RUMAH ADAT ACEH Rumah adat Aceh atau yang biasa disebut Rumoh Aceh oleh masyarakat Aceh adalah rumah adat dari suku Aceh. Rumah ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur). Atap rumah berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka keluarga. 1. Lokasi Kelompok etnik Aceh adalah salah satu kelompok “asal” di daerah Aceh yang kini merupakan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Orang Aceh yang biasa menyebut dirinya Ureueng Aceh, menurut sensus penduduk tahun 1990 mencatat jumlah sebesar 3.415.393 jiwa, dimana orang Aceh tentunya merupakan kelompok mayoritas. Orang Aceh merupakan penduduk asli yang tersebar populasinya di Daerah Istimewa Aceh. Mereka mendiami daerahdaerah Kotamadya Sabang, Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Aceh Barat. Bahasa yang digunakan orang Aceh termasuk dalam rumpun bahasaAustronesia yang terdiri dari beberapa dialek, antara lain dialek Pidie, Aceh Besar, Meulaboh, serta Matang. Di Propinsi D.I. Aceh terdapat pula sedikitnya tujuh sukubangsa lainnya, yaitu : Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamee, Simeuleu, Kluet, dan Gumbok Cadek. Identitas bersama berdasarkan ikatan kebudayaan dan agama mencerminkan kesatuan 1 suku-suku bangsa di propinsi ini. Dalam pergaulan antarsuku bangsa jarang sekali penduduk asli Aceh menyebut dirinya orang Gayo, Alas, Tamiang, dan seterusnya. Mereka lebih suka menyebut diri sebagai “Orang Aceh”, sehingga Aceh patut dipandang sebagai suatu sukubangsa besar yang didukung oleh sejumlah sub-sukubangsa dengan identitas masingmasing. Ciri-ciri ini pula yang mengukuhkan propinsi Aceh sebagai Daerah Istimewa. 2. Sejarah Rumah Adat Aceh Kepercayaan Individu maupun masyarakat aceh dan kondisi alam di mana individu atau masyarakat hidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur bangunan, rumah, yang dibuat. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Aceh,Indonesia. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50-3meter, terdiri dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat.Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang. Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan mudah,tinggal menambah atau menghilangkan bagian yang ada di sisi kiri atau kanan rumah. Bagianini biasa disebut sramoe likot atau serambi belakang dan sramoe reunyeun atau serambi bertangga, yaitu tempat masuk ke Rumoh yang selalu berada di sebelah timur. Pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa.Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yangmasuk ke Rumoh Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruangyang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semuaorang duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) yangdilapisi tikar pandan. Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagiandepan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadapTuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui Rumoh Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh. Adaptasi masyarakatAceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk Rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, danatapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan 2 pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia,dan tidak menggunakan paku, Rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun. 3. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Aceh Masyarakat Aceh dikenal sebagai masyarakat yang religius. Agama Islam memainkan peranan penting dalam mengarahkan perilaku keseharian masyarakatnya. Namun, dalam kenyataan, masih terdapat beberapa unsur kepercayaan pra Islam yang berkembang dalam masyarakat. Penelitian ini berusaha menggali unsur kepercayaan animisme dan dinamisme dalam masyarakat Islam Aceh, mulai dari kelahiran sampai kematian maupun kepercayaan yang masih dipertahankan. Penelitian eksploratif ini menggunakan pendekatan kualitatif. Studi ini menemukan bahwa, masyarakat Islam Aceh hingga sekarang ini masih mengamalkan dan memercayai ajaran agama dan kepercayaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka. Mereka percaya dan menganggap bahwa objek tertentu mempunyai kekuatan gaib serta dapat memberikan pertolongan, suatu kepercayaan yang berbau bid’ah dan tahayul yang sudah menyatu menjadi bentuk kepercayaan yang tidak terpisahkan dalam keseharian masyarakat. 4. Sosia budaya Sistem kemasyarakatan Aceh sangat erat berkaitan dengan Islam. Masyarakat Aceh merupakan suatu masyarakat yang bertingkat dan tersusun dalam golongan-golongan. Golongan tersebut adalah golongan bangsawan, kaum alim ulama, golongan rakyat umum dan juga kelompok-kelompok lain seperti orang pendatang atau orang asing. Memang suatu kenyataan bahwa kaum bangsawan dan alim ulama pada umumnya menduduki tingkatan atas, akan tetapi dari kalangan rakyat umum pun tidak kurang yang mendapat kehormatan dan berada di tingkat yang tinggi, misalnya saja orang-orang yang sudah menunaikan ibadah Haji, dan kaum saudagar. Dilihat dari sisi kebudayaannya, Aceh memiliki budaya yang unik dan beraneka ragam. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Aceh adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Aceh yang terkenal, antara lain tari saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk 3 hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. 5. Arsitektur dan Konstruksi Bangunan Rumoh aceh merupakan rumah panggung yang memiliki tinggi beragam sesuai dengan arsitektur si pembuatnya. Namun pada kebisanyan rumah aceh memiliki ketinggian sekita 2.5-3 meter dari atas tanah. untuk memasukinya harus memgunakan anak tangga biasanya terdiri dari lima atau tiga ruangan di dalamnya. Rumah Adat aceh yang bertipe tiga runah memiliki 16 tiang sedangkan untuk tipe lima ruang memiliki 24 tiang bahkan salah satu rumoh aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada di jalan peukan pidie kabupaten sigli, memiliki 80 tinag sehingga sering di sebut dengan rumoh aceh besar. Ukuran tiang tiang -tiang yang menjadi penyangga utama rumoh aceh sendiri berukuran 20-35 cm Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati 4 ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tikar. Bagian-bagian Rumoh Aceh Pada bagian bawah rumah atau disebut dengan yup moh bisa digunakan untuk menyimpan berbagai benda, seperti penumbuk padi dan tempat menyimpan padi. Tidak hanya itu, bagian yup moh juga sering difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak, membuat kain songket Aceh yang dilakoni oleh kaum perempuan, bahkan bisa dijadikan sebagai kandang untuk peliharaan seperti ayam, itik, dan kambing. Seuramoe Keue atau Seuramoe Reunyeun (Ruang Depan) Ruang depan dari rumoh aceh disebut dengan nama Seuramoe Keue merupakan ruangan yang memiliki luas memanjang tanpa ada pembatas. Rungan ini memiliki fungsi sebagai ruang tamu dengan kondisi yang terbuka untuk pria dan wanita. Seuramoe Keue juga digunakan untuk kegiatan belajar mengaji, istirahat, tempat berkumpul keluarga, tempat makan-makan ketika diadakan upacara adat, seperti pernikahan. 5 Tungai (Rumoh Inong dan Rumoh Anjoeng) atau Ruang Tengah Ruang tengah dari rumoh aceh dinamakan Tungai. Ruangan tersebut merupakan ruang bersekat yang berada diantara ruang belakang dan ruang depan. Tempat ini sedikit berbeda dengan posisi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan dua ruang yang lain. Pada ruangan ini dibagi menjadi dua kamar yang saling berhadapan, rumah inong (rumah induk) dan rumah anjoeng.Untuk rumah inong merupakan kamar tidur yang digunakan oleh kepala keluarga. Sedangkan rumah anjoeng merupakan kamar tidur yang digunakan khusus untuk anak perempuan. Apabila dalam satu keluarga memiliki anak perempuan yang lebih dari satu. Maka tempat tidur inong pakai untuk anak perempuan yang lain. Sedangkan kepala keluarga tidur di rungan belakang.Menariknya ruang inong merupakan ruangan yang dipakai sebagai tempat tidur untuk pasangan pengantin baru. Tidak sekadar itu, lantai yang digunakan dapat dilepas, tujuannya adalah untuk memandikan mayat bila salah satu keluarga meninggal dunia. Di ruang tengah terdapat gang yang diapit rumoh inong dan rumoh anjoeng. Gang ini disebut dengan rambat. Jalan ini menghubungkan ruang tengah dan ruang belakang dan hanya cukup untuk dilewati orang bertubuh kecil. Umumnya jalan ini hanya digunakan oleh kerabat keluarga, sebab rambat adalah jalan menuju ruangan yang dikhususkan untuk wanita. 6 Seuramoe Likot atau Ruang Belakang Ruang belakang dari rumoh aceh disebut dengan nama seuramoe likot, yang merupakan ruangan yang berada pada bagian rumah paling belakang. Untuk ketinggian, ruangan ini sama dengan ruang depan sekaligus ruangan ini tidak memiliki sekat pembatas. Di ruangan inilah keluarga penghuni rumah berkumpul, selain itu juga sebagai ruang makan, tempat para wanita melakukan berbagai kegiatan. Dalam ruangan inilah para wanita memasak. Namun ada juga yang memiliki ruang dapur tersendiri dengan ruang utama yang disebut rumoh dapu. Ada juga ruangan yang digunakan untuk menyimpan berbagai barang berharga miliki keluarga. Rumah Kroeng pade aceh Ada satu lagi ruangan pada rumoh aceh yaitu rumah kroeng pade. Ruangan ini merupakan tempat lumbung padi yang digunakan untuk menyimpan hasil panen. Selain tiu ada juga bale atau balai yang digunakan untuk tempat beristirahat. Sebagai bangunan tambahan, ruangan ini terletak terpisah dengan bangunan utama. Tiang Rumoh Aceh berbahan kayu. Di samping itu, kayu pada rumoh Aceh digunakan pula untuk membuat toi, roek, bara, bara linteung, kuda-kuda, tuleueng rueng, indreng, dan lain sebagainya. Lantai dan dindignya terbuat dari papan. Selain itu, beberapa bahan yang digunakan untuk pembuatan Rumoh Aceh diantaranya Trieng bambu yang digunakan untuk membuat gasen (reng), alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lain sebagainya. Selain menggunakan bambu, adakalanya untuk membuat lantai dan dinding Rumoh Aceh menggunakan enau. Untuk memperkuat bangunanya tidak menggunakan paku, tali pengikat yang berbahan tali ijuk, rotan, kulit pohon waru, dan terkadang menggunakan tali plastik. Adapun atapnya 7 menggunakan daun rumbia atau kadang menggunakan daun enau. Sementara pelepah rumbia digunakan untuk membuat rak-rak dan sanding . Filosofi dan Keunikan Rumoh Aceh Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun. Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiangtiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Dalam rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu: Motif keagamaan yang merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran; Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini biasanya 8 terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah; Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai; Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya. Wujud dari arsitektur rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari kearifan dalam menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adap tasimasyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Secara kolektif pula, struktur rumah tradisi yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan tersendiri kepada penghuninya. Selain itu, struktur rumah seperti itu memberikan nilai positif terhadap sistem kawalan sosial untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keselamatan warga gampong (kampung). Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan. Hal itulah mengapa pembangunan yang dilakukan haruslah memenuhi beberapa persyaratan dan melalui beberapa tahapan. Persyaratan yang harus dilakukan misalnya pemilihan hari baik yang ditentukan oleh Teungku (ulama setempat), pengadaan kenduri, pengadaan kayu pilihan, dan sebagainya. Musyawarah dengan keluarga, meminta saran kepada Teungku, dan bergotong royong dalam proses pembangunannya merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan, menanamkan rasa solidaritas antar sesama, dan penghormatan kepada adat yang berlaku. Dengan bekerjasama, permasalahan dapat diatasi dan harmoni sosial dapat terus dijaga. Dengan mendapatkan petuah dari Teungku, maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan secara jasmani dan ketentraman secara rohani. Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan. Keunikan rumah Aceh terletap pada atapnya, untuk pengikat tali hitam atau tali ijuk mempunyai yang untuk penahan atap yang diikat tidak bersambung mempunyai kegunaan yang sangat berati, misalnya saat terjadi musibah kebakaran pada bagian atap maka pemilik rumah hanya memotong satu tali saja sehingga seluruh atap rumah yang terhubung atau terpusat pada tali ijok langsung jatuh atau roboh jadi terhindar dari kebakaran kayu dan dapat meminimalisir dampk dari musibah yang terjadi. Pembanguna rumah Aceh harus menghadap utara dan selatan ini dimaksudkan agar sinar cahaya nmatahari mudah masuk kekamar baik yang berada disisi timur ataupun sisi barat, jika ada rumah Aceh yang menghadap kearah barat atau timur maka akan mudah roboh karena menentang arah angin. Namun saat ini, seiring perkembangan zaman yang menuntut semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien serta semakin mahalnya biaya pembuatan dan perawatan rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh yang membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah rumoh Aceh semakin hari semakin sedikit.Masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah modern berbahan beton yang pembuatan dan pengadaan bahannya lebih mudah dari pada rumoh Aceh yang pembuatannya lebih rumit, pengadaan bahannya lebih sulit, dan biaya perawatannya lebih mahal. Namun, ada juga orang-orang yang karena kecintaannya terhadap arsitektur warisan nenek moyang mereka ini membuat rumoh Aceh yang ditempelkan pada rumah beton mereka. 9 LANTAI DAN PINTU Lantai ( alee) Alee yang ada dirumah aceh Cut Nyak Dhien menggunakan kayu yang terbuat dari kayu enau. Lantai tersebut juga disokong oleh kayu – kayu yang kuat sebagai struktur peyangga yang bertumpu ke balok – balok tiang. Untuk pemasangan lantai, labih dahulu haru dipasang leger penghubung antara toi dan rok, pada rumah orang aceh kebiaaan, leger ini disebut lhue yang menjadi landasan untuk menempatkan kayu lantai. Sedang kan alee yang ada di rumoh cut muthia juga menggunakan papan kayu yang terbuat dari kayu enau. Semua orang duduk bersila di atas tika ngom. Untuk pemasangan lantai, lebih dahulu harus dipasang leger penghubung antara toi dan rok. Tangga ( reunyen) Tangga yang berposisi didepan disandarkan pada rok di seuramoe, dengan mengambil posisi ruang tengah. Untuk melindungi tangga ini dari siraman hujan, biasanya perlu dibuat seulasa (semacam kanopi) Jumlah anak tangga yang pada rumah aceh pada umumnya yang berjumlah ganjil, yaitu berjumlah 7 tangga. Pada depan anak tangga juga terdapat gentong air yang yang digunakan untuk anak bersuci(wudhu) bagi para penghuni tam. Hal ini diambil karena agama islam menyukai kebersihan. 10 KESIMPULAN Rumah adat Nangro Aceh Darussalam atau yang sering disebut juga Rumoh aceh merupakan rumah panggung yang memiliki tinggi beragam sesuai dengan arsitektur si pembuatnya. Namun pada kebisanyan rumah aceh memiliki ketinggian sekita 2.5-3 meter dari atas tanah. untuk memasukinya harus memgunakan anak tangga biasanya terdiri dari lima atau tiga ruangan di dalamnyan Rumah Adat aceh yang bertipe tiga runag memiliki 16 tiang sedangkan untuk tipe lima ruang memiliki 24 tiang bahkan salah satu rumoh aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada di jalan peukan pidie kabupaten sigli, memilik dari keluarga Raja-raja sigli. almarhum pakek mahmud (sselebestudder pidie van laweung ) memiliki 80 tinag sehingga sering di sebut dengan rumoh aceh besar. Ukuran tiang tiang -tiang yang menjadi penyangga utama rumoh aceh sendiri berukuran 20-35 cm. Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tikar. Bagian-bagian Rumoh Aceh terdiri dari Ruangan depan atau disebut dengan seuramoe reungeun, Ruangan tengah yang disebut dengan seuramoe teungoh, Ruangan belakang disebut seuramoe likot Tiang Rumoh Aceh berbahan kayu. Di samping itu, kayu pada rumoh Aceh digunakan pula untuk membuat toi, roek, bara, bara linteung, kuda-kuda, tuleueng rueng, indreng, dan lain sebagainya. Lantai dan dindignya terbuat dari papan. Selain itu, beberapa bahan yang digunakan untuk pembuatan Rumoh Aceh diantaranya Trieng bambu yang digunakan untuk membuat gasen (reng), alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lain sebagainya. Selain menggunakan bambu, adakalanya untuk membuat lantai dan dinding Rumoh Aceh menggunakan enau. Untuk memperkuat bangunanya tidak menggunakan paku, tali pengikat yang berbahan tali ijuk, rotan, kulit pohon waru, dan terkadang menggunakan tali plastik. Adapun atapnya menggunakan daun rumbia atau kadang menggunakan daun enau. Sementara pelepah rumbia digunakan untuk membuat rak-rak dan sanding . 11 SUMBER : https://ibnudin.net/rumah-adat-aceh/ https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_adat_Aceh http://www.bukdeinfo.com/2017/08/sejarah-rumah-adat-aceh-yang-sering.html https://news.detik.com/berita/d-3831579/melihat-rahasia-konstruksi-rumah-adat-aceh-yangtahan-gempa http://raihansitumeang.blogspot.com/2015/12/arsitektur-tradisional-rumah-aceh.html http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/ 12