Modal ventura Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian Modal ventura adalah suatu investasi dalam bentuk pembiayaan berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu. Pada umumnya investasi ini dilakukan dalam bentuk penyerahan modal secara tunai yang ditukar dengan sejumlah sahampada perusahaan pasangan usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu risiko yang tinggi namun memberikan imbal hasil yang tinggi pula. Kapitalisventura atau dalam bahasa asing disebut venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura. Dana ventura ini mengelola dana investasi dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki risiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Kebanyakan dana ventura ini adalah berasal dari sekelompok investoryang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi tersebut. Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman. Sebagai bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Daftar isi 1Sejarah awal mula modal ventura modern 2Di Indonesia o 2.1Sejarah modal ventura di Indonesia o 2.2Cara pembiayaan modal ventura di Indonesia 3Catatan kaki 4Lihat pula Sejarah awal mula modal ventura modern[sunting | sunting sumber] Walaupun penyertaan modal sudah dikenal serta dilakukan oleh investor sejak zaman dahulu, Georges Doriot dikenal sebagai penemu dari industri modal ventura. pada tahun 1946, Doriot mendirikan American Research and Development Corporation (AR&D), dimana investasinya pada perusahaan Digital Equipment Corporation adalah sukses terbesar. Pada Tahun 1968 sewaktu Digital Equipment melakukan penawaran sahamnya kepada publik, dan ini memberikan imbal hasil investasi (return on investment-ROI) sebesar 101% kepada AR&D . Investasi ARD's yang senilai $70.000 USD pada Digital Equipment Corporation pada tahun 1957 tersebut telah bertumbuh nilainya menjadi $355 juta USD. Biasanya juga dianggap bahwa modal ventura yang pertama kali adalah investasi yang dilakukan pada tahun 1959 oleh Venrock Associates pada perusahaan Fairchild Semiconductor, Awal mula tumbuhnya industri modal ventura ini adalah dengan diterbitkannya Undang-undang investasi usaha kecil (Small Business Investment Act) di Amerikapada tahun 1958 dimana secara resmi diperbolehkannya Kantor Pendaftaran Usaha Kecil (Small Business Administration (SBA)) untuk mendaftarkan perusahaan modal kecil untuk membantu pembiayaan dan permodalan dari usaha wiraswasta di Amerika. Di Indonesia[sunting | sunting sumber] Mengacu kepada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/1988, perusahaan modal ventura dapat membantu permodalan maupun bantuan teknis yang diperlukan calon pengusaha maupun usaha yang sudah berjalan guna: Pengembangan suatu penemuan baru. Pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan dana. Membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan. Membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran usaha. Pengembangan projek penelitian dan rekayasa. Pengembangan berbagai penggunaan teknologi baru dan alih teknologi baik dari dalam maupun luar negeri. Membantu pengalihan pemilikan perusahaan Sejarah modal ventura di Indonesia[sunting | sunting sumber] Perusahaan modal ventura di Indonesia diawali dengan pembentukan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), sebuah badan usaha milik negara (BUMN) yang sahamnya dimilki oleh Departemen Keuangan (82,2%) dan Bank Indonesia (17,8%).[1] Gema nama Bahana memang sempat menggetarkan "dunia keuangan" nusantara. Ketika pada tahun 1993 salah satu anak usahanya, PT Bahana Artha Ventura (BAV), agresif melebarkan usaha ke seluruh provinsi, membentuk Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD). Sasarannya, usaha kecil menengah (UKM) untuk dibiayai.[2] Cara pembiayaan modal ventura di Indonesia[sunting | sunting sumber] Beberapa cara pembiayaan yang dilakukan oleh modal ventura di Indonesia, yaitu dengan cara : Penyertaan saham secara langsung kepada perusahaan yang menjadi pasangan usaha. Dengan membeli obligasi konversi yang setelah waktu yang disepakati bersama dapat dikonversi menjadi saham / penyertaan modal pada perseroan. Dengan pola bagi hasil dimana persentase tertentu dari keuntungan setiap bulan akan diberikan kepada perusahaan modal ventura oleh perusahaan pasangan usaha. Pola bagi hasil yang mungkin dilakukan adalah sbb: Bagi hasil berdasarkan pendapatan yang diperoleh (revenue sharing). Bagi hasil berdasarkan keuntungan bersih (net profit sharing). Bagi hasil berdasarkan perjanjian. KEWIRAUSAHAAN STRATEGIS: KESENJANGAN & PELUANG Avanti Fontana Faculty Member Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia CIS Lead Facilitator & Coach Kewirausahaan Strategis adalah aktivitas pencarian atau penciptaan peluang usaha dan pencarian atau penciptaan keunggulan usaha yang membangun keunggulan daya saing. Pewirausaha dan usaha yang berhasil dan lestari pasti kuat dalam dua kegiatan besar itu. Hasil riset Masmira Kurniawati tentang pemasaran kewirausahaan dengan riset pada UKM Batik di Jawa Tengah menunjukkan, sebagian besar pewirausaha batik menghadapi tantangan dalam penciptaan peluang kewirausahaan (opportunity-seeking activities) dan pengelolaan keunggulan usaha (advantage-seeking activities). Peneliti menduga ada 90% pewirausaha batik yang masih lemah dalam dua kegiatan itu. Ini ditandai dengan dukungan SDM yang belum kuat dan inovasi pemasaran yang belum optimal. Hasil riset Vitri Cahyaningsih Mallarangeng tentang kewirausahaan strategis pada UKM Kerajinan di Tasikmalaya Jawa Barat menunjukkan situasi hampir serupa, menunjukkan peta kesenjangan sekaligus peluang kewirausahaan UKM yang berbasis heritage (di) Indonesia. Kewirausahaan belum berjalan secara optimal. Kemungkinan penyebabnya: pilihan strategi usaha yang belum sesuai dalam menghadapi dinamika usaha yang tinggi, kemampuan memimpin dan mengelola kewirausahaan yang belum kuat untuk menopang dan menghadapi besarnya permintaan pasar dan kelangkaan sumber daya (utamanya: manusia/pekerja/pengrajin, bahan baku alamiah, bahan baku dari sumber lokal, dan dukungan regulasi). Yang perlu ditilik lebih lanjut dalam riset-riset selanjutnya adalah keberadaan kemampuan kolektif pewirausaha dalam menemukan atau menciptakan peluang inovasi dari kelangkaan sumber daya dan melimpahnya permintaan pasar, yang harus didukung oleh kemampuan internal organisasi yang nyata termasuk perangkat dan mesin kreativitas dan inovasi yang handal sebagai instrumen kewirausahaan. Permintaan yang meningkat dan kelangkaan sumber daya dapat melahirkan peluang-peluang baru wirausaha seperti keberanian meningkatkan harga produk (karena nilai manfaat dari produk yang ditawarkan sudah cukup atau bahkan sangat tinggi) untuk meningkatkan marjin keuntungan yang dapat dikelola lebih lanjut untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan demi kelangsungan produksi dan mampu memenuhi kebutuhan pasar dengan lebih efisien dan efektif. Pasar yang menyebar di mana-mana, yang dialami sebagian besar pewirausaha pengrajin, dapat membuat usaha kurang fokus bila tanpa dukungan usaha yang memadai. Pewirausaha belum dapat mengantisipasi pasar dominan di samping permintaan yang datang dari mana-mana lewat ekspose promosi lewat dunia maya. Jika karakter pasar memang menyebar dan produk berkualitas yang ditandai dengan permintaan terus meningkat maka pewirausaha dapat melakukan pembedaan harga karena karakter pembiayaan dan investasi sumber daya yang berbeda dan menuntut pembaruan. Pewirausaha yang “kelabakan” saat menghadapi permintaan meningkat dan menghadapi kelangkaan sumber daya dan pada saat yang sama belum mampu memenuhi permintaan pasar dengan cepat harus segera melakukan inovasi strategi atau perubahan strategi bisnis. Riset Mallarangeng (2012) mendekati strategi bisnis tersebut dengan tiga jenis strategi putar haluan (turnround strategy) yang menekankan pada (1) pertumbuhan pasar (growth), (2) pertahanan daya saing (sustaining & durability), dan (3) penghematan (cut-back action). Pewirausaha perlu menerapkan fokus strategi bisnisnya untuk menunjang usaha-usaha penemuan atau penciptaan peluang (opportunity-seeking activities) dan pembangunan keunggulan daya saing (advantage-seeking activities). Situasi permintaan pasar berlebih namun kurang sumber daya untuk produksi dan pemasaran atau situasi pewirausaha yang sedang mengalami kekurangan permintaan namun kelebihan sumber daya, kedua situasi itu membawa peluang kreativitas dan inovasi untuk membangun kewirausahaan mereka. Jadi Kewirausahaan Strategis sebagai instrumen strtageic management ditandai dengan tingginya: 1. orientasi kewirausahaan (entrepreneurial mindset, entrepreneurial culture, entrepreneurial leadership); 2. kemampuan mengelola sumber daya dan strategi usaha yang tepat (managing resources strategically); 3. kreativitas dan keunggulan proses inovasi (applying creativity & developing innovation); 4. keunggulan daya usaha (competitive advantage) Orientasi Kewirausahaan ditandai antara lain dengan kemampuan mengidentifikasi peluang usaha, yang dipupuk oleh sikap-sikap dan tindakan-tindakan berikut ini: (1) Senang mencari peluang usaha; pewirausaha dan timnya selalu mencari cara untuk mengambil manfaat dari situasi yang kurang menyenangkan yang dihadapi pada bisnis dewasa ini. Pewirausaha berhasil menciptakan peluang usaha dari kelangkaan sumber daya atau dari pasang surutnya permintaan pasar; (2) Tekun mencari peluang usaha yang menjanjikan dan mampu menganalisis kelayakannya untuk diteruskan dalam proses inovasi; (3) Fokus mengeksploitasi peluang yang sudah ditemukan atau diciptakan; dan (4) Berkomitmen melibatkan setiap orang dalam mengidentifikasi dan mencari peluang usaha. Hasil penelitian Fontana (2012), Kurniawati (2012), dan Mallarangeng (2012) menguatkan simpulan Rerangka Kerja Kewirausahaan Strategis bahwa keunggulan daya saing dapat dicari dan ditemukan atau diciptakan hanya ketika perusahaan memiliki kemampuan untuk melakukannya. Rerangka kerja kewirausahaan strategis mencakup orientasi untuk menyesuaikan dengan waktu yang tepat dalam mengeksploitasi peluang usaha. Pewirausaha dengan strategi bisnis Prospektor (prospector) biasanya menekankan pada kegiatan eksplorasi peluang-peluang usaha untuk menjadi yang pertama di pasar. Kapabilitas usaha prospektor pertama-tama adalah pada eksplorasi peluang usaha dan kedua pada eksploitasi peluang usaha khususnya pada tahap komersialisasi untuk mendukung tujuannya menjadi yang pertama di pasar. Pewirausaha dengan strategi bisnis Analis (analyzer) menekankan pada eksplorasi peluang usaha yang belum dilihat oleh para Prospektor, yang asalnya bisa dari hasil-hasil eksploitasi usaha yang sudah ada. Keunikan dalam pengelolaan sumber daya analis memungkinkan mereka mencapai posisi kedua atau ketiga di pasar atau menjadi pengikut yang baik (successful followers). Selain Polapikir Kewirausahaan yang tepat, organisasi harus memiliki Budaya Kewirausahaan yang efektif, ditandai oleh berbagai harapan perilaku dan norma kerja untuk menciptakan dan menemukan peluang usaha dan memfasilitasi organisasi mengelola kewirausahaan strategis. Budaya dan Kepemimpinan Kewirausahaan menjadi faktor krusial yang membangun orientasi kewirausahaan. Kepemimpinan Kewirausahaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain dalam mengelola sumber daya secara strategis yang menekankan pada tindakan mencari peluang dan membangun keunggulan daya saing. Kepemimpinan wirausaha ditandai dengan kemampuan pewirausaha: 1. Membangun kapabilitas usaha seperti kemampuan beradaptasi, kreativitas, pandai mengelola sumber daya secara strategis. 2. Melindungi inovasi sehingga tidak mengancam model bisnis yang ada. Individu dapat melihat inovasi perontak (disruptive innovation) sebagai hal yang mengancam— secara personal dan organisasi. Pemimpin kewirausahaan yang efektif berbagi informasi secara terbuka dengan anggota-anggota organisasi untuk menggambarkan potensi manfaat eksploitasi inovasi-inovasi perontak (e.g., merangsang pengembangan keunggulan daya saing). 3. Memaknai peluang atau melihat pentingnya peluang. Besarnya kemungkinan individu melihat perlunya mencari peluang usaha dan mengembangkan keunggulan daya saing untuk kemudian mengeksploitasinya akan meningkat ketika peluang-peluang tersebut merupakan bagian dari daftar peluang strategis. Pemimpin kewirausahaan dapat mengkomunikasikan nilai peluang dan bagaimana mengeksploitasi peluang-peluang tersebut serta berkontribusi pada pencapaian tujuantujuan individu dan organisasi. 4. Pewirausaha mampu menyadari, menyusun, dan mengubah asumsi kunci tentang industri dan pasar yang mempengaruhi perilaku pencarian peluang dan keunggulan daya saing. Semua asumsi harus dipertanyakan secara rutin untuk memastikan keabsahannya. Pemimpin usaha mengevaluasi asumsi-asumsi yang melatarbelakangi logika dominan untuk memastikan bahwa perusahaan berhasil dalam mengidentifikasi peluang-peluang usaha. 5. Pewirausaha mengkaji pertanyaan-pertanyaan tentang kelayakan pasar, tujuan perusahaan, makna sukses usaha dan hubungan perusahaan dengan pemangku kepentingan yang berbeda. Pewirausaha perlu meninjau kembali pertanyaan-pertanyaan secara rutin karena jawaban atas pertanyaan tersebut mempengaruhi hasil identifikasi peluang usaha dan bagaimana perusahaan mengelola sumber daya untuk mengeksploitasi peluang usaha. 6. Pewirausaha yang efektif percaya, untuk menciptakan nilai yang paling menguntungkan, perusahaan harus seimbang dalam kewirausahaan strategis. Keinginan ini dapat dicapai ketika polapikir kewirausahaan atau entrepreneurial dalam mengembangkan budaya kewirausahaan membantu mereka mengembangkan budaya kewirausahaan strategis. BAGAN 1. MODEL KEWIRAUSAHAAN UNGGUL Sumber: Fontana (2012a); Fontana (2012b). Simpulan 1. Kesenjangan kewirausahaan strategis yang pertama: rendahnya orientasi kewirausahaan yang melemahkan kemampuan organisasi mengelola sumber daya dan mengalokasikannya. Orientasi kewirausahaan sebagai kapabilitas organisasi belum mendukung strategi usaha dalam mengeksploitasi peluang usaha. Kegiatan kewirausahaan yang dilakukan belum berbasis strategi dan orientasi kewirausahaan. Peluang usaha potensial tidak berhasil direalisasikan karena kemampuan pengelolaan sumber daya belum berjalan efektif. Ada keterlepaskaitan antara orientasi kewirausahaan dan strategi usaha. Situasi ini tidak saja menunjukkan adanya kesenjangan tetapi juga sekaligus melahirkan peluang kewirausahaan strategis! Peluang kewirausahaan strategis dalam bentuk pemerkayaan aktivitas pencarian peluang usaha (opportunity-seeking activities). 2. Kesenjangan kewirausahaan strategis yang kedua: pilihan strategi kewirausahaan kurang tepat atau takut ambil risiko ini berdampak negatif pada inovasi sementara strategi bisnis dan inovasi harus koheren konsisten. Inkonsistensi ini ditandai dengan jenis-jenis “inovasi” yang bersifat sporadis, jangka pendek, demi keuntungan sesaat atau sekedar kelangsungan usaha. Ada keterlepaskaitan antara strategi usaha dan inovasi sebagai alat kewirausahaan. Situasi ini tidak saja menunjukkan adanya kesenjangan tetapi juga sekaligus melahirkan peluang kewirausahaan strategis! Peluang kewirausahaan strategis dalam bentuk pemerkayaan aktivitas pencarian keunggulan usaha (advantage-seeking activities).