MUNAJAT DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS, DAN STRUKTUR MELODI TESIS Oleh: WIWIN SYAHPUTRA NASUTION NIM 107037004 PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 Universitas Sumatera Utara MUNAJAT DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS, DAN STRUKTUR MELODI TESIS Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Oleh: WIWIN SYAHPUTRA NASUTION NIM 107037004 PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : MUNAJAT DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT : KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS, DAN STRUKTUR MELODI Menyetujui Komisi Pembimbing Ketua, Dr. Muhizar Muchtar, M.S. NIP 195411171980031002 Anggota, Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. NIP 19652112 199103 1 001 Progran Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Fakultas Ilmu Budaya Dekan, Drs. Irwansyah Harahap, M.A. NIP. 19621221 199703 1 001 Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 1976031 001 Universitas Sumatera Utara Tanggal lulus : 10 Agustus 2012 Telah diuji pada Tanggal 10 Agustus 2012 PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. (______________) Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (______________) Anggota I : Dr Phil. Zainul Fuad, M.A. (______________) Anggota II : Dr. Muhizar Muchtar, M.S. (______________) Anggota III : Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. (______________) Universitas Sumatera Utara ABSTRACT This study focused on the analysis of form, function and meaning Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy . The approach used in this study is an interdisciplinary approach to qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat conducted research location. Some of the theories used in support of this research include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview and documentation. Once the analysis is done, it was found that the congregation Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education, manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree. Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the Munajat activity is as a manifestation of devotion to God. Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal. In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan prayers. Keywords: The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music analysis. Universitas Sumatera Utara INTISARI Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat. Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy.. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian. Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah. Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa, pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah. Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal. Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba waktu azan untuk ibadah salat. Kata kunci : Hakikat Tauhid, Tarekat,Silsilah, Fungsi, makna dan analisis musik. Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, 23 September 2012 Wiwin Syahputra Nasution NIM: 107037004 Universitas Sumatera Utara DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Wiwin Syahputra Nasution NIP : 197704242006041005 Tempat Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 24 April 1977 Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negri Tanjung Pura, Langkat Terapis pengobatan pada klinik Syifa dalam bidang Akupunktur dan Hypnoteraphy Pendidikan : 1. Sarjana Pendidikan Seni Musik (S.Pd) dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan (UNIMED) Jurusan Sendratasik, Lulus tahun 2002. 2. Akupunkturis (AKP) dari Lembaga Pendidikan Akupunktur (YAPEPTRI) Jakarta, Lulus tahun 2008. 3. Master Hypnoteraphy (Mch) dari Yayasan Hypnoteraphy Indonesia (YHI) Medan, Lulus tahun 2011. Pada tahun akademi 2010/2011 diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara. Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii ABSTRACT ................................................................................................. iv INTISARI .................................................................................................... v PRAKATA ................................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... ix DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR BAGAN........................................................................................ xv DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang Masalah....................................................... 1.2 Pokok Masalah ..................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 1.3.1 Tujuan Penelitian...................................................... 1.3.2 Manfaat Penelitian.................................................... 1.4 Tinjauan Pustaka .................................................................. 1.5 Konsep dan Landasan Teori ................................................. 1.5.1 Konsep ...................................................................... 1.5.2 Teori ......................................................................... 1.6 Metode Penelitian ................................................................ 1.6.1 Pendekatan Penelitian .............................................. 1.6.2 Transkripsi dalam Bentuk Notasi ............................. 1.6.3 Kehadiran Peneliti .................................................... 1.6.4 Sumber Data ............................................................. 1.6.5 Data Statistik ............................................................ 1.6.6 Prosedur Pengumpulan Data .................................... 1.6.7 Analisis Data ............................................................ 1.7 Sistematika Penulisan .......................................................... 1 1 23 26 26 27 28 33 33 37 58 58 59 60 61 61 62 62 63 BAB II TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU DAN DUNIA ISLAM PENDAHULUAN .......................................................................... 65 2.1 Kata Tarekat dalam Al-Qur’an............................................... 65 2.2 Perkembangan, Pengaruh dan Jenis Tarekat di Dunia Islam . 70 Universitas Sumatera Utara 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Islam ............................... Biografi Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy . Naqsyabandiah ..................................................................... 2.4.1 Pendidikan ................................................................ 2.4.2 Mengembangkan Agama dan Tarekat...................... 2.4.3 Membangun Babussalam ......................................... 2.4.4 Percetakan, Pertanian dan Bintang Kehormatan ...... 2.4.5 Mendirikan Serikat Islam ......................................... 2.4.6 Imam dan Bilal di Madrasah Babussalam ................ 2.4.7 Mengajar di Istana .................................................... 2.4.8 Bintang Kehormatan ................................................ Silsilah .................................................................................. Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam ........................... Aktivitas ............................................................................... 2.7.1 Baiah......................................................................... 2.7.2 Berkhalwat ............................................................... 2.7.3 Khatam Khawajakan ................................................ 2.7.4 Khatam Tawajuh ...................................................... 2.7.5 Idiologi ..................................................................... 2.7.5.1 Yad Kard .................................................... 2.7.5.2 Baz Gasht ................................................... 2.7.5.3 Nigah Dahsyat ............................................ 2.7.5.4 Yad Dahsyat ............................................... 2.7.5.5 Hosh Dar Dam............................................ 2.7.5.6 Nazar Bar Qadam ....................................... 2.7.5.7 Safar Dar Watan ......................................... 2.7.5.8 Khalwat Dar Anjuman ............................... 2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad Bahauddin Naqshban ................................. BAB III GUNA DAN FUNGSI MUNAJAT............................................. 3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi ..................................... 3.2 Penggunaan Munajat ............................................................ 3.2.1 Tanda Akan Masuknya Waktu Shalat ...................... 3.2.2 Tanda Persiapan Diri Untuk Ibadah ......................... 3.3 Fungsi Munajat .................................................................... 3.3.1 Kelestarian dan Kontinuitas Sistem Religi dan Budaya ...................................................................... 3.3.2 Pendidikan ................................................................ 3.3.3 Ibadah Agama Islam................................................. 3.3.4 Sarana Dakwah Islam ............................................... 3.3.5 Ekspresi Kelompok .................................................. 3.3.6 Ekspresi Emosi ......................................................... 3.3.7 Ekspresi Estetika ...................................................... 3.3.8 Memberitahu ............................................................ 82 84 87 91 92 93 98 99 100 102 103 105 107 107 108 110 111 113 114 117 119 120 121 124 127 129 132 135 138 142 142 144 145 145 146 147 148 150 152 156 168 Universitas Sumatera Utara BAB IV KAJIAN TEKS MUNAJAT ....................................................... 4.1 Sumber Teks Munajat .......................................................... 4.2 Munajat Sebagai Syair Melayu ............................................ 4.3 Adab Munajat ....................................................................... 4.4 Syarat-syarat Penyaji Munajat ............................................. 4.5 Teks Syair Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Nqsyabandy ................................................ 4.6 Analisis Semiotik dan Atqaqum .......................................... 4.7 Interpretasi Teks Munajat .................................................... 4.8 Interpretasi Estetika.............................................................. BAB V 173 173 173 187 192 194 205 208 266 KAJIAN STRUKTUR MELODI ............................................... 5.1 Latar Belakang Gaya Musik Melayu ................................... 5.2 Latar Belakang Gaya Musik Timur Tengah......................... 5.3 Bentuk Penyajian Musikal Munajat ..................................... 5.3.1 Nakus ........................................................................ 5.3.2 Susunan Aktivitas Ibadah Shalat .............................. 5.4 Transkripsi dan Analisis Melodi Munajat ............................ 5.4.1 Transkripsi ................................................................ 5.4.2 Proses Transkripsi .................................................... 5.5 Pemilihan Sampel ................................................................ 5.6 Analisis Lagu ....................................................................... 5.7 Hasil Analisis Munajat ......................................................... 5.7.1 Tangga Nada ............................................................ 5.7.2 Nada Dasar ............................................................... 5.7.3 Ritem ........................................................................ 5.7.4 Bentuk ...................................................................... 5.7.5 Tempo ....................................................................... 5.7.6 Wilayah Nada ........................................................... 5.7.7 Jumlah Pemakaian Nada .......................................... 5.7.8 Interval ..................................................................... 5.7.9 Kantur ....................................................................... 5.7.10 Pola-Pola Kadensa.................................................... 5.7.11 Gaya Lagu ................................................................ 5.7.12 Gaya Melayu ............................................................ 268 268 270 274 274 276 277 277 278 281 282 283 283 286 288 289 294 294 295 296 298 299 300 301 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 6.1 Kesimpulan .......................................................................... 6.2 Saran..................................................................................... 302 302 303 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 305 GLOSSARIUM ........................................................................................... 309 LAMPIRAN ................................................................................................. 314 Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Tulisan Jawi................. 178 Gambar 4.2 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Kitab Barzanji ............. 186 Gambar Lampiran 1 Madrasah Babussalam ........................................... 314 Gambar Lampiran 2 Makam Syekh Abdul Wahab Rokan ..................... 314 Gambar Lampiran 3 Pusara Syekh Abdul Wahab Rokan ..................... 315 Gambar Lampiran 4 Ziarah Makam ....................................................... 315 Gambar Lampiran 5 Tempat Air Yasin .................................................. 316 Gambar Lampiran 6 Kelambu Tempat Suluk ......................................... 316 Gambar Lampiran 7 Aktivitas Zikir di Persulukan ................................ 317 Gambar Lampiran 8 Tawajuh ................................................................. 317 Gambar Lampiran 9 Nakus Dalam ......................................................... 318 Gambar Lampiran 10 Nakus Luar ............................................................ 318 Gambar Lampiran 11 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam ............ 319 Gambar Lampiran 12 Syekh H. Hasyim Al Syarwani ............................. 320 Gambar Lampiran 13 Syekh H. Tajudin................................................... 320 Gambar Lampiran 14 Rumah Suluk Besilam Atas .................................. 321 Gambar Lampiran 15 Rumah Suluk Besilam Bawah ............................... 321 Gambar Lampiran 16 Pembaca Munajat di Atas Menara ....................... 322 Gambar Lampiran 17 Penyimak Bacaan Munajat .................................... 322 Gambar Lampiran 18 Teks Munajat Dalam Tulisan Arab Melayu .......... 323 Gambar Lampiran 19 Partitur Notasi Munajat ......................................... 332 Universitas Sumatera Utara DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Segitiga Makna ...................................................................... 43 Bagan 1.2 Pembagian Tanda ................................................................... 44 Bagan 1.3 Hubungan Tanda .................................................................... 45 Bagan 1.4 Tentang Tanda ....................................................................... 47 Bagan 1.5 Tentang Hubungan Tanda ...................................................... 47 Bagan 1.6 Konotasi dan Meta Bahasa .................................................... 50 Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Penggunaan Nada dan Jumlahnya ......................................... 285 Tabel 5.2 Penggunaan Not dan Jumlahnya ............................................ 288 Tabel 5.3 Bentuk Melodi dan Variasinya .............................................. 290 Tabel 5.4 Pemakaian Nada dan Jumlahnya ........................................... 295 Tabel 5.5 Nama Interval dan Jumlah Pemakaiannya ............................. 297 Universitas Sumatera Utara ABSTRACT This study focused on the analysis of form, function and meaning Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy . The approach used in this study is an interdisciplinary approach to qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat conducted research location. Some of the theories used in support of this research include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview and documentation. Once the analysis is done, it was found that the congregation Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education, manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree. Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the Munajat activity is as a manifestation of devotion to God. Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal. In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan prayers. Keywords: The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music analysis. Universitas Sumatera Utara INTISARI Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat. Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy.. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian. Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah. Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa, pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah. Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal. Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba waktu azan untuk ibadah salat. Kata kunci : Hakikat Tauhid, Tarekat,Silsilah, Fungsi, makna dan analisis musik. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Bermula dari kawasan Saudi Arabia, yaitu pada dua kota utama yaitu Kota Mekah tempat Rasul Muhammad dilahirkan dan Madinah sebagai pusat perkembangan awal Islam. Di Kota Madinah inilah terjalinnya integrasi sosioreligius antara kaum muhajirin (pendatang) dan anshor (penduduk Madinah). Mereka dipersatukan Rasul Muhammad berdasarkan konsep persaudaraan. Proses migrasi Nabi Muhammad dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah ini menjadi dasar dari sistem kalender Hijriah Islam. Akhirnya Islam berkembang keseluruh Jazirah Arab, Persia, Asia Selatan, China, Eropa Barat dan Timur, Nusantara (Asia Tenggara), dan kini ke seluruh penjuru dunia. Islam adalah agama yang paling pesat perkembangan jumlah pengikutnya dalam beberapa abad terakhir ini. 1 1 Di dunia ini, manusia ada yang beragama dan ada juga yang tidak beragama, namun sebahagian besar adalah beragama. Secara kuantitas, masyarakat yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan jumlah persentase 16 persen dari keseluruhan penduduk dunia. Yang menarik adalah setengah dari kelompok ini, percaya kepada Tuhan namun tidak mengikuti agama tertentu. Agama Yahudi yang jumlah pemeluknya memiliki persentase 0,22 % dari jumlah penduduk dunia berada pada peringkat terakhir dalam daftar agama-agama resmi dunia. Walaupun di Dunia Barat gereja-gereja yang tinggi menjulang banyak dibangun untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Kristiani, namun saat ini perkembangan agama Islamlah yang mengalami kemajuan pesat dan perselisihan serta perbedaan yang ada di tengah umat Islam pun semakin berkurang dibanding dengan agama-agama lain. Dengan mengingat segala permasalahan ekonomi dan berbagai problem lainnya yang terjadi pada negara-negara Islam, agama ini mampu berada pada peringkat kedua dalam daftar agama dengan jumlah penganut terbanyak. Berdasarkan laporan situs Baztab di Iran, hasil surveinya memperlihatkan agama Kristen menguasai 33 persen masyarakat dunia namun mereka mengalami perpecahan yang lebih besar dan lebih prinsipil dibanding agamaagama lainnya. Agama Kristen sekarang terpecah menjadi berbagai macam aliran yang berbedabeda seperti Katolik, Protestan, Ortodoks Timur, Anglikan, Evangelis, Pantekosta, dan lain sebagainya. Islam yang dipeluk oleh sekitar 21 persen dari penduduk dunia termasuk Suni, Syiah dan beberapa mazhab lainnya menempati agama kedua dengan penganut terbanyak setelah agama Universitas Sumatera Utara Kebesaran Islam bukan hanya terlihat dari jumlah pengikutnya namun Islam juga memiliki banyak aliran yang berbeda dalam menafsirkan dan mengamalkan perintah dalam Al-Qur’an dan Hadits. Yang paling jelas ada dua aliran dalam Islam yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah atau lazim disebut kelompok Suni dan Syiah atau Syi’i. Di dalam masyarakat muslim Suni sendiri terdapat empat mazhab besar berdasarkan imam yang mereka ikuti, yaitu:Maliki, Hanafi, Hanbali, dan Syafi’i. Demikian pula di dalam masyarakat muslim Syiah terdapat berbagai aliran lagi. Islam adalah agama samawiyah 2 yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Inti ajarannya adalah percaya kepada Allah Yang Ahad, yang diucapkan dan dibenarkan dalam hati yaitu Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah Utusan(Rasul) Allah (La ilaha ilallah Muhammadarrasulullah). Di dalam Islam juga dikenali dua rukun utama agama ini, yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Rukun Islam adalah syariat dalam bentuk lima aktivitas, yaitu: (a) Kristen. Orang-orang yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan persentase 16 persen dari jumlah penduduk dunia, termasuk di antaranya mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, orang-orang sekuler, dan yang menyembunyikan keyakinannya. Yang menarik adalah setengah dari mereka ternyata percaya kepada Tuhan walaupun tidak meyakini agama mana pun. Agama Hindu berada pada peringkat keempat dengan jumlah pengikut sebanyak 14 persen dari jumlah penduduk dunia. Diikuti agama Buddha, agama tradisional Cina dan kepercayaankepercayaan tradisional masyarakat Afrika yang masing-masing memiliki jumlah persentase sebanyak 6 persen. Agama Sikh dengan 0,36 persen komunitasnya menempati peringkat berikutnya dan Yahudi ternyata menempati peringkat paling akhir dari daftar agama-agama dunia menurut jumlah pengikutnya. [icc-jakarta.com] 2 Istilah samawiyah ini berasal dari konsep Islam, yang mengandungi makna sebagai agama yang berdasar kepada wahyu yang diturunkan Tuhan melaluii-nabi. Istilah ini juga merujuk kepada agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Secara harfiah samawiyah artinya adalah langit. Konteks makna kata ini adalah agama wahyu yang diturunkan dari langit, yaitu dari Allah. Di sisi lain ada pula istilah agama ardhiyah yaitu agama-agama yang muncul, tumbuh, dan berkembang di dunia ini. Faktor budaya dan peradaban manusia menjadi faktor utama tumbuhnya agama-agama ardhiyah ini. Universitas Sumatera Utara mengucap dua kalimah syahadat, (b) melaksanakan salat, (c) melaksanakan puasa; (d) menunaikan zakat; dan (e) melakukan ibadah haji bagi yang mampu. 3 Selanjutnya dikenal pula rukun iman yaitu berupa keyakinan, yang terdiri dari: (a) iman kepada Allah, yaitu patuh dan taat kepada ajaran dan hukum-hukum Allah; (b) iman kepada malaikat-malaikat Allah, artinya mengetahui dan percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta; (c) iman kepada kitab-kitab Allah, berupa melaksanakan ajaran kitab-kitab Allah hanif. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur'an, yang memuat tiga kitab Allah sebelumnya, yaitu kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil; (d) iman kepada Rasulrasul Allah, yaitu mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran, (e) iman kepada hari kiamat, yaitu faham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan, dan (f) iman kepada qada dan qadar. Paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam semesta. Di lain sisi rukun iman berikut ini adalah menurut aliran Islam Syiah (dikenal sebagai ushulluddin yaitu prinsip-prinsip keimanan) terdiri dari: (1) Attauhid yaitu keesaan Allah, (2) Al-adhalah yaitu keadilan Allah, (3) An-nubuwah yaitu kenabian, (4) Al-imamah yaitu kepemimpinan pasca Nabi Muhammad SAW., dan (5) Al-ma'ad. Aktivitas Islam secara umum dapat terlihat dari pengamalan 5 (lima) rukun Islam yang wajib dilaksanakan sebagai bentuk rasa 3 Dalam dunia sufi (tarekat) aktivitas-aktivtas ini disebut dengan syariat. Namun secara umum, sufi apapun alirannya di dalam Islam, selalu menekankan bahwa ibadah tidak cukup hanya dengan mengerjakan syariat saja, namun harus lebih dalam dan bermakna dari sekedar aktivitas itu, yaitu dalam tingkatan tarekat, hakikat, dan makrifat. Peringkat pelaksanaan ibadah ini yang didasari oleh zikir adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Universitas Sumatera Utara patuh kepada Allah dengan mencontoh segala amal perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dalam mencontoh segala amalan yang dilakukan oleh Rasul tidak hanya terbatas oleh bentuk pelaksanaannya secara lahiriah saja namun bentuk amalan itu juga harus disertai dengan mencontoh rasa batiniahnya Rasul. Hal inilah yang banyak menjadi perbincangan diberbagai aliran di dalam Islam tentang bagaimana melakukan pendekatan tentang maksud dari tiap-tiap ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena Al-Qur’an tidak hanya dapat dimaknai dengan arti tersurat saja namun lebih jauh dari pada itu Al-Qur’an memiliki makna tersirat yang lebih mendalam. Sebagai contoh dalam kitab suci Al-Qur’an mengatakan bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang yang bertawakal dan khusuk dalam salatnya. Oleh karena itu berbagai aliran Tarekat dalam Islam mencoba mendekatkan faham tentang rasa khusuk dan tawakal ini dalam aktivitas peribadatannya. Pengertian Tarekat 4 sebagaimana yang berkembang di kalangan ulama ahli tasawuf adalah “jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, dan 4 Penulisan tarekat ini adalah transliterasi dari kata dalam bahasa Arab, yaitu Kata ini kadangkala dalam teks-teks berbahasa Indonesia atau Melayu yang ditulis dengan huruf Latin atau Romawi menjadi thoriqot, thoriqat, thariqot, tharikat, tariqat, dan tarekat itu sendiri. Dalam tesis ini penulis memilih tarekat seperti yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka Jakarta 1980. Untuk selanjutnya walaupun ini istilah dalam bahasa Arab penulis tidak menulisnya huruf miring (italic) dalam tesis ini karena pada bab ini dan seterusnya akan banyak mengulang kata tarekat, jadi cukup ditampilkan sekali saja. Begitu juga dengan penulisan kata munajat, yang ditulis huruf miring pada awal tampilanhnya saja. Universitas Sumatera Utara secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung dan berantai hingga pada masa sekarang ini.” (Imron Abu Amar, 1980:1). Sebuah contoh diketahui umum di dalam Islam bahwa di dalam AlQur’an hanya dapat dijumpai adanya ketentuan kewajiban salat, tetapi tidak ada satu ayat pun yang memberikan perincian tentang rakaat salat tersebut. Misalnya salat Zuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat, dan Subuh 2 rakaat. Demikian juga terhadap syarat dan rukunnya salat-salat wajib tersebut. Rasulullah sebagai orang yang pertama yang memberikan contoh-contoh dan cara-cara salat tersebut melalui perbuatan yang dipertunjukkan dan ditiru oleh para shahabatnya terus dienkulturasikan kepada umat Islam lainnya dan dikekalkan hingga sekarang ini melalui ajaran dan petunjuk yang diberikan oleh para guru, syeikh, dan ulama. Ini tidaklah ditafsirkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber pokok hukum Islam tidak lengkap, sunnah Rasul dan ilmu fiqih yang disusun para ulama tidak sempurna, tetapi sebenarnya masih banyak penjelasan yang dibutuhkan umat agar pelaksanaan peraturan dan ketentuan Allah dan Rasulullah dapat dikerjakan secara teratur, bukan menurut penerimaan atau penangkapan akal bagi orang yang hanya mampu membaca, menghayati, dan memahami yang pada akhirnya orang ini akan mengerjakan syariat Islam sesuai dengan kemauan hawa nafsunya sendiri. Demikian landasan berpikir kaum Tarekat dalam Islam. Selain itu, Tarekat adalah termasuk ke dalam ilmu mukasyafah, yang dapat memancarkan cahaya ke dalam hati para penganutnya. Sehingga dengan cahaya itu terbukalah segala sesuatu yang terdapat di balik rahasia ucapan-ucapan Universitas Sumatera Utara Nabi Muhammad. Demikian pula halnya terhadap sesuatu yang ada di balik rahasia Allah. Adapun tujuan mengamalkan Tarekat sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jemaahnya, ada beberapa hal. Di antaranya adalah: (a) mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat tercela dan diisi sifat terpuji, (b) selalu mewujudkan rasa ingat kepada Allah melalui amalan wirid dan zikir diikuti tafakur yang terus menerus dikerjakan, (c) timbul rasa takut kepada Allah sehingga menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang menyebabkan lupa kepada Allah, (d) akan dapat mencapai tingkat alam makrifat, sehingga dapat mengetahui segala rahasia di balik tabir cahaya Allah dan RasulNya secara jelas, (e) dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini (Imron Abu Amar, 1980:12-13). Adapun landasan pengamalan Tarekat dalam Islam adalah mengutip Surah Al-Jin ayat ke-16, seperti berikut ini. Artinya: Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak) Ayat ini oleh para ulama ahli Tarekat dijadikan pegangan hukum dasar melaksanakan amalan-amalan yang diajarkan. Meskipun masih ada sebahagian orang yang menentang dijadikannya ayat ini sebagai dasar hukum Tarekat. Universitas Sumatera Utara Kemudian dari sisi materi pokok amalan Tarekat yang berupa wirid zikrullah (berzikir), sesuai firman Allah dalam Qur’an sebagai berikut. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah; zikir yang sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya waktu pagi dan petang (Q.S. Al-Ahzab: 41-42) Memperhatikan ayat di atas, maka dengan jelas Allah telah memerintahkan kepada semua orang yang beriman untuk tetap senantiasa berzikir dengan menyebut asma Allah. Kegiatan ini dilakukan sepanjang waktu, siang atau malam, pagi atau petang. Aliran Tarekat mendekatkan faham tersebut dengan melakukan berbagai cara, mulai dengan melakukan tarian untuk merasakan gerakan jiwa, merasakan ketentraman hati tatkala berzikir dan mengikhlaskan harta pada saat sedekah. Semua ini dilatih agar dapat mencapai tingkat kepasrahan kepada Yang Maha Pengasih. Walaupun sedikit kontroversial tetapi inilah jalan yang ditempuh oleh para sufi agar dapat lebih ikhlas, sabar dan bersyukur akan nikmat yang diberikan Allah SWT. Di dalam konteks Dunia Islam, terdapat berbagai aliran Tarekat. Di antaranya adalah Jabariyah, Samaniyah, Mauwaliyah (Mevlevi), Naqsyabandiah, dan lain-lainnya. Inti ajarannya adalah sama secara umum, yakni mendekatkan diri kepada Allah melalui zikir. Namun terdapat variasi-variasi dalam tata cara pengamalannya. Universitas Sumatera Utara Aliran Tarekat Naqsyabandiah adalah Tarekat dengan jalan melakukan amalan dengan mengasingkan diri (berkhalwat) dari keramaian dan melakukan zikir sampai ribuan kali setiap harinya. Mengasingkan diri ini dilakukan mencontoh aktifitas yang dilakukan Rasul ketika menerima wahyu dari Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril di gua Hira. Berdasarkan sejarah inilah para penganut Tarekat Naqsyabandiah melakukan zikir di suatu tempat yang dinamakan dengan suluk. Tarekat Naqsyabandiah ini salah satu yang terkenal di Nusantara dan Dunia Islam adalah Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat, Sumatera Utara, Indonesia. Pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam ini, ada amalan-amalan berupa zikir yang disebut suluk tadi, haul yaitu memperingati hari wafatnya Tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy, salat berjamaah, tausyiyah (ceramah tau siraman rohani) agama oleh para ulama Tarekat ini, azan untuk memulakan salat, penggunana nakus (kentongan) sebelum masuknya azan. Yang menarik secara religius adalah bahwa di dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam ini terdapat aktivitas munajat. Secara etimologis munajat artinya adalah doa atau permohonan doa, merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari ritual ibadah oleh agama dan kepercayaan manapun. Melalui perantaraan doa, setiap individu meminta kepada yang kuasa tentang segala hal yang diinginkannya. Oleh karena meminta adalah suatu proses mengharapkan akan sesuatu maka di dalam memanjatkan doa setiap individu, kelompok maupun suatu agama tertentu memiliki aturan, persepsi, dan syarat yang dianggap wajib dilakukan agar doa tersebut terkabulkan. Demikian pula halnya pada aliran Universitas Sumatera Utara sufistik Tarekat Naqsyabandiah yang memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan doanya. Pelaksanaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam sedikit berbeda dengan pelaksanaan munajat pada umat Islam secara umum. Biasanya pada masyarakat Islam umum, munajat tidak dilakukan dengan bersenandung dan isi dari munajat secara langsung merupakan permohonan kepada Allah. Namun pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam selain munajat tersebut disenandungkan juga permohonan kepada Allah melalui perantaraan guru dan syekh yang dianggap suci dan keramat. Sudah menjadi kebiasaan sejak Desa Babussalam dibangun, apabila kirakira setengah jam lagi waktu Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at masuk, bilal 5 mengumandangkan munajat di atas menara Madrasah besar dengan suara yang merdu dan lantang. Demikian pula menjelang Isya pada bulan Ramadhan, Munajat ini terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait yang pada dasarnya mengandung puji-pujian kepada Allah, doa mohon ampun dan kelapangan hidup dunia akhirat dengan berkat Syekh-Syekh Tarekat Naqsyabandiah serta Wali-Wali Allah yang keramat dan Saleh. Syair-syair munajat diciptakan oleh tuan guru pertama yaitu Syekh4 Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy semasa hidupnya. Pembacaan 5 Bilal adalah petugas keagamaan Islam yang mengumandangkan azan baik di dalam mesjid atau di atas menara (minaret), sebagai indeks atau tanda akan masuknya sholat wajib atau sunat lainnya seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Istilah bilal ini adalah merujuk kepada nama pengumandang azan Islam yang pertama kali yaitu Bilal bin Rabba. Istilah bilal juga disinonimkan dengan istilah muazin, yang maknanya adalah pengumandang azan (pertanda akan sholat). Umat Islam dalam membuat tanda akan segera masuk ibadah sholat ini adalah melalui azan. sedanagkan umat Kristiani tanda masuknya ibadah melalui bunyi lonceng gereja. Kemudian umat Yahudi memberi tanda masuknya ibadah di synagog melalui tiupan terompet. Universitas Sumatera Utara munajat ini dimulai sejak masa kampung Babussalam pertama kali didirikan yaitu pada tanggal 15 Syawal 1300 H dimana Syekh Abdul Wahab dengan keluarga serta murid-muridnya yang berjumlah 130 (seratus tiga puluh) orang Hijrah dengan menggunakan 13 (tiga belas) perahu ke daerah tersebut. Di Tarekat Naqsyabandiah Babussalam, istilah munajat mengacu kepada 2 (dua) pengertian yaitu munajat sebagai senandung yang dibacakan setiap hari diatas menara madrasah menunggu waktu salat tiba yang dilakukan bergantian oleh 3 (tiga) sampai 4 (empat) orang dan yang kedua munajat yang dibacakan sebelum ritual zikir di dalam suluk dimulai. Keunikan yang ada dalam pembacaan munajat ini menjadikan munajat menjadi salah satu ciri khas dari Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Pembacaan munajat ini tetap dilakukan bukan saja di Babussalam namun di Masjid dan surausurau yang jamaahnya menganut faham Tarekat ini akan mengumandangkan munajat untuk menunggu waktu salat subuh, Maghrib dan salat Jum’at tiba. Budaya pembacaan munajat ini bagi masyarakat Naqsyabandiah menjadi penting karena disamping sebagai wujud kepatuhan murid kepada sang guru yang menganjurkannya juga munajat merupakan perwujudan tradisi kepercayaan yang telah dibangun oleh ajaran Tarekat ini ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lampau yang disebut dengan rabhithah dan wasilah. Pembacaan senandung munajat telah dilakukan berulang kali pada setiap harinya di madrasah Babussalam, namun sejauh pengamatan penulis belum ada suatu panduan tentang peraturan dalam pembacaan senandung munajat ini bila ditinjau dari aspek melodinya. Universitas Sumatera Utara Anggapan sementara penulis munajat sangat berhubungan erat dengan tradisi budaya seni dan sastra. Hal ini dapat terlihat dari modus melodi yang digunakan tatkala menyenandungkannya maupun dari unsur sastra dalam penggunaan kata dalam syairnya. Didalam menyenandungkannya Munajat menggunakan aspek musikal Melayu yang dipengaruhi oleh unsur tekhnik vokal Arabian seperti modus atau maqam rast, sika, nahwa, dan hijaz. Demikian pula bila ditilik dari penggunaan kata dan sastranya yang digunakan tidak terlepas dari pengaruh budaya sastra Melayu dan unsur filosofi Tarekat Naqsyabandiah. Keberadaan munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat ini menarik dilihat dari berbagai fenomenanya. (a) Munajat adalah doa yang disenandungkan dan diciptakan oleh Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, yang menguasai dua aliran Tarekat yaitu Naqsyabandiah dan Samaniyah sekali gus, namun yang dikembangkannya di Babussalam Langkat adalah Tarekat Naqsyabandiah. (b) Munajat di dalam kelompok Tarekat ini disajikan dengan menggunakan bahasa Melayu, artinya munajat ini dibumikan dengan cara Melayu, bukan cara Arab atau Gujarat. (c) Munajat yang dikumandangkan menjelang azan pada Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at, menggunakan ornamentasi melodi Melayu dan tangga nada (maqam yang khas Timur Tengah) dan ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. (d) Bahwa munajat yang terdapat dalam Tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) 6 6 Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukkan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang Universitas Sumatera Utara artinya komunikasi utama adalah secara verbal yang sesuai dengan konsep budaya Melayu, yaitu yang kurik kundi, yang merah saga; yang baik budi, yang indah bahasa. (e) Bahwa dalam munajat ini, unsur estetika juga memainkan peranannya setelah unsur tekstual, unsur estetika ini mencakup aspek sastra seperti unsur syair, rima (persajakan), bait, baris, makna teks, dan lainnya. Juga adanya unsur melodis seperti patah lagu, cengkok dan gerenek, tangga nada, variasi individu pengumandang munajat, dan lainnya. (f) Bahwa munajat merupakan ekspresi budaya Melayu dalam konteks agama Islam, yang merupakan hasil adunan Melayu dan Timur Tengah. Dengan keberadaanya yang seperti itu, maka munajat ini menarik untuk dikaji dari sisi ilmu seni budaya dan ilmu agama Islam. Dalam hal ini, penulis menggunakan ilmu etnomusikologi dan agama Islam khususnya tentang Tarekat yang disebut dengan ilmu tasawuf. Untuk itu perlu diulas sekilas tentang apa itu etnomusikologi dan ilmu-ilmu dalam agama Islam yang mengkaji Tarekat. Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu, merupakan fusi atau gabungan dari dua induk ilmu yaitu etnologi (antropologi) dan musikologi. Penggabungan ini sendiri telah menimbulkan dampak yang kompleks dalam perkembangan etnomusikologi. Jika kemudian ia berfusi lagi dengan ilmu lain, katakanlah arkeologi, maka akan terjadi sesuatu perkembangan yang menarik. digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti pada mantea. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang dapat ditelusuri melalui pikiran mereka (lihat Malm, 1977). Universitas Sumatera Utara Dalam konteks etnomusikologi, bidang musikologi selalu dipergunakan dalam mendeskripsikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4). 7 Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang 7 Buku ini menjadi “bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “buku wajib” dalam disiplin etnomusikologi seluruh dunia. Universitas Sumatera Utara terpisah, yaitu musikologi dan etnologi. kemungkinan-kemungkinan masalah besar disiplin itu dengan cara yang Kemudian menimbulkan dalam rangka mencampur kedua unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya-seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara dalam musik sebagai suatu bagian dari permainan musik kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" Amerika, etnomusikologi yang sebenarnya tidak persis sama. di Jerman dan Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah Universitas Sumatera Utara yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya. Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, 1995, yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 (empat puluh dua) definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976. 8 8 R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan Universitas Sumatera Utara Dari 42 (empat puluh dua) definisi tentang etnomusikologi dapat diketahui bahwa etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu musikologi dan antropologi, pendekatannya cenderung multi disiplin dan interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial sekaligus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau awalnya mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis musik menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan demikian, masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti. Mengapa penulis mengambil disiplin ilmu ini dalam mengkaji keberadaan munajat di kelompok Tarekat Naqsyabandiah dengan menggunakan disiplin etnomusikologi adalah dilandasi oleh beberapa hal. (a) Sebagai sebuah aktivitas keagamaan munajat Tarekat ini mengandung unsur-unsur musikal melodi (yang kemudian dapat lagi dirinci menjadi tangga nada, bentuk melodi, frase melodi, motif melodi, densitas, frekuensi, dan lainnya) yang merupakan wilayah kajian etnomusikologi. (b) Demikian pula munajat ini mengandung unsur syair yang juga merupakan wilayah kajian etnomusikologi yang sering disebut dengan kajian tekstual. Unsur-unsur syair ini meliputi bait, baris, rima atau persajakan bunyi, jumlah kata per baris, makna denotasi dan konotasi, dan hal-hal sejenisnya. (c) Munajat juga diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya. Universitas Sumatera Utara dalam konteks budaya Melayu. Jadi munajat ini sangat menarik untuk distudi yakni pertunjukan dalam konteks budayanya sebagaimana yang biasa dilakukan di dalam disiplin etnomusikologi. Namun demikian, untuk mengkaji munajat dalam konteks dunia Tarekat atau sufisme, maka dalam tesis ini penulis menggunakan ilmu-ilmu dan pendekatan tasawuf yang lazim digunakan dalam mengkaji keberadaan Tarekat di dalam Dunia Islam. Untuk itu perlu dijelaskan apa itu ilmu tasawuf. Tasawuf (tasawwuf) atau sufisme (bahasa Arab: )ﺗﺻﻭﻑ adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun lahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Suni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8. Sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia. Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata sufi. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari suf, bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik muslim. Namun tidak semua sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari sufi adalah safa, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan. Universitas Sumatera Utara Kelompok lain dalam Islam menyarankan bahwa etimologi dari sufi berasal dari ashab al-suffa ("sahabat beranda") atau ahl al-suffa ("orang-orang beranda"), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa. Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasawuf sangatlah membingungkan. Sebagian pendapat mengatakan bahwa faham tasawuf merupakan faham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non-Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam kehidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut faham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme, atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang penganut paham tersebut disebut orang sufi. Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa), Universitas Sumatera Utara dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik. Pertikaian antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan ini terus berlangsung di masa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Muncullah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figaur lain seperti Shafyan alTsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah. Ilmu tasawuf ini didefinisikan oleh beberapa pakar. Tasawuf yaitu paham mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran Yoga di India (G.B.J. Hiltermann & Van De Woestijne). Tasawuf adalah aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (C.B. Van Haeringen). Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995). Universitas Sumatera Utara Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abdil Wahhab Al-Sha'rani mendefinisikan sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra, Kairo, 1374). Sufisme yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan Dia (J. Kramers Jz). Al-Qur’an pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Universitas Sumatera Utara Keyakinan dan gerak-gerik (akibat faham mistik) ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di dalam Islam (Abubakar Aceh, 1980). Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980). Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (shuuf), maka mereka disebut dengan sufi. Soal hakikat Tasawuf, hal itu bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As-Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para Universitas Sumatera Utara sahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nasrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Budha"( Ruwaifi’ bin Sulaimi dalam buku At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, 1981:28). Tokoh-tokoh yang mempengaruhi tasawuf Nusantara pada masa perkembangan awal Islam yaitu: Hamzah Al-Fansuri, Syekh Abdurrauf AsSinkili, dan Syekh Yusuf Al-Makasari, Syekh H. Muhammad Yusuf Minangkabau, dan Syekh Abdul Wahab Rokan. Kemudian pada masa kemerdekaan muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti: Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a (Abah Sepuh) Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dan Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini, serta yang lainnya. Adapun tokoh-tokoh tasawuf yang berpengaruh di Cirebon di antaranya ialah Syekh Syarif Hidayatullah atau yang lebih populer dengan sebutan Sunan Gunungjati, Syekh Iman atau yang Nurjati, guru dari Sunan terkenal dengan sebutan Gunungjati, Syekh Pangeran Abdullah Cakrabuana, Syekh Mulyani atau yang terkenal dengan sebutan Syekh Royani yang melahirkan para ulama diSrengseng, sebuah desa yang terkenal di Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Mbah Kriyan, Syekh Tholhah yang menjadi guru dari Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a., Syekh Jauharul Arifin pendiri Pondok Pesantren Al-Jauhariyah Balerante, Palimanan, Kabupaten Cirebon, dan tokoh-tokoh Cirebon yang lain. Universitas Sumatera Utara Jadi dapat dikemukakan bahwa ilmu tasawuf atau sufi dalam agama Islam adalah salah satu ilmu tentang kerohanian atau kebatinan yang berdasar kepada zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu tasawuf menjadi pemerkaya batin kepada umat Islam yang mengamalkannya. Berdasarkan latar belakang keberadaan Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat seperti terurai di atas dan pendekatan keilmuan yang akan dilakukan, maka penulis membuat judul penelitian ini: Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat: Kajian terhadap Fungsi, Makna Teks, dan Struktur Melodi. 1.2 Pokok Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, sebenarnya keberadaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat ini, dapat dikaji melalui berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu ushuluddin agama Islam, ilmu psikologi, sosiologi, linguistik, sejarah, dan lain-lainnya. Namun demikian seperti sudah penulis kemukakan sebelumnya, dalam tesis ini penulis mendekatkan kajian pada disiplin seni dan ilmu tasawuf. Disiplin seni yang utama pun adalah etnomusikologi. Ini bertujuan untuk dapat memperdalam kajian estetikanya yang dilatar belakangi keberadaan munajat dalam lingkungan Tarekat dan agama Islam yang lebih luas yaitu mencakup persebarannya di Dunia Islam. Selain itu, kajian terfokus ini, adalah mempertimbangkan latar belakang keilmuan penulis yang dalam strata satu berpendidikan sebagai ilmuwan pendidik seni musik. Tentu saja pendekatan ini tidak lupa menggunakan multidisiplin dan interdisiplin ilmu, Universitas Sumatera Utara sebagaimana yang lazim dianjurkan dalam penelitian-penelitian di bidang ilmuilmu seni. Untuk memfokuskan kajian dan penyelesaian masalah, maka penulis dalam tesis magister ini perlu dilakukan pembatasan masalah agar menghindari pembahasan yang mengambang dan menyimpang. Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti adalah sebagai berikut. (1) Pokok permasalahan pertama adalah bagaimana fungsi munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Pokok masalah ini nanti akan dikaji meliputi guna munajat dan fungsinya. Guna melihat dari sisi praktisnya, sedangkan fungsi melihat dari perspektif sosiobudaya yang lebih luas, terintegrasi dan mendalam. (2) Pokok masalah yang kedua adalah apa-apa saja makna yang terkandung dalam teks (syair) munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Dalam pembahasan penelitian ini, maka pokok masalah ini akan mencakup aspek struktural dan makna semiosis, yang mencakup seperti jumlah bait teks munajat, jumlah baris dalam satu bait, jumlah kata dalam satu baris dan bait, suku kata per baris, penggunaan aspek estetika seperti rima atau persajakan bunyi akhir baris, intonasi, makna konotasi, makna denotasi, lambang, ikon, indeks, dan hal-hal sejenis. (3) Pokok masalah yang ketiga adalah bagaimana struktur melodi munajat yang dipraktikkan dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat yang ada pada saat ini? Pokok masalah ini akan diurai dengan parameter seperti tangga nada (maqam), wilayah nada, nada dasar, persebaran interval, Universitas Sumatera Utara formula melodi, pola-pola kadensa, kontur, dan hal-hal sejenis. Kajian ini diharapkan akan memberikan gambaran yang jelas tentang identitas musikal yang terkandung di dalam munajat, yang menyatu dan terintegrasi dengan sistem estetika Islam atau tasawuf. Selain ketiga pokok masalah di atas, di dalam tesis ini juga akan dibahas beberapa masalah lainnya, yang dipandang dapat mengungkapkan dan membantu menjawab tiga pokok masalah di atas. Di antara pokok masalah tambahan lainnya adalah: Bagaimana sejarah tumbuh dan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiah atau persulukan di Desa Besilam (Babussalam) Langkat ? Pokok masalah ini dibuat untuk dapat mengungkap sejarah tumbuh dan berkembangnya Tarekat ini dari dimensi ruang dan waktu yang dilaluinya. Selain itu juga akan dikaji tentang biografi ringkas guru pendiri Tarekat ini yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan, yang berlatarbelakang sebagai orang Melayu dan jiwa kemelayuan yang juga tercermin dalam munajat ciptaan beliau. Begitu juga dengan guru-guru penerusnya, yang akan dikaji secara singkat saja, tidak mendalam. Pokok masalah tambahan lainnya adalah bagaimana bentuk penyajian atau pertunjukan munajat di dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat? Masalah ini akan memberikan atau mendeskripsikan jalannya penyajian munajat dari sejak awal, hingga akhir menjelang azan dan salat maghrib, Subuh, dan Jum’at. Masalah ini akan membahas siapa penyajinya, di mana disajikan, bagaimana menyajikannya, bagaimana respons atau umpan balik para jemaahnya, dan hal-hal sejenis. Universitas Sumatera Utara Dengan menentukan pokok masalah seperti ini diharap akan dapat mengungkap secara jelas tiga pokok masalah di atas. Penelitian ini juga diharapkan akan memberikan wawasan keilmuan yang lebih terurai jelas dalam lingkup disiplin seni dan agama sekaligus. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah seperti uraian berikut ini. 1. Memahami guna dan fungsi munajat dalam komunitas Tarekat Naqsyabandiah Besilam (Babussalam) Langkat. 2. Memahami makna-makna teks munajat ciptaan Syekh Abdul wahab Rokan, yang disajikan sebelum azan pada salat Subuh, maghrib, dan Jum’at. 3. Mengetahui dan mengerti bagaimana struktur melodi munajat yang disajikan yang mengandung unsur musikal Melayu dan Arab (Timur Tengah). Selain itu penulisan tesis ini bertujuan untuk dapat mengungkapkan tumbuh dan berkembangnya Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam Langkat, berdasarkan dimensi waktu dan ruang yang dilaluinya. Tujuan lainnya adalah memahami bagaimana bentuk penyajian atau pertunjukan munajat didalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Universitas Sumatera Utara 1.3.2 Manfaat Penelitian Sesuai dengan yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian diatas, manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu sumber informasi tentang salah satu kesenian ritual keagamaan dalam bentuk vokal yang ada di Langkat Sumatra Utara. 2. Sebagai usaha melestarikan seni budaya Islam, khususnya bagi masyarakat pendukungnya. 3. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lanjutan tentang kebudayaan seni ritual Islam. 4. Sebagai sarana untuk memperkenalkan seni Tarekat di kalangan sivitas akademika perguruan tinggi baik dalam lingkup daerah, nasional, atau internasional. 5. Sebagai salah satu bahan saintifik pendukung untuk pengembangan metode dan teori dalam bidang ilmu-ilmu seni, khususnya etnomusikologi dan seni dalam agama, karena ilmu harus terus dikembangkan sesuai dengan peredaran zaman. 6. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara di Medan. 7. Sebagai bahan awal untuk kajian ilmu-ilmu seni dan agama dalam perspektif yang lebih luas, seperti dalam konteks Indonesia, Dunia Melayu, Dunia Islam, dan perbandingan antar agama yang mempraktekkan hal-hal yang sejenis dengan munajat ini. Universitas Sumatera Utara 1.4 Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan. Ini dilakukan dengan cara mencari literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang mampu menelaah pokok masalah, berdasar literatur-literatur tersebut dalam lingkup penelitian pengkajian dan penciptaan seni. Kemudian memetakan sejauh apa para peneliti terdahulu mengkaji keberadaan praktik religi munajat dan sejenisnya ini. Tujuan lainnya adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih. Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang berkenaan dengan munajat Naqsyabandiah ditinjau dari aspek kajian fungsi, makna teks, dan struktur melodi munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Melayu, termasuk di Babussalam Langkat, Sumatera Utara. Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan penelitianpenelitian atau penulisan terdahulu sebagai acuan. Adapun bahan-bahan acuan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Buku Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam oleh H. Ahmad Fuad Said. Buku yang berhalam 190 ini, menceritakan tentang sejarah Tarekat Naqsyabandiah serta perjuangan Tuan guru Babussalam dalam mengembangkan ajarannya serta perjuangannya pada masa penjajahan. Serta Universitas Sumatera Utara silsilah yang dipergunakan dalam Tarekat ini yang nantinya menjadi acuan dalam membahas mengenai syair yang digunakan dalam munajat. 2. Buku yang bertajuk Hakekat Tarekat Naqsyabandiah yang ditulis oleh H. Ahmad Fuad Syaid, diterbitkan di Babussalam Langkat oleh Pustaka Babussalam, 1989. Buku yang terdiri dari 211 (dua ratus sebelas) halaman dan dibagi ke dalam 18 (delapan belas) bab ini, memberikan wawasan yang mendalam, bagaimana orang-orang dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat menilai dan mengekspresikan ide-ide keagamaannya dalam konteks pelaksanaan Tarekat. Buku ini sangat membantu melihat dari sisi pandangan orang dalam (insider), agar peneliti tidak terjebak dalam tafsiran yang menurut persepsi peneliti sendiri. Buku ini memberikan data yang diperlukan dalam konteks studi dengan teori etnosains atau grounded theory. 3. Seterusnya buku yang bertajuk Mengenang Kembali Syekh Fakih Tambah, yang ditulis oleh Sulaiman JWR, tahun 2002, yang diterbitkan di Babussalam. Buku ini memberikan gambaran tentang Syekh Fakih Tambah, sebagai seorang tokoh ulama, pemimpin agama, dan ahli tasawuf. Beliau adalah putra Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Kholidi Naqsabandi, Tuan Guru Mursyid dan Nazir Babussalam langkat, Sujmatera Utara, Indonesia. Buku ini memberikan pengetahuan lebih jauh bagaimana kontinuitas yang dilakukan keturunan Syekh Abdul Wahab Rokan ini dalam mengelola kelompok Tarekat ini. Universitas Sumatera Utara 4. Buku berbahasa Inggris, Sufi Expressions of the Mystic Quest oleh Laleh Bakhtiar. Buku ini memandu penulis untuk lebih mengenal bentuk-bentuk seni sufistik Islam. Bahwa Islam sebagai sebuah agama besar memiliki sisisisi spritualitas dalam seninya, yang memiliki berbagai genre, khususnya sebagai sen sufistik. 5. Buku Sastra Melayu Sumatra Utara oleh Muhammad Takari Bin jilin Syahrial dan Fadlin Bin Muhammad Dja’far. Dalam buku ini, Takari dan fadlin menguraikan secara mendalam bagaimana keberadaan sastra Melayu yang terdapat di Sumatera Utara, seperti sinandong, syair, gubang, pantun, gurindam, nazam, talibun, seloka, dan lain-lainnya dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Buku ini membantu penulis dalam mengenal sastra Melayu dan menelaah permasalahan-permasalahan dalam memaknai maksud dari syair munajat. 6. Psikologi Komunikasi oleh Jalaluddin Rakhmat. Buku ini berisikan hal-hal yang dikomunikasikan oleh suatu kelompok kepada masyarakat serta bagaimana bentuk komunikasi tersebut mempengaruhi perilaku manusia. Buku ini membantu penulis untuk memahami bagaimana penerimaan pesan komunikasi dan komunikasi yang terjadi pada saat disajikannya munajat menjelang azan dan salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at di dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. 7. Selanjutnya buku Bersufi Melalui Musik oleh Abdul Muhaya. buku ini menjelaskan tentang tingkatan spiritualitas dalam mendengarkan musik dan pembagian derajat sufi dalam mendengarkan musik serta beberapa pandangan Universitas Sumatera Utara Islam tentang musik. Bagi kalangan sufi, musik (al-sama’) merupakan alat stimulus Ilahiah yang dapat meningkatkan kecintaan mereka kepada Allah. Melalui kecintaan yang kuat, seorang sufi akan sampai kepada derajat wajd (ekstasi). Ini adalah sebuah peristiwa suatu perasaan yang ditimbulkan oleh rasa cinta yang sungguh-sungguh kepada Sang Khalik (Allah Subhana Wata’ala) dan kerinduan untuk selalu bertemu dengan Allah. Buku ini memberikan wawasan yang luas tentang bagaimana memandang dan mengkaji seni musik dalam dunia tasawuf dalam Islam. 8. Buku Mutiara Al-Qur’an dalam Kapita Selecta oleh Kadirun Yahya. Buku ini membantu penulis untuk lebih mengerti dan memahami tentang terminologi yang lazim digunakan di kalangan sufi yaitu wasilah rabithah dan adab dalam melakukan Suluk serta sudut pandang ilmiah metafisika tasawuf. 9. Selanjutnya buku Sejarah Teori Antropologi Budaya oleh J.Van Baal. Buku ini banyak membantu penulis dalam mencari teori yang berhubungan dengan agama sebagai gejala budaya. Buku ini memberikan ilmu pengatahuan kepada penulis tentang bagaimana pendekatan secara budaya terhadap fenomena-fenomena agama sebagai sebuah realitas budaya dan sosial. 10. Dalam rangka kajian pustaka terhadap munajat ini dalam perspektif etnomusikologi, penulis membaca buku William P. Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialih Universitas Sumatera Utara bahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Buku ini di salah satu babnya mengkaji secara umum budaya musik Islam di Timur Tengah, yang umum menggunakan istilah-istilah seperti maqam, maqamat, datsgah, iqa’at, huda, qasidah, dan sejenisnya sebagai identitas musik Islam. 11. Penulis juga membaca skripsi sarjana etnomusikologi yang ditulis oleh Makhmud Hasbi, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Muzikal dalam Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Muda Seni, di Bidang Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini memberikan pengetahuan kepada penulis tentang bagaimana azan dipraktikkan oleh masyarakat Islam di Sumatera Utara dengan ciri ornamentasinya. dari skripsi ini juga penulis akan melihat gaya munajat yang disajikan di dalam komunitas Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. 12. Demikian pula untuk melihat aspek estetis melodi munajat, penulis membaca skripsi sarjana seni Etnomusikologi, Fakultas Sastra USU Medan, yang ditulis oleh Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Musik Vokal Marhaban dalam Upacara Menabalkan Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi ini juga nmemberikan pengetahuan tentang bagaimana secara musikal marhaban dan barzanji disajikan dalam kebudayaan masyarakat muslim di Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 13. Selanjutnya penulis menggunakan halaman web www.maqomword.com. Situs ini membantu penulis dalam menganalisis maqam yang dipergunakan dalam pembacaan senandung munajat serta pembagian pembagian frase dalam kalimat lagu. 1.5 Konsep dan Landasan Teori 1.5.1 Konsep Dalam rangka memperjelas makna-makna peristilahan yang digunakan dan berhubungan dengan topik tesis ini, maka penulis akan menjelaskan apakah konsep dan teori itu. Penulis mengunakan ini agar tidak terjadi pendistorsian makna. Konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:588). Dalam penulisan tesis ini konsep yang akan diuraikan adalah tentang: (1) munajat, (2) kajian, (3) fungsi, (4) teks, dan (5) struktur melodi. Konsep ini terutama mengacu kepada pandangan para ahli di dunia ilmu pengetahuan seni dan dari kalangan Tarekat Naqsyabandiah itu sendiri. (1) Munajat secara etimologi berarti Doa atau permintaan kepada Allah. Dalam Tarekat Naqsyabandiah dikenal ada 2 (dua) macam munajat yang dikenal yaitu: (1) Munajat yang dibacakan setiap melakukan ritual zikir dalam bersuluk yang berisi kalimah “ilahi anta maksudi waridho kamaklubi” yang artinya adalah Allah yang dimaksud/dituju dan ridho yang diharapkan. (2) Munajat yang dikumandangkan setiap hari sebelum Azan Salat Subuh, Maghrib dan Salat Universitas Sumatera Utara Jum’at yang diciptakan oleh tuan guru Babussalam pertama Syekh Abdul Wahab Rokan Naqsyabandy yang terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait. Adapun pemaksudan dari munajat yang akan dibahas dalam tesis ini adalah munajat yang terdiri dari 42 (empat puluh dua) bait tuan guru di atas. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta munajat berarti bergaul dengan tuhan dalam doa (berdoa dalam batin). Tarekat menurut pengertian bahasa berarti jalan, aliran, cara, garis, kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama. Berasaskan tiga huruf yaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang menyatakan bahwa huruf Ta bererti Taubat, Ra berarti Redha dan Qaf berarti Qana’ah. Lafaz jamak bagi Tarekat ialah Taraiq atau Turuq yang berarti tenunan dari bulu yang berukuran 4 (empat) hingga 8 (delapan) hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Tarekat juga berarti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian. Menurut al-Jurjani dalam kitabnya Al-Ta'rifaat: "Tarekat adalah jalan yang khusus bagi ahli salikin (orang yang berjalan) menuju kepada Allah dengan melalui berbagai rintangan dan peningkatan berbagai makam." (Al-Jurjani, Ta'rifaat H: 94). Naqsyabandiyah adalah nama salah satu Tarekat dari sahabat rasullullah Abu Bakar Siddik Ra dan didirikan oleh Sayyid Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Bukhari Al-Uwaisi Rahmatullah pada bulan Muharram tahun 717 Hijrah bersamaan 1317 Masehi yaitu pada abad ke 8 (delapan) Hijrah bersamaan Universitas Sumatera Utara dengan abad ke 14 (empat belas) Masehi di sebuah perkampungan bernama Qasrul ‘Arifan Bukhara. Naqsyabandiah terdiri dari 2 kata : Naqs berarti lukisan, ukiran, peta atau tanda. Band berarti terpahat, terlekat, tertampal atau terpatri. Naqsyaband berarti “ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhana Wa Ta’ala dihati sanubari sehingga benar-benar terpahat dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah. (2) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang di mulai dengan dugaan akan sebenarnya (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). (3) Selanjutnya yang dimaksud fungsi menunjuk pada bagian yang dimainkan dalam sebuah sistem. Fungsi dan peran merupakan sebuah kesatuan dalam pemahaman bahwa peran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi. Selanjutnya peranan dapat merupakan fungsi dari satu variabel ke variabel lainnya dalam satu kesatuan. Artinya setiap variabel dalam kesatuan itu memiliki peranan tertentu. Peranan (role) adalah: (1) fungsi individu atau peranannya dalam satu kelompok atau institusi, (2) fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu, atau yang menjadi ciri atau sifat dari dirinya, (3) fungsi sembarang variabel dalam satu kaitan sebab akibat (Chaplin,1989:439). (4) Kemudian yang dimaksud dengan teks atau lirik Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab Suci untuk pangkal ajaran atau alasan, serta bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, Universitas Sumatera Utara berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang dimaksud dengan teks adalah lirik munajat yang diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan. Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan syair dalam kebudayaan Melayu. Syair sendiri adalah salah satu genre sastra tradisi Melayu yang dalam satu bait terdiri dari empat baris, menggunakan rima, dan kesemuanya adalah isi. Syair dalam budaya Melayu dibawa pertama kali oleh Hamzah Fansuri abad ke13 (Takari dan Fadlin, 2010:45). (5) Yang dimasud dengan struktur melodi adalah sebagai berikut. Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur sosial atau struktur masyarakat. Begitu juga dengan struktur gedung atau bangunan. Struktur juga bermakna sebagai bangunan bisa saja bangunan musik, bangunan sejarah, bangunan tari, bangunan atom, dan lainlain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang membentuk bidang-bidang apa saja. Misalnya kerangka karangan, kerangka layang-layang, dan seterusnya (Poerwadarminta, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang dimaksud adalah merujuk kepada struktur melodi. Struktur ini terdiri dari unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval yang digunakan, nada yang digunakan, polapola kadensa, dan kontur melodi. Universitas Sumatera Utara 1.5.2 Teori Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, yang didukung oleh data dan argumentasi (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:1177). Dalam pelaksanaannya, terutama untuk mencapai tujuannya, penelitian ini menggunakan sejumlah perangkat teori, prinsip pendekatan dan prosedur pemecahan masalah yang relevan yaitu sebagai berikut. (1) Untuk menganalisis fungsi dan guna munajat di dalam komunitas Tarekat Naqsyabandiah, penulis menggunakan teori fungsionalisme. Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan paham ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia. 9 9 Lihat Koentjaraningrat (ed.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia dan institusi-institusi sosial menjadi begitu mantap (Koentjaraningrat, 1987:67). Universitas Sumatera Utara Selaras dengan pendapat Malinowski, munajat dalam komunitas Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat, Sumatera Utara, timbul dan berkembang karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakatnya. Munajat timbul, karena masyarakat pengamalnya ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan dan keagamaan. Namun lebih jauh daripada itu, akan disertai dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya dan lainnya. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini. By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181). Sejalan dengan pandangan Radcliffe-Brown, munajat bisa dianggap sebagai bahagian daripada struktur sosial masyarakat Tarekat Naqsyabandiah. Universitas Sumatera Utara Pertunjukan munajat adalah salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada masanya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai-bagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. Soedarsono yang melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktikal dan integratifnya, mereduksi tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri, dan (3) sebagai penyajian estetika (1995). Selaras dengan pendapat Soedarsono, munajat mempunyai fungsi sosial, ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan penyajian estetika. Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan adat istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.Music is used in certain Universitas Sumatera Utara situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210). Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin, dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan mengorganisasikan dengan ritual dan mekanisme lain, kegiatan-kegiatan seperti menari, upacara. berdoa, “Penggunaan” Universitas Sumatera Utara menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sejalan dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. (2) Untuk mengkaji makna teks yang terkandung di dalam munajat, penulis menggunakan teori semiotik. Untuk menganalisis makna terkandung dalam teks munajat menggunakan teori yang semiotika yaitu teori Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri. Menurut Encylopedia Brittanica (2007) pengertian semiotika itu adalah seperti yang dijabarkan berikut ini. Semiotic also called Semiology, the study of signs and signusing behaviour. It was defined by one of its founders, the Swiss linguist Ferdinand de Saussure, as the study of “the life of signs within society.” Although the word was used in this sense in the 17th century by the English philosopher John Locke, the idea of semiotics as an interdisciplinary mode for examining phenomena in different fields emerged only in the late 19th and early 20th centuries with the independent work of Saussure and of the American philosopher Charles Sanders Peirce. Peirce's seminal work in the field was anchored in pragmatism and logic. He defined a sign as “something which stands to somebody for something,” and one of his major contributions to semiotics was the categorization of signs into three main types: (1) an icon, which resembles its referent (such as a road sign for falling rocks); (2) an Universitas Sumatera Utara index, which is associated with its referent (as smoke is a sign of fire); and (3) a symbol, which is related to its referent only by convention (as with words or traffic signals). Peirce also demonstrated that a sign can never have a definite meaning, for the meaning must be continuously qualified. Saussure treated language as a sign-system, and his work in linguistics has supplied the concepts and methods that semioticians apply to sign-systems other than language. One such basic semiotic concept is Saussure's distinction between the two inseparable components of a sign: the signifier, which in language is a set of speech sounds or marks on a page, and the signified, which is the concept or idea behind the sign. Saussure also distinguished parole, or actual individual utterances, from langue, the underlying system of conventions that makes such utterances understandable; it is this underlying langue that most interests semioticians. This interest in the structure behind the use of particular signs links semiotics with the methods of structuralism (q.v.), which seeks to analyze these relations. Saussure's theories are thus also considered fundamental to structuralism (especially structural linguistics) and to poststructuralism. Modem semioticians have applied Peirce and Saussure's principles to a variety of fields, including aesthetics, anthropology, psychoanalysis, communi-cations, and semantics. Among the most influential of these thinkers are the French scholars Claude LéviStrauss, Jacques Lacan, Michel Foucault, Jacques Derrida, Roland Barthes, and Julia Kristeva. Semiotik adalah “ilmu” yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Karena manusia memiliki kemampuan untuk memberikan makna pada berbagai gejala sosial budaya dan alam. Tanda adalah bagian dari kebudayaan manusia. Dengan demikian, semiotik adalah “ilmu” yang dapat digunakan untuk mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Penanda terletak pada tingkatan ungkapan dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, Universitas Sumatera Utara huruf, kata, gambar, warna, objek, dan sebagainya. Petanda terletak pada tingkatan isi atau gagasan dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori semiotik yang ditawarkan empat orang pakarnya. (A) Semiotik Charles Sanders Peirce. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik), dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda (Santosa, 1993:10) dan (Pudentia, 2008:323). Bagan 1.1 Segitiga Makna Objek Representamen Interpretan Menurut Peirce (Santosa,1993:10) pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur logika, yaitu hubungan penalaran dengan jenis penandanya, hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, dan hubungan Universitas Sumatera Utara pikiran dengan jenis petandanya seperti yang tertera dalam bagan 1.2 dan bagan 1.3 berikut. Bagan 1.2 Pembagian Tanda Ground/ representamen : Objek/ referent: yaitu apa tanda itu sendiri sebagai yang diacu. perwujudan gejala umum. Interpretant: tandatanda baru yang terjadi dalam batin penerima. Rheme: tanda suatu kemungkinan atau konsep, yaitu yang memungkinkan menafsirkan berdasarkan pilihan, misalnya: “mata merah” bisa baru menangis, tapi bisa juga yang lain. Qualisign: terbentuk oleh suatu kualitas yang merupakan suatu tanda, misalnya: “keras” suara sebagai tanda, warna hijau. Ikon: tanda yang penanda dan petandanya ada kemiripan. Misalnya: foto, peta. Sinsign/tokens: terbentuk melalui realitas fisik. Misalnya : rambu lalu lintas. Index: hubungan tanda dan objek karena sebab akibat. Misalnya: asap dan api. Dicent sign: tanda sebagai fakta/ pernyataan deskriptif eksistensi aktual suatu objek, mis : tanda larangan parkir adalah kenyataan tidak boleh parkir. Legisign: Hukum atau kaidah yang berupa tanda. Setiap tanda konvensional adalah legisign, misalnya: suara wasit dalam pelanggaran. Symbol: hubungan tanda dan objek karena kesepakatan / suatu tanda yang penanda atau petandanya arbitrer konvensional. Misalnya: bendera, kata-kata. Argument: tanda suatu aturan, yang langsung memberikan alasan, mis : gelang akar bahar dengan alasan kesehatan. Sumber: Erni Yunita (2011) Universitas Sumatera Utara Bagan 1.3 Hubungan Tanda Sumber: Erni Yunita (2011) Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda, ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah trikotomis atau triadik, dan tidak memiliki ciriciri struktural sama sekali. Prinsip dasarnya adalah bahwa tanda bersifat representatif yaitu tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Proses pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan antara tiga titik yaitu Representamen (R), Object (O), dan Interpretant (I). (R) adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu yang Universitas Sumatera Utara diwakili oleh (O), kemudian (I) adalah bagian dari proses yang menafsikan hubungan antara (R) dan (O). Contoh apabila di tepi pantai seseorang melihat bendera merah (R), maka dalam kognisinya ia merujuk pada “larangan untuk berenang”(O), selanjutnya ia menafsirkan bahwa “adalah berbahaya untuk berenang disitu” (I). Tanda seperti itu disebut lambang yakni hubungan antara R dan O bersifat konvensional. (B) Semiotik Ferdinand de Saussure. Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur atau seni rupa. Sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung di dalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut (Culler, 1996:7). Bagan berikut tentang tanda (sign) yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (dalam Djajasudarma, 1993:23). Universitas Sumatera Utara Bagan 1.4 Tentang Tanda Signifiant (signifier) “yang menandai” (citra bunyi) misalnya: pohon [p o h o n] Signe Signifie (signified) “yang ditandai” (pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran). Contoh: Pohon tangkal tangkal Hubungan antara signifiant dan signifie bersifat arbitrer atau sembarang saja. Dengan kata lain, tanda bahasa (signe linguistique atau signe) bersifat arbitrer. Pengertian pohon tidak ada hubungannya dengan urutan bunyi t-a-n-g-ka-l di dalam bahasa Sunda atau w-i-t di dalam bahasa Jawa. Signifiant bersifat linear, unsur-unsurnya membentuk satu rangkaian (unsur yang satu mengikuti unsur lainnya). Bagan 1.5 Tentang Hubungan Tanda Sign/symbol Signifier ---------- signification -------------- Signified Universitas Sumatera Utara Menurut Saussure (Chaer, 2003:348), tanda terdiri dari: bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyibunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut referent. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” Bahasa merupakan sistem tanda, di mana setiap tanda yang ada terdiri dari dua bagian yaitu signifier dan signified. Signifier merupakan konsep, ide, atau gagasan. Sementara signified adalah kata-kata atau tulisan yang menyampaikan konsep, ide, atau gagasan tersebut. Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan, suatu signified tanpa signifier tidak memiliki arti apa–apa, sebaliknya suatu signifier tanpa signified tidak mungkin dapat disampaikan. Contohnya manusia yang masih sangat muda yang belum bisa berbicara dan berjalan merupakan sebuah signifier. Untuk menyampaikan gagasan dalam signifier tersebut maka digunakan signified “bayi.” (C) Semiotik Roland Barthes. Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika Universitas Sumatera Utara menjadi 2 (dua) tingkatan penandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Barthes, 2007:82). Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, yang tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Menurut Saussure (dalam Aminuddin, 1995:168) hubungan antara simbol dan yang disimbolkan tidak bersifat satu arah. Kata bunga misalnya, bukan hanya memiliki hubungan timbal balik dengan gambaran yang disebut bunga, tetapi secara asosiatif juga dapat dihubungkan dengan keindahan, kelembutan, dan sebagainya. Konsep mental ini kemudian menjadi perhatian Barthes yang mengembangkan konsep tanda Saussure dengan menambahkan konsep “relasi.” Relasi yang dimaksud adalah penghubung penanda (disebut expression “ungkapan” dilambangkan dengan E) dan petanda (disebut contenu/ content “isi” dilambangkan dengan C). Penanda dan petanda dihubungkan dengan relasi (R). Gabungan atau kesatuan tingkatan–tingkatan tersebut dan relasinya itu membentuk satu sistem ERC. Sistem ini terdapat dalam bentuknya sendiri, dan menjadi unsur sederhana dari sistem atau bentuk kedua yang membina bentuk Universitas Sumatera Utara yang lebih luas. Oleh Barthes sistem ini dapat dipilah menjadi dua sudut artikulasi. Konotasi–Denotasi satu sudut, metabahasa dan objek bahasa di sudut lain, seperti bagan berikut ini (Pudentia, 2008:335). Bagan 1.6 Konotasi dan Metabahasa Denotasi E \ C E C Objek bahasa d Konotasi d d E C E d C asa d d Contoh : Tempat jin turun berkecimpung Denotasi Konotasi E C Jin makhluk halus Jin berkecimpung E C E Jin Jin E C bermain air /mandi Bergembira menerima persembahan Objek bahasa Metabahasa C Universitas Sumatera Utara (D) Semiotik Halliday. Teori bahasa fungsional sistemik dikembangkan seorang pakar linguistik M.A.K. Halliday seorang pakar bahasa yang berasal dari Inggris dan kini tinggal di Australia sebagai guru besar di Universitas Sydney. Kata sistemik adalah suatu teori yaitu tentang makna. Bahasa merupakan semiotik sistem (Halliday dkk., 1992:4). Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis yaitu semiotik denotatif dan semiotik konotatif. Semiotik denotatif menunjukkan bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Berbeda dengan semiotik denotatif, semiotik konotatif hanya memiliki arti tetapi tidak memiliki bentuk. Dalam pemakaian bahasa sistem semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya dan faktor situasi sebagai semiotik konotatif, pemakaian bahasa menujukkan bahwa ideologi tidak memiliki bentuk. Oleh karena itu, semiotik meminjam budaya sebagai bentuk sehingga ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya direalisasikan oleh konteks situasi. Selanjutnya konteks situasi meminjam semiotik yang berada dibawahnya yaitu bahasa. Jadi konteks situasi direalisasikan oleh bahasa yang mencakupi semantik, tata bahasa dan fonologi. Bahasa dalam pandangan semiotik sosial menandai jenis pendekatan yang dilakukan oleh Halliday. Dalam pengertian ini bahwa sebagai semiotik, bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi, berbeda dengan semiotik biasa sebagai semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan demikian bahasa dalam interaksi sosial terdiri dari tiga unsur yaitu arti, bentuk dan ekspresi. Arti (semantic atau discourse semantics) direalisasikan bentuk Universitas Sumatera Utara (grammar atau lexicogrammar) dan bentuk ini seterusnya dikodekan oleh ekspresi atau phonology/graphology (Saragih, 2000:1). Proses semiotik adalah suatu proses pembentukan makna dengan melakukan pemilihan. Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas semiotik denotatif dan semiotik konotatif yang memiliki arti dan bentuk. Bahasa merupakan semiotik denotatif dengan pengertian bahwa semantik sebagai arti direalisasikan oleh lexicogrammar sebagai bentuk dan selanjutnya lexicogrammar diekspresikan oleh phonology. Dalam rangka penelitian terhadap makna teks munajat pada komunitas Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat, penulis menggunakan empat teori semiotik tersebut di atas, yakni versi Peirce, Saussure, Barthes dan Halliday. Keempatnya memiliki kesamaan dan sedikit perbedaan terutama dalam interpretasi, namun dengan menggunakan keempat-empatnya akan menghasilkan kajian yang relatif sama. Keempat teori tersebut penulis sederhanakan pola-pola atau pokok pikirannya sebagai berikut. (a) Peirce menggunakan segitiga makna yang terdiri dari: tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon, dan indeks, acuan tanda ini disebut objek (konteks sosial). (b) Saussure membagi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda adalah wujud fisik yang dapat dikenal melalui Universitas Sumatera Utara wujud karya arsitektur atau seni rupa. Dalam konteks penelitian ini adalah madrasah, tempat Tarekat, peralatan, pakaian, dan seterusnya, khususnya yang difungsikan dalam pernyajian munajat. Sedang pertanda adalah makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nilai yang terkandung di dalam karya arsitektur atau rupa. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Dalam konteks ini misalnya komunitas Tarekat ini memiliki ide-ide seperti zikir, suluk, guru, dan lain-lainnya yang terdapat dalam pikiran mereka. (c) Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti. (d) Halliday mengembangkan teori semiotik di dalam bahasa verbal. Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis yaitu semiotik denotatif dan semiotik konotatif. Semiotik denotatif menunjukkan bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Berbeda dengan semiotik denotatif, semiotik konotatif hanya memiliki arti tetapi tidak memiliki bentuk. (3) Untuk mengkaji struktur melodi munajat, yang menggunakan dimensi maqam dan derivatnya, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) sebagaimana yang ditawarkan Malm (1977). Teori ini pada prinsipnya Universitas Sumatera Utara menawarkan delapan karakteristik yang harus diperhartikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: scale (tangga nada), pitch center (nada dasar), range (wilayah nada), frequency of note (jumlah nada), prevalent interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic formulas (formula-formula melodis), dan contour (kontur) (Malm 1997:8). Kalau dijelaskan lebih rinci lagi maka tangga nada yang dimaksudkan di sini adalah nada-nada yang digunakan pada munajat, yang didasari oleh sistem maqam Arab atau tangga nada Melayu. Selanjutnya nada dasar adalah nada yang selalu dijadikan sebagai patokan tonalitas dalam sebuah melodi. Nada ini cenderung untuk digunakan pada ujung kadensa frase melodi atau ujung lagu. Kemudian wilayah nada adalah jarak atau selisih frekuensi antara nada yang tertinggi dengan nada yang terendah yang digunakan dalam sebuah arsitektonik lagu dalam hal ini munajat. Selanjutnya jumlah nada-nada adalah jumlah masingmasing nada yang digunakan dalam sebuah komposisi musik, dalam hal ini munajat. Jumlah nada ini dikaitkan juga dengan bersaran nilai nada yang digunakannya bukan hanya sekedar jumlah kemunculan. Selanjutnya, interval yang dipakai adalah bermakna selang nada yang dipergunakan dalam keseluruhan komposisi ini, baik itu yang sifatnya melangkah atau melompat, juga interval ke atas atau ke bawah. Selanjutnya, pola-pola kadensa adalah dua nada atau lebih yang digunakan di ujung frase lagu dalam hal ini munajat termasuk kadensa akhirnya. Sedangkan formula melodi kadang disebut juga dengan bentuk melodi adalah bagaimana lagu tersebut disusun oleh bentuk-bentuk melodi, bahagian mana yang diulang, bahagian pembuka, isi, penutup, dan sejenisnya. Adapun yang Universitas Sumatera Utara dimaksud dengan kontur adalah garis melodi yang disajikan dalam sebuah lagu. Ini biasa dideskripsikan dengan kata-kata seperti melengkung, statis, sekuen, berjenjang, pendulum, dan lain-lainnya. Itulah ketika teori yang digunakan untuk memecahkan tiga pokok masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan harapan fokus dan dalamnya kajian dapat dilaksanakan dalam penelitian ini. Namun untuk mendukung pokok masalah utama tersebut digunakan juga teori-teori lain yang mendukung tiga pokok masalah tersebut seperti diuraikan berikut ini. Untuk mengkaji sejarah Tarekat Naqsyabandiah secara umum dan yang ada di Babussalam, dipergunakan teori fenomenologis agama-historis. Menurut Garraghan (1957), yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna yaitu: (1) peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau; aktualitas masa lalu; (2) rekaman manusia pada masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau;dan (3) proses atau tekhnik membuat rekaman sejarah tersebut berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya sebagai berikut. The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek ιστορια, which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above (Garraghan 1957:3). Universitas Sumatera Utara Untuk menganalisis aktivitas Tarekat Naqsyabandiah dalam perspektif etnosains atau orang dalam, digunakan teori atqakum oleh Sanat (1998) Istilah atqakum diambil dari surah Al-Hujurat (49:13) yang maknanya adalah kamu yang lebih bertakwa. Di sini merujuk kepada manusia yang lebih mulia di sisi Allah ialah yang lebih bertakwa. Di dalam Al-Qur’an, terdapat maksud seperti takwa, bertakwa, ketakwaan, ketakwaannya, dan bertakwalah. Menurut Indeks AlQur’an (1999:440-441) Teori atqakum yang dimaksud oleh Sanat adalah melampaui pengertian teori biasa, teori ini merujuk langsung kepada perintah Allah untuk menjadi manusia bertakwa. Manusia wajib melakuknnya dalam konteks hubungan dengan Sang Khalik. Penunaian kewajiban itu adalah sebagai tanda ketaatan dan kesyukuran yang manfaatnya akan didapati manusia yang melaksanakannya. Sebaliknya, keingkaran kepada Allah tidak akan mengurangi kemuliaan dan kekuasaan Allah. Hal ini terekam di dalam Al-Qur’an seperti berikut ini Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Al-Qur’an, surah Lukman, 31:12). Teori atqakum menggagaskan bahwa menjadi lebih bertakwa merupakan hukum perintah yang tidak ada pilihan pada saat apa pun dan tempat mana pun. Universitas Sumatera Utara Dengan syarat taklif syar’i. Penunaian teori dalam semua bidang kehidupan atau disiplin ilmu sebagai tanda ketaatan dan kesyukuran yang membawahi khasanah di dunia dan akhirat. Teori ini menjadi supraordinat kepada teori lain dalam subdisiplin, termasuk linguistik. Untuk dapat melihat isi makna syair munajat, selain teori semiotik, penulis juga menggunakan teori takmilah Shafie Abu Bakar yang diciptakan untuk aplikasi terhadap semua karya bagi menilai dan mengukur nilai keislaman dalam karya. Pada satu posisi mungkin karya itu bebas dari nada keislaman, tetapi setelah dianalisis baru nampak citra keislamannya. Demikian sebaliknya, sesebuah karya yang kelihatan bernada keislaman, setelah dianalisis mengandung citra yang sebaliknya. Mungkin di luar alam sadar pengarangnya. Teori takmilah menekankan tiga komponen penting yaitu pengarang, karya, dan khalayak. Semuanya harus bermula dari kesadaran tauhid pengarang yang menuangkan kesedaran itu ke dalam karya untuk membangkitkan kesadaran tauhid pembaca. Ketiga-tiganya memperlihatkan sifat saling menyempurnakan, yang menjadi sifat Allah dan lambang kesempurnaan-Nya. Karya yang indah harus berdasar kepada kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Karya ini tercerna dalam hubungan sikap dan perlakuan manusia terhadap Allah, sikap dan perlakuan manusia sesama makhluk Allah, serta sikap dan perlakuan manusia dengan alam sekitarannya. Keindahan dan kesempurnaan karya sastra meliputi keindahan isi dan bentuk. Jika isi baik tetapi disampaikan dalam bentuk yang tidak sesuai, atau bentuk baik tetapi isi tidak sesuai, maka karya itu dianggap tidak indah dan tidak Universitas Sumatera Utara sempurna. Isi dan bentuk karya harus sama-sama indah, sebagaimana maksud sastra itu sendiri, dan karya sastra ini berpandukan ajaran Al-Qur’an. Walaupun aspek struktur karya sama, namun teori ini melihat aspek strukturnya harus tidak bertentangan dengan isi, tepat dengan genre, bahasanya tepat, isinya mudah difahami, dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Dari segi isinya karya itu harus dapat memberi teladan atau hikmah kepada pembaca. Satu hal yang ditegaskan oleh Shafie Abu Bakar bahwa teori takmilah melihat segala kejadian atau peristiwa sebagai indah, baik peristiwa itu menggembirakan maupun menyedihkan. Misalnya peristiwa tsunami di Aceh. Di dalamnya terkandung hikmah dan keteladanan, dalam konteks tauhid kepada Allah. Untuk menguatkan teori ini, Shafie Abu Bakar mengemukakan tujuh prinsip, yaitu: (1) prinsip ketuhanan yang bersifat kamal, (2) prinsip kerasulan sebagai insan kamil, (3) prinsip keislaman yang bersifat akmal, (4) prinsip ilmu dengan sastra yang bersifat takamul, (5) prinsip sastra bercirikan estetis dan bersifat takmilah, (6) prinsip pengkarya yang seharusnya mengistikmalkan diri, dan (7) prinsip khalayak yang bertujuan memupuk mereka ke arah insan kamil. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif Lexi. J. Moleong yang mengatakan “metode Kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, yang pertama: menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah Universitas Sumatera Utara apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua : metode kualitatif menyajikan secara langsung hakekat hubungan antar peneliti dan responden, ketiga : metode kualitatif ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman dengan pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi. Pada penelitian kualitatif, teoritis dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan sistematis berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris.” Dalam mencapai tujuan dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua metode yaitu: (1) Metode literatur yaitu metode yang menggali tesis ini melalui buku, kitab suci Al Qur’an, kamus, artikel dan lain-lain. (2) Metode wawancara dan tanya jawab dalam metode ini penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang mengetahui tentang munajat terutama kepada penyenandung munajat, syekh-syekh dan tuan guru yang memimpin persulukan di Babussalam dengan tujuan untuk menambah pengetahuan guna melengkapi dan membantu metode literatur. 1.6.2 Transkripsi dalam Bentuk Notasi Untuk dapat mengkaji bentuk melodi munajat ini menggunakan metode transkripsi yang merupakan pencatatan (notasi) bunyi melodi seseorang atau sekelompok pemusik dalam bentuk lambang-lambang atau gambaran tertentu. Adapun bentuk notasi yang akan dipergunakan adalah notasi tablatura. Notasi tablatura merupakan cara pencatatan bunyi musik yang diwujudkan ke dalam Universitas Sumatera Utara bentuk simbol, dengan tidak mewujudkan lintasan gerakan naik turunnya frekuensi nada. Menurut Nettl, kenyataan menunjukkan bahwa beberapa tangga nada dari tradisi non-Barat tidak selalu cocok dengan ritme dan sistem notasi Barat sehingga agak menyulitkan untuk memproduksi ulang kembali ke dalam notasi konvensional. khusus dari notasi Beberapa pentranskripsi menambah simbol-simbol konvensional tersebut, dengan simbol yang diinginkan, sesuai dengan suara yang dihasilkan. Misalnya interval yang lebih besar dari setengah langkah ditambahi tanda "tambah" atau yang lebih kecil ditambahi tanda "kurang" di atas notnya (Nettl 1946:31). Transkripsi merupakan pencatatan (notasi) bunyi musik atau gerakgerik tari yang dihasilkan seseorang atau sekelompok pemusik atau penari, ke dalam bentuk lambang-lambang atau gambaran tertentu. Pada dasarnya, secara kasar bentuk-bentuk notasi musik dapat dikelompokkan kepada dua jenis: (1) notasi tablatura dan (2) notasi grafik. Notasi tablatura merupakan cara pencatatan bunyi musik atau gerak tari yang diwujudkan ke dalam bentuk simbol, dengan tidak mewujudkan lintasan gerakan naik turunnya frekuensi nada. Contoh notasi ini adalah nota angka Barat, yang pada awalnya diperkenalkan oleh Guido de Arrezo dan Cheve tahun 1850. Contoh lain adalah nota dalam musikologi Jepang, untuk nada-nada G, A, C, D, E, dan G', simbol ( ditulis dengan ). Juga dalam musik Jawa dikenal sistem notasi kepatihan dan sari swara yang mempergunakan angka-angka Arabik. Nota grafik merupakan sistem pencatatan bunyi musik yang Universitas Sumatera Utara diwujudkan ke dalam bentuk simbol dengan menuruti lintasan gerak naik turunnya frekuensi nada atau lintasan melodi (melodic line). 1.6.3 Kehadiran Peneliti Guna mendapatkan data/informasi demi kepentingan thesis ini penulis melakukan wawancara langsung kepada tuan guru Babussalam, syekh-syekh, penyenandung munajat dan budayawan Tarekat Naqsyabandiah yang telah ditentukan sebagai informan. Penulis melakukan peran sebagai pengamat penuh dalam penelitian ini, serta peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan. Sebagaim informan tambahan peneliti melibatkan masyarakat setempat baik yang berlatar belakang Tarekat Naqsyabandiah maupun masyarakat yang tidak tergabung didalamnya guna mengetahui respon terhadap pembacaan munajat. 1.6.4 Sumber Data Lofland mengatakan bahwa umber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya ada data tambahan seperti dokumen. Sesuai dengan penelitia ini penulis memperoleh sumber data dari: 1. Kata-kata dan tindakan yaitu : wawancara yang merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat dalam catatan secara tertulis atau melalui rekaman Video/Audio tapes dan pengambilan gambar foto. Universitas Sumatera Utara 2. Sumber tertulis yaitu, bahan yang berasal dari sumber tertulis yang terdapat pada : lembar teks munajat, buku , sumber dari arsip pemerintahan setempat dan artikel lainnya. 3. Foto yang dipergunakan sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif 1.6.5 Data Statistik Penulis menggunakan data statistik yang tersedia sebagai data tambahan demi mengetahui jumlah penduduk di Desa besilam (Babussalam). Begitu juga dengan sebaran penduduk berdasarkkan jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, jumlah rumah ibadah, tofografi desa, dan lainnya. Tentu saja penelitian ini menggunakan data pengikut Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat yang datanya terdapat di kelompok Tarekat ini. 1.6.6 Prosedur Pengumpulan Data Dalam prosedur pengumpulan data penulis menggunakan metode Lof Land yang dalam pengumpula data nmenggunakan observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi. Fidelitas mengandung bukti nyata dari lapangan yang disajikan memakai instrument Audio dan Video. Disamping itu penulis juga menggunakan dimensi struktur agar penulisan dapat dilakukan secara sistematis pada saat wawancara dan observasi. Universitas Sumatera Utara 1.6.7 Analisis Data Menurut Patton analisis data adalah : “mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar”. Taylor mendefinisannya : “Analisis data merupakan proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesa (ide). Dari pendapat diatas penulis menggunakan teori tersebut untuk menganalisis data dengan pertama-tama mengorganisasikan data yang terkumpul berupa gambar, catatan,artikel, biografi dan sebagainya. Data-data yang dikumpulkan diatur, diurutkan dan dikelompokkan dengan memberikan kode tertentu serta dikategorikan. 1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini ditulis ke dalam lima bab. Setiap bab dipandang sebagai satu kesatuan yang dekat. Antara bab sendiri merupakan satu kesatuan dalam rangka memecahkan pokok masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun sistematika penulisan atau pembahagian bab tulisan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut. Bab I merupakan Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka. Konsep dan Teori yang Digunakan (Konsep, Teori), Metode Penelitian (Pendekatan Penelitian, Kehadiran Peneliti, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data) dan Sistematika Penulisan. Universitas Sumatera Utara Bab II berisi tentang Tarekat Naqsyabandiah Babussalam meliputi sejarah berdirinya, masuknya ketanah melayu langkat dan biografi tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan serta Membahas aktifitas yang dilakukan diTarekat Naqsyabandiah, pemaknaan di dalam ritualnya serta silsilah Tarekat Naqsyabandiah. Bab III membahas tentang fungsi dan guna munajat dirinjau dari aspek etnomusikologis. Bab ini terdiri dari sub bab penggunaan munajat, yaitu menjelang azan dan salat Subuh, Maghrib, dan Jum’at. Fungsinya sebagai penguat identitas Tarekat, komunikasi kepada Allah SWT., integrasi kelompok Tarekat, penyajian estetika, mengesakan Allah, dan lainnya. Bab IV berisi kajian syair munajat berdasarkan makna semiotik dengan hubungannya dengan keberadaan Tarekat Naqsyabandiah. Teori semiotik ini menggunakan empat jenis yaitu dari Peirce, Saussure, Barthes, dan Halliday. Bab V berisi tentang analisis munajat berdasarkan melodinya. Ada delapan unsur yang akan dikaji yaitu: tangga nada, wilayah nada, jumlah nada, nada dasar, formula melodi, interval, pola-pola kadensa, dan kontur. Bab VI Merupakan Bab Penutup yang berisi tentang kesimpulan penelitian ini yang menjawab tiga pokok masalah dan disertai dengan saran-saran keilmuan praktis seni budaya. Universitas Sumatera Utara BAB II TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU DAN DUNIA ISLAM 2.1 Kata Tarekat dalam Al-Qur’an Seperti sudah diterangkan di bab sebelumnya bahwa Tarekat artinya secara etimologis adalah jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan, dan agama. Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, 10 dan secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung dan berantai hingga pada masa sekarang ini. Para pengamal Tarekat memiliki alasan hukum yang kuat dalam melaksanakan praktik Tarekat. Bagaimanapun terdapat sembilan kali dalam lima surat yang mengandung istilah Tarekat. Selengkapnya adalah sebagai berikut. (1) Q.S. An-Nisa’:168 10 Sahabat Nabi Muhammad adalah orang-orang yang dekat dengan beliau terutama yang berjuang untuk tegaknya agama Islam di muka bumi. Di antara sahabat Nabi Muhammad adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bi Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan lain-lainnya. Istilah tabiin dan tabiit tabiin adalah para ulama penerus ajaran-ajaran Rasulullah Muhammad SAW. pada masa generasi-generasi selepas beliau. Universitas Sumatera Utara Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka. Dalam ayat ini istilah Tarekat yang terdapat di ujung ayatnya adalah jalan yang semestinya diberikan Allah kepada para hambanya yang diberi petunjuk. Namun dalam ayat ini, jalan itu tidak diberikan kepada kaum kafir yang melakukan kezaliman. Bahkan mereka tidak akan diampuni dosa-dosanya. (2) Q.S. An-Nisa’:169 Artinya: Melainkan jalan ke neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya Selama- lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Di dalam ayat ini yang merupakan ayat sambungan dari An-Nisa’:168, mempertegas bahwa orang kafir itu akan diberi jalan ke neraka jahanam. Orang kafir ini kekal di dalamnya. Kemudian Allah menegaskan bahwa memasukkan orang kafir ke neraka jahanam adalah mudah dalam konteks kekuasaan Allah, yang menciptakan seluruh alam ini. (3) Q.S. Thoha:63 Universitas Sumatera Utara Artinya: Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang itu adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan ‘kedudukan’ kamu yang utama.” Ayat ini menerangkan kedatangan Nabi Musa dan Harun ke Mesir, akan menggantikan Bani Israil sebagai penguasa di Mesir. Sebahagian ahli tafsir mengartikan Tarekat dalam ayat itu dengan keyakinan atau agama. Menurut Ibnu Manzhur (630-711 H) dalam bukunya yang bertajuk Lisanul Arab, jilid 12, halaman 91, arti Tarekat dalam ayat itu adalah ar-rijalul asyraf, yang bermakna tokoh-tokoh terkemuka. Jadi ayat itu berarti kedatangan Nabi Musa dan Harun ke Mesir adalah untuk mengusir kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan jemaah atau tokoh-tokoh terkemuka kamu. Lebih jauh Ibnu Manzhur mengatakan hadza thariqatu qaumihi yang artinya inilah tokoh-tokoh pilihan kaumnya. (4) Q.S. Thoha:77 Artinya: Dan sesungguhnya telah kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” Kata Tarekat dalam ayat ini berarti jalan di laut dan terbelahnya Lautan Merah untuk jalan bagi Nabi Musa dan pengikut-pengikutnya. Peristiwa itu terjadi setelah ia memukulkan tongkatnya. Universitas Sumatera Utara (5) Q.S. Thoha:104 Artinya: Kami telah mengetahui apa yang mereka katakan ketika berkata yang paling lurus jalannya di antara mereka: “Kami tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja.” Adapun yang dimaksud dengan lurus jalannya dalam ayat itu adalah orang yang agak lurus pikirannya atau amalannya di antara orang-orang yang berdoa tersebut. (6) Q.S. Al-Ahqaf:30 Artinya: Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” Dalam ayat ini, kata Tarekat memiliki arti sebagai jalan yang lurus (thoriqim mustaqim). Istilah ini merujuk kepada agama Islam sebagai ajaran yang memimpin kepada jalan yang lurus. Kitab suci Al-Qur’an adalah meneruskan kitab-kitab suci Allah terdahulu yaitu Zabur, Taurat, dan Injil. Al-Qur’an in diturunkan sesudah Rasul Musa Alaihissalam. (7) Q.S. Al-Mukminun:17 Universitas Sumatera Utara Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami). Dalam ayat di atas makna dari Tarekat adalah alam ciptaan Allah yang terdiri dari tujuh jalan (yaitu berupa tujuh buah langit). Tarekat dalam ayat ini dapat dimaknai sebagai tujuh langit yang menjadi jalan manusia untuk berpikir akan kebesaran Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Ayat ini juga menjelaskan bahwa setelah menciptakan tujuh langit Allah tidak akan membiarkan ciptaannya itu, Allah akan terus menjaganya, dan Allah tidak akan pernah lengah. (8) Q.S. Al-Jin:11 Artinya: Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. Di dalam ayat di atas istilah Tarekat memiliki makna adalah jalan atau amalan orang-orang yang saleh, artinya orang saleh ini memiliki jalannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. (9) Q.S. Al-Jin:16 Artinya: Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). Universitas Sumatera Utara Di dalam ayat di atas, pengertian istilah Tarekat adalah sebagai jalan yang lurus yaitu agama Islam. Ayat ini menegaskan bahwa agama Islam adalah jalan yang benar yang diturunkan Allah ke muka bumi ini sebagai agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam. Bagi yang menjalankan agama Islam dengan sesungguhnya, Allah akan memberikan rezeki yang tidak disangkasangka, karena Allah sayang kepadanya. Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, maka beberapa umat Islam kemudian mendirikan berbagai jenis Tarekat di dunia ini. Inti ajarannya sama yaitu ingin mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan yang benar yang diridhai Allah. Keberadaan Tarekat di Dunia Islam ini memiliki perkembangan, pengaruh, dan jenis Tarekat seperti yang diuraikan berikut ini. 2.2 Perkembangan, Pengaruh, dan Jenis Tarekat di Dunia Islam Pada masa awal perkembangan agama Islam, hanya terdapat dua macam aliran Tarekat, yaitu: (a) Tarekat Nabawiyah, yaitu amalan yang berlaku di masa Nabi Muhammad, yang dilaksanakan secara murni. Tarekat ini dinamakan juga dengan Tarekat Muhammadiyah atau Tarekat Syari’at. (b) Tarekat Salafiah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa sahabat Rasul Muhammad dan tabi’in, dengan maksud memelihara dan membina syari’at Rasulullah SAW. Tarekat ini dinamakan juga dengan Tarekat Salafus Saleh. Setelah abad kedua Hijriah, Tarekat Salafiah mulai berkembang secara kurang murni. Ketidak murnian itu antara lain disebabkan oleh pengaruh filsafat dan alam pikiran manusia telah memasuki negara-negara Arab, seperti filsafat Universitas Sumatera Utara Yunani, India, dan Tiongkok. Dampaknya adalah pengamalan Tarekat Nabawiyah dan Salafiah telah bercampur aduk dengan filsafat dari segala penjuru dunia. Pada masa ini sejumlah kitab filsafat asing disalin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Setelah abad kedua Hijriah, muncullah Tarekat Sufiah yang diamalkan oleh orang-orang sufi, dengan tujuan untuk kesucian melalui empat tingkatan. (a) Syari’at, mengetahui dan mengamalkan ketentuan-ketentuan syari’at, sepanjang yang menyangkut dengan lahiriah. (b) Thariqat (Tarekat), mengerjakan amalan hati, dengan akidah yang teguh, dan menyangkut dengan batiniah. (c) Hakikat, cahaya musyahadah (batin) yang bersinar cemerlang dalam hati dan dengan cahaya itu dapat mengetahui hakikat Allah dan rahasia alam semesta. (d) Ma’rifat, tingkat tertinggi, yaitu para pengamalnya telah mencapai kesucian hidup dalam alam rohani, memiliki pandangan tembus (kasyaf), serta mengetahui hakikat dan rahasia kebesaran Allah. Orang sufi menganggap bahwa syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang lahir (nyata). Tarekat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan hakikat untuk mengetahui segala rahasia yang ghaib-ghaib. Tujuan terakhir sufi adalah ma’rifat yakni mengenal hakikat Allah, zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Orang yang telah mencapai tingkat ma’rifat dinamakan wali, yang mempunyai kemampuan luar biasa (khariqul lil’adah), disebut “keramat” atau menguasai supernatural. Terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh logika akal, baik semasa hidup maupun setelah wafatnya. Syekh Abdul Kadir Universitas Sumatera Utara Jailani (1078-1168 M) menurut pandangan para kaum sufi adalah wali tertinggi yang disebut dengan Quthubul Aulia (Wali Quthub). Gerakan Tarekat baru menonjol dalam Dunia Islam pada abad ke-12 M, sebagai lanjutan dari kegiatan kaum sufi terdahulu. Kenyataan ini dapat ditandai dengan nama pendirinya dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Setiap Tarekat mempunyai Syekh, kaifiat zikir dan upacara. Biasanya Syekh atau mursyid (tuan guru) mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani di tempat yang dinamakan rumah suluk atau ribath. Gerakan sufi ini mula-mula menonjol di Asia Tengah, Tibristan tempat kelahiran dan operasinya Syekh Abdul Kadir Jailani. Kemudian berkembang ke Irak, Turki, Arab Saudi, dan sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India, dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-12 itu muncul pula Tarekat Rifaiah di Maroko dan Aljazair. Juga muncul Tarekat Sahrawadiah, dan lainnya yang berkembang di Afrika Utara dan Afrika Tengah, seperti di Sudan dan Nigeria. Perkembangan itu begitu cepat melalui murid-murid yang telah diangkat menjadi khalifah (pimpinan). Mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri Islam. Ada pula melalui perantaraan para pedagang. Organisasi Tarekat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di Dunia Islam, sebagaimana yang dikatakan ilmuwan Barat yang terkenal mengkaji Islam, H.R. Gibb dalam An Interpretation of Islamic History, bahwa setelah direbutnya Khalifah Islam oleh orang-orang Mongolia pada tahun 1258 H., maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih ke tangan kaum sufi. Universitas Sumatera Utara Peranan ahli Tarekat dalam percaturan politik di Turki pada masa pemerintahan Ottoman I (1299-1326 M.) cukup besar. Demikian pula di Sudan, Afrika Utara, dan Afrika Tengah, Tunisia, dan di Indonesia. Pada masa itu ahli Tarekat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan bangsa Barat khususnya Belanda. Dalam proses Islamisasi di Indonesia, sebahagiannya adalah atas usaha dari kaum sufi dan mistik Islam. Sehingga pada waktu itu para pemimpin Islam di Indonesia bukan saja para ahli teologi (mutakallimin) dan ahli hukum (fuqaha’), tetapi juga para Syekh Tarekat dan guru-guru suluk. Salah seorang pemuka Tarekat Naqsyabandiah yang telah berjasa besar bagi perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan lahir dan batin adalah Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926). Beliau terkenal dengan panggilan Tuan Guru Babussalam Langkat. Pusaran aktivitasnya adalah di Desa Babussalam, Kecamatan padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Ia adalah murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi dan belajar kepadanya, selama enam tahun di Mekah. Sekembalinya ke Indonesia, ia aktif mengajar agama dan Tarekat di beberapa kerajaan Islam. Di antaranya Kesultanan Langkat, Deli, Serdang, Asahan, Kualuh, dan Panai di Sumatera Utara. Juga sampai ke Siak Sri Indra Pura, Bengkalis, Tambusai, Tanah Putih Kubu di Provinsi Riau. Keseluruhannya adalah sebagai Kesultanan Melayu yang bercorak Islam. 11 11 Pada masa sekarang ini, kesultanan-kesultanan Melayu memiliki eksistensi dan polarisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan di mana ia berada. Di Semenanjung Malaysia, Kesultanan-kesultanan Melayu ini masih lestari dan kekal, karena Negara Malaysia adalah berdasar kepada negara kerajaan. Para sultan memiliki kekuasaan penuh untuk memimpin Universitas Sumatera Utara Sampai sekarang murid-murid beliau tersebar luas di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Khalifah-khalifah beliau yang giat mengembangkan Tarekat Naqsyabandiah di luar negeri, telah berhasil mendirikan rumah-rumah suluk dan peribadatan di Batu Pahat Johor, Pulau Pinang, Ipoh, Kelantan, dan beberapa kawasan di Thailand. Menurut pendapat para ulama Islam, pada abad ke-21 ini terdapat 41 macam Tarekat di Dunia Islam. Masing-masing mempunyai Syekh, kaifiat zikir (tata cara berzikir mengingat Allah), dan upacara yang berbeda. Adapun berbagai macam Tarekat di Dunia Islam itu diuraikan berikut ini. (1) Tarekat Kadiriah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abdul Kadir Jailani. Beliau lahir di wilayah Tibristan pada tahun 471 H (1078 M), wafat di Baghdad 561 H (1168 M). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Muhyicin Abdul Kadir bin Musa bin Abdullah Al-Husna Al-Jailani. Pada tahun 488 H ketika masih remaja, melanjutkan pelajarannya ke Baghdad (ibukota Irak sekarang), belajar kepada beberapa guru dan Syekh dalam berbagai disiplin ilmu, terutama tasawuf. Beliau adalah seorang Suni yang menganut Mazhab Hanbali. Beliau terkenal budiman, cerdas, lebih menonjol pengetahuannya di bidang ilmu fiqih (hukum Islam), serta komunikasi dan informasi. Beliau tekun mempelajari kesultanannya. Kemudian secara musyawarah mufakat mereka memilih salah seorang sultan ini sebagai pemimpin para sultan yang disebut dengan gelaran Yang di-Pertuan Agong, dengan masa jabatannya lima tahun sekali. Di Indonesia, kesultanan-kesultanan Melayu hanyalah sebagai pemangku adat dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di antara keslutanan-kesultanan Melayu di Indonesia sampai sekarang ini adalah Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, Kesultanan Asahan, Kesultanan Kualuh, Kesultanan Kotapinang, Kesultanan Siak Sri Inrapura, Kesultanan Palembang, Kesultanan Kutai Kartanegara, kesultanan Sambas, dan lain-lainnya. Universitas Sumatera Utara sastra dan Hadits. Pada tahun 528 H. mengajar dan berfatwa di Baghdad. Karya tulis beliau antara lain: (a) Al-Ghaniatu Lithalibi Thariqil Haqqi, (b) ‘Al-Fat-hur Robbani, (c) Futuhul Ghaibi, dan (d) ‘Al-Fuyudhatur Robbaniatu. Pengikut Tarekat Kadiriah memegang prinsip tasamuh (toleransi), karena Syekh Abdul Kadir Jailani menegaskan kepada mereka: “Kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua makhluk Allah supaya menjadi seperti kita.” Di antara Syekh Tarekat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin Idris Al-Fasi. Ia sejalan dengan Syekh Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi, pendiri Tarekat Sanusiah. Pengikut Tarekat Kadiriah terbagi tiga: (a) Al-Kadiriah Al-Bukaiyah, tersebar luas di wilayah Tombouktu, sebuah negeri di Sudan (Afrika Tengah), pusat perdagangan Sungai Nigeria; (b) Al-Kadiriah, di wilayah padang pasir sebelah barat, yang dinaakan Ad-Dirat; dan (c) Al-Kadiriah Al-Walatih, tersebar di wilayah Sudan bahagian barat. Tarekat Kadiriah adalah adalah salah satu Tarekat sufiah yang paling giat menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Pengikut-pengikutnya menyebarkan Islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umumnya pedagang-pedagang di daerah itu adalah penganut Tarekat Kadiriah. Ilmuwan Islam yaitu Amir Syakib Arselan, menyatakan bahwa mereka telah membuka sekolah dan madrasah di hampir setiap desa. Murid-muridnya sebahagian besar terdiri dari anak-anak kulit hitam. Para murid yang cerdas dikirim ke berbagai perguruan tinggi di Tripoli, Qairawan, dan Universitas Al-Azhar, Kairo. Setelah Universitas Sumatera Utara menamatkan pelajaran di berbagai perguruan tinggi itu, mereka kembali ke tanah airnya dan giat mengembangkan ajaran Islam. (2) Tarekat Syadziliah, didirikan pada pertengahan abad ke-13 M, dipandang sebagai Tarekat sufiah yang utama memasukkan tasawuf ke Negeri Arab. Pusatnya di Bobarit Maroko. Pendirinya adalah Syekh Abu Hasan bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Hormuz As-Syadzili Al-Maghribi Al-Husaini AlIdrisi, keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 591 H (1195 M) di Gahamarah, sebuah desa dekat Sabtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu fikih dan tasawuf di Tunisia. Karena bermukim di Sadzili, maka Tarekat yang didirikannya itu dinamakan Tarekat Sadziliah. Setelah mengadakan perjalanan ke negeri-negeri sebelah Timur, mengerjakan haji, dan mengunjungi Irak, ia menentap di Iskandariah dan wafat pada tahun 615 H (1219 M) di padang pasir ‘Aidzab, dalam perjalanan haji. Abu Hasan bertalian darah dengan para penguasa Maghribi, dan beliau meninggalkan kenangan yang tidak terlupakan di Afrika, yakni partai politik Hizbuz Syadzili, dan beberapa kitab ternama tentang adab tasawuf dengan judul Al-Amin dan Assirul Jalil fi Khawashi Hasbunallahi Wani’mal Wakil. Ahmad bin ‘Iyadh telah menerbitkan kitab tentang Syadziliah dengan judul Al-Mufakaharul ‘Aliah fil-Ma-atsril Syadziliah. Ibnu Taimiah (661–728 H), mengutip banyak pendapat Abu Hasan As-Syadzili mengenai berbagai masalah. Ibnu Daqiqil mengaskan pula bahwa ia tidak pernah melihat orang yang paling mengenal Allah dari Syekh Abu Hasan As-Sadzili. Kata-kata mutiaranya yang amat bernas adalah: “Apabila zikir terasa berat atas lidahmu, anggota tubuh Universitas Sumatera Utara berkembang menurutkan hawa nafsumu, tertutup pintu berpikir untuk kemashlahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah pertanda banyaknya dosamu atau karena sifat munafik tumbuh dalam hatimu. Tiada jalan bagimu, selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam pengamalannya.” (3) Tarekat Tijaniah. Tarekat ini tersebar luas di Maghribi, didirikan oleh Sayid Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif AtTijani, lahir pada tahun 1150 H (1737 M). Ia alim dalam ilmu ushul (pokok) dan furu’ (cabang) , ahli tasawuf, bermazhab Maliki, mazhab yang paling berpengaruh di Afrika Utara. Selama beberapa waktu berdomisili diTilimsan. Menunaikan ibadah haji tahun 1186 M, melalui Tunis. Kemudian kembali ke Fas dan mengadakan perjalanan ke Tawat. Kemudian kembali ke Fas, seolah-olah ia senang tinggal di situ, sampai wafat tahun 1236 H (1815 M). Beberapa orang sahabatnya telah menerbitkan buku riwayat hidupnya, dengan judul Jawahirul Ma’ani. Tarekat Tijaniah menganut prinsip tasamuh atau toleransi, mengikuti jejak pendirinya yang bersikap toleransi terhadap kalangan bukan muslim, dengan tidak mengurangi hak-hak agama dan kehormatan kaum muslimin. Dasar pokok ajaran Tarekat ini adalah firman Allah Surat Al-Baqarah:194, yang berbunyi sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Artinya: Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa Oleh karena itulah kitab Hadhirul ‘Alamil Islami menyatakan bahwa pengikut Tarekat Tijaniah mempergunakan kekuatan untuk menghadapi musuh mereka, orang Perancis. Sikap tasamuh atau toleransi yang dikembangkan selama ini berubah pada pertengahan abad ke-13, ketika mereka menentang kulit putih. Seorang Syekh Tarekat Tijaniah yang menonjol dan gigih membela pendirinya adalah Haji Umar anak Syekh Murabith, yang lahir pada tahun 1797 di suatu desa di Senegal. Pada masa kanak-kanak ia dididik ayahnya. Belakangan melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Kairo. Ia kembali ke Bourno pada tahun 1833 dan mengunjungi Negeri Hausah. Di sini ia memimpin dan mangajari umat ke akidah salaf dengan bijaksana dan cara yang baik. Dalam berdakwah, ikut serta saudaranya Ahmad. Haji Umar dari Tijani telah membentuk barisan untuk memerangi orang yang menyembah berhala. Ia wafat pada tahun 1865. Dia telah meninggalkan pengaruh yang besar bagi kejayaan Islam di negeri orang berkulit hitam. Perjuangannya dilanjutkan oleh pengikutpengikutnya. Pengaruh mereka semakin luas, sehingga penjajah Perancis Universitas Sumatera Utara memandangnya sebagai suatu yang sangat membahayakan kedudukan penjajah di wilayah itu. Pemerintah Perancis berusaha membasmi gerakan itu. (4) Tarekat Sanusiah, yang muncul di Afrika Utara, didirikan oleh Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi, yang lahir pada tahun 1791. Ia seorang alim dan mujahid. Tarekat yang dipimpinnya berkembang luas dari Maroko sampai ke Somalia, terutama di daerah pedalaman Libia. Dasar ajaran Tarekat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamatannya suapaya giat bekerja dan berusaha serta beribadah dengan akidah (keimanan) yang kokoh. Tarekat Sanusiah menurut Ahmad Syarbaini (guru besar Universitas AlAzhar Kairo) berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Penjajah di Benua Eropa menganggapnya membahayakan bagi kepentingan-kepentingan penjajah. Perjuangan mereka tidak saja dalam zikir dan wirid-wirid, tetapi juga berjihad (berjuang menurut ajaran Islam) menegakkan kebenaran. Pengaruh Tarekat ini di wilayah Jaghbub sangat besar. Hal itu dapat ditandai dengan kemajuan dan keamanan negeri itu jauh lebih meningkat dibandingkan dengan sebelum Tarekat itu muncul. Sebelumnya Jaghlub adalah pusat kejahatan dan kekacauan sosial, tetapi setelah muncul dan pengaruh Tarekat ini semakin kuat, maka daerah ini berubah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran, pusat peribadatan, dan kemakmuran. Di kawasan ini Sanusi mendirikan sekolah dan madrasah untuk mendidik para kader Tarekat dan pejuang-pejuang Islam militan. Universitas Sumatera Utara Setelah Sanusi wafat, ia digantikan oleh putranya yang bernama AlMahdi. Anaknya ini melanjutkan jihad dan perjuangan ayahandanya dengan mendirikan pusat latihan rohani di berbagai daerah, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, namanya menjadi begitu populer. Pemerintah penjajah berusaha menutup kegiatannya. Namun ia terus berjuang dan bahkan lebih mempergiat dakwah dan membangun mental umat Islam di sana. Selain mengajar, beliau juga mendidik pengikutnya supaya berjihad menentang musuh-musuh Islam. Sebagai dampak dari perjuangannya yang gigih dan gesit, maka pada tahun 1911 meletuslah pemberontakan menentang pendudukan Italia, dan mengembangkan Islam di Sudan dan Afrika Tengah. Tarekat Sanusiah menganggap Nabi-nabi adalah wasilah (“penghubung”) antara makhluk dengan Allah. Ahmad Sanusi telah menyusun kitab tentang sejarah Tarekat Sanusiah. Melalui ajaran Tarekat, berjuta-juta penduduk Afrika Tengah memeluk agama Islam. Tarekat Sanusiah mengajarkan kepada para pengikutnya ketangkasan berkuda, panah-memanah, dan berbagai seni bela diri. Setiap hari Jum’at diadakan latihan perang. Pada hari Kamis latihan kerajinan tangan, seperti pandai besi, tukang sepatu, menjahit dan menenun, bertani dan bercocok tanam. Pesan sebahagian dari tokoh-tokoh Tarekat Sanusiah adalah: “Jangan menghina seseorang, baik orang Islam maupun Nasrani, Yahudi dan orang-orang kafir lain. Mungkin mereka lebih baik dari anda di sisi Allah, sebab anda tidak tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya.” Di antara kebiasaan pengamal Tarekat Sanusiah, mereka membeli budak di Sudan, diasuh di Jaghbub. Sesudah dewasa Universitas Sumatera Utara dan berilmu dimerdekakan dari hamba sahaya dan diterjunkan ke tengah masyarakat sebagai juru dakwah dalam rangka pengembangan agama Islam di segenap penjuru benua Afrika. (5) Tarekat Rifa’iyah, yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Abu Al- Hasan Ar-Rifa’i. Beliau wafat tahun 570 H atau 1175 M. Penganutnya banyak terdapat di kawasan Maroko dan Aljazair (Algeria). (6) Tarekat Sahrawardiah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abu Al- Hasan bin Al-Sahrawardi yang meninggal pada tahun 638 H (1240 M). Para pengikutnya sebahagian besar adalah di Afrika. (7) Tarekat Maulawiyah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Maulana Jalaluddin Ar-Rumi. Beliau wafat tahun 672 H (1273 M). Sebahagian besar pengikutnya ada di Turkistan dan Turki. Dalam bahasa Turki Tarekat ini disebut dengan Mevlevi. (8) Tarekat Ahmadiah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ahmad Badawi, yang wafat pada tahun 675 H (1276 M). Para pengikutnya sebahagian besar terdapat di Maroko dan kawasan sekitarnya. (9) Tarekat Haddadiah. Didirikan oleh Syekh Abdullah Ba’lawi Haddad. Tarekat ini diikuti oleh jemaah yang berada di negara-negara Arab, Malaysia, Singapura, dan sekitarnya. Di kawasan Indonesia, Tarekat yang paling banyak penganutnya adalah Tarekat Naqsyabandiah dan Qadiriah. Khusus Tarekat Naqsyabandiah, akan diulas dalam uraian berikutnya. Universitas Sumatera Utara Dengan melihat keadaan sosioreligius di atas, dalam Dunia Islam, Tarekat memiliki dasar hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tarekat sebagai gerakan rohani juga berkembang menjadi gerakan politik yang menentang ketidak adilan. Tarekat dalam Dunia Islam juga umumnya mengajarkan tentang tolerasi yang disebut dengan tasamuh. Ini sejalan dengan ajaran Islam, bahwa agama Islam adalah rahmat kepada seluruh alam, bukan umat Islam saja. 2.3 Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Islam Pendiri Tarekat Naqsyabandiah adalah Imam Tarekat Hadhrat Khwajah Khwajahgan Sayyid Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Bukhari AlUwaisi Rahmatullah ‘alaih. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 717 Hijrah bersamaan 1317 Masehi, yaitu pada abad ke 8 Hijrah bersamaan dengan abad ke 14 (empat belas) Masehi di sebuah perkampungan bernama Qasrul ‘Arifan yang berdekatan dengan Bukhara, Asia Tengah. Ia menerima pendidikan awal Tarekat secara lahiriah dari gurunya Hadhrat Sayyid Muhammad Baba As-Sammasi Rahmatullah ‘alaih. Beliau juga menerima rahasia-rahasia Tarekat dan khilafat dari Syekhnya, Hadhrat Sayyid Amir Kullal Rahmatullah ‘alaih. Ia menerima limpahan faidhz dari Hadhrat Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang seterusnya diwarisi oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, yang telah 200 (dua ratus) tahun mendahuluinya secara uwaisiyah. Nama Naqsyabandiah mulai terkenal di zaman Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syekh Najmuddin Amin Al- Universitas Sumatera Utara Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahwa nama Tarekat Naqsyabandiah ini berbeda-beda menurut zamannya. Di zaman Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu sehingga ke zaman Hadhrat Syekh Taifur Bin ‘Isa Bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih dinamakan sebagai Shiddiqiyyah. Pada masa ini amalan khususnya adalah zikir khafi. Di zaman Hadhrat Syekh Taifur bin ‘Isa bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih, hingga ke zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ini dinamakan Taifuriyah. Tema khusus yang ditampilkan adalah cinta dan ma’rifat. Kemudian di zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, sehingga ke zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih Tarekat ini dinamakan sebagai Khwajahganiyah. Pada zaman tersebut, Tarekat ini telah diperkuatkan dengan delapan prinsip asas Tarekat yaitu: yad kard, baz gasyt, nigah dasyat, yad dasyat, hosh dar dam, nazar bar qadam, safar dar watan, dan khalwat dar anjuman. Kemudian pada zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ini mulai terkenal dengan nama Naqsyabandiah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas sebagai penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Universitas Sumatera Utara Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih yaitu: Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi, dan Wuquf Zamani. Dalam perjalanan mencapai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaidah jalan yang biasa diperkenalkan oleh para Masyaikh Tarekat, yaitu Tarekat nafsani ataupun Tarekat rohani. Tarekat Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan mentarbiyahkan (mengelola) nafs dan menundukkan keakuan diri. Nafs atau keakuan diri ini adalah sifat ego yang ada dalam diri seseorang. Nafs dididik bagi menyelamatkan roh dan jalan Tarekat nafsani ini amat sukar dan berat karena salik (pengamal Tarekat) perlu melakukan segala yang berlawanan dengan kehendak nafs. Hal ini merupakan suatu perang jihad dalam diri seseorang mukmin. Tarekat rohani sedikit lebih mudah dilakukan, dengan cara pada awalnya roh akan disucikan tanpa menghiraukan tentang keadaan nafs. Setelah roh disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenar, maka nafs atau egonya dengan secara terpaksa akan menuruti dan mentaati roh. Demikian uraian tentang Tarekat dalam Dunia Islam. Selanjutnya diuraikan biografi ringkas Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy. 2.4 Biografi Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi yang lebih dikenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam” (Besilam), adalah salah seorang ulama terkemuka dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. Sebahagian besar hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama dan Universitas Sumatera Utara kejayaan negara. Beliau telah membuka dan membangan beberapa buah desa di Sumatra Utara dan Malaysia, dengan mendirikan perguruan, asrama latihan rohani, rumah ibadat, mushala dan langgar, balai kesehatan, asrama sosial, untuk menampung fakir miskin, yatim piatu serta gedung serba guna lainnya untuk kepentingan umum. Murid-murid dan khalifah-khalifahnya hingga kini tersebar luas kesegenap penjuru baik didalam maupun di luar negeri seperti Batu Pahat, Johor Bahru, Penang, Ipoh, Kuala Lumpur di Malaysia, dan Thailand. Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Putra dari Abdul Manap bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Nama kecilnya Abu Qasim. Ibunya bernama Arba’iah. Bersaudara empat orang dan salah seorang saudara perempuannya bernama Seri Barat yang belar Hajjah Fatimah, wafat dikampung Babussalam, disebelah makam Syekh Abdul Wahan Rokan. Tidak ada yang dapat memastikan tanggal kelahiran Syekh Abd Wahab. Sebahagian kalangan menyatakan beliau lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230 H atau pada tanggal 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Desa Rantau Binuang Sakti, Negri Tinggi, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Menurut satu riwayat beliau dilahirkan pada 10 Rabiul Akhir 1246 H atau 28 september 1830 M. Riwayat yang kedua ini dianggap lemah karena menurut yang berkompeten usia beliau adalah kurang lebih 115 tahun. Sedangkan hari wafatnya yaitu 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. Kakek beliau adalah Haji Abdullah Tembusai yang terkenal sebagai seorang alim besar dan saleh. H. Abdullah Tembusai memiliki beberapa orang istri, seorang di antaranya adalah putri dari yang dipertuan Kota Pinang. Kota Universitas Sumatera Utara Pinang kini termasuk dalam daerah Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatra Utara. Menuru catatan Syekh Abdul Wahab yang diperbuatnya pada tanggal 10 Muharram 1300 H, anak cucu kakeknya, H Abdullah Tembusai berjumlah 670 orang. Sebahagian besar berasal dari suku Melayu Besar, suku Batu Hampar, dan suku Melayu Tengah. Ayahanda beliau Abdul Manap mempunyai beberapa orang istri beberapa diantaranya dikaruniai anak tetapi kesemuanya meninggal dunia. Setelah ayahanda beliau meninggal dunia Abdul Manap meneruskan usaha dari almarhum dan beberapa waktu kemudian pindah ke tanah Deli Serdang, menetap di kampung Kelambir. Beliau kawin dengan seorang wanita bernama Arba’iah, putri Datuk Bedagai (Dagi) asal Tanah Putih. Dari perkawinannya dengan Arba’iah beliau beroleh empat orang anak yaitu: 1. Seri Barat, Gelar Hajjah Fatimah, wafat di kampung Babussalm , Langkat, Pada tahun 1341 H, dan dimakamkan di kuburan umum kampung Babussalam. 2. Muhammad Yunus, Meninggal di Pulau Pinang (Malaysia), Seberang Prai, sedang menuntut ilmu. 3. Abu Qasim, gelar Pakih Muhammad, yang kemudian terkenal dengan Syekh Abdul Wahab Rokan Al- Khalidi Naqsyabandi, Tuan Guru Babussalam. 4. Seorang bayi meninggal pada waktu lahir. Dan tidak berapa lama meninggal pula ibunya waktu bersalin. Diwaktu Syekh Abdul Wahab membuat catatan (1300 H), semua saudaranya telah berpulang kerahmatullah, kecuali dua orang, yaitu Seri Barat dan beliau sendiri. Universitas Sumatera Utara 2.4.1 Pendidikan Pendidikan Syekh Abdul Wahab dimulai ketika belajar membaca Al quran kepada H.M Saleh dan H. Muhammad, seorang ulama terkenal asal Minangkabau. Ia termasuk ahli seni baca Al-Qur’an (qari). Dengan berbekal pelajaran membaca Al-Qur’an ini Abu Qasim (nama kecil Abdul Wahab) melanjutkan pelajarannya ke Tembusai. Pada waktu itu di negri Tembusai terdapat dua orang alim besar yang pandai mengajar kitab-kitab Arab. Seorang di antaranya bernama Maulana Syekh Abdullah Halim, saudara dari Yang Dipertuan Besar Sultan Abdul Wahid Tembusai, dan seorang lagi bernama Syekh Muhammad Saleh Tembusai. Kedua ulama ini sangat tekun dan rajin mengembangkan ilmu agama, termasuk nahu, saraf, tafsir, hadist, tauhid, fiqih, dan tasawuf. Di Tembusai inilah Abu Qasim mendapatkan bapak angkat yang bernama H. Bahaudin. Dengan bantuan bapak angkat inilah pendidikan beliau dapat dilanjutkan kepada Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Saleh. Berkat ketekunannya, maka setelah tiga tahun ia mampu mengalahkan muridmurid terdahulu dari padanya. Abu Qasim banyak memperdalam kitab-kitab Fathul Qarib, Minhaajut Thalibin, Iqna, Tafsir Al Jalalain, dan lain lain dalam ilmu fikih, nahu, saraf, lughah, bayan, mantik, maani, balaghah, arudh, asytiqaq, dan lain-lain. Sebagai puncak dari kemajuannya dalam pelajaran ini, kedua gurunya memberi gelar kehormatan Fakih Muhammad. Fakih artinya orang yang alim dalam hukum fikih, atau sarjana hukum Islam. Upacara pemberian gelar Universitas Sumatera Utara penghormatan ini dilakukan dihadapan suatu majelis resmi, yang dihadiri oleh khalayak ramai. H. Abdullah Halim dan H.M. Saleh melantiknya dengan menyatakan Ikhwanul Muslimin (pernyataan tentang persaudaraan Islam). Abu Qasim bin Abdul Manap Tanah Putih namanya dan dikaruniai gelar dengan nama tuan Pakih Muhammad bin Abdul Manap Tanah Putih, berkat Al Fatihah. Pada tahun 1277 H (1861 M) di samping berniaga, ia berguru kepada Syekh H. Muhammad Yusuf asal Minangkabau. Tuan Syekh M. Yusuf ini belakangan menjadi mufti dilangkat dan lebih terkenal dengan panggilan Tuk Ongku. Ia bersama dengan Syekh Abdul Wahab Rokan dipandang orang keramat dan meninggal di Tanjung Pura, Langkat dimakamkan di samping Mesjid Azizi. Kurang lebih dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1279 H (1863 M), ia mengajukan permohonan kepada gurunya, agar diizinkan berangkat ke Tanah Suci Mekah untuk melanjutkan pelajaran. Permintaan ini dikabulkan dan dalam perjalanan menuju Mekah bapak angkatnya H. Bahaudin senantiasa menemaninya. Mula mula mereka berangkat ke Singapura. Pada waktu itu di kota itu terdapat seorang Syekh yang keramat bernama Habib, makamnya di Tanjung Pagar. Setibanya di kota ini, Pakih Muhamad ziarah kepadanya dengan terlebih dahulu memberi salam kepadanya. Begitu melihat Pakih Muhammad, Habib Nuh serta merta mencium tangan, bahu dan seluruh tubuhnya seraya mengatakan, “Barakallahu” (Allah memberkatimu). Setelah beberapa hari di sana H. Muhammad dan Pakih Muhammad meninggalkan Singapura menuju Jeddah dengan kapal. Menurut sejarah, Universitas Sumatera Utara pelayaran dengan kapal, baru ada di Singapura pada tahun 1280 H, bernama Sri Jedah. Di Mekah mereka masuk kelompok Syekh M. Yunus bin Abdul Rahman Batu Bara, tinggal di Kampung Qararah tidak jauh dari Mesjid Al Haram. Selesai mengerjakan ibadah haji, Pakih Muhammad beroleh gelar Haji Abdul Wahab Tanah Putih. H. Bahauddin kembali ke tanah air, pulang ke Tembusai. Sementara H. Abdul Wahab tinggal di Mekah untuk melanjutkan pelajaran. Ia belajar kepada Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafii, dan kepada Syekh Hasbullah. Beliau juga belajar kepada guru guru asal Indonesia seperti Syekh M. Yunus bin Abdul Rahman Batubara, Syekh Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, dan lain lain. Untuk menambah ilmu, baik ilmu duniawi maupun ilmu akhirat. Perjalanan kesehariannya hanya di sekitar Mesjidil Haram, dari rumah ke mesjid, makam Ibrahim, Hijir Ismail, telaga Zamzam dan ke rumah guru. Teman seperjalanannya, antara lain H. Abdul Majid Batubara dan H.M. Nur bin H.M.Tahir Batubara. Meski telah banyak kitab yang dipelajari, namun H. Abdul Wahab belum puas, sebab menurut anggapannya hatinya belum bersih, masih bersarang sifat sifat yang tercela seperti ujub, sum’ah dan kasih kepada dunia. Ia ingin menjauhkan diri dari sepuluh sifat yang tercela sebagaimana yang tercantum dalam kitab kitab tasawuf. Oleh karena itu H. Abdul Wahab memperdalam pengetahuannya dalam bidang tasawuf, dengan mempelajari kitab Ihya Ulimuddin karangan Imam Ghazali serta meminta nasihat kepada gurunya Syekh M. Yunus. Maka Syekh M. Yunus pun menyerahkannya belajar kepada Syekh Sulaiman Zuhdi di puncak Jabal Kubis. Universitas Sumatera Utara Syekh Sulaiman Zuhdi adalah seorang pemimpin Tarekat Nasyabandiah dan wali yang terkenal pada masa itu. Memimpin suluk di Jabal Kubis sejak bertahun tahun. Setelah menerima Tarekat Naqsyabandiah dari Syekh Sulaiman Zuhdi H. Abdul Wahab pun mengamalkannya dengan sungguh-sungguh sementara itu tetap terus mengaji kepada Sayid Zaini Dahlan, Mufti Mazhab Syafii, Syekh Hasbullah, dan Syekh Zainuddin Rawa. Syekh Sulaiman Zuhdi amat gembira menyaksikan kemajuannya yang luar biasa dari H.Abdul Wahab dan mendoakan semoga ia kelak akan dapat mengembangkan ilmu Tarekat Naqsyabandiah di Sumatra, Kedah, Pahang (Malaysia), dan daerah lain. Pada suatu ketika, Syekh Sulaiman Zuhdi mendapat petunjuk dari Allah, dan bisikan rohaniah dari Syekh Syekh Naqsyabandiah bahwa kepada H. Abdul Wahab harus diberikan gelar khalifah dan diperbolehkan memimpin rumah suluk serta mengajarkan ilmu Tarekat Naqsyabandiah dari Aceh sampai Palembang. Syekh Sulaiman Zuhdi pun dengan resmi mengangkatnya menjadi khalifah besar dengan memberinya ijazah bai’ah dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang berasal dari nabi Muhammad SAW. sampai kepada Syekh Sulaiman Zuhdi dan seterusnya kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Ijazah itu ditandai dengan dua cap. H. Abdul Wahab pun memperlihatkan ijazah tersebut kepada H. M. Yunus Batu bara. Beliau kagum dan tercengang, karena menurut pengetahuannya belum ada seorang pun murid beliau yang diberi ijazah bercap dua. Ketika Syekh M. Yunus menanyakan kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Beliau menjawab, Universitas Sumatera Utara “Dengan ijazah ini semoga H. Abdul Wahab bin Abdul Manap itu akan mengembangkan dan memashyurkan Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia, Malaysia dan daerah sekitarnya. Beberapa Sultan akan berguru kepadanya dan beberapa panglima yang gagah perkasa akan tunduk, orang kafir dan Islam hormat kepadanya.” 2.4.2 Mengembangkan Agama dan Tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seorang ulama yang produktif dalam menyiarkan ajaran Islam dan Tarekat Naqsyabandiah. Walaupun selain Tarekat Naqsyabandiah Syekh Abdul Wahab Rokan juga adalah seorang penganut Tarekat Samaniah. Di samping menyiarkan agama dan Tarekat ke berbagai wilayah negeri Syekh Abdul Wahab kerap membuka perkampungan. Seperti pada tahun 1285 H (1869 M), dalam usia 58 tahun beliau membuka sebuah kampung di wilayah Kubu, yang dinamainya Kampung Mesjid. Kampung ini dijadikannya pangkalan atau basis bagi usaha usahanya menyebarkan agama ke daerah daerah sekitarnya. Seperti ke Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu, Dumai, Bengkalis, Pekan Baru, dan Sungai Ujung Malaysia. Di daerah Kualuh beliau juga membuka kampung baru pula dengan nama Kampung Mesjid pada tahun 1873 M (1292 H). Dari Rokan, menyusur pantai Timur Sumatra sampai ke Utara kemudian meluaskannya sampai ke daerah Langkat. Universitas Sumatera Utara 2.4.3 Membangun Babussalam Berawal dari kepulangan teman seperjalanan Syekh Abdul Wahab yaitu Syekh M. Nur Batubara yang kembali ke Asahan dan pada tahun 1292 pindah ke Tanjung Pura, Langkat. Pada masa itu kerajaan Langkat dipimpin oleh Sultan Musa Al-Muazzamsyah gelar pangeran Indra Diraja Amir Pahlawan Sultan Aceh. Ayahhandanya bernama Sultan Ahmad, raja ketujuh memerintah kerajaan Langkat, berasal dari Siak Seri Indra Pura. Kira-kira 400 tahun yang lalu, sultansultan yang memerintah di daerah Langkat, telah memelihara guru-guru agama. Pada masa itu salah satu putra sultan musa yang diharapkan akan dapat menggantikan beliau jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Hal ini sangat memukul batin Sultan sehingga beliau meminta nasehat kepada Syekh H.M. Nur yang menganjurkan agar sultan beserta istri bersuluk kepada Syekh Abdul Wahab. Sehingga pada waktu itu baginda menyediakan sebuah rumah di Gebang Desa Putri untuk tempat bersuluk. Syekh Abdul Wahab beberapa kali mengunjungi Sultan Musa ke Langkat atas permintaannya sehingga pada kunjungan Syekh Abdul Wahab yang ketiga kalinya ketanah Langkat mendapatkan tawaran dari Sultan Musa agar suluk dilaksanakan di Kampung Lalang kira kira 1 kilometer dari Kota Tanjung Pura. Akan tetapi menurut pertimbangan tuan guru tempat tersebut kurang sesuai dan memohon agar diberikan sebidang tanah untuk perkampungan, dimana ia dapat beribadat dan mengajarkan ilmu agama dengan leluasa. Sultan Musa Al- Muazzamsyah pada waktu itu juga dengan disaksikan oleh anggota anggota rombongan mewakafkan sebidang tanah yang dikehendaki oleh tuan Guru. Universitas Sumatera Utara Tepatnya tanggal 15 Syawal 1300 H berangkatlah Syekh Abdul Wahab dengan keluarga dan murid muridnya yang berjumlah 160 dengan 13 buah perahu pindah dengan resmi dan menamakan tempat tersebut dengan nama Babussalam. Pembangunan pertama yang dilakukan di Babussalam adalah mendirikan sebuah madrasah (mushola) tempat sholat bagi laki laki dan wanita. Cara pembangunan ini adalah sesuai dengan ajaran Islam, di mana Nabi Muhammad SAW. mula mula Hijrah ke Madinah (622 M), membangun tiga proyek besar yaitu: 1. Membangun Mesjid sebagai lambang pembangunan mental spiritual. 2. Menjalin rasa persaudaraan antara golongan anshor dan muhajirin sebagai lambang pembangunan sosial ekonomi. 3. Mempermaklumkan lahirnya negara Islam dengan ibu kotanya Madinah, konstitusinya Al-Qur’an dan Hadist, sebagai lambang pembangunan dalam bidang politik. Luas mushola ini 10 X 6 depa, diperbuat dari kayu kayu yang sederhana, dipergunakan selain tempat salat dan mengaji, juga tempat melakukan kegiatan kegiatan ibadah lainnya. Sampai kini mushola tersebut tidak pernah disebut orang dengan mesjid atau mushola akan tetapi lebih terkenal dengan sebutan madrasah atau mandarsah/nosah menurut dialek Babussalam. 2.4.4 Percetakan, Pertanian, dan Bintang Kehormatan Tuan guru Syekh Abdul Wahab tidak saja menitikberatkan usahanya dalam pembangunan mental spiritual, akan tetapi juga bergerak dalam Universitas Sumatera Utara pembangunan fisik-material. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibukanya sebuah perkebunan jeruk manis disuatu areal tanah di Kampung Babussalam. Pada tahun 1325 H, sebanyak 400 (empat ratus pohon). Tanaman tanamannya subur, dengan memperhatikan saran saran para ahli pertanian dan menghasilkan 7.000 rupiah setahun. Murid murid beliaupun banyak mengikuti jejaknya, dengan menanam jeruk secara kecil kecilan sekedarnya. Selain jeruk beliau juga membuka perkebunan karet. Untuk mencari bibit pohon karet ini, beliau menugaskan H. Bakri dan Pakih Kamaluddin Tembusai ke Perak (Malaysia). Keduanya kembali dengan membawa bibit karet sebanyak delapan belas goni. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1330 H. Dari bibit-bibit inilah banyak penduduk banyak bertanam karet di sekitar Kampung Babussalam dan kapung kampung lainnya sampai ke Stabat. Selain itu beliau membangun sebuah perkebunan lada hitam. Para jamaah yang hidupnya ditanggung beliau, dikerahkan bergotong-royong mengolah perkebunan tersebut beberapa jam dalam sehari. Malangnya pada suatu ketika banjir menyerang kampung Babussalam yang mengakibatkaan kebun lada tersebut menjadi musnah. Kemudian digantikan beliau dengan kebun pala, kopi, pinang, durian, rambutan, jeruk, dan kelapa. Sekurang-kurangnya sekali setahun Babussalam dilanda banjir. Sesudah benteng di sepanjang pinggir Sungai Batang Serangan dibangun oleh pemerintah pada tahun 1992, barulah Desa Babussalam aman dari ancaman banjir. Dalam bidang peternakan beliau tidak ketinggalan. Beliau memiliki dan mengolah tambak ikan. Penduduk diberi kesempatan beternak ayam dan kambing Universitas Sumatera Utara atau lembu. Beliau juga memiliki ternak lembu yang dipercayakan kepada Pak Selasa untuk memeliharanya. Usaha pertanian dan peternakan itu diselenggarakan secara tradisional dengan alat-alat yang sederhana. Untuk menjaga kebersihan kampung, maka semua hewan ternak harus dikandangkan, dijaga jangan berkeliaran. Pemilik ternak yang tidak menjaga hewan ternaknya, dan membiarkannya berkeliaran, akan dihukum oleh tuan guru. Barang siapa mencuri ayam, maka beliau menghukumnya, dengan menyuruhnya taubat di depan Madrasah Besar, disaksikan oleh khalayak ramai dengan meneriakkan: “Astaghfirullahal’azhim tobat mencuri ayam.” Hukuman itu harus dijalani selama beberapa jam. Pada tahun 1328 H, H Bakri bermusyawarah dengan Tuan Guru mengenai pembangunan kampung Babussalam. Antara lain disarankan supaya mendatangkan guru guru terkenal ke Babussalam, dari Mekah dan Mesir. Pelajaran tulisan Arab supaya lebih diintensifkan. Industri tekstil atau pabrik tenun dan usaha kerajinan tangan lainnya supaya dibangun. Untuk keperluan itu, lebih dahulu diutus tenaga tenaga ahli mengadakan riset dan penelitian kebeberapa negara. Untuk meningkatkan usaha usaha pembangunan dalam penerangan dan penyiaran (komunikasi dan informasi) hendaknya dibangun sebuah unit percetakan. Pembangunan proyek pertanian yang dapat dikerjakan oleh pelajar pelajar di samping belajar, dan usaha usaha lainnya yang dapat meningkatkan taraf hidup penduduk Babussalam. Universitas Sumatera Utara Saran saran ini diterima baik oleh Tuan Guru, akan tetapi beliau memberikan analisis sebagai berikut: “Ketahuilah, bahwa Allah menjadikan uang dirham itu 3 alamat, yaitu: 1. Uang (rupiah belanda) itu bulat seperti bola. Hal ini menunjukkan orang yang mempunyai uang itu kadang-kadang naik ke atas dan kadang-kadang jatuh kebawah. Mencari uang itu mudah, tetapi menyimpannya susah. 2. Pada mata uang itu ada gambar kepala orang. Maknanya kalau hati putih, ia dapat dibawa ke jalan kebaikan. Kalau uang itu putih hati kita hitam, niscaya kita dibawanya hanyut kepada kejahatan. 3. Uang itu keras, hal ini mengandung isyarat hendaklah kita berkeras hati melawannya. Karena hati hendak bersedekah, tangan dipegang oleh tujuh puluh setan. Kalau setan yang tujuh puluh itu dapat dikalahkan, barulah sedekah kita itu terlaksana. Pada tahun 1324 H, H. Yahya disuruh Tuan Guru bersuluk selama empat puluh hari kepadanya di Batubara. Ikut pula bersuluk Datuk Laila Wangsa. Ketika itu yang menjadi kepala kampung di Babussalam H. Abdul Jabbar dan mengajar ilmu agama di madrasah besar, menggantikan Tuan Guru selama di Batubara adalah H. Bakri. Ia mengajar, pagi pagi, sesudah Zuhur, sesudah Maghrib, dan sesudah salat Isya. Selama dua bulan Tuan Guru berada di Batubara, beliau beroleh penghasilan sebanyak 3.750 rupiah langsung dibawanya ke Babussalam. Mengingat kemajuan Babussalam memerlukan usaha dalam bidang penerbitan, maka H. Bakri meminjam uang sebanyak 2.500 rupiah, untuk membeli sebuah mesin cetak. Tuan Guru memenuhinya, sebagai bantuan wakaf, Universitas Sumatera Utara bukan pinjaman. Maka dengan modal 2500 rupiah inilah H. Bakri berusaha membeli sebuah unit percetakan, yang intertipenya adalah huruf-huruf Arab. Mesin cetak ini merupakan yang pertama di Langkat, dan pada tahun 1326 H, dipimpin langsung oleh H. Bakri dan H. M. Ziadah dan H. M. Nur, menantu Tuan Guru. Kitab kitab yang pernah diterbitkan, hasil percetakan Babussalam ini antara lain: 1. Soal jawab, sebanyak 1000 eksemplar, 2. Aqidul Iman, sebanyak 1000 eksemplar, 3. Sifat Dua Puluh, sebanyak 1000 eksemplar, 4. Nasihat Tuan Guru, sebanyak 1000 eksemplar, 5. Syair Nasihatuddin, sebanyak 1000 eksemplar, 6. Berkelahi Abu Jahal, sebanyak 500 eksemplar, 7. Permulaan Duni dan Bumi, sebanyak 500 eksemplar, 8. Adabuz Zaujain (Adab Suami Istri), sebanyak 500 eksemplar, 9. Dalil yang Cukup, sebanyak 500 eksemplar, 10. Dan lain lain. Sayangnya, buku-buku tersebut tidak ada lagi dewasa ini. Berpuluhpuluh orang buruh bekerja pada percetakan ini. Dengan perantaraan penerbitan penerbitan seperti brosur-brosur atau siaran-siaran lainnya, makin tersiarlah nama Babussalam ke mana-mana. Hubungan persahabatan dengan pemimpin-pemimpin Islam di berbagai negara tambah erat pula. Universitas Sumatera Utara 2.4.5 Mendirikan Serikat Islam Dalam dunia pergerakan, Tuan Guru Syekh Abdul Wahab juga tidak sedikit memainkan peranan. Sekalipun tidak aktif memimpin sesuatu partai atau sesuatu gerakan nasional, secara langsung akan tetapi usaha usaha ke arah itu, amatlah giatnya. Pada tahun 1913 (1332 H) diutusnya suatu delegasi ke musyawarah Syarikat Islam di Jawa. Anggota delegasi terdiri dari putra-putranya. Pakih Tuah, Pakih Tambah, dan seorang tokoh bernama H. Idris Kelantan. Pakih Tuah dan Pakih Tambah langsung mengadakan pembicaraan dengan H.O.S. Cokroaminoto dan Raden Gunawan dan lain-lain pemimpin gerakan pada masa itu di Jakarta, Solo, dan Bandung. Delegasi diberi tugas untuk mengadakan hubungan dengan pemipin-pemimpin pergerakan nasional itu, supaya dibenarkan mendirikan cabang Serikat Islam di Babussalam. Pemimpin pusat Serikat Islam yang menjelma menjadi Partai Serikat Islam Indonesia, menyuruh mereka mengadakan hubungan terlebih dahulu dengan perwakilan PSH di Medan, yaitu M. Samin. Sekembalinya dari Jawa, maka diadakan pertemuan dengan M. Samin dan beberapa orang tokoh tokoh lainnya Grand Hotel Medan (sekarang Hotel Garuda). Sebagai hasil dari pertemuan ini, dibenarkanlah berdirinya SI cabang Babussalam, di bawah pimpinan H. Idris Kelantan, dengan sekretaris Hasan Tonel. Anggota-anggota pengurus lainnya terdiri dari Pakih Tuah, Pakih Tambah, pakih Muhammad, H. Bakri, dan lain lain. Penyumpahan (bai’ah) dilakukan langsung oleh H. Idris Kelantan. Tuan Guru Syekh Abdul Wahab bertindak sebagai penasehat. Universitas Sumatera Utara 2.4.6 Imam dan Bilal di Madrasah Babussalam Sejak pindah ke Babussalam pada tahu 1300 H, Tuan Guru telah membagi bagi tugas di antara anak-anak dan jamaahnya pada tahun pertama membangun kampung ini, Tuan Guru menunjuk wakilnya dalam pembangunan madrasah, rumah suluk dan menghadap Sultan Langkat kepada H. Abdullah Hakim. Pada masa itu putra putra Tuan Guru belum ada yang dewasa. Pada tahun 1313 H, yang menjadi Imam di kampung Babussalam adalah sebagai berikut: 1. H. M. Sa’id Kelantan, 2.H.M. Amin Kota Intan, 3. H. M. Zain Kubu. Menjadi Bilal: 1. Bilal Muhammad Nurdin Tembusai, 2. M. Arsyad Kampar, 3. Usman Tembusai. Pada tahun 1327 H, menjadi Imam: 1. H. Abdul Fattah, Menantu Tuan Guru, 2. H.M. Said, menantu Tuan Guru, 3. H. Harun, anak Tuan Guru, 4. Abdul Kahar, anak Tuan Guru, 5.Pakih Yazid, Anak Tuan Guru, 6. Hasan, menantu Tuan Guru,7. Pakih Muhammad, menantu Tuan Guru Adapun yang menjadi bilal (1327 H): 1. M. Nuh bin H. Ibrahim Serdang, 2. M. Saleh Kota Intan, 3. Ahmad Tembusai. Pada tahun 1340 H, menjadi bilal : 1, Abdul Rasyid Tembusai 2. Thalib Mandailing, 3. Ahmad bin Harun. Pada tahun 1315 H, H Yahya dipercayakan melakukan pekerjaan pekerjaan penting di Babussalam. Pada tahun 1322 H, H. Abdul Jabbar mewakili tuan Guru dalam segala urusan masyarakat. Pada tahun 1324 H. Abdul Jabbar ditetapkan menjadi kepala kampung. Pada tahun 1327 H, Tuan Guru menyatakan kepada anak-anaknya bahwa ia telah tua, hanya dapat beribadat saja lagi. Karena itu untuk membangun Universitas Sumatera Utara kampung Babussalam ini ditetapkan: 1. H. Abdul Jabbar menjadi kepala kampung. 2. H. Harun, H. Abdul Fattah dan H.M.Nur, mengajar Qur’an dan kitab kitab agama. 2.4.7 Mengajar Di Istana Pada tahun 1328 H, H. Harun diutus ke Panai, Kota Pinang, dan Kubu. H.M.Nur ke Minangkabau dan Perak (Malaysia). H. Abdul Fattah, ke Mekah, H. Bakri ke Tanah Putih, Rambah, Kepenuhan, Singapura dan Batu Pahat (Malaysia). Pada tahun 1335 H, Sultan Aziz Abdul Jalil Rahmatsyah mempersilakan Tuan Guru mengajar di dalam Istana Darul Aman Tanjung Pura, seminggu sekali, yaitu setiap hari Ahad. Hadir pada pengajian ini pembesar-pembesar kerajaan. Datuk-datuk, dan tokoh-tokoh masyarakat. Biasanya tuan guru memberikan ceramah agama itu memakan waktu sekitar dua jam. Selesai pengajian bilal pun azan lalu semua hadirin salat Zuhur dengan berjamaah dan makan bersama. Kadang-kadang hadir juga pada pengajian ini Sultan Siak, Sultan Johor, Raja-raja Panai dan Asahan, Perak, dan lain lain. Pada tahun 1337 H, harga beras naik. Kehidupan rakyat sulit. Di dalam Negeri Langkat, sekati beras (6 ons) berharga 22 sen. Satu gantang padi berharga 14 rupiah. Sultan Aziz sebelum pengajian dimulai meminta kepada Tuan Guru Syekh Abdul Wahab supaya mendoakan semoga harga beras turun dan rakyat senang. Universitas Sumatera Utara Pada masa itu Siam menghentikan ekspor berasnya. Di Eropa, Inggris dan negeri belanda, sekati beras berharga tiga rupiah dan sepikul berharga tiga ratus rupiah. Di Jepang sekati beras seharga empat puluh sen. Kenaikan harga beras ini , adalah akibat dari perang dunia pertama. Barulah pada tahun 1339 H, harga beras dunia menjadi turun. Pada saat harga beras membumbung tinggi, Sultan Abdul Aziz mengumumkan siapa yang tidak mampu membeli beras, dipersilakan mengaji Qur’an membaca Qul Huallahu Ahad (surat Al Ikhlas) atau membaca Shalawat di mesjid Azizi Tanjung Pura. Baginda sendiri menjamin kehidupan mereka. Baginda terkenal dermawan, setiap tahun berzakat empat puluh ribu rupiah. Pada setiap 27 Ramadan mengadakan jamuan besar, bersedekah, kadang-kadang sampai sepuluh ribu rupiah dan kadang-kadang sampai limaa belas ribu rupiah. Pada 13 Rabiul Awal tahun 1320 H, Sultan Abdul Aziz mendirikan sebuah mesjid Raya di Tanjung Pura, dinamainya dengan Masjid Azizi. Bangunannya dapat menampung ribuan jamaah. Sampai kini masjid itu masih berdiri dengan megahnya, menjadi kebanggaan bagi daerah Langkat. Pada tahun 1331 H, baginda mendirikan perkumpulan agama yang bernama Al-Jamiatul Mahmudiah Litholabil Khairiah. Atas usaha baginda, didirikan sebuah madrasah agama di bekas istana almarhum ayahandanya, Sultan Musa Al-Muazzamsyah dengan nama Madrasah Maslurah. Tidak lama kemudian dijadikan tempat pengajian tingkat tsanawiyah, dengan nama Madrasah Aziziah. Madrasah Maslurah dan madrasah Aziziah ini terkenal pada zamannya karena banyak mengeluarkan alim ulama dan cerdik pandai yang terkenal. Universitas Sumatera Utara 2.4.8 Bintang Kehormatan Tuan guru memimpin Kampung Babussalam dengan aman dan makmur dan pengaruhnya semakin besar. Melihat kebesaran itulah kerajaan Belanda yang berkuasa pada masa itu merasa curiga dan khawatir terhadap dirinya. Syekh Abdul Wahab merupakan bintang yang cemerlang dalam Kerajaan Langkat. Karena itulah pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1341 H (1923) Asisten Residen Van Aken bersama Sultan Abdul Aziz Jalil Rahmatsyah menghadiahkan sebuah bintang kehormatan. Dari emas kepada beliau Asisten Residen Langkat itu sendiri melekatkan bintang emas tersebut ke dadanya. Sebelum itu Sultan Abdul Aziz Jalil Rahmatsyah telah memberikan sejumlah uang pada tuan guru untuk membeli sepersalinan pakaian yang akan dipakainya sewaktu menerima bintang kehormatan itu. Upacara berlangsung di madrasah besar, dengan disaksikan ribuah hadirin. Yang memenuhi ruangan itu. Syekh Abdul Wahab duduk ditengah tengah menghadap kiblat. Sebaik bintang itu diterimanya, ia pun menyatakan dengan tegas, kepada wakil pemerintah yang menyematkan bintang itu, supaya menyampaikan pesannya, agar raja Belanda memeluk agama Islam. Pemberian bintang itu tidaklah menggembirakan beliau, dan tidak pula membuat beliau menjadi congkak. Bintang itu hanya beberapa waktu saja di tangannya, kemudian diserahkan kepada Sultan Aziz sampai wafatnya, bintang itu berada di tangan Sultan Langkat. Universitas Sumatera Utara 2.5 Silsilah Silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang sampai kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926) menurut H. Ahmad Fuad Said dalam tulisannya sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, adalah sebagai berikut: 1. Nabi Muhammad Saw 2. Abu Bakar Siddiq R.a 3. Salman Al – Farisi 4. Qasim bin Muhammad 5. Imam Ja’far Shadiq 6. Abu Yazid Bustami, nama lengkapnya Syekh Abu Jazid Thaifur bin Isa bi 7. Adam Bin Sarusyan Al-Busthami 8. Abu Hasan Ali bin Ja’far Al-Kharqani 9. Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Al-Thusi Al-Farmadi 10. Abu Ya’kub Yusuf Al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin 11. Abdul Khaliq Al-Fajduwani bin Al-Imam Adul Jamil 12. Arif Al-Riyukuri 13. Mahmud Al-Anjiru al-Faghnawi 14. Ali Al-Ramituni, terkenal dengan Syekh Azizan 15. Muhammad Baba As-Samasi 16. Amir Kulai bin Sayid Hamzah 17. Bahauddin Naqsyabandi Universitas Sumatera Utara Kemudian silsilah tersebut berkelanjutan sampai kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Sesuai dengan ijazah yang diperoleh beliau dari gurunya Syekh Sulaiman Zuhdi sesudah bersuluk selama 6 tahun di Jabal Abi Kubis, Mekkah, maka silsilah tersebut adalah sebagai berikut: 18. Muhammad Bukhari 19. Ya’kub Yarki Hishari 20. Abdullah Samarkandi (Ubaidullah) 21. Muhammad Zahid 22. Muhammad Darwis 23. Khawajaki 24. Muhammad Baqi 25. Ahmad Faruqi 26. Muhammad Ma’shum 27. Abdullah Hindi 28. Dhiyaul Haqqi 29. Ismail Jamil Minangkabawi 30. Abdullah Afandi 31. Syekh Sulaiman 32. Sulaiman Zuhdi 33. Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Universitas Sumatera Utara 2.6 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang menjabat sebagai pimpinan (mursyid). Kedua tuan guru ini memiliki tempat persulukan yang berbeda lokasi di Babussalam. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena masih satu garis keturunan dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh Muhammad Daud dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun 1948. Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan Besilam Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah besar saat ini dipimpin oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin Muhammad Daud. Besilam Atas Tuan Guru I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M Tuan Guru II : Syekh Yahya Afandi Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M Tuan Guru III : Syekh Abdul Manaf Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M Tuan Guru IV : Syekh Abdul Jabbar Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942 M Tuan Guru V : Syekh Muhammad Daud Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M Universitas Sumatera Utara Tuan Guru VI : Syekh Fakih Tambah Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972 M Tuan Guru VII : Syekh Abdul Mu’im Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981 M Tuan Guru VIII : Syekh Maddayan Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M Tuan Guru IX : Syekh Pakih Sufi Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M Tuan Guru X : Syekh Anas Mudawar Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997 M Tuan Guru XI : Syekh Hasyim Al Syarwani Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M sampai dengan sekarang Besilam Bawah Tuan Guru I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M Tuan Guru II : Syekh Muhammad Daud Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-1972 M Tuan Guru III : Syekh H Tajuddin Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang Universitas Sumatera Utara 2.7 Aktivitas 2.7.1 Baiah Arti dari baiah adalah berjanji, atau bersumpah setia. Namun dalam Tarekat Naqsyabandiah sumpah dan janji yang dimaksud adalah berjanji akan taat kepada perintah Allah. Inti dari aktivitas ini sesungguhnya adalah bertaubat akan segala dosa yang pernah dilakukan di hadapan guru, khalifah, dan para jamaah serta memengakui bahwa Tarekat merupakan jalan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Bentuk penyerahan diri ini disimbolkan dengan membawa sebuah jeruk purut kepada mursyid atau khalifah yang akan membaiahkan. Selanjutnya buah jeruk tersebut akan dipergunakan sebagai pengganti sabun mandi nantinya pada waktu mandi taubat. Baiah merupakan sebuah persyaratan mutlak bagi penganut Tarekat Naqsyabandiah. Oleh karena itu setiap seseorang yang ingin bergabung dalam Tarekat ini diwajibkan untuk melaksanakan aktifitas baiah ini agar dapat diakui sebagai ahli keluarga Tarekat Naqsyabandiah. Baiah juga bertujuan sebagai pengangkatan guru dan murid. Oleh karena itu walaupun seseorang itu telah melakukan baiah pada Tarekat Naqsyabandiah ditempat yang lain tetapi apabila ia ingin belajar Tarekat Naqsyabandiah diBabussalam maka ia juga akan diwajibkan untuk melakukan bai’ah kembali agar dapat diterima sebagai murid. Pada hakekatnya baiah adalah penyerahan diri kepada Allah dengan perantaraan mursyid atau guru didalam persulukan. Penyerahan diri ini dapat juga diartikan dengan pernikahan yaitu menikahkan Allah dengan hambanya, menikahkan rasul dengan umatnya, menikahkan Al-Qur’an dengan maknanya dan Universitas Sumatera Utara menikahkan zahir dan batinnya. Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah yang berbunyi: “annikahu sunnati famalaam yakmal bissunnati falaaisya minni” yang artinya adalah “nikah itu adalah sunnahku barang siapa yang tiada menikah maka ia bukan dari golonganku.” Adapun yang menjadi dasar dari bentuk penyerahan diri ini adalah mengikut kepada sejarah Rasulullah Ismail AS. dan Rasullullah Muhammad SAW. Nabi Ismail as ikhlas tatkala menerima perintah dari Allah melalui ayahandanya Nabi Ibrahim untuk menyerahkan dirinya dikurbankan yang akhirnya digantikan Allah dengan seekor kibas. Bentuk penyerahan diri ini juga dilakukan oleh Rasulullah Muhammad yang dirinya ikhlas dibedah dadanya oleh malaikat Jibril untuk dibersihkan penyakit hati dari dalam dirinya serta memasukkan tiga buah bejana ke dalam hatinya. Oleh karena Rasullullah adalah merupakan contoh suri tauladan bagi sekalian umat muslim, maka aktivitas tersebut merupakan sesuatu yang harus ditiru dan wajib dilaksanakan oleh penganut Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. 2.7.2 Berkhalwat Penganut Tarekat melakukan khalwat atau suluk, dengan mengasingkan diri kesebuah tempat, dibawah pimpinan seorang mursyid. Kadang kadang masa berkhalwat itu sepuluh hari, dua puluh hari dan sampai empat puluh hari lamanya. Menurut Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub. Sekurang kurangnya suluk itu selama tiga hari. Boleh juga tujuh hari dan sebulan sesuai dengan perbuatan Nabi saw. Namun yang paling baik empat puluh hari. Universitas Sumatera Utara Selama dalam suluk, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti daging, ikan, telur, dan sebagainya. Senantiasa berkekalan wudhu dan dilarang banyak berbicara. Semuanya itu dimaksudkan agar hati bulat tertuju kepada Allah semata-mata. Menurut Syekh Ahmad Khatib yang mengutip isi kitab Jami’ul Ushul, bahwa orang yang mula-mula memasukkan khalwat atau suluk kedalam Tarekat ialah Syekh Khalid Kurdi. Dan yang mula mula mengadakan sistem zikir latha-if adalah imam Robbani dan yang memasukkan khatam khawajakan adalah Syekh Abdul Khaliq al-Fajduwani. Imam Robbani ialah Syekh Faruqi Sarhindi, seorang ahli Tarekat di India, lahir pada tahun 971 H (Sulsilah ke dua puluh empat) dari Nabi SAW. Berarti dimulai pada abad ke sepuluh dan kesebelas Hijriah. Syekh Khalid Kurdi, seorang ahli Tarekat Kurdistan, lahir pada tahun 1193 H (silsilah ke tiga puluh). Jadi, khalwat (suluk) dimulai pada abad ke dua belas Hijriah. Syekh Abdul Khaliq Al-Fajduwani (silsilah ke sepuluh) memasukkan Khatam khawajakan, dengan sistem sendiri. Menurut kitab-kitab tafsir yang mu’tabar antara lain “Al-Futuhatul Ilahiah”, “Al-Maraghi” bahwa Nabi Musa telah menyatakan kepada umatnya, Bani Israil, bahwa jika Allah menghancurkan musuh musuh mereka, yakni Fir’aun dan pengikutnya, ,maka ia akan menurunkan kitab Taurat kepadanya. Setelah musuh kalah, maka Nabi Musa mohon kepada Allah supaya kitab Taurat yang dijanjikan itu diturunkan. Maka Allah menyuroh Nabi Musa berkhalwat dibukit Thursina selama tiga puluh hari. Nabi Musa berpuasa dan menegakkan Universitas Sumatera Utara ibadat dengan berkhalwat itu menurut para ahli tafsir, pada bulan Zulkaedah selama sebulan,dan ditambah lagi sepuluh hari pada bulan Zulhijah. Menurut Hadits Bukhari dan Muslim Muttafaq’alaihi, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, bahwa Nabi saw bersabda : “ada tujuh orang mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya (kiamat) 1. Pemimpin yang adil, 2. Seorang anak muda yang pada masa remajanya, beribadat kepada Allah, 3. Seorang laki laki yang hatinya tersangkut ke mesjid mesjid, 4. Dua orang laki laki yang berkumpul dan berpisah karena Allah, 5. Seorang laki laki yang dirayu oleh seorang wanita bangsawan dan berparas elok untuk melakukan tindakan yang tidak senonoh tetapi menolaknya dan berkata “aku takut kepada Allah,” 6. Seorang laki laki yang bersedekah namun tangan kanannya disembunyikan sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanannya, 7. Seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah ditempat sunyi (berkhalwat), lantas kedua matanya mencucurkan air mata. Dalam Hadits ini diterangkan bahwa salah seorang yang akan mendapat naungan Allah nanti pada hari kiamat, adalah orang yang berzikir kepada Allah dengan berkhalwat. 2.7.3 Khatam Khawajakan Khatam artinya penutup atau akhir. Khawajakan kata jamak berasal dari bahasa Persia, artinya Syekh-Syekh. Mufradnya khawajah artinya seorang Syekh. Universitas Sumatera Utara Zikir dengan cara berkhatam ini ialah sejumlah murid-murid duduk dalam satu majelis, berbentuk lingkaran, dengan dipimpin seorang Syekh yang duduk menghadap kiblat. Di sebelah kanannya, duduk khalifah-khalifah. Dengan susunan yang tertua khalifahnya di sebelah kanan Syekh. Dinamakan sistim ini dengan berkhatam, karena selesai zikir, Syekh akan meninggalkan majelis itu, maka ditutuplah dengan zikir zikir tertentu serta dilanjutkan dengan doa. Imam Abdul Khaliq Al-Fajduwani dan pemuka-pemuka Tarekat sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi, sependapat bahwa barang siapa yang mengamalkan zikir-zikir dengan sistem berkhatam itu, niscaya semua hajatnya akan diperkenankan, terhindar dari berbagai bala, diangkatkan martabatnya dan akan menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Berkhatam ini termasuk paling baik dan paling afdhal (baik) zikir dalam Tarekat Naqsyabandiah, sesudah zikir ismu zat (Allah) dan nafi-itsbat (La Ilaha Illallah). Roh roh Syekh Syekh akan membantu orang yang mewiridkannya. 2.7.4 Khatam Tawajuh Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Tuan Guru Babussalam Langkat (1811-1926), setiap penganut Tarekat Naqsyabandiah harus berkhatam tawajuh, baik ia sedang bersuluk maupun tidak. Adab berkhatam tawajuh itu adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Suci dari hadas kecil dan hadas besar. 2. Duduk tawaruk kebalikan dari duduk tawaruk (duduk antara dua sujud) dalam salat. Dalam satu majlis zikir yang berbentuk lingkaran dengan pintu tertutup. 3. Syekh atau mursyid duduk menghadap kiblat, didamping khalifah-khalifah. Yang tertua duduk disebelah kanan mursyid dan khalifah-khalifah lain disebelah kirinya. 4. Disediakan batu kerikil yang bersih sebanyak seratus sepuluh buah, dengan perincian seratus buah kecil kecil dan sepuluh buah lebih besar. Batu-batu itu dibagikan oleh petugas kepada setiap peserta. Petugas yang membagi-bagikan itu, harus orang yang tinggi tingkat zikirnya, seperti khalifah atau orang yang sudah mencapai tingkat tahlil. Batu yang sepuluh buah, enam diantaranya diletakkan disebelah kanan Syekh, empat buah di kirinya. Batu-batu kecil sebanyak dua puluh satu buah diletakkan di hadapannya. 5. Semua peserta menutupi kepalanya dengan serban atau sehelai kain, tunduk menekurkan kepala ke lantai, memejamkan mata dengan khusyu’ (“konsentrasi”) 6. Berkhatam dimulai dengan ucapan Syekh: ”Astaghfirullahal’azhim” sebanyak tiga kali, dan diikuti oleh peserta. a. Membaca Al-Fatihah sepuluh kali. Bacaan ini dilakukan oleh orang yang menerima pembahagian batu besar saja. b. Shalawat tujuh puluh sembilan kali. c. Membaca surat Alam Nasyrah tujuh puluh sembilan kali Universitas Sumatera Utara d. Membaca surat Al-Ikhlas seratus kali. Setiap orang membacanya sebanyak batu yang diterimanya. e. Shalawat lagi kepada Nabi SAW. bersama sama. f. Apabila Syekh menyebut, “robbal ‘alamin” maka seorang dari peserta membaca sepotong ayat Al-Qur’an. Selesai berkhatam, di tempat yang sama, para peserta melanjutkan aktivitasnya dengan zikir menurut tingkat yang telah ditentukan Syekh. Sekurang kurangnya lima ribu kali zikir ismu zat (menyebut Allah) dalam hati dengan kaifiat sepuluh. Adapun waktu berkhatam tawajuh itu adalah: 1. Sesudah salat Isya dan Subuh 2. Sesudah salat Ashar, berkhatam saja 3. Sesudah salat Zuhur tawajuh saja, kecuali hari Jum’at. Pada hari Jum’at berkhatam dan tawajuh. 2.7.5 Ideologi Bentuk bentuk amalan Tarekat Naqsyabandiah menurut Najmuddin Amin-AlKurdi dalam kitabnya “Tanwirul Qulub” terdiri dari 11 (sebelas) azas ideologi yang terbagi menjadi delapan azas dari Khwajah Maulana Syekh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan 3 (tiga) azas dari Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Delapan azas dari Khwajah Maulana Syekh Abdul Khaliq AlGhujduwani Rahmatullah ‘alaih adalah sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara 2.7.5.1 Yad Kard Yad berarti ingat atau zikir. Perkataan kard menyatakan kata kerja bagi ingat yakni pekerjaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ianya merupakan zat bagi zikir. Menurut para masyaikh, yad kard bermaksud melakukan zikir mengingat Tuhan dengan menghadirkan hati. Murid yang telah melakukan Bai‘ah dan telah ditalqinkan dengan zikir hendaklah senantiasa sibuk mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kalimah zikir yang telah ditalqinkan (diucapkan dan dibenarkan dalam hati). Zikir yang telah ditalqinkan oleh Syekh adalah zikir yang akan membawa seseorang murid itu mencapai ketinggian derajat rohani. Syekh akan mentalqinkan zikir kepada muridnya dengan zikir ismu zat ataupun zikir nafi itsbat secara lisan ataupun qalbi. Seseorang murid hendaklah melakukan zikir sebanyak-banyaknya dan sentiasa menyibukkan dirinya dengan berzikir. Pada setiap hari, masa dan keadaan, baik dalam keadaaan berdiri atau duduk atau berbaring ataupun berjalan, hendaklah senantiasa berzikir. Pada umumnya seseorang yang baru menjalani Tarekat Naqshbandiah ini, Syekh akan mentalqinkan kalimah ismu zat yaitu lafaz Allah sebagai zikir yang perlu dilakukan pada latifah qalb (hati nurani) tanpa menggerakkan lidah. Murid hendaklah berzikir Allah Allah pada latifah tersebut sebanyak 24 (dua puluh empat) ribu kali sehari semalam setiap hari hingga mendapatkan cahaya warid (cahaya penerangan iman). Ada sebahagian Syekh yang menetapkan jumlah awalnya sebanyak lima ribu kali sehari semalam dan ada juga yang menetapkannya sehingga tujuh puluh Universitas Sumatera Utara ribu kali sehari semalam. Seterusnya murid hendaklah mengabarkan segala pengalaman rohaniahnya kepada Syekh apabila menerima Warid tersebut. Begitulah pada setiap latifah, murid hendaklah berzikir sebanyak-banyaknya pada kesemua latifah seperti yang diarahkan oleh Syekh hingga tercapainya warid. Mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara sempurna adalah dengan berzikir menghadirkan hati ke Hadhrat Zat-Nya. Setelah zikir ismu zat dilakukan pada setiap latifah dengan sempurna, Syekh akan mentalkinkan pula zikir nafi itsbat yaitu kalimah La Ilaha Illa Allah yang dilakukan secara lisan yaitu dengan cara dilafazkan melalui lidah atau secara qalbi yaitu berzikir melalui lidah hati. Zikir nafi itsbat perlu dilakukan menurut kaifiyatnya. Syekh akan menentukan dalam bentuk apa sesuatu zikir itu perlu dilakukan. Yang penting bagi salik adalah menyibukkan diri dengan zikir yang telah ditalqinkan oleh Syekh, baik dalam bentuk zikir ismu zat ataupun zikir nafi itsbat. Salik hendaklah memelihara zikir dengan hati dan lidah dengan menyebut Allah Allah yaitu nama bagi Zat Tuhan yang meliputi Nama-nama-Nya dan sifat-sifatNya yang mulia serta dengan menyebut zikir nafi itsbat dalam kalimah La Ilaha Illa Allah dengan sebanyak-banyaknya. Salik hendaklah melakukan zikir nafi itsbat sehingga dia mencapai kejernihan hati dan tenggelam di dalam Muraqabah. Murid hendaklah melakukan zikir nafi itsbat sebanyak 5 (lima) ribu ke 10 (sepuluh) ribu kali setiap hari untuk membersihkan penyakit hati. Zikir tersebut akan membersihkan hati dan membawa seseorang itu kepada musyahadah. Universitas Sumatera Utara Zikir nafi itsbat menurut Akabirin Naqshbandiyah, seorang murid yang baru memulai zikir hendaklah menutup kedua matanya, menutup mulutnya, merapatkan giginya, menongkatkan lidahnya ke langit-langit dan menahan nafasnya. Dia hendaklah mengucapkan zikir ini dengan hatinya bermula dari kalimah nafi dan dilanjutkan ke kalimah itsbat. Tetapi bagi murid yang telah lama hendaklah membukakan kedua matanya dan tidak perlu menahan nafasnya. Bermula dari kalimah Nafi yaitu La yang berarti Tiada, hendaklah menarik kalimah La ini dari bawah pusatnya ke atas hingga ke otak. Apabila kata La mencapai otak, ucapkan pula kalimah Ilaha di dalam hati yang berarti Tuhan. Lalu digerakkan dari otak ke bahu kanan sambil menyebut Illa yang berarti Melainkan, dan menghentakkan kalimah Itsbat yaitu Allah ke arah latifah qalb. Sewaktu menghentakkan kalimah Allah ke arah Qalb, hendaklah merasakan bahwa kesan hentakan itu mengenai kesemua lataif (“relung”) di dalam diri. Zikir yang sebanyak-banyaknya akan membawa seseorang salik itu mencapai kepada kehadiran Zat Allah dalam wujudnya secara zihni yakni di dalam pikiran. Salik hendaklah berzikir dalam setiap nafas yang keluar dan masuk. Yad kard merupakan amalan dalam pikiran yang bertujuan agar pikiran senantiasa ingat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melakukan zikir untuk mengingat zat-Nya. Pekerjaan zikir mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah suatu amalan yang tiada batas (had). Dapat dikerjakan pada setiap keadaan, masa dan tempat. Berzikir Hendaknya sentiasa memperhatikan nafas supaya setiap nafas yang keluar dan masuk itu disertai ingatan terhadap Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Universitas Sumatera Utara 2.7.5.2 Baz Gasht Baz Gasht berarti kembali, maksudnya adalah seseorang yang melakukan zikir dengan menggunakan lidah hati menyebut Allah Allah dan La Ilaha Illa Allah, hendaklah mengucapkan di dalam hatinya dengan penuh khusyuk kalimah “Ilahi Anta Maqsudi, Wa Ridhoka Matlubi, A’tini Mahabbataka Wa Ma’rifataka” Yang berarti, “Wahai Tuhanku Engkaulah maksudku dan keredhaan-Mu tujuanku, kurniakanlah cinta dan makrifat Zat-Mu.” Bacaan di atas merupakan ucapan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, ucapan ini akan meningkatkan tahap kesadaran kepada wujud dan Keesaan Zat Tuhan, sehingga mencapai suatu tahap dimana segala wujud dari makhluk terhapus pada pandangan matanya. Segala apa yang dilihatnya walau ke manapun dia memandang, yang terlihat hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ucapan kata-kata ini juga memberikan pengertian bahwa hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadi maksud dan keinginan, tidak ada tujuan lain selain untuk mendapatkan keredhaan-Nya. Salik hendaklah mengucapkan kalimah ini untuk menguraikan segala rahasia Keesaan Zat Tuhan dan supaya terbuka kepadanya keunikan hakikat Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagai murid, tidak boleh meninggalkan zikir kalimah ini. Dia hendaklah tetap melakukan zikir kalimah tersebut menurut anjuran Syekh atau Mursyidnya Makna baz gasht ialah kembali kepada Allah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Mulia dengan penyerahan yang sempurna, mentaati segala kehendak-Nya dan merendahkan diri dengan sempurna dalam memuji Zat-Nya. Adapun lafaz baz gasht dalam bahasa Persia seperti yang diamalkan oleh para akabirin Universitas Sumatera Utara Naqsyabandiah Mujaddidiyah adalah seperti berikut: “Khudawandah, Maqsudi Man Tui Wa Ridhai Tu, Tarak Kardam Dunya Wa Akhirat Baraey Tu, Mahabbat Wa Ma’rifati Khud Badih.” Yang berarti, “Tuhanku, maksudku hanyalah Engkau dan keredaanMu, telahku lepaskan dunia dan akhirat karena Engkau, kurniakanlah cinta dan makrifat Zat-Mu.” Pada awalnya, jika Salik sendiri tidak memahami hakikat kebenaran ucapan kata-kata ini, hendaklah dia tetap menyebutnya karena menyebut kata-kata itu dengan hati yang khusyuk dan merendahkan diri akan menambah pemahamannya dan secara sedikit demi sedikit salik itu akan merasai hakikat kebenaran perkataan tersebut dan Insya Allah akan dapat merasakan kesannya. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyatakan dalam doanya, “Ma zakarnaka haqqa zikrika ya Mazkur.” Yang berarti, “Kami tidak mengingati-Mu dengan hak mengingati-Mu secara yang sepatutnya, wahai Zat yang sepatutnya diingati.” Seseorang salik itu tidak akan dapat hadir ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui zikirnya dan tidak akan dapat mencapai musyahadah terhadap rahasia-rahasia dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui zikirnya jika dia tidak berzikir dengan kuasa dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta ingatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap dirinya. Seorang salik itu tidak akan dapat berzikir dengan kemampuan dirinya bahkan dia hendaklah sentiasa menyadari bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala lah yang sedang berzikir melalui dirinya. Hadhrat Maulana Syekh Abu Yazid Bistami Rahmatullah ‘alaih berkata, “Apabila daku mencapai Zat-Nya, daku melihat Universitas Sumatera Utara bahwa ingatannya-Nya terhadap diriku mendahului ingatanku terhadap dirinya.” (sumber Wikipedia) 2.7.5.3 Nigah Dasyat Nigah berarti menjaga, mengawasi, memelihara dan dasyat pula berarti melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Maksudnya ialah seseorang salik itu sewaktu melakukan zikir hendaklah sentiasa memelihara hati dari segala khatrah (lintasan hati) dan was-was dari godaan syaitan dengan bersungguh-sungguh dan tidak membiarkan khayalan kedukaan memberi kesan pada hati. Setiap hari hendaklah melapangkan masa selama sejam sampai dua jam ataupun lebih untuk memelihara hati dari segala ingatan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Selain Diri-Nya, jangan ada khayalan yang lain pada pikiran dan hati. Nigah dasyat juga bermakna seseorang salik itu mesti memperhatikan hatinya dan menjaganya dengan menghindarkan ingatan yang buruk masuk ke dalam hati. Ingatan dan keinginan yang buruk akan menjauhkan hati dari kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesufian yang sebenarnya adalah kemampuan untuk memelihara hati dari ingatan yang buruk dan memeliharanya dari keinginan yang rendah. Seseorang yang benar-benar mengenali hatinya akan dapat mengenali Tuhannya. Di dalam Tarekat Naqsyabandiah seseorang salik yang dapat memelihara hatinya dari sembarang ingatan yang buruk selama lima belas menit adalah merupakan suatu pencapaian yang besar dan menjadikannya layak disebut sebagai seorang ahli sufi yang benar. Universitas Sumatera Utara Menurut Khalifah H. Akhyar Murni yang menjadi salah satu nara sumber penulis berkata bahwa “Nigah dasyat adalah merupakan syarat ketika berzikir, bahwa ketika berzikir hendaklah menghentikan segala bentuk khayalan serta waswas. Apabila ada khayalan yang selain Allah terlintas didalam hati maka pada waktu itu juga hendaklah ia menjauhkannya supaya khayalan ghairullah tidak menduduki hatinya.” Hadhrat Maulana Syeikh Abul Hassan Kharqani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata, “Telah berlalu empat puluh tahun dimana Allah sentiasa melihat hatiku dan telah melihat tiada siapa pun kecuali DiriNya dan tiada ruang di dalam hatiku selain dari Allah.” (sumber Wikipedia) Hadhrat Syeikh Abu Bakar Al-Qittani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata, “Aku menjadi penjaga di pintu hatiku selama empat puluh tahun dan aku tidak pernah membukanya kepada sesiapa pun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga hatiku tidak mengenali siapapun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Seorang Syekh Sufi pernah berkata, “Oleh karena aku telah menjaga hatiku selama sepuluh malam, hatiku telah menjagaku selama dua puluh tahun.” (sumber Wikipedia) 2.7.5.4 Yad Dasyat Yad dasyat berarti mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan bersungguh-sungguh dengan Zauq Wijdani sehingga mencapai Dawam Hudhur yakni kehadiran Zat Allah secara kekal dan berada dalam keadaan berjaga-jaga memperhatikan limpahan Faidhz dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesadaran Universitas Sumatera Utara ini diibaratkan sebagai Hudhur Bey Ghibat dan merupakan Nisbat Khassah Naqsyabandiah. Yad Dasyat juga bermakna seseorang yang berzikir itu memelihara hatinya pada setiap penafian dan pengitsbatan di dalam setiap nafas tanpa meninggalkan Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta menghendaki agar Salik memelihara hatinya di dalam Kehadiran Kesucian Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara berterusan. Ini untuk membolehkannya agar dapat merasakan kesadaran dan melihat Tajalli Cahaya Zat Yang Esa atau disebut sebagai Anwaruz-Zatil-Ahadiyah. Menurut Khalifah Akhyar Murni “Yad Dasyat merupakan istilah Para Sufi bagi menerangkan keadaan maqom Syuhud atau Musyahadah yang juga dikenal sebagai ‘Ainul Yaqin atau Dawam Hudhur dan Dawam Agahi. Di zaman para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in hal inilah yang disebut sebagai Ihsan”. Jika Salik tidak memiliki ketiga-tiga sifat ini yaitu tetap mengingat Zat Ilahi, beri’tiqad dengan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan menuruti Sunnah Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ataupun meninggalkan salah satu darinya maka dia telah keluar dari jalan Tarekat Naqsyabandiah. 2.7.5.5 Hosh Dar Dam Hosh berarti sadar, dar berarti dalam, dan dam berarti nafas, oleh karena itu hosh dar dam artinya sadar dalam nafas. Seseorang Salik itu hendaklah berada dalam kesadaran bahwa setiap nafasnya yang keluar dan masuk harus beserta Universitas Sumatera Utara kesadaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai hati menjadi lalai dan lepas dari kesadaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Dalam setiap nafas hendaklah menyadari kehadiran ZatNya. Menurut narasumber Khalifah Selamat (tuan Selamat) bahwa, “Seseorang Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara nafasnya dari kelalaian pada setiap kali masuk dan keluarnya nafas serta menetapkan hatinya sentiasa berada dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah memperbaharukan nafasnya dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah ini menuju kepada Tuhannya didalam seluruh kehidupan, karena setiap nafas yang dihirup dan dihembus adalah hidup dan berhubungan dengan Kehadiran ZatNya Yang Suci. Sebaliknya setiap nafas yang dihirup dan dihembus dengan kelalaian adalah mati dan terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci.” Demikian pula menurut beliau “Maksud utama seseorang Salik di dalam Tarekat ini adalah untuk menjaga nafasnya dan seseorang yang tidak dapat menjaga nafasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahwa dia telah kehilangan dirinya.” Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan bahwa, “Zikir adalah sentiasa berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan Allah sebagai memenuhi keperluan nafas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai tanda ketaatan yang merupakan sebahagian dari penciptaan mereka. Melalui pernafasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’ dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam setiap nafas yang keluar masuk dan itu merupakan tanda kewujudan Zat Yang Maha Ghaib yang menyatakan Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka oleh karena itu amatlah perlu berada Universitas Sumatera Utara dalam kesadaran dan hadir dalam setiap nafas sebagai langkah untuk mengenali Zat Yang Maha Pencipta.” Nama Allah yang mewakili semua ini berjumlah Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama, Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya terdiri dari empat huruf yaitu Alif, Lam, Lam dan Ha. Dari pendapat diatas jelaslah bahwa Zat Ghaib Mutlak adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan Diri-Nya dinyatakan melalui huruf yang terakhir dari kalimah Allah yaitu huruf ha. Huruf tersebut apabila dihubungkan dengan huruf alif akan menghasilkan sebutan ha yang memberikan makna Dia Yang Ghaib sebagai kata ganti diri. Bunyi sebutan ha itu menyatakan bukti wujud Zat Diri-Nya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla). Huruf lam yang pertama bermaksud ta‘arif atau pengenalan dan huruf lam yang kedua memiliki maksud muballaghah yakni pengkhususan. Menjaga dan memelihara hati dari kelalaian akan membawa seseorang itu kepada kesempurnaan kehadiran Zat, dan kesempurnaan kehadiran Zat akan membawanya kepada kesempurnaan musyahadah dan kesempurnaan musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan tajalli sembilan puluh sembilan, nama-nama dan sifat-sifat Allah. Seterusnya Allah akan membawanya kepada penzahiran akan sembilan puluh sembilan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan sifat-sifatNya yang lain, karena dikatakan bahwa sifat Allah itu adalah sebanyak nafas-nafas manusia. Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahwa hendaklah mengingati Allah pada setiap kali keluar masuk nafas dan di antara keduanya yakni saat antara udara dihirup masuk dan dihembus ke luar dan saat Universitas Sumatera Utara antara udara dihembus ke luar dan dihirup masuk. Terdapat empat ruang untuk diisi dengan zikrullah. Amalan ini disebut hosh dar dam yakni bezikir secara sadar dalam nafas. Zikir dalam pernafasan juga dikenali sebagai paas anfas di kalangan ahli Tarekat Chistiyah. (sumber Wikipedia) Tarekat ini dibina berasaskan nafas, maka adalah wajib bagi setiap orang untuk menjaga nafasnya pada waktu menghirup nafas dan menghembuskan nafas. Seterusnya menjaga nafasnya pada waktu di antara menghirup dan menghembuskan nafas.” Udara Masuk - Allah Allah Antara - Allah Allah Udara Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah. Perlu diketahui bahwa menjaga nafas dari kelalaian adalah amat sulit bagi seseorang salik. Oleh karena itu mereka hendaklah menjaganya dengan memohon istighfar yakni keampunan karena memohon istighfar akan menyucikan hatinya dan mensucikan nafasnya dan menyediakan dirinya untuk menyaksikan tajalli penzahiran manifestasi Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana pun berada. 2.7.5.6 Nazar Bar Qadam Nazar berarti memandang, bar berarti pada, dan qadam pula berarti kaki. Seseorang salik itu ketika berjalan hendaklah senantiasa memandang ke arah kakinya dan jangan melebihkan pandangannya ke tempat lain dan ketika duduk hendaklah sentiasa memandang kedepan sambil merendahkan pandangan. Jangan menoleh ke kiri dan ke kanan karena akan menimbulkan fasad yang besar dalam dirinya dan akan menghalanginya mencapai maksud. Universitas Sumatera Utara Nazar bar qadam bermakna ketika seseorang salik itu sedang berjalan, dia hendaklah tetap memperhatikan langkah kakinya. Di manapun dia hendak meletakkan kakinya, matanya juga perlu memandang ke arah tersebut. Tidak diperbolehkan melemparkan pandangan ke sana sini, memandang kiri dan kanan ataupun di hadapannya karena pandangan yang tidak baik akan menghijabkan hatinya. Kebanyakan hijab-hijab di hati itu terjadi karena bayangan gambaran yang dipindahkan dari pandangan penglihatan mata ke otak. Ini akan mengganggu hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai kehendak hawa nafsu seperti yang telah tergambar di ruangan otak. Gambaran-gambaran ini merupakan hijab-hijab bagi hati dan menghalangi cahaya kehadiran Zat Allah Yang Maha Suci. Karena itulah para masyaikh melarang murid mereka yang telah menyucikan hati, melakukan zikir memandang ke tempat yang lain selain dari kaki mereka. Hati mereka ibarat cermin yang menerima dan memantulkan setiap gambaran dengan mudah. Ini akan mengganggu dan akan menyebabkan kekotoran hati. Maka itu, salik diarahkan agar merendahkan pandangan supaya mereka terhindar dari godaan syaitan. Merendahkan pandangan juga menjadi tanda kerendahan hati. Orang yang pongah dan sombong tidak memandang ke arah kaki mereka ketika berjalan. Ini merupakan tanda bagi seseorang yang mengikuti jejak Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ketika berjalan tidak menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu Universitas Sumatera Utara ‘Alaihi Wasallam hanya melihat ke arah kakinya, bergerak dengan pantas menuju ke arah destinasinya. Pengertian batin yang dituntut dari prinsip ini ialah agar salik bergerak dengan cepat dan pantas dalam melakukan perjalanan suluk, sehingga apapun maqom yang terpandang olehnya maka dengan secepat mungkin kakinya juga segera sampai pada kedudukan maqom tersebut. ini juga menjadi tanda ketinggian derjat seseorang yang mana dia tidak memandang kepada sesuatu apapun selain Tuhannya. Seperti seseorang yang hendak bergegas menuju kepada tujuannya, begitulah seorang Salik yang menuju Kehadhrat Tuhan hendaklah lekas-lekas bergerak, dengan cepat dan pantas, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak memandang kepada hawa nafsu duniawi sebaliknya hanya memandang ke arah mencapai Kehadiran Zat Tuhan Yang Suci. Nara sumber Khalifah Selamat (tuan Selamat) mengatakan bahwa “Pandangan mendahului langkah dan langkah menuruti pandangan. Mi’raj ke maqom yang tinggi didahului dengan pandangan Basirah kemudian diikuti dengan langkah. Apabila langkah telah mencapai Mi’raj tempat yang dipandang, maka kemudian pandangan akan diangkat ke suatu maqom yang lain dimana langkah perlu menurutinya. Kemudian pandangan akan diangkat ke tempat yang lebih tinggi dan langkah akan menurutinya. Begitulah seterusnya sehingga pandangan mencapai maqom kesempurnaan dimana langkahnya akan diberhentikan. Apabila langkah menuruti pandangan, murid telah mencapai maqom kesediaan untuk mengikuti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jejak langkah Nabi Muhammad Universitas Sumatera Utara Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah merupakan sumber asal bagi segala langkah.” Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Jika kita memandang kesalahan sahabat-sahabat, kita akan ditinggalkan tanpa sahabat karena tiada seorangpun yang sempurna.” (sumber Wikipedia) 2.7.5.7 Safar Dar Watan Safar berarti menjelajah, berjalan atau berkunjung, dar berarti dalam dan watan berarti kampung. Safar dar watan bermakna berjalan jalan dalam kampung dirinya, yaitu kembali berjalan menuju Tuhan. Seorang salik itu hendaklah menjelajah dari dunia ciptaan kepada dunia Yang Maha Pencipta. Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Daku sedang menuju Tuhanku dari suatu hal keadaan ke suatu hal keadaan yang lebih baik, dan dari suatu maqom ke suatu maqom yang lebih baik.” Salik hendaklah berpindah dari kehendak hawa nafsu yang dilarang kepada kehendak untuk berada dalam kehadiran Zat-Nya. Dia hendaklah berusaha meninggalkan segala sifat-sifat basyariyah (kemanusiawian) yang tidak baik dan meningkatkan dirinya dengan sifat-sifat malakutiyah (kemalaikatan) yang terdiri dari sepuluh maqom yaitu: [1] taubat, [2] inabat, [3] sabar, [4] syukur, [5] qana’ah, [6] wara’, [7] taqwa, [8] taslim, [9] tawakkal, dan [10] redha. Para masyaikh membagi perjalanan ini kepada dua kategori yaitu syair afaqi yakni perjalanan luar dan syair anfusi yakni perjalanan dalam. Perjalanan luar adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain guna mencari seorang Universitas Sumatera Utara pembimbing rohani yang sempurna bagi dirinya dan akan menunjukkan jalan ke tempat yang dimaksudkannya. Seseorang salik apabila dia sudah menemui seorang pembimbing rohani yang sempurna bagi dirinya dilarang melakukan perjalanan luar lagi. Dalam perjalanan luar ini terdapat berbagai kesulitan, di mana seorang yang baru mengikuti jalan ini pasti akan terjerumus ke dalam tindakan yang dilarang. Karena mereka lemah dalam menunaikan ibadah mereka. Perjalanan yang bersifat dalam, hendaknya meninggalkan segala tabiat yang buruk dan membawa adab tertib yang baik ke dalam dirinya serta mengeluarkan dari hatinya segala keinginan duniawi. Dia akan diangkat dari suatu maqom (tingkatan) yang kotor (zulmat) ke suatu maqom kesucian. Pada waktu itu dia tidak perlu lagi melakukan perjalanan luar. Hatinya telah dibersihkan dan menjadikannya bening seperti air, jernih seperti kaca, bersih bagaikan cermin. Lalu menunjukkannya hakikat setiap segala sesuatu urusan yang penting dalam kehidupan sehari-hari tanpa memerlukan tindakan yang bersifat luaran bagi dirinya. Di dalam hatinya akan muncul segala yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan orang orang yang berada di sekitarnya. Khalifah Selamat (tuan Selamat) mengatakan bahawa “apabila hati tertakluk dengan sesuatu selain Allah dan khayalan yang buruk menjadi semakin kuat maka limpahan Faidhz Ilahi menjadi sukar untuk dicapai oleh Batin. Oleh karena itu dengan kalimah LA ILAHA hendaklah menafikan segala akhlak yang buruk itu sebagai contohnya bagi penyakit hasad, sewaktu mengucapkan LA ILAHA hendaklah menafikan hasad itu dan sewaktu mengucapkan ILLA ALLAH Universitas Sumatera Utara hendaklah mengikrarkan cinta dan kasih sayang di dalam hati. Begitulah ketika melakukan zikir Nafi Itsbat dengan sebanyak-banyaknya lalu menghadap kepada Allah dengan rasa hina dan rendah diri untuk menghapus segala keburukan diri hingga keburukan dirinya itu benar-benar terhapus. Begitu juga terhadap segala rintangan Batin, perlu disingkirkan agar mendapatkan Tasfiyah dan Tazkiyah. Latihan ini merupakan salah satu dari tujuan Safar Dar Watan.” 2.7.5.8 Khalwat Dar Anjuman Khalwat berarti bersendirian dan anjuman berarti khalayak ramai, maka pengertian dari khalwat dar anjuman adalah bersendirian dalam keramaian. Dalam bentuk lahirnya, salik bergaul dengan manusia dan dalam batinnya dia kekal bersama Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Terdapat dua jenis khalwat yaitu khalwat luaran atau disebut sebagai khalwat saghir yaitu khalwat kecil dan khalwat dalaman atau disebut juga sebagai khalwat kabir yaitu khalwat besar atau disebut sebagai jalwat. Khalwat luaran bertujuan agar salik mengasingkan dirinya ke tempat yang sunyi dan jauh dari kesibukan manusia. Secara bersendirian salik menumpukan aktivitasnya kepada zikirullah dan muraqabah untuk mencapai penyaksian kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila sudah mencapai fana melalui zikir pikir dan semua indera luaran difanakan, pada waktu itu indera dalaman bebas menilik ke alam kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal Ini akan membawa kepada khalwat dalaman. Universitas Sumatera Utara Khalwat dalaman bermaksud berkhalwat dalam kesibukan manusia. Hati Salik hendaklah sentiasa hadir ke Hadhrat Tuhan dan hilang dari makhluk sedang jasmaninya sedang hadir bersama mereka. Dikatakan bahwa seseorang salik yang hak senantiasa sibuk dengan zikir khafi di dalam hatinya sehingga jika dia masuk ke dalam keramaian manusia, dia tidak mendengar suara mereka lagi. Karena itulah dinamakan khalwat kabir dan jalwat yaitu berzikir dalam kesibukan manusia. Keadaan berzikir itu mengatasi kesibukan dirinya dan penzahiran Hadhrat Suci Tuhan sedang menariknya membuatnya tidak menghiraukan segala sesuatu yang lain kecuali Tuhannya. Ini merupakan tingkat khalwat yang tertinggi dan dianggap sebagai khalwat yang sebenar benarnya seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-Quran Surah An-Nur ayat 37: Artinya: Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah, dan dari mendirikan sembahyang, dan dari membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang hati dan penglihatan menjadi goncang. Rijalun la tulhihim tijaratun wala bay’un ‘an zikrillah, bermaksud para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah. Inilah yang merupakan jalan Tarekat Naqsyabandiah. Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Qaddasallahu Sirrahu pernah dipertanyakan orang mengenai apa yang menjadi asas bagi Tarekatnya? Beliau menjawab, “Berdasarkan khalwat dar anjuman, yakni lahir berada bersama khalaq dan batin Universitas Sumatera Utara hidup bersama hak serta menempuh kehidupan dengan menganggap bahwa khalaq mempunyai hubungan dengan Tuhan. Sebagai salik dia tidak boleh berhenti dari menuju kepada maksudnya yang hakiki.” (Wikipedia) Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah bersabda “Padaku terdapat dua sisi. Satu sisiku menghadap ke arah penciptaku dan satu sisi lagi menghadap ke arah makhluk ciptaan.” Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqatuna AsSuhbah Wal Khayru Fil Jam’iyyat.” Yang berarti, “Jalan Tariqah kami adalah dengan cara bersahabat dan kebaikan itu dalam jemaah Jam’iyat.” (sumber Wikipedia) Khalwat yang utama di sisi Para Masyaikh Naqsyabandiah adalah Khalwat Dalaman, karena mereka sentiasa berada bersama Tuhan dan pada masa yang sama mereka berada bersama dengan manusia. Dikatakan bahwa seorang yang beriman dapat bercampur gaul dengan manusia dan menanggung berbagai masalah dalam kehidupan ini lebih baik dari orang beriman yang menghindarkan dirinya dari manusia. Khalifah Selamat (tuan Selamat) berkata, bahwa “Salik pada awal perjalanannya mungkin menggunakan khalwat luaran untuk mengasingkan dirinya dari manusia, beribadat dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dia mencapai tingkat derjat yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia akan dinasihatkan oleh Syekhnya seperti yang dikutip dari kata-kata Sayyid AlKharraz Rahmatullah ‘alaih yaitu kesempurnaan bukanlah dalam memamerkan karamah yang hebat tetapi kesempurnaan yang sebenarnya ialah dapat duduk Universitas Sumatera Utara bersama manusia, berjual beli, menikah dan mendapatkan zuriat, namun dalam kesempatan itu sekali-kali tidak pernah meninggalkan Kehadiran Allah walaupun sesaat.” Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan “jangan ada sekali waktu pun yang engkau tidak berzikir dan bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memperhatikan limpahan Allah.” Keadaan inilah yang dinamakan Khalwat Dar Anjuman yaitu Kainun Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan tubuh badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Kedelapan asas Tariqat ini diperkenalkan oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi ikutan 40 (empat puluh) Tarekat yang lain dan hingga hari ini menjadi asas yang teguh untuk seorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya. Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kedelapan asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah menambahkan tiga asas Tarekat yaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani dan menjadikannya sebelas asas yaitu Hosh Dar Dam Khalwat Dar Anjuman; Yad Kard Yad Dasyat. Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan; Baz Gasht Nigah Dasyat.. 2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan imam bagi Tarekat Naqsyabandiah dan seorang Mahaguru Tarekat yang Universitas Sumatera Utara terkemuka. Ia telah menambahkan lagi jalan Tarekat ini dengan tiga prinsip penting dalam zikir khafi sebagai tambahan kepada delapan prinsip asas yang telah dikemukakan oleh Syekh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih. Tiga prinsip itu adalah sebagai berikut. a. Wuquf Qalbi. Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula mengarahkan penumpuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap saat dan keadaan. Baik dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan, maupun duduk. Hendaklah bertawajuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajuh ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wuquf qalbi merupakan syarat bagi zikir. Kedudukan qalbi ini terletak pada kedudukan dua jari di bawah puting susu kiri dan kedudukan ini hendaklah selalu diberikan penumpuan dan tawajuh. Bayangan limpahan cahaya dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah pada qalbi dalam pandangan batin. Ini merupakan suatu kaidah zikir khafi yaitu suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh para Malaikat. Ini merupakan suatu kaidah zikir yang rahasia. c. Wuquf ‘Adadi. Sentiasa memperhatikan bilangan ganjil ketika melakukan zikir nafi itsbat. Zikir nafi itsbat ialah lafaz La Ilaha Illa Allah dan dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir nafi itsbat ini, salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir nafi itsbatnya itu dalam jumlah bilangan yang ganjil yaitu 7 (tujuh), 9 (sembilan), 19 (sembilan belas), 21 (dua puluh satu), 23 (dua puluh tiga) atau bilangan yang ganjil lainnya. Menurut para masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahasia tersendiri karena Allah menyukai bilangan yang ganjil dan hal ini akan menghasilkan ilmu Universitas Sumatera Utara tentang rahasia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih, “Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam menghasilkan ilmu laduni.” (sumber Wikipedia) Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata tetapi untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah. Selain itu adalah untuk memberikan lebih banyak perhatian dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir yang telah diberikan oleh murshidnya. c. Wuquf Zamani. Setiap kali setelah menunaikan salat, hendaklah bertawajuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dilakukan selama beberapa menit sebelum bangkit dari tempat salat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah memperhatikan kembali keadaan hati untuk memastikan apakah masih dalam keadaan mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam bidang kerohanian, maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali pada tiap satu jam untuk mengetahui apakah dia ingat ataupun lalai kepada Allah dalam masa-masa tersebut. Jika dia lalai. maka hendaklah dia beristighfar dan berniat untuk menghapus kelalaian itu pada masa yang akan datang. Sehingga dia mencapai peringkat dawam hudhur atau dawam agahi yaitu peringkat hati yang sentiasa hadir dan sadar ke hadhrat Zat-Nya. Ketiga-tiga prinsip ini adalah tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam membimbing sekalian para murid dan pengikutnya dan menjadi amalan yang tetap dilakukan di Tarekat Naqsyabandiah. Universitas Sumatera Utara BAB III GUNA DAN FUNGSI MUNAJAT Dalam bab ini kajian akan berfokus pada masalah fungsi dan guna munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam Langkat. Namun sebelumnya penulis akan mengulas bagaimana sudut pandang Islam memandang munajat sebagai senandung (nyanyian). Adapun latar belakang kajian fungsi munajat pada Tarekat Naqsyabandiah menurut teori fungsionalisme yang ditawarkan Radcliffe-Brown dan Merriam telah diuraikan pada Bab I. Tingkatan spiritualitas yang harus dilintasi sufi secara general dapat disimpulkan menjadi dua macam yaitu tingkatan menegasi selain Allah dan yang selanjutnya untuk masuk ke dalam afermasi terhadap Allah, sebagai satu satunya al-mahbub, al-maqshud, dan al-ma’bud. Untuk mencapai tingkatan di atas sebagian dari para sufi menggunakan ajaran maqamat sebagai jalannya. Di samping itu, ada juga sufi yang menggunakan musik sebagai sarana menuju tingkatan spiritualitas yang tinggi, karena musik dapat menyibak tirai hati, mengobarkan api cinta Ilahi, mengangkat pendengarnya ke derajat musyahadah yang merupakan suatu tingkatan spiritualitas yang tinggi. Pro dan kontra tentang kehalalan musik dalam Islam belum berakhir dan mungkin tidak akan pernah berakhir manakala hal tersebut hanya didekati melalui pendekatan normatif. Sebab yang menghalalkan maupun yang menolak Universitas Sumatera Utara (mengharamkan) musik sama sama menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadist serta pendapat para sahabat dan tabi’in serta perkataan ulama. Apresiasi terhadap musik vokal, secara historis, sudah ada sejak pra Islam, baik dikalangan bangsa Arab maupun bagsa-bangsa lain. Posisi tersebut tidak bergeser pada masa Islam. Hal ini dapat terlihat pada sikap Nabi Muhammad, penyampai risalah (ajaran) keislaman, membiarkan kehadiran penyanyi di hadapan istrinya. Nabi pun pernah meminta salah seorang sahabat untuk melantunkan nyanyian di kala beliau sedang mengendarai unta. Secara rinci, Ahmad al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Bawariq al-‘Ilma fi al-Rad’ Ala Man Yuharrim al-Sama’bi al-Ijma’ menyatakan bahwa pertama, mendengarkan musik dapat menyebabkan pendengarnya ke dalam proses takhali (menghilangkan sampah batin) dan sekaligus menghantarkan pendengarnya pada tingkatan yang hampir mendekati musyahadat. Kedua, mendengarkan musik dapat menguatkan qalb (kalbu) dan sir (nurani) sebab musik memiliki isyarat al-ruhaniyah. Atau dalam bahasa Dzu al Nun al-Mishri, musik merupakan warid haqq, yang dapat menggetarkan roh. Ketiga, musik dapat membuat seorang sufi semakin fokus dalam mencintai Allah. Dengan demikian, sufi yang bersangkutan siap untuk menerima iluminasi dan berbagai cahaya Ilahiah yang bersifat batin (suci). Keempat, musik dapat menyebabkan seorang sufi mengalami ekstasi terhadap Allah yang disebabkan oleh keterpesonaannya terhadap rahasia-rahasia ilahiah. Kelima musik dapat menghantarkan sufi ke derajat yang tidak mungkin bisa dicapai melaui proses mujahadah (pendekatan Universitas Sumatera Utara diri kepada Allah). Keenam, musik juga dapat menghantarkan manusia ke derajat al-ma’iyah, al-dzatiyah, al-ilahiah (keagungan, zat, dan sifat keilahian) Perlu penulis tegaskan bahwa manfaat yang didapatkan di atas hanya akan diperoleh orang orang yang sudah cinta kepada Allah (suci hatinya). Sebaliknya, orang yang hatinya belum bersih dan tidak dipenuhi oleh kecintaan kepada Allah maka musik akan semakin menjauhkannya dari Tuhan. Inilah makna perkataan Dzu al-Nun al-Mishri yang berarti bahwa musik adalah sinyal Ilahiah. Barang siapa yang mendengarkannya bersama Allah, ia akan sampai ke derajat tahaqquq (kebenaran) dan sebaliknya barang siapa yang mendengarkannya karena nafsunya, ia akan menjadi zindiq (salah). Dari elaborasi Ahmad al-Ghazaali tersebut dapat diketahui bahwa musik memiliki fungsi yang sejenis dengan fungsi yang dimiliki oleh maqamat (tingkatan) dalam tasawuf. Hal ini disebabkan melalui musik seorang sufi akan sampai ketingkatan yang disebut tawajud, wajd, dan wujud yang oleh Abu’Ali alDaqqaq, tawajud diumpamakan sebagai tahap melihat lautan, wajd memasukinya, dan wujud merupakan awal dari wajd, dan wujud merupakan akhir dari keduanya (al-Qusyairi,1957:34). Demikian kedudukan musik dalam sufi. Musik dalam masyarakat Tarekat Naqsyabandiah memiliki guna dan fungsi. Fungsi dan guna merupakan dua hal yang berbeda hal ini sesuai menurut Merriam (1964) yang membedakan antara penggunaan dan fungsi. Bila ditinjau dari guna munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam adalah sebagai penghantar waktu salat Subuh, Maghrib, Jum’at tiba dan menjadi tanda untuk menghentikan amalan zikir bagi para salik. Adapun fungsi munajat bila ditinjau Universitas Sumatera Utara dari aspek komunikasi adalah untuk: kelestarian budaya, pendidikan, ibadah, ekspresi kelompok, ekspresi emosi, ekspresi estetika, sarana ritual, membujuk masyarakat, dan dakwah. 3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi Mengikut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh daripada salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia. 12 Sesuai dengan pendapat Malinowski, munajat dapat bertahan didalam Tarekat Naqsyabandiah karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang haus akan cinta kasihnya kepada guru dan penciptanya. Bentuk-bentuk pemuasan itu dapat berupa tingkatan nilai 12 Lihat Koentjaraningrat (penye.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan institusi-institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67). Universitas Sumatera Utara kesadaran spiritual. Berkaitan dengan fungsi untuk pemuasan individual Imam alGhazali dalam kitab Misykat Al-Anwar membagi tingkatan kesadaran spiritualitas menjadi lima. Lima tingkatan itu adalah al-ruh al hayawani, al-ruh al-khayayali, al-ruh al-fikri, dan al-ruh al-qudsi. Dari segi fungsi dan kualitasnya, al-ruh alhayawani memiliki kesadaran yang bersifat natural, al-ruh al-khayali berfungsi sebagai penyimpan dari kesan-kesan yang diperoleh melalui panca indra, al-ruh al-aqli berfungsi sebagai penemu makna yang terkandung di balik fenomena, alruh al-fikri berfungsi sebagai alat yang dapat menghasilkan “kompetensi” dan intuisi batin yang punya arti yang sangat berguna bagi kehidupan dan al-ruh alqudsi memiliki fungsi yang dapat menyampaikan seseorang kepada wilayah kenabian dan kewalian dan ini menduduki tingkatan spiritualitas yang paling tinggi. Pada tingkatan spiritualitas yang tinggi inilah, seorang dapat menerima iluminasi cahaya Allah, ia memanifestasikan dirinya sebagai cermin Allah, karenanya dalam istilah tasawuf dikategorikan sebagai orang orang yang telah mencapai derajat insan kamil. Orang yang sudah berada dalam tingkatan yang demikian ini sudah berada dalam kesadaran Ilahiah atau dalam bahasa Ahmad AlGhazali berada pada tingkatan al-ma’iyah al-dzatiyah al-ilahiyah, sehingga di antara mereka seolah olah ada orang yang tidak butuh risalah kenabian, sebab secara langsung dia dapat mencapainya sendiri. A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Universitas Sumatera Utara Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini. By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181). Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, Munajat merupakan bahagian dari struktur sosial masyarakat Naqsyabandiah. Munajat merupakan salah satu bahagian aktivitas yang boleh menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai-bagai kondisi sosial dan budaya. Bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika Universitas Sumatera Utara kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan adat istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut. Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210). Dari kutipan di atas terlihat bahawa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagian. Penggunaan boleh atau tidak boleh menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu boleh dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk memenuhi kehendak biologikal bercinta, menikah dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan Universitas Sumatera Utara dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sesuai dengan Merriam, penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktikal, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. 3.2 Penggunaan Munajat 3.2.1 Tanda Akan Masuknya Waktu Salat Penggunaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah di Babussalam adalah sebagai sarana menunjukkan waktu azan salat hampir tiba. Pelaksanaannya dilakukan ditempat tertinggi didalam madrasah yaitu puncak menara. Didalam bentuk penyajiannya, munajat disenandungkan (dinyanyikan) oleh tiga sampai empat orang secara bergantian. Pergantian tiap tiap orang dalam membacakannya cukup dengan melakukan isyarat (tanda). Pembacaan munajat dilakukan dengan sangat teliti dan disiplin, hal ini terlihat pada saat seorang bilal membacakan munajat maka yang seorang lain memandu bacaan tersebut dengan mendahului bilal dalam pembacaannya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadinya kesalahan dalam urutan maupun kesalahan dalam pembacaan syair. Sementara itu bilal bilal lainnya akan menyimak bacaan tersebut sampai gilirannya tiba. Pembacaan munajat ini dilakukan setiap harinya diwaktu pergantian waktu siang menuju Universitas Sumatera Utara malam dan malam menuju siang yaitu maghrib dan subuh kecuali pada hari jumat pembacaan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum azan salat jumat. Adapun yang menjadi dasar waktu pembacaan munajat ini dilakukan pada saat subuh dan maghrib adalah firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 41 Artinya : Berkata Zakariya : “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung). “ Allah berfirman : “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyaksebanyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” Pembacaan munajat membutuhkan waktu yang cukup lama karena munajat ini terdiri dari 45 (empat puluh lima) bait syair sehingga membutuhkan durasi waktu kurang lebih satu jam. Oleh karenanya setiap harinya bilal dimadrasah Babussalam wajib hadir satu setengah jam sebelum masuk waktu azan. Setelah pembacaan munajat selesai dilanjutkan dengan pembacaan taharim dan salawat. Karena pembacaan ini cukup lama maka kenaziran diBabussalam melakukan pembagian kelompok kelompok bilal yang bertugas setiap harinya untuk pembacaan munajat ini. Universitas Sumatera Utara 3.2.2 Tanda Persiapan Diri untuk Ibadah Tarekat Naqsyabandiah adalah Tarekat yang melakukan amalannya dengan cara berzikir. Bentuk dari berzikir ini dilakukan eksklusif dengan melakukan khalwat (suluk) selama beberapa hari di dalam sebuah kelambu di dalam ruangan yang telah tersedia di sekitar Madrasah Babussalam. Kegiatan berzikir ini merupakan kegiatan amalan yang dilakukan secara kontinu oleh para salik. Di samping dari amalan berzikir, setiap salik diwajibkan untuk tetap melakukan ibadah salat lima waktu yang dilakukan cara berjamaah dimadrasah besar. Kegiatan berjamaah ini menjadi keharusan di Tarekat Naqsyabandiah. Sesudah salat berjamaah mursyid, khalifah dan para salik akan melakukan amalan tawajuh secara bersama sama. Setelah waktu bertawajuh selesai biasanya dipergunakan para salik untuk mendiskusikan dan bertanya tentang hal hal yang didapat beliau saat melakukan zikir. Melalui diskusi inilah mursyid akan menentukan kelanjutan dari amalan yang akan dilakukan oleh para salik ke depannya. Guna dari munajat adalah sebagai tanda untuk dihentikannya aktivitas zikir dan mulai mempersiapkan diri untuk bergabung ke madrasah untuk salat berjamaah. Satu jam sebelum waktu subuh tiba akan terlihat aktivitas jamaah mulai berbenah dan membawa segala keperluan untuk ibadah seperti kain penutup (selubung) untuk tawajuh, tasbih dan memakai pakaian putih bagi yang telah mencapai tingkatan khalifah. Universitas Sumatera Utara 3.3 Fungsi Munajat Munajat memiliki fungsi dalam konteks Kelestarian dan stabilitas budaya. Munajat dapat bertahan karena merupakan salah satu alat untuk menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah. Pemahaman Tarekat Naqsyabandiah mengenai pentingnya rabithah dan mursyid menjadikan munajat sebagai sarana untuk mengingatkan jamaahnya akan nilai nilai yang terkandung dalam ajaran guru-guru Naqsyabandiah. Munajat memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: (a) kontinuitas sistem religi dan budaya, (b) sarana pendidikan, (c) sebagai ibadah dan upacara keagamaan Islam, (d) sebagai sarana dakwah Islam, (e) sebagai sarana komunikasi (doa) kepada Allah, (f) sebagai pencerminan spiritualitas Islam,(g) pengungkapan identitas Islam dan Tarekat Naqsyabandiah, (h) penguatan maqam zikir, (i) ekspresi kelompok, (j) ekspresi estetika, (k) menyerap nilai-nilai, dan (l) mengekspresikan ideologi 3.3.1 Kelestarian dan Kontinuitas Sistem Religi danBudaya Berkenaan dengan fungsi sumbangan musik untuk kelestarian dan stabilitas kebudayaan, Merriam menjelaskan bahawa tidak semua unsur kebudayaan memberikan tempat untuk meluahkan emosi, hiburan, komunikasi, dan seterusnya. Musik juga adalah perwujudan kegiatan untuk meluahkan nilainilai. Dengan demikian fungsi musik menjadi bahagian dari berbagai ragam pengetahuan manusia lainnya, seperti sejarah, mite dan legenda. Berfungsi menyumbang kesinambungan kebudayaan, yang diperolehi menerusi pendidikan, Universitas Sumatera Utara pengawasan terhadap perilaku yang salah, menekankan kepada kebenaran, dan akhirnya menyumbangkan stabilitas kebudayaan (Merriam, 1964:225). Di dalam munajat terkandung unsur-unsur sejarah dan karamah, yang pada saatnya mampu memberikan sumbangan untuk kelestarian kebudayaan Islam dan Tarekat Naqsyabandiah secara khusus. Di dalam Munajat terkandung nilainilai moral yang menekankan kepada kebenaran Islam dan adab juga sebagai murid dan jamaah. Karena munajat adalah merupakan doa yang dituangkan oleh syekh atau mursyid kedalam bentuk syair menjadikannya sebagai upaya memperkokoh ketaqwaan kepada Allah Swt dan selalu mengikut rambu-rambu yang telah diajarkan oleh Muhammad Rasulullah. Adapun bentuk dari pelestariannya munajat diajarkan kepada generasi muda jamaah Tarekat agar budaya ini tetap dapat terjaga dan tidak hilang bersama dengan zaman. 3.3.2 Pendidikan Munajat sarat dengan pendidikan etika dan Agama, hal ini tercermin pada cara pelaksanaan dan isi syair syairnya. Melalui perantaraan munajat seseorang terlatih untuk berdisiplin dalam melakukan aktivitas. Kehadiran yang kontinu pada setiap harinya akan membentuk pribadi yang tabah dan menghargai waktu. Dalam mentransformasi keilmuan dalam bentuk lisan oleh guru yang membimbing, membentuk kesabaran bagi murid muridnya. Pesan-pesan moral dalam munajat mampu menyentuh hati seseorang baik penganut, maupun masyarakat yang tidak terlibat didalamnya. Ini dapat dilihat pada beberapa syair berikut ini. Universitas Sumatera Utara Yaa Allah yaa hadii Karuniai kami pikir dan budi Siang dan malam bertambah jadi Berkat tuan Syekh Abdullah Damalu dinegeri Hindi… Berkat ‘Ali Romatni Karuniai kami Ilmu Laduni Mudah-mudahan hampir tuhan yang ghani Kepada kami hamba yang fani… Berkat Yusuf Hamdani Karuniai juga yaa Allah hamba-MU ini Akan ilmu hikmat dan laduni Musyahadah Muqarabah tuhan Robbani… Dalam syair di atas terlihat keutamaan ilmu dan pendidikan sangat diperlukan untuk mendapatkan tingkatan musyahadah. Oleh karena itu pesan moral dalam bait-bait di atas memohon kepada Allah agar dikaruniai pikir dan budi agar nyata hijab Tuhan atas hambanya melalui ilmu pengetahuan. 3.3.3 Ibadah Agama Islam Munajat berfungsi untuk seruan atau tanda tanda akan masuknya dan azan Maghrib dan subuh. Di kampung Besilam pembacaan ini tetap dilakukan Universitas Sumatera Utara setiap harinya disertai oleh pembacaan taharim. Aba-aba dari munajat ini bukan saja diperuntukkan kepada para jamaah Tarekat Naqsyabandiah, tetapi juga untuk masyarakat Islam yang berdomisili di sekitar persulukan Babussalam. Di samping merupakan sebagai sarana dakwah dan syiar, isi dari munajat merupakan doa doa kepada kaum muslimin agar diberi ampunan oleh Allah SWT., mendapatkan keberkatan dan dilindungi kampung serta bangsa dan negaranya dari bencana. Penyampaian munajat ini menggunakan komunikasi verbal berupa syair syair. Munajat ini adalah amalan yang dilakukan oleh Tuan Guru Babussalam yang pertama Syekh Abdul Wahab Rokan yang bagi masyarakat dan pengikutnya di anggap keramat dan merupakan salah seorang ulama besar Melayu Islam. Oleh karenanya doa doa beliau dipercaya mustajab sehingga tidak terhitung lagi berapa banyaknya masyarakat dari berbagai lapisan yang meminta beliau untuk mendoakan agar tersampaikannya suatu keinginan dan permintaan. Hal inilah yang menjadikan munajat sampai saat ini di Babussalam dianggap mampu memberikan perlindungan dan ketentraman kepada masyarakat sekitarnya. 3.3.4 Sarana Dakwah Islam Melalui munajat, Tarekat Naqsyabandiah mendakwahkan ajaran ajaran keIslaman dan budi pekerti. Sejarah membuktikan bahwa Islam berkembang dan dapat diterima oleh masyarakat karena mampu beradaptasi dengan budaya masyarakatnya. Begitu juga dengan Tarekat Naqsyabandiah yang berkembang didaerah Melayu langkat berhubungan erat dengan budaya masyarakatnya. Senandung merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di tanah Melayu Universitas Sumatera Utara sehingga isi dan makna munajat dapat menyerap perhatian masyarakat disekitarnya. Adapun yang menjadi pesan pesan dakwah yang disampaikan melalui munajat terlihat dari syair syairnya seperti: Berkat Muhammad aulia Allah Dunia dan akhirat dibencilah Semata berharap kepada zat Allah Berilah kami demikian ulah… Tambahi oleh-Mu kami ini Berkat Abdul Khaliq Panjuduani Terlebih daripada urat jidini Dirasai Ma’rifat imani nurani… Berkat Yusuf Hamdani Karuniai juga yaa Allah hamba-Mu ini Akan ilmu hikmat dan laduni Musyahadah Muqarabah Tuhan Robbani… Dalam syair munajat di atas terlihat pesan pesan kepada umat muslim agar menuntut ilmu hikmat dan laduni yang terhimpun kepada ilmu syariat, Tarekat, hakikat dan makrifat sehingga mampu menundukkan hawa nafsu duniawi. Munajat juga memberi pesan akan pentingnya menuntut ilmu tauhid agar mengenal akan tuhan yang menjadi sembahan manusia sehingga terhindar Universitas Sumatera Utara dari dosa syirik dan munafik. Ilmu tauhid adalah ilmu yang wajib diketahui oleh umat muslim karena merupakan akidah dasar Islam. Islam adalah agama tauhid yang mengesakan tuhan seperti yang tertera pada dua kalimah syahadat. Kalimah ini berhubungan dengan dua puluh sifatsifat Allah yang wajib diketahui. Dua puluh sifat tuhan inilah yang menjadi dasar pengenalan kepada Allah SWT. Bagi seorang mukmin dunia adalah merupakan penjara dan syurganya bagi orang orang kafir oleh karena itu janganlah memandang kepada dunia yang menjadi ciptaan Allah SWT tetapi tetaplah memandang kepada wajahnya yang merupakan sifat baginya serta selalu ingat kepadanya agar selalu dalam limpahan kasihnya dan hanya berharap kepada zatnya semata. 3.3.5 Ekspresi Kelompok Munajat memiliki fungsi komunikasi sebagai ekspresi kelompok yang tidak kalah pentingnya. Melalui media senandung munajat masyarakat Tarekat Naqsyabandiah ingin diakui eksistensinya. Melalui perantaraan munajat Tarekat Naqsyabandiah mengekspresikan bentuk amalan dan cara mendekatkan diri kepada Allah swt. Aliran sufistik Tarekat Naqsyabandiah adalah faham aliran yang datang ketanah langkat pada masa kesultanan Langkat masih dipimpin oleh Raja Musa pada waktu itu dan oleh raja Musa tuan guru syekh Abdul Wahab Rokan diberi sebidang tanah yang menjadi wilayah otonomi. Oleh karena itu, di Babussalam Universitas Sumatera Utara semua aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan etika dan adab serta ketentuan peraturan yang berlaku semua menurutkan kebijakan tuan guru. Ekspresi kelompok ini dapat juga dilihat dari busana yang digunakan di Babussalam yang menggunakan sorban atau kain penutup kepala, bendera persatuan Tarekat Naqsyabandiah Babussalam, serta seni senandung munajatnya. Untuk dapat tergabung dalam Tarekat Naqsyabandiah ini seorang calon jamaah diwajibkan melalui suatu bentuk ritual penyerahan diri yang dinamakan bai’ah. Ritual bai’ah ini adalah bentuk ritual yang dilakukan oleh semua Tarekat Naqsyabandiah. Bai’ah sesungguhnya adalah bentuk penyerahan diri kepada Allah Swt karena di dalam Al-Qur’an Allah berfirman “watawakkal hayyu alallazi layamutz” yang artinya “serahkan dirimu kepada tuhanmu yang hidup yang tiada pernah mati.” Secara syariah penyerahan diri ini menunjukkan tanda penyerahan diri kepada guru agar diberi pengajaran dan bimbingan spiritual. Namun apabila ditinjau dari sudut pandang tauhid bai’ah adalah sebentuk penyerahan diri kepada Allah serta berjanji akan taat kepada perintah dan menjauhi segala larangannya. Ujud dari pada ritual bai’ah sesungguhnya adalah melakukan taubatan nasuha dengan melakukan mandi taubat. Hal ini dapat terlihat dari salah satu syair munajat: Berkat Said Kulal wali yang maha mulia Karuniai kami ya Allah sekalian cahaya Sampai hilang daya dan upaya Memandang zat Allah yang maha mulia… Universitas Sumatera Utara Berkat Muhammad Babassamaasi Hampirkan kepada kami ‘Ars dan kursi Sampai terbezakan antara api dan besi Sampai tahu kami kulit dan isi… Tujuan dari bait diatas terlihat dalam kalimat “sampai hilang daya dan upaya.” Melalui syair munajat ini dapat dilihat faham jabariyah Tarekat Naqsyabandiah yang ingin meniadakan diri sehingga yang ada dan yang nyata hanyalah Allah semata (la haula walakuata illa billa). . 3.3.6 Ekspresi Emosi Fungsi komunikasi dalam munajat Tuan Guru Babussalam adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan ekspresi emosi dalam bidang musik, Merriam menjelaskan sebagai berikut. An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpres-sible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music (Merriam, 1964:222-223). Mengikut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi. Hal yang tidak boleh diekspresikan dalam pikiran dan idea, hubungan dari berbagaibagai variasi emosi dalam musik. Universitas Sumatera Utara Secara psikologis, ritme dan tempo dalam lagu dapat memenuhi jiwa pendengarnya. Ibn Zailah (w.440/1048), seorang murid Ibnu Sina, mengatakan bahwa suara yang diatur melalui ritme tertentu memiliki dua pengaruh. Pertama, dari segi komposisi khas yang dimilikinya (yaitu isi fisiknya) dan kedua, dari segi lagu (muatan spiritualnya) yang menyamai jiwa. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ketika suara itu diracik dengan komposisi yang harmonis dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan mengobarkan jiwa manusia. Akibatnya , perasaan jiwa manusia itu menjadi terikat dengan lagu. Ketika terjadi perubahan pada lagu, kondisi jiwa pendengarnya juga mengalami perubahan secara bersamaan. Dalam fungsinya sebagai ekspresi emosi munajat dapat dilihat dari dua aspek. Yang pertama emosi munajat dapat dilihat dari segi melodi dalam menyanyikan (menyenandungkannya) dan yang kedua munajat yang dilihat dari aspek lirik syairnya. Dari segi melodi menurut fakhr al-Din al-Razi terjadinya hubungan yang simbiotik mutualistis antara musik dan kondisi jiwa meskipun kondisi pendengar tetap lebih dominan dalam memberikan pengaruh. Dan hal ini, menurut Ikhwan al-Shafa, tergantung pada dua hal : tingkat intensitas jiwa dalam menguasai ilmu pengetahuan Tuhan dan intensitas kerinduan terhadapnya (t.t:240). Semakin lengkap pengetahuan seorang sufi dalam mengenal Allah dan kerinduannya terhadap Allah, semakin besar pengaruh musik dalam jiwanya karena setiap jiwa akan merasakan kesenangan, kebahagiaan, dan kenikmatan yang diperoleh dari mendengarkan lagu lagu yang menggambarkan dan mengagungkan sang kekasih (al-Shafa, t.t:240). Universitas Sumatera Utara Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari ‘Abd Allah bin Mas’ud’, nabi Muhammad bersabda kepadanya, ‘Bacakanlah (Alquran) kepadaku!’ aku menjawab,’ Wahai utusan Allah, aku membacakan (Alquran) untukmu, sedangkan ia itu diturunkan kepadamu ?’ Nabi menjawab, ‘ya!’ Maka, aku membacakan surat an-Nissa’ dan ketika aku membaca ayat 41: Nabi bersabda : ‘Cukup.’ Maka aku pun menengok kepadanya, dan di kala itu kedua matanya berlinang air mata. Menangis dikala mendengarkan Al quran, menurut penulis, merupakan simbol dari tingkatan spiritualias seorang hamba. Tangisan tersebut bukanlah ekspresi dari rasa sedih, kecewa, atau penyesalan, melainkan sebagai luapan rasa rindu yang menderu terhadap Sang Khalik. Demikian pula halnya didalam pembacaan senandung munajat seorang pendengar maupun yang menyenandungkan munajat dapat menitikkan air mata apabila telah sampai kepada tingkatan spiritualitas keilmuan dan telah mampu menguak tabir jiwa dalam ujud (wajd) yaitu perasaan yang ditimbulkan oleh rasa cinta yang sungguh sungguh kepada Allah dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya. Yang kedua apabila ditinjau dari aspek lirik dan syairnya, syair munajat efektif untuk membangkitkan wajd (ekstasi). Wajd (ekstasi) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang batil dan yang benar. Di antara keduanya terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yanng sangat prinsipil. Keduanya sama sama menghasilkan gerakan lahir, sama sama mempengaruhi batin, dan sama sama dapat mengubah kondisi mental seseorang. Adapun perbedaannya, pertama, ekstasi (wajd) yang batil muncul dari dorongan hawa nafsu, sedangkan ekstasi Universitas Sumatera Utara yang haq muncul dari keinginan hati. Ekstasi jenis pertama ada pada siapa saja yang batinnya masih bergantung dengan selain Allah, sedangkan ekstasi jenis kedua ada pada siapa saja yang hatinya hanya mencintai Allah. Kedua, pada jenis ekstasi pertama pelakunya tertutup oleh hijab nafsi yang bersifat materi, sedangkan bagi yang kedua tertutup oleh hijab qalbi yang bersifat samawi (alSuhrawardi, 1966:193). Wajd (ekstasi), dari segi tingkatan, merupakan derajat pertama bagi orang yang mencapai kelas khusus (al-khusush) (al-Sarraj, 1914:302). Proses wajd ini bermula dari menghilangkan tabir, kemudian musyahadah kepada Allah disertai pemahaman serta memperhatikan hal yang gaib dan bisikan sir, derajat fana’an al-nafs. Dalam penggunaan syair munajat sebagai wajd dari pada penggunaan Alquran Muhammad Al-Ghazali menyebutkan tujuh alasan yang mendukung efektivitas nyanyian syair (jika dibandingkan dengan Al-Qur’an). Pertama tidak seluruh ayat Al-Qur’an itu sesuai dengan kondisi spiritual seorang sufi sehingga tidak seluruh ayat efektif untuk membangkitkan wajd (ekstasi). Kedua Al-Qur’an itu lebih sering didengar, dan setiap sesuatu yang sering didengar itu akan bertambah lemah pengaruhnya pada jiwa. Adapun syair, nyanyian dan sebagainya yang baru didengar sekali akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Ketiga syair itu memiliki wazn yang dapat memengaruhi jiwa sehingga lebih efektif dibandingkan dengan Alquran yang tidak memiliki wazn. Keempat masing masing lagu itu memiliki pengaruh tertentu pada jiwa seseorang sesuai dengan karakter lagu tersebut. Dalam menyanyikan lagu, kadang kadang kata yang Universitas Sumatera Utara pendek harus dipanjangkan atau sebaliknya, kadang kadang dihentikan pada tengah lafal dan sebagainya. Ketentuan ketentuan ini tentunya tidak boleh dilakukan dalam membaca Alquran. Oleh karena itu, Al-Qur’an tidak memiliki pengaruh pengaruh yang dimiliki oleh lagu tersebut. Kelima, ritme memiliki pengaruh tertentu pada jiwa pendengarnya, dan keduanya tentu tidak layak bagi Al-Qur’an. Keenam, Al Quran adalah kalam Allah dan sifatNya. Ia adalah hak sehingga manusia tidak akan mampu menerima pengaruhnya (Al- Ghazali,1991:325-328). Dari keenam hal di ataslah yang menjadikan syair munajat sebagai salah satu wadah ekspresi bagi sufi Tarekat Naqsyabandiah. Di samping menggunakan teks yang berbahasa Melayu sehingga mudah diterima arti dan isinya bagi jamaah, keharuan kerap menghinggapi jiwa pendengarnya karena pencipta dan penulis munajat itu sendiri adalah seorang ulama yang saleh dan suci masih mendoakan serta memohon pengampunan dan keberkatan kepada Allah agar masyarakat, kampung dan jamaah terhindar dari dosa dan bencana. 3.3.7 Ekspresi Estetika Berbicara tentang seni maka tidak bisa terlepas dari keindahan dan keindahan itu sendiri identik dengan estetika. Perbincangan mengenai keindahan dan estetika selalu tetap menarik perhatian karena identik berhubungan dengan pelbagai cabang kesenian. Sementara itu, secara sosiokultural, seni timbul dalam kebudayaan manusia, karena manusia memerlukan pemenuhan keinginan akan rasa keindahan. Universitas Sumatera Utara Seni dan keindahan ini dalam sejarah perkembangan peradaban manusia dikaji dalam bidang estetika atau falsafah keindahan. Keindahan dalam bidang seni ini ada yang sifatnya khusus dan ada pula yang mencapai tahap umum. Selain itu konsep tentang keindahan ini boleh sahaja berbeda di antara kelompok manusia, meskipun adakalanya terdapat kesamaan. Kata estetika sendiri diturunkan dari akar kata Yunani aisthetikos, yang berarti “mengamati dengan indra.” Kata estetika juga terkait dengan kata aesthesis, yang berarti “pengamatan”. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, estetika adalah salah satu cabang sains yang mengkaji kesenian. Sains ini telah lama digeluti oleh para ilmuwan di dunia Barat dan dunia lainnya. Walaupun dalam kajiannya estetika ingin mencapai tahapan generalisasi, dan akhirnya adalah mengkaji manusia pendukungnya, namun ada juga nilai-nilai parsial yang terbatas oleh lingkup etnik, ras, atau bangsa. Keanekaragaman konsep estetika ini perlu dilihat dan diperhatikan untuk mengkaji bahwa manusia itu beragam namun ada nilai-nilai universal dalam satu ragam. Dalam sejarah pengetahuan dan sains Barat, kajian terhadap unsur-unsur keindahan, dilakukan dalam disiplin yang disebut estetika (aesthetic) atau dalam bahasa Indonesia lazim disebut falsafah keindahan. Dalam peradaban Barat, estetika dimulai daripada sumber budaya Yunani dan Romawi (Edward et al. 1967: volume 1 dan 2). Estetika menurut Adler et al. (eds.) adalah disiplin yang mengkaji tentang keindahan (sebagai antonim daripada keburukan). Estetika ini memasukkan kajian secara umum dan teori tentang seni, dan berbagai-bagai pengalaman manusia mengenainya. Adapun ilmu-ilmu bantunya adalah falsafah Universitas Sumatera Utara seni, psikologi seni, dan sosiologi seni. Estetika juga kadang-kadang didefinisikan lebih khusus lagi sebagai sebuah disiplin ilmu keindahan, yang mengandung makna memiliki lapangan kajian seni, yang mencakup: teater, musik, tari, dan sastra (lihat Adler et al. (penye.) 1986:161). Selain daripada pendapat Adler et al., seorang teoretikus falsafah ternama, Hospers mendefinisikan estetika atau falsafah keindahan itu sebagai cabang falsafah yang memusatkan perhatian kepada konsep-konsep dan solusisolusi masalah yang terjadi dalam objek-objek estetik yang direnungkan. Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan (sains) Barat, awalnya istilah estetika dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762) menerusi beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. Baumgarten menggunakan istilah estetika untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan inderawi. Karena istilah estetika baru muncul pada abad ke-18, maka pemahaman mengenai keindahan harus dibedakan dengan pengertian estetika. Jika sebuah bentuk mencapai nilai betul, maka dapat dinilai estetis, sebaliknya bentuk yang melebihi nilai betul, yaitu mencapai nilai baik penuh arti, maka dinilai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. Banyak pemikir seni berpendapat bahwa keindahan berhubungan dengan rasa (taste) yang menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana, dan R.G Collingwood (lebih jauh lihat Harrison et al., 2001). Pada masa Yunani yang diteruskan sampai abad pertengahan, keindahan ditetapkan sebagai bagian daripada teologi. Pada abad pertengahan di Barat, Universitas Sumatera Utara tekanan diletakan pada subjek, proses yang terjadi ketika seseorang mendapatkan pengalaman keindahan. Pada zaman modern, tekanan justru diletakkan pada objek, sehingga tampak bahwa estetika dipertimbangkan sebagai cabang daripada sains, khususnya falsafah dan psikologi. Maka pertimbangan estetika dalam pengolahan seni setidaknya dapat didekati melalui: (1) pemahaman karya sebagai objek estetika, dan (2) pemahaman terhadap manusia sebagai subjek yang mengamati atau menciptakan karya yang estetik. Dalam Dunia Islam, kata falsafah diadopsi daripada bahasa Yunani. Dalam bahasa Arab, kata ini merupakan kata benda-kerja (mashdar) yang diturunkan daripada kata philosophia, yang merupakan gabungan daripada philos dan sophia; yang pertama berarti cinta dan yang kedua berarti kebijkasanaan. Dengan demikian falsafah dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan. Plato menyebut Socrates sebagai philoshopos (filsuf), yakni seorang pecinta kebijaksanaan. Oleh kerana itu, kata falsafah merupakan hasil Arabisasi, suatu mashdar yang berarti kerja atau pencarian yang dilakukan oleh para filsuf. Sebelum Islam lahir, berbagai-bagai pikiran dan falsafah telah tumbuh, namun dalam arah yang simpang-siur. Dalam menjawab arah falsafah tersebut Islam meletakkan sendi falsafahnya kepada asas: Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah. Asas ini menentukan apakah seseorang itu Islam atau tidak. Namun Islam tidak membatasi orang berfikir, kerana Islam dibentuk berdasarkan atas akal sehat, yang tentu saja berfikir sehat pula. Nabi Muhammad pernah menyatakan bahawa agama ialah akal. Oleh karena falsafah Yunani-Romawi banyak berasas kepada mitologi, maka awalnya umat Islam tidak Universitas Sumatera Utara begitu berminat terhadap falsafah mereka. Setelah wahyu Allah telah cukup diturunkan dan Islam dijamin sebagai agama yang sempurna, maka kemudian orang-orang Islam menggali falsafah Yunani-Romawi. Bahkan dalam konteks sejarah dunia, Islam yang mengenalkan falsafah Yunani-Romawi ini ke seluruh dunia. Universitas Islam yang termasyhur mengkaji falsafah adalah Universitas Nizamyah di Baghdad, yang didirikan oleh Nizamul Muluk. Selain itu, dalam dunia Islam, ada pula universitas lain, seperti Universitas Sishapur, Universitas Damsyik, Universitas Kairo dan Universitas Aleksandria. Dalam sejarah Islam muncullah beberapa filsuf ternama, misalnya AlKindi (194-260 H atau 809-873 M), Al-Farabi (meninggal 961), Ibnu Sina (370428 H atau 980-1037 M), Imam Ghazali (450-505 H atau 1058-1111 M), dan Ibnu Rusyid (520-595 H atau 1126-1198 M). Falsafah yang mereka hasilkan memperkuat ajaran Islam yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan Hadits, misalnya risalah falsafah Al-Kindi yang memuat: (a) adanya Tuhan membentuk adanya alam, (b) kegiatan Tuhan berlangsung antara langit dan bumi, (c) jiwa bumi adalah daya gerak Tuhan, (d) jiwa bumi telah menyebabkan terjadinya langit dan bintang-bintang di cakrawala, (e) jiwa manusia adalah pancaran jiwa bumi, (f) manusia bersifat dualis, yaitu saat hidup ia dipengaruhi langit dan bintangbintang, namun setelah meninggal, ia mendapat kemerdekaan, (g) kemerdekaan abadi hanya boleh dicapai dalam dunia akal budi, dan (h) orang yang hendak mencapai kemerdekaan dan keabadian, harus mengembangkan kekuatan akalnya dengan jalan ilmu ketuhanan dan alam semesta. Al-Farabi dalam falsafahnya mengemukakan bahwa alam ini dijadikan Tuhan dengan suatu maksud, yang Universitas Sumatera Utara hanya Tuhan sajalah yang mengetahui maksud tersebut, seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Quran (3:191, dan 46:3). Ibnu Sina mengemukakan pula falsafahnya bahwa: (a) dasar pokok adalah Allah; (b) akal pertama adalah mengetahui sari nyawa dan sumbernya nyawa, (c) akal kedua terdiri daripada jiwa dan tubuh yang terdiri daripada sembilan daerah, sendi akal kedua terdiri daripada wajib dan mumkin, (d) akal ketiga terdiri daripada jiwa dan tubuh yang dipengaruhi oleh alam. Akal ketiga ini bersendikan atas wajib dan mumkin. Sebelum Socrates, ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka kaum sopist yang berarti para cendekiawan. Mereka mempersepsi manusia sebagai ukuran realitas (kebenaran hakikat) dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan-kesimpulan mereka. Secara bertahap kata sopist atau sopisthes kehilangan arti aslinya dan kemudian menjadi berarti seseorang yang menggunakan hujah-hujah keliru. Dengan demikian, kita mempunyai kata sophistry (cara berfikir yang menyesatkan), yang mempunyai kata yang sama dalam bahasa Arab, yaitu safsathah, dengan arti yang sama. Socrates, karena kerendahan hati dan mungkin juga keinginan menghindarkan diri dengan kaum sophis, melarang orang menyebut dirinya seorang sophis, seorang cendekiawan. Oleh karena itu, ia menyebut dirinya seorang filsuf (philosophos), pecinta kebijaksanaan, pecinta kebenaran, menggantikan sophistes yang berarti sarjana. Gelar yang terakhir ini merosot derajatnya menjadi orang yang menggunakan penalaran yang salah. Falsafah (philosophia) kemudian menjadi sama artinya dengan kebijaksanaan (kearifan). Oleh itu, philosophos (folosof) sebagai satu istilah teknis tidak dipakaikan pada Universitas Sumatera Utara seorang pun sebelum Socrates, dan begitu juga sesudahnya. Istilah philosophia juga tidak mempunyai arti yang definitif pada zaman itu, bahkan Aristoteles pun tidak menggunakannya. Belakangan, penggunaan istilah philosophia (falsafah) dan philoshopos (filsuf) semakin meluas. Sebahagian cendekiawan Islam mengambil kata falsafah daripada bahasa Yunani. Lalu mereka memberi sighat (bentuk) dan menggunakannya untuk mengartikan pengetahuan rasional murni. Falsafah menurut pemakaian para filsuf muslim secara umum tidak merujuk kepada disiplin sains tertentu. Ia meliputi semua sains rasional, bukan ilmu yang diwahyukan atau yang diriwayatkan seperti etimologi, retorika, sharaf, tafsir, hadis, dan hukum. Oleh itu, hanya orang yang menguasai semua sains rasional termasuk di dalamnya matematik, ekonomi, etika, teologi, yang boleh disebut sebagai filsuf. Seni bukanlah hal yang mati, tetapi seni tumbuh di dalam jiwa manusia dari zaman ke zaman yang menapaki kemajuannya sendiri. Islam memberi petunjuk pengajaran dan menuntut agar kesenangan dalam seni yang dibentuk tidak merusak keselamatan, tetapi perlu mengikuti syariat Islam yang telah ditetapkan. Kesenian Islam adalah usaha dan ide umat Islam untuk menghasilkan sesuatu yang indah dan estetik. Setiap keindahan yang dihasilkan oleh seniman Islam wajib mengekspresikan ajaran Islam. Seni adalah bagian daripada budaya. Seni Islam lebih mengutamakan intelektual dibandingkan emosi. Seni mempunyai konsep yang mampu menyeimbangkan pertanyaan dengan jawaban. Sebenarnya kesenian dalam konsep Islam adalah pengabdian diri kepada Allah SWT. Universitas Sumatera Utara Dalam dunia Islam, tokoh filsuf yang paling banyak mengkaji tentang estetika di dalam musik adalah Al-Farabi. Nama lengkapnya adalah Abu Nasir Muhammad Ibnu Al-Farakh Al-Farabi, lahir di desa Wasij, dekat Farab di Turkistan tahun 259 H (870 M), wafat 950 M dalam usia 80 tahun. Kampungnya kini masuk ke dalam bagian Republik Uzbekistan di Asia Tengah. Ayahnya seorang jenderal militer dan memiliki status sosial yang relatif baik. Namun sejak kecil, Al-Farabi meninggalkan kampung Farab menuju Baghdad, untuk menimba ilmu bahasa Arab dan logika dari gurunya Abul Bashar Matta. Kemudian dia juga belajar falsafah kepada Yuhanna Ibnu Khailan di daerah Harran. Kemudian ia juga mendalami ilmu-ilmu Aristoteles melalui Yuhanna. Ia paling gemar mengkaji pikiran Aristoteles yang tertuang dalam buku Anima dan Physica. Kemudian ia mengembara ke Syiria, terus ke Mesir, dan akhirnya sampai ke Damaskus. Dalam pengembaraan ini, secara ekonomi ia begitu miskin, akhirnya ia dibantu secara finansial oleh Pangeran Saif Al-Dawlah dari Damsyik. Ia belajar, mengarang, mensyarah, mengkritik, dan berkecimpung di dunia sastra. Ia terkenal sampai ke Eropa bukan hanya falsafahnya saja tetapi juga logika dan metafisiknya. Di bidang musik, dengan dijiwai oleh ajaran Islam. ia mengolah kembali model dan logika berpikir Yunani dalam musik, disertai dengan praktek musik kontemporer saat itu. Ia juga mencipta dan mengolah sistem-sistem musik yang berasal dari Timur Tengah. Bagaimanapun, Al-Farabi secara tegas membedakan manusia di dunia ini menurut Al-Qur’an, yaitu manusia yang bertakwa dan manusia yang tidak bertakwa. Universitas Sumatera Utara Al-Farabi menghasilkan sebuah buku teori musik yang secara historis sangat fenomenal dalam dunia Islam dan global, yang berjudul Kitabul Musiqil Kabir (Kitab Besar tentang Musik). Buku ini terdiri daripada tiga bagian. Bagian pertama memusatkan perhatian pada musik, bagian kedua pada alat-alat musik, dan pada bagian ketiga mengenai komposisi musik. Ada dua tempat dalam buku itu yang membicarakan gerakan melodi dalam musik: satu tempat di bagian pertama dan satu lagi di tempat ketiga. Dalam buku itu ia menceritakan bagaimana proses melakukan komposisi musik. Tujuan utama Al-Farabi mengkaji dan menjelaskan komposisi musik adalah untuk membantu dan memberi arah kepada para komposer dalam menciptakan melodi. Ia menjelaskan bahwa setelah komposer memilih unsur-unsur melodi, selanjutnya dapat berkonsultasi dengan jadwal konsonan dan gerak melodi yang dibuatnya, begitu juga dengan wilayah nada atau suara penyanyi. Kemudian disesuaikan dengan modus-modus ritmik yang telah disusun secara logis. Dalam membentuk gerak melodi ini ia menawarkan konsep-konsep interval satu nada ke nada berikutnya dengan memakai konsonan dan disonan dalam sistem modal. Saat transisi melodi seharusnya menggunakan interval konsonan. Al-Farabi menggunakan interval konsonan ke dalam tiga jenis: (a) konsonan besar, seperti oktaf dan balikannya, disajikan bersama atau melodi, (b) konsonan medium, yaitu kuint, kuart, antara oktaf dan kuint, serta antara oktaf dan kuart, disajikan secara bersama atau melodis, dan (c) konsonan kecil yang terdiri daripada sekunde mayor (dengan rasio 9/8) atau interval lain yang lebih kecil daripada kuart. Universitas Sumatera Utara Menurut Al-Farabi, melodi bisa didefinisikan sebagai sejumlah nada tertentu, yang semuanya atau sebagian besar terjalin berdasarkan interval konsonan, yang dirancang dalam kelompok tertentu, dan dipergunakan dalam sebuah genus (tetrakord) tertentu, interval-intervalnya berada dalam tonalitas tertentu; yang bergerak melalui sebuah modus ritmik yang pasti pula. Satu rangkaian melodi menggunakan satu tetrakord ditambah satu langkah penuh. Jika seorang komposer menggunakan interval kuint, ia harus mengimbanginya dengan interval yang lebih kecil. Sebuah melodi nyanyian disebutnya tidak lengkap, apabila ambitusnya tidak mencapai satu oktaf. Jika sampai satu oktaf disebut melodi yang lengkap, dan jika mencapai dua oktaf disebut sangat lengkap. Dalam menyusun melodi sebaiknya menggunakan interval-interval yang berbeda. Al-Farabi menyebut gerak melodi dengan istilah al-intiqal, yang secara harafiah artinya bergerak daripada satu titik ke titik lainnya. Al-intiqal ini menurutnya adalah transisi yang dapat terjadi antara satu nada dengan nada lain, daripada interval yang satu ke interval lain, daripada satu genus ke genus lain, jika kelompok nada itu terdiri daripada tetrakord, kelompok nada, dan tonaliti yang berbeda. Namun tetap terdapat satu nada nukleus. Selanjutnya, Al-Farabi membuat kategori-kategori gerak melodi dalam bahasa Arab, yaitu: (1) al-nuqlah ‘ala istiqamah, artinya adalah gerak langsung atau rektilinier, yaitu gerakan yang tidak kembali ke nada awalnya; (2) al-nuqlah ‘ala in’itaf, artinya gerak berlipat, bertukar, melengkung, dan berkeliling. Artinya dalam melodi adalah kembali ke nada awal; (3) al-nuqlah ‘ala istidarah, artinya gerakan sirkular, berputar. Dalam melodi artinya kembali ke nada awal dan gerakannya terus diulang; (4) al-nuqlah Universitas Sumatera Utara ‘ala in’iraj, artinya adalah gerakan pembiasan atau deviasi—dalam melodi maksudnya adalah kembali ke nada awal, tetapi tidak sejauh gerak-gerak pertamanya; (5) al-nuqlah bi-in gerak melodi yang memperluas gerak sebelumnya, baik ke arah atas maupun ke bawah dengan nada awal yang berubahubah pula. Menurut Al-Farabi, gerak-gerak melodi di atas boleh saja saling dipadukan dengan menjaga rasa musik. Dalam membahas teori, selain sistem modal dengan menggunakan tetrakord dalam tangga nada heptatonik, Al-Farabi juga menganalisis sistemsistem maqam yang ada di dunia Islam, seperti maqam: rast, bayati, husaini, jiharkah, hijaz, sikkah, dukah, sikahirah, dan lainnya yang menjadi asas komposisi musik dunia Islam. Ia juga mengkaji modus-modus ritmik seperti: ramal maia, wahdah wa nifs (maksum), cahar mezarb, zarbi, iqa’at, durub, usul, dan mazim. Dalam membahas alat-alat musik, ia memfokuskan kajian secara detil tentang alat muzik ‘ud (lute petik) sebagai asas daripada penciptaan maqam dan melodi. Alat seperti ini yang diuraikannya dapat menurunkan tangga-tangga nada seperti yang dilakukan oleh Phytagoras dari Yunani dengan membahagi proporsi matematik senarnya. Sistem ini kemudian dalam etnomusikologi dikategorikan sebagai sistem devisif (pembagian). Dalam buku ini, memang unsur logik memang begitu menonjol dituangkannya, namun ia juga berharap bahwa jangan melupakan unsur perasaan dan spiritualiti dalam mengembangkan seni musik. Bagaimanapun, musik itu adalah bagian dari ajaran Islam dalam rangka bertauhid kepada Allah. Demikian menurut pandangan Al-Farabi. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan ekspresi estetika dalam munajat tercermin melalui adab yang dinyatakan dalam rabithah dalam Tarekat Naqsyabandiah. Pada bab pendahuluan penulis telah mengutarakan salah satu fungsi dari munajat adalah untuk menjaga rabithah. Adapun yang dimaksud dengan rabithah adalah menghadirkan rupa guru atau Syekh ketika hendak berzikir dan menghadirkannya itu menurut Syekh Muhammad bin Abdullah Al-Khani Al-Khalidi dalam kitabnya “Al-Bahjatus Saniah” hal 43, dengan 6 (enam) macam cara yaitu: 1. Menghadirkannya didepan mata dengan sempurna. 2. Membayangkan dikiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada rohaniahnya sampai terjadi sesuatu yang gaib. Apabila rohaniah mursyid yang dijadikan rabithah itu lenyap, maka murid dapat menghadapi peristiwa yang terjadi. Tetapi jika peristiwa itu lenyap, maka murid harus berhubungan kembali dengan rohaniah guru, sampai peristiwa yang dialami tadi atau peristiwa yang sama dengan itu, muncul kembali. Demikianlah dilakukan murid berulang kali, sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa gaib tanda kebesaran Allah. Rabithah menghubungkannya dengan Allah serta murid diasuh dan dibimbingnya terus menerus, meskipun jarak mereka jauh. 3. Menghayalkan rupa guru ditengah tengah dahi. Memandang rabithah ditengah tengah dahi itu, menurut kalangan Tarekat lebih kuat dapat menolak getaran dan lintasan dalam hati yang melalaikan ingat kepada Allah. 4. Menghadirkan rupa guru ditengah tengah hati. Universitas Sumatera Utara 5. Menghayalkan rupa guru dikening kemudian menurunkannya ketengah hati. Menghadirkan rupa Syekh dalam bentuk kelima ini agak sukar tetapi lebih berkesan dari pada cara cara yang sebelumnya. 6. Menafikan (meniadakan) dirinya dan mentsabitkan (menetapkan) keberadaan guru. Cara ini lebih kuat untuk menangkis aneka ragam ujian dan gangguan gangguan. Demikian pentingnya rabithah bagi penganut Tarekat Naqsyabandiah sehingga barang siapa yang terus menerus berhubungan dengan rabithah , niscaya terjadilah atas dirinya peristiwa peristiwa Tarekat dan kesempurnaan hakikat namun sebaliknya apabila barang siapa yang tidak berabithah, niscaya terputus limpahannya dan tidak akan mengalami peristiwa peristiwa suluk dan tidak akan muncul rahasia kebesaran Allah kepadanya. Oleh karena itu munajat sebagai sarana mengingatkan jamaah kepada rabithahnya menjadi nilai keindahan didalam perjalanan rohani para jamaahnya. 3.3.8 Memberitahu Salah satu fungsi komunikasi dalam Tarekat Naqsyabandiah adalah fungsi untuk memberitahu. Melalui media senandung munajat bertujuan untuk memberitahu dan menasehati agar memiliki pedoman dalam hidup dan mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuan seorang insan didunia. Hal ini juga dapat berupa aktivitas yang dilakukan dan apa yang menjadi tujuan dilakukannya sebuah aktivitas sosiobudaya tersebut. Fungsi dalam komunikasi untuk memberitahu ini dapat terlihat pada syair munajat berikut ini. Universitas Sumatera Utara Berkat Said Kulal wali yang maha mulia Karuniai kami ya Allah sekalian cahaya Sampai hilang daya dan upaya Memandang zat Allah yang maha mulia… Berkat Muhammad aulia Allah Dunia dan akhirat dibencilah Semata berharap kepada zat Allah Berilah kami demikian ulah… Berkat Mambubussubhaani Tuan Syekh Abu Hasan Khorgani Tolonglah kami mengerjakan Thariqat ini Jangan dibimbang anak dan bini… Dari kutipan syair pertama di atas dapat dilihat suatu bentuk pengajaran tauhidan. Tiada daya dan upaya adalah merupakan bentuk kepasrahan total kepada Allah sehingga meniadakan kuasa, kehendak diri, tetapi semuanya semata mata karena Allah SWT. Pesan moral dalam syair ini sekaligus mengingatkan kepada umat Islam agar bacaan yang selalu diucapkan tatkala menjawab seruan azan bukan saja dapat difahami berdasarkan arti semata namun jauh daripada itu tiada dan upaya dalam pengertian ini harus mampu meniadakan diri. Sesuai dengan hadist rasullullah Universitas Sumatera Utara yang berbunyi “ujuduka jambun lakiasan liqoiri” yang artinya “bermula dirimu itu adalah dosa tiada kias menyertainya”. Maksud dari hadist ini adalah satu satunya dosa pada manusia sesungguhnya adalah adanya diri yang mengakui memiliki segalanya yang meliputi kuasa, kehendak, ilmu, hidup, mendengar, melihat, berkata kata. Dalam tauhid yang berlandaskan dua puluh sifat tuhan ketujuh sifat diatas sesungguhnya sifat atau dirinya tuhan. Manifestasi dari pemahaman ini bertujuan untuk menyadarkan umat Islam bahwa gerak yang dilakukannya sesungguhnya adalah gerak kuasa tuhan. Kehendak yang ada pada muslim sesungguhnya kehendak Allah. Ilmu dan pengetahuan yang ada pada dirinya adalah ilmu Allah, yang melihat pada mata, yang mendengar pada telinga dan yang berkata kata pada mulutnya sesungguhnya adalah Allah sehingga benar benar Allah itu nyata pada dirinya. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan Allah dalam hadist qudsi “majakartu fi kazahartu insan“ yang artinya “aku itu sangat nyata seperti nyataku pada insan itu”. Apabila Allah itu telah nyata pada diri insan itu niscaya tiada lagi dosa, karena dosa yang tidak dapat terampuni oleh Allah adalah dosa syirik atau menserikatkan dirinya. Nafs (nafsu) adalah diri itu sendiri jadi apabila berkuasa dengan nafs akan menjadi zalim, berkehendak dengan nafs akan tamak, berilmu, melihat, mendengar dan berkata kata dengan nafs dapat menjadikan insan itu ria, takabbur, dengki, iri, dan tinggi diri. Syair kedua dalam munajat diatas memberikan nasehat kepada sekalian muslim agar tiada mengharap apapun terkecuali ridha dan safaat. Tujuan muslim Universitas Sumatera Utara dalam beramal ibadah sesungguhnya bukanlah surga ataupun kenikmatan dunia namun bertawakkal dan mengharapkan ridhanya. Karena dunia ini sesunguhnya merupakan neraka bagi orang orang mukmin dan surga bagi orang orang kafir seperti yang tertera dalam hadist “addunia sajjnul mukmin al jannatul kafirin”. Oleh karena inilah maka para mukmin tidak akan membesar besarkan dunia namun selalu rindu kepada Allah dan rasulnya. Syair munajat ketiga mengandung pesan agar jangan bimbang kepada anak istri tatkala mengikuti suluk (khalwat). Dalam melaksanakan aktivitas suluk seorang salik akan meninggalkan keluarganya dalam beberapa hari oleh karena itu salah satu faktor yang sangat bersar menghambat tercapainya tujuan dari pada suluk adalah keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu sebelum melakukan aktivitas suluk seorang salik yang telah berkeluarga diharuskan agar menitipkan dan mempersiapkan kebutuhan hidup keluarganya terlebih dahulu Munajat berfungsi untuk memberitahu akan masuknya waktu salat. DiBesilam untuk menunjukkan masuknya waktu dilakukan dengan pemukulan nakus yang disertai dengan pembacaan shalawat, Istiqhfar maupun munajat. Khususnya untuk munajat dilakukan tatkala masuknya waktu subuh dan Maghrib. Begitu pentingnya tanda ini dilakukan di Babussalam karena dahulu sewaktu kepemimpinan tuan guru pertama Syekh Abdul Wahab Rokan seluruh murid yang pada masa itu juga adalah jamaah Tarekat Naqsyabandiah diwajibkan untuk berkumpul dan melaksanakan salat berjamaah. Dimasa tuan guru pertama Syekh Abdul Wahab Rokan, peraturan dan hukum di Besilam adalah hukum syariah Islam dan tuan guru sendiri yang Universitas Sumatera Utara menentukan hukuman kepada para murid, jamaah dan masyarakat diBesilam. Oleh karena itu apabila terdapat pelanggaran terhadap hukum termasuk peraturan akan salat berjamaah maka tuan guru akan memberikan teguran sampai kepada hukuman kepada masyarakat yang meninggalkan salat berjamaah. Fungsi munajat juga untuk memberitahu akan adab yang berlaku diBabussalam. Hal ini dapat terlihat dengan sikap, perilaku dan busana yang dipergunakan. diBabussalam, berbusana muslim wajib dikenakan oleh masyarakat dan tamu yang berkunjung. Terutama pada wanita diwajibkan untuk menutup auratnya dengan berbusana muslimah. Kesopanan dalam bertingkah laku dan menjaga norma norma Islam harus diperhatikan sehingga siapapun orangnya yang berada di desa Babussalam dan mendengar syair syair munajat yang disenandungkan akan merasa diberi ingat bahwa ia berada dalam lokasi di mana hukum Islam ditegakkan dengan ketat. Universitas Sumatera Utara BAB IV KAJIAN TEKS MUNAJAT 4.1 Sumber Teks Munajat Teks munajat yang menjadi bahan analisis semiotik dalam tesis ini, bersumber dari literatur bacaan Istighfar Shalawat munajat dan taharim yang diamalkan tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan Al Khalidy Naqsyabandy yang terdapat didesa desa Besilam kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Tradisi pembacaan ini dilakukan setiap harinya sebelum masuk waktu azan Subuh dan Maghrib. Dalam penyajiannya munajat ini dilakukan oleh tiga sampai empat orang bilal kenaziran madrasah. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai munajat ini penulis menghubungi salah seorang budayawan yang berada di Babussalam yang bernama bapak Akhyar Murni yang juga berperan sebagai salah seorang anggota majlis persatuan zuriat yang merupakan perhimpunan dari para ahli keluarga dan keturunan dari Syekh Abdul Wahab Rokan beliau adalah seorang guru agama dan sebagai seksi seni dan budaya didewan zuriat Babussalam. Adapun bunyi dan syair munajat ini selanjutnya penulis paparkan di bawah ini. 4.2 Munajat sebagai Syair Melayu Munajat adalah termasuk ke dalam genre sastra Melayu. Genre sastra Melayu (termasuk Sumatera Utara) disebut syair ialah suatu bentuk puisi Melayu tradisional yang sangat populer. Kepopularen syair sebenarnya bersandar pada Universitas Sumatera Utara sifat penciptaannya yang berdaya melahirkan bentuk naratif atau cerita, sama seperti bentuk prosa, yang tidak dipunyai oleh pantun, seloka, atau gurindam. Dari bentuk kata atau istilahnya jelas bahwa kata ini berasal dari bahasa Arab. Kamus al-Mabmudiyah (1934) karangan Syed Mahmud ibnu Almarhum Abdul Qadir al-Hindi memberikan makna kata syair sebagai "karangan empat baris yang sama sajak (s-j-?)nya pada akhir keempat-empat kalimat dan sama pertimbangan perkataannya" (Syed Mahmud 1934:159). Dari konteksnya kita fahami apa yang dimaksudkan dengan sajak (s-j-?) ialah persamaan bunyi di akhir tiap-tiap baris atau rawi. Tentu saja keterangan yang terdapat dalam Kamus AlMahmudiyah sangat ringkas, karena penyusun kamus ini menyadari bahwa semua orang Melayu pasti tahu apa itu syair (Siti Hawa Haji Salleh 2005:1). Begitu pentingnya kedudukan syair ini dalam kebudayaan Islam atau Melayu. Maka Al-Qur’an pun memuat perbincangan tentang syair ini dalam beberapa ayat. Dalam Al-Qur’an Asy Syu’araa’ (26:224) dijelaskan bahwa para penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Artinya: Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Kemudian dalam surat yang sama Al-Qur’an Asy Syu’araa’ (26:225), bahwa para penyair itu mengembara di tiap-tiap lembah. Universitas Sumatera Utara Artinya: Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah Yang dimaksud dalam ayat ini ialah bahwa sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian. Di ayat lain yaitu ayat 226, diterangkan bahwa penyair itu hanya suka mengatakan tetapi tidak melakukan apa yang dikatakannya. Selengkapnya firman Allah dalam Al-Qur’an Asy Syu’araa’(26: 226) adalah sebagai berikut. Artinya: dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? Setelah memberikan peringatan bagi para penyair yang “menyimpang,” di ayat 227 Allah memuji dan memberikan jaminan kepada para penyair yang beriman dan beramal saleh, walau awalnya mereka menderita dan dizalimi. Selengkapnya Al-Qur’an surat Asy Syu’araa’(26: 227) sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Artinya: Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Di dalam Al-Qur’an surah Yaasiin (36;69), sebagai pernyataan bahwa Al-Qur’an itu bukan ciptaan Nabi Muhammad tetapi adalah wahyu Allah melalui Malaikat Jibril, Allah berfirman sebagai berikut Artinya : Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Qur.an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi tentang penyair dan syair tersebut di atas, tampaknya adalah ingin meluruskan ide dan praktik terhadap sastra syair ini dalam rangka tauhid kepada Allah, bukan sebaliknya “bermain dengan kata-kata” untuk ingkar kepada Tuhan, dan memilih jalan syetan. Dalam Dunia Melayu, lebih lanjut menurut Harun Mat Piah para pengkaji yang meneliti syair sepakat menyatakan bahwa kata syair berasal dari bahasa Arab sy’r yang umumnya merujuk kepada pengertian puisi dalam apa-apa jua jenisnya seperti yang difahami dalam istilah Inggris poem atau poetry (Harun Mat Piah 1989:210). Sementara itu, dalam bahasa Arab kata sy’r melahirkan kata sya’ir dengan membawa maksud penulis atau pencipta puisi, penyair, atau penyajak. Universitas Sumatera Utara Dalam bentuk asalnya, syair tidak mungkin dikelirukan dengan seloka dan gurindam karena cara penulisannya. Syair yang pada mulanya ditulis dalam tulisan Jawi (Arab Melayu), ditulis berpasang-pasangan, yaitu dua kalimat (ayat) pada baris pertama dengan dipisahkan oleh suatu tanda hiasan atau bunga di tengah-tengahnya. Biasanya dua pasangan ayat (yaitu empat baris) mempunyai bunyi akhir sama, walaupun kadang-kadang ditemui sepasang ayat sahaja yang mempunyai rima akhir yang sama (Siti Hawa Haji Salleh 2005:4). Kekeliruan terjadi ketika syair dalam tulisan Jawi diperturunkan ke dalam tulisan rumi (Romawi) dan mungkin karena keterbatasan ruang, empat baris syair berpasang-pasangan terpaksa diletakkan sebagai suatu rangkap yang terdiri dari empat baris. Baris-baris syair ini biasanya ditransliterasikan dalam bentuk yang sangat berbeda dengan yang asalnya dalam tulisan jawi. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Tulisan Jawi Sumber: Siti Hawa Haji Salleh (2005:4) Hijrat’l-Nabi ‘alaihi’l-salam, Seribu tiga ratus bilangan Islam, Bertambah empat bilangan malam, Buan Jumadi’l-awal sepuluh malam. Hari Thalatha mula disurat, Syair dikarang fakir yang larat, Dari hai sangat kelurat, Disuratkan sedikit tamsil ibarat. Baris-baris membawa maksud atau amanat syair, semuanya membawa maksud amanat yang berkaitan dan jika ditransliterasikan ke dalam tulisan Latin Universitas Sumatera Utara dalam bentuk rangkap empat baris, maka mudah dikelirukan dengan seloka (Siti Hawa Haji Salleh 2005:5). Za’ba dalam bukunya Ilmu Mengarang Melayu (1962 dan sebelumnya) menyatakan bahwa penulisan syair tidaklah terkungkung pada monorima saja. Beliau mengemukakan beberapa contoh yang memperlihatkan variasi yang berbeda, seperti syair dua baris serangkap berima a/b, a/b, a/b, dan seterusnya; syair tiga baris serangkap dengan rima a/a/b, a/a/b, dan seterusnya; syair empat baris serangkap berima a/a/a/b, c/c/c/d, dan seterusnya. Contoh dua baris serangkap berima a/b, a/b: Dihitung banyak tidak terkira, Apabila dijumlahkan menjadi satu. Melompat tak seperti kera, Hanya tak pandai memanjat pintu. Menghidupi memelihara, Tetapi orang benci bercampur bersatu. (Za’ba 1962:236 dalam Harun Mat Piah 1989:232). Contoh syair tiga baris serangkap berima a/a/b, a/a/b: Islam kita wei kejatuhan, Sebab karut masuk tembahan, Quran hadis terbulang-baling. Universitas Sumatera Utara Hadis firman dapat ubahan, Maksud hakiki perpecahan, Punding bengkok kena perguling. (Za’ba 1962:235 dalam Harun Mat Piah 1989:232) Contoh syair empat baris serangkap berima a/b/a/b. Kamilah raja tuan di sini, Harta pun kami yang punya, Orang yang duduk di bumi ini, Mendengar kami gentar semuanya. Bukalah pintu kami titahkan, Nabi Sulaiman empunya perintah, Jangan sekali kamu ingkarkan, Derhaka kamu jika dibantah. (Za’ba 1962:234 dalam Harun Mat Piah 1989:234) Contoh syair empat baris serangkap berima a/a/a/b, c/c/c/d Wahai Ramadhan syahar berpangkat, Tuan kemana lenyap berangkat? Dukanya kami tidak bersukat, Hendak menurut tidak berdaya. Sekali setahun tuan bermegah, Universitas Sumatera Utara Menjelang kami sebulan singgah, Kami bercengkerama belum semenggah, Tuan pun lenyap dari dunia. Syair empat baris serangkap berima a/a/a/b, c/c/c/d, e/e/e/f, dan diulang semula: Kalau kita ditanya orang: Kemudi manusia apakah gerang? Berilah jawab dengannya terang: Akal, akal, akal, akal. Kalau kita lagi ditanya: Haluan manusia apa ditanya? Berilah jawab yang sempurna: Hati, hati, hati, hati. Kalau kita ditanya pula: Perahu manusia nayatakan sila, Terangkan dengan berhati rela: Ilmu yang sihat, ilmu yang sihat. (Za’ba 1962:107-8 dalam Harun Mat Piah 1989:237) Meskipun menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti A. Teeuw yang menggunakan pendekatan ekstensif (emik) dan Syed Naquib al-Attas yang Universitas Sumatera Utara menggunakan pendekatan intensif, para sarjana ini tidak dapat menafikan bahwa dalam realitinya Hamzah Fansuri yang memesatkan penggunaan syair dalam perkembangan kesusastraan Melayu. Oleh karenanya, soalan yang perlu dibagi jawaban ialah sangat menentukan seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah (1989:216): Pertamanya, apakah syair itu merupakan bentuk puisi MelayuIndonesia yang asli (purba), ertinya telah ada sebelum kedatangan Islam atau, keduanya, benarkah syair dikarang dandicipta oleh Hamzah Fansuri dan hanya dikenali dan berkembang selepas Hamzah Fansuri (m. 1630 Masihi) Harun Mat Piah mengemukakan empat kesimpulan berasaskan kepada berbagai-bagai pendapat dan polemik yang timbul berhubung dengan syair yang dikemukakan oleh para sarjana. Tanpa mengulangi satu per satu penghujahan yang dikemukakan oleh para sarjana dan mengulangi lagi asal-usul syair dan lainlain yang berkaitan dengannya, kita lihat keempat simpulan mengenai syair yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah (1989:209-210). (1) Bahwa istilah syair berasal dari bahasa Arab; dan penggunaannya dalam bahasa Melayu hanya sebagai istilah teknik. (2) Bahwa syair Melayu itu, walau ada kaitannya dengan puisi Arab, tetapi tidak berasal dari syair Arab dan Persia, atau sebagai penyesuaian dari mana-mana genre puisi Arab atau Persia. Dengan perkataan lain, syair adalah cipataan asli masyarakat Melayu. (3) Ada kemungkinan syair itu berasal dari puisi Melayu Malaysia-Indonesia asli. (4) Bahwa syair Melayu dicipta dan dimulakan penyebarannya oleh Hamzah Fansuri dan beracuankan puisi Arab-Persia. Universitas Sumatera Utara Pengkaji lainnya yaitu Mohd. Yusof Md. Nor dan Abdul Rahman Kaeh (1985:vii) mengemukakan empat kesimpulan juga, namun sedikit berbeda dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Harun Mat Piah, yaitu: (1) Karena kata syair datangnya dari Arab-Persia, maka syair dianggap datang dari luar. (2) Meskipun kata syair ada kaitannya dengan bahasa Arab-Persia, tetapi bentuk syair ialah ciptaan orang Melayu di Nusantara ini. (3) Syair sudah ada sejak abad kelima belas di Melaka. (4) Syair dikarang oleh Hamzah Fansuri dan berkembang selepasnya. Sementara Siti Hawa Salleh menambahkan bahwa selain simpulan seperti di atas ada sebuah lagi aspek yang berkaitan dengan eksistensi syair di dunia Melayu. Menurutnya, kegiatan keagamaan dalam tradisi merayakan Maulidur Rasul (Maulid Nabi) memperkenalkan dan merapatkan masyarakat Melayu dengan puisi barzanji. Mungkin pada mulanya puisi didendangkan dalam bahasa Arab asalnya dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sambil memberi perhatian kepada rima akhir setiap baris. Akhirnya para penyair Melayu sendiri mencipta puisi-puisi dengan berpandukan penulisan puisi barzanji. Contoh-contoh yang dipetik dari buku barzanji memperlihatkan bahwa bentuk penciptaan puisi itu ialah bentuk syair seperti yang wujud sekarang. Kegiatan menyanyikan puisi barzanji dalam majlis Maulidur Rasul (maulid Nabi) setiap tahun pasti meninggalkan kesan terhadap selera puisi masyarakat Melayu. Dengan itu, tentulah sedikit sebanyak lagu barzanji ini memainkan peranan dalam menyebarkan penciptaan puisi jenis ini yang akhirya bernamakan syair. Selain Universitas Sumatera Utara itu, tidak dapat dinafikan bahwa minda masyarakat Melayu lebih mudah menerima puisi barzanji dengan struktur kalimat dan rima akhirnya karena kebiasaan mereka dengan bentuk puisi yang sedia ada dalam kesusastraannya sendiri. Dengan wujudnya berbagai-bagai jenis syair dalam kesusastraan Melayu, ternyata bahwa puisi jenis ini amat disukai oleh masyarakat Melayu zaman silam. Syair menyediakan satu lagi cara untuk menyampaikan cerita selain bentuk prosa. Walaupun pantun berkait berdaya menyampaikan sesuatu kisah yang panjang, menuruti penceritaannya dapat memberikan tekanan kepada pembaca atau pendengar karena struktur pantun berkait yang terpaksa mengulang sebut maksud dalam rangkap awal sebelum mengungkapkan informasi dalam rangkap yang berikutnya. Oleh itu, pantun berkait tidak digunakan secara meluas untuk menyampaikan cerita yang panjang-panjang seperti yang dapat dilakukan oleh syair (Siti Hawa Salleh 2005:23). Dalam Dunia Melayu hampir setiap genre kesusastraan Melayu tradisional mempunyai versinya dalam bentuk syair, selain dalam bentuk prosa hingga terdapat satu kumpulan karya yang besar tercipta dalam bentuk syair. Dengan demikian, dalam perbendaharaan kesusastraan Melayu terdapat syair agama, syair sejarah, syair hikayat, syair nasehat, dan lain-lain. Syair juga muncul dalam karya prosa tradisional, baik untuk selingan maupun penghias bahasa dan juga dapat sebagai penyampai alternatif. Kepopularannya dikekalkan melalui iramanya yang tersendiri hingga syair termasuk ke dalam kumpulan Universitas Sumatera Utara dendangan irama asli 13, menjadi sebahagian dari nyanyian dalam persembahan bangsawan dan mempunyai peminat atau audiensnya sendiri. Contoh syair dalam Dunia Melayu: (a) syair sejarah (Syair Sultan Maulana, Syair Perang Mengkasar, Syair Muko-Muko), (b) syair keagamaan (Syair Makrifat, Syair Mekah dan Medinah, Syair Hari Kiamat), (c) syair hikayat/hiburan/romantis (Syair Harith Fadzillah, Syair Gul Bakawali, Syair Jauhar Manikam), (d) syair hikayat panji (Syair Ken tambuhan, Syair Panji), syair nasihat (Syair Nasihat, Syair Nasihat Pengajaran untuk Memelihara Diri, Syair Nasihat kepada Pemerintah), dan (e) syair perlambangan, kiasan atau sindiran (Syair Ikan Terubuk, Syair Ikan Tongkol, Syair Bereng-bereng) (Siti Hawa Haji Salleh 2005:24). 13 Sebenarnya syair ini tidak boleh dikategorikan sebagai irama asli atau kalau di Sumatera Utara disebut irama senandung, yang temponya lambat yaitu sekitar 60 ketukan asas per minitnya. Ditulis dalam birama atau sukatan 4/4. Dalam satu siklus (pusingan) memerlukan delapan ketukan asas. Dengan onomatopeik bunyi 4 ketukan awal diisi oleh suara tak, dan empat berikutnya dang, dang , tung, tung, dang, dang dan tung. Dengan nota lengkap sebagai berikut: . Pada bahagian melodi selang (interlude) digunakan rentak inang atau mak inang dalam 4/4 dan bahagian isi meter bebas bukan rentak ata irama asli. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 Contoh Rangkap (Bait) Syair dalam Kitab Barzanji Universitas Sumatera Utara 4.3 Adab Munajat Adapun adab saat melakukan munajat adalah : 1. Dilakukan berulang ulang diwaktu tertentu 2. Dengan sungguh sungguh dan sepenuh hati 3. Dimulai dengan nama Allah, memuji Allah disertai dengan shalawat kepada nabi Muhammad SAW. 4. Diucapkan dengan jelas 5. Diucapkan doa itu sesudah taubat lebih dulu 6. Penuh harap akan dikabulkan 7. Penuh keyakinan akan diterima 8. Penuh takut akan ditolak 9. Senantiasa memohon kepada Allah Apabila dilihat dari adab dalam melakukan munajat, selalu dimulai dengan memuji Allah dengan asmanya (namanya). Hal ini merupakan estetika dan etika seorang hamba yang akan meminta kepada tuhannya. Allah swt memiliki 99 (sebilan puluh sembilan) nama mulia yang disebut Asma AL- Husna. 1. Allah 2. Ar Rahman : yang maha pengasih 3. Ar Rahim : yang maha penyayang 4. Ar Malik : yang maha menguasai segalanya 5. Al Quddus : yang maha suci 6. Al Salam : yang menjamin keselamatan 7. Al Mu’min : yang mengamankan semua makhluk Universitas Sumatera Utara 8. Al Muhaymin : yang maha tahu 9. Al Aziz : yang maha perkasa 10. Al Jabbar : yang maha kuat 11. Al Mutakabbir : yang memiliki keagungan 12. Al Khaliq : yang maha pencipta 13. Al Bari : yang menjadikan segala sesuatu 14. Al Musawwir : yang memberi segala bentuk 15. Al Ghaffar : yang maha pemberi ampun 16. Al Qahhar : yang maha menaklukkan 17. Al Wahhab : yang maha pemberi 18. Al Razzaq : yang maha pemberi rizki 19. Al Fattah : yang maha menang 20. Al Alim : yang maha mengetahui 21. Al Qabit : yang maha mengendalikan rizki 22. Al Khafid : yang merendahkan derajat 23. Al Basit : yang melapangkan rizki 24. Ar Rafi : yang meninggikan derajat 25. Al Mu’izz : yang memuliakan 26. Al Mudhill : yang menghinakan 27. As Sami : yang maha mendengar 28. Al Basir : yang maha melihat 29. Al Hakam : yang menetapkan hukum 30. Al Adl : yang maha adil Universitas Sumatera Utara 31. Al Latif : yang maha lembut 32. Al Khabir : yang maha waspada 33. Al Halim : yang maha penyantun 34. Al Azim : yang maha agung 35. Al Ghafur : yang maha pengampun 36. Ash Shakur : Maha berterima kasih 37. Al Ali : yang maha tinggi 38. Al Kabir : yang maha besar 39. Al Hafiz : yang maha memelihara 40. Al Muqit : yang memberi makan 41. Al Hasib : yang maha menghitung 42. Al Jalil : yang maha sempurna 43. Karim : yang maha pemurah 44. Ar Raqib : yang maha mengawasi 45. Al Mujib : yang mengabulkan doa 46. Al Wasi : yang maha luas 47. Al Hakim : yang maha bijaksana 48. Al Wadud : yang maha mengasihi 49. Al Majid : yang maha mulia 50. Al ba’ith : yang membangkitkan 51. Ash Shaid : yang maha menyaksikan 52. Al Haqq : yang maha benar 53. Al Wakil : yang maha mengawasi Universitas Sumatera Utara 54. Al Qawi : yang maha kuat 55. Al Matin : yang maha teguh 56. Al Wali : yang menolong 57. Al Hamid : yang maha terpuji 58. Al Muhsi : yang maha menghitung 59. Mubdi : yang memulai segala sesuatu 60. Al Mu’id : yang mengembalikan 61. Al Muhyi : yang menghidupkan 62. Al Mumit : yang mematikan 63. Al Hayy : yang maha hidup 64. Al Qayyum : yang berdiri sendiri 65. Al Wajid : yang maha ada 66. Al Majid : yang maha mulia 67. Al Ahad : yang maha esa 68. As Samad : yang menjadi tempat memohon 69. Qadir : yang maha kuasa 70. Al Muqtadir : yang sangat berkuasa 71. Al Muqqadim : yang mendahulukan 72. Al Mu’akhhir : yang mengakhirkan 73. Awwal : yang maha awal 74. Al Akhir : yang maha akhir 75. Al Zahir : yang maha nyata 76. Al Batin : yang tidak kelihatan Universitas Sumatera Utara 77. Al Wali : yang menguasai 78. Al Muta’ali : yang maha tinggi 79. Al Barr : yang melimpahkan kebaikan 80. At Tawwab : yang menerima taubat 81. Al Muntaqim : yang membalas perbuatan dosa dengan siksanya 82. Al Afu : yang memberi maaf 83. Ar Ra’uf : yang banyak rahmatnya 84. Mlik al Mulk : yang menguasai segalanya 85. Dhul Jalal Wal Ikram : yang memiliki keagungan dan kemuliaan 86. Al Muqsit : yang maha adil 87. Al jami : yang menghimpun 88. Al Ghani : yang maha kaya 89. Al Mughni : yang memberi kekayaan 90. Al mani : maha pembela 91. Ad Darr : yang mendatangkan kerusakan 92. An nafi : yang memberi manfaat 93. An Nur : yang bercahaya 94. Al hadi : yang memberi petunjuk 95. Al Badi : yang menciptakan yang pertama kali 96. Al Baqi : yang maha kekal 97. Al Warith : yang maha mewarisi 98. Ar Rashid : yang maha pandai Universitas Sumatera Utara 99. As Sabur : yang maha sabar 4.4 Syarat-syarat Penyaji Munajat Pembaca munajat di madrasah Babussalam diangkat dan dihunjuk oleh tuan guru yang memimpin Babussalam. Pembaca munajat dimadrasah berhubungan dengan aktifitas bilal serta kenaziran yang bertugas melaksanakan dan mengurusi madrasah dalam kesehariannya. Adapun kriteria yang menjadi syarat untuk menjadi pembaca munajat dimadrasah Babussalam adalah sebagai berikut : 1. Suaranya bagus bisa menarik perhatian umat/Masyarakat. Maksud dari bagus dan menarik perhatian umat dalam hal ini adalah pembaca munajat haruslah faham akan cengkok lagu dan alunan melodi munajat yang dibacakan serta dapat menghayati setiap isi dari bait baitnya, dengan demikian diharapkan bisa menarik perhatian dari yang mendengarnya. 2. Membaca syairnya harus fasih. Fasih dalam hal ini adalah pembaca munajat haruslah mampu untuk membacakan munajat dengan benar, baik bentuk kalimat dalam bahasa melayu maupun kalimat yang mengandung unsur bahasa arab yang terdapat pada syair munajat tersebut. Hal ini menjadi penting karena salah dalam pengucapan kata akan mengakibatkan perbedaan penafsiran khususnya kata yang berasal dari bahasa Arab. 3. Seorang yang melakukan pembacaan munajat itu memang benar benar melakukan salat lima waktu secara rutin dimadrasah Babussalam. Universitas Sumatera Utara Oleh karena pembacaan munajat adalah salah satu tugas rutin yang dilakukan seorang bilal di madrasah Babussalam maka seorang pembaca munajat haruslah orang memiliki waktu melaksanakan salat lima waktu dimadrasah Babussalam dalam kesehariannya. Disamping itu pemahaman dan mengamalan syariat Islam juga menjadi syarat yang mutlak untuk menjadi bilal dimadrasah Babussalam. Syarat ini sangat penting mengingat ketatnya faham tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan tentang ketentuan ini, sehingga beliau tidak pernah mengizinkan untuk didirikannya masjid diBabussalam salah satunya adalah karena beliau takut nantinya kenaziran akan diisi oleh orang orang yang tidak memenuhi syarat ilmu dan iman setelah dia berpulang ke Rahmatullah. 4. Suaranya lembut tidak fals Suara yang lembut dan tidak fals yang dimaksudkan disini adalah suara yang dapat mengikuti alunan munajat yang dibacakan oleh bilal bilal lainnya sehingga alunan nada dan iramanya tidak berbeda dari yang biasa dilakukan. Hal ini menjadi penting karena masyarakat diBabussalam adalah masyarakat yang minimal mendengarkan munajat dua kali dalam sehari sehingga syair, melodi dan cengkok munajat sudah sangat melekat bagi masyarakat di daerah tersebut. 5. Aktif didalam pelaksanaan ibadah. Aktif yang dimaksud adalah disiplin dalam waktu dan benar benar melaksanakan tugasnya tanpa pamrih apapun. Keaktifan dalam kehadiran sangat dibutuhkan karena mengingat diBabussalam setiap subuh bilal sedah mulai beraktifitas jam 04..00 WIB untuk membaca munajat. Universitas Sumatera Utara 6. Mampu mengukur kecepatan bacaan agar dapat sampai tepat waktu pada saat masuknya azan. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang didapatkan dari pengalaman. Seorang pembaca munajat yang baik akan dapat mengatur kecepatan tempo bacaan agar dapat selesai tepat waktu pada saat masuknya waktu azan. Oleh karena itu seorang calon bilal atau pembaca munajat pada awalnya tidak serta merta diberikan tanggung jawab untuk membaca munajat, tetapi harus mengikuti aktifitas bilal bilal lainnya seperti menyimak bacaan munajat terlebih dahulu sampai benar benar dapat memahaminya. 4.5 Teks Syair Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy Berikut ini adalah syair munajat yang menjadi tradisi dan kerap dibacakan setiap hari di Desa Babussalam MUNAJAT 1. Yaa Allah yaa tuhan kam Tiliki olehMu ya Allah akan diri kami Siang dan malam sepanjang waktu kami Inilah pinta kami ya Allah ya tuhan kami… Universitas Sumatera Utara 2. Ampuni olehmu akan dosa kami `Demikian lagi ya Allah dosa ibu bapak kami Sekalian muslimin kaum keluarga kami Sekalian jemaah dan ahli guru kami… 3. Janganlah hampakan akan pinta kami Tiada siapa yang lain lagi ya Allah tempat pinta kami Dengan berkat Hikmah pertama guru kami Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan rabittah kami… 4. Kami ini orang berdagang Dosa kami banyak amal kami kurang Asikkan dunia pagi dan petang Harap diampuni ya Allah tuhan penyayang… 5. Yaa hayyu yaa khoyyum yaa Allah Jauhkan bala hampirkan nikmat Negeri kami ini diamankan Allah Berkat tuan Syekh Sulaiman Zuhdi wali yang megah… Universitas Sumatera Utara 6. Yaa Allah yaa rahman Karuniai kami ta’at dan iman Berkat keramat tuan Syekh Sulaiman Negerinya Khorimi wali yang arfaan… 7. Yaa Allah yaa rahiim Karuniai kami hati yang salim Berkat keramat wali yang karim Tuan Syekh Abdullah Afandi dibiladul ‘azhiim… 8. Yaa Allah yaa bashiir Karuniai kami kuat berzikir Siang dan malam janganlah mungkir Berkat Maulana Kholid Baghdadi wali yang kabir… 9. Yaa Allah yaa hadii Kurniai kami pikir dan budi Siang dan malam bertambah jadi Berkat tuan Syekh Abdullah Dahlawy dinegeri hindi… Universitas Sumatera Utara 10. Yaa Allah yaa qhafaar Karuniai kami faidhol anwar Berkat tuan Syekh Mu’ali Muzhar Syamsudin wali yang akbar… 11. Yaa Allah yaa nurani Limpahkan cahayamu ya Allah yang amat murni Kepada kami yang sekampung ini Berkat Muhammad Nur biduani… 12. Yaa Allah ya Naashruddin Karuniai kami Mukasyafah dan yakin Garam dilaut Bahrul yaqiin Berkat aulia Allah Tuan Syekh Syaifuddin… 13. Yaa Allah yaa qoiyyum Kurniai kami ya Allah bau yang harum Berkat tuan Syekh sirril maktuum Ialah wali Allah Muhammad ma’’sum… Universitas Sumatera Utara 14. Yaa Allah robbi Kurniai kami ya Allah Wuquf Qolbi Berkat Ahmad keramat ‘Ajabi Namanya yang masyhur imamu robbi… 15. Yaa robbi ya Allah Tambahi Wuquf dengan Muraqabah Pinta kami ini tuan hamba segerakanlah Berkat Muhammad Baqi wali yang Megah.. 16. Yaa karim yaa Allah Kekalkan kami didalam Muraqabah Siang dan malam harapkan tambah Berkat khiwajaki wali yang indah… 17. Yaa Wahab yaa Allah Kurniai kami Muraqabah Ahadiah Tulus dan ikhlas memandang zat Allah Berkat Muhammad Darwis Waliullah… Universitas Sumatera Utara 18. Ya wahid yaaa Allah Bukakan dinding hijab basyariah Alam yang ghaib nyata terangla Berkat Maulana Zahid yang Fana Fillah… 19. Yaa Fatah Yaa Allah Terangkan jalan jangan tersalah Supaya nyata af’alullah Berkat khawajah’ubaidullah… 20. Yaa Allah ya Ghoffari Kekalkan ahadiah ya Allah sehari-hari Sekalian ikhwalnya hendaklah diberi Berkat Tuan Syekh Ya’kub Jarkhi Khasari… 21. Yaa Allah yaa Wahab Muraqabah Mu’iah pula yang kami harab Berkat A’thari do’anya mustajab Namanya Muhammad Qutubul Aqthob… Universitas Sumatera Utara 22. Yaa Allah Yaa Robbi Segerakan olehmu ya Allah pinta kami ini Sekalian ikhwalnya besar dan seni Nyatakan kepada kami yang hadir ini… 23. Kami meminta demikian ulah Berkat himmah Syekh Naqsyabandiah Namanya Muhammad Bukhari waliullah Kepada sekalian ‘Alam keramatnya melimpah… 24. Berkat Said Kulal wali yang maha mulia Kurniai kami ya Allah sekalian cahaya Supaya hilang daya dan upaya Memandang zat Allah yang maha mulia… 25. Berkat Muhammad Babasyamasyi Hampirkan kepada kami ‘Arasy dan kursi Supaya terbezakan kami antara api dan besi Supaya tahu kami kulit dan isi… Universitas Sumatera Utara 26. Berkat ‘Ali Rahmani Karuniai kami Ilmu Laduni Mudah-mudahan hampir tuhan yang ghani Kepada kami hamba yang fani… 27. Berkat Mahmud aulia Allah Dunia dan akhirat dia bencilah Semata mata berhadap kepada zat Allah Berilah kami yang demikian ulah… 28. Berkat ‘Arif riyukuri Kami mohonkan hampir tiada terperi Kepada Allah tuhan yang memberi Demikian laku kami sehari-hari… 29. Tambahi oleh-Mu hasil kami ini Berkat Abdul Khaliq Fajduwani Terlebih hampirnya daripada urat wajdaini Dirasai Ma’rifat iman nurani… Universitas Sumatera Utara 30. Berkat Yusuf Hamdani Kurniai juga ya Allah hamba-MU ini Akan ilmu hikmah dan laduni Musyahadah Muqarabah kepada tuhan Robbani… 31. Berkat Ali Permadi Khutub yang pilihan Kami mohonkan juga ya Allah kepada-Mu tuhan Sekalian pinta itu tuan hamba tambahkan Janganlah juga ya Allah ditahan-tahan… 32. Berkat Mahbubus subhani Tuan Syekh Abu Hasan Khorgani Tolonglah kami mengerjakan Thariqat ini Jangan dibimbang anak dan bini… 33. Berkat tuan Syekh Abu Yazid Busthani Sulthan Arifin Kurniai kami ya Allah Mahabbah dan Tamkin Akan Allah robbil ‘alamin Kekalkan selama-lamanya ya Allah ilaa yaumidiiin… Universitas Sumatera Utara 34. Berkat Syaidina Jakfar Shadiq Peliharakan kami ya Allah dari pada kufur dan zindiq Dan daripada fitnah kakak dan adik Dan dari pada kejahatan yang dijadikan Khaliq… 35. Berkat Syaidina KOsim anak Muhammad Tuhan kami Allah nabi kami Muhammad Kami mohonkan aman serta selamat Dari pada dunia ini sampai ke akhirat… 36. Berkat keramat raja Salman Dunia akhirat kamipun aman Dijauhkan daripada iblis dan syaitan Siang dan malam sepanjang zaman… 37. Kami mohonkan kepada tuhan yang Qohar Berkat siddiq Saidina Abu Bakar Ialah sahabat nabi yang Mukhtar Didhoifkan Allah bicara kuffar… Universitas Sumatera Utara 38. Berkat Syafaat Saidal Anam Ialah Nabi Rasul yang KIram Kuat dan aman sekalian Islam Sepanjang siang sepanjang malam… 39. Yaa Nabi kami kekasih Allah Sungguhlah tuan hamba Muhammad Rasulallah Rupa yang maha mulia itu tuan hamba nyatakanlah Akan syafaat tuan hamba sangat kami haraplah… 40. Berkat Jibril aminullah Kami ini ditolong Allah Mengembangkan Thariqat Naqsyabandiah Siapa yang dengki pulang ke Allah… 41. Kami mohonkan kepada Allah Sekalian pinta itu tuan hamba perkenankanlah Tambahi pula mana mana yang indah-indah Kami harap juga ya Allah kurniai melimpah… Universitas Sumatera Utara 42. Yaa Allah ya robbal ‘izzati Tolonglah kami berbuat bakti Selama hidup sampai ke mati Berkat Syafaat sekalian Sedati… 43. Kayakan kami ya Allah dunia dan akhirat Peliharakan kami daripada sekalian Mudarat Apa-apa yang kami maksud mana-mana yang kami hajat Kecil dan besar sekalian dapat… 44. Amin amin amin ya robbil ‘alamin Berkat Syafaat Nabi Muhammad saidil mursalin Berkat malaikat yang Mukarrabin Serta sekalian hamba-Mu ya Allah yang Sholihin… Amiiiin… 4.6 Analisis Semiotik dan Atqaqum Dalam syair munajat yang tertera diatas, maka permohonan tanda dan penanda dapat diaplikasikan dalam teori yang digunakan oleh para ahli yaitu Charles Sanders Pierce, adapun semiotik munajat tuan guru tersebut adalah: 1. Analisis semiotiknya Charles Sanders Pierce untuk munajat tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Universitas Sumatera Utara Contoh: a. Yaa Allah yaa tuhan kami Tiliki olehMu ya Allah akan diri kami b. Allah : nama tuhan (R) Tiliki olehmu : perhatikan olehmu (O) Akan diri kami : tujuanku agar memperhatikanku (I) Siang dan malam sepanjang waktu kami Inilah pinta kami ya Allah ya tuhan kami… Allah : nama tuhan (R) Siang malam sepanjang waktu : Selama hidup / dalam kehidupan (O) Inilah pinta kami : yang menjadi tujuan (I) Sedangkan yang menjadi icon, index dan symbol menurut Pierce adalah : icon : Diri index : Allah/Tuhan Munajat (doa) merupakan dialog dengan tuhan yang maha kuasa lagi maha pemberi. Hal ini mulai berlaku semenjak manusia merasa dirinya lemah, aib dan serba kekurangan. Mereka berusaha mencari yang serba lebih dari dirinya, dan kepadanya dia akan mengadukan halnya, membagi perasaan dan kemudian meminta perlindungan. Kadang kadang mereka meminta sesuatu yang ia rasa dapat menolongnya, yaitu kepada Tuhan yang maha kuasa. Universitas Sumatera Utara Munajat sebetulnya merupakan suatu realisasi penghambaaan dan merupakan media komunikasi antara makhluk dengan Khaliqnya, dimana akan dicurahkan segala isi hatinya yang paling rahasia, dengan doa tersebut manusia merasa bertatap muka dengan Khaliqnya, khaliq yang telah memberikan amanat kepercayaan sebagai Khalifah dimuka bumi. Dengan doa tersebut makhluk memohon petunjuk dan perlindungan agar selama mengaku kekhalifahan dibumi ini senantiasa dalam jalan yang dikehendakinya. Doa pada perinsipnya merupakan kunci dari segala kebutuhan hidup didunia dan akhirat. Doa juga merupakan bukti penghambaan kepada Allah hal ini dapat dilihat dari firman Allah dalam Hadits Qudsi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya : “barang siapa yang tidak berdoa kepadaku, niscaya aku murka kepadanya”. Adapun contoh kajian teks ini dengan pendekatan teori atqaqum adalah sebagai berikut : Yaa Allah yaa bashiir Karuniai kami kuat berzikir Siang dan malam janganlah mungkir Berkat Maulana Kholid Baghdadi wali yang kabir… Dalam bait ini penekanan permohonan terlihat pada kalimat “karuniai kami kuat berzikir”. Makna dari zikir sesungguhnya adalah “ingat” kepada Allah. Berzikir adalah bentuk rasa cinta dan syukur kepada Allah, seorang yang sedang dilanda cinta yang bersangatan kepada Allah akan tercermin baik dalam Universitas Sumatera Utara bentuk ucapan maupun perbuatannya. Dimulai dengan menyebut nyebut namanya seorang salik akan merasa dekat tuhannya yang akhirnya akan menyadari bahwa dirinya tiada terpisahkan lagi dari kuasaNya. Dalam Tarekat Naqsyabandiah bentuk penyerahan diri terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dengan ritual bai’ah yakni penyerahan diri kepada guru atau mursyid agar diterima sebagai pewaris ilmu. Selanjutnya penyerahan diri terus dilakukan dengan melaksanakan bentuk bentuk amalan yang diperintahkan oleh guru. Dalam kalimat syair diatas, dengan diberikannya kekuatan dalam berzikir kepada seorang salik diharapkan dapat memperoleh peningkatan ketaqwaan kepada Allah. Bukti dari iman hanya dapat diwujudkan dengan bentuk ketaqwaan dan bentuk ketaqwaan tercermin dalam setiap aktifitas amal dan ibadah seorang mu’min. Dalam hal ini Tarekat Naqsyabandiah membuktikan ketaqwaannya melalui aktifitas zikir yang dilakukan secara terus menerus baik dalam keadaan berjalan, duduk maupun berbaring. 4.7 Interpretasi Teks Munajat Selanjutnya dalam bab ini penulis akan membahas apa yang menjadi makna dari tiap baris kalimat dan bait syair munajat. Untuk menginterpretasikan munajat ini penulis menggunakan pendekatan agama Islam yang berdasarkan kepada pemahaman secara ilmu hakikat dan ilmu Tarekat yang dianut oleh aliran Tarekat Naqsyabandiah serta mencoba menganalisanya menggunakan sudut pandang estetika seni. Bentuk interpretasi itu seperti yang tertera dibawah ini: Universitas Sumatera Utara Bait pertama Yaa Allah yaa tuhan kami Tiliki olehMu ya Allah akan diri kami Siang dan malam sepanjang waktu kami Inilah pinta kami ya Allah ya tuhan kami… Bait ini memiliki makna sebagai permohonan kepada Allah agar senantiasa mengawasi diri manusia sepanjang waktu siang dan malam. Kata tilik didalam bait ini memiliki makna menjaga dan mengawasi segala aktifitas yang dilakukan manusia baik aktifitas jasmaniah, ruhaniah maupun nuraniah. Pemaknaan akan diri pada insan dalam ilmu tauhid dan tasawuf mengacu kepada empat martabat yaitu : 1. Diri tajali yaitu jasmani yang pada insan merupakan tubuh 2. Diri terperi yaitu ruhani yang pada insan adalah ras 3. Diri terdiri yaitu nurani yang pada insan adalah nyawa 4. Diri sebenar diri yaitu rabbani yang pada insan adalah rahasia Apabila dikaitkan diri ini dengan Allah maka: 1. Diri tajali yaitu jasmani merupakan af’alnya Allah atau kekayaan Allah 2. Diri terperi yaitu ruhani adalah asma’ Nya Allah atau nama bagi Allah 3. Diri terdiri yaitu nurani adalah sifatNya Allah atau wajah bagi Allah 4. Diri sebenar diri yaitu Rabbani adalah zatNya Allah Universitas Sumatera Utara Dari data diatas dapat dilihat bahwa keempat diri ini sesungguhnya adalah dirinya Allah atau dengan kata lain zat, sifat, asma’ dan af’al inilah yang bernama Allah. Oleh karena itu makna permohonan doa didalam bait ini adalah diri nurani memohon kepada diri rabbani melalui diri ruhani (asma’) untuk kepentingan dan kebutuhan diri jasmani. Dengan demikian didalam ilmu Tauhid tidak ada manusia, yang ada hanya tuhan yang bernama Allah. Bait kedua Ampuni olehmu akan dosa kami Demikian lagi ya Allah dosa ibu bapak kami Sekalian muslimin kaum keluarga kami Sekalian jemaah dan ahli guru kami… Pada bait kedua ini permohonan doa ditujukan untuk pengampunan segala dosa para ahli keluarga yang meliputi ayah, ibu, guru, jamaah, muslim, kaum keluarga baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang kerahmatullah. Demikian juga permohonan ampun akan dosa para jamaah Tarekat Naqsyabandiah dan sekalian guru yang menyampaikan ilmu pengetahuan. Dalam ajaran Islam doa anak yang saleh akan dikabulkan Allah karena apabila seorang manusia telah meninggal dunia maka segalanya akan terputus kecuali tiga hal yaitu : 1. Amal zariah semasa hidup 2. Ilmu yang bermanfaat 3. Doa anak yang saleh Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu mendoakan kedua orang tua adalah merupakan suatu keharusan bagi seorang anak sebagai salah satu bentuk bakti kepada orang tua karena melalui perantaraan kedua orang tua seorang anak terlahir keatas dunia ini. Dengan kata lain orang tualah yang menjadi perantaraan Allah untuk memberikan kehidupan pada seorang anak manusia. oleh karena itu tiada dapat terputus hubungan tersebut walaupun orang tua telah dipanggil oleh yang maha kuasa. Mendoakan para muslim kaum keluarga dan orang orang yang telah memberikan pengajaran dan ilmu pengetahuan kepada kita juga merupakan suatu yang diharuskan, karena ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui perantaraan guru menjadi cahaya yang menerangi umat manusia dan muslim dalam menjalani hidup baik didunia maupun diakhirat. Bait ketiga Janganlah hampakan akan pinta kami Tiada siapa yang lain lagi ya Allah tempat pinta kami Dengan berkat Hikmah pertama guru kam Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan rabittah kami… Syair Pada bait ini merupakan penguatan akan permohonan sebelumnya agar Allah jangan mengabaikan permohonan tersebut karena Allahlah tempat meminta dan hanya Allahlah yang dapat memberikan pertolongan. Hal ini sesuai dengan ayat pada surat Al fatihah ayat ke 5. Universitas Sumatera Utara Artinya : “Hanya engkaulah tempat kami memohon dan hanya engkaulah yang dapat memberikan pertolongan.” Kata hikmah pada baris ketiga berarti kebijaksanaan, kebijaksanaan yang diberikan Allah kepada guru pertama dipersulukan Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan yang merupakan rabithah atau perantara jamaah dalam melakukan amalan kepada Allah. Bait keempat Kami ini orang berdagang Dosa kami banyak amal kami kurang Asikkan dunia pagi dan petang Harap diampuni ya Allah Tuhan penyayang… Kata berdagang pada bait ini merupakan perumpamaan akan kehidupan manusia dipermukaan bumi ini. Manusia diibaratkan sedang melakukan perantauan disebuah tempat yang bernama kehidupan dunia. Selama dalam masa perantauan hendaklah manusia mendapatkan keberuntungan sebelum nantinya pulang kembali ke tempat asalnya disisi Allah. Keberuntungan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah selama didunia hendaknya memperbanyak bekal berupa ilmu, amal dan iman kepada Allah sehingga nantinya bila dipanggil oleh Allah dapat mempertanggung jawabkan segala yang diperbuatnya pada saat hidup di dunia. Namun kelalaian dan khilaf selalu membayangi setiap aktifitas manusia, oleh karena itu manusia hendaklah selalu beristiqhfar dan selalu memohon Universitas Sumatera Utara ampunan kepada Allah agar jangan terlalu asik dengan ketertarikan kepada nafsu duniawi. Bait kelima Yaa hayyu yaa khoyyum yaa Allah Jauhkan bala hampirkan nikmat Negeri kami ini diamankan Allah Berkat tuan Syekh Sulaiman Zuhdi wali yang megah… Permohonan doa pada bait ini ditujukan kepada negeri agar selamat serta dijauhkan dari mara bahaya berupa bencana. Permohonan ini dimintakan karena mengingat semakin banyaknya umat Islam yang telah jauh dari Allah dengan melupakanNya. Bencana dan bala itu akan datang apabila tidak ada lagi manusia yang memohon ampun kepadaNya. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Al Anfaal ayat 33. Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. Pemaknaan dari “kamu (Muhammad) pada ayat ini adalah Ilmu, Iman dan Islam, oleh karena itu selama masih ada Ilmu, Iman dan Islam di dalam suatu kaum dan bangsa maka Allah tidak akan menurunkan azab. Universitas Sumatera Utara Meminta ampunan dan taubat adalah sesuatu yang sangat disenangi Allah seperti yang tertera dalam Al Quran surat Al-Ahzab ayat 73. Artinya: “sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki danperempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Syekh Sulaiman Zuhdi adalah guru serta mursyid dari Tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Melalui penguatan akan rabithah inilah diharapkan permohonan ini dapat dikabulkan Allah. Para Mursyid, Wali dan Syekh Syekh ini merupakan orang orang saleh dan dekat dengan Allah sehingga permintaan yang disertai dengan orang orang saleh ini dapat menjadikan doa akan makbul. Bait ke enam Yaa Allah yaa rahman Karuniai kami ta’at dan iman Berkat keramat tuan Syekh Sulaiman Negerinya Khorimi wali yang arfaan… Dibait syair yang keenam ini permohonan doa bertujuan agar Allah yang maha pengasih memberikan kekuatan kepada hambanya untuk patuh kepada Universitas Sumatera Utara segala perintahnya dan menjauhi segala bentuk larangannya. Memiliki iman yang kokoh serta meningkatkan iman dan Islam dalam bentuk amal ibadah. Berkenaan dengan iman, didalam islam iman memiliki fardhu dan syarat. Adapun yang termasuk fardhu iman adalah : 1. Mengikrarkan dengan lidah 2. Mentasdikkan dengan hati 3. Diperbuat dengan anggota tubuh serta mengikut kepada ijmak sahabat nabi Yang termasuk kepada syarat iman itu ada sepuluh perkara yaitu : 1. Kasih akan Allah Taala 2. Kasih akan segala Malaikatnya 3. Kasih akan segala kitabnya 4. Kasih kepada wali Allah 5. Kasih kepada Nabi Allah 6. Benci akan segala seteru Allah 7. Takut akan azab Allah 8. Mengharap akan Rahmat Allah 9. Mengerjakan segala suruhan Allah 10. Menjauhi segala larangan Allah Syekh Sulaiman adalah Syekh dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang menduduki peringkat ke 30 (tiga puluh) yang merupakan ayahanda dari Syekh Sulaiman Zuhdi. Universitas Sumatera Utara Bait ke tujuh Yaa Allah yaa rahiim Karuniai kami hati yang salim Berkat keramat wali yang karim Tuan Syekh Abdullah Afandi dibiladul ‘azhiim… Dalam bait ini permohonan bertujuan mendapatkan hati yang selamat dan terhindar dari segala penyakit hati yang terdiri dari ujub, riya takabbur, sam’ah, hasad, dengki, iri dan tinggi diri. Melalui para keramah para wali yang mulia. Hati yang selamat adalah hati yang mendapatkan cahaya Ilahiah. Cahaya yang merasuk dan meresap kedalam hati inilah yang menyebabkan seseorang bisa dengan sepenuhnya mencintai dan mencurahkan perhatiannya hanya kepada Allah semata. Sehubungan dengan hal ini, sebahagian ahli ma’rifat mengatakan : “ apabila iman itu ada di bagian luar hati, maka hamba akan mencintai akhirat dan dunia, yakni sebagian mencintai Allah swt dan sebagian yang lain mencintai dirinya. Dan apabila iman telah masuk kedalam lubuk hati maka ia akan membenci dunianya dan ditolak kehendak hawa nafsunya”. Tuan Syekh Abdullah Afandi adalah Syekh yang menduduki silsilah ke 29 (dua puluh sembilan) dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Universitas Sumatera Utara Bait kedelapan Yaa Allah yaa bashiir Karuniai kami kuat berzikir Siang dan malam janganlah mungkir Berkat Maulana Kholid Baghdadi wali yang kabir… Permohonan doa pada bait kedelapan ini bertujuan agar mendapatkan kekuatan untuk melakukan aktifitas zikir pada setiap hari. Aktifitas berzikir merupakan salah satu yang terpenting dalam tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiah. Kegiatan ini dilakukan secara kontinu setiap hari hingga masyarakat menganggap tasawuf atau Tarekat identik dengan orang orang yang hatinya selalu berzikir dan ditangannya tiada pernah lepas atau pisah dengan tasbih. Zikir pada hakikatnya adalah mengingat Tuhan dan melupakan apa saja selain Allah sewaktu dalam berzikir. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 24 Artinya : “Dan ingatlah kepada Tuhanmu, jika kamu lupa katakanlah mudah mudahan Tuhanku akan memberikan petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini.” Rasulullah saw pernah bersabda yang artinya “ orang orang yang menyendiri (pertapa) adalah orang yang paling dahulu masuk surga”. Lalu salah Universitas Sumatera Utara seorang sahabatnya bertanya “ Wahai Rasulullah, siapakah pertapa itu?” Rasulullah saw menjawab “ Pertapa ialah orang yang selalu mengingat Allah” (H.R Tarmidzi dari Abi Hurairah). Zikir asal mulanya adalah ash-shafa, artinya bersih dan hening. Wadahnya adalah al-wafa, artinya menyempurnakan dan syaratnya adalah al hudlur, artinya hadir sepenuh hati. Hamparannya adalah amal saleh dan khasiatnya adalah pembukaan dari Tuhan Al Aziz Ar Rahim. Demikian menurut keterangan Syekh Ahmad al Fathani. Didalam Al Quran banyak sekali ayat ayat yang menyuruh berzikir kepada Allah atau menganjurkan seseorang untuk berzikir diantaranya adalah firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 41-42 Artinya : “Hai orang orang yang beriman, berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak banyaknya. Dan bertasbihlah padanya pada waktu pagi dan petang”. Lalu Allah memberi peringatan kepada hambanya dalam surat AlBaqarah ayat 152 Artinya : “ maka ingatlah kamu kepadaku, niscaya aku ingat kepadamu”. Universitas Sumatera Utara Manfaat zikir untuk orang orang beriman di jelaskan dalam surat Ar Ra’d ayat 28. Artinya : “Orang orang yang beriman hatinya tenteram karena mengingat Allah. Ketahuilah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. Bait kesembilan Yaa Allah yaa hadii Kurniai kami pikir dan budi Siang dan malam bertambah jadi Berkat tuan Syekh Abdullah Dahlawy dinegeri hindi… Bait ke sembilan diatas memiliki makna serta permintaan kepada Allah untuk dikaruniai fikir dan budi. Berfikir adalah sesuatu yang sangat dianjurkan Allah. Untuk mengembangkan pemikiran dibutuhkan ilmu pengetahuan yang didapat dari suatu proses belajar. Islam adalah agama yang menentang kebodohan, oleh karena itu ayat yang pertama kali di turunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah adalah surat Al ‘Alaq yang yang berisikan Iqro artinya “baca”. Membaca yang dimaksud dalam ayat ini bukan saja menulis dan membaca tetapi juga mempertanyakan serta mengkaji isi alam semesta. Universitas Sumatera Utara Bait kesepuluh Yaa Allah yaa qhafaar Karuniai kami faidhol anwar Berkat tuan Syekh Mu’ali Muzhar Syamsudin wali yang akbar… Bait kesepuluh ini merupakan permohonan agar di karuniai faidhol anwar yang berarti cahaya yang berlimpah. Limpahan cahaya yang dimaksud adalah cahaya nurani yang merupakan cahaya kerasulan yang meliputi cahaya ilmu, iman dan Islam. Cahaya nur inilah yang menyinari baik di bumi maupun dilangit seperti yang tertera dalam alquran surat an-Nur ayat 35 Artinya : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) hampir-hampir Universitas Sumatera Utara menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Menurut para ahli tasawuf selama cahaya (Nur) ini masih ada maka kiamat tidak akan terjadi dimuka bumi ini. Nur ini juga yang menjadi asal empat unsur lembaga Nabi Adam yaitu api, angin, air dan tanah. Dua unsur yang ada dilangit yaitu api, angin yang merupakan urat, darah bagi Adam. Air, tanah yang merupakan tulang dan daging bagi Adam. Keempat unsur ini dikatakan merupakan afalnya Allah. Keempat unsur inilah yang berpulang kepada Nur tatkala melakukan ibadah salat. Sewaktu berdiri tegak dipulangkanlah darah menjadi api, sewaktu ruku’ dipulangkannya urat menjadi angin, diwaktu sujud dipulangkannya daging menjadi tanah dan diwaktu duduk dipulangkannya tulang menjadi air dan semua api, angin, air dan tanah ini akan kembali dan berpulang kepada Nur. Bait kesebelas Yaa Allah yaa nurani Limpahkan cahayamu ya Allah yang amat murni Kepada kami yang sekampung ini Berkat Muhammad Nur biduani Maksud dari bait munajat diatas adalah untuk memohon kepada Allah agar diberikan limpahan penerangan iman serta cahaya hidayah kepada masyarakat kampung Babussalam. Limpahan cahaya yang dimaksudkan dalam Universitas Sumatera Utara hal ini dapat berupa jalan yang terang agar tidak tersesat dalam hidup didunia. Cahaya yang menerangi jalan dalam hidup adalah ilmu, dengan ilmu agama manusia tidak akan tersesat baik di dunia maupun diakhirat. Inilah yang menjadikan sebab maka ayat Allah yang pertama diturunkan melalui malaikat Jibril adalah Iqro yang berarti “baca”. Maksud dari baca disini adalah menuntut ilmu, karena tanpa ilmu manusia akan menjadi jahil (bodoh). Allah mengutus rasulnya kedunia dengan membawa amanah untuk menyampaikan ajaran agama dengan kitab suci Al Quran pertama tama adalah untuk mengentaskan kebodohan yang dilakukan pada masa zaman jahiliyah. Kebodohan dimaknai dengan kegelapan dalam berfikir dan bertindak. oleh karena itu dalam hadist dan Al Quran banyak sekali menjelaskan mengenai keutamaan dalam menuntut ilmu. Seperti ayat Al Quran dibawah ini. Surat An-Nisaa ayat 4. Artinya : ”Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orangorang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” Begitu juga Hadits: “Belajar Ilmu diwajibkan bagi tiap tiap orang Islam lelaki dan orang Islam perempuan” (Al Hadist) barang siapa yang menghendaki kebahagiaan didunia, maka wajib atasnya untuk mengetahui ilmunya, dan barang Universitas Sumatera Utara siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat, maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya dan barang siapa menghendaki kebahagiaan keduanya maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya.” (Al-Hadist) Bait kedua belas Yaa Allah ya Naashruddin Karuniai kami Mukasyafah dan yakin Garam dilaut Bahrul yaqiin Berkat aulia Allah Tuan Syekh Syaifuddin… Bait diatas memiliki makna agar umat Islam dikaruniai Mukasyafah dan yakin. Mukasyafah adalah suatu keadaan dimana terbukanya segala rahasia dan tiada tertutup lagi sifat sifat ghoib. Mukasyafah berkaitan dengan musyahadah yang memiliki arti “memandang”. Menurut al Junaidi al Baghdadi “Al Musyahadah adalah nampaknya Al Haqqu Ta’ala dimana alam perasaan sudah tiada” sementara itu dalam kitab Iqadhul Himam dikatakan “Al musyahadah adalah terbukanya hijab alam perasaan dari pancaran Nur yang suci, yaitu tersingkapnya tabir pemeliharaan alam wujud. Ketika itu engkau melihat Dzatullah dalam alam ghoib/alam malakut. Dan Allah melihat kamu dalam alam wujud/alam mulkihi. Ketika itu engkau melihat rahasia ketuhanannya dan Allahpun melihat pengabdianmu. Dan adapun pandangan Tuhan terhadap hambaNya, adalah melihat ilmuNya, ahwalNya dan rahasia rahasiaNya”. Maksudnya adalah Allah mengetahui apa saja yang diketahui hambaNya dan apa yang diperbuat hambaNya dan apa saja yang tergores dalam hati sanubari Universitas Sumatera Utara hambaNya. Adapun terjadinya musyahadah adalah dengan adanya Nur Musyahadah yang terpancar dalam hati seseorang. Terjadinya musyahadah ini melalui tiga tahap yaitu: 1. Nur Musyahadah pertama, adalah yang membukakan jalan dekat dengan Allah. Tanda tandanya ialah seorang merasa muraqabah/berintaian dengan Allah. 2. Nur Musyahadah kedua adalah tampaknya keadaan “adamiah” yakni hilangnya segala maujud, lebur kedalam wujud Allah dan baginyalah wujud yang hakiki. 3. Nur Musyahadah ketiga, yaitu tampaknya dzatullah yang maha suci. Dalam hal ini bila seseorang telah fana’ sempurna, yaitu dirinya telah lebur dan yang baqa’ hanyalah wujud Allah. Musyahadah masuk pada hati seorang hamba Allah yang telah melakukan mujadah fil ibadah dengan cara memfanakan diri terlebih dahulu, mengikhlaskan dirinya dalam beribadah dan menghilangkan sifat sifat yang menjadi penghalangnya. Sementara itu makna yang ada pada kata garam dilaut bahrul yakin adalah sebagai penguat dari arti mukasyafah itu sendiri, bahrul yaqiin yang memiliki arti lautan keyakinan dapat dimaknai dengan iman. Sementara garam yang menjadi kandungan lautan menjadi isi daripada arti iman itu sendiri yang menurut pengamatan penulis merupakan musyahadah dan mukasyafah seperti yang telah dijelaskan diatas. Universitas Sumatera Utara Bait ketiga belas Yaa Allah yaa qoiyyum Kurniai kami ya Allah bau yang harum Berkat tuan Syekh sirril maktuum Ialah wali Allah Muhammad ma’’sum… Pada bait ke tiga belas permohonan bertujuan agar dikaruniai bau yang harum seperti bau tubuhnya orang orang mukmin. Abu Musa Ra : sabda Rasul : perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Quran adalah seperti buah utrujah (jeruk) , baunya harum dan rasanya manis. (H.R. Bukhori/Muslim) Bau yang harum adalah perumpamaan bagi orang mukmin yang selalu membaca dan belajar Al Quran sehingga tercermin dalam tingkah laku dan perbuatannya. Bau yang harum ini akan tercium oleh orang orang disekitarnya sehingga mereka mereka yang ingin mendapatkan faedahya akan berusaha untuk mendekatinya dan mendengarkan ilmu ilmu yang bermanfaat darinya. Bait keempat belas Yaa Allah robbi Kurniai kami ya Allah Wuquf Qolbi Berkat Ahmad keramat ‘Ajabi Namanya yang masyhur imamu robbi… Pada bait ke empat belas ini permohonan ditujukan agar dikaruniai wuquf qolbi. Sebagaimana seperti yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya wuquf Qolbi merupakan salah satu ajaran dasar pada Tarekat Naqsyabandiah. Seperti Universitas Sumatera Utara yang dikatakan oleh Syekh “Ubaidullah Al-Ahrar” Wukuf Qalbi adalah kehadiran hati serta kebenaran Allah, tiada tersisa dalam hatinya sesuatu maksud selain kebenaran Allah dan tiada menyimpang dari makna dan pengertian zikir. Lebih jauh dikatakan bahwa hati orang yang berzikir itu berhenti (wukuf) menghadap Allah dan bergumul dengan lafaz-lafaz dan makna zikir. Menurut pengarang “Ar-Rosyahat”, seorang murid dari maulana Syekh Muhammad Bahauddin tidak menjadikan tahan nafas dan menjaga bilangan sebagai sesuatu kelaziman dalam berzikir Adapun wukuf qalbi menurut pengertiannya dijadikan sebagai sesuatu yang amat penting dan merupakan suatu kelaziman. Kesimpulan atau sari pati dari maksud zikir itulah yang dinamakan wukuf qalbi. Sementara itu Ahmad keramat yang Ajabi dimaksuud kan dalam bait syair ini adalah Ahmad Faruqi yang merupaakan Syekh urutan ke 24 (dua puluh empat) dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Bait ke lima belas dan enam belas Yaa robbi ya Allah Tambahi Wuquf dengan Muraqabah Pinta kami ini tuan hamba segerakanlah Berkat Muhammad Baqi wali yang Megah.. Universitas Sumatera Utara Yaa karim yaa Allah Kekalkan kami didalam Muraqabah Siang dan malam harapkan tambah Berkat khiwajaki wali yang indah… Di dalam bait ke lima belas dan enam belas ini permohonan kepada Allah bertujuan untuk diberikannya wukuf dengan muraqabah yang merupakan kelanjutan dari khalwat (suluk). Tujuan dari muraqabah itu sendiri adalah untuk selalu hadir hati dengan Allah sehingga merasa selalu dalam pengawasan Allah SWT. Al-Qusyairi berkata: “muraqabah ialah bahwa hamba tahu sepenuhnya bahwa tuhan selalu melihatnya” (ar Risalah Al Qusyairiyah). Muraqabah menurut para ahli sufi ada tiga tingkatan sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Ahmad al Husni dalam kitab Iqadhul Himam : 1. Muraqabah Qalbi, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar tidak keluar kehadirannya dengan Allah. 2. Muraqabatur Ruh, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap ruh, agar selalu merasa dalam pengawasan dan pengintaian Allah. 3. Muraqabatus Sirri, yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap Sir/ Rahasia, agar selalu meningkatkan amal ibadahnya dan memperbaiki adabnya. Adapun yang menjadi dasar muraqabah ini adalah petunjuk kitab suci Al Quran : Universitas Sumatera Utara Surat al baqarah 186, Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Demikian pula pada surat Qaff 16 Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, Juga terlihat pada surat al Hadiid 4 Universitas Sumatera Utara Artinya : Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Syekh Muhammad Baqi dan Syekh khiwajaki merupakan Syekh Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke dua puluh tiga dan dua puluh dua. Bait ke tujuh belas : Yaa Wahab yaa Allah Kurniai kami Muraqabah Ahadiah Tulus dan ikhlas memandang zat Allah Berkat Muhammad Darwis Waliullah… Dalam bait syair ke tujuh belas ini permohonan masih juga bertujuan agar dikaruniainya muraqabah serta ikhlas memandang zat Allah. Memandang zat allah dalam hal ini sesungguhnya menunjukkan sifat basharnya Allah yang ada pada diri hambanya karena zat Allah sesungguhnya tiada dapat dilihat oleh sesuatu apapun jua. Oleh karena itu menurut pendapat para ahli sufi yang mampu melihat dan memandang sesungguhnya adalah sifat bashar Allah sehingga Allah benar benar Ahad (esa). Apabila tahapan ini telah dapat dilalui maka nyatalah sesungguhnya manusia itu la haula walakuata illa billa (tiada memiliki daya dan upaya). Muhammad Darwis merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan ke dua puluh satu dalam silsilah Universitas Sumatera Utara Bait ke delapan belas Ya wahid yaaa Allah Bukakan dinding hijab basyariah Alam yang ghaib nyata teranglah Berkat Maulana Zahid yang Fana Fillah… Dalam syair ke delapan belas ini permohonan bertujuan agar Allah membukakan hijab dan rahasia alam gaib. Para ahli tasawuf dan sufi berpendapat bahwa terbukanya hijab basyariah dan alam gaib hanya dapat dilakukan oleh orang yang selalu dekat dengan Allah dengan jalan senantiasa melakukan amal dan ibadah. Adapun yang menjadi tujuan dari terbukanya dinding hijab basyariah adalah ma’rifat kepada Allah. Seorang sufi akan dapat mencapai ma’rifat billah, bila telah dekat dengan Allah sedekat dekatnya. Semakin dekat maka ia semakin tinggi tingkatannya dalam berma’rifat billah. Apabila ia terlebih dahulu menghancurkan dirinya, yaitu menghancurkan segala siifat sifat kehewanan yang penuh hawa nafsu dan dipengaruhi tabi’at syaitan kemudian menetapkan sifat sifat terpuji yang selalu mendapat cahaya Rabbaniyah yang selalu mengarah pada kebaikan yang bertujuan untuk memperoleh ridha Allah. Penghancuran diri dalam istilah sufi disebut fana’. Fana yang dicari oleh kaum sufi adalah penghancuran diri yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Al Qusyairi tentang hal ini mengatakan: “fananya seseorang dari dirinya dan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya Universitas Sumatera Utara kesadaran tentang dirinya dan tentang makhluk lain itu.....sebenarnya dirinya tetap ada dan demikian pula makhluk lain ada, tetapi ia tidak sadar lagi pada mereka dan pada dirinya”(ar Risalah al Qusyairiyah) Apabila seorang sufi telah mencapai fana’an nafsi yaitu kalau wujud jasmaninya tak ada lagi (dalam arti tak disadarinya lagi) maka yang akan tinggal ialah wujud rohaninya dan ketika itu dapatlah ia bersatu dengan tuhan. Maulana Zahid merupakan Syekh dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah pada urutan ke dua puluh. Bait ke sembilan belas Yaa Fatah Yaa Allah Terangkan jalan jangan tersalah Supaya nyata af’alullah Berkat khawajah’ubaidullah… Syair ke sembilan belas ini memohon kepada Allah yang maha menang agar menunjukkan jalan yang terang agar tidak salah dalam melalui jalan menuju kepadanya serta tidak ada lagi diri manusia dan yang nyata hanyalah wujud dari af’alNya (ciptaannya) yang merupakan kekayaanNya. Dalam Al Quran Allah mengatakan bahwa kuciptakan tujuh lapis langit dan bumi dan barang kedua diantaranya. Af’al inilah yang bersaksi sewaktu melakukan dua kali masyahadat “Ashadu alla ila haillallah” yang artinya “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah”. Ashadu dalam kalimah ini Universitas Sumatera Utara menunjukkan derajat Af’al dan af’al inilah menyaksikan adanya tuhan yang bernama Allah. Dengan kata lain yang bersaksi adalah af’alnya Allah, yang disaksikan adalah zatnya Allah dan yang menyaksikan adalah sifatnya Allah. Khawajah ubaidullah adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah dalam urutan ke sembilan belas dari Nabi Muhammad saw. Bait ke dua puluh Yaa Allah ya Ghoffar Kekalkan ahadiah ya Allah sehari-hari Sekalian ikhwalnya hendaklah diberi Berkat Tuan Syekh Ya’kub Jarkhi Khasari… Tujuan dari pada permohonan pada syair ke dua puluh ini adalah untuk dapat diberi kekuatan kepada manusia agar senantiasa mengekalkan keesaan Allah. Tidak dapat dipungkiri manusia merupakan makhluk yang mudah terombang ambing oleh nafsunya, oleh karena itu manusia selalu bersifat khilaf. Untuk mengesakan Allah mungkin tidaklah menjadi sesuatu yang sulit dilakukan namun untuk senantiasa mengesakan dan mentauhidkan tuhan dalam setiap detik waktu perlu melalui suatu proses latihan yang cukup panjang. Mengesakan Allah tidak cukup dengan lisan saja namun perlu ditasdikkan dengan hati dan dilakukan dengan perbuatan. Namun semua itu tidak dapat dilakukan oleh seorang insan yang lemah. Oleh karena itu hanya Allah sajalah yang mampu memberikan kekuatan agar Ia tetap mengingatkan hambanya tatkala khilaf dalam melakukan amal dan ibadah. Universitas Sumatera Utara Syekh ya’kub Jarkhi hazhori merupakan Syekh urutan ke delapan belas dalam Tarekat Naqsyabandiah. Bait ke dua puluh satu Yaa Allah yaa Wahab Muraqabah Mu’iah pula yang kami harab Berkat A’thari do’anya mustajab Namanya Muhammad Qutubul Aqthob… Tujuan dari syair ke dua puluh satu ini adalah permohonan untuk berharap diberikannya Muraqabah Mu’iah. Kata mu’iah dalam bait syair ini berarti pengiring atau mengiringi, oleh karena itu permohonan dalam syair ini menitik beratkan agar muraqabah selalu mengiringi setiap langkah salik. Seperti yang telah dijelaskan pada bait syair ke lima belas bahwa kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar tidak keluar kehadirannya dengan Allah adalah sesuatu yang harus tetap terjaga oleh seorang penganut Tarekat Naqsyabandiah. Oleh karena itu berkat Muhammad Qutubul aqthob yang keramat dan doanya senantiasa dikabulkan Allah diharapkan muraqabah tidak lepas dari ingatan penganutnya. Bait ke dua puluh dua dan dua puluh tiga Yaa Allah Yaa Robbi Segerakan olehmu ya Allah pinta kami ini Sekalian ikhwalnya besar dan seni Nyatakan kepada kami yang hadir ini… Universitas Sumatera Utara Kami meminta demikian ulah Berkat himmah Syekh Naqsyabandiah Namanya Muhammad Bukhari waliullah Kepada sekalian ‘Alam keramatnya melimpah… Pada bait syair kedua puluh dua dan dua puluh tiga ini permintaan doa bertujuan agar semua permintaan yang di ungkapkan oleh semua jemaah agar dikabulkan dan permintaan tersebut nyata didapatkan oleh seluruh jamaah. Permohonan yang dikabulkan Allah adalah permohonan yang dipintakan oleh kekasihnya, oleh karena itu hanya kekasihlah yang dapat meminta kepada yang maha mengasihi. Kekasih Allah adalah ujudnya rasul yang merupakan utusannya. Jadi proses berdoa adalah permohonan rasul kepada tuhannya untuk memenuhi kebutuhan umatnya. Insan yang dalam hal ini adalah manusia adalah makhluk yang sangat sempurna ciptaan Allah swt karena insan adalah makhluk satu satunya yang mampu mengemban amanah Allah menjadi khalifah dimuka bumi. Amanah tersebut pernah ditawarkan oleh Allah kepada gunung, lautan dan alam semesta namun tiada yang mampu untuk mengemban amanah tersebut. Hanya lembaga Adam yang mampu memikul amanah tersebut. Apa yang menjadi amanah tersebut tidak lain adalah diri tuhan itu sendiri yang ada pada diri insan. Rasullullah mengatakan dalam hadistnya “al insanu sirri wa ana sirruhu” artinya “ insan itu adalah rahasia dan akulah rahasia itu”. Keterkaitan mengenai hal ini dengan permohonan doa adalah zat Allah yang merupakan rahasia dalam diri insan hanya mengabulkan permohonan yang datangnya dari nurani insan itu Universitas Sumatera Utara sendiri yang berisikan martabat sifat sifatnya dan merupakan nur bagi rasulnya yaitu qudrat, iradat, ilmu, hayat, sa’ma, basyar dan kalam. Ketujuh sifat tuhan inilah yang menjadi nur yang menerangi di tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi dan barang kedua diantaranya yang menjadi af’al Allah swt serta menjadi kekayaannya. Jadi jelaslah bahwa yang meminta adalah sifatNya, yang memberi adalah zatNya, yang merasakan nikmatnya adalah asmaNya dan yang diberi rezki adalah af’alNya. Hal inilah yang ingin nyata pada sekalian jamaah Tarekat Naqsyabandiah melalui isi munajatnya. Muhammad bukhari merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke tujuh belas. Bait ke dua puluh empat Berkat Said Kulal wali yang maha mulia Kurniai kami ya Allah sekalian cahaya Supaya hilang daya dan upaya Memandang zat Allah yang maha mulia… Pada bait syair ini permohonan masih bertujuan untuk meningkatkan ketauhidan dengan meniadakan diri (nafs). Seperti halnya dalam bait bait sebelumnya dijelaskan bahwa adanya pengakuan akan diri merupakan dosa karena dekat dengan kesyirikan. Daya dan upaya berkaitan erat dengan kuasa dan kehendak. Apabila kuasa dan kehendak memperturutkan hawa maka nafsu tidak akan terkendali. Oleh karena itu nafsu hendaknya tunduk kepada qudrat dan iradat Allah agar jiwa menjadi tenteram. Universitas Sumatera Utara Penyebutan akan tiada daya dan upaya selalu dilakukan sebagai jawaban tatkala azan berkumandang. Mari tegakkan salat, mari menuju kemenangan dijawab dengan tiada daya dan kuasa. Bentuk meniadakan diri ini juga lakukan tatkala membacakan doa iftitah dengan menyatakan sesungguhnya salat, hidup dan mati telah diserahkan kepada Allah. Selanjutnya dalam pembacaan niat sebelum salat juga dinyatakan bahwa sengaja melakukan salat karena Allah taala. Meninjau dari beberapa contoh diatas terbukti bahwa meniadakan diri adalah sesuatu yang harus dilakukan untuk tercapainya maksud dari pada ibadah yaitu mengesakan Allah serta senatiasa memandang zat Allah yang tiada rusak maupun binasa seperti yang tertulis dalam kitab suci Al Quran dalam surat Al Baqarah ayat 115 Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83].Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Said Kulal merupakan Syekh dalam Tarekat Naqsyabandiah dalam urutan silsilah ke lima belas. Universitas Sumatera Utara Bait ke dua puluh lima Berkat Muhammad Babasyamasyi Hampirkan kepada kami ‘Arasy dan kursi Supaya terbezakan kami antara api dan besi Supaya tahu kami kulit dan isi… Di bait ke dua puluh lima ini permohonan untuk menghampirkan ‘arasy dan kursi. Kursi Arasy adalah kursi atau singgasana Allah swt tempat bersemayam diriNya seperti yang tertera dalam kitab suci Al Quran dalam surat Ar’d ayat 2. Artinya : Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. Apabila dilihat ayat diatas Allah bersemayam diatas Arasy dan Allah mengatur urusan makhluknya agar yakin akan pertemuan diriNya dengan makhluknya. Menurut penulis pertemuan tuhan dengan hambanya didunia ini Universitas Sumatera Utara terjadi lewat Ilmu Allah yang menjadi sifatnya. Apabila di hubungkan dengan manusia maka Arasy adalah fikir atau akal sebagai wadah untuk menilai dan mempertimbangkan baik dan buruk. Keutamaan akal ini selalu disinggung Allah dalam Al Quran surat al Maa’idah ayat 100. Artinya : Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." Untuk membedakan api dan besi membutuhkan ketajaman dari pada pemikiran. Pengumpamaan api dan besi dipakai dalam kalimat pada syair ini adalah sebagai kias bagaimana logam besi yang dilebur oleh api yang apabila dilihat oleh pandangan mata akan terlihat sama sama merah membara. Keduanya telah menyatu namun memiliki unsur yang berbeda artinya apabila dalam keadaan membara tidak bisa dibedakan antara keduanya kecuali ditinjau dari asal muasal unsurnya. Demikian pula hubungan antara manusia dengan tuhannya. Manusia tidak dapat dikatakan tuhan dan tuhan pasti bukan manusia namun diri manusia diliputi oleh sifat sifat ketuhanan. Seperti diumpamakan sebuah kapas yang dipintal menjadi benang, benang dirajut menjadi kain dan kain dijahit menjadi Universitas Sumatera Utara baju. Baju tidak dapat dikatakan sebagai kapas walaupun asal mula kejadiannya dari pada kapas tersebut. Tuhan tidak berawal dan tiada berakhir sementara manusia berawal dan berakhir namun sifat tuhan nyata pada diri manusia, hal ini dapat terlihat pada sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat dan berkata kata. Inilah yang dimaksud pada kalimat terakhir syair diatas yaitu bagaimana membedakan antara kulit dan isi karena diri manusia itu sesungguhnya terdiri dari empat martabat yaitu: 1. diri tajali, 2. diri terperi, 3. diri terdiri, dan 4.diri sebenar diri. Martabat diri tajali adalah diri yang merupakan ciptaan atau afalnya Allah swt yang berupa tubuh jasmani, tubuh ini yang terlihat nyata pada mata kepala. Diri terperi adalah diri yang merasa pada manusia, rasa ini dapat berupa sakit, susah, senang, marah dan sedih. Diri terperi ini dikatakan diri ruhani atau dikatakan juga diri yang dialam asma. Diri terdiri merupakan nyawa bagi manusia, diri terdiri inilah yang merasakan nikmat dan bahagia atau gelisah. Martabat diri terdiri ini adalah nurani atau jiwa. Jiwa inilah yang menjadi rahmat apabila dapat dikenali dan ditentramkan. Asal mula nurani adalah daripada nur Allah yang merupakan sifat baginya. Diri terdiri disebut juga dengan tuhan yang bersifat ketuhanan dan sifat ketuhanan ini dapat dikenali dengan pengenalan melalui ilmu. Diri sebenar diri sesungguhnya adalah zat Allah yang rahasia bagi manusia atau disebut juga sebagai tuhan yang tidak bersifat ketuhanan karena tidak dapat dikenal dengan sebuah pengenalan. Universitas Sumatera Utara Inilah yang menjadi sebab apabila zat Allah dipertanyakan maka Allah akan menjawab melalui sifatnya. Sebagai contoh hayyum baqi, hayyum maujud dan hayyum maksud yang artinya Yang hidup itulah yang kekal, Yang hidup itulah yang ada dan Yang hidup itulah yang dituju. Sebutan sebutan ini biasanya dipakai tatkala melakukan amalan tahlil. Babasyamasyi adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah di urutan keempat belas dalam silsilah. Bait ke dua puluh enam Berkat ‘Ali Rahmani Karuniai kami Ilmu Laduni Mudah-mudahan hampir tuhan yang ghani Kepada kami hamba yang fani… Dalam bait kedua puluh enam ini permohonan bertujuan agar Allah memberikan ilmu Laduni. Ilmu adalah salah satu sifat dari tuhan. Ilmu datangnya dari Allah seperti rezeki juga bukanlah datang dari kerja manusia. Ilmu laduni merupakan ilmu yang didapatkan dari aktivitas amal. Ilmu ini merupakan ilmu yang dikaruniai Allah kepada manusia untuk dapat memaknai isi Al Quran serta membuka tirai gaib dalam pencapaian mukasafah. Mengenai ilmu laduni ini mengacu kepada ayat Al Quran surat al Kahfi ayat 65 Universitas Sumatera Utara Artinya : “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. Sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib. Ilmu laduni juga dapat diartikan ilmu yang membawa pengertian atau makna yang baru kepada syariat, bukan membawa syariat baru. Ilmu laduni atau ilmu ilham ialah ilmu yang Allah jatuhkan ke dalam hati para wali-Nya, tanpa melalui proses usaha atau ikhtiar atau hasil mendengar kuliah dari guru atau hasil berfikir. Jika ilmu wahyu disampaikan kepada rasul atau nabi maka ilmu laduni atau ilmu ilham diberikan kepada para wali dan orang-orang yang saleh. Dengan ilmu laduni ini diharapkan Allah yang ghani yang berarti kaya akan menghampiri hambanya yang fani atau fana agar lebih dekat dan taat kepada Allah swt. Ali Rahmani merupakan Syekh di Tarekat Naqsyabandiah urutan ketiga belas dalam silsilah. Universitas Sumatera Utara Bait ke dua puluh tujuh Berkat Mahmud aulia Allah Dunia dan akhirat dia bencilah Semata mata berhadap kepada zat Allah Berilah kami yang demikian ulah… Bait ke dua puluh tujuh ini menunjukkan akan sikap seorang sufi Naqsyabandiah yang tidak ingin dunia dan juga akhirat begitu juga dengan surga maupun neraka. Tujuan dari seorang salik sesungguhnya hanya menginginkan ridha Allah dan syafaat dari rasullullah. Menurut pendapat para sufi Naqsyabandiah ibadah dan amal bukanlah bertujuan untuk mendapatkan sesuatu pahala dari Allah karena apabila masih berharap akan sesuatu maka akan mengurangi ke ikhlasan kepada Allah. Allah telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia dan sesungguhnya manusia itu haruslah bersyukur atas nikmat tersebut. Apabila Allah telah ridha dan mereka (para sufi) telah dekat dengan Allah walaupun ditempatkan di neraka jahanam oleh Allah mereka akan iklas menerimanya. Tempat yang terbaik bagi mereka adalah berada disisi Allah. Demikian pula dengan syafaat Rasulullah, sebagai kekasih Allah hanya Rasulullahlah yang dapat memohonkan ampunan kepada Allah atas segala kekhilafan umatnya. Pendapat para sufi, dunia ini merupakan penjara bagi orang orang mu’min sehingga apabila nantinya telah dipanggil oleh Allah maka akan terbebas Universitas Sumatera Utara dari belenggu dunia dan masuk ke alam nikmat yang kekal yaitu kedalam rahmatnya. Oleh karena itu dengan membenci dunia maupun akhirat diharapkan seorang salik akan senantiasa cinta kepada Allah semata yaitu zat yang tidak rusak lagi binasa. Amal, ibadah bukanlah alat untuk dagang kepada Allah dengan pahala sebagai nilai tukarnya serta surga dan neraka merupakan tujuannya akan tetapi, amal ibadah adalah nikmat yang diberikan kepada umat islam. Nikmat yang dimaksud adalah nikmat tatkala berjumpa dengan tuhannya dikala menunaikan ibadah seperti salat, puasa, zakat dan haji oleh karena itu barang siapa yang tidak menunaikannya niscaya ia adalah orang orang yang merugi. Mahmud dalam bait ini adalah Syekh Mahmud Al-Anjiru al Faghnawi yang merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan ke dua belas dalam silsilah. Bait ke dua puluh delapan dan dua puluh sembilan Berkat ‘Arif riyukuri Kami mohonkan hampir tiada terperi Kepada Allah tuhan yang memberi Demikian laku kami sehari-hari… Tambahi oleh-Mu hasil kami ini Berkat Abdul Khaliq Fajduwani Terlebih hampirnya daripada urat wajdaini Dirasai Ma’rifat iman nurani… Universitas Sumatera Utara Pada bait kedua puluh delapan dan dua puluh sembilan, bentuk permohonan masih berkaitan dengan para Syekh dan wali Naqsyabandiah yang menjadi perantara atau rabithah agar permohonan doa lebih mustajab. Diakhir kalimat pada bait ke dua puluh sembilan permohonan bertujuan agar terhampirnya urat wajdaini yang merupakan tujuan dari pada amalan. Wajdaini memiliki arti mendapatkan tujuan yang dimaksud. Tujuan dari amalan baik berupa zikir maupun amalan amalan yang ada pada Tarekat Naqsyabandiah lainnya tiada lain agar dapat mencapai Ma’rifat. Ma’rifat atau mengenal Allah adalah tujuan utama dari tasawuf dan merupakan maqam tertinggi dalam tingkatan maqam maqam yang ada dalam tasawuf. Memperoleh maqam ma’rifat merupakan akhir dari banyak proses yang telah dilakukan dan dilalui oleh para sufi selama melakukan suluk. Ma’rifat billah adalah pengenalan terhadap Allah, baik lewat sifat sifatNya, asma asma’Nya maupun perbuatanNya. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin al Husain bin ‘Atha’illah al Iskandary adalah sebagai berikut “ Ma’rifat ialah pengenalan terhadap sesuatu, baik zat maupun sifatnya yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Mengenal Allah adalah merupakan ilmu pengetahuan yang terpelik, karena Allah tidak ada bandingannya, kendati demikian Allah mewajibkan kepada setiap makhluk untuk mengenalNya, baik Jin, manusia, malaikat dan syetan untuk mengenal sifatNya, perbuatan dan Asma’Nya. Kewajiban ini untuk seluruh makhluk sesuai dengan kemampuan dan keadaannya masing masing”. Sedangkan Universitas Sumatera Utara menurut Imam al Ghazali, ma’rifat adalah: “ma’rifat ialah mengetahui rahasia rahasia Allah dan mengetahui peraturan peraturan Tuhan tentang segala yang ada” Oleh karena itu al Ghazali selanjutnya mengatakan : “ma’rifat ialah memandang kepada wajah Allah Swt” Memperoleh pengetahuan tentang Allah atau ma’rifat billah memerlukan proses yang panjang. Makin banyak seorang sufi melakukan pemikiran , perenungan akan keadaan makhluk Allah, hukum hukum Allah, rahasia rahasia makhlukNya, akan semakin banyak memperoleh ma’rifat dari Allah, makin banyak yang diketahuinya tentang rahasia rahasia dari Allah ia akan makin dekat dengan Allah. Arif Riyukuri dan Abdul Khaliq Fajduwani adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke sepuluh dan kesebelas dari Rasulullah. Bait ke tiga puluh Berkat Yusuf Hamdani Kurniai juga ya Allah hamba-Mu ini Akan ilmu hikmah dan laduni Musyahadah Muqarabah kepada tuhan Robbani… Pada bait ke tiga puluh ini tujuan dari permohonan masih berharap akan di karuniainya ilmu hikmah atau laduni agar dapat mencapai tingkatan musyahadah muqabalah. Seperti yang telah di jelaskan pada ulasan bait yang terdahulu musyahadah berarti adalah tingkatan memandang Allah dan muqabalah memiliki arti pertemuan. Pertemuan dalam tingkatan pandang ini hanya dapat Universitas Sumatera Utara terjadi dikarenakan adanya nur yang terpancar dari hati seseorang dan terjadinya musyahadah ini melalui tiga tahap yaitu: a. Nur Musyahadah pertama, adalah yang membukakan jalan dekat kepada Allah. Tanda tandanya ialah seorang merasa muraqabah/berintaian dengan Allah. b. Nur Musyahadah kedua, adalah tampaknya keadaan “adamiah” yakni hilangnya segala maujud, lebur kedalam wujud Allah dan baginyalah wujud yang hakiki. c. Nur Musyahadah ketiga, yaitu tampaknya Dzatullah yang maha suci. Dalam hal ini bila seorang telah fana’ sempurna, yaitu dirinya telah lebur dan yang baqa’ hanyalah wujud Allah. Musyahadah ini masuk pada hati seorang hamba Allah yang telah melakukan mujadah fil ibadah dengan cara memfanakan diri terlebih dahulu, mengikhlaskan dirinya dalam beribadah dan menghilangkan sifat sifat yang menjadi penghalangnya. Karena itu ada pula yang mengatakan bahwa musyahadah bisa dicapai melewati pintu mati. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw yang artinya “Matilah engkau sebelum engkau mati” Dalam kitab Hikam Abu Mu’jam dikatakan, yang artinya : “ Barang siapa yang tidak merasai mati, niscaya ia tidak dapat melihat/musyahadah Al Haqqu Ta’ala”. Yang dimaksud dengan mati dalam pengertian ini adalah hidupnya hati dan tiada saat kehidupan hati melainkan pada saat matinya nafsu. Jadi mati dalam pengertian ini adalah matinya hawa nafsu. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya jalan yang ditempuh untuk sampai pada musyahadah dengan Allah melalui pintu mati yang dapat ditempuh pada 4 (empat) tingkat yaitu: 1. Mati Tabi’i Menurut ahli Tarekat bahwa mati tabi’i terjadi dengan karunia Allah pada saat zikir qalbi didalam zikir Lathaif dan mati tabi’i ini merupakan pintu musyahadah pertama dengan Allah. Pada tingkat ini, zikir qalbi yang mula mulanya hati berzikir, kemudian dari hati kemulut dimana lidah berzikir jalan sendiri. Dalam hal ini alam perasaan mulai hilang (mati tabi’i). Pada saat seperti ini akal fikiran mulai tidak berjalan lagi, melainkan terjadi dengan ilham yang tiba tiba Nur Ilahi, terbit dalam hati yang hadir dengan Allah. Telinga batin mendengar yang naik kemulut dimana lidah bergerak sendiri mengucapkan Allah,Allah, Allah. 2. Mati Ma’nawi Menurut ahli Tarekat , bahwa “mati ma’nawi” ini terjadi dengan karunia Allah pada seorang salik saat melakukan zikir Lathifatul Ruh dalam zikir Lathaif. Terjadinya hal itu sebagai ilham dari Nur Ilahi yang terbit dalam hati dengan secara tiba tiba. Ketika itu penglihatan secara lahir menjadi hilang dan mata batin menguasai penglihatan. Zikir “Allah, Allah, Allah” pada tingkat ini semakin meresap tembus pada diri dimana zikir sudah terasa amat panasnya disekujur tubuh dan disetiap bulu roma badan. Sifat ke insan telah lebur diliputi sifat ketuhanan. Universitas Sumatera Utara 3. Mati Suri Mati dalam kategori ini terjadi dengan karunia Allah pada saat seorang salik melakukan zikir Lathifatus sirri dalam zikit Lathaif. Pada tingkat ke tiga ini, seorang salik telah memasuki pintu musyahadah kepada Allah. Ketika itu segala keinsanan lenyap/fana’ alam wujud yang gelap telah ditelan oleh alam gaib/alam malakut yang penuh dengan nur cahaya. Dalam pada ini yang baqa’ adalah Nurullah, Nur Sifatullah, Nur Asmaullah, Nur Dzatullah dan Nurun ala Nurin. Firman Allah dalam surat An Nuur ayat 35 Artinya : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaancahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)dan tidak pula di sebelah barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) hampirhampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya- Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Universitas Sumatera Utara 4. Mati Hissi Mati Hissi terjadidengan karunia Allah pada saat seseorang/salik melakukan zikir Lathifatul Khafi dalam zikir Lathaif. Pada tingkat keempat ini, seorang/salik telah sampai pada tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai ma’rifat sebagai maqam tertinggi. Dalam pada ini fana dan lenyaplah segala sifat keinsanan yang baru dan yang tinggal hanyalah sifat sifat Tuhan yang qadim. Dalam tingkat puncak ini, seorang salik telah mengalami keadaan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar, telinga, tidak pernah terlintas dalam hati manusia akan tetapi dimengerti sendiri, siapa siapa yang telah merasainya. Untuk mencapai keadaan musyahadah seperti tersebut diatas adalah dengan mujahadah, niscaya Allah akan memperbaiki sirnya/hatinya dengan musyahadah. Yusuf Hamdani adalah Syekh dalam Tarekat Naqsyabandiah yang menduduki urutan ke sembilan dalam silsilah. Bait ke tiga puluh satu dan tiga puluh dua Berkat Ali Permadi Khutub yang pilihan Kami mohonkan juga ya Allah kepada-Mu tuhan Sekalian pinta itu tuan hamba tambahkan Janganlah juga ya Allah ditahan-tahan… Universitas Sumatera Utara Berkat Mahbubus subhani Tuan Syekh Abu Hasan Khorgani Tolonglah kami mengerjakan Thariqat ini Jangan dibimbang anak dan bini… Pada bait ke tiga puluh satu dan tiga puluh dua ini doa (munajat) bertujuan untuk kembali menguatkan permohonan kepada Allah dengan merabithahkan Syekh Ali Permadi yang menduduki silsilah ke delapan pada Tarekat Naqsyabandiah. Syekh Ali Permadi merupakan salah seorang dari para Wali Kutub yang memiliki karamah. Di antara keramatnya Wali Qutub ialah : 1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah SWT. 2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain. 3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy. 4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifatNya. Demikian pula dengan Syekh Abu Hasan Khorgani yang merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan silsilah ke tujuh adalah salah satu guru sufi Islam. Ia lahir di Persia di desa bernama Kharaqan (terletak di provinsi Semnan Iran , berdekatan dengan Bustam ) ia meninggal pada hari Asyura (10 Muharram 425 Hijriah ). Dia adalah murid Syaikh Abul-Abbas Qassab Amili. Abul Hassan Kharaqani adalah Guru atau Syekh yang terkenal di Persia. Disamping sebagai Universitas Sumatera Utara seorang sufi beliau juga adalah seorang penyair, Khwajah Abdullah Anshari, Ibnu Sina, Shah Mahmood dari Ghazna , Abu-Saïd Abul-Khair dan Nasir Kisra pernah datang ke Kharaqan untuk menemuinya dan mereka sangat mengagumi dan menghormati beliau. Beberapa ucapannya: "Siapapun yang datang ke rumah ini, memberinya makanan dan tidak bertanya tentang imannya. Karena, saat ia manfaat kehidupan di samping Allah ditinggikan, tidak diragukan lagi dia layak makan di meja saya. " Saya merasa, saya dengar, saya berbicara, tapi saya tidak ada. Ada 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari. Aku mati seribu kali dalam satu jam, dan aku tidak bisa menjelaskan 23 (dua puluh tiga) jam lainnya. • Orang tidak dapat menggambarkan saya. Tidak peduli di mana kata-kata atau istilah yang mereka menghadirkan saya, saya kebalikan dari apa yang mereka katakan. • Saya bukanlah seorang sufi , juga seorang ilmuwan, maupun saleh. Oh Tuhan, Anda adalah satu-satunya, dan saya salah satu kesatuan yang ada. • Bagaimana jika ada baik neraka maupun surga, sehingga kita bisa melihat orang yang taat nyata?! • Sarjana bangun pengetahuannya. pagi-pagi Seorang dan saleh berusaha bangun bagaimana dan meningkatkan berusaha bagaimana meningkatkan imannya. Namun Abul-Hassan mencari bagaimana membuat manusia menjadi bahagia. Universitas Sumatera Utara • Orang yang berkata "Aku mencapai Allah (kepada Allah, Kebenaran dan Realitas) ", dia tidak. Dan orang yang mengatakan "Dia (Allah) sendiri membuat saya menghubunginya", ia mencapai Allah (atau ia mencapai realitas). • Dia bertanya: "Di mana Anda melihat Allah?" Dia menjawab: "... di mana pun aku tidak melihat diri saya sendiri." • Apa pun yang ada di seluruh alam semesta, juga dalam hati Anda sendiri. Anda harus mendapatkan kemampuan untuk melihatnya. • Orang yang jatuh cinta menemukan Allah . Dan orang yang menemukan Allah, lupa diri sendiri. • Di seluruh dunia hanya satu orang bisa mengerti saya, dan itu Bayazid . Pada kalimat ke tiga dan ke empat pada bait ke tiga puluh dua permohonan bertujuan untuk diberikan pertolongan agar mendapatkan kekuatan untuk mengerjakan Tarekat Naqsyabandiah dan janganlah dibimbang anak dan bini. Kalimat ini sesungguhnya merupakan nasehat dan pesan kepada para jamaah yang sedang melakukan amalan suluk (khalwat) agar terus fokus kepada tujuan dari amalannya. Keluarga yang ditinggalkan janganlah menjadi penghambat tujuan yang akan dicapai. Mungkin hal ini sedikit kontroversial apabila kita mengingat bahwa anak dan istri adalah merupakan amanah dan tanggung jawab seorang muslim yang telah berkeluarga. Namun selama kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi secara materil selama dalam masa suluk hal itu dapat dibenarkan. Oleh karena itu Universitas Sumatera Utara sebelum melakukan amalan suluk seorang salik hendaknya terlebih dahulu mempersiapkan diri terlebih dahulu. Apabila segalanya telah terpenuhi, semasa dalam suluk hendaknya seorang salik menyerahkan segalanya kepada Allah baik dirinya maupun keluarganya. Bait ketiga puluh tiga Berkat tuan Syekh Abu Yazid Busthani Sulthan Arifin Kurniai kami ya Allah Mahabbah dan Tamkin Akan Allah robbil ‘alamin Kekalkan selama-lamanya ya Allah ilaa yaumidiiin… Pada bait ke tiga puluh tiga ini permohonan bertujuan agar dikaruniai Allah mahabbah dan tamkin. Maksud dari mahabbah dan tamkin ini sesungguhnya adalah agar senantiasa menempatkan kecintaan hanya kepada Allah tuhan semesta alam. Tingkatan mahabbah ini disebut juga sebagai tingkatan nafsu mardiah yaitu hati, kalbu dan jasadnya sering kali dilamun rasa cinta yang amat sangat kepada Allah Swt. Zikir pada peringkat ini tetap berada didalam kalbunya, tidak pernah lalai dan lupa kepada Allah walaupun sesaat didalam hidupnya. Pada peringkat ini seseorang telah dapat menerima tamu tamu agung yang terdiri dari para Rasul, Nabi nabi, para Ariffinbillah, para Siddiqin dan para wali wali Allah. Disamping mereka juga dapat menerima ilmu gaib dari Allah melalui cara Laduni di peringkat Tawassul. Selain itu mereka juga telah berpeluang untuk menjelajah seluruh alam maya dan alam gaib yang lain termasuk surga, neraka, arasy dan Universitas Sumatera Utara kursi Allah SWT. Sebagaimana jaminan Allah didalam Al Quran surah Al-Talak ayat 2 : Artinya : “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar (kealam lain). Syekh Abu Yazid Busthani merupakan Syekh Tarekat Naqsyabandiah pada urutan silsilah keenam. Bait ketiga puluh empat Berkat Syaidina Jakfar Shadiq Peliharakan kami ya Allah dari pada kufur dan zindiq Dan daripada fitnah kakak dan adik Dan dari pada kejahatan yang dijadikan Khaliq… Pada bait ke tiga puluh empat ini permohonan bertujuan agar terpeliharanya diri dari kufur dan tersesat. Kata kufur sesungguhnya memiliki arti ingkar. Kafur adalah suatu keadaan dimana seseorang itu mengerti dan tahu mana yang baik namun tidak menuruti kebenaran tersebut. Iblis adalah makhluk pertama yang ingkar kepada Allah dikarenakan tidak ingin sujud dihadapan Adam. Iblis mengetahui persis perintah Allah tersebut namun karena ketinggian Universitas Sumatera Utara hatinya membuat dia enggan untuk melakukannya. Inilah yang menjadi sebab mengapa orang orang yang tidak mau sujud kepada Adam dikatakan kafir, karena mengikut sifat dari iblis. Adam sendiri memiliki anasir dari pada tanah dimana tempat untuk hidup didunia dan tanah memberikan kehidupan kepada manusia. Syahadat didalam ajaran Islam terdiri dari dua kalimah, kalimah yang pertama disebut sebagai kalimah tauhid yang tujuannya agar terhindar dari dosa syirik (menduakan tuhan). Oleh karena itu dalam kalimah tauhid ini maknanya adalah untuk menyaksikan tuhan dengan af’alnya. Barang siapa yang mentasdikkan kalimah tahuhid ini didalam kalbunya serta mengikrarkan dengan lidahnya dan mengamalkannya dengan anggota tubuhnya maka akan terhindar dari dosa syirik. Selanjutnya Kalimah syahadat yang kedua adalah kalimah Rasul, kalimah Rasul ini bertujuan agar manusia terhindar dari dosa kafir dan munafik. Seperti halnya kalimah tauhid, barang siapa yang mentasdikkan kalimah Rasul ini didalam kalbunya serta mengikrarkan dengan lidahnya dan mengamalkannya dengan anggota tubuh maka niscaya ia akan terhindar dari kafir dan munafik serta tidak akan tersesat selamanya. Fitnah kakak dan adik dapat dimaknai bahwa dalam mengamalkan Tarekat Naqsyabandiah tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keluarga dan lingkungan sekitar, seorang Salik kerap sekali berhadapan dengan anggapan dan pendapat yang kontra terhadap aliran ini. Namun hal tersebut janganlah dijadikan perdebatan dan pertengkaran sehingga mengurangi keimanan tetapi perbedaan Universitas Sumatera Utara akan pendapat tersebut hendaklah dijadikan sebagai rahmat. Syaidina Jakfar Shadiq adalah Syekh Tarekat Naqsyabandiah urutan kelima dalam silsilah. Bait ke tiga puluh lima Berkat Syaidina KOsim anak Muhammad Tuhan kami Allah nabi kami Muhammad Kami mohonkan aman serta selamat Dari pada dunia ini sampai ke akhirat… Pada bait ke tiga puluh lima ini permohonan bertujuan agar selamat dan aman didunia maupun diakhirat. Untuk mendapatkan rasa aman dan selamat didunia dan akhirat hendaklah seorang muslim memohon ampunan kepada Allah. Jaminan akan keampunan dan keselamatan ini tertulis didalam kitab suci AlQur’an surat Ali Imran ayat 31 Artinya : “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dari keterangan diatas sangat jelas tertera bahwa apabila ingin mendapatkan pengampunan serta dikasihi Allah, tiada jalan laain kecuali dengan mengikut kepada Rasulnya. Rasul yang diutus oleh Allah merupakan contoh suri tauladan untuk mengeluarkan manusia dari alam yang gelap kepada jalan yang Universitas Sumatera Utara terang benderang dengan ilmuNya. Jalan yang selamat adalah jalan yang lurus, jalan yang diridhai Allah dan jalan itu adalah Islam. Syaidina Kosim merupakan Syekh urutan ke empat dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah. Bait ke tiga puluh enam Berkat keramat raja Salman Dunia akhirat kamipun aman Dijauhkan daripada iblis dan syaitan Siang dan malam sepanjang zaman… Pada bait ke tiga puluh enam ini permohonan masih bertujuan agar selamat didunia maupun diakhirat dan terhindar dari godaan iblis dan syaitan. Iblis dan syaitan merupakan wujud makhluk dan sosok yang amat ditakuti dan dihindari oleh penganut agama dan kepercayaan. Namun iblis dan syaitan yang amat ditakuti itu sesungguhnya ada didiri manusia itu sendiri yang disebut sebagai penyakit hati seperti yang tertera dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 10 Artinya : “Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” Tidak ada cara yang lebih tepat untuk menghindarkan diri dari penyakit hati ini kecuali kembali dan berlindung kepada Allah. Karena hanya dengan hal Universitas Sumatera Utara demikianlah syaitan dan iblis yang selalu bersemayam di hati manusia dapat ditaklukkan. Karena dalam hati (kalbu) manusia itu ada penyakit maka penganut Tarekat Naqsyabandiah melakukan bentuk amalan agar menzumrah atau melontarkan iblis pada hati mereka dengan zikir Nafi itsbat yang berbunyi “la ilaha ila Allah”. Dalam pelaksanaannya, zikir Nafi itsbat ini memiliki perbedaan sedikit dengan zikir yang dilakukan diperwiritan dalam masyarakat umumnya. Zikir Nafi itsbat ini menggerakkan ingatan mulai dari kepala nafas yang berawal dari daerah sekitar pusar dengan menyebut kata “la” selanjutnya ingatan tersebut diangkat sampai kedaerah kepala dengan menyebut kata “ilaha” dan dari daerah kepala ingatan bergerak kedaerah bahu kanan dengan menyebut kata “illa” dan diakhiri dengan kata “Allah” yang diarahkan ke daerah dada sebelah kiri atau tepatnya dua jari di bawah puting susu kiri. Penyebutan kata Allah yang diarahkan pada bawah puting susu kiri memiliki maksud agar hati (kalbu) bersih dari penyakit dan benar benar menjadi rumah bagi Allah. Bait ketiga puluh tujuh Kami mohonkan kepada tuhan yang Qohar Berkat siddiq Saidina Abu Bakar Ialah sahabat nabi yang Mukhtar Didhoifkan Allah bicara kuffar… Permohonan pada bait ke tiga puluh tujuh ini adalah untuk didhoifkan atau dilemahkan Allah berbicara yang kuffar atau berbicara yang ingkar. Karena Universitas Sumatera Utara kata kata yang diucapkan sesungguhnya mencerminkan keadaan hati maka didalam Tarekat Naqsyabandiah banyak berbicara apalagi selama masa menjalankan amalan suluk tidak dibenarkan. Banyak beramal dan sedikit berbicara adalah bentuk falsafah yang dianut oleh Tarekat ini. Saidina Abu Bakar adalah seorang sahabat dan juga bapak mertua dari Rasulullah Muhammad Saw. Beliau diberi gelar siddik yang artinya adalah benar atau orang yang selalu berkata akan kebenaran. Saidina Abu Bakar juga adalah khalifah pertama yang diangkat oleh kaum muslimin sebagai pengganti kepemimpinan umat muslimin tatkala Rasulullah telah berpulang ke rahmatullah. Saidina Abu Bakar adalah merupakan sosok yang diusung Tarekat Naqsyabandiah sebagai panutan selain dari Rasulullah Saw. Beliau adalah seorang yang taat dan tidak pernah lepas dari zikir kepada Allah. Bait ke tiga puluh delapan Berkat Syafaat Saidal Anam Ialah Nabi Rasul yang KIram Kuat dan aman sekalian Islam Sepanjang siang sepanjang malam… Di bait ke tiga puluh delapan ini permohonan bertujuan untuk diberikan oleh Allah kekuatan dan keamanan kepada sekalian umat muslim. Kekuatan dalam hal ini memiliki makna yang sangat luas, kekuatan ini dapat diartikan sebagai kekuatan spiritual, ilmu, mental, ekonomi, politik maupun budaya. Kekuatan spiritual diartikan sebagai kekuatan dalam menjalankan amal dan Universitas Sumatera Utara ibadah kepada Allah sedangkan mental dan ekonomi juga adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan karena apabila umat muslim tidak memiliki kekuatan ekonomi dan mental yang mendukung maka maka umat muslim akan menjadi lemah dan mudah untuk dicerai beraikan. Untuk itu semua, islam menuntut umatnya agar memiliki ilmu untuk menghadapi segala tantangan kehidupan. Bait ke tiga puluh sembilan Yaa Nabi kami kekasih Allah Sungguhlah tuan hamba Muhammad Rasulallah Rupa yang maha mulia itu tuan hamba nyatakanlah Akan syafaat tuan hamba sangat kami haraplah… Pada bait ke tiga puluh sembilan ini permohonan bertujuan agar mendapatkan syafaat dari rasulullah dan agar rupa yang mulia supaya dinyatakan. Syafaat dari Rasulullah adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh sekalian muslimin karena hanya dengan syafaat inilah umat muslim dapat diberikan pertolongan dan ampunan dari Allah. Bentuk dari syafaat itu sendiri sesunguhnya adalah “mendengar, belajar dan mengajar” barang siapa yang belum mampu untuk mengajarkan agama Islam sebaiknya dia terus mempelajarinya dan apabila belum juga dapat untuk benar benar belajar setidaknya dia terus mendengarkan ceramah atau tausiah tausiah mengenai keIslaman. Apabila ketiga hal tersebut terus dilakukan niscaya syafaat yang diharapkan akan bisa didapatkan. Kata maha adalah kata yang hanya diperuntukkan kepada Allah. Rupa yang maha mulia yang ingin dinyatakan di bait syair munajat ini adalah rupa ayau Universitas Sumatera Utara wajahnya Allah. Seperti yang telah di uraikan dalam bait bait sebelumnya, rupa atu wajah bagi allah sesungguhnya adalah sifat baginya. martabat Sifat itu terdiri dari berkehendak, berkuasa, berilmu, mendengar, melihat, hidup dan berkata kata, inilah yang mau nyata pada diri insan. Untuk menyatakan wajah tuhan ini hanya dapat di ujudkan pada diri Rasulnya yaitu tabligh (menyampaikan), amanah, siddik (benar) dan fathonah (bijaksana). Bait ke empat puluh Berkat Jibril aminullah Kami ini ditolong Allah Mengembangkan Thariqat Naqsyabandiah Siapa yang dengki pulang ke Allah… Pada bait ke empat puluh permohonan bertujuan agar ditolong Allah untuk mengembangkan Tarekat Naqsyabandiah. Dalam mengembangkan Naqsyabandiah banyak rintangan yang terjadi hal ini dapat dimaklumi karena Tarekat adalah aliran dalam Islam yang dari awal keberadaannya tidak terbuka secara bebas dan aliran ini merupakan mutiara dalam Islam yang apabila dibukakan secara luas akan menimbulkan banyak fitnah dari mereka yang belum memahaminya. Didalam ajaran Islam syariat, Tarekat, hakikat dan ma’rifat merupakan empat alliran yang tidak dapat dipisahkan. Keempatnya diyakini adalah merupakan sunnah Rasulullah, adapun yang menjadi perkataan Rasul adalah syariat, perjalanan Rasul dalam melakuakn amalan dikatakan Tarekat, kediaman Universitas Sumatera Utara atau jiwanya Rasul dinyatakan sebagai hakikat dan kelakuan dan perbuatannya Rasul disebut sebagai ma’rifat. Oleh karena itu apabila salah satu dari keempat Ilmu yang diajarkan Rasul ini dibantah maka sesungguhnya tidak mengikut kepada sunnah Rasul Muhammad Saw. Pro dan kontra atas beberapa aliran dalam Islam ini mengakibatkan terjadinya hujjah dari masa kemasa sehingga para ahli sufi mengambil sikap menutup diri dengan berpedoman kepada ayat Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 55 Artinya : “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amalamal kami dan bagimu amal amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang- orang jahil." Dengan ayat ini para penganut Tarekat Naqsyabandiah mengembalikan semuanya kepada Allah Swt sehingga dengan demikian tiada lagi rasa dendam, benci didalam hati yang akan merusakkan keimanan. Inilah yang menjadi makna dari kalimat ke empat bait ke empat puluh diatas yaitu “siapa yang dengki pulang ke Allah.” Universitas Sumatera Utara Bait empat puluh satu Kami mohonkan kepada Allah Sekalian pinta itu tuan hamba perkenankanlah Tambahi pula mana mana yang indah-indah Kami harap juga ya Allah kurniai melimpah… Di bait ke empat puluh satu permohonan bertujuan agar semua yang disebut pada bait bait dalam munajat supaya dikabulkan Allah dan ditambah Allah rahmat yang melimpah. Tiada yang lebih indah dalam pandangan seorang sufi selain dari berada disisi Allah yang maha mengasihi dan senantiasa memandang wajahnya yang tiada rusak maupun binasa. Oleh karenanya mengabdi dan mencintai menjadi aktivitas yang menyenangkan dan membahagiakan dengan menyebut dan membaca kalam kalamNya membuat jiwa tergetar penuh dengan keharuan dan ketentraman. Jiwa jiwa yang tentram inilah yang dipanggil Allah dalam AlQur’an surat Al-Fajr ayat 27-30. Artinya : “27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmudengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. 30. Masuklah ke dalam syurga-Ku” Universitas Sumatera Utara Bait ke empat puluh dua Yaa Allah ya robbal ‘izzati Tolonglah kami berbuat bakti Selama hidup sampai ke mati Berkat Syafaat sekalian Sedati… Pada bait keempat puluh dua ini permohonan agar diberikan pertolongan untuk berbuat bakti selama hidup didunia. Berbakti dalam hal ini terdiri dari tiga yaitu berbakti kepada Allah, berbakti kepada orang tua dan berbakti kepada guru. Berbakti kepada Allah maksudnya adalah menjalani apa yang telah ditunjukkan oleh Allah. Jalan itu berupa jalan yang lurus dan jalan yang diridhoiNya dengan mengikut kepada kekasihnya Rasulullah Muhammad SAW. Berbakti kepada orang tua adalah sesuatu yang diharuskan oleh Allah karena tanpa mereka secara syariat tidak ada kehidupan didunia ini. Oleh karena itu durhaka kepada kedua orang tua merupakan sesuatu yang dimurkai oleh Allah. Berbakti kepada guru juga diharuskan karena tanpa guru tiada dapat ilmu tersampaikan secara syariat. Gurulah yang mengajarkan manusia untuk mengetahui berbagai ilmu, terutama guru agama yang mengajarkan dan memberikan cahaya dalam setiap perjalanan rohani manusia. Universitas Sumatera Utara Bait ke empat puluh tiga Kayakan kami ya Allah dunia dan akhirat Peliharakan kami daripada sekalian Mudarat Apa-apa yang kami maksud mana-mana yang kami hajat Kecil dan besar sekalian dapat… Dalam bait ke empat puluh tiga permohonan bertujuan agar dikayakan dunia dan akhirat serta dipeliharakan dari kerugian. Dalam menuntut ilmu dan beramal tidak hanya berupaya agar selamat daan beruntung diakhirat tetapi juga hendaknya beruntung juga didunia, karena tanpa mendapatkan keberuntungan didunia akan sulitlah menjalani hidup dan kehidupan. Oleh karena itu beruntunglah orang orang yang beriman karena mereka mendapatkan keberuntungan dari dikeduanya. Segala yang diharapkan baik permohonan kebutuhan individu maupun kelompok hendaknya dapat dikabulkan Allah. Bait ke empat puluh empat Amin amin amin ya robbil ‘alamin Berkat Syafaat Nabi Muhammad saidil mursalin Berkat malaikat yang Mukarrabin Serta sekalian hamba-Mu ya Allah yang Sholihin… Amiiiin… Universitas Sumatera Utara Bait keempat puluh empat adalah bait terakhir munajat ini. Dengan bermohon kepada Alah penguasa sekalian alam serta pertolongan Rasulullah yang merupakan utusanNya juga para malaikat dan hamba hamba Allah yang soleh semoga segala doa yang dimohonkan dapat dikabulkan.. 4.8 Interpretasi Estetika Keempat puluh bait munajat berisikan permohonan kepada Allah serta nasehat kepada manusia agar selalu berada disisinya, mencintainya dan memohon perlindunganNya. Dari syair munajat dapat dilihat bagaimana para penganut Tarekat Naqsyabandiah menginterpretasikan Allah yang yang sangat dicintai. Melalui media seni berupa syair dan nyanyian senandung ini setidaknya dapat terungkapkan segala bentuk rasa cinta dan harapan harapan mereka. Dengan dinyanyikan dan disenandungkannya munajat ini setiap hari di Babussalam diharapkan dapat memahat hati akan senantiasa mengingat Allah dan menjadikannya sebagai pondasi ketaqwaan kepadaNya. Munajat juga adalah gerbang dalam berhubungan dengan yang maha pencipta. Segala macam cara dilakukan agar permintaan tersebut dapat dikabulkan. Oleh karena itu dalam melakukan dan membacakan munajat disertai dengan memuji muji nama tuhan yang mulia dan dicintai melalui Asma ALHusna. Selanjutnya untuk membuktikan rasa cinta tersebut tidak cukup hanya menyebutkan namanya setiap hari dan setiap waktu saja. Namun lebih jauh tentu Universitas Sumatera Utara yang dicintai membutuhkan bukti cinta tersebut. Oleh karena itu seorang pecinta haruslah melakukan apa apa yang diperintahkan oleh yang maha mengasihi. Syair munajat ini dilantunkan dengan cara disenandungkan dengan indah karena dalam kitab suci Al Quran Allah dalam surat Luqman ayat 19 menyatakan : Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan[1182] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. Dari ayat di atas, maksud dari lunak adalah suara yang indah, lembut dan teratur dalam penyajiannya. Disamping itu penyajian munajat ini dilakukan di tempat yang paling tinggi di Babussalam yaitu di puncak menara. Hal ini memiliki makna bahwa permohonan ke pada Allah (munajat) berada di tempat yang tertinggi dari segala permohonan lain yang diharapkan oleh setiap individu di Babussalam. Universitas Sumatera Utara BAB V KAJIAN STRUKTUR MELODI 5.1 Latar Belakang Gaya Musik Melayu Menurut Takari (2010) sebelum datangnya pengaruh seni pertunjukan Hindu, Islam, dan Barat, sebenarnya etnik Melayu telah memiliki konsep-konsep tersendiri tentang tangga nada atau ritme. Berdasarkan penelitian yang penulis lakuan, etnik Melayu memiliki konsep musik, baik yang diteruskan dari tradisinya, yang disebut bunyi-bunyian atau yang diambil dari Barat. Identitas gaya penyajian musik ini dapat dilihat dari kajian sistem musik Melayu yang menggunakan suara dengan sebutan seperti mersik, garau, garau alang, dan pekak. Sebuah ide yang mencakup pengertian nada dengan karakteristik tertentu. Termasuk unsur pelarasan alat musik, yang dalam hal ini biasanya dihubungkan dengan biola dan rebab, serta sistem modus. Para pemusik dan pencipta lagu Melayu masa dahulu kala juga telah mengenalkonsep-konsep improvisasi, baik melodi atau ritme. Dalam improvisasi dikenal istilah-istilah: (1) cengkok yang berarti suatu ide improvisasi dengan teknik mengayunkan nada-nada, yang dalam musik Barat seperti teknik sliding pitch, dengan contoh seperti berikut. Contoh Cengkok Universitas Sumatera Utara (2) gerenek, yang berarti satu ide improvisasi dengan menggunakan nada-nada yang berdensitas rapat, mendekati konsep tremolo di dalam musik Barat, dengan contoh sebagai berikut. Contoh Gerenek (3) patah lagu, yang berarti suatu ide improvisasi melodi dengan memberikan tekanan-tekanan (aksentuasi) pada nada-nada tertentu, terutama pada nada down beat, dengan contoh sebagai berikut. Contoh Patah Lagu Konsep tentang ritme, seacra umum disebut rentak, yang mengandung pengertian pola-pola ritme, durasi, onomatopeik/tiruan bunyi oleh suara manusia pada berbagai tipe gendang, ostnato, dan lainnya, yang juga dapat dikaitkan dengan konsep-konsep hitungan, atau gerak tari yang diiringi rentak ini. Umumnya struktur tari mempunyai kesinkronan dengan konsep-konsep rentak musik. Di Pesisir Timur Sumatera Utara, pada umumnya hitungan pertama ritme bukan pada jatuhnya pukulan gong/tetawak, tetapigong/tetawak dianggap sebagai akhir dari rangkaian siklus musik dan tarinya Universitas Sumatera Utara 5.2 Latar Belakang Gaya Musik Timur Tengah Musik klasik di Timur Tengah mempergunakan sistem maqamat (bentuk jamak maqam) yang menetapkan modus sebagai dasar melodis pada saat komposisi musik dibentuk. Meskipun beberapa istilah dan beberapa sebutan muncul di sini (makam di Turki, datsgah di Persia, naghmah di Mesir, dan taba di Afrika Utara), konsepnya sendiri merupakan peninggalan yang dijadikan dasar klasik musik pra-Islam. Teori maqamat umumnya membicarakan tangga nada dan modus. Berdasarkan sejarah musik, maqamat didefinisikan juga sebagai deretan tangga nada heptatonik dengan sebuah nada oktafnya dalam gaya Yunani kuno dibagi kepada dua unit yang terdiri dari empat nada (tetrakord). Tangga nada ini merupakan tangga nada devisif, yaitu nada-nadanya yang didasarkan kepada prinsip pembagian-pembagian rentangan senar, yang diperoleh dengan cara membagi panjang senar yang diukur secara matematis untuk menghasilkan beberapa bagian yang berbeda dalam satu oktaf, demikian juga berbagai ukuran interval yang berbeda. Penggunaan alat musik 'ud adalah prinsip dasar sistem ini. Berbagai modus dapat dibentuk. Modus-modus jari tangan (asabi) dirancang dalam bebagai bentuk geometris sepert lingkaran, bintang segi banyak (poligon)-didesain untuk memperlihatkan hubungannya dengan setiap modus rasa, waktu sehari-hari, musim, warna, dan beberapa konsep di luar musikal. Pada abad-abad akhir, dalam satu oktaf dapat dirubah dengan beberapa waktu (25, 22, 17 dst.) sesuai dengan nama-namanya dan konstruksinya memebentuk berbagai tangga nada. Penelitian tentang musik Islam ahun 1932 di Universitas Sumatera Utara Mesir, memperlihatkan bahwa Mesir mempunyai 52 (lima puluh dua) tangga nada dasar; Syria mempunyai jumlah yang sama; Afrika Utara mempunyai 18 (delapan belas), yang 16 (enam belas) di antaranya terdapat di Mesir dengan nama-nama yang berbeda; dan Iran mempunyai 17 (tujuh belas), mereka dapat saling menukar nama atau komposisi nadanya. Contoh Tiga Versi Maqam Ramal Maia Sumber: Malm (1977:72) Universitas Sumatera Utara Abstraksi Sistem Datsgah Persia Universitas Sumatera Utara Contoh Abstraksi Kromatisasi Mikrotonal Musik Islam Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme dari Budaya Islam di Timur Tengah Universitas Sumatera Utara 5.3 Bentuk Penyajian Musikal Munajat Pelaksanaan munajat di desa Babussalam berhubungan erat dengan aktivitas ibadah salat. Pembacaan munajat ini hanya dilakukan tatkala menunggu saat azan Subuh, Maghrib dan Jumat tiba selebihnya tatkala menunggu azan Zuhur, Ashar dan Isa hanya membacakan Istighfar dan shalawat saja. Universitas Sumatera Utara 5.3.1 Nakus Di Desa Babussalam alat yang dipergunakan sebagai penunjuk waktu dan tanda adalah benda yang disebut sebagai nakus. Nakus adalah sebuah kentongan besar yang tebuat dari kayu yang diberi lubang di tengahnya dengan panjang dua setengah meter dan diameter kurang lebih 90 cm (sembilan puluh sentimeter). Cara penggunaan nakus ini adalah dengan memukulnya dengan sebuah stick kayu. Pemukulan nakus ini dilakukan dengan memukul daerah ditengah kentongan bagian dalam yang berlubang dengan berulang ulang dan juga memukul kentongan bagian luarnya. Pemukulan kentongan bagian dalam yang berlubang disebut sebagai nakus dalam dan pemukulan kentongan bagian luar disebut sebagai nakus luar. Pemukulan kentongan luar dalam inilah yang menjadi aba aba atau tanda kepada masyarakat sekitar. Menurut nara sumber kunci yang ditemui oleh penulis budaya penggunaan nakus ini di Babussalam dimulai sejak berdirinya desa Babussalam. Penggunaan nakus ini efektif untuk memberikan tanda dan aba aba kepada jamaah walaupun sedang berada cukup jauh dari madrasah dan rumah tuan guru. Nakus di Babussalam terdiri dari dua buah, nakus yang berada diatas menara madrasah adalah nakus yang dipakai untuk menunjukkan waktu salat akan segera tiba. Nakus ini akan dipukul berulang ulang di dalam ketongan selama 10 (sepuluh) sampai 15 (lima belas) menit dengan diakhiri dengan memukulkan sisi luar nya sebanyak dua, tiga atau empat kali untuk menunjukkan rakaat salat yang akan dilaksanaakan. Seumpamanya salat subuh, maka nakus akan dipukulkan Universitas Sumatera Utara sebanyak dua kali disisi luarnya dan pada waktu salat Zuhur maka nakus akan dipukul sebanyak empat kali. Nakus yang berada di bawah, tepatnya di samping madrasah berfungsi untuk menunjukkan waktu hal ini dilakukan karena alat berupa jam pada masa itu masih jarang dimiliki oleh masyarakat. Nakus ini berbunyi setiap jamnya dimulai dari jam 7 (tujuh) pagi dengan memukulkan kentongan sebanyak satu kali setelah memukulkan berulang ulang kentongan bagian dalamnya tanda ini diartikan oleh masyarakat dan jamaah sebagai pukul satu. Demikian pula pada jam 8 (delapan) dipukul dua kali, jam 9 (sembilan) tiga kali sampai jam 11 (sebelas) sebanyak 5 (lima) kali. Di atas jam sebelas nakus bawah akan digantikan nakus atas kembali untuk menunjukkan waktu salat zuhur akan tiba dan nakus bawah akan berbunyi kembali pada jam 14 (empat belas) sebanyak 8 (delapan) kali. Jam 15 (lima belas) nakus atas kembali berbunyi untuk menunjukkan salat ashar hampir tiba dan nakus bawah kembali berbunyi pada jam 17 (tujuh belas) dengan 11(sebelas) kali pukulan. Demikianlah pada jam 18 (delapan belas) kembali nakus atas berbunyi untuk menunjukkan waktu shalat Maghrib segera tiba. 5.3.2 Susunan Aktivitas Ibadah Salat Aktivitas tempat ibadah berupa madrasah pada tiap harinya didesa Babussalam berbeda dengan masjid masjid yang ada pada masyarakat Islam umumnya. Didesa Babussalam azan Subuh dilakukan dua kali yaitu pada jam empat pagi setelah nakus atas berbunyi, setelah azan berkumandang maka Universitas Sumatera Utara dilanjutkan dengan pembacaan munajat. Setelah pembacaan munajat selesai dilanjutkan dengan membacakan istiqhfar dan azan Subuh. Setelah azan Subuh selesai maka nakus atas akan berbunyi kembali dengan diakhiri pemukulan dua kali nakus luar untuk menunjukkan raakaat salat Subuh. Pada saat salat Zuhur pemukulan nakus dimulai pada jam 12 (dua belas) dengan memukul nakus dalam dan diakhiri nakus luar sebanyak 4 (empat) kali untuk menunjukkan rakaat salat Zuhur dilanjutkan dengan membaca Istighfar dan salawat. Setelah salawat selesai dilanjutkan dengan azan Zuhur dan diakhiri dengan pemukulan nakus kembali. Demikian pula halnya dengan saat waktu salat ashar tiba pada jam 15 (lima belas) setelah nakus berbunyi, istighfar dan salawat dilakukan sebelum azan salat Ashar tiba. Saat salat Maghrib tiba, setelah pemukulan nakus dilakukan munajat berkumandang kembali namun tidak disertai dengan istighfar dan salawat. Hal ini dikarenakan waktu menuju waktu maghrib cukup singkat sehingga setelah pembacaan munajat maka langsung dilakukannya azan Maghrib. Di waktu salat Isya setelah pemukulan nakus atas kembali istighfar dan salawat dibacakan saat menunggu azan salat Isya yang diakhiri dengan kembali memukul nakus dalam dan 4 (empat) kali pukulan untuk menunjukkan jumlah rakaat salat Isya. Universitas Sumatera Utara 5.4 Transkripsi dan Analisis Melodi Munajat 5.4.1 Transkripsi Transkripsi adalah proses untuk menotasikan bunyi dari yang tidak tampak menjadi simbol bunyi yang dapat dilihat (Nettl;1964,48). Simbol bunyi yang dapat dilihat tersebut dinamakan notasi musik, yang pada sistem notasi musik Barat terdapat dua jenis, yaitu notasi angka dan notasi balok. Sehubungan dengan hal ini, untuk menotasikan lagu-lagu yang menjadi sampel dalam tulisan ini, maka penulis mengunakan notasi balok yang dibuat di dalam garis paranada. Alasan penulis memilih notasi balok untuk mentranskripsikan lagu-lagu tersebut adalah:notasi balok lebih (a) dikenal secara umum dalam penulisan musik, (b) lagu-lagu yang menjadi sampel dalam tulisan ini, menggunakan nada-nada yang terdapat pada tangga nada musik Barat. Untuk mentranskripsikan bunyi musik, Nettl (ibid,99) mencatat dua masalah penting yang berhubungan dengan teori dan metodologi. Ia menawarkan metodologi yang dikemukakan oleh Charles Seeger, yang mana Seeger membedakan dua notasi pendeskripsian musik, yaitu notasi Preskriptip dan notasi Deskriptif. Notasi preskriptif adalah notasi yang bertujuan untuk penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi dari musik). Notasi ini merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan detail-detail dari komposisi musik yang memang belum diketahui oleh pembaca. Dalam hal ini, pendekatan yang penulis pilih dan lakukan untuk Universitas Sumatera Utara mentranskripsikan lagu-lagu yang menjadi sampel dalam tulisan ini adalah pendekatan notasi preskriptif. 5.4.2 Proses Transkripsi Untuk mentranskripsikan musik secara rinci, maka transkripsi ini dilakukan dengan berbagai langkah, seperti yang pernah dikemukakan oleh Nettl (ibid;119-120), yaitu: (a) Mendengarkan nada secara seksama, untuk membedakan antara penyanyi, alat musik, dan lain sebagainya. (b) Untuk memindahkan nada yang didengar ke dalam bentuk tulisan, digunakan garis paranada untuk menempatkan notasi balok. (c) Penulisan bentuk yang pertama ditulis dengan terperinci, untuk menghindari terjadinya kesulitan dengan bentuk yang pertama dengan bentuk lainnya. (d) Menggunakan kecepatan normal, kemudian hasil transkripsi diperiksa kembali, lalu diteruskan dengan nada yang lainnya. Untuk mentranskripsikan Munajat ini, penulis mengikuti langkahlangkah yang dikemukakan oleh Nettle tersebut. Pertama-tama, penulis mendengarkan terlebih dahulu Munajat yang sudah penulis rekam berulang-ulang, sambil menghapal sedikit demi sedikit pola-pola nada dan notasi yang dinyanyikan tersebut. Setelah beberapa kali mendengarkan, penulis mulai melakuan pentranskripsian not, dengan menggunakan pensil dan kertas yang di dalamnya terdapat garis paranada. Dalam hal ini, penulis tidak melakukan pentranskripsian lagu sekaligus, melainkan bagian perbagian, sesuai dengan Universitas Sumatera Utara kalimat yang dinyanyikan oleh pembaca munajat tersebut. Hal ini penulis lakukan berulang-ulang, hingga semua not selesai di transkripsikan. Agar tidak terjadi kesalahan pentranskripsian, penulis membagi kalimat munajat menjadi beberapa frase, sesuai dengan pola perulangan munajat tersebut. Setiap frase, penulis tandai dengan nomor, dari angka 1 dan seterusnya. Setiap frase tersebut memiliki bait- bait yang isi dan pola notasinya berbeda, namun akan terulang di frase berikutnya, sesuai dengan urutan bait tersebut. Munajat yang penulis transkripsikan ini, memiliki 44 frase besar, dan dalam setiap frase terdapat 4 bait, yang mana bait-bait tersebut akan memiliki pola notasi yang hampir sama dengan pola bait pada frase berikutnya, sesuai dengan urutan baitnya. Jadi, bait pertama pada frase pertama akan memiliki pola notasi yang hampir sama dengan bait pertama pada setiap frase berikutnya. Demikian pula bait ke-2, ke-3, dan ke-4, yang juga memiliki pola notasi yang hampir sama dengan bait ke-2, ke-3, dan ke-4, pada frase berikutnya. Setiap 1 bait, penulis letakkan pada satu garis paranada, sehingga akan terjadi pengurutan bait yang sesuai dengan frasenya, sehingga nantinya satu garis paranada hanya untuk meletakkan 1 bait saja. Dengan cara yang demikian, penulis dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi, dalam mentranskripsikan lagu munajat tersebut, dan mempermudah penulis untuk menemukan kesalahan yang terjadi dalam penotasian. Selain itu, pembacaan munajat ini menggunakan nada-nada yang membentuk suatu melodi. Melodi yang muncul dari pembacaan ini, tetap saja menggunakan nada-nada yang terdapat pada tangga nada lagu barat. Berhubung Universitas Sumatera Utara penulis memiliki keterbatasan dalam kemampuan mendengarkan dan mentranskripsikan ke dalam bentuk tulisan nada melodi yang muncul tersebut, maka dalam hal ini penulis hanya akan mentranskripsikan nada-nada yang mampu penulis dengar, dan tetap diusahakan mendekati nada-nada yang terdapat pada melodi yang muncul dari pembacaan munajat tersebut. Oleh karena itu, transkripsi yang muncul penulis buat nantinya hanya berdasarkan kemampuan penulis saja. Untuk mentranskripsikan lagu, penulis menggunakan alat musik keyboard merk Yamaha PSR 2000, sebagai alat bantu. Tujuan dari penggunaan alat musik keyboard untuk mentranskripsikan pembacaan munajat adalah untuk mempermudah penulis dalam menentukan nada-nada yang dinyanyikan oleh penyanyi dalam sampel lagu. Sedangkan alasan penulis menggunakan alat musik keyboard, karena alat musik ini penulis anggap memiliki nada-nada yang standar dengan nada-nada yang terdapat pada sistem tangga nada musik Barat, sehingga membantu penulis untuk menemukan not-not yang dimunculkan dari pembacaan munajat tersebut. Oleh karena pembacaan munajat tersebut menggunakan not-not yang terdapat pada tangga nada musik barat, maka sebelum menuliskan nada-nada itu ke bentuk not balok pada garis paranada, penulis terlebih dahulu menentukan tanda kunci (kleft) yang akan digunakan, yang mana tanda kunci ini akan menentukan letak dari nada-nada yang akan dituliskan nantinya. Dalam hal ini, penulis memilih menggunakan tanda kunci G pada garis paranada, seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Bentuk Tanda kunci pada garis paranada Namun, karena pembacaan munajat ini hanya berbentuk musik vokal, maka penulis tidak dapat menentukan birama secara tepat, sehingga juga berpengaruh pada nilai not yang disajikan. Dengan alasan tersebut, untuk mentranskripsikan munajat yang dibacakan ini, penulis tidak menggunakan birama, sehingga nilai not yang nantinya muncul dalam penotasian ini, nilainya tidak persis sama dengan nilai not yang terdapat pada tangga nada musik barat. Pembacaan munajat ini, sesuai dengan rekaman yang penulis peroleh, disajikan dengan menggunakan nada dasar Do=D (2#). Apabila penulis mengikuti nada dasar ini, penulis akan kesulitan menuliskan nada-nada rendah dari munajat tersebut. Oleh karena itu, untuk memudahkan penulis dalam menuliskan dengan nada-nada yang rendah pada garis paranada, maka penulis merubah penulisan nada dasar munajat tersebut, tidak menggunakan nada dasar aslinya (Do=D), melainkan menjadi Do=G (1#). 5.5 Pemilihan Sampel Dalam tulisan ini, penulis hanya memilih satu sampel, yaitu munajat yang dibacakan ketika akan sholat maghrib, di lokasi penelitian penulis. Alasan penulis memilih munajat ini, karena munajat ini sering dibacakan atau disajikan, sehingga banyak pendudukan yang diam di tempat itu hafal baitnya. Selain itu, Universitas Sumatera Utara munajat ini juga memiliki ciri khas tersendiri, yang bukan hanya arti dari teks yang dibacakan, tetapi juga dari not atau nada-nada yang muncul dari pembacaan munajat tersebut. Pembacaan munajat ini, menurut informan penulis disesuaikan dengan kebiasaan mereka menggunakan satu pola nada yang terdapat pada musik Islam, yang dinamakan Maqam. Maqam yang mereka tampilkan untuk pembacaan munajat ini adalah Shika. Ini merupakan satu dari beberapa pola nada yang terdapat pada musik Islam 5.6 Analisis Lagu Pada dasarnya, dalam proses transkripsi lagu sudah terjadi proses analisis, karena dalam proses itu telah dilakukan suatu pengamatan terhadap rentetan bunyi musik yang ditranskripsikan. Namun, untuk memperjelas analisis tersebut, penulis akan menguraikan hasil analisis pembacaan munajat, yang menjadi sampel pada tulisan ini, yang merupakan penjelasan dari struktur musik yang ditranskripsikan. Untuk analisis ini, penulis menggunakan teori yang ditawarkan oleh Nettl (ibid;147-149), yang isinya adalah: 1. Tangga nada 2. Modus 3. Nada dasar 4. Ritem 5. Bentuk, dan Universitas Sumatera Utara 6. Tempo Selain itu, penulis juga menggunakan teori yang ditawarkan oleh William P. Malm tentang weighted scale (1977:15), yang isinya adalah : 1. Tangga nada 2. Nada dasar 3. Wilayah nada 4. Jumlah nada 5. Interval 6. Formula melodi 7. Pola-pola kadensa, dan 8. Kantur Nantinya, penulis akan mengabungkan kedua teori ini, untuk menganalisis pembacaan munajat yang menjadi sampel dalam tulisan ini. Berikut adalah hasil analisis dari munajat tersebut. 5.7 Hasil Analisis Munajat 5.7.1 Tangga Nada Menurut Soeharto (1992:32), tangga nada adalah susunan berjenjang dari nada-nada pokok suatu sistem nada, mulai dari salah satu nada dasar sampai dengan oktafnya. Dalam tulisan ini, penulis akan menentukan tangga nada pembacaan munajat, sesuai dengan pendapat dari Malm (1977:8), yang mengatakan bahwa menentukan tangga nada tersebut dapat dilihat dari nada pokok (modal). Nada pokok maksudnya nada-nada yang terdapat pada lagu-lagu Universitas Sumatera Utara yang ditranskripsikan itu. Selain itu, salah satu cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan nada-nada yang dipakai, tanpa melihat fungsi masing-masing dalam lagu, kemudian digolongkan menurut beberapa kriteria. Dari pendapat tersebut di atas, maka nada pokok dari munajat ada 15 yaitu: B-C-D-E-F-G-Gis-A-B-c-d-e-f-g-a, dan pada garis paranada bisa digambarkan seperti yang terlihat dibawah ini: Bentuk Tangga Nada Dilihat dari nada-nada yang digunakan, maka lagu ini menggunakan tangga nada Diatonis, karena sudah terdapat oktaf nada dalam lagu tersebut. Namun dalam tangga nada musik Arab (maqam), susunan tangga nada ini termasuk ke dalam lagu Shika. Untuk mendeskripsikan modus lagu, Nettl mengatakan paling tidak harus disebutkan nada mana yang berfungsi sebagai nada dasar (tonal centre). Gambaran tangga nada dan modus biasanya disampaikan lewat notasi. Jadi yang dimaksud dengan modus adalah nada-nada yang umumnya dipakai dalam satu komposisi itu. Tabel berikut ini, menggambarkan jumlah pemakaian nada dalam pembacaan munajat yang di transkripsikan. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1 Penggunaan Nada dan Jumlahnya No Nada Jumlah Keterangan Pemakaian 1 B 94 Nada yang berada 2 oktaf di bawah nada standar 2 C 184 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 3 D 233 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 4 E 400 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 5 F 244 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 6 G 348 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 7 Gis 157 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 8 A 172 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 9 B 321 Nada yang berada 1 oktaf di atas nada standar 10 C 581 Nada standar Universitas Sumatera Utara 11 D 496 Nada standar 12 E 280 Nada standar 13 F 113 Nada standar 14 G 74 Nada standar 15 A 78 Nada standar JUMLAH 3775 Dari tabel di atas, terlihat jumlah pemakaian nada dan nada-nada yang ada pada komposisi tersebut. Berdasarkan tabel tersebut, penulis berkesimpulan bahwa modus dari munajat ini adalah bekisar pada nada E-F-G-Gis-A-B-c-d 5.7.2 Nada Dasar Nada dasar adalah nada tumpuan bagi nada-nada yang terpakai, dan pada umumnya adalah nada pertama tangga nada (Soeharto, 499:88). Berdasarkan rekaman dan transkripsi dari pembacaan munajat, yang sudah penulis sesuaikan dengan alat musik keyboard untuk patokan nadanya, maka penulis berpendapat bahwa lagu tersebut dimainkan dengan menggunakan nada-nada yang terdapat pada tangga nada 2#, artinya lagu ini dimainkan dengan menggunakan nada dasar D. Akan tetapi, untuk menentukan masalah tonalitas ini, perlu juga diperhatikan satu pendapat yang ditawarkan oleh Nettl (1964;147-149), yang mengatakan bahwa untuk menentukan nada dasar sebuah komposisi dan untuk membedakan nada-nada yang penting dan kurang penting ada 7, yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Nada yang sering dipakai dan nada yang jarang dipakai dalam satu komposisi tersebut. 2. Terkadang nada-nada yang harga ritmisnya besar dianggap sebagai nada dasar, biarpun jarang dipakai. 3. Nada yang dipakai di akhir (awal) komposisi, atau pada akhir (awal) bagianbagian komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut. 4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi pas di tengah-tengah dapat dianggap penting. 5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai patokan. Umpamanya, bila ada satu nada dalam tangga nada seluruh komposisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan nada lain tidak memakai oktaf (nada pertama tersebut boleh dianggap penting). 6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa dipakai sebagai patokan tonalitas. 7. Harus diingat bahwa mungkin ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas sendiri. Untuk mendeskripsikan tonalitas seperti itu, maka cara terbaik tampaknya adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan gaya musik tersebut. Berdasarkan pengalaman yang penulis dapat sejak melakukan penelitian di lapangan, tidak ada patokan yang pasti yang digunakan untuk membacakan munajat ini. Oleh karena itu, penulis hanya berpegang pada hasil rekaman yang Universitas Sumatera Utara penulis dapatkan dalam penelitian tentang pembacaan munjat ini, untuk mengambil nada dasar lagu. 5.7.3 Ritem Nettl (1964), mengatakan sebagai langkah awal dalam mendeskripsikan ritem adalah menghitung harga-harga not yang ada dalam komposisi. Ritem adalah gerak teratur yang mengalir karena menjadi aksen secara tetap. Keindahan akan lebih terasa oleh adanya jalinan perbedaan dari satuan-satuan bunyinya (Soeharto, 1992;56) Pada pembacaan munajat ini, ritem yang digunakan adalah seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.2 Penggunaan Not dan Jumlahnya Jumlah Pemakaian not No Not Jlh B C D E F G G# A B C D e F G a 1 1 - - - - 2 - - - - - - - - - 3 2 2 - - - - 4 - - - - - - - - - 6 3 16 24 22 22 12 15 22 4 6 40 36 35 5 - - 259 4 14 44 47 58 40 80 32 79 84 126 101 56 43 32 18 854 10 28 15 24 5 43 68 103 89 146 287 187 96 65 42 60 6 8 8 4 7 198 3 - - 4 - - - - - - - - - - - - 4 6 24 12 - - - - - 45 70 85 50 - - - 292 + 7 + Universitas Sumatera Utara 8 + 12 JUMLAH 94 24 40 32 38 - 18 23 40 24 34 - - 3 0 4 8 58 87 43 - - - 321 581 496 280 113 74 78 17 157 4 40 2 5.7.4 Bentuk Bentuk (form) adalah bentuk komposisi musik yang hanya dikaitkan dengan jalur utama melodi ataupun bunyinya, jadi bukannya melalui teks maupun harmonisasinya. Waupun teks dan harmoni yang baik akan selaras juga dengan jalannya melodi (Soeharto,1992;39). Menurut Nettl (1964;149-150) ada 2 masalah utama untuk menjelaskan bentuk musikal, yaitu: (a) Identifikasi dari pokok-pokok materi, yang mana satu potongan tanda istirahat menjadi dasarnya, dan (b) identifikasi pembagian pada musik yaitu: bagian-bagian, motif-motif, dan frase-frase. Dengan pengertian khusus sebagai hubungan-hubungan dari bagianbagian secara menyeluruh membentuk struktur dari lagu-lagu yang meliputi unsur melodi dan ritmis dapat dibagi dengan berbagai cara. Membagi satu lagu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil penting dilakukan untuk mendeskripsikan bentuknya. Kriteria pembagian dapat dilakukan dengan melihat pengulangan frase, dan tanda diam, menemukan pengulangan pola ritmis, atau transposisi kesatuan teks dalam vokal. Setiap lagu mempunyai satu atau beberapa bentuk, dan untuk membedakannya diberi tanda dengan huruf kapital seperti : A,B,C,D, dan seterusnya yang mana masing-masing bentuk itu berbeda (A berbeda dengan B,C,D, dan seterusnya) atau memiliki perbedaan. Akan tetapi, apabila bentuk Universitas Sumatera Utara 374 yang muncul sebagai variasi dari bentuk yang muncul sebelumnya, maka bentuk ini ditulis dengan cara tertentu sebagai contoh A1 atau B1, A2 atau B2. Tanda itu menyatakan bahwa bentuk A1 merupakan varian dari bentuk A, dan B1 merupakan varian dari bentuk B. Sedangkan A2 (B2) merupakan variasi lain yang tidak sama bentuknya dengan A1 (B1). Maka apabila satu bentuk mempunyai banyak variasi lagi, pemberian tanda variasi pun bisa bertambah banyak seperti A3, A4, A5, dan seterusnya. Dengan sekian banyak cara yang ditawarkan untuk menemukan bagianbagian yang sesuai untuk diterapkan pada pembacaan munajat ini, dengan melihat kesatuan teks dalam vokal dan perubahan pengulangan yang ada sebagai satu pengulangan pola ritmis atau transposisi. Dengan acuan ini, yang pertama sekali dilihat adalah kesatuan teks dan pola ritmisnya. Selanjutnya, dari pola-pola ritmis yang ada terjadi pengulangan, maka pengulangan tadi bisa memiliki 2 kemungkinan yaitu pengulangan utuh atau pun pengulangan yang bervariasi, dan ini akan menjadi bentuk dari pola ritmis itu. Mengacu pada kesatuan teks dan disesuaikan dengan pengulangan pola ritmisnya, maka melodi yang muncul pada pembacaan munajat ini memiliki bentuk seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3 Bentuk Melodi dan Variasinya No Bentuk Keterangan Bentuk variasi Keterangan A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11, A12, A13, A14, A15, A16, A17, 1 A18, A19, A20, Terletak pada bait Bait pertama setiap A21, A22, A23, awal setiap frase frase 1 A24, A25, A26, besar, kecuali A27, A28, A29, frase 17 dan 39 A A30, A31, A32, A33, A34, A35, A36, A37, A38, A39, A40, A41, A42 B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, Terletak pada bait B9, B10, B11, B12, kedua setiap frase 2 B Bait kedua frase 1 B13, B14, B15, besar, kecuali B16, B17, B18, frase 42 B19, B20, B21, B22, B23, B24, Universitas Sumatera Utara B25, B26, B27, B28, B29, B30, B31, B32, B33, B34, B35, B36, B37, B38, B39, B40, B41, B42 C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8, C9, C10, C11, C12, C13, C14, C15, C16, C17, C18, Terletak pada bait C19, C20, C21, ketiga setiap frase 3 C Bait ketiga frase 1 C22, C23, C24, besar, kecuali C25, C26, C27, frase 12 dan 42 C28, C29, C30, C31, C32, C33, C34, C35, C36, C37, C38, C39, C40, C41 4 D D1, D2, D3, D4, Terletak pada bait D5, D6, D7, D8, keempat setiap D9, D10, D11, frase besar, D12, D13, D14, kecuali frase 12 Bait keempat frase 1 Universitas Sumatera Utara D15, D16, D17, dan 15 D18, D19, D20, D21, D22, D23, D24, D25, D26, D27, D28, D29, D30, D31, D32, D33, D34, D35, D36, D37, D38, D39, D40, D41 5 E Bait ketiga frase 12 E1 Frase 42 6 F Bait keempat frase 12 F1 Frase 15 7 G Bait pertama frase 17 G1 Frase 39 8 H Bait kedua frase 42 Untuk lebih jelasnya, lihat dalam lampiran transkripsi. Berpedoman pada apa yang dikemukakan oleh Malm (197;28) dalam bukunya Music Culture of Pacific The Near East and Asia, bahwa ada lima (5) bentuk melodi yang sering digunakan dalam satu komposisi lagu, yaitu: 1. Reventitive adalah bentuk lagu yang diulang-ulang 2. Reverting adalah bentuk lagu yang terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi 3. Stropic adalah bentuk lagu yang pengulangan melodinya tetap sama tapi melodi lagu baru Universitas Sumatera Utara 4. Progressive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi melodi yang baru. 5. Iterative adalah bentuk yang memakai formula melodi kecil yang cenderung terjadi pengulangan dalam keseluruhan nyanyian. Dikaitkan dengan pendapat di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa bentuk melodi dari pembacaan munajat ini dapat digolongkan ke dalam bentuk Iterative 5.7.5 Tempo Menurut Soeharto (1992;134), tempo adalah cepat lambatnya gerak musik. Dalam transkripsi lagu. Dalam transkripsi, tempo ditandai dengan huruf M.M (Metonome Mark), yang dibelakang tanda ini diberi simbol notasi yang memiliki nilai ¼. Tanda ini menunjukkan berapa kecepatan dari lagu tersebut dengan mengunakan not yang bernilai ¼ dalam 1 menit. Dan selanjutnya, untuk mengukur kecepatan tempo lagu yang terdapat pada rekaman, penulis menggunakan kecepatan tempo yang terdapat pada keyboard, dengan cara menyamakan ketukan dasar lagu dan dihitung dalam 1 menit. Dari penjelasan di atas, maka penulis mengukur pembacaan munajat yang ada dalam rekaman, yang mana pembacaan munajat ini memiliki tempo = 85. Universitas Sumatera Utara 5.7.6 Wilayah Nada Untuk menentukan wilayah nada pada lagu, dilihat berdasarkan pada ambitus suara yang terdapat pada lagu yaitu dengan memperhatikan rentang jarak antara nada yang terendah dengan nada yang tertinggi dalam satu komposisi. Dalam munajat ini nada yang terendah adalah nada B (yang berada 2 oktaf di bawah nada standar) dan nada tertinggi adalah nada a. Berdasarkan pendapat dari Alexander J. Ellis (1850), yang menggunakan sistem cent dalam penghitungan nada, maka wilayah nada dari pembacaan munajat ini adalah 2200 cent: Contoh : Wilayah nada yang digunakan dalam pembacaan munajat 2200 cent 5.7.7 Jumlah Pemakaian Nada Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam satu komposisi lagu, mulai dari nada terendah sampai nada tertinggi. Adapun jumlah pemakaian nada yang dipakai dalam pembacaan munajat seperti yang terlihat pada tabel berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 5.4 Pemakaian Nada dan Jumlahnya No Nada 1 B 94 2 C 184 3 D 233 4 E 400 5 F 244 6 G 348 7 G# 157 8 A 172 9 B 321 10 C 581 11 D 496 12 E 280 13 F 113 14 G 74 15 A 78 Jumlah Jumlah Pemakaian 3775 5.7.8 Interval Interval adalah jarak antara antara satu nada ke nada lain, yang biasa juga di sebut swarantara. Hal ini disebabkan jarak nada itu dihitung menurut susunan Universitas Sumatera Utara oktaf, baik naik maupun turun, memiliki suara yang berlainan (Subagyo, 2004;33). Dalam menghitung interval, jarak yang harus dihitung adalah jarak yang terjadi diantara satu nada dengan nada selanjutnya, tanpa melihat oktaf dari nada tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena nada yang terdapat pada oktaf yang lain dari satu, masih dianggap sama bunyinya, walaupun tinggi nada yang dimiliki berbeda. Jarak dari nada-nada tersebut memiliki nama-nama yang berbeda. Tabel berikut, menunjukkan penggunaan interval yang terdapat pada pembacaan munajat. Tabel 5.5 Nama Interval dan Jumlah Pemakaiannya No Nama Interval Jumlah Pemakaian 1 Prime 457 2 Prime Aughmented 89 2 Seconde minor 580 3 Seconde Mayor 558 4 Ters minor 346 5 Ters Mayor 387 6 Kwart Murni 80 7 Kwint Murni 57 8 Seksta minor 68 9 Seksta Mayor 98 10 Septime minor 481 11 Septime Mayor 574 Jumlah 3775 Universitas Sumatera Utara 5.7.9 Kantur Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Malm (1964:8), kantur adalah garis melodi dari sebuah lagu. Kantur merupakan pendeskripsian garis alur melodi yang disajikan dalam dua bidang garis tegak lurus. Secara umum, pola kantur dapat dibedakan menjadi 7 macam, yaitu : 1. Ascending, adalah garis melodi yang bentuknya naik 2. Descending, adalah garis melodi yang bentuknya turun dari yang tinggi ke yang rendah 3. Pendulous, adalah garis melodi yang bentuknya melengkung 4. Conjunct, adalah garis melodi yang bentuknya melompat dari satu nada ke nada yang lainnya secara melangkah 5. Disjunct, yaitu garis melodi yang bentuknya melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dengan menggunakan interval di atas sekunder 6. Terraced, adalah garis melodi yang bentuknya sejajar dari nada yang rendah ke nada yang tinggi, membentuk seperti anak tangga 7. Statis, adalah garis melodi yang bentuknya tetap yaitu bergerak dalam ruang lingkup yang terbatas Apabila diperhatikan, sesuai dengan pendapat di atas maka pembacaan munajat memiliki kecenderungan bentuk Pendulous, Statis dan Descending, dan untuk lebih jelasnya lihat dalam lampiran. Universitas Sumatera Utara 5.7.10 Pola-pola Kadensa Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni sebagai penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut. Menurut Rodijat (1989;10) kadensa memiliki dua pengertian. Yang pertama adalah penutup bagian akhir komposisi, berdasarkan akord-akord utama yang menegaskan pertangga nada-an, sedangkan pengertian yang kedua adalah dereten nada berupa kiasan bebas, sebagai persiapan akhir komposisi. Adapun pola-pola kadensa dari pembacaan munajat ini adalah seperti yang terlihat di bawah ini Contoh Pola-pola kadensa dalam pembacaan munajat Universitas Sumatera Utara 5.7.11 Gaya Lagu Dari segi penyajiannya, musik vokal pada umumnya memiliki dua gaya yaitu melismatis dan silabis (Malm, 1977:9). Melismatis adalah gaya yang dalam penyajiannya menggunakan satu suku kata untuk beberapa nada, sedangkan gaya silabis adalah gaya yang dalam penyajiannya menggunakan satu suku kata untuk satu nada. Gaya ini bisa timbul karena adanya hubungan musik (nada) dengan teks. Dari pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pembacaan munajat ini memiliki kedua gaya tersebut, yaitu silabis dan melismatis, dan dapat dilihat pada contoh di bawah ini. Contoh Notasi Penggunaan Gaya Lagu a. Gaya Silabis b. Gaya Melismatis Universitas Sumatera Utara 5.7.12 Gaya Melayu Didalam pembacaan munajat hampir seluruh bagian melodi terdapat cengkok dengan gaya melayu, namun untuk grenek dan patah lagu hanya dapat di jumpai di beberapa bagiannya saja terutama untuk patah lagu terdapat dibeberapa bagian awal frase. Demikian pula dengan grenek hanya di jumpai di beberapa bagian akhir frase. Contoh cengkok Contoh grenek Contoh patah lagu Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah dikaji secara mendalam mengenai bentuk, fungsi dan makna Munajat maka disimpulkan hal hal sebagai berikut : 1. Pembacaan munajat ini, menggunakan ornamentasi melodi Melayu dan tangga nada (maqam yang khas Timur Tengah). Ornamentasi melayu dalam hal ini yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqam yang digunakan dalam munajat ini setelah disesuaikan dan dianalisis menggunakan pola Maqam Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) artinya komunikasi utama adalah secara verbal yang sesuai dengan konsep budaya Melayu, yaitu yang kurik kundi, yang merah saga; yang baik budi, yang indah bahasa. 2. Guna Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah adalah sebagai tanda akan masuknya waktu salat serta persiapan diri untuk melakukan aktifitas Ibadah. Selain itu munajat memiliki fungsi sebagai bentuk kontinuitas sistem religi dan budaya, sarana pendidikan, sebagai ibadah dan upacara keagamaan Islam, sebagai sarana dakwah Islam, sebagai sarana komunikasi (doa) kepada Allah, sebagai pencerminan spiritualitas Islam, pengungkapan identitas Islam dan Tarekat Naqsyabandiah, penguatan maqam zikir, ekspresi kelompok, ekspresi estetika, proses menyerap nilai-nilai, dan sarana mengekspresikan ideologi. Universitas Sumatera Utara 3. Munajat adalah termasuk ke dalam genre sastra Melayu. Genre sastra Melayu (termasuk Sumatera Utara) disebut syair ialah suatu bentuk puisi Melayu tradisional yang sangat populer. Kepopularen syair sebenarnya bersandar pada sifat penciptaannya yang berdaya melahirkan bentuk naratif atau cerita, sama seperti bentuk prosa, yang tidak dipunyai oleh pantun, seloka, atau gurindam. 4. Makna Munajat (doa) sesungguhnya adalah merupakan dialog dengan tuhan yang maha kuasa lagi maha pemberi. Hal ini mulai berlaku semenjak manusia merasa dirinya lemah, aib dan serba kekurangan. Mereka berusaha mencari yang serba lebih dari dirinya, dan kepadanya dia akan mengadukan halnya, membagi perasaan dan kemudian meminta perlindungan. Kadang kadang mereka meminta sesuatu yang ia rasa dapat menolongnya, yaitu kepada Tuhan yang maha kuasa. 6.2 Saran Seni bersenandung merupakan warisan budaya yang perlu dipelihara dan dipertahankan keberadaannya. Warisan ini sarat dengan nilai nilai budaya terutama nilai nilai seni dalam budaya Islam dan Melayu, oleh karena itu pengkajian dan penelitian dibidang seni Islam dan melayu perlu untuk ditingkatkan agar mampu memberikan perimbangan terhadap arus dominasi budaya barat. Universitas Sumatera Utara Aspek aspek akustik dalam ritual zikir dipersulukan tarekat Naqsyabandiah adalah sesuatu yang perlu untuk dikaji oleh peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian dalam seni Tarekat. Naqsyabandiah sebagai salah satu tarekat yang ada dalam masyarakat Islam sarat dengan unsur-unsur agama dan budaya seni, oleh karena itu perlu kiranya pengkajian lebih lanjut dalam aspek sejarah, perkembangan serta sumbangsihnya dalam dunia Islam. Berhubungan dengan tarekat Naqsyabandiah Babussalam yang dibawa oleh Syekh Abdul Wahab yang berasal dari daerah Rokan, perlu kiranya dikaji lebih mendalam mengenai gaya lagu yang dipergunakan dalam pembacaan munajat tersebut. Menurut asumsi penulis penggunaan gaya lagu yang saat ini dipakai oleh para pembaca munajat diBabussalam terjadi pergeseran dalam bentuk melodi dari asalnya dahulu yang menggunakan cengkok, grenek dan patah lagu khas dari daerah Rokan. Terkait dengan penganut tarekat Naqsyabandiah Babussalam, diharapkan kajian ini dapat menjadi salah satu referensi untuk tetap membudayakan tradisi senandung Munajat Tuan Guru Babussalam dan sebagai bahan acuan terutama dalam mempelajari melodi Munajat Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Abdul Latiff Abu Bakar (ed.), 2001. Dunia Melayu Dunia Islam: Kesatuan dan Perpaduan. Melaka: Kerajaan Negeri Melaka dan IKSEP. Abdul Latiff Abu Bakar dan Mohd Nefi Imran (eds.) 2001. Media Warisan Malaysia: Komunikasi Melalui Puisi dan Gendang. Kuala Lumpur: Jabatan Pengajian Mediam Universiti Malaya. Abdullah, M. Amin. 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan Pustaka. Abdullah, Hawash ( 1980). Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara. Surabaya: Al-Ikhlas Abdul Muhaya (2003) Bersufi Melalui Musik. Yogyakarta : Gama Media Abdurrahman, Muslikh. al-Futuhat al-Rabbaniyah. Semarang: Toha Putera. Abdurrahman, Moeslim (1995). Islam Transformatif, Pustaka Firdaus. Jakarta. Abu Hassan Sham, 1995. Syair-syair Melayu Riau. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negeri Malaysia Adler, Mortimer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII). Chicago: Helen Hemingway Benton. Ahmad Samin Siregar, 2000. “Pemakaian Bahasa Melayu sebagai Gambaran Budaya dan Cara Berfikir Masyarakat Melayu Sumatera Timur.” Dalam Kumpulan Kertas Kerja Kolokium Bahasa Pemikiran Melayu dan Indonesia. Suntingan Darwis Harahap dan Abdul Jalil Haji Anuar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pusaka. Ahmad Fuad Said (1976). Sejarah Syeikh Abdul Wahab Tuan Guru Babu Salam. Medan: Pustaka Babussalam. Ahmad Fuad Said (2001). Hakikat Tarekat Naqsyabandiah. Penerbit: Al-Zikra. Al-Attas, S.M. Naquib. 1969. Preliminary Statement on General Theory of the Islamization of the Malay-Indonesia Archipelago. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Albrecht, Milton C. 1970. “Arts as an Institution.” dalam Albrecht, Milton C., James H. Barnett and Mason Griff (eds.). The Sociology of Art and Literature: A Reader. New York: Praeger. Alex Sobur, 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Al-Ghazali Abdul Hamid, 2001. Merentas Jalan Kebangkitan Islam (terj.) Md. Salleh Kassim. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. At-Taftazani, Abu Al-Wafa Al-Ghinami (1985). Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Pustaka Ali Ahmad, 1978. Dari Pelajaran Asas Puisi Melayu. Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti. Asmaran As (1996). Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press. Austin, William W. 1972. “Words and Music: Theory and Practice of 20th Century Composers”, dalam Words and Music: The Composer’s View, A Medley of Problems and Solutions. Compiled in Honor of G. Wallace Woodworth. Edited by Laurence Bermon. Cambridge, Massachusetts: Department of Music, Harvard University. Universitas Sumatera Utara Backus, John. 1977. The Acoustical Foundation of Music. New York: W.W. Norton Company. Baijnath. 1959. “Nautch-girls.” Marg. 13(4). Becker, Howard S. And Michael M. McCall (eds.). 1990. Symbolic Interaction and Cultural Studies. Chicago and London: The University of Chicago Press. Becker, Judith and Alton Becker. 1981. “A Musical Icon: Power and Meaning in Javanese Gamelan Music”. In Steiner, Wendy. The Sign in Music and Literature. Austin: University of Texas Press. Berger, Arthur Asa, 2000. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana. Bruinessen, Martin van (1995). Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan. Cooper, Nancy I. 2000. “Singing and Silence: Transformation of Power through Javanese Seduction Scenarios.” American Ethnologist 27(3): 609-44. De Marinis, Marco. 1993. The Semiotics of Performance. Translated by Aine O’Healy. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Doligin, J.L., D.S. Kemnitzer & D.M. Schneider. (peny.). 1977. Symbolic Anthropology: A Reader in the Study of Symbols and Meaning. New York: Columbia University Press. Dougherty, William P. 1993. “The Play of Interpretants: A Peircean Approach to Beethoven’s Lieder.” In The Peirce Seminar Papers: An Annual of Semiotic Analysis 1, M. Haley (ed.), Oxford: Berg. Dougherty, William P., 1994. “The Quest for Interpretants: Toward A Peircean Paradigm for Musical Semiotics.” Semiotica 99(1/2), 163-184. Eco, Umberto, 1979, “The Role of the Reader.” dalam Umberto Uco (peny.), The Role of the Reader: Explorations in the Semiotics of Texts. Indiana: Indiana University Press. pp. 3-43 Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Muzik Vokal Marhaban dalam Upacara Menabalkan Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Endang Saefuddin Anshari, 1991. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu. Gazalba, Sidi. 1989. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Penerbit Indonesia. Goldman, Alan H. 1992. “Music, Art, and Metaphysic: Essays in Philosophical Aesthetics”. Journal of Aesthetic and Art Criticism 50/4:327-28. Hasbi Makhmud, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Musikal dalam Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Seni, Universitas Sumatera Utara Medan. Hasym Said, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian Tekstual dan Musikologis. Skripsi Universitas Sumatera Utara Medan. Universitas Sumatera Utara Hawkes, Terence. 1977. Structuralism and Semiotics. Berkeley and Los Angeles: University of California Press. Hervey, S. 1982. Semiotic Perspectives. London: George Allen & Unwin. Innis,R.E. (pnyt.). 1995. Semiotic: an introductory anthology. London: Hutchinson & Co. Ltd. Irwan Abdullah, 2001. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jones, George Thadeus, 1979. Music Theory. New York: Barnes and Noble Book. Kadirun Yahya (1985). Mutiara Al-Quran dalam Capita Selecta Tentang Agama Metafisika Ilmu Eksakta Jilid III. Medan : Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam (LIMTI) Kahmad, Dadang (2002). Tarekat dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Moderen. Bandung: Pustaka Setia. Keris Mas. 1990. Perbincangan gaya bahasa sastera. Cetak ulang. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Khadijah Shalihah, 1983. Perkembangan Seni Baca Al-Quran dan Qiraat Tujuh di Indonesia. Jakarta: Al-Husna. Laleh Bakhtiar (1976) Sufi Expressions Of The Mystic Quest. New York : Thames and Hudson Inc M. Amin Abdullah, 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan Pustaka. Makhmud Hasbi, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Muzikal dalam Penyajian Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Muda Seni, di Bidang Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Martinez, José Luiz, 1992. Uma Possível Teoria Semiótica da Música (Pautada Logicamente em Charles Sanders Peirce). Cadernos de Estudo, Análise Musical 5, São Paulo: Atravez, 73-83. Martinez, José Luiz, 1994. “Practicing Musical Semiotics.” Musiikkitiede 6(1/2), 158-163. Martinez, José Luiz, 1996. “Icons in Music: a Peircean Rationale.” Semiotica 110 (1/2), 57-86. Martinez, José Luiz,1991. Música & Semiótica: Um Estudo Sobre A Questão da Representação na Linguagem Musical. Tese de mestrado não publicada, Pontifícia Universidade Católica de São Paulo. Mateijka, Ladislav and Irwin R. Titunik. 1989. Semiotics of Arts. Cambridge and London: The MIT Press. Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a., 2006. Himpunan Fadhilah Amal. Yogyakarta :Ash-Shaff M. Sholihin (2001). Sejarah dan Pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia Muhammad Takari, 1990. Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Universitas Sumatera Utara Muhammad Takari, 1997. “Kajian Silamg Budaya tentang Etnisitas, Identitas dan Kesenian dalam Konteks Kebudayaan Masyarakat Pesisir Sumatera Utara.” Makalah dalam Seminar Budaya Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga di Medan 11 Oktober 1997. Muhammad Takari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi dan Strukturnya. Tesis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Omar A. Hoesin, 1981. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang. Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (peny.) 1992. Serba-serbi Semiotik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Robinson, Jenefer (ed.). 1997. Music and Meaning. Ithaca and London: Cornell University Press. Said Hasym, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian Tekstual dan Muzikologis. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan. Sartono Kartodirdjo, 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Koentjaraninrat (ed.). Jakarta: Gramedia Sasa Djuarsa Sendjaja. 1981/1982. “Media Kesenian Tradisional: Tinjauan terhadap Kedudukan, Peranan dan Karakteristik Kesenian Tradisional sebagai Medium Komunikasi Pembaharuan.” Analisis Kebudayaan 11(3): 76-80. Schimmel, Annimarie (1986). Dimensi Mistik dalam Islam. terj. Supardi Djoko Damono dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus Simuh, 1995. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Bentang. St. Muhmmad Zein, 1957. Kamus Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Balai Pustaka. Suharsimi Arikunto, 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Surpady Muradi, 1990. Kesusasteraan daripada Perspektif Semiotik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Suriasumantri, Yuyun S. 1983. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan Leknas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ulack, Richard, 2007. Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica. W.J.S. Poerwadarminta (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Universitas Sumatera Utara GLOSSARIUM 1. Ahlussunnah Wal Jamaah : Ahli, pengikut aktifitas Rasullullah yang tertuang dalam Hadist 2. Anwaruz : Cahaya zat yang esa 3. Ahadiah : Keesaan, persatuan 4. Basirah : Pandangan tuhan melalui salah satu sifatnya yang Maha melihat 5. Bilal : Petugas keagamaan Islam yang mengumandangkan Azan baik didalam Mesjid maupun diatas menara 6. Bai’ah : Berjanji, perjanjian yang dalam aliran tarekat lebih mengacu kepada bentuk taubat kepada Allah 7. Dawam Hudhur : Hanya Allah yang dikenali sebagai ainul yaqin 8. Faidhz : Karunia, limpahan rahmat 9. Ghairullah : Sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan mata kasar 10. Ganiyah : Memiliki sifat kaya 11. Hanif : Muslim yang teguh, yang lurus, bersih, suci. 12. Hakikat : Kebenaran; kenyataan sebenarnya; segala asal dan suci, tidak akan hilang didunia ini 13. Hudhur bey Ghibat : Kesadaran akan limpahan faidhz dari sisi Allah 14. Hadhrat : Pertemuan yang bertalian dengan agama 15. Itsbat : Penetapan, menyatakan Universitas Sumatera Utara 16. Jamaah : Kumpulan orang beribadah atau melakukan pembelajaran secara bersama sama. 17. Jihad : Usaha yaang sungguh-sungguh dengan segala upaya untuk mencapai kebaikan; perang suci untuk memerangi orang kafi 18. Jabariah : Suatu aliran dalam Islam yang menganut faham bahwa segalanya semata-mata hanya karena Allah 19. Jabal kubis : Salah satu bukit yang berada di kota Mekkah dimana dahulu sebagai pusat pengembangan tarekat Naqsyabandiah 20. Khwajahgan, Khwajah : Guru, para guru pembimbing rohaniah dalam tarekat 21. Khalifah : Pemimpin, kepala masyarakat Islam Sunni 22. Kaifiat : Cara yang khusus; tata cara amalan zikir dalam tarekat dan persulukan 23. Khilafat : Berasal dari kata kholafa dalam bahasa Arab yang berarti, meninggalkan, pengganti, pewaris, penerus atau wakil. 24. Kafir : Merahasiakan;tak berterima kasih kepada tuhan; ingkar; julukan kepada orang yang tak beriman 25. Khatam : Penghabisan; penutup; terakhir; tamat; selesai 26. Khalwat : Amalan tarekat dengan jalan mengasingkan diri dari keramaian serta melakukan zikir ribuan kali 27. Khusyu : Kerendahan hati; dengan sungguhsungguh (dalam berdoa, shalat dsb);dengan sebulat-bulat hati Universitas Sumatera Utara 28. Kibas : Kambing; biri-biri 29. Khatrah : Kekhawatiran dalam hati dari setiap khayalan maupun perkataan 30. Lataif : Bentuk jamak dari kata arab al-latif atau latifah yang memiliki arti halus, kehalusan atau kelembutan 31. Muraqabah : Suatu kondisi dimana hamba sadar sepenuhnya bahwa Tuhan selalu melihatnya 32. Mu’tabar : Terpandang; mulia; terhormat; terkenal: beberapa buah kitab yang dikarang oleh para ahli; yang terhormat 33. Mursyid : Pemimpin dalam persulukan; Tuan guru 34. Mujahadah : Menundukkan nafsu untuk mengikuti garisan syariat Thoriq serta meninggalkan keinginan nafsu dalam setiap aspek kehidupan 35. Mufti : Seseorang yang berwenang atas fatwa; pendukung suatu ajaran 36. Masyaikh : Para Ulama; kelompok Syekh 37. Musyahadah : Nampaknya Allah pada hambaNya dimana seorang hamba tidak melihat sesuatu apapun dalam beribadah, kecuali menyaksikan, berhadapan dan dilihat oleh Allah 38. Mazhab : Aliran; Sekte; Mengikuti sesuatu yang dipercayaai 39. Mauwaliyah (Mavlevi) : Salah satu tarekat dalam Islam yang didirikan oleh Syekh Jalalluddin Rumi berkembang didaerah Turki Universitas Sumatera Utara 40. Makrifat : Mengenal Allah, baik lewat sifat-sifatNya, nama-namanya maupun perbuatanperbuatanNya 41. Mukasyafah : Terbukanya segala rahasia; tiada tertutup lagi sifat-sifat gaib 42. Nafi : Meniadakan 43. Nisbat Khassah : Kesadaran Hudhur bey Ghibat 44. Nafs : Diri; Diri tuhan; sesuatu yang melahirkan sifat tercela danj prilaku buruk 45. Qolbi : Hati; jantung 46. Qana’ah : Rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki 47. Qada dan Qadar : Salah satu rukun Iman dalam Islam; sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya 48. Rabithah : Bertali; berkait; berhubungan; menghubungkan ruhaniah murid dengan ruhaniah guru dengan cara menghadirkannya dihati sanubari murid ketika zikir 49. Ridha : Menerima ketetapan-ketetapan dari Allah untuk dirinya dengan senang hati 50. Salik : Orang yang sedang melaksanakan aktivitas suluk 51. Syekh : Guru; Pendidik; pembimbing 52. Sum’ah : Riya; beramal supaya terlihat orang lain 53. Suluk : Tempat latihan beramal; memperbaiki akhlak, mensucikan amal, dan menjernihkan pengetahuan 54. Samaniah : Salah satu aliran Tarekat dalam Islam Universitas Sumatera Utara 55. Syariat : Hukum Tuhan dalam dalam aturan Ilahinya, istilah ini dihubungkan dengan Fiqh 56. Syiah : Mazhab, Sekte yang mempertahankan otoritas rohani yang diturunkan dari Muhammad melalui keturunan dekatnya, AHLAL BAYT dengan Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah pertama 57. Sunni : Mazhab, nama aliran pengikut Sunnah Rasul 58. Shalawat : Bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti do’a, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah 59. Tasamuh : Sifat dan sikap tenggang rasa atau saling menghargai antar sesama manusia 60. Tarbiyah : Pendidikan; memperbaiki sesuatu dan meluruskan 61. Tawajuh : Berhadap hati; hati yang telah diarahkan benar benar kepada tuhan 62. Tawaruk : Salah satu cara duduk didalam salat dan berzikir 63. Tajali : Lenyapnya/hilangnya hijab dari sifatsifatkebasyariaan;merasakan akan rasa ketuhanan yang sampai mencapai kenyataan Tuhan 64. Ujub : Salah satu penyakit hati yang menganggap dirinya paling mulia, paling segalagalanya dan paling sempurna dibandingkan orang lain. 65. Uwaisiyah : Perjalanan ruhani Universitas Sumatera Utara 66. Uzlah : Menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang sering kali menipu dan menjerumuskan 67. Wirid : Hadir; datang; mengamalkan ibadah dalam hati dan lisan dengan selalu disertai zikir pada waktu tertentu 68. Wakaf : Menahan; berhenti; diam; menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki 69. Wasilah : Keinginan; permohonan; Media yang dipergunakan untuk mendekatkan sesuatu kepada sesuatu yang lain 70. Yoga : Aktivitas aliran mistik yang berasal dari India dengan cara melakukan berbagai amalan berupa pengolahan nafas dan jiwa 71. Zihni : Kefahaman; Kekuatan akal 72. Zikir : Ingat akan Allah; aktivitas menyebut asma Allah sebagai bentuk cinta kepadaNya 73. Zakat : Tumbuh; berkemmbang; kesuburan; bertambah membersihkan atau menyucikan; salah satu rukun dalam Islam Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Gambar 1. Madrasah Babussalam Gambar 2. Makam Syekh Abdul Wahab Rokan Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Pusara Syekh Abdul Wahab Rokan Gambar 4. Ziarah Makam Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Tempat Air Yasin Gambar 6. kelambu tempat Suluk Universitas Sumatera Utara Gambar 7. Aktivitas Zikir di Persulukan Gambar 8. Tawajuh Universitas Sumatera Utara Gambar 9. Nakus Dalam Gambar 10. Nakus Luar Universitas Sumatera Utara Gambar 11. Tuan Guru Yang Menjabat Di Babussalam Universitas Sumatera Utara Gambar 12. Syekh H. Hasyim Al Syarwani Tuan Guru Besilam Atas Sekarang Gambar 13. Syekh H. Tajuddin Tuan Guru Besilam Bawah Sekarang Universitas Sumatera Utara Gambar 14. Rumah Suluk Besilam Atas Gambar 15. Rumah Suluk Besilam Bawah Universitas Sumatera Utara Gambar 16. Pembaca Munajat Diatas Menara Gambar 17. Penyimak Bacaan Munajat Universitas Sumatera Utara Gambar 18. Teks Munajat Dalam Tulisan Arab Melayu Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 19. Partitur Notasi Munajat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara