Uploaded by Miftahul Arifin

ESAI Miftahul Arifin Refleksi Tauhidul Ibadah

advertisement
REFLEKSI TAUHIDUL IBADAH DAN TAUHIDUL UMMAH DALAM
MEWUJUDKAN PEMERATAAN EKONOMI PEMBANGUNAN
SYARIAH
LOMBA ESAI NASIONAL
JATINANGOR ISLAMIC FESTIVAL ESSAY COMPETITION
(JIFEC) 2019
“Persatuan dan kesatuan ummat sebagai pondasi kejayaan Islami”
Disusun oleh:
MIFTAHUL ARIFIN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
Hidup ini bagaikan panggung sandiwara, dimana kita menyaksikan
pergantian siang dan malam tanpa berkesudahan. Sungguh pertunjukkan yang
sangat besar, setiap orang berharap dan berjuang dengan kebutuhan masing-masing.
Namun ketika kebutuhannya telah terpenuhi, mereka hanya akan memandang
enteng perjuangan yang orang lain telah lakukan.
Jika hidup sekadar memenuhi kebutuhan yang dihabiskannya siang dan
malam, maka ia telah kehilangan sesuatu yang menjadi pembeda antara dirinya
dengan makhluk Allah lainnya, yaitu arah dan tujuan yang jelas. Selain itu,
kemorosotan moral yang berpangkal pada hedonisme telah menyebabkan rasa cinta
dunia yang berlebihan sehingga melupakan tujuan sebenarnya dari kehidupan.
Semua itu merupakan manifestasi dari krisis yang terjadi pada manusia moderen
akibat serba materialistis.
Refleksi Ibadah Haji Sebagai Bentuk Tauhidul Ibadah dan Tauhidul Ummah
Ibadah haji pada hakikatnya merupakan sebuah simbol pemberontakan
melawan berbagai kelemahan, kebodohan, penindasan, belenggu, dan keterpurukan
umat manusia. Dengan menyempurnakan ibadah haji, maka dapat menyingkirkan
belenggu-belenggu yang mengekang, menjajah, dan membodohi manusia dan nilainilai kemanusiaan. Namun, ibadah yang dilandasi keyakinan semata tidaklah
cukup, ia harus dibungkus dengan tata cara yang dapat menghantarkannya ke tujuan
yang akan dicapai. Ibadah bukanlah tujuan melainkan sarana menuju tujuan.1
Ibadah haji bermula dari Miqat, dimana manusia berganti pakaian. Semua
individu diharuskan mengganti pakaian yang menutupi diri dan membedakan
status. Pakaian di dunia sejatinya melambangkan pola, preferensi, status, dan juga
perbedaan-perbedaan
tertentu.
Pakaian
dapat
menciptakan
batas
yang
menyebabkan perpecahan di antara umat manusia, dan hampir semua perpecahan
ini melahirkan dikriminasi serta kesombongan diri. 1
1
Jasdi Bahrun, “Dari Tauhid Ibadah Menuju Tauhid Ummah”, diakses dari
https://jasdibahrun.wordpress.com/2010/10/23/dari-tauhid-ibadah-menuju-tauhid-ummah/,
pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 14.47
1
Ibadah haji mengungkapkan inti ajaran Islam tauhidul ibadah dan tauhidul
ummah, mempersatukan pengabdian dan mempersatukan ummah. Setiap hari
jutaan manusia beribadah dengan cara yang sama dan dengan membaca bacaan
yang sama. Bahkan ketika saudara-saudara kita wukuf di Arafah, kita pun disini
wukuf pula dengan melakukan ibadah puasa. Kemudian ketika mereka
menggemakan takbir di bukit-bukit Mina, di sini kita pun menggemakan takbir
yang sama. Dari kesatuan ibadah inilah lahirlah kesatuan ummah. 2
Islam bukan hanya mengajarkan bahwa semua manusia itu sama di hadapan
Allah, tetapi Islam juga melarang sikap mental yang melebihkan satu kelompok
manusia atas kelompok yang lain. Merasa memiliki derajat yang lebih tinggi
daripada orang lain karena keturunan, kekuasaan, pengetahuan, dan kecantikan. Itu
semua dikutuk oleh Islam sebagai takabur.2
Sepanjang perjalanan sejarah, paling tidak ada tiga hal yang dapat merusak
tauhidul ummah yang sering menyebabkan suatu kelompok memperbudak
kelompok yang lain. Ketiga hal tersebut adalah keturunan, kekuasaan, dan
kekayaan.3
Kebanggaan karena keturunan, bukan hanya menimbulkan feodalisme
tetapi juga imperialisme. Sementara kebanggaan akan kekuasaan, sering dipakai
untuk menindas orang lain. Di dalam kalam-Nya, Allah mengingatkan kita tentang
Fir’aun yang menyeret ribuan budak belian untuk membangun piramid. Fir’aun
juga memberikan hak istimewa kepada suatu kelompok masyarakat untuk menindas
kelompok lainnya.3
“Sesungguhnya Fir’aun berbuat sombong di muka bumi, di pecahpecahnya masyarakat menjadi bermacam-macam golongan, sebagian menindas
golongan yang lain; membunuh laki-lakinya, dan membiarkan perempuannya.
Sesungguhnya ia termasuk orang yang berbuat kerusakan.” ( QS. Al Qashash : 4 ).
2
3
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Mizan, Bandung, 1986, hlm. 30
Ibid, hlm. 32
2
Selain kekuasaan, kekayaan juga sering digunakan sebagai alat untuk
memeras orang lain. Banyak orang kaya mengira bahwa dengan uangnya ia dapat
melakukan apa pun.
Kunci untuk mewujudkan tauhidul ummah adalah dengan tauhidul ibadah,
yakni dengan hanya menghambakan diri kepada Allah SWT saja dan memasrahkan
diri kepada ketentuan-Nya. Seorang ilmuan yang tauhidul ibadah ialah bila suatu
saat digoda untuk memanipulasi data dan angka, maka ia ingat bahwa Allah
menyuruhnya berlaku jujur. Tauhidul ibadah bagi seorang pejabat ialah bila ia
memperoleh kesempatan untuk memperkaya diri, maka ia ingat bahwa jabatan
adalah amanat Allah dan amanat rakyat.4
Hanya dengan tauhidul ibadah seperti itulah, kita bisa menegakkan suatu
masyarakat yang lepas dari segala penindasan dan penjajahan, serta suatu
masyarakat yang adil dan makmur dalam pembangunan. Masyarakat yang berdiri
tegak di atas keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyatnya.
Peran Islam dalam Upaya Pembangunan berbasis Tauhidul Ibadah dan
Tauhidul Ummah
Peranan agama dalam masyarakat pembangunan sangat ditentukan oleh
pandangan masyarakat mengenai agama itu. Dalam pandangan Islam, agama
seharusnya memegang peranan yang sangat penting. Islam datang untuk mengubah
kualitas kehidupan umat manusia yang lebih baik, dicerminkan dengan tingkat
ketaatan yang tinggi kepada Allah, pengetahuan tentang syariat, dan terlepasnya
masyarakat dari belenggu-belenggu kemiskinan, kobodohan, serta kesengsaraan.
Islam memandang pembangunan harus dimulai dari perubahan individu disusul
dengan perubahan institusional.5
Untuk itu lah diperlukan upaya pembangunan yang mengedepankan prinsip
kebersamaan dan mengesamping segala perbedaan yang dapat merusak tauhidul
ummah. Masyarakat pembangunan ialah masyarakat yang terus berbenah diri mulai
4
5
Ibid, hlm. 34-35
Ibid, hlm. 43-44
3
dari setiap individunya kemudian lingkungan sekitarnya dengan berpegang teguh
pada arah dan tujuan yang jelas.
Pendekatan Konsep Ekonomi Pembangunan Syariah
Konsep tauhid dalam masyarakat pembangunan memegang peranan penting
karena esensi dari segala sesuatu, termasuk aktivitas pembangunan ekonomi adalah
didasarkan ketundukan pada aturan Allah. Pembangunan ekonomi yang dilakukan
harus dilaksanakan atas dasar menjalankan ketentuan-Nya.6
Pendekatan ekonomi pembangunan syariah ini juga sangat bergantung pada
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh suatu bangsa. Manusia
adalah subjek dan objek pembangunan. Kualitas SDM sangat menentukan tingkat
keberhasilan pembangunan suatu negara.6
Oleh karena itu, konsep ekonomi pembangunan syariah mengedepankan
keseimbangan aspek materil dan aspek spiritual. Keseimbangan ini merupakan
jalan menuju kebahagiaan yang hakiki, dan dapat menghantarkan manusia sesuai
dengan rahmatullah kehidupan.
Upaya Membangun Pemerataan Ekonomi Melalui Sektor ZISWAF
Pertumbuhan ekonomi dalam perspektif Islam terbagi dalam tiga sektor
perekonomian syariah, yaitu sektor riil, sektor keuangan syariah, dan sektor
ZISWAF (zakat, infak, sedekah, dan wakaf). Jika dianalogikan, maka
perekonomian itu ibarat mesin, di mana mesin ini adalah sektor riilnya. Mesin ini
tidak akan bekerja jika tidak didukung oleh oli mesin yang mumpuni, yaitu sektor
keuangan syariah. Namun, mesin juga akan bekerja tidak sempurna dan cenderung
akan menjadi panas sehingga mudah rusak, ketika tidak ada saluran pembuangan
yang tepat, yang direfleksikan oleh sektor ZISWAF. Karena itu, keseimbangan
6
Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsiyanti, Ekonomi Pembangunan Syariah, Rajawali Press, Depok,
2017, hlm. 13-15
4
antara tiga sektor tersebut merupakan hal yang fundamental dalam pembangunan
ekonomi.7
Salah satu hal yang membedakan perekonomian syariah dengan
konvensional adalah sektor ZISWAF-nya. Adanya sektor ZISWAF sebagai upaya
untuk membangun distribusi dan pemerataan kesejahteraan ekonomi. Sektor ini
mampu menjawab adanya kesenjangan ekstrim ekonomi yang terjadi pada lapisan
masyarakat.
Dengan adanya distribusi ekonomi tersebut, Islam ingin menempatkan
sesuatu pada tempat dan proporsinya. QS. Az-Zukhruf:32 memberikan petunjuk
bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar di pundak mereka yang mendapat
“kelebihan” dibandingkan yang lain.8
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami
telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat,
agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az-Zukhruf:32)
Bagi yang diberikan kelebihan harta, memiliki tanggung jawab untuk
memperhatikan mereka yang kekurangan harta. Dengan kata lain, konsep distribusi
memegang peranan sebagai alat untuk menjamin adanya keseimbangan penguasaan
aset dan kekayaan, agar kesenjangan yang muncul akibat perbedaan kemampuan
antar manusia dapat diminimalisir.8
Distribusi Perekonomian dengan Kesadaran Tauhidul Ummah
Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Ma’arij:24 yang artinya “dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,”, pada harta sesorang
terdapat “bagian” yang menjadi nilai mutlak orang lain, yaitu kelompok fakir
miskin, baik yang meminta maupun tidak meminta. Konsep berbagi merupakan
7
8
Ibid, hlm. 22-23
Ibid, hlm. 37-38
5
jantung dari ekonomi Islam, sebagaimana salah satu rukun Islam mewajibkan
ibadah zakat untuk menyucikan harta.
Ibadah zakat dapat dimaknai sebagai bagian dari persatuan dan kesatuan
umat Islam dengan prinsip berbagi. Jika dianalogikan, umat Islam bagai sebuah
bangunan yang memiliki fondasi, tiang penyangga, atap, dan lainnya. Bila satu
bagian saja mengalami kesengsaraan, maka bagian yang lain pun akan ikut
merasakannya. Islam telah menuntun kita untuk saling berbagi dan melepaskan
segala “pakaian” kebesaran dunia. Dengan berbagi melalui zakat, infak, sedekah,
dan wakaf akan terwujudnya keadilan dan kemakmuran bersama-sama.
Penutup
Ekonomi pembangunan syariah menuntun jalan kehidupan yang adil dan
makmur. Dengan tetap berpengang teguh pada tauhidul ibadah, dapat terwujud
masyarakat pembangunan dengan tanggung jawab akan dirinya dan lingkungannya.
Oleh karena itu, perubahan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik selalu
dimulai dari individu itu sendiri yang menjalankan tauhidul ibadah dan memiliki
kesadaran tauhidul ummah dalam rangka tolong menolong dan berbagi kepada
sesama hamba-Nya.
Pustaka Acuan
Bahrun, Jasdi. “Dari Tauhid Ibadah Menuju Tauhid Ummah”. diakses dari
https://jasdibahrun.wordpress.com/2010/10/23/dari-tauhid-ibadah-menujutauhid-ummah/, pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 14.47
Beik, Irfan Syauqi dan Laily Dwi Arsiyanti. (2017). Ekonomi Pembangunan
Syariah. Depok : Rajawali Press
Fata, Ahmad Khoirul dan M. Ainun Najib. (2014). Kontekstualisasi Pemikiran KH.
Hasyim Asy’ari tentang Persatuan Ummat Islam. MIQOT Vol. XXXVIII No.
2 Juli-Desember 2014
Rakhmat, Jalaluddin. (1986). Islam Alternatif. Bandung: Mizan
6
Download