PERPAJAKAN II PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 23 TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT Dosen : IrwanS.E., M.Si., BKP, S.E., M.Si., BKP Mata Kuliah : Perpajakan II / Jumat, 07.30, R.406 Kelompok 5 : Afilina Dwika A. (201750508) Diana Shafira (201750509) Sherin Virgiyasirta (201750515) Ayya Nabita PPh Pasal 23 1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. A. Pemotong PPh Pasal 23 Pemotong PPh Pasal 23 terdiri atas : 1. Badan pemerintah 2. Subjek pajak badan dalam negreri 3. Penyelenggara dalam negeri 4. Bentuk usaha tetap 5. Perwakilan perusahaan di luar negeri lainnya 6. Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23, yaitu: a. Akuntan, arsitek, dokter, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa. B. Tarif dan Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23 sesuai dengan pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008 menetapkan tarif sebagai berikut: 1. Sebesar 15% dari Jumlah Bruto atas : a. Dividen b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang c. Royalty d. hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh yang dimaksut dalam Pasal 21 ayat 1 huruf e 2. sebesar 2% dari jumlah bruto atas : a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan oenggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa managemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21 jasa penilai (appraisal) jasa aktuaris jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan jasa perancang jasa pengeboran dibidang penambangan minyak dan migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT jasa penunjang dibidang pembangunan migas dan panas bumi jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain migas jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara jasa penebangan hutan jasa ppengolaan limbah jasa penyedia tenaga kerja jasa perantara dan keagenan jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh bursa efek, KSEI dan KPEI jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI jasa pengisian suara/ sulih suara jasa mixing film jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemelihraan dan perbaikan jasa instalasi/pemasangan mesin, pealatan, listrik, telepon, air, gas, AC atau televisi kabel, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat sebagai pengusaha kontribusi jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC atau televisi kabel, alat transportasi/kendaraan atau bangunan, selain yang dilakukan oleh wajib pajak yang ruang lingkupnya dibidang konstruksi dan mempunyai izin atau sertifikat sebagai pengusaha kontribusi jasa maklon jasa penyelidikan dan keamanan jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer jasa pengepakan jasa penyelidikan tempat dan waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk pem]nyimpanan informasi jasa pembasmian hama jasa kebersihan atau cleaning service jasa catering atau tata boga dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut tidak memiliki nomer NPWP besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang sebenarnya C. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 23 Beberapa jenis penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan pasal 23 Aayat (4) uu No 17 tahun 2000, yaitu: 1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai wajin pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan betempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. dividen berassal dari cadangan laba yang ditahan b. bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor 4. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak kolektif 5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya 6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan yang diatur dengan PMK. D. Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 1. PPh Pasal 23 terutang pasa akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya pengasilan yang bersangkutan. 2. PPh Pasal 23 harus disetorkan oleh pemotong pajak selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saar terutangnya pajak ke bank presepsi atau kantor pos Indonesia 3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir 4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani PPh yang dipotong 5. Pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksutkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh PAsal 23 tersebut. Transaksi-transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan. E. Perhitungan PPh Pasal 23 1. Contoh Kasus-1: Pada tanggal 10 May 2010, PT. Alpha, membagikan dividen masing-masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Alpha wajib memungut PPh Pasal 23. PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Alpha adalah : =>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,- Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010 Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010 Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010 2. Contoh Kasus-2: Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Beta membayar bunga atas pinjaman membayarkan bunga kepada PT. Beta sebesar Rp 90.000.000,- PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Beta adalah : => 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,- Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2010 Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010 Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010 3. Contoh Kasus-3: CV. Ayam Goreng Charlie CS membayar Royalti kepada Tuan. Dilan Wibowo atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Dilan” sebesar Rp 1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010 PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Charlie CS : => 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,- Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret 2010 Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010 Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010 4. Contoh Kasus-4 : Dilan Wibowo mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas undian tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap XYZ pada tanggal 20 Januari 2010 PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap XYZ adalah : => 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Januari2010 Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010 Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010 5. Contoh Kasus-5 : PT. Delta menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp 20.000.000,- milik Dilan PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Delta => 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,Apabila Dilan tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Delta adalah Rp 800.000,6. Contoh Kasus-6 : PT Gamma meminta jasa dari Pak Dilan untuk membuat sistem akuntansi Perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN) PPh pasal 23 yang dipotong PT Gamma adalah 2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,PT. Gamma membayarkan jasa konsultan PT Omega sebesar Rp 2.200.000 (termasuk PPN). PT Omega tidak mempunyai NPWP maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Gamma adalah: 200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-