Sejarah Filsafat Islam Bag. 2 Oleh : Mansur PENDAHULUAN Rumusan Masalah 1. Bagaimana Perkembangan Filsafat Islam di Barat 2. Asas Filsafat Islam 3. Objek Pembahasan Filsafat dan Tujuan Pengakajiannya 4. Metode apa yang digunakan para Filosof Islam 5. Bagaimana Hasil Pembahasan Filsafat Latar Belakang • Islam bukan hanya agama yang mengatur Syariah dan Aqidah, lebih luas daripada itu Islam agama Tsaqofah wa alhadharah, yang puncaknya adalah tamaddun/berperadaban. • Uegene A. Myers dalam pendahuluan bukunya Arabic Thought and the Western World in the Golden Age of Islam (Zaman Keemasan Islam Para Ilmuan Muslim dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Barat) Islam hanya memerlukan waktu 100 tahun untuk dapat menguasai sebuah empire yang terbentang dari Teluk Biscay hingga Indus dan percabangan Cina serta laut Aral hingga muara terakhir dari sungai Nil. • • Tapi bukan hal itu yang menjadi titik bahasan lebih kepada bagaimana Peradaban Barat yang mengalami kemunduran dan sejak akhir abad ke-9 hingga abad ke-12, pengaruh Islam dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Barat sangatlah luar biasa. Periode 750-1400 M telah memunculkan para ilmuan-ilmuan terkemuka dalam sepanjang sejarah. Periode ini merupakan era pencerahan (Enlightenment) bagi dunia sebelum adanya Renassance. PEMBAHASAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ISLAM DI BARAT • Perkembangan Islam di Barat tidak terlepas dari sejarah pemerintahan Islam di Andalusia yang didirikan oleh abd al-Rahman al-Dakhil (w. 270 H/887 M) setelah melarikan diri kesana pada tahun 138 H/755 M. • Abd al-Rahman bin al-Hakam I (w. 239 H/856 M), pengganti al-Dakhil yang keempat, menurut laporan al-Suyuthi, merupakan orang yang pertama kali membawa masuk filsafat ke Andalusia, Atas inisiatif alHakam II (al-Muntasir) (359-392 H/976-1009 M) karya-karya filsafat dalam jumlah besar dibawa masuk dari Timur ke Barat, • sehingga Cordoba dengan perpustakaan dan Universitasnya yang sangat besar mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat kajian sains di Dunia Islam. • Ibn Bajah (478-503 H/1099-1124 M) dapat disebut sebagai tokoh sentral filsafat di Barat, yang benar-benar merintis kajian Filsafat secara sistematik, Beliau adalah seorang sarjana muslim di Barat yang hidup sezaman dengan al-Ghazali (w.505 H/1126 M). Kesimpulan ini berdasarkan keterangan Ibn Thufayl (w.581 H/1185 M) dalam pengantar risalah : Hayyi bin Yaqzan, yang menyatakan bahwa di Andalusia belum pernah ada orang yang berpengetahuan lebih mendalam, sahih dan jujur dari segi periwayatannya dalam bidang filsafat selain Abu Bakar bin al-Sai’gh (Ibn Bajah). • Filsafat Ibn Bajjah lebih banyak dipengarui unsur Platonisme dibanding Aristotelenisme, hal ini bisa dilihat dari beberapa karnyanya yang lebih mendukung pendangan Plato dibanding pandangan Aristotles, seperti gagasan mengenai al-Madinah al-Kamilah (kota Sempurna) yang hampar mirip dengan al-Madinah al-Fadilah (kota Unggul) karya al-Farabi, yang mana pembahasan ini sudah pernah dibahas oleh Plato dalam Republic, khusunya mengenai negara ideal dengan rajanya yang bijaksana (the philosopher king) • Setelah Ibn Bajjah, filosuf muslim yang kedua adalah Ibn Tufayl, beliau dilahirkan di wilayah Granada sekitar tahun 506 H/1123 M, dengan nama Abu Bakar Muhammad bin Abd al-Malik bin Tufayl. Beliau mengabdikan diri sebagai dokter istana zaman Abu Ya’qub Yusuf al-Mansur II (546-567 H/1163-1184 M). Karyanya yang masih ada hingga sekarang adalah Hayy bin Yaqzan fi Asrar al-Hikmah al-Masyriqiyyah, yang merupakan ulasan dari karya Ibn Sina • Setelah itu lahir Ibn Rusyd pada tahun 520 H/1137 M, atau 15 tahun setelah wafatnya al-Ghazali. tokoh yang kemudian dibantahnya dalam :Tahafut al-Tahafud. Lahir di Cordoba dengan nama Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, yang bergelar Abu al-Walid, beliau seorang ahli filosuf dan ahli fiqih bermadzhab Maliki. Karyakaryanya dapat diklasifikasikan menjadi empat, tafsir dan komentar, ringkasan, koleksi serta karya asli. • Disamping itu Ibn Rusyd juga menulis buku yang bertujuan untuk mengkompromikan antara agama dan filsafat, yaitu Fasl al-Maqal Fima Baina al-Syari’ah wa alHikmah min al-Ittishal, yang secara mati-matian berusaha mempertahankan kedudukan filsafat, dan hubungannya dengan syariat • Ibn Rusyd juga membantah bantahan Al-Ghazali mengenai ma’ad (hari kembali di akhirat), yang menurutnya filosuf yang boleh dikafirkan adalah filosof yang mengingkari eksistensi ma’ad, bukan sifatnya, baik berbentuk fisik maupun tidak, menurutnya jika eksistensinya tetap diakui da diyakini, sedangkan sifatnya ditakwilkan, baginya tidak ada masalah. Sebab, eksistensi masih diyakini. beliau tetap mempertahankan pendapat fisosuf sebelumnya bahwa yang mendapatkan azab dan nikmat di akhirat adalah jiwa manusia, bukan jasadnya • َ • َو (78( ي َر ِمي ٌم ِ َب لَنَا َمث َ اًل َون َ ض َر َ ي َخ ْلقَهُ ۖ قَا َل َمن يُحْ ِيي ا ْل ِع َظا َم َو ِه َ س (79) ق َع ِليم ٍ • قُ ْل يُ ْح ِيي َها الَّذِي أَنشَأَهَا أ َ َّو َل َم َّرةٍ ۖ َو ُه َو ِب ُك ِل خ َْل • Artinya : Dan ia pula lupakan keadaan Kami menciptakannya sambil ia bertanya “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-tulang yang telah hancur seperti debu? “Katakanlah (Muhammad):”Tulang-tulang yang hancur itu akan dihidupkan oleh Tuhan yang telah menciptakannya pada awal mula wujudnya; dan Ia Maha Mengetahui akan segala keadaan makhluk-makhluk (yang diciptakannya) (Surat Yasin, 36:78-79) • Ayat ini jelas membuktikan kebangkitan manusia di akhirat secara fisik, bukan hanya jiwanya saja. Ketika tulang-tulang yang menjadi bagian dari tubuh yang berserakan itu dikembalikan oleh Allah seperti sedia kala. • Beliau meninggal pada tahun 600 H/1217 M, dan dikenang sebagai komentator agung filsafat Yunani, khususnya karya Aristoteles. Kesimpulan Penulis • Kesimpulan penulis kebangkitan keilmuan dalam suatu negeri tidak bisa terlepas dari peran dan konsentrasi pemerintah dalam mengembangkannya, baik dari sisi penelitian maupun sarananya. • Dalam dunia keilmuan (penelitian, pemahaman konsep dan aktualisasinya) perbedaan pemahaman adalah satu keniscayaan. • Hal ini bisa menjadi inspirasi buat kita, Lewat karya Ilmiah al-Ghozali maupun Ibn Rusyd menuangkan sanggahannya lewat karya tulisan • Memperkaya khazanah keilmuan ASAL FILSAFAT • Ibn Sina: hikmah menurut Ibn Sina merupakan hasil berfikir (shina’ah al-nazr) • Harun Nasution : intisari dari falsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat) pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalamdalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. • Filsafat Agama mengandung arti membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis, dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran-ajaran Agama, atau sekurang-kurangnya menjelaskan bahwa yang diajarkan agama tidaklah mustahil atau bertentangan dengan ag KESIMPULAN Asas filsafat adalah akal, Sebab hikmah yang ingin diraih dalam berfilsafat adalah kongklusi akal, kesimpulan ini juga dapat dibuktikan dari pemikiran al-Farabi mengenai rasionalitas pemikiran filsafat juga dari pendirian Ibnu Rusyd mengenai perlunya menakwilkan makna nash syara’ yang secara eksplisit kontradiksi dengan akal. PENGETAHUAN ? • Pengetahuan pada hakikatnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahuai sesuatu itu; dengan kata lain menyusun gambaran dalam akal tentang fakta yang ada diluar akal. Persoalannya disini apakah gambaran itu sesuai dengan fakta atau kenyataan atau tidak? Apakah gambaran itu benar? Atau apakah gambaran itu dekat kepada kebenaran atau jauh dari kebenaran (Harun Nasution) Menurut Ibn Sina • Roh manusia (al-nasf al-natiqah, )النفس الناطقة mempunyai dua daya, praktis (‘amilah, )عاملة dan teoritis (‘alimah, نظرية,)عالمة. • Daya praktis hubungannya dengan badan, • Daya teoritis dengan hal-hal yang abstrak. Daya teoritis mempunyai 4 tingkatan: 1. Akal material (al-‘aql al-hayulani, ) العقل الهيوالنيyang semata-mata mempunyai potensi absolut untuk berfikir secara abstrak; 2. Akal malakah (al-‘aql bi al-malakah, ) العقل بالملكةyang telah mulai dilatih untuk berfikir secara abstrak; 3. Akal actual (al-‘aql bi al-fi’l, ) العقل بالفعلyang telah dapat berfikir secara abstrak; 4. Akal perolehan (al-‘aql al-mustafad, ) العقل المستفادyang telah dapat berfikir secara abstrak tanda daya upaya. Akal ini telah terlatih begitu rupa sehingga hal-hal yang abstrak selamanya terdapat didalamnya. Dan akal inilah yang dapat memperoleh pancaran ilmu pengetahuan yang berasal dari Akal Aktif (al-‘aql al-fa’al, )العقل الفعال. Akal aktif ini disebut juga roh setia (al-ruh al-amin, الروح )األمينdan roh suci (ruh al-quds, )روح القدس SIFAT MANUSIA ْ يرا ِمنَ ْال ِج ِن َو نس ۖ لَ ُه ْم قُلُوب َّال يَ ْفقَ ُهونَ ِب َها َولَ ُه ْم ِ اْل ً • َولَقَ ْد َذ َرأْنَا ِل َج َهنَّ َم َك ِث ِ ْص ُرونَ ِب َها َولَ ُه ْم آ َذان َّال يَ ْس َمعُونَ ِب َها ۚ أُو َٰلَئِ َك َك ْاأل َ ْنعَ ِام بَ ْل ُه ْم أ َ ْعيُن َّال يُب ِ (al-a’raf 179( َض ُّل ۚ أُو َٰلَ ِئ َك ُه ُم ْالغَا ِفلُون َ َأ • Sifat seseorang bergantung pada roh mana dari ketiga macam roh mana dari ketiga macam roh, tumbuhtumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya. Jika roh tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berpengaruh pada dirinya, maka orang itu dekat menyerupai binatang. Tetapi jika roh manusia yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaikat dan dekat pada kesempurnaan Akal menurut Alquran • Sebagai perbandingan penulis menghadirkan pandangan mufassir tentang definisi Akal, dengan mengutip pendapatnya M. Quraish Shihab dalam bukunya Dia di mana-mana, yang menjelaskan definisi akal sebagai berikut “akal adalah utusan kebenaran, ia adalah kenderaan pengetahuan, serta pohon yang membuahkan istiqamah dan konsistensi dalam kebenaran, oleh sebab itu manusia baru menjadi manusia jika ada akalnya. akal bukan hanya sekedar daya berfikir, tetapi gabungan dari sekian daya dalam diri manusia, yang menghalanginya terjerumus dalam dosa dan kesalahan, Karena itulah dinamai dalam alQuran Aql yang secara harfiah berarti tali yang mengikat manusia dan menghalanginya terjerumus dalam dosa, pelanggaran dan kesalahan. Ayat al-Quran ,• وقالوا لو كنا نسمع أو نعقل ما كنا فى أصحاب السعير فاعترفوا بذنبهم فسحقا ألصحاب السعير • Artinya : Dan mereka berkata sekiranya kami mendengarkan guna menarik pelajaran atau berakal yakni memiliki potensi yang dapat menghalangi kami terjerumus dalam dosa, niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. Demikianlah dengan ucapan itu mereka mengakui secara sungguh-sunggu dosa mereka pada saat tidak lagi berguna pengakuan dan penyesakan, maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyalanyala (QS. al-Mulk [67] Objek Pembahasan Filsafat • Menurut al-Farabi objek pembahasan filsafat adalah al-maqulat (pernyatan-pernyataan, yang berisi bahan (matter) secara mutlak. tanpa disebutkan mana yang pertama dan mana yang tidak, serta mana yang daruri dan tidak. • Menurut Ibn Sina objek pembahasan filsafat, berdasarkan pembagian hikmah beliau, seperti berikut : Hikmah Teoritis : 3 bidang: • Perkara yang batasan dan eksistensinya berkaitan dengan bahan-bahan yang mempunyai jisim dan gerak, seperti jism binatang, empat unsur (air, udara, api dan tanah) bentukan dari kempat unsur serta keadaan khas yang dihasilkannya, seperti gerak dan diam, pembentukan dan perusakan, perubahan dan kemustahilan, kebangkitan, kekuatan dan mekanisme, yang dari semua tadi menghasilkan ini, serta apa yang menyerupainya. Semuanya ini dikaji dalam ilmu fisika. • Perkara yang eksistensinya berkaitan dengan bahan dan gerak, sedangkan batasannya tidak berkaitan dengan keduanya, seperti segi empat dan lingkaran, juga seperti bilangan dan perbagai cirinya. Semuanya dikaji dalam matematika. • Perkara yang eksistensi dan batasannya tidak memerlukan bahan dan gerak, baik berbentuk zat, seperti zat Tuhan, atau sifat-sifat, seperti satu dan berbilang sebab dan akibat, bagian yang keseluruhan, sempurna dan kurang maupun yang lain. Semuanya ini dikaji dalam bidang metafisika. Hikmah Praktis 3 bidang • Perkara yang digunakan untuk mengetahui bagaimana seharusnya akhlak dan perbuatan manusia sehingga hidupnya di dunia dan di akhirat dapat menjadi bahagia. • Perkara yang digunakan untuk mengetahui bagaimana seharusnya pengaturan rumah; antara diri seseorang denga istri, anak dan budaknya, sehingga keadaannya teratur dan mampu membawa kebahagiaan. • Perkara yang digunakan untuk mengetahui ragam politik, kepemimpinan, organisasi politik yang unggul dan rendah, serta bagaimana cara masing-masing diwujudkan, juga mengenai sebab-sebab kemusnahannya; kadangkala berkaitan dengan pemerintah, kenabian dan syariat Tujuan Pengkajian Filsafat Islam • Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian kefilsafatan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan yang abadi di akhirat, kebahagiaan tersebut dapat diraih dengan hikmah, yaitu dengan mengetahui kebenaran (‘ilm alhaq) ataupun melaksanakan kebaikan (‘amila al-khayr) atau yang bisa disebut teoritis dan praktis. Hikmah itu sendiri menurut Ibn Sina hasil berfikir dan kajian (sina’ah al-nazr • Masih menurut Ibn Sina tujuan yang ingin diraih dalam filsafat teoritis adalah memperoleh keyakinan mengenai kondisi wujud, yang eksistensinya tidak berkaitan dengan perbuatan manusia, melainkan untuk memperoleh pandangan teoritis semata, seperti teologi. Sedangkan tujuan filsafat praktis bukan untuk memperoleh keyakiyan mengenai wujud melainkan aplikasi teori, agar dapat menemukan mana yang baik, jadi, filsafat praktis bukan untuk memperoleh pandangan teoritis semata, sebaliknya memperoleh pandangan teoritis untuk diaplikasikan, karena itu tujuan filsafat teoritis adalah kebenaran (al-Haq), sdangkan filsafat praktis adalah kebaikan (al-Khyr) Metode Filsafat Islam • Sebagaimana difahami sebelumnya bahwa tujuan dari filsafat adalah untuk memperoleh hikmah, yang mana menurut Ibn Sina hikmah merupakan hasil berfikir (sina’ah al-Nazr), dank arena hikmah ini merupakan pengetahuan, dimana dalam pendangan pengetahuan fisosof muslim, ia tidak terlepas dari dua kemungkinan: tashawwur (gambaran) dan tashdiq (pembenaran) dari sini dapat disimpulkan bahwa metode filsafat Islam adalah Mantiqiyyah (logika-silogisme) • Istiqro’ (induksi) adalah metode menarik suatu kesimpulan atau hukum yang diawali dari bagian khusus untuk dijadikan sebagai alat menarik kesimpulan atau hukum yang secara umum (menyeluruh) berlaku bagi semua bagian-bagian khusus tersebut. • Contoh Aristoteles adalah manusia, setiap manusia pasti pernah salah, maka Aristoteles pasti pernah salah. • Pembagian dalam Istiqro’ ada dua, yaitu Istiqro’ Tam dan Istiqro’ Naqish. Istiqro’ Tam • Tamm (sempurna): Ialah metode berfikir induktif yang diawali dengan hal-hal yang khusus untuk menentukan suatu status hukum secara umum dan dalam relitasnya, hukum umum tersebut berlaku bagi hukum-hukum yang sejenis. • Misalnya: Manusia adalah hewan dan pasti akan mati; singa juga hewan dan ia pasti akan mati; kelinci juga hewan, dan ia pasti akan mati; jadi semua hewan pasti akan mati Istiqro’ Nasqish • Naqis (tidak sempurna) Adalah metode berfikir induktif yang dimulai dengan hal-hal yang umum untuk menetukan status hukum secara umum, tetapi nilai kebenaran natijahnya relatif meyakinkan. Tingkatannya hanya sampai dhonniyyah saja. • Misalnya: Perak jika dipanaskan, akan memuai, Besi jika dipanaskan, akan memuai, Emas jika dipanaskan, akan memuai, Tembaga jika dipanaskan, akan memuai, Timah jika dipanaskan, akan memuai, Jadi: Semua benda padat jika dipanaskan, akan memuai. Qiyas ‘aqliy (Inggris: analogical reasoning) • Bentuk pengambilan kesimpulan dengan membandingkan persamaan antara yang belum diketahui dengan yang telah diketahui, dan selanjutnya menarik kesimpulan darinya. Menurut al-Farabi, qiyas yang menghasilkan keyakiyan tersebut disebut burhan, • Ibn Rusyd telah menyebut minimal ada empat : al-Qiyas al-Burhani, al-Qiyas al-Jadali, alQiyas al-Khitabi dan al-Qiyas al-Mughalati. al-Qiyas Burhani (analogi demostratif): • Analogi yang menentukan keabsahan kesimpulan berfikir berdasarkan premispremis yang benar atau diterima, yang seakan-akan benar • Misalnya: Setiap manusia akan mati, maka Socrates akan mati, al-Farabi akan mati • Misalnya: Alam adalah seluruh eksistensi selain Allah, dan selain eksistensi yang ada adalah baru, maka alam adalah baru al-Qiyas al-Jadali (analogi dialektika) • Analogi yang disusun berdasarkan premispremis yang popular. • Misalnya: Kezaliman adalah tindakan tercela, dan tindakan tercela adalah bentuk tindakan kriminalitas al-Qiyas al-Khitabi (analogi retorika): • Analogi yang premis-premisnya bersifat spekulasi atau dapat diterima, yang berasal dari seseorang yang boleh dipercaya, seperti pemimpin ulama dan sebagainya. Misalnya film porno membahayakan khalayak ramai, dan apa yang membahayakan khalayak ramai wajib diberantas, maka film porno wajib diberantas. al-Qiyas al-Mughalati (analogi falasi): • Analogi yang disusun dengan susunan premispremis yang manipulative dan menyesatkan. • Misalnya Islam tidak mengajarkan sekularisasi, sekularisasi juga bukan praktek Islam, maka orang Islam tidak layak dicap sekular. Ta’wil (penakwilan) : • Ta’wil (penakwilan) : Bentuk pengambilan kongklusi dengan cara mengeluarkan indikasi lafaz (dalala al-lafz) dari bentuk pemaknaannya yang hakiki kepada bentuk kiasan (almajazi). • Dengan cara ini indikasi lafaz tersebut tetap tidak terlepas dari tradisi kebahasaaraban, seperti menyebut sesuatu dengan padanan, sebab, akibat atau yang lain. Menurut Ibn Rusyd, jika kesimpulan syara’ secara eksplisit kontradiksi dengan kongklusi logic, maka kesimpulan syara’ harus ditakwilkan mengikuti makna implisitnya (batin). • Contoh kesimpulan ayat al-Quran yang secara eksplisit menyatakan , bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, dimana singgasana-Nya berada diatas air. Ayat ini dengan jelas menunjukkan, bahwa Allah adalah pencipta, Tetapi, oleh Ibn Rusyd ayat tersebut ditakwilkan dengan menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi dalam keadaan kosong sama sekali (ma’a al-adam al-mahd). • Hanya saja, metode yang terakhir ini hanya digunakan oleh filosuf muslim, seperti pendahulunya Ibn Rusyd, misalnya Ibn Sina ketika mentakwilkan Allah adalah cahaya langit dan bumi, dengan takwilan bahwa Allah adalah kebaikan dengan itu sendiri, dan Dia menjadi sumber dari segala kebaikan Hasil Pembahasan Filsafat • Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, murid Ibn Taymiyyah, dengan tegas menolak aggapan bahwa konglusi filsafat merupakan pemikiran. Sebaliknya ia hanyalah fantasi para filosof. • Bahkan, sikap yang lebih drastis ditunjukkan oleh Ibn Khaldun, yang menganggap kongklusi kefilsafatan tersebut sebagai kesimpulan yang batil, karena: • Para filosof, secara umum telah menyandarkan seluruh eksistensi kepada akal, yang dengan jelas adalah batil. Sebab, wilayah eksistensi tersebut lebih luas dibanding dengan kapasitas akal itu sendiri. • Untuk menguatkan kesimpulan diatas, menurut al-Ghazali, kekacauan mantiq bisa terjadi karena faktor premis, mungkin karena tidak memenuhi syarat, atau karena faktor dan sistemnya, misalnya: Premis mayor: seluruh makhluk hidup diciptakan berpasang-pasangan. Premis minor: malaikat adalah makhluk hidup Kongklusi: malaikat diciptakan berpasang-panganan (terdiri dari lakilaki dan perempuan) • Susunan premis seperti ini jelas menimbulkan pertanyaan. Sebab objek premis yang kedua adalah objek metafisika. Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin malaikat dapat disusun dalam susunan makhluk hidup yang nampak, sehingga dapat dibuktikan bahwa malaikat juga berpasang-pasangan sama seperti makhluk hidup yang lain? ini jelas merupakan fantasi, yang berangkat dari aksiden yang sama, dimana kedudukan malaikat sama-sama sebagai makhluk hidup yang diciptakan Allah. Kesimpulan al-Ghazali • al-Ghazali berkesimpulan, bahwa kongklusi filsafat Islam tersebut harus dibedakan menjadi tiga: Pertama: bagian yang wajib dikafirkan Kedua: bagian yang wajib dibid’ahkan Ketiga: bagian yang pada asalnya tidak perlu dinafikan. • Ketiga-tiga bagian ini kemudian beliau uraikan menjadi ilmu matematika, ilmu logika, ilmu fisika, ilmu matematika, ilmu politik dan ilmu akhlak وهللا أعلم بالصواب Tugas kita sebagai ulu al-albab, adalah bersungguh-sunguh dalam mencari/menemukan kebenaran. Kebenaran yang hakiki hanya milik Allah SWT, sebagai kebenaran muthlak