See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/301341652 Status Riset Reklamasi Pasca Tambang Batubara Book · January 2010 CITATIONS READS 0 6,177 5 authors, including: Maharani Rizki Andrian Fernandes Hokkaido University Forestry Research and Develop… 20 PUBLICATIONS 30 CITATIONS 31 PUBLICATIONS 2 CITATIONS SEE PROFILE SEE PROFILE Some of the authors of this publication are also working on these related projects: wood quality View project Mikrobiologi View project All content following this page was uploaded by Maharani Rizki on 17 April 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file. - Editor : Prof. Ris. Dr. D Ir. Pratiw wi, M.Sc Dr. Eny Wiidyati Dr. Chandrradewana Bo oer Balai Besar B Penelitiaan Dipterokarpa B Badan Penelittian dan Peng gembangan Kehutanan K Kementerian K K Kehutanan Status Riset REKLAMASI BEKAS TAMBANG BATUBARA Penyusun : Adi Susilo Suryanto Sri Sugiarto Rizki Maharani Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda 2010 Penanggungjawab : Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc. Ir. Nina Juliaty, MP. ISBN : 978-979-17183-9-4 Diterbitkan Oleh : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Desain dan Tata Letak : Rahmat Setiyono, S.Hut. Alamat : Jl. A. Wahab Syahranie No. 48, Sempaja Samarinda 75119 Telp. +62-541-206364 ; Faks. +62-541-742298 Email : admin@diptero.or.id Website : http://www.diptero.or.id Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batu Bara Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel ...............………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ...............………………………………………………………………………… ........................……………………………………………………………… iii v vii viii PENDAHULUAN ...................………………………………………………………………… 1 BAB 1 AIR ASAM TAMBANG (AAT) ………………………………………………….. A. Pengertian Air Asam Tambang .…………………………………………………… B. Daftar Air Asam Tambang Terhadap Lingkungan ..……………………… C. Penanganan Air Asam Tambang ..........................……………………………… D. Penutup …………....................……………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA ……............……………………………………………………………… 3 3 4 4 8 9 BAB 2 PEMBENAH TANAH PADA LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA …………………..………………………………………………………………….… A. Pendahuluan ........................……………………………………………………………… B. Alternatif Pembenahan Tanah pada Lahan Bekas Tambang Batubara ………………………………………………………………………………………… C. Penutup ……………………......……………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA ……….…....……………………………………………………………… 11 11 12 14 20 BAB 3 REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA ...............… A. Pendahuluan ........................……………………………………………………………… B. Praktek Revegetasi pada Perusahaan Tambang …………………………… C. Penutup ………………………………………………………………………………………... DAFTAR PUSTAKA ……….…....……………………………………………………………… 23 23 28 33 34 BAB 4 SOSIAL EKONOMI REKLAMASI TAMBANG BATUBARA ......... A. Pendahuluan ........................……………………………………………………………… B. Potensi Ekonomi Tambang Batubara (Studi Kasus di Kalimantan Timur) ......................................……………………………………………………………… C. Potensi Ekonomi Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara .......... 36 36 37 39 v Daftar Isi Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batu Bara D. Potensi Sosial Tambang Batubara ...………………....…………………………… E. Potensi Sosial Reklamasi Tambang Batubara ..……………………………… F. Penutup ..................................……………………………………………………………… 45 46 48 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 49 vi Daftar Isi Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batu Bara Daftar Gambar Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Kondisi pH secara melintang di kolam Sangatta North ……………………………………………………………………... Jenis Shorea sp., Dipterocarpaceae di Lahan Bekas Tambang Batubara PT. Jembayan Muara Bara (JMB), Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur .............................. Keadaan Lahan Pasca Tambang ……………………….......... Pencatatan Kondisi Lahan Dalam Rangka Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara ........................................ Proses Produksi Tambang Menggunakan Alat Berat dan Truk Tambang Batubara .............................................. 7 17 34 35 46 vii Daftar Gambar Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batu Bara Daftar Tabel Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. viii Daftar Isi Potensi Batubara Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur ………………………………………………………………………….... Unit rent/MT batubara ................................................................. Potensi Ekonomi total penambangan batubara di Kalimtan Timur ................................................................................ 37 38 38 Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batu Bara Pendahuluan Pusat Data dan Informasi Kementerian ESDM menyebutkan bahwa produksi batubara nasional sejak tahun 2006 hingga 2009 mengalami peningkatan dari 179.580.407,15 ton menjadi 226.170.443,14 ton. Sebagian besar produksi batubara diekspor ke luar negeri, dengan volume ekspor 103.564.022,73 ton pada tahun 2006, meningkat menjadi 152.924.098,30 ton pada tahun 2009. Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi yang besar bagi produksi batubara nasional, tercatat sebesar 96.841.688,17 ton selaras dengan 53,92% pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 127.081.633,73 ton atau sebesar 56,19% pada tahun 2009. Tingginya produksi batubara di Kalimantan Timur didukung oleh kekayaan alam yang terpendam dalam bumi Etam, sehingga bermunculan tambang batubara. Dengan dibukanya tanah untuk tambang batubara akan menimbulkan berbagai implikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang sering timbul dalam pengelolaan tambang batubara adalah reklamasi tambang batubara. Dalam buku “Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara” dibahas tentang dampak dan cara mereklamasi tambang batubara. Fokus pembahasannya antara lain air asam tambang, pembenahan tanah pada bekas tambang batubara,revegetasi lahan bekas tambang batubara, dan sosial ekonomi reklamasi tambang. Bab 1, membahas tentang air asam tambang (AAT). AAT sebagai efek dari penambangan perlu mendapat perhatian serius, karena berdampak negatif terhadap lingkungan. Pengelolaan AAT dapat dimulai dengan cara pemilihan lokasi pembuatan kolam penampungan, penutupan lapisan tanah yang berpotensi membentuk AAT, dilanjutkan dengan penanaman tumbuhan penyerap logam, serta pengunaan mikroorganisme yang membantu dalam penguraian komponen AAT. Bab 2, membahas tentang pembenah tanah pada bekas tambang batubara. Pada lahan bekas tambang, reklamasi adalah usaha/upaya menciptakan suatu kondisi agar permukaan tanah dapat stabil, dapat menopang sendiri secara berkelanjutan (self-sustaining) dan dapat digunakan untuk berproduksi, dimulai dari hubungan antara tanah dan vegetasi, sebagai titik awal membangun ekosistem baru. Upaya pembenahan tanah diawali dengan pengatasan air asam tambang (AAT), memperbaiki kemasaman (pH) tanah, memperbaiki KTK, pengurangan kontaminan khususnya logam-logam berat, memperbaiki BD, porositas dan permeabilitas tanah, penambahan unsur hara dan bahan organik tanah. Aktifitas pembenahan tanah mutlak diperlukan untuk menciptakan prakondisi lahan yang dapat ditanami. 1 Pendahuluan Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batu Bara Bab 3, membahas tentang revegetasi lahan bekas tambang batubara. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik perencanaan dan teknik manajemen vegetasi yang terintegrasi. Perpaduan yang baik antara keduanya merupakan salah satu penentu keberhasilan kegiatan reklamasi tambang. Lebih spesifik, keberhasilan revegetasi bergantung pada beberapa hal seperti : persiapan penanaman, pemeliharaan tanaman serta pemantauan tanaman. Untuk kondisi lahan bekas tambang dengan kerusakan berat dan ekstrim diperlukan pelaksanaan reklamasi khusus dengan perlakuan tambahan dari teknik reklamasi Bab 4, membahas tentang sosial ekonomi reklamasi tambang batubara. Reklamasi lahan bekas tambang batubara membutuhkan pendekatan multidisiplin ilmu. Reklamasi lahan sebagai satu bagian langkah menjelang pentupan tambang tidak hanya memerlukan pendekatan dari aspek perbaikan lingkungan, tetapi juga menjadi penting memerlukan pendekatan dari aspek ekonomi dan sosial. Reklamasi memerlukan perencanan yang matang dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial secara komprehenif, agar pada saat penutupan tambang, kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat dapat tercipta dengan baik. Diharapkan buku ini dapat berguna bagi para praktisi tambang batubara, mulai dari pekerja tambang, pemilik/pengelola tambang hingga peneliti di bidang tambang batubara, demi kebaikan dan masa depan bersama. Akhir kata disampaikan terima kasih kepada para pembaca. 2 Pendahuluan Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Bab 1 Air Asam Tambang (AAT) Oleh : Andrian Fernandes, Adi Susilo, Sri Sugiharto dan Rizki Maharani A. Pengertian Air Asam Tambang Pembentukan air asam tambang (AAT) yang berasal dari reaksi oksidasi pirit dan kontaminan pasca tambang mendapatkan perhatian serius di bidang industri dan pemerhati lingkungan di seluruh dunia (Ali, 2011). Sebagai contoh, di tingkat internasional dibentuk organisasi MWA (International Mine Water Association) yang secara berkala mengadakan seminar membahas pengelolaan AAT. Di Indonesia, pengelolaan AAT juga mendapat perhatian, diantaranya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM dan juga pihak universitas, misalnya IPB dan ITB, serta berbagai organisasi lainnya. AAT merupakan dampak negatif dari adanya tambang batubara, bijih emas dan tembaga. Buzzi, et al (2011) menyatakan bahwa AAT dari tambang batubara merupakan hasil oksidasi secara alami dari mineral sulfida, khususnya senyawa pirit. Proses oksidasi pirit dimulai ketika pirit dari dalam tanah terangkat ke permukaan tanah dan bereaksi dengan air dan oksigen. Pernyataan yang senada disampaikan oleh Hillel, et al (2004) bahwa ada hubungan yang kuat antara AAT dengan kadar pirit dan sulfat dalam tanah. Reaksi pembentukan AAT juga dipengaruhi oleh adanya mikroorganisme, salah satunya adalah bakteri Thiobacillus ferrooxidans. Terjadinya oksidasi ion Fe2+ menjadi Fe3+ menyebabkan terjadinya pelepasan asam. Reaksi oksidasi dapat dilihat sebagai berikut ini. 14Fe2+ + 3,5O2 + 14H+ 14Fe3+ + 7H2O FeS2 + 8H2O + 14Fe3+ 15Fe2++ 2SO42- + 16H+ Oleh karena itu AAT memiliki ciri pH yang rendah dan konsentrasi senyawa ion logam yang tinggi. Apabila secara langsung dialirkan ke sungai, rawa atau perairan lainnya akan berbahaya bahkan dapat merusak ekosistem yang ada. 3 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara B. Dampak Air Asam Tambang terhadap Lingkungan Di Kaltim, salah satu contoh AAT akibat tambang batubara dapat dilihat di sungai Ukud, Lati, Berau. Abfertiawan dan Gautama (2011) menyebutkan bahwa sungai Ukud mengalami masalah AAT dan pembuangan limbah galian yang tidak dipergunakan lagi. Laju pembuangan limbah maksimum sebesar 13,38 m3/s dengan pH sebesar 4,3 dan areal pembuangannya seluas 1738,67 Ha. Pembuangan AAT pada tanah memberikan dampak negatif pada pertumbuhan tanaman karena terjadi perubahan pH dan unsur hara dalam tanah. Hillel, et all (2004) menyebutkan bahwa pada pH 5,6 terjadi penurunan penyerapan unsur hara mikro Al bahkan dapat berakibat terhentinya penyerapan hara Al. Pada tanah asam dengan pH kurang dari 5,5, tanaman kehilangan kemampuan untuk menyerap unsur hara Ca, Mg dan K. Pada pH 4,5, asam dalam tanah dapat menghentikan semua penyerapan unsur hara bahkan menimbulkan kematian. Dampak AAT tidak hanya menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan berlanjut bila AAT dibuang ke sungai. Mindasari (2007) menyebutkan bahwa akibat penambangan batubara maka Sungai Ombilin di Sub DAS Ombilin, DAS Indragiri Hulu, telah mengalami pencemaran berdasarkan sifat fisik dan kimia air, yaitu berupa penurunan pH dan kecerahan air, peningkatan warna, padatan terlarut dan padatan tersuspensi (padatan total). Efek selanjutnya akan dirasakan oleh manusia bila memanfaatkan air sungai dan makhluk hidup di sungai yang tercemar oleh AAT. Ikan yang hidup di sungai yang tercemar AAT dan tanaman sayuran atau buah yang tumbuh di areal yang tercemar oleh AAT tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Harfani (2007) menyatakan bahwa apabila manusia mengkonsumsi tanaman atau ikan yang tercemar oleh AAT dalam jangka panjang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti menurunnya IQ pada anak, kelahiran anak idiot serta dapat menyebabkan penyakit kanker. C. Penanganan Air Asam Tambang Untung dan Rosnia (2009) menyatakan bahwa salah satu cara yang cukup efektif untuk mengatasi adanya pembentukan AAT akibat aktifitas mikroba 4 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Thiobacillus ferroksidans adalah dengan mengurangi dan mencegah aktivitas bakteri. Bakterisida yang dapat digunakan adalah senyawa fenol dan gamping. Fenol dapat digunakan dalam pencegahan AAT dan dapat meningkatkan nilai pH lindian dengan kisaran 4,5 –7,2. Kapasitas reduksi asam untuk fenol dengan dosis 5 mg/g berkisar antara 6,67% -51,67%. Kapasitas reduksi asam untuk gamping dengan dosis 10 mg/g berkisar 4815,% -73,15%, dan pH berkisar 10,1 – 10,8. Kapasitas fenol dalam mereduksi asam lebih kecil daripada gamping. Pengolahan AAT dapat dilakukan dengan cara menambahkan endapan dari lahan yang tergenang air (wetland) karena di dalamnya terdapat bakteri pereduksi sulfat. Fahruddin (2009) menggunakan endapan/lumpur dari lahan bakau, rawa, sawah yang ditanami padi dan pantai untuk mereduksi air asam tambang dalam bioreactor selama 50 hari. Hasil penelitian bahwa pada perlakuan sedimen rawa terjadi peningkatan pH paling tinggi sampai pada pH 7,3, sedangkan pada perlakuan lain hanya sampai pada pH 6-6,7. Hal ini sesuai dengan penurunan kadar SO4 yang diamati berdasarkan nilai oksigen terlarut. Sejak tahun 1990, bakteri pereduksi sulfat telah diisolasi dan digunakan secara spesifik untuk pengolahan limbah, termasuk dalam penanganan AAT (Barton dan Hamilton, 2007). Wahyuni (2008) menggunakan bioreactor dalam mengolah limbah AAT dari lokasi penambangan Pit 1 Banko Barat PT. Tambang Batubara Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Bioreactor yang dibuat menggunakan mikroorganisme pereduksi sulfat Desulfotomaculum orientis ICBB 1220. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pembentukan biofilm selama 14 hari, serta waktu tingggal 5 jam merupakan kondisi paling optimum untuk meningkatkan pH dari 2,85 menjadi 6,98, mereduksi sulfat dari 721,75 menjadi 226,679 atau terjadi pengurangan sebesar 68,59%. Selain itu sela pengujian dalam bioreactor juga terjadi proses reduksi logam Fe terlarut sebanyak 98,43% dari 10,82 menjadi 0,17, dan mereduksi Mn terlarut sebesar 73,52% dari 13,79 menjadi 3,65. Cara yang banyak digunakan adalah membuat kolam pengendapan. Silaban (2011) menyebutkan bahwa PT Thiess Contractor Indonesia sebagai salah satu perusahaan tambang batubara di wilayah Senakin, Kalimantan Selatan menggunakan kolam pengendapan untuk menetralisir air limbah penambangan. Kolam pengendapan berfungsi sebagai pengendap lumpur dan penetralisir air yang berasal dari kegiatan penambangan sebelum 5 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara dilepaskan ke sungai. Tingkat keasaman air dalam kolam pengendapan rutin diperiksa untuk memastikan kisaran pH antara 6 sampai 9. Untuk proses penetralan apabila pH asam, dilakukan dengan penambahan kapur atau tawas sesuai dengan kebutuhan. Cara lain dalam pengelolaan AAT bisa dilakukan dengan cara penimbunan lapisan tanah. Daru (2009) menyebutkan bahwa dalam mengendalikan AAT, PT KPC di Sangatta, Kutai Timur, melakukan strategi melalui penempatan material-material pembentuk asam secara selektif dan pembebasan sulfide overburden dari oksigen, sehingga menghambat oksidasi pirit. Secara teknis strategi ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu : 1. Cara pertama, dilakukan dengan cara menempatkan lapisan tanah liat yang dipadatkan setebal 1 m di atas timbunan yang berpotensi membentuk asam. Pemadatan dilakukan pada masing-masing lift dengan menggunakan vibrating pad foot roller. 2. Cara kedua, dilakukan dengan menempatkan lapisan batuan penutup (overburden) yang tidak membentuk asam setebal 2 m kemudian dilapisi dengan tanah pucuk (top soil) setebal 1 m. 3. Cara ketiga, dilakukan dengan cara menempatkan batuan penutup (overburden) setebal 20 m di atas batuan yang berpotensi membentuk asam. Penanganan AAT dengan cara menutup lapisan batuan yang berpotensi menimbulkan AAT dengan lapisan lain yang tidak berpotensi menimbulkan AAT dapat diterapkan dengan baik di lapangan. Utomo (2012) menjelaskan bahwa pada pit X block CK (Central Kawi), Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, batuan penutup yang tidak berpotensi membentuk AAT yang lebih dominan yaitu sebesar 78,3 % dibandingkan dengan batuan yang berpotensi membentuk AAT. Setelah dilakukan proses penutupan lapisan tanah, dapat dibuat kolam pengendapan tanpa dilakukan penambahan kapur atau tawas seperti yang dilakukan di Senakin, Kalimantan Selatan. Santoso dan Setiawan (2009) menjelaskan bahwa kolam Sangatta North dan kolam Surya yang dikelola PT KPC memiliki kualitas yang stabil. pH air di kolam tersebut sampai pada kedalaman 6 m berkisar antara 6,5 sampai dengan 7,8, sementara pH di dasar perairan berkisar 5,3 – 5,9. pH kolam sudah mendekati normal dan adanya perbedaan antara bagian dasar dan permukaan kolam tidak terlalu 6 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara besar. Contoh distribusi pH secara melintang pada kolam Sangatta North seperti yang terlihat pada Gambar 1. Artinya pemilihan dan penanganan formasi batuan dan AAT yang meliputi kegiatan pemisahan, penutupan dan pengaliran AAT ke kolam pengendap sudah baik dan tepat. Hal ini didukung dengan kondisi batuan di areal penambangan mengandung unsur buffer pH yang tinggi sehingga mendukung kestabilan pH perairan di atasnya. pH Gambar 1. Kondisi pH secara melintang di kolam Sangatta North (Sumber : Santoso dan Setiawan, 2009) Penanganan AAT tidak hanya dilakukan dengan mengurangi oksidasi senyawa sulfat. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan mengurangi senyawa logam besi (Fe). Wang, et al (2010) menyebutkan bahwa penggunaan vetiver atau sejenis rumput, misalnya Cynodon dactylon, yang dapat menyerap berbagai ion logam dan memiliki ketahanan hidup pada kondisi ekstrim di lapangan. Karakteristik unik dari vetiver sangat berguna 7 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara dalam menangani AAT, diantaranya dapat hidup pada tanah yang asam, basa dan memiliki salinitas tinggi, mampu bertahan hidup pada iklim yang panas (50oC) dan salju (-10oC), dan tahan terhadap serangan hama, penyakit serta kebakaran. Ada juga cara penanganan AAT secara laboratorium, namun perlu dikaji bila hendak dikembangkan di lapangan dengan skala besar. Buzzi, et al (2011) melakukan penelitian dengan cara menyaring AAT menggunakan membran 0,45 µm. Hasil saringan selanjutnya dipasangi elektrode dan dialiri listrik secara berulang-ulang dengan tegangan listrik sebesar 1 mA selama 2 menit dan interval tanpa aliran listrik selama 3 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan air terbaik terjadi setelah 55 jam. D. Penutup Dari uraian yang ada, AAT sebagai efek dari penambangan perlu mendapat perhatian serius, karena berdampak negatif terhadap lingkungan. Pengelolaan AAT dapat dimulai dengan cara pemilihan lokasi pembuatan kolam penampungan, penutupan lapisan tanah yang berpotensi membentuk AAT, dilanjutkan dengan penanaman tumbuhan penyerap logam, serta pengunaan mikroorganisme yang membantu dalam penguraian komponen AAT. Karena penanganan AAT begitu komplek maka masih terbuka peluang untuk melakukan penelitian untuk mendapatkan teknologi pengelolaan AAT yang lebih efektif, efisien dan aplikatif di lapangan. Keberhasilan penanganan AAT di masa datang akan menjaga dan meningkatkan kualitas hidup manusia pada lingkungan yang lestari. 8 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara DAFTAR PUSTAKA Abfertiawan, M. S. dan R. S. Gautama, 2011, Development of Catchment Area Approach in Management of Acid Mine Drainage, “Mine Water – Managing the Challenges”, Prosiding IMWA 2011, Aachen, Germany. Ali, M. S., 2011, Remediation of Acid Mine Waters, “Mine Water – Managing the Challenges”, Prosiding IMWA 2011, Aachen, Germany. Barton, L. L., dan W. A. Hamilton, 2007, Sulphate-reducing Bacteria, Cambridge University Press. Buzzi, D. C., L. S. Viegas, F. P. C. Silvas, D. C. R. Espinosa, M. A. S. Rodrigues, A. M. Bernardes, J. A. S. Tenorio, 2011, The Use of Microfiltration and Electrodialysis for Treatment of Acid Mine Drainage, “Mine Water – Managing the Challenges”, Prosiding IMWA 2011, Aachen, Germany. Daru, T. P., 2009, Tehnik Pengembangan Tanaman Penutup Tanah Pada Lahan Reklamasi Tambang Batubara Sebagai Pastura, Sekolah Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Fahruddin, 2009, Pengaruh Jenis Sedimen Wetland Dalam Reduksi Sulfat pada Limbah Air Asam Tambang (AAT), Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 10, No. 1, Hal. 26-30, Jakarta. Harfani, E. Y., 2007, Evaluasi Pengelolaan Lingkungan PT. Bukit Baiduri Energi di Kalimantan Timur, Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang. Hillel, D., C Rosenzweig, D Powlson, K Scow, M Singer and D Sparks, 2004, Encyclopedia of Soil in The Environment, Vol. II, Penerbit Academic Press. 9 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Mindasari, L., 2007, Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PT. BA) (Persero) Tbk – Unit Produksi Ombilin (UPO) dan Tambang Batubara Tanpa Izin (PETI) Terhadap Kualitas Air Sungai Ombilin Sawahlunto, Skripsi, Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor. Santoso, A. D. dan A. Setiawan, 2009, Mengapa pH Kolam Bekas Tambang Relatif Stabil? (Studi Kasus pada Kolam Surya dan Sangatta North di Areal PT KPC Sangatta Kalimantan Timur), Jurnal Hidrosfir Indonesia, Vol. 4, No. 1, Hal. 9-15, Jakarta. Silaban, D. W., 2011, Analisis Grund Vibration Pada Kegiatan Peledakan PT Thiess Contractor Indonesia Site Senakin, Kalimantan Selatan, Skripsi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran”, Yogyakarta. Untung, S. R. dan N Rosnia, 2009, Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol Untuk Pencegahan Air Asam Tambang, Prosiding Kolokium Pertambangan 2009, Departemen ESDM, Bandung. Utomo, B. S., 2012, Rancangan Teknis Penimbunan Batuan Penutup Pada Pit X Block CK (Central Kawi) Untuk Mencegah Terjadinya Air Asam Tambang PT. Marunda Grahamineral Provinsi Kalimantan Tengah, Tesis, UPN “Veteran”, Yogyakarta. Wahyuni, T., 2008, Kajian Bioreaktor Untuk Pengolahan Limbah Air Asam Tambang Dengan Menggunakan Bakteri Pereduksi Sulfat, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, IPB, Bogor. Wang, L. K., J. H. Tay, S. T. L. Tay, Y. T. Hung, 2010, Environmental Bioengineering, Vol. 11, Humana press. 10 Air Asam Tambang (AAT) Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Bab 2 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Oleh : Rizki Maharani, Adi Susilo dan Andrian Fernandes A. Pendahuluan Tanah adalah tubuh alam yang berkembang akibat adanya interakasi antara bahan induk, bentang alam, iklim dan jasad hidup dalam rentang waktu tertentu dengan melibatkan serangkaian proses pembentukan tanah (Hardjowigeno 2003). Bentuk dan intensitas interaksi antar faktor/komponen tersebut mengendalikan macam dan intensitas proses pembentukan tanah dan penampilan tubuh tanah yang terbentuk. Tubuh tanah tersusun dari satu atau lebih horison atau lapisan dengan watakwatak sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi yang berbeda antar horison dan mendatar antar tubuh tanah (Purwowidodo, 1998). Tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tersebut memiliki jumlah yang berbeda-beda untuk setiap jenis tanah ataupun lapisan tanah. Arsyad (2006) menyebutkan bahwa tanah mempunyai dua fungsi utama, yaitu: (1) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan (2) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan. Kegiatan pertambangan menimbulkan kerusakan sifat fisik dan kimia tanah. Menurut Herjuna (2011) kegiatan penambangan dapat menyebabkan perubahan pada struktur tanah akibat penggalian top soil untuk mencapai lapisan bahan tambang yang lebih dalam. Pembuatan dam telah mengubah topografi dan komposisi tanah permukaan, akibat digunakannya tanah overburden sebagai sarana penimbun. Top soil hilang karena tertimbun tailing atau terendam genangan air. Pada lahan bekas tambang tampak berupa kolong (yang berbentuk semacam danau kecil dengan kedalaman mencapai 40 m), timbunan liat hasil galian (overburden), dan hamparan taling (sisa pencucian bahan galian) yang berupa rawa atau lahan kering. Latifah (2003) mengindikasikan bahwa sejalan dengan waktu, timbunan tailing akan membentuk hamparan tailing yang semakin luas. Hasil penelitian Sitorus et. al. (2007) menunjukkan bahwa sifat fisik tailing tidak mudah berubah dengan bertambahnya waktu. Tailing berusia 25 tahun belum menyamai tanah asli. 11 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Tanah pada lahan bekas tambang memiliki ciri ekstrim sebagai berikut: tanah masam (Martın-Crespo et. al 2010, Yang et. al. 2006, Armanto 2001 Brake et. al 2001, Grant et. al. 2001, Mentis 1999, Wong & Wong 1998, Munawar et. al. 1997), kapasitas tukar kation yang rendah (Armanto 2001), umumnya terkontaminasi logam berat (Romero et. al 2005, Brake et. al. 2001, Wong & Wong 1998), tanah memadat sehingga bulk density menjadi tinggi (Mentis 1999, Munawar et. al. 1997 ), kandungan unsur hara sangat miskin (Tjhiaw & Djohan 2009, Armanto 2001, Grant et. al 2001, Mentis 1999, Wong & Wong 1998, Munawar et. al. 1997) dan memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah sehingga aktivitas dan populasi mikroba tanah rendah pula (Romero et. al. 2005). Dengan kondisi tanah seperti tersebut di atas maka revegetasi pada lahan bekas tambang harus diawali dengan pembenahan tanah. Pembenahan tanah dimulai dari mitigasi dampak AAT yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Upaya perbaikan tanah selanjutnya adalah usaha-usaha untuk memperbaiki kemasaman tanah, memperbaiki KTK, mengurangi tingkat keracunan logam berat, menurunkan bulk density, meningkatkan kandungan unsur hara dan bahan organik tanah. Adapun beberapa alternatif teknik pembenahan tanah dapat disimak melalui uraian berikut ini. B. Alternatif Batubara Pembenahan Tanah pada Lahan Bekas Tambang 1. Memperbaiki kemasaman (pH) tanah Reaksi-reaksi dalam tanah dapat dikelompokkan menjadi masam, netral atau alkalin yang didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Sifat kemasaman atau kebasaan tanah dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut basa. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah, selain H+ dan ion-ion lain, ditemukan juga ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya ion H+. Pada tanah masam, jumlah ion H+ lebih tinggi dari pada OH-. Sedangkan pada tanah alkalis/basa, kandungan OH- lebih tinggi daripada H+. Namun bila kandungan H+ sama dengan OH-, maka tanah bereaksi netral (Hardjowigeno 2003). 12 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Pada sistem penambangan terbuka, seluruh lapisan tanah diatas deposit biji tambang dikupas sehingga biji tambang dapat terambil. Terkupasnya lapisan tanah memungkinkan lapisan batuan yang mengandung sulphur bersentuhan dengan oksigen melalui udara atau air. Proses oksidasi ini menghasilkan hidrogen dan sulfat yang mengakibatkan tanah dan air sangat masam atau memiliki pH sangat rendah. Fenomena ini disebut sebagai Acid Mine Drainage (AMD) atau Acid Rock Drainage (ARD). Kondisi asam sangat menguntungkan bakteri pengoksidasi sulphur seperti Thiobacillus spp. dan Leptospinllum spp. sehingga dapat berbiak sangat cepat. Bakteri ini merupakan katalis reaksi AMD secara biologi sehingga dapat mempercepat proses terbentuknya AMD (Widyati, 2009). Pengapuran sangat direkomendasikan untuk dapat meningkatkan pH tanah sekaligus menetralisir keracunan Al dan meningkatkan hara tanaman terutama unsur Ca dan P (Chan et. al. 2007). Di Korea usaha untuk menetralisir tumpukan limbah tambang dilakukan dengan menaburi “lime cake” yaitu produk samping pembuatan abu soda (soda ash). Lime cake dapat meningkatkan pH limbah tambang dari 3.5 ke 6 dan juga dapat menaikan pH aliran permukaan dari 4.3 ke 6.7 (Yang et.al, 2006). Hasil penelitian Sormin (2006) dan Widyati (2005a) menunjukkan bahwa pemberian sludge industri kertas pada lahan bekas tambang memberikan hasil yang paling baik dalam meningkatkan pH (5.40), KTK (16.23 me/100 g), kadar air tanah 56.98% dan unsur hara makro N (0.20%), P (8.6 ppm), K (0.82 me/100 g) secara signifikan dibandingkan top soil dan kontrol. 2. Memperbaiki Kapasitas Tukar Kation (KTK) KTK menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkannya. KTK ini sangat penting untuk kesuburan tanah maupun genesis tanah, dan nilainya sangat tergantung pula pada nilai pH tanah (Hardjowigeno, 2003). Widyati (2005a) melakukan usaha peningkatan ketersediaan hara makro, meningkatkan pH tanah, KTK dan menurunkan ketersediaan hara mikro melalu penambahan sludge industri kertas. Sludge industri kertas adalah limbah hasil proses industri berbahan baku kayu. Hasil percobaan seleksi sludge dengan variable-variable yang diukur meliputi konsentrasi sulfat, pH dan KTK tanah. Dari sembilan perlakuan yang dianalisa, perlakuan sludge pulp 50%, paper 50% dan waste paper 25% memberikan hasil yang relative konsisten dalam memperbaiki sifat-sifat kimia tanah bekas tambang batubara (Widyati 2005a). Sludge dapat 13 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara menjadi subtrat untuk beberapa jenis mikroba. Lebih lanjut hasil penelitian Widyati (2005b) menunjukkan bahwa dari sludge dapat diisolasi bakteri pereduksi sulfat (BPS) karena sludge mengandung sulfat dari sisa proses pembuatan pulp. Sludge yang dicampurkan ke dalam tanah bekas tambang berperan sebagai agen bioremediasi. BPS dapat menurunkan kandungan sulfat hingga 83.88% sehingga dapat menaikan pH tanah dan KTK. 3. Mengurangi tingkat keracunan logam berat Kemasaman tanah sangat mempengaruhi kehadiran logam berat pada tanah. Pada kondisi masam beberapa unsur logam seperti Mn, Cu, Ni, Al dan Zn menjadi lebih larut dan dapat tercuci ke areal penambangan dan mencemari perairan di sekitarnya (Munawar et. al. 1997). Pada pH rendah tingkat kelarutan unsur logam berat yang bersifat racun bagi tanaman meningkat. Unsur logam berat tersebut dapat mengikat unsur hara lain yang sangat dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur P (Reddy, 2010). Kondisi tanah sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan penanaman khususnya pada lahan bekas tambang terbuka. Limbah tambang yang berupa tailing dapat mencemari sungai melalui sedimentasi dan air asam tambang. Pengapuran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pH tanah, dan juga dapat mengurangi keracunan Al (Chan et. al. 2007). Perlakuan sludge juga dapat dijadikan sebagai substrat untuk mendorong terjadinya proses engineered bioremediation sulfat yang menjadi polutan utama pada tanah bekas tambang batubara. Disamping itu perlakuan ini juga dapat menurunkan ketersediaan unsur-unsur hara mikro seperti Fe, Mn, Zn dan Cu yang apabila berada pada konsentrasi yang tinggi dapat meracuni tanaman. 4. Menurunkan Bulk Density (BD) Penggunaan alat-alat berat di lahan bekas tambang mengakibatkan kekompakan pada tanah dan nilai BD yang tinggi sehingga porositas dan drainase tanah rendah dan pertukaran udara dalam tanah terhambat. BD yang tinggi juga berpengaruh pada ketersediaan air dalam tanah karena bila hujan turun air tidak meresap ke dalam tanah tetapi mengalir melului aliran permukaan tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra 2005). Sebagai contoh hasil penelitian Munawar et. al. 1997, yang menguji tanah bekas tambang batubara di Bengkulu Utara dan Selatan menunjukkan tingkat permeabilitas tanah yang sangat rendah yaitu 0.015 cm per menit dan 0.005 cm/menit masing-masing untuk kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Permeabilitas 14 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara tanah merupakan parameter sifat fisika tanah yang menentukan kecepatan pergerakan air dalam tanah. Kondisi tanah yang impermeable menyulitkan perkembangan akar. Selain itu rendahnya permeabilitas tanah akan meningkatkan aliran permukaan (run off) pada saat hujan sehingga laju erosi juga tinggi khususnya yang memiliki kelerengan curam. Hal ini disebabkan karena aliran permukaan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kapasitas infiltrasi dan permeabilitas dari lapisan tanah. Apabila kapasitas infiltrasi dan permeabilitas besar dan mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran permukaan rendah, sedangkan untuk tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan semakin lambat dan aliran permukaan tinggi (Utami et al. 2009). Perbaikan sifat fisika tanah ini dapat dilakukan dengan pengolahan tanah yang aktif (misalnya; penggemburan dan pembalikan tanah), penanaman dengan jenis tanaman yang tepat (misalnya; cover crop) dan penambahan bahan organic yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, menurunkan erodibilitas tanah, meningkatkan kapasitas memegang air tanah dan menyumbangkan sebagian hara bagi tanaman (Hardjowigeno 2003; Sutedjo dan Kartasapoetra 2005). 5. Meningkatkan kandungan unsur hara tanah Tanah yang mempunyai nilai produktivitas tinggi tidak hanya dikualifikasikan dengan melihat bagaimana kualitas komposisi padatan, cairan dan udara (gas) dari tanah tetapi juga harus mengandung jasad hidup tanah (mikroorganisme) yang mencukupi. Golongan-golongan utama penyusun populasi mikroorganisme tanah adalah terdiri dari kelompok mikroflora, yakni: bakteri (autotrop & heterotrop), aktinomesetes, jamur (fungi) dan ganggang (algae) dan mikrofauna, yakni : protozoa, nematoda, cacing tanah dan binatang yang berderajat agak tinggi. Mikroorganisme tersebut memegang peranan yang bervariasi, baik terhadap tanah maupun tanaman. Peran mikroorganisme bisa bersifat saprofitik, parasitik, interrelasi asosiatif dan antagonistik, sehingga pengaruhnya terhadap tanaman bisa menguntungkan dan merugikan. Mikroba tanah memegang peranan yang sangat penting dalam proses daur ulang unsur hara tanah, seperti karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P). Azotobacter merupakan bakteri yang mampu menambat N secara non simbiotik, sedangkan Penicilum sp., Aspergillus sp., Bacillus sp., Pseudomionas sp., Bacterium merupakan mikroba tanah yang mampu 15 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara melarutkan P (Munawar et. al. 1997). Dengan adanya mikroorganisme ini maka akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah karena peran pentingnya dalam proses dekomposisi bahan organik sehingga unsur hara menjadi tersedia bagi tanaman. Selain berperan dalam proses daur hara, mikroba tanah juga diharapkan mampu mempercepat terjadinya pemulihan struktur tanah, dengan pemberian bahan organik, maka mikroorganisme tanah diharapkan mampu merombak bahan-bahan tersebut dan memberikan kontribusinya terhadap perbaikan sifat fisik, kimia maupun biologi tanah bekas tambang. Bakteri dan jamur (fungi) adalah dua kelompok mikroorganisme yang banyak berperan dalam membantu ketersediaan unsur hara melalui hubungan simbiosis mutualistik dengan tanaman. Bakteri Rhizobium dikenal lewat kemampuannya mengikat N2 dari udara pada tanaman legum, hingga selanjutnya terbentuk NH3, asam amino dan protein, sedang jamur (fungi) adalah adanya golongan jamur tanah (mycorrhizae) yang bersifat asosiatif dengan akar tanaman, yakni membantu peningkatan penyerapan unsur hara terutama fosfor (P), meningkatkan serapan air, terlindung dari serangan hama dan patogen dan dihasilkannya zat antibiotik sehingga terlindung dari serangan mikroba penyebab penyakit (Waksman 1961). Sifat dan karakteristik ini sangat diperlukan untuk pemanfaatan mikroorganisme dalam meningkatkan peran dan aktivitasnya bagi peningkatan kesuburan tanah melalui laju mineralisasi bahan organik. Ada beberapa alternative pemanfaatan mikroorganisme yang diharapkan merangsang terjadinya proses simbiosis, yaitu dengan penambahan inokulan. Inokulan merupakan mikroorganisme berasal dari kelompok bakteri atau jamur yang digunakan untuk tindakan inokulasi (Waksman 1961). Beberapa macam bentuk inokulan yang sudah berhasil dibuat dan dikembangkan hingga memasuki segmen pasar produk pertanian dan kehutanan antara lain : • Tablet mikoriza ; mengandung spora jamur pembentuk ektomikoriza, digunakan untuk persemaian tanaman jenis dipterocarpaceae dan pinus; • EM4 ; efektip mikroorganisme yang digunakan untuk memacu terbentuknya humus dari dekomposisi bahan organik, dipasarkan dalam bentuk liquid; • Rhizobium ; ekstrak bakteri penyemat N2, digunakan untuk tanaman legum, dipasarkan dalam bentuk serbuk. 16 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Pada daerah-daerah yang potensial dijumpainya bahan inokulan secara alami, inokulan ini bisa dibuat sendiri dengan memanfaakan potensi dari alam tersebut yang justru lebih efektif dan efesien karena masih baru sehingga daya hidupnya masih tinggi. Sebagai contoh jamur Scleroderma sp banyak terdapat di daerah lembab hutan tropis, bisa digunakan untuk inokulan semai tanaman dipterocarpaceae, demikian juga halnya dengan bakteri Rhizobium. Gambar 2. Jenis Shorea sp., Dipterocarpaceae di Lahan Bekas Tambang Batubara PT. Jembayan Muara Bara (JMB), Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Jenis-jenis Dipterocapaceae dikenal sebagai jenis yang berasosiasi dengan jamur ektomikoriza. Jenis-jenis tersebut dikenal sebagai jenis klimaks sehingga tidak mungkin dikembangkan kalau tidak dilakukan revegetasi terlebih dahulu. Namun demikian, seperti pada Gambar 2 di atas, jenis Shorea sp. dapat ditanam langsung pada lahan bekas tambang. Tanaman petai (Parkia speciosa) yang dikenal berasosiasi dengan bakteri Rhizobium masih mampu tumbuh pada lahan bekas tambang dan dimungkinkan untuk dilakukan inokulasi dengan bakteri Rhizobium guna mengefesienkan pemberian pupuk nitrogen. Beberapa jenis tanaman inang lain yang diperkirakan akan mampu hidup dan berkembang pada kondisi awal revegetasi adalah jenis sengon (Paraserianthes falcataria), lamtoro (Leucaena glauca) dan gamal (Glirisidia maculata). Terjadinya proses simbiosis antara mikroorganisme dan tanaman inang adalah jika terjadi kesesuaian antara jenis mikroorganisme dan tanaman inangnya, yang 17 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara berarti bahwa jenis tanaman tertentu hanya menghendaki mikroorganisme tertentu pula. 6. Meningkatkan kandungan bahan organik tanah Pada sistem penambangan terbuka, seluruh lapisan tanah diatas deposit biji tambang dikupas sehingga biji tambang dapat terambil. Akibatnya lapisan top dan sub soil yang mengandung banyak bahan organik hilang. Bahan organik tanah juga merupakan sumber karbon (C) untuk pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat dan logam-logam berat. Bahan organik tanah berperan dalam memacu proses biologi dalam tanah dan mempercepat proses pembentukan tanah (pedogenesis). Proses biologi tanah dibantu oleh kehadiran meso dan makro fauna tanah. Keberadaan mesofauna dan makrofauna dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang seluruhnya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna dan makrofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Widyati (2005a) melaporkan bahwa penambahan sludge industri kertas pada lahan bekas tambang batubara terbukti dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (BOT). Hasil pengukuran ketiga variable (konsentrasi sulfat, pH dan KTK) menunjukkan bawa sludge tanpa kehadiran mikrob yang mengoloninya dapat berperan sebagai bahan organik yang dapat mengubah kondisi lingkungan pada tanah bekas tambang batubara sehingga dapat memfasilitasi terjadinya proses bioremediasi pada tanah tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan limbah industri kertas yaitu sludge paper dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia tanah bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi 15 hari dengan dosis yang paling optimum adalah 50% (v/v). Sludge dapat dijadikan sebagai substrat untuk mendorong terjadinya proses engineered bioremediation sulfat yang menjadi polutan utama pada tanah bekas tambang batubara melalui beberapa cara: 1. Sludge merupakan bahan organik, pada kondisi anaerob berperan sebagai donor electron dan sulfat dalam tanah bekas tambang batubara 18 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara berperan sebagai aseptor elekron, sehingga akan mereduksi sulfat tersebut menjadi senyawa sulfide. 2. Sludge merupakan bahan organik akan menghambat aktivitas bakteri pengiksidasi sulfur yang bertanggung jawab terhadap biokatalisasi pada reaksi oksidasi sulfur pada lahan bekas tambang batubara. Penghambatan ini akan menurunkan laju acid mine drainage. Bakeri perngoksidasi sulfur merupakan kelompok microb Chemo-lithoautotroph yang tidak dapat menggunakan sumber karbon ( C ) dari bahan organik 3. Sludge dikoloni oleh bakteri pereduksi sulfat, kelompok mikrob yang berperan dalam mereduksi sulfat secara biologis. Menurunnya konsentrasi sulfat tersebut akan meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara. Selama proses bioremediasi sebagai sumber bahan organic tanah sludge memodifikasi lingkungan sehingga proses bioremediasi dapat berlangsung. Mikroba yang mengkoloni sludge mendorong proses bioremediasi menjadi lebih optimum. Selama menjalankan perannya dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara, mikroba yang mengkoloni sludge tidak berinteraksi dengan mikrob tempatan dalam tanah (Widyati 2005b). C. Penutup Inti dari kegiatan reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membenahi kondisi lahan bekas penambangan. Pada lahan bekas tambang, reklamasi adalah usaha/upaya menciptakan suatu kondisi agar permukaan tanah dapat stabil, dapat menopang sendiri secara berkelanjutan (selfsustaining) dan dapat digunakan untuk berproduksi, dimulai dari hubungan antara tanah dan vegetasi, sebagai titik awal membangun ekosistem baru. Upaya pembenahan tanah diawali dengan pengatasan air asam tambang (AAT), memperbaiki kemasaman (pH) tanah, memperbaiki KTK, pengurangan kontaminan khususnya logam-logam berat, memperbaiki BD, porositas dan permeabilitas tanah, penambahan unsure hara dan bahan organik tanah. Aktifitas pembenahan tanah mutlak diperlukan untuk menciptakan prakondisi lahan yang dapat ditanami. 19 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara DAFTAR PUSTAKA Armanto, M.E. 2001. Karakter dan revitalisasi lahan bekas penambangan PT Tambang Batubara Tanjung Enim Sumatera Selatan. Habitat. 12(2): 110-118. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Brake, S.S., K.A. Connors and S.B. Romberger. A river runs through it: impact of acid mine drainage on the geochemistry of West Little sugar Creek pre- and post- reclamation at the Green Valley coal mine, Indiana, USA. Environmental Geology 40:1471-1481. Chan, K. Y., C. G. Dorahy, S. Tyler, A. T. Wells, P. P. Milham, I. Barchia. 2007. Phosphorus accumulation and other changes in soil properties as a consequence of vegetable production, Sydney region, Australia. Soil research. 45 (2) : 139-146. Grant, C.D., C. J. Campbell and N. R. Charnock. 2002. Selection of species suitable for derelict mine site rehabilitation in New South Wales, Australia. Water, Air and Soil Pollution. 139: 215-235. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta. Herjuna, S. 2011. Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Latifah, S. 2003. Kegiatan Reklamasi Lahan Pada Bekas Tambang. Program Ilmu Kehutanan, Jurusan Manajemen Hutan, USU. Martın-Crespo, T., C D. Ignacio-San Jose, D. Gomez-Ortiz, S. MartınVelazquez, J Lillo-Ramos. 2010. Monitoring study of the mine pond reclamation of Mina Concepcion, Iberian Pyrite Belt (Spain). Environ Earth Sci 59:1275-1284. 20 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Mentis, M.T. 1999. Diagnosis of the rehabilitation of opencast coal mines on the highveld of South Africa. South African Journal of Science 95:210-215. Munawar, A., B.A.N Putranto, Suhardi, S. Winarsih, R. Saepudin. 1997. Kajian sifat-sifat kesuburan tanah pada lahan bekas tambang batubara di bengkulu. Purwowidodo. 1998. Mengenal Hutan : Penampang Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan, Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Reddy, R. N. 2010. Soil Engineering, Testing, Design and Remediation. GeneTech Books. New Delhi. India. Romero, E., E. Benitez and R. Nogales 2005. Suitability Of wastes From OliveOil Industry For Initial Reclamation of a pb/zn Mine Tailing. Water, Air, and Soil Pollution 165: 153–165 Sitorus, S.R.P. , E. Kusumastuti dan L. N. Eadri. 2007. Karakteristik dan teknik rehabilitasi lahan pasca penambangan timah di pulau Bangka dan Singkep. Sormin, B. R. 2006. Pertumbuhan Bibit Acacia mangium Willd. Pada Tanah Bekas Tambang Batubara Setelah Pemberian Sludge Industri Kertas. Skripsi. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Sutedjo & Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT. Asdi Mahasatya, Jakarta. Tjhiaw, G dan T. S. Djohan. 2009. Suksesi vegetasi alami di bekas tambang timah pulau Bangka (Succession of natural vegetation in post tinmining Bangka Island). Jurnal Manusia dan Lingkungan 16(1):2341. Utami, S. N. H, A Maas, B. Radjagukguk dan B. H. Purwanto. 2009. Sifat Fisik, Kimia dan FTIR Spektrofotometri Gambut Hidrofobik Kalimantan Tengah. Jurnal Tanah Tropis. 14 (2) : 159-166. Waskman, S. A. 1961. The Actinomycetes. Classification, Identification and Description of Genera and Species. Williams and Wilkins Co. 21 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Widyati, E. 2009. Kajian fitoremediasi sebagai salah satu upaya menurunkan akumulasi logam akibat air asam tambang pada lahan bekas tambang batubara. Tekno Hutan Tanaman 2(2):53-92. Widyati, E. 2005a. Pemanfaatan sludge industri kertas sebagai agen pembenah tanah pada lahan bekas tambang batubara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2(2): 105-203. Widyati, E. 2005b. Rehabilitasi lahan bekas tambang batubara melalui perbaikan kualitas tanah dengan metode bioremediasi. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Wong, J.W.C., C.M. Ip and M.H. Wong. 1998. Acid-forming capacity of leadzinc mine tailings and its implications for mine rehabilitation. Environmental Geochemistry and Health 20: 149-155 Yang, J.E., J. G. Skousen, Yong-Sik Ok, Kyung-Yoal Yoo, and Hee-Joung Kim. 2006. Reclamation of Abandoned Coal Mine Waste in Korea using Lime Cake By-Products. Mine Water and the Environment 25: 227– 232 22 Pembenah Tanah Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Bab 3 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Oleh : Rizki Maharani, Adi Susilo, Sri Sugiharto dan Andrian Fernandes A. Pendahuluan Peraturan Menteri Kehutanan No. 146/Kpts-II/1999 yang disempurnakan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.4/Menhut-II/2011 mengenai Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan menyebutkan bahwa setiap perusahaan pertambangan dan energi memiliki kewajiban untuk melaksanakan reklamasi lahan bekas tambang atas kawasan hutan yang dipinjam-pakai (Kementerian Kehutanan, 2012). Hal itu bertujuan untuk memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya. Untuk mengimplementasikan Permenhut 146/1999 tersebut, menteri ESDM menerbitkan beberapa peraturan reklamasi, diantaranya adalah Peraturan Menteri ESDM No. 18/2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, yang mewajibkan perusahaan pertambangan mereklamasi lahan bekas tambangnya, dan Peraturan Pemerintah RI No. 78/2011 yang mengatur lebih detail mengenai prinsip reklamasi, tata laksana sampai dengan jaminan penyerahan lahan reklamasi dan pasca tambang (Kementerian ESDM, 2012). Meskipun telah jelas legalitasnya, tingkat keberhasilan reklamasi dan penutupan lahan di beberapa tempat masih rendah bahkan banyak meninggalkan lubang bekas galian yang dibiarkan terbuka, AAT tidak dikelola, kekurangan tanah pucuk serta banyaknya areal reklamasi yang kemudian di tambang kembali. Untuk perusahaan tambang yang besar umumnya mempunyai komitmen yang cukup tinggi terhadap kegiatan reklamasi. Sedangkan perusahaan tambang kecil atau tambang liar dengan seenaknya meninggalkan lahan bekas tambang tanpa keterikatan komitmen terhadap lingkungan. Penambangan di Indonesia umumnya dilakukan dengan cara terbuka atau open pit mining. Pengambilan biji tambang dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan area tambang dari vegetasi (land clearing) diikuti dengan mengupas lapisan-lapisan tanah hingga sampai pada deposit biji tambang. Lapisan tanah pucuk disisihkan di tempat khusus untuk digunakan 23 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara pada saat penimbunan atau reklamasi. Setelah biji tambang terambil lubang tambang diisi kembali dengan tanah bekas galian (overburden) dan tailing (tanah limbah sisa proses pengambilan biji tambang), dipadatkan dan kemudian ditutup dengan lapisan tanah pucuk yang sebelumnya telah disisihkan untuk kemudian ditanami. Dengan kondisi yang seperti itu maka lahan bekas tambang umumnya memiliki ciri lapisan tanah pucuk dan sub soil yang tipis sehingga sedikit pula bahan organik tanah beserta mikroba tanah yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Lahan dengan kondisi ekstrim tersebut tidak mungkin begitu saja direvegetasi. Oleh karena itu keberhasilan revegetasi lahan bekas tambang hanya dapat dicapai dengan memadukan pembenahan tanah, pemilihan jenis dan penerapan teknik silvikultur yang tepat. Pemilihan jenis pohon menjadi bagian penting dalam kegiatan revegetasi. Kesalahan dalam pemilihan jenis menghantarkan pada kegagalan revegetasi. Pada lahan bekas tambang batubara yang sangat terbuka dengan tanah yang marginal maka jenis yang dipilih sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut: jenis lokal pioner cepat tumbuh, tahan terpapar matahari (shade intolerant), menghasilkan serasah yang banyak dan cepat terdekomposisi, sistem perakaran yang baik dan bersimboisis dengan mikroorganisme tertentu, bersifat katalitik, mudah dan murah dalam perbanyakan, penanaman dan pemeliharaan. Enam kriteria tersebut penting dengan penjelasan sebagai berikut : Kriteria Pemilihan Jenis Pohon untuk Lahan Bekas Tambang 1. Jenis lokal pioner Jenis pioner memerlukan banyak cahaya dan mampu tumbuh pada lahan marginal sehingga secara teoritis cocok untuk lahan bekas tambang yang terbuka dan miskin hara. Sitorus dan Badri (2008) menyarankan menggunakan jenis lokal dalam kegiatan revegetasi karena jenis lokal karena mudah beradaptasi dengan kondisi setempat yang marginal. Dengan kemampuan adaptasi yang baik akan mengurangi resiko kegagalan dan memberikan jaminan keberhasilan pertumbuhan yang lebih baik daripada jenis yang didatangkan dari luar habitatnya. Secara ekologis jenis pioner lokal dipastikan sangat sesuai dengan iklim setempat. Namun demikian kondisi tanah pada lahan yang akan dilakukan 24 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara kegiatan revegetasi mungkin akan menjadi pembatas bagi pertumbuhan tanaman, oleh karena itu ujicoba jenis perlu dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis mana yang mampu tumbuh dan lebih adaftif pada kondisi habitat yang berbeda dari habitat aslinya. Disisi lain upaya upaya yang berhubungan dengan peningkatan kesuburan tanah tetap diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.. 2. Cepat tumbuh tetapi tidak memerlukan hara yang banyak Jenis yang cepat tumbuh adalah jenis yang relatif lebih efektif dalam menyerap air, unsur hara dan energi matahari serta CO2, karena percepatan pertumbuhan berkaitan erat dengan proses metabolisme fisologis terutama fotosintesa. Oleh karena kondisi tanah bekas tambang kondisinya miskin unsur hara, maka perlu dipertimbangkan pemilihan jenis cepat tumbuh yang tidak rakus hara. Jenis yang cepat tumbuh biasanya relatif lebih cepat membentuk sistem percabangan untuk membentuk strata tajuk. Strata tajuk yang rimbun akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang jatuh ke lantai hutan sehingga dapat menurunkan suhu dan penguapan air serta menjaga kelembaban udara di bawah tajuk. Strata tajuk juga dapat berfungsi dalam mengurangi laju angin dan mengurangi energi kinetik butiran air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah sehingga dapat melindungi kerusakan fisik tanah dari hantaman air hujan yang dapat merusak agregat tanah dan mudah terbawa erosi. Tanaman yang cepat tumbuh sangat berperan dalam mempercepat proses pembentukan iklim mikro dan perbaikan kondisi tanah sehingga mempercepat pula proses suksesi vegetasinya kerena menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi masuk dan tumbuhnya jenis vegetasi lain. 3. Menghasilkan serasah yang banyak dan mudah terdekomposisi Sebagian besar jenis cepat tumbuh biasanya juga menghasilkan serasah yang relatif banyak dan diharapkan mudah dan cepat terdekomposisi. Serasah adalah bahan organik penting pembentuk agregat tanah, struktur tanah dan pencegah erosi (Giddens dan Rao, 1975). Sebelum terdekomposisi serasah juga dapat berperan sebagai mulsa yang dapat membantu meningkatkan kelembaban tanah. Serasah yang terdekomposisi berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan bilogi tanah. Mudah terdekomposisi berarti mampu menyerap air, memiliki kandungan kimia yang kaya karbohidrat, dan tidak banyak mengandung lignin serta zat-zat lainnya yang sulit diuraikan. Pada kondisi seperti ini serasah dapat 25 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara berfungsi sebagai media tumbuh berbagai mikroorganisme pengurai untuk merombak serasah menjadi bahan organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Disisi lain bertambahnya bahan organik dalam jangka waktu tertentu dapat merubah warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat, menurunkan plastisitas, kohesi dan meningkatan kemampuan menahan air (Soepardi, 1983). Kondisi tanah seperti ini sangat dibutuhkan untuk mempercepat kesuburan tanah dan tingkat pertumbuhan tanaman. 4. Sistim perakaran yang baik dan mampu bersimbiosis dengan mikroba tertentu Akar memiliki peran penting sebagai penopang tumbuhnya pohon, penyerap dan sekaligus alat transport air dan mineral bagi tanaman. Jenis yang akan dipilih untuk kegiatan reklamasi pasca tambang sebaiknya memiliki sistem perakaran yang baik dan mampu bersimbiosi dengan jenis jamur dan bakteri tertentu. Akar yang tumbuh baik adalah yang mempunyai sistem perakaran dengan asosiasi tanaman inang dan jamur mikoriza sehingga meningkatkan penyerapan unsur hara, memperbaiki struktur tanah meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan juga faktor pengganggu lain, seperti salinitas tinggi, logam berat, dan ketidakseimbangan hara. Bila terjadi simbiosis antara bakteri maupun jamur dengan akar maka terjalin sinergi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak karena ketersediaan unsur hara dan air sangat terbatas pada lahan marginal. 5. Merangsang datangnya vektor pembawa biji Jenis terpilih sebaiknya memiliki daya tarik bagi hadirnya satwa liar misalnya memiliki bunga, buah, biji atau daunnya disuka satwa liar. Biasanya jenis yang disukai satwa di hutan adalah kelompok jenis Ficus spp karena kelompok jenis ini dapat memproduksi banyak buah dan disukai hampir oleh seluruh jenis satwa liar. Pada beberapa jenis ficus biasanya mempunyai percabangan yang dapat memberikan kenyamanan bagi kehadiran burung dan atau sebagai tempat bersarang. Kondisi seperti ini akan mempercepat dalam merangsang hadirnya satwa seperti kelompok avifauna. Satwa liar yang datang diharapkan membawa biji dalam tinja yang dibuangnya pada lahan yang direstorasi. Bila kondisi iklim mikro memungkinkan maka akan tumbuh menjadi generasi baru. 26 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Pengaliran biji jenis baru ke lokasi yang direstorasi tergantung pada ketersediaan sumber biji dari lokasi hutan terdekat. Jarak menjadi pembatas bila wilayah jelajah satwa pembawa biji tidak luas. Menurut Parrota et al. (1997), hadirnya regenerasi jenis baru yang dibawa satwa liar tergantung pada jarak yang ditempuh satwa dari hutan terdekat sebagai sumber benih, daya tarik tanaman untuk satwa liar dan kondisi lingkungan iklim mikro di tempat jatuhnya biji yang memungkinkan tumbuhnya propagul baru. Lebih bagus lagi bila jenis terpilih dapat merangsang hadirnya kelompok semut, cacing dan jenis-jenis mikroorganisme tanah lainnya, yang dapat mempengaruhi struktur dan rongga-rongga tanah serta mempercepat proses penguraian serasah dan nutrien untuk peningkatan kesuburan tanah. Jenis yang memiliki peran mempercepat proses suksesi disebut sebagai Katalitik jenis. Jenis Katalitik adalah jenis yang mampu merangsang kehadiran, pertumbuhan dan perkembangan jenis lain pada lahan yang direstorasi melalui penciptaan iklim mikro dan perbaikan tanah (Cherr, Schplberg dan Sorley, 2006). Oleh karena itu dalam kegiatan revegetasi lahan bekas tambang diperlukan pemilihan jenis yang bersifat katalitik untuk menciptakan kondisi yang preferable bagi hadir dan tumbuhnya spesies lain pada lahan yang di revegetasi. 6. Mudah dan murah pemeliharaan dalam perbanyakan, penanaman dan Jenis terpilih sebaiknya mudah dibudidayakan. Misalnya jenis yang memproduksi buah dalam jumlah banyak. Jenis pioner biasanya berbuah kecil-kecil dalam jumlah banyak untuk membangun soil seed bank. Jenis yang akan dipilih diharapkan adalah jenis-jenis yang mudah hidup dan dari segi biaya baik pada saat penanaman maupun pasca penanaman dalam hal ini pemeliharaannya relatif murah. Hal penting setelah mempertimbangkan keenam karakter di atas, adalah mencari informasi karakteristik lahan yang akan ditanam seperti informasi sifat fisik tanah (tekstur, solum dan kelembaban) dan kimia tanah (pH, KTK), informasi curah hujan, angin, temperatur, topografi, hama dan penyakit serta hewan lokal yang ada di sekitar lokasi, setelah informasi itu terkumpul barulah pemilihan jenis diputuskan dengan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. 27 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Dari ke enam karakter tersebut diatas, jenis-jenis yang telah diuji coba dilapangan dan berhasil baik antara lain (Setiadi 2003): Macaranga hypoleuca, Vitex pubescens, Trema orientalis, Endospermum diadenum, Mallotus spp., Ficus spp Hibiscus tiliaceus, Ploiarium alternifolium, Melastoma sp., Adenanthera sp, Neonauclea sp., dan Cratoxylon sp.. B. Praktek Revegetasi pada Perusahaan Tambang Perusahaan pertambangan besar biasanya memiliki komitmen yang relative lebih baik dalam melaksanakan reklamasi dan revegetasi lahan pasca tambang. Pengelolaan lingkungan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan penambangan. Salah satu pengelolaan lingkungannya adalah reklamasi lahan pasca penambangan. Berdasarkan Kepmen. PE No. 1211.K/008/M.PE/95 reklamasi didifinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Berikut adalah reklamasi lahan yang diarahkan untuk menjadi kawasan hutan melalui usaha revegetasi yang diterapkan beberapa perusahaan tambang dengan sistem terbuka. 1. PT Berau Coal: teknik gali-isi kembali, meminimasi luasan lahan terbuka PT Berau Coal di Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur mengelola Konsesi tambang batubara seluas 118.400 ha dimana 53,90 % adalah Kawasan Budidaya Non kehutanan (KBNK) dan sisanya 46,10% merupakan Kawasan Budidaya Kehutanan. Sistem penambangan dilaksanakan dengan cara tambang terbuka (open pit), dengan metoda gali–isi kembali sehingga kegiatan penimbunan seiring dengan pergerakan tambang aktif berjalan. Setelah ditimbun dan dihampari tanah pucuk, lahan siap untuk ditanami. Dengan demikian luasan lahan yang terbuka dapat diminimalkan. Revegetasi diawali dengan penanaman penutup tanah (cover crops) 200kg/ha dengan campuran jenis polongan seperti Centrosema pubescens, Calopogonium mucoides, Mucuna sp dan dipupuk dengan kompos. Pada saat yang sama ditanam pula tanaman pioner dengan jarak tanam 4m x 4m 28 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara dan 5m x 5m dan dipupuk 400gr/pohon dan kompos 10-15 ton per hektar. Tanaman pokok ditanam setelah pioner berumur 2-3 tahun. Tanaman pokok adalah jenis tanaman hutan klimaks yang memerlukan naungan untuk pertumbuhannya. Pioner berusia 2-3 tahun telah menciptakan iklim mikro dan naungan yang baik untuk tanaman pokok. Tanaman pokok ditanam dengan jarak tanam 5m x 5m atau 10 m x 10 m dan dipupuk 400 gr pupuk/pohon dan kompos 10-15 ton per ha. Untuk lahan yang curam dipakai teknik hidroseeding. Teknik hidroseeding mulai dipraktekan di PT Berau Coal tahun 2009 untuk covercrop seluas 40 ha. Komposisi yang diujikan adalah campuran biji millet, calopogonium, centrosema, mucuna 40kg, kompos 5000 kg, pupuk organik 200kg, mulsa 1000kg, tackifier 25kg, soil conditioner 90 l per hektar. Dalam dua minggu biji tanaman penutup tanah (cover crop) sudah mulai tumbuh. Lahan yang telah ditanami dipelihara dengan pemupukan berkala, penyiangan, pendangiran, pemangkasan dan penyulaman. Dari hasil evaluasi tingkat keberhasilan revegetasi lahan tambang pada PT Berau Coal disimpulkan sebagai berikut: 9 Tanaman mampu beradaptasi pada lahan bekas tambang dan memiliki pertumbuhan yang baik antara lain: Kahoi (Shorea balangeran), persen hidup 69,3%, angsana (Pterocarpus indicus) persen hidup 95,33% dan ketapang (Terminalia cattapa) persen hidup 71,3%. 9 Tanaman mampu beradaftasi dengan lahan bekas tambang tetapi pertumbuhannya sedang antara lain: jati super (Tectona grandis), meranti (Shorea lerposula), dan kapur (Dryobalanops beccari). 9 Tanaman yang tidak dapat beradaftasi dengan baik pada lahan bekas tambang antara lain ulin (Eusideroxylon zwageri), sirsak (Annona muricata), durian (Durio zibethinus) dan aren (Arenga pinnata). 2. PT Adaro: revegetasi dengan jenis pionir endemik estetik PT Adaro Indonesia adalah salah satu kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang melakukan kegiatan eksplorasi dan penambangan batubara di Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah pertambangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Adaro Indonesia seluas 35.800 Ha (tiga puluh lima ribu delapan ratus hektar). 29 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Pada saat pegambilan biji tambang, tanah pucuk diamankan, ditimbun dilokasi yang telah ditentukan. Tatacara penimbunan top soil di tempat penyimpanan sementara, dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain aman dari banjir atau terganggu untuk operasional, kemiringan slope maksimum 21 derajat. Kemudian top soil ditanami cover crop sesegera mungkin supaya tidak tererosi baik secara manual maupun dengan teknik hidroseeding. Top soil akan dihamparkan pada lahan yang telah siap untuk revegetasi. Penghamparan top soil dilakukan sedemikian rupa sehingga jumlah top soil yang ada dapat mencukupi untuk menutup lahan yang akan ditanami dengan ketebalan maksimum 10 cm. Tanaman yang dikembangkan di PT Adaro adalah jenis-jenis tanaman pionner, endemic dan estitika (Ketapang, Sengon, Johar, Meranti, Alaban, Eucalyptus, Cemara, Mahoni, Pinus, Pulai, Bambu, Trembesi, Gmelina, Waru, Jabon, dll). Lubang tanam berukuran 40 x 40 cmx 40cm dan jarak tanam 3 x 3 m atau 3 x 4 meter dan ditambahkan pupuk organik. Pemeliharaan meliputi penyiangan, pengontrolan gulma, pemupukan ulang, pembersihan hama dan penyakit dan pencegahan kebakaran. Dari hasil pengukuran keliling batang, tinggi dan penutupan tajuk untuk jenis cemara, eucalyptus, akasia dan sengon menunjukkan keberhasilan. Data menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat. Hal ini juga menunjukkan tanaman hasil revegetasi dapat bertahan (sustain) pada areal reklamasi bekas tambang. 3. PT Kaltim Prima coal: pemulihan hutan sebagai habitat satwa PT. Kaltim Prima Coal (KPC), pemegang kuasa penambangan batu bara yang berlokasi di Kutai Timur, Kalimantan Timur, menerapkan ekstraksi bahan galian dengan sistem terbuka. Sejak beroperasi PT. KPC memiliki komitmen untuk memulihkan kerusakan lingkungan dengan melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi pasca tambang. Reklamasi dan revegetasi areal bekas tambang di PT KPC dimulai sejak tahun 1996 sampai 2009 dengan luas lebih dari 5000 ha. Sebelum dilakukan penanaman bibit dengan jarak tanam (3 x 6) m dilakukan penanaman dengan tanaman legum penutup tanah (legume cover crops = LCC) untuk mempersiapkan kondisi lahan yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan yang baik bagi tanaman pohon. Jenis yang ditanam antara lain adalah johar (Cassia siamea), laban (Vitex pubescens), ketapang (Terminalia catapa), sengon (Paraserianthus 30 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara falcataria), gmelina (Gmelina arborea), jabon (Anthocephalus chinensis). Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari struktur vegetasi dan profil tegakan di hutan revegetasi pada tingkatan pohon umur 6 tahun, 10 tahun dan 12 tahun. Perlakuan lain juga dapat dilihat di beberapa plot revegetasi dengan penanaman pionir yang diselingi dengan jenis meranti-merantian (Shorea spp.). Tanaman hasil revegetasi pada areal bekas tambang kini telah membentuk ekosistem hutan dan telah mampu memberikan fungsi-fungsi hutan, seperti sebagai penjaga dan pemulih kesuburan tanah, pengatur tata air, pengendali iklim mikro dan habitat berbagai jenis satwaliar. Beberapa areal yang telah direvegetasi tersebut bahkan telah mampu memberikan habitat bagi orangutan (Pongo pygmaeus) dan satwa liar lainnya seperti beruang madu (Helarctos malayanus), Kucing congkok (Prionailurus bengalensis), Pelanduk napu (Tragulus napu), dan Kijang Muntjak (Muntiacus muntjak) (Boer et. al. 2009). 4. PT Jembayan Muara Bara: revegetasi multikultur PT Jembayan Muara Bara (JMB) di Desa Separi, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur merupakan salah satu perusahaan tambang batubara yang mempunyai komitmen cukup tinngi untuk melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi bekas tambang. Di lokasi pertambangan ini terdapat pula beberapa lokasi penelitian yang terbagi ke dalam beberapa kelompok kawasan antara lain kawasan yang masih ditutupi vegetasi alami, kawasan reklamasi dan kawasan yang didominasi oleh jenis pohon dari Hutan Tanaman Industri (HTI) eks PT Bhineka Wana, dimana semua kawasan tersebut berada pada konsesi lahan tambang PT JMB. Untuk kegiatan revegetasi dan reklamasi, manajemen pemulihannya tetap mengacu pada standar operasional (SOP) dan peraturan yang telah ada. Seperti juga di PT Berau Coal dan perusahaan tambang batubara lainnya, manajemen pemulihan tanah, penanaman cover crops, penanaman pionir, secara berturut turut juga dilakukan. PT JMB menitikberatkan multikultur revegetasi dengan penanaman berbagai jenis pionir (Macaranga gigantea, Cananga odorata, Geunsia petandra, Gironniera nervosa dan Paranephelium sp) yang dicampur dengan jenis jenis lokal (Eusideroxylon zwageri, Durio sp, Shorea spp dan beberapa jenis dari famili Dipterocarpaceae). Catatan lain adalah pemilihan jenis cover crops yaitu jenis padi gunung dan beberapa jenis herba liana (daerah kelerengan curam), dimana selain berfungsi sosial (pembinaan masyarakat), jenis ini juga dapat menghasilkan 31 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara limbah jerami dan sekam yang diolah menjadi kompos untuk keperluan persemaian dan pemulihan tanah bekas tambang di PT JMB tersebut. Di beberapa lokasi telah nampak suksesi sekunder dengan mulai datangnya beberapa jenis satwa liar sebagai akibat aktifitas reklamasi yang sudah berlangsung cukup lama (Rayadin et. al. 2010). 5. PT Multi Harapan Utama: revegetasi monokultur PT Multi Harapan Utama (MHU) secara administrasi terletak di Desa Jonggon, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Revegetasi yang dilakukan di MHU sama dengan revegetasi yang diterapkan di PT Kitadin (Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur), yaitu revegetasi monokultur. Revegetasi ini merupakan metode penanaman dengan satu jenis dominan di satu hamparan. Jenis dominan yang ditanam di MHU adalah jenis jenis pionir seperti : Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Acacia auriculiformis, Macaranga gigantea, Vitex pinnata, Peronnema canescens dan Gliricidia moculata. Hasil kajian membuktikan bahwa tanaman pionir yang telah berumur di atas 5 tahun mulai terdapat jenis jenis pionir hutan sekunder yang tumbuh alami di kawasan reklamasi tersebut. Beberapa jenis pionir alami yang hadir diantaranya: Cleistanthus myrianthus, Croton argyratus, Macaranga lowii, Macaranga trichocarpa dan Neolamarckia cadamba. Di sisi lain jenis yang hadir juga pada umumnya merupakan jenis pionir dari kelompok famili Euphorbeaceae yang biasanya tumbuh pada kawasankawasan yang sudah terdegradasi. Hasil analisis juga membuktikan bahwa di beberapa lokasi telah terbangun jejaring rantai ekosistem yang dapat dideteksi dengan hadirnya beberapa jenis dari kelompok herbivora dan karnivora baik kelompok serangga, avivauna maupun mamalia terrestrial. Hal ini menjadi wajar karena rata rata umur tanaman pionir di PT MHU sekitar 5-10 tahun bahkan tegakan sengon ada yang berumur 16 tahun, dimana sampai saat ini pihak perusahaan mengalami kesulitan tentang peruntukannya (Rayadin et. al. 2011). Lebih lanjut, penanaman Gamal (Gliricidia sp) di lokasi reklamasi PT MHU terbukti mempunyai potensi biodiversity flora dan fauna lebih tinggi dibandingkan jenis pionir lainnya, sehingga jenis ini dapat direkomendasian sebagai tanaman selingan di sela-sela tanaman utama (Rayadin et. al. 2011). 32 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara C. Penutup Setiap lokasi pertambangan mempunyai kondisi tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik perencanaan dan teknik manajemen vegetasi yang terintegrasi. Perpaduan yang baik antara keduanya merupakan salah satu penentu keberhasilan kegiatan reklamasi tambang. Lebih spesifik, keberhasilan revegetasi bergantung pada beberapa hal seperti : persiapan penanaman, pemeliharaan tanaman serta pemantauan tanaman. Untuk kondisi lahan bekas tambang dengan kerusakan berat dan ekstrim diperlukan pelaksanaan reklamasi khusus dengan perlakuan tambahan dari teknik reklamasi yang sudah diuraikan sebelumnya. Kegiatan-kegiatan yang perlu reklamasi khusus adalah daerah yang bersifat alkali dan masin, bahan kimia beracun, tumbuhan hama, penanganan batuan limbah, tailing, serta AAT. Inventarisasi secara berkala terhadap jenis-jenis yang ditanam maupun yang hadir secara alami sangat perlu dilakukan karena kehadiran mereka sangat erat terhadap keberlangsungan dari perubahan ekosistem areal reklamasi menjadi ekosistem hutan yang sebenarnya. Selain itu, areal reklamasi seyogyanya dipastikan masa depannya, dipelihara dan dijaga, sehingga proses perkembangannya dapat memberikan makna yang signifikan dan tidak terhenti begitu saja (break). Hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan kesulitan untuk memulai pertumbuhannya kembali. 33 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara DAFTAR PUSTAKA Boer, C., Soetedjo, Harmonis, Suba, R.B. 2009. Analisis Interelasi Tumbuhan dan Satwa di Areal Reklamasi-Rehabilitasi Pasca Tambang Batubara. Kerjasama Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman dengan PT. Kaltim Prima Coal. Cherr, C. M., J. M. S. Scholberg dan R. M. Sorley. 2006. Green Manure Approach to Crop Production. Agronomy Journal. Vol. 98 : 302 – 319. Kementerian Kehutanan, 2012. www.dephhut.go.id/files P4_2011_0.pdf. Dikutip 14 Maret 2012. Giddens, J. dan A. M. Rao. 1975. Effect of Incubation and Contact with Soil on Microbial and Nitrogen Changes in Poultry Manure. Journal Environmental Quality. Vol. 4 : 275-278. Kementerian ESDM, 2012. www.esdm.go.id/PP782010.pdf. Dikutip 14 Maret 2012. Rayadin, Y., Suba, R.B., Sugiarto, Rochmadi, S., Hendra, Novamalaisari, E., Sutrisman, A., Satria, Nuraidi. 2011. Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Kawasan Pertambangan PT Multi Harapan Utama. Kerjasama Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman dengan PT Multi Harapan Utama, Kalimantan Timur. Rayadin, Y., Boer, C., Soetedjo, Suba, R.B., Syoim, M., Rochmadi, S., Abadi, F. 2010. Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Kawasan Pertambangan PT Jembayan Muara Bara. Kerjasama Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman dengan PT Jembayan Muara Bara, Kalimantan Timur. Setiadi, Y. 2006. Bahan Kuliah Ekologi Restorasi. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. 34 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Sitorus, S. R. P dan L. N. Badri. 2008. Karakteristik Tanah dan Vegetasi Lahan Terdegradasi Pasca Penambangan Timah serta Teknik Rehabilitasi untuk Keperluan Revegetasi. Prosiding Semiloka Nasional 22-23 Desember 2008. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 35 Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Bab 4 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Oleh : Suryanto dan Andrian Fernandes A. Pendahuluan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Bumi, air dan kekayaan alam yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini adalah sumber daya alam, dimana Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Bahan mineral dan batubara merupakan salah satu sumber daya alam potensial, dimana Indonesia termasuk dalam 10 negara terbesar dunia yang memiliki kandungan bahan mineral dan batubara. Pemanfaatan bahan mineral dan batubara ini diantaranya telah mendorong terjadinya pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah di Indonesia. Pengambilan bahan mineral dan batubara ini dilakukan melalui aktifitas penambangan. Aktifitas penambangan ini meliputi tiga kegiatan utama, yaitu ekplorasi, eksploitasi dan reklamasi. Sejak konsep Pembangunan Berkelanjutan dicetuskan oleh WCED tahun 1987 dan Deklarasi Rio tahun 1992, fokus perhatian global terhadap aktifitas penambangan diukur dari tiga indikator, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini berarti bahwa setiap aktifitas penambangan memberi manfaat ekonomi, pelayanan sosial dan perlindungan lingkungan dengan baik. Termasuk dalam hal ini pada aktifitas reklamasi lahan bekas Tambang. Menurut Trikurnianto (2009), tiga pertimbangan yang harus diperhatikan pada proses reklamasi adalah tidak terhentinya manfaat ekonomi, tidak menurunnya fungsi pelayanan sosial dan tidak menurunnya fungsi perlindungan lingkungan pada lahan bekas tambang tersebut. Trikurnianto (2009) berdasarkan hasil analisisnya menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) menyebutkan bahwa pertimbangan aspek keberlanjutan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada lahan bekas tambang menempati prioritas pertama dengan bobot 0,385. Selanjutnya adalah pertimbangan keberlanjutan kualitas kehidupan sosial masyarakat dan keberlanjutanperlindungan dan pelestarian lingkungan dengan bobot masing-masing berurutan adalah 0,351 dan 0,263. 36 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Uraian di atas mengantarkan kita pada suatu teori bahwa kegiatan reklamasi memiliki potensi ekonomi dan sosial yang bisa dikembangkan, baik pada saat reklamasi dilakukan atau pasca reklamasi. Pusat Studi Reklamasi Tambang-IPB (2010) mengidentifikasikan lima kelompok bidang berbasis lahan yang bisa dikembangkan pada lahan bekas tambang, yaitu kehutanan, pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan ekowisata. B. Potensi Ekonomi Tambang Batubara (Studi Kasus di Kalimantan Timur) Yusuf (2008) menyampaikan bahwa peran perusahaan tambang dalam menyediakan modal dan teknologi memiliki nilai efektifitas paling tinggi, yaitu dengan bobot sebesar 1,8. Peran berikutnya adalah dalam memberikan pemasukan berupa pajak dan pengembangan fasilitas masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan (bobot 1,2) dan menciptakan lapangan kerja terutama masyarakat lokal (bobot 0,9). Kalimatan Timur merupakan salah satu provinsi dengan kandungan bahan mineral dan batubara tinggi. Total cadangan batubara Kalimantan Timur adalah sebesar 4 milyar metrik ton (Bishry ,2010). Tabel 1 berikut menyajikan data potensi batubara kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Table 1. Potensi batubara kabupaten/kota di Kalimantan Timur Kabupaten/Kota Berau Bulungan Nunukan Malinau Kutai kertanegara Kutai timur Kota samarinda Panajam paser utara Kutai barat Paser TOTAL Cadangan tahun 2008 (metric ton/ MT) 288.984.705 22.813.276 5.221.104 9.450.000 781.490.406 1.824.988.260 549.637.259 0 67.300.000 806.064.370 4.066.962.675 Cad th 2008 thd % cad th 2005 berdasarkan kelas kalori (MT) Rendah Sedang Tinggi 131.349.329,01 148.534.857,50 9.100.518,49 10.389.090,28 11.725.764,88 718.420,86 2.373.096,21 2.683.588,18 164.419,61 4.295.214,03 4.857.192,71 297.593,26 355.203.021,75 401.677.196,34 24.610.137,91 829.492.760,53 938.022.218,38 57.471.281,09 249.821.128,66 282.507.311,04 17.308.819,30 0 0 0 30.589.196,21 34.591.435,94 2.119.367,86 366.372.379,94 414.307.934,85 25.384.055,21 1.848.515.887,60 2.090.372.642,30 128.074.145,10 Sumber : Bishry 2010. Sementara itu, unit rent/metrik ton batubara adalah sebagai mana disajikan pada Tabel 2 berikut. 37 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Tabel 2. Unit rent/MT batubara Komponen Harga FoB Kalori sangat tinggi Kalori tinggi Kalori sedang Biaya (USD/Ton) 1. Ekstraksi Operasional penambangan/Ton Prosesing/Ton 2. Transportasi Lokasi tambang ke stock pile Selama di stock pile Stock pile ke pelabuhan (hauling) Pembongkaran ke kapal (loading) Total biaya 1+2 (USD) NP 20% (0,2 * 18,5) Unit rent (USD) Kalori Sangat tinggi (57,82-18,5-3,7) Kalori tinggi (51,12-18,5-3,7) Kalori sedang (42,64-18,5-3,7) Jumlah (USD) 57,82 51,12 42,64 9,50 9,00 0,50 9,00 4,00 0,50 4,00 0,50 18,50 3,70 35,62 28,92 20,44 Sumber : Bishry 2010. Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 di atas maka nilai ekonomi tambang batubara di Kalimantan Timur adalah seperti disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Potensi Ekonomi total penambangan batubara di Kalimantan Timur Kabupaten Cadangan (Stock) Unit rent (usd) Total (usd) Cadangan tahun 2008 4.066.962.675 128.915.548.257,47 Cad th 2008 thd % cad th 2005 berdasarkan kelas kalori Rendah Sedang Tinggi 1.848.515.887,60 2.090.372.642,30 128.074.145,10 35,62 28,92 20,44 65.844.135.916,31 60.453.576.815.32 2.617.835.525.84 Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa potensi ekonomi penambangan batubara adalah sangat tinggi, dimana unit unit rent terhadap harga adalah berkisar antara 48-61%. Peraturan Menteri ESDM No. 18/2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang telah mewajibkan seluruh perusahaan tambang untuk melakukan reklamasi pada lahan-lahan bekas tambang. Namun demikian, jika dicermati Tabel 3 tersebut di atas, Peraturan Menteri ini sepenuhnya terimplementasikan 38 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara dalam struktur pembiayaan tambang batubara. Dalam hal ini, terlihat bahwa tidak teridentifikasikannya secara jelas pembiayaan untuk reklamasi lahan bekas tambang batubara dalam struktur tersebut. Kondisi ini menimbulkan suatu fenomena menarik untuk dapat dijadikan bahan kajian atau penelitian. Pertanyaan penting penelitian yang terdapat disini adalah a). mengapa tidak ada tarif untuk kewajiban reklamasi ?; b) berapa satuan tarif yang proposional untuk reklamasi ? c). bagaimana mekanisme penetapan, pungutan dan penggunaan tarif untuk reklamasi tersebut ? Berkaitan dengan tiga kepentingan disampaikan Trilkurniato (2008), maka kajian akan menjadi lebih menarik apabila besaran distribusi yang proposional dalam penggunaan tarif reklamasi tersebut untuk masingmasing kepentingan pengembangan ekonomi, sosial dan lingkungan dapat ditentukan. C. Potensi Ekonomi Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara Reklamasi lahan bekas tambang batubara adalah berbasis lahan, sehingga dengan demikian, potensi ekonomi reklamasi terdapat pada bidang-bidang usaha berbasis lahan. Bidang tersebut meliputi kehutanan, tanaman pangan dan perkebunan, peternakan, perikanan dan ekowisata. Berikut disampaikan lima abstraksi hasil kajian dan penelitian yang disampaikan oleh Pusat Studi Reklamasi Tambang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat , Institut Pertanian Bogor. 1. Kehutanan : Revegetasi Lahan Bekas Tambang (Siregar, et al., 2010) Penambangan, khususnya penambangan terbuka menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan diantaranya adalah terbukanya tanah pucuk, hilangnya bahan organik tanah, hilangnya mikroorganisme, menurunnya status biodiversitas organisme baik flora maupun fauna, meningkatnya laju erosi, aliran permukaan (run-off), sedimentasi dan rusaknya wilayah penangkap air serta terganggunya tingkat stabilitas lahan. 39 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Gambar 3. Keadaan Lahan Pasca Tambang Masalah yang dihadapi dalam upaya revegetasi adalah kondisi tanah sangat marginal seperti yang terlihat pada Gambar 3. Lahan pasca tambang memiliki ciri bahan organiknya sangat sedikit, jumlah mikroorganisme tanah potensial sangat minim, dan kandungan hara sangat rendah. Untuk dapat mengatasi masalah ini maka berbagai upaya perbaikan lahan dan upaya pemilihan jenis tanaman yang tepat, serta perlakukan teknik silvikultur yang benar perlu diterapkan. Upaya-upaya tersebut di atas harus dilakukan secara terintegrasi sebelum mulai operasi pertambangan (eksplorasi), selama operasi pertambangan (eksploitasi) dan saat kegiatan reklamasi dilakukan (reklamasi). Kegiatan yang perlu dilakukan pada saat eksplorasi meliputi : koleksi jenis-jenis lokal baik biji maupun anakannya, studi habitatnya dan teknik silvikulturnya. Gambar 4 menunjukkan kegiatan pada saat eksploitasi, yaitu pemahaman kondisi lahan dan karakteristik habitat. Selain itu perlu juga dilakukan uji jenis tahap awal, studi teknik budidaya jenis-jenis target dan manipulasi lingkungan di setiap kondisi lahan yang berbeda serta membangun persemaian sejak awal. Pada tahap akhir reklamasi, tahapan kegiatan yang dilakukan meliputi manipulasi lingkungan baik dengan menggunakan mikroorganisme maupun organik, pemilihan jenis yang cocok dengan habitatnya serta mempertimbangkan fungsi ekonomi, ekologinya dan estetika serta dikaitkan dengan rencana penutupan tambang, produksi bibit di persemaian baik lokal maupun eksotik, penanaman dan pemeliharaan. 40 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Gambar 4. Pencatatan Kondisi Lahan Dalam Rangka Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara 2. Tanaman Pangan dan Perkebunan : Reklamasi Tambang untuk menunjang Pengusahaan Tanaman Pangan dan Perkebunan (Purwono, 2010) Pengusahaan tanaman pertanian sangat tergantung pada ketersediaan lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh masing-masing tanaman yang akan diusahakan. Pada tanaman pangan kebutuhan media pada zona perakaran sangat menentukan, karena penyebaran perakaran tanaman pangan paling dominan adalah pada kedalaman 20-30 cm. Selain itu tanaman pangan umumnya menghendaki tanah dengan reaksi tanah netral (pH antara 5-6,5). Tanaman pangan dengan siklus hidup sekitar 3 - 4 bulan menghendaki jumlah air yang terdistribusi merata sepanjang fase pertumbuhan dan perkembangannya. Sementara itu tanaman perkebunan secara umum memiliki persyaratan tumbuh lebih longgar dibandingkan tanaman pangan. Tanaman perkebunan masih boleh diusahakan pada areal dengan kemiringan sampai dengan 25% (catatan : untuk kelapa sawit sampai 15%). Penyebaran hujan untuk tanaman perkebunan dihitung berdasarkan jumlah curah hujan tahunan dan distribusinya tiap bulanan. Khusus untuk kelapa sawit dikehendaki curah hujan tahunan antara 2.000-2.500 mm tanpa bulan kering 3 bulan berturut-turut. Kendala utama pengembangan tanaman pada areal bekas tambang adalah bentuk 41 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara lansekap yang kurang baik, lapisan tanah (solum) yang kurang teratur, ketersediaan unsur hara yang kurang seimbang, kandungan bahan organik yang sangat rendah, suplai air yang sering kurang terjamin. Oleh sebab itu kegiatan budidaya akan dapat dilakukan jika areal bekas tambang telah direklamasi sehingga memenuhi persyaratan untuk pengusahaan tanaman yang akan dikembangkan. Pengetahuan tentang persyaratan tumbuh tanaman pangan dan perkebunan mutlak diperlukan jika areal bekas tambang akan digunakan untuk pengembangan budidaya tanaman non kehutanan. Berdasarkan aspek legalitas, areal tambang harus dikembalikan sesuai dengan status kawasan sebelum digunakan sebagai areal pertambangan. Melihat dari aspek legalitas, tanaman karet adalah jenis tanaman perkebunan yang masuk dalam kriteria untuk hutan tanaman industri, sedangkan kelapa sawit masih dalam penggodogan untuk masuk dalam kriteria tanaman industri. Sementara itu tanaman pangan merupakan tanaman yang sebaiknya ditanam sebagai tanaman sela pada saat tanaman utama belum menghasilkan dan tingkat naungan masih belum menghambat pertumbuhan tanaman pangan yang diusahakan. Pengusahaan tanaman tanam pada awal pertumbuhan tanaman utama memiliki manfaat secara lingkungan tumbuh dan ekonomi. Beberapa tanaman pangan memiliki sifat mampu menyuburkan tanah dan mampu memanfaatkan unsur nitrogen dengan bersimbosis dengan bakteri, yaitu kacangan. Oleh sebab itu sangat disarankan pengusahaan tanaman kacangan dalam program pengembangan areal bekas tambang. Tanaman serealia (jagung dan padi) relatif membutuhkan persyaratan tumbuh yang lebih sulit, sehingga kemungkinan tidak berhasil sangat tinggi jika ditanam di awal pengusahaan sesaat setelah reklamasi. Pengalaman pengembangan tanaman perkebunan di beberapa areal bekas tambang yang berhasil dengan baik adalah jika lapisan tanah dapat dikembalikan sesuai syarat pertumbuhan tanaman dan penambahan bahan organik dengan jumlah yang cukup. Permasalahan unsur hara relatif mudah diatasi dengan pemupukan yang cukup dan teratur. Namun di beberapa tempat kondisi tanaman hanya baik pada awal pertumbuhan, selanjutnya tanaman hidup merana. Hal ini terjadi karena akar tanaman tidak mampu berkembang ke lapisan yang lebih dalam. Dari pengalaman di lapangan, untuk mengatasi masalah setelah reklamasi dilakukan adalah penambahan bahan organik dan usaha ameliorasi tanah agar tanaman terbebas dari 42 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Seberapa banyak dosis pupuk kandang dan seberapa tinggi pH tanah harus ditingkatkan sangat tergantung jenis tanah seberapa jauh “kerusakan” akibat kegiatan penambangan. 3. Peternakan : Reklamasi Tambang untuk menunjang kegiatan Peternakan (Karti, 2010) Masalah yang dihadapi untuk menunjang kegiatan peternakan adalah : a. reklamasi lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman pakan. b. Logam berat pasca penambangan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan produk peternakan. c. PAD (pendapatan asli daerah) dari pertambangan dapat mencapai 70 %, perlu direncanakan program penutupan tambang untuk dapat meningkatkkan PAD diluar sektor pertambangan. Solusi dari permasalahan yang ada yaitu : a. melakukan reklamasi lahan sehingga tanaman makanan ternak dapat tumbuh, dan revegetasi lahan menggunakan rumput dan legum yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. b. Melalui teknik reklamasi lahan dapat mengikat logam berat sehingga tanaman pakan tetap tumbuh dan tidak diserap oleh tanaman pakan yang merupakan bahan makanan ternak sehingga keamanan pangan produk peternakan di wilayah pertambangan menjadi aman. c. Peningkatan PAD diluar sektor pertambangan yaitu melalui sektor peternakan melalui agribisnis peternakan di masyarakat. Pihak pertambangan dalam program CSR membuat program pembibitan dan inkubator usaha peternakan di wilayah pertambangan agar agribisnis peternakan dapat berkelanjutan di masyarakat. Pada saat penutupan tambang masyarakat sekitar tambang sudah dapat mandiri, sehingga melalui program agribisnis peternakan dapat meningkatan PAD. Program pembibitan dan inkubator bertujuan mengembangkan kawasan peternakan dan pemberdayaan masyarakat dengan basis komoditi ternak dalam upaya meningkatkam perekonomian wilayah sekitar lokasi pertambangan. Output yang dihasilkan adalah terbentuknya kawasan bisnis dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui usaha peternakan dalam sistem terpadu, yang didukung dengan teknologi, sarana, infrastruktur, fasilitas, dan kelembagaan yang memadai. Outcomes yang diharapkan peningkatan potensi dan pemanfaatan sumberdaya peternakan di kawasan sekitar tambang dalam kegiatan budidaya ternak; peningkatan efektivitas kelembagaan masyarakat dalam menunjang bisnis peternakan; peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dan 43 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara perluasan kesempatan kerja; peningkatan motivasi masyarakat dalam pengembangan usaha kecil dan menengah. 4. Perikanan : Reklamasi Tambang untuk menunjang kegiatan Perikanan (Sulistiono, et.al, 2010) Berbagai permasalahan yang timbul pada perairan/kolam bekas tambang antara lain: kondisi perairan yang kurang subur, kadar logam berat yang cukup tinggi, bentuk fisik yang tidak beraturan, kondisi fisik tanpa pemasukan (inlet) dan pengeluran (outlet), pH rendah, kandungan phyrit ckup tinggi, kadar oksigen perairan rendah, kandungan sulfide tinggi, pola pengelolan dan system kelembagaan tidak jelas. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa solusi yang disampaikan antara lain; peningkatan pH perairan melalui pemberian kapur, penyerapan logam berat melalui penanaman tumbuhan air, penyuburan perairan melalui pemberian pupuk organic, peningkatan kandungan oksigen melalui penggunaan kincir dan pembentukan kelembagaan yang berbasis pada masyarakat. Untuk pengembangan kegiatan perikanan, beberapa jenis ikan direkomendasikan untuk dapat dipelihara, antara lain: Ikan gabus (Channa striata), Ikan betok (Anabas testudineus), Ikan nila (Oreochromis niloticus), Ikan lele (Clarias gariepinus), Ikan patin (Pangasius sp.), Ikan mas (Cyprinus carpio). 5. Ekowisata : Reklamasi Tambang untuk menunjang kegiatan Ekowisata (Arifin, 2010) Konsep umum dalam pengembangan lanskap bekas pertambangan adalah tersedianya keragaman lanskap baik bersifat terrestrial maupun akuatik. Sehingga pemanfaatan kubangan besar dijadikan lanskap danau, situ atau kolam besar sebagai badan air yang dikombinasikan dengan RTH. Pemanfaatan lanskap tersebut untuk fungsi perlindungan tanah & air, konservasi biodiversity, penyimpanan Carbon dan keindahan lanskap bagi fungsi kenyamanan & estetika lingkungan. Oleh karena itu diperlukan desain lanskap dengan basis pengelolaan yang berkelanjutan. Lima abstraksi yang disampaikan di atas menggambarkan bahwa potensi ekonomi reklamasi lahan tambang adalah sangat besar. Terdapat peluangpeluang usaha yang variatif yang dapat dikembangkan pada lahan bekas tambang. Hal pertama yang menarik untuk dijadikan bahan kajian dan penelitian adalah status lahan bekas tambang tersebut. Penetapan status 44 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara ini menjadi kunci dalam pemilihan bidang usaha pasca penambangan. Sebuah penelitian kebijakan menjadi diperlukan untuk menjelaskan atau menganalisis penetapan status lahan pasca penambangan. Apapun bidang usaha yang akan dipilih, kegiatan revegetasi menjadi bagian penting dalam upaya reklamasi lahan. Dalam hal ini, terdapat beberapa potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan pada saat revegetasi, yaitu usaha penyiapan bibit tanaman, penyiapan media tumbuh dan pupuk. Dalam hal ini, untuk tujuan menstimulasikan adanya peluang usaha bagi masyarakat di sekitar lahan bekas tambang, maka suatu mekanisme kemitraan yang efektif perlu disediakan. Dalam hal ini, penelitian tentang pola kemitraan menjadi diperlukan, termasuk dalam hal bagaimana menyiapkan pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam bermitra. Penyiapan pemahaman dan kemampuan masyarakat dalam konsep mitra ini secara tidak langsung menjadi bagian penting dalam mengembangkan konsep kemitraan untuk pengembangan basis usaha ekonomi selanjutnya, baik dalam bidang kehutanan, tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan maupun ekowisata. Kebutuhan penelitian dan kajian dalam hal ini adalah bagaimana mengukur kelayakan usaha untuk masing-masing bidang usaha tersebut, perspektif minat dan kesiapan masyarakat serta perspektif finansialnya. D. Potensi Sosial Tambang Batubara Salah satu peran perusahaan tambang adalah menciptakan lapangan kerja, terutama masyarakat lokal (Yusuf, 2008). Biasanya tenaga kasar berasal dari masyarakat lokal dan tenaga ahli berasal dari luar daerah atau bahkan dari luar negeri. Tenaga kasar lebih banyak menggunakan daya fisik yang berada di lapangan dan tingkat pendidikannya rendah, misalnya operator alat berat dan sopir truk batubara, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Sedangkan tenaga ahli memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan lebih banyak bekerja di kantor dengan menggunakan tenaga pikiran mereka. 45 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Gambar 5. Proses Produksi Tambang Menggunakan Alat Berat dan Truk Tambang Batubara Lapangan pekerjaan yang tercipta dalam usaha tambang telah mampu menarik minat para pendatang dari beberapa etnis atau suku. Dalam hal ini, suatu komunitas akan terbentuk dan proses akulturasi akan berjalan. Tingkat keberhasilan proses akulturasi ini berbeda-beda, tidak jarang bahwa akulturasi gagal terjadi dan kemudian menimbulkan konflik. Penyebab kegagalan juga menjadi variatif, bisa disebabkan karena perbedaan budaya yang ekstrim, kemampuan yang berbeda dan perbedaan endapat peluang usaha yang berbeda. Dalam hal ini, potensi kajian atau penelitian yang tersedia adalah penelitian tentang sosial budaya dalam proses akulturasi dan permasalahannya, solusi konflik dan peningkatan kapasitas masyarakat. E. Potensi Sosial Reklamasi Tambang Batubara Kegiatan reklamasi tambang tidak hanya untuk memperbaiki kualitas lingkungan namun juga diharapkan dapat memperbaiki kondisi sosial masyarakat sekitar tambang. Yunianto (2010) menyebutkan bahwa dari tahun 2003-2008 terjadi penurunan hirarki di wilayah desa-desa yang terkena dampak langsung tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin Kalsel, disebabkan adanya penambahan jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan penambahan infrastruktur di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan, lokasi penambangan berada di dalam Hutan Produksi, maka kegiatan reklamasi 46 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara tambang yang diterapkan system pengelolaan hutan kemasyarakatan dengan jenis tanaman karet. Muchlis (2008) menjelaskan bahwa hasil analisis dimensi sosial budaya dari reklamasi lahan pasca tambang batubara PT KPC yang berbasis agroforestri di Kutaikartanegara menunjukkan bahwa nilai indek keberlanjutan sebesar 31.70. Nilai tersebut menurut skala indek keberlanjutan termasuk pada kategori kurang keberlanjutan. Dari hasil kuisioner menunjukkan bahwa masih terdapat potensi masyarakat yang dapat diajak bekerjasama untuk mengatasi permasalahan lahan pasca tambang yang tidak direhabilitasi, artinya nilai indek keberlanjutan tersebut masih dapat ditingkatkan. Selain lahan batubara direklamasi menjadi areal agroforestri dapat juga digunakan menjadi kawasan ekowisata berupa danau buatan. Salah satu contohnya adalah reklamasi areal bekas tambang Pit 1 di PT Arutmin. Haris (2011) menyebutkan bahwa konsep dasar perencananaan lanskap area bekas tambang Pit 1 Mangkalapi adalah menjadikan area tersebut menjadi area rekreasi yang memiliki kekhasan dengan memanfaatkan danau dan high wall bekas tambang sebagai obyek rekreasi utama dan beberapa obyek rekreasi lainnya dilengkapi fasilitas pelayanan pengunjung dengan suasana lanskap alami yang aman, nyaman dan mendukung keberlanjutan reklamasi. Perencanaan lanskap area rekreasi pada lahan pasca tambang batubara di Pit 1 Mangkalapi PT Arutmin Indonesia ini dibagi dalam tiga zona yaitu zona intensif, semi intensif dan ekstensif. Zona intensif terdiri dari ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang rekreasi utama yang terdiri dari aktivitas berperahu dan berkelotok, menikmati pemandangan (high wall, area reklamasi dan danau), jalan santai dan bermain. Zona semi intensif terdiri dari ruang rekreasi alternatif yang terdiri dari aktivitas memberi makan ikan, rekreasi minat khusus (rekreasi pendidikan tambang), berkemah dan menikmati pemandangan, serta ruang rekreasi pendukung. Sedangkan zona ekstensif merupakan ruang konservasi flora fauna. Uraian yang disampaikan menunjukkan bahwa pemilihan jenis reklamasi tambang batubara yang dilakukan harus memperhatikan unsur bentang alam lahan yang akan direklamasi dengan memperhatikan unsur sosial budaya warga sekitar. Pada areal yang memungkin dilakukan penanaman dapat dibuat dibangun agroforestri, sedangkan pada tempat yang berupa cekungan dapat dibangun ekowisata danau buatan. Dengan terbangunnya areal agrforestri atau ekowisata danau buatan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan reklamasi tambang. 47 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara F. Penutup Reklamasi lahan bekas tambang batubara membutuhkan pendekatan multidisiplin ilmu. Reklamasi lahan sebagai satu bagian langkah menjelang pentupan tambang tidak hanya memerlukan pendekatan dari aspek perbaikan lingkungan, tetapi juga menjadi penting memerlukan pendekatan dari aspek ekonomi dan sosial. Reklamasi memerlukan perencanan yang matang dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial secara komprehenif, agar pada saat penutupan tambang, kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat tidak menurun drastis atau bahkan terhenti sama sekali, yang mana World Bank (2002) dalam Trikurnianto (2009) mengistilahkan sebagai it’s not over when it”s over. Potensi dan peluang-peluang ekonomi dan penangan sosial cukup tersedia dalam konteks reklamasi. Dalam upaya menyiapkan strategi yang matang dalam proses reklamasi, peluang-peluang penelitian cukup tersedia. Peluang tersebut diantaranya legalitas penetapan tariff reklamasi dan dristribusinya, kajian tentang status dan legalitas lahan pasca penambangan, penyiapan kapasitas dan kemampuan masyarakat untuk pengembangan ekonomi pasca tambang melalui bidang usaha kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan dan ekowisata, penelitian kelayakan usaha berbasis lahan pada lahan bekas tambang, serta penelitian tentang kebijakan dalam rangka menyiapkan alternative kebijakan yang mampu mempertahankan kehidupan ekonomi dan pelayanan sosial bagi masyarakat di sekitar lahan bekas tambang. 48 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara DAFTAR PUSTAKA Arifin, HS. 2010. Lesson Learned Reklamasi Tambang Untuk (Eko)Wisata. Pusat Studi Reklamasi Tambang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. http://reklatam.ipb.ac.id/?p=221. Diakses tanggal 12 Desember 2010. Bishry, R. M. 2010. Penyusunan Neraca Sumber Daya Alam Provinsi Kaltim 2010. Makalah Seminar. Balitbangda Samarinda. Haris, M. 2011. Perencanaan Lanskap Areal Rekreasi Pada Lahan Pasca Tambang Batubara di Pit 1 Mangkalapi PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalsel. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Hasyim, A.W. 2007. Keberlanjutan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat, Tanpa Tambang Nikel (Studi di Pulau Gebe Propinsi Maluku Utara). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Karti, PDMH. 2010. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Untuk Menunjang Kegiatan Peternakan : Permasalahan Dan Solusi. Pusat Studi Reklamasi Tambang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. http://reklatam.ipb.ac.id/?p=221. Diakses tanggal 12 Desember 2010. Muchlis, S. 2008. Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang batu Bara Berbasis Agroforestry (studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur). Desertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Purwono. 2010. Reklamasi Tambang Untuk Menunjang Pengusahaan Pertanian Tanaman Pangan Dan Perkebunan. Pusat Studi Reklamasi Tambang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. http://reklatam.ipb.ac.id/?p=221. Diakses tanggal 20 Desember 2010. Siregar, I.Z, Mansur, I. dan Wilarso, SBR. 2010. Lesson Learned Revegetasi Lahan Bekas Tambang : Permasalahan dan Cara Mengatasinya. 49 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Status Riset Reklamasi Bekas Tambang Batubara Pusat Studi Reklamasi Tambang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. http://reklatam.ipb.ac.id/?p=221. Diakses tanggal 12 Desember 2010. Sulistiono, Damar, A, Zahid, Hariyadi, S., Bambang NPU. 2010. Lesson Learned Reklamasi Lahan Bekas Tambang Untuk Menunjang Kegiatan Perikanan: Permasalahan Dan Solusi. Pusat Studi Reklamasi Tambang, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. http://reklatam.ipb.ac.id/?p=221. Diakses tanggal 12 Desember 2010. Yunianto, H. 2010. Perencanaan Reklamasi Tambang Batubara Dalam Kawasan Hutan Untuk Pengembangan Wilayah Desa Lingkar Tambang (Studi Kasus PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin Kalimantan Selatan). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Yusuf, B. 2008. Arahan Strategi Kebijakan Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Nikel pada Lahan Konsesi PT. Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel Daerah Operasi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Timur Propinsi Maluku Utara. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 50 Sosial Ekonomi Reklamasi Tambang Batubara Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. Wahab Syahranie No. 68 Sempaja Samarinda Telp. +62‐541‐206364; Fax. +62‐541‐742298 Email : admin@diptero.or.id Website : http://www.diptero.or.id View publication stats