Uploaded by Levina Zema

tugas lev minggu 6 kelompok

advertisement
TUGAS KELOMPOK ASPEK HUKUM DALAM BISNIS
RISIKO DAN OVERMACHT DAN ASURANSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Pertemuan ke-6
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1:
LEVINA SETYANINGTYAS ZEMAPUTRI
041611233021
RISKA DWI ERLINA
041611233026
NABILA ANGGITA PRAMESTI
041611233027
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)
Overmacht artinya keadaan memaksa. Dalam suatu perikatan jika Debitur dikatakan
dalam keadaan memaksa sehingga tidak dapat memenuhi prestasinya, Debitur tidak dapat
dipersalahkan / di luar kesalahan Debitur. Dengan perkataan lain, Debitur tidak dapat
memenuhi kewajibannya karena overmacht bukan karena kesalahannya akan tetapi karena
keadaan memaksa, maka Debitur tidak dapat dipertanggung gugatkan kepadanya. Dengan
demikian Kreditur tidak dapat menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh
Kreditur dalam wanprestasi.
Keadaan memaksa adalah hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan ia tidak
dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan. Pasal
1245 KUHPerdata mengartikan keadaan memaksa sebagai suatu kejadian yang tak disengaja,
si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena halhal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
Pasal 1244 KUH Perdata menyebutkan:
“Jika ada alasan untuk itu si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan
bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang
tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduka, pun
tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya, karenanya itu pun jika itikad buruk tidaklah
ada pada pihaknya”.
Pasal 1245 KUH Perdata:
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa
atau lantaran suatu kejadianntak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat
sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal yang sama telah melakukan perbuatan yang
terlarang”.
Berdasarkan pasal-pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa keadaan memaksa adalah
keadaan dimana Debitur terhalang dalam memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang
tak terduga lebih dahulu dan tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, debitur dibebaskan
untuk membayar ganti rugi dan bunga.
Terdapat beberapa jenis keadaan memaksa, yakni :
2|Page
1. Keadaan memaksa yang absolut : merupakan keadaan memaksa yang tidak
memungkinkan bagi debitur untuk melaksanakan kontrak, termasuk siapa saja yang
menempati posisi debitur pada saat itu pun tidak mampu untuk menjlankan kontrak
saat terjadi keadaan diluar perkiraan.
2. Keadaan memaksa yang relatif : suatu keadaan memaksa dikatakan relatif apabila
suatu prestasi sebenarnya masih dappat dilaksanakan atau dilanjutkan meskipun
terjadi keadaan diluar kemampuan diri debitur untuk mengantisipasinya.
3. Keadaan memaksa permanent dan keadaan memaksa temporer : kedua keadaan
memaksa ini menyangkut lama tidaknya suatu keadaan memaksa berlangsung.
Keadaan memaksa dikatakan permanen bila keadaan tersebut berlangsung dalam
waktu yang lama dan akibat yang ditimbulkan tidak dapat pulih kembali atau
membutuhkan waktu dan upaya yang besar. Keadaan memaksa berjenis temporer,
berlangsung dalam waktu yang tidak berlangsung lama.
Unsur-unsur overmacht :
1. Ada halangan bagi Debitur untuk memenuhi kewajiban.
2. Halangan itu bukan karena kesalahan Debitur.
3. Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko dari Debitur.
Dengan adanya Overmacht, mengakibatkan berlakunya perikatan menjadi terhenti. Ini
berarti bahwa:
1. Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi.
2. Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai.
3. Resiko tidak beralih kepada Debitur.
Jadi, dengan adanya Overmacht tidak melenyapkan adanya perikatan, hanya
menghentikan berlakunya perikatan. Hal ini penting bagi adanya Overmacht yang bersifat
sementara. Dalam suatu perjanjian timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena
Overmacht terhalang untuk berprestasi maka lawan juga harus dibebaskan untuk berprestasi.
Mengingat besarnya konsekuensi yang terjadi akibat terjadinya keadaan memaksa
serta untuk menghindari pemanfaatan keadaan memaksa sebagai argument penghindaran diri
dari pemenuhan kewajiban maka penting bagi para pihak yang berkontrak untuk lebih dulu
3|Page
menyiapkan “pagar perlindungan” dalam bentuk klausal kontrak mengenai keadaan-keadaan
yang dapat diklasifikasikan sebagai keadaan memaksa dan langkah-langkah yang harus
diambil kedua belah pihak tersebut bila suatu keadaan memaksa terjadi. Pembatasan
mengenai hal-hal yang menjadi keadaan memaksa penting disusun agar tidak semua hal
(keadaan) dapat dinyatakan sebagai keadaan memaksa. Berikut 2 contoh klausul keadaan
memaksa.
Contoh Klausul Keadaan Memaksa (1)
“Kewajian kedua pihak dalam kontrak ini akan ditangguhkan sepanjang pelaksanaan
kontrak terhalang oleh keadaan memaksa sebagai berikut: sengketa perburuhan,
perburuhan peraturan perundang undangan, perang atau keadaan yang timbul dari atau
sebagai akibat perang, naik yang dinyatakan maupun yang tidakm huru,hara, tindakan
sabotase oleh teroris, makar atau pemberontakan, kebakaran, dan bencana alam yang
meliputi gempa bumi, badai,banjir, letusan gunung berapi, kekeringan atau kondisi cuaca
yang luar biasa buruk, kecelakaan atau sebab sebab lainnya yang sejenis”
Dalam contoh diatas, dapat dipahami bahwa kedua belah pihak telah membatasi
keadaan-keadaan yang disebut sebagai keadaan memaksa.
Berdasarkan contoh tersebut
kedua pihak juga sepakat untuk menunda pelaksanaan kontrak apabila terjadi keadaan
memaksa yang telah dibatasi jenis-jenisnya tersebut kemudian terjadi. Dengan demikian
timbulnya keadaan memaksa, meskipun absolut dan permanen tidak serta merta membatalkan
kontrak atau membuat kontrak menjadi batal demi hukum.
Contoh Klausul Keadaan Memaksa (2)
“dalam hal setelah ditandatanganinya Kontrak ini terjadi suatu perubahan dalan
peraturan perundang-undnagan yang secara material dapat mendatangkan
kerugian kepada salah satu pihak, maka Pra Pihak sepakat untuk mengadakan
perundingan kembali sehingga dapat menghilangkan atau memperkecil kerugian
yang diderita oleh salah satu pihak”
4|Page
Berdasarkan contoh klausul kontrak tersebut para pihak setuju membahas secara
Bersama untuk memperkecil atau menghapus kerugian sebagai akibat perubahan peraturan
perundangan.
RISIKO
Menurut Soebekti (2001 : 144), risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika
ada suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan
dalam kontrak. Disini berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari risiko itu hanyalah
kepada salah satu pihak saja, menurut penulis alangkah baiknya dalam setiap kontrak itu
risiko diletakkan dan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
Persoalan risiko berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan
salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain berpokok pangkal pada
kejadian yang dalam Hukum Perjanjian dinamakan keadaan memaksa. Persoalan risiko
adalah buntut dari suatu keadaan memaksa, sebagaimana ganti rugi adalah buntut dari
wanprestasi. Oleh karenanya, demi lengkapnya suatu perjanjian dan untuk menghindari
sengketa di kemudian hari, serta memudahkan dalam penyelesaian sengketa tersebut, sudah
seharusnya para pihak dengan tegas mengatur dan menetapkan dalam perjanjian ketentuan
tentang risiko tersebut.
Sesuai dengan asas Hukum Penambahan (aanvullendsrecht), jika para pihak tidak
menetapkan risiko dalam perjanjian yang dibuatnya, maka akan berlaku pasal-pasal tentang
risiko yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata. Persoalan risiko ini diatur dalam pasal
1237 KUH Perdata, yang berbunyi :
● Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu
semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
Di luar dari ketentuan pasal 1237 KUH Perdata tersebut, persoalan risiko dibedakan
dalam :
1. Risiko pada perjanjian sepihak.
Pasal 1237 KUH Perdata tersebut, bagaimanapun hanya dapat dipakai untuk
perjanjian sepihak, seperti perjanjian penghibahan dan perjanjian pinjam pakai. Pasal tersebut
5|Page
tidak dapat dipakai untuk perjanjian yang sifatnya timbal balik. Menurut pasal 1245 KUH
Perdata, yang berbunyi :
● Tidaklah biaya ganti rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan
memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama
telah melakukan perbuatan yang terlarang.
Menunjukkan bahwa risiko dalam perjanjian sepihak ditanggung oleh kreditur atau dengan
kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.
2. Risiko pada perjanjian timbal balik.
Menurut Pitlo, bahwa berdasarkan asas kepantasan atau kepatutan, jika debitur tidak
lagi berkewajiban, maka pihak lainnya pun bebas dari kewajibannya. Pendapat Pitlo ini juga
didukung oleh ketentuan undang-undang, antara lain pasal 1246, 1545, dan 1563 KUH
Perdata. Pasal-pasal tersebut membebankan kerugian dalam hal terjadinya keadaan memaksa
kepada debitur pada siapa barangnya musnah. Kecuali yang diatur dalam pasal 1460 KUH
Perdata, yang menentukan bahwa jual beli barang tertentu risikonya dibebankan kepada
pembeli.
Untuk perjanjian timbal balik, kita harus mencari pasal-pasal dalam Bagian Khusus
KUH Perdata, yaitu dalam bagian yang mengatur perjanjian-perjanjian khusus, seperti : jual
beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain. Dalam Bagian Khusus tersebut, dapat
ditemukan beberapa pasal yang mengatur tentang risiko. Misalnya :
● Pasal 1460 KUH Perdata, mengatur risiko dalam jual beli, yang berbunyi : "Jika
barang yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini
sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum
dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya".
● Pasal 1545 KUH Perdata, mengatur risiko dalam tukar menukar, yang berbunyi :
"Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar
kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai sebagai gugur, dan pihak
yang telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah
diberikannya dalam tukar menukar itu".
Kedua pasal tersebut diatas sama-sama mengatur tentang risiko dalam suatu
perjanjian timbal balik, tetapi sangat berbeda satu sama lain, bahkan berlawanan satu sama
lain. Pasal 1460 KUH Perdata tersebut meletakkan risiko dipundak si pembeli, yang
6|Page
merupakan kreditur terhadap barang yang dibelinya (disebut kreditur karena ia berhak
menuntut penyerahannya). Sementara pasal 1545 KUH Perdata meletakkan risiko pada
pundak masing-masing pemilik barang yang dipertukarkan. Pemilik adalah debitur terhadap
barang yang dipertukarkan yang musnah sebelum diserahkan.
7|Page
KASUS
Gunung Agung Meletus, Lion Air Group Batalkan 16 Penerbangan
Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan perkembangan aktifitas terkini terhadap
erupsi Gunung Agung yang menyebabkan ditundanya seluruh kegiatan penerbangan dari dan
menuju Bandara Internasional Lombok mulai sore tadi pada Minggu (26/11/2017), pukul
17.55 WITA, hingga Senin (27/11/2017) pukul 06.00 WITA.
Lion Air Group yang menaungi beberapa maskapai seperti Lion Air, Wings Air, dan
Batik Air yang beroperasi melayani penerbangan dari dan menuju Bandara Lombok Praya
terpaksa membatalkan sejumlah jadwal penerbangannya demi alasan keselamatan, keamanan,
dan kenyamanan para pelanggan.
Tercatat untuk maskapai Lion Air pada hari ini (26/11/2017) membatalkan 12 nomor
penerbangan yang melayani penerbangan dari dan menuju Lombok dengan destinasi
Bandung, Denpasar, Yogyakarta, Jakarta, dan Surabaya.
Sedangkan untuk maskapai Wings Air terpaksa tidak mengoperasikan 4 nomor
penerbangan yang melayani penerbangan dari dan menuju Lombok dengan destinasi
Denpasar dan Solo. Untuk Batik Air, penerbangan dengan nomor ID 6658 rute Jakarta
(CGK) menuju Lombok telah dialihkan dan mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai,
Denpasar, Bali.
“Seluruh pelanggan Lion Air Group yang terkena dampak pembatalan penerbangan
tersebut dapat melakukan refund dan me-reschedule jadwal penerbangannya dengan
menghubungi pelayanan call center maupun customer service Lion Air Group yang tersedia
di Bandara Internasional Lombok maupun bandara – bandara asal yang menuju Lombok,”
ujar Ramaditya Handoko, Corporate Communication Lion Air Group dalam keterangan
tertulis.
Rama menambahkan akan terus berkordinasi dan berkomunikasi dengan beberapa
pihak terkait seperti penyelenggara layanan meteorologi penerbangan, penyelenggara
navigasi penerbangan, pengelola bandara, otoritas bandara, serta beberapa pihak lainnya.
8|Page
Hal ini tentu dilakukan bersama sama untuk tetap menjaga keselamatan dan
keamanan penerbangan. Di harapkan para pelanggan mengerti atas ketidak nyamanan ini
karena adanya faktor alam yang terjadi dan tidak memungkinkan bagi operasional
penerbangan di kawasan Bandara Internasional Lombok untuk sementara ini karena terdapat
Volcanic Ash Gunung Agung di Bali.
Sementara untuk operasional penerbangan maskapai Lion Air Group di Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, masih berjalan normal sesuai jadwal yang
semestinya.
“Kami berharap kondisi akan kembali normal dengan segera sehingga aktivitas
pelayanan penerbangan dari maupun menuju Lombok dapat berjalan kembali, dan kami akan
terus menginformasikan kepada pelanggan Lion Air Group jika adanya perkembangan dan
informasi terbaru terhadap hal ini. Manajemen Lion Air Group pun ber terima kasih atas
tindakan yang sigap terkait hal ini dari beberapa pihak yang terkait sehingga keselamatan dan
keamanan penerbangan tetap terjaga,” tutup Rama.
Referensi :
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3176400/gunung-agung-meletus-lion-air-groupbatalkan-16-penerbangan
Analisis kasus :
Aktivitas Gunung Agung beberapa pekan lalu sempat menyebabkan sejumlah
maskapai membatalkan penerbangannya. Hal ini disebabkan apabila terjadi letusan gunung
berapi ketika pesawat sedang diterbangkan maka hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan
mesin pesawat, dan apabila hal tersebut terjadi ketika pesawat telah lepas landas maka akan
membahayakan keselamatan seluruh awak kapal dan penumpangnya, oleh karena itu sangat
tidak mungkin untuk maskapai melanjutkan penerbangan dalam kondisi tersebut.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka kejadian ini termasuk dalam kategori
overmacht atau force majeure, dimana maskapai sebagai pihak debitur tidak dapat
melaksanakan prestasinya dikarenakan suatu bencana alam yang sifatnya temporer. Apabila
menengok ketentuan yang telah disebutkan diatas, keadaan memaksa dengan sifat temporer
tidak merubah risiko, sehingga maskapai sebagai debitur tetap harus melaksanakan
9|Page
kewajibannya ketika hal yang menyebabkan keadaan memaksa tersebut telah selesai, dalam
konteks ini berarti maskapai diharapkan mampu menyediakan refund atau penerbangan
pengganti ketika bencana alam tersebut telah berhenti.
Solusi :
Seluruh pelanggan Lion Air Group yang terkena dampak pembatalan penerbangan
tersebut dapat melakukan refund dan menjadwalkan ulang (reschedule) penerbangannya
dengan menghubungi pelayanan call center maupun customer service Lion Air Group
yang tersedia di Bandara Internasional Lombok maupun bandara-bandara asal yang
menuju Lombok.
Pihak Lion Air Group harus terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan
beberapa pihak terkait seperti penyelenggara layanan meteorologi penerbangan,
penyelenggara navigasi penerbangan, pengelola bandara, otoritas bandara, serta beberapa
pihak lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sridadi, Ahmad Rizki. 2009. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Surabaya: Airlangga University
Press.
10 | P a g e
Download