LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 24 DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9 Tutor: dr. Emma Novita, M.Kes Aprilia Putri 04011181520065 Anggraini Tiara Septiyana Gunawan 04011181520083 Fajri Irwinsyah Manalu 04011181520086 Muhammad Fawwazi Multazam 04011181520145 Michael Chandra 04011181520149 Ezra Reinhard 04011281520153 Theresa Rahmadhani 04011281520156 Opel Berlin 04011281520168 Muhammad Ikbar Fauzan 04011181520173 Radyat Fachreza 04011181520174 Arisda Oktalia 04011181520175 Fikram Ahmad Fauzan 04011281419074 PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2017 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial Skenario B Blok 24 Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Tahun 2018. Disini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca Palembang, 2 Februari 2018 Kelompok 9 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................................................... 2 Daftar Isi........................................................................................................................ BAB I BAB II 3 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang………………………………………………….... 4 1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………… 4 : Pembahasan 2.1 Skenario.........…………………………………………………….. 5 2.2 Klarifikasi Istilah............................................................................. 6 2.3 Identifikasi Masalah........................................................................ 2.4 Analisis Masalah............................................................................... 8 2.5 Learning Issue................................................................................. 30 2.6 Kerangka Konsep............................................................................ 60 7 BAB III : Penutup 3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 62 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai eklampsia yang disertai sindrom HELLP parsial pada ibu hamil. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. 1.3 Data Tutorial a. Tutor : dr. Emma Novita, M.Kes b. Moderator : Fajri Irwinsyah Manalu c. Sekertaris : Michael Chandra Radyat Fachreza d. Waktu : Senin, 29 Januari 2018 Pukul 10.00 – 12.00 WIB Rabu, 31 Januari 2018 Pukul 10.00 – 12.00 WIB 4 BAB II ISI 2.1 SKENARIO Mrs. Helen, 19 years old, pregnant woman, G1P0A0, 38 weeks pregnancy, was brought by her husband to the policlinic RSUD Lahat to ANC. She has been complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2 days. Patient also complain of uterine contraction since 12 hours ago, also complaining of bloody show, but did not complain of watery discharge. According to her husband, on her last ANC, 3 days ago the midwife found that her blood pressure was high, and advice to deliver the baby in the hospital. After that patient was deliver to emergency room for further treatment. In the examination findings: Upon admission, Height= 153 cm; weight= 76 kg; Sense: compos mentis, GCS: 15 BP: 180/110 mmHg, HR: 100x/min, RR: 21 x/m. Pretibial edema Obstetric examination: Fundal height 33cm, cephalic presentation, contraction 4x/10’/40” FHR: 120x/min, EFW: 3100 g Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput. Lab: Hb 10,2 g/dl; PLT: 180.230/mm3 WBC: 9600/mm3 and she had 4+ protein on urine, cylinder (-), LDH: 982 g/dl, Ureum: 22 mg/dl, creatinin: 0,51 mg/dl, SGOT: 99 mg/dl, SGPT: 77 mg/dl uric acid: 8,23 ml/dl In emergency room patient was plan for stabilization, patient was in bedrest position. But 2 minutes after transfer to emergency room, patient having convulsion about ±2 minute. And after that, patient underwent decrease of consciousness with GCS 13. Examination findings Sense: decrease of consciousness, GCS: 13 BP: 170/110 mmHg, HR: 123x/min, RR: 28 x/m Obstetric examination: 5 Outer examination: Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction 4x/10’/40” FHR: 115 x/min, EFW: 3100 g Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput. 2.2 KLARIFIKASI ISTILAH No. 1. Istilah Klarifikasi ANC Ante natal care, adalah pemeriksaan kehamilah untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian asi dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. (ASKEP) 2. Uterine contraction Kontraksi pada uterus seperti yang terjadi pada menstruasi dan kelahiran. (Dorland) 3. Bloody show Keluarnya darah atau darah bercampur mukus dari vagina yang terjadi diakhir kehamilan. 4. Pretibial edema Pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interselular tubuh pada region cruris. 5. Fundal height Tinggi puncak tertinggi rahim sesuai usia kehamilan, yang diukur dari puncak uterus sampai puncak simfisis pubis. 6. EFW Estimated fetal weight 7. Vaginal toucher Pemeriksaan yang dilakukan dengan memasukkan jari ke dalam liang senggama untuk mengetahui: pasien yang datang sudah inpartu atau belum, menetapkan titik awal persalinan, menetapkan gambaran jalan persalinan. 8. Portio Bagian dari serviks uterus yang menonjol ke vagina dan dilapisi epitel skuamosa yang 6 berlapis. (Dorland) 9. Vertex presentation Merupakan presentasi sefalik yang paling umum, dimana occiput merupakan bagian yang pertama memasuki jalan lahir. (William Obstetric) 10. HII Pembagian ruang panggul menurut Hodge, dimana bidang sudah sejajar dengan Hodge I, terletak setinggi bagian bawah simfisis. (RSUD Serang) 11. Effacement Penipisan serviks yang menunjukkan proses persiapan serviks untuk kelahiran. (American Pregnancy) 2.3 IDENTIFIKASI MASALAH 1. Mrs. Helen, 19 years old, pregnant woman, G1P0A0, 38 weeks pregnancy, was brought by her husband to the policlinic RSUD Lahat to ANC. She has been complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2 days. Patient also complain of uterine contraction since 12 hours ago, also complaining of bloody show, but did not complain of watery discharge. 2. According to her husband, on her last ANC, 3 days ago the midwife found that her blood pressure was high, and advice to deliver the baby in the hospital. After that patient was deliver to emergency room for further treatment. 3. In the examination findings: Upon admission, Height= 153 cm; weight= 76 kg; Sense: compos mentis, GCS: 15 BP: 180/110 mmHg, HR: 100x/min, RR: 12x/m. Pretibial edema 4. Obstetric examination: Fundal height 33cm, cephalic presentation, contraction 4x/10’/40” FHR: 120x/min, EFW: 3100 g Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput. 7 5. Lab: Hb 10,2 g/dl; PLT: 180.230/mm3 WBC: 9600/mm3 and she had 4+ protein on urine, cylinder (-), LDH: 982 g/dl, Ureum: 22 mg/dl, creatinin: 0,51 mg/dl, SGOT: 99 mg/dl, SGPT: 77 mg/dl uric acid: 8,23 ml/dl 6. In emergency room patient was plan for stabilization, patient was in bedrest position. But 2 minutes after transfer to emergency room, patient having convulsion about ±2 minute. And after that, patient underwent decrease of consciousness with GCS 13. 7. Examination findings Sense: decrease of consciousness, GCS: 13 BP: 170/110 mmHg, HR: 123x/min, RR: 28 x/m 8. Obstetric examination: Outer examination: Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction 4x/10’/40” FHR: 115 x/min, EFW: 3100 g Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput. 2.4 ANALISIS MASALAH 1. Mrs. Helen, 19 years old, pregnant woman, G1P0A0, 38 weeks pregnancy, was brought by her husband to the policlinic RSUD Lahat to ANC. She has been complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2 days. Patient also complain of uterine contraction since 12 hours ago, also complaining of bloody show, but did not complain of watery discharge. 1.1. Bagaimana hubungan usia ibu, usia gestasi, dan status kehamilan ibu dengan kasus? Pada wanita usia muda (<20 tahun) organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum bersedia menjadi ibu, sehingga kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetrik yang salah satunya preeklampsia. Paritas Kasus preeklampsia yang paling banyak terjadi pada ibu yang melahirkan anak pertama, dimana persalinan yang pertama biasanya mempunyai risiko relatif tinggi dan akan menurun pada paritas 2 dan 3 (Geoffrey, 1994). 8 Usia Gestasi Kasus preeklampsia dapat timbul pada usia kehamilan 20 minggu. Tetapi sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan makin tua kehamilan, maka makin besar kemungkinan timbulnya preeklampsia (Mey, 1998). 1.2. Apa penyebab dan mekanisme nyeri kepala pada kasus? Adanya penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis Lumen otot kaku dan tegang vasokontriksi a. spiralis gangguan aliran darah uteroplasenta hipoksia dan iskemik plasenta merangsang produksi oksidan (radikal hidroksil) merusak membrane, protein, dan nucleus sel terjadinya disfungsi endotel rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin, dan juga penurunan prostasiklin terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk pemb darah di otak) hipoperfusi aliran darah ke otak terjadi iskemik cerebri rangsang oksidan peningkatan permeabilitas membran endotel transudasi cairan di otak edema cerebri peningkatan tekanan intracranial Sakit pada kepala 1.3. Apa penyebab dan mekanisme nyeri epigastrik pada kasus? a. Adanya Penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis Lumen otot kaku dan tegang vasokontriksi a. spiralis gangguan aliran darah uteroplasenta hipoksia dan iskemik plasenta merangsang produksi oksidan (radikal hidroksil) merusak membrane, protein, dan nucleus sel terjadinya disfungsi endotel rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin, dan juga penurunan prostasiklin terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk pemb darah di hepar) terjadi iskemia pada sel hepar hal ini dapat menyebabkan terjadinya pendarahan pada sel periportal lobus perifer pendarahan dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar (subkapsular hematoma) terjadi rasa nyeri epigastric b. Pasien dengan pre eklamsia bisa menimbulkan komplikasi berupa sindrom HELLP . Pasien dengan sindroma hellp akan mengalami lesi klasik di hepar berupa necrosis periportal, microtrombus, dan deposit fibrin di sinusoid9 sinusoid hati , Obstruksi dari aliran sirkulasi di sinilah yang menyebabkan hepar mengalami bengkak dan sehingga terjadi peregangan dari kapsula glisson nyeri epigastrik 1.4. Apa penyebab dan mekanisme muntah pada kasus? Peningkatan permeabilitas kapiler (di lambung) terjadi pembengakakan pada lambung rangsang saraf afferent ke hipotalamus untuk terjadinya peningkatan asam lambung yang nanti akan disalurkan oleh saraf efferent menimbulkan reaksi muntah 1.5. Apa penyebab dan mekanisme pengelihatan kabur pada kasus? Adanya penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis Lumen otot kaku dan tegang vasokontriksi a. spiralis gangguan aliran darah uteroplasenta hipoksia dan iskemik plasenta merangsang produksi oksidan (radikal hidroksil) merusak membrane, protein, dan nucleus sel terjadinya disfungsi endotel rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin, dan juga penurunan prostasiklin terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk pemb darah di otak) hipoperfusi arteri retinalis gangguan penglihatan 1.6. Apa penyebab dan mekanisme kontraksi uterus pada kasus? 38 minggu merupakan usia normal untuk terjadinya persalinan dimana diawali dengan proses peregangan cervix oleh kepala janin atau bagian terbawah janin yang kan mengirimkan sinyal ke hipotalamus posterior untuk menghasilkan hormone oksitosin yang akan memicu kontraksi dari uterus. Selain oksitosin, prostaglandin juga akan dihasilkan oleh plasenta saat memasuki kala I dari proses bersalin. Oksitosin dan prostaglandin yang terus menerus dihasilkan, menyebabkan kontraksi uterus pada ibu yang semakin sering dan regular terjadi. 1.7. Apa penyebab dan mekanisme bloody show pada kasus? Persalinan kala I ditetapkan sebagai tahap yang berlangsung sejak terjadi kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi serviks lengkap, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak dari darah haid. Keluarnya lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan 10 akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. Tahap pertama biasanya berlangsung jauh lebih lama daripada waktu yang diperlukan untuk tahap kedua dan ketiga (Kampono, 2008). Frekuensi his pada persalinan kala I adalah 1 kali/10 menit pada permulaan persalinan dan 2-3 kali/10 menit pada akhir kala I. Lamanya kuranglebih satu menit. Nyeri yang terjadi berasal dari regangan serviks yang membuka. Terjadi kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg. Biasanya dimulai dari tulang belakang yang menjalar ke depan. Kontraksi uterus dimulai pada tempat kirakira batas tuba dengan uterus. Akibatnya terhadap janin yaitu setiap kontraksi dapat menghambat aliran darah dari plasenta ke janin. Kalau tekanannya melebihi 75 mmHg akan menyumbat aliran darah sama sekali. Kalau his terlampau kuat, terlampau lama, atau terlampau sering dapat menimbulkan gawat janin (Sumapraja, 1993). 1.8. Mengapa ditanyakan riwayat watery discharge pada kasus? Untuk mengetahui kesiapan ibu terhadap persalinan. 2. According to her husband, on her last ANC, 3 days ago the midwife found that her blood pressure was high, and advice to deliver the baby in the hospital. After that patient was deliver to emergency room for further treatment. 2.1. Apa penyebab dan mekanisme tekanan darah tinggi pada kasus? Penyebab tekanan darah tinggi pada pre eklamsia itu bervariasi Teori defisiensi gizi (teori diet) beberapa penelitian menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menghambat produksi tromboksan dan menghambat aktivasi trombosit Teori adaptasi kardiovaskuler Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan bahan vasopresor. Pada hipertensi dalam kehamilan ditemukan adanya kehilangan daya refrakter terhadap bahan bahan vasokonstriktor. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin Pada perempuan hamil normal, tidak terjadi penolakan hasil konsepsi (plasenta) dikarenakan adanya HLA-G yang melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu. HLA- G berperan dalam mempermudah invasi sel trofoblas 11 ke dalam jaringan desidua ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga pertumbuhan janin baik. Sedangkan pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel sel trofoblas 2.2. Kapan dilakukan pemeriksaan ANC? ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Kunjungan antenatal untuk pemanfaatan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36 dan sesudah minggu ke 36) 2.3. Apa indikasi pasien ini dikirim ke ruang emergensi? Pada dasarnya penderita preeklampsia-eklampsia yang harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan adalah: 1. Semua penderita preeklampsia berat-eklampsia Kriteria preeklampsia berat adalah apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah ini: Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his 12 Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma Gangguan visus dan serebral Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan Edema paru dan sianosis Gangguan pertumbuhan janin intrauteri Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count) 2. Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyakit dasar kardiovaskuler, renovaskuler, atau metabolik 3. Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyulit obstetrik. Kegiatan rujukan penderita preeklampsia berat-eklampsia dapat dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: o Tahap pengobatan pendahuluan o Tahap transportasi penderita o Tahap pengobatan lanjutan Tahap merujuk balik 2.4. Bagaimana prosedur pemeriksaan ANC? Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, anjurkan setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali, termasuk minimal 1 kali kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota keluarga, sebagai berikut. 13 PROSEDUR ANTE-NATAL CARE : 14 Catatan: 1. Tabel di atas adalah pedoman untuk ibu yang menjalani asuhan antenatal sesuai jadwal. 2. Jika ada jadwal kunjungan yang terlewatkan, lengkapi tatalaksana yang terlewatkan pada kunjungan berikutnya. 3. Lakukan rujukan sesuai indikasi jika menemukan kelainan pada pemeriksaan terutama jika kelainan tersebut tidak membaik pada kunjungan berikutnya. 4. (√) = rutin, (*) = sesuai indikasi, (√*) = rutin untuk daerah endemis MEMBERIKAN MATERI KONSELING, INFORMASI, DAN EDUKASI (KIE) Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) wajib dimiliki oleh setiap ibu hamil, karena materi konseling dan edukasi yang perlu diberikan tercantum di buku tersebut. Pastikan bahwa ibu memahami hal-hal berikut: Persiapan persalinan, termasuk: - Siapa yang akan menolong persalinan - Dimana akan melahirkan - Siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan - Kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul permasalahan - Metode transportasi bila diperlukan rujukan - Dukungan biaya Pentingnya peran suami atau pasangan dan keluarga selama kehamilan dan persalinan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai: - Sakit kepala lebih dari biasa - Perdarahan per vaginam - Gangguan penglihatan - Pembengkakan pada wajah/tangan - Nyeri abdomen (epigastrium) - Mual dan muntah berlebihan 15 - Demam - Janin tidak bergerak sebanyak biasanya Pemberian makanan bayi, air susu ibu (ASI) eksklusif, dan inisiasi menyusu dini (IMD). (lihat bab 2.4) Catatan: Konseling pemberian makanan bayi sebaiknya dimulai sejak usia kehamilan 12 minggu dan dimantapkan sebelum kehamilan 34 minggu. Penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin misalnya hipertensi, TBC, HIV, serta infeksi menular seksual lainnya. Perlunya menghentikan kebiasaan yang berisiko bagi kesehatan, seperti merokok dan minum alkohol. Program KB terutama penggunaan kontrasepsi pascasalin (lihat bab2.5) Informasi terkait kekerasan terhadap perempuan Kesehatan ibu termasuk kebersihan, aktivitas, dan nutrisi - Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dua kali sehari, mengganti pakaian dalam yang bersih dan kering, dan membasuh vagina. - Minum cukup cairan - Peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori/hari dari menu seimbang. Contoh: nasi tim dari 4 sendok makan beras, ½ pasang hati ayam, 1 potong tahu, wortel parut, bayam, 1 sendok teh minyak goreng, dan 400 ml air. - Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat jika lelah. - Hubungan suami-istri boleh dilanjutkan selama kehamilan (dianjurkan memakai kondom) IDENTIFIKASI KOMPLIKASI DAN MELAKUKAN RUJUKAN Rujukan harus dilakukan pada kondisi di luar kehamilan normal. Klasifikasi kehamilan terangkum dalam tabel berikut : 16 Lihat pedoman tatalaksana pada bab yang sesuai di buku ini. Untuk kehamilan dengan masalah kesehatan/komplikasi yang membutuhkan rujukan, lakukan langkah-langkah berikut: Rujuk ke dokter untuk konsultasi 17 Bantu ibu menentukan pilihan yang tepat untuk konsultasi (dokter puskesmas, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dsb) Lampirkan kartu kesehatan ibu hamil berikut surat rujukan Minta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat dengan hasil dari rujukan Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan Lakukan perencanaan dini jika ibu perlu bersalin di fasilitas kesehatan rujukan RUJUKAN SEGERA: - Rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat di mana tersedia pelayanan kegawatdaruratan obstetri yang sesuai. - Sambil menunggu transportasi, berikan pertolongan awal kegawatdaruratan, jika perlu berikan pengobatan. - Mulai berikan cairan infus intravena - Temani ibu hamil dan anggota keluarganya - Bawa obat dan kebutuhan-kebutuhan lain - Bawa catatan medis atau kartu kesehatan ibu hamil, surat rujukan, dan pendanaan yang cukup 3. In the examination findings: Upon admission, Height= 153 cm; weight= 76 kg; Sense: compos mentis, GCS: 15 BP: 180/110 mmHg, HR: 100x/min, RR: 21x/m. Pretibial edema 3.1. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit? Sensorium Hasil Normal Interpretasi Compos Compos mentis Normal Normal mentis GCS 15 13-15 Tekanan Darah 180/110 120-140/80-90 18 mm Hipertensi mmHg Hg HR 100x / menit 60-100 x / menit Normal RR 12x / menit 16-24 x / menit Brakipneu 18,5-25 Obesitas - Abnormal Height & Height 153 cm Weight Weight 65 kg (76-11) BMI : 27,76 Pretibial Edema 3.2. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit? BP ↑ dan HR ↑ : Kompensasi pemenuhan nutrisi ke janin resistensi vaskular peripheral dan tekanan darah arteri ↑ vasokontriksi sistemik, peningkatan resistensi vaskular, dan penurunan CO terjadi sensitivitas yang tinggi untuk vasopresor seperti angiotensin II dan norepinefrin gangguan vasorelaksasi endothelium-dependent peningkatan tekanan darah dan nadi sebelum terjadinya hipertensi dan proteinuria. Edema Pretibial : disfungsi endothel glomerulus “endotheliosis glomerular” edema anasarka 3.3. Bagaimana gambaran pretibial edema pada ibu hamil? 19 4. Obstetric examination: Fundal height 33cm, cephalic presentation, contraction 4x/10’/40” FHR: 120x/min, EFW: 3100 g Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput. 4.1. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit? Tabel interpretasi pemeriksaan obstetrik Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi Tinggi fundus 33 33 cm diatas simfisis Normal cm Presentasi Kepala Presentasi Kepala Normal Kontraksi >3x/10’/40” Telah 4x/10’/40” memasuki kala I fase aktif. FHR 120x/menit 120x/menit 20 Normal EFW 3100 g Normal Tabel interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan vaginal toucher Hasil Interpretasi Mekanisme Portio lembut Normal - Effacement pendataran 100% sempurna pemeriksaan serviks Serabut otot setinggi ostium serviks internum ditarik ke atas, atau dipendekkan menuju segmen bawah uterus. Bukaan 7 cm belum Kontrksi uterus tekanan selaput Bukaan lengkap, Fase aktif ketuban kala I amnion kantong tekanan hidrostatik pelebaran saluran serviks Presentasi Presentasi puncak Kepala bayi keadaan defleksi ringan vertex kepala dengan penunjuk ubun-ubun besar Cairan amnion Selaput ketuban Adanya kotraksi uterus (+) sudah pecah Hodge II Penurunan janin kepala Adanya dilatasi serviks mencapai bagian bawah simfisis Transverse Occiput bayi berada 21 occiput. di sebelah kiri atau kanan ibu.Normal 4.2. Bagaimana gambaran vertex presentation? 4.3. Bagaimana klasifikasi Hodge? Sertakan gambar! Ikbar Radyat Bidang Hodge adalah garis khayal dalam panggul untuk mengetahui seberapa jauh penurunan kepala janin pada panggul. Diambil dari nama penemunya yaitu Hodge 22 Bidang Hodge dipelajari untuk menentukan sampai di mana bagian terendah janin turun ke dalam panggul pada persalinan dan terdiri atas empat bidang: 1. Bidang Hodge I: bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas simfisis dan promontorium. 2. Bidang Hodge II: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I terletak setinggi bagian bawah simfisis. 3. Bidang Hodge III: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I dan II, terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. 4. Bidang Hodge IV: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I, II, dan III, terletak setinggi os koksigeus. 4.4. Bagaimana gambaran transverse occiput? 23 4.5. Bagaiamana cara pemeriksaan cairan amnion? 1. Amnionsentesis Tujuan pelaksanaannya : Mendeteksi cacat tabung saraf Mendeteksi kelainan kromosom Mengetahui jenis kelamin Mendeteksi infeksi janin Mendiagnosis kelainan genetik Dll Cara kerja: Amniosentesis dilakukan di klinik dokter spesialis kebidanan atau rumah sakit. Prosedur ini biasanya dilakukan pada trimester kedua kehamilan, atau saat janin berusia 15-20 minggu. Walaupun jarang, amniosentesis juga dapat dilakukan lebih awal. Batas maksimalnya adalah pada usia 11-13 minggu, karena jika terlalu dini dapat meningkatkan resiko cedera janin. Biasanya prosedur ini tidak perlu dilakukan lagi pada trimester ketiga. Saat tes, dokter akan mengambil cairan dari kantung ketuban dengan menyuntikkan jarum ke rahim melalui perut pasien. Jumlah cairan ketuban yang dibutuhkan adalah sekitar 20 ml. Sebelum tes pasien akan menjalani ultrasound, supaya dokter dapat mengetahui titik teraman untuk penyuntikan. Proses pengambilan cairan hanya membutuhkan 5 menit. Namun, seluruh proses tes dapat membutuhkan waktu hingga 45 menit, termasuk ultrasound dan persiapan lain. 24 Sampel cairan akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Hasilnya bisa didapatkan dalam beberapa hari atau minggu dan dijelaskan pada pasien saat konsultasi lanjutan dengan spesialis kebidanan. 2. AFI 25 5. Lab: Hb 10,2 g/dl; PLT: 180.230/mm3 WBC: 9600/mm3 and she had 4+ protein on urine, cylinder (-), LDH: 982 g/dl, Ureum: 22 mg/dl, creatinin: 0,51 mg/dl, SGOT: 99 mg/dl, SGPT: 77 mg/dl uric acid: 8,23 ml/dl 5.1. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit? Hasil Interpretasi pemeriksaan Hb : 10,2 g/dl Anemia ringan (Hb pada ibu hamil trimester ke 3 : 11 g / dl) karena pada ibu hamil terjadi peningkatan volume plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan volume sel darah merah sehingga terjadi hemodilusi yang menyebabkan anemia fisiologis. PLT 180.320/mm3 : Normal. Belum terjadi aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati akibat dari vasospasme berat. WBC : Normal 9.600/mm3 Proteinuria (+) Cyinder (-) - Proteinuria (+4) abnormal Mekanisme : penurunan invasi trofoblast pada A. Spiralis lumen otot menjadi kaku dan tegang vasokontriksi A.spiralis gangguan aliran darah uteroplasenta hipoksia dan iskemia plasenta kondisi tersebut memproduksi radikal hidroksil menghancurkan membran sel, nukleus, protein terjadilah disfungsi endotel peningkatan permeabilitas kapiler protein mudah lolos ke urine proteinuria - Cylinder (-) Normal SGOT 99 mg/dL Abnormal, keruskaan sel hepar SGPT 77 mg/dL Abnormal, kerusakan sel hepar LDH 982 mg/dL Abnormal, terjadi peningkatan kerusakan sel hepar, keluarnya enzim intraseluler 26 Ureum 22 mg/dL Creatinin Abnormal, penurunan laju filtrasi glomerulus 0,51 Abnormal, penurunan laju fltrasi glomerulur mg/dL Uric acid 8,23 Abnormal, penurunan aliran darah ginjal mg/dl 5.2. Bagaimana nilai GFR pada ibu hamil dan interpretasinya? Arisda Fikram Tidak ada rumus eGFR yang valid untuk masa kehamilan. Kreatinin serum tetap menjadi penilaian standar fungsi ginjal selama kehamilan. 6. In emergency room patient was plan for stabilization, patient was in bedrest position. But 2 minutes after transfer to emergency room, patient having convulsion about ±2 minute. And after that, patient underwent decrease of consciousness with GCS 13. 6.1. Apa penyebab dan mekanisme kejang tinggi pada kasus? Beberapa mekanisme etiologi yang terlibat dalam patogenesis kejang pada eklamsia telah menyertakan vasokonstriksi serebral atau vasospasme ensefalopati hipertensi, edema serebral atau infark, pendarahan otak, dan ensefalopati metabolik. Namun, tidak jelas apakah temuan ini adalah penyebab atau efek dari kejang. 6.2. Apa penyebab dan mekanisme penurunan kesadaran pada kasus? Invasi trofoblas tidak terjadi pada lapisan otot arteri spiralis lapisan otot a. Spiralis tidak terjadi vasodilatasi janin tidak dapat mendapatkan oksigen yang adekuat iskemia janin menghasilkan oksidan/radikal bebas terjadi kerusakan pada endotel tidak dapat menhasilkan NO sebagai vasodilator pembuluh darah vasokonstriksi pembuluh darah hipoksia jaringan otak penurunan kesadaran 6.3. Bagaimana indikasi terminasi kehamilan secara umum? 1. Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak terjadinya kejang. 27 2. Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu. 3. Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi (lihat algoritma di halaman berikut). Lakukan pengawasan ketat. 4. Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat. 5. Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini dianjurkan. 6. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan. 6.4. Apa terdapat indikasi terminasi kehamilan pada kasus ini? Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan di bawah ini: 1) Umur kehamilan > 36 minggu. 2) Terdapat tanda-tanda impending eklamsia. 3) Gawat janin. 4) Sindroma HELLP. 5) Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam perawatan tiak terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit. Secara prinsip kehamilan dengan eklamsia harus segera di terminasi (diakhiri). 7. Examination findings Sense: decrease of consciousness, GCS: 13 BP: 170/110 mmHg, HR: 123x/min, RR: 28 x/m 7.1. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik saat masuk ruang emergensi? Sense: decrease of consciousness : Abnormal GCS: 13 : Abnormal BP: 170/110 mmHg : Abnormal , HR: 123x/min : abnormal , RR: 28 x/m : abnormal 28 7.2. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik saat masuk ruang emergensi? Sensorium dan GCS Terjadi regulasi serbrovaskular berlebihan sehingga timbul vasospasme. Penurunan aliran darah menyebabkan iskemia edema sitotoksik dan infark jaringan. Selain itu, timbul daerah yang mengalami vasokonstriksi dan vasodilatasi paksa, khususnya pada perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan pada tekanan end-capillary menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, hipoperfusi, dan ekstravasasi plasma hingga terjadi akumulasi edema vasogenik. Mekanisme ini menimbulkan gangguan eksitabilitas neuronal dan transmisi sinaptik sehingga terjadi penurunan kesadaran. Takikardi Proteinuria hypoalbuminemia retensi cairan meningkat vasokonstriksi beban jantung meningkat takikardi Takipneu Saat kejang eclampsia terjadi, asidosis laktat menyebabkan gangguan asasm basa berupa penuranan kadar bikarbonat. Sebagai upaya kompensasi, tubuh mengeluarkan CO2 yang bersifat asam dengan cara meningkatkan frekuensi napas sehingga CO2 dapat dikeluarkan melalui ekshalasi 8. Obstetric examination: Outer examination: Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction 4x/10’/40” FHR: 115 x/min, EFW: 3100 g Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput. 8.1. Mengapa janin mengalami penurunan denyut jantung setelah ibu mengalami kejang? Jelaskan mekanismenya! Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi, kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi. 29 2.5 LEARNING ISSUE A. Eklampsia 1. Diagnosis banding Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain, oleh karena itu sebagai diagnosis banding eklampsia antara lain: Hipertensi, perdarahan otak, lesi di otak, Meningitis, Epilepsi , Kelainan metabolik Pembeda Eklampsia Hipertensi Ensefalitis Meningitis Epilepsi esensial Tekanan darah Meningkat Meningkat Normal Normal Normal Kesadaran Menurun Normal Koma Koma Menurun Demam - - + + - Gangguan + + - - - -/+ - + - penglihatan Nyeri epigastrium + Mual muntah + - + + - Edema 2. A Proteinuria + - - - - + - -/+ - - l Riwayat g hipertensi -/+ + -/+ - - o ritma penegakkan diagnosis Penegakkan diagnosis 1) Anamnesis Keluhan yang dialami ibu. Usia kehamilan saat ini preterm Riwayat kehamilan dan kelahiran sebelumnya G1P0A0 Riwayat obstetrik yang buruk (BOH). 2) Pemeriksaan fisik ibu hamil Pemeriksaan eksternal : − Inspeksi 30 − Palpasi dengan Leopold I-IV − Auskultasi fetal heart rate 3) Ditemukan satu atau lebih gejala PEB sebelumnya sebagai berikut: TD sistolik 160 mmHg dan TD diastolik 110 mmHg. TD ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam. Kenaikan kadar kreatinin plasma. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson). Edema paru dan sianosis. Hemolisis mikroangiopatik. Trombositopeni berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase. IUGR. Sindroma HELLP. Diagnosis sindroma HELLP pada kasus dapat pula ditegakkan, sebagaimana sindroma ini meliputi PEB disertai timbulnya Hemoyisis (H), Elevated liver enzime (EL), dan Low platelet count (LP). 4) Diagnosis Eklampsia: Kehamilan >20 mminggu, saat persalinan atau masa nifas Terdapat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema) Kejang atau koma Kadang dengan gangguan fungsi organ 31 3. Diagnosis kerja Mrs. Helen, 19 tahun, G1P0A0, usia gestasi 38 minggu, kala I fase aktif, mengalami eklampsia disertai sindrom HELLP parsial. 4. Definisi Pre eklamsia yang disertai dengan kejang kejang dan atau koma Pre eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria 5. Epidemiologi Di Indonesia frekuensi kejadian Preeklampsia sekitar 3-10% (menurut Triadmojo, 2003) sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa kejadian Preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kvasus per 1.000 kelahiran). (menurut Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi Preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, pada (tahun 2000) mendapatkan angka kejadian Preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1413 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan Preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara maju (0,05%-0,1%).8-9 Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya 6. Etiologi Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal 32 dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain. 7. Faktor resiko Paritas Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003) Usia Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan organ-organ kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003). Riwayat hipertensi Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi. Sosial ekonomi Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti 33 di negara berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006) Hiperplasentosis /kelainan trofoblast Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006). Genetik Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008). Obesitas Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi peningkatanmenjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2 (Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008) 34 8. Klasifikasi DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN Hipertensi Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg Proteinuria (-) atau kenaikan 15 mmHg dalam Kehamilan > 20 minggu 2 pengu-kuran berjarak 1 jam Preeklampsia ringan Idem Preeklampsia berat Proteinuria 1+ Tekanan diastolik mmHg > 110 Proteinuria 2+ Oliguria Hiperrefleksia Gangguan penglihatan Nyeri epigastrium Eklampsia Hipertensi Kejang HIPERTENSI KRONIK Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan < 20 minggu Superimposed Hipertensi kronik preeklampsi Proteinuria dan tanda lain daripreeklampsia 9. Manifestasi klinis Pada umumnya eklampsia didahului oleh makin memburuknya pre- eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium dan hiperrefleksia. Gejala klinis pre-eklampsia adalah: 1. Hipertensi—Gejala yang paling awal timbul adalah hipertensi yang terjadi tiba-tiba. Sebagai batas diambil tekanan darah 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik), tetapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg di atas tekanan biasanya. 35 Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg sistolik dan 110 mmHg diastolik tapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan darah melebihi 200 mmHg, pada penyebab biasanya hipertensi kronis. 2. Edema—Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang berlebihan. Penambahan berat ½ kg seminggu pada seorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan timbulnya pre-eklampsia harus dicurigai. Penambahan berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru tampak edema. Edema ini tidak hilang dengan istirahat. 3. Proteinuria—Sering ditemukan pada pre-eklampsia, yang kiranya karena vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan edema. 4. Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada pre-eklampsia, yaitu: a. Sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau edema otak b. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema atau sakit karena perubahan pada lambung c. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasme, edema, atau ablatio retinae. Perubahan-perubahan ini dapat dilihat dengan oftalmoskop. Serangan kejang dibagi menjadi empat: 1. Tingkat Invasi (Tingkat Permulaan) Pada tingkat ini, mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar satu pihak, dan kejang-kejang halus terlihat pada muka. Kejadian kira-kira berlangsung selama 30 detik. 2. Tingkat Kontraksi (Tingkat Kejang Tonis) Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistotonus, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok kedalam. Pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. Lamanya 15 sampai 20 detik. 36 3. Tingkat Konvulsi (Tingkat Kejang Klonis) Terjadilah kejang yang hilang timbul, rahang membuka dan menutup begitu pula mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat sehingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur dan atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur darah keluar dari mulut, mata merah, muka biru, berangsur kejang berulang dan akhirnya berhenti. Lamanya lebih kurang 1 menit. 4. Tingkat Koma Setelah kejang klonis pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini dari beberapa menit sampai berjam-jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrogad). Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas berulang lagi kadang-kadang 20-30 kali. Sebab kematian eklampsia adalah edema paru, apoplexia dan asidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Pada eklampsia antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklampsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklampsia intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang demikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih ringan ialah dari eklampsia ke dalam keadaan pre-eklampsia. Jadi kemungkinan eklampsia tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan terjadi. Setelah persalinan keadaan berangsur baik, kira-kira 12-24 jam. Proteinuria hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam kira-kira 2 minggu. 10. Pathogenesis Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran dari dari cabangcabang arteri uterine dan arteri ovarika yang akan menembus myometrium mementuk arteri arkuata. Arteri arkuata bercabang membentuk arteri radialis. 37 Arteri radialis akan menembus endometrium menjadi arteri basalis yang akan membentuk arteri spiralis. Pada kehamilan normal, terjadi invasi trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga matriks jaringan menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri untuk distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta, sehingga aliran darah ke janin cukup. Prosesn ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”. Pada hipertensi pada kehamilan tidak terjadi invasi sel trofoblas ke ateri spiralis, sehingga otot arteri tetap kaku dan keras. Lumen arteri relatif mengalami vasokontriksi, sehingga terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta dan hipoksia dan iskemia plasenta. Teori iskemia plasenta, radikal ebas, dan disfungsi endotel Pada kegagalan “remodeling arteri spiralis”, plasenta mengalami iskemia dan hipoksia menghasilan oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting dalam iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, terutama terhadap endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil merusak membrane sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh sehingga membentuk preoksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadipeningkatan peroksida lemak, sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E menurun. Peroksida lemak beredar dalam aliran darah dan merusak membrane endotel, karena langsung berhubungan dengan darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan endotel, sehingga fungsinya terganggu (disfungsi endotel).pada disfungsi endotel akan terjadi : Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu tejadi penurunan produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan vasodilator. 38 Agregasi sel trombosit di daerah endotel yang rusak, sehingga terjadi produksi tromboksan (TXA2) yang merupakan vasokonstriktor. Normalnya, prostasiklin lebih tinggi daripada tromboksan, namun pada preeklampsia terjaid peningktan tromboksan sehingga terjadi vasokontriksi. Perubahan khas dari endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis) Peningkatan permeabilitas kapilar Peningkatan bahan vasopressor, seperti endotelin. Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokontrikstor) meningkat. Peningkatan faktor koagulasi. Teori intoleransi immunologic antara ibu dan janin Dugaan bahwa faktor imun berperan pada terjadinya hipertensi dalam kehamilan, adalah kearena o Primigravida memiliki rasio lebih besar mengalami hipertensi pada kehamilan dibandingkan multigravida o Ibu multipara yang kemudian menikah lagi memiliki risiko lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya o Seks oral memiliki risiko lebih rendah terjadi hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil risiko hipertensi dalam kehamilan. Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak “hasil konsepsi” yang bersifat asing karena adanya modulasi imun oleh Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G). HLA-G pada plasenta melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. HLA-G juga mempermudah invasi trofoblas ked alma jaringan desidua ibu. Pada kehamilan dengan hipertensi ditemukan penurunan ekspresi HLA-G, sehingga menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sheingga memudahkan 39 reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladpatation pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua, wanita memiliki kencenderungan untuk mengalami preeklampsia, ternyata memiliki proporsi sel helper lebih rendah dibandingkan normotensive. Teori adaptasi kardiovaskular Pada saat hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor. Refrakter berarti tidak peka terhadap rangsangan vasopressor. Hal ini diakibatkan adanya sitesis prostaglandin (prostasiklin) pada endotel pembuuh darah. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap asopressor. Penelitian menunjukkan kepekaan dimulai sejak trimester pertama yang daapt ditemukan pada kehamilan 20 minggu. Teori genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandinggkan dengan genotype janin. Ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya juga dapat mengalami preeklampsia dan 8% menantunya mengalami preeklampsia. Teori defisiensi gizi Berdasarakan peneilitan si Inggris sebelum pecahnya Perang Dunia ke II, saat masa sulit untuk mendapat gizi cukup terjadi kenaikkan insiden hipertensi dalam kehamilan. Sebuah penelitian menunjukan konsumsi minyak ikan termasuk minyak halibut dapat mengurangi risiko preeklampsia, karena mengandung banyak asam lemak tak jenug yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, serta mencegah vasokontriksi. beberapa penelitian juga mengganggap preeklampsia atau eklampsia. Teori inflamasi 40 defisiensi kalsium dapat menyebabkan Teori ini berhubungan dengan lepasnya debris trofoblas di sirkulasi darah meruapakan rangsangan utama terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal, plasenta melepaskan debris trofoblas sebagai hasil apoptosis dan nekrotik trofoblas, karena reaksi stress oksidatif. Bahan ini akan memicu timbulnya inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlahnya masih dapat ditoleransi sehingga inflamasi masih minimal, namun pada kehamilan dengan preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga jumlah debris dan nekrotik meningkat. Hal ini menimbulkan beban reaksi inflamasi lebih besar, sehingga terjadi aktivasi sel endotel, dan sel makrofag/granulosit yang besar yang berakibat pada munculnya gejala preeklampsia. 11. Patofisiologi Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan fokus perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis.Beberapa mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai berikut: a) Edema serebral b) Perdarahan serebral c) Infark serebral d) Vasospasme serebral e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler f) Koagulopati intravaskuler serebral g) Ensefalopati hipertensi Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri. Secara teoritis terdapat dua penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya vasospasme dan dilatasi yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa over regulation serebrovaskuler akibat naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme yang berlebihan yang menyebabkan iskemia lokal. Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan metabolisme energi pada membran sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP41 dependent Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus berlanjut maka dapat terjadi ruptur membran sel yang menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible. Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan darah yang ekstrim pada eklampsi menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga terjadi vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight junction sel- sel endotel pembuluh darah. Keadaan ini akan menimbulkan terjadinya edema vasogenik. Edema vasogenik ini mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan kejang pada eklampsi. 12. Pemeriksaan penunjang Semua wanita yang hadir dengan hipertensi onset baru harus menjalani tes berikut ini: Complete Blood Count Tingkat serum alanin aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) Serum kreatinin Asam urat Koleksi urin 24 jam untuk protein dan kreatinin (kriteria standar) 13. Analisis dipstick urin Tatalaksana Prinsip Penatalaksanaan Eklampsia a. Mengatasi Kejang 1) Keadaan Darurat Penanganan Kejang Pelihara jalan napas Miring dan ekstensikan kepala Masukkan benda keras diantara gigi Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut. Penderita 42 dierawsat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudah lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita kejang tidak terlalu kuat menhentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen. 2) Pemberian Obat Anti Kejang Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama adalah magnesium sulfat. Bila dengan obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai altenatif pilihan, namun mengingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya diberikan oleh mereka yang berpengalaman. Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular akan membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjaidi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. b. Menurunkan Tekanan Darah atau Mengurangi Vasokonstriksi Obat kardiotonika atau obat-obatan antihipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi. Obat yang diberikan di indonesia adalah nifedipin dan klonidin c. Infus dan Meningkatkan Diuretik Dapat diberikan infus cairan glukose 5% atau ringer laktat jika tidak ada tanda perdarahan atau hiponatremia 43 Pemberian diuretik tidak bermanfaat untuk menghilangkan edema anasarka, justru hati-hati dalam pemberian diuretik karena wanita dengan eklampsia sangat sensitif terhadap penambahan cairan yang mendadak Pemberian diuretik diindikasikan jika terdapat edema pulmonum danharus disertai dengan monitor plasma elektrolit. Diuretikum yang dipakai adalah Furosemide. d. Mengakhiri Kehamilan Usia kehamilan saat ini > 34 minggu (38 minggu) Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini: o Setelah pemberian obat anti kejang terakhir. o Setelah kejang terakhir. o Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir. o Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ). Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar. Tindakanseksio sesar dilakukan pada keadaan: - Penderita belum inpartu - Fase laten - Gawat janin Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau kondisi ibu. Tatalaksana Non-Farmakologi a. Tirah baring dengan posisi miring ke sebelah kiri (untuk menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior) →↑ aliran darah balik→ menambah curah jantung → ↑ aliran darah ke organ vital. b. Diet - Minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ( omega 3 - PUFA) 44 - Antioksidan (Vit C,E, β karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik. - Elemen logam berat : Zinc, Mg, Kalsium Proses Persalinan a. Perawatan Eklampsia Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saar dan dengan cara yang tepat. b. Pengobatan Medikamentosa Dosis Awal: MgSO4 4gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit Dosis Pemeliharaan: MgSO4 (40%) 5gr IM dengan 1mL Lignokain (dalam semprit yang sama) c. Pengobatan Obstetrik Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya. d. Proses Persalinan Pilihan cara melahirkan untuk pasien pre-eklampsia tidaklah selalu seksio sesarea. Metode melahirkan bergantung kepada usia kehamilan, presentasi janin, status serviks, dan kondisi ibu-janin. Apabila dimungkinkan, partus per vaginam 45 dengan induksi kelahiran dapat dilakukan, biasanya dengan ekstraksi forceps atau dapat juga dengan cara seksio sesarea tergantung indikasi. Manajemen Post-Natal Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mecapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. - Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya. - Mempertahankan kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik. - Antikonvulsan (MgSO4) dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai tekanan darah terkendali. - Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan intensif - Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic >110 mmHg. - Pantau urin terus. 14. 1. Komplikasi Paru Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah: (1) pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat kejang; (2) kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan (Cunningham, 2005). 2. Otak Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat. Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa otak (acute vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang, 46 atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan dengan pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar umumnya prognosis pada penderita adalah baik (Cunningham, 2005). 3. Mata Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu : A. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat. B. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh kelainan retina maupun otak, dan akan kebali normal dalam waktu satu minggu (Cunningham, 2005). 4. Psikosis Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu, tetapi prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental sebelumnya (Cunningham, 2005). 5. Sistem hematologi Plasma darah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi, gangguan pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC), sindroma HELLP (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007). 6. Ginjal Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, klirens assam urat menurun, gagal ginjal akut (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007). 7. Hepar Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007). 8. Uterus Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum. Abrutio plasenta yang dapat menyebabkan DIC (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007). 47 9. Kardiovaskuler Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun, tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik, tekanan vena sentral menurun, tekanan paru menurun (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007). 10. Perubahan Metabolisme umum Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007). Perdarahan Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal dengan plasenta previa atau karena robeknya plasenta yang terletak di tempat lain di dalam rongga uterus atau yang dikenal dengan solusio plasenta. Eklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta walaupun lebih banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik (WHO, 2007; Cunningham, 2005). Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml pada histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada histerektomi saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada eklampsia sering didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya hipervolemia seperti pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu hamil pada kasus eklampsia jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah dibandingkan ibu normotensif (Cunningham, 2005). Kematian Maternal Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan, persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak tergantung usia dan tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan oleh kecelakaan (WHO, 2007). Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa hal antara lain karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma HELLP (Cunningham, 2005). 48 Komplikasi Perinatal Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi, kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi (Manuaba, 2003; Cunningham, 2005). Rajasri dkk menyebutkan terjadinya komplikasi neonatal pada kasus eklampsia seperti asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum (31%), sepsis (4%), ikterus (22%) (Yaliwal, 2011). George dkk dalam penelitiannya menyebutkan Sebanyak 64,1% bayi dilaporkan harus mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit dengan indikasi prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat (skor Apgar 5 menit <7), ikterus neonatal, sepsis neonatal. Angka kematian perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1 per 1000 kelahiran hidup diaman 51,4% kematian intrauterin dan 48,6% kematian neonatal. Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia (33,3%), sindrom distress respirasi (22,2%), dan prematuritas (22,2%) (George, 2009). 1. Dismaturitas Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak sesuai dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang dibawah beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya dibawah presentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco atau dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin Usher dan Mc.Lean. Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibatnya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadijaringan fobrotik, dipercepat dprosesnya pada preeklampsia atau 49 eklampsia dan hipertensi. Menurunnya alrand arah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungdi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu sehingga menimbulkan dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang lebih pendek terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi (Manuaba, 2003; Sinaga, 2003; Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). Komplikasi dismaturitas : (Winkjosastro, 2007) 1. Sindrom aspirasi meconium Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur. Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan gaping dalam uterus,. Slelain itu mekoneum akan dilepaskan kedalam liquor amnion, akibatnya cairan yang mengandung mekonium masuk kedalam paru janin karena inhalasi. Pada saat bayi lahir akan menderita gangguan pernapasan. 2. Hipoglikema simptomatik Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas. 3. Asfiksia neonatorum Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat berlanjut menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan karena faktor ibu yaitu adanya gangguan aliran darah ke uterus. Gangguan aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya asupan oksigen ke plasenta dan janin. Penilaian derajat asfiksia dapat dilakukan dengan Apgar skor, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut : Tabel 1. Skor Apgar 50 4. Penyakit membran hialin Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm, disebabkan surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit ini terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu. 5. 2. Hiperbilrubinema Prematuritas Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena terjaadi kenakan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan yang meningkat (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). 3. Sindroma Distress Respirasi Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi yang dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-40,8%. Beberapa faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah hipovolemik, asfiksia, dan aspirasi mekonium (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). 4. Trombositopenia Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor yang abnormal ibu. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan trombositopenia juga 51 mempunyai jumlah trombosit kurang dari 150.000/mm3 pada waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjadi normal (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). 5. Hipermagnesemia Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih besar atau sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan ini dapat terjadi depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal sehingga memerlukan pernapasan buatan (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). 6. Neutropenia Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama dengan sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya tidak jelas, mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta janin (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). 7. Kematian Perinatal Kematian perinatal terjadi karena asfiksia nonatorum berat, trauma saat kejang intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan bayi meninggal intrauterin (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007). 15. Edukasi dan pencegahan Pre-eklampsia dan eklampsia memiliki etiologi yang belum pasti, namun dengan riwayat eklampsia sebelumnya maka berisiko tinggi mengalaminya di kehamilan selanjutnya. Pencegahan eklampsia ialah sebagai berikut. 1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan perawatan dan skrining antenatal untuk deteksi dini secara proaktif yaitu mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya tanda bahaya dan faktor risiko pada kehamilan. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kondisi dan faktor risiko yang ada pada ibu hamil. 3. Meningkatkan akses rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan berencana bagi ibu dan janin. 52 2. Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan memantau tekanan darah ibu hamil. 3. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai kalsium, vitamin C dan A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga perlu banyak minum untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai petunjuk dokter. Lalu, untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil mengurangi garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas (Indiarti, 2009). 4. Bila sejak awal kehamilan tekanan darah ibu hamil sudah tinggi, berarti ibu hamil harus berhati-hati dengan pola makanannya. Ibu hamil harus mengurangi makanan yang asin dan bergaram seperti ikan asin, ebi, makanan kaleng, maupun makanan olahan lain yang menggunakan garam tinggi. Bila tekanan darah meningkat, istirahatlah sampai turun kembali. Lakukan relaksasi secukupnya, karena relaksasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Indiarti, 2009). Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan dan telah banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahanbahan non-farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin C, toxopheral (vit E), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia (Haryono, 2008). Rencana Kehamilan dan Persalinan Berikutnya Tidak hanya kehamilan pertama, kehamilan kedua dan seterusnya pun ternyata membutuhkan persiapan dan perencanaan yang baik. Tidak hanya persiapan fisik, tetapi juga mental. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain: 1. Mengatur jarak kelahiran Secara medis, rahim sebenarnya sudah siap untuk hamil lagi tiga bulan setelah ibu melahirkan. Namun, berdasarkan catatan statistic penelitian Conde Agudelo, bahwa jarak kelahiran yang aman antara anak satu dengan yang lainnya adalah 27- 32 bulan. Pada jarak ini kemungkinan besar bisa memiliki bayi yg sehat serta selamat saat melewati proses kehamilan. pemulihan belum sempurna dan 53 robekan perineum dapat terjadi sehingga sangat penting mempertimbangkan jarak kehamilan, jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. 2. Melepas alat kontrasepsi Idealnya, hentikan pemakaian alat kontrasepsi beberapa bulan sebelum memutuskan untuk hamil kembali, terutama untuk pemakaian pil kontrasepsi. Hal ini agar siklus menstruasi ibu normal kembali. Kecuali untuk pemakaian spiral, Bunda bisa langsung hamil begitu alat kontrasepsi dilepas. Adapun untuk metode kontrasepsi suntik. Tunggulah 3 bulan sebelum ibu memutuskan untuk hamil. 3. Pemeriksaan Prakehamilan Apabila ibu sudah siap hamil kembali, yang harus dilakukan adalah melakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya hal- hal yang bisa menyebabkan gangguan kehamilan, baik gangguan pada ibu maupun bayinya. Adapun jenis tes yang disarankan adalah tes ginekolog secara lengkap, termasuk tes labolatorium. Jika diketahui sang ibu mengalami riwayat penyakit yang berat, biasanya dokter akan menyarankan penundaan kehamilan. 4. Atur gizi dan nutrisi ibu menjelang kehamilan berikutnya Perlunya meningkatkan gizi dan nutrisi yang cukup pada ibu, menghindari terjadi gangguan/penyakit pada saat kehamilan berikutnya. Kesehatan janin sangat bergantung pada gizi dan nutrisi ibu. 16. Prognosis Untuk eklampsia, prognosisnya ditentukan dengan kriteria Eden: Koma yang lama (prolonged coma) Nadi diatas 120x/menit Suhu 39.4oC atau lebih Tekanan darah diatas 200 mmHg Konvulsi lebih dari 10x Proteinuria 10gr atau lebih Tidak ada edema, edema menghilang 54 Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai 2 atau lebih, termasuk eklmapsia kelas berat dan prognosis akan lebih buruk. 17. SKDI 3B B. Persalinan normal 1. Melihat tanda dan gejala a. Kontraksi rahim b. Keadaan kulit ketuban c. Penilaian servik 2. Kala I (Cek fase laten dan aktif) 3. Evaluasi pembukaan serviks minimal 1 cm/jam 4. Impartus kala II Menolong kelahiran bayi a. Lahirnya kepala Saat kepala bayi membuka vilva dengan diameter 3-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain, letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan. Menganjurkan ibu meneran perlahan atau bernafas cepat saat kepala lahir. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain kasa yang bersih Memeriksa lilitan tali pusat untuk agar tidak menghalangi proses kelahiran kepala Menunggu hingga bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan b. Lahir bahu 55 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kesua tanga di masing-masing muka bayi, dan menyarankan ibu untuk meneran , sengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian lembut menarik ke arah atas dan luar. Menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di baian bawah arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan terdebut. Setelah tubuh dari lengan lahir, menerlusurkan tangan yang ada di atas dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyanggahnya saat punggung kaki lahir.memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki. 5. Penanganan bayi baru lahir menilai bayi dengan cepat dalam waktu 30 detik, kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit ibu dan bayi, lakukan penyuntikan oksitosin 10 Unit I.M di gluteus. Menjepit tali pusat menggunakan klem 3 cm dari pusat bayi lalu urut tali pusat dari klem ke arah ibu dan memesang klem dengan jarak 2cm dari klem yang pertama. Lakukan pengguntingan tali pusat Mengeringkn bayi Memberi bayi kepada ibu 6. Kala III (Mengeluarkan plasenta) 7. Pemijatan uterus 8. Menilai pendarahan 9. Kala IV (Prosedur pascapersalinan) Menilai ulang kontraksi dan keadaan uterus 56 Megeluarkan plasenta dan meletakkan ke dalam larutan klorin 0,5% Menyelimuti bayi Menganjurkan inu untuk mulai memberi ASI Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan Mengajarakan ibu bagaimana masase uterus dan memeriksa kontraksi uteri. 10. Mengevalusi kehilangan darah Memeriksa vital sign Kebersihan dan keamanan C. Hellp syndrome 1. Definisi HELLP (Hemolysisi, Elevated Liver enzyme, Low Platelets count) syndrome, merupakan pre-eklamsia/eklamsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. 2. Diagnosis Didahului tanda dan gejala yang tidak khas yaitu malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semua ini mirip dengan gejala infeksi virus) Adanya tanda dan gejala pre-eklamsia Tanda-tanda hemolysis intravascular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek. Tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH Trombositopenia Trombosit ≤150.000/ml Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre-eklamsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP. 57 3. Patofisiologi Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan (Maurin, 1999). Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya enzim hepar akan meningkat (Maurin, 1999). Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan akhirnya mempengaruhi organ lainnya. Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan pre eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor (angiotensin dan tromboksan A2) dan sintesis bahan vasodilator yang menurun (prostasiklin), yang mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel yang luas. Manifestasinya adalah vasospasme arteriol, retensi Na dan air, serta perubahan koagulasi (Wahjoeningsih, 2005; Mills, 2002). Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara lipoprotein dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan sistem imun, dan perubahan genetik (Wahjoeningsih, 2005). Berkurangnya resistensi vaskuler serebral, ditambah dengan adanya kerusakan endotel, menyebabkan terjadinya edema serebri. Meskipun dikatakan bahwa kejang yang diakibatkan oleh eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan otak yang menetap, tetapi perdarahan intrakranial dapat terjadi 4. Klasifikasi Klasifikasi hellp syndroma menurut klasifikasi mississippi Berdasarkan kadadr trombosit darah, maka sindroma hellp diklasifikasikan dengan nama klasifikasi mississippi: 58 Kelas 1 : Kadar trombosit ≤ 50.000/ml LDH ≥600IU/I AST dan/atau ALT ≥40IU/I Kelas 2 : Kadar trombosit > 50.000/ml ≤10.000/nl LDH ≥600IU/I AST dan/atau ALT ≥40IU/I Kelas 3 : Kadar trombosit >100.000 ≤ 50.000/ml LDH ≥600IU/I AST dan/atau ALT ≥40IU/I 59 2.6 KERANGKA KONSEP Gagal invasi trofoblas ke dalam a. spiralis Multifaktorial: -Primigravida Lapisan otot a.spiralis kaku & keras -Usia muda -Overweight Lumen vasokonstriksi ↑ resistensi vaskular ↓ aliran darah uteroplasenta Hipoksia BAB & IIIiskemia plasenta Menghasilkan radikal hidroksi (peroksida lemak) Regangan endotel vaskular Permeabilitas vaskular ↑ Ekstravasasi ke interseluler otak Kerusakan dan disfungsi endotel Agregasi platelet ↓aliran darah ke ginjal Kerusakkan sel glomerulus ↑ kadar tromboksan proteinuria Edema di otak Vasokonstriksi sistemik ↑tekanan intrakranial Penurunan kesadaran ↓Klirens kreatinin hipoalbumin ↓Sekresi asam urat meningkat ↓tekanan osmotik Kejang Sakit kepala Edema 60 PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Mrs. Helen, 19 tahun, G1P0A0, usia gestasi 38 minggu, kala I fase aktif, mengalami eklampsia disertai sindrom HELLP parsial. 61 DAFTAR PUSTAKA Bobak, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2004 Cunningham FG, Lenevo KJ, Gant NF, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Hypertensive disorder in pregnancy. In : Rouse D,Rainey B, Song C, George D, Wendel J, editors. Williams obstetrics 22nded. New York : McGRAW-HILL; 2005. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Alexander GM, Bloom SL, Cassey BM, et al. Williams manual of obstetrics. New York : McGRAW-HILL; 2003 Cunningham, F.G et al: Williams Obstetrics 21st Editions. McGraw-Hill Medical Publishing Divisions. Cunningham, Garry F. dkk.2009. Obstetri Williams Vol. 1.Edisi 23. Diterjemahkan oleh dr. Brahm U. Pendit dkk. Jakarta: EGC Doengus, Merillyn E. Rencana Perawatan Maternal/bayi, Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edidi 2, jakarta, EGC, 2001. George IO, Jeremiah I. Perinatal outcome of babies delivered to eclamptic mothers : a prospevtive study from a Nigerian tertiary hospital. International Journal of Biomedical Science. 2009; 5(4): 390-394. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. BUKU SAKU PELAYANAN KESEHATAN IBU DI FASILITAS KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN (edisi 1). WHO. Jakarta. Krisnadi.S.R., dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin. Edisi pertama. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD/RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung, 2005. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Hipertensi dalam kehamilan. In : Astuti NZ, Purba Dl, Handayani S, Damayanti R, editors. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2003. Marks, Dawn B. dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Diterjemahkan oleh dr. Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. Maurin OH. HELLP syndrome: recognition and 4. perinatal management. American Family Physician. 1999; 60(3): 829-36. Mills JS, Maguire LS, Barker MJ. Preeklampsia and eklampsia. In: The clinical anaesthesia viva book. New York: Cambridge University Press; 2002. p.118-21. 62 Prawirohardjo, Sarwono, Hanifa Wijnkosastro. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Editor: Abdul Bari Saifuddin. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Prawirohardjo, Sarwono.2006. Buku AcuanPelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo,Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan (edisi 4).P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. Sinaga Y, Wibowo B. Hubungan faktor risiko ibu hamil dan cara persalinan pada penderita preeklampsia eklampsia dengan hasil keluaran bayi. Semarang : Bagian Obstetri dan Gienkologi FK UNDIP Semarang; 2003. Wahjoeningsih S. Anesthesia pada pasien dengan preeklamsia-eklamsia. In: Preeceding book 1st Indonesian symposium pediatric anesthesia and critical care. Surabaya. 2005. p.95-104. Winkjosastro H, Ssaifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Preeklampsia dan eklampsia. In : Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007 World Health Organization (WHO). Dibalik angka –Pengkajian kematian maternal dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Jakarta: WHO; 2007. Yaliwal RG, Jaju PB, Vanishree M. Eklampsia and perinatal outcome –a retrospektive study in a teaching hospital. Journal of clinical and diagnostic research. 2011; 5(5): 1056-1059. 63