Uploaded by Dian Safitri Rara Defi

DIAN SAFITRI RARA DEFI

advertisement
PENINGKATAN PENGETAHUAN NENEK ASUH TENTANG
PEMBERIAN MP-ASI MELALUI MEDIA BOOKLET
DUSUN WATUPAWON
Dian Safitri Rara Defi1, Fitri Indrawati2, Abdul Ghoni3
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Puskesmas Kalongan, Kabupaten Semarang
Email: diansafitriraradefi97@gmail.com
ABSTRAK
Pendahuluan: Tingkat pendidikan yang tinggi pada wanita tidaklah menjadi
jaminan bahwa mereka akan meninggalkan kebiasaan yang salah dalam memberi
makan pada bayi, selama lingkungan sosial di tempat tinggal tidak mendukung ke
arah tersebut. Di Dusun Watupawon yang mayoritas wanita bekerja di pabrik
maka balita akan diasuh oleh neneknya. Terdapat 57 nenek yang kesehariannya
mengasuh cucu dirumah. Pengetahuan nenek asuh tentang pemberian MP-ASI
mayoritas rendah dilihat dari tingkat pendidikan. Media Booklet dipilih sebagai
media penyuluhan karena mampu menyebarkan informasi dalam waktu relatif
singkat.
Metode: Metode penentuan prioritas masalah kesehatan dan prioritas alternatif
pemecahan masalah kesehatan yang digunakan adalah metode Hanlon kualitatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan cross sectional.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Instrumen yang digunakan yaitu kuestioner pre-test dan post-test,
media booklet, dan jadwal pemberian MP-ASI. Sampel dalam penelitian ini
adalah nenek yang mengasuh cucunya usia < 3 tahun di Dusun Watupawon
sebanyak 23 sampel. Teknik penentuan informan menggunakan accidental
sampling.
Hasil: Sebelum penyampaian materi, dilakukan pre-test pengetahuan nenek asuh
tentang MP-ASI. Setelah pemaparan materi selesai, nenek asuh diberikan jadwal
pemberian MP-ASI dan cara membacanya. Nenek asuh antusias mendengarkan
materi yang disampaikan. Satu minggu kemudian, dilakukan evaluasi dengan cara
post-test pada nenek asuh secara door to door.
Pembahasan: Berdasarkan analisis data, ada perbedaan antara pengetahuan pretest dan pengetahuan post-test sesudah diberikan pendidikan gizi tentang MP-ASI
menggunakan booklet dan jadwal pemberian MP-ASI (p=0.000). Bagi ibu balita
yang bekerja diharapkan dengan semua pengetahuan dan informasi tentang MPASI kepada nenek asuh.
Kata kunci: MP-ASI, pengetahuan, nenek asuh.
ABSTRACT
Introduction: A high level of education in women is not a guarantee that they will
leave the wrong habit of feeding babies, as long as the social environment in the
residence does not support that direction. In Dusun Watupawon, where the
majority of women work in factories, toddlers will be cared for by their
grandmothers. There are 57 grandmothers who take care of their grandchildren
at home. Knowledge of foster grandmothers about the provision of weaning food
is still low, which is seen from the level of education. Media Booklet was chosen
as an extension media because it was able to disseminate information in a
relatively short time.
Method: The method for determining the priority of health problems and the
priority of alternative solutions to health problems used is the qualitative Hanlon
method. This study uses a qualitative method with a cross sectional approach. The
technique of collecting data is done by interviews, observation, and
documentation. The instruments used were questionnaire pre-test and post-test,
booklet media, and schedule for giving wearing food. The sample in this study
were 23 grandmothers who took care of their grandchildren aged <3 years in
Hamlet Watupawon. The informant determination technique uses accidental
sampling.
Results: Before delivering the material, pre-test for foster grandmothers about
weaning food. After the presentation is complete, the foster grandmother is given
the weaning food schedule and how to read it. Grandmother was enthusiastic
about listening to the material presented. One week later, a post-test evaluation
was conducted on foster grandmothers door to door.
Discussion: Based on data analysis, there was a difference between pre-test
knowledge and post-test knowledge after being given nutrition education about
weaning food using a booklet (p = 0.000). For mothers are expected about
weaning food to foster grandmothers.
Keywords: weaning food, knowledge, foster grandmother.
PENDAHULUAN
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang
diberikan ke bayi selain ASI setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24
bulan (S. A. Nugraheni, 2017). Makanan Pendamping ASI diberikan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi pada bayi yang tidak tercukupi oleh
ASI (D. E. Nugraheni, 2016). Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya sesuai dengan
kemampuan pencernaan bayi (Wulan Ayu K., M. Zen Rahfiludin, 2017).
Penelitian (Mangkat & Mayulu) 2016 mengungkapkan bahwa 64,9 % anak
baduta sudah mendapat MP-ASI sejak dini, yaitu pada umur 1-3 bulan. Kondisi
ini berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI
yang benar dan daya beli orang tua yang rendah. Pemberian MP ASI dini tidak
lepas dari pandangan budaya yang dilakukan secara turun menurun, banyak hal
yang melatar belakangi kenapa bayi cepat diberikan MP ASI karena ibu
menganggap bahwa bayinya tidak akan mudah kenyang jika cuma diberi ASI saja
itu tidak cukup bagi bayinya. Bayi yang rewel disalah artikan sebagai permintaan
anak akan makanan padat seperti pisang atau nasi (Suwarsih, 2016).
Pemberian makanan pendamping ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu pengetahuan, pekerjaan ibu, iklan MP-ASI, petugas kesehatan, budaya dan
sosial ekonomi (Nugroho & Aritonang, 2013). Pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yang tidak tepat waktu dapat mengakibatkan hal-hal yang
merugikan, apabila terlalu dini (kurang dari 6 bulan) dapat menimbulkan resiko
diare, dehidrasi, produksi ASI menurun dan alergi (D. E. Nugraheni, 2016).
Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan ibu dan bayi.
Lingkungan keluarga seperti pengaruh dukungan suami, orang tua, mertua juga
dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian MP-ASI. Misalnya saja pada
sebagian ibu berpendidikan tinggi bekerja di luar rumah, bayi akan ditinggalkan di
rumah di bawah asuhan nenek, mertua. Dengan demikian, tingkat pendidikan
yang cukup tinggi pada wanita tidaklah menjadi jaminan bahwa mereka akan
meninggalkan tradisi atau kebiasaan yang salah dalam memberi makan pada bayi,
selama lingkungan sosial di tempat tinggal tidak mendukung ke arah tersebut
(Suwarsih, 2016). Sama halnya di Dusun Watupawon yang mayoritas wanita
bekerja di pabrik maka balita akan diasuh oleh neneknya. Terdapat 57 nenek yang
kesehariannya mengasuh cucu dirumah.
Pemberdayaan lansia merupakan bentuk atau wujud upaya yang bermakna
dan bermanfaat bagi diri lansia dan keluarga apabila kebugaran jasmani lansia
terjaga maka lansia akan memiliki kemandirian, tidak hanya aspek fisik saja,
melainkan menyangkut aspek yang lain, yaitu psikis sosial dan ekonomis
sehingga ketergantungan kepada anak cucunya menjadi berkurang, tidak
terkecuali di Dusun Watupawon (Listyarini, 2011). Upaya pemeliharaan
kesehatan bagi lanjut usia ditujukan untuk menjaga agar para lanjut usia tetap
sehat sejahtera mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomi. Sehingga
diharapkan di masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
berkeluarga,dan masyarakat sesuai keberadaanya (Dinas Kesehatan Kabupaten
Trenggalek, 2014). Oleh karena itu maka lansia sangat diharapkan juga peran
serta aktifnya dalam pembangunan bidang kesehatan melalui SIMPUS (Edukasi
Simbah Peduli MP-ASI) dimana banyak nenek asuh di Dusun Watupawon yang
sehari-harinya mengasuh cucunya lantaran ibu balita pergi bekerja.
Perubahan perilaku didasari dengan adanya perubahan atau penambahan
pengetahuan, sikap, atau ketrampilannya. Faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu pendidikan adalah pemilihan metode dengan media yang tepat.
Menurut Departemen Kesehatan, untuk mengubah pengetahuan dapat digunakan
metode ceramah, tugas baca, panel, dan konseling, sedangkan untuk mengubah
sikap dapat digunakan metode curah pendapat, diskusi kelompok, tanya jawab,
dan pameran (S. A. Nugraheni, 2017).
Booklet sebagai sistem pengorganisasian proses pendidikan yang disusun
sedemikian rupa sehingga peserta dapat belajar secara sistematis untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Media Booklet dipilih sebagai media penyuluhan karena
mampu menyebarkan informasi dalam waktu relatif singkat. Bentuk fisiknya menyerupai
buku yang tipis dan lengkap informasinya, yang memudahkan media tersebut untuk
dibawa (Apriani, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang peningkatan pengetahuan nenek asuh tentang pemberian MPASI melalui booklet Dusun Watupawon, Desa Kawengen. Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan nenek asuh mengenai pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) balita yang benar.
METODE
Metode penentuan prioritas masalah kesehatan dan prioritas alternatif
pemecahan masalah kesehatan yang digunakan adalah metode Hanlon kualitatif.
Berdasarkan hasil penentuan prioitas masalah, permasalahan lansia menjadi
prioritas masalah di Dusun Watupawon. Sedangkan prioritas alternatif pemecahan
masalah kesehatan mengenai permasalahan lansia di Dusun Watupawon yaitu,
Pengadaan Posyandu Lansia, Kegiatan Setor Sampah Cegah ISPA (SERGAP),
Edukasi Simbah Peduli MP-ASI (SIMPUS), Edukasi Gizi Lansia Melalui Piring
Makan Simbah (PIAMA) dan Senam Lanjut Usia (SELAU). Edukasi Simbah
Peduli MP-ASI (Simpus) merupakan salah satu dari lima program yang dilakukan
dalam upaya untuk mengatasi permasalahan lansia di Dusun Watupawon.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan cross
sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Instrumen yang digunakan yaitu kuestioner pre-test dan post-test,
media booklet, dan jadwal pemberian MP-ASI. Sampel dalam penelitian ini
adalah nenek yang mengasuh cucunya usia < 3 tahun di Dusun Watupawon
sebanyak 23 sampel. Teknik penentuan informan menggunakan accidental
sampling.
Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer didapatkan dari observasi dan wawancara secara mendalam dengan
masyarakat dan stakeholder terkait, yang dilakukan oleh peserta PKL yang
berlangsung tanggal 5-17 November 2018, sedangkan data sekunder berupa data
kependudukan Dusun Watupawon Tahun 2018. Rangkaian kegiatan SIMPUS
yaitu pemberian kuestioner pre test dilanjutkan dengan penyuluhan, dan diberi
kuesioner post test setelah diberi penyuluhan. Observasi dan intervensi dilakukan
pada hari Selasa tanggal 20 November 2018 dan hari Senin tanggal 26 November
2018 dilakukan evaluasi dalam bentuk post test. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan Paired T Test dan alternatifnya yaitu uji non-parametrik dengan uji
Wilcoxon.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil prioritas alternatif pemecahan masalah, Edukasi Simbah
Peduli MP-ASI (SIMPUS) merupakan salah satu dari lima program yang
dilakukan dalam upaya untuk mengatasi masalah lansia. Langkah-langkah dalam
intervensi tersebut adalah:
a.
Perencanaan intervensi
Merencanakan atau membuat jadwal intervensi, mencacat data nenek asuh di
Dusun Watupawon, mempersiapakan media yang akan diguakan dalam
edukasi berupa booklet dan jadwal pemberian MP-ASI, mempersiapkan
kuestioner pre test dan post test, dan melakukan perizinan dengan ketua RT.
b.
Pelaksanaan
1.
Tujuan kegiatan : peningkatan pengetahuan nenek asuh tentang pemberian
MP-ASI pada balita yang baik dan benar.
2.
Waktu pelaksanaan kegiatan : Selasa, 20 November 2018 di rumah warga
Dusun Watupawon.
3.
Sasaran kegiatan : Nenek asuh balita usia < 3 tahun.
4.
Penanggung Jawab : Dian Safitri Rara Defi
5.
Sistematika Pelaksanaan
Kegiatan SIMPUS dilakukan pada hari Selasa, 20 November 2018
dimulai dari pukul 09.00 WIB. Kegiatan ini dilakukan secara door to door ke
rumah nenek yang sudah tercacat mengasuh cucu setiap harinya. Diawali dengan
pre test pengetahuan, sikap, dan tindakan nenek asuh tentang pemberian MP-ASI
sebelum pemberian edukasi. Selanjutnya menyampaikan materi tentang MP-ASI
meliputi pengertian MP-ASI, syarat MP-ASI, MP-ASI berdasarkan umur, jadwal
MP-ASI, makanan tepat untuk MP-ASI, dan resep menu MP-ASI. Setelah
pemaparan materi selesai, nenek asuh diberikan jadwal pemberian MP-ASI yang
tepat untuk balita dan cara membaca jadwal pemberian MP-ASI. Nenek asuh
antusias mendengarkan materi dan bahkan juga menceritakan aktivitas sehari-hari
yang dilakukan bersama cucunya. Kegiatan dilakukan oleh dua tim agar bisa
menyeluruh ke semua RT di Dusun Watupawon, tim berada di RT 1 sampai 3 dan
tim kedua berada di RT 4 sampai 6. Satu minggu kemudian dilakukan evaluasi
dengan cara post test pengetahuan, sikap, dan tindakan pada nenek asuh Dusun
Watupawon. Saat kegiatan evaluasi yang dilakukan door to door, nenek asuh
banyak yang menerapkan pemberian MP-ASI pada balita sesuai dengan jadwal
yang sudah diberikan dan sesuai dengan umurnya, tetapi masih ada yang belum
menerapkan jadwal pemberian MP-ASI yang tepat karena ada kegiatan yang lain
yang harus dilakukan seperti mencuci, pergi ke ladang, lupa, mapun belum
terbiasa.
6.
Hasil
Tabel 1. Hasil Pre Test dan Post Test Dusun Watupawon Tahun 2018
Pre Test
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
1
4.3
4.3
4.3
cukup 9
39.1
39.1
43.5
kurang 13
56.5
56.5
100.0
Total
100.0
100.0
Valid baik
23
Post Test
Valid baik
cukup
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
9
39.1
39.1
39.1
12
52.2
52.2
91.3
8.7
8.7
100.0
kurang 2
Total 23
100.0
100.0
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan hasil pre test dan post test tentang
pengetahuan tentang MP-ASI Balita yang diberikan kepada responden mengalami
peningkatan. Hasil Pre test dengan kategori baik sebanyak 1 orang (4,3%), cukup
sebanyak 9 orang (39,1%), dan kurang sebanyak 13 (56,5%). Hal ini disebabkan
karena pendidikan nenek asuh yang rata-rata hanyalah tamatan SD dan kurangnya
informasi dari perugas kesehatan. Setelah diberikan penyuluhan, hasil post test
mengalami peningkatan dengan kategori baik sebanyak 9 orang (39,1%), cukup
12 orang (52,2%) dan kategori kurang sebanyak 2 orang (8,7%). Alasan masih
ada 2 orang yang belum meningkat setelah diberikan penyuluhan karena
responden tidak menerapkan jadwal pemberian MP-ASI kepada balita sehingga
materi penyuluhan yang diberikan pun langsung lupa.
Tabel 2 Hasil Uji Wilcoxon
Test Statisticsb
post test - pre test
-3.499a
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
.000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji Wilcoxon, diketahui
nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Kesimpulannya yaitu ada perbedaan antara pengetahuan pre-test dan pengetahuan
post-test sesudah diberikan pendidikan gizi tentang MP-ASI menggunakan
booklet pemberian jadwal pemberian MP-ASI.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang mendukung hasil penelitian ini.
Penelitian di Haryana, India menemukan bahwa terjadi perubahan bermakna
perilaku pemberian MP-ASI pada ibu yang mendapat konseling gizi lebih baik
daripada ibu yang tidak mendapat konseling gizi. Penelitian di Lahore, Pakistan
juga mengemukakan bahwa terjadi peningkatan perilaku pemberian MP-ASI 29%
pada ibu yang mendapat konseling MP-ASI dari tenaga kesehatan daripada yang
tidak mendapat konseling 4%.
Promosi mengenai pemberian MP-ASI yang benar pada nenek asuh usia 6
– 24 bulan perlu dilaksanakan guna mendukung perilaku pemberian MP-ASI yang
tepat. Perubahan perilaku didasari dengan adanya perubahan atau penambahan
pengetahuan,
sikap,
atau
ketrampilannya.
Pemberian
pendidikan
gizi
menggunakan booklet MP-ASI dengan metode diskusi dan demonstrasi dapat
meningkatan pengetahuan dan sikap sasaran. Booklet MP-ASI yang mudah
dipahami dan bisa dipelajari di rumah dapat digunakan sebagai panduan perilaku
pemberian MP-ASI responden setelah pelatihan.
Keberhasilan penyuluhan tidak terlepas dari beberapa faktor yang melatar
belakanginya, seperti yang dikemukakan Notoatmodjo (2007) keberhasilan suatu
penyuluhan kesehatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor penyuluh, sasaran
dan proses penyuluhan. Faktor penyuluh terdiri dari persiapan yang matang,
penguasaan materi, penampilan yang meyakinkan, bahasa yang digunakan,
penggunaan LCD, penggunaan gambar, penggunaan media. Menurut Rusmi
(2015) faktor yang mempengaruhi penyuluhan meliputi faktor predisposisi
meliputi tradisi, kepercayaan masyarakat, dan sebagainya, baik yang merugikan
maupun yang menguntungkan kesehatan, pemungkin (enabling) ini berupa
fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan sikap dan perilaku tokoh masyarakat
dan tokoh agama, serta petugas termasuk petugas kesehatan yang dapat
mempengaruhi tindakan pencegahan diare pada balita.
Keterbatasan Penelitian
Kegiatan dilaksanakan pada hari libur nasional sehingga ibu yang bekerja
berada dirumah dan balita akan diasuh oleh si ibu sedangkan sang nenek
kebanyakan pergi ke ladang atau menemani cucu bermain atapun tidur siang
sehingga tidak dapat dilakukan edukasi. Peserta pelatihan modul MP-ASI yang
merupakan nenek asuh balita usia 6-24 bulan kurang bisa fokus saat pelatihan
karena ada beberapa anak yang menangis. Adanya pengaruh dari luar penelitian
seperti informasi dari media massa dan sumber lain dapat mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku subjek pada 1 minggu.
PENUTUP
Berdasarkan analisis data, ada perbedaan antara pengetahuan pre-test dan
pengetahuan post-test sesudah diberikan pendidikan gizi tentang MP-ASI
menggunakan booklet pemberian jadwal pemberian MP-ASI (p=0.000).
Pendidikan gizi menggunakan booklet MP-ASI berperan dalam meningkatkan
pengetahuan nenek asuh mengenai pemberian MP-ASI.
Bagi ibu balita yang bekerja diharapkan dengan semua pengetahuan dan
informasi yang dimiliki, dapat diberikan kepada nenek asuh agar pemberian MPASI kepada balita diberikan tepat sesuai dengan usianya. Bagi pemerintah,
terutama petugas gizi dapat menggunakan booklet MP-ASI sebagai acuan
pelatihan atau penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan MP-ASI. Pendidikan
gizi menggunakan booklet MP-ASI perlu dilaksanakan rutin setiap bulan sebagai
penyegaran. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan metode dan
media yang lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, A. P. (2016). Effektivitas Penyuluhan Menggunakan Buku Saku
Pengelolaan MPASI Pada Ibu Terhadap Pencegahan Diare Pada Balita Di
Desa Potorono Banguntapan Bantul Yogyakarta, 1–10.
Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek. (2014). Pengembangan Progam NenekKakek Asuh Dalam Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi Bersama Kader Posyandu Lansia Di Kabuapten Trenggalek.
Mangkat, O., & Mayulu, N. (2016). Gambaran pemberian makanan pendamping
ASi anak usia 6-24 bulan di Desa Mopusi Kecamatan Lolayan Kabupaten
Bolaang Mongondow Induk. E-Biomedik, 4, 1–7.
Nugraheni, D. E. (2016). Pekerjaan Ibu Mempengaruhi Pemberian MPASI Dini.
Media Kesehatan, 9(1), 42–44.
Nugraheni, S. A. (2017). Peran Modul MPASI Dalam Perilaku Pemberian MpAsi Pada Ibu Anak Bawah Dua Tahun ( Baduta ). Gizi Inonesia,
5(December), 25–33. https://doi.org/10.14710/jgi.5.1.26-33
Nugroho, R., & Aritonang, I. (2013). Peran Nenek dalam Peningkatan Cakupan
ASI Eksklusif di Desa Bangunjiwo Kasihan Bantul. Nutrisiautrisia,
15(September), 68–78.
Suwarsih, N. (2016). Hubungan Antara Kepatuhan Budaya Dengan Waktu
Pemberian Makanan Pendamping ASI Di Desa Peniron Kecamatan
Pejagoan Kabupaten Kebumen, 1–8.
Wulan Ayu K., M. Zen Rahfiludin, S. F. P. (2017). Hubungan Perilaku Ibu
Terkait MPASI Standar WHO Dengan Status Gizi Baduta Usia 6-23 Bulan
(Studi Di Kelurahan Punggawan Kota Surakarta). Kesehatan Masyarakat, 5,
202–209.
Download