Uploaded by _jham bexs_

271-477-1-SM

advertisement
TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA
Rahmawati
(Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kendari)
Abstrak: Penulis mengkaji makna tarekat dan sejaran
perkembangannya. Dari berbagai referensi tentang
pengertian tarekat itu, diperoleh dua makna dari tarekat
itu, yaitu tarekat bermakna jalan yang ditempuh oleh
seorang sufi untuk untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
dan tarekat bermakna semacam organisasi atau
perkumpulan yang di dalamnya terdapat syekh, upacara
ritual dan zikir-zikir tertentu. Tarekat dalam pengertian
pertama bersifat individual sementara yang kedua bersifat
kolektif. Selanjutnya penulis
mengkaji sejarah
perkembangan ilmu tarekat dari masa ke masa.
Berdasarkan berbagai literatur, sejarah perkembangan
tarekat yang merupakan dari bagian perkembangan dari
ajaran tasawuf itu sendiri, dibagi kedalam empat periode
atau masa. Periode pertama, berlangsung pada abad kesatu
dan du hijriyah. Periode kedua, yaitu abad ketiga dan
keempat hijriyah. Periode ketiga, abad ke lima hijiriyah,
dan periode keempat, abad ke enam hijriyah.
Kata Kunci: Tarekat, tasawuf
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
84
Pendahuluan
Ajaran tarekat adalah salah satu pokok ajaran yamg ada dalam
tasawuf. Ilmu tarekat sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan ilmu
tasawuf dan tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan orang-orang sufi.
Orang sufi adalah orang yang menerapkan ajaran tasawuf. Dan tarekat
itu sendiri adalah tingkatan ajaran pokok dari tasawuf itu.
Para tokoh sufi dalam tarekat, merumuskan bagaimana
sistematika, jalan, cara, dan tingkat –tingkat jalan yang harus dilalui
oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat
bertaqarrub, mendekatkan diri kehadirat Allah SWT.
Orang Islam yang tidak paham Ilmu Tasawwuf selalu
mempertanynakan mengapa ada pula ilmu Tarekat, apa tidak cukup
ilmu fiqh itu saja dikerjakan untuk melaksanakan ajaran Islam itu.
Orang yang bertanya demikian itu sebenarnya sudah melakukan ilmu
tarekat, tatkala gurunya yang mengajarkan ilmu fiqh itu kepadanya,
misalnya sembahyang, menunjuk dan membimbing dia, bagaimana cara
melakukan ibadat sembahyang itu, bagaimana mengangkat tangan pada
waktu takbir pembukaaan, bagaimana berniat yang sah, bagaimana
melakukan bacaan, bagaimana melakukan Mukti dan sujud, semuanya
itu dengan sebaik-baiknya.
Semua bimbingan guru itu dinamakan
tarekat, secara minimum tarekat namanya, tetapi juga pelaksanaan
ibadat itu berbekas kepada jiwanya, pelaksanaan itu secara maksimum
tarekat namanya, sedang hasilnya sebagai tujuan terakhir daripada
semua pelaksanaan ibadat itu ialah mengenal Tuhan sebaik-baiknya,
yang dengan istilah sufi ma’rifat namanya, mengenal Allah, untuk siapa
dipersembahkan segala amal ibadat itu.
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
85
Tarekat dan Perkembangannya
Dari segi etimologi, kata tarekat yang berasal dari bahasa Arab
‫طﺮﯾﻘﺔ‬yang merupakan bentuk mashdar (kata benda) dari kata ‫طﺮق‬‫ﯾﻄﺮق‬- ‫طﺮﯾﻘﺔ‬yang memiliki arti ‫( اﻟﻜﯿﻔﯿﺔ‬jalan, cara), ‫( اﻷﺳﻠﻮب‬metode,
sistem), ‫(اﻟﻤﺬھﺐ‬madzhab, aliran, haluan), dan ‫( اﻟﺤﺎﻟﺔ‬keadaan). Ahmad
Warson Munawwirr, 1997: 849). Pengertian ini membentuk dua makna
istilah yaitu metode bagi ilmu jiwa akhlak yang mengatur suluk
individu dan kumpulan sistem pelatihan ruh yang berjalan sebagai
persahabatan
pada
kelompok-kelompok
persaudaraan
Islam
(Muhammad Sabit al Fandi, dkk.: 172).
Abu Bakar Aceh mendefinisikan tarekat itu sebagai jalan,
petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang
ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan
tabi’in,
turun-temurun
sampai
kepada
guru-guru,
sambung-
menyambung dan rantai-berantai. Guru-guru yang memberikan
petunjuk dan pimpinan ini dinamakan Mursyid yang mengajar dan
memimpin muridnya sesudah mendapat ijazat dari gurunya pula
sebagaimana tersebut dalam silsilahnya. Dengan demikian ahli
Tasawwuf yakin, bahwa peraturan-peraturan yang tersebut dalam ilmu
Syari’at dapat dikerjakan dalam pelaksanaan yang sebaik-baiknya
(Abubakar Aceh, 1993: 67).
Dengan demikian istilah tarekat dalam ilmu tasawuf memiliki
dua makna, Pertama, cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka
yang menempuh hidup sufi (pandangan pada abad ke-9 dan ke-10
Masehi atau sekitar abad ke-1 dan ke-2 Hijriah berarti. Kedua, sesudah
abad ke-11 M atau abad ke-3 H. tarekat mempunyai pengertian sebagai
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
86
suatu gerakan yang lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani
dan jasmani pada segolongan kaum muslimin menurut ajaran dan
keyakinan tertentu (Asmaran As, 1994:97).
Pada definisi pertama, istilah tarekat masih bersifat teoritis,
dimana tarekat itu menjadi pedoman untuk memperdalam syariat
sampai kepada hakikatnya melalui tingkat-tingkat pendidikan tertentu –
yang disebut dengan istilah maqamat dan ahwal. Dalam pengertian
yang sama bahwa tarekat merupakan usaha pribadi seseorang melalui
jalan yang mengantarkannya menuju Allah SWT, sebagaimana yang
dikemukakan Syekh Muhammad Nawawi al Banteni al Jawi- tarekat
adalah melakukan hal-hal yang bersifat wajib dan sunat, meninggalkan
sesuatu yang bersifat larangan, menghindarkan diri dari melakukan
sesuatu yang boleh secara berlebihan serta berusaha untuk bersikap
hati-hati melalui upaya mujahadah dan riyadhah (Muhammad Agus &
Muhammad Kamil, 23 April 2014).
Sedangkan dalam definisi yang kedua, tarekat merupakan suatu
kelompok persaudaraan yang didirikan menurut aturan dan perjanjian
tertentu (Asmaran As, 1994: 97-98), dimana kelompok-kelompok ini
berfokus pada praktek-praktek ibadah dan zikir secara kolektif yang
diikat oleh aturan-aturan tertentu, di mana aktifitasnya bersifat duniawi
dan ukhrawi. Dengan kata lain, ia dapat dipahami sebagai suatu hasil
pengalaman dari seorang sufi yang diikuti oleh para murid, menurut
aturan/cara tertentu yang bertujuan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Pengalaman sufi berupa tata cara zikir, riyadhah,
doa-doa yang telah diamalkan dan menurutnya –sang sufi- telah
berhasil mendekatkan diri sang sufi kepada Tuhan, inilah yang disusun
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
87
sedemikian rupa menjadi aturan/tata cara yang baku, yang juga harus
diikuti oleh murid-murid tarekat (M. Alfatih Suryadilaga, dkk., 2008:
230).
Para sufi menjalankan tarekat itu bersifat individu, sehingga
mengakibatkan adanya perbedaan antara satu sufi dengan sufi lainnya,
sehingga pada prakteknya muncul tata cara dan atau aturan yang
berlainan pula. Lebih jauh muncullah tarekat-tarekat dengan nama dan
kaifiyat yang bermacam-macam.
Sebagai gambaran, Syekh Abdul Qadir al Jailani (tokoh pendiri
tarekat Qadiriyah) selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu
dunia. Karena itu, dia memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai
kesucian diri yang tertinggi. Adapun beberapa ajaran tersebut adalah
taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha dan jujur (Hj. Sri Mulyati, dkk,
2004:38). Bahkan di antara praktik spiritual yang diadopsi oleh tarekat
ini adalah zikir (terutama melantunkan asma’ Allah berulang-ulang).
Dalam pelaksanaanya terdapat berbagai tingkatan penekanan dan
intensitas. Ada zikir yang terdiri atas satu, dua, tiga dan empat. Praktik
zikir dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau
perlahan, sambil duduk membentuk lingkaran setelah shalat, pada
waktu subuh maupun malam hari. Setelah melakukan zikir, pelaku
tarekat ini dianjurkan untuk melakukan apa yang disebut dengan pas al
anfas yakni mengatur napas sedemikian rupa sehingga dalam proses
menarik dan menghembuskan napas, asma’ Allah bersikulasi dalam
tubuh secara otomatis. Kemudian ini diikuti dengan muraqabah dan
kontemplasi (Hj. Sri Mulyati, dkk., 2004: 44).
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
88
Dari sekian banyak pengalaman pribadi para sufi tampaknya
terdapat beberapa aturan dan cara yang bisa dikategorikan dalam
kesepakatan mereka, yaitu; mendalami ilmu yang berkaitan dengan
syariah, mengendalikan nafsu untuk menghindari dosa, memperbanyak
zikir dan doa tertentu, serta tidak meringankan amaliah-amaliah yang
dilakukan (Ummu Kalsum, 2003: 116).
Dari pengertian di atas terdapat indikasi bahwa substansi dari
sebuah tarekat adalah ‫(اﻟﺘﻘﺮب اﻟﻰ ﷲ‬pendekatan diri kepada Allah SWT),
hal ini dapat dipahami dari sekian banyak penjelasan ulama –utamanya
yang terkait dengan pengertian tarekat. Misalnya saja Al Habib AsySyaikh Al Sulthan Muhammad Sayyid Imaan bin Abdul Hakim alAydrus mengatakan bahwa tarekat adalah mengarahkan maksud
(tujuan) kepada Allah Ta’ala dengan ilmu dan amal. Dikatakan juga
bahwa tarekat merupakan perbuatan nafsaniyah yang tergantung kepada
sir (rahasia) dan ruh dengan melakukan taubat, wara’, muhasabah,
muraqabah, tawakal, ridha, taslim, memperbaiki akhlak, menyadari
akan kekurangan dan cela pada dirinya, dan atau mengerjakan ibadah
hanya karena mengharapkan keridha’an Allah SWT serta ingin
mendapat Nur Makrifat. (Al Habib al Syaik al Sulthan Muhammad
Sayyid Iman bin Abdul Hakim al Aydrus, 2006: 1-2). Oleh sebagian
ulama, yang sering dijadikan landasan untuk hal ini adalah firman Allah
SWT QS. al-Jin; 16 :
‫و َ أ َن ْ ﻟ َﻮ ِ اﺳ ْ ﺘَﻘ َﺎﻣ ُﻮا ﻋ َﻠ َﻰ اﻟﻄ ﱠﺮ ِﻷﯾ َﻘ َ َﺔ ِﺳ ْ ﻘ َﯿْﻨَﺎھ ُﻢ ْ ﻣ َ ﺎء ً ﻏَﺪ َﻗ ًﺎ‬
Dan kalau sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan
(tarekat) itu, niscaya Kami tetap menurunkan air hujan dari langit
(memberi minum kepada mereka air yang segar)”.
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
89
Ali bin Abi Thalib pernah bertanya kepada Rasulullah SAW,
katanya “Ya Rasulallah, manakah jalan (tarekat) yang paling dekat
untuk sampai kepada Tuhan?” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak ada
yang lain kecuali zikir kepada Allah”. Dengan demikian, jelaslah bahwa
dalam
menempuh
jalan
untuk
bertemu
Allah,
orang
harus
memperbanyak zikir kepada-Nya, di samping melakukan latihan dan
perjuangan yang memerlukan keuletan, kesungguhan dan kesabaran
(Asmaran As, 1994: 100-101).
Jadi sekali lagi, tarekat merupakan upaya pendekatan diri
kepada Allah yang teraplikasi lewat zikir yang banyak kepada-Nya.
Akan tetapi, tarekat merupakan pengalaman pribadi sehingga aplikasi
tersebut terkadang berbeda antara satu dengan yang lain. Itulah
sebabnya, dikatakan bahwa tidak ada batasan mengenai jumlah terakat
itu, karena setiap manusia mestinya harus mencari dan merintis
jalannya sendiri, sesuai dengan bakat dan kemampuan ataupun taraf
kebersihan hati mereka masing-masing (Simuh, 1997: 40).
Sejarah Perkembangan Tarekat
Dalam pembahasan sejarah perkembangan tarekat ini, penulis
membahas periodesasi perkembangan tasawuf. Dalam kajian ini,
perkembangan –tasawuf- tersebut dapat dibagi ke dalam empat periode.
Yaitu periode pertama, abad ke-1 dan ke-2 H. periode kedua, abad ke-3
dan ke-4 H. periode ketiga, abad ke-5 H. dan periode keempat, abad ke6 H dan seterusnya (Asmaran As, 1994: 249). Pembagian periode ini
dilihat berdasarkan proses perubahan masyarakat Islam dari generasi
kegenerasi yang dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dan fenomena
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
90
keberagamaan masyarakat Islam yang dari generasi ke generasi. Proses
tersebut itu jugalah yang menjadi cikal bakal lahir dan munculnya
tarekat dalam Islam (Muhammad Agus & Muhammad Kamil, 23 April
2014).
Mengapa periodisasi tersebut diawali dari abad pertama Hijriah?
Dari kajian historis mengungkapkan bahwa awal mulanya tasawuf itu
adalah padah masa sahabat dan tabi’in. tidak muncul pada pada masa
Nabi Muhammad SAW. Hal itu disebabkan oleh prilaku umat Islam
masih sangat stabil, keberagamaan masih dilaksanakan secara
seimbang, bahkan cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatism,
materialism dan hedonism (M. Alfatih, 2008: 23). Namun sekalipun di
masa tersebut belum ditemukan istilah tasawuf, mereka sebenarnya
telah menjadi seorang sufi dengan tidak pernah mengagungkan dunia
tetapi tidak juga meremehkannya, mereka selalu ingat kepada Allah
sebagai Sang Pencipta langit dan bumi serta segala isinya.
1. Periode Pertama (abad ke-1 dan ke-2 H)
Gerakan tasawuf pada masa ini timbul sebagai bentuk
kekahawatiran terhadap perubahan mental masyarakat di masa itu.
Kondisi masyarakat pada masa abad pertama Hijriyah pasca nabi SAW
dan para sahabat mengalami perubahan besar dari aspek sosial dan
ekonomi. Dalam hal spiritual, masyarakat lebih banyak berbicara
tentang teologi dan formulasi syariat (Sri Mulyati, 2004: 6), sehingga
mulai melupakan persoalan-persoalan kerohanian. Kondisi ini ditandai
dengan berkembangnya budaya hedonism di tengah-tengah masyarakat.
Para tokoh sufi melihat kehidupan masayarakat saat itu mulai
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
91
cenderung hidup bermewah-mewahan. Gerakan tasawuf yang dimotori
oleh para sahabat, tabi’in serta tabi’tabi’in senantiasa mengingatkan
tentang hakikat hidup ini, dan berupaya menanamkan semangat
beribadah, dan melakukan pola hidup sederhana atau zuhud (M. Alfatih,
2008: 24). Di antara bentuk kesederhanaan mereka –utamanya dalam
berpakaian- adalah berpakaian shuf (pakaian dari bulu domba), karena
mereka dinamakan sufi. Termasuk dalam periode ini adalah Hasan al
Bashri (110 H) dengan konsep khauf, dan Rabi’ah al ‘Adawiyah (185
H) dengan konsep cintanya.
Berdasarkan keterangan di atas, tampak bahwa ajaran tasawuf
pada periode pertama bercorak akhlaki, yakni pendidikan moral dan
mental dalam rangka pembersihan jiwa dan raga dari pengaruhpengaruh duniawi (Asmaran As, 1994: 249).
2. Periode Kedua (abad ke-3 dan ke-4 H)
Pada periode ini ajaran tasauf memasuki babak baru. Ajaran
tasawuf pada periode ini tidak hanya terbatas pada pembinaan moral,
sebagaimana yang diajarkan para Zahid di masa periode pertama.
Dalam pandangan Hamka, pada masa abad ke 3 dan ke-4, ilmu tasawuf
telah berkembang dan telah memperlihatkan isinya yang dapat
dibagikan kepada tiga bagian, yaitu ilmu jiwa, ilmu akhlak dan ilmu
ghaib (metafisika).
Kehalusan rasa yang diutamakan di abad pertama dan kedua
telah mempertinggi penyelidikan atas ketiga cabang ilmu itu, yang telah
memenuhi seluruh kehidupan sufi.
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
92
Menurut Abubakar Atjeh, jika pada abad ke-2 ajaran tasawuf
menekankan pada kezuhudan (asceticism), maka pada abad ke-3 orangorang sudah masuk pada pembicaraan tentang wusul dan ittihad dengan
Tuhan (mistikisme).
3. Periode ketiga (abad ke-5 H)
Memasuki abad ke 5, kedua bentuk ajaran tasawuf yakni
tasawuf sunni dan tasawuf falsafi yang berkembang pada periode
kedua, maka pada periode ketiga ini terjadi pembaharuan di dalamnya.
Karena ternyata tasawuf sunni makin berkembang, sementara tasawuf
falsafi mulai tenggelam dan baru muncul kembali di saat lahirnya para
sufi yang sekaligus seorang filosof (Asmaran As, 1994: 253).
Akan tetapi, kaitannya dengan tarekat, pada abad kelima hijriah
ini tarekat dalam pengertian kelompok zikir, baru muncul yang menjadi
kelanjutan kaum sufi sebelumnya. Hal itu ditandai dengan setiap silsilah
tarekat selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh sufi yang
lahir pada masa itu.
Tarekat seperti ini mulai bermunculan disebabkan oleh karena
pada periode tersebut telah terjadi kehampaan spiritual sehingga untuk
mengembalikan semangat
spiritual itu
maka dilakukan upaya
pendekatan diri kepada Allah dalam bentuk tarekat, sekalipun pada
periode ini kuantitas pengamalan tarekat masih cukup terbatas
(Muhammad Agus & Muhammad Kamil, 23 April 2014).
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
93
4. Periode keempat (abad ke-6 H. dan seterusnya)
Pada periode ini adalah munculnya kembali ajaran tasauf falsafi
secara sempurna, dimana pada periode sebelumnya (abad ke V) ajaran
ini tenggelam. Ajaran tasawuf falsafi pada periode abad ke VI
mengalami perkembangan yang sempurna dimana ajaran tqasauwuf ini
sudah cukup detail dan mendalam dalam segi praktek, pengajaran dan
ide. Hal tersebut dapat terilhat dari tulisan Ibnu Arabi dalam bukunya al
Futuhat al Makkiyah dan Fusus al Hikam.
Perkembangan tasawuf pada periode ini secara signifikan turut
berpengaruh pada perkembangan tarekat itu sendiri. Dari hasil kajian
oleh sebagian penulis bahwa lahirnya gerakan tarekat sebenarnya
diawali pada abad keenam Hijriah (Ummu Kalsum, 2003: 117).
Berdasarkan kajian historis perkembangan tasawuf di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa di awal perkembangannya, utamanya pada abad ke1 dan ke-2 Hijriah tarekat masih merupakan jalan spiritual yang dilalui
oleh seorang salik menuju hakikat, dengan kata lain tarekat dalam
pengertian yang pertama. Nanti pada abad selanjutnya, abad ketiga dan
keempat Hijriah, merupakan cikal bakal munculnya tarekat-tarekat. Dan
selanjutnya pada abad keenam Hijriah terjadi perubahan arah dalam
perkembangan tarekat
dengan
munculnya
beberapa
kelompok-
kelompok tarekat yang diawali dengan datangnya Syaikh Abdul Qadir
al Jailani (w. 561 H/1166 M) dengan sistem tarekat Qadiriahnya
(sekaligus menjadi tarekat pertama).
Sejak itu, berbagai macam tarekat mulai bermunculan, baik
yang merupakan cabang dari tarekat Qadiriyah maupun tarekat yang
berdiri sendiri. Tarekat-tarekat itu antara lain, tarekat al-Rifaiyah yang
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
94
diajarkan oleh Syekh Ahmad Rifa’i (w. 1182 M), tarekat al Kubrawiyah
yang diajarkan oleh Najmuddin al Kubra (w. 1221 M), tarekat
Syaziliyah oleh Abu Hasan al Syazili (w. 1258 M), tarekat
Naqsyabandiyah oleh Bahauddin al-Naqsyabandi (w. 1389 M), tarekat
Syattariah oleh Abdullah al-Syattar (w. 1428 M), dan tarekat al
Khalwatiyah dari Zahiruddin al Khalwati (w. 1397 M). (Muhammad
Agus & Muhammad Kamil, 23 April 2014).
Dalam proses pengajaran dan pengamalan masing-masing
tarekat antara syekh dan muridnya, sehingga terjadi transformasi ilmu
di antara keduanya. Murid yang telah sampai pada tingkatan tertinggi
diberi ijazah untuk mengadakan dan mengajarkan tarekat tersebut.
Maka secara otomatis penyebaran tarekat makin meluas.
Namun bukan hanya itu, terkadang seorang murid belajar
tarekat bukan hanya dari satu orang atau satu jenis tarekat saja tetapi di
antara murid tersebut yang mempelajari tarekat dari beberapa sumber
dan masing-masing memberikan ijazah kepadanya untuk mengajarkan
tarekat yang telah dipelajarinya sehingga terkadang dalam pengajaran
tersebut si murid membuat kelompok tarekat baru yang menggabung
dua atau beberapa tarekat yang telah dipelajarinya. Sebagai contoh
tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang merupakan tarekat
gabungan antara Qadiriyah dan Naqsyabandiyah yang merupakan
tarekat yang didirikan oleh ulama asli Indonesia Ahmad Khatib Sambas
(Kalimantan Barat) yang lama belajar di Mekkah dan sangat dihormati
(Sri Mulyati, 2004:19).
Ada beberapa hal yang membedakan di antara tarekat-tarekat
tersebut. Pertama, al khirqah dan al zay yaitu semacam jubah berwarna
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
95
yang dipakai oleh seorang syekh tarekat dan menjadi cirri khas dari
tarekat tertentu. Hanya saja khirqah ini tidak cukup untuk membedakan
semua tarekat yang ada karena ada beberapa tarekat yang memiliki
khirqah yang sama, misalnya Qadiriyah, Sadiah, dan Bahamiyah yang
sama-sama menggunakan khirqah yang berwarna hijau. Perbedaan
kedua adalah bahwa setiap tarekat memiliki wirid dan hizb yang
berbeda yang diciptakan oleh masing-masing syekh dari tarekat-tarekat
tersebut (M. AlFatih Suryadilaga, dkk., 2008: 233-234).
Sejarah Islam telah mencatat bahwa tarekat mengalami
perkembangan pesat sehingga memasuki semua Negara Islam. Tarekattarekat tersebut memegang peranan penting dalam menjaga eksistensi
dan ketahanan akidah umat Islam, bahkan ternyata organisasi-organisasi
tarekat tersebut telah berhasil melanjutkan tradisi dakwah hingga ke
pelosok dunia belahan barat Maroko dan belahan timur Indonesia
(H.A.R. Gibb, 1983: 13).
Penutup
1. Tarekat memiliki dua pengertian, yaitu: 1), tarekat bermakna jalan
yang ditempuh oleh seorang sufi untuk untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Dan 2) tarekat bermakna semacam organisasi atau
perkumpulan yang di dalamnya terdapat syekh, upacara ritual dan
zikir-zikir tertentu. Tarekat dalam pengertian pertama bersifat
individual sementara yang kedua bersifat kolektif.
2. Periode awal, tarekat masih dijalankan secara individual selanjutnya
pada periode-periode berikutnya (mulai abad ke-VI H dan
seterusnya) pelaksanaan tarekat telah dilakukan secara kolektif
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
96
melalui pembentukan kolompok-kelompok atau organisasi zikir.
Tarekat Qadiriyah merupakan bentuk tarekat kolektif pertama yg
didirikan oleh yaitu Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Kemudian
disusul oleh tarekat-tarekat lainnya. ‹‹›
Daftar Pustaka
Abubakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Jakarta: Ramadhani, 1993.
Al Aydrus, Al Habib al Syaik al Sulthan Muhammad Sayyid Iman bin
Abdul Hakim. Pelita Dalam Meniti Jalan “Thariqat”; Adab dan
Kelakuan Kaum Sufi. Makassar. Pustaka Refleksi. 2006.
Al Fandi, Muhammad Sabit dkk., Dairat al Ma’arif al Islamiyah.
Teheran. Intisyirat Jahannam. t.th. jil. XV.
Al Jawi, Muhammad Nawawi. Syarh Maraqi al ‘Ubudiyah ‘ala Matn
Bidayat al Hidayat. Semarang.Toha Putra. t.th.
Al Turmudzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah. Sunan al
Turmudzi. Beirut. Dar al Fikr.1994. jil. V.
Asmaran As. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta. RajaGrafindo Persada.
1994.cet. I.
Bagir, Haidar. Buku Saku Tasawuf. Bandung. Mizan Pustaka. 2006. cet.
II.
Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintas Sejarah. Jakarta. Bharata Karya
Aksara. 1983.
Kalsum, Ummu. Ilmu Tasawuf. Makassar. Yayasan Fatiya. 2003.cet. I.
Mulyati, Hj. Sri. dkk., Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat
Muktabarah di Indonesia. Jakarta. Kencana. 2004.cet. I.
Munawwirr, Ahmad Warson. Al Munawwir ; Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya. Pustaka Progressif. 1997. cet. XIV.
Tarekat dan Perkembangannya
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
97
Rahman, Ahmad Sastra Ilahi; Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh
Muhammad Ali Hanafiah (Pencerahan Bagi Hamba Pencari
Tuhan). Jakarta. Hikmah. 2004.
Schimmel, Annamarie. Mistical Dimension of Islam, diterjemahkan
oleh Sapardi Joko Damono dengan judul Dimensi-dimensi Misttik
dalam Islam. Jakarta. Pustaka Firdaus. 1986. cet. I.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta.
RajaGrafindo Persada. 1997. cet. II.
Suryadilaga, M. Alfatih, dkk., Miftahus Sufi, Yogyakarta; Teras, 2008.
Al-Munzir Vol. 7, No. 1, Mei 2014
Tarekat dan Perkembangannya
Download