INTERPRETASI ASAM BASA MODERN Andrew Durward Diterjemahkan dan diedit oleh : Bambang Pujo Semedi Metode Klasik Kita ketahui bahwa saat kita belajar tentang asam-basa maka kita diajari dengan pembelajaran ”tradisional” yang mengandalkan formula Hendersen-Hasselbalch yang menyatakan bahwa HCO3 (komponen metabolik) dan pCO2 (komponen respiratorik) bisa berbeda-beda secara independen menurut formula pH = 6.1 + (HCO3/pCO2 mmHg x 0.003) Metode ini berasumsi bahwa bikarbonat merupakan buffer (penyangga) utama dan satu-satunya yang bermakna untuk asidosis. Dalam praktek klinik, Base Excess digunakan untuk “mengkuantifikasi” besarnya komponen metabolik dari suatu gangguan asam-basa. Bikarbonat dan “base excess” tidak diukur secara langsung (keduanya dihitung dari pH dan pCO2) sehingga keduanya selalu berpasangan dan saling tergantung satu sama lain. Karena alasan inilah keduanya tidak bisa digunakan sebagai alat ukur secara langsung untuk asam-basa. Antara bikarbonat dan base excess tidak berkorelasi dengan gangguan asam basa in-vivo, karena dalam perhitungan ini diasumsikan bahwa semua komponen darah dan elektrolit (Hb, Na, Cl, Albumin) semuanya normal. Sementara pada pasien yang sakit kritis gangguan elektrolit merupakan masalah paling umum dijumpai. Metode Modern Metodologi ion kuat (strong ion) menjelaskan bahwa perubahan pH hanya akan terjadi akibat perubahan pada tiga sistim buffer (penyangga) yaitu : 1) asam karbonik (pCO2 - bikarbonat), 2) Elektrolit (Na, K, Cl, Laktat, Ca, Mg) dan 3) asam lemah (albumin dan fosfat). Meskipun rumit, sebenarnya cara tersebut bisa disimplifikasi pada saat pemeriksaan “bedside” sehingga mampu dijelaskan adanya gangguan asam basa yang sangat berkaitan dengan abnormalitas elektrolit yang terjadi, sehingga hasilnya lebih akurat. Pada model Stewart, bikarbonat harus berkompetisi dengan anion negatif untuk menempati suatu “ruang” sehingga netralitas listrik (electroneutrality) bisa terjaga (muatan anion = 2+ 2+ muatan kation) atau Na Na + K + Ca + Mg = Cl + HCO3 + laktat + muatan albumin. 1. Saat Cl sangat tinggi, maka bikarbonat dimampatkan menempati ruang yang lebih sempit (asidosis hiperkloremik) Gambar 1b 2. Saat Cl sangat rendah, bikarbonat memiliki ruang lebih banyak untuk ditempati (alkalosis hipokloremik) Gambar 1c 3. Bila albumin rendah, maka akan membuat ruang bikarbonat menjadi lebih besar (albumin yang rendah mempunyai efek alkalisasi) Gambar 1d 4. Bila albumin tinggi, akan terjadi reduksi ruang yang ditempati bikarbonat (albumin tinggi memiliki efek asidifikasi) 5. Bila terbentuk asam anionik, seperti laktat atau keton, maka penurunan Cl (gambar 1e) atau disertai penurunan albumin (gambar 1f) bisa menyangga asidosis secara parsial dengan membuat ruang lebih besar untuk ditempati bikarbonat. Hal ini sangat sering terjadi dalam praktek klinis. PERANAN KLORIDA 1. Rasio Klorida (Cl) terhadap Sodium (Na) Secara sederhana, Cl harus selalu diinterpretasi relatif terhadap Na. Untuk memperoleh rasio Cl terhadap Na (Cl:Na) maka cara yang paling mudah adalah dengan cara berikut ini : Normal Cl = 106, normal Na = 140 jadi Cl:Na = 0.75 atau Cl adalah 75% dari Na (kisaran 72-80%) • Efek asidifikasi Cl sebenarnya akan terjadi bila Cl > 80% Na • Sedangkan efek alkalinisai terjadi bila Cl < 72% Na Semua kasus berikut ini menunjukkan hiperkloremia dimana terjadi proses asidifikasi, terlepas dari berapapun konsentrasi klorida absolut. Dalam hal ini yang terpenting adalah hubungan atau rasionya terhadap Na. Misalnya: Cl:115 dengan Na:140 atau Cl:107 dengan Na:130 atau Cl:135 dengan Na:160; semua contoh tersebut menunjukkan adanya hiperkloremia. (Jangan melakukan koreksi klorida berdasarkan “body water”, hal tersebut bisa memberi nilai palsu karena distribusi Cl dan Na tidak sama antara ICF dan ECF). 2. Pemisahan “base deficit” untuk klorida dan sodium (BECl) Efek klorida dan sodium terhadap base excess bisa disederhanakan dengan formula berikut : Base excess yang dihasilkan klorida dan sodium = Na – Cl – 32. Bila base excess = -10 mEq/L, Na = 140, Cl = 112, maka perhitungan efek asidifikasi klorida: 140 - 113 - 32 = - 5 mEq/L. Misalnya klorida punya efek asidifikasi 5 mEq/L atau 50% dari total ‘base excess’ jadi sisa 5 mEq/L bisa dijelaskan berasal dari asam anionik (seperti laktat, keton) EFEK ALBUMIN • Albumin merupakan asam lemah yang memiliki muatan dalam mEq/L dan besarnya sekitar 25% dari konsentrasi dalam satuan g/L (misalnya 40g/L mempunyai muatan sekitar 10 mEq/L). Bila albumin rendah 32 g/L, maka “base excess” akan ditingkatkan oleh efek alkalinisasi yang diakibat albumin yang rendah : Albumin effect base excess: (42 – Albumin g/L) x 0.25 = 42 – 32 x 0.25 = + 2.5 mEq/L (dengan demikian albumin punya efek alkalinisasi) • Rule of thumb: Setiap 10 g/L penurunan albumin akan mengurangi base excess sekitar 3 mEq/L. • Anion gap juga menjadi lebih rendah dari yang seharusnya saat kadar albumin rendah. Untuk mengkoreksi anion gap pada albumin yang rendah digunakan formula: Corrected anion gap = anion gap + (42 – Albumin g/L) x 0.25 UNMEASURED ANIONS (Anion Tidak Terukur) • Asam yang biasanya muncul sebagai anion pengasam (acidifying anion), seperti laktat atau keton. Karena biasanya tidak secara rutin diukur, maka keberadaannya bisa dideteksi dengan adanya peningkatan anion gap (>16 dimana AG = Na + K – Cl – Bic) setelah dikoreksi berdasarkan kadar albumin. • Sebagai alternatif, efek “unmeasured anions” dapat dikuantifikasi dengan memisahkan base excess melalui perbedaan antara semua komponen base excess yang diketahui (albumin dan klorida) dari base excess total: Base Excess = SBE – BE - BE UNMEASURED CHLORIDE ALBUMIN • Karena penurunan CI sebagai suatu fenomena kompensasi, maka rasio Cl:Na yang rendah disertai asidosis (<0.74) biasanya menandakan keberadaan unmeasured acids dalam jumlah besar. Sebaliknya rasio Cl:Na yang sangat tinggi (> 0.85) menyingkirkan adanya asam lain seperti laktat sebagai penyebab asidosis. Bila terjadi hiperkloremia yang bersamaan dengan adanya asam lain seperti laktat, maka rasio Cl:Na biasanya berkisar antara 0.74 dan 0.80. PERSAMAAN STEWART LENGKAP Persamaan Stewart lengkap bisa digunakan secara akurat untuk mengkuantifikasi semua komponen yang dibicarakan sebelumnya. Semuanya tidak disediakan di sini karena rumit dan memerlukan kalkulasi multipel. Rumus di atas cukup sederhana untuk memperkirakan masalah yang sedang terjadi. MENYEDERHANAKAN ASAM BASA: Penerapan Klinis 1. Tentukan akar masalahnya (pH rendah = asidemia; pH tinggi = alkalemia) 2. Tentukan arahnya, apakah mengarah ke proses asidifikasi atau alkalinisasi dan bagaimana keseimbangannya Asidifikasi Alkalinisasi Kompenen respirasi pCO2 tinggi pCO2 rendah Klorida hiperkloremia hipokloremia Albumin hiperalbuminaemia hipoalbuminaemia Fosfat* hipofosfatemia hiperfosfatemia * Usually values too small to influence acid base in major way therefore not included RUMUS: Rasio Cl : Na > 80% = frank hyperchloraemia; < 72% = frank hypochloraemia Base excess Cl = Na – Cl -32 Base excess Albumin = (42 –Albumin g/L) x 0.25 Base excess unmeasured anions = Base Excess (total) – BECl - BEALB Contoh klinis: Blood gas: pH 7.0; pCO2 3.8 kPa; Standard Bicarb 10; SBE -10mEq/L; Na 125; Cl 107; Alb 22 g/L STEP 1. Berapa pH nya? pH = sangat rendah = ASIDOSIS (bukan respiratorik karena pCO2 rendah) STEP 2. Proses asidifikasi dan alkalinisasi apa yang sedang berlangsung? • • • Cl:Na = 0.86 = 86% = “frankly acidifying”, BECl = Na – Cl – 32 = 125 – 107 – 32 = -14 mEq/L = asidifikasi BEALBUMIN = (42 – Alb) x 0.25 = + 5 mEq/L = alkalinisasi BEUNMEASURED = -10 - (-14 + 5) = -1 mEq/L, Anion Gap = 12 (dikoreksi berdasar kadar albumin = 17) Acidifying Respiratory Chloride Low pCO2 respiratory compensation Hyperchloraemia +++ Cl:Na >80%, BECl -14mEq/L Hypoalbuminaemia BEALBUMIN = +5mEq/L Albumin Unmeasured Alkalinizing BEUNMEASURED = -1 AG corrected = 17 Interpretasi 1. 2. 3. 4. Asidosis berat (metabolik) Terjadi kompensasi respiratorik Penyebab utama asidosis = hipokloremia berat Asidosis jaringan derajat ringan sesuai anion gap dan unmeasured anions yang hanya sedikit meningkat 5. Albumin sangat rendah dan alkalinisasi dengan nilai yang cukup bermakna (5 mEq/L dari BE atau separuh dari BE) Kesimpulan : ada kombinasi asidifikasi dan alkalinisasi dengan hasil akhir asidosis metabolik berat (hasil resultante proses asidifikasi dan alkalinisasi menghasilkan pH yang rendah)