SHOCK SEPSIS DISUSUN OLEH : Dinda Risky Alifya Dwi Utari Oktvia Pramesti Erlisa santria Imang Budiati Jenny Samudra Devi Mega Surya Muhsonatul Khasifah M. Randi Wijaya Rizka Rhasmi Aprilia Vidya Tyagita Utami PEMBIMBING : EMIARTI, AM. KEP KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG PRODI D-IV KEPERAWATAN 2019 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan maklah GADAR yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Syok Sepsis” tepat waktu. Dalam tugas ini kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT. Hingga terselesainya makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan dorongan dari semua pihak Kami ucapkan terima kasih kepada : 1) Ibu dr. Hj Rusmini M.Kes Selaku Direktur RSUD Kota Prabumulih 2) Ibu Hj. Risma Sumarni, SKM.Msi Selaku k.a Diklat RSUD Kota Prabumulih 3) Bapak Ns. Adi Kuanto, S.Kep.Msi Selaku Tutor Pembimbing 4) Ibu Yolanda Trihastuti S.Kep.Msi Selaku Kabid Diklat RSUD Kota Prabumulih 5) Ibu Emiarti Am.Kep Selaku Pembimbing Ruangan Intersive Care Unit RSUD Kota Prabumulih 6) Teman-teman sekalian yang berpatisipasi dalam menyelesaikan makalah ini Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun demi penyelesaikan makalah ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................2 DAFTAR ISI..................................................................................................3 BAB I.............................................................................................................4 BAB II...........................................................................................................8 BAB III.........................................................................................................21 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Shock sepsis adalah suatu sindroma klinik dimana akhir-akhir ini sangat populer. Kondisi ini umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari penyakit yang sudah ada pada pasien tersebut. Shock sepsis mempunyai angka mortalitas yang tinggi yaitu antara 40-90% (Bone, 1987). Sepsis sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirhosis hati, diabetes, payah ginjal, pasen tirah baring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasen yang memakai kateter dan nasogastric tube. Infeksi nasokomial ini adalah penyebab tingginya kejadian sepsis. Menurut Petersdorf (1991) dari seluruh pasen yang dirawat di RS 5% diantaranya terkena infeksi. Infeksi nasokomial yang sering ditemukan adalah saluran kemih (40%), infeksi luka operasi (25%), infeksi saluran nafas (15%). Penyebab tersering dari shock sepsis ini adalah infeksi gram negatif 30-80%, infeksi gram positif 6-24%, sedangkan penyebab lain adalah virus dan jamur (Glauser, 1991). Infeksi gram negatif biasanya berasal dari infeksi traktus urinarius, traktus biliaris, traktus digestivus, dari paru dan dapat juga dari infeksi kulit, tulang dan sendi tapi kurang sering. Sepsis akibat bakteri gram positif biasanya berasal dari infeksi kulit, traktus respiratorius, dapat juga berasal dari abses metastase. Sepsis karena jamur oportunistik sering terdapat pada pasen yang mendapatkan pengobatan imunosupresan dan pasen pasca operasi (Root, 1991). Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dlambeberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati,alkoholismus,leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis danimunosupresan, nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS shock sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU. Pada Tabel-1 dapat dilihat tingginya angka infeksi akibat gram negatif, gram positif, jamur yang mana masing-masing peneliti mendapatkan angka yang berbeda. Tabel-1: Tipe organisme yang didapat dan angka mortalitas pada sepsis dan shock sepsis. Tipe Bone J Gram negatif 30% Gram positif 15% Mixed/fungi 1% Tak diketahui 53% (dikutip dari Glauser, 1991) M 36% 29% 100% 28% Penelitian Ispani J M 60% 24% 16% ---- 49% 89% 75% ---- Calandra J M 80% 6% 4% 10% 55% 40% 50% 11% Keterangan: J = Jumlah ; M = Mortalita Bone data mengenai sindroma sepsis , Ispani dan Calandra = shock sepsis4 Antara tahun 2014 hingga tahun 2016, terdapat dua kejadian penting dalam hal diagnosis dan tatalaksana penyakit sepsis. Pada kelompok tatalaksana ada tiga penelitian multisenter yang penting yaitu: Protocolized Care for Early Septic Shock (ProCESS) trial di-lakukan di Amerika Serikat, Australasian Resuscitation in Sepsis Evaluation (ARISE) trial di Australia, dan Protocolised Management in Sepsis trial (ProM!Se) di lnggris. Ketiga penelitian multisenter tersebut memberikan hasil kesimpulan yang sama yartu: pertama. implementasi resusitasi cairan menurut penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi sepsis Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC) ; takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan darah, tapi sepsis tidak hanya terbatas pada dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ. Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ, hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri > 100 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg. 2.2 Epidemiologi sepsis Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Sekitar 80% kasus sepsis berat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 1990-an terjadi setelah pasien masuk untuk penyebab yang tidak terkait. Kejadian sepsis meningkat hampir empat kali lipat dari tahun 1979-2000, menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 penduduk) sepsis atau syok septik per tahun di Amerika Serikat. Dari tahun 1999 sampai 2005 ada 16.948.482 kematian di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari semua kematian). Sebagian besar kematian terkait sepsis terjadi di rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6% dari ini adalah pasien rawat inap tersebut. 2.3 Etiologi sepsis Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi. Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur. Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis. Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu: 1) Infeksi paru-paru (pneumonia) 2) Flu (influenza) 3) Appendiksitis 4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis) 5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius) 6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit 7) Infeksi pasca operasi 8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi. 2.4 Patofisiologi Sepsis Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal bersamaan dari sistem imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti inflamasi selular, serta penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi.15 2.4.1 Kaskade inflamasi (Inflammatory cascade) Bakteri merupakan patogen yang sering dikaitkan dengan perkembangan sepsis. Patofisiologi sepsis dapat dimulai oleh komponen membran luar organisme gram negatif (misalnya, lipopolisakarida, lipid A, endotoksin) atau organisme gram positif (misalnya, asam lipoteichoic, peptidoglikan), serta jamur, virus, dan komponen parasit. Gambar 1. Gambaran klinis Umumnya, respons imun terhadap infeksi mengoptimalkan kemampuan sel-sel imun (eutrophil, limfosit, dan makrofag) untuk meninggalkan sirkulasi dan memasuki tempat infeksi. Signal oleh mediator ini terjadi melalui sebuah reseptor trans-membran yang dikenal sebagai Toll-like receptors. Dalam monosit, nuclear factor-kB (NF-kB) diaktifkan, yang mengarah pada produksi sitokin pro-inflamasi, tumor necrosis factor α (TNF-α), dan interleukin 1 (IL-1). TNF-α dan IL-1 memacu produksi toxic downstream mediators, termasuk prostaglandin, leukotrien, platelet-activating factor, dan fosfolipase A2. Mediator ini merusak lapisan endotel, yang menyebabkan peningkatan kebocoran kapiler. Selain itu, sitokin ini menyebabkan produksi molekul adhesi sel endotel dan neutrofil. Interaksi endotel neutrofilik menyebabkan cedera endotel lebih lanjut melalui pelepasan komponen neutrofil. Akhirnya, neutrofil teraktivasi melepaskan oksida nitrat (NO), vasodilator kuat. Dengan demikian memungkinkan neutrofil dan cairan mengalami ekstravasasi ke dalam ruang ekstravaskular yang terinfeksi.yang mengarah ke syok septik. Oksida nitrat dapat mengganggu adhesi leukosit, agregasi trombosit, dan mikrotrombosis, serta permeabilitas mikrovaskular. Peningkatan NO tampaknya memberikan manfaat dalam arti meningkatkan aliran di tingkat mikrosirkulasi, meskipun tentu saja vasodilatasi di tingkat makrosirkulasi merupakan penyebab hipotensi yang membahayakan dan refrakter yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ dan kematian. 2.5 Tahapan perkembangan sepsis Sepsis berkembang dalam tiga tahap: 1. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit. 2. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati. 3. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun ke tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok septik dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian. 2.6 Faktor risiko 2.6.1 Usia Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik dibandingkan usia tua.19 Orang kulit hitam memiliki kemungkinan peningkatan kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang Indian Amerika / Alaska Pribumi. Sehubungan dengan kulit putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa dan tua usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih untuk meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan sepsis di semua kelompok umur. Gambar 2. Angka kematian akibat sepsis berdasarkan umur pada ras tertentu. 2.6.2 Jenis kelamin Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua kelompok ras / etnis. Laki-laki 27% lebih mungkin untuk mengalami kematian terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar, sedangkan untuk laki-laki Amerika Indian / Alaska Pribumi kemungkinan mengalami kematian berhubungan dengan sepsis hanya 7%. 2.6.3 Ras Tingkat mortalitas terkait sepsis tertinggi di antara orang kulit hitam dan terendah di antara orang Asia. 2.6.4 Penyakit komorbid Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi kekebalan tubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV, penyalahgunaan alkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat. A, distribution of chronic comorbid medical conditions in sepsis patients according to race. B, distribution of chronic comorbid medical conditions in sepsis patients according to gender. COPD, chronic obstructive pulmonary disease; ESRD, end-stage renal disease; EtOH, chronic alcohol abuse; HIV, human immunodeficiency virus. Gambar 3. Distribusi penyakit komorbid berdasarkan ras dan jenis kelamin 2.6.5 Genetik Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan bahwa polimorfisme umum dalam gen untuk lipopolysaccharide binding protein (LBP) dalam kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan peningkatan risiko untuk pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mendukung peran imunomodulator penting dari LBP di sepsis Gram-negatif dan menunjukkan bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang tidak menguntungkan untuk infeksi Gram-negatif. 2.6.6 Terapi kortikosteroid Pasien yang menerima steroid kronis memiliki peningkatan kerentanan terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling umum, penggunaan steroid kronis meningkatkan risiko infeksi dengan patogen intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan sepsis.23,24 2.6.7 Kemoterapi Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak dapat membedakan antara sel- sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima kemoterapi beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat. Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker neutropenia. 2.6.8 Obesitas Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et al. didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara independen terkait dengan kejadian sepsis di masa depan. Lingkar pinggang adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI. Namun pada penelitian Kuperman EF, et al diketahui bahwa obesitas bersifat protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat protektif ini berhubungan dengan adanya komorbiditas resistensi insulin dan diabetes. 2.7 Pathways 2.8 Manifestasi klinis Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses infeksi yang ditandai dengan bakteremia selanjutnya berkembang menjadi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok sepsis dan berakhir pada multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”, dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah jantung) atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin” dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pada pasien dengan manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan terapi dapat dimulai secara dini. Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya kemungkinan adalah kurangnya beberapa gambaran yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering ditemukan dengan manifestasi hipotermia dibandingkan dengan hipertermia, leukopenia dibandingkan leukositosis, dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang dialaminya (seperti pada pasien tua yang mendapatkan beta blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini kemungkinan menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang lain (seperti pada bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia yang ekstrim, setiap keluhan sistemik yang nonspesifik dapat mengarahkan adanya sepsis, dan memberikan pertimbangan sekurangkurangnya pemeriksaan skrining awal untuk infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis. Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas sepenuhnya selama beresiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum setelah menerima kemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap infeksi dapat menjadi serius dengan cepat. Menurut Penack O, et al., sepsis merupakan penyebab utama kematian pada pasien kanker neutropenia. 2.9 Diagnosis Diagnosis syok septik meliputi diagnosis klinis syok dengan konfirmasi mikrobiologi etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau apus gram dari buffy coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme. Spesimen darah, urin, dan cairan serebrospinal sebagaimana eksudat lain, abses dan lesi kulit yang terlihat harus dikultur dan dilakukan pemeriksaan apus untuk menentukan organisme. Pemeriksaan hitung sel darah, hitung trombosit, waktu protrombin dan tromboplastin parsial, kadar fibrinogen serta D-dimer, analisis gas darah, profil ginjal dan hati, serta kalsium ion harus dilakukan. Anak yang menderita harus dirawat di ruang rawat intensif yang mampu melakukan pemantauan secara intensif serta kontinu diukur tekanan vena sentral, tekanan darah, dan cardiac output. Tanda-tanda klinis yang dapat menyebabkan dokter untuk mempertimbangkan sepsis dalam diagnosis diferensial, yaitu demam atau hipotermia, takikardi yang tidak jelas, takipnea yang tidak jelas, tanda- tanda vasodilatasi perifer, shock dan perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan. Pengukuran hemodinamik yang menunjukkan syok septik, yaitu curah jantung meningkat, dengan resistensi vaskuler sistemik yang rendah. Abnormalitas hitung darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan, dan reaktan fase akut mungkin mengindikasikan sepsis. 2.10 Laboratorium Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi. 2.11 Tes laboratorium Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia, pemanjangan waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2, serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi. 2.10 Surviving sepsis campaign care bundles Berikut adalah tata cara pengelolaan pasien secara terstruktur menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock 2012 : Gambar 4. Tata cara pengelolaan pasien 2.12 Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed therapy) Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri. Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan darah yang standar. Tujuan fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai berikut: 1. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg 2. Tekanan arterial rata-rata (MAP) ≥65mmHg 3. Saturasi oksigen vena sentral (SavO2) ≥70% 4. Urine output ≥0,5ml/kg/jam (menggunakan transfusi, agen inotropik, dan oksigen tambahan dengan atau tanpa ventilasi mekanik). 2.13 Tiga kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis 1) Terapi cairan Karena syok septik disertai demam, vasodilatasi, dan diffuse capillary leakage, preload menjadi inadekuat sehingga terapi cairan merupakn tindakan utama. 2) Terapi vasopressor Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan organ perfusion adekuat). Vasopressor potensial: nor epinephrine, dopamine, epinephrine, phenylephrine. 3) Terapi inotropik Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien syok septik mengalami hiperdinamik, tetapi kontraktilitas miokardium yang dinilai dari ejection fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien mengalami penurunan cardiac output, sehingga diperlukan inotropic: dobutamine, dopamine, dan epinephrine.32 2.14 Komplikasi Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang mungkin terjadi meliputi: 1) Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan selanjutnya ventilasi mekanik mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan. 2) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk. 3) Gagal jantung Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan. 4) Gangguan fungsi hati Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama. 5) Gagal ginjal Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan. 6) Sindroma disfungsi multiorgan Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk mempertahankan homeostasis. Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat. Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN Tujuan : Untuk memahami secara menyeluruh terhadap respon mediator yang terjadi selama sepsis sehingga membantu dalam pengkajian dan evaluasi respon terhadap terapi. (Morton, Patricia Gonce. et al,2011) Fator Pencetus: a. Faktor Pejamu : 1. Usia terlalu muda atau tua 2. Malnutrisi 3. Kelemahan umum 4. Kelemahan kronis 5. Penyakit kronis 6. Penyalahgunaan obat/ alkohol 7. Splenektomi 8. Gagal organ multiple b. Faktor yang Terkait Terapi : 1. Pengunaan kateter invasif 2. Prosedur pembedahan 3. Akibat trauma atau panas 4. Prosedur diagostik invasif 5. Obat-obatan (antibiotik, agens sitotoksik,steroid) 6. Infeksi Terbuka 7. Diabetes melitus 8. Sirosis 9. Bersalin (Morton, Patricia Gonce. et al, 2011) Riwayat: 1. Hipertermia 2. Menggigil 3. Mual dan muntah 4. Diare 5. Gelisah 6. Kekacauan mental 7. Peingkatan dan penurunan tekanan darah 8. Hipotensi (Talbot, Laura A & Marquardt, Mary M., 1997 ) Hasil Pemeriksaan Diagnostik: 1. DPL : SDP biasanya naik dan cepat turun seiring perburukan syok 2. CT Scan : untuk mengidentifikasi tempat potensi terjadinya abses 3. Rangkaian anaisis multiple : hiperglikemia dapat terjadi, diikuti dengan hipoglikema pada tahap akhir 4. Gas Darah Arteri (GDA) Menunjukkan asidosis metabolik dan hipoksia. Metabolisme anaerobik terjadi dengan hipoksia yang mengakibatkan akumulasi asam laktat. 5. Elektrolit Serum Menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit 6. Tes radiologik Radiografi dada dapat memperlihatkan pneumoni dan proses infeksi pada dada maupun abdomen 7. Pengawasan di Tempat Tidur Tekanan darah normal atau menurun, awalnya terjadi peningkatan curah jantung (CO) dan indeks jantung (CI), yang berlanjut menjadi penurunan CO dan CI, penurunan LVSW, penurunan SVR, PCWP normal atau menurunan CVP, penurunan pengeluaran urin. 8. Pemeriksaan Laboratorium Penurunan natrium dalam urin, peningkatan osmolaritas urin, terdapat bateremia, biasanya terdapat organisme gram negatif yang ditunjukkan melalui kultur dara, kulur cairan peritoneal, urin dan sputum dapat memperlihatkan patogen, peningkatan BUN, kreatinin serum, glukosa serum. 9. Kadar Laktat : penurunan kadar laktat dalam serum menujukkan metabolisme anaerob dapat memenuhi kebutuhan energi selular, sedangkan peningkatan kadar menunjukkan perfusi yang tidak adekuat dan metabolisme anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi selular. 10. Defisit t basa : peningkatan kadar menunjukkan perfusi yang tidak adekuat dan metabolisme anaerob 11. EKG Takikardi. (Morton, Patricia Gonce. et al, 2011) A. PENGKAJIAN FISIK 1. Vital Sign a. Temperatur atau suhu Terjadi hipertermia ( >38 0C ) sebagai respon inflamasi yang berlebihan dsertai pelepasan mediator vasoaktif. b. Pulse (denyut nadi) Terjadi peningkatan denyut nadi ( Takikardi ) lebih dari 100 kali/ menit c. Respirasi (pernapasan) Peningkatan frekuensi pernapasan (>30 kali/ menit atau PaCO2 < 32 mmHg) sebagai kompensasi akibat asidosis metabolik. d. Tekanan darah Hipertensi. Pada suatu keadaan juga dapat mengalami hipotensi 2. Sistem Kulit /Integumen a. Edema (kulit kemerahan) b. Kulit hangat, kering (tahap awal) c. Kulit dingin(syok tahap awal) d. Kulit berkeringat 3. Psikososial Perubahan status mental seperti konfusi atau agitasi. (Talbot, Laura A & Marquardt, Mary M., 1997 ). B. MASALAH KEPERAWATAN 1. Kerusakan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi 2. Perubahan perfusi jaringan b.d Curah jantung yang tidak mencukupi 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Respons terhadap septis sakit yang kritis 4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d Penurunan perfusi jaringan dan adanya edema. 5. Ansietas b.d Perubahan status kesehatan C. INTERVENSI Menurut Morton, 2011. No Masalah Kriteria hasil Intervensi Keperawatan 1 Kerusakan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi 1. Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 Oksigenasi/ ventilasi jam dan PRN Kepatenan jalan napas dipelihara Paru endotrakea jika tepat bersih pada saat auskultasi Gas darah arteri dalam batas normal Tekanan puncak, rerata, datar dalam batas normal Tidak ada tanda sindrom distres 2. Lakukan penghisapan jalan napas pernapasan akut (ARDS, acute respiratory distress syndrome) 3. Hiperoksigenasi hiperventilasi dan sebelum dan setelah setiap kali melakukan penghisapan 4. Pantau oksimetri nadi dan tidal akhir CO2 (ETCO2) 5. Pantau gas darah arteri sesuai yang diindikasikan oleh perubahan parameter non-invasif 6. Pantau tekanan jalan napas setiap 1-2 jam 7. Miring kiri miring kanan setiap 2 jam 8. Pertimbangkan terapi kinetik 9. Lakukan foto dada harian 2 Perubahan perfusi jaringan b.d Curah jantung yang tidak mencukupi 1. Kaji tanda vital setiap 1 jam Sirkulasi/ perfusi Tekanan darah, frekuensi jantung, tekanan sentral (CVP, venous pressure), vena central dan tekanan arteri pulmonalis dalam batas normal. Tahanan vaskular dalam batas normal 2. Kaji tekanan hemodinamik setiap 1 jam jika pasien terpasang kateter arteri pulmonalis 3. Berikan sesuai volume intravaskular program untuk mempertahankan preload 4. Kaji SVR dan tahanan vena tepi (PVR, peripheral venous Pasokan oksigen > 600 ml O2/m2 dan konsumsi oksigen > 150 ml O2/m2 Laktat serum dalam batas resistance) setiap 6-12 jam 5. Berikan volume intravaskular dan vasoreseptor sesuai program 6. Pantau curah jantung, Dao2, dan Vo2 setiap 6-12 jam normal 7. Berikan sel darah merah, agens inotropik positif, infusi koloid sesuai program meningkatkan untuk pengiriman oksigen 8. Pertimbangkan pemantauan pH mukosa lambung panduan untuk sebagai mengetahui perfusi sistemik 9. Pantau laktat serum setiap hari sampai dalam batas normal 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Respons terhadap septis sakit yang kritis 1. Berikan nutrisi parenteral atau Nutrisi Asupan kalori dan gizi memenuhi kebutuhan metabolik per perhitungan (mis, pengeluaran energi basal) enteral dalam 24 jam awitan 2. Konsultasi dengan ahli gizi atau layanan bantuan gizi 3. Pantau asupan lemak 4. Pantau albumin, prealbumin, transferin, kolesterol, trigliserida, glukosa 5 Risiko kerusakan integritas kulit b.d Penurunan perfusi Integritas kulit Kulit tetap utuh jaringan dan 1. Kaji kulit setiap 4 jam dan setiap kali pasien direposisi 2. Lakukan miring kanan miring kiri setiap 2 jam adanya edema 3. Pertimbangkan matras pengurang/pereda tekanan 4. Gunakan skala braden untuk mengkaji risiko kerusakan kulit 6 Ansietas b.d Psikososial 1. Kaji tanda vital selama terapi, Perubahan status kesehatan Pasien menunjukkan penurunan kecemasan diskusi, dan sebagainya 2. Berikan sedatif dengan hati-hati 3. Konsultasi dengan layanan sosial, rohaniawan, dan sebagainya jika mungkin 4. Berikan istirahat dan tidur yang adekuat BAB III TINJAUAN KASUS A. IDENTITAS KLIEN 1. Nama inisial klien 2. Umur 3. Alamat 4. Pekerjaan 5. Agama 6. Tanggal masuk RS 7. Nomor Rekam Medis 8. Diagnosa Medis : Ny. S : 73 tahun : Jalan Pahlawan RT.04, RW.01 Talang Ubi : Pensiun : Islam : 15-01-2019 : 140885 : Syok Sepsis B. PENGKAJIAN UMUM 1. Keluhan utama klien masuk ICU: Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar sejak siang jam 12.00 WIB 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengalami demam satu hari, mual, muntah frekuensi 4x sehari berisi cairan bening sebanyak ± 200 cc, pasien mengeluhkan nyeri perut 3. Riwayat Penyakit Dahulu: a. Apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit : Ya, riwayat operasi SC 2x 4. Riwayat Sosial: a. Apakah klien merokok : Tidak b. Apakah klien mengkonsumsi analgetik : Tidak 5. Riwayat Penyakit Keluarga: Keluarga tidak mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, dan keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan dan penyakit menular. C. PEMERIKSAAN FISIK KHUSUS 1. AIRWAY - Bebas - Sumbatan (benda asing,sputum,darah,lendir) - Kejang 2. BREATHING - Spontan : Tidak - Takipnea (Nafas cepat) : Tidak - Wheezing (mengi) : Tidak - Apnea(henti nafas sementara) : Tidak - Dispnea (susah nafas) : Ya - Lain-lain 3. CIRCULATION - Nadi : cepat - Kulit : normal : Tidak : lendir : Tidak - Perdarahan Turgor CRT : tidak ada : elastis : <3 detik 4. DISABILITY - GCS - Kesadaran - Pupil - Reflek cahaya - Motorik - Kekuatan otot :E2V2M3 : somnolent : isokor : (+/+) : hemiplegi (kelemahan) : 3/5 D. PEMERIKSAAN FISIK UMUM 1. Keadaan Umum Sakit berat, kesadaran somnolent E 2 V 2 M 3, pola nafas ireguler dengan NRM 10 liter/menit. Hemodinamik fluktuatif. 2. Tanda-tanda vital - TD : 87/60 - Nadi : 117 - RR : 36 - Suhu : 37,4 oC 3. Kepala dan Leher : a. Bagian kepala atas - Hematom/post trauma : tidak - Tipe rambut : halus - Distribusi rambut : jarang- jarang - Warna rambut : putih - Alopesia (kebotakan) : Ada b. Mata - Pupil isokor (diameter kedua pupil sama) : Ya - Sklera ikterik (kekuningan) : tidak - Conjungtiva anemis (pucat) : (+/+) c. Telinga Simetris, tidak ada kotoran d. Hidung Terpasang NRM 10 L/menit, selang NGT terpasang dilubang hidung sebelah kiri e. Bibir dan Mulut Mukosa bibir kering, tampak kotor, terpasang OPA f. Leher Tidak ada pembeseran kelenjar, nadi karotis teraba 4. Thorak Simetris, reguler, suara nafas vesikuler, ronchi, wheezing 5. Abdomen Normal, tidak ada distensi abdomen 6. Ekstrimitas Terpasang IVFD tangan sebelah kanan, akral dingin dan pucat, terdapat edema di ektremitas bawah 7. 8. Sistem Integumen - Warna kulit : pucat - Turgor : elastis - Mukosa bibir : Kering - CRT : < 3 detik Genetalia Bersih, terpasang kateter 9. Eliminasi BAB : frekuensi 1x / hari, konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan BAK : terpasang kateter 10. Nutrisi Pemberian diet cair melalui NGT susu 6 x 200 cc dan air putih 30 cc 11. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium: - Leukosit : 19.700 mcL (n: 3.500-10.500 mcL) - Hemtokrit : 35,0 % (n: 35,0-47,0 %) - Trombosit : 132.000 mcL (n: 150.000 – 400.000 mcL) - GDS : 94 mg/dl (n: <200 mg/dl) - Hemoglobin : 11.0 (n: 13,8- 17,2 g/dL) 2. EKG 12. Terapi 1. Oral - Spironolactone 2 x 25 mg - Clopidogrel 1 x 75 mg - Sulcralfat syrup 3 x 1 c 2. Injeksi - Levofloxacin 1 x 1 fls - Metronidazole 3 x 500 mg - Dexketopropren 2 x 1 amp - Citicolin 2 x 500 mg - Plasmiex 2 x 500 mg - Pantoprazole 2 x 1 vial - Mecobalamin 3 x 1 amp - Furosemid 1 x 1 amp ANALISA DATA DATA Tanggal & No Jam Subjektif 1. - 15/01/2019 - Objektif K/u. lemah tampak sakit berat, kesadaran somnolent GCS 6 ( E2V2M3), pola nafas irreguler dengan dengan NRM 10lpm TD : 87/60 Nadi : 117 RR : 36 Suhu : 37,4 oC 2. K/u. lemah tampak sakit berat, kesadaran sopor GCS 6 ( E1V2M3), pola nafas irreguler dengan dengan NRM 10lpm, terpasang infus RL, mual+muntah TD : 87/60 Nadi : 117 RR : 36 Suhu : 37,4 oC DIAGNOSA KEPERAWATAN A. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi B. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan kesulitan menelan RENCANA KEPERAWATAN Nama Inisial Klien:____Ny. S____________________ Diagnosa Medis:____________________syok sepsis____ No Rekam Medis:___________ 140885______________ :_____________________ICU___ Bangsal No 1 Tanggal dan Jam Diagnosa Keperawatan 15/01/2 019 Ketidakefektif an pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 1x24 jam kebutuhan O2 terpenuhi, dengan kriteria hasil : Intervensi (NIC) 1. Observasi ttv 2. Pemenuhan O2 sesua kebutuhan 3. Berikan posisi senyaman mungkin 4. Kolaborasikan dengan tim medis Rasional Sesak berkurang Tanda-tanda vital dalam rentang normal 2. 15/01/1 9 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan 3. menelan 4. 5. Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 3x24 jam nutrisi seimbang, dengan 2 kriteria hasil : Bunyi peristaltik 12x/m2 Pasien tidak lemas lagug dan rasa haus dan lapar tidak terasa lagi Bb pasien naik / seimbang 1. Anjurkan oral hygiene sesudah dan sebelum makan 2. Beri makanan cair rutin 3x sehari 3. Kaji intake dan output 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet cair melalui NGT Mengetahui k/u dan perkembang an pasien Membantu pemenuhan O2 Mempercep at proses penyembuha n Mengetahui k/u dan perkembang an pasien Meningkatka n nafsu makan pasien Mengetahui kebutuhan nutrisi pasien Menentukan diit yang tepat IMPELEMENTASI Nama Inisial Klien:____Ny. S____________________ Diagnosa Medis:________________Syok Sepsis__________ No Rekam Medis:__________________________ :__________________________ No Tanggal dan Jam Diagnosa Keperawatan Bangsal Implementasi ICU TTD 1. 15/01/201 9 09.45 Ketidakefektif an pola nafas b.d hiperventilasi 1.Mengobservasi ttv TD : 110/70 mmhg N : 117x/m RR : 30x/m T : 38 0C 2. memposisikan pasien senyaman mungkin 3. kolaborasi dengan tim medis dalam memasang NRM 10lpm, dan infus 4.melakukan suction 15/01/19 16.00 Ketidakefektif an pola nafas b.d hiperventilasi 1.Mengobservasi ttv TD : 130/80 mmhg N : 96x/m RR : 34x/m T : 37,5 0C 2. memposisikan pasien senyaman mungkin 3. kolaborasi dengan tim medis dalam memasang NRM 10lpm, dan infus 4.melakukan suction 15/01/19 22.00 Ketidakefektif an pola nafas b.d hiperventilasi 1.Mengobservasi ttv TD : 136/83 mmhg N : 96x/m RR : 25x/m T : 37,5 0C 2. memposisikan pasien senyaman mungkin NRM 10lpm, dan infus 4.melakukan suction 3. kolaborasi dengan tim medis dalam memasang 1.Mengobservasi ttv 2. 15/01/19 09.45 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan TD : 110/70 mmhg N : 117x/m RR : 30x/m T : 38 0C 2. memposisikan pasien senyaman mungkin 3. kolaborasi dengan tim medis dalam memasang NGT 4.melakukan kubah lambung 5. kolaborasi dalam pemberian diet cair melalui NGT 615/01/19 16.00 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan 1.Mengobservasi ttv TD : 130/80 mmhg N : 96x/m RR : 34x/m T : 37,5 0C 2. memposisikan pasien senyaman mungkin 3. kolaborasi dengan tim medis dalam memasang NGT 4.melakukan kubah lambung 5. kolaborasi dalam pemberian diet cair melalui NGT 15/01/19 21.00 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d terkesulitan menelan 1.Mengobservasi ttv TD : 136/83 mmhg N : 96x/m RR : 25x/m T : 37,5 0C 2. memposisikan pasien senyaman mungkin 3. kolaborasi dengan tim medis dalam memasang NGT 4.melakukan kubah lambung 5. kolaborasi dalam pemberian diet cair melalui NGT EVALUASI Nama Inisial Klien:______Ny. S___________________Diagnosa Medis:____________syok sepsis_____________ No Rekam Medis:_________________________ Bangsal :___________________ICU______ No 1. Tanggal dan Jam Diagnosa Keperawatan 15/01/19 Ketidakefektif an pola nafas b.d hiperventilasi 09.45 Evaluasi TTD (Subyektif,Obyektif,Analysis,Plan) S:O : k/u sakit berat kesadaran somnolen GSC 6 E2V2M3, pola nafas ireguler dengan NRM 10 lpm, hemodinamik fluktuaktif, ttv dalam rentang normal TD : 110/70 mmhg N : 117x/m RR : 30x/m T : 38 0C A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan 15/01/19 16.00 Ketidakefektif an pola nafas b.d hiperventilasi S:O : k/u tampak sakit berat kesadaran somnolen GCS 6 E2V2M3, pola nafas ireguler dengan NRM 10 lpm, hemodinamik fluktuaktif, ttv dalam batas rentang normal TD : 130/80 mmhg N : 96x/m RR : 34x/m T : 37,5 0C A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan 15/01/19 22.00 S:Ketidakefektif an pola nafas b.d hiperventilasi O : k/u tampak sakit berat kesadaran somnolen GCS 6 E2V2M3, pola nafas ireguler dengan NRM 10 lpm, hemodinamik fluktuaktif, ttv dalam batas rentang normal TD : 136/83 mmhg N : 96x/m RR : 25x/m T : 37,5 0C A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan 2. 15/01/19 09.45 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan S:O : kesulitan menelan, terpasang NGT, diet cair via NGT 6x200cc, mual+muntah A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan 15/01/19 16.00 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan S:O : kesulitan menelan, terpasang NGT, diet cair via NGT 6x200cc, mual+muntah berkurang A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan 15/01/19 22.00 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d terganggunya sistem pencernaan S:O : kesulitan menelan, terpasang NGT, diet cair via NGT 6x200cc, mual+muntah berkurang A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasiennya di ruang Intersive Care Unit Umum RSUD Kota Prabumulih selama 6 Hari dari Tanggal 14-19 Januari 2019, maka kami berkesimpulan bahwa 1. Pengkajian kami menggunakan berbagai metode untuk memperoleh data, yaitu Wawancara ke Keluarga pasien, Observasi dan cek status pasien. 2. Perencanaan dapat dilakukan sesuai teori dan kondisi pasien. 3. Implementasi dilakukan sesuai rencana berdasarkan teori dan dengan mengikut sertakan keluarga pasien, perawat ruangan dan petugas kesehatan lainnya dan tidak seluruh rencana tindakan keperawatan dapat penulis laksanakan. 4. Dan untuk evaluasi keperawatan karena masalah sudah teratasi maka pasien di pidahkan ke bangsal Medikal umum. B. Saran Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien syok sepsis. DAFTAR PUSTAKA Santoso, widayat djoko dkk. 2017. Jakarta Antimicrobial Update (JADE). Interna Publishing. Jakarta