pemahamannya dan secara sedikit demi sedikit salik itu akan merasai hakikat
kebenaran perkataan tersebut dan Insya Allah akan dapat merasakan kesannya.
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyatakan dalam doanya, “Ma
zakarnaka haqqa zikrika ya Mazkur.” Yang berarti, “Kami tidak mengingati-Mu
dengan hak mengingati-Mu secara yang sepatutnya, wahai Zat yang sepatutnya
diingati.”
Seseorang salik itu tidak akan dapat hadir ke Hadhrat Allah Subhanahu
Wa Ta’ala melalui zikirnya dan tidak akan dapat mencapai musyahadah terhadap
rahasia-rahasia dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui zikirnya jika
dia tidak berzikir dengan kuasa dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta ingatan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap dirinya.
Seorang salik itu tidak akan dapat berzikir dengan kemampuan dirinya
bahkan dia hendaklah sentiasa menyadari bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala lah
yang sedang berzikir melalui dirinya. Hadhrat Maulana Syekh Abu Yazid Bistami
Rahmatullah ‘alaih berkata, “Apabila daku mencapai Zat-Nya, daku melihat
Universitas Sumatera Utara
bahwa ingatannya-Nya terhadap diriku mendahului ingatanku terhadap dirinya.”
(sumber Wikipedia)
2.7.5.3 Nigah Dasyat
Nigah berarti menjaga, mengawasi, memelihara dan dasyat pula berarti
melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Maksudnya ialah seseorang salik itu
sewaktu melakukan zikir hendaklah sentiasa memelihara hati dari segala khatrah
(lintasan hati) dan was-was dari godaan syaitan dengan bersungguh-sungguh dan
tidak membiarkan khayalan kedukaan memberi kesan pada hati.
Setiap hari hendaklah melapangkan masa selama sejam sampai dua jam
ataupun lebih untuk memelihara hati dari segala ingatan selain Allah Subhanahu
Wa Ta’ala. Selain Diri-Nya, jangan ada khayalan yang lain pada pikiran dan hati.
Nigah dasyat juga bermakna seseorang salik itu mesti memperhatikan hatinya dan
menjaganya dengan menghindarkan ingatan yang buruk masuk ke dalam hati.
Ingatan dan keinginan yang buruk akan menjauhkan hati dari kehadiran Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Kesufian yang sebenarnya adalah kemampuan untuk memelihara hati
dari ingatan yang buruk dan memeliharanya dari keinginan yang rendah.
Seseorang yang benar-benar mengenali hatinya akan dapat mengenali Tuhannya.
Di dalam Tarekat Naqsyabandiah seseorang salik yang dapat memelihara hatinya
dari sembarang ingatan yang buruk selama lima belas menit adalah merupakan
suatu pencapaian yang besar dan menjadikannya layak disebut sebagai seorang
ahli sufi yang benar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Khalifah H. Akhyar Murni yang menjadi salah satu nara sumber
penulis berkata bahwa “Nigah dasyat adalah merupakan syarat ketika berzikir,
bahwa ketika berzikir hendaklah menghentikan segala bentuk khayalan serta waswas. Apabila ada khayalan yang selain Allah terlintas didalam hati maka pada
waktu itu juga hendaklah ia menjauhkannya supaya khayalan ghairullah tidak
menduduki hatinya.”
Hadhrat Maulana Syeikh Abul Hassan Kharqani Rahmatullah ‘alaih
pernah berkata, “Telah berlalu empat puluh tahun dimana Allah sentiasa melihat
hatiku dan telah melihat tiada siapa pun kecuali DiriNya dan tiada ruang di dalam
hatiku selain dari Allah.” (sumber Wikipedia)
Hadhrat Syeikh Abu Bakar Al-Qittani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata,
“Aku menjadi penjaga di pintu hatiku selama empat puluh tahun dan aku tidak
pernah membukanya kepada sesiapa pun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala
sehingga hatiku tidak mengenali siapapun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”
Seorang Syekh Sufi pernah berkata, “Oleh karena aku telah menjaga hatiku
selama sepuluh malam, hatiku telah menjagaku selama dua puluh tahun.” (sumber
Wikipedia)
2.7.5.4 Yad Dasyat
Yad dasyat berarti mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan
bersungguh-sungguh dengan Zauq Wijdani sehingga mencapai Dawam Hudhur
yakni kehadiran Zat Allah secara kekal dan berada dalam keadaan berjaga-jaga
memperhatikan limpahan Faidhz dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesadaran
Universitas Sumatera Utara
ini diibaratkan sebagai Hudhur Bey Ghibat dan merupakan Nisbat Khassah
Naqsyabandiah.
Yad Dasyat juga bermakna seseorang yang berzikir itu memelihara
hatinya pada setiap penafian dan pengitsbatan di dalam setiap nafas tanpa
meninggalkan Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta menghendaki agar
Salik memelihara hatinya di dalam Kehadiran Kesucian Zat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala secara berterusan. Ini untuk membolehkannya agar dapat merasakan
kesadaran dan melihat Tajalli Cahaya Zat Yang Esa atau disebut sebagai
Anwaruz-Zatil-Ahadiyah.
Menurut Khalifah Akhyar Murni “Yad Dasyat merupakan istilah Para
Sufi bagi menerangkan keadaan maqom Syuhud atau Musyahadah yang juga
dikenal sebagai ‘Ainul Yaqin atau Dawam Hudhur dan Dawam Agahi. Di zaman
para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in hal inilah yang disebut sebagai
Ihsan”.
Jika Salik tidak memiliki ketiga-tiga sifat ini yaitu tetap mengingat Zat
Ilahi, beri’tiqad dengan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan menuruti
Sunnah Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ataupun meninggalkan salah satu
darinya maka dia telah keluar dari jalan Tarekat Naqsyabandiah.
2.7.5.5 Hosh Dar Dam
Hosh berarti sadar, dar berarti dalam, dan dam berarti nafas, oleh karena
itu hosh dar dam artinya sadar dalam nafas. Seseorang Salik itu hendaklah berada
dalam kesadaran bahwa setiap nafasnya yang keluar dan masuk harus beserta
Universitas Sumatera Utara
kesadaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai hati menjadi lalai
dan lepas dari kesadaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Dalam setiap nafas
hendaklah menyadari kehadiran ZatNya.
Menurut
narasumber
Khalifah
Selamat
(tuan
Selamat)
bahwa,
“Seseorang Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara nafasnya dari
kelalaian pada setiap kali masuk dan keluarnya nafas serta menetapkan hatinya
sentiasa berada dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah
memperbaharukan nafasnya dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah
ini menuju kepada Tuhannya didalam seluruh kehidupan, karena setiap nafas yang
dihirup dan dihembus adalah hidup dan berhubungan dengan Kehadiran ZatNya
Yang Suci. Sebaliknya setiap nafas yang dihirup dan dihembus dengan kelalaian
adalah mati dan terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci.”
Demikian pula menurut beliau “Maksud utama seseorang Salik di dalam
Tarekat ini adalah untuk menjaga nafasnya dan seseorang yang tidak dapat
menjaga nafasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahwa dia telah
kehilangan dirinya.”
Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan bahwa, “Zikir adalah sentiasa
berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan Allah sebagai memenuhi keperluan
nafas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai tanda ketaatan yang merupakan
sebahagian dari penciptaan mereka. Melalui pernafasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’
dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam setiap nafas yang keluar masuk
dan itu merupakan tanda kewujudan Zat Yang Maha Ghaib yang menyatakan
Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka oleh karena itu amatlah perlu berada
Universitas Sumatera Utara
dalam kesadaran dan hadir dalam setiap nafas sebagai langkah untuk mengenali
Zat Yang Maha Pencipta.” Nama Allah yang mewakili semua ini berjumlah
Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama, Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya terdiri dari
empat huruf yaitu Alif, Lam, Lam dan Ha.
Dari pendapat diatas jelaslah bahwa Zat Ghaib Mutlak adalah Allah
Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan Diri-Nya dinyatakan
melalui huruf yang terakhir dari kalimah Allah yaitu huruf ha. Huruf tersebut
apabila dihubungkan dengan huruf alif akan menghasilkan sebutan ha yang
memberikan makna Dia Yang Ghaib sebagai kata ganti diri. Bunyi sebutan ha itu
menyatakan bukti wujud Zat Diri-Nya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil
Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla). Huruf lam yang pertama bermaksud ta‘arif atau
pengenalan dan huruf lam yang kedua memiliki maksud muballaghah yakni
pengkhususan. Menjaga dan memelihara hati dari kelalaian akan membawa
seseorang itu kepada kesempurnaan kehadiran Zat, dan kesempurnaan kehadiran
Zat akan membawanya kepada kesempurnaan musyahadah dan kesempurnaan
musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan tajalli sembilan puluh
sembilan, nama-nama dan sifat-sifat Allah. Seterusnya Allah akan membawanya
kepada penzahiran akan sembilan puluh sembilan nama-nama dan sifat-sifat Allah
dan sifat-sifatNya yang lain, karena dikatakan bahwa sifat Allah itu adalah
sebanyak nafas-nafas manusia.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahwa
hendaklah mengingati Allah pada setiap kali keluar masuk nafas dan di antara
keduanya yakni saat antara udara dihirup masuk dan dihembus ke luar dan saat
Universitas Sumatera Utara
antara udara dihembus ke luar dan dihirup masuk. Terdapat empat ruang untuk
diisi dengan zikrullah. Amalan ini disebut hosh dar dam yakni bezikir secara
sadar dalam nafas. Zikir dalam pernafasan juga dikenali sebagai paas anfas di
kalangan ahli Tarekat Chistiyah. (sumber Wikipedia)
Tarekat ini dibina berasaskan nafas, maka adalah wajib bagi setiap orang
untuk menjaga nafasnya pada waktu menghirup nafas dan menghembuskan nafas.
Seterusnya
menjaga
nafasnya
pada
waktu
di
antara
menghirup
dan
menghembuskan nafas.” Udara Masuk - Allah Allah Antara - Allah Allah Udara
Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah.
Perlu diketahui bahwa menjaga nafas dari kelalaian adalah amat sulit
bagi seseorang salik. Oleh karena itu mereka hendaklah menjaganya dengan
memohon istighfar yakni keampunan karena memohon istighfar akan menyucikan
hatinya dan mensucikan nafasnya dan menyediakan dirinya untuk menyaksikan
tajalli penzahiran manifestasi Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana pun berada.
2.7.5.6 Nazar Bar Qadam
Nazar berarti memandang, bar berarti pada, dan qadam pula berarti kaki.
Seseorang salik itu ketika berjalan hendaklah senantiasa memandang ke arah
kakinya dan jangan melebihkan pandangannya ke tempat lain dan ketika duduk
hendaklah sentiasa memandang kedepan sambil merendahkan pandangan. Jangan
menoleh ke kiri dan ke kanan karena akan menimbulkan fasad yang besar dalam
dirinya dan akan menghalanginya mencapai maksud.
Universitas Sumatera Utara
Nazar bar qadam bermakna ketika seseorang salik itu sedang berjalan,
dia hendaklah tetap memperhatikan langkah kakinya. Di manapun dia hendak
meletakkan kakinya, matanya juga perlu memandang ke arah tersebut. Tidak
diperbolehkan melemparkan pandangan ke sana sini, memandang kiri dan kanan
ataupun di hadapannya karena pandangan yang tidak baik akan menghijabkan
hatinya.
Kebanyakan hijab-hijab di hati itu terjadi karena bayangan gambaran
yang dipindahkan dari pandangan penglihatan mata ke otak. Ini akan mengganggu
hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai kehendak hawa nafsu
seperti yang telah tergambar di ruangan otak. Gambaran-gambaran ini merupakan
hijab-hijab bagi hati dan menghalangi cahaya kehadiran Zat Allah Yang Maha
Suci.
Karena itulah para masyaikh melarang murid mereka yang telah
menyucikan hati, melakukan zikir memandang ke tempat yang lain selain dari
kaki mereka. Hati mereka ibarat cermin yang menerima dan memantulkan setiap
gambaran dengan mudah. Ini akan mengganggu dan akan menyebabkan
kekotoran hati.
Maka itu, salik diarahkan agar merendahkan pandangan supaya mereka
terhindar dari godaan syaitan. Merendahkan pandangan juga menjadi tanda
kerendahan hati. Orang yang pongah dan sombong tidak memandang ke arah kaki
mereka ketika berjalan. Ini merupakan tanda bagi seseorang yang mengikuti jejak
Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ketika berjalan tidak
menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu
Universitas Sumatera Utara
‘Alaihi Wasallam hanya melihat ke arah kakinya, bergerak dengan pantas menuju
ke arah destinasinya. Pengertian batin yang dituntut dari prinsip ini ialah agar
salik bergerak dengan cepat dan pantas dalam melakukan perjalanan suluk,
sehingga apapun maqom yang terpandang olehnya maka dengan secepat mungkin
kakinya juga segera sampai pada kedudukan maqom tersebut. ini juga menjadi
tanda ketinggian derjat seseorang yang mana dia tidak memandang kepada
sesuatu apapun selain Tuhannya. Seperti seseorang yang hendak bergegas menuju
kepada tujuannya, begitulah seorang Salik yang menuju Kehadhrat Tuhan
hendaklah lekas-lekas bergerak, dengan cepat dan pantas, tidak menoleh ke kiri
dan ke kanan, tidak memandang kepada hawa nafsu duniawi sebaliknya hanya
memandang ke arah mencapai Kehadiran Zat Tuhan Yang Suci.
Nara sumber Khalifah Selamat (tuan Selamat) mengatakan bahwa
“Pandangan mendahului langkah dan langkah menuruti pandangan. Mi’raj ke
maqom yang tinggi didahului dengan pandangan Basirah kemudian diikuti
dengan langkah. Apabila langkah telah mencapai Mi’raj tempat yang dipandang,
maka kemudian pandangan akan diangkat ke suatu maqom yang lain dimana
langkah perlu menurutinya. Kemudian pandangan akan diangkat ke tempat yang
lebih tinggi dan langkah akan menurutinya. Begitulah seterusnya sehingga
pandangan
mencapai
maqom
kesempurnaan
dimana
langkahnya
akan
diberhentikan. Apabila langkah menuruti pandangan, murid telah mencapai
maqom kesediaan untuk mengikuti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jejak langkah Nabi Muhammad
Universitas Sumatera Utara
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah merupakan sumber asal bagi
segala langkah.”
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Jika kita
memandang kesalahan sahabat-sahabat, kita akan ditinggalkan tanpa sahabat
karena tiada seorangpun yang sempurna.” (sumber Wikipedia)
2.7.5.7 Safar Dar Watan
Safar berarti menjelajah, berjalan atau berkunjung, dar berarti dalam dan
watan berarti kampung. Safar dar watan bermakna berjalan jalan dalam kampung
dirinya, yaitu kembali berjalan menuju Tuhan. Seorang salik itu hendaklah
menjelajah dari dunia ciptaan kepada dunia Yang Maha Pencipta.
Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Daku
sedang menuju Tuhanku dari suatu hal keadaan ke suatu hal keadaan yang lebih
baik, dan dari suatu maqom ke suatu maqom yang lebih baik.”
Salik hendaklah berpindah dari kehendak hawa nafsu yang dilarang
kepada kehendak untuk berada dalam kehadiran Zat-Nya. Dia hendaklah berusaha
meninggalkan segala sifat-sifat basyariyah (kemanusiawian) yang tidak baik dan
meningkatkan dirinya dengan sifat-sifat malakutiyah (kemalaikatan) yang terdiri
dari sepuluh maqom yaitu: [1] taubat, [2] inabat, [3] sabar, [4] syukur, [5]
qana’ah, [6] wara’, [7] taqwa, [8] taslim, [9] tawakkal, dan [10] redha.
Para masyaikh membagi perjalanan ini kepada dua kategori yaitu syair
afaqi yakni perjalanan luar dan syair anfusi yakni perjalanan dalam. Perjalanan
luar adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain guna mencari seorang
Universitas Sumatera Utara
pembimbing rohani yang sempurna bagi dirinya dan akan menunjukkan jalan ke
tempat yang dimaksudkannya.
Seseorang salik apabila dia sudah menemui seorang pembimbing rohani
yang sempurna bagi dirinya dilarang melakukan perjalanan luar lagi. Dalam
perjalanan luar ini terdapat berbagai kesulitan, di mana seorang yang baru
mengikuti jalan ini pasti akan terjerumus ke dalam tindakan yang dilarang. Karena
mereka lemah dalam menunaikan ibadah mereka.
Perjalanan yang bersifat dalam, hendaknya meninggalkan segala tabiat
yang buruk dan membawa adab tertib yang baik ke dalam dirinya serta
mengeluarkan dari hatinya segala keinginan duniawi. Dia akan diangkat dari suatu
maqom (tingkatan) yang kotor (zulmat) ke suatu maqom kesucian. Pada waktu itu
dia tidak perlu lagi melakukan perjalanan luar. Hatinya telah dibersihkan dan
menjadikannya bening seperti air, jernih seperti kaca, bersih bagaikan cermin.
Lalu menunjukkannya hakikat setiap segala sesuatu urusan yang penting dalam
kehidupan sehari-hari tanpa memerlukan tindakan yang bersifat luaran bagi
dirinya. Di dalam hatinya akan muncul segala yang diperlukan olehnya dalam
kehidupan ini dan kehidupan orang orang yang berada di sekitarnya.
Khalifah Selamat (tuan Selamat) mengatakan bahawa “apabila hati
tertakluk dengan sesuatu selain Allah dan khayalan yang buruk menjadi semakin
kuat maka limpahan Faidhz Ilahi menjadi sukar untuk dicapai oleh Batin. Oleh
karena itu dengan kalimah LA ILAHA hendaklah menafikan segala akhlak yang
buruk itu sebagai contohnya bagi penyakit hasad, sewaktu mengucapkan LA
ILAHA hendaklah menafikan hasad itu dan sewaktu mengucapkan ILLA ALLAH
Universitas Sumatera Utara
hendaklah mengikrarkan cinta dan kasih sayang di dalam hati. Begitulah ketika
melakukan zikir Nafi Itsbat dengan sebanyak-banyaknya lalu menghadap kepada
Allah dengan rasa hina dan rendah diri untuk menghapus segala keburukan diri
hingga keburukan dirinya itu benar-benar terhapus. Begitu juga terhadap segala
rintangan Batin, perlu disingkirkan agar mendapatkan Tasfiyah dan Tazkiyah.
Latihan ini merupakan salah satu dari tujuan Safar Dar Watan.”
2.7.5.8 Khalwat Dar Anjuman
Khalwat berarti bersendirian dan anjuman berarti khalayak ramai, maka
pengertian dari khalwat dar anjuman adalah bersendirian dalam keramaian.
Dalam bentuk lahirnya, salik bergaul dengan manusia dan dalam batinnya dia
kekal bersama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Terdapat dua jenis khalwat yaitu khalwat luaran atau disebut sebagai
khalwat saghir yaitu khalwat kecil dan khalwat dalaman atau disebut juga sebagai
khalwat kabir yaitu khalwat besar atau disebut sebagai jalwat. Khalwat luaran
bertujuan agar salik mengasingkan dirinya ke tempat yang sunyi dan jauh dari
kesibukan manusia. Secara bersendirian salik menumpukan aktivitasnya kepada
zikirullah dan muraqabah untuk mencapai penyaksian kebesaran dan keagungan
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila sudah mencapai fana melalui zikir pikir dan
semua indera luaran difanakan, pada waktu itu indera dalaman bebas menilik ke
alam kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal Ini akan
membawa kepada khalwat dalaman.
Universitas Sumatera Utara
Khalwat dalaman bermaksud berkhalwat dalam kesibukan manusia. Hati
Salik hendaklah sentiasa hadir ke Hadhrat Tuhan dan hilang dari makhluk sedang
jasmaninya sedang hadir bersama mereka. Dikatakan bahwa seseorang salik yang
hak senantiasa sibuk dengan zikir khafi di dalam hatinya sehingga jika dia masuk
ke dalam keramaian manusia, dia tidak mendengar suara mereka lagi. Karena
itulah dinamakan khalwat kabir dan jalwat yaitu berzikir dalam kesibukan
manusia. Keadaan berzikir itu mengatasi kesibukan dirinya dan penzahiran
Hadhrat Suci Tuhan sedang menariknya membuatnya tidak menghiraukan segala
sesuatu yang lain kecuali Tuhannya. Ini merupakan tingkat khalwat yang tertinggi
dan dianggap sebagai khalwat yang sebenar benarnya seperti yang dinyatakan
dalam ayat Al-Quran Surah An-Nur ayat 37:
Artinya:
Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan dari mendirikan sembahyang,
dan dari membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang
hati dan penglihatan menjadi goncang.
Rijalun la tulhihim tijaratun wala bay’un ‘an zikrillah, bermaksud para
lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah.
Inilah yang merupakan jalan Tarekat Naqsyabandiah. Hadhrat Khwajah Shah
Bahauddin Naqshband Qaddasallahu Sirrahu pernah dipertanyakan orang
mengenai apa yang menjadi asas bagi Tarekatnya? Beliau menjawab,
“Berdasarkan khalwat dar anjuman, yakni lahir berada bersama khalaq dan batin
Universitas Sumatera Utara
hidup bersama hak serta menempuh kehidupan dengan menganggap bahwa
khalaq mempunyai hubungan dengan Tuhan. Sebagai salik dia tidak boleh
berhenti dari menuju kepada maksudnya yang hakiki.” (Wikipedia)
Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah
bersabda “Padaku terdapat dua sisi. Satu sisiku menghadap ke arah penciptaku
dan satu sisi lagi menghadap ke arah makhluk ciptaan.”
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqatuna AsSuhbah Wal Khayru Fil Jam’iyyat.” Yang berarti, “Jalan Tariqah kami adalah
dengan cara bersahabat dan kebaikan itu dalam jemaah Jam’iyat.” (sumber
Wikipedia)
Khalwat yang utama di sisi Para Masyaikh Naqsyabandiah adalah
Khalwat Dalaman, karena mereka sentiasa berada bersama Tuhan dan pada masa
yang sama mereka berada bersama dengan manusia. Dikatakan bahwa seorang
yang beriman dapat bercampur gaul dengan manusia dan menanggung berbagai
masalah dalam kehidupan ini lebih baik dari orang beriman yang menghindarkan
dirinya dari manusia.
Khalifah Selamat (tuan Selamat) berkata, bahwa “Salik pada awal
perjalanannya mungkin menggunakan khalwat luaran untuk mengasingkan
dirinya dari manusia, beribadat dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala sehingga dia mencapai tingkat derjat yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia
akan dinasihatkan oleh Syekhnya seperti yang dikutip dari kata-kata Sayyid AlKharraz Rahmatullah ‘alaih yaitu kesempurnaan bukanlah dalam memamerkan
karamah yang hebat tetapi kesempurnaan yang sebenarnya ialah dapat duduk
Universitas Sumatera Utara
bersama manusia, berjual beli, menikah dan mendapatkan zuriat, namun dalam
kesempatan itu sekali-kali tidak pernah meninggalkan Kehadiran Allah walaupun
sesaat.”
Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan “jangan ada sekali waktu pun
yang engkau tidak berzikir dan bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah
Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam
keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memperhatikan limpahan Allah.”
Keadaan inilah yang dinamakan Khalwat Dar Anjuman yaitu Kainun
Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan tubuh
badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Kedelapan asas Tariqat ini diperkenalkan
oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi
ikutan 40 (empat puluh) Tarekat yang lain dan hingga hari ini menjadi asas yang
teguh untuk seorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya.
Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kedelapan
asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah
menambahkan tiga asas Tarekat yaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf
Zamani dan menjadikannya sebelas asas yaitu Hosh Dar Dam Khalwat Dar
Anjuman; Yad Kard Yad Dasyat. Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan; Baz Gasht
Nigah Dasyat..
2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband
Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan
imam bagi Tarekat Naqsyabandiah dan seorang Mahaguru Tarekat yang
Universitas Sumatera Utara
terkemuka. Ia telah menambahkan lagi jalan Tarekat ini dengan tiga prinsip
penting dalam zikir khafi sebagai tambahan kepada delapan prinsip asas yang
telah dikemukakan oleh Syekh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih.
Tiga prinsip itu adalah sebagai berikut.
a. Wuquf Qalbi.
Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula
mengarahkan penumpuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap saat
dan keadaan. Baik dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan, maupun duduk.
Hendaklah bertawajuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajuh ke Hadhrat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wuquf qalbi merupakan syarat bagi zikir.
Kedudukan qalbi ini terletak pada kedudukan dua jari di bawah puting
susu kiri dan kedudukan ini hendaklah selalu diberikan penumpuan dan tawajuh.
Bayangan limpahan cahaya dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah
pada qalbi dalam pandangan batin. Ini merupakan suatu kaidah zikir khafi yaitu
suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh para Malaikat. Ini
merupakan suatu kaidah zikir yang rahasia.
c. Wuquf
‘Adadi.
Sentiasa memperhatikan bilangan ganjil ketika
melakukan zikir nafi itsbat. Zikir nafi itsbat ialah lafaz La Ilaha Illa Allah dan
dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir nafi itsbat
ini, salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir nafi itsbatnya itu dalam
jumlah bilangan yang ganjil yaitu 7 (tujuh), 9 (sembilan), 19 (sembilan belas), 21
(dua puluh satu), 23 (dua puluh tiga) atau bilangan yang ganjil lainnya.
Menurut para masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahasia tersendiri
karena Allah menyukai bilangan yang ganjil dan hal ini akan menghasilkan ilmu
Universitas Sumatera Utara
tentang rahasia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah
‘alaih, “Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam
menghasilkan ilmu laduni.” (sumber Wikipedia)
Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata tetapi
untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah. Selain itu adalah untuk
memberikan lebih banyak perhatian dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir
yang telah diberikan oleh murshidnya.
c. Wuquf Zamani.
Setiap kali setelah menunaikan salat, hendaklah
bertawajuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajuh
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dilakukan selama beberapa menit sebelum
bangkit dari tempat salat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah
memperhatikan kembali keadaan hati untuk memastikan apakah masih dalam
keadaan mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Apabila seseorang murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam
bidang kerohanian, maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali
pada tiap satu jam untuk mengetahui apakah dia ingat ataupun lalai kepada Allah
dalam masa-masa tersebut. Jika dia lalai. maka hendaklah dia beristighfar dan
berniat untuk menghapus kelalaian itu pada masa yang akan datang. Sehingga dia
mencapai peringkat dawam hudhur atau dawam agahi yaitu peringkat hati yang
sentiasa hadir dan sadar ke hadhrat Zat-Nya. Ketiga-tiga prinsip ini adalah
tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam
membimbing sekalian para murid dan pengikutnya dan menjadi amalan yang tetap
dilakukan di Tarekat Naqsyabandiah.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
GUNA DAN FUNGSI MUNAJAT
Dalam bab ini kajian akan berfokus pada masalah fungsi dan guna
munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam Langkat. Namun
sebelumnya penulis akan mengulas bagaimana sudut pandang Islam memandang
munajat sebagai senandung (nyanyian). Adapun latar belakang kajian fungsi
munajat pada Tarekat Naqsyabandiah menurut teori fungsionalisme yang
ditawarkan Radcliffe-Brown dan Merriam telah diuraikan pada Bab I.
Tingkatan spiritualitas yang harus dilintasi sufi secara general dapat
disimpulkan menjadi dua macam yaitu tingkatan menegasi selain Allah dan yang
selanjutnya untuk masuk ke dalam afermasi terhadap Allah, sebagai satu satunya
al-mahbub, al-maqshud, dan al-ma’bud.
Untuk mencapai tingkatan di atas sebagian dari para sufi menggunakan
ajaran maqamat sebagai jalannya. Di samping itu, ada juga sufi yang
menggunakan musik sebagai sarana menuju tingkatan spiritualitas yang tinggi,
karena musik dapat menyibak tirai hati, mengobarkan api cinta Ilahi, mengangkat
pendengarnya ke derajat musyahadah yang merupakan suatu tingkatan
spiritualitas yang tinggi.
Pro dan kontra tentang kehalalan musik dalam Islam belum berakhir dan
mungkin tidak akan pernah berakhir manakala hal tersebut hanya didekati melalui
pendekatan normatif. Sebab yang menghalalkan maupun yang menolak
Universitas Sumatera Utara
(mengharamkan) musik sama sama menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadist
serta pendapat para sahabat dan tabi’in serta perkataan ulama.
Apresiasi terhadap musik vokal, secara historis, sudah ada sejak pra
Islam, baik dikalangan bangsa Arab maupun bagsa-bangsa lain. Posisi tersebut
tidak bergeser pada masa Islam. Hal ini dapat terlihat pada sikap Nabi
Muhammad, penyampai risalah (ajaran) keislaman, membiarkan kehadiran
penyanyi di hadapan istrinya. Nabi pun pernah meminta salah seorang sahabat
untuk melantunkan nyanyian di kala beliau sedang mengendarai unta.
Secara rinci, Ahmad al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Bawariq
al-‘Ilma fi al-Rad’ Ala Man Yuharrim al-Sama’bi al-Ijma’ menyatakan bahwa
pertama, mendengarkan musik dapat menyebabkan pendengarnya ke dalam proses
takhali
(menghilangkan
sampah
batin)
dan
sekaligus
menghantarkan
pendengarnya pada tingkatan yang hampir mendekati musyahadat. Kedua,
mendengarkan musik dapat menguatkan qalb (kalbu) dan sir (nurani) sebab musik
memiliki isyarat al-ruhaniyah. Atau dalam bahasa Dzu al Nun al-Mishri, musik
merupakan warid haqq, yang dapat menggetarkan roh. Ketiga, musik dapat
membuat seorang sufi semakin fokus dalam mencintai Allah. Dengan demikian,
sufi yang bersangkutan siap untuk menerima iluminasi dan berbagai cahaya
Ilahiah yang bersifat batin (suci). Keempat, musik dapat menyebabkan seorang
sufi mengalami ekstasi terhadap Allah yang disebabkan oleh keterpesonaannya
terhadap rahasia-rahasia ilahiah. Kelima musik dapat menghantarkan sufi
ke
derajat yang tidak mungkin bisa dicapai melaui proses mujahadah (pendekatan
Universitas Sumatera Utara
diri kepada Allah). Keenam, musik juga dapat menghantarkan manusia ke derajat
al-ma’iyah, al-dzatiyah, al-ilahiah (keagungan, zat, dan sifat keilahian)
Perlu penulis tegaskan bahwa manfaat yang didapatkan di atas hanya
akan diperoleh orang orang yang sudah cinta kepada Allah (suci hatinya).
Sebaliknya, orang yang hatinya belum bersih dan tidak dipenuhi oleh kecintaan
kepada Allah maka musik akan semakin menjauhkannya dari Tuhan. Inilah
makna perkataan Dzu al-Nun al-Mishri yang berarti bahwa musik adalah sinyal
Ilahiah. Barang siapa yang mendengarkannya bersama Allah, ia akan sampai ke
derajat tahaqquq (kebenaran) dan sebaliknya barang siapa yang mendengarkannya
karena nafsunya, ia akan menjadi zindiq (salah).
Dari elaborasi Ahmad al-Ghazaali tersebut dapat diketahui bahwa musik
memiliki fungsi yang sejenis dengan fungsi yang dimiliki oleh maqamat
(tingkatan) dalam tasawuf. Hal ini disebabkan melalui musik seorang sufi akan
sampai ketingkatan yang disebut tawajud, wajd, dan wujud yang oleh Abu’Ali alDaqqaq, tawajud diumpamakan sebagai tahap melihat lautan, wajd memasukinya,
dan wujud merupakan awal dari wajd, dan wujud merupakan akhir dari keduanya
(al-Qusyairi,1957:34). Demikian kedudukan musik dalam sufi. Musik dalam
masyarakat Tarekat Naqsyabandiah memiliki guna dan fungsi.
Fungsi dan guna merupakan dua hal yang berbeda hal ini sesuai menurut
Merriam (1964) yang membedakan antara penggunaan dan fungsi. Bila ditinjau
dari guna munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam adalah sebagai
penghantar waktu salat Subuh, Maghrib, Jum’at tiba dan menjadi tanda untuk
menghentikan amalan zikir bagi para salik. Adapun fungsi munajat bila ditinjau
Universitas Sumatera Utara
dari aspek komunikasi adalah untuk: kelestarian budaya, pendidikan, ibadah,
ekspresi kelompok, ekspresi emosi, ekspresi estetika, sarana ritual, membujuk
masyarakat, dan dakwah.
3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi
Mengikut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya
adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan
suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh daripada
salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan
keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena
keinginan naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan
yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan
pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak
masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia. 12
Sesuai dengan pendapat Malinowski, munajat dapat bertahan didalam
Tarekat Naqsyabandiah karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian
keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang haus akan cinta kasihnya kepada
guru dan penciptanya. Bentuk-bentuk pemuasan itu dapat berupa tingkatan nilai
12
Lihat Koentjaraningrat (penye.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi
tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi
dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi
secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode
penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat
Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah
laku manusia, dan institusi-institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).
Universitas Sumatera Utara
kesadaran spiritual. Berkaitan dengan fungsi untuk pemuasan individual Imam alGhazali dalam kitab Misykat Al-Anwar membagi tingkatan kesadaran spiritualitas
menjadi lima. Lima tingkatan itu adalah al-ruh al hayawani, al-ruh al-khayayali,
al-ruh al-fikri, dan al-ruh al-qudsi. Dari segi fungsi dan kualitasnya, al-ruh alhayawani memiliki kesadaran yang bersifat natural, al-ruh al-khayali berfungsi
sebagai penyimpan dari kesan-kesan yang diperoleh melalui panca indra, al-ruh
al-aqli berfungsi sebagai penemu makna yang terkandung di balik fenomena, alruh al-fikri berfungsi sebagai alat yang dapat menghasilkan “kompetensi” dan
intuisi batin yang punya arti yang sangat berguna bagi kehidupan dan al-ruh alqudsi memiliki fungsi yang dapat menyampaikan seseorang kepada wilayah
kenabian dan kewalian dan ini menduduki tingkatan spiritualitas yang paling
tinggi.
Pada tingkatan spiritualitas yang tinggi inilah, seorang dapat menerima
iluminasi cahaya Allah, ia memanifestasikan dirinya sebagai cermin Allah,
karenanya dalam istilah tasawuf dikategorikan sebagai orang orang yang telah
mencapai derajat insan kamil. Orang yang sudah berada dalam tingkatan yang
demikian ini sudah berada dalam kesadaran Ilahiah atau dalam bahasa Ahmad AlGhazali berada pada tingkatan al-ma’iyah al-dzatiyah al-ilahiyah, sehingga di
antara mereka seolah olah ada orang yang tidak butuh risalah kenabian, sebab
secara langsung dia dapat mencapainya sendiri.
A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat
dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus,
sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian,
Universitas Sumatera Utara
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian
aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya.
Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal,
seperti yang diuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a
partial activity makes of the total activity of which it is a part. The
function of a perticular social usage is the contribution of it makes to
the total social life as the functioning of the total social system. Such
a view implies that a social system ... has a certain kind of unity,
which we may speak of as a functional unity. We may define it as a
condition in which all parts of the social system work together with a
sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without
producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated
(1952:181).
Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, Munajat merupakan
bahagian dari struktur sosial masyarakat Naqsyabandiah. Munajat merupakan
salah satu bahagian aktivitas yang boleh menyumbang kepada keseluruhan
aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan
budaya masyarakat pengamalnya. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai
tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi
oleh berbagai-bagai kondisi sosial dan budaya.
Bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya
dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian
fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya,
membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para ahli
etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika
Universitas Sumatera Utara
kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan
(the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa
dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan adat istiadat, sama ada
ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain
(1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara
penggunaan dan fungsi sebagai berikut.
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it
may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to
w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the
continuity and perpetuation of the biological group. When the
supplicant uses music to the approach his god, he is employing a
particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as
dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of
music, on the other hand, is enseparable here from the function of
religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a
sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the
situation in which music is employed in human action; “function”
concerns the reason for its employment and perticularly the broader
purpose which it serves. (1964:210).
Dari kutipan di atas terlihat bahawa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bagian. Penggunaan boleh atau tidak boleh menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia
memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk
kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu boleh dianalisis sebagai perwujudan
dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk memenuhi
kehendak biologikal bercinta, menikah dan berumah tangga dan pada akhirnya
menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan
kegiatan-kegiatan upacara.
“Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan
manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai
melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang
dapat dilayaninya. Dengan demikian, sesuai dengan Merriam, penggunaan lebih
berkaitan dengan sisi praktikal, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi
integrasi dan konsistensi internal budaya.
3.2 Penggunaan Munajat
3.2.1 Tanda Akan Masuknya Waktu Salat
Penggunaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam adalah
sebagai sarana menunjukkan waktu azan salat hampir tiba. Pelaksanaannya
dilakukan ditempat tertinggi didalam madrasah yaitu puncak menara. Didalam
bentuk penyajiannya, munajat disenandungkan (dinyanyikan) oleh tiga sampai
empat orang secara bergantian. Pergantian tiap tiap orang dalam membacakannya
cukup dengan melakukan isyarat (tanda). Pembacaan munajat dilakukan dengan
sangat teliti dan disiplin, hal ini terlihat pada saat seorang bilal membacakan
munajat maka yang seorang lain memandu bacaan tersebut dengan mendahului
bilal dalam pembacaannya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadinya kesalahan
dalam urutan maupun kesalahan dalam pembacaan syair. Sementara itu bilal bilal
lainnya akan menyimak bacaan tersebut sampai gilirannya tiba. Pembacaan
munajat ini dilakukan setiap harinya diwaktu pergantian waktu siang menuju
Universitas Sumatera Utara
malam dan malam menuju siang yaitu maghrib dan subuh kecuali pada hari jumat
pembacaan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum azan salat jumat. Adapun
yang menjadi dasar waktu pembacaan munajat ini dilakukan pada saat subuh dan
maghrib adalah firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 41
Artinya :
Berkata Zakariya : “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah
mengandung). “ Allah berfirman : “Tandanya bagimu, kamu tidak
dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali
dengan isyarat. Dan
sebutlah (nama)
Tuhanmu
sebanyaksebanyaknya serta
bertasbihlah di
waktu petang dan pagi
hari.”
Pembacaan munajat membutuhkan waktu yang cukup lama karena
munajat ini terdiri dari 45 (empat puluh lima) bait syair sehingga membutuhkan
durasi waktu kurang lebih satu jam. Oleh karenanya setiap harinya bilal
dimadrasah Babussalam wajib hadir satu setengah jam sebelum masuk waktu
azan. Setelah pembacaan munajat selesai dilanjutkan dengan pembacaan taharim
dan salawat. Karena pembacaan ini cukup lama maka kenaziran diBabussalam
melakukan pembagian kelompok kelompok bilal yang bertugas setiap harinya
untuk pembacaan munajat ini.
Universitas Sumatera Utara
3.2.2 Tanda Persiapan Diri untuk Ibadah
Tarekat Naqsyabandiah adalah Tarekat yang melakukan amalannya
dengan cara berzikir. Bentuk dari berzikir ini dilakukan eksklusif dengan
melakukan khalwat (suluk) selama beberapa hari di dalam sebuah kelambu di
dalam ruangan yang telah tersedia di sekitar Madrasah Babussalam. Kegiatan
berzikir ini merupakan kegiatan amalan yang dilakukan secara kontinu oleh para
salik.
Di samping dari amalan berzikir, setiap salik diwajibkan untuk tetap
melakukan ibadah salat lima waktu yang dilakukan cara berjamaah dimadrasah
besar. Kegiatan berjamaah ini menjadi keharusan di Tarekat Naqsyabandiah.
Sesudah salat berjamaah mursyid, khalifah dan para salik akan melakukan amalan
tawajuh secara bersama sama. Setelah waktu bertawajuh selesai biasanya
dipergunakan para salik untuk mendiskusikan dan bertanya tentang hal hal yang
didapat beliau saat melakukan zikir. Melalui diskusi inilah mursyid akan
menentukan kelanjutan dari amalan yang akan dilakukan oleh para salik ke
depannya.
Guna dari munajat adalah sebagai tanda untuk dihentikannya aktivitas
zikir dan mulai mempersiapkan diri untuk bergabung ke madrasah untuk salat
berjamaah. Satu jam sebelum waktu subuh tiba akan terlihat aktivitas jamaah
mulai berbenah dan membawa segala keperluan untuk ibadah seperti kain penutup
(selubung) untuk tawajuh, tasbih dan memakai pakaian putih bagi yang telah
mencapai tingkatan khalifah.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Fungsi Munajat
Munajat memiliki fungsi dalam konteks Kelestarian dan stabilitas
budaya. Munajat dapat bertahan karena merupakan salah satu alat untuk menjaga
ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah. Pemahaman Tarekat Naqsyabandiah
mengenai pentingnya rabithah dan mursyid menjadikan munajat sebagai sarana
untuk mengingatkan jamaahnya akan nilai nilai yang terkandung dalam ajaran
guru-guru Naqsyabandiah.
Munajat memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: (a) kontinuitas sistem
religi dan budaya, (b) sarana pendidikan, (c) sebagai ibadah dan upacara
keagamaan Islam, (d)
sebagai sarana dakwah Islam, (e) sebagai sarana
komunikasi (doa) kepada Allah, (f) sebagai pencerminan spiritualitas Islam,(g)
pengungkapan identitas Islam dan Tarekat Naqsyabandiah, (h) penguatan maqam
zikir, (i) ekspresi kelompok, (j) ekspresi estetika, (k) menyerap nilai-nilai, dan (l)
mengekspresikan ideologi
3.3.1 Kelestarian dan Kontinuitas Sistem Religi danBudaya
Berkenaan dengan fungsi sumbangan musik untuk kelestarian dan
stabilitas kebudayaan, Merriam menjelaskan bahawa tidak semua unsur
kebudayaan memberikan tempat untuk meluahkan emosi, hiburan, komunikasi,
dan seterusnya. Musik juga adalah perwujudan kegiatan untuk meluahkan nilainilai. Dengan demikian fungsi musik menjadi bahagian dari berbagai ragam
pengetahuan manusia lainnya, seperti sejarah, mite dan legenda.
Berfungsi
menyumbang kesinambungan kebudayaan, yang diperolehi menerusi pendidikan,
Universitas Sumatera Utara
pengawasan terhadap perilaku yang salah, menekankan kepada kebenaran, dan
akhirnya menyumbangkan stabilitas kebudayaan (Merriam, 1964:225).
Di dalam munajat terkandung unsur-unsur sejarah dan karamah, yang
pada saatnya mampu memberikan sumbangan untuk kelestarian kebudayaan Islam
dan Tarekat Naqsyabandiah secara khusus. Di dalam Munajat terkandung nilainilai moral yang menekankan kepada kebenaran Islam dan adab juga sebagai
murid dan jamaah. Karena munajat adalah merupakan doa yang dituangkan oleh
syekh atau mursyid kedalam bentuk syair menjadikannya sebagai upaya
memperkokoh ketaqwaan kepada Allah Swt dan selalu mengikut rambu-rambu
yang telah diajarkan oleh Muhammad Rasulullah. Adapun bentuk dari
pelestariannya munajat diajarkan kepada generasi muda jamaah Tarekat agar
budaya ini tetap dapat terjaga dan tidak hilang bersama dengan zaman.
3.3.2 Pendidikan
Munajat sarat dengan pendidikan etika dan Agama, hal ini tercermin
pada cara pelaksanaan dan isi syair syairnya. Melalui perantaraan munajat
seseorang terlatih untuk berdisiplin dalam melakukan aktivitas. Kehadiran yang
kontinu pada setiap harinya akan membentuk pribadi yang tabah dan menghargai
waktu. Dalam mentransformasi keilmuan dalam bentuk lisan oleh guru yang
membimbing, membentuk kesabaran bagi murid muridnya. Pesan-pesan moral
dalam munajat mampu menyentuh hati seseorang baik penganut, maupun
masyarakat yang tidak terlibat didalamnya. Ini dapat dilihat pada beberapa syair
berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Yaa Allah yaa hadii
Karuniai kami pikir dan budi
Siang dan malam bertambah jadi
Berkat tuan Syekh Abdullah Damalu dinegeri Hindi…
Berkat ‘Ali Romatni
Karuniai kami Ilmu Laduni
Mudah-mudahan hampir tuhan yang ghani
Kepada kami hamba yang fani…
Berkat Yusuf Hamdani
Karuniai juga yaa Allah hamba-MU ini
Akan ilmu hikmat dan laduni
Musyahadah Muqarabah tuhan Robbani…
Dalam syair di atas terlihat keutamaan ilmu dan pendidikan sangat
diperlukan untuk mendapatkan tingkatan musyahadah. Oleh karena itu pesan
moral dalam bait-bait di atas memohon kepada Allah agar dikaruniai pikir dan
budi agar nyata hijab Tuhan atas hambanya melalui ilmu pengetahuan.
3.3.3 Ibadah Agama Islam
Munajat berfungsi untuk seruan atau tanda tanda akan masuknya dan
azan Maghrib dan subuh. Di kampung Besilam pembacaan ini tetap dilakukan
Universitas Sumatera Utara
setiap harinya disertai oleh pembacaan taharim. Aba-aba dari munajat ini bukan
saja diperuntukkan kepada para jamaah Tarekat Naqsyabandiah, tetapi juga untuk
masyarakat Islam yang berdomisili di sekitar persulukan Babussalam. Di samping
merupakan sebagai sarana dakwah dan syiar, isi dari munajat merupakan doa doa
kepada kaum muslimin agar diberi ampunan oleh Allah SWT., mendapatkan
keberkatan dan dilindungi kampung serta bangsa dan negaranya dari bencana.
Penyampaian munajat ini menggunakan komunikasi verbal berupa syair
syair. Munajat ini adalah amalan yang dilakukan oleh Tuan Guru Babussalam
yang pertama Syekh Abdul Wahab Rokan yang bagi masyarakat dan pengikutnya
di anggap keramat dan merupakan salah seorang ulama besar Melayu Islam. Oleh
karenanya doa doa beliau dipercaya mustajab sehingga tidak terhitung lagi berapa
banyaknya masyarakat dari berbagai lapisan yang meminta beliau untuk
mendoakan agar tersampaikannya suatu keinginan dan permintaan. Hal inilah
yang menjadikan munajat sampai saat ini di Babussalam dianggap mampu
memberikan perlindungan dan ketentraman kepada masyarakat sekitarnya.
3.3.4 Sarana Dakwah Islam
Melalui munajat, Tarekat Naqsyabandiah mendakwahkan ajaran ajaran
keIslaman dan budi pekerti. Sejarah membuktikan bahwa Islam berkembang dan
dapat diterima oleh masyarakat karena mampu beradaptasi dengan budaya
masyarakatnya. Begitu juga dengan Tarekat Naqsyabandiah yang berkembang
didaerah Melayu langkat berhubungan erat
dengan budaya masyarakatnya.
Senandung merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di tanah Melayu
Universitas Sumatera Utara
sehingga isi dan makna munajat dapat menyerap perhatian masyarakat
disekitarnya. Adapun yang menjadi pesan pesan dakwah yang disampaikan
melalui munajat terlihat dari syair syairnya seperti:
Berkat Muhammad aulia Allah
Dunia dan akhirat dibencilah
Semata berharap kepada zat Allah
Berilah kami demikian ulah…
Tambahi oleh-Mu kami ini
Berkat Abdul Khaliq Panjuduani
Terlebih daripada urat jidini
Dirasai Ma’rifat imani nurani…
Berkat Yusuf Hamdani
Karuniai juga yaa Allah hamba-Mu ini
Akan ilmu hikmat dan laduni
Musyahadah Muqarabah Tuhan Robbani…
Dalam syair munajat di atas terlihat pesan pesan kepada umat muslim
agar menuntut ilmu hikmat dan laduni yang terhimpun kepada ilmu syariat,
Tarekat, hakikat dan makrifat sehingga mampu menundukkan hawa nafsu
duniawi. Munajat juga memberi pesan akan pentingnya menuntut ilmu tauhid
agar mengenal akan tuhan yang menjadi sembahan manusia sehingga terhindar
Universitas Sumatera Utara
dari dosa syirik dan munafik. Ilmu tauhid adalah ilmu yang wajib diketahui oleh
umat muslim karena merupakan akidah dasar Islam.
Islam adalah agama tauhid yang mengesakan tuhan seperti yang tertera
pada dua kalimah syahadat. Kalimah ini berhubungan dengan dua puluh sifatsifat Allah yang wajib diketahui. Dua puluh sifat tuhan inilah yang menjadi dasar
pengenalan kepada Allah SWT.
Bagi seorang mukmin dunia adalah merupakan penjara dan syurganya
bagi orang orang kafir oleh karena itu janganlah memandang kepada dunia yang
menjadi ciptaan Allah SWT tetapi tetaplah memandang kepada wajahnya yang
merupakan sifat baginya serta selalu ingat kepadanya agar selalu dalam limpahan
kasihnya dan hanya berharap kepada zatnya semata.
3.3.5 Ekspresi Kelompok
Munajat memiliki fungsi komunikasi sebagai ekspresi kelompok yang
tidak kalah pentingnya. Melalui media senandung munajat masyarakat Tarekat
Naqsyabandiah ingin diakui eksistensinya. Melalui perantaraan munajat Tarekat
Naqsyabandiah mengekspresikan bentuk amalan dan cara mendekatkan diri
kepada Allah swt.
Aliran sufistik Tarekat Naqsyabandiah adalah faham aliran yang datang
ketanah langkat pada masa kesultanan Langkat masih dipimpin oleh Raja Musa
pada waktu itu dan oleh raja Musa tuan guru syekh Abdul Wahab Rokan diberi
sebidang tanah yang menjadi wilayah otonomi. Oleh karena itu, di Babussalam
Universitas Sumatera Utara
semua aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan etika dan adab serta
ketentuan peraturan yang berlaku semua menurutkan kebijakan tuan guru.
Ekspresi kelompok ini dapat juga dilihat dari busana yang digunakan di
Babussalam yang menggunakan sorban atau kain penutup kepala, bendera
persatuan Tarekat Naqsyabandiah Babussalam, serta seni senandung munajatnya.
Untuk dapat tergabung dalam Tarekat Naqsyabandiah ini seorang calon jamaah
diwajibkan melalui suatu bentuk ritual penyerahan diri yang dinamakan bai’ah.
Ritual bai’ah ini adalah bentuk ritual yang dilakukan oleh semua Tarekat
Naqsyabandiah. Bai’ah sesungguhnya adalah bentuk penyerahan diri kepada
Allah Swt karena di dalam Al-Qur’an Allah berfirman “watawakkal hayyu
alallazi layamutz” yang artinya “serahkan dirimu kepada tuhanmu yang hidup
yang tiada pernah mati.”
Secara syariah penyerahan diri ini menunjukkan tanda penyerahan diri
kepada guru agar diberi pengajaran dan bimbingan spiritual. Namun apabila
ditinjau dari sudut pandang tauhid bai’ah adalah sebentuk penyerahan diri kepada
Allah serta berjanji akan taat kepada perintah dan menjauhi segala larangannya.
Ujud dari pada ritual bai’ah sesungguhnya adalah melakukan taubatan nasuha
dengan melakukan mandi taubat. Hal ini dapat terlihat dari salah satu syair
munajat:
Berkat Said Kulal wali yang maha mulia
Karuniai kami ya Allah sekalian cahaya
Sampai hilang daya dan upaya
Memandang zat Allah yang maha mulia…
Universitas Sumatera Utara
Berkat Muhammad Babassamaasi
Hampirkan kepada kami ‘Ars dan kursi
Sampai terbezakan antara api dan besi
Sampai tahu kami kulit dan isi…
Tujuan dari bait diatas terlihat dalam kalimat “sampai hilang daya dan
upaya.” Melalui syair munajat ini dapat dilihat faham jabariyah Tarekat
Naqsyabandiah yang ingin meniadakan diri sehingga yang ada dan yang nyata
hanyalah Allah semata (la haula walakuata illa billa).
.
3.3.6 Ekspresi Emosi
Fungsi komunikasi dalam munajat Tuan Guru Babussalam adalah sebagai
sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan ekspresi emosi dalam bidang musik,
Merriam menjelaskan sebagai berikut.
An important function of music, then, is the opportunity it gives
for variety of emotional expression—the release of otherwise
unexpres-sible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of
emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to
resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group
of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear
variety of emotional expressions could be cited, but the examples
given here indicate clearly the importance of this function of music
(Merriam, 1964:222-223).
Mengikut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika
musik itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi. Hal
yang tidak boleh diekspresikan dalam pikiran dan idea, hubungan dari berbagaibagai variasi emosi dalam musik.
Universitas Sumatera Utara
Secara psikologis, ritme dan tempo dalam lagu dapat memenuhi jiwa
pendengarnya. Ibn Zailah (w.440/1048), seorang murid Ibnu Sina, mengatakan
bahwa suara yang diatur melalui ritme tertentu memiliki dua pengaruh. Pertama,
dari segi komposisi khas yang dimilikinya (yaitu isi fisiknya) dan kedua, dari segi
lagu (muatan spiritualnya) yang menyamai jiwa. Lebih lanjut, ia mengatakan
bahwa ketika suara itu diracik dengan komposisi yang harmonis dan saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan mengobarkan jiwa
manusia. Akibatnya , perasaan jiwa manusia itu menjadi terikat dengan lagu.
Ketika terjadi perubahan pada lagu, kondisi jiwa pendengarnya juga mengalami
perubahan secara bersamaan.
Dalam fungsinya sebagai ekspresi emosi munajat dapat dilihat dari dua
aspek. Yang pertama emosi munajat dapat dilihat dari segi melodi dalam
menyanyikan (menyenandungkannya) dan yang kedua munajat yang dilihat dari
aspek lirik syairnya. Dari segi melodi menurut fakhr al-Din al-Razi terjadinya
hubungan yang simbiotik mutualistis antara musik dan kondisi jiwa meskipun
kondisi pendengar tetap lebih dominan dalam memberikan pengaruh. Dan hal ini,
menurut Ikhwan al-Shafa, tergantung pada dua hal : tingkat intensitas jiwa dalam
menguasai ilmu pengetahuan Tuhan dan intensitas kerinduan terhadapnya
(t.t:240). Semakin lengkap pengetahuan seorang sufi dalam mengenal Allah dan
kerinduannya terhadap Allah, semakin besar pengaruh musik dalam jiwanya
karena setiap jiwa akan merasakan kesenangan, kebahagiaan, dan kenikmatan
yang diperoleh dari mendengarkan lagu lagu yang menggambarkan dan
mengagungkan sang kekasih (al-Shafa, t.t:240).
Universitas Sumatera Utara
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari ‘Abd Allah bin Mas’ud’,
nabi Muhammad bersabda kepadanya, ‘Bacakanlah (Alquran) kepadaku!’ aku
menjawab,’ Wahai utusan Allah, aku membacakan (Alquran) untukmu,
sedangkan ia itu diturunkan kepadamu ?’ Nabi menjawab, ‘ya!’ Maka, aku
membacakan surat an-Nissa’ dan ketika aku membaca ayat 41: Nabi bersabda :
‘Cukup.’ Maka aku pun menengok kepadanya, dan di kala itu kedua matanya
berlinang air mata.
Menangis dikala mendengarkan Al quran, menurut penulis, merupakan
simbol dari tingkatan spiritualias seorang hamba. Tangisan tersebut bukanlah
ekspresi dari rasa sedih, kecewa, atau penyesalan, melainkan sebagai luapan rasa
rindu yang menderu terhadap Sang Khalik. Demikian pula halnya didalam
pembacaan
senandung
munajat
seorang
pendengar
maupun
yang
menyenandungkan munajat dapat menitikkan air mata apabila telah sampai
kepada tingkatan spiritualitas keilmuan dan telah mampu menguak tabir jiwa
dalam ujud (wajd) yaitu perasaan yang ditimbulkan oleh rasa cinta yang sungguh
sungguh kepada Allah dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya.
Yang kedua apabila ditinjau dari aspek lirik dan syairnya, syair munajat
efektif untuk membangkitkan wajd (ekstasi). Wajd (ekstasi) dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu yang batil dan yang benar. Di antara keduanya terdapat
beberapa persamaan dan perbedaan yanng sangat prinsipil. Keduanya sama sama
menghasilkan gerakan lahir, sama sama mempengaruhi batin, dan sama sama
dapat mengubah kondisi mental seseorang. Adapun perbedaannya, pertama,
ekstasi (wajd) yang batil muncul dari dorongan hawa nafsu, sedangkan ekstasi
Universitas Sumatera Utara
yang haq muncul dari keinginan hati. Ekstasi jenis pertama ada pada siapa saja
yang batinnya masih bergantung dengan selain Allah, sedangkan ekstasi jenis
kedua ada pada siapa saja yang hatinya hanya mencintai Allah. Kedua, pada jenis
ekstasi pertama pelakunya tertutup oleh hijab nafsi yang bersifat materi,
sedangkan bagi yang kedua tertutup oleh hijab qalbi yang bersifat samawi (alSuhrawardi, 1966:193).
Wajd (ekstasi), dari segi tingkatan, merupakan derajat pertama bagi orang
yang mencapai kelas khusus (al-khusush) (al-Sarraj, 1914:302). Proses wajd ini
bermula dari menghilangkan tabir, kemudian musyahadah kepada Allah disertai
pemahaman serta memperhatikan hal yang gaib dan bisikan sir, derajat fana’an
al-nafs.
Dalam penggunaan syair munajat sebagai wajd dari pada penggunaan Alquran Muhammad Al-Ghazali menyebutkan tujuh alasan yang mendukung
efektivitas nyanyian syair (jika dibandingkan dengan Al-Qur’an). Pertama tidak
seluruh ayat Al-Qur’an itu sesuai dengan kondisi spiritual seorang sufi sehingga
tidak seluruh ayat efektif untuk membangkitkan wajd (ekstasi). Kedua Al-Qur’an
itu lebih sering didengar, dan setiap sesuatu yang sering didengar itu akan
bertambah lemah pengaruhnya pada jiwa. Adapun syair, nyanyian dan sebagainya
yang baru didengar sekali akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Ketiga syair
itu memiliki wazn yang dapat memengaruhi jiwa sehingga lebih efektif
dibandingkan dengan Alquran yang tidak memiliki wazn. Keempat masing
masing lagu itu memiliki pengaruh tertentu pada jiwa seseorang sesuai dengan
karakter lagu tersebut. Dalam menyanyikan lagu, kadang kadang kata yang
Universitas Sumatera Utara
pendek harus dipanjangkan atau sebaliknya, kadang kadang dihentikan pada
tengah lafal dan sebagainya. Ketentuan ketentuan ini tentunya tidak boleh
dilakukan dalam membaca Alquran. Oleh karena itu, Al-Qur’an tidak memiliki
pengaruh pengaruh yang dimiliki oleh lagu tersebut. Kelima, ritme memiliki
pengaruh tertentu pada jiwa pendengarnya, dan keduanya tentu tidak layak bagi
Al-Qur’an. Keenam, Al Quran adalah kalam Allah dan sifatNya. Ia adalah hak
sehingga
manusia
tidak
akan
mampu
menerima
pengaruhnya
(Al-
Ghazali,1991:325-328).
Dari keenam hal di ataslah yang menjadikan syair munajat sebagai salah
satu wadah ekspresi bagi sufi Tarekat Naqsyabandiah. Di samping menggunakan
teks yang berbahasa Melayu sehingga mudah diterima arti dan isinya bagi jamaah,
keharuan kerap menghinggapi jiwa pendengarnya karena pencipta dan penulis
munajat itu sendiri adalah seorang ulama yang saleh dan suci masih mendoakan
serta memohon pengampunan dan keberkatan kepada Allah agar masyarakat,
kampung dan jamaah terhindar dari dosa dan bencana.
3.3.7 Ekspresi Estetika
Berbicara tentang seni maka tidak bisa terlepas dari keindahan dan
keindahan itu sendiri identik dengan estetika. Perbincangan mengenai keindahan
dan estetika selalu tetap menarik perhatian karena identik berhubungan dengan
pelbagai cabang kesenian. Sementara itu, secara sosiokultural, seni timbul dalam
kebudayaan manusia, karena manusia memerlukan pemenuhan keinginan akan
rasa keindahan.
Universitas Sumatera Utara
Seni dan keindahan ini dalam sejarah perkembangan peradaban manusia
dikaji dalam bidang estetika atau falsafah keindahan. Keindahan dalam bidang
seni ini ada yang sifatnya khusus dan ada pula yang mencapai tahap umum.
Selain itu konsep tentang keindahan ini boleh sahaja berbeda di antara kelompok
manusia, meskipun adakalanya terdapat kesamaan.
Kata estetika sendiri diturunkan dari akar kata Yunani aisthetikos, yang
berarti “mengamati dengan indra.” Kata estetika juga terkait dengan kata
aesthesis, yang berarti “pengamatan”. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, estetika
adalah salah satu cabang sains yang mengkaji kesenian. Sains ini telah lama
digeluti oleh para ilmuwan di dunia Barat dan dunia lainnya. Walaupun dalam
kajiannya estetika ingin mencapai tahapan generalisasi, dan akhirnya adalah
mengkaji manusia pendukungnya, namun ada juga nilai-nilai parsial yang terbatas
oleh lingkup etnik, ras, atau bangsa. Keanekaragaman konsep estetika ini perlu
dilihat dan diperhatikan untuk mengkaji bahwa manusia itu beragam namun ada
nilai-nilai universal dalam satu ragam.
Dalam sejarah pengetahuan dan sains Barat, kajian terhadap unsur-unsur
keindahan, dilakukan dalam disiplin yang disebut estetika (aesthetic) atau dalam
bahasa Indonesia lazim disebut falsafah keindahan. Dalam peradaban Barat,
estetika dimulai daripada sumber budaya Yunani dan Romawi (Edward et al.
1967: volume 1 dan 2). Estetika menurut Adler et al. (eds.) adalah disiplin yang
mengkaji tentang keindahan (sebagai antonim daripada keburukan). Estetika ini
memasukkan kajian secara umum dan teori tentang seni, dan berbagai-bagai
pengalaman manusia mengenainya. Adapun ilmu-ilmu bantunya adalah falsafah
Universitas Sumatera Utara
seni, psikologi seni, dan sosiologi seni. Estetika juga kadang-kadang didefinisikan
lebih khusus lagi sebagai sebuah disiplin ilmu keindahan, yang mengandung
makna memiliki lapangan kajian seni, yang mencakup: teater, musik, tari, dan
sastra (lihat Adler et al. (penye.) 1986:161).
Selain daripada pendapat Adler et al., seorang teoretikus falsafah
ternama, Hospers mendefinisikan estetika atau falsafah keindahan itu sebagai
cabang falsafah yang memusatkan perhatian kepada konsep-konsep dan solusisolusi masalah yang terjadi dalam objek-objek estetik yang direnungkan. Dalam
sejarah perkembangan ilmu pengetahuan (sains) Barat, awalnya istilah estetika
dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762)
menerusi
beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. Baumgarten
menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual
dan pengetahuan inderawi. Karena istilah estetika baru muncul pada abad ke-18,
maka pemahaman mengenai keindahan harus dibedakan dengan pengertian
estetika. Jika sebuah bentuk mencapai nilai betul, maka dapat dinilai estetis,
sebaliknya bentuk yang melebihi nilai betul, yaitu mencapai nilai baik penuh arti,
maka dinilai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum
tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis.
Banyak pemikir seni berpendapat bahwa keindahan berhubungan dengan rasa
(taste)
yang menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana, dan R.G
Collingwood (lebih jauh lihat Harrison et al., 2001).
Pada masa Yunani yang diteruskan sampai abad pertengahan, keindahan
ditetapkan sebagai bagian daripada teologi. Pada abad pertengahan di Barat,
Universitas Sumatera Utara
tekanan diletakan pada subjek, proses yang terjadi ketika seseorang mendapatkan
pengalaman keindahan. Pada zaman modern, tekanan justru diletakkan pada
objek, sehingga tampak bahwa estetika dipertimbangkan sebagai cabang daripada
sains, khususnya falsafah dan psikologi.
Maka pertimbangan estetika dalam
pengolahan seni setidaknya dapat didekati melalui: (1) pemahaman karya sebagai
objek estetika, dan (2) pemahaman terhadap manusia sebagai subjek yang
mengamati atau menciptakan karya yang estetik.
Dalam Dunia Islam, kata falsafah diadopsi daripada bahasa Yunani.
Dalam bahasa Arab, kata ini merupakan kata benda-kerja (mashdar) yang
diturunkan daripada kata philosophia, yang merupakan gabungan daripada philos
dan sophia; yang pertama berarti cinta dan yang kedua berarti kebijkasanaan.
Dengan demikian falsafah dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan. Plato
menyebut Socrates sebagai philoshopos (filsuf), yakni seorang pecinta
kebijaksanaan. Oleh kerana itu, kata falsafah merupakan hasil Arabisasi, suatu
mashdar yang berarti kerja atau pencarian yang dilakukan oleh para filsuf.
Sebelum Islam lahir, berbagai-bagai pikiran dan falsafah telah tumbuh,
namun dalam arah yang simpang-siur. Dalam menjawab arah falsafah tersebut
Islam meletakkan sendi falsafahnya kepada asas: Tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad itu utusan Allah. Asas ini menentukan apakah seseorang itu
Islam atau tidak. Namun Islam tidak membatasi orang berfikir, kerana Islam
dibentuk berdasarkan atas akal sehat, yang tentu saja berfikir sehat pula. Nabi
Muhammad pernah menyatakan bahawa agama ialah akal. Oleh karena falsafah
Yunani-Romawi banyak berasas kepada mitologi, maka awalnya umat Islam tidak
Universitas Sumatera Utara
begitu berminat terhadap falsafah mereka.
Setelah wahyu Allah telah cukup
diturunkan dan Islam dijamin sebagai agama yang sempurna, maka kemudian
orang-orang Islam menggali falsafah Yunani-Romawi. Bahkan dalam konteks
sejarah dunia, Islam yang mengenalkan falsafah Yunani-Romawi ini ke seluruh
dunia. Universitas Islam yang termasyhur mengkaji falsafah adalah Universitas
Nizamyah di Baghdad, yang didirikan oleh Nizamul Muluk. Selain itu, dalam
dunia Islam, ada pula universitas lain, seperti Universitas Sishapur, Universitas
Damsyik, Universitas Kairo dan Universitas Aleksandria.
Dalam sejarah Islam muncullah beberapa filsuf ternama, misalnya AlKindi (194-260 H atau 809-873 M), Al-Farabi (meninggal 961), Ibnu Sina (370428 H atau 980-1037 M), Imam Ghazali (450-505 H atau 1058-1111 M), dan
Ibnu Rusyid (520-595 H atau 1126-1198 M). Falsafah yang mereka hasilkan
memperkuat ajaran Islam yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan Hadits, misalnya
risalah falsafah Al-Kindi yang memuat: (a) adanya Tuhan membentuk adanya
alam, (b) kegiatan Tuhan berlangsung antara langit dan bumi, (c) jiwa bumi
adalah daya gerak Tuhan, (d) jiwa bumi telah menyebabkan terjadinya langit dan
bintang-bintang di cakrawala, (e) jiwa manusia adalah pancaran jiwa bumi, (f)
manusia bersifat dualis, yaitu saat hidup ia dipengaruhi langit dan bintangbintang, namun setelah meninggal, ia mendapat kemerdekaan, (g) kemerdekaan
abadi hanya boleh dicapai dalam dunia akal budi, dan (h) orang yang hendak
mencapai kemerdekaan dan keabadian, harus mengembangkan kekuatan akalnya
dengan jalan ilmu ketuhanan dan alam semesta. Al-Farabi dalam falsafahnya
mengemukakan bahwa alam ini dijadikan Tuhan dengan suatu maksud, yang
Universitas Sumatera Utara
hanya Tuhan sajalah yang mengetahui maksud tersebut, seperti yang difirmankan
Allah dalam Al-Quran
(3:191, dan 46:3).
Ibnu Sina mengemukakan pula
falsafahnya bahwa: (a)
dasar pokok adalah Allah; (b) akal pertama adalah
mengetahui sari nyawa dan sumbernya nyawa, (c) akal kedua terdiri daripada jiwa
dan tubuh yang terdiri daripada sembilan daerah, sendi akal kedua terdiri daripada
wajib dan mumkin, (d) akal ketiga terdiri daripada jiwa dan tubuh yang
dipengaruhi oleh alam. Akal ketiga ini bersendikan atas wajib dan mumkin.
Sebelum Socrates, ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka
kaum
sopist
yang berarti para cendekiawan. Mereka mempersepsi manusia
sebagai ukuran realitas (kebenaran hakikat) dan menggunakan hujah-hujah yang
keliru dalam kesimpulan-kesimpulan mereka. Secara bertahap kata sopist atau
sopisthes kehilangan arti aslinya dan kemudian menjadi berarti seseorang yang
menggunakan hujah-hujah keliru. Dengan demikian, kita mempunyai kata
sophistry (cara berfikir yang menyesatkan), yang mempunyai kata yang sama
dalam bahasa Arab, yaitu safsathah, dengan arti yang sama.
Socrates, karena kerendahan hati dan mungkin juga keinginan
menghindarkan diri dengan kaum sophis, melarang orang menyebut dirinya
seorang sophis, seorang cendekiawan. Oleh karena itu, ia menyebut dirinya
seorang
filsuf
(philosophos),
pecinta
kebijaksanaan,
pecinta
kebenaran,
menggantikan sophistes yang berarti sarjana. Gelar yang terakhir ini merosot
derajatnya menjadi orang yang menggunakan penalaran yang salah. Falsafah
(philosophia) kemudian menjadi sama artinya dengan kebijaksanaan (kearifan).
Oleh itu, philosophos (folosof) sebagai satu istilah teknis tidak dipakaikan pada
Universitas Sumatera Utara
seorang pun sebelum Socrates, dan begitu juga sesudahnya. Istilah philosophia
juga tidak mempunyai arti yang definitif pada zaman itu, bahkan Aristoteles pun
tidak menggunakannya. Belakangan, penggunaan istilah philosophia (falsafah)
dan philoshopos (filsuf) semakin meluas.
Sebahagian cendekiawan Islam mengambil kata falsafah daripada bahasa
Yunani. Lalu mereka memberi sighat (bentuk) dan menggunakannya untuk
mengartikan pengetahuan rasional murni. Falsafah menurut pemakaian para filsuf
muslim secara umum tidak merujuk kepada disiplin sains tertentu. Ia meliputi
semua sains rasional, bukan ilmu yang diwahyukan atau yang diriwayatkan
seperti etimologi, retorika, sharaf, tafsir, hadis, dan hukum. Oleh itu, hanya orang
yang menguasai semua sains rasional termasuk di dalamnya matematik, ekonomi,
etika, teologi, yang boleh disebut sebagai filsuf.
Seni bukanlah hal yang mati, tetapi seni tumbuh di dalam jiwa manusia
dari zaman ke zaman yang menapaki kemajuannya sendiri. Islam memberi
petunjuk pengajaran dan menuntut agar kesenangan dalam seni yang dibentuk
tidak merusak keselamatan, tetapi perlu mengikuti syariat Islam yang telah
ditetapkan. Kesenian Islam adalah usaha dan ide umat Islam untuk menghasilkan
sesuatu yang indah dan estetik. Setiap keindahan yang dihasilkan oleh seniman
Islam wajib mengekspresikan ajaran Islam. Seni adalah bagian daripada budaya.
Seni Islam lebih mengutamakan intelektual dibandingkan emosi. Seni mempunyai
konsep yang mampu menyeimbangkan pertanyaan dengan jawaban. Sebenarnya
kesenian dalam konsep Islam adalah pengabdian diri kepada Allah SWT.
Universitas Sumatera Utara
Dalam dunia Islam, tokoh filsuf yang paling banyak mengkaji tentang
estetika di dalam musik adalah Al-Farabi. Nama lengkapnya adalah Abu Nasir
Muhammad Ibnu Al-Farakh Al-Farabi, lahir di desa Wasij, dekat Farab di
Turkistan tahun 259 H (870 M), wafat 950 M dalam usia 80 tahun. Kampungnya
kini masuk ke dalam bagian Republik Uzbekistan di Asia Tengah. Ayahnya
seorang jenderal militer dan memiliki status sosial yang relatif baik. Namun sejak
kecil, Al-Farabi meninggalkan kampung Farab menuju Baghdad, untuk menimba
ilmu bahasa Arab dan logika dari gurunya Abul Bashar Matta. Kemudian dia juga
belajar falsafah kepada Yuhanna Ibnu Khailan di daerah Harran. Kemudian ia
juga mendalami ilmu-ilmu Aristoteles melalui Yuhanna.
Ia paling gemar
mengkaji pikiran Aristoteles yang tertuang dalam buku Anima dan Physica.
Kemudian ia mengembara ke Syiria, terus ke Mesir, dan akhirnya sampai
ke Damaskus.
Dalam pengembaraan ini, secara ekonomi ia begitu miskin,
akhirnya ia dibantu secara finansial oleh Pangeran Saif Al-Dawlah dari Damsyik.
Ia belajar, mengarang, mensyarah, mengkritik, dan berkecimpung di dunia sastra.
Ia terkenal sampai ke Eropa bukan hanya falsafahnya saja tetapi juga logika dan
metafisiknya. Di bidang musik, dengan dijiwai oleh ajaran Islam. ia mengolah
kembali model dan logika berpikir Yunani dalam musik, disertai dengan praktek
musik kontemporer saat itu. Ia juga mencipta dan mengolah sistem-sistem musik
yang berasal dari Timur Tengah. Bagaimanapun, Al-Farabi secara tegas
membedakan manusia di dunia ini menurut Al-Qur’an, yaitu manusia yang
bertakwa dan manusia yang tidak bertakwa.
Universitas Sumatera Utara
Al-Farabi menghasilkan sebuah buku teori musik yang secara historis
sangat fenomenal dalam dunia Islam dan global, yang berjudul Kitabul Musiqil
Kabir (Kitab Besar tentang Musik). Buku ini terdiri daripada tiga bagian. Bagian
pertama memusatkan perhatian pada musik, bagian kedua pada alat-alat musik,
dan pada bagian ketiga mengenai komposisi musik. Ada dua tempat dalam buku
itu yang membicarakan gerakan melodi dalam musik: satu tempat di bagian
pertama dan satu lagi di tempat ketiga.
Dalam buku itu ia menceritakan
bagaimana proses melakukan komposisi musik. Tujuan utama Al-Farabi mengkaji
dan menjelaskan komposisi musik adalah untuk membantu dan memberi arah
kepada para komposer dalam menciptakan melodi. Ia menjelaskan bahwa setelah
komposer memilih unsur-unsur melodi, selanjutnya dapat berkonsultasi dengan
jadwal konsonan dan gerak melodi yang dibuatnya, begitu juga dengan wilayah
nada atau suara penyanyi. Kemudian disesuaikan dengan modus-modus ritmik
yang telah disusun secara logis.
Dalam membentuk gerak melodi ini ia menawarkan konsep-konsep
interval satu nada ke nada berikutnya dengan memakai konsonan dan disonan
dalam sistem modal.
Saat transisi melodi seharusnya menggunakan interval
konsonan. Al-Farabi menggunakan interval konsonan ke dalam tiga jenis: (a)
konsonan besar, seperti oktaf dan balikannya, disajikan bersama atau melodi, (b)
konsonan medium, yaitu kuint, kuart, antara oktaf dan kuint, serta antara oktaf dan
kuart, disajikan secara bersama atau melodis, dan (c) konsonan kecil yang terdiri
daripada sekunde mayor (dengan rasio 9/8) atau interval lain yang lebih kecil
daripada kuart.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Al-Farabi, melodi bisa didefinisikan sebagai sejumlah nada
tertentu, yang semuanya atau sebagian besar terjalin berdasarkan interval
konsonan, yang dirancang dalam kelompok tertentu, dan dipergunakan dalam
sebuah genus (tetrakord) tertentu, interval-intervalnya berada dalam tonalitas
tertentu; yang bergerak melalui sebuah modus ritmik yang pasti pula.
Satu
rangkaian melodi menggunakan satu tetrakord ditambah satu langkah penuh. Jika
seorang komposer menggunakan interval kuint, ia harus mengimbanginya dengan
interval yang lebih kecil. Sebuah melodi nyanyian disebutnya tidak lengkap,
apabila ambitusnya tidak mencapai satu oktaf. Jika sampai satu oktaf disebut
melodi yang lengkap, dan jika mencapai dua oktaf disebut sangat lengkap. Dalam
menyusun melodi sebaiknya menggunakan interval-interval yang berbeda.
Al-Farabi menyebut gerak melodi dengan istilah al-intiqal, yang secara
harafiah artinya bergerak daripada satu titik ke titik lainnya.
Al-intiqal ini
menurutnya adalah transisi yang dapat terjadi antara satu nada dengan nada lain,
daripada interval yang satu ke interval lain, daripada satu genus ke genus lain, jika
kelompok nada itu terdiri daripada tetrakord, kelompok nada, dan tonaliti yang
berbeda. Namun tetap terdapat satu nada nukleus.
Selanjutnya, Al-Farabi
membuat kategori-kategori gerak melodi dalam bahasa Arab, yaitu: (1) al-nuqlah
‘ala istiqamah, artinya adalah gerak langsung atau rektilinier, yaitu gerakan yang
tidak kembali ke nada awalnya; (2) al-nuqlah ‘ala in’itaf, artinya gerak berlipat,
bertukar, melengkung, dan berkeliling. Artinya dalam melodi adalah kembali ke
nada awal; (3) al-nuqlah ‘ala istidarah, artinya gerakan sirkular, berputar. Dalam
melodi artinya kembali ke nada awal dan gerakannya terus diulang; (4) al-nuqlah
Universitas Sumatera Utara
‘ala in’iraj, artinya adalah gerakan pembiasan atau deviasi—dalam melodi
maksudnya adalah kembali ke nada awal, tetapi tidak sejauh gerak-gerak
pertamanya; (5) al-nuqlah bi-in gerak melodi yang memperluas gerak
sebelumnya, baik ke arah atas maupun ke bawah dengan nada awal yang berubahubah pula.
Menurut Al-Farabi, gerak-gerak melodi di atas boleh saja saling
dipadukan dengan menjaga rasa musik.
Dalam membahas teori, selain sistem modal dengan menggunakan
tetrakord dalam tangga nada heptatonik, Al-Farabi juga menganalisis sistemsistem maqam yang ada di dunia Islam, seperti maqam: rast, bayati, husaini,
jiharkah, hijaz, sikkah, dukah, sikahirah, dan lainnya yang menjadi asas
komposisi musik dunia Islam. Ia juga mengkaji modus-modus ritmik seperti:
ramal maia, wahdah wa nifs (maksum), cahar mezarb, zarbi, iqa’at, durub, usul,
dan mazim. Dalam membahas alat-alat musik, ia memfokuskan kajian secara detil
tentang alat muzik ‘ud (lute petik) sebagai asas daripada penciptaan maqam dan
melodi. Alat seperti ini yang diuraikannya dapat menurunkan tangga-tangga nada
seperti yang dilakukan oleh Phytagoras dari Yunani dengan membahagi proporsi
matematik senarnya. Sistem ini kemudian dalam etnomusikologi dikategorikan
sebagai sistem devisif (pembagian).
Dalam buku ini, memang unsur logik
memang begitu menonjol dituangkannya, namun ia juga berharap bahwa jangan
melupakan unsur perasaan dan spiritualiti dalam mengembangkan seni musik.
Bagaimanapun, musik itu adalah bagian dari ajaran Islam dalam rangka bertauhid
kepada Allah. Demikian menurut pandangan Al-Farabi.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan ekspresi estetika dalam munajat tercermin melalui adab
yang dinyatakan dalam rabithah dalam Tarekat Naqsyabandiah. Pada bab
pendahuluan penulis telah mengutarakan salah satu fungsi dari munajat adalah
untuk menjaga rabithah. Adapun yang dimaksud dengan rabithah adalah
menghadirkan rupa guru atau Syekh ketika hendak berzikir dan menghadirkannya
itu menurut Syekh Muhammad bin Abdullah Al-Khani Al-Khalidi dalam kitabnya
“Al-Bahjatus Saniah” hal 43, dengan 6 (enam) macam cara yaitu:
1.
Menghadirkannya didepan mata dengan sempurna.
2.
Membayangkan dikiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada
rohaniahnya sampai terjadi sesuatu yang gaib. Apabila rohaniah mursyid
yang dijadikan rabithah itu lenyap, maka murid dapat menghadapi peristiwa
yang terjadi. Tetapi jika peristiwa itu lenyap, maka murid harus berhubungan
kembali dengan rohaniah guru, sampai peristiwa yang dialami tadi atau
peristiwa yang sama dengan itu, muncul kembali. Demikianlah dilakukan
murid berulang kali, sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa gaib tanda
kebesaran Allah. Rabithah menghubungkannya dengan Allah serta murid
diasuh dan dibimbingnya terus menerus, meskipun jarak mereka jauh.
3.
Menghayalkan rupa guru ditengah tengah dahi. Memandang rabithah
ditengah tengah dahi itu, menurut kalangan Tarekat lebih kuat dapat menolak
getaran dan lintasan dalam hati yang melalaikan ingat kepada Allah.
4.
Menghadirkan rupa guru ditengah tengah hati.
Universitas Sumatera Utara
5.
Menghayalkan rupa guru dikening kemudian menurunkannya ketengah hati.
Menghadirkan rupa Syekh dalam bentuk kelima ini agak sukar tetapi lebih
berkesan dari pada cara cara yang sebelumnya.
6.
Menafikan (meniadakan) dirinya dan mentsabitkan (menetapkan) keberadaan
guru. Cara ini lebih kuat untuk menangkis aneka ragam ujian dan gangguan
gangguan.
Demikian pentingnya rabithah bagi penganut Tarekat Naqsyabandiah
sehingga barang siapa yang terus menerus berhubungan dengan rabithah , niscaya
terjadilah atas dirinya peristiwa peristiwa Tarekat dan kesempurnaan hakikat
namun sebaliknya apabila barang siapa yang tidak berabithah, niscaya terputus
limpahannya dan tidak akan mengalami peristiwa peristiwa suluk dan tidak akan
muncul rahasia kebesaran Allah kepadanya. Oleh karena itu munajat sebagai
sarana mengingatkan jamaah kepada rabithahnya menjadi nilai keindahan
didalam perjalanan rohani para jamaahnya.
3.3.8 Memberitahu
Salah satu fungsi komunikasi dalam Tarekat Naqsyabandiah adalah
fungsi untuk memberitahu. Melalui media senandung munajat bertujuan untuk
memberitahu dan menasehati agar memiliki pedoman dalam hidup dan
mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuan seorang insan didunia. Hal ini
juga dapat berupa aktivitas yang dilakukan dan apa yang menjadi
tujuan
dilakukannya sebuah aktivitas sosiobudaya tersebut. Fungsi dalam komunikasi
untuk memberitahu ini dapat terlihat pada syair munajat berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Berkat Said Kulal wali yang maha mulia
Karuniai kami ya Allah sekalian cahaya
Sampai hilang daya dan upaya
Memandang zat Allah yang maha mulia…
Berkat Muhammad aulia Allah
Dunia dan akhirat dibencilah
Semata berharap kepada zat Allah
Berilah kami demikian ulah…
Berkat Mambubussubhaani
Tuan Syekh Abu Hasan Khorgani
Tolonglah kami mengerjakan Thariqat ini
Jangan dibimbang anak dan bini…
Dari kutipan syair pertama di atas dapat dilihat suatu bentuk pengajaran
tauhidan. Tiada daya dan upaya adalah merupakan bentuk kepasrahan total kepada
Allah sehingga meniadakan kuasa, kehendak diri, tetapi semuanya semata mata
karena Allah SWT.
Pesan moral dalam syair ini sekaligus mengingatkan kepada umat Islam
agar bacaan yang selalu diucapkan tatkala menjawab seruan azan bukan saja dapat
difahami berdasarkan arti semata namun jauh daripada itu tiada dan upaya dalam
pengertian ini harus mampu meniadakan diri. Sesuai dengan hadist rasullullah
Universitas Sumatera Utara
yang berbunyi “ujuduka jambun lakiasan liqoiri” yang artinya “bermula dirimu
itu adalah dosa tiada kias menyertainya”. Maksud dari hadist ini adalah satu
satunya dosa pada manusia sesungguhnya adalah adanya diri yang mengakui
memiliki segalanya yang meliputi kuasa, kehendak, ilmu, hidup, mendengar,
melihat, berkata kata.
Dalam tauhid yang berlandaskan dua puluh sifat tuhan ketujuh sifat
diatas sesungguhnya sifat atau dirinya tuhan. Manifestasi dari pemahaman ini
bertujuan untuk menyadarkan umat Islam bahwa gerak yang dilakukannya
sesungguhnya adalah gerak kuasa tuhan. Kehendak yang ada pada muslim
sesungguhnya kehendak Allah. Ilmu dan pengetahuan yang ada pada dirinya
adalah ilmu Allah, yang melihat pada mata, yang mendengar pada telinga dan
yang berkata kata pada mulutnya sesungguhnya adalah Allah sehingga benar
benar Allah itu nyata pada dirinya. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan Allah
dalam hadist qudsi “majakartu fi kazahartu insan“ yang artinya “aku itu sangat
nyata seperti nyataku pada insan itu”. Apabila Allah itu telah nyata pada diri insan
itu niscaya tiada lagi dosa, karena dosa yang tidak dapat terampuni oleh Allah
adalah dosa syirik atau menserikatkan dirinya.
Nafs (nafsu) adalah diri itu sendiri jadi apabila berkuasa dengan nafs
akan menjadi zalim, berkehendak dengan nafs akan tamak, berilmu, melihat,
mendengar dan berkata kata dengan nafs dapat menjadikan insan itu ria, takabbur,
dengki, iri, dan tinggi diri.
Syair kedua dalam munajat diatas memberikan nasehat kepada sekalian
muslim agar tiada mengharap apapun terkecuali ridha dan safaat. Tujuan muslim
Universitas Sumatera Utara
dalam beramal ibadah sesungguhnya bukanlah surga ataupun kenikmatan dunia
namun bertawakkal dan mengharapkan ridhanya. Karena dunia ini sesunguhnya
merupakan neraka bagi orang orang mukmin dan surga bagi orang orang kafir
seperti yang tertera dalam hadist “addunia sajjnul mukmin al jannatul kafirin”.
Oleh karena inilah maka para mukmin tidak akan membesar besarkan dunia
namun selalu rindu kepada Allah dan rasulnya.
Syair munajat ketiga mengandung pesan agar jangan bimbang kepada
anak istri tatkala mengikuti suluk (khalwat). Dalam melaksanakan aktivitas suluk
seorang salik akan meninggalkan keluarganya dalam beberapa hari oleh karena itu
salah satu faktor yang sangat bersar menghambat tercapainya tujuan dari pada
suluk adalah keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu sebelum melakukan
aktivitas suluk seorang salik yang telah berkeluarga diharuskan agar menitipkan
dan mempersiapkan kebutuhan hidup keluarganya terlebih dahulu
Munajat berfungsi untuk memberitahu akan masuknya waktu salat.
DiBesilam untuk menunjukkan masuknya waktu dilakukan dengan pemukulan
nakus yang disertai dengan pembacaan shalawat, Istiqhfar maupun munajat.
Khususnya untuk munajat dilakukan tatkala masuknya waktu subuh dan Maghrib.
Begitu pentingnya tanda ini dilakukan di Babussalam karena dahulu sewaktu
kepemimpinan tuan guru pertama Syekh Abdul Wahab Rokan seluruh murid yang
pada masa itu juga adalah jamaah Tarekat Naqsyabandiah diwajibkan untuk
berkumpul dan melaksanakan salat berjamaah.
Dimasa tuan guru pertama Syekh Abdul Wahab Rokan, peraturan dan
hukum di Besilam adalah hukum syariah Islam dan tuan guru sendiri yang
Universitas Sumatera Utara
menentukan hukuman kepada para murid, jamaah dan masyarakat diBesilam.
Oleh karena itu apabila terdapat pelanggaran terhadap hukum termasuk peraturan
akan salat berjamaah maka tuan guru akan memberikan teguran sampai kepada
hukuman kepada masyarakat yang meninggalkan salat berjamaah.
Fungsi munajat juga untuk memberitahu akan adab yang berlaku
diBabussalam. Hal ini dapat terlihat dengan sikap, perilaku dan busana yang
dipergunakan. diBabussalam, berbusana muslim wajib dikenakan oleh masyarakat
dan tamu yang berkunjung. Terutama pada wanita diwajibkan untuk menutup
auratnya dengan berbusana muslimah. Kesopanan dalam bertingkah laku dan
menjaga norma norma Islam harus diperhatikan sehingga siapapun orangnya yang
berada di desa Babussalam dan mendengar syair syair munajat yang
disenandungkan akan merasa diberi ingat bahwa ia berada dalam lokasi di mana
hukum Islam ditegakkan dengan ketat.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KAJIAN TEKS MUNAJAT
4.1 Sumber Teks Munajat
Teks munajat yang menjadi bahan analisis semiotik dalam tesis ini,
bersumber dari literatur bacaan Istighfar Shalawat munajat dan taharim yang
diamalkan tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidy Naqsyabandy yang
terdapat didesa desa Besilam kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat,
Sumatra Utara. Tradisi pembacaan ini dilakukan setiap harinya sebelum masuk
waktu azan Subuh dan Maghrib. Dalam penyajiannya munajat ini dilakukan oleh
tiga sampai empat orang bilal kenaziran madrasah.
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai munajat ini penulis
menghubungi salah seorang
budayawan yang berada di Babussalam yang
bernama bapak Akhyar Murni yang juga berperan sebagai salah seorang anggota
majlis persatuan zuriat yang merupakan perhimpunan dari para ahli keluarga dan
keturunan dari Syekh Abdul Wahab Rokan beliau adalah seorang guru agama dan
sebagai seksi seni dan budaya didewan zuriat Babussalam. Adapun bunyi dan
syair munajat ini selanjutnya penulis paparkan di bawah ini.
4.2 Munajat sebagai Syair Melayu
Munajat adalah termasuk ke dalam genre sastra Melayu. Genre sastra
Melayu (termasuk Sumatera Utara) disebut syair ialah suatu bentuk puisi Melayu
tradisional yang sangat populer. Kepopularen syair sebenarnya bersandar pada
Universitas Sumatera Utara
sifat penciptaannya yang berdaya melahirkan bentuk naratif atau cerita, sama
seperti bentuk prosa, yang tidak dipunyai oleh pantun, seloka, atau gurindam.
Dari bentuk kata atau istilahnya jelas bahwa kata ini berasal dari bahasa
Arab. Kamus al-Mabmudiyah (1934) karangan Syed Mahmud ibnu Almarhum
Abdul Qadir al-Hindi memberikan makna kata syair sebagai "karangan empat
baris yang sama sajak (s-j-?)nya pada akhir keempat-empat kalimat dan sama
pertimbangan perkataannya" (Syed Mahmud 1934:159). Dari konteksnya kita
fahami apa yang dimaksudkan dengan sajak (s-j-?) ialah persamaan bunyi di akhir
tiap-tiap baris atau rawi. Tentu saja keterangan yang terdapat dalam Kamus AlMahmudiyah sangat ringkas, karena penyusun kamus ini menyadari bahwa semua
orang Melayu pasti tahu apa itu syair (Siti Hawa Haji Salleh 2005:1).
Begitu pentingnya kedudukan syair ini dalam kebudayaan Islam atau
Melayu. Maka Al-Qur’an pun memuat perbincangan tentang syair ini dalam
beberapa ayat. Dalam Al-Qur’an Asy Syu’araa’ (26:224) dijelaskan bahwa para
penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.
Artinya:
Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.
Kemudian dalam surat yang sama Al-Qur’an Asy Syu’araa’ (26:225),
bahwa para penyair itu mengembara di tiap-tiap lembah.
Universitas Sumatera Utara
Artinya:
Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap
lembah
Yang dimaksud dalam ayat ini ialah bahwa sebagian penyair-penyair itu
suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang
tertentu dan tidak punya pendirian.
Di ayat lain yaitu ayat 226, diterangkan bahwa penyair itu hanya suka
mengatakan tetapi tidak melakukan apa yang dikatakannya. Selengkapnya firman
Allah dalam Al-Qur’an Asy Syu’araa’(26: 226) adalah sebagai berikut.
Artinya:
dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri
tidak mengerjakan(nya)?
Setelah memberikan peringatan bagi para penyair yang “menyimpang,”
di ayat 227 Allah memuji dan memberikan jaminan kepada para penyair yang
beriman dan beramal saleh, walau awalnya mereka
menderita dan dizalimi.
Selengkapnya Al-Qur’an surat Asy Syu’araa’(26: 227) sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Artinya:
Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal
saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah
menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan
mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.
Di dalam Al-Qur’an surah Yaasiin (36;69), sebagai pernyataan bahwa
Al-Qur’an itu bukan ciptaan Nabi Muhammad tetapi adalah wahyu Allah
melalui Malaikat Jibril, Allah berfirman sebagai berikut
Artinya :
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan
bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur.an itu tidak lain hanyalah
pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi tentang penyair dan syair tersebut di
atas, tampaknya adalah ingin meluruskan ide dan praktik terhadap sastra syair ini
dalam rangka tauhid kepada Allah, bukan sebaliknya “bermain dengan kata-kata”
untuk ingkar kepada Tuhan, dan memilih jalan syetan.
Dalam Dunia Melayu, lebih lanjut menurut Harun Mat Piah
para
pengkaji yang meneliti syair sepakat menyatakan bahwa kata syair berasal dari
bahasa Arab sy’r yang umumnya merujuk kepada pengertian puisi dalam apa-apa
jua jenisnya seperti yang difahami dalam istilah Inggris poem atau poetry (Harun
Mat Piah 1989:210). Sementara itu, dalam bahasa Arab kata sy’r melahirkan kata
sya’ir dengan membawa maksud penulis atau pencipta puisi, penyair, atau
penyajak.
Universitas Sumatera Utara
Dalam bentuk asalnya, syair tidak mungkin dikelirukan dengan seloka
dan gurindam karena cara penulisannya. Syair yang pada mulanya ditulis dalam
tulisan Jawi (Arab Melayu), ditulis berpasang-pasangan, yaitu dua kalimat (ayat)
pada baris pertama dengan dipisahkan oleh suatu tanda hiasan atau bunga di
tengah-tengahnya. Biasanya dua pasangan ayat (yaitu empat baris) mempunyai
bunyi akhir sama, walaupun kadang-kadang ditemui sepasang ayat sahaja yang
mempunyai rima akhir yang sama (Siti Hawa Haji Salleh 2005:4).
Kekeliruan terjadi ketika syair
dalam tulisan Jawi diperturunkan ke
dalam tulisan rumi (Romawi) dan mungkin karena keterbatasan ruang, empat
baris syair berpasang-pasangan terpaksa diletakkan sebagai suatu rangkap yang
terdiri dari empat baris. Baris-baris syair ini biasanya ditransliterasikan dalam
bentuk yang sangat berbeda dengan yang asalnya dalam tulisan jawi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Tulisan Jawi
Sumber: Siti Hawa Haji Salleh (2005:4)
Hijrat’l-Nabi ‘alaihi’l-salam,
Seribu tiga ratus bilangan Islam,
Bertambah empat bilangan malam,
Buan Jumadi’l-awal sepuluh malam.
Hari Thalatha mula disurat,
Syair dikarang fakir yang larat,
Dari hai sangat kelurat,
Disuratkan sedikit tamsil ibarat.
Baris-baris membawa maksud atau amanat syair, semuanya membawa
maksud amanat yang berkaitan dan jika ditransliterasikan ke dalam tulisan Latin
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk rangkap empat baris, maka mudah dikelirukan dengan seloka (Siti
Hawa Haji Salleh 2005:5).
Za’ba dalam bukunya Ilmu Mengarang Melayu (1962 dan sebelumnya)
menyatakan bahwa penulisan syair tidaklah terkungkung pada monorima saja.
Beliau mengemukakan beberapa contoh yang memperlihatkan variasi yang
berbeda, seperti syair dua baris serangkap berima a/b, a/b, a/b, dan seterusnya;
syair tiga baris serangkap dengan rima a/a/b, a/a/b, dan seterusnya; syair empat
baris serangkap berima a/a/a/b, c/c/c/d, dan seterusnya.
Contoh dua baris serangkap berima a/b, a/b:
Dihitung banyak tidak terkira,
Apabila dijumlahkan menjadi satu.
Melompat tak seperti kera,
Hanya tak pandai memanjat pintu.
Menghidupi memelihara,
Tetapi orang benci bercampur bersatu.
(Za’ba 1962:236 dalam Harun Mat Piah 1989:232).
Contoh syair tiga baris serangkap berima a/a/b, a/a/b:
Islam kita wei kejatuhan,
Sebab karut masuk tembahan,
Quran hadis terbulang-baling.
Universitas Sumatera Utara
Hadis firman dapat ubahan,
Maksud hakiki perpecahan,
Punding bengkok kena perguling.
(Za’ba 1962:235 dalam Harun Mat Piah 1989:232)
Contoh syair empat baris serangkap berima a/b/a/b.
Kamilah raja tuan di sini,
Harta pun kami yang punya,
Orang yang duduk di bumi ini,
Mendengar kami gentar semuanya.
Bukalah pintu kami titahkan,
Nabi Sulaiman empunya perintah,
Jangan sekali kamu ingkarkan,
Derhaka kamu jika dibantah.
(Za’ba 1962:234 dalam Harun Mat Piah 1989:234)
Contoh syair empat baris serangkap berima a/a/a/b, c/c/c/d
Wahai Ramadhan syahar berpangkat,
Tuan kemana lenyap berangkat?
Dukanya kami tidak bersukat,
Hendak menurut tidak berdaya.
Sekali setahun tuan bermegah,
Universitas Sumatera Utara
Menjelang kami sebulan singgah,
Kami bercengkerama belum semenggah,
Tuan pun lenyap dari dunia.
Syair empat baris serangkap berima a/a/a/b, c/c/c/d, e/e/e/f, dan diulang
semula:
Kalau kita ditanya orang:
Kemudi manusia apakah gerang?
Berilah jawab dengannya terang:
Akal, akal, akal, akal.
Kalau kita lagi ditanya:
Haluan manusia apa ditanya?
Berilah jawab yang sempurna:
Hati, hati, hati, hati.
Kalau kita ditanya pula:
Perahu manusia nayatakan sila,
Terangkan dengan berhati rela:
Ilmu yang sihat, ilmu yang sihat.
(Za’ba 1962:107-8 dalam Harun Mat Piah 1989:237)
Meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti A. Teeuw
yang menggunakan pendekatan ekstensif (emik) dan Syed Naquib al-Attas yang
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pendekatan intensif, para sarjana ini tidak dapat menafikan bahwa
dalam realitinya Hamzah Fansuri yang memesatkan penggunaan syair dalam
perkembangan kesusastraan Melayu. Oleh karenanya, soalan yang perlu dibagi
jawaban ialah sangat menentukan seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah
(1989:216):
Pertamanya, apakah syair itu merupakan bentuk puisi MelayuIndonesia yang asli (purba), ertinya telah ada sebelum kedatangan
Islam atau, keduanya, benarkah syair dikarang dandicipta oleh
Hamzah Fansuri dan hanya dikenali dan berkembang selepas
Hamzah Fansuri (m. 1630 Masihi)
Harun Mat Piah mengemukakan empat kesimpulan berasaskan kepada
berbagai-bagai pendapat dan polemik yang timbul berhubung dengan syair yang
dikemukakan oleh para sarjana. Tanpa mengulangi satu per satu penghujahan
yang dikemukakan oleh para sarjana dan mengulangi lagi asal-usul syair dan lainlain yang berkaitan dengannya, kita lihat keempat simpulan mengenai syair yang
dikemukakan oleh Harun Mat Piah (1989:209-210).
(1) Bahwa istilah syair berasal dari bahasa Arab; dan penggunaannya dalam
bahasa Melayu hanya sebagai istilah teknik.
(2) Bahwa syair Melayu itu, walau ada kaitannya dengan puisi Arab, tetapi tidak
berasal dari syair Arab dan Persia, atau sebagai penyesuaian dari mana-mana
genre puisi Arab atau Persia. Dengan perkataan lain, syair adalah cipataan
asli masyarakat Melayu.
(3) Ada kemungkinan syair itu berasal dari puisi Melayu Malaysia-Indonesia asli.
(4) Bahwa syair Melayu dicipta dan dimulakan penyebarannya oleh Hamzah
Fansuri dan beracuankan puisi Arab-Persia.
Universitas Sumatera Utara
Pengkaji lainnya yaitu Mohd. Yusof Md. Nor dan Abdul Rahman Kaeh
(1985:vii) mengemukakan empat kesimpulan juga, namun sedikit berbeda dengan
kesimpulan yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah, yaitu:
(1) Karena kata syair datangnya dari Arab-Persia, maka syair dianggap datang
dari luar.
(2) Meskipun kata syair ada kaitannya dengan bahasa Arab-Persia, tetapi bentuk
syair ialah ciptaan orang Melayu di Nusantara ini.
(3) Syair sudah ada sejak abad kelima belas di Melaka.
(4) Syair dikarang oleh Hamzah Fansuri dan berkembang selepasnya.
Sementara Siti Hawa Salleh menambahkan bahwa selain simpulan
seperti di atas ada sebuah lagi aspek yang berkaitan dengan eksistensi syair di
dunia Melayu.
Menurutnya,
kegiatan keagamaan dalam tradisi merayakan
Maulidur Rasul (Maulid Nabi) memperkenalkan dan merapatkan masyarakat
Melayu dengan puisi barzanji. Mungkin pada mulanya puisi didendangkan dalam
bahasa Arab asalnya dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu
sambil memberi perhatian kepada rima akhir setiap baris. Akhirnya para penyair
Melayu sendiri mencipta puisi-puisi dengan berpandukan penulisan puisi barzanji.
Contoh-contoh yang dipetik dari buku barzanji memperlihatkan bahwa bentuk
penciptaan puisi itu ialah bentuk syair seperti yang wujud sekarang. Kegiatan
menyanyikan puisi barzanji dalam majlis Maulidur Rasul (maulid Nabi) setiap
tahun pasti meninggalkan kesan terhadap selera puisi masyarakat Melayu.
Dengan itu, tentulah sedikit sebanyak lagu barzanji ini memainkan peranan dalam
menyebarkan penciptaan puisi jenis ini yang akhirya bernamakan syair. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu, tidak dapat dinafikan bahwa minda masyarakat Melayu lebih mudah
menerima puisi barzanji dengan struktur kalimat dan rima akhirnya karena
kebiasaan mereka dengan bentuk puisi yang sedia ada dalam kesusastraannya
sendiri.
Dengan wujudnya berbagai-bagai jenis syair dalam kesusastraan Melayu,
ternyata bahwa puisi jenis ini amat disukai oleh masyarakat Melayu zaman silam.
Syair menyediakan satu lagi cara untuk menyampaikan cerita selain bentuk prosa.
Walaupun pantun berkait berdaya menyampaikan sesuatu kisah yang panjang,
menuruti penceritaannya dapat memberikan tekanan kepada pembaca atau
pendengar karena struktur pantun berkait yang terpaksa mengulang sebut maksud
dalam rangkap awal sebelum mengungkapkan informasi dalam rangkap yang
berikutnya. Oleh itu, pantun berkait tidak digunakan secara meluas untuk
menyampaikan cerita yang panjang-panjang seperti yang dapat dilakukan oleh
syair (Siti Hawa Salleh 2005:23).
Dalam Dunia Melayu hampir setiap genre kesusastraan Melayu
tradisional mempunyai versinya dalam bentuk syair, selain dalam bentuk prosa
hingga terdapat satu kumpulan karya yang besar tercipta dalam bentuk syair.
Dengan demikian, dalam perbendaharaan kesusastraan Melayu terdapat syair
agama, syair sejarah, syair hikayat, syair nasehat, dan lain-lain.
Syair juga
muncul dalam karya prosa tradisional, baik untuk selingan maupun penghias
bahasa dan juga dapat sebagai penyampai alternatif. Kepopularannya dikekalkan
melalui iramanya yang tersendiri hingga syair termasuk ke dalam kumpulan
Universitas Sumatera Utara
dendangan irama asli 13, menjadi sebahagian dari nyanyian dalam persembahan
bangsawan dan mempunyai peminat atau audiensnya sendiri.
Contoh syair
dalam Dunia Melayu: (a) syair sejarah (Syair Sultan Maulana, Syair Perang
Mengkasar, Syair Muko-Muko), (b) syair keagamaan (Syair Makrifat, Syair
Mekah dan Medinah, Syair Hari Kiamat), (c) syair hikayat/hiburan/romantis
(Syair Harith Fadzillah, Syair Gul Bakawali, Syair Jauhar Manikam), (d) syair
hikayat panji (Syair Ken tambuhan, Syair Panji), syair nasihat (Syair Nasihat,
Syair Nasihat Pengajaran untuk Memelihara Diri, Syair Nasihat kepada
Pemerintah), dan (e) syair perlambangan, kiasan atau sindiran (Syair Ikan
Terubuk, Syair Ikan Tongkol, Syair Bereng-bereng) (Siti Hawa Haji Salleh
2005:24).
13
Sebenarnya syair ini tidak boleh dikategorikan sebagai irama asli atau kalau di Sumatera
Utara disebut irama senandung, yang temponya lambat yaitu sekitar 60 ketukan asas per minitnya.
Ditulis dalam birama atau sukatan 4/4. Dalam satu siklus (pusingan) memerlukan delapan ketukan
asas. Dengan onomatopeik bunyi 4 ketukan awal diisi oleh suara tak, dan empat berikutnya dang,
dang , tung,
tung, dang, dang dan tung.
Dengan nota lengkap sebagai berikut:
. Pada bahagian melodi selang (interlude) digunakan
rentak inang atau mak inang dalam 4/4 dan bahagian isi meter bebas bukan rentak ata irama asli.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Kitab Barzanji
Universitas Sumatera Utara
4.3
Adab Munajat
Adapun adab saat melakukan munajat adalah :
1.
Dilakukan berulang ulang diwaktu tertentu
2.
Dengan sungguh sungguh dan sepenuh hati
3.
Dimulai dengan nama Allah, memuji Allah disertai dengan shalawat kepada
nabi Muhammad SAW.
4.
Diucapkan dengan jelas
5.
Diucapkan doa itu sesudah taubat lebih dulu
6.
Penuh harap akan dikabulkan
7.
Penuh keyakinan akan diterima
8.
Penuh takut akan ditolak
9.
Senantiasa memohon kepada Allah
Apabila dilihat dari adab dalam melakukan munajat, selalu dimulai
dengan memuji Allah dengan asmanya (namanya). Hal ini merupakan estetika dan
etika seorang hamba yang akan meminta kepada tuhannya. Allah swt memiliki 99
(sebilan puluh sembilan) nama mulia yang disebut Asma AL- Husna.
1.
Allah
2.
Ar Rahman
: yang maha pengasih
3.
Ar Rahim
: yang maha penyayang
4.
Ar Malik
: yang maha menguasai segalanya
5.
Al Quddus
: yang maha suci
6.
Al Salam
: yang menjamin keselamatan
7.
Al Mu’min
: yang mengamankan semua makhluk
Universitas Sumatera Utara
8.
Al Muhaymin
: yang maha tahu
9.
Al Aziz
: yang maha perkasa
10. Al Jabbar
: yang maha kuat
11. Al Mutakabbir
: yang memiliki keagungan
12. Al Khaliq
: yang maha pencipta
13. Al Bari
: yang menjadikan segala sesuatu
14. Al Musawwir
: yang memberi segala bentuk
15. Al Ghaffar
: yang maha pemberi ampun
16. Al Qahhar
: yang maha menaklukkan
17. Al Wahhab
: yang maha pemberi
18. Al Razzaq
: yang maha pemberi rizki
19. Al Fattah
: yang maha menang
20. Al Alim
: yang maha mengetahui
21. Al Qabit
: yang maha mengendalikan rizki
22. Al Khafid
: yang merendahkan derajat
23. Al Basit
: yang melapangkan rizki
24. Ar Rafi
: yang meninggikan derajat
25. Al Mu’izz
: yang memuliakan
26. Al Mudhill
: yang menghinakan
27. As Sami
: yang maha mendengar
28. Al Basir
: yang maha melihat
29. Al Hakam
: yang menetapkan hukum
30. Al Adl
: yang maha adil
Universitas Sumatera Utara
31. Al Latif
: yang maha lembut
32. Al Khabir
: yang maha waspada
33. Al Halim
: yang maha penyantun
34. Al Azim
: yang maha agung
35. Al Ghafur
: yang maha pengampun
36. Ash Shakur
: Maha berterima kasih
37. Al Ali
: yang maha tinggi
38. Al Kabir
: yang maha besar
39. Al Hafiz
: yang maha memelihara
40. Al Muqit
: yang memberi makan
41. Al Hasib
: yang maha menghitung
42. Al Jalil
: yang maha sempurna
43. Karim
: yang maha pemurah
44. Ar Raqib
: yang maha mengawasi
45. Al Mujib
: yang mengabulkan doa
46. Al Wasi
: yang maha luas
47. Al Hakim
: yang maha bijaksana
48. Al Wadud
: yang maha mengasihi
49. Al Majid
: yang maha mulia
50. Al ba’ith
: yang membangkitkan
51. Ash Shaid
: yang maha menyaksikan
52. Al Haqq
: yang maha benar
53. Al Wakil
: yang maha mengawasi
Universitas Sumatera Utara
54. Al Qawi
: yang maha kuat
55. Al Matin
: yang maha teguh
56. Al Wali
: yang menolong
57. Al Hamid
: yang maha terpuji
58. Al Muhsi
: yang maha menghitung
59. Mubdi
: yang memulai segala sesuatu
60. Al Mu’id
: yang mengembalikan
61. Al Muhyi
: yang menghidupkan
62. Al Mumit
: yang mematikan
63. Al Hayy
: yang maha hidup
64. Al Qayyum
: yang berdiri sendiri
65. Al Wajid
: yang maha ada
66. Al Majid
: yang maha mulia
67. Al Ahad
: yang maha esa
68. As Samad
: yang menjadi tempat memohon
69. Qadir
: yang maha kuasa
70. Al Muqtadir
: yang sangat berkuasa
71. Al Muqqadim
: yang mendahulukan
72. Al Mu’akhhir
: yang mengakhirkan
73. Awwal
: yang maha awal
74. Al Akhir
: yang maha akhir
75. Al Zahir
: yang maha nyata
76. Al Batin
: yang tidak kelihatan
Universitas Sumatera Utara
77. Al Wali
: yang menguasai
78. Al Muta’ali
: yang maha tinggi
79. Al Barr
: yang melimpahkan kebaikan
80. At Tawwab
: yang menerima taubat
81. Al Muntaqim
: yang membalas perbuatan dosa dengan
siksanya
82. Al Afu
: yang memberi maaf
83. Ar Ra’uf
: yang banyak rahmatnya
84. Mlik al Mulk
: yang menguasai segalanya
85. Dhul Jalal Wal Ikram
: yang memiliki keagungan dan kemuliaan
86. Al Muqsit
: yang maha adil
87. Al jami
: yang menghimpun
88. Al Ghani
: yang maha kaya
89. Al Mughni
: yang memberi kekayaan
90. Al mani
: maha pembela
91. Ad Darr
: yang mendatangkan kerusakan
92. An nafi
: yang memberi manfaat
93. An Nur
: yang bercahaya
94. Al hadi
: yang memberi petunjuk
95. Al Badi
: yang menciptakan yang pertama kali
96. Al Baqi
: yang maha kekal
97. Al Warith
: yang maha mewarisi
98. Ar Rashid
: yang maha pandai
Universitas Sumatera Utara
99. As Sabur
: yang maha sabar
4.4 Syarat-syarat Penyaji Munajat
Pembaca munajat di madrasah Babussalam diangkat dan dihunjuk oleh
tuan guru yang memimpin Babussalam. Pembaca munajat dimadrasah
berhubungan dengan aktifitas bilal serta kenaziran yang bertugas melaksanakan
dan mengurusi madrasah dalam kesehariannya. Adapun kriteria yang menjadi
syarat untuk menjadi pembaca munajat dimadrasah Babussalam adalah sebagai
berikut :
1.
Suaranya bagus bisa menarik perhatian umat/Masyarakat.
Maksud dari bagus dan menarik perhatian umat dalam hal ini adalah
pembaca munajat haruslah faham akan cengkok lagu dan alunan melodi munajat
yang dibacakan serta dapat menghayati setiap isi dari bait baitnya, dengan
demikian diharapkan bisa menarik perhatian dari yang mendengarnya.
2.
Membaca syairnya harus fasih.
Fasih dalam hal ini adalah pembaca munajat haruslah mampu untuk
membacakan munajat dengan benar, baik bentuk kalimat dalam bahasa melayu
maupun kalimat yang mengandung unsur bahasa arab yang terdapat pada syair
munajat tersebut. Hal ini menjadi penting karena salah dalam pengucapan kata
akan mengakibatkan perbedaan penafsiran khususnya kata yang berasal dari
bahasa Arab.
3.
Seorang yang melakukan pembacaan munajat itu memang benar benar
melakukan salat lima waktu secara rutin dimadrasah Babussalam.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena pembacaan munajat adalah salah satu tugas rutin yang
dilakukan seorang bilal di madrasah Babussalam maka seorang pembaca munajat
haruslah orang memiliki waktu
melaksanakan salat lima waktu dimadrasah
Babussalam dalam kesehariannya. Disamping itu pemahaman dan mengamalan
syariat Islam juga menjadi syarat yang mutlak untuk menjadi bilal dimadrasah
Babussalam. Syarat ini sangat penting mengingat ketatnya faham tuan guru Syekh
Abdul Wahab Rokan tentang ketentuan ini, sehingga beliau tidak pernah
mengizinkan untuk didirikannya masjid diBabussalam salah satunya adalah
karena beliau takut nantinya kenaziran akan diisi oleh orang orang yang tidak
memenuhi syarat ilmu dan iman setelah dia berpulang ke Rahmatullah.
4.
Suaranya lembut tidak fals
Suara yang lembut dan tidak fals yang dimaksudkan disini adalah suara
yang dapat mengikuti alunan munajat yang dibacakan oleh bilal bilal lainnya
sehingga alunan nada dan iramanya tidak berbeda dari yang biasa dilakukan. Hal
ini menjadi penting karena masyarakat diBabussalam adalah masyarakat yang
minimal mendengarkan munajat dua kali dalam sehari sehingga syair, melodi dan
cengkok munajat sudah sangat melekat bagi masyarakat di daerah tersebut.
5.
Aktif didalam pelaksanaan ibadah.
Aktif yang dimaksud adalah disiplin dalam waktu dan benar benar
melaksanakan tugasnya tanpa pamrih apapun. Keaktifan dalam kehadiran sangat
dibutuhkan karena mengingat diBabussalam setiap subuh bilal sedah mulai
beraktifitas jam 04..00 WIB untuk membaca munajat.
Universitas Sumatera Utara
6.
Mampu mengukur kecepatan bacaan agar dapat sampai tepat waktu pada saat
masuknya azan.
Kemampuan
ini
merupakan
kemampuan
yang
didapatkan
dari
pengalaman. Seorang pembaca munajat yang baik akan dapat mengatur kecepatan
tempo bacaan agar dapat selesai tepat waktu pada saat masuknya waktu azan.
Oleh karena itu seorang calon bilal atau pembaca munajat pada awalnya tidak
serta merta diberikan tanggung jawab untuk membaca munajat, tetapi harus
mengikuti aktifitas bilal bilal lainnya seperti menyimak bacaan munajat terlebih
dahulu sampai benar benar dapat memahaminya.
4.5 Teks Syair Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy
Naqsyabandy
Berikut ini adalah syair munajat yang menjadi tradisi dan kerap
dibacakan setiap hari di Desa Babussalam
MUNAJAT
1. Yaa Allah yaa tuhan kam
Tiliki olehMu ya Allah akan diri kami
Siang dan malam sepanjang waktu kami
Inilah pinta kami ya Allah ya tuhan kami…
Universitas Sumatera Utara
2. Ampuni olehmu akan dosa kami
`Demikian lagi ya Allah dosa ibu bapak kami
Sekalian muslimin kaum keluarga kami
Sekalian jemaah dan ahli guru kami…
3. Janganlah hampakan akan pinta kami
Tiada siapa yang lain lagi ya Allah tempat pinta kami
Dengan berkat Hikmah pertama guru kami
Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan rabittah kami…
4. Kami ini orang berdagang
Dosa kami banyak amal kami kurang
Asikkan dunia pagi dan petang
Harap diampuni ya Allah tuhan penyayang…
5. Yaa hayyu yaa khoyyum yaa Allah
Jauhkan bala hampirkan nikmat
Negeri kami ini diamankan Allah
Berkat tuan Syekh Sulaiman Zuhdi wali yang megah…
Universitas Sumatera Utara
6. Yaa Allah yaa rahman
Karuniai kami ta’at dan iman
Berkat keramat tuan Syekh Sulaiman
Negerinya Khorimi wali yang arfaan…
7. Yaa Allah yaa rahiim
Karuniai kami hati yang salim
Berkat keramat wali yang karim
Tuan Syekh Abdullah Afandi dibiladul ‘azhiim…
8. Yaa Allah yaa bashiir
Karuniai kami kuat berzikir
Siang dan malam janganlah mungkir
Berkat Maulana Kholid Baghdadi wali yang kabir…
9. Yaa Allah yaa hadii
Kurniai kami pikir dan budi
Siang dan malam bertambah jadi
Berkat tuan Syekh Abdullah Dahlawy dinegeri hindi…
Universitas Sumatera Utara
10.
Yaa Allah yaa qhafaar
Karuniai kami faidhol anwar
Berkat tuan Syekh Mu’ali Muzhar
Syamsudin wali yang akbar…
11.
Yaa Allah yaa nurani
Limpahkan cahayamu ya Allah yang amat murni
Kepada kami yang sekampung ini
Berkat Muhammad Nur biduani…
12.
Yaa Allah ya Naashruddin
Karuniai kami Mukasyafah dan yakin
Garam dilaut Bahrul yaqiin
Berkat aulia Allah Tuan Syekh Syaifuddin…
13.
Yaa Allah yaa qoiyyum
Kurniai kami ya Allah bau yang harum
Berkat tuan Syekh sirril maktuum
Ialah wali Allah Muhammad ma’’sum…
Universitas Sumatera Utara
14.
Yaa Allah robbi
Kurniai kami ya Allah Wuquf Qolbi
Berkat Ahmad keramat ‘Ajabi
Namanya yang masyhur imamu robbi…
15.
Yaa robbi ya Allah
Tambahi Wuquf dengan Muraqabah
Pinta kami ini tuan hamba segerakanlah
Berkat Muhammad Baqi wali yang Megah..
16.
Yaa karim yaa Allah
Kekalkan kami didalam Muraqabah
Siang dan malam harapkan tambah
Berkat khiwajaki wali yang indah…
17.
Yaa Wahab yaa Allah
Kurniai kami Muraqabah Ahadiah
Tulus dan ikhlas memandang zat Allah
Berkat Muhammad Darwis Waliullah…
Universitas Sumatera Utara
18.
Ya wahid yaaa Allah
Bukakan dinding hijab basyariah
Alam yang ghaib nyata terangla
Berkat Maulana Zahid yang Fana Fillah…
19.
Yaa Fatah Yaa Allah
Terangkan jalan jangan tersalah
Supaya nyata af’alullah
Berkat khawajah’ubaidullah…
20.
Yaa Allah ya Ghoffari
Kekalkan ahadiah ya Allah sehari-hari
Sekalian ikhwalnya hendaklah diberi
Berkat Tuan Syekh Ya’kub Jarkhi Khasari…
21.
Yaa Allah yaa Wahab
Muraqabah Mu’iah pula yang kami harab
Berkat A’thari do’anya mustajab
Namanya Muhammad Qutubul Aqthob…
Universitas Sumatera Utara
22.
Yaa Allah Yaa Robbi
Segerakan olehmu ya Allah pinta kami ini
Sekalian ikhwalnya besar dan seni
Nyatakan kepada kami yang hadir ini…
23.
Kami meminta demikian ulah
Berkat himmah Syekh Naqsyabandiah
Namanya Muhammad Bukhari waliullah
Kepada sekalian ‘Alam keramatnya melimpah…
24.
Berkat Said Kulal wali yang maha mulia
Kurniai kami ya Allah sekalian cahaya
Supaya hilang daya dan upaya
Memandang zat Allah yang maha mulia…
25.
Berkat Muhammad Babasyamasyi
Hampirkan kepada kami ‘Arasy dan kursi
Supaya terbezakan kami antara api dan besi
Supaya tahu kami kulit dan isi…
Universitas Sumatera Utara
26.
Berkat ‘Ali Rahmani
Karuniai kami Ilmu Laduni
Mudah-mudahan hampir tuhan yang ghani
Kepada kami hamba yang fani…
27.
Berkat Mahmud aulia Allah
Dunia dan akhirat dia bencilah
Semata mata berhadap kepada zat Allah
Berilah kami yang demikian ulah…
28.
Berkat ‘Arif riyukuri
Kami mohonkan hampir tiada terperi
Kepada Allah tuhan yang memberi
Demikian laku kami sehari-hari…
29.
Tambahi oleh-Mu hasil kami ini
Berkat Abdul Khaliq Fajduwani
Terlebih hampirnya daripada urat wajdaini
Dirasai Ma’rifat iman nurani…
Universitas Sumatera Utara
30.
Berkat Yusuf Hamdani
Kurniai juga ya Allah hamba-MU ini
Akan ilmu hikmah dan laduni
Musyahadah Muqarabah kepada tuhan Robbani…
31.
Berkat Ali Permadi Khutub yang pilihan
Kami mohonkan juga ya Allah kepada-Mu tuhan
Sekalian pinta itu tuan hamba tambahkan
Janganlah juga ya Allah ditahan-tahan…
32.
Berkat Mahbubus subhani
Tuan Syekh Abu Hasan Khorgani
Tolonglah kami mengerjakan Thariqat ini
Jangan dibimbang anak dan bini…
33.
Berkat tuan Syekh Abu Yazid Busthani Sulthan Arifin
Kurniai kami ya Allah Mahabbah dan Tamkin
Akan Allah robbil ‘alamin
Kekalkan selama-lamanya ya Allah ilaa yaumidiiin…
Universitas Sumatera Utara
34.
Berkat Syaidina Jakfar Shadiq
Peliharakan kami ya Allah dari pada kufur dan zindiq
Dan daripada fitnah kakak dan adik
Dan dari pada kejahatan yang dijadikan Khaliq…
35.
Berkat Syaidina KOsim anak Muhammad
Tuhan kami Allah nabi kami Muhammad
Kami mohonkan aman serta selamat
Dari pada dunia ini sampai ke akhirat…
36.
Berkat keramat raja Salman
Dunia akhirat kamipun aman
Dijauhkan daripada iblis dan syaitan
Siang dan malam sepanjang zaman…
37.
Kami mohonkan kepada tuhan yang Qohar
Berkat siddiq Saidina Abu Bakar
Ialah sahabat nabi yang Mukhtar
Didhoifkan Allah bicara kuffar…
Universitas Sumatera Utara
38.
Berkat Syafaat Saidal Anam
Ialah Nabi Rasul yang KIram
Kuat dan aman sekalian Islam
Sepanjang siang sepanjang malam…
39.
Yaa Nabi kami kekasih Allah
Sungguhlah tuan hamba Muhammad Rasulallah
Rupa yang maha mulia itu tuan hamba nyatakanlah
Akan syafaat tuan hamba sangat kami haraplah…
40.
Berkat Jibril aminullah
Kami ini ditolong Allah
Mengembangkan Thariqat Naqsyabandiah
Siapa yang dengki pulang ke Allah…
41.
Kami mohonkan kepada Allah
Sekalian pinta itu tuan hamba perkenankanlah
Tambahi pula mana mana yang indah-indah
Kami harap juga ya Allah kurniai melimpah…
Universitas Sumatera Utara
42.
Yaa Allah ya robbal ‘izzati
Tolonglah kami berbuat bakti
Selama hidup sampai ke mati
Berkat Syafaat sekalian Sedati…
43.
Kayakan kami ya Allah dunia dan akhirat
Peliharakan kami daripada sekalian Mudarat
Apa-apa yang kami maksud mana-mana yang kami hajat
Kecil dan besar sekalian dapat…
44.
Amin amin amin ya robbil ‘alamin
Berkat Syafaat Nabi Muhammad saidil mursalin
Berkat malaikat yang Mukarrabin
Serta sekalian hamba-Mu ya Allah yang Sholihin…
Amiiiin…
4.6 Analisis Semiotik dan Atqaqum
Dalam syair munajat yang tertera diatas, maka permohonan tanda dan
penanda dapat diaplikasikan dalam teori yang digunakan oleh para ahli yaitu
Charles Sanders Pierce, adapun semiotik munajat tuan guru tersebut adalah:
1.
Analisis semiotiknya Charles Sanders Pierce untuk munajat tuan guru Syekh
Abdul Wahab Rokan.
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
a.
Yaa Allah yaa tuhan kami
Tiliki olehMu ya Allah akan diri kami
b.
Allah
: nama tuhan (R)
Tiliki olehmu
: perhatikan olehmu (O)
Akan diri kami
: tujuanku agar memperhatikanku (I)
Siang dan malam sepanjang waktu kami
Inilah pinta kami ya Allah ya tuhan kami…
Allah
: nama tuhan (R)
Siang malam sepanjang waktu
: Selama hidup / dalam kehidupan
(O)
Inilah pinta kami
: yang menjadi tujuan (I)
Sedangkan yang menjadi icon, index dan symbol menurut Pierce adalah :
icon
: Diri
index
: Allah/Tuhan
Munajat (doa) merupakan dialog dengan tuhan yang maha kuasa lagi
maha pemberi. Hal ini mulai berlaku semenjak manusia merasa dirinya lemah, aib
dan serba kekurangan. Mereka berusaha mencari yang serba lebih dari dirinya,
dan kepadanya dia akan mengadukan halnya, membagi perasaan dan kemudian
meminta perlindungan. Kadang kadang mereka meminta sesuatu yang ia rasa
dapat menolongnya, yaitu kepada Tuhan yang maha kuasa.
Universitas Sumatera Utara
Munajat sebetulnya merupakan suatu realisasi penghambaaan dan
merupakan media komunikasi antara makhluk dengan Khaliqnya, dimana akan
dicurahkan segala isi hatinya yang paling rahasia, dengan doa tersebut manusia
merasa bertatap muka dengan Khaliqnya, khaliq yang telah memberikan amanat
kepercayaan sebagai Khalifah dimuka bumi. Dengan doa tersebut makhluk
memohon petunjuk dan perlindungan agar selama mengaku kekhalifahan dibumi
ini senantiasa dalam jalan yang dikehendakinya.
Doa pada perinsipnya merupakan kunci dari segala kebutuhan hidup
didunia dan akhirat. Doa juga merupakan bukti penghambaan kepada Allah hal ini
dapat dilihat dari firman Allah dalam Hadits Qudsi, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya : “barang siapa yang tidak berdoa
kepadaku, niscaya aku murka kepadanya”.
Adapun contoh kajian teks ini dengan pendekatan teori atqaqum adalah
sebagai berikut :
Yaa Allah yaa bashiir
Karuniai kami kuat berzikir
Siang dan malam janganlah mungkir
Berkat Maulana Kholid Baghdadi wali yang kabir…
Dalam bait ini penekanan permohonan terlihat pada kalimat “karuniai
kami kuat berzikir”. Makna dari zikir sesungguhnya adalah “ingat” kepada Allah.
Berzikir adalah bentuk rasa cinta dan syukur kepada Allah, seorang yang
sedang dilanda cinta yang bersangatan kepada Allah akan tercermin baik dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk ucapan maupun perbuatannya. Dimulai dengan menyebut nyebut namanya
seorang salik akan merasa dekat tuhannya yang akhirnya akan menyadari bahwa
dirinya tiada terpisahkan lagi dari kuasaNya.
Dalam Tarekat Naqsyabandiah bentuk penyerahan diri terdiri dari
beberapa tahapan yang dimulai dengan ritual bai’ah yakni penyerahan diri kepada
guru atau mursyid agar diterima sebagai pewaris ilmu. Selanjutnya penyerahan
diri terus dilakukan dengan melaksanakan bentuk bentuk amalan yang
diperintahkan oleh guru. Dalam kalimat syair diatas, dengan diberikannya
kekuatan dalam berzikir kepada seorang salik diharapkan dapat memperoleh
peningkatan ketaqwaan kepada Allah. Bukti dari iman hanya dapat diwujudkan
dengan bentuk ketaqwaan dan bentuk ketaqwaan tercermin dalam setiap aktifitas
amal dan ibadah seorang mu’min. Dalam hal ini Tarekat Naqsyabandiah
membuktikan ketaqwaannya melalui aktifitas zikir yang dilakukan secara terus
menerus baik dalam keadaan berjalan, duduk maupun berbaring.
4.7 Interpretasi Teks Munajat
Selanjutnya dalam bab ini penulis akan membahas apa yang menjadi
makna dari tiap baris kalimat dan bait syair munajat. Untuk menginterpretasikan
munajat ini penulis menggunakan pendekatan agama Islam yang berdasarkan
kepada pemahaman secara ilmu hakikat dan ilmu Tarekat yang dianut oleh aliran
Tarekat Naqsyabandiah serta mencoba menganalisanya menggunakan sudut
pandang estetika seni. Bentuk interpretasi itu seperti yang tertera dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Bait pertama
Yaa Allah yaa tuhan kami
Tiliki olehMu ya Allah akan diri kami
Siang dan malam sepanjang waktu kami
Inilah pinta kami ya Allah ya tuhan kami…
Bait ini memiliki makna sebagai permohonan kepada Allah agar
senantiasa mengawasi diri manusia sepanjang waktu siang dan malam. Kata tilik
didalam bait ini memiliki makna menjaga dan mengawasi segala aktifitas yang
dilakukan manusia baik aktifitas jasmaniah, ruhaniah maupun nuraniah.
Pemaknaan akan diri pada insan dalam ilmu tauhid dan tasawuf mengacu
kepada empat martabat yaitu :
1.
Diri tajali yaitu jasmani yang pada insan merupakan tubuh
2.
Diri terperi yaitu ruhani yang pada insan adalah ras
3.
Diri terdiri yaitu nurani yang pada insan adalah nyawa
4.
Diri sebenar diri yaitu rabbani yang pada insan adalah rahasia
Apabila dikaitkan diri ini dengan Allah maka:
1.
Diri tajali yaitu jasmani merupakan af’alnya Allah atau kekayaan Allah
2.
Diri terperi yaitu ruhani adalah asma’ Nya Allah atau nama bagi Allah
3.
Diri terdiri yaitu nurani adalah sifatNya Allah atau wajah bagi Allah
4.
Diri sebenar diri yaitu Rabbani adalah zatNya Allah
Universitas Sumatera Utara
Dari data diatas dapat dilihat bahwa keempat diri ini sesungguhnya
adalah dirinya Allah atau dengan kata lain zat, sifat, asma’ dan af’al inilah yang
bernama Allah. Oleh karena itu makna permohonan doa didalam bait ini adalah
diri nurani memohon kepada diri rabbani melalui diri ruhani (asma’) untuk
kepentingan dan kebutuhan diri jasmani. Dengan demikian didalam ilmu Tauhid
tidak ada manusia, yang ada hanya tuhan yang bernama Allah.
Bait kedua
Ampuni olehmu akan dosa kami
Demikian lagi ya Allah dosa ibu bapak kami
Sekalian muslimin kaum keluarga kami
Sekalian jemaah dan ahli guru kami…
Pada bait kedua ini permohonan doa ditujukan untuk pengampunan
segala dosa para ahli keluarga yang meliputi ayah, ibu, guru, jamaah, muslim,
kaum keluarga baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang
kerahmatullah. Demikian juga permohonan ampun akan dosa para jamaah Tarekat
Naqsyabandiah dan sekalian guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan. Dalam
ajaran Islam doa anak yang saleh akan dikabulkan Allah karena apabila seorang
manusia telah meninggal dunia maka segalanya akan terputus kecuali tiga hal
yaitu :
1.
Amal zariah semasa hidup
2.
Ilmu yang bermanfaat
3.
Doa anak yang saleh
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu mendoakan kedua orang tua adalah merupakan suatu
keharusan bagi seorang anak sebagai salah satu bentuk bakti kepada orang tua
karena melalui perantaraan kedua orang tua seorang anak terlahir keatas dunia ini.
Dengan kata lain orang tualah yang menjadi perantaraan Allah untuk memberikan
kehidupan pada seorang anak manusia. oleh karena itu tiada dapat terputus
hubungan tersebut walaupun orang tua telah dipanggil oleh yang maha kuasa.
Mendoakan para muslim kaum keluarga dan orang orang yang telah
memberikan pengajaran dan ilmu pengetahuan kepada kita juga merupakan suatu
yang diharuskan, karena ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui perantaraan
guru menjadi cahaya yang menerangi umat manusia dan muslim dalam menjalani
hidup baik didunia maupun diakhirat.
Bait ketiga
Janganlah hampakan akan pinta kami
Tiada siapa yang lain lagi ya Allah tempat pinta kami
Dengan berkat Hikmah pertama guru kam
Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan rabittah kami…
Syair Pada bait ini merupakan penguatan akan permohonan sebelumnya
agar Allah jangan mengabaikan permohonan tersebut karena Allahlah tempat
meminta dan hanya Allahlah yang dapat memberikan pertolongan. Hal ini sesuai
dengan ayat pada surat Al fatihah ayat ke 5.
Universitas Sumatera Utara
Artinya :
“Hanya engkaulah tempat kami memohon dan hanya engkaulah
yang dapat memberikan pertolongan.”
Kata hikmah pada baris ketiga berarti kebijaksanaan, kebijaksanaan yang
diberikan Allah kepada guru pertama dipersulukan Babussalam yaitu Syekh
Abdul Wahab Rokan yang merupakan rabithah atau perantara jamaah dalam
melakukan amalan kepada Allah.
Bait keempat
Kami ini orang berdagang
Dosa kami banyak amal kami kurang
Asikkan dunia pagi dan petang
Harap diampuni ya Allah Tuhan penyayang…
Kata berdagang pada bait ini merupakan perumpamaan akan kehidupan
manusia dipermukaan bumi ini. Manusia diibaratkan sedang melakukan
perantauan disebuah tempat yang bernama kehidupan dunia. Selama dalam masa
perantauan hendaklah manusia mendapatkan keberuntungan sebelum nantinya
pulang kembali ke tempat asalnya disisi Allah. Keberuntungan yang dimaksudkan
dalam hal ini adalah selama didunia hendaknya memperbanyak bekal berupa
ilmu, amal dan iman kepada Allah sehingga nantinya bila dipanggil oleh Allah
dapat mempertanggung jawabkan segala yang diperbuatnya pada saat hidup di
dunia.
Namun kelalaian dan khilaf selalu membayangi setiap aktifitas manusia,
oleh karena itu manusia hendaklah selalu beristiqhfar dan selalu memohon
Universitas Sumatera Utara
ampunan kepada Allah agar jangan terlalu asik dengan ketertarikan kepada nafsu
duniawi.
Bait kelima
Yaa hayyu yaa khoyyum yaa Allah
Jauhkan bala hampirkan nikmat
Negeri kami ini diamankan Allah
Berkat tuan Syekh Sulaiman Zuhdi wali yang megah…
Permohonan doa pada bait ini ditujukan kepada negeri agar selamat serta
dijauhkan dari mara bahaya berupa bencana. Permohonan ini dimintakan karena
mengingat semakin banyaknya umat Islam yang telah jauh dari Allah dengan
melupakanNya. Bencana dan bala itu akan datang apabila tidak ada lagi manusia
yang memohon ampun kepadaNya. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Al
Anfaal ayat 33.
Artinya:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu
(Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan
mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”.
Pemaknaan dari “kamu (Muhammad) pada ayat ini adalah Ilmu, Iman
dan Islam, oleh karena itu selama masih ada Ilmu, Iman dan Islam di dalam suatu
kaum dan bangsa maka Allah tidak akan menurunkan azab.
Universitas Sumatera Utara
Meminta ampunan dan taubat adalah sesuatu yang sangat disenangi Allah
seperti yang tertera dalam Al Quran surat Al-Ahzab ayat 73.
Artinya:
“sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki
danperempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan;
dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki
dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Syekh Sulaiman Zuhdi adalah guru serta mursyid dari Tuan guru Syekh
Abdul Wahab Rokan. Melalui penguatan akan rabithah inilah diharapkan
permohonan ini dapat dikabulkan Allah. Para Mursyid, Wali dan Syekh Syekh ini
merupakan orang orang saleh dan dekat dengan Allah sehingga permintaan yang
disertai dengan orang orang saleh ini dapat menjadikan doa akan makbul.
Bait ke enam
Yaa Allah yaa rahman
Karuniai kami ta’at dan iman
Berkat keramat tuan Syekh Sulaiman
Negerinya Khorimi wali yang arfaan…
Dibait syair yang keenam ini permohonan doa bertujuan agar Allah yang
maha pengasih memberikan kekuatan kepada hambanya untuk patuh kepada
Universitas Sumatera Utara
segala perintahnya dan menjauhi segala bentuk larangannya. Memiliki iman yang
kokoh serta meningkatkan iman dan Islam dalam bentuk amal ibadah.
Berkenaan dengan iman, didalam islam iman memiliki fardhu
dan
syarat. Adapun yang termasuk fardhu iman adalah :
1.
Mengikrarkan dengan lidah
2.
Mentasdikkan dengan hati
3.
Diperbuat dengan anggota tubuh serta mengikut kepada ijmak sahabat nabi
Yang termasuk kepada syarat iman itu ada sepuluh perkara yaitu :
1.
Kasih akan Allah Taala
2.
Kasih akan segala Malaikatnya
3.
Kasih akan segala kitabnya
4.
Kasih kepada wali Allah
5.
Kasih kepada Nabi Allah
6.
Benci akan segala seteru Allah
7.
Takut akan azab Allah
8.
Mengharap akan Rahmat Allah
9.
Mengerjakan segala suruhan Allah
10. Menjauhi segala larangan Allah
Syekh Sulaiman adalah Syekh dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah
yang menduduki peringkat ke 30 (tiga puluh) yang merupakan ayahanda dari
Syekh Sulaiman Zuhdi.
Universitas Sumatera Utara
Bait ke tujuh
Yaa Allah yaa rahiim
Karuniai kami hati yang salim
Berkat keramat wali yang karim
Tuan Syekh Abdullah Afandi dibiladul ‘azhiim…
Dalam bait ini permohonan bertujuan mendapatkan hati yang selamat dan
terhindar dari segala penyakit hati yang terdiri dari ujub, riya takabbur, sam’ah,
hasad, dengki, iri dan tinggi diri. Melalui para keramah para wali yang mulia. Hati
yang selamat adalah hati yang mendapatkan cahaya Ilahiah. Cahaya yang merasuk
dan meresap kedalam hati inilah yang menyebabkan seseorang bisa dengan
sepenuhnya mencintai dan mencurahkan perhatiannya hanya kepada Allah
semata. Sehubungan dengan hal ini, sebahagian ahli ma’rifat mengatakan : “
apabila iman itu ada di bagian luar hati, maka hamba akan mencintai akhirat dan
dunia, yakni sebagian mencintai Allah swt dan sebagian yang lain mencintai
dirinya. Dan apabila iman telah masuk kedalam lubuk hati maka ia akan
membenci dunianya dan ditolak kehendak hawa nafsunya”.
Tuan Syekh Abdullah Afandi adalah Syekh yang menduduki silsilah ke
29 (dua puluh sembilan) dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam.
Universitas Sumatera Utara
Bait kedelapan
Yaa Allah yaa bashiir
Karuniai kami kuat berzikir
Siang dan malam janganlah mungkir
Berkat Maulana Kholid Baghdadi wali yang kabir…
Permohonan doa pada bait kedelapan ini bertujuan agar mendapatkan
kekuatan untuk melakukan aktifitas zikir pada setiap hari. Aktifitas berzikir
merupakan salah satu yang terpenting dalam tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiah.
Kegiatan ini dilakukan secara kontinu setiap hari hingga masyarakat menganggap
tasawuf atau Tarekat identik dengan orang orang yang hatinya selalu berzikir dan
ditangannya tiada pernah lepas atau pisah dengan tasbih.
Zikir pada hakikatnya adalah mengingat Tuhan dan melupakan apa saja
selain Allah sewaktu dalam berzikir. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
surat Al-Kahfi ayat 24
Artinya :
“Dan ingatlah kepada Tuhanmu, jika kamu lupa katakanlah mudah
mudahan Tuhanku akan memberikan petunjuk kepada yang lebih
dekat kebenarannya dari pada ini.”
Rasulullah saw pernah bersabda yang artinya “ orang orang yang
menyendiri (pertapa) adalah orang yang paling dahulu masuk surga”. Lalu salah
Universitas Sumatera Utara
seorang sahabatnya bertanya “ Wahai Rasulullah, siapakah pertapa itu?”
Rasulullah saw menjawab “ Pertapa ialah orang yang selalu mengingat Allah”
(H.R Tarmidzi dari Abi Hurairah).
Zikir asal mulanya adalah ash-shafa, artinya bersih dan hening.
Wadahnya adalah al-wafa, artinya menyempurnakan dan syaratnya adalah al
hudlur, artinya hadir sepenuh hati. Hamparannya adalah amal saleh dan
khasiatnya adalah pembukaan dari Tuhan Al Aziz Ar Rahim. Demikian menurut
keterangan Syekh Ahmad al Fathani.
Didalam Al Quran banyak sekali ayat ayat yang menyuruh berzikir
kepada Allah atau menganjurkan seseorang untuk berzikir diantaranya adalah
firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 41-42
Artinya :
“Hai orang orang yang beriman, berzikirlah dengan menyebut nama
Allah, zikir yang sebanyak banyaknya. Dan bertasbihlah padanya pada
waktu pagi dan petang”.
Lalu Allah memberi peringatan kepada hambanya dalam surat AlBaqarah ayat 152
Artinya :
“ maka ingatlah kamu kepadaku, niscaya aku ingat kepadamu”.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat zikir untuk orang orang beriman di jelaskan dalam surat Ar Ra’d
ayat 28.
Artinya :
“Orang orang yang beriman hatinya tenteram karena mengingat Allah.
Ketahuilah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”.
Bait kesembilan
Yaa Allah yaa hadii
Kurniai kami pikir dan budi
Siang dan malam bertambah jadi
Berkat tuan Syekh Abdullah Dahlawy dinegeri hindi…
Bait ke sembilan diatas memiliki makna serta permintaan kepada Allah
untuk dikaruniai fikir dan budi. Berfikir adalah sesuatu yang sangat dianjurkan
Allah. Untuk mengembangkan pemikiran dibutuhkan ilmu pengetahuan yang
didapat dari suatu proses belajar.
Islam adalah agama yang menentang kebodohan, oleh karena itu ayat
yang pertama kali di turunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada
Rasulullah adalah surat Al ‘Alaq yang yang berisikan Iqro artinya “baca”.
Membaca yang dimaksud dalam ayat ini bukan saja menulis dan membaca tetapi
juga mempertanyakan serta mengkaji isi alam semesta.
Universitas Sumatera Utara
Bait kesepuluh
Yaa Allah yaa qhafaar
Karuniai kami faidhol anwar
Berkat tuan Syekh Mu’ali Muzhar
Syamsudin wali yang akbar…
Bait kesepuluh ini merupakan permohonan agar di karuniai faidhol anwar
yang berarti cahaya yang berlimpah. Limpahan cahaya yang dimaksud adalah
cahaya nurani yang merupakan cahaya kerasulan yang meliputi cahaya ilmu, iman
dan Islam.
Cahaya nur inilah yang menyinari baik di bumi maupun dilangit seperti
yang tertera dalam alquran surat an-Nur ayat 35
Artinya :
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang
di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di
sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) hampir-hampir
Universitas Sumatera Utara
menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang
dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Menurut para ahli tasawuf selama cahaya (Nur) ini masih ada maka
kiamat tidak akan terjadi dimuka bumi ini.
Nur ini juga yang menjadi asal empat unsur lembaga Nabi Adam yaitu
api, angin, air dan tanah. Dua unsur yang ada dilangit yaitu api, angin yang
merupakan urat, darah bagi Adam. Air, tanah yang merupakan tulang dan daging
bagi Adam. Keempat unsur ini dikatakan merupakan afalnya Allah. Keempat
unsur inilah yang berpulang kepada Nur tatkala melakukan ibadah salat.
Sewaktu berdiri tegak dipulangkanlah darah menjadi api, sewaktu ruku’
dipulangkannya urat menjadi angin, diwaktu sujud dipulangkannya daging
menjadi tanah dan diwaktu duduk dipulangkannya tulang menjadi air dan semua
api, angin, air dan tanah ini akan kembali dan berpulang kepada Nur.
Bait kesebelas
Yaa Allah yaa nurani
Limpahkan cahayamu ya Allah yang amat murni
Kepada kami yang sekampung ini
Berkat Muhammad Nur biduani
Maksud dari bait munajat diatas adalah untuk memohon kepada Allah
agar diberikan limpahan penerangan
iman serta cahaya hidayah kepada
masyarakat kampung Babussalam. Limpahan cahaya yang dimaksudkan dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini dapat berupa jalan yang terang agar tidak tersesat dalam hidup didunia.
Cahaya yang menerangi jalan dalam hidup adalah ilmu, dengan ilmu agama
manusia tidak akan tersesat baik di dunia maupun diakhirat. Inilah yang
menjadikan sebab maka ayat Allah yang pertama diturunkan melalui malaikat
Jibril adalah Iqro yang berarti “baca”. Maksud dari baca disini adalah menuntut
ilmu, karena tanpa ilmu manusia akan menjadi jahil (bodoh).
Allah mengutus rasulnya kedunia dengan membawa amanah untuk
menyampaikan ajaran agama dengan kitab suci Al Quran pertama tama adalah
untuk mengentaskan kebodohan yang dilakukan pada masa zaman jahiliyah.
Kebodohan dimaknai dengan kegelapan dalam berfikir dan bertindak. oleh karena
itu dalam hadist dan Al Quran banyak sekali menjelaskan mengenai keutamaan
dalam menuntut ilmu. Seperti ayat Al Quran dibawah ini.
Surat An-Nisaa ayat 4.
Artinya :
”Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan
orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah
diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang telah diturunkan
sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orangorang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang
besar.”
Begitu juga Hadits: “Belajar Ilmu diwajibkan bagi tiap tiap orang Islam
lelaki dan orang Islam perempuan” (Al Hadist) barang siapa yang menghendaki
kebahagiaan didunia, maka wajib atasnya untuk mengetahui ilmunya, dan barang
Universitas Sumatera Utara
siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat, maka wajib baginya untuk
mengetahui ilmunya dan barang siapa menghendaki kebahagiaan keduanya maka
wajib baginya untuk mengetahui ilmunya.” (Al-Hadist)
Bait kedua belas
Yaa Allah ya Naashruddin
Karuniai kami Mukasyafah dan yakin
Garam dilaut Bahrul yaqiin
Berkat aulia Allah Tuan Syekh Syaifuddin…
Bait diatas memiliki makna agar umat Islam dikaruniai Mukasyafah dan
yakin. Mukasyafah adalah suatu keadaan dimana terbukanya segala rahasia dan
tiada tertutup lagi sifat sifat ghoib. Mukasyafah berkaitan dengan musyahadah
yang memiliki arti “memandang”.
Menurut al Junaidi al Baghdadi “Al
Musyahadah adalah nampaknya Al Haqqu Ta’ala dimana alam perasaan sudah
tiada” sementara itu dalam kitab Iqadhul Himam dikatakan “Al musyahadah
adalah terbukanya hijab alam perasaan dari pancaran Nur yang suci, yaitu
tersingkapnya tabir pemeliharaan alam wujud. Ketika itu engkau melihat
Dzatullah dalam alam ghoib/alam malakut. Dan Allah melihat kamu dalam alam
wujud/alam mulkihi. Ketika itu engkau melihat rahasia ketuhanannya dan
Allahpun melihat pengabdianmu. Dan adapun pandangan Tuhan terhadap
hambaNya, adalah melihat ilmuNya, ahwalNya dan rahasia rahasiaNya”.
Maksudnya adalah Allah mengetahui apa saja yang diketahui hambaNya
dan apa yang diperbuat hambaNya dan apa saja yang tergores dalam hati sanubari
Universitas Sumatera Utara
hambaNya. Adapun terjadinya musyahadah adalah dengan adanya Nur
Musyahadah yang terpancar dalam hati seseorang. Terjadinya musyahadah ini
melalui tiga tahap yaitu:
1.
Nur Musyahadah pertama, adalah yang membukakan jalan dekat dengan
Allah. Tanda tandanya ialah seorang merasa muraqabah/berintaian dengan
Allah.
2.
Nur Musyahadah kedua adalah tampaknya keadaan “adamiah” yakni
hilangnya segala maujud, lebur kedalam wujud Allah dan baginyalah wujud
yang hakiki.
3.
Nur Musyahadah ketiga, yaitu tampaknya dzatullah yang maha suci. Dalam
hal ini bila seseorang telah fana’ sempurna, yaitu dirinya telah lebur dan yang
baqa’ hanyalah wujud Allah.
Musyahadah masuk pada hati seorang hamba Allah yang telah
melakukan mujadah fil ibadah dengan cara memfanakan diri terlebih dahulu,
mengikhlaskan dirinya dalam beribadah dan menghilangkan sifat sifat yang
menjadi penghalangnya.
Sementara itu makna yang ada pada kata garam dilaut bahrul yakin
adalah sebagai penguat dari arti mukasyafah itu sendiri, bahrul yaqiin yang
memiliki arti lautan keyakinan dapat dimaknai dengan iman. Sementara garam
yang menjadi kandungan lautan menjadi isi daripada arti iman itu sendiri yang
menurut pengamatan penulis merupakan musyahadah dan mukasyafah seperti
yang telah dijelaskan diatas.
Universitas Sumatera Utara
Bait ketiga belas
Yaa Allah yaa qoiyyum
Kurniai kami ya Allah bau yang harum
Berkat tuan Syekh sirril maktuum
Ialah wali Allah Muhammad ma’’sum…
Pada bait ke tiga belas permohonan bertujuan agar dikaruniai bau yang
harum seperti bau tubuhnya orang orang mukmin. Abu Musa Ra : sabda Rasul :
perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Quran adalah seperti buah
utrujah (jeruk) , baunya harum dan rasanya manis. (H.R. Bukhori/Muslim)
Bau yang harum adalah perumpamaan bagi orang mukmin yang selalu
membaca dan belajar Al Quran sehingga tercermin dalam tingkah laku dan
perbuatannya. Bau yang harum ini akan tercium oleh orang orang disekitarnya
sehingga mereka mereka yang ingin mendapatkan faedahya akan berusaha untuk
mendekatinya dan mendengarkan ilmu ilmu yang bermanfaat darinya.
Bait keempat belas
Yaa Allah robbi
Kurniai kami ya Allah Wuquf Qolbi
Berkat Ahmad keramat ‘Ajabi
Namanya yang masyhur imamu robbi…
Pada bait ke empat belas ini permohonan ditujukan agar dikaruniai wuquf
qolbi. Sebagaimana seperti yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya wuquf
Qolbi merupakan salah satu ajaran dasar pada Tarekat Naqsyabandiah. Seperti
Universitas Sumatera Utara
yang dikatakan oleh Syekh “Ubaidullah Al-Ahrar” Wukuf Qalbi adalah kehadiran
hati serta kebenaran Allah, tiada tersisa dalam hatinya sesuatu maksud selain
kebenaran Allah dan tiada menyimpang dari makna dan pengertian zikir.
Lebih jauh dikatakan bahwa hati orang yang berzikir itu berhenti (wukuf)
menghadap Allah dan bergumul dengan lafaz-lafaz dan makna zikir. Menurut
pengarang “Ar-Rosyahat”, seorang murid dari maulana Syekh Muhammad
Bahauddin tidak menjadikan tahan nafas dan menjaga bilangan sebagai sesuatu
kelaziman dalam berzikir
Adapun wukuf qalbi menurut pengertiannya dijadikan sebagai sesuatu
yang amat penting dan merupakan suatu kelaziman. Kesimpulan atau sari pati dari
maksud zikir itulah yang dinamakan wukuf qalbi.
Sementara itu Ahmad keramat yang Ajabi dimaksuud kan dalam bait
syair ini adalah Ahmad Faruqi yang merupaakan Syekh urutan ke 24 (dua puluh
empat) dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam.
Bait ke lima belas dan enam belas
Yaa robbi ya Allah
Tambahi Wuquf dengan Muraqabah
Pinta kami ini tuan hamba segerakanlah
Berkat Muhammad Baqi wali yang Megah..
Universitas Sumatera Utara
Yaa karim yaa Allah
Kekalkan kami didalam Muraqabah
Siang dan malam harapkan tambah
Berkat khiwajaki wali yang indah…
Di dalam bait ke lima belas dan enam belas ini permohonan kepada Allah
bertujuan untuk diberikannya wukuf dengan muraqabah yang merupakan
kelanjutan dari khalwat (suluk). Tujuan dari muraqabah itu sendiri adalah untuk
selalu hadir hati dengan Allah sehingga merasa selalu dalam pengawasan Allah
SWT. Al-Qusyairi berkata: “muraqabah ialah bahwa hamba tahu sepenuhnya
bahwa tuhan selalu melihatnya” (ar Risalah Al Qusyairiyah).
Muraqabah menurut para ahli sufi ada tiga tingkatan sebagaimana yang
disebutkan oleh Syekh Ahmad al Husni dalam kitab Iqadhul Himam :
1.
Muraqabah Qalbi, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar
tidak keluar kehadirannya dengan Allah.
2.
Muraqabatur Ruh, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap ruh, agar
selalu merasa dalam pengawasan dan pengintaian Allah.
3.
Muraqabatus Sirri, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap Sir/ Rahasia,
agar selalu meningkatkan amal ibadahnya dan memperbaiki adabnya.
Adapun yang menjadi dasar muraqabah ini adalah petunjuk kitab suci
Al Quran :
Universitas Sumatera Utara
Surat al baqarah 186,
Artinya :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.
Demikian pula pada surat Qaff 16
Artinya :
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada
urat lehernya,
Juga terlihat pada surat al Hadiid 4
Universitas Sumatera Utara
Artinya :
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa:
Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa
yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa
yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. Dan Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.
Syekh Muhammad Baqi dan Syekh khiwajaki merupakan Syekh
Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke dua puluh tiga dan dua puluh dua.
Bait ke tujuh belas :
Yaa Wahab yaa Allah
Kurniai kami Muraqabah Ahadiah
Tulus dan ikhlas memandang zat Allah
Berkat Muhammad Darwis Waliullah…
Dalam bait syair ke tujuh belas ini permohonan masih juga bertujuan
agar dikaruniainya muraqabah serta ikhlas memandang zat Allah. Memandang zat
allah dalam hal ini sesungguhnya menunjukkan sifat basharnya Allah yang ada
pada diri hambanya karena zat Allah sesungguhnya tiada dapat dilihat oleh
sesuatu apapun jua. Oleh karena itu menurut pendapat para ahli sufi yang mampu
melihat dan memandang sesungguhnya adalah sifat bashar Allah sehingga Allah
benar benar Ahad (esa). Apabila tahapan ini telah dapat dilalui maka nyatalah
sesungguhnya manusia itu la haula walakuata illa billa (tiada memiliki daya dan
upaya).
Muhammad Darwis merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada
urutan ke dua puluh satu dalam silsilah
Universitas Sumatera Utara
Bait ke delapan belas
Ya wahid yaaa Allah
Bukakan dinding hijab basyariah
Alam yang ghaib nyata teranglah
Berkat Maulana Zahid yang Fana Fillah…
Dalam syair ke delapan belas ini permohonan bertujuan agar Allah
membukakan hijab dan rahasia alam gaib. Para ahli tasawuf dan sufi berpendapat
bahwa terbukanya hijab basyariah dan alam gaib hanya dapat dilakukan oleh
orang yang selalu dekat dengan Allah dengan jalan senantiasa melakukan amal
dan ibadah. Adapun yang menjadi tujuan dari terbukanya dinding hijab basyariah
adalah ma’rifat kepada Allah.
Seorang sufi akan dapat mencapai ma’rifat billah, bila telah dekat dengan
Allah sedekat dekatnya. Semakin dekat maka ia semakin tinggi tingkatannya
dalam berma’rifat billah. Apabila ia terlebih dahulu menghancurkan dirinya, yaitu
menghancurkan segala siifat sifat kehewanan yang penuh hawa nafsu dan
dipengaruhi tabi’at syaitan kemudian menetapkan sifat sifat terpuji yang selalu
mendapat cahaya Rabbaniyah yang selalu mengarah pada kebaikan yang
bertujuan untuk memperoleh ridha Allah.
Penghancuran diri dalam istilah sufi disebut fana’. Fana yang dicari oleh
kaum sufi adalah penghancuran diri yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran
tentang adanya tubuh kasar manusia. Al Qusyairi tentang hal ini mengatakan:
“fananya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya
Universitas Sumatera Utara
kesadaran tentang dirinya dan tentang makhluk lain itu.....sebenarnya dirinya tetap
ada dan demikian pula makhluk lain ada, tetapi ia tidak sadar lagi pada mereka
dan pada dirinya”(ar Risalah al Qusyairiyah)
Apabila seorang sufi telah mencapai fana’an nafsi yaitu kalau wujud
jasmaninya tak ada lagi (dalam arti tak disadarinya lagi) maka yang akan tinggal
ialah wujud rohaninya dan ketika itu dapatlah ia bersatu dengan tuhan.
Maulana Zahid merupakan Syekh dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah
pada urutan ke dua puluh.
Bait ke sembilan belas
Yaa Fatah Yaa Allah
Terangkan jalan jangan tersalah
Supaya nyata af’alullah
Berkat khawajah’ubaidullah…
Syair ke sembilan belas ini memohon kepada Allah yang maha menang
agar menunjukkan jalan yang terang agar tidak salah dalam melalui jalan menuju
kepadanya serta tidak ada lagi diri manusia dan yang nyata hanyalah wujud dari
af’alNya (ciptaannya) yang merupakan kekayaanNya. Dalam Al Quran Allah
mengatakan bahwa kuciptakan tujuh lapis langit dan bumi dan barang kedua
diantaranya.
Af’al inilah yang bersaksi sewaktu melakukan dua kali masyahadat
“Ashadu alla ila haillallah” yang artinya “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah
dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah”. Ashadu dalam kalimah ini
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan derajat Af’al dan af’al inilah menyaksikan adanya tuhan yang
bernama Allah. Dengan kata lain yang bersaksi adalah af’alnya Allah, yang
disaksikan adalah zatnya Allah dan yang menyaksikan adalah sifatnya Allah.
Khawajah ubaidullah adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah dalam urutan
ke sembilan belas dari Nabi Muhammad saw.
Bait ke dua puluh
Yaa Allah ya Ghoffar
Kekalkan ahadiah ya Allah sehari-hari
Sekalian ikhwalnya hendaklah diberi
Berkat Tuan Syekh Ya’kub Jarkhi Khasari…
Tujuan dari pada permohonan pada syair ke dua puluh ini adalah untuk
dapat diberi kekuatan kepada manusia agar senantiasa mengekalkan keesaan
Allah. Tidak dapat dipungkiri manusia merupakan makhluk yang mudah
terombang ambing oleh nafsunya, oleh karena itu manusia selalu bersifat khilaf.
Untuk mengesakan Allah mungkin tidaklah menjadi sesuatu yang sulit dilakukan
namun untuk senantiasa mengesakan dan mentauhidkan tuhan dalam setiap detik
waktu perlu melalui suatu proses latihan yang cukup panjang.
Mengesakan Allah tidak cukup dengan lisan saja namun perlu
ditasdikkan dengan hati dan dilakukan dengan perbuatan. Namun semua itu tidak
dapat dilakukan oleh seorang insan yang lemah. Oleh karena itu hanya Allah
sajalah yang mampu memberikan kekuatan agar Ia tetap mengingatkan hambanya
tatkala khilaf dalam melakukan amal dan ibadah.
Universitas Sumatera Utara
Syekh ya’kub Jarkhi hazhori merupakan Syekh urutan ke delapan belas
dalam Tarekat Naqsyabandiah.
Bait ke dua puluh satu
Yaa Allah yaa Wahab
Muraqabah Mu’iah pula yang kami harab
Berkat A’thari do’anya mustajab
Namanya Muhammad Qutubul Aqthob…
Tujuan dari syair ke dua puluh satu ini adalah permohonan untuk
berharap diberikannya Muraqabah Mu’iah. Kata mu’iah dalam bait syair ini
berarti pengiring atau mengiringi, oleh karena itu permohonan dalam syair ini
menitik beratkan agar muraqabah selalu mengiringi setiap langkah salik.
Seperti yang telah dijelaskan pada bait syair ke lima belas bahwa
kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar tidak keluar kehadirannya dengan
Allah adalah sesuatu yang harus tetap terjaga oleh seorang penganut Tarekat
Naqsyabandiah. Oleh karena itu berkat Muhammad Qutubul aqthob yang keramat
dan doanya senantiasa dikabulkan Allah diharapkan muraqabah tidak lepas dari
ingatan penganutnya.
Bait ke dua puluh dua dan dua puluh tiga
Yaa Allah Yaa Robbi
Segerakan olehmu ya Allah pinta kami ini
Sekalian ikhwalnya besar dan seni
Nyatakan kepada kami yang hadir ini…
Universitas Sumatera Utara
Kami meminta demikian ulah
Berkat himmah Syekh Naqsyabandiah
Namanya Muhammad Bukhari waliullah
Kepada sekalian ‘Alam keramatnya melimpah…
Pada bait syair kedua puluh dua dan dua puluh tiga ini permintaan doa
bertujuan agar semua permintaan yang di ungkapkan oleh semua jemaah agar
dikabulkan dan permintaan tersebut nyata didapatkan oleh seluruh jamaah.
Permohonan yang dikabulkan Allah adalah permohonan yang dipintakan oleh
kekasihnya, oleh karena itu hanya kekasihlah yang dapat meminta kepada yang
maha mengasihi. Kekasih Allah adalah ujudnya rasul yang merupakan utusannya.
Jadi proses berdoa adalah permohonan rasul kepada tuhannya untuk memenuhi
kebutuhan umatnya. Insan yang dalam hal ini adalah manusia adalah makhluk
yang sangat sempurna ciptaan Allah swt karena insan adalah makhluk satu
satunya yang mampu mengemban amanah Allah menjadi khalifah dimuka bumi.
Amanah tersebut pernah ditawarkan oleh Allah kepada gunung, lautan dan alam
semesta namun tiada yang mampu untuk mengemban amanah tersebut. Hanya
lembaga Adam yang mampu memikul amanah tersebut. Apa yang menjadi
amanah tersebut tidak lain adalah diri tuhan itu sendiri yang ada pada diri insan.
Rasullullah mengatakan dalam hadistnya “al insanu sirri wa ana sirruhu” artinya
“ insan itu adalah rahasia dan akulah rahasia itu”. Keterkaitan mengenai hal ini
dengan permohonan doa adalah zat Allah yang merupakan rahasia dalam diri
insan hanya mengabulkan permohonan yang datangnya dari nurani insan itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri yang berisikan martabat sifat sifatnya dan merupakan nur bagi rasulnya
yaitu qudrat, iradat, ilmu, hayat, sa’ma, basyar dan kalam. Ketujuh sifat tuhan
inilah yang menjadi nur yang menerangi di tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi
dan barang kedua diantaranya yang menjadi af’al Allah swt serta menjadi
kekayaannya. Jadi jelaslah bahwa yang meminta adalah sifatNya, yang memberi
adalah zatNya, yang merasakan nikmatnya adalah asmaNya dan yang diberi rezki
adalah af’alNya. Hal inilah yang ingin nyata pada sekalian jamaah Tarekat
Naqsyabandiah melalui isi munajatnya.
Muhammad bukhari merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada
urutan silsilah ke tujuh belas.
Bait ke dua puluh empat
Berkat Said Kulal wali yang maha mulia
Kurniai kami ya Allah sekalian cahaya
Supaya hilang daya dan upaya
Memandang zat Allah yang maha mulia…
Pada bait syair ini permohonan masih bertujuan untuk meningkatkan
ketauhidan dengan meniadakan diri (nafs). Seperti halnya dalam bait bait
sebelumnya dijelaskan bahwa
adanya pengakuan akan diri merupakan dosa
karena dekat dengan kesyirikan. Daya dan upaya berkaitan erat dengan kuasa dan
kehendak. Apabila kuasa dan kehendak memperturutkan hawa maka nafsu tidak
akan terkendali. Oleh karena itu nafsu hendaknya tunduk kepada qudrat dan
iradat Allah agar jiwa menjadi tenteram.
Universitas Sumatera Utara
Penyebutan akan tiada daya dan upaya selalu dilakukan sebagai jawaban
tatkala azan berkumandang. Mari tegakkan salat, mari menuju kemenangan
dijawab dengan tiada daya dan kuasa. Bentuk meniadakan diri ini juga lakukan
tatkala membacakan doa iftitah dengan menyatakan sesungguhnya salat, hidup
dan mati telah diserahkan kepada Allah. Selanjutnya dalam pembacaan niat
sebelum salat juga dinyatakan bahwa sengaja melakukan salat karena Allah taala.
Meninjau dari beberapa contoh diatas terbukti bahwa meniadakan diri adalah
sesuatu yang harus dilakukan untuk tercapainya maksud dari pada ibadah yaitu
mengesakan Allah serta senatiasa memandang zat Allah yang tiada rusak maupun
binasa seperti yang tertulis dalam kitab suci Al Quran dalam surat Al Baqarah
ayat 115
Artinya :
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah[83].Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Said Kulal merupakan Syekh dalam Tarekat Naqsyabandiah dalam
urutan silsilah ke lima belas.
Universitas Sumatera Utara
Bait ke dua puluh lima
Berkat Muhammad Babasyamasyi
Hampirkan kepada kami ‘Arasy dan kursi
Supaya terbezakan kami antara api dan besi
Supaya tahu kami kulit dan isi…
Di bait ke dua puluh lima ini permohonan untuk menghampirkan ‘arasy
dan kursi. Kursi Arasy adalah kursi atau singgasana
Allah swt tempat
bersemayam diriNya seperti yang tertera dalam kitab suci Al Quran dalam surat
Ar’d ayat 2.
Artinya :
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang
kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan
menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga
waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya),
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini
pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.
Apabila dilihat ayat diatas Allah bersemayam diatas Arasy dan Allah
mengatur urusan makhluknya agar yakin akan pertemuan diriNya dengan
makhluknya. Menurut penulis pertemuan tuhan dengan hambanya didunia ini
Universitas Sumatera Utara
terjadi lewat Ilmu Allah yang menjadi sifatnya. Apabila di hubungkan dengan
manusia maka Arasy adalah fikir atau akal sebagai wadah untuk menilai dan
mempertimbangkan baik dan buruk. Keutamaan akal ini selalu disinggung Allah
dalam Al Quran surat al Maa’idah ayat 100.
Artinya :
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu
mendapat keberuntungan."
Untuk membedakan api dan besi membutuhkan ketajaman dari pada
pemikiran. Pengumpamaan api dan besi dipakai dalam kalimat pada syair ini
adalah sebagai kias bagaimana logam besi yang dilebur oleh api yang apabila
dilihat oleh pandangan mata akan terlihat sama sama merah membara. Keduanya
telah menyatu namun memiliki unsur yang berbeda artinya apabila dalam keadaan
membara tidak bisa dibedakan antara keduanya kecuali ditinjau dari asal muasal
unsurnya. Demikian pula hubungan antara manusia dengan tuhannya. Manusia
tidak dapat dikatakan tuhan dan tuhan pasti bukan manusia namun diri manusia
diliputi oleh sifat sifat ketuhanan. Seperti diumpamakan sebuah kapas yang
dipintal menjadi benang, benang dirajut menjadi kain dan kain dijahit menjadi
Universitas Sumatera Utara
baju. Baju tidak dapat dikatakan sebagai kapas walaupun asal mula kejadiannya
dari pada kapas tersebut.
Tuhan tidak berawal dan tiada berakhir sementara manusia berawal dan
berakhir namun sifat tuhan nyata pada diri manusia, hal ini dapat terlihat pada
sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat dan berkata kata.
Inilah yang dimaksud pada kalimat terakhir syair diatas yaitu bagaimana
membedakan antara kulit dan isi karena diri manusia itu sesungguhnya terdiri dari
empat martabat yaitu: 1. diri tajali, 2. diri terperi, 3. diri terdiri, dan 4.diri sebenar
diri.
Martabat diri tajali adalah diri yang merupakan ciptaan atau afalnya
Allah swt yang berupa tubuh jasmani, tubuh ini yang terlihat nyata pada mata
kepala. Diri terperi adalah diri yang merasa pada manusia, rasa ini dapat berupa
sakit, susah, senang, marah dan sedih. Diri terperi ini dikatakan diri ruhani atau
dikatakan juga diri yang dialam asma.
Diri terdiri merupakan nyawa bagi manusia, diri terdiri inilah yang
merasakan nikmat dan bahagia atau gelisah. Martabat diri terdiri ini adalah nurani
atau jiwa. Jiwa inilah yang menjadi rahmat apabila dapat dikenali dan
ditentramkan. Asal mula nurani adalah daripada nur Allah yang merupakan sifat
baginya. Diri terdiri disebut juga dengan tuhan yang bersifat ketuhanan dan sifat
ketuhanan ini dapat dikenali dengan pengenalan melalui ilmu.
Diri sebenar diri sesungguhnya adalah zat Allah yang rahasia bagi
manusia atau disebut juga sebagai tuhan yang tidak bersifat ketuhanan karena
tidak dapat dikenal dengan sebuah pengenalan.
Universitas Sumatera Utara
Inilah yang menjadi sebab apabila zat Allah dipertanyakan maka Allah
akan menjawab melalui sifatnya. Sebagai contoh hayyum baqi, hayyum maujud
dan hayyum maksud yang artinya Yang hidup itulah yang kekal, Yang hidup
itulah yang ada dan Yang hidup itulah yang dituju. Sebutan sebutan ini biasanya
dipakai tatkala melakukan amalan tahlil.
Babasyamasyi adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah di urutan keempat
belas dalam silsilah.
Bait ke dua puluh enam
Berkat ‘Ali Rahmani
Karuniai kami Ilmu Laduni
Mudah-mudahan hampir tuhan yang ghani
Kepada kami hamba yang fani…
Dalam bait kedua puluh enam ini permohonan bertujuan agar Allah
memberikan ilmu Laduni. Ilmu adalah salah satu sifat dari tuhan. Ilmu datangnya
dari Allah seperti rezeki juga bukanlah datang dari kerja manusia. Ilmu laduni
merupakan ilmu yang didapatkan dari aktivitas amal. Ilmu ini merupakan ilmu
yang dikaruniai Allah kepada manusia untuk dapat memaknai isi Al Quran serta
membuka tirai gaib dalam pencapaian mukasafah. Mengenai ilmu laduni ini
mengacu kepada ayat Al Quran surat al Kahfi ayat 65
Universitas Sumatera Utara
Artinya :
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba
Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”
Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud
dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. Sedang yang dimaksud dengan
ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib.
Ilmu laduni juga dapat diartikan ilmu yang membawa pengertian atau
makna yang baru kepada syariat, bukan membawa syariat baru. Ilmu laduni atau
ilmu ilham ialah ilmu yang Allah jatuhkan ke dalam hati para wali-Nya, tanpa
melalui proses usaha atau ikhtiar atau hasil mendengar kuliah dari guru atau hasil
berfikir.
Jika ilmu wahyu disampaikan kepada rasul atau nabi maka ilmu laduni
atau ilmu ilham diberikan kepada para wali dan orang-orang yang saleh. Dengan
ilmu laduni ini diharapkan Allah yang ghani yang berarti kaya akan menghampiri
hambanya yang fani atau fana agar lebih dekat dan taat kepada Allah swt. Ali
Rahmani merupakan Syekh di Tarekat Naqsyabandiah urutan ketiga belas dalam
silsilah.
Universitas Sumatera Utara
Bait ke dua puluh tujuh
Berkat Mahmud aulia Allah
Dunia dan akhirat dia bencilah
Semata mata berhadap kepada zat Allah
Berilah kami yang demikian ulah…
Bait ke dua puluh tujuh ini menunjukkan akan sikap seorang sufi
Naqsyabandiah yang tidak ingin dunia dan juga akhirat begitu juga dengan surga
maupun neraka. Tujuan dari seorang salik sesungguhnya hanya menginginkan
ridha Allah dan syafaat dari rasullullah.
Menurut pendapat para sufi Naqsyabandiah ibadah dan amal bukanlah
bertujuan untuk mendapatkan sesuatu pahala dari Allah karena apabila masih
berharap akan sesuatu maka akan mengurangi ke ikhlasan kepada Allah. Allah
telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia dan sesungguhnya
manusia itu haruslah bersyukur atas nikmat tersebut.
Apabila Allah telah ridha dan mereka (para sufi) telah dekat dengan
Allah walaupun ditempatkan di neraka jahanam oleh Allah mereka akan iklas
menerimanya. Tempat yang terbaik bagi mereka adalah berada disisi Allah.
Demikian pula dengan syafaat Rasulullah, sebagai kekasih Allah hanya
Rasulullahlah yang dapat memohonkan ampunan kepada Allah atas segala
kekhilafan umatnya.
Pendapat para sufi, dunia ini merupakan penjara bagi orang orang
mu’min sehingga apabila nantinya telah dipanggil oleh Allah maka akan terbebas
Universitas Sumatera Utara
dari belenggu dunia dan masuk ke alam nikmat yang kekal yaitu kedalam
rahmatnya. Oleh karena itu dengan membenci dunia maupun akhirat diharapkan
seorang salik akan senantiasa cinta kepada Allah semata yaitu zat yang tidak
rusak lagi binasa.
Amal, ibadah bukanlah alat untuk dagang kepada Allah dengan pahala
sebagai nilai tukarnya serta surga dan neraka merupakan tujuannya akan tetapi,
amal ibadah adalah nikmat yang diberikan kepada umat islam. Nikmat yang
dimaksud adalah nikmat tatkala berjumpa dengan tuhannya dikala menunaikan
ibadah seperti salat, puasa, zakat dan haji oleh karena itu barang siapa yang tidak
menunaikannya niscaya ia adalah orang orang yang merugi.
Mahmud dalam bait ini adalah Syekh Mahmud Al-Anjiru al Faghnawi
yang merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan ke dua belas dalam
silsilah.
Bait ke dua puluh delapan dan dua puluh sembilan
Berkat ‘Arif riyukuri
Kami mohonkan hampir tiada terperi
Kepada Allah tuhan yang memberi
Demikian laku kami sehari-hari…
Tambahi oleh-Mu hasil kami ini
Berkat Abdul Khaliq Fajduwani
Terlebih hampirnya daripada urat wajdaini
Dirasai Ma’rifat iman nurani…
Universitas Sumatera Utara
Pada bait kedua puluh delapan dan dua puluh sembilan, bentuk
permohonan masih berkaitan dengan para Syekh dan wali Naqsyabandiah yang
menjadi perantara atau rabithah agar permohonan doa lebih mustajab.
Diakhir kalimat pada bait ke dua puluh sembilan permohonan bertujuan
agar terhampirnya urat wajdaini yang merupakan tujuan dari pada amalan.
Wajdaini memiliki arti mendapatkan tujuan yang dimaksud. Tujuan dari amalan
baik berupa zikir maupun amalan amalan yang ada pada Tarekat Naqsyabandiah
lainnya tiada lain agar dapat mencapai Ma’rifat.
Ma’rifat atau mengenal Allah adalah tujuan utama dari tasawuf dan
merupakan maqam tertinggi dalam tingkatan maqam maqam yang ada dalam
tasawuf. Memperoleh maqam ma’rifat merupakan akhir dari banyak proses yang
telah dilakukan dan dilalui oleh para sufi selama melakukan suluk.
Ma’rifat billah adalah pengenalan terhadap Allah, baik lewat sifat
sifatNya, asma asma’Nya maupun perbuatanNya. Sebagai mana yang
dikemukakan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin al Husain bin ‘Atha’illah al
Iskandary adalah sebagai berikut “ Ma’rifat ialah pengenalan terhadap sesuatu,
baik zat maupun sifatnya yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Mengenal Allah adalah merupakan ilmu pengetahuan yang terpelik, karena Allah
tidak ada bandingannya, kendati demikian Allah mewajibkan kepada setiap
makhluk untuk mengenalNya, baik Jin, manusia, malaikat dan syetan untuk
mengenal sifatNya, perbuatan dan Asma’Nya. Kewajiban ini untuk seluruh
makhluk sesuai dengan kemampuan dan keadaannya masing masing”. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
menurut Imam al Ghazali, ma’rifat adalah: “ma’rifat ialah mengetahui rahasia
rahasia Allah dan mengetahui peraturan peraturan Tuhan tentang segala yang ada”
Oleh karena itu al Ghazali selanjutnya mengatakan : “ma’rifat ialah memandang
kepada wajah Allah Swt”
Memperoleh pengetahuan tentang Allah atau ma’rifat billah memerlukan
proses yang panjang. Makin banyak seorang sufi melakukan pemikiran ,
perenungan akan keadaan makhluk Allah, hukum hukum Allah, rahasia rahasia
makhlukNya, akan semakin banyak memperoleh ma’rifat dari Allah, makin
banyak yang diketahuinya tentang rahasia rahasia dari Allah ia akan makin dekat
dengan Allah.
Arif Riyukuri
dan Abdul Khaliq Fajduwani adalah Syekh Tarekat
Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke sepuluh dan kesebelas dari Rasulullah.
Bait ke tiga puluh
Berkat Yusuf Hamdani
Kurniai juga ya Allah hamba-Mu ini
Akan ilmu hikmah dan laduni
Musyahadah Muqarabah kepada tuhan Robbani…
Pada bait ke tiga puluh ini tujuan dari permohonan masih berharap akan
di karuniainya ilmu hikmah atau laduni agar dapat mencapai tingkatan
musyahadah muqabalah. Seperti yang telah di jelaskan pada ulasan bait yang
terdahulu musyahadah berarti adalah tingkatan memandang Allah dan muqabalah
memiliki arti pertemuan. Pertemuan dalam tingkatan pandang ini hanya dapat
Universitas Sumatera Utara
terjadi dikarenakan adanya nur yang terpancar dari hati seseorang dan terjadinya
musyahadah ini melalui tiga tahap yaitu:
a.
Nur Musyahadah pertama, adalah yang membukakan jalan dekat kepada
Allah. Tanda tandanya ialah seorang merasa muraqabah/berintaian dengan
Allah.
b.
Nur Musyahadah kedua, adalah tampaknya keadaan “adamiah” yakni
hilangnya segala maujud, lebur kedalam wujud Allah dan baginyalah wujud
yang hakiki.
c.
Nur Musyahadah ketiga, yaitu tampaknya Dzatullah yang maha suci. Dalam
hal ini bila seorang telah fana’ sempurna, yaitu dirinya telah lebur dan yang
baqa’ hanyalah wujud Allah.
Musyahadah ini masuk pada hati seorang hamba Allah yang telah
melakukan mujadah fil ibadah dengan cara memfanakan diri terlebih dahulu,
mengikhlaskan dirinya dalam beribadah dan menghilangkan sifat sifat yang
menjadi penghalangnya. Karena itu ada pula yang mengatakan bahwa
musyahadah bisa dicapai melewati pintu mati. Hal ini didasarkan pada sabda
Rasulullah Saw yang artinya “Matilah engkau sebelum engkau mati”
Dalam kitab Hikam Abu Mu’jam dikatakan, yang artinya : “ Barang
siapa yang tidak merasai mati, niscaya ia tidak dapat melihat/musyahadah Al
Haqqu Ta’ala”. Yang dimaksud dengan mati dalam pengertian ini adalah
hidupnya hati dan tiada saat kehidupan hati melainkan pada saat matinya nafsu.
Jadi mati dalam pengertian ini adalah matinya hawa nafsu.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya jalan yang ditempuh untuk sampai pada musyahadah dengan
Allah melalui pintu mati yang dapat ditempuh pada 4 (empat) tingkat yaitu:
1.
Mati Tabi’i
Menurut ahli Tarekat bahwa mati tabi’i terjadi dengan karunia Allah
pada saat zikir qalbi didalam zikir Lathaif dan mati tabi’i ini merupakan pintu
musyahadah pertama dengan Allah. Pada tingkat ini,
zikir qalbi yang mula
mulanya hati berzikir, kemudian dari hati kemulut dimana lidah berzikir jalan
sendiri. Dalam hal ini alam perasaan mulai hilang (mati tabi’i). Pada saat seperti
ini akal fikiran mulai tidak berjalan lagi, melainkan terjadi dengan ilham yang tiba
tiba Nur Ilahi, terbit dalam hati yang hadir dengan Allah. Telinga batin
mendengar yang naik kemulut dimana lidah bergerak sendiri mengucapkan
Allah,Allah, Allah.
2.
Mati Ma’nawi
Menurut ahli Tarekat , bahwa “mati ma’nawi” ini terjadi dengan karunia
Allah pada seorang salik saat melakukan zikir Lathifatul Ruh dalam zikir Lathaif.
Terjadinya hal itu sebagai ilham dari Nur Ilahi yang terbit dalam hati dengan
secara tiba tiba. Ketika itu penglihatan secara lahir menjadi hilang dan mata batin
menguasai penglihatan.
Zikir “Allah, Allah, Allah” pada tingkat ini semakin meresap tembus
pada diri dimana zikir sudah terasa amat panasnya disekujur tubuh dan disetiap
bulu roma badan. Sifat ke insan telah lebur diliputi sifat ketuhanan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Mati Suri
Mati dalam kategori ini terjadi dengan karunia Allah pada saat seorang
salik melakukan zikir Lathifatus sirri dalam zikit Lathaif. Pada tingkat ke tiga ini,
seorang salik telah memasuki pintu musyahadah kepada Allah. Ketika itu segala
keinsanan lenyap/fana’ alam wujud yang gelap telah ditelan oleh alam gaib/alam
malakut yang penuh dengan nur cahaya. Dalam pada ini yang baqa’ adalah
Nurullah, Nur Sifatullah, Nur Asmaullah, Nur Dzatullah dan Nurun ala Nurin.
Firman Allah dalam surat An Nuur ayat 35
Artinya :
Allah
(Pemberi)
cahaya
(kepada)
langit
dan
bumi.
Perumpamaancahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak
tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan)
kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)dan
tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) hampirhampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya- Nya siapa
yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui
segala
sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
4.
Mati Hissi
Mati Hissi terjadidengan karunia Allah pada saat seseorang/salik
melakukan zikir Lathifatul Khafi dalam zikir Lathaif. Pada tingkat keempat ini,
seorang/salik telah sampai pada tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai ma’rifat
sebagai maqam tertinggi.
Dalam pada ini fana dan lenyaplah segala sifat keinsanan yang baru dan
yang tinggal hanyalah sifat sifat Tuhan yang qadim. Dalam tingkat puncak ini,
seorang salik telah mengalami keadaan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak
pernah didengar, telinga, tidak pernah terlintas dalam hati manusia akan tetapi
dimengerti sendiri, siapa siapa yang telah merasainya.
Untuk mencapai keadaan musyahadah seperti tersebut diatas adalah
dengan mujahadah, niscaya Allah akan memperbaiki sirnya/hatinya dengan
musyahadah.
Yusuf Hamdani adalah Syekh dalam Tarekat Naqsyabandiah yang
menduduki urutan ke sembilan dalam silsilah.
Bait ke tiga puluh satu dan tiga puluh dua
Berkat Ali Permadi Khutub yang pilihan
Kami mohonkan juga ya Allah kepada-Mu tuhan
Sekalian pinta itu tuan hamba tambahkan
Janganlah juga ya Allah ditahan-tahan…
Universitas Sumatera Utara
Berkat Mahbubus subhani
Tuan Syekh Abu Hasan Khorgani
Tolonglah kami mengerjakan Thariqat ini
Jangan dibimbang anak dan bini…
Pada bait ke tiga puluh satu dan tiga puluh dua ini doa (munajat)
bertujuan untuk kembali menguatkan permohonan kepada Allah dengan
merabithahkan Syekh Ali Permadi yang menduduki silsilah ke delapan pada
Tarekat Naqsyabandiah. Syekh Ali Permadi merupakan salah seorang dari para
Wali Kutub yang memiliki karamah.
Di antara keramatnya Wali Qutub ialah :
1.
Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari
Allah SWT.
2.
Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3.
Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4.
Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifatNya.
Demikian pula dengan Syekh Abu Hasan Khorgani yang merupakan
Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke tujuh adalah salah satu guru
sufi Islam. Ia lahir di Persia di desa bernama Kharaqan (terletak di provinsi
Semnan Iran , berdekatan dengan Bustam ) ia meninggal pada hari Asyura (10
Muharram 425 Hijriah ).
Dia adalah murid Syaikh Abul-Abbas Qassab Amili. Abul Hassan
Kharaqani adalah Guru atau Syekh yang terkenal di Persia. Disamping sebagai
Universitas Sumatera Utara
seorang sufi beliau juga adalah seorang penyair, Khwajah Abdullah Anshari,
Ibnu Sina, Shah Mahmood dari Ghazna , Abu-Saïd Abul-Khair dan Nasir Kisra
pernah datang ke Kharaqan untuk menemuinya dan mereka sangat mengagumi
dan menghormati beliau.
Beberapa ucapannya: "Siapapun yang datang ke rumah ini, memberinya
makanan dan tidak bertanya tentang imannya. Karena, saat ia manfaat kehidupan
di samping Allah ditinggikan, tidak diragukan lagi dia layak makan di meja saya.
"
Saya merasa, saya dengar, saya berbicara, tapi saya tidak ada. Ada 24
(dua puluh empat) jam dalam sehari. Aku mati seribu kali dalam satu jam, dan aku
tidak bisa menjelaskan 23 (dua puluh tiga) jam lainnya.
•
Orang tidak dapat menggambarkan saya. Tidak peduli di mana kata-kata atau
istilah yang mereka menghadirkan saya, saya kebalikan dari apa yang mereka
katakan.
•
Saya bukanlah seorang sufi , juga seorang ilmuwan, maupun saleh. Oh
Tuhan, Anda adalah satu-satunya, dan saya salah satu kesatuan yang ada.
•
Bagaimana jika ada baik neraka maupun surga, sehingga kita bisa melihat
orang yang taat nyata?!
•
Sarjana
bangun
pengetahuannya.
pagi-pagi
Seorang
dan
saleh
berusaha
bangun
bagaimana
dan
meningkatkan
berusaha
bagaimana
meningkatkan imannya. Namun Abul-Hassan mencari bagaimana membuat
manusia menjadi bahagia.
Universitas Sumatera Utara
•
Orang yang berkata "Aku mencapai Allah (kepada Allah, Kebenaran dan
Realitas) ", dia tidak. Dan orang yang mengatakan "Dia (Allah) sendiri
membuat saya menghubunginya", ia mencapai Allah (atau ia mencapai
realitas).
•
Dia bertanya: "Di mana Anda melihat Allah?" Dia menjawab: "... di mana
pun aku tidak melihat diri saya sendiri."
•
Apa pun yang ada di seluruh alam semesta, juga dalam hati Anda sendiri.
Anda harus mendapatkan kemampuan untuk melihatnya.
•
Orang yang jatuh cinta menemukan Allah . Dan orang yang menemukan
Allah, lupa diri sendiri.
•
Di seluruh dunia hanya satu orang bisa mengerti saya, dan itu Bayazid .
Pada kalimat ke tiga dan ke empat pada bait ke tiga puluh dua
permohonan bertujuan untuk diberikan pertolongan agar mendapatkan kekuatan
untuk mengerjakan Tarekat Naqsyabandiah dan janganlah dibimbang anak dan
bini. Kalimat ini sesungguhnya merupakan nasehat dan pesan kepada para jamaah
yang sedang melakukan amalan suluk (khalwat) agar terus fokus kepada tujuan
dari amalannya.
Keluarga yang ditinggalkan janganlah menjadi penghambat tujuan yang
akan dicapai. Mungkin hal ini sedikit kontroversial apabila kita mengingat bahwa
anak dan istri adalah merupakan amanah dan tanggung jawab seorang muslim
yang telah berkeluarga. Namun selama kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi
secara materil selama dalam masa suluk hal itu dapat dibenarkan. Oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
sebelum melakukan amalan suluk seorang salik hendaknya terlebih dahulu
mempersiapkan diri terlebih dahulu. Apabila segalanya telah terpenuhi, semasa
dalam suluk hendaknya seorang salik menyerahkan segalanya kepada Allah baik
dirinya maupun keluarganya.
Bait ketiga puluh tiga
Berkat tuan Syekh Abu Yazid Busthani Sulthan Arifin
Kurniai kami ya Allah Mahabbah dan Tamkin
Akan Allah robbil ‘alamin
Kekalkan selama-lamanya ya Allah ilaa yaumidiiin…
Pada bait ke tiga puluh tiga ini permohonan bertujuan agar dikaruniai
Allah mahabbah dan tamkin. Maksud dari mahabbah dan tamkin ini
sesungguhnya adalah agar senantiasa menempatkan kecintaan hanya kepada Allah
tuhan semesta alam. Tingkatan mahabbah ini disebut juga sebagai tingkatan nafsu
mardiah yaitu hati, kalbu dan jasadnya sering kali dilamun rasa cinta yang amat
sangat kepada Allah Swt.
Zikir pada peringkat ini tetap berada didalam kalbunya, tidak pernah lalai
dan lupa kepada Allah walaupun sesaat didalam hidupnya. Pada peringkat ini
seseorang telah dapat menerima tamu tamu agung yang terdiri dari para Rasul,
Nabi nabi, para Ariffinbillah, para Siddiqin dan para wali wali Allah. Disamping
mereka juga dapat menerima ilmu gaib dari Allah melalui cara Laduni di
peringkat Tawassul. Selain itu mereka juga telah berpeluang untuk menjelajah
seluruh alam maya dan alam gaib yang lain termasuk surga, neraka, arasy dan
Universitas Sumatera Utara
kursi Allah SWT. Sebagaimana jaminan Allah didalam Al Quran surah Al-Talak
ayat 2 :
Artinya :
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya dia akan
mengadakan baginya jalan keluar (kealam lain).
Syekh Abu Yazid Busthani merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah
pada urutan silsilah keenam.
Bait ketiga puluh empat
Berkat Syaidina Jakfar Shadiq
Peliharakan kami ya Allah dari pada kufur dan zindiq
Dan daripada fitnah kakak dan adik
Dan dari pada kejahatan yang dijadikan Khaliq…
Pada bait ke tiga puluh empat ini permohonan bertujuan agar
terpeliharanya diri dari kufur dan tersesat. Kata kufur sesungguhnya memiliki arti
ingkar. Kafur adalah suatu keadaan dimana seseorang itu mengerti dan tahu mana
yang baik namun tidak menuruti kebenaran tersebut. Iblis adalah makhluk
pertama yang ingkar kepada Allah dikarenakan tidak ingin sujud dihadapan
Adam. Iblis mengetahui persis perintah Allah tersebut namun karena ketinggian
Universitas Sumatera Utara
hatinya membuat dia enggan untuk melakukannya. Inilah yang menjadi sebab
mengapa orang orang yang tidak mau sujud kepada Adam dikatakan kafir, karena
mengikut sifat dari iblis. Adam sendiri memiliki anasir dari pada tanah dimana
tempat untuk hidup didunia dan tanah memberikan kehidupan kepada manusia.
Syahadat didalam ajaran Islam terdiri dari dua kalimah, kalimah yang
pertama disebut sebagai kalimah tauhid yang tujuannya agar terhindar dari dosa
syirik (menduakan tuhan). Oleh karena itu dalam kalimah tauhid ini maknanya
adalah untuk menyaksikan tuhan dengan af’alnya. Barang siapa yang
mentasdikkan kalimah tahuhid ini didalam kalbunya serta mengikrarkan dengan
lidahnya dan mengamalkannya dengan anggota tubuhnya maka akan terhindar
dari dosa syirik.
Selanjutnya Kalimah syahadat yang kedua adalah kalimah Rasul,
kalimah Rasul ini bertujuan agar manusia terhindar dari dosa kafir dan munafik.
Seperti halnya kalimah tauhid, barang siapa yang mentasdikkan kalimah Rasul ini
didalam kalbunya serta mengikrarkan dengan lidahnya dan mengamalkannya
dengan anggota tubuh maka niscaya ia akan terhindar dari kafir dan munafik serta
tidak akan tersesat selamanya.
Fitnah kakak dan adik dapat dimaknai bahwa dalam mengamalkan
Tarekat Naqsyabandiah tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keluarga dan
lingkungan sekitar, seorang Salik kerap sekali berhadapan dengan anggapan dan
pendapat yang kontra terhadap aliran ini. Namun hal tersebut janganlah dijadikan
perdebatan dan pertengkaran sehingga mengurangi keimanan tetapi perbedaan
Universitas Sumatera Utara
akan pendapat tersebut hendaklah dijadikan sebagai rahmat. Syaidina Jakfar
Shadiq adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah urutan kelima dalam silsilah.
Bait ke tiga puluh lima
Berkat Syaidina KOsim anak Muhammad
Tuhan kami Allah nabi kami Muhammad
Kami mohonkan aman serta selamat
Dari pada dunia ini sampai ke akhirat…
Pada bait ke tiga puluh lima ini permohonan bertujuan agar selamat dan
aman didunia maupun diakhirat. Untuk mendapatkan rasa aman dan selamat
didunia dan akhirat hendaklah seorang muslim memohon ampunan kepada Allah.
Jaminan akan keampunan dan keselamatan ini tertulis didalam kitab suci AlQur’an surat Ali Imran ayat 31
Artinya :
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari keterangan diatas sangat jelas tertera
bahwa apabila ingin
mendapatkan pengampunan serta dikasihi Allah, tiada jalan laain kecuali dengan
mengikut kepada Rasulnya. Rasul yang diutus oleh Allah merupakan contoh suri
tauladan untuk mengeluarkan manusia dari alam yang gelap kepada jalan yang
Universitas Sumatera Utara
terang benderang dengan ilmuNya. Jalan yang selamat adalah jalan yang lurus,
jalan yang diridhai Allah dan jalan itu adalah Islam. Syaidina Kosim merupakan
Syekh urutan ke empat dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah.
Bait ke tiga puluh enam
Berkat keramat raja Salman
Dunia akhirat kamipun aman
Dijauhkan daripada iblis dan syaitan
Siang dan malam sepanjang zaman…
Pada bait ke tiga puluh enam ini permohonan masih bertujuan agar
selamat didunia maupun diakhirat dan terhindar dari godaan iblis dan syaitan.
Iblis dan syaitan merupakan wujud makhluk dan sosok yang amat ditakuti dan
dihindari oleh penganut agama dan kepercayaan. Namun iblis dan syaitan yang
amat ditakuti itu sesungguhnya ada didiri manusia itu sendiri yang disebut sebagai
penyakit hati seperti yang tertera dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 10
Artinya :
“Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit,
maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping
kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.”
Tidak ada cara yang lebih tepat untuk menghindarkan diri dari penyakit
hati ini kecuali kembali dan berlindung kepada Allah. Karena hanya dengan hal
Universitas Sumatera Utara
demikianlah syaitan dan iblis yang selalu bersemayam di hati manusia dapat
ditaklukkan.
Karena dalam hati (kalbu) manusia itu ada penyakit maka penganut
Tarekat Naqsyabandiah melakukan bentuk amalan agar menzumrah atau
melontarkan iblis pada hati mereka dengan zikir Nafi itsbat yang berbunyi “la
ilaha ila Allah”. Dalam pelaksanaannya, zikir Nafi itsbat ini memiliki perbedaan
sedikit dengan zikir yang dilakukan diperwiritan dalam masyarakat umumnya.
Zikir Nafi itsbat ini menggerakkan ingatan mulai dari kepala nafas yang berawal
dari daerah sekitar pusar dengan menyebut kata “la” selanjutnya ingatan tersebut
diangkat sampai kedaerah kepala dengan menyebut kata “ilaha” dan dari daerah
kepala ingatan bergerak kedaerah bahu kanan dengan menyebut kata “illa” dan
diakhiri dengan kata “Allah” yang diarahkan ke daerah dada sebelah kiri atau
tepatnya dua jari di bawah puting susu kiri. Penyebutan kata Allah yang diarahkan
pada bawah puting susu kiri memiliki maksud agar hati (kalbu) bersih dari
penyakit dan benar benar menjadi rumah bagi Allah.
Bait ketiga puluh tujuh
Kami mohonkan kepada tuhan yang Qohar
Berkat siddiq Saidina Abu Bakar
Ialah sahabat nabi yang Mukhtar
Didhoifkan Allah bicara kuffar…
Permohonan pada bait ke tiga puluh tujuh ini adalah untuk didhoifkan
atau dilemahkan Allah berbicara yang kuffar atau berbicara yang ingkar. Karena
Universitas Sumatera Utara
kata kata yang diucapkan sesungguhnya mencerminkan keadaan hati maka
didalam Tarekat Naqsyabandiah banyak berbicara apalagi selama masa
menjalankan amalan suluk tidak dibenarkan.
Banyak beramal dan sedikit
berbicara adalah bentuk falsafah yang dianut oleh Tarekat ini.
Saidina Abu Bakar adalah seorang sahabat dan juga bapak mertua dari
Rasulullah Muhammad Saw. Beliau diberi gelar siddik yang artinya adalah benar
atau orang yang selalu berkata akan kebenaran. Saidina Abu Bakar juga adalah
khalifah pertama yang diangkat oleh kaum muslimin sebagai pengganti
kepemimpinan umat muslimin tatkala Rasulullah telah berpulang ke rahmatullah.
Saidina Abu Bakar adalah merupakan sosok yang diusung Tarekat
Naqsyabandiah
sebagai panutan selain dari Rasulullah Saw. Beliau adalah
seorang yang taat dan tidak pernah lepas dari zikir kepada Allah.
Bait ke tiga puluh delapan
Berkat Syafaat Saidal Anam
Ialah Nabi Rasul yang KIram
Kuat dan aman sekalian Islam
Sepanjang siang sepanjang malam…
Di bait ke tiga puluh delapan ini permohonan bertujuan untuk diberikan
oleh Allah kekuatan dan keamanan kepada sekalian umat muslim. Kekuatan
dalam hal ini memiliki makna yang sangat luas, kekuatan ini dapat diartikan
sebagai kekuatan spiritual, ilmu, mental, ekonomi, politik maupun budaya.
Kekuatan spiritual diartikan sebagai kekuatan dalam menjalankan amal dan
Universitas Sumatera Utara
ibadah kepada Allah sedangkan mental dan ekonomi juga adalah sesuatu yang
tidak bisa diabaikan karena apabila umat muslim tidak memiliki kekuatan
ekonomi dan mental yang mendukung maka maka umat muslim akan menjadi
lemah dan mudah untuk dicerai beraikan. Untuk itu semua, islam menuntut
umatnya agar memiliki ilmu untuk menghadapi segala tantangan kehidupan.
Bait ke tiga puluh sembilan
Yaa Nabi kami kekasih Allah
Sungguhlah tuan hamba Muhammad Rasulallah
Rupa yang maha mulia itu tuan hamba nyatakanlah
Akan syafaat tuan hamba sangat kami haraplah…
Pada bait ke tiga puluh sembilan ini permohonan bertujuan agar
mendapatkan syafaat dari rasulullah dan agar rupa yang mulia supaya dinyatakan.
Syafaat dari Rasulullah adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh sekalian
muslimin karena hanya dengan syafaat inilah umat muslim dapat diberikan
pertolongan dan ampunan dari Allah. Bentuk dari syafaat itu sendiri sesunguhnya
adalah “mendengar, belajar dan mengajar” barang siapa yang belum mampu untuk
mengajarkan agama Islam sebaiknya dia terus mempelajarinya dan apabila belum
juga dapat untuk benar benar belajar setidaknya dia terus mendengarkan ceramah
atau tausiah tausiah mengenai keIslaman. Apabila ketiga hal tersebut terus
dilakukan niscaya syafaat yang diharapkan akan bisa didapatkan.
Kata maha adalah kata yang hanya diperuntukkan kepada Allah. Rupa
yang maha mulia yang ingin dinyatakan di bait syair munajat ini adalah rupa ayau
Universitas Sumatera Utara
wajahnya Allah. Seperti yang telah di uraikan dalam bait bait sebelumnya, rupa
atu wajah bagi allah sesungguhnya adalah sifat baginya. martabat Sifat itu terdiri
dari berkehendak, berkuasa, berilmu, mendengar, melihat, hidup dan berkata kata,
inilah yang mau nyata pada diri insan. Untuk menyatakan wajah tuhan ini hanya
dapat di ujudkan pada diri Rasulnya yaitu tabligh (menyampaikan), amanah,
siddik (benar) dan fathonah (bijaksana).
Bait ke empat puluh
Berkat Jibril aminullah
Kami ini ditolong Allah
Mengembangkan Thariqat Naqsyabandiah
Siapa yang dengki pulang ke Allah…
Pada bait ke empat puluh permohonan bertujuan agar ditolong Allah
untuk
mengembangkan
Tarekat Naqsyabandiah.
Dalam mengembangkan
Naqsyabandiah banyak rintangan yang terjadi hal ini dapat dimaklumi karena
Tarekat adalah aliran dalam Islam yang dari awal keberadaannya tidak terbuka
secara bebas dan aliran ini merupakan mutiara dalam Islam yang apabila
dibukakan secara luas akan menimbulkan banyak fitnah dari mereka yang belum
memahaminya.
Didalam ajaran Islam syariat, Tarekat, hakikat dan ma’rifat merupakan
empat alliran yang tidak dapat dipisahkan. Keempatnya diyakini adalah
merupakan sunnah Rasulullah, adapun yang menjadi perkataan Rasul adalah
syariat, perjalanan Rasul dalam melakuakn amalan dikatakan Tarekat, kediaman
Universitas Sumatera Utara
atau jiwanya Rasul dinyatakan sebagai hakikat dan kelakuan dan perbuatannya
Rasul disebut sebagai ma’rifat. Oleh karena itu apabila salah satu dari keempat
Ilmu yang diajarkan Rasul ini dibantah maka sesungguhnya tidak mengikut
kepada sunnah Rasul Muhammad Saw.
Pro dan kontra atas beberapa aliran dalam Islam ini mengakibatkan
terjadinya hujjah dari masa kemasa sehingga para ahli sufi mengambil sikap
menutup diri dengan berpedoman kepada ayat Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat
55
Artinya :
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat,
mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amalamal kami dan bagimu amal amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami
tidak ingin bergaul dengan orang- orang jahil."
Dengan ayat ini para penganut Tarekat Naqsyabandiah mengembalikan
semuanya kepada Allah Swt sehingga dengan demikian tiada lagi rasa dendam,
benci didalam hati yang akan merusakkan keimanan. Inilah yang menjadi makna
dari kalimat ke empat bait ke empat puluh diatas yaitu “siapa yang dengki pulang
ke Allah.”
Universitas Sumatera Utara
Bait empat puluh satu
Kami mohonkan kepada Allah
Sekalian pinta itu tuan hamba perkenankanlah
Tambahi pula mana mana yang indah-indah
Kami harap juga ya Allah kurniai melimpah…
Di bait ke empat puluh satu permohonan bertujuan agar semua yang
disebut pada bait bait dalam munajat supaya dikabulkan Allah dan ditambah Allah
rahmat yang melimpah.
Tiada yang lebih indah dalam pandangan seorang sufi selain dari berada
disisi Allah yang maha mengasihi dan senantiasa memandang wajahnya yang
tiada rusak maupun binasa. Oleh karenanya mengabdi dan mencintai menjadi
aktivitas yang menyenangkan dan membahagiakan dengan menyebut dan
membaca kalam kalamNya membuat jiwa tergetar penuh dengan keharuan dan
ketentraman. Jiwa jiwa yang tentram inilah yang dipanggil Allah dalam AlQur’an surat Al-Fajr ayat 27-30.
Artinya :
“27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmudengan
hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam
jama’ah hamba-hamba-Ku. 30. Masuklah ke dalam syurga-Ku”
Universitas Sumatera Utara
Bait ke empat puluh dua
Yaa Allah ya robbal ‘izzati
Tolonglah kami berbuat bakti
Selama hidup sampai ke mati
Berkat Syafaat sekalian Sedati…
Pada bait keempat puluh dua ini permohonan agar diberikan pertolongan
untuk berbuat bakti selama hidup didunia. Berbakti dalam hal ini terdiri dari tiga
yaitu berbakti kepada Allah, berbakti kepada orang tua dan berbakti kepada guru.
Berbakti kepada Allah maksudnya adalah menjalani apa yang telah
ditunjukkan oleh Allah. Jalan itu berupa jalan yang lurus dan jalan yang
diridhoiNya dengan mengikut kepada kekasihnya Rasulullah Muhammad SAW.
Berbakti kepada orang tua adalah sesuatu yang diharuskan oleh Allah karena
tanpa mereka secara syariat tidak ada kehidupan didunia ini. Oleh karena itu
durhaka kepada kedua orang tua merupakan sesuatu yang dimurkai oleh Allah.
Berbakti kepada guru juga diharuskan karena tanpa guru tiada dapat ilmu
tersampaikan secara syariat. Gurulah yang mengajarkan manusia untuk
mengetahui berbagai ilmu, terutama guru agama yang mengajarkan dan
memberikan cahaya dalam setiap perjalanan rohani manusia.
Universitas Sumatera Utara
Bait ke empat puluh tiga
Kayakan kami ya Allah dunia dan akhirat
Peliharakan kami daripada sekalian Mudarat
Apa-apa yang kami maksud mana-mana yang kami hajat
Kecil dan besar sekalian dapat…
Dalam bait ke empat puluh tiga permohonan bertujuan agar dikayakan
dunia dan akhirat serta dipeliharakan dari kerugian. Dalam menuntut ilmu dan
beramal tidak hanya berupaya agar selamat daan beruntung diakhirat tetapi juga
hendaknya beruntung juga didunia, karena tanpa mendapatkan keberuntungan
didunia akan sulitlah menjalani hidup dan kehidupan. Oleh karena itu
beruntunglah
orang
orang
yang
beriman
karena
mereka
mendapatkan
keberuntungan dari dikeduanya.
Segala yang diharapkan baik permohonan kebutuhan individu maupun
kelompok hendaknya dapat dikabulkan Allah.
Bait ke empat puluh empat
Amin amin amin ya robbil ‘alamin
Berkat Syafaat Nabi Muhammad saidil mursalin
Berkat malaikat yang Mukarrabin
Serta sekalian hamba-Mu ya Allah yang Sholihin…
Amiiiin…
Universitas Sumatera Utara
Bait keempat puluh empat adalah bait terakhir munajat ini. Dengan
bermohon kepada Alah penguasa sekalian alam serta pertolongan Rasulullah yang
merupakan utusanNya juga para malaikat dan hamba hamba Allah yang soleh
semoga segala doa yang dimohonkan dapat dikabulkan..
4.8 Interpretasi Estetika
Keempat puluh bait munajat berisikan permohonan kepada Allah serta
nasehat kepada manusia agar selalu berada disisinya, mencintainya dan memohon
perlindunganNya. Dari syair munajat dapat dilihat bagaimana para penganut
Tarekat Naqsyabandiah menginterpretasikan Allah yang yang sangat dicintai.
Melalui media seni berupa syair dan nyanyian senandung ini setidaknya dapat
terungkapkan segala bentuk rasa cinta dan harapan harapan mereka.
Dengan dinyanyikan dan disenandungkannya munajat ini setiap hari di
Babussalam diharapkan dapat memahat hati akan senantiasa mengingat Allah dan
menjadikannya sebagai pondasi ketaqwaan kepadaNya.
Munajat juga adalah gerbang dalam berhubungan dengan yang maha
pencipta. Segala macam cara dilakukan agar permintaan tersebut dapat
dikabulkan. Oleh karena itu dalam melakukan dan membacakan munajat disertai
dengan memuji muji nama tuhan yang mulia dan dicintai melalui Asma ALHusna.
Selanjutnya untuk membuktikan rasa cinta tersebut tidak cukup hanya
menyebutkan namanya setiap hari dan setiap waktu saja. Namun lebih jauh tentu
Universitas Sumatera Utara
yang dicintai membutuhkan bukti cinta tersebut. Oleh karena itu seorang pecinta
haruslah melakukan apa apa yang diperintahkan oleh yang maha mengasihi.
Syair munajat ini dilantunkan dengan cara disenandungkan dengan indah
karena dalam kitab suci Al Quran Allah dalam surat Luqman ayat 19 menyatakan
:
Artinya :
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.
Dari ayat di atas, maksud dari lunak adalah suara yang indah, lembut dan
teratur dalam penyajiannya. Disamping itu penyajian munajat ini dilakukan di
tempat yang paling tinggi di Babussalam yaitu di puncak menara. Hal ini
memiliki makna bahwa permohonan ke pada Allah (munajat) berada di tempat
yang tertinggi dari segala permohonan lain yang diharapkan oleh setiap individu
di Babussalam.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KAJIAN STRUKTUR MELODI
5.1 Latar Belakang Gaya Musik Melayu
Menurut Takari (2010) sebelum datangnya pengaruh seni pertunjukan
Hindu, Islam, dan Barat, sebenarnya etnik Melayu telah memiliki konsep-konsep
tersendiri tentang tangga nada atau ritme. Berdasarkan penelitian yang penulis
lakuan, etnik Melayu memiliki konsep musik, baik yang diteruskan dari
tradisinya, yang disebut bunyi-bunyian atau yang diambil dari Barat.
Identitas gaya penyajian musik ini dapat dilihat dari kajian sistem musik
Melayu yang menggunakan suara dengan sebutan seperti mersik, garau, garau
alang, dan pekak.
Sebuah ide yang mencakup pengertian nada dengan
karakteristik tertentu. Termasuk unsur pelarasan alat musik, yang dalam hal ini
biasanya dihubungkan dengan biola dan rebab, serta sistem modus.
Para pemusik dan pencipta lagu Melayu masa dahulu kala juga telah
mengenalkonsep-konsep improvisasi, baik melodi atau ritme. Dalam improvisasi
dikenal istilah-istilah: (1) cengkok yang berarti suatu ide improvisasi dengan
teknik mengayunkan nada-nada, yang dalam musik Barat seperti teknik sliding
pitch, dengan contoh seperti berikut.
Contoh Cengkok
Universitas Sumatera Utara
(2) gerenek, yang berarti satu ide improvisasi dengan menggunakan nada-nada
yang berdensitas rapat, mendekati konsep tremolo di dalam musik Barat, dengan
contoh sebagai berikut.
Contoh Gerenek
(3) patah lagu, yang berarti suatu ide improvisasi melodi dengan memberikan
tekanan-tekanan (aksentuasi) pada nada-nada tertentu, terutama pada nada down
beat, dengan contoh sebagai berikut.
Contoh Patah Lagu
Konsep tentang ritme, seacra umum disebut rentak, yang mengandung
pengertian pola-pola ritme, durasi, onomatopeik/tiruan bunyi oleh suara manusia
pada berbagai tipe gendang, ostnato, dan lainnya, yang juga dapat dikaitkan
dengan konsep-konsep hitungan, atau gerak tari yang diiringi rentak ini.
Umumnya struktur tari mempunyai kesinkronan dengan konsep-konsep rentak
musik. Di Pesisir Timur Sumatera Utara, pada umumnya hitungan pertama ritme
bukan pada jatuhnya pukulan gong/tetawak, tetapigong/tetawak dianggap sebagai
akhir dari rangkaian siklus musik dan tarinya
Universitas Sumatera Utara
5.2 Latar Belakang Gaya Musik Timur Tengah
Musik klasik di Timur Tengah mempergunakan sistem maqamat (bentuk
jamak maqam) yang menetapkan modus sebagai dasar melodis pada saat
komposisi musik dibentuk.
Meskipun beberapa istilah dan beberapa sebutan
muncul di sini (makam di Turki, datsgah di Persia, naghmah di Mesir, dan taba di
Afrika Utara), konsepnya sendiri merupakan peninggalan yang dijadikan dasar
klasik musik pra-Islam.
Teori maqamat umumnya membicarakan tangga nada dan modus.
Berdasarkan sejarah musik, maqamat didefinisikan juga sebagai deretan tangga
nada heptatonik dengan sebuah nada oktafnya dalam gaya Yunani kuno dibagi
kepada dua unit yang terdiri dari empat nada (tetrakord).
Tangga nada ini
merupakan tangga nada devisif, yaitu nada-nadanya yang didasarkan kepada
prinsip pembagian-pembagian rentangan senar, yang diperoleh dengan cara
membagi panjang senar yang diukur secara matematis untuk menghasilkan
beberapa bagian yang berbeda dalam satu oktaf, demikian juga berbagai ukuran
interval yang berbeda. Penggunaan alat musik 'ud adalah prinsip dasar sistem ini.
Berbagai modus dapat dibentuk. Modus-modus jari tangan (asabi) dirancang
dalam bebagai bentuk geometris sepert lingkaran, bintang segi banyak (poligon)-didesain untuk memperlihatkan hubungannya dengan setiap modus rasa, waktu
sehari-hari, musim, warna, dan beberapa konsep di luar musikal.
Pada abad-abad akhir, dalam satu oktaf dapat dirubah dengan beberapa
waktu (25, 22, 17 dst.) sesuai dengan nama-namanya dan konstruksinya
memebentuk berbagai tangga nada. Penelitian tentang musik Islam ahun 1932 di
Universitas Sumatera Utara
Mesir, memperlihatkan bahwa Mesir mempunyai 52 (lima puluh dua) tangga nada
dasar; Syria mempunyai jumlah yang sama; Afrika Utara mempunyai 18 (delapan
belas), yang 16 (enam belas) di antaranya terdapat di Mesir dengan nama-nama
yang berbeda; dan Iran mempunyai 17 (tujuh belas), mereka dapat saling menukar
nama atau komposisi nadanya.
Contoh Tiga Versi Maqam Ramal Maia
Sumber: Malm (1977:72)
Universitas Sumatera Utara
Abstraksi Sistem Datsgah Persia
Universitas Sumatera Utara
Contoh
Abstraksi Kromatisasi Mikrotonal Musik Islam
Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme dari
Budaya Islam di Timur Tengah
Universitas Sumatera Utara
5.3 Bentuk Penyajian Musikal Munajat
Pelaksanaan munajat di desa Babussalam berhubungan erat dengan
aktivitas ibadah salat. Pembacaan munajat ini hanya dilakukan tatkala menunggu
saat azan Subuh, Maghrib dan Jumat tiba selebihnya tatkala menunggu azan
Zuhur, Ashar dan Isa hanya membacakan Istighfar dan shalawat saja.
Universitas Sumatera Utara
5.3.1 Nakus
Di Desa Babussalam alat yang dipergunakan sebagai penunjuk waktu dan
tanda adalah benda yang disebut sebagai nakus. Nakus adalah sebuah kentongan
besar yang tebuat dari kayu yang diberi lubang di tengahnya dengan panjang dua
setengah meter dan diameter kurang lebih 90 cm (sembilan puluh sentimeter).
Cara penggunaan nakus ini adalah dengan memukulnya dengan sebuah
stick kayu. Pemukulan nakus ini dilakukan dengan memukul daerah ditengah
kentongan bagian dalam yang berlubang dengan berulang ulang dan juga
memukul kentongan bagian luarnya.
Pemukulan kentongan bagian dalam yang berlubang disebut sebagai
nakus dalam dan pemukulan kentongan bagian luar disebut sebagai nakus luar.
Pemukulan kentongan luar dalam inilah yang menjadi aba aba atau tanda kepada
masyarakat sekitar. Menurut nara sumber kunci yang ditemui oleh penulis budaya
penggunaan nakus ini di Babussalam dimulai sejak berdirinya desa Babussalam.
Penggunaan nakus ini efektif untuk memberikan tanda dan aba aba kepada jamaah
walaupun sedang berada cukup jauh dari madrasah dan rumah tuan guru.
Nakus di Babussalam terdiri dari dua buah, nakus yang berada diatas
menara madrasah adalah nakus yang dipakai untuk menunjukkan waktu salat akan
segera tiba. Nakus ini akan dipukul berulang ulang di dalam ketongan selama 10
(sepuluh) sampai 15 (lima belas) menit dengan diakhiri dengan memukulkan sisi
luar nya sebanyak dua, tiga atau empat kali untuk menunjukkan rakaat salat yang
akan dilaksanaakan. Seumpamanya salat subuh, maka nakus akan dipukulkan
Universitas Sumatera Utara
sebanyak dua kali disisi luarnya dan pada waktu salat Zuhur maka nakus akan
dipukul sebanyak empat kali.
Nakus yang berada di bawah, tepatnya di samping madrasah berfungsi
untuk menunjukkan waktu hal ini dilakukan karena alat berupa jam pada masa itu
masih jarang dimiliki oleh masyarakat. Nakus ini berbunyi setiap jamnya dimulai
dari jam 7 (tujuh) pagi dengan memukulkan kentongan sebanyak satu kali setelah
memukulkan berulang ulang kentongan bagian dalamnya tanda ini diartikan oleh
masyarakat dan jamaah sebagai pukul satu. Demikian pula pada jam 8 (delapan)
dipukul dua kali, jam 9 (sembilan) tiga kali sampai jam 11 (sebelas) sebanyak 5
(lima) kali.
Di atas jam sebelas nakus bawah akan digantikan nakus atas kembali
untuk menunjukkan waktu salat zuhur akan tiba dan nakus bawah akan berbunyi
kembali pada jam 14 (empat belas) sebanyak 8 (delapan) kali. Jam 15 (lima belas)
nakus atas kembali berbunyi untuk menunjukkan salat ashar hampir tiba dan
nakus bawah kembali berbunyi pada jam 17 (tujuh belas) dengan 11(sebelas) kali
pukulan. Demikianlah pada jam 18 (delapan belas) kembali nakus atas berbunyi
untuk menunjukkan waktu shalat Maghrib segera tiba.
5.3.2 Susunan Aktivitas Ibadah Salat
Aktivitas tempat ibadah berupa madrasah pada tiap harinya didesa
Babussalam berbeda dengan masjid masjid yang ada pada masyarakat Islam
umumnya. Didesa Babussalam azan Subuh dilakukan dua kali yaitu pada jam
empat pagi setelah nakus atas berbunyi, setelah azan berkumandang maka
Universitas Sumatera Utara
dilanjutkan dengan pembacaan munajat. Setelah pembacaan munajat selesai
dilanjutkan dengan membacakan istiqhfar dan azan Subuh. Setelah azan Subuh
selesai maka nakus atas akan berbunyi kembali dengan diakhiri pemukulan dua
kali nakus luar untuk menunjukkan raakaat salat Subuh.
Pada saat salat Zuhur pemukulan nakus dimulai pada jam 12 (dua belas)
dengan memukul nakus dalam dan diakhiri nakus luar sebanyak 4 (empat) kali
untuk menunjukkan rakaat salat Zuhur dilanjutkan dengan membaca Istighfar dan
salawat. Setelah salawat selesai dilanjutkan dengan azan Zuhur dan diakhiri
dengan pemukulan nakus kembali. Demikian pula halnya dengan saat waktu salat
ashar tiba pada jam 15 (lima belas) setelah nakus berbunyi, istighfar dan salawat
dilakukan sebelum azan salat Ashar tiba.
Saat salat Maghrib tiba, setelah pemukulan nakus dilakukan munajat
berkumandang kembali namun tidak disertai dengan istighfar dan salawat. Hal ini
dikarenakan waktu menuju waktu maghrib cukup singkat sehingga setelah
pembacaan munajat maka langsung dilakukannya azan Maghrib.
Di waktu salat Isya setelah pemukulan nakus atas kembali istighfar dan
salawat dibacakan saat menunggu azan salat Isya yang diakhiri dengan kembali
memukul nakus dalam dan 4 (empat) kali pukulan untuk menunjukkan jumlah
rakaat salat Isya.
Universitas Sumatera Utara
5.4 Transkripsi dan Analisis Melodi Munajat
5.4.1 Transkripsi
Transkripsi adalah proses untuk menotasikan bunyi dari yang tidak
tampak menjadi simbol bunyi yang dapat dilihat (Nettl;1964,48). Simbol bunyi
yang dapat dilihat tersebut dinamakan notasi musik, yang pada sistem notasi
musik Barat terdapat dua jenis, yaitu notasi angka dan notasi balok. Sehubungan
dengan hal ini, untuk menotasikan lagu-lagu yang menjadi sampel dalam tulisan
ini, maka penulis mengunakan notasi balok yang dibuat di dalam garis paranada.
Alasan penulis memilih notasi balok untuk mentranskripsikan lagu-lagu tersebut
adalah:notasi balok lebih (a) dikenal secara umum dalam penulisan musik, (b)
lagu-lagu yang menjadi sampel dalam tulisan ini, menggunakan nada-nada yang
terdapat pada tangga nada musik Barat.
Untuk mentranskripsikan bunyi musik, Nettl (ibid,99) mencatat dua
masalah penting yang berhubungan dengan teori dan metodologi. Ia menawarkan
metodologi yang dikemukakan oleh Charles Seeger, yang mana Seeger
membedakan dua notasi pendeskripsian musik, yaitu notasi Preskriptip dan notasi
Deskriptif. Notasi preskriptif adalah notasi yang bertujuan untuk penyaji
(bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi dari musik). Notasi ini
merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Sedangkan notasi deskriptif
adalah notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan
detail-detail dari komposisi musik yang memang belum diketahui oleh pembaca.
Dalam
hal
ini,
pendekatan
yang
penulis
pilih
dan
lakukan
untuk
Universitas Sumatera Utara
mentranskripsikan lagu-lagu yang menjadi sampel dalam tulisan ini adalah
pendekatan notasi preskriptif.
5.4.2 Proses Transkripsi
Untuk mentranskripsikan musik secara rinci, maka transkripsi ini
dilakukan dengan berbagai langkah, seperti yang pernah dikemukakan oleh Nettl
(ibid;119-120), yaitu:
(a) Mendengarkan nada secara seksama, untuk membedakan antara penyanyi,
alat musik, dan lain sebagainya.
(b) Untuk memindahkan nada yang didengar ke dalam bentuk tulisan, digunakan
garis paranada untuk menempatkan notasi balok.
(c) Penulisan bentuk yang pertama ditulis dengan terperinci, untuk menghindari
terjadinya kesulitan dengan bentuk yang pertama dengan bentuk lainnya.
(d) Menggunakan kecepatan normal, kemudian hasil transkripsi diperiksa
kembali, lalu diteruskan dengan nada yang lainnya.
Untuk mentranskripsikan Munajat ini, penulis mengikuti langkahlangkah yang dikemukakan oleh Nettle tersebut. Pertama-tama, penulis
mendengarkan terlebih dahulu Munajat yang sudah penulis rekam berulang-ulang,
sambil menghapal sedikit demi sedikit pola-pola nada dan notasi yang
dinyanyikan tersebut. Setelah beberapa kali mendengarkan, penulis mulai
melakuan pentranskripsian not, dengan menggunakan pensil dan kertas yang di
dalamnya terdapat garis paranada. Dalam hal ini, penulis tidak melakukan
pentranskripsian lagu sekaligus, melainkan bagian perbagian, sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
kalimat yang dinyanyikan oleh pembaca munajat tersebut. Hal ini penulis lakukan
berulang-ulang, hingga semua not selesai di transkripsikan.
Agar tidak terjadi kesalahan pentranskripsian, penulis membagi kalimat
munajat menjadi beberapa frase, sesuai dengan pola perulangan munajat tersebut.
Setiap frase, penulis tandai dengan nomor, dari angka 1 dan seterusnya. Setiap
frase tersebut memiliki bait- bait yang isi dan pola notasinya berbeda, namun akan
terulang di frase berikutnya, sesuai dengan urutan bait tersebut.
Munajat yang penulis transkripsikan ini, memiliki 44 frase besar, dan
dalam setiap frase terdapat 4 bait, yang mana bait-bait tersebut akan memiliki pola
notasi yang hampir sama dengan pola bait pada frase berikutnya, sesuai dengan
urutan baitnya. Jadi, bait pertama pada frase pertama akan memiliki pola notasi
yang hampir sama dengan bait pertama pada setiap frase berikutnya. Demikian
pula bait ke-2, ke-3, dan ke-4, yang juga memiliki pola notasi yang hampir sama
dengan bait ke-2, ke-3, dan ke-4, pada frase berikutnya.
Setiap 1 bait, penulis letakkan pada satu garis paranada, sehingga akan
terjadi pengurutan bait yang sesuai dengan frasenya, sehingga nantinya satu garis
paranada hanya untuk meletakkan 1 bait saja. Dengan cara yang demikian, penulis
dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi, dalam mentranskripsikan lagu
munajat tersebut, dan mempermudah penulis untuk menemukan kesalahan yang
terjadi dalam penotasian.
Selain itu, pembacaan munajat ini menggunakan nada-nada yang
membentuk suatu melodi. Melodi yang muncul dari pembacaan ini, tetap saja
menggunakan nada-nada yang terdapat pada tangga nada lagu barat. Berhubung
Universitas Sumatera Utara
penulis
memiliki
keterbatasan
dalam
kemampuan
mendengarkan
dan
mentranskripsikan ke dalam bentuk tulisan nada melodi yang muncul tersebut,
maka dalam hal ini penulis hanya akan mentranskripsikan nada-nada yang mampu
penulis dengar, dan tetap diusahakan mendekati nada-nada yang terdapat pada
melodi yang muncul dari pembacaan munajat tersebut. Oleh karena itu, transkripsi
yang muncul penulis buat nantinya hanya berdasarkan kemampuan penulis saja.
Untuk mentranskripsikan lagu, penulis menggunakan alat musik
keyboard merk Yamaha PSR 2000, sebagai alat bantu. Tujuan dari penggunaan
alat musik keyboard untuk mentranskripsikan pembacaan munajat adalah untuk
mempermudah penulis dalam menentukan nada-nada yang dinyanyikan oleh
penyanyi dalam sampel lagu. Sedangkan alasan penulis menggunakan alat musik
keyboard, karena alat musik ini penulis anggap memiliki nada-nada yang standar
dengan nada-nada yang terdapat pada sistem tangga nada musik Barat, sehingga
membantu penulis untuk menemukan not-not yang dimunculkan dari pembacaan
munajat tersebut.
Oleh karena pembacaan munajat tersebut menggunakan not-not yang
terdapat pada tangga nada musik barat, maka sebelum menuliskan nada-nada itu
ke bentuk not balok pada garis paranada, penulis terlebih dahulu menentukan
tanda kunci (kleft) yang akan digunakan, yang mana tanda kunci ini akan
menentukan letak dari nada-nada yang akan dituliskan nantinya. Dalam hal ini,
penulis memilih menggunakan tanda kunci G pada garis paranada, seperti yang
terlihat pada contoh di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Bentuk Tanda kunci pada garis paranada
Namun, karena pembacaan munajat ini hanya berbentuk musik vokal,
maka penulis tidak dapat menentukan birama secara tepat, sehingga juga
berpengaruh pada nilai not yang disajikan. Dengan alasan tersebut, untuk
mentranskripsikan munajat yang dibacakan ini, penulis tidak menggunakan
birama, sehingga nilai not yang nantinya muncul dalam penotasian ini, nilainya
tidak persis sama dengan nilai not yang terdapat pada tangga nada musik barat.
Pembacaan munajat ini, sesuai dengan rekaman yang penulis peroleh,
disajikan dengan menggunakan nada dasar Do=D (2#). Apabila penulis mengikuti
nada dasar ini, penulis akan kesulitan menuliskan nada-nada rendah dari munajat
tersebut. Oleh karena itu, untuk memudahkan penulis dalam menuliskan dengan
nada-nada yang rendah pada garis paranada, maka penulis merubah penulisan
nada dasar munajat tersebut, tidak menggunakan nada dasar aslinya (Do=D),
melainkan menjadi Do=G (1#).
5.5 Pemilihan Sampel
Dalam tulisan ini, penulis hanya memilih satu sampel, yaitu munajat
yang dibacakan ketika akan sholat maghrib, di lokasi penelitian penulis. Alasan
penulis memilih munajat ini, karena munajat ini sering dibacakan atau disajikan,
sehingga banyak pendudukan yang diam di tempat itu hafal baitnya. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
munajat ini juga memiliki ciri khas tersendiri, yang bukan hanya arti dari teks
yang dibacakan, tetapi juga dari not atau nada-nada yang muncul dari pembacaan
munajat tersebut.
Pembacaan munajat ini, menurut informan penulis disesuaikan dengan
kebiasaan mereka menggunakan satu pola nada yang terdapat pada musik Islam,
yang dinamakan Maqam. Maqam yang mereka tampilkan untuk pembacaan
munajat ini adalah Shika. Ini merupakan satu dari beberapa pola nada yang
terdapat pada musik Islam
5.6 Analisis Lagu
Pada dasarnya, dalam proses transkripsi lagu sudah terjadi proses
analisis, karena dalam proses itu telah dilakukan suatu pengamatan terhadap
rentetan bunyi musik yang ditranskripsikan. Namun, untuk memperjelas analisis
tersebut, penulis akan menguraikan hasil analisis pembacaan munajat,
yang
menjadi sampel pada tulisan ini, yang merupakan penjelasan dari struktur musik
yang ditranskripsikan.
Untuk analisis ini, penulis menggunakan teori yang ditawarkan oleh Nettl
(ibid;147-149), yang isinya adalah:
1.
Tangga nada
2.
Modus
3.
Nada dasar
4.
Ritem
5.
Bentuk, dan
Universitas Sumatera Utara
6.
Tempo
Selain itu, penulis juga menggunakan teori yang ditawarkan oleh William
P. Malm tentang weighted scale (1977:15), yang isinya adalah :
1.
Tangga nada
2.
Nada dasar
3.
Wilayah nada
4.
Jumlah nada
5.
Interval
6.
Formula melodi
7.
Pola-pola kadensa, dan
8.
Kantur
Nantinya, penulis akan mengabungkan kedua teori ini, untuk
menganalisis pembacaan munajat yang menjadi sampel dalam tulisan ini. Berikut
adalah hasil analisis dari munajat tersebut.
5.7 Hasil Analisis Munajat
5.7.1 Tangga Nada
Menurut Soeharto (1992:32), tangga nada adalah susunan berjenjang dari
nada-nada pokok suatu sistem nada, mulai dari salah satu nada dasar sampai
dengan oktafnya. Dalam tulisan ini, penulis akan menentukan tangga nada
pembacaan munajat, sesuai dengan pendapat dari Malm (1977:8), yang
mengatakan bahwa menentukan tangga nada tersebut dapat dilihat dari nada
pokok (modal). Nada pokok maksudnya nada-nada yang terdapat pada lagu-lagu
Universitas Sumatera Utara
yang ditranskripsikan itu. Selain itu, salah satu cara untuk mendeskripsikan tangga
nada adalah dengan menuliskan nada-nada yang dipakai, tanpa melihat fungsi
masing-masing dalam lagu, kemudian digolongkan menurut beberapa kriteria.
Dari pendapat tersebut di atas, maka nada pokok dari munajat ada 15
yaitu:
B-C-D-E-F-G-Gis-A-B-c-d-e-f-g-a,
dan pada
garis
paranada
bisa
digambarkan seperti yang terlihat dibawah ini:
Bentuk Tangga Nada
Dilihat dari nada-nada yang digunakan, maka lagu ini menggunakan
tangga nada Diatonis, karena sudah terdapat oktaf nada dalam lagu tersebut.
Namun dalam tangga nada musik Arab (maqam), susunan tangga nada ini
termasuk ke dalam lagu Shika.
Untuk mendeskripsikan modus lagu, Nettl mengatakan paling tidak harus
disebutkan nada mana yang berfungsi sebagai nada dasar (tonal centre).
Gambaran tangga nada dan modus biasanya disampaikan lewat notasi. Jadi yang
dimaksud dengan modus adalah nada-nada yang umumnya dipakai dalam satu
komposisi itu.
Tabel berikut ini, menggambarkan jumlah pemakaian nada dalam
pembacaan munajat yang di transkripsikan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Penggunaan Nada dan Jumlahnya
No
Nada
Jumlah
Keterangan
Pemakaian
1
B
94
Nada yang berada 2 oktaf di bawah
nada standar
2
C
184
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
3
D
233
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
4
E
400
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
5
F
244
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
6
G
348
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
7
Gis
157
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
8
A
172
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
9
B
321
Nada yang berada 1 oktaf di atas nada
standar
10
C
581
Nada standar
Universitas Sumatera Utara
11
D
496
Nada standar
12
E
280
Nada standar
13
F
113
Nada standar
14
G
74
Nada standar
15
A
78
Nada standar
JUMLAH
3775
Dari tabel di atas, terlihat jumlah pemakaian nada dan nada-nada yang
ada pada komposisi tersebut. Berdasarkan tabel tersebut, penulis berkesimpulan
bahwa modus dari munajat ini adalah bekisar pada nada E-F-G-Gis-A-B-c-d
5.7.2 Nada Dasar
Nada dasar adalah nada tumpuan bagi nada-nada yang terpakai, dan pada
umumnya adalah nada pertama tangga nada (Soeharto, 499:88). Berdasarkan
rekaman dan transkripsi dari pembacaan munajat, yang sudah penulis sesuaikan
dengan alat musik keyboard untuk patokan nadanya, maka penulis berpendapat
bahwa lagu tersebut dimainkan dengan menggunakan nada-nada yang terdapat
pada tangga nada 2#, artinya lagu ini dimainkan dengan menggunakan nada dasar
D.
Akan tetapi, untuk menentukan masalah tonalitas ini, perlu juga
diperhatikan satu pendapat yang ditawarkan oleh Nettl (1964;147-149), yang
mengatakan bahwa untuk menentukan nada dasar sebuah komposisi dan untuk
membedakan nada-nada yang penting dan kurang penting ada 7, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Nada yang sering dipakai dan nada yang jarang dipakai dalam satu komposisi
tersebut.
2.
Terkadang nada-nada yang harga ritmisnya besar dianggap sebagai nada
dasar, biarpun jarang dipakai.
3.
Nada yang dipakai di akhir (awal) komposisi, atau pada akhir (awal) bagianbagian komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas
tersebut.
4.
Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi pas
di tengah-tengah dapat dianggap penting.
5.
Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Umpamanya, bila ada satu nada dalam tangga nada seluruh
komposisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan nada lain tidak
memakai oktaf (nada pertama tersebut boleh dianggap penting).
6.
Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa dipakai sebagai patokan
tonalitas.
7.
Harus diingat bahwa mungkin ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem
tonalitas sendiri. Untuk mendeskripsikan tonalitas seperti itu, maka cara
terbaik tampaknya adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan
gaya musik tersebut.
Berdasarkan pengalaman yang penulis dapat sejak melakukan penelitian
di lapangan, tidak ada patokan yang pasti yang digunakan untuk membacakan
munajat ini. Oleh karena itu, penulis hanya berpegang pada hasil rekaman yang
Universitas Sumatera Utara
penulis dapatkan dalam penelitian tentang pembacaan munjat ini, untuk
mengambil nada dasar lagu.
5.7.3 Ritem
Nettl (1964), mengatakan sebagai langkah awal dalam mendeskripsikan
ritem adalah menghitung harga-harga not yang ada dalam komposisi. Ritem
adalah gerak teratur yang mengalir karena menjadi aksen secara tetap. Keindahan
akan lebih terasa oleh adanya jalinan perbedaan dari satuan-satuan bunyinya
(Soeharto, 1992;56)
Pada pembacaan munajat ini, ritem yang digunakan adalah seperti yang
terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.2 Penggunaan Not dan Jumlahnya
Jumlah Pemakaian not
No
Not
Jlh
B
C
D
E
F
G
G#
A
B
C
D
e
F
G
a
1
1
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
2
2
-
-
-
-
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
3
16
24
22
22
12
15
22
4
6
40
36
35
5
-
-
259
4
14
44
47
58
40
80
32
79
84
126
101
56
43
32
18
854
10
28
15
24
5
43
68
103
89
146
287
187
96
65
42
60
6
8
8
4
7
198
3
-
-
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
6
24
12
-
-
-
-
-
45
70
85
50
-
-
-
292
+
7
+
Universitas Sumatera Utara
8
+
12
JUMLAH
94
24
40
32
38
-
18
23
40
24
34
-
-
3
0
4
8
58
87
43
-
-
-
321
581
496
280
113
74
78
17
157
4
40
2
5.7.4 Bentuk
Bentuk (form) adalah bentuk komposisi musik yang hanya dikaitkan
dengan jalur utama melodi ataupun bunyinya, jadi bukannya melalui teks maupun
harmonisasinya. Waupun teks dan harmoni yang baik akan selaras juga dengan
jalannya melodi (Soeharto,1992;39).
Menurut Nettl (1964;149-150) ada 2 masalah utama untuk menjelaskan
bentuk musikal, yaitu: (a) Identifikasi dari pokok-pokok materi, yang mana satu
potongan tanda istirahat menjadi dasarnya, dan (b) identifikasi pembagian pada
musik yaitu: bagian-bagian, motif-motif, dan frase-frase.
Dengan pengertian khusus sebagai hubungan-hubungan dari bagianbagian secara menyeluruh membentuk struktur dari lagu-lagu yang meliputi unsur
melodi dan ritmis dapat dibagi dengan berbagai cara. Membagi satu lagu menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil penting dilakukan untuk mendeskripsikan
bentuknya. Kriteria pembagian dapat dilakukan dengan melihat pengulangan
frase, dan tanda diam, menemukan pengulangan pola ritmis, atau transposisi
kesatuan teks dalam vokal.
Setiap lagu mempunyai satu atau beberapa bentuk, dan untuk
membedakannya diberi tanda dengan huruf kapital seperti : A,B,C,D, dan
seterusnya yang mana masing-masing bentuk itu berbeda (A berbeda dengan
B,C,D, dan seterusnya) atau memiliki perbedaan. Akan tetapi, apabila bentuk
Universitas Sumatera Utara
374
yang muncul sebagai variasi dari bentuk yang muncul sebelumnya, maka bentuk
ini ditulis dengan cara tertentu sebagai contoh A1 atau B1, A2 atau B2. Tanda itu
menyatakan bahwa bentuk A1 merupakan varian dari bentuk A, dan B1
merupakan varian dari bentuk B. Sedangkan A2 (B2) merupakan variasi lain yang
tidak sama bentuknya dengan A1 (B1). Maka apabila satu bentuk mempunyai
banyak variasi lagi, pemberian tanda variasi pun bisa bertambah banyak seperti
A3, A4, A5, dan seterusnya.
Dengan sekian banyak cara yang ditawarkan untuk menemukan bagianbagian yang sesuai untuk diterapkan pada pembacaan munajat ini, dengan melihat
kesatuan teks dalam vokal dan perubahan pengulangan yang ada sebagai satu
pengulangan pola ritmis atau transposisi. Dengan acuan ini, yang pertama sekali
dilihat adalah kesatuan teks dan pola ritmisnya. Selanjutnya, dari pola-pola ritmis
yang ada terjadi pengulangan, maka pengulangan tadi bisa memiliki 2
kemungkinan yaitu pengulangan utuh atau pun pengulangan yang bervariasi, dan
ini akan menjadi bentuk dari pola ritmis itu.
Mengacu pada kesatuan teks dan disesuaikan dengan pengulangan pola
ritmisnya, maka melodi yang muncul pada pembacaan munajat ini memiliki
bentuk seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3 Bentuk Melodi dan Variasinya
No
Bentuk
Keterangan
Bentuk variasi
Keterangan
A1, A2, A3, A4,
A5, A6, A7, A8,
A9, A10, A11,
A12, A13, A14,
A15, A16, A17,
1
A18, A19, A20,
Terletak pada bait
Bait pertama setiap
A21, A22, A23,
awal setiap frase
frase 1
A24, A25, A26,
besar, kecuali
A27, A28, A29,
frase 17 dan 39
A
A30, A31, A32,
A33, A34, A35,
A36, A37, A38,
A39, A40, A41,
A42
B1, B2, B3, B4,
B5, B6, B7, B8,
Terletak pada bait
B9, B10, B11, B12,
kedua setiap frase
2
B
Bait kedua frase 1
B13, B14, B15,
besar, kecuali
B16, B17, B18,
frase 42
B19, B20, B21,
B22, B23, B24,
Universitas Sumatera Utara
B25, B26, B27,
B28, B29, B30,
B31, B32, B33,
B34, B35, B36,
B37, B38, B39,
B40, B41, B42
C1, C2, C3, C4, C5,
C6, C7, C8, C9,
C10, C11, C12,
C13, C14, C15,
C16, C17, C18,
Terletak pada bait
C19, C20, C21,
ketiga setiap frase
3
C
Bait ketiga frase 1
C22, C23, C24,
besar, kecuali
C25, C26, C27,
frase 12 dan 42
C28, C29, C30,
C31, C32, C33,
C34, C35, C36,
C37, C38, C39,
C40, C41
4
D
D1, D2, D3, D4,
Terletak pada bait
D5, D6, D7, D8,
keempat setiap
D9, D10, D11,
frase besar,
D12, D13, D14,
kecuali frase 12
Bait keempat frase 1
Universitas Sumatera Utara
D15, D16, D17,
dan 15
D18, D19, D20,
D21, D22, D23,
D24, D25, D26,
D27, D28, D29,
D30, D31, D32,
D33, D34, D35,
D36, D37, D38,
D39, D40, D41
5
E
Bait ketiga frase 12
E1
Frase 42
6
F
Bait keempat frase 12
F1
Frase 15
7
G
Bait pertama frase 17
G1
Frase 39
8
H
Bait kedua frase 42
Untuk lebih jelasnya, lihat dalam lampiran transkripsi.
Berpedoman pada apa yang dikemukakan oleh Malm (197;28) dalam
bukunya Music Culture of Pacific The Near East and Asia, bahwa ada lima (5)
bentuk melodi yang sering digunakan dalam satu komposisi lagu, yaitu:
1.
Reventitive adalah bentuk lagu yang diulang-ulang
2.
Reverting adalah bentuk lagu yang terjadi pengulangan pada frase pertama
setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi
3.
Stropic adalah bentuk lagu yang pengulangan melodinya tetap sama tapi
melodi lagu baru
Universitas Sumatera Utara
4.
Progressive
adalah
bentuk
nyanyian
yang
terus
berubah
dengan
menggunakan materi melodi yang baru.
5.
Iterative adalah bentuk yang memakai formula melodi kecil yang cenderung
terjadi pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
Dikaitkan dengan pendapat di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa
bentuk melodi dari pembacaan munajat ini dapat digolongkan ke dalam bentuk
Iterative
5.7.5 Tempo
Menurut Soeharto (1992;134), tempo adalah cepat lambatnya gerak
musik. Dalam transkripsi lagu. Dalam transkripsi, tempo ditandai dengan huruf
M.M (Metonome Mark), yang dibelakang tanda ini diberi simbol notasi yang
memiliki nilai ¼. Tanda ini menunjukkan berapa kecepatan dari lagu tersebut
dengan mengunakan not yang bernilai ¼ dalam 1 menit. Dan selanjutnya, untuk
mengukur kecepatan tempo lagu yang terdapat pada rekaman, penulis
menggunakan kecepatan tempo yang terdapat pada keyboard, dengan cara
menyamakan ketukan dasar lagu dan dihitung dalam 1 menit.
Dari penjelasan di atas, maka penulis mengukur pembacaan munajat
yang ada dalam rekaman, yang mana pembacaan munajat ini memiliki tempo
=
85.
Universitas Sumatera Utara
5.7.6 Wilayah Nada
Untuk menentukan wilayah nada pada lagu, dilihat berdasarkan pada
ambitus suara yang terdapat pada lagu yaitu dengan memperhatikan rentang jarak
antara nada yang terendah dengan nada yang tertinggi dalam satu komposisi.
Dalam munajat ini nada yang terendah adalah nada B (yang berada 2
oktaf di bawah nada standar) dan nada tertinggi adalah nada a. Berdasarkan
pendapat dari Alexander J. Ellis (1850), yang menggunakan sistem cent dalam
penghitungan nada, maka wilayah nada dari pembacaan munajat ini adalah 2200
cent:
Contoh : Wilayah nada yang digunakan dalam pembacaan munajat
2200 cent
5.7.7 Jumlah Pemakaian Nada
Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam satu komposisi
lagu, mulai dari nada terendah sampai nada tertinggi. Adapun jumlah pemakaian
nada yang dipakai dalam pembacaan munajat seperti yang terlihat pada tabel
berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4 Pemakaian Nada dan Jumlahnya
No
Nada
1
B
94
2
C
184
3
D
233
4
E
400
5
F
244
6
G
348
7
G#
157
8
A
172
9
B
321
10
C
581
11
D
496
12
E
280
13
F
113
14
G
74
15
A
78
Jumlah
Jumlah Pemakaian
3775
5.7.8 Interval
Interval adalah jarak antara antara satu nada ke nada lain, yang biasa juga
di sebut swarantara. Hal ini disebabkan jarak nada itu dihitung menurut susunan
Universitas Sumatera Utara
oktaf, baik naik maupun turun, memiliki suara yang berlainan (Subagyo,
2004;33). Dalam menghitung interval, jarak yang harus dihitung adalah jarak
yang terjadi diantara satu nada dengan nada selanjutnya, tanpa melihat oktaf dari
nada tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena nada yang terdapat pada oktaf yang
lain dari satu, masih dianggap sama bunyinya, walaupun tinggi nada yang dimiliki
berbeda. Jarak dari nada-nada tersebut memiliki nama-nama yang berbeda.
Tabel berikut, menunjukkan penggunaan interval yang terdapat pada
pembacaan munajat.
Tabel 5.5 Nama Interval dan Jumlah Pemakaiannya
No
Nama Interval
Jumlah Pemakaian
1
Prime
457
2
Prime Aughmented
89
2
Seconde minor
580
3
Seconde Mayor
558
4
Ters minor
346
5
Ters Mayor
387
6
Kwart Murni
80
7
Kwint Murni
57
8
Seksta minor
68
9
Seksta Mayor
98
10
Septime minor
481
11
Septime Mayor
574
Jumlah
3775
Universitas Sumatera Utara
5.7.9 Kantur
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Malm (1964:8), kantur adalah
garis melodi dari sebuah lagu. Kantur merupakan pendeskripsian garis alur melodi
yang disajikan dalam dua bidang garis tegak lurus. Secara umum, pola kantur
dapat dibedakan menjadi 7 macam, yaitu :
1.
Ascending, adalah garis melodi yang bentuknya naik
2.
Descending, adalah garis melodi yang bentuknya turun dari yang tinggi ke
yang rendah
3.
Pendulous, adalah garis melodi yang bentuknya melengkung
4.
Conjunct, adalah garis melodi yang bentuknya melompat dari satu nada ke
nada yang lainnya secara melangkah
5.
Disjunct, yaitu garis melodi yang bentuknya melompat dari satu nada ke nada
yang lainnya, dengan menggunakan interval di atas sekunder
6.
Terraced, adalah garis melodi yang bentuknya sejajar dari nada yang rendah
ke nada yang tinggi, membentuk seperti anak tangga
7.
Statis, adalah garis melodi yang bentuknya tetap yaitu bergerak dalam ruang
lingkup yang terbatas
Apabila diperhatikan, sesuai dengan pendapat di atas maka pembacaan
munajat memiliki kecenderungan bentuk Pendulous, Statis dan Descending, dan
untuk lebih jelasnya lihat dalam lampiran.
Universitas Sumatera Utara
5.7.10 Pola-pola Kadensa
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni sebagai penutup pada akhir
melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut
atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut. Menurut Rodijat (1989;10)
kadensa memiliki dua pengertian. Yang pertama adalah penutup bagian akhir
komposisi, berdasarkan akord-akord utama yang menegaskan pertangga nada-an,
sedangkan pengertian yang kedua adalah dereten nada berupa kiasan bebas,
sebagai persiapan akhir komposisi.
Adapun pola-pola kadensa dari pembacaan munajat ini adalah seperti
yang terlihat di bawah ini
Contoh Pola-pola kadensa dalam pembacaan munajat
Universitas Sumatera Utara
5.7.11 Gaya Lagu
Dari segi penyajiannya, musik vokal pada umumnya memiliki dua gaya
yaitu melismatis dan silabis (Malm, 1977:9). Melismatis adalah gaya yang dalam
penyajiannya menggunakan satu suku kata untuk beberapa nada, sedangkan gaya
silabis adalah gaya yang dalam penyajiannya menggunakan satu suku kata untuk
satu nada. Gaya ini bisa timbul karena adanya hubungan musik (nada) dengan
teks.
Dari pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pembacaan
munajat ini memiliki kedua gaya tersebut, yaitu silabis dan melismatis, dan dapat
dilihat pada contoh di bawah ini.
Contoh Notasi Penggunaan Gaya Lagu
a. Gaya Silabis
b. Gaya Melismatis
Universitas Sumatera Utara
5.7.12 Gaya Melayu
Didalam pembacaan munajat hampir seluruh bagian melodi terdapat
cengkok dengan gaya melayu, namun untuk grenek dan patah lagu hanya dapat di
jumpai di beberapa bagiannya saja terutama untuk patah lagu terdapat dibeberapa
bagian awal frase. Demikian pula dengan grenek hanya di jumpai di beberapa
bagian akhir frase.
Contoh cengkok
Contoh grenek
Contoh patah lagu
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah dikaji secara mendalam mengenai bentuk, fungsi dan makna
Munajat maka disimpulkan hal hal sebagai berikut :
1.
Pembacaan munajat ini, menggunakan ornamentasi melodi Melayu dan
tangga nada (maqam yang khas Timur Tengah). Ornamentasi melayu dalam
hal ini yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqam yang digunakan dalam
munajat ini setelah disesuaikan dan dianalisis menggunakan pola Maqam
Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks
(logogenik) artinya komunikasi utama adalah secara verbal yang sesuai
dengan konsep budaya Melayu, yaitu yang kurik kundi, yang merah saga;
yang baik budi, yang indah bahasa.
2.
Guna Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah adalah sebagai tanda akan
masuknya waktu salat serta persiapan diri untuk melakukan aktifitas Ibadah.
Selain itu munajat memiliki fungsi sebagai bentuk kontinuitas sistem religi
dan budaya, sarana pendidikan,
sebagai ibadah dan upacara keagamaan
Islam, sebagai sarana dakwah Islam, sebagai sarana komunikasi (doa) kepada
Allah, sebagai pencerminan spiritualitas Islam, pengungkapan identitas Islam
dan Tarekat Naqsyabandiah, penguatan maqam zikir, ekspresi kelompok,
ekspresi estetika, proses menyerap nilai-nilai, dan sarana mengekspresikan
ideologi.
Universitas Sumatera Utara
3.
Munajat adalah termasuk ke dalam genre sastra Melayu. Genre sastra Melayu
(termasuk Sumatera Utara) disebut syair ialah suatu bentuk puisi Melayu
tradisional yang sangat populer. Kepopularen syair sebenarnya bersandar
pada sifat penciptaannya yang berdaya melahirkan bentuk naratif atau cerita,
sama seperti bentuk prosa, yang tidak dipunyai oleh pantun, seloka, atau
gurindam.
4.
Makna Munajat (doa) sesungguhnya adalah merupakan dialog dengan tuhan
yang maha kuasa lagi maha pemberi. Hal ini mulai berlaku semenjak manusia
merasa dirinya lemah, aib dan serba kekurangan. Mereka berusaha mencari
yang serba lebih dari dirinya, dan kepadanya dia akan mengadukan halnya,
membagi perasaan dan kemudian meminta perlindungan. Kadang kadang
mereka meminta sesuatu yang ia rasa dapat menolongnya, yaitu kepada
Tuhan yang maha kuasa.
6.2 Saran
Seni bersenandung merupakan warisan budaya yang perlu dipelihara dan
dipertahankan keberadaannya. Warisan ini sarat dengan nilai nilai budaya
terutama nilai nilai seni dalam budaya Islam dan Melayu, oleh karena itu
pengkajian dan penelitian dibidang seni Islam dan melayu perlu untuk
ditingkatkan agar mampu memberikan perimbangan terhadap arus dominasi
budaya barat.
Universitas Sumatera Utara
Aspek
aspek
akustik
dalam
ritual
zikir
dipersulukan
tarekat
Naqsyabandiah adalah sesuatu yang perlu untuk dikaji oleh peneliti yang berminat
untuk melakukan penelitian dalam seni Tarekat.
Naqsyabandiah sebagai salah satu tarekat yang ada dalam masyarakat
Islam sarat dengan unsur-unsur agama dan budaya seni, oleh karena itu perlu
kiranya pengkajian lebih lanjut dalam aspek sejarah, perkembangan serta
sumbangsihnya dalam dunia Islam. Berhubungan dengan tarekat Naqsyabandiah
Babussalam yang dibawa oleh Syekh Abdul Wahab yang berasal dari daerah
Rokan, perlu kiranya dikaji lebih mendalam mengenai gaya lagu yang
dipergunakan dalam pembacaan munajat tersebut. Menurut asumsi penulis
penggunaan gaya lagu yang saat ini dipakai oleh para pembaca munajat
diBabussalam terjadi pergeseran dalam bentuk melodi dari asalnya dahulu yang
menggunakan cengkok, grenek dan patah lagu khas dari daerah Rokan.
Terkait dengan penganut tarekat Naqsyabandiah Babussalam, diharapkan
kajian ini dapat menjadi salah satu referensi untuk tetap membudayakan tradisi
senandung Munajat Tuan Guru Babussalam dan sebagai bahan acuan terutama
dalam mempelajari melodi Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latiff Abu Bakar (ed.), 2001. Dunia Melayu Dunia Islam: Kesatuan dan
Perpaduan. Melaka: Kerajaan Negeri Melaka dan IKSEP.
Abdul Latiff Abu Bakar dan Mohd Nefi Imran (eds.) 2001. Media Warisan
Malaysia: Komunikasi Melalui Puisi dan Gendang. Kuala Lumpur:
Jabatan Pengajian Mediam Universiti Malaya.
Abdullah, M. Amin. 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam.
Bandung: Mizan Pustaka.
Abdullah, Hawash ( 1980). Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di
Nusantara. Surabaya: Al-Ikhlas
Abdul Muhaya (2003) Bersufi Melalui Musik. Yogyakarta : Gama Media
Abdurrahman, Muslikh. al-Futuhat al-Rabbaniyah. Semarang: Toha Putera.
Abdurrahman, Moeslim (1995). Islam Transformatif, Pustaka Firdaus. Jakarta.
Abu Hassan Sham, 1995. Syair-syair Melayu Riau. Kuala Lumpur: Perpustakaan
Negeri Malaysia
Adler, Mortimer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII).
Chicago: Helen Hemingway Benton.
Ahmad Samin Siregar, 2000. “Pemakaian Bahasa Melayu sebagai Gambaran
Budaya dan Cara Berfikir Masyarakat Melayu Sumatera Timur.” Dalam
Kumpulan Kertas Kerja Kolokium Bahasa Pemikiran Melayu dan
Indonesia. Suntingan Darwis Harahap dan Abdul Jalil Haji Anuar.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pusaka.
Ahmad Fuad Said (1976). Sejarah Syeikh Abdul Wahab Tuan Guru Babu Salam.
Medan: Pustaka Babussalam.
Ahmad Fuad Said (2001). Hakikat Tarekat Naqsyabandiah. Penerbit: Al-Zikra.
Al-Attas, S.M. Naquib. 1969. Preliminary Statement on General Theory of the
Islamization of the Malay-Indonesia Archipelago. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Albrecht, Milton C. 1970. “Arts as an Institution.” dalam Albrecht, Milton C.,
James H. Barnett and Mason Griff (eds.). The Sociology of Art and
Literature: A Reader. New York: Praeger.
Alex Sobur, 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Ghazali Abdul Hamid, 2001. Merentas Jalan Kebangkitan Islam (terj.) Md.
Salleh Kassim. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
At-Taftazani, Abu Al-Wafa Al-Ghinami (1985). Sufi dari Zaman ke Zaman.
Bandung: Pustaka
Ali Ahmad, 1978. Dari Pelajaran Asas Puisi Melayu. Kuala Lumpur: Penerbit
Fajar Bakti.
Asmaran As (1996). Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.
Austin, William W. 1972. “Words and Music: Theory and Practice of 20th
Century Composers”, dalam Words and Music: The Composer’s View, A
Medley of Problems and Solutions. Compiled in Honor of G. Wallace
Woodworth. Edited by Laurence Bermon. Cambridge, Massachusetts:
Department of Music, Harvard University.
Universitas Sumatera Utara
Backus, John. 1977. The Acoustical Foundation of Music. New York: W.W.
Norton Company.
Baijnath. 1959. “Nautch-girls.” Marg. 13(4).
Becker, Howard S. And Michael M. McCall (eds.). 1990. Symbolic Interaction
and Cultural Studies. Chicago and London: The University of Chicago
Press.
Becker, Judith and Alton Becker. 1981. “A Musical Icon: Power and Meaning in
Javanese Gamelan Music”. In Steiner, Wendy. The Sign in Music and
Literature. Austin: University of Texas Press.
Berger, Arthur Asa, 2000. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Bruinessen, Martin van (1995). Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Bandung:
Mizan.
Cooper, Nancy I. 2000. “Singing and Silence: Transformation of Power through
Javanese Seduction Scenarios.” American Ethnologist 27(3): 609-44.
De Marinis, Marco. 1993. The Semiotics of Performance. Translated by Aine
O’Healy. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud
Doligin, J.L., D.S. Kemnitzer & D.M. Schneider. (peny.). 1977. Symbolic
Anthropology: A Reader in the Study of Symbols and Meaning. New
York: Columbia University Press.
Dougherty, William P. 1993. “The Play of Interpretants: A Peircean Approach to
Beethoven’s Lieder.” In The Peirce Seminar Papers: An Annual of
Semiotic Analysis 1, M. Haley (ed.), Oxford: Berg.
Dougherty, William P., 1994. “The Quest for Interpretants: Toward A Peircean
Paradigm for Musical Semiotics.” Semiotica 99(1/2), 163-184.
Eco, Umberto, 1979, “The Role of the Reader.” dalam Umberto Uco (peny.), The
Role of the Reader: Explorations in the Semiotics of Texts. Indiana:
Indiana University Press. pp. 3-43
Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Muzik Vokal Marhaban dalam Upacara
Menabalkan
Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli
Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Endang Saefuddin Anshari, 1991. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Gazalba, Sidi. 1989. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta:
Penerbit Indonesia.
Goldman, Alan H. 1992. “Music, Art, and Metaphysic: Essays in Philosophical
Aesthetics”. Journal of Aesthetic and Art Criticism 50/4:327-28.
Hasbi Makhmud, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Musikal dalam
Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi
Sarjana Seni, Universitas Sumatera Utara Medan.
Hasym Said, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas
Kajian Tekstual dan Musikologis. Skripsi Universitas Sumatera Utara
Medan.
Universitas Sumatera Utara
Hawkes, Terence. 1977. Structuralism and Semiotics. Berkeley and Los Angeles:
University of California Press.
Hervey, S. 1982. Semiotic Perspectives. London: George Allen & Unwin.
Innis,R.E. (pnyt.). 1995. Semiotic: an introductory anthology. London:
Hutchinson & Co. Ltd.
Irwan Abdullah, 2001. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jones, George Thadeus, 1979. Music Theory. New York: Barnes and Noble
Book.
Kadirun Yahya (1985). Mutiara Al-Quran dalam Capita Selecta Tentang Agama
Metafisika Ilmu Eksakta Jilid III. Medan : Lembaga Ilmiah Metafisika
Tasauf Islam (LIMTI)
Kahmad, Dadang (2002). Tarekat dalam Islam Spiritualitas Masyarakat
Moderen. Bandung: Pustaka Setia.
Keris Mas. 1990. Perbincangan gaya bahasa sastera. Cetak ulang. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Khadijah Shalihah, 1983. Perkembangan Seni Baca Al-Quran dan Qiraat Tujuh
di Indonesia. Jakarta: Al-Husna.
Laleh Bakhtiar (1976) Sufi Expressions Of The Mystic Quest. New York :
Thames and Hudson Inc
M. Amin Abdullah, 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam.
Bandung: Mizan Pustaka.
Makhmud Hasbi, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Muzikal dalam
Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi
Sarjana Muda Seni, di Bidang Etnomusikologi, Fakultas Sastra,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Martinez, José Luiz, 1992. Uma Possível Teoria Semiótica da Música (Pautada
Logicamente em Charles Sanders Peirce). Cadernos de Estudo, Análise
Musical 5, São Paulo: Atravez, 73-83.
Martinez, José Luiz, 1994. “Practicing Musical Semiotics.” Musiikkitiede 6(1/2),
158-163.
Martinez, José Luiz, 1996. “Icons in Music: a Peircean Rationale.” Semiotica 110
(1/2), 57-86.
Martinez, José Luiz,1991. Música & Semiótica: Um Estudo Sobre A Questão da
Representação na Linguagem Musical. Tese de mestrado não publicada,
Pontifícia Universidade Católica de São Paulo.
Mateijka, Ladislav and Irwin R. Titunik. 1989. Semiotics of Arts. Cambridge and
London: The MIT Press.
Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a., 2006. Himpunan Fadhilah
Amal. Yogyakarta :Ash-Shaff
M. Sholihin (2001). Sejarah dan Pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia
Muhammad Takari, 1990. Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli
Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Skripsi Jurusan
Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara
Muhammad Takari, 1997. “Kajian Silamg Budaya tentang Etnisitas, Identitas dan
Kesenian dalam Konteks Kebudayaan Masyarakat Pesisir Sumatera
Utara.” Makalah dalam Seminar Budaya Pesisir Tapanuli Tengah dan
Sibolga di Medan 11 Oktober 1997.
Muhammad Takari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi dan
Strukturnya. Tesis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Omar A. Hoesin, 1981. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan
Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan
Bintang.
Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (peny.) 1992. Serba-serbi Semiotik. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Robinson, Jenefer (ed.). 1997. Music and Meaning. Ithaca and London: Cornell
University Press.
Said Hasym, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas
Kajian Tekstual dan Muzikologis. Skripsi Jurusan Etnomusikologi,
Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan.
Sartono Kartodirdjo, 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat.
Koentjaraninrat (ed.). Jakarta: Gramedia
Sasa Djuarsa Sendjaja. 1981/1982. “Media Kesenian Tradisional: Tinjauan
terhadap Kedudukan, Peranan dan Karakteristik Kesenian Tradisional
sebagai Medium Komunikasi Pembaharuan.” Analisis Kebudayaan
11(3): 76-80.
Schimmel, Annimarie (1986). Dimensi Mistik dalam Islam. terj. Supardi Djoko
Damono dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus
Simuh, 1995. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa.
Yogyakarta: Bentang.
St. Muhmmad Zein, 1957. Kamus Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Balai
Pustaka.
Suharsimi Arikunto, 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Surpady Muradi, 1990. Kesusasteraan daripada Perspektif Semiotik. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Suriasumantri, Yuyun S. 1983. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan
Leknas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Ulack, Richard, 2007. Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007
Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.
W.J.S. Poerwadarminta (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Universitas Sumatera Utara
GLOSSARIUM
1.
Ahlussunnah Wal Jamaah
: Ahli, pengikut aktifitas Rasullullah yang
tertuang dalam Hadist
2.
Anwaruz
: Cahaya zat yang esa
3.
Ahadiah
: Keesaan, persatuan
4.
Basirah
: Pandangan tuhan melalui salah satu
sifatnya yang Maha melihat
5.
Bilal
: Petugas keagamaan Islam yang
mengumandangkan Azan baik didalam
Mesjid maupun diatas menara
6.
Bai’ah
: Berjanji, perjanjian yang dalam aliran
tarekat lebih mengacu kepada bentuk
taubat kepada Allah
7.
Dawam Hudhur
: Hanya Allah yang dikenali sebagai ainul
yaqin
8.
Faidhz
: Karunia, limpahan rahmat
9.
Ghairullah
: Sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan
mata kasar
10. Ganiyah
: Memiliki sifat kaya
11. Hanif
: Muslim yang teguh, yang lurus, bersih,
suci.
12. Hakikat
: Kebenaran; kenyataan sebenarnya; segala
asal dan suci, tidak akan hilang didunia ini
13. Hudhur bey Ghibat
: Kesadaran akan limpahan faidhz dari sisi
Allah
14. Hadhrat
: Pertemuan yang bertalian dengan agama
15. Itsbat
: Penetapan, menyatakan
Universitas Sumatera Utara
16. Jamaah
: Kumpulan orang beribadah atau
melakukan pembelajaran secara bersama
sama.
17. Jihad
: Usaha yaang sungguh-sungguh dengan
segala upaya untuk mencapai kebaikan;
perang suci untuk memerangi orang kafi
18. Jabariah
: Suatu aliran dalam Islam yang menganut
faham bahwa segalanya semata-mata
hanya karena Allah
19. Jabal kubis
: Salah satu bukit yang berada di kota
Mekkah dimana dahulu sebagai pusat
pengembangan tarekat Naqsyabandiah
20. Khwajahgan, Khwajah
: Guru, para guru pembimbing rohaniah
dalam tarekat
21. Khalifah
: Pemimpin, kepala masyarakat Islam Sunni
22. Kaifiat
: Cara yang khusus; tata cara amalan zikir
dalam tarekat dan persulukan
23. Khilafat
: Berasal dari kata kholafa dalam bahasa
Arab yang berarti, meninggalkan,
pengganti, pewaris, penerus atau wakil.
24. Kafir
: Merahasiakan;tak berterima kasih kepada
tuhan; ingkar; julukan kepada orang yang
tak beriman
25. Khatam
: Penghabisan; penutup; terakhir; tamat;
selesai
26. Khalwat
: Amalan tarekat dengan jalan
mengasingkan diri dari keramaian serta
melakukan zikir ribuan kali
27. Khusyu
: Kerendahan hati; dengan sungguhsungguh (dalam berdoa, shalat
dsb);dengan sebulat-bulat hati
Universitas Sumatera Utara
28. Kibas
: Kambing; biri-biri
29. Khatrah
: Kekhawatiran dalam hati dari setiap
khayalan maupun perkataan
30. Lataif
: Bentuk jamak dari kata arab al-latif atau
latifah yang memiliki arti halus, kehalusan
atau kelembutan
31. Muraqabah
: Suatu kondisi dimana hamba sadar
sepenuhnya bahwa Tuhan selalu
melihatnya
32. Mu’tabar
: Terpandang; mulia; terhormat; terkenal:
beberapa buah kitab yang dikarang oleh
para ahli; yang terhormat
33. Mursyid
: Pemimpin dalam persulukan; Tuan guru
34. Mujahadah
: Menundukkan nafsu untuk mengikuti
garisan syariat Thoriq serta meninggalkan
keinginan nafsu dalam setiap aspek
kehidupan
35. Mufti
: Seseorang yang berwenang atas fatwa;
pendukung suatu ajaran
36. Masyaikh
: Para Ulama; kelompok Syekh
37. Musyahadah
: Nampaknya Allah pada hambaNya
dimana seorang hamba tidak melihat
sesuatu apapun dalam beribadah, kecuali
menyaksikan, berhadapan dan dilihat oleh
Allah
38. Mazhab
: Aliran; Sekte; Mengikuti sesuatu yang
dipercayaai
39. Mauwaliyah (Mavlevi)
: Salah satu tarekat dalam Islam yang
didirikan oleh Syekh Jalalluddin Rumi
berkembang didaerah Turki
Universitas Sumatera Utara
40. Makrifat
: Mengenal Allah, baik lewat sifat-sifatNya,
nama-namanya maupun perbuatanperbuatanNya
41. Mukasyafah
: Terbukanya segala rahasia; tiada tertutup
lagi sifat-sifat gaib
42. Nafi
: Meniadakan
43. Nisbat Khassah
: Kesadaran Hudhur bey Ghibat
44. Nafs
: Diri; Diri tuhan; sesuatu yang melahirkan
sifat tercela danj prilaku buruk
45. Qolbi
: Hati; jantung
46. Qana’ah
: Rela menerima dan merasa cukup dengan
apa yang dimiliki
47. Qada dan Qadar
: Salah satu rukun Iman dalam Islam;
sesuatu yang ditetapkan Allah pada
mahluk-Nya, baik berupa penciptaan,
peniadaan maupun perubahannya
48. Rabithah
: Bertali; berkait; berhubungan;
menghubungkan ruhaniah murid dengan
ruhaniah guru dengan cara
menghadirkannya dihati sanubari murid
ketika zikir
49. Ridha
: Menerima ketetapan-ketetapan dari Allah
untuk dirinya dengan senang hati
50. Salik
: Orang yang sedang melaksanakan
aktivitas suluk
51. Syekh
: Guru; Pendidik; pembimbing
52. Sum’ah
: Riya; beramal supaya terlihat orang lain
53. Suluk
: Tempat latihan beramal; memperbaiki
akhlak, mensucikan amal, dan
menjernihkan pengetahuan
54. Samaniah
: Salah satu aliran Tarekat dalam Islam
Universitas Sumatera Utara
55. Syariat
: Hukum Tuhan dalam dalam aturan
Ilahinya, istilah ini dihubungkan dengan
Fiqh
56. Syiah
: Mazhab, Sekte yang mempertahankan
otoritas rohani yang diturunkan dari
Muhammad melalui keturunan dekatnya,
AHLAL BAYT dengan Ali Bin Abi
Thalib sebagai khalifah pertama
57. Sunni
: Mazhab, nama aliran pengikut Sunnah
Rasul
58. Shalawat
: Bentuk jamak dari kata salla atau salat
yang berarti do’a, keberkahan, kemuliaan,
kesejahteraan, dan ibadah
59. Tasamuh
: Sifat dan sikap tenggang rasa atau saling
menghargai antar sesama manusia
60. Tarbiyah
: Pendidikan; memperbaiki sesuatu dan
meluruskan
61. Tawajuh
: Berhadap hati; hati yang telah diarahkan
benar benar kepada tuhan
62. Tawaruk
: Salah satu cara duduk didalam salat dan
berzikir
63. Tajali
: Lenyapnya/hilangnya hijab dari sifatsifatkebasyariaan;merasakan akan rasa
ketuhanan yang sampai mencapai
kenyataan Tuhan
64. Ujub
: Salah satu penyakit hati yang menganggap
dirinya paling mulia, paling segalagalanya dan paling sempurna
dibandingkan orang lain.
65. Uwaisiyah
: Perjalanan ruhani
Universitas Sumatera Utara
66. Uzlah
: Menarik diri dari hingar-bingar masalah
duniawi yang sering kali menipu dan
menjerumuskan
67. Wirid
: Hadir; datang; mengamalkan ibadah
dalam hati dan lisan dengan selalu disertai
zikir pada waktu tertentu
68. Wakaf
: Menahan; berhenti; diam; menjadikan
manfaat suatu harta yang dimiliki
69. Wasilah
: Keinginan; permohonan; Media yang
dipergunakan untuk mendekatkan sesuatu
kepada sesuatu yang lain
70. Yoga
: Aktivitas aliran mistik yang berasal dari
India dengan cara melakukan berbagai
amalan berupa pengolahan nafas dan jiwa
71. Zihni
: Kefahaman; Kekuatan akal
72. Zikir
: Ingat akan Allah; aktivitas menyebut asma
Allah sebagai bentuk cinta kepadaNya
73. Zakat
: Tumbuh; berkemmbang; kesuburan;
bertambah membersihkan atau
menyucikan; salah satu rukun dalam Islam
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Gambar 1. Madrasah Babussalam
Gambar 2. Makam Syekh Abdul Wahab Rokan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pusara Syekh Abdul Wahab Rokan
Gambar 4. Ziarah Makam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Tempat Air Yasin
Gambar 6. kelambu tempat Suluk
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Aktivitas Zikir di Persulukan
Gambar 8. Tawajuh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Nakus Dalam
Gambar 10. Nakus Luar
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Tuan Guru Yang Menjabat Di Babussalam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 12. Syekh H. Hasyim Al Syarwani
Tuan Guru Besilam Atas Sekarang
Gambar 13. Syekh H. Tajuddin
Tuan Guru Besilam Bawah Sekarang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14. Rumah Suluk Besilam Atas
Gambar 15. Rumah Suluk Besilam Bawah
Universitas Sumatera Utara
Gambar 16. Pembaca Munajat Diatas Menara
Gambar 17. Penyimak Bacaan Munajat
Universitas Sumatera Utara
Gambar 18. Teks Munajat Dalam Tulisan Arab Melayu
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 19. Partitur Notasi Munajat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Download