BAB II LANDASAN TEORI A. Teori yang Relevan dan Penelitian Terdahulu 1. Modal 1) Pengertian Modal Perusahaan membutuhkan modal dalam menjalankan aktifitasnya.Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam perusahaan. Terdapat tiga jenis badan usaha, yaitu perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan manufaktur. Perusahaan memiliki kebutuhan modal yang berbeda-beda tergantung jenis usaha yang dijalankan. Adapun pengertian modal oleh beberapa ahli dalam buku Riyanto (2012:18) sebagai berikut : 1. Lutge mengartikan modal hanyalah dalam arti uang (geldkapital) 2. Scwiedland memberikan pengertian modal dalam artian yang lebih luas, dimana modal itu meliputi baik modal dalam bentuk uang (geldkapital), maupun dalam bentuk barang (sachkapital), misalnya mesin, barangbarang dagangan, dan lain sebagainya. 3. Meij mengartikan modal sebagai kolektivitas dari barang-barang modal yang terdapat dalam neraca debit, sedangkan yang dimaksud dengan barang modal ialah semua barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dalam fungsi produktifitasnya untuk membentuk pendapatan. 4. Komorzynsky, yang memandang modal sebagai kekuasaan menggunakan barang-barang modal yang belum digunakan, untuk memenuhi harapan yang akan dicapainya 5. Polak mengartikan modal ialah sebagai kekuasaan untuk menggunakan barang-barang modal. Dengan demikian modal ialah terdapat di neraca sebelah kredit. Adapun yang dimaksud dengan barang-barang modal ialah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan, jadi yang terdapat di neraca sebelah debit. 6. Bakker mengartikan modal ialah baik yang berupa barang-barang kongkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca 10 11 sebelah debit, maupun berupaya daya belu atau nilai tukar dari barangbarang itu yang tercatat di sebelah kredit. Pengertian modal menurut Brigham (2006:62) “modal ialah jumlah dari utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa, atau mungkin pos-pos tersebut plus utang jangka pendek yang dikenakan bunga”. Definisi modal dalam Standar Akuntansi Keuangan (IAI,2007:9) ”modal adalah hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban”. Bisa disimpulkan pengertian modal dari sudut pandang ekonomi, modal dapat diartikan sebagai unsur kekayaan perusahaan.Dalam sudut pandang akuntansi, modal adalah kekayaan perusahaan berupa uang atau barang yang tercatat disebelah debit maupun berupa daya beli atau nilai dari barang-barang itu sendiri yang dicatat disebelah kredit untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan dari sudut pandang pengusaha, modal dapat diartikan sebagai surat berharga seperti modal saham, obligasi, hipotek dan sebagainya. 2) Manfaat Modal Menurut Fuad (2000:67) manfaat dari modal usaha yang digunakan perusahaan diantaranya sebagai berikut : a. Sebagai solusi dari kemungkianan buruk yang bisa terjadi pada perusahaan seperti penurunan nilai persediaan atau penurunan nilai piutang yang tidak bisa ditagih. b. Dengan modal usaha yang cukup besar, perusahaan bisa memiliki keamanan keuangan atau disebut juga financial security dan memiliki citra keuangan yang baik. Citra keuangan yang baik digunakan untuk penilaian pihak ketiga, seperti kreditor atau bank yang akan memelihara ketersediaan kredit bagi perusahaan tersebut. c. Modal usaha yang besar juga bisa digunakan untuk menutup semua kebutuhan dan hutang usaha dengan lancar dan tepat pada waktunya agar tidak mengganggu jalannya produksi usaha. Sedangkan menurut Komarudin (2002:6) manfaat modal bagi perusahaan atau koperasi anatara lain : 12 a. Menopang kegiatan produksi dan penjualan atau sebagai jembatan saat pengeluaran pembelian persediaan dengan penjualan dan penerimaan kembali hasil pembayaran b. Menutup dana operasional atau pengeluaran tetap dan dana yang tidak berhubungan secara langsung dengan produksi dan penjualan. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa modal bermanfaat untuk perusahaan itu sendiri maupun bermanfaat bagi pihak ketiga. Modal bermanfaat untuk menopang kegiatan operasional perusahaan serta menutup semua kebutuhan dan hutang usaha perusahaan. Sedangkan manfaat modal bagi pihak ketiga adalah sebagai penilaian untuk memberikan kredit kepada perusahaan tersebut. 3) Pembagian Modal Pada dasarnya modal terbagi menjadi modal aktif dan modal pasif, modal aktif ialah modal yang tertera disebelah debit neraca dan modal pasif ialah modal yang tertera disebelah kredit. Pembagian modal menurut Riyanto (2012:19) sebagai berikut : 1. Pembagian modal aktif Berdasarkan cara lamanya perputaran, modal aktif atau kekayaan suatu perusahaan dapat dibedakan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva dalam perusahaan, dapatlah modal aktif dibedakan dalam modal kerja (working capital assets) dan modal tetap (fixed capital assets) 2. Pembagian modal pasif Berdasarkan cara melihat pada asalnya modal pasif dibedakan menjadi modal sendiri dan modal asing. Ditinjau dari lamanya penggunaan, modal pasiva dapat dibedakan antara modal jangka panjang dan modal jagka pendek. Menurut Nafarin (2007:54) “dalam manajemen keuangan pada sisi asset disebut dengan modal aktif atau modal konkret (capital goods) dan sisi pasiva disebut dengan modal pasif atau modal abstrak (capital value = capital aggregate) Kesimpulan dari pembagian modal dibagi menjadi dua jenis yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif dibedakan menjadi cara dan lama berputarnya 13 yaitu aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan menurut fungsi bekerjanya aktiva dalam perushaan yaitu modal kerja dan modal tetap. Modal pasif dibedakan atas dasar dilihat dari asalnya yaitu modal sendiri dan modal asing. Sedangkan dari lamanya penggunaan modal jangka panjang dan modal jangkan pendek. 2. 1) Modal Kerja Pengertian Modal Kerja Perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya sehari-hari.Sejumlah dana yang dikeluarkan untuk operasinya diharapkan kembali kepada perusahaan dalam waktu yang relatif singkat dari hasil penjualannya. Menurut Sutrisno (2000:39) ”dana yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari, seperti pembelian bahan baku, pemberian upah buruh, membayar utang, dan pembayaran lainnya disebut modal kerja”. Pendapat lain dikemukakan Burton A. Kolb (1983) dalam Sawir (2005:129) menyatakan “modal kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek atau lancar, termasuk di dalamnya kas, sekuritas, piutang, persediaan, dan dalam beberapa perusahaan, biaya dibayar di muka”. Definisi modal kerja menurut Ingram (2005:135) “working capital is the difference between current assets and current liabilities”.Menurut Irawati (2006:9) “Modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva lancar atau current assets” Berdasarkan hasil pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal kerja merupakan investasi yang ditanamkan dalam aktiva lancar untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Hal ini menunjukan, apabila perusahaan tidak dapat mencukupi modal kerjanya maka perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dana untuk menjalankan aktivitasnya. 14 2) Konsep Modal Kerja Mengenai pengertian modal kerja ini dapat dikemukakan adanya beberapa konsep. Konsep modal kerja dikemukakan oleh Riyanto (2001:57) terdapat tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu: 1) Konsep kuantitatif. Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar, dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian, modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar, atau sering juga disebut sebagai modal kerja kotor (gross working capital). 2) Konsep kualitatif. Modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, atau disebut sebagai modal kerja bersih (net working capital). 3) Konsep fungsional. Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk manghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income) ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang. Adapun pendapat dari Kasmir (2011:250), mengenai konsep modal kerja yaitu: 1. Konsep kuantitatif, menyebutkan bahwa modal kerja adalah seluruh aktiva lancar. 2. Konsep kualitatif, merupakan konsep yang menitikberatkan kepada kualitas modal kerja 3. Konsep fungsional menekankan kepada fungsi dana yang dimiliki perusahaan dalam memperoleh laba Sutrisno (2000:50) berpendapat tentang konsep modal kerja yaitu : 1. Modal Kerja Kuantitatif Konsep ini menitikberatkan pada segi kuantitas dana yang tertanam dalam aktiva yang masa perputarannya kurang dari satu tahun. Modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan aktiva lancar. 2. Modal Kerja Kualitatif Pada konsep ini, modal kerja bukan semua aktiva lancar tetapi telah mempertimbangkan kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar. 3. Modal Kerja Fungsional Konsep ini lebih menitikberatkan pada fungsi dana dalam menghasilkan penghasilan langsung atau current income. 15 Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas pada dasarnya tidak terdapat perbedaan konsep yang signifikan. Konsep kuantitatif atau gross working capital modal kerja diartikan keseluruhan dari jumlah aktiva lancar.Konsep kulaitatif atau net working capital menyebutkan bahwa modal kerja merupakan besarnya jumlah utang lancar. Sedangkan dalam konsep fungsional, modal kerja merupakan sebagai dana yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan laba perusahaan. Dalam penelitian ini digunakan konsep modal kerja kualitatif karena konsep ini menerangkan bahwa modal kerja bukan seluruh aktiva lancar melainkan modal kerja yang telah mempertimbangkan kewajiban-kewajiban yang harus dibayar atau disebut dengan modal kerja bersih. 3) Jenis-Jenis Modal Kerja Menurut Riyanto (2001:61) modal kerja dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut: a. Modal kerja permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Modal kerja permanen ini dapat dibedakan dalam : 1) Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya, 2) modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. b. Modal kerja variabel (variabel working capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara : 1) Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2) Modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konyungtur. 3) Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak). Menurut Taylor dalam Sawir (2005:132), modal kerja dapat digolongkan menjadi: 16 a. Modal Kerja Permanen Modal kerja permanen (permanen working capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha b. Modal Kerja Variabel Modal kerja variabel (variabel working capital) yaitu jumlah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Pendapat dingkat tentang jenis modal kerja juga dikemukakan oleh Irawati (2006:92), yaitu : 1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) 2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Captial) Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jenis modal kerja terbagi menjadi dua macam, yaitu modal kerja permanen dan modal kerja variabel.Modal kerja permanen yaitu jumlah aktiva lancar yang terus menerus diperlukan untuk kegiatan perushaan, sedangkan modal kerja variabel adalah investasi dalam aktiva lancar yang bersifat sementara dan jumlahnya berubahubah. 4) Unsur-Unsur Modal Kerja Unsur modal kerja dapat dilihat pada setiap neraca perusahaan, yaitu pada semua perkiraan aktiva lancar dan kewajiban lancarnya. Unsur-unsur dari modal kerja menurut Syamsudin (2007:144) “Unsur modal kerja menurut konsep kualitatif terdiri dari aktiva lancar dan hutang lancar”. Menurut Munawir (2007:21) “aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukar menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumsi dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal” 17 Pendapat lain dikemukakan oleh Kasmir (2011:39) “aktiva lancar merupakan harta atau kekayaan yang segera dapat diuangkan (ditunaikan) pada saat dibutuhkan dan paling lama satu tahun. Sedangkan utang lancar merupakan kewajiban atau utang perusahaan kepada pihak lain yang harus segera dibayar”. Hal sama juga dikumukakan oleh Baridwan (2004:21) “aktiva lancar adalah uang kas atau aktiva-aktiva lainnya atau sumber-sumber yang diharapkan akan direalisasi menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi selama siklus usaha perushaan normal atau dalam waktu satu tahun”. Kesimpulan yang bisa diambil tentang unsur-unsur modal kerja yaitu aktiva lancar dan utang lancar.Aktiva lancar adalah uang tunai dan aktiva lainnya yang bisa dicairkan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, sedangkan utang lancar adalah kewajiban suatu perusahaan yang pelunasannya dilakukan jangka pendek. Komponen dari aktiva lancar dan utang lancar dijelaskan oleh Kasmir (2011:32) yaitu: Komponen yang terkandung dalam aktiva lancar adalah seperti kas, rekening pada bank (rekening giro dan rekening tabungan), deposito berjangka (time deposit), surat-surat berharga, piutang, pinjaman yang diberikan, persediaan, biaya yang dibayar dimuka, pendapatan yang masih harus diterima, dan aktiva lancar lainnya. Sedangkan komponen hutang lancar (kewajiban jangka pendek) adalah utang dagang, utang wesel, utang bank, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar, utang sewa guna usaha, utang deviden, utang gaji, dan utang lancar lainnya. Baridwan (2004:21) menyebutkan komponen pada aktiva lancar dan utang lancar sebagai berikut : 1. Aktiva lancar a. Kas b. Surat-surat berharga yang merupakan investasi jangka pendek c. Piutang dagang dan piutang wesel d. Piutang pegawau e. Piutang angsuran dan piutang wesel angsuran f. Persediaan barang dagang, bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi, bahan-bahan pembantu dan bahan-bahan serta suku cadang yang dipakai dalam pemeliharaan alat-alat atau mesin-mesin g. Biaya yang dibayar dimuka seperti asuransi, bunga, sewa, pajakpajak, bahan pembantu dan lain-lain. 18 2. Utang lancar a. Utang dagang, yaitu utang-utang yang timbul dari pembelian barangbarang dagangan atau jasa b. Utang wesel, yaitu utang-utang yang memakai bukti-bukti tertulis berupa kesanggupan untuk membayar pada tanggal tertentu. c. Taksiran utang pajak, yaitu jumlah pajak penghasilan yang diperkirakan untuk laba periode yang bersangkutan. d. Utang biaya, yaitu biaya-biaya yang sudah menjadi beban tetapi belum dibayar. e. Utang-utang lainnya yang akan dibayar dalam waktu 12 bulan Kesimpulan dari pendapat diatas yaitu komponen aktiva lancar adalah kas, bank, surat berharga, piutang, persediaan yang masa pakainya kurang dari satu tahun. Sedangkan komponen dari utang lancar adalah utang dagang, utang wesel, utang deviden, dan utang yang kurang dari satu tahun masa pelunasankewajibannya. Perbedaan dalam unsur atau komponen dalam modal kerja biasanya menyangkut perkiraan-perkiraan atau pos-pos atau jenis-jenis lainnya, yang disebabkan perbedaan jenis perusahaan. 5) Manfaat Modal Kerja Modal kerja sangat berperan penting pada perusahaan, dengan adanya modal kerja perusahaan bisa menjalankan aktifitas sehari-hari. Sejumlah modal kerja harus cukup dalam arti tidak berlebihan atau kekurangan, karena modal kerja yang cukup akan menguntungkan perusahaan. Adapun manfaat modal kerja yang dikemukakan oleh Prastowo (2005:98) yaitu : Manfaat utama modal kerja adalah menjadi tingkat likuiditas suatu perusahaan. Dengan modal kerja yang memadai, suatu perusahaan akan mampu membayar seluruh kewajiban jangka panjangnya, memiliki cadangan yang cukup untuk menghindari kekurangan persediaan dan memberikan piutang kepada pelanggan sehingga hubungan dengan pelanggan dapat terus dipertahankan. Menurut Munawir (2007:116) keberadaan modal kerja cukup akan memberikan manfaat yaitu: 1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya aktiva lancar 19 2. Memungkinkan untuk membayar semua kewajiban-kewajiban pada waktunya 3. Menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahay atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi. 4. Memungkinkan untuk membeli persediaan barang dalam jumlah yang cukup untuk melayani konsumen 5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat-syarat kredit yang lebih menarik bagi pelanggan. Pendapat serupa juga dikemukakan Riyanto (2001:57) antara lain adalah sebagai berikut : a. modal kerja menampung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan karena penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan yang tidak dapat ditagih atau penurunan nilai persediaan, b. modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua utang lancar tepat pada waktunya, c. modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan ”credit standing” perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor akan kelayakan untuk memelihara kredit. Jadi dengan tersediannya jumlah modal kerja yang cukup dalam perusahaan, memungkinkan perusahaan dapat menjalankan seluruh kegiatan operasinya dengan baik, memungkinkan terpenuhinya kewajiban jangka pendek dengan tepat waktu sehingga terhindar dari kesulitan keuangan yang mungkin akan timbul. 6) Kebijakan Modal Kerja Kebijakan modal kerja merupakan strategi yang diharapkan oleh perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan modal kerja dengan berbagai alternatif sumber dana. Kebijakan modal kerja yang digunakan tergantung dari seberapa besar manajer perusahaan mengambil resiko. Menurut Sutrisno (2001:53) terdapat tiga pendekatan yang dapat diambil oleh seorang manajer dalam kebijaksanaan modal kerja yaitu : 1. Kebijakan Konservatif Merupakan pemenuhan modal kerja yang lebih banyak menggunakan sumber dana jangka panjang dibandingkan sumber dana jangka pendek. Dalam kebijakan konservatif modal kerja permanen dan sebagian 20 modal kerja variabel dipenuhi oleh sumber dana jangka panjang, dan sebagian modal kerja variabel lainnya dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. 2. Kebijakan Moderat Perusahaan membiayai aktiva dengan dana yang jangka waktunya kurang lebih sama dengan perputaran aktiva tersebut yaitu aktiva yang bersifat permanen dan modal kerja permanen akan didanai dengan sumber dana jangka panjang dan akan didanai dengan sumber dana jangka pendek (matching principle) 3. Kebijakan Agresif Sebagian kebutuhan jangka panjang dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. Pada pendekatan ini perusahaan berani menanggung resiko yang cukup besar. Pendapat lain dalam kebijakan modal kerja dikemukakan oleh Martono (2003:76), yaitu : 1. Kebijakan Konservatif Kebijakan modal kerja konservatif merupakan manajemen modal kerja yang dilakukan secara hati-hati. Pada kebijakan ini modal kerja permanen dan sebgaian modal kerja variabel dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan sebagian modal kerja variabel lainnya dibelanjai dengan sumber dana jangka pendek. 2. Kebijakan Agresif Pada kebijakan ini sebagian modal kerja permanen dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan sebagian modal kerja permanen dan modal kerja variabel dibelanjai dengan sumber dana jangka pendek. 3. Kebijakan Moderat Pada kebijakan ini aktiva yang bersifat tetap yaitu aktiva tetap dan modal kerja permanen dibelanjai dengan sumber dana jangka panjang, sedangkan modal kerja variabel dibelanjai dengan sumber dana jangka pendek. Sedangkan Syamsuddin (2007:217) menyatakan ada beberapa cara dalam menentukan komposisi pembelanjaan perusahaan, yaitu : 1. Pendekatan Agregatif Menurut konsep pendekatan agresif, kebutuhan modal jangka pendek harus dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedangkan kebutuhan jangka panjang harus dibiayai dengan pinjaman atau modal jangka penjang. 2. Pendekatan Konservatif Pendekatan konservatif mengatakan bahwa seluruh proyek kebutuhan modal perusahaan harus dibiayi dengan modal jangka panjang sedangkan modal jangka pendek akan dipergunakan hanya apabila 21 timbul keadaan yang darurat atau karena adanya arus kas keluar yang tidak terduga-duga sebelumnya. 3. Pendekatan Rata-rata Sebagian besar perusahaan menggunakan perencanaan pembelanjaan yang terletak pada satu titik diantara kedua pendekatan. Penjelasan dari beberapa pendapat, masing-masing alternatif dalam kebijakan modal kerja mempunyai resiko dan keuntungan tersendiri.Pada umumnya kebijakan modal kerja ini dibagi menjadi tiga, yaitu kebijakan konservatif, kebijakan moderat dan kebijakan agresif. Setiap perusahaan memiliki kebijakan masing-masing dalam pengelolaan modal kerjanya sesuai kondisi perusahaan itu sendiri. 7) Sumber Modal Kerja dan Penggunaan Modal Kerja Kebutuhan modal kerja harus terpenuhi oleh setiap perusahaan.Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut perushaan memerlukan sumber-sumber modal kerja yang dapat dicari dari berbagai sumber yang tersedia.Dalam pemilihan sumber modal kerja harus dipertimbangkan rugi atau untungnya sumber tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak menjadi beban perusahaan kedepan atau akan menimbulkan masalah yang tidak diinginkan. Sumber modal kerja menurut Munawir (2007:120), yaitu: 1. Hasil operasi perusahaan, adalah jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditahan dengan depresiasi dan amortisasi 2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek). Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (marketable securities atau efek) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. 3. Penjualan aktiva tidak lancar, sember lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. 4. Penjualan saham atau obligasi. Untuk menambah dana tau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya, di samping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk utang jangka lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya. 22 Menurut Kasmir (2011:256) beberapa sumber modal kerja yang dapat digunakan, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Hasil operasi perushaan Keuntungan penjualan surat-surat berharga Penjualan saham Penjualan obligasi Memperoleh pinjaman Dana hibah, dan Sumber lainnya Prastowo (2008:121) “Setiap transaksi yang menyebabkan naiknya modal kerja disebut sumber modal kerja.Sebaliknya transaksi yang menyebabkan penurunan modal kerja disebut penggunaan modal kerja”. Menurut Kennedy dalam Manullang (2005:17) pada umumnya sumber modal kerja bagi suatu perusahaan dapat berasal dari: 1. Working capital provided by current operations 2. Profit on the sales of marketable securities 3. Sale of fixed assets, long term investments and other non current assets 4. Federal income tax refunds and other similar extra ordinary “gaint” item 5. Sales of bonds and capital stock and contributions of funds by owners 6. Bank and other short terms loans 7. Trade creditors Setelah memperoleh modal kerja yang diinginkan, tugas perusahaan adalah menggunakan modal kerja tersebut. Penggunaan modal kerja akan dapat dipengaruhi oleh modal kerja itu sendiri. Seoarang manajer dituntut untuk menggunakan modal kerja secara tepat, sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai perusahaan.Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setiap penggunaan modal kerja dapat menyebabkan pengurangan aktiva lancar. Menurut Prastowo (2008:121) penyebab pengurangan modal kerja antara lain sebagai berikut : 1. Pengeluaran biaya jangka pendek dan pembayaran utang-utang jangka pendek. 2. Adanya pemakaian prive yang berasal dari keuntungan 3. Kerugian usaha atau kerugian insindental yang memerlukan kas 23 4. Pembentukan dana untuk tujuan tertentu seperti dana pensiunan pegawai, pembayaran bunga obligasi yang telah jatuh tempo, penempatan kembali aktiva tidak lancar. 5. Pembelian tambahan aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan investasi jangka panjang. 6. Pembayaran utang jangka pendek dan pembelian kembali saham perusahaan. Pendapat lain dikemukakan oleh Kasmir (2011:259): Secara umum dikatakan bahwa penggunaan modal kerja biasa dilakukan perusahaan untuk: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pengeluaran untuk gaji, upah dan biaya operasi Pengeluaran untuk membeli bahan baku atau barang dagangan Menutupi kerugian akibat penjualan surat berharga dagangan Pembentukan dana Pembelian aktiva tetap (tanah, bangunan, kendaraan, mesin dan lain-lain) Pembayaran utang jangka penjang (obligasi, hipotek, utang bank jangka panjang) Pembelian atau penarikan kembali saham yang beredar Pengembalian uang atau barang untuk kepentingan pribadi, dan Penggunaan lainnya Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah sumber modal kerja terdiri dari hasil operasi perusahaan, keuntungan dari penjualan surat-surat berharga, penjualan saham, memperoleh pinjaman dan hibah dan lain-lain.Sumber modal ini harus diperhatikan juga agar ridak menimbulkan kerugian dikemudian hari. 8) Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja Modal kerja yag dibutuhkan perusahaan harus terpenuhi untuk kelancaran perusahaan. Namun, terkadang untuk memenuhi kebutuhan modal kerja seperti yang diinginkan tidaklah selalu terpenuhi. Hal ini disebabkan terpenuhi atau tidaknya modal kerja sangat tergantung kepada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Penentuan modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sawir (2005:134) sebagai berikut: a. Sifat dan tipe perusahaan. Modal Kerja dari suatu perusahaan jasa relatif lebih kecil daripada kebutuhan modal kerja perusahaan industri. 24 b. c. d. e. Perusahaan jasa biasanya memiliki atau harus menginvestasikan modalmodalnya sebagian besar pada aktiva tetap yang digunakan untuk memberikan pelayanan atau jasanya kepada masyarakat. Sebaliknya perusahaan industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaannya tidak mengalami kesulitan dalam operasinya sehari-hari. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga per satuan dari barang tersebut. Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau untuk memperoleh barang tersebut, maka akan semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, semakin sedikit uang kas yang harus disediakan untuk diinvestasikan dalam persediaan bahan ataupun barang dagangan. Syarat penjualan. Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang. Tingkat perputaran persediaan. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan semakin rendah. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Kasmir (2011:254) mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi modal kerja: 1. 2. 3. 4. Jenis perusahaan Syarat kredit Waktu produksi Tingkat perputaran persediaan Faktor-faktor yang mempengaruhi modal kerja menurut Munawir (2007:117) yaitu : 1. Sifat dan tipe dari perusahaan 2. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut. 3. Syarat pembelian bahan atau barang daganga 4. Syarat penjualan 5. Tingkat perputaran persediaan Berbagai faktor yang mempengaruhi modal kerja lainnya menurut Kennedy dalam Manulang (2005:16) : 1. 2. 3. 4. The general nature or type of business The time required to manufacture or to obtain the goods Terms of purchase and sale The turnover of inventories 25 5. 6. 7. 8. 9. The turnover receivables The business of receivables The degree of risk possible value decline in current assets Whether the sales are uniform through out the year or are seasonal Credit raring of company Pendapat lainnya dikemukakan oleh Manulang (2005:16) yang menyatakan bahwa komposisi modal kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Sifat kegiatan perusahaan 2. Faktor-faktor ekonomi 3. Peraturan-peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pengendalian kredit 4. Suku bunga yang berlaku 5. Jumlah uang yang beredar 6. Tersedianya bahan-bahan di pasar 7. Kebijakan didalam perusahaan Dalam pendapat tersebut menunjukan untuk menentukan modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan bukanlah merupakan hal yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi modal kerja yaitu jenis perusahaan, syarat kredit, waktu produksi dan tingkat perputaran persediaan. 9) Pentingnya Modal Kerja Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana menganggur (idle fund), karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Perusahaan yang kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan produksinya, maka besar kemungkinannya akan kehilangan pendapatan dan keuntungan. Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka pendek tepat waktunya dan akan menghadapi masalah likuiditas. 26 Modal kerja yang harus tersedia dalam perusahaan harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Muslich (2003:89) mengungkapkan beberapa alasan pentingnya modal kerja, yaitu : 1. Tingkat profitabilitas perusahaan dipengaruhi oleh investasi modal kerja. 2. Posisi likuiditas perusahaan dipengaruhi oleh investasi dalam modal kerja 3. Sebagian waktu manajer keuangan tersita untuk pengelolaan modal kerja 4. Kususnya bagi perusahaan niaga dimana sebagian besar investasinya bukan dalam fixed capital tetapi dalam current capital, maka modal kerja sangat penting bagi perusahaan tersebut. 5. Modal kerja sangat diperlukan sebagai tujuan bagi perusahaan yang relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan terhadap fixed capital. Modal kerja memiliki arti penting bagi perusahaan, terutama bagi kesehatan keuangan perusahaan. Pentingnya modal kerja menurut Kasmir (2011:252) yaitu : 1. Kegiatan seoarang manajer keuangan lebih banyak dihabiskan di dalam kegiatan operasional perusahaan dari waktu ke waktu 2. Investasi dalam aktiva lancar cepat dan sering kali mengalami perubahan serta cenderung labil 3. Dalam praktiknya sering kali separuh dari total aktiva merupakan bagian dari aktiva lancar, yang merupakan modal kerja perusahaan. 4. Bagi perusahaan yang relatif kecil, fungsi modal kerja amat penting. Pendanaan perusahaan lebih mengandalkan pada utang jangka pendek, seperti utang dagang, utang bank satu tahun yang tentunya dapat mempengaruhi modal kerja. 5. Terdapat hubungan yang sangat erat antara pertumbuhan penjualan dengan kebutuahan modal kerja Menurut Dasono (2006:120) pentingnya modal kerja yaitu : modal kerja sangat penting bagi perusahaan karena : (1) sebagian besar pekerjaan manajer keuangan dicurahkan pada kegiatan operasi perusahaan sehari-hari yang memerlukan modal kerja, (2) pada umumnya nilai harta lancar suatu perusahaan kira-kira lebih dari 50% dari jumlah harta, hal ini perlu pengelolaan yang serius, (3) khususnya bagi perusahaan kecil, manajemen modal kerja sangatlah penting karena sulit memperoleh pembiayaan modal kerja, (4) perkembangan pertumbuhan penjualan berkaitan dengan kebutuhan modal kerja. 27 Berdasarkan pendapat tersebut, modal kerja memiliki arti penting bagi perusahaan.Tidak hanya perusahaan besar saja, ternyata modal kerja dalam perusahaan kecilpun memiliki arti yang sangat penting. Hal ini dikarenakan kegiatan manajer akan dihabiskan untuk pengelolaan modal kerja agar kegiatan perusahaan operasional stabil bahkan meningkat. 3. Efisiensi Modal Kerja 1) Pengertian Efisiensi Istilah efisiensi selalu digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan.Pengertian umum efisiensi adalah menekan biaya serendah mungkin untuk meningkatkan keuntungan.Secara luas pengertian efisiensi adalah perbandingan terbaik antara masukan dan hasil, antara keuntungan dan sumbersumber yang dipergunakan, serta hasil maksimal yang dicapai dengan menggunakan sumber yang terbatas. Menurut Sumarsan (2010:83) “Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan atau jumlah yang dihasilkan satu unit input yang dipergunakan”. Menurut Tanujaya (2007:380) “Efisiensi merupakan rasio antara keluaran dengan masukan suatu proses, dengan fokus perhatian pada konsumsi masukan.” Pendapat lain dikemukakan oleh Supriyono (200:329) : Efisiensi adalah rasio keluaran terhadap masukan atau jumlah keluaran per unit masukan. Jadi suatu pusat pertanggungjawaban dikatakan efisien jika : a. Menggunakan masukan (biaya atau sumber-sumber) yang lebih kecil untuk menghasilkan dalam jumlah yang sama. b. Menggunakan masukan (biaya-sumber-sumber) yang sama untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah yang besar. c. Menggunakan masukan (biaya atau sumber-sumber) yang lebih kecil untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah yang besar. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat diatas adalah efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan jumlah yang dihasilkan untuk meningkatkan keuntungan.Sesuatu yang efisien jika menggunakan masukan (biaya atau sumber-sumber) yang lebih kecil untuk menghasilkan keluaran yang lebih besar. 28 2) Efisiensi Modal Kerja Prinsip manajemen perusahaan menuntut agar lebih baik dalam memperoleh maupun dalam menggunakan modal harus didasarkan pada pertimbangan efisiensi.Adanya modal kerja yang cukup bagi suatu perusahaan sangat penting karena memungkinkan perusahaan untuk beroperasi seekonomis mungkin.Akan tetapi, adanya modal kerja yang berlebihan menunjukan perusahaan terebut menghilangkan peluang untuk mendapatkan keuntungan besar. Menurut Moles (2011:535) mengungkapkan mengenai efisiensi modal kerja yaitu : Working capital efficiency is a term that refers to how efficiently working capital is used. It is commonly measured by a firm’s cash conversion cycle, which reflects the time between the point at which raw materials are paid for and the point at which finished goods made from those materials are converted into cash. The sorter a firm’s cash conversion cycle, the more efficient is its use of working capital. Menurut Syamsudin (2007:200) “efisiensi dalam manajemen modal kerja sangat diperlukan untuk menjamin kelangusngan atau keberhasilan jangka panjang dan untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan yang dalam hal ini memperbesar kekayaan bagi para pemilik”. Apabila perusahaan tidak dapat mengelola modal kerja perusahaan secara efisien, maka tidak ada nada gunanya untuk mempertimbangkan keberhasilan dalam jangka panjang. Efisiensi modal kerja ini menunjukan prestasi manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan secara optimal.Semakin efisien penggunaan modal kerja maka semakin baik kinerja manajemen perusahaan.Efisiensi dalam pengelolaan modal kerja juga sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan atau keberhasilan jangka panjang dalam mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. 3) Indikator Efisiensi Modal Kerja Terdapat beberapa indikator untuk mengukur efisiensi modal kerja, diantaranya adalah : 29 a. Return on Working Capital Return on Working Capital adalah suatu metode untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan memaksimalkan efisiensi modal kerja. Rasio antara laba operasi dengan aktiva lancar operasi bisa digunakan sebagai indikator. Formula yang digunakan adalah dengan cara membandingkan pendapatan operasi dengan rasio lancar. (Husnan, 2008:172) b. Working Capital Turnover (Perputaran Modal Kerja) Rasio perputaran modal kerja menunjukan penggunaan modal kerja, karena semakin tinggi perputaran modal kerja menunjukan efisiensi penggunaan modal kerja, karena semakin tinggi perputaran modal kerja berarti modal kerja yang ditanam oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional menghasilkan jumlah penjualan yang tinggi. Sehingga semakin tinggi tingkat perputaran modal kerja, maka semakin sedikit modal kerja yang ditanamkan untuk dapat menghasilkan penjualan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Perputaran modal kerja diformulasikan sebagai berikut: (Riyanto, 2001:335) Namun, Menurut Sartono (2002:392) Working Capital Turnover diformulasikan sebagai berikut : (Sartono, 2002:392) 30 Dari pemaparan sebelumnya dapat disimpulkan yang dapat dijadikan indikator efisensi modal kerja adalah Return on Working capital dan Working Capital Turnover (WCT), dan periode perputaran modal kerja. Dalam penelitian ini penulis menggunakan perputaran modal kerja sebagai indikator efisiensi modal kerja, karena dengan melihat perputaran modal kerja dapat menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola modal kerja untuk memperoleh laba yang dihasilkan dari kegiatan operasi. 4) Perputaran Modal Kerja Perputaran modal kerja (working capital turnover) berguna untuk menguji efisiensi modal kerja. Hal ini seperti yang dikemukakan Siegel dan Shim (2005:479) bahwa "Dengan melihat pada perputaran sebuah aktiva lancar dalam sebuah gerakan pendapatan, akuntan dapat menilai dengan wajar kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva lancar secara efisien". Working capital turnover (WTC) yaitu rasio yang memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan.Menurut Sawir (2005:16), “Perputaran modal kerja merupakan rasio yang menunujukan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja”. Kemudian menurut Riyanto (2008:162) : Perputaran modal kerja adalah modal kerja yang selalu dalam kedanaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha.Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat di mana kembali lagi menjadi kas. Menurut Riyanto (2002:62)” Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputaran atau makin tinggi tingkat perputarannya”. Hal tersebut sesuai dengan Brigham dan Houston (2006:117) menyatakan bahwa “perputaran modal kerja diatas dua kali termasuk dalam modal kerja yang cepat”. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan perputaran modal kerja adalah modal kerja yang selalu dalam kedanaan operasi atau berputar, dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali 31 lagi menjadi kas semakin tinggi rasio perputarannya, berarti modal kerja semakin efisien. Rumus yang digunakan untuk mengukur perputaran modal kerja adalah sebagai berikut : (Riyanto, 2001:335) 4. Pertumbuhan Penjualan 1) Pengertian Penjualan Penjualan merupakan aktivitas inti dari sebuah perusahaan menjalani operasional sehari-hari. Aktivitas penjualan merupakan pendapatan utama perusahaan karena jika aktivitas perusahaan tidak dijalankan dengan baik, maka secara langssung dapat merugikan perusahaan. Menurut Kotler (2008:457) “penjualan merupakan sebuah proses dimana kebutuhan pembeli dan penjual dipenuhi, melalui antar pertukaran informasi dan kepentingan”. Berbeda dengan Kotler, Simamora (2000:24) mengungkapkan bahwa “penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan dan jasa”. Pendapat lain dikemukakan oleh Marom (2002:28) “penjualan artinya penjualan barang dagangan sebagai usaha pokok perusahaan yang biasanya dilakukan secara teratur.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penjualan adalah persetujuan kedua belah pihak antara penjual dan pembeli, dimana penjual menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat menyerahkan sejumlah uang sebagai alat ukur produk tersebut sebesar harga jual yang telah disepakati. 2) Tujuan Penjualan Penjualan adalah persetujuan keduan belah pihak antara penjual dan pembeli, dimana penjual menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat menyerahkan sejumlah uang sebagai alat ukur produk tersebut sebesar harga jual yang telah disepakati.Adapun tujuan umum dalam penjualan menurut Swastha(2002:404) adalah sebagai berikut: 32 a. b. c. Mencapai Volume Penjualan Tertentu Usaha-usaha untuk mencapai volume penjualan tertentu tidak sepenuhnya dilakukan oleh pelaksana penjualan atau para penjual.Dalam hal ini perlu adanya kerjasama yang rapi diantara fungsionaris dalam perusahaan (seperti bagian produksi yang membuat produknya, bagian keuangan yang menyediakan dananya, bagian personalia yang menyediakan tenaganya, bagian promosi yang mempromosikan produknya dan sebagainya) maupun dengan para penyalur.Namun demikian semua ini tetap menjadi tanggung jawab dari pimpinan (top manajer), dan dialah yang harus mengukur seberapa besar sukses atau kegagalan yang dihadapinya, untuk maksud tersebut pimpinan harus mengkoordinir semua fungsi dengan baik termasuk fungsi penjualan, sehingga volume penjualan dapat mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Mendapatkan Laba Tertentu. Pada umumnya tujuan seluruh usaha pemasaran adalah meningkatkan hasil penjualan, sehingga dapat meningkatkan laba. Dalam hal ini bagian penjualan mempunyai peranan yang sangat penting yaitu bagaimana memperoleh serta mendapatkan laba atau keuntungan yang realistis dalam penjualannya. Menunjang Pertumbuhan Perusahaan. Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari tujuan yaitu untuk memperoleh laba dari aktivitasnya tersebut. Tercapainya hasil penjualan suatu produk merupakan sesuatu yang diharapkan, sehingga dapat memperoleh pendapatan dimana pendapatan tersebut dapat menunjang pertumbuhan perusahaan. Uraian tersebut, menunjukkan bahwa apabila tiga tujuan umum perusahaan tercapai maka akan meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Pencapaian tujuan umum perusahaan tersebut dapat membuat perusahaan mampu untuk mengembangkan dan mengelola program-program kegiatan perusahaan secara baik juga dapat digunakan untuk mempertahankan keberadaan perusahaan. Melakukan penjualan sesuai dengan yang direncanakan, maka perusahaan akan memperoleh laba yang maksimum dan dapat mengembangkan perusahaan. 3) Pengertian Pertumbuhan Penjualan Pertumbuhan penjualan mencerminkan keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan merupakan indikator permintaan dan daya saing 33 perusahaan dalam suatu industri.Menurut Swastha dan Handoko (2001:144) "Pertumbuhan atas penjualan penting dari penerimaan pasar dari produk dan jasa perusahaan tersebut, dimana pendapatan yang dihasilkan dari penjualan akan dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan penjualan".Jika pertumbuhan penjualan tinggi,maka akan mencerminkan pendapatan meningkat sehingga laba akan meningkat. Brigham dan Houston (2006:121) mengatakan “…penjualan yang lebih tinggi akan mengahsilkan laba kena pajak yang lebih tinggi”.Selanjutnya Brigham dan Houston (2006:168) menambahkan “penjualan harus menututpi biaya sehingga dapat meningkatkan keuntungan”.Dengan meningkatnya laba perusahaan maka keuntungan yang diperoleh akan meningkat, dengan demikian profitabilitas perusahaan akan meningkat. 4) Indikator Pertumbuhan Penjualan Terdapat beberapa pendapat ahli yang mengemukakan indikator pertumbuhan penjualan. Menurut Amstrong (2008:327) “pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pertahun”.Sedangkan menurut Fabozzi (2000:881) “pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pada laporan keuangan pertahun”.Selanjutnya Horne dan Wachowiczc (2005:285) mengemukakan bahwa “tingkat pertumbuhan penjualan adalah hasil perbandingan antara selisih penjualan tahun berjalan dan penjualan di tahun sebelumnya dengan penjualan di tahun sebelumnya” Dengan demikian dapat disimpulkan indikator pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan dari tahun berjalan dengan penjualan tahun sebelumnya. Pertumbuhan penjualan dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : (Horne dan Wachowiczc, 2005:285) 34 5. 1) Ukuran Perusahaan Pengertian Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunujukan besar kecilnya perusahaan serta faktor yang menentukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Machfoedz (2008;65) menyatakan tentang pengertian ukuran perusahaan yaitu "Ukuran perusahaan adalah suatu skema dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara. Antara lain : total aktiva, long size, nilai pasar saham, dan lain-lain". Variabel-variabel tersebut digunakan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Perusahaan yang besar mengungkapkan lebih banyak informasi dibanding perusahaan kecil. 2) Manfaat Ukuran Perusahaan Menurut Sawir (2004:101) ukuran perusahaan dapat dinyatakan sebagai determianan dari struktur keuangan dalam hamper setiap studi untuk alasan yang berbeda : Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan. Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrakyang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti daripenggunaan kontrak standar hutang. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti 35 perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen. 3) Klasifikasi Ukuran Perusahaan Pada dasarnya menurut Suwito dan Herawaty (2005:138) “ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu : perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 poin 5 Dunia usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar. Kriteria Keempat usaha tersebut disebutkan pada pasal 6 sebagai berikut: 1) Usaha Mikro a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2) Usaha Kecil a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00(lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyakRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dariRp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampaidengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyarlima ratus juta rupiah). 3) Usaha Menengah a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dariRp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00(lima puluh milyar rupiah) Untuk usaha besar tidak disebutkan kriteria usaha besar di pasal 6 namun pada pasal 1 poin 4 disebutkan bahwa : Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. 36 Menurut Small Business Organization (2000), kalsifikasi bisnis berdasarkan ukuran perusahaan sebagai berikut: Size Tabel 2.1 Calssification of Bussiness by size Employment Size Asset Size Sales Size Small Business 0 – 500 Employees $0 - $25 milion $0 - $50 milion Medium Business 500-999 employees $25 - $100 milion $50- $250 milion Large Business 1000 or more $100 milion or $250 milion or more more Sumber : Office of Economics Research U.S Small Business Administration 4) Indikator Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dapat dilihat dari beberapa indikator. Menurut Riyanto (2010:313) “besar kecilnya perushaan dapat dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai total aktiva. Pendapat serupa dikemukakan Firiani (2001:18) bahwa ukuran perusahaan dapat didefinisikan dan dinyatakan dengan berbagai variabel, antara lain: 1. Total aktiva, yang diambil dari laporan neraca akhir tahun 2. Penjualan bersih, yang diambil dari laporan laba-rugi akhir tahun 3. Kapitalisasi pasar, yang diambil dari harga saham akhir tahun dikali dengan jumlah saham yang beredar. Selanjutnya Hartono (2000:254) “besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva/besar harta perusahaan dengan menggunakan nilai logaritma total aktiva”. Sedangkan Brigham dan Houston (2001:117) mengemukakan “ukuran perusahaan yaitu rata-tata total penjualan besrih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun”. Semakin besar aktiva yang dimiliki maka semakin besar modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin besar perputaran uang yang terjadi, dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal masyarakat (Fitriani, 2001:19) Salah satu variabel yang sering digunakan dalam menunjukan besar kecilnya perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki perusahaan tersebut karena dinilai relatif stabil. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan Sartono (2001:122) yang menjelaskan bahwa “penilaian ukuran perusahaan dapat 37 menggunakan tolak ukur total aktiva”.Hal serupa juga dikemukakan Prasetyantoko (2008:257) menyatakan bahwa “total asset dapat menggambarkan ukuran perusahaan. Semakin besar asset biasanya perusahaan tersebut semakin besar”. Dari beberapa pendapat ahli yang telah dikemukakan sebelumnya, maka indikator ukuran perusahaan yang digunakan pada penelitian ini adalah total aktiva. Karena total aktiva perusahaan bernilai milyaran rupiah maka hal ini dapat disederhanakan dengan mentransformasikannya ke dalam logaritma natural, sehingga ukuran perusahaan juga dapat dihitung dengan : Size = Ln Total Assets 6. 1) Profitabilitas Pengertian Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada periode tertentu. Menurut Husnan (2004:72) “profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan”. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi keuangan lainnya, seperti penjualan, aktiva, dan ekuitas.Perbandingan ini sering disebut dengan rasio profitabilitas.Menurut Harahap (2010:304) “Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”. Pendapat lain dikemukakan oleh Irawati (2006:58) “rasio keuntungan atau profitability adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan mengahasilkan laba selama periode tertentu.” Menurut Halfet (2000:126) “profitability is a effectiveness with which management has employed both the total assets and the net assets as recoreded 38 on the balance sheet”. Munawir (2007:33) “rentabilitas atau profitabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk mengahsilkan laba selama periode tertentu”. Hal ini sejalan dengan Riyanto (2001:36) “Profitabilitas ialah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam presentase.” Sartono (2001:122) “Rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian investor akan sangat berkepentingan denganrasio profitabilitas ini” Dari pendapat-pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan tentang profitabilitas adalah pengukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari sumber yang digunakan perusahaan.Rasio profitabilitas in mengukur efisiensi aktiva perusahaan dan modal perusahaan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.Maka dari itu, semkain tinggi tingkat profitabilitas maka semakin tinggi juga tingkat keuntungan yang didapat perusahaan dan sebaliknya. 2) Tujuan dan Manfaat Profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam meperoleh keuntungan. Tujuannya adalah terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik kenaikan atau penuruan kinerja perusahaan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut. Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya untuk perusahaan saja. Tetapi oleh pihak di luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Menurut Kasmir (2011:197) “tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu: 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu 2. Untuk posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembanga laba dari waktu ke waktu 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri 39 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri maupun modal lainnnya 7. Dan tujuan lainnya Sementara itu, manfaat yang diperoleh Kasmir (2011:198) adalah untuk : 1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri 5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal lainnya 6. Manfaat lainnya 3) Rasio Pengukuran Profitabilitas Rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam satu periode atau beberapa periode. Menurut Kasmir (2008:197) rasio profitabilitas bisa diukur dengan beberapa indikator yaitu : 1. Profit Margin Profit Margin on Sales atau Ratio Profit Margin merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan.Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Terdapat 2 rumus untuk mencari profit margin yaitu, sebagai berikut : a. Gross Profit Margin b. Profit Margin 2. Return on Asset Rasio hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return on Assets atau Return on Investment meupakan rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam 40 perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Disamping itu, hasil pengembalian investasi menunjukan produktivitas dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, dengan demikian pula sebaliknya.Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Rumus untuk mencari Return on Assets dapat digunakan rumus sebagai berikut : 3. Return on Equity Menurut Kasmir (2008:204) rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. 4. Earning per Share Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham.Rasio yang rendah menunjukan bahwa manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat.Dengan pengertian pengendalian yang tinggi. Rumus untuk mencari Laba per Lembar Saham (Earning Per Share) Menurut Irawati (2006:58) dalam rasio keuntungan atau profitability ratios ini ada beberapa rumusan yang digunakan diantaranya adalah : 1. 2. 3. 4. Gross Profit Margin Operating Profit Margin Operating Ratio Net Profit Margin 41 5. 6. 7. 8. Return on Assets Return on equity Return on Investment Earnign per Share (EPS) Pendapat lain dikemukakan oleh Sutrisno (2000:267) yang menyebutkan rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu: 1. Profit Margin Profit margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. 2. Return on Asset Return on Asset juga merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. 3. Return on Equity Return on Equity yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki. 4. Return on Investment Return on Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan 5. Earning per Share Earning per Share merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan rasio pengukuran profitabilitas tidak memiliki perbedaan, rasio ini yaitu Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA) dan Earning Per Share (EPS). Semakin besar tingkat profitabilitas maka menunjukan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan ROA sebagai indikator profitabilitas, dalam analisis laporan keuangan ROA merupkan rasio yang paling disoroti karena mampu menunjukan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan dengan menggunakan aktiva. Selain itu, ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa mendatang. 42 7. 1) Return on Assets (ROA) Pengertian ROA Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas.Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti,karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudiandiproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh darimodal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001:90), “Rasio laba bersih terhadap total aktiva mengukur pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak”. Menurut Horne dan Wachowicz (2005:235), “ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”. Riyanto (2001:336) menyebut istilah ROA dengan Net Earning Power Ratio (Rate of Return on Investment / ROI) yaitu kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktivauntuk menghasilkan keuntungan neto.Keuntungan neto yang beliaumaksud adalah keuntungan neto sesudah pajak. Sedangkan menurut Jumingan (2006:141) ”ratio operating income dengan operating asset menunjukkan laba yang diperoleh dari investasi modal dalam aktiva tanpa mengandalkan dari sumber mana modal tersebut berasal (keseluruhan modal)”. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa return on asset adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.ROA menunjukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan.ROA juga dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi aktivanya. 2) Manfaat ROA Manfaat ROA dikemukakan oleh Munawir (2004:91) mengungkapkan manfaat yang diberikan ROA, yaitu : 43 1. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik, maka dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitive terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan. 2. Dapat membandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. 3. Selain berguna untuk kepentingan control, analisis ROA juga berguna untuk kepentingan perencanaan. 3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ROA Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaanmenghasilkan laba.Return on Assets (ROA) termasuk salah satu rasioprofitabilitas. Menurut kutipan dari Brigham dan Houston (2001:89), rasioprofitabilitas (profitability ratio) menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang terhadap hasil operasi. Sedangkan menurut Munawir (2007:89) besarnya ROA dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1. Turnover dari operating assets (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi) 2. Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam presentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mrngukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualan Besarnya ROA akan berubah kalau ada perubahan profit margin atau asstes turnover, baik masing-masing atau keduanya. Dengan demikian, pimpinan perusahaan dapat menggunakan salah satu keduanya dalam rangka usaha memperbesar ROA. 4) Perhitungan ROA Menurut Kasmir (2008:198) merumuskan formula untuk menghitung pengembalian tingkat aktiva/ROA dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak dengan total aktiva. Dengan rumus sebagai berikut : 44 Menurut Wild et al. (2005:65) ”Nilai ROA mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva (atau pendanaan) yang diberikan pada perusahaan”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Fahmi (2011:137) “ROA adalah rasio profitabilitas yang menggambarkan sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembaliian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan”. Semakin besar nilai ROA, menunjukan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembaian investasi semakin besar. 8. Peneltian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Marlina pada tahun (2011) di Koperasi Pegawai Pemerintah Kota Bandung (KPKB) dengan menggunakan analisis regresi sederhana menunjukan efisiensi modal kerja berpengaruh positif signifikan terhadap profitabiliats. Namun hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Agustina tahun (2012) di PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom),Tbk. Dengan menggunakan analisis regresi sederhana menunjukan bahwa efisiensi modal kerja mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas.Napompech (2012) juga melakukan penelitian dalam jurnal yang berjudul “Effect of Working Capital Management on The Profitability of Thai Listed Firm” menunjukan manajemen modal kerja memiliki hubungan negatif dengan profitabilitas. Evelina dan Juniarti (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Family Control, Size, Sales Growth dan Leverage Terhadap Profitabilitas dan Nilai Perusahaan” menunjukan pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh positf dan signifikan terhadap profitabilitas.Lubis (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Likuiditas, Perputaran Modal Kerja, Pertumbuhan Penjualan dan Leverage Terhadap Profitabilitas” menunjukan bahwa pertumbuhan penjualan berpanguruh positif terhadap profitabilitas.Namun, Sunarto dan Budi (2009) dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh Leverage, Ukuran dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Profitabilitas” menunjukan pertumbuhan 45 perusahaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas dengan menggunakan pertumbuhan penjualan sebagai indiaktor pertumbuhan perusahaan. Penelitian yang di lakukanDevi (2012) dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas. Hasil yang sama juga diperolehBabaloa (2013) dalam jurnal yang berjudul “The Effect of Firm Size on Firms Profitability in Nigeria” menunjukan firm size berpengaruh positif terhadap profitabilitas dengan menggunakan total assets dan total sales sebagai indikator firm size. NamunSumantri (2012) meneliti bahwaukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur yang terdaftar pada BEI. B. Kerangka Pemikiran Modal kerja merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh suatu perusahaan untuk memperoleh laba yang optimal. Modal kerja dapat dibiayai dengan modal sendiri, pinjaman jangka panjang maupun sumber dana yang bersifat permanen (Sugiono, 2009: 13). Selama perusahaan masih beroperasi, modal kerja selalu diperlukan untuk membiayai kegiatan perusahaan sehari-hari misalkan untuk memberikan persekot pembelian barang mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai dan lain sebagainya, dimana dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya untuk menjaga kontinuitas perusahaan. Perusahaan yang bergerak di bidang apapun baik itu perusahaan jasa, perusahaan produksi maupun perusahaan dagang selalu membutuhkan modal kerja yang cukup untuk membiayai kegiatan usahanya, dengan harapan dana yang telah dikeluarkan dapat kembali masuk ke dalam perusahaan dalam jangka yang relatif pendek. Sawir (2005:129) menyebutkan bahwa "modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimilki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari". Menurut Ambarwati (2010:112) mengungkapkan bahwa “modal kerja adalah modal yang seharusnya tetap ada dalam perusahaan sehingga operasional 46 perusahaan menjadi lebih lancar serta tujuan akhir perushaan dalam menghasilkan laba akan tercapai”. Kemudian Brigham dan Houston (2006:131) menungkapkan bahwa “modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka pendek (kas, sekuritas, persediaan dan piutang)”.Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa modal kejra merupakan investasi yang ditanamkan dalam perusahaan dalam aktiva lancar seperti kas, sekuritas, piutang dagang, persediaan, dan aktiva lancar lainnya yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Modal kerja merupakan faktor penting dalam rangka mengembangangkan usaha serta menanggung resiko kerugian.Selain itu modal kerja adalah salah satu aspek yang mempengaruhi profitabilitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Irawati (2006:89) yang mengungkapkan bahwa “Tingkat profitabilitas perusahaan akan dipengaruhi oleh investasi modal kerja”. Selain itu Muslich (2003:89) mengungkapkan beberapa alasan pentingnya modal kerja, yaitu : 1. Tingkat profitabilitas perusahaan dipengaruhi oleh investasi modal kerja. 2. Posisi likuiditas perusahaan dipengaruhi oleh investasi dalam modal kerja 3. Sebagian waktu manajer keuangan tersita untuk pengelolaan modal kerja 4. Kususnya bagi perusahaan niaga dimana sebagian besar investasinya bukan dalam fixed capital tetapi dalam current capital, maka modal kerja sangat penting bagi perusahaan tersebut. 5. Modal kerja sangat diperlukan sebagai tujuan bagi perusahaan yang relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhan terhadap fixed capital. Manajemen modal kerja harus ditentukan dan direncanakan dengan matang sehingga diharapkan dengan adanya penggunaan modal kerja yang cukup efisien dapat meningkatkan laba perusahaan.Besarnya modal kerja harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan, karena baik kelebihan atau kekurangan modal kerja sama-sama membawa dampak negatif bagi perusahaan.Perusahaan yang tidak mempunyai modal kerja yang cukup tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya (likuid). Modal kerja yang berlebihan terutama modal kerja dalam bentuk uang tunai dan surat berharga dapat merugikan perusahaan karena menyebabkan berkumpulnya dana yang besar tanpa 47 penggunaan secara produktif. Dana yang mati, yaitu dana-dana yang tidak digunakan menyebabkan diadakannya investasi dalam proyek-proyek yang tidak diperlukan dan yang tidak produktif. Disamping itu kelebihan modal kerja juga akan menimbulkan inefisiensi atau pemborosan dalam operasi perusahaan.Dengan demikian modal kerja harus dikelola dengan baik oleh perusahaan sehingga diperlukan adanaya manajemen modal kerja yang baik.Menurut Husnan (2007:165) “Indikator adanya manajemen modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi modal kerja”. Selanjutnya Brealey et.al(2008:79) mengungkapkan bahwa “Jika perusahaan ingin menggunakan asetnya secara efisien, untuk mengukur efisiensi tersebut biasanya analisis menggunakan rasio tingkat perputaran modal kerja”. Modal kerja yang efisien yaitu modal yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhannya, tidak kekurangan dan tidak juga kelebihan. Efisiensi modal kerja adalah pemanfaatan modal kerja dalam aktivitas operasional perusahaan secara optimal sehingga mampu meningkatkan kemakmuran bagi perusahaan itu sendiri serta mempu menghasilkan profitabilitas yang besar bagi manajemen. Syamsudin (2007:200) berpendapat bahwa “efisiensi dalam modal kerja sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan atau keberhasilan jangka panjang dan mencapai tujuan perushaan secara keseluruhan yang dalam hal ini memperbesar kekayaan bagi para pemilik”. Kemudian Riyanto (2008:4) "fungsi penggunaan dana harus dilakukan secara efisien. Hal ini berarti bahwa rupiah dana yang tertanam dalam aktiva harus dapat digunakan seefisien mungkin untuk dapat menghasilkan keuntungan investasi atau profitabilitas yang maksimal.” Efisiensi dalam pengelolaan modal kerja juga menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mencapai salah satu tujuan perusahaan yaitu kemampuan memperoleh laba melalui perputaran yang dihasilkan dari kegiatan operasi. Hal ini berarti efisiensi modal kerja dapat dinilai atau diukur melalui perputaran modal kerja. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Siegel dan Shim (2005:479) bahwa "Dengan melihat pada perputaran sebuah aktiva lancar dalam sebuah gerakan pendapatan, akuntan dapat menilai dengan wajar kemampuan 48 perusahaan dalam mengelola aktiva lancar secara efisien". Dengan demikian indikator efisiensi modal kerja adalah perputaran modal kerja. Dalam jurnal Arshad dan Gondal (2013) yang berjudul “Impact of Capital Management on Profitability a Case of The Pakistan Cement Industry” menggunakan Working Capital Turnover (WTC) atau perputaran modal kerja sebagai indikator efisiensi modal kerja. Nugroho (2011) meneliti “Analisis Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Perputaran Modal Kerja, Ukuran Perusahaan dan Leverage Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2009” menggunakan perputaran modal kerja sebagai indikator efisiensi modal kerja. Selanjutnya Limarjo (2012) meneliti Pengaruh Efisiensi Modal Kerja Terhadap Perusahaan Rokok Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004-2011” menggunakan perputaran modal kerja sebagai indikator efisiensi modal kerja.Dari beberapa penelitain terdahulu maka penulis menggunakan perputaran modal kerja sebagai indikator efisiensi modal kerja. Menurut Sawir (2005:16), “Perputaran modal kerja merupakan rasio yang menunujukan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja”. Kemudian menurut Riyanto (2008:162) : Perputaran modal kerja adalah modal kerja yang selalu dalam kedanaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha.Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat di mana kembali lagi menjadi kas. Semakin pendek periode perputaran modal kerja, makin cepat perputarannya sehingga perputaran modal kerja makin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya profitabilitas semakin meningkat. Perputaran modal kerja dinyatakan cepat bila berputar dua kali setahun. Hal tersebut sesuai dengan Brigham dan Houston (2006:117) menyatakan bahwa “perputaran modal kerja diatas dua kali termasuk dalam modal kerja yang cepat”. Dengan demikian dapat ditarik hipotesis bahwa efisiensi modal kerja berpengaruh positif terhadap profitailitas. 49 Selain modal kerja, faktor yang mempengaruhi profitabilitas adalah pertumbuhan penjualan.Penjualan merupakan ujung tombak dari sebuah perusahaan. Pertumbuhan penjualan mencerminkan keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri.Menurut Swastha dan Handoko (2000:190) "Pertumbuhan atas penjualan penting dari penerimaan pasar dari produk dan jasa perusahaan tersebut, dimana pendapatan yang dihasilkan dari penjualan akan dapat digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan penjualan".Jika pertumbuhan penjualan tinggi,maka akan mencerminkan pendapatan meningkat sehingga laba akan meningkat. Brigham dan Houston (2006:121) mengatakan “…penjualan yang lebih tinggi akan mengahsilkan laba kena pajak yang lebih tinggi”.Selanjutnya Brigham dan Houston (2006:168) menambahkan “penjualan harus menututpi biaya sehingga dapat meningkatkan keuntungan”.Hal serupa dikemukakan Horne dan Wachowicz (2009:235) “penjualan yang meningkat akan menghasilkan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan dan berpengaruh terhadap peningkatan profitabilitas.”Dengan meningkatnya pertumbuhan penjualan maka keuntungan yang diperoleh akan meningkat, dengan demikian profitabilitas perusahaan akan meningkat. Menurut Amstrong (2008:327) “pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pertahun”.Sedangkan menurut Fabozzi (2000:881) “pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pada laporan keuangan pertahun”.Selanjutnya Horne dan Wachowiczc (2005:285) mengemukakanbahwa “tingkat pertumbuhan penjualan adalah hasil perbandingan antara selisih penjualan tahun berjalan dan penjualan di tahun sebelumnya dengan penjualan di tahun sebelumnya” Dengan demikian dapat disimpulkan pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan dari tahun berjalan dengan penjualan tahun sebelumnya. Evelina dan Juniarti (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Family Control, Size, Sales Growth dan Leverage Terhadap Profitabilitas dan 50 Nilai Perusahaan” menggunakan perubahan penjualan sebagai indikator pertumbuhan penjualan.Nugroho (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Perputaran Modal Kerja, Ukuruan Perusahaan dan Leverage terhadap Profitabilitas Perusahaan” menggunakan perubahan pernjualan sebagai indikator pertumbuhan penjualan. Dari kedua penelitian tersebut, penulis menggunakan perubahan penjualan dari tahun berjalan dengan penjualan tahun sebelumnya sebagai indikator pertumbuhan penjualan.Berdasarkan kedua penelitian tersebut maka penulis menggunakan perubahan penjualan dari tahun berjalan dengan penjualan sebelumnya sebagai indikator pertumbuhan penjualan. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam menandai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang.Ramalan penjualan yang tepat sangatlah diperlukan, agar proses penjualan produk dapat maksimal sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dengan menggunakan rasio growth, perusahaan dapat mengetahui trend penjualan dari produk dari tahun ke tahun. Perusahaan harus dapat menentukan langkah yang akan diambil untuk mengantisipasi kemungkinan naik atau turunnya penjualan pada tahun yang akan datang. Bila penjualan ditingkatkan, maka aktiva pun harus ditambah sedangkan di sisi lain, jika perusahaan mengetahui dengan pasti peningkatan penjualannya di masa mendatang, hasil dari tagihan piutangnya, serta jadwal produknya, perusahaan akan dapat mengatur jadwal jatuh tempo utangnya agar sesuai dengan arus kas bersih di masa yang akan datang. Akibatnya, laba akan dapat dimaksimalkan sehingga profitabilitas juga akan meningkat. Dari uraian tersebut, dapat ditarik hipotesis bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Profitabilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan menunjukan jumlah pengalaman dan kemampuan tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dalam mengelola tingkat risiko investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan kemakmuran mereka.Menurut Riyanto (2008:299) "suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal sahamnnya hanya akan 51 mempengaruhi kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya control dari pihak yang dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan.” Sebaliknya, perusahaan yang kecil dimana sahamnya hanya tersebar dilingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibanding dengan perusahaan kecil, sehingga dapat mempengaruhi profitablitas. Perusahaan besar dapat memperoleh keistimewaan dibandingkan perusahaan kecil dalam hal memperoleh bahan baku (input produksi) karena perusahaan besar membeli bahan baku dalam jumlah besar sehingga perusahaan besar mendapatkan potongan harga (quality discount) dari pemasok. Dengan mendapatkan potongan harga dari pemasok, maka perusahaan dapat menekan biaya bahan baku sehingga keuntungan dalam membuat suatu produk akan meningkat. Dengan pendapatan yang meningkat, maka profitabilitas juga akan meningkat. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunujukan besar kecilnya perusahaan serta faktor yang menentukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Machfoedz (2008;65) menyatakan tentang pengertian ukuran perusahaan yaitu: “Ukuran perusahaan adalah suatu skema dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara. Antara lain : total aktiva, long size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu : perusahaan besar, perusahaan menengah dan perusahaan kecil. Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan.” Selanjutnya Hartono mengungkapkan (2000:254) “besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva/besar harta perusahaan dengan menggunakan nilai logaritma total aktiva”. Hal serupa juga dikemukakan Prasetyantoko (2008:257) menyatakan bahwa “total asset dapat menggambarkan ukuran perusahaan. Semakin besar asset biasanya perusahaan tersebut semakin 52 besar”.Sedangkan Brigham dan Houston (2001:117) mengemukakan “ukuran perusahaan yaitu rata-tata total penjualan besrih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun”. Devi (2012) menggunakan total aktiva sebagai indikator dari ukuran perushaan dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas pada Perusahaan Kimia dan Farmasi yang Terdaftar di BEI Tahun 2008-2011”, penelitian tersebut menggunakan Quick Ratio, Profit Margin dan Firm Size sebagai variabel yang mempengaruhi profitabilitas. Sumantri (2012) menggunakan total aktiva sebagai indiaktor ukuran perusahaan pada penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2006-2012” dengan menggunakan perputaran persediaan, rasio lancar dan ukuran perusahaan sebagai variabel yang mempengaruhi profitabilitas. Sumantri.Veronica (2012) menggunakan total aktiva sebagai indikator ukuran perusahaan dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Leverage, Pengaruh Intensitas Modal dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas”. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya maka penulis menggunakan total aktiva sebagai indikator ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki total aktiva yang besar lebih diminati oleh para investor untuk menanamkan modalnya. Dengan adanya sumber daya yang besar dari investor, maka perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas pangsa pasar. Dengan adanya penjualan yang meningkat, perusahaan akan menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi. Dengan begitu, laba perusahaan akan meningkat. Maka dapat ditarik hipotesis bahwa ukuran peursahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa efisiensi modal kerja, pertumbuhan penjualan profitabilitas.Profitabilitas menghasilkan laba dan ukuran menggambarkan dengan perusahaan kemampuan menggunakan mempengaruhi perusahaan seluruh modal untuk yang dimiliki.Profitabilitas dinilai sangat cocok untuk mengukur efektivitas manajemen 53 dan pengevaluasian kinerja manajemen dalam menjalankan bisnis dan produktivitasnya dalam mengelola aset-aset perusahaan secara keseluruhan. Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan rasio. Ada beberapa rasio yang digunakan untuk melihat kondisi profitabilitas suatu perusahaan. Menurut Kasmir (2008:199) "Dalam prakteknya jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan yaitu Net Profit Margin (NPM), laba per Lembar saham, Return on Equity (ROE), dan Return on Assets (ROA)". Pendapat serupa juga dikemukakan Brigham dan Houston (2001) “rasio profitabilitas dapat diukur dengan Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Investment (ROI), Return on Equity dan Earning Power”. Dalam analisis laporan keuangan, ROA merupkan rasio yang paling disoroti karena mampu menunjukan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan dengan menggunakan aktiva. Selain itu, ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keunutngan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa mendatang. Munawir (2004:91) mengungkapkan manfaat yang diberikan ROA, yaitu : 1. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik, maka dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitive terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan. 2. Dapat membandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. 3. Selain berguna untuk kepentingan control, analisis ROA juga berguna untuk kepentingan perencanaan. Hal ini yang mendasari penulis untuk menggunakan ROA dalam melakukan penelitian sebagai indikator profitabilitas. Menurut Horne & Wachowicz (2005:235) "ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan". Selanjutnya Syamsudin (2005:224) mengatakan bahwa "ROA merupakan kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan, semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik 54 keadaan suatu perusahaan". Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Efisiensi Modal Kerja (X1) Profitabilitas (Y) Pertumbuhan Penjualan (X2) Ukuran Perusahaan (X3) Gambar 2.1 Hubungan antara variabel Keterangan : Efisiensi Modal Kerja : Variabel Independen 1 Pertumbuhan Penjualan : Variabel Independen 2 Ukuran Perusahaan : Variabel Independen 3 : Garis Pengaruh : Variabel Dependen Profitabilitas C. Hipotesis Berdasarkan teori, kerangka pemikiran dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Efisiensi modal kerja, pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas 2. Efisisensi modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas 3. Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap profitabilitas 4. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas