LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 24 2018 KELOMPOK 9 1

advertisement
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO B BLOK 24
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9
Tutor: dr. Emma Novita, M.Kes
Aprilia Putri
04011181520065
Anggraini Tiara Septiyana Gunawan
04011181520083
Fajri Irwinsyah Manalu
04011181520086
Muhammad Fawwazi Multazam
04011181520145
Michael Chandra
04011181520149
Ezra Reinhard
04011281520153
Theresa Rahmadhani
04011281520156
Opel Berlin
04011281520168
Muhammad Ikbar Fauzan
04011181520173
Radyat Fachreza
04011181520174
Arisda Oktalia
04011181520175
Fikram Ahmad Fauzan
04011281419074
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial Skenario B Blok 24 Pendidikan
Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Tahun 2018. Disini kami membahas
sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari
klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan
antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan
ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, orang tua, tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun
materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca
Palembang, 2 Februari 2018
Kelompok 9
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................... 2
Daftar Isi........................................................................................................................
BAB I
BAB II
3
: Pendahuluan
1.1
Latar Belakang…………………………………………………....
4
1.2
Maksud dan Tujuan………………………………………………
4
: Pembahasan
2.1
Skenario.........…………………………………………………….. 5
2.2
Klarifikasi Istilah............................................................................. 6
2.3
Identifikasi Masalah........................................................................
2.4
Analisis Masalah............................................................................... 8
2.5
Learning Issue.................................................................................
30
2.6
Kerangka Konsep............................................................................
60
7
BAB III : Penutup
3.1
Kesimpulan ...................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 62
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran
untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis
memaparkan kasus yang diberikan mengenai eklampsia yang disertai sindrom
HELLP parsial pada ibu hamil.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep
dari skenario ini.
1.3 Data Tutorial
a. Tutor
: dr. Emma Novita, M.Kes
b. Moderator
: Fajri Irwinsyah Manalu
c. Sekertaris
: Michael Chandra
Radyat Fachreza
d. Waktu
: Senin, 29 Januari 2018
Pukul 10.00 – 12.00 WIB
Rabu, 31 Januari 2018
Pukul 10.00 – 12.00 WIB
4
BAB II
ISI
2.1 SKENARIO
Mrs. Helen, 19 years old, pregnant woman, G1P0A0, 38 weeks pregnancy, was
brought by her husband to the policlinic RSUD Lahat to ANC. She has been
complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2
days. Patient also complain of uterine contraction since 12 hours ago, also
complaining of bloody show, but did not complain of watery discharge. According to
her husband, on her last ANC, 3 days ago the midwife found that her blood pressure
was high, and advice to deliver the baby in the hospital. After that patient was deliver
to emergency room for further treatment.
In the examination findings:
Upon admission,
Height= 153 cm; weight= 76 kg;
Sense: compos mentis, GCS: 15
BP: 180/110 mmHg, HR: 100x/min, RR: 21 x/m.
Pretibial edema
Obstetric examination: Fundal height 33cm, cephalic presentation, contraction
4x/10’/40” FHR: 120x/min, EFW: 3100 g
Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex
presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput.
Lab: Hb 10,2 g/dl; PLT: 180.230/mm3 WBC: 9600/mm3 and she had 4+ protein on
urine, cylinder (-), LDH: 982 g/dl, Ureum: 22 mg/dl, creatinin: 0,51 mg/dl, SGOT:
99 mg/dl, SGPT: 77 mg/dl uric acid: 8,23 ml/dl
In emergency room patient was plan for stabilization, patient was in bedrest position.
But 2 minutes after transfer to emergency room, patient having convulsion about ±2
minute. And after that, patient underwent decrease of consciousness with GCS 13.
Examination findings
Sense: decrease of consciousness, GCS: 13
BP: 170/110 mmHg, HR: 123x/min, RR: 28 x/m
Obstetric examination:
5
Outer examination: Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction
4x/10’/40” FHR: 115 x/min, EFW: 3100 g
Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex
presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput.
2.2 KLARIFIKASI ISTILAH
No.
1.
Istilah
Klarifikasi
ANC
Ante natal care, adalah pemeriksaan kehamilah
untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberian asi
dan kembalinya kesehatan reproduksi secara
wajar. (ASKEP)
2.
Uterine contraction
Kontraksi pada uterus seperti yang terjadi pada
menstruasi dan kelahiran. (Dorland)
3.
Bloody show
Keluarnya darah atau darah bercampur mukus
dari vagina yang terjadi diakhir kehamilan.
4.
Pretibial edema
Pengumpulan cairan secara abnormal di ruang
interselular tubuh pada region cruris.
5.
Fundal height
Tinggi puncak tertinggi rahim sesuai usia
kehamilan, yang diukur dari puncak uterus
sampai puncak simfisis pubis.
6.
EFW
Estimated fetal weight
7.
Vaginal toucher
Pemeriksaan
yang
dilakukan
dengan
memasukkan jari ke dalam liang senggama
untuk mengetahui: pasien yang datang sudah
inpartu atau belum, menetapkan titik awal
persalinan,
menetapkan
gambaran
jalan
persalinan.
8.
Portio
Bagian dari serviks uterus yang menonjol ke
vagina dan dilapisi epitel skuamosa yang
6
berlapis. (Dorland)
9.
Vertex presentation
Merupakan presentasi sefalik yang paling umum,
dimana occiput merupakan bagian yang pertama
memasuki jalan lahir. (William Obstetric)
10.
HII
Pembagian ruang panggul menurut Hodge,
dimana bidang sudah sejajar dengan Hodge I,
terletak setinggi bagian bawah simfisis. (RSUD
Serang)
11.
Effacement
Penipisan serviks yang menunjukkan proses
persiapan serviks untuk kelahiran. (American
Pregnancy)
2.3 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mrs. Helen, 19 years old, pregnant woman, G1P0A0, 38 weeks pregnancy, was
brought by her husband to the policlinic RSUD Lahat to ANC. She has been
complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2
days. Patient also complain of uterine contraction since 12 hours ago, also
complaining of bloody show, but did not complain of watery discharge.
2. According to her husband, on her last ANC, 3 days ago the midwife found that her
blood pressure was high, and advice to deliver the baby in the hospital. After that
patient was deliver to emergency room for further treatment.
3. In the examination findings:
Upon admission,
Height= 153 cm; weight= 76 kg;
Sense: compos mentis, GCS: 15
BP: 180/110 mmHg, HR: 100x/min, RR: 12x/m.
Pretibial edema
4. Obstetric examination: Fundal height 33cm, cephalic presentation, contraction
4x/10’/40” FHR: 120x/min, EFW: 3100 g
Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex
presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput.
7
5. Lab: Hb 10,2 g/dl; PLT: 180.230/mm3 WBC: 9600/mm3 and she had 4+ protein on
urine, cylinder (-), LDH: 982 g/dl, Ureum: 22 mg/dl, creatinin: 0,51 mg/dl, SGOT: 99
mg/dl, SGPT: 77 mg/dl uric acid: 8,23 ml/dl
6. In emergency room patient was plan for stabilization, patient was in bedrest position.
But 2 minutes after transfer to emergency room, patient having convulsion about ±2
minute. And after that, patient underwent decrease of consciousness with GCS 13.
7. Examination findings
Sense: decrease of consciousness, GCS: 13
BP: 170/110 mmHg, HR: 123x/min, RR: 28 x/m
8. Obstetric examination:
Outer examination: Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction
4x/10’/40” FHR: 115 x/min, EFW: 3100 g
Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex
presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput.
2.4 ANALISIS MASALAH
1.
Mrs. Helen, 19 years old, pregnant woman, G1P0A0, 38 weeks pregnancy, was
brought by her husband to the policlinic RSUD Lahat to ANC. She has been
complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2
days. Patient also complain of uterine contraction since 12 hours ago, also
complaining of bloody show, but did not complain of watery discharge.
1.1. Bagaimana hubungan usia ibu, usia gestasi, dan status kehamilan ibu dengan
kasus?
Pada wanita usia muda (<20 tahun) organ-organ reproduksi belum sempurna
secara keseluruhan dan kejiwaannya belum bersedia menjadi ibu, sehingga
kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetrik yang salah satunya
preeklampsia.
Paritas
Kasus preeklampsia yang paling banyak terjadi pada ibu yang melahirkan anak
pertama, dimana persalinan yang pertama biasanya mempunyai risiko relatif
tinggi dan akan menurun pada paritas 2 dan 3 (Geoffrey, 1994).
8
Usia Gestasi
Kasus preeklampsia dapat timbul pada usia kehamilan 20 minggu. Tetapi
sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37
minggu dan makin tua kehamilan, maka makin besar kemungkinan timbulnya
preeklampsia (Mey, 1998).
1.2. Apa penyebab dan mekanisme nyeri kepala pada kasus?
Adanya penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis  Lumen otot
kaku dan tegang  vasokontriksi a. spiralis  gangguan aliran darah
uteroplasenta  hipoksia dan iskemik plasenta  merangsang produksi oksidan
(radikal hidroksil)  merusak membrane, protein, dan nucleus sel  terjadinya
disfungsi endotel  rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin,
dan juga penurunan prostasiklin  terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk
pemb darah di otak)  hipoperfusi aliran darah ke otak  terjadi iskemik
cerebri  rangsang oksidan  peningkatan permeabilitas membran endotel 
transudasi cairan di otak  edema cerebri  peningkatan tekanan intracranial
 Sakit pada kepala
1.3. Apa penyebab dan mekanisme nyeri epigastrik pada kasus?
a.
Adanya Penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis  Lumen otot
kaku dan tegang  vasokontriksi a. spiralis  gangguan aliran darah
uteroplasenta  hipoksia dan iskemik plasenta  merangsang produksi
oksidan (radikal hidroksil)  merusak membrane, protein, dan nucleus sel
 terjadinya disfungsi endotel  rangsang peningkatan produksi
tromboksan dan endotelin, dan juga penurunan prostasiklin  terjadi
vasokontriksi menyeluruh (termasuk pemb darah di hepar)  terjadi
iskemia pada sel hepar  hal ini dapat menyebabkan terjadinya pendarahan
pada sel periportal lobus perifer  pendarahan dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar (subkapsular hematoma)  terjadi rasa nyeri
epigastric
b.
Pasien dengan pre eklamsia bisa menimbulkan komplikasi berupa sindrom
HELLP . Pasien dengan sindroma hellp akan mengalami lesi klasik di hepar
berupa necrosis periportal, microtrombus, dan deposit fibrin di sinusoid9
sinusoid hati , Obstruksi dari aliran sirkulasi di sinilah yang menyebabkan
hepar mengalami bengkak dan sehingga terjadi peregangan dari kapsula
glisson  nyeri epigastrik
1.4. Apa penyebab dan mekanisme muntah pada kasus?
Peningkatan permeabilitas kapiler (di lambung)  terjadi pembengakakan pada
lambung  rangsang saraf afferent ke hipotalamus untuk terjadinya peningkatan
asam lambung yang nanti akan disalurkan oleh saraf efferent  menimbulkan
reaksi muntah
1.5. Apa penyebab dan mekanisme pengelihatan kabur pada kasus?
Adanya penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis  Lumen otot
kaku dan tegang  vasokontriksi a. spiralis  gangguan aliran darah
uteroplasenta  hipoksia dan iskemik plasenta  merangsang produksi oksidan
(radikal hidroksil)  merusak membrane, protein, dan nucleus sel  terjadinya
disfungsi endotel  rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin,
dan juga penurunan prostasiklin  terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk
pemb darah di otak)  hipoperfusi arteri retinalis  gangguan penglihatan
1.6. Apa penyebab dan mekanisme kontraksi uterus pada kasus?
38 minggu merupakan usia normal untuk terjadinya persalinan dimana diawali
dengan proses peregangan cervix oleh kepala janin atau bagian terbawah janin
yang kan mengirimkan sinyal ke hipotalamus posterior untuk menghasilkan
hormone oksitosin yang akan memicu kontraksi dari uterus. Selain oksitosin,
prostaglandin juga akan dihasilkan oleh plasenta saat memasuki kala I dari
proses bersalin. Oksitosin dan prostaglandin yang terus menerus dihasilkan,
menyebabkan kontraksi uterus pada ibu yang semakin sering dan regular terjadi.
1.7. Apa penyebab dan mekanisme bloody show pada kasus?
Persalinan kala I ditetapkan sebagai tahap yang berlangsung sejak terjadi
kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi serviks lengkap, makin lama, makin
kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang
tidak lebih banyak dari darah haid. Keluarnya lendir / darah (bloody show)
akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan
menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan
10
akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. Tahap
pertama biasanya berlangsung jauh lebih lama daripada waktu yang diperlukan
untuk tahap kedua dan ketiga (Kampono, 2008).
Frekuensi his pada persalinan kala I adalah 1 kali/10 menit pada permulaan
persalinan dan 2-3 kali/10 menit pada akhir kala I. Lamanya kuranglebih satu
menit. Nyeri yang terjadi berasal dari regangan serviks yang membuka. Terjadi
kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg. Biasanya dimulai dari tulang
belakang yang menjalar ke depan. Kontraksi uterus dimulai pada tempat kirakira batas tuba dengan uterus. Akibatnya terhadap janin yaitu setiap kontraksi
dapat menghambat aliran darah dari plasenta ke janin. Kalau tekanannya
melebihi 75 mmHg akan menyumbat aliran darah sama sekali. Kalau his
terlampau kuat, terlampau lama, atau terlampau sering dapat menimbulkan
gawat janin (Sumapraja, 1993).
1.8. Mengapa ditanyakan riwayat watery discharge pada kasus?
Untuk mengetahui kesiapan ibu terhadap persalinan.
2.
According to her husband, on her last ANC, 3 days ago the midwife found that her
blood pressure was high, and advice to deliver the baby in the hospital. After that
patient was deliver to emergency room for further treatment.
2.1. Apa penyebab dan mekanisme tekanan darah tinggi pada kasus?
Penyebab tekanan darah tinggi pada pre eklamsia itu bervariasi

Teori defisiensi gizi (teori diet)
beberapa penelitian menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menghambat
produksi tromboksan dan menghambat aktivasi trombosit

Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan bahan
vasopresor. Pada hipertensi dalam kehamilan ditemukan adanya kehilangan daya
refrakter terhadap bahan bahan vasokonstriktor.

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, tidak terjadi penolakan hasil konsepsi (plasenta)
dikarenakan adanya HLA-G yang melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer ibu. HLA- G berperan dalam mempermudah invasi sel trofoblas
11
ke dalam jaringan desidua ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi
penurunan ekspresi HLA-G

Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga pertumbuhan
janin baik. Sedangkan pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel
sel trofoblas
2.2. Kapan dilakukan pemeriksaan ANC?
ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental
dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan
memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Kunjungan antenatal untuk pemanfaatan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan
anak minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut :

Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu)

Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28)

Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36 dan
sesudah minggu ke 36)
2.3. Apa indikasi pasien ini dikirim ke ruang emergensi?
Pada dasarnya penderita preeklampsia-eklampsia yang harus dirujuk ke rumah
sakit dengan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan adalah:
1.
Semua penderita preeklampsia berat-eklampsia
Kriteria preeklampsia berat adalah apabila pada kehamilan > 20 minggu
didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah ini:

Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi
(pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his
12

Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif

Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin
plasma

Gangguan visus dan serebral

Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan

Edema paru dan sianosis

Gangguan pertumbuhan janin intrauteri

Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet
count)
2.
Penderita
hipertensi
dalam
kehamilan
dengan
penyakit
dasar
kardiovaskuler, renovaskuler, atau metabolik
3.
Penderita hipertensi dalam kehamilan dengan penyulit obstetrik.
Kegiatan rujukan penderita preeklampsia berat-eklampsia dapat dibagi dalam
beberapa tahapan, yaitu:
o
Tahap pengobatan pendahuluan
o
Tahap transportasi penderita
o
Tahap pengobatan lanjutan
Tahap merujuk balik
2.4. Bagaimana prosedur pemeriksaan ANC?
Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, anjurkan
setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif yang
berkualitas minimal 4 kali, termasuk minimal 1 kali kunjungan diantar
suami/pasangan atau anggota keluarga, sebagai berikut.
13
PROSEDUR ANTE-NATAL CARE :
14
Catatan:
1.
Tabel di atas adalah pedoman untuk ibu yang menjalani asuhan antenatal
sesuai jadwal.
2.
Jika ada jadwal kunjungan yang terlewatkan, lengkapi tatalaksana yang
terlewatkan pada kunjungan berikutnya.
3.
Lakukan rujukan sesuai indikasi jika menemukan kelainan pada
pemeriksaan terutama jika kelainan tersebut tidak membaik pada kunjungan
berikutnya.
4.
(√) = rutin, (*) = sesuai indikasi, (√*) = rutin untuk daerah endemis
MEMBERIKAN MATERI KONSELING, INFORMASI, DAN EDUKASI
(KIE)
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) wajib dimiliki oleh setiap ibu hamil,
karena materi konseling dan edukasi yang perlu diberikan tercantum di buku
tersebut. Pastikan bahwa ibu memahami hal-hal berikut:

Persiapan persalinan, termasuk:
- Siapa yang akan menolong persalinan
- Dimana akan melahirkan
- Siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan
- Kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul permasalahan
- Metode transportasi bila diperlukan rujukan
- Dukungan biaya

Pentingnya peran suami atau pasangan dan keluarga selama kehamilan
dan persalinan.

Tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai:
- Sakit kepala lebih dari biasa
- Perdarahan per vaginam
- Gangguan penglihatan
- Pembengkakan pada wajah/tangan
- Nyeri abdomen (epigastrium)
- Mual dan muntah berlebihan
15
- Demam
- Janin tidak bergerak sebanyak biasanya

Pemberian makanan bayi, air susu ibu (ASI) eksklusif, dan inisiasi
menyusu dini (IMD). (lihat bab 2.4) Catatan: Konseling pemberian makanan
bayi sebaiknya dimulai sejak usia kehamilan 12 minggu dan dimantapkan
sebelum kehamilan 34 minggu.

Penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin misalnya
hipertensi, TBC, HIV, serta infeksi menular seksual lainnya.

Perlunya menghentikan kebiasaan yang berisiko bagi kesehatan, seperti
merokok dan minum alkohol.

Program KB terutama penggunaan kontrasepsi pascasalin (lihat bab2.5)

Informasi terkait kekerasan terhadap perempuan

Kesehatan ibu termasuk kebersihan, aktivitas, dan nutrisi
- Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dua kali sehari, mengganti
pakaian dalam yang bersih dan kering, dan membasuh vagina.
- Minum cukup cairan
- Peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori/hari dari menu seimbang.
Contoh: nasi tim dari 4 sendok makan beras, ½ pasang hati ayam, 1 potong tahu,
wortel parut, bayam, 1 sendok teh minyak goreng, dan 400 ml air.
- Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat jika lelah.
- Hubungan suami-istri boleh dilanjutkan selama kehamilan (dianjurkan
memakai kondom)
IDENTIFIKASI KOMPLIKASI DAN MELAKUKAN RUJUKAN
Rujukan harus dilakukan pada kondisi di luar kehamilan normal. Klasifikasi
kehamilan
terangkum dalam tabel berikut :
16
Lihat pedoman tatalaksana pada bab yang sesuai di buku ini. Untuk kehamilan
dengan masalah kesehatan/komplikasi yang membutuhkan rujukan, lakukan
langkah-langkah berikut:

Rujuk ke dokter untuk konsultasi
17

Bantu ibu menentukan pilihan yang tepat untuk konsultasi (dokter
puskesmas, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dsb)

Lampirkan kartu kesehatan ibu hamil berikut surat rujukan

Minta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat dengan
hasil dari rujukan

Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan

Lakukan perencanaan dini jika ibu perlu bersalin di fasilitas kesehatan
rujukan

RUJUKAN SEGERA:
-
Rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat di mana tersedia pelayanan
kegawatdaruratan obstetri yang sesuai.
-
Sambil menunggu transportasi, berikan pertolongan awal
kegawatdaruratan, jika perlu berikan pengobatan.
-
Mulai berikan cairan infus intravena
-
Temani ibu hamil dan anggota keluarganya
-
Bawa obat dan kebutuhan-kebutuhan lain
-
Bawa catatan medis atau kartu kesehatan ibu hamil, surat rujukan, dan
pendanaan yang cukup
3.
In the examination findings:
Upon admission,
Height= 153 cm; weight= 76 kg;
Sense: compos mentis, GCS: 15
BP: 180/110 mmHg, HR: 100x/min, RR: 21x/m.
Pretibial edema
3.1. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit?
Sensorium
Hasil
Normal
Interpretasi
Compos
Compos mentis
Normal
Normal
mentis
GCS
15
13-15
Tekanan Darah
180/110
120-140/80-90
18
mm Hipertensi
mmHg
Hg
HR
100x / menit
60-100 x / menit
Normal
RR
12x / menit
16-24 x / menit
Brakipneu
18,5-25
Obesitas
-
Abnormal
Height
& Height 153 cm
Weight
Weight 65 kg
(76-11)
BMI : 27,76
Pretibial
Edema
3.2. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit?
BP ↑ dan HR ↑ : Kompensasi pemenuhan nutrisi ke janin  resistensi vaskular
peripheral dan tekanan darah arteri ↑ vasokontriksi sistemik, peningkatan
resistensi vaskular, dan penurunan CO  terjadi sensitivitas yang tinggi untuk
vasopresor seperti angiotensin II dan norepinefrin  gangguan vasorelaksasi
endothelium-dependent  peningkatan tekanan darah dan nadi sebelum
terjadinya hipertensi dan proteinuria.
Edema Pretibial : disfungsi endothel glomerulus “endotheliosis glomerular” 
edema anasarka
3.3. Bagaimana gambaran pretibial edema pada ibu hamil?
19
4.
Obstetric examination: Fundal height 33cm, cephalic presentation, contraction
4x/10’/40” FHR: 120x/min, EFW: 3100 g
Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex
presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput.
4.1. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan obstetri saat
masuk rumah sakit?
Tabel interpretasi pemeriksaan obstetrik
Hasil Pemeriksaan
Normal
Interpretasi
Tinggi fundus 33 33 cm diatas simfisis
Normal
cm
Presentasi Kepala
Presentasi Kepala
Normal
Kontraksi
>3x/10’/40”
Telah
4x/10’/40”
memasuki kala
I fase aktif.
FHR 120x/menit
120x/menit
20
Normal
EFW 3100 g
Normal
Tabel interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan vaginal toucher
Hasil
Interpretasi
Mekanisme
Portio lembut
Normal
-
Effacement
pendataran
100%
sempurna
pemeriksaan
serviks Serabut otot setinggi ostium serviks
internum
ditarik
ke
atas,
atau
dipendekkan menuju segmen bawah
uterus.
Bukaan 7 cm
belum Kontrksi uterus  tekanan selaput
Bukaan
lengkap, Fase aktif ketuban

kala I
amnion
kantong
tekanan
hidrostatik

pelebaran
saluran serviks
Presentasi
Presentasi
puncak Kepala bayi keadaan defleksi ringan
vertex
kepala
dengan
penunjuk ubun-ubun
besar
Cairan amnion Selaput
ketuban Adanya kotraksi uterus
(+)
sudah pecah
Hodge II
Penurunan
janin
kepala Adanya dilatasi serviks
mencapai
bagian bawah simfisis
Transverse
Occiput bayi berada
21
occiput.
di sebelah kiri atau
kanan ibu.Normal
4.2. Bagaimana gambaran vertex presentation?
4.3. Bagaimana klasifikasi Hodge? Sertakan gambar! Ikbar Radyat
Bidang Hodge adalah garis khayal dalam panggul untuk mengetahui seberapa
jauh penurunan kepala janin pada panggul. Diambil dari nama penemunya yaitu
Hodge
22
Bidang Hodge dipelajari untuk menentukan sampai di mana bagian terendah
janin turun ke dalam panggul pada persalinan dan terdiri atas empat bidang:
1. Bidang Hodge I: bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian
atas simfisis dan promontorium.
2. Bidang Hodge II: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I terletak setinggi
bagian bawah simfisis.
3. Bidang Hodge III: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I dan II, terletak
setinggi spina iskiadika kanan dan kiri.
4. Bidang Hodge IV: bidang ini sejajar dengan bidang Hodge I, II, dan III,
terletak setinggi os koksigeus.
4.4. Bagaimana gambaran transverse occiput?
23
4.5. Bagaiamana cara pemeriksaan cairan amnion?
1.
Amnionsentesis
Tujuan pelaksanaannya :

Mendeteksi cacat tabung saraf

Mendeteksi kelainan kromosom

Mengetahui jenis kelamin

Mendeteksi infeksi janin

Mendiagnosis kelainan genetik

Dll
Cara kerja:
Amniosentesis dilakukan di klinik dokter spesialis kebidanan atau rumah sakit.
Prosedur ini biasanya dilakukan pada trimester kedua kehamilan, atau saat janin
berusia 15-20 minggu. Walaupun jarang, amniosentesis juga dapat dilakukan
lebih awal. Batas maksimalnya adalah pada usia 11-13 minggu, karena jika
terlalu dini dapat meningkatkan resiko cedera janin. Biasanya prosedur ini tidak
perlu dilakukan lagi pada trimester ketiga.
Saat tes, dokter akan mengambil cairan dari kantung ketuban dengan
menyuntikkan jarum ke rahim melalui perut pasien. Jumlah cairan ketuban yang
dibutuhkan adalah sekitar 20 ml. Sebelum tes pasien akan menjalani ultrasound,
supaya dokter dapat mengetahui titik teraman untuk penyuntikan.
Proses pengambilan cairan hanya membutuhkan 5 menit. Namun, seluruh proses
tes dapat membutuhkan waktu hingga 45 menit, termasuk ultrasound dan
persiapan lain.
24
Sampel cairan akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Hasilnya bisa
didapatkan dalam beberapa hari atau minggu dan dijelaskan pada pasien saat
konsultasi lanjutan dengan spesialis kebidanan.
2.
AFI
25
5.
Lab: Hb 10,2 g/dl; PLT: 180.230/mm3 WBC: 9600/mm3 and she had 4+ protein on
urine, cylinder (-), LDH: 982 g/dl, Ureum: 22 mg/dl, creatinin: 0,51 mg/dl, SGOT:
99 mg/dl, SGPT: 77 mg/dl uric acid: 8,23 ml/dl
5.1. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium
saat masuk rumah sakit?
Hasil
Interpretasi
pemeriksaan
Hb : 10,2 g/dl
Anemia ringan (Hb pada ibu hamil trimester ke 3 : 11 g /
dl)  karena pada ibu hamil terjadi peningkatan volume
plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan volume
sel darah merah sehingga terjadi hemodilusi yang
menyebabkan anemia fisiologis.
PLT
180.320/mm3
: Normal. Belum terjadi aktivasi dan agregasi trombosit
serta hemolisis mikroangiopati akibat dari vasospasme
berat.
WBC
: Normal
9.600/mm3
Proteinuria (+)
Cyinder (-)
-
Proteinuria (+4)  abnormal
Mekanisme : penurunan invasi trofoblast pada A. Spiralis
 lumen otot menjadi kaku dan tegang  vasokontriksi
A.spiralis  gangguan aliran darah uteroplasenta 
hipoksia dan iskemia plasenta  kondisi tersebut
memproduksi
radikal
hidroksil

menghancurkan
membran sel, nukleus, protein  terjadilah disfungsi
endotel  peningkatan permeabilitas kapiler protein
mudah lolos ke urine  proteinuria
-
Cylinder (-)  Normal
SGOT 99 mg/dL
Abnormal, keruskaan sel hepar
SGPT 77 mg/dL
Abnormal, kerusakan sel hepar
LDH 982 mg/dL
Abnormal, terjadi peningkatan kerusakan sel hepar,
keluarnya enzim intraseluler
26
Ureum 22 mg/dL
Creatinin
Abnormal, penurunan laju filtrasi glomerulus
0,51 Abnormal, penurunan laju fltrasi glomerulur
mg/dL
Uric
acid
8,23 Abnormal, penurunan aliran darah ginjal
mg/dl
5.2. Bagaimana nilai GFR pada ibu hamil dan interpretasinya? Arisda Fikram
Tidak ada rumus eGFR yang valid untuk masa kehamilan. Kreatinin serum tetap
menjadi penilaian standar fungsi ginjal selama kehamilan.
6.
In emergency room patient was plan for stabilization, patient was in bedrest position.
But 2 minutes after transfer to emergency room, patient having convulsion about ±2
minute. And after that, patient underwent decrease of consciousness with GCS 13.
6.1. Apa penyebab dan mekanisme kejang tinggi pada kasus?
Beberapa mekanisme etiologi yang terlibat dalam patogenesis kejang pada
eklamsia
telah
menyertakan
vasokonstriksi
serebral
atau
vasospasme
ensefalopati hipertensi, edema serebral atau infark, pendarahan otak, dan
ensefalopati metabolik. Namun, tidak jelas apakah temuan ini adalah penyebab
atau efek dari kejang.
6.2. Apa penyebab dan mekanisme penurunan kesadaran pada kasus?
Invasi trofoblas tidak terjadi pada lapisan otot arteri spiralis  lapisan otot a.
Spiralis tidak terjadi vasodilatasi  janin tidak dapat mendapatkan oksigen yang
adekuat  iskemia janin  menghasilkan oksidan/radikal bebas  terjadi
kerusakan pada endotel  tidak dapat menhasilkan NO sebagai vasodilator
pembuluh darah  vasokonstriksi pembuluh darah  hipoksia jaringan otak 
penurunan kesadaran
6.3. Bagaimana indikasi terminasi kehamilan secara umum?
1.
Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam
sejak terjadinya kejang.
27
2.
Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan
janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
3.
Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun
usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan,
asalkan tidak terdapat kontraindikasi (lihat algoritma di halaman berikut).
Lakukan pengawasan ketat.
4.
Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34
dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat
hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan
pengawasan ketat.
5.
Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,
persalinan dini dianjurkan.
6.
Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan
yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.
6.4. Apa terdapat indikasi terminasi kehamilan pada kasus ini?
Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan di bawah ini:
1)
Umur kehamilan > 36 minggu.
2)
Terdapat tanda-tanda impending eklamsia.
3)
Gawat janin.
4)
Sindroma HELLP.
5)
Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam perawatan tiak
terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.
Secara prinsip kehamilan dengan eklamsia harus segera di terminasi (diakhiri).
7.
Examination findings
Sense: decrease of consciousness, GCS: 13
BP: 170/110 mmHg, HR: 123x/min, RR: 28 x/m
7.1. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik saat masuk ruang emergensi?
Sense: decrease of consciousness : Abnormal
GCS: 13 : Abnormal
BP: 170/110 mmHg : Abnormal , HR: 123x/min : abnormal , RR: 28 x/m :
abnormal
28
7.2. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik saat masuk ruang
emergensi?

Sensorium dan GCS
Terjadi regulasi serbrovaskular berlebihan sehingga timbul vasospasme.
Penurunan aliran darah menyebabkan iskemia edema sitotoksik dan infark
jaringan. Selain itu, timbul daerah yang mengalami vasokonstriksi dan
vasodilatasi paksa, khususnya pada perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler,
gangguan pada tekanan end-capillary menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik, hipoperfusi, dan ekstravasasi plasma hingga terjadi akumulasi edema
vasogenik. Mekanisme ini menimbulkan gangguan eksitabilitas neuronal dan
transmisi sinaptik sehingga terjadi penurunan kesadaran.

Takikardi
Proteinuria  hypoalbuminemia  retensi cairan meningkat  vasokonstriksi
 beban jantung meningkat  takikardi

Takipneu
Saat kejang eclampsia terjadi, asidosis laktat menyebabkan gangguan asasm basa
berupa penuranan kadar bikarbonat. Sebagai upaya kompensasi, tubuh
mengeluarkan CO2 yang bersifat asam dengan cara meningkatkan frekuensi
napas sehingga CO2 dapat dikeluarkan melalui ekshalasi
8.
Obstetric examination:
Outer examination: Fundal height 33 cm, cephalic presentation, contraction
4x/10’/40” FHR: 115 x/min, EFW: 3100 g
Vaginal toucher: Portio was tender, effacement 100%, dilatation 7 cm, vertex
presentation, amniotic fluid (+), HII, transverse occiput.
8.1. Mengapa janin mengalami penurunan denyut jantung setelah ibu mengalami
kejang? Jelaskan mekanismenya!
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot
uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada
miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang
sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi,
kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi.
29
2.5 LEARNING ISSUE
A. Eklampsia
1. Diagnosis banding
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit
lain, oleh karena itu sebagai diagnosis banding eklampsia antara lain: Hipertensi,
perdarahan otak, lesi di otak, Meningitis, Epilepsi , Kelainan metabolik
Pembeda
Eklampsia Hipertensi Ensefalitis Meningitis
Epilepsi
esensial
Tekanan darah
Meningkat
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Kesadaran
Menurun
Normal
Koma
Koma
Menurun
Demam
-
-
+
+
-
Gangguan
+
+
-
-
-
-/+
-
+
-
penglihatan
Nyeri epigastrium +
Mual muntah
+
-
+
+
-
Edema
2.
A
Proteinuria
+
-
-
-
-
+
-
-/+
-
-
l
Riwayat
g
hipertensi
-/+
+
-/+
-
-
o
ritma penegakkan diagnosis
Penegakkan diagnosis
1)
Anamnesis

Keluhan yang dialami ibu.

Usia kehamilan saat ini  preterm

Riwayat kehamilan dan kelahiran sebelumnya  G1P0A0

Riwayat obstetrik yang buruk (BOH).
2)
Pemeriksaan fisik ibu hamil

Pemeriksaan eksternal :
−
Inspeksi
30
−
Palpasi dengan Leopold I-IV
−
Auskultasi fetal heart rate
3)
Ditemukan satu atau lebih gejala PEB sebelumnya sebagai berikut:

TD sistolik
160 mmHg dan TD diastolik
110 mmHg. TD ini tidak
turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani
tirah baring.

Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam.

Kenaikan kadar kreatinin plasma.

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur.

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).

Edema paru dan sianosis.

Hemolisis mikroangiopatik.

Trombositopeni berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.

Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase.

IUGR.

Sindroma HELLP.
Diagnosis sindroma HELLP pada kasus dapat pula ditegakkan, sebagaimana
sindroma ini meliputi PEB disertai timbulnya Hemoyisis (H), Elevated liver
enzime (EL), dan Low platelet count (LP).
4)
Diagnosis Eklampsia:

Kehamilan >20 mminggu, saat persalinan atau masa nifas

Terdapat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema)

Kejang atau koma

Kadang dengan gangguan fungsi organ
31
3. Diagnosis kerja
Mrs. Helen, 19 tahun, G1P0A0, usia gestasi 38 minggu, kala I fase aktif,
mengalami eklampsia disertai sindrom HELLP parsial.
4. Definisi
Pre eklamsia yang disertai dengan kejang kejang dan atau koma
Pre eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria
5. Epidemiologi
Di Indonesia frekuensi kejadian Preeklampsia sekitar 3-10% (menurut
Triadmojo, 2003) sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa kejadian
Preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kvasus per 1.000
kelahiran). (menurut Dawn C Jung, 2007).
Pada primigravida frekuensi Preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda, pada (tahun 2000) mendapatkan
angka kejadian Preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur
sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1413 persalinan selama periode 1 Januari 2000
sampai 31 Desember 2000, dengan Preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan
eklamsia 13 kasus eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai
pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%).
Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan
lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan
negara maju (0,05%-0,1%).8-9 Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain
oleh paritas, gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor
lingkungan yang merupakan faktor risikonya
6. Etiologi
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba yang
dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal
32
dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Istilah eklampsia berasal dari
bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena
seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda
lain.
7. Faktor resiko

Paritas

Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko
meningkat lagi pada grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua,
lama perkawinan ≥4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi
(Rochjati, 2003)

Usia

Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian
maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah
usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi
(Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi
perubahan pada jaringan organ-organ kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi
sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).

Riwayat hipertensi

Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum
hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat
hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.

Sosial ekonomi

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya
lebih
maju
jarang
terjangkit
penyakit
preeklamsi.
Secara
umum,
preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun
pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang seperti
33
di negara berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi/eklamsi masih sering
terjadi (Cunningham, 2006)

Hiperplasentosis /kelainan trofoblast

Hiperplasentosis/kelainan
trofoblas
juga
dianggap
sebagai
faktor
predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat
menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi
endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme
adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut
misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada
kasus molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006).

Genetik

Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu
yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi.
Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi
uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi
terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).

Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai
kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa
merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti
diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai
jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan antara berat
badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3%
untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 terjadi
peningkatanmenjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2
(Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)
34
8. Klasifikasi
DIAGNOSIS
TEKANAN DARAH
TANDA LAIN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi
Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg Proteinuria (-)
atau kenaikan 15 mmHg dalam Kehamilan > 20 minggu
2 pengu-kuran berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan Idem
Preeklampsia berat
Proteinuria 1+
Tekanan
diastolik
mmHg
>
110 Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia
Hipertensi
Kejang
HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik
Hipertensi
Kehamilan < 20
minggu
Superimposed
Hipertensi kronik
preeklampsi
Proteinuria
dan
tanda
lain
daripreeklampsia
9. Manifestasi klinis

Pada umumnya eklampsia didahului oleh makin memburuknya pre-
eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan
penglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium dan hiperrefleksia.

Gejala klinis pre-eklampsia adalah:
1.
Hipertensi—Gejala yang paling awal timbul adalah hipertensi yang
terjadi tiba-tiba. Sebagai batas diambil tekanan darah 140 mmHg (sistolik) dan
90 mmHg (diastolik), tetapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15
mmHg di atas tekanan biasanya.
35
Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg sistolik dan 110 mmHg diastolik tapi
jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan darah melebihi 200 mmHg, pada
penyebab biasanya hipertensi kronis.
2. Edema—Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang
berlebihan. Penambahan berat ½ kg seminggu pada seorang yang hamil
dianggap normal, tetapi jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan,
kemungkinan timbulnya pre-eklampsia harus dicurigai.
Penambahan berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan oleh retensi air
dalam jaringan dan kemudian baru tampak edema. Edema ini tidak hilang
dengan istirahat.
3. Proteinuria—Sering ditemukan pada pre-eklampsia, yang kiranya karena
vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih
lambat dari hipertensi dan edema.
4. Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada pre-eklampsia, yaitu:
a.
Sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau edema otak
b.
Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau
edema atau sakit karena perubahan pada lambung
c.
Gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan
kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasme, edema, atau
ablatio retinae. Perubahan-perubahan ini dapat dilihat dengan oftalmoskop.

Serangan kejang dibagi menjadi empat:
1.
Tingkat Invasi (Tingkat Permulaan)
Pada tingkat ini, mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak
mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar satu pihak, dan
kejang-kejang halus terlihat pada muka. Kejadian kira-kira berlangsung selama
30 detik.
2.
Tingkat Kontraksi (Tingkat Kejang Tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistotonus, wajahnya
kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok kedalam.
Pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. Lamanya
15 sampai 20 detik.
36
3.
Tingkat Konvulsi (Tingkat Kejang Klonis)
Terjadilah kejang yang hilang timbul, rahang membuka dan
menutup begitu pula mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan
berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat sehingga pasien dapat terlempar
dari tempat tidur dan atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur
darah keluar dari mulut, mata merah, muka biru, berangsur kejang berulang dan
akhirnya berhenti. Lamanya lebih kurang 1 menit.
4.
Tingkat Koma
Setelah kejang klonis pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini
dari beberapa menit sampai berjam-jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia
tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrogad).

Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang
dilukiskan di atas berulang lagi kadang-kadang 20-30 kali. Sebab kematian
eklampsia adalah edema paru, apoplexia dan asidosis. Atau pasien mati setelah
beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal
ginjal.
Pada eklampsia antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu.
Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar
sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklampsia yang tidak segera disusul
dengan persalinan disebut eklampsia intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang
demikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih ringan ialah dari
eklampsia ke dalam keadaan pre-eklampsia. Jadi kemungkinan eklampsia tetap
mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan terjadi. Setelah persalinan
keadaan berangsur baik, kira-kira 12-24 jam. Proteinuria hilang dalam 4-5 hari
sedangkan tensi normal kembali dalam kira-kira 2 minggu.
10.

Pathogenesis
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran dari dari cabangcabang arteri uterine dan arteri ovarika yang akan menembus myometrium
mementuk arteri arkuata. Arteri arkuata bercabang membentuk arteri radialis.
37
Arteri radialis akan menembus endometrium menjadi arteri basalis yang akan
membentuk arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trophoblast ke dalam lapisan otot arteri
spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot sehingga terjadi dilatasi arteri
spiralis. Trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga
matriks jaringan menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri untuk distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran
darah pada daerah uteroplasenta, sehingga aliran darah ke janin cukup. Prosesn
ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi pada kehamilan tidak terjadi invasi sel trofoblas ke ateri spiralis,
sehingga otot arteri tetap kaku dan keras. Lumen arteri relatif mengalami
vasokontriksi, sehingga terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta dan
hipoksia dan iskemia plasenta.

Teori iskemia plasenta, radikal ebas, dan disfungsi endotel
Pada kegagalan “remodeling arteri spiralis”, plasenta mengalami iskemia dan
hipoksia menghasilan oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting dalam
iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, terutama terhadap
endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil merusak membrane sel yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh sehingga membentuk preoksida
lemak.
Peroksida lemak akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel.
Pada kehamilan dengan hipertensi terjadipeningkatan peroksida lemak,
sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E menurun. Peroksida lemak beredar
dalam aliran darah dan merusak membrane endotel, karena langsung
berhubungan dengan darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan endotel,
sehingga fungsinya terganggu (disfungsi endotel).pada disfungsi endotel akan
terjadi :

Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu tejadi penurunan produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan vasodilator.
38

Agregasi sel trombosit di daerah endotel yang rusak, sehingga terjadi
produksi tromboksan (TXA2) yang merupakan vasokonstriktor. Normalnya,
prostasiklin lebih tinggi daripada tromboksan, namun pada preeklampsia terjaid
peningktan tromboksan sehingga terjadi vasokontriksi.

Perubahan
khas
dari
endotel
kapilar
glomerulus
(glomerular
endotheliosis)

Peningkatan permeabilitas kapilar

Peningkatan bahan vasopressor, seperti endotelin. Kadar NO (vasodilator)
menurun, sedangkan endotelin (vasokontrikstor) meningkat.

Peningkatan faktor koagulasi.

Teori intoleransi immunologic antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imun berperan pada terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, adalah kearena
o
Primigravida memiliki rasio lebih besar mengalami hipertensi pada
kehamilan dibandingkan multigravida
o
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi memiliki risiko lebih besar
mengalami hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya
o
Seks oral memiliki risiko lebih rendah terjadi hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama
periode ini, makin kecil risiko hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak “hasil konsepsi”
yang bersifat asing karena adanya modulasi imun oleh Human Leukocyte
Antigen Protein G (HLA-G). HLA-G pada plasenta melindungi trofoblas janin
dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
HLA-G juga mempermudah invasi trofoblas ked alma jaringan desidua ibu. Pada
kehamilan dengan hipertensi ditemukan penurunan ekspresi HLA-G, sehingga
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas penting agar
jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sheingga memudahkan
39
reaksi
inflamasi.
Kemungkinan
terjadi
Immune-Maladpatation
pada
preeklampsia.
Pada awal trimester kedua, wanita memiliki kencenderungan untuk mengalami
preeklampsia, ternyata memiliki proporsi sel helper lebih rendah dibandingkan
normotensive.

Teori adaptasi kardiovaskular
Pada saat hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter berarti tidak peka terhadap rangsangan vasopressor. Hal
ini diakibatkan adanya sitesis prostaglandin (prostasiklin) pada endotel pembuuh
darah.
Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap asopressor.
Penelitian menunjukkan kepekaan dimulai sejak trimester pertama yang daapt
ditemukan pada kehamilan 20 minggu.

Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandinggkan dengan genotype janin. Ibu yang mengalami preeklampsia, 26%
anak perempuannya juga dapat mengalami preeklampsia dan 8% menantunya
mengalami preeklampsia.

Teori defisiensi gizi
Berdasarakan peneilitan si Inggris sebelum pecahnya Perang Dunia ke II, saat
masa sulit untuk mendapat gizi cukup terjadi kenaikkan insiden hipertensi dalam
kehamilan. Sebuah penelitian menunjukan konsumsi minyak ikan termasuk
minyak halibut dapat mengurangi risiko preeklampsia, karena mengandung
banyak asam lemak tak jenug yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, serta mencegah vasokontriksi. beberapa
penelitian
juga
mengganggap
preeklampsia atau eklampsia.

Teori inflamasi
40
defisiensi
kalsium
dapat
menyebabkan
Teori ini berhubungan dengan lepasnya debris trofoblas di sirkulasi darah
meruapakan rangsangan utama terjadinya inflamasi.
Pada kehamilan normal, plasenta melepaskan debris trofoblas sebagai hasil
apoptosis dan nekrotik trofoblas, karena reaksi stress oksidatif. Bahan ini akan
memicu timbulnya inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlahnya masih dapat
ditoleransi sehingga inflamasi masih minimal, namun pada kehamilan dengan
preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga jumlah debris dan
nekrotik meningkat. Hal ini menimbulkan beban reaksi inflamasi lebih besar,
sehingga terjadi aktivasi sel endotel, dan sel makrofag/granulosit yang besar
yang berakibat pada munculnya gejala preeklampsia.
11.
Patofisiologi
 Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang eklamptik
dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan fokus
perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat
motorik di daerah lobus frontalis.Beberapa mekanisme yang diduga sebagai
etiologi kejang adalah sebagai berikut:
a) Edema serebral
b) Perdarahan serebral
c) Infark serebral
d) Vasospasme serebral
e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f)
Koagulopati intravaskuler serebral
g) Ensefalopati hipertensi
 Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri. Secara teoritis
terdapat dua penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya vasospasme
dan dilatasi yang kuat.
 Teori vasospasme menganggap bahwa over regulation serebrovaskuler akibat
naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme yang berlebihan yang
menyebabkan iskemia lokal. Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan
metabolisme energi pada membran sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP41
dependent Na/K pump yang akan menyebabkan edema sitotoksik. Apabila
proses ini terus berlanjut maka dapat terjadi ruptur membran sel yang
menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible.
 Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan
darah yang ekstrim pada eklampsi menimbulkan kegagalan vasokonstriksi
autoregulasi sehingga terjadi vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan
perfusi darah serebral yang menyebabkan rusaknya barier otak dengan
terbukanya tight junction sel- sel endotel pembuluh darah. Keadaan ini akan
menimbulkan terjadinya edema vasogenik.
Edema vasogenik ini mudah
meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan kejang pada
eklampsi.
12.
Pemeriksaan penunjang
Semua wanita yang hadir dengan hipertensi onset baru harus menjalani tes
berikut ini:

Complete Blood Count

Tingkat
serum
alanin
aminotransferase
(ALT)
dan
aspartate
aminotransferase (AST)

Serum kreatinin Asam urat Koleksi urin 24 jam untuk protein dan
kreatinin (kriteria standar)

13.
Analisis dipstick urin
Tatalaksana
Prinsip Penatalaksanaan Eklampsia
a.
Mengatasi Kejang
1)
Keadaan Darurat Penanganan Kejang

Pelihara jalan napas

Miring dan ekstensikan kepala

Masukkan benda keras diantara gigi
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah
mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut. Penderita
42
dierawsat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi
sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur lebar,
dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci kuat. Selanjutnya masukkan
sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudah lidah
yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan
daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita
kejang tidak terlalu kuat menhentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan
pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita
selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
2)
Pemberian Obat Anti Kejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama adalah magnesium sulfat. Bila
dengan obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain,
misalnya thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai altenatif pilihan, namun
mengingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya
diberikan oleh mereka yang berpengalaman.
Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular akan membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjaidi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat.
b.
Menurunkan Tekanan Darah atau Mengurangi Vasokonstriksi
Obat kardiotonika atau obat-obatan antihipertensi hendaknya selalu disiapkan
dan diberikan benar-benar atas indikasi.
Obat yang diberikan di indonesia adalah nifedipin dan klonidin
c.
Infus dan Meningkatkan Diuretik

Dapat diberikan infus cairan glukose 5% atau ringer laktat jika tidak ada
tanda perdarahan atau hiponatremia
43

Pemberian diuretik tidak bermanfaat untuk menghilangkan edema
anasarka, justru hati-hati dalam pemberian diuretik karena wanita dengan
eklampsia sangat sensitif terhadap penambahan cairan yang mendadak

Pemberian diuretik diindikasikan jika terdapat edema pulmonum danharus
disertai dengan monitor plasma elektrolit.
Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemide.
d.
Mengakhiri Kehamilan

Usia kehamilan saat ini > 34 minggu (38 minggu)

Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.

Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan
metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah
ini:
o
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
o
Setelah kejang terakhir.
o
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
o
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).

Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.

Tindakanseksio
sesar
dilakukan
pada
keadaan:
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau
kondisi ibu.
Tatalaksana Non-Farmakologi
a.
Tirah baring dengan posisi miring ke sebelah kiri (untuk menghilangkan
tekanan rahim pada vena cava inferior) →↑ aliran darah balik→ menambah
curah jantung → ↑ aliran darah ke organ vital.
b.
Diet
-
Minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ( omega 3 - PUFA)
44
-
Antioksidan (Vit C,E, β karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik.
-
Elemen logam berat : Zinc, Mg, Kalsium
Proses Persalinan
a.
Perawatan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah
trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah,
khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat
dan dengan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan
perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa
eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi
penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal
mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saar dan dengan cara yang tepat.
b.
Pengobatan Medikamentosa

Dosis Awal:
MgSO4 4gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit

Dosis Pemeliharaan:
MgSO4 (40%) 5gr IM dengan 1mL Lignokain (dalam semprit yang sama)
c.
Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan
diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan
metabolisme ibu. Pada perawatan pasca persalinan, bila persalinan pervaginam,
monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
d.
Proses Persalinan
Pilihan cara melahirkan untuk pasien pre-eklampsia tidaklah selalu seksio
sesarea. Metode melahirkan bergantung kepada usia kehamilan, presentasi janin,
status serviks, dan kondisi ibu-janin. Apabila dimungkinkan, partus per vaginam
45
dengan induksi kelahiran dapat dilakukan, biasanya dengan ekstraksi forceps
atau dapat juga dengan cara seksio sesarea tergantung indikasi.
Manajemen Post-Natal
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus
diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan
diakhiri bila sudah mecapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan
metabolisme ibu.
-
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
-
Mempertahankan kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang
nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik.
-
Antikonvulsan (MgSO4) dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau
sampai tekanan darah terkendali.
-
Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan intensif
-
Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic >110 mmHg.
-
Pantau urin terus.
14.
1.
Komplikasi
Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia.
Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah: (1) pneumonitis aspirasi
setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat kejang; (2) kegagalan
fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi akibat berat dan
pemberian cairan intravena yang berlebihan (Cunningham, 2005).
2.
Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang
atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat. Hemipelgia
terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak cenderung terjadi
pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai
akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa otak (acute vascular
accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang,
46
atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai akibat edema
otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan kematian. Bila
tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan dengan pemberian
terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar umumnya prognosis
pada penderita adalah baik (Cunningham, 2005).
3.
Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama
dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
A.
Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
B.
Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya
penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh
kelainan retina maupun otak, dan akan kebali normal dalam waktu satu minggu
(Cunningham, 2005).
4.
Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini jarang
terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu, tetapi
prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama tidak ada kelainan
mental sebelumnya (Cunningham, 2005).
5.
Sistem hematologi
Plasma darah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi, gangguan
pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC), sindroma
HELLP (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
6.
Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, klirens assam
urat menurun, gagal ginjal akut (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
7.
Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler (Manuaba,
2003; Winkjosastro, 2007).
8.
Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum. Abrutio
plasenta yang dapat menyebabkan DIC (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
47
9.
Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun, tahanan
pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik, tekanan vena
sentral menurun, tekanan paru menurun (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
10.
Perubahan Metabolisme umum
Asidosis
metabolik,
gangguan
pernapasan
maternal
(Manuaba,
2003;
Winkjosastro, 2007).
Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi sebelum
melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya plasenta yang
melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal dengan plasenta previa atau
karena robeknya plasenta yang terletak di tempat lain di dalam rongga uterus
atau yang dikenal dengan solusio plasenta. Eklampsia merupakan faktor
predisposisi terjadinya solusio plasenta walaupun lebih banyak terjadi pada
kasus hipertensi kronik (WHO, 2007; Cunningham, 2005).
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah
pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml pada
histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada histerektomi saesarea
darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada eklampsia sering didapat
adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya hipervolemia seperti pada
kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu hamil pada kasus eklampsia jauh
lebih rentan terhadap kehilangan darah dibandingkan ibu normotensif
(Cunningham, 2005).
Kematian Maternal
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan, persalinan,
masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak tergantung usia
dan tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan tersebut dan bukan disebabkan oleh kecelakaan (WHO, 2007).
Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa hal antara lain
karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma
HELLP (Cunningham, 2005).
48
Komplikasi Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot
uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada
miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang
sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi,
kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi (Manuaba, 2003;
Cunningham, 2005).
Rajasri dkk menyebutkan terjadinya komplikasi neonatal pada kasus eklampsia
seperti asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum
(31%), sepsis (4%), ikterus (22%) (Yaliwal, 2011).
George dkk dalam penelitiannya menyebutkan Sebanyak 64,1% bayi dilaporkan
harus mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit dengan indikasi
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat (skor
Apgar 5 menit <7), ikterus neonatal, sepsis neonatal. Angka kematian perinatal
pada kasus eklampsia adalah 5411,1 per 1000 kelahiran hidup diaman 51,4%
kematian intrauterin dan 48,6% kematian neonatal. Penyebab kematian perinatal
terbanyak adalah asfiksia (33,3%), sindrom distress respirasi (22,2%), dan
prematuritas (22,2%) (George, 2009).
1.
Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak sesuai
dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang dibawah
beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil untuk masa
kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya dibawah presentil ke-10 menurut
kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco atau dibawah 2 SD menurut kurva
pertumbuhan intrauterin Usher dan Mc.Lean.
Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua
dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal
sebagai akibatnya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding
pembuluh darah dalam villi karena fibrosis dan konversi mesoderm
menjadijaringan fobrotik, dipercepat dprosesnya pada preeklampsia atau
49
eklampsia dan hipertensi. Menurunnya alrand arah ke plasenta mengakibatkan
gangguan fungdi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin
terganggu sehingga menimbulkan dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang
lebih pendek terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenasi (Manuaba, 2003; Sinaga, 2003; Cunningham, 2005; Winkjosastro,
2007).
Komplikasi dismaturitas : (Winkjosastro, 2007)
1.
Sindrom aspirasi meconium
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur. Keadaan
hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan gaping dalam
uterus,. Slelain itu mekoneum akan dilepaskan kedalam liquor amnion,
akibatnya cairan yang mengandung mekonium masuk kedalam paru janin
karena inhalasi. Pada saat bayi lahir akan menderita gangguan pernapasan.
2.
Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
3.
Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena
terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat berlanjut
menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan karena faktor ibu
yaitu adanya gangguan aliran darah ke uterus. Gangguan aliran darah ke
uterus menyebabkan berkurangnya asupan oksigen ke plasenta dan janin.
Penilaian derajat asfiksia dapat dilakukan dengan Apgar skor, yaitu
dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 1. Skor Apgar
50
4.
Penyakit membran hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm, disebabkan
surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit ini terutama bila
masa gestasinya kurang dari 35 minggu.
5.
2.
Hiperbilrubinema
Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena terjaadi
kenakan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan yang meningkat
(Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
3.
Sindroma Distress Respirasi
Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-40,8%. Beberapa
faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah hipovolemik, asfiksia, dan
aspirasi mekonium (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
4.
Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit sistemik primer
sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor yang abnormal ibu. Kurang
lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan trombositopenia juga
51
mempunyai jumlah trombosit kurang dari 150.000/mm3 pada waktu lahir, tapi
jumlah ini dapat segera menjadi normal (Cunningham, 2005; Winkjosastro,
2007).
5.
Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih besar atau
sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu
eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan ini dapat terjadi
depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal sehingga memerlukan
pernapasan buatan (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
6.
Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama dengan
sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya tidak jelas,
mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang menyebabkan kerusakan
endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta janin (Cunningham, 2005;
Winkjosastro, 2007).
7.
Kematian Perinatal
Kematian perinatal terjadi karena asfiksia nonatorum berat, trauma saat kejang
intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan bayi meninggal
intrauterin (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
15.
Edukasi dan pencegahan
Pre-eklampsia dan eklampsia memiliki etiologi yang belum pasti, namun dengan
riwayat eklampsia sebelumnya maka berisiko tinggi mengalaminya di kehamilan
selanjutnya. Pencegahan eklampsia ialah sebagai berikut.
1.
Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan
perawatan dan skrining antenatal untuk deteksi dini secara proaktif yaitu
mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya
tanda bahaya dan faktor risiko pada kehamilan. 2. Meningkatkan kualitas
pelayanan sesuai kondisi dan faktor risiko yang ada pada ibu hamil. 3.
Meningkatkan akses rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan
kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan berencana bagi ibu
dan janin.
52
2.
Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan memantau
tekanan darah ibu hamil.
3.
Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai
kalsium, vitamin C dan A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga perlu
banyak minum untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai
petunjuk dokter. Lalu, untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil
mengurangi garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas (Indiarti, 2009).
4.
Bila sejak awal kehamilan tekanan darah ibu hamil sudah tinggi, berarti
ibu hamil harus berhati-hati dengan pola makanannya. Ibu hamil harus
mengurangi makanan yang asin dan bergaram seperti ikan asin, ebi, makanan
kaleng, maupun makanan olahan lain yang menggunakan garam tinggi. Bila
tekanan darah meningkat, istirahatlah sampai turun kembali. Lakukan relaksasi
secukupnya, karena relaksasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Indiarti,
2009).
Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan dan telah
banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahanbahan non-farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam,
vitamin C, toxopheral (vit E), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid),
zink, magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium
untuk mencegah terjadinya preeklampsia dan eklampsia (Haryono, 2008).
Rencana Kehamilan dan Persalinan Berikutnya
Tidak hanya kehamilan pertama, kehamilan kedua dan seterusnya pun ternyata
membutuhkan persiapan dan perencanaan yang baik. Tidak hanya persiapan
fisik, tetapi juga mental. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara
lain:
1.
Mengatur jarak kelahiran
Secara medis, rahim sebenarnya sudah siap untuk hamil lagi tiga bulan setelah
ibu melahirkan. Namun, berdasarkan catatan statistic penelitian Conde Agudelo,
bahwa jarak kelahiran yang aman antara anak satu dengan yang lainnya adalah
27- 32 bulan. Pada jarak ini kemungkinan besar bisa memiliki bayi yg sehat serta
selamat saat melewati proses kehamilan. pemulihan belum sempurna dan
53
robekan perineum dapat terjadi sehingga sangat penting mempertimbangkan
jarak kehamilan, jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih
aman bagi ibu dan janin.
2.
Melepas alat kontrasepsi
Idealnya, hentikan pemakaian alat kontrasepsi beberapa bulan sebelum
memutuskan untuk hamil kembali, terutama untuk pemakaian pil kontrasepsi.
Hal ini agar siklus menstruasi ibu normal kembali. Kecuali untuk pemakaian
spiral, Bunda bisa langsung hamil begitu alat kontrasepsi dilepas. Adapun untuk
metode kontrasepsi suntik. Tunggulah 3 bulan sebelum ibu memutuskan untuk
hamil.
3.
Pemeriksaan Prakehamilan
Apabila ibu sudah siap hamil kembali, yang harus dilakukan adalah melakukan
pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya hal- hal yang bisa menyebabkan
gangguan kehamilan, baik gangguan pada ibu maupun bayinya. Adapun jenis tes
yang disarankan adalah tes ginekolog secara lengkap, termasuk tes labolatorium.
Jika diketahui sang ibu mengalami riwayat penyakit yang berat, biasanya dokter
akan menyarankan penundaan kehamilan.
4.
Atur gizi dan nutrisi ibu menjelang kehamilan berikutnya
Perlunya meningkatkan gizi dan nutrisi yang cukup pada ibu, menghindari
terjadi gangguan/penyakit pada saat kehamilan berikutnya. Kesehatan janin
sangat bergantung pada gizi dan nutrisi ibu.
16.
Prognosis
Untuk eklampsia, prognosisnya ditentukan dengan kriteria Eden:

Koma yang lama (prolonged coma)

Nadi diatas 120x/menit

Suhu 39.4oC atau lebih

Tekanan darah diatas 200 mmHg

Konvulsi lebih dari 10x

Proteinuria 10gr atau lebih

Tidak ada edema, edema menghilang
54
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan;
bila dijumpai 2 atau lebih, termasuk eklmapsia kelas berat dan prognosis akan
lebih buruk.
17.
SKDI
3B
B. Persalinan normal
1.
Melihat tanda dan gejala
a. Kontraksi rahim
b. Keadaan kulit ketuban
c. Penilaian servik
2.
Kala I (Cek fase laten dan aktif)
3.
Evaluasi pembukaan serviks minimal 1 cm/jam
4.
Impartus kala II
Menolong kelahiran bayi
a.
Lahirnya kepala

Saat kepala bayi membuka vilva dengan diameter 3-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain, letakkan tangan yang lain
di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat
pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan. Menganjurkan ibu
meneran perlahan atau bernafas cepat saat kepala lahir.

Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan
kain kasa yang bersih

Memeriksa lilitan tali pusat untuk agar tidak menghalangi proses
kelahiran kepala

Menunggu hingga bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan
b.
Lahir bahu
55

Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kesua
tanga di masing-masing muka bayi, dan menyarankan ibu untuk meneran ,
sengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah luar hingga bahu
anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian lembut menarik ke
arah atas dan luar.

Menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di baian
bawah arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke
tangan terdebut.

Setelah tubuh dari lengan lahir, menerlusurkan tangan yang ada di
atas
dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyanggahnya saat
punggung kaki lahir.memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati
membantu kelahiran kaki.
5.
Penanganan bayi baru lahir

menilai bayi dengan cepat dalam waktu 30 detik, kemudian
meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih
rendah dari tubuhnya

segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan
biarkan kontak kulit ibu dan bayi, lakukan penyuntikan oksitosin 10 Unit
I.M di gluteus.

Menjepit tali pusat menggunakan klem 3 cm dari pusat bayi lalu
urut tali pusat dari klem ke arah ibu dan memesang klem dengan jarak 2cm
dari klem yang pertama.

Lakukan pengguntingan tali pusat

Mengeringkn bayi

Memberi bayi kepada ibu
6.
Kala III (Mengeluarkan plasenta)
7.
Pemijatan uterus
8.
Menilai pendarahan
9.
Kala IV (Prosedur pascapersalinan)

Menilai ulang kontraksi dan keadaan uterus
56

Megeluarkan plasenta dan meletakkan ke dalam larutan klorin
0,5%

Menyelimuti bayi

Menganjurkan inu untuk mulai memberi ASI

Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

Mengajarakan ibu bagaimana masase uterus dan memeriksa
kontraksi uteri.
10.

Mengevalusi kehilangan darah

Memeriksa vital sign
Kebersihan dan keamanan
C. Hellp syndrome
1. Definisi
HELLP (Hemolysisi, Elevated Liver enzyme, Low Platelets count) syndrome,
merupakan pre-eklamsia/eklamsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
2.
Diagnosis

Didahului tanda dan gejala yang tidak khas yaitu malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semua ini mirip dengan gejala infeksi virus)

Adanya tanda dan gejala pre-eklamsia

Tanda-tanda hemolysis intravascular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin indirek.

Tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST,
LDH

Trombositopenia
Trombosit ≤150.000/ml
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen,
tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre-eklamsia, harus
dipertimbangkan sindroma HELLP.
57
3. Patofisiologi
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom menyebabkan
terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler.
Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin, dan
menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta
kerusakan endotelial lebih lanjut.
Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan
terminasi kehamilan (Maurin, 1999).
Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari pembuluh darah
yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya timbunan fibrin di
sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya enzim
hepar akan meningkat (Maurin, 1999).
Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia
yang mengarah kepada nekrosis periportal dan akhirnya mempengaruhi organ
lainnya.
Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan
pre eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan sintesis bahan
vasokonstriktor (angiotensin dan tromboksan A2) dan sintesis bahan vasodilator
yang menurun (prostasiklin), yang mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel
yang luas. Manifestasinya adalah vasospasme arteriol, retensi Na dan air, serta
perubahan koagulasi (Wahjoeningsih, 2005; Mills, 2002).
Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara
lipoprotein dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan,
perubahan sistem imun, dan perubahan genetik (Wahjoeningsih, 2005).
Berkurangnya resistensi vaskuler serebral, ditambah dengan adanya kerusakan
endotel, menyebabkan terjadinya edema serebri. Meskipun dikatakan bahwa
kejang yang diakibatkan oleh eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan
otak yang menetap, tetapi perdarahan intrakranial dapat terjadi
4. Klasifikasi
Klasifikasi hellp syndroma menurut klasifikasi mississippi
Berdasarkan kadadr trombosit darah, maka sindroma hellp diklasifikasikan
dengan nama klasifikasi mississippi:
58
Kelas 1 :
Kadar trombosit ≤ 50.000/ml
LDH ≥600IU/I
AST dan/atau ALT ≥40IU/I
Kelas 2 :
Kadar trombosit > 50.000/ml ≤10.000/nl
LDH ≥600IU/I
AST dan/atau ALT ≥40IU/I
Kelas 3 :
Kadar trombosit >100.000 ≤ 50.000/ml
LDH ≥600IU/I
AST dan/atau ALT ≥40IU/I
59
2.6 KERANGKA KONSEP
Gagal invasi trofoblas ke
dalam a. spiralis
Multifaktorial:
-Primigravida
Lapisan otot a.spiralis
kaku & keras
-Usia muda
-Overweight
Lumen vasokonstriksi
↑ resistensi vaskular
↓ aliran darah uteroplasenta
Hipoksia
BAB &
IIIiskemia plasenta
Menghasilkan radikal
hidroksi (peroksida lemak)
Regangan endotel
vaskular
Permeabilitas
vaskular ↑
Ekstravasasi ke
interseluler otak
Kerusakan dan disfungsi
endotel
Agregasi platelet
↓aliran darah ke
ginjal
Kerusakkan sel
glomerulus
↑ kadar
tromboksan
proteinuria
Edema di otak
Vasokonstriksi sistemik
↑tekanan
intrakranial
Penurunan
kesadaran
↓Klirens kreatinin
hipoalbumin
↓Sekresi asam
urat meningkat
↓tekanan osmotik
Kejang
Sakit kepala
Edema
60
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Mrs. Helen, 19 tahun, G1P0A0, usia gestasi 38 minggu, kala I fase aktif,
mengalami eklampsia disertai sindrom HELLP parsial.
61
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2004
Cunningham FG, Lenevo KJ, Gant NF, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Hypertensive
disorder in pregnancy. In : Rouse D,Rainey B, Song C, George D, Wendel J, editors.
Williams obstetrics 22nded. New York : McGRAW-HILL; 2005.
Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Alexander GM, Bloom SL, Cassey BM, et al. Williams
manual of obstetrics. New York : McGRAW-HILL; 2003
Cunningham, F.G et al: Williams Obstetrics 21st Editions. McGraw-Hill Medical Publishing
Divisions.
Cunningham, Garry F. dkk.2009. Obstetri Williams Vol. 1.Edisi 23. Diterjemahkan oleh dr.
Brahm U. Pendit dkk. Jakarta: EGC
Doengus, Merillyn E. Rencana Perawatan Maternal/bayi, Pedoman untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Klien, edidi 2, jakarta, EGC, 2001.
George IO, Jeremiah I. Perinatal outcome of babies delivered to eclamptic mothers : a
prospevtive study from a Nigerian tertiary hospital. International Journal of Biomedical
Science. 2009; 5(4): 390-394.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. BUKU SAKU PELAYANAN
KESEHATAN IBU DI FASILITAS KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN (edisi 1).
WHO. Jakarta.
Krisnadi.S.R., dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr.
Hasan Sadikin. Edisi pertama. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD/RS. Dr. Hasan
Sadikin. Bandung, 2005.
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Hipertensi dalam kehamilan. In : Astuti NZ,
Purba Dl, Handayani S, Damayanti R, editors. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG; 2003.
Marks, Dawn B. dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis.
Diterjemahkan oleh dr. Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Maurin OH. HELLP syndrome: recognition and 4. perinatal management. American Family
Physician. 1999; 60(3): 829-36.
Mills JS, Maguire LS, Barker MJ. Preeklampsia and eklampsia. In: The clinical anaesthesia viva
book. New York: Cambridge University Press; 2002. p.118-21.
62
Prawirohardjo, Sarwono, Hanifa Wijnkosastro. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Editor: Abdul Bari Saifuddin. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono.2006.
Buku AcuanPelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo,Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan (edisi 4).P.T Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta.
Sinaga Y, Wibowo B. Hubungan faktor risiko ibu hamil dan cara persalinan pada penderita
preeklampsia eklampsia dengan hasil keluaran bayi. Semarang : Bagian Obstetri dan
Gienkologi FK UNDIP Semarang; 2003.
Wahjoeningsih S. Anesthesia pada pasien dengan preeklamsia-eklamsia. In: Preeceding book 1st
Indonesian symposium pediatric anesthesia and critical care. Surabaya. 2005. p.95-104.
Winkjosastro H, Ssaifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Preeklampsia dan eklampsia. In : Ilmu
kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007
World Health Organization (WHO). Dibalik angka –Pengkajian kematian maternal dan
komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Jakarta: WHO; 2007.
Yaliwal RG, Jaju PB, Vanishree M. Eklampsia and perinatal outcome –a retrospektive study in a
teaching hospital. Journal of clinical and diagnostic research. 2011; 5(5): 1056-1059.
63
Download