Positivisme (juga dikenal sebagai positivisme logis) menyatakan bahwa metode ilmiah adalah satu-satunya cara untuk menetapkan kebenaran dan realitas obyektif. Dapatkah Anda membayangkan menggunakan metode ilmiah untuk melakukan penelitian pada penyihir? Para positivis akan menyimpulkan bahwa, karena metode ilmiah tidak menghasilkan hasil nyata pada sifat penyihir, maka penyihir tidak ada. Positivisme didasarkan pada pandangan bahwa sains adalah satu-satunya fondasi bagi pengetahuan sejati. Ia berpendapat bahwa metode, teknik dan prosedur yang digunakan dalam ilmu alam menawarkan kerangka terbaik untuk menyelidiki dunia sosial. Istilah 'positivisme' diciptakan oleh Auguste Compte untuk mencerminkan pendekatan empiris yang ketat di mana klaim tentang pengetahuan didasarkan langsung pada pengalaman; itu menekankan fakta dan penyebab perilaku (Bogdan & Biklen, 2003). Compte berusaha membedakan antara pengetahuan empiris dan pengetahuan yang berasal dari metafisika atau teologi; ia mengusulkan bahwa pengetahuan ilmiah lebih mewakili kebenaran daripada yang berasal dari spekulasi metafisik (Schwandt, 2001, hal. 199). Positivisme biasanya menerapkan metode ilmiah untuk mempelajari tindakan manusia. Positivisme saat ini dipandang sebagai objektivis - yaitu, objek di sekitar kita memiliki eksistensi dan makna, terlepas dari kesadaran kita tentang mereka (Crotty, 1998). Bagian tengah abad ke-20 mengalami pergeseran dari positivisme ke post-positivisme. Note : kebenaran mutlak, menggunakan langkah ilmiah Post-positivisme Fisikawan Werner Heisenberg dan Niels Bohr menyingkirkan pandangan dogmatis positivisme, mengubah penekanan dari kepastian mutlak menjadi probabilitas; mereka menggambarkan ilmuwan sebagai orang yang membangun pengetahuan, bukan hanya secara pasif mencatat hukum alam (Crotty, 1998). Argumen mereka adalah bahwa "tidak peduli seberapa setianya ilmuwan menganut metode penelitian ilmiah, hasil penelitian tidak sepenuhnya objektif, atau tidak diragukan lagi pasti" (Crotty, 1998, hal. 40). Pandangan ini dikenal sebagai postpositivism (atau empirisme logis); ini menggambarkan bentuk positivisme yang kurang ketat. Empirisis logis (atau post-positivis) mendukung gagasan bahwa ilmuwan sosial dan ilmuwan alam berbagi tujuan yang sama untuk penelitian dan menggunakan metode penyelidikan serupa. Note : kebenaran berdasarkan kemungkinan tidak mutlak, berdasrkan pengalaman Post-positivisme dipengaruhi oleh filsafat yang disebut realisme kritis (Trochim, 2002). Ini dapat dibedakan dari positivisme menurut apakah fokusnya adalah pada verifikasi teori (positivisme) atau pada