MRAP Bali 2011

advertisement
Program Kajian Cepat
Kajian Cepat Kondisi Kelautan
Provinsi Bali 2011
RAP
Buletin
Kajian
Biologi
64
Diedit oleh
Putu Liza Kusuma Mustika, I Made Jaya Ratha,
Saleh Purwanto
Dinas Perikanan dan Kelautan
Bali
Balai Riset dan Observasi
Kelautan Bali
Universitas Warmadewa
Denpasar, Bali
Agustus 2012
Conservation International
Indonesia
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Edisi kedua Agustus 2012
Kutipan diusulkan sbb:
Mustika, P. L., Ratha, I. M. J. & Purwanto, S. (eds) 2012. Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011 (edisi kedua
bahasa Indonesia). RAP Bulletin of Biological Assessment 64. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali, Balai Riset dan
Observasi Kelautan Bali, Universitas Warmadewa, Conservation International Indonesia, Denpasar. 142 pp.
Sumber foto:
Emre Turak:
Isi Bab 5
Lyndon DeVantier:
Isi Bab 5
Gerald R. Allen:
Judul kiri, banner dan isi Bab 3
Mark Erdmann:
Judul kanan, isi Bab 3, Foto 5.5
I Made Jaya Ratha:
Banner Ringkasan Eksekutif, banner Bab 1,
banner dan isi Bab 2, banner Bab 6
Muh. Erdi Lazuardi:
Banner Bab 4, banner Bab 5
Kartografi:
Emre Turak/Lyndon DeVantier:
Gambar 5.3, Gambar 5.4, Gambar 5.14
Ketut Sudiarta:
Gambar 4.1
Gerald R. Allen:
Gambar 3.19
Nur Hidayat:
Gambar 1.1, Gambar 5.2, Gambar 6.1
I Made Jaya Ratha
Gambar 1.2
Penterjemah:
Jeni Shannaz (Bab 3 dan 5)
Layout:
I Made Jaya Ratha
Editor:
Putu Liza Mustika
I Made Jaya Ratha
Saleh Purwanto
Kata Pengantar dari Gubernur Bali
Sambutan dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
iii
Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
iv
Program Kajian Cepat
Sambutan
Sambutan
Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia
Bali merupakan daerah yang sangat kental dengan kehidupan adat dan budaya yang berbasis pada alam dan sekaligus menjadi
tujuan utama pariwisata dunia. Terletak di dalam kawasan segitiga karang dunia, perairan Bali adalah rumah bagi berbagai
jenis biota laut yang tidak hanya menyediakan protein bagi masyarakat, namun juga menjadi pilar utama pembangunan
pariwisatanya.
Namun demikian, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Bali merupakan tantangan besar bagi para pemangku kepentingan
di Bali. Pesatnya laju pembangunan khususnya di daerah pesisir masih belum diimbangi dengan rencana pengelolaan jangka
panjang yang memadai. Oleh karenanya, bukan hal yang mustahil bila dalam titik tertentu, kelangsungan ekonomi jangka
panjang Bali pun dipertanyakan.
Untuk itu, berbagai inisiatif dan strategi untuk pembangunan jangka panjang di Bali terus diupayakan oleh Pemerintah, pihak
swasta, masyarakat maupun LSM. Kerja keras pemerintah dengan berbagai pihak telah menghasilkan perencanaan tata ruang di
wilayah darat maupun laut yang dituangkan dalam Perda 16/2009, yang menjadi kerangka dan acuan membangun Bali dalam
20 tahun ke depan. Inisiasi pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan Jejaringnya di seluruh Bali adalah salah satu
bentuk strategi untuk menterjemahkan RTRW Bali tersebut.
Seiring dengan hal itu, Conservation International (CI) Indonesia melalui program Bali MPA Network memiliki tujuan
mengupayakan terkelolanya sumber daya pesisir dan laut Bali secara efektif untuk mempertahankan fungsi lingkungan dan
sosial-ekonomi bagi masyarakat lokal dan pemerintah. Dengan target membangun jejaring KKP yang terkelola secara efektif
bagi seluruh Pulau Bali yang mendukung visi pengelolaan Bali (‘satu pulau, satu manajemen’ dan ‘Bali Clean and Green
Province’), CII berupaya untuk memfasiltasi pemerintah dengan bekerjasama dengan para pihak yang terkait. CII berharap
bahwa terbangunnya Jejaring KKP seluruh Pulau Bali ini, yang dilengkapi dengan kapasitas pengelola KKP yang handal dan
professional akan mampu menjadi penunjang utama kelentingan pariwisata laut Bali.
Para pemangku kepentingan mengusulkan tidak kurang dari 25 daerah prioritas dalam lokakarya pengembangan KKP dan
Jejaringnya di Bali yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Untuk menyempurnakan desain jejaring KKP Bali tersebut, kami
memandang sangat penting memasukan pertimbangan ilmiah (bio-ekologis serta sosial-ekonomi) dalam mentukan rancang
bangun jejaring KKP Bali tersebut. Oleh karena itu pemerintah Bali dan CII memandang perlu untuk melakukan kajian secara
komprehensif terhadap kondisi kelautan di Bali. Hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan
dipimpin oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bali ini diharapkan mampu menjadi landasan ilmiah yang mampu mengarahkan
Jejaring KKP Bali untuk bekerja membangun Bali menuju Ekonomi Hijau dan Pariwisata Berkelanjutan.
Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan pendanaan yang diberikan oleh USAID untuk berlangsungnya kegiatan ini.
Selain itu, kami mengucapkan terima kasih pula atas dukungan dan kepemimpinan Pemda Bali (terutama Dinas Perikanan dan
Kelautan) dalam studi ini, para anggota tim Bali Marine RAP, P2O-LIPI, DKP, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana,
BKSDA Bali, Bali Diving Academy, serta para mitra lainnya atas suksesnya kegiatan ini. Kami berharap agar hasil studi dan
usulan tindak lanjut dari kegiatan ini bisa bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan pelaku pengelolaan sumberdaya laut dan
pesisir di Pulau Bali.
Denpasar, 24 October 2011
Ketut Sarjana Putra
Country Executive Director
Conservation international Indonesia
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
v
Daftar Isi
Daftar Isi
Kata Pengantar dari Gubernur Bali............................................................................................................................................................ iii
Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali...........................................................................................................iv
Sambutan Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia.................................................................................................... v
Daftar Gambar.............................................................................................................................................................................................. viii
Daftar Foto.......................................................................................................................................................................................................ix
Daftar Foto........................................................................................................................................................................................................x
Daftar Tabel.....................................................................................................................................................................................................xi
Partisipan...................................................................................................................................................................................................... xii
Ringkasan Eksekutif....................................................................................................................................................................................... 1
Bab 1.................................................................................................................................................................................................................. 8
Pendahuluan
Bab 2................................................................................................................................................................................................................ 12
Gambaran Lokasi
I Made Jaya Ratha
Bab 3................................................................................................................................................................................................................ 17
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Gerald R. Allen & Mark V. Erdmann
Bab 4................................................................................................................................................................................................................ 72
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Muhammad Erdi Lazuardi, I Ketut Sudiarta, I Made Jaya Ratha,
Eghbert Elvan Ampou, Suciadi Catur Nugroho dan Putu Liza Mustika
Bab 5................................................................................................................................................................................................................ 82
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Emre Turak dan Lyndon DeVantier
Bab 6.............................................................................................................................................................................................................. 136
Menuju Jejaring KKP Bali
Putu Liza Mustika & I Made Jaya Ratha
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
vii
Daftar Gambar
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Prioritas Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Bali (Hasil Lokakarya Para Pihak, Juni 2010)...............................................................11
Gambar 1.2. Lokasi Kegiatan Marine Rapid Assessment Program (Bali Tahun 2011 dan Nusa Penida Tahun 2008)..................................................................11
Gambar 3.1. Citra satelit dari Secret Bay, Gilimanuk..................................................................................................................................................................27
Gambar 4.1. Peta site-site pengamatan kondisi terumbu karang pada kegiatan , 29 April – 11 Mei 2011................................................................................74
Gambar 4.2. Kondisi persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m dan 10-14m pada site pengamatan di Bali dalam survey
Bali Marine Rapid Assessment Program......................................................................................................................................................................................75
Gambar 4.3. Kondisi persentase penutupan rata-rata karang keras pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011.......................75
Gambar 4.4. Komposisi rata-rata penutupan substrat dasar pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011..................................76
Gambar 4.5. Komposisi rata-rata total persentase penutupan substrat dasar di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011...................................................76
Gambar 4.6. Rata-rata komposisi 10 genus yang mendominasi karang keras di Bali berdasarkan survey Bali Marine Rapid Assessment Program,
29 April – 11 Mei 2011................................................................................................................................................................................................................76
Gambar 4.7. Nilai Indeks Mortalitas pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program,
29 April – 11 Mei 2011 ...............................................................................................................................................................................................................78
Gambar 5.1. Segitiga Karang (merah tua, mengikuti Veron dkk. 2009). Bali terletak di sudut Barat Daya.................................................................................85
Gambar 5.2. Kandidat stasiun-stasiun prioritas dan nonprioritas yang diidentifikasi selama lokakarya KKP Bali, Juni 2010....................................................88
Gambar 5.3. Perkiraan lokasi situs survei, Nusa Penida (17 situs, Oktober 2008) dan Bali (31 situs, April-Mei 2011)..............................................................92
Gambar 5.4. Kawasan yang telah disurvei di sekitar Segitiga Karang di Indonesia, termasuk Bali dan Nusa Penisa, Komodo, Kepulauan Banda,
Wakatobi, Derawan, Bunaken, Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana. Setiap wilayah survei ini cukup
luas dan mendukung keragaman habitat terumbu karang. Setiap survei dilakukan secara komprehensif dan praktis karena waktu yang tersedia
terbatas (lihat Daftar Pustaka untuk rinciannya). ......................................................................................................................................................................92
Gambar 5.5. Rata-rata % tutupan (+ s.e.) bentos sesil di Bali, April-Mei 2011 dan Nusa Penida (Oktober 2008) ....................................................................93
Gambar 5.6. Plot pencar tentang tingkat kerusakan terbaru pada karang pembangun terumbu karang pada 85 stasiun di Bali..............................................99
Gambar 5.7. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster pada komunitas karang di 48 situs di Bali (B#) dan Nusa Penida (N#)............100
Gambar 5.8. Distribusi tipe komunitas karang di 48 situs di Bali. Kelima komunitas menunjukkan tingkat pemisahan geografi yang cukup tinggi
di sepanjang kawasan survei. Setiap situs memiliki sebuah daerah arsir ‘persegi panjang komunitas’ yang menunjukkan identitas komunitas yang ada,
di mana Komunitas A diwakili oleh warna persegi panjang kuning, B oleh coklat, C oleh biru, D oleh merah, dan E oleh merah muda dan ungu...................100
Gambar 5.9. Rata-rata tutupan atribut bentik di 5 tipe komunitas karang, Bali......................................................................................................................102
Gambar 5.10. Dendrogram yang menggambarkan tingkat kesamaan pada berbagai lokasi yang berbeda dalam hal keberadaan spesies
terumbu karangnya, ..................................................................................................................................................................................................................109
Gambar 5.11. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster dari komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah
di Indonesia...............................................................................................................................................................................................................................109
Gambar 5.12. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil dari analisis cluster komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah Indonesia ......... 110
Gambar 5.13. Kawasan dengan berbagai habitat dan tipe komunitas karang utama di Bali. Gambar Google Earth. Daerah yang diwarnai sesuai
dengan tipe komunitas karang utama pada Gambar 5.7 .........................................................................................................................................................110
Gambar 5.14. Terumbu karang dengan prioritas konservasi tinggi di Bali, ditunjukkan dengan bintang merah......................................................................112
Gambar 6.1. Bakal-bakal KKP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring KKP Bali (lihat Tabel 6.3 untuk nama-nama KKP)......141
viii
Program Kajian Cepat
Daftar Foto
Daftar Foto
Foto 2.1. Wisata bahari menjadi salah satu sumber pendapatan nelayan di Candidasa ...........................................................................................................13
Foto 2.2. Pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar perairan Bunutan, Amed...................................................................................................................13
Foto 2.3. Panduan bagi wisatawan agar tidak merusak karang di sekitar pantai Pemuteran....................................................................................................15
Foto 3.1. Contoh spesies ikan karang Samudera Hindia yang ditemukan di Bali (dari kiri atas hingga kanan bawah): Acanthurus tristis,
Amphiprion sebae, Chaetodon trifasciatus, Chromis opercularis, Leptojulis chrysotaenia, dan Melichthys indicus....................................................................23
Foto 3.2. Apogon lineomaculus, dengan panjang 6 cm. Hanya ada di Bali dan Komodo.............................................................................................................23
Foto 3.3. Contoh pasangan spesies kembar (spesies dari Samudera Hindia di kiri dan Pasifik di kanan): atas – Chaetodon decussatus dan
C. vagabundus; tengah – Chromis dimidiata dan C. margaritifer; bawah - Ctenochaetus cyanocheilus dan C. truncatus.........................................................23
Foto 3.4. Contoh perkawinan silang (tengah) antara Centropyge eibli (kiri) dan C. vroliki (kanan) di Nusa Penida....................................................................23
Foto 3.5. Contoh spesies ikan di Bali yang berhubungan dengan wilayah upwelling dingin: dari kiri ke kanan - Prionurus chrysurus, Springeratus
xanthosoma, dan Mola mola........................................................................................................................................................................................................24
Foto 3.6. Parapercis bimacula, panjang total 11 cm...................................................................................................................................................................24
Foto 3.7. Manonichthys sp. sepanjang 3,5 cm............................................................................................................................................................................24
Foto 3.8. Dua Pseudochromis baru dari Bali dan Nusa Penida sepanjang 7 cm.........................................................................................................................24
Foto 3.9. Siphamia sp. sepanjang 3,5 cm...................................................................................................................................................................................24
Foto 3.10. Dua spesies baru jawfish (Opistognathidae) dari Bali (kiri ke kanan): spesies Opistognathus 1 sepanjang 4 cm, spesies Opistognathus 2
sepanjang 3,5 cm........................................................................................................................................................................................................................25
Foto 3.11. Meiacanthus abruptus, sepanjang 7 cm....................................................................................................................................................................25
Foto 3.12. Spesies Meiacanthus cyanopterus sepanjang 6 cm....................................................................................................................................................25
Foto 3.13. Priolepis sp. sepanjang 2,5 cm...................................................................................................................................................................................25
Foto 3.14. Grallenia baliensis. dengan panjang 2,5 cm..............................................................................................................................................................25
Foto 3.15. Lepadichthys sp. sepanjang 3 cm..............................................................................................................................................................................26
Foto 3.16. Ptereleotris rubristigma, sepanjang 10 cm.................................................................................................................................................................26
Foto 3.17. Catatan distribusi baru (dari kiri ke kanan) meliputi: Chaetodon reticulatus, Abudefduf lorentzi, dan Cirrhilabrus pylei..........................................26
Foto 3.18. Capungan banggai (Pterapogon kauderni) yang didatangkan dari luar Bali, panjang total 8 cm, Secret Bay, Bali...................................................26
Foto 5.1. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N1.2 Nusa Penida didominasi oleh Acropora spp.....................................................................94
Foto 5.2. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun B30.2 Bali, didominasi oleh Porites nigrescens dan Seriatopora spp.......................................94
Foto 5.3. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N4.2 Nusa Penida, didominasi oleh Acropora spp. dan Porites spp..........................................94
Foto 5.4. Tutupan petak karang lunak yang luas yang didominasi Sarcophyton spp. di stasiun N16.2 Nusa Penida..................................................................94
Foto 5.5. Euphyllia spec. nov., ditemukan oleh M. Erdmann, pantai timur Bali. Detail polip dari dekat......................................................................................94
Foto 5.6. Isopora sp. (tengah) yang belum diidentifikasi bersebelahan dengan Isopora palifera (atas dan kanan), stasiun N9.2 Nusa Penida.........................94
Foto 5.7. Budi daya rumput laut, Stasiun N14.2, Nusa Penida....................................................................................................................................................98
Foto 5.8. Pemangsaan Acropora yongei oleh siput Drupella, Stasiun N14.1, Nusa Penida..........................................................................................................98
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
ix
Daftar Foto
Daftar Foto, continued
Foto 5.9. Pemangsaan terbaru oleh bintang laut Crown-of-thorns pada Acropora sukarnoi, Stasiun N8.2, Nusa Penida...........................................................98
Foto 5.10. Koloni Goniopora tenuidens yang terserang penyakit, Stasiun N13.2, Nusa Penida....................................................................................................98
Foto 5.11. Kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, Stasiun N8.1, Nusa Penida.................................................................98
Foto 5.12. Sampah plastik dan lumpur mencemari terumbu karang, stasiun 31.2 Bali.............................................................................................................99
Foto 5.13. Jaring yang dibuang dan terus membelit karang, stasiun B13.2 Bali........................................................................................................................99
Foto 5.14. Contoh komunitas karang A, Stasiun B16.2, Bali, yang menunjukkan tingginya tutupan terumbu karang di perairan dangkal, sebagian
besar adalah acroporidae Montipora (latar belakang) dan Acropora.........................................................................................................................................106
Foto 5.15. Contoh komunitas karang A, Stasiun B17.1, Bali, menunjukkan dampak dari lumpur.............................................................................................106
Foto 5.16. Contoh komunitas karang B, stasiun B30.2, Bali, yang didominasi oleh Acropora pulchra dan Seriatopora hystrix yang lebih kecil.......................106
Foto 5.17. Contoh komunitas karang B, stasiun B22.2, Bali, dengan banyak spesies karang Heterocyathus and Heteropsammia yang kecil dan tidak
menempel, tersebar di antara lamun Halophila pada substrat lunak........................................................................................................................................106
Foto 5.18. Contoh komunitas karang C, stasiun B5.1, Nusa Penida, didominasi piringan pectiniidae dan faviidae yang mengerak........................................106
Foto 5.19. Contoh komunitas karang C, stasiun B4.1, Bali, dengan alga rhodofit dan didominasi oleh karang lunak..............................................................106
Foto 5.20. Contoh komunitas karang D, stasiun N1.2 Nusa Penida, yang didominasi oleh acroporidae tabular dan berdaun (foliose)....................................107
Foto 5.21. Contoh komunitas karang D, Nusa Penida stasiun N8.2, menunjukkan beragam karang yang tumbuh di atas punggung bukit terumbu
karang (reef spur) yang tidak beraturan....................................................................................................................................................................................107
Foto 5.22. Contoh komunitas karang E, stasiun B6.2, Bali, dengan tegakan besar Acropora sukarnoi (tengah)......................................................................107
Foto 5.23. Contoh komunitas karang E, stasiun B8.2, Bali, dengan spesies tabular Acropora cytherea besar (tengah)...........................................................107
Foto 5.24. Acropora suharsonoi, terumbu karang yang rentang penyebarannya sangat terbatas di Bali Utara dan Lombok Barat,
(dijumpai di Situs B26, di Bali). ...............................................................................................................................................................................................108
x
Program Kajian Cepat
Daftar Tabel
Daftar Tabel
Tabel 0.1. Situs Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali 29 April – 11 Mei 2011....................................................................................................................3
Tabel 1.1. Daftar survei situs dari Bali MRAP 29 April – 11 May 2011. Notabene: survei ikan tidak dilakukan pada situs 6, 8 dan 28,
dan sebaliknya di situs 26, hanya survei ikan yang dilakukan dan bukan survei karang atau transek.........................................................................................9
Tabel 3.1. Jumlah spesies yang diamati pada masing-masing situs (catatan: ikan-ikan tidak disurvei pada situs 6, 8 dan 27)..............................................19
Tabel 3.2. Situs dengan tingkat keragaman spesies ikan karang yang tinggi yang diamati selama survei 2011 di Bali............................................................19
Tabel 3.3. Nilai Indeks Keragaman Ikan Karang (Coral fish diversity index / CFDI ) untuk daerah yang terbatas, jumlah spesies ikan karang diamati
selama survei, dan jumlah yang diperkirakan dengan menggunakan rumus regresi CFDI..........................................................................................................20
Tabel 3.4. Famili dengan kelimpahan spesies ikan terbanyak di Bali..........................................................................................................................................21
Tabel 3.5. Analisis zoogeografi ikan karang di Bali. Setiap kategori bersifat eksklusif................................................................................................................21
Tabel 3.6. Spesies-spesies ikan Samudera Hindia yang ditemukan di Bali.................................................................................................................................22
Tabel 3.7. Ikan karang endemik Sunda Kecil yang terdapat di Bali.............................................................................................................................................22
Tabel 3.8. Contoh spesies kembar yang tercatat di Bali..............................................................................................................................................................27
Tabel 3.9. Spesies yang terkait dengan upwelling dingin yang terdapat di Bali..........................................................................................................................28
Tabel 3.10. Perbandingan jumlah spesies pada kawasan geografi utama di wilayah Bali..........................................................................................................30
Lampiran 3.1. Daftar ikan karang di Bali (termasuk Nusa Penida).............................................................................................................................................33
Tabel 4.1. Daftar lokasi survey dan site pengamatan pada Bali Marine RAP Tahun 2011...........................................................................................................73
Tabel 4.2. Kode dan kategori benthic lifeform..............................................................................................................................................................................74
Tabel 4.3. Kondisi karang keras yang didominasi karang Acropora, Porites, Montipora, Echinopora dan Seriatopora pada site pengamatan di Bali................77
Tabel 4.4. Kondisi rata-rata karang hidup pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assesment Program, 29 April – 11 Mei 2011......... 78
Lampiran 4.1. Daftar total genus karang keras dan rata-rata persentase penutupan pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid
Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011.............................................................................................................................................................................81
Tabel 5.1. Kategori kelimpahan relatif, kerusakan dan ukuran (diameter maksimum) setiap taksa bentik dalam inventarisasi biologi....................................89
Tabel 5.2. Berbagai kategori atribut bentik ................................................................................................................................................................................90
Tabel 5.3. Ringkasan statistik untuk berbagai variabel lingkungan, Bali (termasuk Nusa Penida), Oktober 2008 dan April-Mei 2011......................................93
Tabel 5.4. Perbandingan keragaman dan ciri-ciri ekologi lainnya antara Bali dengan kawasan terumbu karang lain di Indo-Pasifik Barat..............................95
Tabel 5.5. Karang batu Azooxanthellate Scleractinia, karang batu nonscleractinia, karang lunak dan biota lain yang tercatat di Bali. ....................................96
Tabel 5.6. Peringkat (nilai) situs untuk RI mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah untuk 20 situs teratas di Bali. B menunjukkan situs di pulau
utama Bali, N menunjukkan situs di Nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan........................................................................................................97
Tabel 5.7. 20 situs teratas dengan Replenishment index CI karang di Bali. B adalah situs di pulau utama Bali, N adalah situs di Nusa Penida dan
pulau-pulau kecil yang berdekatan.............................................................................................................................................................................................97
Tabel 5.8. Ringkasan statistik (nilai rata-rata) untuk berbagai variabel lingkungan dan tutupan bentik untuk 5 komunitas karang di Bali. Ciri-ciri yang
membedakan diberikan dalam huruf tebal................................................................................................................................................................................101
Tabel 5.9. Ciri-ciri spesies karang pada 5 tipe komunitas karang, Bali. Taksa digunakan sebagai indikator untuk tipe komunitas yang relevan diberikan
dalam huruf tebal......................................................................................................................................................................................................................103
Tabel 5.10. Berbagai nilai konservasi situs survei di Bali. Replenishment Index (CI) dinilai dari yang tertinggi sampai yang terendah; Indeks
Kelangkaan (RI) dengan pemeringkatan mulai dari yang tertinggi (1, yang secara faunistik paling tidak biasa) sampai yang terendah. Kekayaan
spesies Scleractinia – pembangun terumbu karang; nomor situs dan tipe komunitas sesuai dengan yang ada di Gambar.....................................................111
Lampiran 5.1. Ciri lokasi survei. Nusa Penida, November 2008 dan Bali, April-Mei 2011.........................................................................................................116
Lampiran 5.2. Perkiraan visual persentase tutupan berbagai atribut bentik sesil dan tipe substrat, serta kedalaman dan stasiun penghitungan untuk
kekayaan spesies karang hermatypic, Nusa Penida, November 2008 and Bali, April-Mei 2011.................................................................................................118
Lampiran 5.3. Daftar spesies karang untuk Bali dan wilayah-wilayah lain yang berdekatan, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan dan Taman
Nasional Bunaken. Catatan spesies untuk setiap lokasi diperbarui dengan mengikuti studi taksonomi. ................................................................................121
Tabel 6.1. Daftar spesies penyu dan lokasi peneluran dan pakan mereka di Bali ....................................................................................................................138
Tabel 6.2. Daftar spesies mamalia laut yang terlihat di Bali sejak 2001..................................................................................................................................139
Tabel 6.3. Lokasi-lokasi prioritas untuk jejaring KKP di Bali (searah jarum jam, kea rah timur)...............................................................................................140
Gambar 6.1. Bakal-bakal KKP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring KKP Bali (lihat Tabel 6.3 untuk nama-nama KKP)......141
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
xi
Partisipan
Partisipan
I Gusti Putu Nuriartha
(Penanggung Jawab dan Penasehat)
Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bali
Jl. Patimura 77 Denpasar-Bali
Fax. (0361) 223562
Ketut Sarjana Putra
(Penanggung Jawab)
Conservation International (CI) Indonesia
Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali
80235
Fax. +62 361 235 430
Email: k.putra@conservation.org
Eghbert Elvan Ampou
(Pengamat Ekologi Karang)
Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali
Jl. Baru Perancak-Jembrana, Bali
Fax. 0365-44278
Email: elvan_ampou76@yahoo.com
Mark Van Nydeck Erdman
(Pengamat Ikan Karang)
Conservation International (CI) Indonesia
Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali
80235
Fax. +62 361 235 430
Email: mverdmann@gmail.com
Muhammad Erdi Lazuardi
(Pengamat Ekologi Karang)
Conservation international (CI) Indonesia
Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235
Fax. +62 361 235 430
Email: m.lazuardi@conservation.org
Suciadi Catur Nugroho
(Pengamat Ekologi Karang)
Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali
Jl. Baru Perancak-Jembrana, Bali
Fax. 0365-44278
Email: suciadi_cn@yahoo.com
Gerald Robert Allen
(Pengamat Ikan karang)
Conservation International
1919 M Street NW, Suite 600
Washington, DC 20036, USA
I Ketut Sudiarta
(Pengamat Ekologi Karang)
Universitas Warmadewa
Jl. Akasia 10 Denpasar, Bali
Email: ikt_sudiarta@yahoo.co.id
Emre Turak
(Pengamat karang keras/ hard coral)
Conservation International
1919 M Street NW, Suite 600
Washington, DC 20036, USA
Lyndon DeVantier
(Pengamat karang keras/ hard coral)
Conservation International
1919 M Street NW, Suite 600
Washington, DC 20036, USA
I Made Jaya Ratha
(Pengamat Sosial-Ekonomi Daerah Pesisir)
Conservation Indonesia (CI) Indonesia
Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235
Fax. +62 361 235 430
Email: i.ratha@conservation.org
xii
Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
Latar Belakang
Provinsi Bali terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Luas Pulau Bali adalah 563.666 ha yang meliputi daratan utama Bali, Nusa
Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, pulau Serangan dan pulau Menjangan. Bali terkenal di seluruh penjuru dunia karena
budaya masyarakatnya yang unik serta statusnya sebagai tujuan wisata terkemuka di dunia. Bali juga terletak di pojok barat
daya Coral Triangle – sebuah kawasan yang memiliki keanekaragaman laut tertinggi di planet ini. Sumberdaya laut Bali telah
lama menjadi aset ekonomi yang penting bagi pulau ini – baik sebagai sumber pangan bagi penduduk lokal (banyak penduduk
Bali yang memperoleh pasokan protein dari seafood) dan untuk wisata bahari. Atraksi wisata selam dan snorkeling seperti di
Nusa Penida, Candi Dasa, pulau Menjangan (Taman Nasional Bali Barat), dan runtuhan kapal USS Liberty di Tulamben telah
mengundang banyak wisatawan selama beberapa dekade terakhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini sector wisata bahari swasta
telah juga mengembangkan pilihan wisata ke Puri Jati, Karang Anyar, dan Amed. Kegiatan lain yang penting bagi perekonomian
pesisir Bali antara lain adalah pertanian rumput laut dan penangkapan ikan hias.
Gubernur Bali telah mengeluarkan Keputusan Gubernur No. 324/2000 tentang integrasi pengelolaan wilayah pesisir dalam
pembangunan Bali. Namun, pembangunan yang cepat dan tidak terkoordinir di daerah resapan air dan pesisir Bali ditambah
dengan tidak jelasnya tata ruang wilayah laut dan pesisir pulau telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut di sekitar
Bali. Masalah ini ditambah dengan adanya tangkap berlebih dan perikanan yang merusak, sedimentasi dan eutrofikasi akibat
pembangunan wilayah pesisir, sampah di lautan dan pengerukan di kawasan karang. Hal ini menyebabkan dipertanyakannya
kelestarian jangka panjang kegiatan ekonomi di pesisir Bali.
Menyadari ancaman-ancaman ini, pemerintah provinsi Bali telah berusaha keras untuk mengembangkan strategi
pembangunan jangka panjang Pulau Bali, termasuk meningkatkan kualitas tata ruang wilayah darat dan lautnya. Salah satu
bagian penting dari inisiatif ini adalah bahwa pemerintah Bali telah memutuskan untuk merancang dan mengembangkan sebuah
jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di sekitar Bali yang memberikan prioritas kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang
lestari (meliputi wisata bahari lestari, budidaya laut lestari dan perikanan skala kecil lestari)
Dalam rangka memulai perencanaan jejaring KKP tersebut, pemerintah Bali menggelar sebuah lokakarya para pihak pada
bulan Juni 2010. Lokakarya ini diorganisir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, bekerja sama dengan Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International
(CI) Indonesia dan beberapa LSM lokal yang tergabung dalam Mitra Bahari Bali. Lokakarya Jejaring KKP Bali dihadiri oleh
70 partisipan dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten, universitas, LSM, sektor swasta, kelompok masyarakat,
forum lembaga adat dan kelompok nelayan.
Salah satu hasil terpenting lokakarya tersebut adalah para peserta mengidentifikasi 25 situs prioritas yang dipandang sebagai
kandidat terpenting untuk dimasukkan ke dalam jejaring KKP pulau Bali. Daftar ini meliputi kawasan lindung daerah/nasional
yang sudah ada, seperti Taman Nasional Bali Barat/Pulau Menjangan dan Nusa Penida. Daftar tersebut juga meliputi banyak
situs baru yang tidak memiliki bentuk perlindungan legal.
Sebagai tindak lanjut bagi jejaring KKP, pada awal 2011 pemerintah Bali (terutama DKP Provinsi) meminta bantuan program
kelautan Conservation International Indonesia untuk memimpin satu tim peneliti lokal dan internasional. Tim ini diharapkan
untuk melakukan survey terhadap situs-situs kandidat KKP yang telah diidentifikasi dalam lokakarya bulan Juni 2010. Survey
tersebut juga didesain untuk memberikan rekomendasi guna menetapkan prioritas situs dan langkah-langkah yang perlu diambil
dalam mendesain jejaring KKP. Tim survey diminta untuk melanjutkan data hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan Nusa Penida
(dipimpin oleh CI pada bulan November 2008) sehingga dapat menghasilkan laporan menyeluruh tentang keanekaragaman,
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
struktur komunitas dan kondisi terkini terumbu karang dan
ekosistem terkait di Bali. Berdasarkan informasi tersebut,
tim survey juga diminta untuk memberikan rekomendasi
tentang bagaimana memberikan prioritas terhadap
ke-25 kandidat situs bagi jejaring KKP yang terwakili secara
ekologis.
•
Secara keseluruhan, tim sukses melakukan survey
di 33 situs (lihat tabel di bawah ini) yang mewakili
sebagian besar dari ke-25 situs KKP yang telah
teridentifikasi pada bulan Juni 2010 yang lalu. Survey
dimuali pada ujung selatan Bali dan diteruskan secara
berlawanan dengan arah jarum jam mengelilingi
pulau hingga ujung barat laut tercapai. Di titik ini tim
survey tidak dapat meneruskan perjalanan ke pesisir
barat karena kondisi ombak yang ganas berbahaya
bagi penyelaman. Data dari ke-33 situs tersebut telah
digabungkan dengan data yang diambil dari 19 titik
pada bulan November 2008 saat MRAP Nusa Penida.
Karenanya, analisis taksonomi karang dan ikan karang
serta analisis struktur komunitas yang terdapat pada
laporan ini berasal dari dataset di 52 situs penyelaman.
•
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali 2011 dilakukan
selama lebih dari 350 jam selam. Selama itu, tim survey
merasa terkesan dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi, termasuk ditemukannya beberapa spesies baru.
Tim survey juga sangat terkesan karena terumbu karang
Bali ditemukan dalam pemulihan aktif dari pemutihan
karang, perikanan yang merusak dan serangan bintang
laut berduri yang sempat diperkirakan menghancurkan
karang-karang tersebut mulai dari akhir 1990an hingga
2001. Perbandingan karang hidup dan mati adalah
7 banding 1; suatu perbandingan yang mengesankan
dan merupakan bukti kelentingan terumbu karang
Bali. Pada saat yang sama, tim juga menemukan bukti
masalah pengelolaan sumber daya Bali, termasuk
sampah plastik yang ada di mana-mana, tanda-tanda
penangkapan berlebih, serta hampir hilangnya hiu
karang dan ikan-ikan bernilai komersial tinggi (seperti
ikan Napoleon). Tim juga melihat betapa seriusnya
konflik kepentingan antara masyarakat yang hidup dari
wisata bahari dan nelayan luar yang secara tidak lestari
memanen sumber daya laut yang menjadi modal wisata
bahari tersebut.
Tujuan Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali (Bali
Marine Rapid Assessment Program – MRAP)
Kajian yang dilakukan dari 29 April hingga 11 Mei
2011 tersebut memiliki tiga tujuan utama:
•
Menilai status terkini sebagian besar dari ke-25 kandidat
situs KKP di Bali yang sempat teridentifikasi pada
lokakarya bulan Juni 2010. Status terkini termasuk
keanekaragaman, kondisi terumbu karang dan status
konservasi/kelentingan dari karang keras dan ikan
karang, sampai pada inventarisir keanekaragaman
tingkat spesies per situs.
•
Mengumpulkan data spasial yang mendetil tentang
fitur-fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam
desain akhir jejaring KKP Bali, termasuk perbedaan
struktur komunitas karang. Selain itu, survey juga
mengumpulkan data tentang: kawasan dengan nilai
konservasi yang penting karena memiliki susunan
karang keras atau ikan karang yang langka atau
endemik; situs pemijahan atau pembersihan ikan
karang; komunitas karang yang lenting terhadap
perubahan iklim global karena sering terpapar oleh
upwelling air dingin; atau fitur-fitur biologis penting
lainnya.
•
Berdasarkan informasi di atas, tim survey diharapkan
memberikan rekomendasi nyata kepada pemerintah
Bali tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk
menyelesaikan desain Jejaring KKP Bali.
Keanekaragaman Ikan Karang
Gambaran Umum
•
2
Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali telah
sukses diselenggarakan selama 13 hari dari tanggal
29 April hingga 11 Mei 2011. Esok harinya tanggal
12 Mei 2011, tim menyampaikan hasil awal MRAP
kepada Gubernur Bali. Tim survey beranggotakan
12 orang, termasuk perwakilan dari Dinas Kelautan
dan Perikanan, Balai Riset Oseanografi dan Kelautan,
Universitas Warmadewa, serta enam ahli taksonomi
lokal dan internasional dari Conservation International.
Survey didanai secara keseluruhan oleh Coral Triangle
Support Program (CTSP) dari United States Agency for
International Development (USAID).
Program Kajian Cepat
•
G. Allen dan M. Erdmann memberikan penilaian
terhadap keanekaragaman ikan karang di 29 dari
33 situs survey dengan menggunakan metode sensus
visual dari kedalaman 1-70m. Total 805 spesies tercatat
dalam survey tersebut. Jika digabungkan dengan hasil
MRAP Nusa Penida 2008, total keanekaragaman ikan
karang untuk Bali menjadi 977 spesies, terdiri dari
320 genera dan 88 famili.
•
Ikan kakatua (Labridae), betok (Pomacentridae),
betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu
(Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), dan
butana (Acanthuridae) adalah spesies yang paling sering
RINGKASAN EKSEKUTIF
ditemui di karang Bali. Jumlahnya secara berturut-turut
adalah 114, 96, 84, 59, 54, dan 39 spesies.
•
•
Jumlah spesies per situs berkisar antara 42 hingga
248 dengan rata-rata 153 spesies per situs. Situs-situs
dengan keanekaragaman tertinggi antara lain adalah
Anchor wreck, Menjangan (248 spesies), Batu Klebit,
Tulamben (246 spesies), Kepah di Amed (230 spesies),
Jemeluk di Amed (220 spesies) dan Bunutan di Amed
(217 spesies).
Sebagian besar ikan karang Bali memiliki sebaran
luas di kawasan Indo-Pasifik (56,4%) atau Pasifik
Barat (25,3%). Ada pula kategori minoritas yang
beranggotakan spesies yang umumnya tersebar di
Samudera Hindia (3%) dan endemik Indonesia
(3,3%). Sebanyak 16 spesies ikan karang saat ini hanya
ditemukan di Bali dan ke arah timur ke pulau-pulau
Nusa Tenggara; mereka dipandang sebagai spesies
endemik.
Tabel 0.1. Situs Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali 29 April – 11 Mei 2011
No.
situs
Tanggal survey
1
29 April 11
Terora, Sanur (Grand Mirage)
08° 46.228' S, 115° 13.805' E
2
29 April 11
Glady Willis, Nusa Dua (Grand Mirage)
08° 41.057' S, 115° 16.095' E
3
29 April 11
Sanur Channel
08° 42.625' S, 115° 16.282' E
4
30 April 11
Kutuh Temple, Bukit
08° 50.617' S, 115° 12.336' E
5
30 April 11
Nusa Dua
08° 48.025' S, 115° 14.356' E
6
30 April 11
Melia Bali, Nusa Dua
08° 47.608' S, 115° 14.192' E
7
1 Mei 11
West Batu Tiga (Gili Mimpang)
08° 31.527' S, 115° 34.519' E
8
1 Mei 11
East Batu Tiga
08° 31.633' S, 115° 34.585' E
Nama situs
Koordinat
9
1 Mei 11
Jepun (Padang Bai)
08° 31.138' S, 115° 30.619' E
10
2 Mei 11
Tepekong (Candidasa)
08° 31.885' S, 115° 35.167' E
11
2 Mei 11
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
08° 30.270' S, 115° 36.771' E
12
3 Mei 11
Seraya
08° 26.010' S, 115° 41.274' E
13
3 Mei 11
Gili Selang North
08° 23.841' S, 115° 42.647' E
14
3 Mei 11
Gili Selang South
08° 24.079' S, 115° 42.679' E
15
4 Mei 11
Bunutan, Amed
08° 20.731' S, 115° 40.826' E
16
4 Mei 11
Jemeluk, Amed
08° 20.221' S, 115° 39.617' E
17
4 Mei 11
Kepah, Amed
08° 20.024' S, 115° 39.244' E
18
5 Mei 11
Batu Kelibit, Tulamben
08° 16.696' S, 115° 35.826' E
19
5 Mei 11
Tukad Abu, Tulamben
08° 17.603' S, 115° 36.599' E
20
6 Mei 11
Gretek, Buleleng
08° 08.969' S, 115° 24.733' E
21
6 Mei 11
Penutukang, Buleleng
08° 08.270' S, 115° 23.622' E
22
7 Mei 11
Puri Jati, Lovina
08° 11.032' S, 114° 54.869' E
23
7 May 11
Kalang Anyar, Lovina
08° 11.344' S, 114° 53.841' E
24
8 Mei 11
Taka Pemuteran
08° 07.775' S, 114° 40.007' E
25
8 Mei 11
Sumber Kima
08° 06.711' S, 114° 36.451' E
26
9 Mei 11
Anchor Wreck, Menjangan
08° 05.467' S, 114° 30.131' E
27
9 Mei 11
Coral Garden, Menjangan (hanya transek)
08° 05.485' S, 114° 30.486' E
28
9 Mei 11
Pos 2, Menjangan
08° 05.813' S, 114° 31.608' E
29
10 Mei 11
Secret Bay, Gilimanuk
08° 10.862' S, 114° 26.544' E
30
10 Mei 11
Secret Bay Reef - utara, Gilimanuk
08° 09.771' S, 114° 27.116' E
31
11 Mei 11
Klatakan Pearl-Farm 1
08° 13.911' S, 114° 27.249' E
32
11 Mei 11
Klatakan Pearl-Farm 2
08° 14.000' S, 114° 27.463' E
33
8 Mei 11
Pura Pulaki (hanya survey ikan karang)
08° 08.719' S, 114° 40.756' E
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
•
Tim survey mencatat setidaknya 13 spesies baru
atau yang belum terdeskripsikan, termasuk dua fang
blennies (Meiacanthus), dua jawfish (Opistognathus), tiga
dottybacks (Pseudochromis dan Manonichthys), seekor
clingfish (Lepidichthys), seekor grubfish (Parapercis),
seekor dartfish (ptereleotris) seekor butana (Siphamia),
dan dua ikan gobi (Grallenia dan Priolepis). Walaupun
kebanyakan spesies ini sempat ditemukan di regionregion tetangga, lima spesies baru pertama kali tercatat
saat MRAP 2008 dan 2011.
•
Walaupun Bali memiliki keanekaragaman hayati
yang mengagumkan (dibandingkan dengan luas
kawasannya), kami juga menemukan tanda-tanda
penangkapan berlebih di hampir setiap situs. Hampir
tidak terlihat ikan karang besar yang bernilai ekonomis
tinggi. Pada lebih dari 350 jam selam, tim survey hanya
menemukan tiga hiu karang (hanya di Gili Selang dan
Menjangan), tiga ikan Napoleon/maming (Cheilinus
undulatus; hanya terlihat di Gili Selang dan Tulamben),
dan empat kerapu karang dari genus Plectropomus. Yang
juga menyedihkan adalah bahwa tim survey hanya
menemukan lima ekor penyu selama survey.
•
Dipandang dari susunan struktur ikan karang, Bali
secara umum terbagi atas empat zona utama: Nusa
Penida, pesisir timur (menghadap Selat Lombok),
pesisir utara, dan Secret Bay (Gilimanuk). Desain
jejaring KKP Bali harus mengikutsertakan situs-situs
yang ada di empat zona ikan karang tersebut. Selain
kawasan yang sudah termasuk dalam KKP (termasuk
Menjangan, Nusa Penida, Tulamben dan Amed), situs
survey yang perlu mendapat perhatian konservasi
khusus (berdasarkan keanekaragaman ikan karang
dan kondisi habitat yang sangat bagus) termasuk di
antaranya Batu Tiga, Gili Selang, Taka Pemuteran,
Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk).
juga menemukan 13 spesies yang belum terkonfirmasi
namanya dan memerlukan studi taksonomi yang lebih
mendalam. Saat ini, setidaknya satu spesies, Euphyllia
sp. nov. merupakan spesies baru. Spesies baru yang
berikutnya, Isopora sp., menunjukkan perbedaan
morfologis yang signifikan dari spesies terdekat.
Tampaknya ada lebih dari 420 karang Scleractinia
hermatipik yang ada di Bali. Sebagai perbandingan
dengan region lain di Coral Triangle, angka kekayaan
karang ini mirip dengan yang ditemukan di Taman
Nasional Bunaken dan Wakatobi (392 dan 396 spesies),
jauh lebih tinggi dari Komodo dan Kep. Banda
(342 dan 301 spp.), dan lebih rendah dari Derawan,
Raja Ampat, Teluk Cenderwasih, Fak-Fak/Kaimana dan
Halmahera (semua sekitar atau di atas 450 spp.).
•
Rata-rata kekayaan karang per situs Bali (diratakan
dari beberapa stasiun di dalam situs) adalah 112 spesies
(s.d. 42 spp.), berkisar dari hanya dua spesies (di Situs
B22, sebuah lokasi berlumpur non-terumbu karang)
hingga 181 spesies di B16 (Jemeluk, Amed). Situs-situs
lain yang kaya akan karang termasuk Anchor Wreck
di Menjangan (168 spp., Situs B26) dan Penuktukan
(164 spp., Situs B21).
•
Cluster analysis pada tingkat situs digunakan untuk
menentukan lima tipe komunitas karang utama
yang terkait dengan tingkat hempasan ombak, arus
– upwelling, tipe substrat dan lokasi geografis. Lima
komunitas karang tersebut adalah: 1) pesisir utara Bali
yang relatif terlindung (Menjangan hingga Amed); 2)
terumbu yang sering terpapar oleh ombak di selatan
Bali, selatan Nusa Penida dan barat laut Bali; 3) perairan
utara Nusa Penida yang berair jernih dan selalu terpapar
arus (termasuk juga beberapa karang di Bali timur); 4)
terumbu tepi di Bali timur dari Nusa Dua hingga Gili
Selang; dan 5) beberapa habitat terumbu bersubstrat
lunak, termasuk Puri Jati, Kalang Anyar dan Gilimanuk
Secret Bay. Lima komunitas karang utama ini kemudian
dibagi lagi menjadi 10 susunan karang utama. Setiap
unit dari lima komunitas utama ini dicirikan oleh
spesies dan atribut-atribut benthik yang unik.
•
Rata-rata tutupan karang keras hidup adalah 28%.
Tutupan karang mati biasanya rendah, rata-ratanya
< 4%, sehingga perbandingan tutupan karang hidup
dan mati sangatlah tinggi (7 : 1). Hal ini merupakan
indikasi terumbu yang tutupannya berada pada kondisi
sedang hingga bagus. Tutupan karang lunak yang tinggi
terjadi pada hamparan patahan karang yang sepertinya
terjadi karena kegiatan perikanan yang merusak, predasi
karang dan pembongkaran karang untuk pertanian
rumput laut. Ada sedikit bukti tentang penggunaan
bom (periode baru dan ada pula yang agak lama)
dan penyakit karang. Penyakit karang yang terdeteksi
biasanya terlihat pada Acropora yang berbentuk tabular.
Keanekaragaman Karang Keras
•
•
4
Jika digabungkan antara MRAP Nusa Penida 2008 dan
Bali 2011, keanekaragaman karang keras diteliti
pada 85 situs (di perairan dangkal dan dalam) pada
48 stasiun (dengan lokasi GPS). Komunitas karang
diteliti dari segi hempasan ombak, arus dan suhu air.
Komunitas karang juga diteliti dari sudut tipe habitat:
perairan dingin dengan pantai berbatu, perairan
terumbu dingin dengan paparan karang yang luas,
perairan terumbu hangat dengan paparan karang dari
luas hingga sempit, dan komunitas karang yang tumbuh
pada substrat lunak.
Bali memiliki fauna terumbu karang yang beragam.
Tim survey mengkonfirmasi adanya 406 spesies karang
hermatipik (karang pembangun terumbu). Tim survey
Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kerusakan akibat wisatawan selam juga
terlihat. Ditemukan pula pertumbuhan cyanobacteria
sebagai tanda stress pada karang di tenggara Bali (Sanur,
Nusa Dua). Hal ini diduga sebagai akibat eutrofikasi
dan aliran limbah dari kegiatan wisata di pesisir.
•
•
•
•
Komposisi fauna karang Bali mengikuti tipe region di
mana Bali berada, di mana kebanyakan spesiesnya juga
ditemukan di tempat-tempat lain di Coral Triangle.
Walaupun terdapat banyak kemiripan antara komposisi
spesies karang di Bali dengan daerah lain di Indonesia,
tetap juga ada beberapa perbedaan. Komposisi karang
Bali paling mirip dengan Komodo, selain juga dengan
pulau-pulau di Sunda Kecil karena terpapar oleh
kondisi lingkungan (arus dan upwelling air dingin)
yang mirip. Sedikit banyak, terdapat perbedaan antara
kawasan ini dengan daerah-daerah lain, terutama jika
dibandingkan dengan kawasan yang memiliki tingkat
kekayaan spesies dan habitat yang lebih tinggi seperti
Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera dan Bentang
Laut Kepala Burung di Papua Barat.
Temuan spesies baru Euphyllia di pesisir timur Bali
dan kehadiran karang-karang endemik lain (terutama
Acropora suharsonoi) menunjukkan bahwa kawasan
ini memiliki keunikan fauna tersendiri yang mungkin
berkaitan dengan arus kuat yang mengalir melalui Selat
Lombok. Berdasarkan hal tersebut, dan juga karena
prinsip kehati-hatian, maka terumbu Bali perlu dikelola
dengan hati-hati. Kerusakan akibat kegiatan lokal dapat
memerlukan waktu lama untuk pulih, terutama karena
pasokan plasma nutfah dari luar akan memerlukan
waktu lama untuk berdampak pada terumbu Bali.
Terumbu yang bernilai konservasi tinggi di sekitar Bali
tersebar di sepanjang pesisir timur dan utara, termasuk
Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penutukang,
Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang. Komunitas
karang Nusa Penida sedikit berbeda dari komunitas
karang di daratan Bali. Karang Nusa Penida terpapar
oleh kondisi lingkungan dan pola pakai yang berbeda,
sehingga memerlukan fokus pengelolaan yang berbeda.
Terumbu dengan nilai konservasi tinggi di Nusa Penida
antara lain ada di Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah
Dasar and Nusa Lembongan.
Gelombang lautan yang tinggi membuat pesisir selatan
yang terpapar ombak tidak disurvey secara menyeluruh.
Banyak terumbu pesisir selatan sangat penting bagi
olahraga selancar air yang mengundang banyak
wisatawan ke Bali tiap tahunnya. Dalam hal selancar,
konservasi kawasan selancar di masa depan harus
menjadi prioritas untuk mendukung olahraga selancar
di pulau ini (biasanya kondisi selancar yang baik terjadi
di terumbu dangkal). Lebih ke arah laut lepas, pesisir
selatan juga penting bagi koridor migrasi cetacean (paus
dan lumba-lumba) dan spesies lain.
•
Keberadaan upwelling air dingin dan/atau arus yang
selalu mengalir deras di beberapa kawasan (terutama
Nusa Penida dan timur Bali) bisa saja menjadi faktor
penting untuk melindungi terumbu dari kenaikan
suhu air laut yang berkaitan dengan perubahan iklim.
Karenanya, jejaring KKP Bali harus mengikutsertakan
sebagian besar terumbu semacam ini untuk menjamin
agar jejaring KKP lenting terhadap perubahan iklim.
Kondisi Terumbu Karang
•
Kondisi terumbu karang diteliti pada 27 lokasi
survey dengan menggunakan modifikasi metode
“point intercept transect”. Dua transek sepanjang 50m
ditempatkan sejajar pantai pada terumbu karang pada
dua kedalaman (5-7m dan 10-14m); per situs dilakukan
empat transek. Hidupan benthos pada terumbu
dicatat pada interval 50cm sepanjang transek dengan
kategori karang keras hidup (identifikasi sampai pada
level genus), karang lunak, alga, hidupan benthos lain
(misal sponge, zooanthid), karang mati tegak, patahan
karang, dan substrat abiotik (misal pasir, batu, lumpur).
Persentasi tutupan untuk tiap kategori kemudian
dihitung, begitu juga dengan indeks kematian karang
yang membandingkan persentase karang keras hidup
dan mati.
•
Pada kedalaman 5-7m, persentase karang keras hidup
berkisar antara 21.5-68% dengan rata-rata 45.3%.
Persentase karang hidup tertinggi pada kedalaman
ini ditemukan di Anchor Wreck (Menjangan); yang
terendah di Klatakan Timur. Karang keras hidup
merupakan tutupan substrat paling dominan pada
kedalaman ini, diikuti oleh substrat abiotik (rata-rata
17.3%) dan patahan karang (11.3%).
•
Persentase karang keras hidup pada kedalaman 10-14m
berkisar antara 11-76% dengan tutupan tertinggi
tercatat di Gili Tepekong dan terendah di Kutuh. Secara
rata-rata, terumbu pada kedalaman ini didominasi oleh
karang keras (32.8%), diikuti oleh substrat abiotik
(rata-rata 21.7%), karang lunak (14.9%) dan patahan
karang (13.6%).
•
Menggabungkan hasil dari dua kedalaman, terumbu
Bali memiliki rata-rata tutupan karang keras hidup
sebanyak 38.2%. Rata-rata tutupan tipe substrat lain
adalah: substrat abiotik (20.6%), patahan karang
(12.6%), karang lunak (12.1%0, fauna hidup lain
(6.8%), alga (5.2%), dan karang mati tegak (4.6%).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
•
•
Sejumlah 54 genera karang keras tercatat dalam survey
transek, tiga genera di antaranya mendominasi karang
di Bali: Acropora (rata-rata 9.67% total tutupan di tiap
terumbu), Porites (8.12%) and Montipora (3.92%).
Jika tutupan karang keras dan lunak digabung untuk
memberikan persentase tutupan karang hidup (keras
dan lunak), tutupan terumbu karang di Bali pada
kedalaman 5-7m berkisar antara 31.5-85% (rata-rata
54.2%). Tutupan tertinggi ada pada Coral Garden di
Menjangan, sedangkan tutupan terendah ada di Sumber
Kima. Tutupan karang hidup pada transek kedalaman
10-14m berkisar antara 12-80.5% (rata-rata 47.7%),
tertinggi di Nusa Dua dan terendah di Tukad Abu.
Perlu dicatat bahwa, walaupun karang lunak terlihat
cantik dan memang memberikan perlindungan dan
makanan bagi beberapa organism terumbu, karang
lunak tidak menghasilkan kerangka kapur permanen
(jadi dia tidak membangun terumbu). Karenanya
tutupan karang lunak yang tinggi tidak begitu baik
untuk pemeliharaan jangka panjang struktur terumbu.
Kami menghitung indeks kematian karang (0 berarti
100% karang hidup dan 1 berarti 100% karang mati).
Indeks kematian karang berkisar antara 0.02 hingga
0.56 untuk terumbu di sekitar daratan Bali dengan ratarata 0.24. Hal ini menguatkan dugaan bahwa terumbu
Bali saat ini sedang mengalami proses pemulihan aktif
dari kejadian-kejadian besar di masa lalu (pemutihan
karang dan merebaknya bintang laut berduri).
Pada akhirnya, hal ini akan membantu pertumbuhan
karang Bali dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan
yang beroperasi di luar daerah larang-ambil. Agar efektif,
daerah larang-ambil harus mencakup 20-30% dari habitathabitat laut penting di Bali.
•
Dalam merancang Jejaring KKP Bali, penting kiranya
untuk menjamin bahwa seluruh tipe komunitas karang
dan ikan karang utama terwakili dalam jejaring.
Hal ini untuk menjamin perlindungan penuh bagi
keanekaragaman Bali dan juga memberikan jaminan
bagi adaptasi dan kelentingan terhadap perubahan
iklim. Hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali
menunjukkan adanya setidaknya lima tipe komunitas
karang di Bali (susunan komunitas ikan mengikuti pola
ini juga): Nusa Penida utara; pantai timur Bali dari
Nusa Dua hingga Gili Selang; terumbu pesisir utara dari
Amed hingga Menjangan; habitat bersubstrat lunak di
pesisir utara di Puri Jati/Kalang Anyar dan Gilimanuk
Secret Bay; dan pesisir barat dan selatan Bali dan pesisir
selatan Nusa Penida yang sering terpapar gelombang.
•
Selain mengakomodasi kelima tipe komunitas
karang utama ini, Jejaring KKP Bali juga sebaiknya
mengakomodir situs-situs dengan nilai konservasi tinggi,
seperti tempat-tempat dengan keanekaragaman yang
unik, habitat yang tetap utuh, spesies yang endemik
atau langka, atau kawasan untuk ikan memijah,
membersihkan diri atau tempat penyu bertelur. Lokasilokasi bernilai konservasi tinggi yang tercatat selama
survey antara lain Batu Tiga (Gili Mimpang), Tepekong,
Gili Selang, Tulamben, Amed (Jemeluk dan Bunutan),
Menjangan, Penutukang, Taka Pemuteran, Sumber
Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk). Lokasi-lokasi yang
teridentifikasi sebagai kawasan bernilai konservasi
tinggi selama MRAP Nusa Penida 2008 (karena nilai
keanekaragaman hayati yang tinggi serta berfungsi
sebagai tempat pembersihan bagi ikan matahari (Mola
mola) dan pari manta) termasuk Crystal Bay, Toya Pakeh,
Manta Point, North Lembongan, Batu Abah dan Sekolah
Dasar (Penida). Pantai peneluran penyu di Perancak
juga sempat diidentifikasi sebagai kawasan dengan
nilai konservasi tinggi karena penyu lekang bertelur
secara tahunan di sana. Perairan Lovina (Buleleng)
dan Peninsula juga telah teridentifikasi sebagai daerah
berkumpul paus dan lumba-lumba, sehingga lokasi-lokasi
tersebut tepat untuk diikutkan dalam jejaring KKP.
Daerah larang-ambil juga perlu dipertimbangkan dalam
kawasan-kawasan tersebut di atas.
•
Sebagai kriteria terakhir dalam prioritasis/pemilihan
lokasi bagi jejaring KKP, terumbu pada pesisir timur
Bali (terutama sekitar Candidasa dan Padang Bai) dan
Nusa Penida dipandang penting untuk dimasukkan
dalam Jejaring KKP dari segi kelentingan terhadap
perubahan iklim. Terumbu-terumbu ini sering terpapar
Rekomendasi:
6
•
Hasil survey menunjukkan bahwa pemerintah Bali harus
mengambil langkah tegas untuk merancang jejaring KKPKKP multifungsi. Jejaring ini didesain untuk menjamin
kelestarian perikanan bagi masyarakat lokal dan wisata
bahari. KKP-KKP yang ada harus didesain, dirancang tata
ruangnya, dan dikelola dengan dukungan dan partisipasi
penuh dari masyarakat lokal, operator wisata dan
kelompok masyarakat madani. KKP-KKP tersebut juga
harus tersurat dalam kerangka kerja tata ruang wilayah
pesisir dan laut yang bertujuan untuk mengurangi konflik
kepentingan pengguna dan memberikan prioritas kepada
kegiatan ekonomi yang paling lestari dan memberikan
keuntungan terbesar bagi masyarakat Bali.
•
KKP harus mengakomodasi daerah larang-ambil (“no-take
zones”) untuk menjamin pemulihan ikan karang besar
sebagai sumber protein penting bagi masyarakat lokal dan
juga sebagai daya tarik utama bagi para penyelam dan
snorkeler. Daerah larang ambil merupakan kawasan di
dalam KKP yang melarang segala bentuk perikanan dan
kegiatan ekstraktif lainnya untuk memberikan kesempatan
bagi biota laut untuk pulih, tumbuh dan bereproduksi.
Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
oleh arus yang kuat dan juga upwelling air dingin
(keduanya dampak fitur-fitur oseanografis Arus Lintas
Indonesia/Arlindo yang melintasi Selat Lombok) yang
dapat meminimalisir akibat pemanasan global.
•
Dalam survey MRAP hanya ditemukan tiga hiu
karang selama 350 jam selam. Selain itu, barubaru ini muncul bukti pembantaian hiu thresher
betina yang sedang hamil akibat perikanan hiu
yang terjadi di perairan antara Kusamba dan Nusa
Penida. Karenanya, pemerintah Bali harus serius
mempertimbangkan peraturan yang menciptakan
daerah perlindungan hiu (‘shark sanctuary’) di Bali
yang melarang penangkapan atau pembunuhan segala
jenis hiu di perairan Provinsi Bali. Pers internasional
akan menerima daerah perlindungan hiu dengan baik,
karena hal ini terjadi saat Bali sedang diserang kritikkritik lingkungan. Daerah perlindungan hiu juga
akan mencegah merebaknya kritik terhadap Bali jika
informasi tentang pembantaian hiu Thresher tersebut
terbuka ke dunia internasional. Selain itu, inisiatif
ini akan meningkatkan posisi tawar Bali di dunia
wisata bahari, karena kebanyakan pesaing Bali dalam
wisata bahari (termasuk Maldives, Palau, Micronesia,
Bahama dan Guam) telah mencanangkan daerah
perlindungan hiu. Pada bulan Oktober 2011 yang lalu,
Marshall Island mencanangkan daerah perlindungan
hiu terbesar di dunia (sebesar 1,990,530 km2). Adalah
suatu keuntungan bagi Bali jika pemerintah daerah
Bali mengikuti langkah tersebut. Daerah perlindungan
hiu tidak akan hanya menciptakan citra media yang
positif; bahwa Bali memiliki kemauan politik yang
cukup untuk menangani satu masalah lingkungan
yang serius. Pada akhirnya, saat populasi hiu mulai
pulih, daerah perlindungan hiu juga akan memberikan
sumbangan berarti bagi wisata bahari Bali. Bab terakhir
dalam laporan ini antara lain mendiskusikan pentingnya
daerah perlindungan hiu di Bali.
•
Bab terakhir laporan ini juga mencakup analisis sekunder
tentang fauna laut besar lain di Bali (termasuk paus,
lumba-lumba, dugong, penyu dan pari manta). Lokasilokasi penting bagi fauna laut besar di Bali telah tercakup
oleh ketujuh lokasi prioritas KKP yang teridentifikasi
pada bulan Juni 2010. Laporan Kajian Cepat Kondisi
Kelautan 2011 ini tidak mencakup semua data dasar
penting bagi rancangan Jejaring KKP, seperti sebaran
mangrove dan informasi oseanografik dasar. Analisis
mendalam tentang sosial budaya dan ekonomi juga tidak
ada dalam laporan ini. Namun bagaimanapun juga,
prinsip kehati-hatian mengharuskan bahwa pengelolaan
konservasi harus dilakukan dan diterapkan walaupun
data tidak mencukupi.
•
Dengan mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi
di atas, kami sangat merekomendasikan dijadikannya
sembilan lokasi berikut ini sebagai KKP (atau jika
sudah menjadi KKP, pengelolaannya ditingkatkan):
kawasan Peninsula (Bukit Uluwatu hingga Nusa Dua),
Nusa Penida, Padang Bai-Candidasa, Tulamben-Amed,
Buleleng Timur (Tejakula), Buleleng Tengah (Lovina),
Buleleng Barat (Pemuteran), Taman Nasional Bali
Barat (termasuk Menjangan dan Secret Bay/ teluk
Gilimanuk), dan Perancak.
•
Tergantung dari kondisi lokal (oseanografi, politik,
dan budaya), satu daerah dapat dijadikan satu KKP
atau beberapa rantaian KKP. Apapun cakupan KKP
yang dipilih, adalah penting bahwa kesembilan
kawasan tersebut diberikan prioritas dalam Jejaring
KKP. Rekomendasi ini tidak berarti bahwa kami
tidak menyarankan pembentukan KKP-KKP di
daerah-daerah di luar kesembilan kawasan tersebut.
Informasi-informasi baru (termasuk data tentang
faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam kajian ini,
seperti distribusi mangrove atau padang lamun) bisa
saja mendukung pembentukan KKP-KKP tersebut.
Bisa juga masyarakat lokal memberikan dukungan kuat
untuk membuat sebuah KKP, di dalam maupun di luar
kesembilan KKP tersebut.
•
Pemerintah Bali dan seluruh pemangku kepentingan
harus menyadari bahwa pengelolaan efektif jejaring KKP
memerlukan upaya penegakan hukum yang serius. Agar
sukses, jejaring KKP juga memerlukan biaya cukup tinggi
dan komitmen dana dari pemerintah. Pemerintah daerah
Bali juga sebaiknya bekerja sama dengan sektor wisata
bahari untuk mengembangkan system pembayaran
pengguna KKP (‘user fee system’ seperti yang sudah secara
efektif berjalan di KKP-KKP Bunaken dan Raja Ampat).
Sistem ini akan sangat membantu biaya penegakan
hukum dan pengelolaan KKP. Pemerintah juga sebaiknya
mempertimbangkan untuk mengalokasikan sebagian
hasil pajak dari sektor wisata dan perikanan ke dalam
pengelolaan jejaring KKP.
•
Wilayah pesisir Bali menghadapi masalah serius karena
sampah (terutama sampah plastik) dan polusi limbah
yang mengalir ke laut dari sungai dan saluran air di
kawasan pengembangan wisata pesisir. Gubernur
Bali memiliki tujuan untuk menghapus penggunaan
pupuk kimia dan pestisida dalam pertanian Bali pada
tahun 2014. Tujuan ini sangatlah mulia dan tentunya
akan membawa dampak positif pada masalah sampah
dan polusi pulau ini. Namun, banyak hal yang masih
harus dilakukan dalam hal ini, termasuk kampanye
pendidikan publik (yang didukung oleh penegakan
hukum dan denda) untuk menghentikan kebiasaan
buang sampah dan limbah di badan air (yang semuanya
akan mengalir ke laut). Upaya-upaya untuk mengurangi
penggunaan kemasan plastik dari toko-toko besar
(seperti misalnya pelarangan penggunaan tas plastik)
juga harus dipertimbangkan.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
7
Chapter 1
Chapter 1
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Daerah pesisir dan laut yang mengelilingi Bali merupakan ekosistem yang sangat produktif dan mampu memberikan berbagai
bentuk barang dan jasa bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Peran industri pariwisata yang demikian dominan di Bali
telah dirasakan menimbulkan dampak meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bali. Tidak
mengherankan jika potensi konflik pun cukup banyak ditemukan terutama terkait dengan status pemanfaatan kawasan yang
seringkali saling bersinggungan. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah pertumbuhan pembangunan di kawasan
pesisir Bali juga memicu terjadinya degradasi lingkungan hidup.
Menyadari munculnya berbagai dampak dari pesatnya pembangunan di Bali, pemerintah telah berupaya keras untuk
mengembangkan strategi pengelolaan jangka panjang. Salah satunya adalah melalui rencana tata ruang wilayah provinsi
Bali (Perda Provinsi Bali No 16 Tahun 2009). Salah satu bagian penting dari inisiatif ini adalah keinginan pemerintah Bali
untuk merancang dan sekaligus mengimplementasikan kawasan perlindungan/ konservasi di perairan sekitar Bali dengan
memprioritaskan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan dan kompatibel (seperti misalnya: wisata bahari, aktivitas budidaya serta
perikanan tangkap skala kecil yang berkelanjutan).
Untuk memulai perencanaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) beserta jejaringnya di Bali, maka pemerintah telah
menyelenggarakan lokakarya para pihak pada bulan Juni 2010. Kegiatan ini diorganisir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Bali bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas
Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia serta LSM lokal lainnya yang tergabung dalamMitra Bahari Bali
(Bali Sea Partnership). Lokakarya ini dihadiri oleh sekittar 70 peserta yang berasal dari pemerintah provinsi maupun kabupaten,
Perguruan tinggi, LSM, sektor swasta, himpunan profesi maupun kelompok masyarakat yang ada di pesisir Bali.
Berdasarkan masukkan dari peserta, hal penting yang dihasilkan dari lokakarya ini diantaranya adalah diidentifikasinya lokasi
perairan di Bali yang menjadi prioritas (25 lokasi) dalam perencanaan KKP dan jejaringnya di Bali. Termasuk di dalamnya
adalah lokasi yang telah memiliki pengelolaan (seperti Kawasan Taman Nasional Bali Barat-Pulau Menjangan, Nusa Penida dan
Tulamben) maupun sejumlah lokasi lain yang hingga saat ini belum memiliki perlindungan resmi.
Dalam rangka menyusun rencana pengembangan KKP, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian secara komprehensif
terhadap kondisi kelautan di Bali. Marine Rapid Assessment Program (MRAP) adalah salah satu metode kajian cepat untuk
kelautan yang dapat memberikan gambaran dasar mengenai kondisi keragaman hayati laut. Untuk itu, Laporan ini diharapkan
mampu memberikan informasi dan data dasar mengenai kondisi keragaman hayati laut di Bali untuk kepentingan pengelolaan
maupun pelestariannya di masa yang akan datang.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan diselenggarakannya Marine Rapid Assessment Program di Bali adalah:
1.
8
Menilai status terkini sebagian besar dari ke-25 kandidat situs KKP di Bali yang sempat teridentifikasi pada lokakarya bulan
Juni 2010. Status terkini termasuk keanekaragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/kelentingan dari karang
keras dan ikan karang, sampai pada inventarisir keanekaragaman tingkat spesies per situs.
Program Kajian Cepat
Pendahuluan
2.
Mengumpulkan data spasial yang terperinci tentang
fitur-fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam
desain akhir jejaring KKP Bali, termasuk perbedaan
struktur komunitas karang. Selain itu, survey juga
mengumpulkan data tentang: kawasan dengan nilai
konservasi yang penting karena memiliki susunan
karang keras atau ikan karang yang langka atau
endemik; situs pemijahan atau pembersihan ikan
karang; komunitas karang yang lenting terhadap
perubahan iklim global karena sering terpapar oleh
upwelling air dingin; atau fitur-fitur biologis penting
lainnya.
3.
Memberikan rekomendasi nyata kepada pemerintah
Bali tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk
menyelesaikan desain Jejaring KKP Bali sesuai dengan
informasi yang diperoleh.
1.3. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam MRAP di Bali
merupakan metode yang telah dikembangkan lebih dari
20 tahun oleh Conservation International (CI) dan telah
dipergunakan di lebih 23 negara di kawasan Pasifik, Laut
Hindia dan Atlantik. Metode yang digunakan untuk
Tabel 1.1. Daftar survei situs dari Bali MRAP 29 April – 11 May 2011. Notabene: survei ikan tidak dilakukan pada situs 6, 8 dan 28, dan sebaliknya di situs 26,
hanya survei ikan yang dilakukan dan bukan survei karang atau transek.
No.
Situs
Tanggal Survey
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
29 April 11
29 April 11
29 April 11
30 April 11
30 April 11
30 April 11
1 Mei 11
1 Mei 11
1 Mei 11
2 Mei 11
2 Mei 11
3 Mei 11
3 Mei 11
3 Mei 11
4 Mei 11
4 Mei 11
4 Mei 11
5 Mei 11
5 Mei 11
6 Mei 11
6 Mei 11
7 Mei 11
7 Mei 11
8 Mei 11
8 Mei 11
9 Mei 11
9 Mei 11
9 Mei 11
10 Mei 11
10 Mei 11
11 Mei 11
11 Mei 11
8 Mei 11
Nama Lokasi
Terora, Sanur (Grand Mirage)
Glady Willis, Nusa Dua (Grand Mirage)
Sanur Channel
Kutuh Temple, Bukit
Nusa Dua
Melia Bali, Nusa Dua
Batu Tiga-Barat (Gili Mimpang)
Batu Tiga-Timur
Tanjung Jepun (Padang Bai)
Gili Tepekong (Candidasa)
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
Seraya
Gili Selang-Utara
Gili Selang-Selatan
Bunutan, Amed
Jemeluk, Amed
Kepah, Amed
Batu Klebit, Tulamben
Tukad Abu, Tulamben
Alamanda, Buleleng
Penuktukan, Buleleng
Puri Jati, Lovina
Kalang Anyar, Lovina
Taka Pemuteran
Sumber Kima
Anchor Wreck, Menjangan
Coral Garden, Menjangan
Pos 2, Menjangan
Secret Bay, Gilimanuk
Secret Bay Reef -utara, Gilimanuk
Klatakan- Keramba Mutiara 1
Klatakan-Keramba Mutiara 2
Pura Pulaki
Titik Kordinat
08° 46.228’ S, 115° 13.805’ E
08° 41.057’ S, 115° 16.095’ E
08° 42.625’ S, 115° 16.282’ E
08° 50.617’ S, 115° 12.336’ E
08° 48.025’ S, 115° 14.356’ E
08° 47.608’ S, 115° 14.192’ E
08° 31.527’ S, 115° 34.519’ E
08° 31.633’ S, 115° 34.585’ E
08° 31.138’ S, 115° 30.619’ E
08° 31.885’ S, 115° 35.167’ E
08° 30.270’ S, 115° 36.771’ E
08° 26.010’ S, 115° 41.274’ E
08° 23.841’ S, 115° 42.647’ E
08° 24.079’ S, 115° 42.679’ E
08° 20.731’ S, 115° 40.826’ E
08° 20.221’ S, 115° 39.617’ E
08° 20.024’ S, 115° 39.244’ E
08° 16.696’ S, 115° 35.826’ E
08° 17.603’ S, 115° 36.599’ E
08° 08.969’ S, 115° 24.733’ E
08° 08.270’ S, 115° 23.622’ E
08° 11.032’ S, 114° 54.869’ E
08° 11.344’ S, 114° 53.841’ E
08° 07.775’ S, 114° 40.007’ E
08° 06.711’ S, 114° 36.451’ E
08° 05.467’ S, 114° 30.131’ E
08° 05.485’ S, 114° 30.486’ E
08° 05.813’ S, 114° 31.608’ E
08° 10.862’ S, 114° 26.544’ E
08° 09.771’ S, 114° 27.116’ E
08° 13.911’ S, 114° 27.249’ E
08° 14.000’ S, 114° 27.463’ E
08° 08.719’ S, 114° 40.756’ E
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
9
Bab 1
masing-masing kelompok taksonomi seperti ikan karang,
dan komunitas terumbu karang adalah sebagai berikut:
1.3.1. Ikan Karang
Kajian terhadap kondisi ikan karang dipimpin oleh pakar
dunia Dr. Gerald Allen dengan menggunakan pengamatan
secara visual di bawah air. Pada dasarnya, pengamatan ini
dilakukan dengan melakukan penyelaman di masing-masing
situs penyelaman selama 60-100 menit. Setiap jenis ikan
karang yang teramati dicatat dengan menggunakan pensil
pada kertas tahan air yang dilekatkan dengan menggunakan
clipboard. Pada tahap awal biasanya dilakukan pengamatan
di kedalaman 30-50 meter dan kemudian secara perlahan
akan naik ke daerah yang lebih dangkal. Sebagian besar
waktu pengamatan dihabiskan di kedalaman 5-12 meter.
Pada kedalaman ini umumnya ditemukan jumlah dan
jenis ikan karang yang lebih besar daripada kedalaman
sebelumnya. Dalam setiap penyelaman juga dilakukan
pencatatan terhadap kondisi substrat dasar seperti berbatu,
terumbu datar, karang curam/ drop off, gua, pecahan karang
ataupun berpasir.
1.3.2. Karang Keras (Keragaman Jenis dan Kondisi Terumbu)
Survey karang keras dipimpin oleh Dr. Lyndon Devantier
yang telah berpengalaman untuk melakukan pengamatan
karang selama lebih dari 20 tahun. Pengamatan biasanya
dilakukan di beberapa titik penyelaman yang diyakini
dapat memberikan gambaran secara umum mengenai tipe
habitat yang dikaitkan dengan kondisi lingkungan (seperti:
kondisi paparan, sudut kemiringan dan kedalaman). Di
semua situs penyelaman, area terumbu karang dalam dan
dangkal disurvei secara bersamaan. Dalam hal pengamatan
pada tingkat kedalaman yang berbeda dilakukan pada lereng
terumbu lebih dalam (biasanya memiliki kedalaman > 10m)
dan lereng dangkal, puncak terumbu dan karang datar
(biasanya memiliki kedalaman <10m).
10
Program Kajian Cepat
1.4. Waktu dan Lokasi Survei MRAP
Dalam 13 hari MRAP berlangsung, tim telah mensurvei
33 situs, mulai dari perairan di Pura Kutuh di selatan
Bali dan berputar searah jarum jam hingga Klatakan di
barat Bali (Gambar 1.2, Tabel 1.1). Situs-situs ini terpilih
berdasarkan rekomendasi dari hasil workshop Juni 2010,
dengan tujuan tim akan dapat mensurvei sebanyak
mungkin dari 25 calon KKP yang telah teridentifikasi pada
workshop tersebut. Apabila hasil Bali MRAP 2011 ( pada
33 situs ) ini dikombinasikan dengan Nusa Penida MRAP
2008 ( pada19 situs), maka data dari 52 situs ini cukup
representatif menggambarkan kondisi ekosistem pesisir di
Bali, kecuali pesisir barat Bali (Klatakan ke arah tenggara
hingga Uluwatu), yang tidak memungkinkan untuk disurvey
pada MRAP 2011 karena gelombang dan arus yang kuat. Ke
depannya, akan sangat penting survei dilakukan di pesisir
barat ini agar melengkapi data pesisir Bali.
Pendahuluan
Gambar 1.1. Prioritas Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Bali (Hasil Lokakarya Para Pihak, Juni 2010)
Gambar 1.2. Lokasi Kegiatan Marine Rapid Assessment Program (Bali Tahun 2011 dan Nusa Penida Tahun 2008)
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
11
Bab 2
Bab 2
Gambaran Lokasi
I Made Jaya Ratha
2.1. Kawasan Nusa Dua
Nusa Dua merupakan kawasan wisata elit di ujung Selatan pulau Bali dengan luas lahan sekitar 350 hektar. Kawasan kering dan
non produktif di wilayah Kecamatan Kuta Selatan ini diakuisisi oleh pemerintah pada tahun 70-an, kemudian dikembangkan
menjadi suatu proyek pariwisata prestisius dengan rancang bangun yang komprehensif dan terpadu sebagai resor wisata.
Kawasan wisata yang dibuat terpisah dengan pemukiman penduduk (desa Bualu) ini memiliki beberapa tempat menarik bagi
wisatawan seperti misalnya lokasi semburan air/ water blow, pantai Mengiat dan Sawangan. Keindahan bawah laut di sekitar
perairan Nusa Dua juga menarik banyak wisatawan untuk menyelam ke lokasi ini.
Pengelolaan kawasan wisata Nusa Dua dilakukan oleh Bali Tourism Development Corporation (BTDC) yang merupakan salah
satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terdapat banyak hotel besar di kawasan wisata ini seperti misalnya Hotel Nikko,
Grand Hyatt, Ayodya Resort, Club Med, Nusa Dua Beach.
2.2. Kawasan Sanur
Kawasan Sanur membentang dari pantai Padang Galak di ujung utara hingga Merta Sari di selatan. Sebagai salah satu tujuan
wisata di kota Denpasar, Sanur juga merupakan jalur lalu lintas perairan dari dan menuju Nusa Penida. Hingga tahun 80an
sebagian besar masyarakat Sanur berprofesi sebagai nelayan yang menangkap ikan di perairan Sanur hingga Nusa Dua dan
Uluwatu. Bahkan, ada pula yang berlayar hingga ke Nusa Penida dan perairan Lombok dengan menggunakan mesin tempel
sederhana dan alat tangkap pancing tonda.
Kini sebagian besar masyarakat Sanur bekerja di sektor pariwisata. Tidak hanya menawarkan beragam jenis wisata pantai, di
Sanur wisatawan juga bisa melakukan aktivitas wisata selam, berkeliling dengan jukung serta memancing di perairan dalam.
Aktivitas sosial budaya terutama yang terkait dengan kegiatan adat dan agama seringkali dilakukan masyarakat di sekitar
pantai di kawasan Sanur. Terdapat pura yang secara rutin dikunjungi oleh umat untuk melakukan persembahyangan seperti
misalnya di pura Mertasari dan pura Tirta Empul. Daerah muntig (tanah timbul) di Sanur juga merupakan salah satu tempat
yang dikeramatkan dan dijadikan lokasi untuk melakukan upacara seperti misalnya melasti. Terdapat pula kuburan masyarakat
adat yang berlokasi di pinggir pantai di sekitar Santrian dan Matahari Terbit.
2.3. Kawasan Padangbai
Padangbai merupakan lokasi pelabuhan Penyeberangan Nasional di teluk Amuk/ Padang yang menjadi pintu masuk daerah
timur pulau Bali. Kapal penyeberangan dari dan menuju Lombok serta Nusa Penida berlabuh di tempat ini. Demikian pula boat
dan perahu yang melayani wisatawan di sekitar kawasan perairan Padangbai hingga ke perairan Nusa Penida.
Aktivitas ekonomi masyarakat di Padangbai terutama terkait dengan kegiatan pariwisata dan penyeberangan. Daerah tujuan
wisatawan di kawasan Padangbai diantaranya adalah pantai Blulagoon, Padangbai, Bias Tugel/ Pasir Putih dan pantai Betel.
Pantai Blulagoon dan Bias Tugel memiliki pasir putih dan berlokasi agak tersembunyi sehingga memberikan kenyamanan
12
Program Kajian Cepat
Gambaran Lokasi
bagi wisatawan. Pengunjung umumnya berasal dari Eropa
(Jerman), ataupun Asia. Puncak kunjungan terjadi pada
bulan Juli – Agustus, serta seringkali di bulan Desember
menjelang tahun baru.
Meskipun sebagian besar perahu yang bersandar di pantai
Padangbai kini telah digunakan sebagai angkutan pariwisata,
namun beberapa diantaranya masih dipergunakan oleh
nelayan untuk melaut. Perahu nelayan biasanya memiliki
ukuran yang lebih kecil digunakan untuk melakukan
penangkapan ikan di perairan sekitar hingga di sekitar Nusa
Penida dan Lombok.
2.4. Kawasan Candidasa
Candidasa adalah daerah pariwisata pesisir lainnya di
sekitar teluk Amuk, Kabupaten Karangasem. Pariwisata
di Candidasa mulai berkembang pada sekitar tahun 80an.
Nama Candidasa sendiri terkait dengan keberadaan sebuah
pura yakni pura Candidasa yang berada di kawasan ini.
Karena letaknya berdekatan dengan sebuah kolam besar,
pura Candidasa pun dikenal dengan sebutan Pura Telaga
Kauh.
Meskipun tidak seramai Kuta dan Sanur, kawasan
Candidasa merupakan pilihan bagi wisatawan yang ingin
menikmati suasana laut maupun objek wisata lainnya yang
berada di Bali timur. Wisatawan yang datang umumnya
adalah wisatawan Eropa yakni Jerman dan Belanda. Selain
itu wisatawan Asia dan domestik juga cukup banyak.
Aktivitas wisata yang ditawarkan di Candidasa hampir
sama seperti di kawasan Padangbai. Wisatawan dapat
menikmati laut sambil berlayar, memancing maupun
snorkeling dan diving. Karena lokasinya yang saling
berdekatan maka lokasi penyelaman untuk wisatawan di
Candidasa pun sama dengan Padangbai yakni di perairan
sekitar Tanjung Jepun, Gili Mimpang, Gili Biaha, Gili
Tepekong, maupun Blulagoon.
Sebagai alternatif pendapatan, nelayan di kawasan
Candidasa juga memanfaatkan perahunya untuk kegiatan
pariwisata. Usai melaut mereka biasanya menawarkan jasa
transportasi bagi para tamu untuk memancing, snorkeling
maupun diving secara bergantian yang diatur dalam
kelompok.
2.5. Kawasan Seraya
Pantai di sekitar Gili Selang merupakan pantai berbatu di
kawasan Seraya yang banyak dikunjungi oleh wisatawan
selam. Memiliki arus yang relatif kuat dan susah diprediksi,
situs penyelaman di Gili Selang umumnya dikunjungi oleh
para penyelam berkemampuan menengah hingga mahir.
Namun demikian, tidak tampak adanya fasilitas seperti
penginapan ataupun restoran di sekitar pantai Gili Selang.
Wisatawan yang menyelam di tempat ini umumnya datang
dari kawasan Amed seperti Bunutan dan Jemeluk.
Terdapat pemukiman masyarakat di sekitar pantai Gili
Selang. Sebagian diantara mereka berprofesi sebagai nelayan
yang memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan melaut di
perairan sekitar menggunakan perahu layar bermesin tempel.
Untuk mengisi waktu selain melaut, nelayan biasanya
bekerja di kebun untuk menanam singkong, beternak sapi,
babi dan kambing.
Nelayan di Gili Selang tidak melakukan penangkapan hiu
karena jarang ditemukan di perairan ini. Namun demikian,
di sekitar perairan Gili Selang sering dijumpai nelayan
penangkap ikan hias. Mereka biasanya datang dari daerah
Tembok yang datang melalui jalur darat dan menginap di
sekitar pantai. Selain itu, ada pula nelayan dari daerah lain
yang datang dengan perahu dan melakukan penangkapan
ikan dengan cara menyelam menggunakan kompresor.
2.6. Kawasan Amed
Amed merupakan kawasan wisata bahari lainnya di timur
pulau Bali. Tidak hanya menyajikan keindahan biota bawah
laut, bangkai kapal yang tenggelam pada masa perang dunia
Foto 2.1. Wisata bahari menjadi salah satu sumber pendapatan nelayan
di Candidasa
Foto 2.2. Pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar perairan Bunutan,
Amed
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
13
Bab 2
kedua juga menjadi daya tarik bagi para penyelam di Amed.
Beberapa site yang potensial sebagai situs penyelaman di
kawasan ini antara lain Bunutan, Jemeluk dan pantai Kepah.
Puncak kunjungan wisatawan di Amed berlangsung pada
bulan Juni hingga Agustus. Wisatawan kebanyakan berasal
dari Eropa. Namun demikian, banyak pula wisatawan Asia
khususnya wisatawan Jepang dan domestik. Wisatawan
umumnya datang khusus untuk menyelam di Amed,
sehingga banyak diantara mereka yang justru tinggal/
menginap di luar kawasan.
Seperti daerah pesisir lainnya, masyarakat di Amed pun
banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Sebagian merupakan
nelayan tidak tetap karena tidak selalu melaut. Seusai
menangkap ikan mereka mengantarkan tamu berwisata
di sekitar kawasan dengan jukung. Bahkan, ada pula
diantaranya yang bekerja menjadi buruh di rumah makan
ketika tidak sedang melaut.
Nelayan yang mengantarkan tamu dengan menggunakan
jukung beroperasi sesuai dengan giliran yang telah diatur
oleh kelompok. Dengan dibantu oleh pemandu lokal,
wisatawan biasanya melakukan aktivitas penyelaman,
snorkeling, memancing ataupun sekedar berlayar dengan
perahu lokal di sekitar perairan Amed. Selain perahu milik
nelayan setempat, juga terdapat perahu dan boat dari tempat
lain yang datang ke Jemeluk untuk membawa wisatawan
menyelam.
2.7. Kawasan Tulamben
Kawasan Tulamben berada di Kabupaten Karengasem dan
berlokasi tidak jauh dari Amed. Salah satu pantai yang
banyak dikunjungi para penyelam di Tulamben adalah
Pantai Tukad abu. Ada beberapa vila/ restoran serta dive
operator yang beroperasi di sekitar pantai ini. Lokasi
menyelam di sekitar pantai tukad abu adalah di Batu Klebit,
Batu Belah dan perairan sekitarnya yang memiliki karakter
penyelaman yang cukup unik terutama untuk photografi
bawah laut.
Selain di sektor pariwisata, masyarakat yang tinggal di
sekitar pantai juga banyak yang berprofesi sebagai nelayan.
Mereka umumnya menangkap ikan tongkol untuk dijual
ke pasar (Timbrah) maupun ke pengelola vila/ restoran.
Namun demikian, menurut nelayan saat ini hasil tangkapan
cenderung menurun dan susah diprediksi. Oleh karena itu,
agar dapat memperoleh ikan secara rutin, beberapa nelayan
kini membuat rumpon.
Penangkapan ikan hiu dulu sering dilakukan oleh
nelayan di sekitar perairan pantai Tukad Abu. Penangkapan
dilakukan dengan menggunakan rawai sekitar 300-500
meter dari bibir pantai. Musim untuk penangkapan hiu
biasanya berlangsung sekitar sasih kapat hinga kalima
penanggalan Bali (sekitar bulan Agustus-Oktober). Namun,
saat ini penangkapan hiu sudah tidak bisa dilakukan lagi
karena pada jarak tersebut sudah banyak terdapat mooring
buoys dan boat yang melintas. Selain itu, banyak pula
14
Program Kajian Cepat
keluhan dari para tamu yang datang untuk menyelam akibat
penangkapan hiu ini.
2.8. Kawasan Tejakula
Kawasan Tejakula secara administratif berada di Kabupaten
Buleleng. Kawasan ini memiliki lokasi yang berpotensi
untuk dikembangkan sebagai daerah wisata bahari. Misalnya
pantai Alamanda dan Penuktukan. Pantai Alamanda
atau pantai gretek merupakan pantai berpasir hitam yang
berlokasi di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula,
Buleleng. Nama lokasi penyelaman Alamanda diambil
dari nama sebuah resort/ bungalow dan dive operator yang
berada dilokasi ini. Sedangkan Penuktukan merupakan
daerah pesisir yang berlokasi tidak jauh dari Alamanda dan
juga berada dalam kecamatan Tejakula.
Tidak banyak masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan
di sekitar Alamanda. Dulunya ketika era tahun 70an banyak
diantara anggota masyarakat yang melakukan pengambilan
karang untuk pamor dan sebagai petani Jeruk. Ketika
pengambilan karang telah dilarang dan terjadi hama jeruk
pada 80an banyak diantaranya yang kemudian beralih
profesi sebagai buruh proyek di Singaraja ataupun mencari
kerja ke Denpasar. Sebagian masyarakat yang berada di
Penuktukan merupakan nelayan yang hingga kini masih
aktif melakukan kegiatan penangkapan ikan. Mereka
terkumpul dalam kelompok nelayan yang umumnya
menangkap tuna/ cakalang di sekitar rumpon dengan
menggunakan pancing layang-layang ataupun menangkap
ikan terbang dengan menggunakan jaring.
2.9. Kawasan Seririt
Puri Jati dan Kalanganyar merupakan site penyelaman
lumpur (muck dive) cukup terkenal yang berlokasi di
sekitar kawasan Seririt. Tamu yang berkunjung ke lokasi
ini adalah tamu Asia khususnya wisatawan asal Jepang.
Namun demikian banyak pula wisatawan Eropa bahkan
domestik yang datang untuk menyelam di di Puri Jati.
Puncak kunjungan wisatawan terjadi pada bulan Juni
hingga Agustus. Wisatawan yang datang menyelam adalah
wisatawan yang menginap di sekitar Pemuteran maupun
Lovina.
Meskipun dikenal sebagai titik penyelaman untuk
fotografi bawah laut, namun belum banyak fasilitas
penunjang untuk wisatawan yang terdapat di Puri Jati dan
Kalanganyar. Namun demikian, telah terdapat akses untuk
kendaraan menuju pantai.
Mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan Puri Jati
umumnya adalah sebagai petani, buruh maupun pegawai
swasta. Tidak jauh dari lokasi penyelaman di Puri Jati
terdapat areal persawahan yang dilengkapi dengan pura
Subak. Sedangkan nelayan yang berada di sekitar pantai
sudah tidak lagi aktif melaut. Para nelayan yang masih
Gambaran Lokasi
memiliki perahu hanya melaut sebagai sambilan. Demikian
pula dengan nelayan di sekitar Kalanganyar kini jumlahnya
sudah semakin berkurang. Hingga tahun 80an jumlah
nelayan mencapai ratusan orang dan kini tersisa beberapa
puluh orang. Banyak nelayan di Kalanganyar yang beralih
profesi dan memilih bekerja sebagai petani dan buruh.
2.10. Kawasan Pemuteran
Daerah wisata Pemuteran berlokasi tidak jauh dari pura
Pulaki di kecamatan Gerokgak, Singaraja. Pemuteran
merupakan daerah wisata yang cukup berkembang serta
telah dilengkapi dengan beberapa hotel/ villa serta restoran
dan penyedia jasa lainnya bagi wisatawan.
Kegiatan pariwisata yang banyak dinikmati di tempat ini
adalah snorkeling dan menyelam. Paket wisata menyelam
yang ditawarkan oleh para dive operator yang ada di
Pemuteran umumnya berada di sekitar perairan Pemuteran
hingga ke pulau Menjangan.
Selain memiliki keindahan terumbu karang alami dan
beragam ikan yang ada di dalamnya, Pemuteran juga
terkenal dengan kegiatan konservasi karang yang dilakukan
oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi “Biorock”.
Menggunakan listrik bertegangan rendah masyarakat
membangun berbagai bentuk karang buatan sebagai rumah
ikan sekaligus menarik wisatawan.
Penyu juga menjadi salah satu ikon yang menarik
wisatawan untuk berkunjung ke Pemuteran. Pada salah
satu resort yang ada di Pemuteran wisatawan dapat melihat
penyu secara langsung. Dengan dibantu oleh masyarakat
sekitar melalui “Proyek Penyu” dilakukan relokasi terhadap
sarang yang ditemukan di sekitar pantai untuk ditetaskan
pada penetasan buatan. Setelah menetas anak – anak penyu
ini kemudian akan dilepaskan kembali ke laut.
Dengan tegas, masyarakat setempat bersama dengan
pengelola hotel dan restoran yang ada di sepanjang pantai
menyatakan peraturan bagi para wisatawan agar tidak
merusak karang dan biota lainnya yang ada di sekitar
pantai Pemuteran. Komitmen masyarakat yang kuat untuk
melakukan konservasi telah membuatnya mendapat banyak
apresiasi dari berbagai pihak.
2.11. Kawasan Pulau Menjangan
Pulau Menjangan terletak di kawasan Taman Nasional
Bali Barat. Secara administratif, kawasan ini berlokasi di
kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng. Keindahan
bawah laut sekitar pulau Menjangan merupakan daya tarik
bagi wisatawan untuk berkunjung. Untuk sampai di pulau
Menjangan dari pulau Bali wisatawan dapat menyeberang
melalui Labuan Lalang maupun dari Banyu Wedang.
Wisatawan yang datang berkunjung untuk menikmati
keindahan bawah laut pulau Menjangan biasanya
menyeberang dari pulau Bali pada pagi hari dan kembali
pada sore harinya. Wisatawan yang berkunjung umumnya
sebagian besar adalah berasal dari Eropa seperti Belanda dan
Perancis. Sebagian lainnya adalah wisatawan Asia seperti
yang berasal dari Jepang dan Korea.
Banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan di
sekitar kawasan pulau Menjangan. Nelayan ini merupakan
nelayan tradisional baik yang berasal dari Bali maupun
yang datang dari pulau Jawa. Waktu beroperasi nelayan
ini adalah sore hari ketika wisatawan mulai meninggalkan
kawasan. Sebaliknya pada pagi hari ketika wisatawan mulai
berdatangan untuk ke sekitar pulau Menjangan, satu per
satu nelayan ini juga bergerak meninggalkan kawasan.
2.12. Kawasan Teluk Gilimanuk
Foto 2.3. Panduan bagi wisatawan agar tidak merusak karang di sekitar
pantai Pemuteran
Kawasan Teluk Gilimanuk merupakan bagian dari Taman
Nasional Bali Barat yang secara administratif termasuk dalam
wilayah Kabupaten Jembrana. Kawasan ini merupakan
daerah perairan yang dangkal (sekitar 10 meter) yang terdiri
dari dua pulau kecil di dalamnya. Teluk Gilimanuk cukup
banyak dikunjungi terutama oleh wisatawan lokal maupun
mancanegara. Wisatawan lokal biasanya datang hanya untuk
sekedar singgah sambil menikmati pemandangan di sekitar
pantai maupun melakukan aktivitas memancing di sekitar
kawasan.
Perairan di sekitar teluk Gilimanuk merupakan lokasi
muck dive dengan beberapa gugusan karang yang menjadi
tujuan para penggemar potografi bawah laut. Di kawasan
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
15
Bab 2
ini telah dilengkapi dengan sarana penunjang aktivitas
menyelam yang dikelola oleh kelompok masyarakat “Wisata
Bahari”. Selain itu, juga terdapat warung/ rumah makan
yang juga dikelola oleh masyarakat setempat.
2.13. Kawasan Melaya
Perairan di sekitar Melaya merupakan daerah yang
cukup banyak dilalui oleh nelayan terutama mereka
yang memburu ikan lemuru. Kawasan ini belum dikenal
oleh dunia pariwisata meski memiliki gugusan karang di
bawah permukaan lautnya. Pengunjung di sekitar kawasan
umumnya adalah masyarakat lokal yang datang untuk
menikmati alam pantai khususnya pada saat hari libur
maupun hari raya tertentu.
Budidaya kerang mutiara adalah salah satu bentuk
kegiatan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar pesisir
Melaya. Mereka bekerja pada satu perusahaan mutiara milik
asing “Ocean Blue Pearl Farm”. Perusahaan ini setidaknya
mempekerjakan sekitar 60 lebih masyarakat sekitar mulai
dari upaya pembibitan sampai menghasilkan mutiara.
16
Program Kajian Cepat
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Bab 3
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Gerald R. Allen & Mark V. Erdmann
Ringkasan
•
Daftar spesies ikan karang dikumpulkan dari 29 lokasi survei di Bali. Survei dilakukan dengan metode penyelaman scuba
selama 80 jam hingga kedalaman 70 m oleh G. Allen dan M. Erdmann.
•
Sebanyak 805 spesies ikan karang tercatat selama survei.
•
Jika digabungkan dengan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh penulis di Nusa Penida pada tahun 2008, maka
terdapat 977 spesies ikan karang dari 320 marga dan 88 famili yang ditemukan di Bali.
•
Coral Fish Diversity Index (CFDI), merupakan metode untuk memperkirakan jumlah seluruh spesies ikan karang
berdasarkan jumlah spesies dari 6 famili utama (Chaetodontidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Labridae, Scaridae, dan
Acanthuridae) menunjukkan ada sebanyak 1.312 spesies yang diperkirakan terdapat di perairan Bali.
•
Wrasse (Labridae), ikan betok (Pomacentridae), ikan betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan
kepe-kepe (Chaetodontidae) dan butana (Acanthuridae) adalah famili yang paling banyak ditemukan di ekosistem karang Bali
yang masing-masing jumlahnya adalah 114, 96, 84, 59, 54 dan 39 spesies.
•
Jumlah spesies yang teramati di masing-masing lokasi pengamatan berkisar antara 42 hingga 248 spesies dengan rata-rata
153 spesies.
•
Lokasi dengan spesies ikan yang paling beragam adalah Anchor Wreck, Menjangan (situs 26 – 248 spesies), Batu Klebit,
Tulamben (situs 18 – 246 spesies), Kepah, Amed (situs 17 - 230 spesies), Jemeluk, Amed (situs 16 – 220 spesies) dan
Bunutan, Amed (situs 15 – 217 spesies).
•
Sebagian besar ikan karang yang dijumpai di Bali memiliki penyebaran yang luas di Indo-Pasifik (56,4%) atau bagian barat
Pasifik (25,3%). Sementara sebagian kecil lainnya tersebar di Samudera Hindia (3%) dan ada pula yang endemik Indonesia
(3,3%).
•
Berdasarkan hasil survei terdapat 16 spesies ikan karang yang diketahui hanya ditemukan di kepulauan Nusa Tenggara.
•
Setidaknya ada 13 spesies yang belum pernah digambarkan sebelumnya tercatat dan dikoleksi pada survey kali ini yang
meliputi dua fang blennies (Meiacanthus), dua jawfish (Opistognathus), tiga dottybacks (Pseudochromis and Manonichthys),
seekor clingfish (Lepidichthys), seekor grubfish (Parapercis), seekor dartfish (Ptereleotris), seekor butana (Siphamia), dan
dua gobi (Grallenia and Priolepis). Walaupun sebagian besar jenis yang belum tergambarkan ini telah pernah terekam
sebelumnya dari daerah sekitar, namun lima jenis ikan diantaranya diyakini untuk pertama kalinya dijumpai pada MRAP
yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2011.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
17
Bab 3
•
Berdasarkan komponen biota laut serta kondisi fisikoseanografi skala besar yang dimilikinya, Bali dapat
dibagi menjadi 4 zona atau kawasan utama yaitu Nusa
Penida, pesisir Timur atau Selat Lombok, pesisir Utara,
dan Secret Bay (Gilimanuk).
•
Walaupun Pulau Bali memiliki keragaman ikan
karang yang sangat besar dibandingkan luasnya pulau,
namunditemukan banyak indikasi penangkapan
berlebihan (“overfishing”) di hampir setiap situs. Ikan
karang yang bernilai komersial (seperti kakap dan
kerapu) jarang sekali ditemukan di perairan Bali.
Bahkan dalam lebih dari 350 jam penyelaman, tim
survei hanya berhasil mencatat sebanyak 3 ekor hiu
(hanya terdapat di Gili Selang dan Menjangan),
3 ekor ikan Napoleon (Chelinus undulatus; hanya
ditemukan di Gili Selang dan Tulamben), dan 4 ekor
ikan sunu (kerapu dari marga Plectropomus). Tidak
kalah pentingnya juga yakni hanya 5 ekor penyu yang
dijumpai selama survei berlangsung.
•
Berdasarkan keragaman ikan dan kondisi habitat yang
prima, terdapat beberapa daerah yang paling berpotensi
sebagai kawasan konservasi yaitu Batu Tiga, Gili
Selang, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk),
selain kawasan konservasi yang sudah ada di Bali Barat,
Tulamben dan Nusa Penida.
3.1. Pendahuluan
Kepulauan Indonesia merupakan wilayah yang memiliki
keragaman spesies ikan karang terkaya di dunia (Allen,
2008). Kajian komperhensif terhadap ikan karang di
Indonesia dilakukan oleh Allen dan Adrim (2003) telah
mencakup 2.057 spesies yang diidentifikasi. Berdasarkan
hasil pengamatan terakhir (Allen, data yang tak dipublikasi)
jumlah ini bertambah hingga 2.250 spesies. Meskipun
informasi dari hasil penelitian tentang ikan karang di
perairan Indonesia semakin bertambah, hasil dokumentasi
oleh masyarakat lokal secara akurat tetap diperlukan. Hal ini
terutama terkait dengan keperluan konservasi.
Dokumentasi mengenai ikan karang berdasarkan hasil
kajian singkat di perairan pesisir pulau Bali (Marine Rapid
Assessment Program/ MRAP) oleh Conservation International
sepanjang April-Mei 2011 akan dipaparkan lebih lanjut
dalam Bab ini. Meskipun lebih difokuskan pada hasil survei
tahun 2011, dalam laporan ini juga disampaikan ringkasan
dari hasil survei/MRAP Nusa Penida yang telah dilaksanakan
pada tahun 2008 dengan beberapa catatan tambahan yang
dijumpai dalam pengamatan beberapa bulan setelah survey
berakhir.
Pada prinsipnya tujuan survei ini adalah untuk melakukan
inventarisasi keragaman spesies ikan karang di Bali. Ikan
yang dimaksud ini adalah ikan yang hidup pada atau dekat
terumbu karang hingga mencapai kedalaman sekitar 70 m.
18
Program Kajian Cepat
Oleh karenanya, pengamatan ini tidak termasuk ikan yang
terdapat di air payau, laut dalam, maupun spesies pelagis
seperti ikan terbang, tuna, dan spesies ikan berparuh
(billfish).
Hasil survei ini semoga dapat bermanfaat untuk
mengetahui kondisi ikan karang di Bali dibandingkan
dengan daerah lainnya di Indonesia maupun di lokasi
lainnya di kawasan Indo-Pasifik. Namun demikian, daftar
ikan karang yang diamati selama survey ini bukanlah daftar
yang benar-benar lengkap karena pengamatan dilakukan
dalam waktu yang terbatas dan sifat samar dari sebagian
spesies ikan karang yang berukuran kecil.
3.2. Metode
Survei ini dilakukan oleh G. Allen dan M.Erdmann
dengan penyelaman scuba selama kurang lebih 80 jam
hingga kedalaman 70 m. Daftar ikan di perairan pulau Bali
dikumpulkan dari 29 lokasi (Lampiran Tabel 3.1) antara
29 April hingga 11 Mei 2011. Metode dasar penelitian
terdiri dari pengamatan bawah laut yang dilakukan pada
satu kali penyelaman (terkadang dua kali penyelaman) pada
setiap situs dengan rata-rata durasi sekali penyelaman selama
80 menit. Spesies yang ditemui dicatat dengan pensil pada
kertas tahan air. Teknik penyelaman yang dilakukan adalah
menyelam turun hingga kedalaman 30-70 m, kemudian
perlahan naik ke perairan dangkal. Sebagian besar waktu
penyelaman dihabiskan di zona kedalaman 2-15 m, di mana
dapat ditemui jumlah spesies yang paling banyak. Setiap
penyelaman juga dicatat tipe utama dasar laut dan kondisi
habitat di sekitarnya.
Foto Ikan di bawah air diambil selama penyelaman scuba
menggunakan kamera Nikon Digital SLR dengan lensa
105 mm dengan rumah aluminium. Sekitar 200 spesies ikan
telah diambil gambarnya.
Survei visual serta koleksi terhadap spesies ikan dilakukan
dengan menggunakan minyak cengkeh, rotenone, dan
tombak. Kedua bahan kimia tersebut digunakan dalam
jumlah kecil. Ikan betutu yang sulit terdeteksi dan spesies
lainnya yang bersembunyi disasar dengan menyemprotkan
sedikit campuran minyak cengkeh dan alkohol ke goa-goa
dan celah-celah karang/ batuan. Rotenone banyak digunakan
di goa-goa atau di bawah tonjolan, atau pada beberapa kasus
di sepanjang tepi bawah lereng di celah antara koral dan
pasir/puing.
3.3. Hasil survei
Terdapat 805 spesies ikan karang dikumpulkan pada survei
ini (Lampiran 3.1). Jika digabungkan dengan hasil suvei
di Nusa Penida tahun 2008 dan catatan sebelumnya dari
penulis maka tidak kurang dari 977 spesies ikan karang
yang berasal dari 320 marga dan 88 famili dapat dijumpai
di wilayah perairan Bali. Allen (1997), Kuiter dan Tonozuka
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Tabel 3.1. Jumlah spesies yang diamati pada masing-masing situs
(catatan: ikan-ikan tidak disurvei pada situs 6, 8 dan 27).
Situs
Spesies
Situs
Spesies
Situs
Spesies
1
96
13
197
23
56
2
162
14
190
24
191
3
157
15
217
25
171
4
91
16
220
26
248
5
131
17
230
28
212
7
187
18
246
29
109
9
115
19
189
30
85
10
183
20
99
31
113
11
143
21
114
32
139
12
117
22
42
Tabel 3.2. Situs dengan tingkat keragaman spesies ikan karang yang
tinggi yang diamati selama survei 2011 di Bali.
No. situs Lokasi
kawasan di wilayah Indo-Pasifik, penulis pertama (lihat
Allen dan Werner, 2002) menciptakan sistem peringkat
berdasarkan keberadaan jumlah spesies yang tergolong dalam
6 famili: Chaetodontidae, Pomacanthidae, Pomacentridae,
Labridae, Scaridae, dan Acanthuridae. Famili-famili tersebut
adalah indikator yang baik untuk seluruh keragaman ikan
dengan alasan-alasan berikut:
•
Terdokumentasi dengan baik secara taksonomi
•
Memiliki spesies ikan diurnal yang mencolok dan relatif
mudah dikenali di bawah air
•
Termasuk dalam spesies ikan karang “inti”. Biasanya
mencapai lebih dari 50% dari jumlah ikan-ikan yang
dapat diamati
•
Kecuali Pomacanthidae, famili-famili di atas termasuk
dalam 10 kelompok ikan karang terbanyak yang
mendiami lokasi tertentu di wilayah Indo-Pasifik Barat.
•
Labridae dan Pomacentridae merupakan famili yang
memiliki spesies yang cukup banyak dengan habitat
yang luas, bahkan termasuk kawasan yang tidak kaya
akan terumbu karang.
Total spesies ikan
26
Anchor Wreck, Menjangan
248
18
Batu Kelit, Tulamben
246
17
Kepa, Amed
230
16
Jemeluk, Amed
220
15
Bunutan, Amed
217
28
Pos 2, Menjangan
212
(2001), dan Allen dkk. (2007) membuat uraian untuk
sebagian besar spesies ini. Sebagai tambahan, penjelasan
menyeluruh mengenai seluruh spesies ikan ini bisa didapat
dalam buku “Reef Fishes of the East Indies” yang terbit pada
pertengahan 2012 (Allen and Erdmann, 2012).
3.3.1 Analisis data
Jumlah spesies yang ditemukan pada setiap situs bisa dilihat
pada Tabel 3.1. Jumlah spesies yang dijumpai pad masingmasing situs berkisar antara 42 hingga 248 spesies, dengan
rata-rata 153 spesies per situs.
Daerah berbatu dan terumbu karang sejauh ini diamati
sebagai habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati ikan.
Situs terbaik untuk ikan umumnya memiliki substrat yang
merupakan campuran dari karang scleractinia, karang lunak,
dan bebatuan dengan alga, sea whip, gorgonia, serta sponges.
Arus yang kuat juga merupakan faktor yang berkontribusi
terhadap tingginya keragaman spesies ikan, terutama spesies
pemakan zooplankton yang terbawa arus. Sementara
kawasan yang didominasi oleh substrat pasir, endapan
lumpur, atau puing hanya memiliki sedikit ikan.
3.3.2 Indeks Keragaman Ikan Karang (Coral Fish Diversity
Index = CFDI)
Menanggapi perlunya metode yang sesuai untuk mengkaji
dan membandingkan keragaman ikan karang pada berbagai
Penilaian dilakukan dengan hanya menghitung jumlah
spesies yang dijumpai dari masing-masing famili tersebut di
atas. Metode ini dapat dipakai pada beberapa tingkatan:
•
•
•
Situs-situs penyelaman tunggal
Pada lokasi yang relatif terbatas (misalnya Bali)
Negara, kelompok kepulauan besar, atau wilayah yang
luas (contoh Indonesia)
Nilai CFDI dapat digunakan untuk memperkiraan
jumlah ikan karang di suatu lokasi secara akurat dengan
menggunakan rumus regresi. Rumus ini didapatkan dari
hasil analisis terhadap 35 lokasi di Indo-Pasifik yang
memiliki daftar spesies ikan karang yang komprehensif
dan bisa diandalkan. Pertama-tama data dibagi menjadi
2 kelompok yakni: spesies ikan yang umumnya ditemukan
pada daerah yang relatif terbatas (terumbu karang dan
perairan sekitarnya dengan luas kurang dari 2.000 km2)
dan spesies dengan daerah yang lebih luas (terumbu karang
dan perairan sekitarnya dengan luas lebih dari 2.000 km2).
Analisis regresi yang sederhana mengungkapkan perbedaan
yang cukup signifikan (P = 0,0001) di antara kedua
kelompok. Oleh karena itu, data dipisahkan dan dilanjutkan
dengan analisis tambahan. Program Macintosh Statview
digunakan untuk melakukan analisis regresi linier sederhana
pada masing-masing rangkaian data untuk memperkirakan
rumus prediktor, dan menggunakan CFDI sebagai variabel
prediktor (x) untuk memperkirakan variabel bebas (y) atau
jumlah total ikan terumbu karang. Hasilnya adalah: 1)
jumlah fauna dari kawasan dengan luas lebih dari 2.000 km2
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
19
Bab 3
= 4.234(CFDI) - 114.446 (d.f = 15; R2 = 0.964; P =
0.0001); dan 2.0 jumlah fauna dari kawasan dengan luas
kurang dari 2.000 km2 = 3.39 (CFDI) - 20.595 (d.f = 18; R2
= 0.96; P = 0.0001).
CFDI berguna untuk survei-survei jangka pendek seperti
survei ini karena mampu memperkirakan jumlah total fauna
secara akurat. Keuntungan utama dari metode CFDI adalah
pada survei jangka pendek selama15 – 20 hari telah cukup
mencatat sebagian besar anggota dari 6 famili indikator
karena sifatnya yang mencolok. Nilai CFDI wilayah Bali/
Nusa Penida adalah 337 dengan rincian: Chaetodontidae
(43), Pomacanthidae (21), Pomacentridae (96), Labridae
(114), Scaridae (24), dan Acanthuridae (39). Dengan
perkiraan hasil keseluruhan fauna adalah 1.312 spesies.
Perbandingan jumlah ini dengan jumlah spesies yang telah
tercatat (977 spesies) untuk wilayah ini menandakan bahwa
paling tidak diperkirakan ada tambahan sekitar 335 spesies
ikan karang. Jumlah ini termasuk beberapa spesies yang
tidak bisa dicatat dengan metode visual dan yang berukuran
kecil. Moray eels (Muraenidae) contohnya, spesies ini sangat
sulit disurvei tanpa menggunakan rotenone (bahan kimia
racun ikan) dalam jumlah besar. Hanya 15 spesies yang
terlihat selama survei ini. Namun berdasarkan perkiraan
distribusi (Allen, data yang tak dipublikasi) setidaknya ada
35 spesies yang seharusnya terdapat di wilayah Bali.
Metode CFDI ini sangat berguna pada survei dengan
waktu yang sangat terbatas dan sangat bergantung pada
pengamatan visual, seperti yang terjadi pada survei kali ini.
Nilai total CFDI menunjukkan bahwa sekitar 75% fauna
telah tercatat selama survey di tahun 2008 (Nusa Penida)
dan tahun 2011 (Bali).
Tabel 3.3 menampilkan perbandingan Bali dengan lokasi
lainnya di Indonesia serta di Indo-Pasifik barat dan tengah
yang telah disurvei oleh penulis atau peneliti lainnya. Nilai
CFDI Bali/Nusa Penida hanya dilampaui oleh nilai dari
Kepulauan Raja Ampat, yang menandakan keragaman ikan
karangnya yang menakjubkan.
Tabel 3.3. Nilai Indeks Keragaman Ikan Karang (Coral fish diversity index / CFDI ) untuk daerah yang terbatas, jumlah spesies ikan karang diamati selama
survei, dan jumlah yang diperkirakan dengan menggunakan rumus regresi CFDI.
20
Lokasi
CFDI
Jumlah
ikan
karang
Perkiraan
jumlah ikan
karang
Kep. Raja Ampat, Papua Barat,
Indonesia
373
1.437
1.465
Bali dan Nusa Penida
337
977
1.312
Teluk Maumere, Flores,
Indonesia
333
1.111
1.108
Mine Bay Province, Papua Nugini
333
1.109
1295
Halmahera, Indonesia
327
974
1.271
Kep. Togean dan Banggai,
Indonesia
308
819
1.190
Teluk Cendrawasih, Papua
Barat, Indonesia
302
965
1.165
Kepulauan Solomon
301
1019
1160
Ujung bagian Utara Palawan,
Filipina
292
1003
Kep. Komodo, Indonesia
280
Yap State, Micronesia
Lokasi
CFDI
Jumlah
ikan
karang
Perkiraan
jumlah ikan
karang
Kep. Samoa
211
852
694
Kep. Chesterfield, Coral Sea
210
699
691
Pohnpei dan atol di sekitarnya,
Micronesia
202
470
664
Atol Layang Layang, Malaysia
202
458
664
Kep. Bodgaya, Sabah, Malaysia
197
516
647
Pulau Weh, Sumatra, Indonesia
196
533
644
Kep. Izu, Jepang
190
464
623
Kep. Christmas, Samudera Hindia
185
560
606
P. Sipadan, Sabah, Malaysia
184
492
603
Rowley Shoals, Australia Barat
176
505
576
1122
Atol Cocos-Keeling, Samudera
Hindia
167
528
545
750
928
164
527
535
280
787
928
Semenanjung North-West,
Australia Barat
Verde Passage, Filipina
278
808
921
139
357
450
Madang, Papua New Guinea
257
787
850
Kep. Tunku Abdul Rahman,
Sabah
Teluk Kimbe, Papua New Guinea
254
687
840
P. Lord Howe, Australia
139
395
450
Manado, Sulawesi, Indonesia
249
624
823
Kep. Monte Bello, Australia Barat
119
447
382
Capricorn Group, Great Barrier
Reef
232
803
765
P. Bintan, Indonesia
97
304
308
Pantai Kimberley, Australia Barat
89
367
281
Chuuk State, Micronesia
230
615
759
P. Johnston, Pasifik Tengah
78
227
243
Brunei, Darussalam
230
673
759
Ashmore/Cartier Reefs, Laut Timor
225
669
742
Kep. Kashiwa-Jima, Jepang
224
768
738
Program Kajian Cepat
Midway Atoll
77
250
240
P. Norfolk
72
220
223
Norfolk Island
72
220
223
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
3.3.3 Analisis fauna ikan karang Bali
Famili dengan jumlah spesies yang paling tinggi adalah
wrasse (Labridae), betok (Pomacentridae), ikan betutu
(Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan
kepe-kepe (Chaetodontidae), butana (Acanthuridae), ikan
kakatua (Scaridae), dan kakap (Lutjanidae). Sekitar 59%
dari total jumlah spesies ikan karang yang dijumpai di Bali
berasal famili tersebut (Tabel 3.4).
Kelimpahan relatif famili ikan di Bali sangat mirip dengan
yang ditemukan di lokasi lainnya di kawasan Indo-Pasifik.
Labridae, Pomacentridae, dan Gobiidae adalah famili dengan
jumlah spesies yang terbanyak. Peringkat kelimpahan dari
kelompok ini bervariasi menurut lokasi. Gobiidae seringkali
yang paling melimpah. Kondisi ini tidak mengejutkan
mengingat sekitar 600 spesies Gobiidae menghuni terumbu
karang Indo-Pasifik. Famili ini juga memiliki lebih banyak
spesies dibanding famili lainnya di Bali. Namun, Gobiidae
sangat sulit disurvei karena ukurannya sangat kecil dan
sebagian besar spesiesnya memiliki sifat yang cukup tersamar
dengan kondisi sekitarnya. Kecenderungan lokasi hidup
Gobiidae pada habitat pasir terbuka dan berpuing pun
bertentangan dengan metode survey RAP, yang lebih fokus
pada substrat terumbu karang.
3.3.4 Afinitas/ Hubungan Zoogeografi
Bali menjadi bagian komunitas fauna Pasifik Barat, yang
merupakan bagian integral dari daerah biotik Indo-Barat
dan Pasifik-Tengah. Ikan karangnya sangat mirip dengan
yang terdapat di kawasan yang terbentang luas mulai dari
Afrika Timur dan Laut merah hingga kepulauan Mikronesia
dan Polinesia. Walaupun kebanyakan famili, genus dan
spesiesnya secara konsisten dapat ditemukan di seluruh
wilayah, namun komposisi spesiesnya sangat bervariasi
tergantung lokasi.
Kemampuan menyebar dan masa hidup larva dari
suatu spesies biasanya akan menggambarkan distribusi
geografisnya. Kebanyakan ikan karang mengalami tahapan
pelagis yang cukup panjang yang menyebabkan jumlahnya
yang terdapat di lautan tropis tidak proporsional. Hal ini
terlihat jelas pada komunitas ikan karang di Bali. Sekitar
56% spesies memperlihatkan pola penyebaran lebih ke
wilayah Indo-Barat dan Pasifik-Tengah. Sebagian besar
spesies ini tersebar mulai dari Afrika Timur sampai ke ujung
barat Pasifik atau ke arah timur sampai ke Mikronesia dan
Polinesia.
Tabel 3.5 memperlihatkan kategori zoogeografi utama
ikan karang Bali. Sebagai tambahan dari spesies Indo Pasifik
yang tersebar luas, kategori besar lainnya adalah spesies
yang tersebar luas di Pasifik Barat (sekitar 25%) dan spesies
yang hanya ada di Kepulauan Indo-Australia (sekitar 9%),
mulai dari Laut Andaman arah timur hingga ke Kepulauan
Melanesia dan dari Australia ke arah utara hingga ke
Filipina.
Tabel 3.4. Famili dengan kelimpahan spesies ikan terbanyak di Bali.
Peringkat
Famili
Jumlah spesies
% dari total
jumlah spesies
1
Labridae
114
11,7
2
Pomacentridae
96
9,8
3
Gobiidae
84
8,6
4
Apogonidae
59
6,0
5
Serranidae
54
5,5
6
Chaetodontidae
43
4,4
7
Acanthuridae
39
4,0
8
Blenniidae
27
2,8
9
Scaridae
24
2,5
10
Lutjanidae
22
2,3
Tabel 3.5. Analisis zoogeografi ikan karang di Bali. Setiap kategori bersifat
eksklusif.
Kategori distribusi
Jumlah spesies
% fauna
Indo-Pasifik Barat
551
56,39
Pasifik bagian barat
247
25,28
Kepulauan Indo-Australia
87
8,90
Endemik Indonesia
32
3,27
Samudera Hindia
29
2,97
Tidak dapat ditentukan
19
1,94
Circumtropical
7
0,07
Jepang dan Nusa Penida
5
0,05
Sebanyak 29 spesies memiliki distribusi yang terbatas di
Samudera Hindia (Tabel 3.6) hingga ke arah barat di pantai
Afrika Timur dan Laut Merah. Walaupun begitu spesies
Centropyge eibli dan Pomacentrus alleni hanya terdapat di
sisi timur Samudera Hindia. Secara umum, wilayah Bali
merupakan batas timur distribusi tersebut. Beberapa contoh
spesies ikan karang Samudera Hindia yang terdapat di Bali
digambarkan pada Foto 3.1.
Tujuh spesies ikan (Rhincodon typus, Manta birostris,
Echeneis naucrates, Thunnus albacares, Melichthys niger,
Diodon hystrix, dan Mola mola) menunjukkan distribusi
circumtropical. Mereka merupakan spesies yang mengalami
tahap larva pelagis yang panjang dan menetap pada terumbu
karang sampai ukuran yang cukup besar (contoh: Melichthys)
atau dapat beradaptasi untuk hidup dalam tahap pelagis,
yang jauh dari pantai (contoh: Rhincodon, Manta, Thunnus,
dan Mola). Ikan remora/ sharksucker , Echeneis merupakan
ikan yang dapat menyebar ke seluruh lautan tropis melalui
berbagai inang seperti ikan pelagis besar, mamalia laut, dan
penyu.
Lima spesies ikan Bali/Nusa Penida, termasuk Hiu karpetWobbegong shark (Orectolobus japonicus), apogonidae (Apogon
schlegeli), scorpaenidae (Scorpaenodes evides), pomacentridae
(Chromis albicauda), dan gobiidae (Trimma imaii)
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
21
Bab 3
Tabel 3.6. Spesies-spesies ikan Samudera Hindia yang ditemukan di Bali.
Famili Caesionidae
Labridae
Famili
Caesio xanthonota
Bodianus diana
Pseudochromidae
Famili Mullidae
Gomphosus caeruleus
Parupeneus macronemus
Halichoeres chrysotaenia
Parupenus trifasciatus
Leptojulis cyanotaenia
Famili Chaetodontidae
Famili Scaridae
Chaetodon collare
Chlorurus capistratoides
Chaetodon decussates
Famili Blenniidae
Chaetodon guttatissimus
Entomacrodus vermiculatus
Chaetodon trifasciatus
Famili Gobiidae
Famili Pomacanthidae
Trimma fucatum
Centropyge eibli
Famili Acanthuridae
Genicanthus caudivittatus
Acanthurus leucosternon
Famili Pomacentridae
Acanthurus tennentii
Amphiprion akallopisos
Acanthurus tristis
Amphiprion sebae
Ctenochaetus truncatus
Chromis dimidiate
Naso elegans
Chromis opercularis
Famili Balistidae
Pomacentrus alleni
Melichthys indicus
menunjukkan distribusi terpisah yang tidak lazim antara
daerah Jepang dan Bali. Kemungkinan, spesies ini dulunya
tersebar di perairan yang lebih dingin di Pasifik Barat
sebelah utara Indonesia, namun kenaikan suhu permukaan
laut menyebabkan kepunahan yang meluas. Spesies ini
kemudian bertahan menjadi populasi yang menetap di
perairan subtropis Jepang dan Bali, di mana upwelling
dingin mengakibatkan menurunnya suhu permukaan
laut. Meskipun hingga sekarang spesies ini di Indonesia
hanya dijumpai di perairan Bali dan Nusa Penida, mereka
kemungkinan juga akan dapat ditemukan di lokasi lainnya
di Kepulauan Sunda Kecil yang masih terpapar upwelling
dingin.
Secara zoogeografi, yang paling menarik dari ikan karang
Bali adalah adanya kelompok dengan pola distribusi yang
sangat terbatas yang meliputi 32 spesies endemik Indonesia.
Bahkan 16 diantaranya hingga kini diketahui hanya terdapat
di Kepulauan Sunda Kecil (Tabel 3.7 dan Foto 3.2).
Allen dan Adrim (2003) serta Allen dan Erdmann (2012)
mendokumkentasikan sifat yang sangat endemik dari ikan
karang di Indonesia yang mengindikasikan kepulauan Nusa
Tenggara (Kepulauan Sunda Kecil) sebagai daerah dengan
tingkat endemisitas yang tertinggi di Indonesia maupun
secara umum di kawasan Hindia Timur (East Indian Region).
Sedangkan, penelitian secara intensif terhadap ikan karang di
kawasan Kepala Burung (Papua Barat) menunjukkan bahwa
daerah ini memiliki kelimpahan spesies endemik yang lebih
rendah atau terkaya kedua di Indonesia. Berbeda dengan
Sunda Kecil, evolusi ikan karang endemik di kawasan
Kepala Burung didukung oleh kombinasi dari keragaman
22
Tabel 3.7. Ikan karang endemik Sunda Kecil yang terdapat di Bali.
Program Kajian Cepat
Apogonidae
Spesies
Geographic distribution
Haliophis aethiopus
Bali dan Nusa Penida
Pseudochromis
aurulentus
Nusa Penida dan
Komodo
Pseudochromis
oligochrysus
Bali sampai Alor
Pseudochromis rutilus
Nusa Penida
Pseudochromis steenei
Bali sampai Alor
Manonichthys sp.
Bali sampai Komodo
Apogon
lineomaculus
Bali sampai Komodo
Siphamia sp.
Bali
Chromis pura
Nusa Penida dan Alor
Chromis sp.
Nusa Penida
Helcogramma kranos
Bali sampai Komodo
Helcogramma
randalli
Bali sampai Alor
Meiacanthus
cyanopterus
Bali sampai Alor
Meiacanthus
abruptus
Bali sampai Komodo
Gobiidae
Grallenia baliensis
Bali
Acanthuridae
Prionurus chrysurus
Nusa Penida sampai
Komodo
Pomacentridae
Tripterygiidae
Bleniidae
habitat yang kaya, aktivitas tektonik, dan fluktuasi
permukaan air laut. Sedangkan ikan karang endemik di
Sunda Kecil dihasilkan dari kondisi habitat yang unik di
sepanjang jalur pintu keluar selatan Arlindo (Arus Lintas
Indonesia = Indonesian Through flow), yang menjadikannya
sebagai kawasan dengan arus yang kuat disertai upwelling
dingin.
3.3.5 Spesies kembar dan perkawinan silang
Randall (1998) memberikan contoh dari 52 pasangan spesies
yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan spesies
yang ada di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Randall
mengatakan bahwa spesies “kembar” (geminate species =
spesies dengan perbedaan yang kecil karena berevolusi dari
nenek moyang yang sangat dekat) tersebut telah berevolusi
sebagai hasil dari suatu kondisi yang sama – suatu spesies
Indo-Pasifik purba yang dahulu tersebar luas lalu terpisah
oleh permukaan laut yang menurun yang kemudian
menghasilkan penghalang Hindia Timur. Contohnya, pada
masa Pleistosen, penghalang ini kemudian menjadi daratan
kering yang memanjang mulai dari ujung utara Sumatera
hingga ke Timor, dengan sedikit celah di antara Bali dan
Kepulauan Sunda Kecil.
Salah satu ciri ikankarang di Bali adalah adanya anggota
pasangan spesies kembar dari Samudera hindia dan
Samudera Pasifik (Tabel 3.8 dan Foto 3.3). Pada hampir
semua kejadian, pasangan yang berasal dari Samudera Pasifik
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Foto 3.1. Contoh spesies ikan karang Samudera Hindia yang ditemukan di Bali (dari kiri atas hingga kanan bawah): Acanthurus tristis, Amphiprion sebae,
Chaetodon trifasciatus, Chromis opercularis, Leptojulis chrysotaenia, dan Melichthys indicus.
Foto 3.2. Apogon lineomaculus, dengan panjang 6 cm. Hanya ada di Bali
dan Komodo
Foto 3.3. Contoh pasangan spesies kembar (spesies dari Samudera
Hindia di kiri dan Pasifik di kanan): atas – Chaetodon decussatus dan C.
vagabundus; tengah – Chromis dimidiata dan C. margaritifer; bawah Ctenochaetus cyanocheilus dan C. truncatus.
Foto 3.4. Contoh perkawinan silang (tengah) antara Centropyge eibli (kiri) dan C. vroliki (kanan) di Nusa Penida.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
23
Bab 3
Foto 3.5. Contoh spesies ikan di Bali yang berhubungan dengan wilayah upwelling dingin: dari kiri ke kanan - Prionurus
chrysurus, Springeratus xanthosoma, dan Mola mola.
Foto 3.6. Parapercis bimacula, panjang total 11 cm
Foto 3.7. Manonichthys sp. sepanjang 3,5 cm.
Foto 3.8. Dua Pseudochromis baru dari Bali dan Nusa Penida sepanjang 7 cm
Foto 3.9. Siphamia sp. sepanjang 3,5 cm.
24
Program Kajian Cepat
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Foto 3.10. Dua spesies baru jawfish (Opistognathidae) dari Bali (kiri ke kanan): spesies Opistognathus 1 sepanjang 4 cm,
spesies Opistognathus 2 sepanjang 3,5 cm.
Foto 3.11. Meiacanthus abruptus, sepanjang 7 cm
Foto 3.12. Spesies Meiacanthus cyanopterus sepanjang 6 cm
Foto 3.14. Grallenia baliensis. dengan panjang 2,5 cm.
Foto 3.13. Priolepis sp. sepanjang 2,5 cm.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
25
Bab 3
Foto 3.15. Lepadichthys sp. sepanjang 3 cm.
Foto 3.16. Ptereleotris rubristigma, sepanjang 10 cm
Foto 3.17. Catatan distribusi baru (dari kiri ke kanan) meliputi: Chaetodon reticulatus, Abudefduf lorentzi, dan Cirrhilabrus
pylei.
Foto 3.18. Capungan banggai (Pterapogon kauderni) yang didatangkan
dari luar Bali, panjang total 8 cm, Secret Bay, Bali.
26
Program Kajian Cepat
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Gambar 3.1. Citra satelit dari Secret Bay, Gilimanuk
Tabel 3.8. Contoh spesies kembar yang tercatat di Bali.
Famili
Spesies Samudera
Pasifik
Spesies Samudera
Hindia
Caesionidae
Caesio teres
Caesio xanthonota
Chaetodontidae
Chaetodon vagabundus Chaetodon decussatus
Pomacanthidae
Chaetodon
punctatofasciatus
Chaetodon
guttatissimus
Chaetodon lunulatus
Chaetodon trifasciatus
Centropyge vroliki
Centropyge eibli
Chromis margaritifer
Chromis dimidiata
Chromis xanthurus
Chromis opercularis
Pomacentridae
Pomacentrus coelestis
Pomacentrus alleni
Scaridae
Chlorurus bleekeri
Chlorurus
capistratoides
Acanthuridae
Acanthurus pyroferus
Acanthurus tristis
Ctenochaetus
cyanocheilus
Ctenochaetus
truncatus
Naso lituratus
Naso elegans
lebih sering ditemui dibandingkan dengan pasangan dari
Samudera Hindia. Fenomena ini menunjukkan terjadinya
dominasi aliran arus ke arah selatan.
Perkawinan silang adalah fenomena yang cukup jarang
terjadi pada ikan air laut jika dibandingkan dengan
di air tawar. Namun, ikan kupu-kupu tropis tropical
butterflyfish (Chaetodontidae) dan ikan malaikat angelfish
(Pomacanthidae) adalah pengecualian sebab telah banyak
hasil kawin silangnya yang ditemukan. Pylle dan Randall
(1994) memberikan rujukan bagi 15 hasil kawin silang ikan
kupu-kupu dan mencatat masih ada 12 spesies lagi yang
akan didokumentasikan dalam literatur. Para penulis ini
juga mendokumentasi 11 contoh kemungkinan kawin silang
pada ikan malaikat. Lebih dari itu, sebuah penelitian terbaru
oleh Hobbs dkk. (2008) melaporkan ada 11 spesies kawin
silang dari 6 famili di Kepulauan Christmas yang terletak
sekitar 1.000 km barat laut Bali atau 350 km selatan Ujung
Genteng, Jawa Barat.
Tidak ada hasil kawin silang yang teramati pada RAP Bali
ini, namun beberapa kali terlihat pada survei Nusa Penida di
tahun 2008. Kasus-kasus ini adalah persilangan antara ikan
kupu-kupu Chaetodon guttatissimus dan C. punctofasciatus
dan ikan malaikat Centropyge eibli dan C. Vroliki (Foto 3.4).
Walaupun tidak ada hasil kawin silang yang terdeteksi antara
Chaetodon lunulatus dan C. Trifasciatus yang berhubungan
dekat, beberapa pasangan campuran kedua spesies terlihat
pada survei tahun 2008 dan 2011.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
27
Bab 3
3.3.6 Upwelling dingin
Pantai timur Bali, termasuk Selat Lombok dan Pulau
Nusa Penida, memiliki ciri khas arus yang deras dengan
temperatur yang dingin sebagai akibat adanya upwelling di
perairan dalam. Sangat sulit untuk menemukan suhu air
serendah 20an derajat atau bahkan lebih dingin lagi. Tabel
3.9 menyajikan daftar spesies yang sering terkait dengan
wilayah upwelling beserta tiga contohnya yang disajikan
pada Foto 3.5.
3.3.7 Spesies baru
Beberapa spesies yang belum terdeskripsikan telah tercatat
selama survei RAP ini. Hal ini akan dibahas dengan
lebih rinci pada paragraf selanjutnya, dimana belum ada
dari sekian banyak spesies yang diketemukan ini pernah
dideskripsikan sebelumnya oleh penulis maupun kolega
ahli ikan karang lainnya (misal: Allen and Erdmann, 2012;
Smith-Vaniz and Allen, 2011; Gill, Allen and Erdmann,
2012)
Parapercis bimacula Allen dan Erdmann, 2012
(Pinguipedidae; Gambar 6) – ikan grubfish nan indah ini
kini tercatat dijumpai di Bali, Komodo, Pulau Weh
(Sumatera) dan Kepulauan Andaman, dimana ia biasanya
ditemukan di kawasan berpasir/ reruntuhan dasar dengan
sebaran karang hidup di kedalaman 2-8 meter. Spesies ini
baru saja digambarkan oleh penulis dalam buku mereka
yakni di ikan karang dari Hindia Timur (reef fishes of the
East Indies)
Spesies Manonichthys (Pseudochromidae; Foto 3.8) –
Spesies ini teramati dan dipotret pada kedalaman 29-30 m
pada dua situs (25 dan 28) di pesisir Barat Laut, termasuk
Pulau Menjangan dan Pulau Komodo. Spesies ini juga
diketahui berhubungan dekat dengan M. Alleni yang
terdapat di bagian utara Borneo dan sekarang sedang
dipelajari oleh ahli pseudochromidae Anthony Gill dari
Sidney University, Australia, yang akan memastikan status
spesies ini.
Pseudochromis oligochrysus Gill, Allen and Erdmann,
2012 (Pseudochromidae; Foto 3.9, kiri) – Spesies ini tidak
ditemukan selama survei 2011, namun beberapa spesimen
didapatkan selama RAP 2008 di Nusa Penida. Biasanya
Tabel 3.9. Spesies yang terkait dengan upwelling dingin yang terdapat di
Bali.
Famili Chaetodontidae
Famili Clinidae
Chaetodon guentheri
Springeratus xanthosoma
Heniochus diphreutes
Famili Acanthuridae
Famili Pomacanthidae
Prionurus chrysurus
Chaetodontoplus melanosoma
Molidae
Famili Pomacentridae
Mola mola
Chromis albicauda
Chromis pura
28
Program Kajian Cepat
terdapat di lereng-lereng pada kedalaman 25-50 m. Spesies
ini baru saja dideskripsikan pada awal 2012 oleh Anthony
Gill bersama-sama dengan penulis.
Pseudochromis rutilus Gill, Allen and Erdmann,
2012 (Pseudochromidae; Foto 3.9, kanan) – Spesies baru ini
(Foto 3.9) didapat dari Nusa Penida pada tahun 2008 dan
pada survei 2011 di Menjangan (situs 27) pada kedalaman
sekitar 60-70 m. Biasanya terlihat pada permukaan berbatu,
spons, dan celah-celah pada lereng karang bagian luar.
Spesies ini juga telah dikoleksi dari wilayah Alor, Nusa
Tenggara. Seperti spesies yang sebelumnya, yang satu ini juga
telah dideskripsikan pada Januari 2012 oleh Anthony Gill
dan penulis.
Spesies Siphamia (Apogonidae; Foto 3.10) – Sebuah
spesimen ikan capungan yang unik ini ditemukan di Pulau
Menjangan (situs 27) pada kedalaman 70 m. Seperti semua
anggota marga Siphamia, spesies ini memiliki keunikan
berupa organ tubuh yang berpendar keperakan pada bagian
luar bawah tubuhnya. Spesies ini termasuk dalam spesies
yang belum dideskripsi, memiliki kaitan yang erat dengan
spesies S. argentea yang merupakan spesies yang belum
diketahui dengan baik dimana jenis ini dapat dibedakan dari
warna tubuhnya yang unik dengan cahaya bergaris, tubuh
yang dalam, dan garis lateral yang lengkap. Spesies ini saat
ini sedang dikaji secara mendalam oleh Ofer Gon seorang
ahli apogonid di Afrika Selatan.
Opistognathus sp. 1 (Opistognathidae; Foto 3.9, kiri) –
Jawfish telah menjadi kelompok ikan yang menguntungkan
dengan banyaknya penemuan oleh penulis beberapa tahun
terakhir. Spesies ini masih belum dideskripsi, namun
sebelumnya sudah tercatat di Kepulauan Andaman,
Kalimantan (Derawan), Filipina (Pulau Siquijor), dan
Indonesia (Pulau Morotai dan Teluk Cendrawasih, Papua
Barat). Menghuni dasar perairan berpasir/puing dekat
terumbu karang pada kedalaman 20-70 m. Tiga spesimen
telah dikoleksi selama survei di situs 25 (Sumber Kima).
Spesies ini akan dideskripsi oleh ahli opistognathidae asal
Amerika Serikat, William Smith-Vainz.
Spesies Opistognathus sp. 2 (Opistognathidae; Foto 3.7,
kanan) – Spesies jawfish baru ini sebelumnya telah dikoleksi
dari Brunei dan Filipina. Spesies ini menghuni pesisir
terumbu karang yang keruh pada dasar perairan berpasir/
puing di kedalaman 15-70 meter di kawasan yang secara
berkala berarus kuat. Sebuah spesimen tunggal juga telah
dikoleksi pada survei di situs 25 Bali (Sumber Kima). Spesies
ini juga akan dideskripsi oleh William Smith-Vaniz.
Meiacanthus abruptus Smith-Vaniz and Allen,
2011 (Blenniidae; Foto 3.11) – Spesies baru ini pertama
kali dikoleksi oleh G. Allen di Pulau Komodo pada tahun
1995. Sekitar 10 individu telah dipotret di Secret Bay,
Gilimanuk (situs 30) selama survei di Bali ini. Spesies ini
dapat ditemukan di petak terumbu karang kecil yang hampir
100% diselimuti koral pada kedalaman 2-4 meter. Spesies ini
dicirikan dengan kepalanya yang kuning dan sepasang garis
hitam pada badannya. Spesies baru ini telah dideskripsikan
pada bulan Oktober 2011 (Smith-Vaniz and Allen, 2011).
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Meiacanthus cyanopterus Smith-Vaniz and Allen,
2011 (Bleniidae; Foto 3.12) – Sebuah spesimen tunggal
dari spesies penghuni perairan dalam ini teramati pada
kedalaman 70 m di situs 19. Saat ini diketahui hanya
terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara di Bali dan wilayah
Alor. Spesies ini juga telah dideskripsikan pada bulan
Oktober 2011 (Smith-Vaniz and Allen, 2011)
Spesies Priolepis (Gobiidae; Foto 3.13) - Spesies ini
nampaknya adalah spesies yang belum dideskripsi dan
sepintas mirip dengan P. Pallidicincta Winterbottom &
Burridge, namun memiliki perbedaan nyata berupa garis
melintang pada pipi papilla. Spesies ini telah dikoleksi dari
dua situs (10 dan 26) pada survei di kedalaman 70 m.
Grallenia baliensis Allen and Erdmann, 2012 (Gobiidae;
Foto 3.14) – ikan betutu berukuran kecil ini (dengan ukuran
maksimum sekitar 2,5 cm) sebelumnya diketahui dari
beberapa spesimen yang dikoleksi dari kawasan Tulamben
di dasar perairan pasir/kerikil pada kedalaman 5-15 meter.
Pada survei ini, spesies ini juga ditemukan di Amed (situs
17) dan Buleleng (situs 21). Hasil pengamatan terperinci
mengungkapkan spesies ini adalah spesies baru. Dapat
dikenali melalui pola warnanya yang unik, tidak memiliki
selaput pada sirip punggung individu jantan, sirip anal
dan sirip punggung kedua yang relatif pendek, dan sirip
dada yang pendek. Spesies ini dideskripsi oleh penulis pada
bukunya ‘East Indians Reef Fishes’ yang terbit pada Maret
2012.
Spesies Lepadichthys (Gobiesocidae; Foto 3.15) – Spesies
yang nampaknya belum dideskripsi ini sebelumnya hanya
diketahui berdasarkan foto bawah air dari Flores, Indonesia,
dan Pulau Manus di Papua New Guinea. Ikan ini berwarna
merah bata tua dengan belang-belang putih pada kedua sisi
badan, dan di punggung mulai dari mulut hingga sirip ekor.
Spesies ini biasanya berlindung pada duri-duri bulu babi
Diadema dan biasanya terdapat pada kedalaman 5-15 m.
Sebuah spesimen tunggal telah dikoleksi pada survei 2011 di
situs 25 (Sumber Kima).
Ptereleotris rubristigma Allen, Erdmann and Cahyani,
2012 (Ptereleotridae; Foto 3.16) – Spesies ini sebelumnya
salah diidentifikasi sebagai P. Hanae, tetapi berbeda pada
selaput ekornya yang tidak panjang, dan pada jantan dewasa
memiliki selaput pada duri punggung kedua, serta tanda
kemerahan (kadang tidak ada) pada dasar sirip dada. Spesies
ini tersebar luas di Indonesia dan wilayah sekitarnya. Selama
survei ini, spesies ini teramati di Seraya (situs 12), Amed
(situs 16), dan Taka Pemuteran (situs 24). Habitatnya terdiri
dari dasar permukaan hamparan pasir dan puing pada
kedalaman 5-50 m. Spesies ini baru saja dideskripsi oleh
penulis (dan seorang ahli genetic Dita Cahyani) dalam buku
reef fishes of the East Indies pada bulan Maret 2012.
3.3.8 Daerah sebaran dan beberapa catatan penting
Chaetodon reticulates Cuvier, 1831 (Chetodontidae; Foto
3.17, kiri) – Spesies ini tersebar luas di Pasifik Barat,
terutama di kepulauan Oseania ke timur hingga Kepulauan
Line and Society. Spesies ini tercatat di Indonesia hanya di
Halmahera dan lepas pantai utara Sulawesi, serta catatan
(situs) terkini dari Bali, yang mencerminkan suatu perluasan
daerah sebarannya kira-kira 1.500 km.
Abudefduf lorentzi Hensley & Allen, 1977 (Pomacentride;
Foto 3.17, tengah) – Spesies ini biasa menghuni perairan
dangkal Sulawesi bagian timur, Halmahera dan wilayah
Papua Indonesia. Spesies ini juga terdapat di Papua New
Guinea, Kepulauan Solomon, dan Filipina. Di bagian
timur dan selatan Sulawesi biasanya digantikan kerabatnya
A. Bengalensis. Karena itu, cukup mengejutkan ketika
menemukan seekor spesies ini dalam tahap sub-dewasa
di sepanjang garis pantai di situs 28 (Menjangan), yang
mencerminkan suatu perluasan daerah sebarannya kira-kira
900 km.
Cirrhilabrus pylei. (Labridae; Foto 3.17, kanan) –
Walaupun sebelumnya dilaporkan terdapat di Bali
berdasarkan foto bawah air, kami dapat mengkonfirmasi
keberadaannya di wilayah Bali dengan koleksi spesimen baik
dari Nusa Penida pada tahun 2008 dan dari survei ini di
situs 28 (Menjangan). Pada kebanyakan catatan sebelumnya
spesies yang menakjubkan ini berasal dari Kepulauan
Melanesia, termasuk Papua Barat, Papua New Guinea,
Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
3.3.9 Spesies ikan yang didatangkan dari luar Bali
Walaupun ikan-ikan yang diintroduksi hanya sebagian
kecil saja dari komunitas ikan global, mereka memiliki
kemampuan untuk mengubah dinamika populasi ikan lokal.
Spesies ikan scorpaenidae Pterois volitans adalah contoh
klasik dari fenomena ini. Walaupun spesies ini mudah
dijumpai di sepanjang rentang penyebarannya di Pasifik
bagian barat dan tengah, spesies ini biasanya dijumpai
dalam jumlah yang sedikit. Sebagai contoh, adalah tidak
biasa menemukan seekor spesies ini dalam beberapa kali
penyelaman selama survei RAP. Spesies ini ditangkap untuk
diperdagangkan sebagai ikan hias akuarium kemudian
dilepaskan di perairan Florida sekitar 20 tahun yang lalu.
Akibatnya kini spesies ini “mewabah” di beberapa kawasan
di pantai timur Amerika Serikat dan Lautan Karibia serta
memengaruhi komunitas ikan-ikan lokal karena perilaku
predasi spesies ini yang memangsa berbagai spesies ikan kecil
dan invertebrata. Selain karena pelepasliaran ikan akuarium
yang tidak disengaja maupun yang disengaja, introduksi
spesies ikan lainnya dimaksudkan untuk meningkatkan
spesies-spesies ikan yang berharga untuk diperdagangkan
(contoh: Lutjanus kasmira di Hawaii), sehingga memiliki
akses ke lautan yang dulunya terpisahkan melalui
pembangunan kanal (contoh: Laut Merah menuju Laut
Mediterania melewati Terusan Suez), dan perpindahan larva
maupun ikan bentik kecil pada tangki-tangki pengatur daya
apung (ballast tank) kapal barang.
Capungan Banggai (Pterapogon kauderni, Foto 3.18)
memiliki distribusi alami yang terbatas di Pulau Banggai
dan kawasan yang berdekatan di bagian tengah dan timur
Sulawesi. Ikan cantik ini mulai diperdagangkan sebagai ikan
hias pada tahun 1995 dan langsung menghebohkan pasar
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
29
Bab 3
dengan harga jual mencapai $100 per ikan pada bulanbulan pertama kehadirannya. Spesies ini dijual ke luar negeri
dalam jumlah besar melalui para penjual ikan di Bali dan
Sulawesi Utara. Akibatnya, banyak ikan spesies ini yang
kemudian dilepas dengan sengaja di Selat Lembeh, Sulawesi
dan di Gilimanuk, Bali, di mana kemudian populasinya
berkembang. Populasi spesies ini di Bali terbatas pada
kawasan yang sangat kecil dekat pantai sisi selatan dari jalan
masuk menuju Secret Bay, Gilimanuk. Spesies ini berasosiasi
dengan bulu babi Diadema yang menghuni perairan
dangkal dan sekitar reruntuhan kapal kecil. Diperkirakan
populasinya saat ini sekitar 1.000 individu, dan jika
dibandingkan dengan pengamatan biasa yang dilakukan
dua tahun lalu, populasi spesies ini terus meningkat. Tidak
ada tanda-tanda bahwa spesies ini telah berkembang di
luar Secret Bay, dan karena metode reproduksinya aneh
(telur dan ikan yang masih kecil diinkubasi di dalam mulut
individu jantan) serta kemampuan penyebaran pelagisnya
tidak baik, perluasan daerah sebaran spesies ini di sekitar
Bali akan menjadi proses yang sangat lambat. Spesies ini
memakan plankton dan invertebrata bentik kecil. Oleh
karena itu dampaknya terhadap populasi ikan di sekitar teluk
Gilimanuk pada umumnya sangat kecil, dan mungkin hanya
kepada spesies apogonidae lain yang bersaing menumpang
hidup pada duri-duri Diadema. Salah satu sisi positif dari
introduksi ini adalah turis akan tertarik untuk menyelam di
situs ini dan mendapat kesempatan langka memotret spesies
yang menakjubkan, serta menghemat biaya dan logistik
daripada berkunjung ke Kepulauan Banggai.
3.4. Situs yang sangat penting bagi ikan dengan nilai
konservasi yang potensial
Perbandingan antara berbagai kawasan geografi utama di
wilayah Bali
Survei ini menunjukkan bahwa Bali memiliki ikan-ikan
karang yang amat beragam, yang mencerminkan kisaran
variasi habitat yang relatif luas. Metode CFDI yang
memperkirakan keseluruhan jumlah fauna, didasarkan pada
beberapa famili utama menunjukkan bahwa Bali adalah
salah satu kawasan di Indonesia yang paling kaya akan
ikan-ikan karang sehingga secara global sangat penting
untuk kepentingan konservasi. Komunitas ikan yang ada
juga menakjubkan mengingat ekosistem laguna yang
terlindung hampir tidak ada di Bali. Maka, spesies-spesies
yang berasosiasi dengan habitat ini sangat jarang atau tidak
ada. Bali dapat dibagi menjadi beberapa zona atau kawasan
yang berbeda, berdasarkan komponen fauna lautnya
dikombinasikan dengan fitur oseanografi fisik berskala luas,
terutama suhu dan arus, termasuk upwelling. Perbandingan
keragaman ikan pada kawasan geografi utama dapat dilihat
di Tabel 3.10.
Pesisir utara adalah kawasan yang paling kaya akan
keragaman ikan. Wilayah ini memiliki contoh-contoh
30
Program Kajian Cepat
Tabel 3.10. Perbandingan jumlah spesies pada kawasan geografi utama
di wilayah Bali.
Kawasan geografi
Jumlah spesies
Spesies/situs
Bali bagian utara
622
214*
Nusa Penida
573
161
Bali bagian timur
510
147
Gilimanuk
153
97
Jumlah total
964
* kecuali situs pada dasar perairan berlumpur (20-23) di kawasan
Lovina.
perkembangan terumbu karang terbaik seperti yang
dicontohkan di Amed dan Pulau Menjangan. Di dalam
kawasan ini juga terdapat kawasan “muck dive” berdasar
lumpur yang menarik dan merupakan tempat tinggal ikanikan yang tidak biasa, yang jarang terlihat pada terumbu
karang biasa.
Nusa Penida pantas menjadi zona terpisah, karena
lokasinya yang terisolasi, terpapar penuh oleh Samudera
Hindia, dan kondisi habitat umumnya yang dicirikan oleh
arus deras dan upwelling dingin.
Pantai timur Bali, yang terdiri dari Selat Lombok
membentuk zona utama ketiga. Seperti Nusa Penida yang
mengalami arus kuat berkala dan upwelling dingin. Beberapa
spesies “khas” yang juga khas Nusa Penida, contohnya
butana ekor kuning (Prionurus chrysurus) dan Mola molaOcean Sunfish (Mola mola).
Secret Bay di Gilimanuk membentuk zona utama
keempat. Walaupun luasnya sangat kecil (sekitar 5,5 km2
), teluk ini memiliki keunikan tinggi dalam hal habitat laut
dan komunitas ikan yang didukungnya. Teluk ini dibatasi
oleh mangrove dan memiliki sejumlah petak terumbu karang
dengan pertumbuhan karang hidup yang baik dan juga
habitat dasar berlumpur yang luas dan merupakan rumah
yang kaya akan spesies ikan-ikan tidak biasa yang tidak
sering terlihat di bagian lain pulau.
Pesisir selatan tidak disurvei dengan memadai untuk
menentukan apakah kawasan ini pantas mendapatkan
status kawasan utama yang terpisah. Hanya 2 situs (31-32)
yang disurvei. Pengamatan awal ini menandakan adanya
pembenaran untuk memasukkan pesisir selatan ke dalam
wilayah fauna yang sama dengan Bali bagian timur.
3.5. Berbagai rekomendasi untuk konservasi
Walaupun Pulau Bali memiliki keragaman ikan karang yang
sangat besar dibandingkan luasnya pulau, namunditemukan
banyak indikasi penangkapan berlebihan (“overfishing”) di
hampir setiap situs. Ikan karang yang bernilai komersial
(seperti kakap dan kerapu) jarang sekali ditemukan di
perairan Bali. Bahkan dalam lebih dari 350 jam penyelaman,
tim survei hanya berhasil mencatat sebanyak 3 ekor hiu
(hanya terdapat di Gili Selang dan Menjangan), 3 ekor ikan
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Napoleon (Chelinus undulatus; hanya ditemukan di Gili
Selang dan Tulamben), dan 4 ekor ikan sunu (kerapu dari
marga Plectropomus). Tidak kalah pentingnya juga yaknin
hanya mencatat 5 ekor penyu selama survei berlangsung.
Angka-angka yang sangat minim ini seharusnya menjadi
“peringatan” bagi Pemerintah Bali, mengingat angka seperti
ini seharusnya bisa ditemukan dalam satu kali menyelam saja
di terumbu karang yang sehat - bukan dari 33 situs!
Agar trend overfishing di terumbu karang Bali dapat
diatasi, sangat disarankan untuk membentuk jejaring
kawasan konservasi perairan (KKP) dengan zona “larang
ambil” di wilayah Bali yang berisi perwakilan komunitas
fauna di setiap kawasan utama yang telah diuraikan di atas.
Keuntungan untuk membentuk kawasan konservasi perairan
yang efektif adalah untuk kelestarian keanekaragaman hayati
yang tinggi dan peningkatan nilai ekonominya karena dapat
menarik para penyelam, dan juga dari “efek limpahan benih”
yang didokumentasikan dengan baik dan dapat langsung
meningkatkan tangkapan ikan untuk bahan pangan di
kawasan yang berdekatan dengan KKP.
Laporan sebelumnya (2008) juga menyarankan beberapa
situs yang layak dilindungi di dalam zona larang ambil
di Nusa Penida termasuk Crystal Bay, Toya Pakeh, Batu
Abah dan Teluk Batu Abah, berdasarkan komunitas ikan
masing-masing dan habitat terumbu karangnya yang luar
biasa. Dengan menggunakan kriteria yang sama, kami juga
merekomendasikan situs-situs berikut agar dipertimbangkan
dijadikan zona larang ambil dalam KKP baru, berdasarkan
hasil survei 2011.
Batu Tiga dekat Candi Dasa – Pulau-pulau berbatu ini
mendukung komunitas koral yang kaya serta ikan-ikan
yang berasosiasi dengan koral tersebut, namun tidak ada
pemangsa besar seperti hiu dan kerapu. Sebanyak 187 spesies
dicatat di Batu Tiga Barat (situs 7), jumlah terbanyak ketiga
di pesisir timur.
Gili Selang, di daerah timur laut Bali (situs 13-14) –
kawasan dengan keragaman habitat mikro yang baik dan
kelompok ikan karang yang kaya serta spesies-spesies
berdasar lunak yang berasosiasi dengan zona bergelombang.
Di Gili Selang Utara tercatat 197 spesies dan di Gili Selang
Selatan 190 spesies, keduanya merupakan jumlah yang
tertinggi di pesisir timur.
Kompleks terumbu karang Taka Pemuteran dan Sumber
Kima, barat laut Bali (situs 24-25) – Kedua kawasan ini
menunjukkan keragaman habitat mikro yang baik dan
mendukung komunitas ikan yang kaya (masing-masing
191 dan 171 spesies). Situs di Taka Pemuteran terutama
kaya akan karang hidup dan ikan karang yang berasosiasi
dengannya. Kedua kompleks terumbu karang ini memiliki
potensi terbaik sebagai zonasi “larang ambil”, dengan tujuan
memperkaya perikanan di wilayah yang berdekatan dan
menyediakan wisata penyelaman berkualitas tinggi.
Secret Bay, Gilimanuk (situs 29-30) – Sistem laguna yang
hampir tertutup di Secret Bay sangat unik dan mendukung
keberadaan sejumlah besar ikan yang jarang ditemui atau
tidak ada di bagian lain pulau. Diperlukan survei lanjutan
untuk membuat daftar ikan Secret Bay secara lebih lengkap.
Teluk juga menyediakan campuran habitat dasar lumpur
terbuka yang baik, terumbu karang tepi di sepanjang
garis pantai, dan petak terumbu karang di tengah laguna.
Begitu juga dengan pantai mangrove dan beberapa pulaupulau yang dikelilingi mangrove. Direkomendasikan
untuk membuat perlindungan konservasi khusus untuk
kawasan yang unik ini, termasuk perlindungan pada habitat
mangrove yang berdekatan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis berterima kasih kepada yang terhormat
bapak Gubernur Bali I Made Mangku Pastika serta
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali yang
telah mengundang kami untuk melakukan survey
keanekaragaman hayati laut yang membawa penemuan
ini, dan Program USAID-CTSP yang telah mendanai
survei. Kami berterima kasih kepada program kelautan
Conservation International Indonesia yang telah
mengorganisir survei, khususnya rekan kami Ketut
Sarjana Putra, Made Jaya Ratha, dan Muhammad (Erdi)
Lazuardi, dan kami juga berterima kasih kepada Putu
(Icha) Mustika dan Made Jaya Ratha untuk kerja kerasnya
dalam menyiapkan laporan ini RAP. Selanjutnya kami
berterima kasih kepada Wolcott Henry dan The Clark and
Edith Munson Foundation dan Keluarga Trust Paine atas
dukungan kerja taksonomi penulis pertama. Akhirnya,
kami berterima kasih kepada Michael Cortenbach Bali
Diving Academy dan Adam Malec dari Scubadamarine atas
dukungan penyelaman yang sangat baik untuk untuk survei
kami.
Daftar Pustaka
Allen, G.R. 1997. Marine fishes of south-east Asia. Western
Australian Museum: Perth, 292 pp.
Allen, G.R. 2008. Conservation hotspots of biodiversity
and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic
Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18:
541-556.
Allen, G.R. and Adrim, M. 2003. Coral reef fishes of
Indonesia. Zoological Studies 42(1): 1-72.
Allen, G.R. and Erdmann, M.V. 2012. Reef Fishes of the East
Indies. Volumes I-III. Tropical Reef Research: Perth,
Australia, 1292 pp.
Allen, G., Steene, R., Humann, P., and Deloach, N. 2007.
Reef Fish Identification: Tropical Pacific. New World
Publications: Jacksonville, USA, 457 pp.
Allen, G.R. and Werner, T.B. 2002. Coral reef fish
assessment in the ‘coral triangle’ of southeastern Asia.
Environmental Biology of Fishes 65: 209-214.
Gill, A.T., Allen, G.R., and Erdmann, M.V. 2012. Two
new dottyback species of the genus Pseudochromis
from southern Indonesia (Teleosti: Pseudochromidae).
Zootaxa 3161: 53-60.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
31
Bab 3
Hobbs, J.P.A., Frishch, A.J., Allen, G.R., and van
Herwerden, L. In press. Marine hybrid hotspot at
Indo-Pacific biogeographic border. Biology letters: (doi:
10.1098/rsbl.2008.0561.
Kuiter, R.H. and Tonozuka, T. 2001. Photo guide to
Indonesian reef fishes. Zoonetics: Seaford, Australia,
893 pp.
Pyle, R.L. and J.E. Randall. 1994. A Review of
Hybridization in Marine Angelfishes (Perciformes,
Pomacanthidae). Environmental Biology of Fishes
41:127-145.
Randall J. E. 1998. Zoogeography of shore fishes of the
Indo-Pacific region. Zoological Studies 37(4): 227-268.
Smith-Vaniz, W.F. and Allen, G.R., 2011. Three new species
of the fangblenny genus Meiacanthus from Indonesia,
with color photographs and comments on other species.
Zootaxa 3046, 39-58.
32
Program Kajian Cepat
1
1
1
1
1
Site 11
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 21
1
1
Site 23
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Echidna nebulosa
Anarchias seychellensis
Muraenidae (15 spp.)
Kaupichthys diodontus
Chlopsidae (1 spp.)
Moringa microchir
Moringuidae (1 spp.)
Manta birostris
Mobulidae (1 spp.)
1
1
Site 14
Aetobatus narinari
Site 7
1
Site 16
1
1
Site 17
Myliobatidae (1 spp.)
Site 1
1
1
Site 18
1
Site 2
1
Site 3
1
Site 4
1
Site 12
1
Site 15
1
Site 19
Taeniura meyeni
1
1
Site 24
Taeniura lymma
1
1
Site 20
Dasyatis kuhlii
1
Site 13
Dasyatidae (3 spp.)
1
1
1
1
1
Site 26
Triaenodon obesus
Previous Bali
Carcharhinus amblyrhynchos
Carcharhinidae (2 spp.)
Orectolobus japonicus
Orectobobidae (1 spp.)
Alopias pelagicus
Alopiidae (1 spp.)
NP Surveys
Site 32
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
Present Survey
0
Grand Total
0
East Bali
0
Nusa Penida
1
0
North Bali
Rhincodon typus
Previous Surveys
0
Gilimanuk
Rhincodontidae (1 spp.)
Lampiran 3.1. Daftar ikan karang di Bali (termasuk Nusa Penida). Temuan baru untuk Bali diindikasikan dengan warna merah.
Daftar ini mencakup semua spesies ikan karang perairan dangkal (hingga kedalaman 70 meter) yang dijumpai di perairan Bali dan Nusa Penida. Pada tiga kolom pertama juga meliputi data spesies yang
sebelumnya telah tercatat ditemukan di Bali (oleh GRA) dan Nusa Penida (2008 RAP) yang telah dikombinasikan, sedangkan kolom selanjutnya mengacu pada hasil survey di Bali tahun 2011. Urutan filogenetik
dari familia yang muncul dalam daftar ini mengikuti Eschmeyer (Catalog of Fishes, California Academy of Sciences, 1998) dengan sedikit modifikasi (misalnya penepatan Cirrhitidae). Genus dan spesies disusun
menurut abjad dalam masing-masing familia. Nama penulis dan tahun pubikasi dihilangkan dari setiap spesies, namun informasi ini dapat dengan mudah untuk kemudian diakses di California Academy of
Sciences Catalog of Fishes website: http://www.calacademy.org/research/ichthyology/catalog/fishcatsearch.html.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 31
Site 30
Site 29
Site 33
Site 28
Site 25
Site 22
Site 10
Site 9
Site 5
33
34
Site 2
Site 7
Site 17
1
Site 18
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 28
1
Site 33
1
Site 30
Site 29
Site 26
Site 25
Site 19
Site 16
Site 15
Site 14
Site 13
Site 11
Site 10
Site 9
Site 5
Site 4
Site 3
Site 1
NP Surveys
Previous Bali
1
Program Kajian Cepat
1
Heteroconger polyzona
Heteroconger perissodon
Heteroconger mercyae
Heteroconger hassi
Heteroconger enigmaticus
Gorgasia maculata
Gorgasia barnesi
Ariosoma fasciatum
Congridae (8 spp.)
1
1
1
Scolecenchelys macroptera
1
1
1
1
Pisodonophis cancrivorus
1
1
1
1
1
1
Ophichthus bonaparti
Myrichthys maculosus
Brachysomophis cirrocheilos
Ophichthidae (5 spp.)
Uropterygius fuscoguttatus
Scuticara tigrina
Rhinomuraena quaesita
Gymnothorax zonipectis
Gymnothorax thrysoideus
Gymnothorax richardsonii?
Gymnothorax monochrous
1
1
1
Gymnothorax javanicus
Gymnothorax melatremus
1
1
Gymnothorax flavimarginatus
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
Site 31
1
1
Site 12
1
Site 20
1
Site 23
1
Site 32
1
1
Site 22
1
Present Survey
1
Grand Total
Gymnothorax fimbriatus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Gymnothorax chilospilus
Gymnothorax angusticauda
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Site 10
Site 9
Site 5
Site 4
Site 3
Site 1
1
1
1
1
1
1
0
0
Crenimugil crenilabis
Mugilidae (2 spp.)
Lepadichthys species
Lepadichthys lineatus
Diademichthys lineatus
Gobiesocidae (3 spp.)
Antennatus tuberosus
Antennarius sp.
1
1
Antennarius commersoni
Antennarius rosaceus
1
1
1
1
Antennarius coccineus
Antennariidae (5 spp.)
1
0
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
Site 11
0
Site 12
1
1
Site 13
0
1
Site 18
1
Site 19
0
1
Site 28
1
1
1
Site 33
Diancistrus sp 1 (brown) - live young
1
1
1
Site 29
Nielsenichthys pullus
Bythitidae (2 spp.)
Ophidiid sp. (deep 70m Menjangan)
1
Site 14
1
Site 21
1
Site 22
Ophidiidae (1 spp.)
1
Site 15
1
Site 25
Synodus variegatus
1
Site 7
1
1
Site 31
Synodus jaculum
Site 2
1
Site 17
1
1
Site 32
Synodus dermatogenys
1
1
1
Site 26
Saurida nebulosa
1
1
Site 20
Saurida gracilis
Site 16
1
Site 23
Saurida elongata
1
Site 24
Synodontidae (6 spp.)
Previous Bali
1
Site 30
Plotosus lineatus
NP Surveys
0
Present Survey
0
Grand Total
0
East Bali
1
0
Nusa Penida
Plotosidae (1 spp.)
Previous Surveys
0
North Bali
Spratelloides delicatulus
Gilimanuk
Clupeidae (1 spp.)
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
35
36
Program Kajian Cepat
Site 1
Site 2
Site 5
Site 10
1
Site 11
1
Site 12
1
1
1
Site 15
1
1
1
Site 18
1
1
Site 20
1
Site 21
1
Site 23
Site 22
Site 9
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Sargocentron ittodai
Sargocentron praslin
Sargocentron microstoma
1
1
1
Sargocentron diadema
Sargocentron melanospilos
1
1
Sargocentron caudimaculatum
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
Plectrypops lima
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Neoniphon sammara
1
1
1
0
1
1
1
1
1
Myripristis vittata
1
1
1
1
1
Neoniphon aurolineatus
1
1
1
1
Myripristis violacea
Myripristis pralinia
1
1
Myripristis kuntee
Myripristis murdjan
Myripristis hexagona
1
1
1
Myripristis botche
Myripristes chryseres
1
1
Myripristis berndti
Holocentridae (19 spp.)
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
Site 24
0
1
Site 25
1
1
Site 4
1
Site 28
0
Site 33
1
Site 29
Photoblepharon palpebratum
Site 30
0
1
Site 3
1
1
Site 31
1
1
1
Site 32
Anomalops katoptron
Anomalopidae (2 spp.)
NP Surveys
Hyporhamphus dussumieri
Previous Bali
1
Site 14
Hemiramphidae (1 spp.)
Site 7
1
Site 17
1
Site 13
1
Site 26
Tylosurus crocodilus
Site 16
1
Site 19
Tylosurus acus
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Belonidae (2spp.)
Valamugil seheli
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Site 2
NP Surveys
Site 4
Site 5
Site 7
Site 9
Site 10
1
Site 11
1
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 21
1
Site 22
1
1
Site 23
Site 20
Site 19
Site 18
Site 15
Site 1
Previous Bali
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pterois volitans
1
Pterois radiata
Pterois russellii
1
1
Pterois mombasae
Pterois antennata
Parascorpaena picta
Dendrochirus zebra
Dendrochirus brachypterus
Scorpaenidae (21 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Trachyrhamphus bicoarctatus
1
1
1
1
1
Hippocampus kuda
Hippocampus histrix
Dunckerocampus dactyliophorus
Doryrhamphus melanopleura
Corythoichthys haematopterus
Syngnathidae (6 spp.)
Centriscus scutatus
Centriscus cristatus
Aeoliscus strigatus
Centriscidae (3 spp.)
Fistularia commersonii
Fistulariidae (1 spp.)
Aulostomus chinensis
Aulostomidae (1 spp.)
0
0
0
1
Site 24
0
1
Site 25
0
1
Site 26
1
1
Site 28
1
Site 33
Pegasus volitans
Site 29
1
Site 30
1
1
Site 3
1
Site 31
Eurypegasus draconis
1
Site 12
1
Site 32
0
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Pegasidae (2 spp.)
Gilimanuk
Sargocentron rubrum
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
37
Site 2
NP Surveys
38
Program Kajian Cepat
Previous Bali
Site 10
Site 28
Site 26
Site 23
Site 21
Site 20
Site 19
Site 18
Site 17
Site 16
Site 15
Site 14
Site 12
Site 11
Site 9
Site 4
Site 1
1
Dactylopteridae (1 spp.)
Caracanthus unipinna
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
0
0
Caracanthidae (1 spp.)
1
0
1
1
0
1
0
Thysanophrys chiltonae
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
Onigocia sp. collected
Onigocia pedimacula
Eurycephalus arenicola
1
1
1
1
1
Site 24
Cymbacephalus beauforti
Cociella punctata
Platycephalidae (6 spp.)
Ablabys taenianotus
Ablabys macracanthus
Tetrarogidae (2 spp.)
1
1
1
1
Site 22
Inimicus didactylus
Synanceiidae (1 spp.)
Taenianotus triacanthus
Scorpaenopsis possi
1
1
1
1
1
Site 25
Scorpaenopsis papuensis
1
1
1
1
1
Site 13
Scorpaenopsis oxycephala
Scorpaenopsis neglecta
Scorpaenopsis macrochir
Scorpaenopsis diabolus
Scorpaenodes varipinnis
Scorpaenodes parvipinnis
Scorpaenodes kelloggi
1
Site 3
1
Site 5
1
Site 7
1
Site 29
0
Site 30
0
Site 31
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
Scorpaenodes hirsutus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
Scorpaenodes guamensis
Gilimanuk
Scorpaenodes evides
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Site 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Epinephelus ongus
Epinephelus merra
Epinephelus melanostigma
Epinephelus maculatus
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Epinephelus lanceolatus
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
Site 3
Epinephelus fuscoguttatus
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
Site 7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Epinephelus fasciatus
1
Site 2
Epinephelus coioides
Epinephelus caeruleopunctatus
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
Epinephelus bontoides
1
1
Epinephelus areolatus
Site 4
Cephalopholis urodeta
Cephalopholis spiloparaea
Cephalopholis sonnerati
1
Cephalopholis sexmaculata
1
Site 10
1
1
1
1
1
Site 19
Cephalopholis miniata
1
1
1
1
1
Site 29
Cephalopholis microprion
Cephalopholis leopardus
Site 9
1
1
1
Site 32
Cephalopholis cyanostigma
1
1
1
Site 18
1
Site 20
Cephalopholis boenak
Site 11
1
Site 14
1
1
Site 21
1
Site 13
1
Site 16
1
Site 24
1
Site 12
1
Site 15
1
Site 25
Cephalopholis argus
Site 5
1
Site 26
Belonoperca chabanaudi
NP Surveys
1
Site 31
Anyperodon leucogrammicus
1
Site 28
Aethaloperca rogaa
Previous Bali
Serranidae (54 spp.)
Site 17
1
Present Survey
1
Grand Total
Centrogenys vaigiensis
Previous Surveys
0
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Centrogeniidae (1 spp.)
Gilimanuk
Dactyloptena orientalis
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
39
40
NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Site 3
Site 5
Site 9
1
Site 10
1
Site 12
1
1
Site 16
1
1
Site 21
1
Site 24
1
1
Site 26
Site 4
Site 2
Site 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Serranocirrhitus latus
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pseudogramma sp. 70 m (photo)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pseudogramma polyacanthus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pseudanthias tuka
Pseudanthias squamipinnis
Pseudanthias randalli
Pseudanthias pleurotaenia
Pseudanthias parvirostris
Pseudanthias luzonensis
1
1
Pseudanthias lori
1
Pseudanthias hypselosoma
Pseudanthias hutomoi
1
1
Pseudanthias fasciatus
Pseudanthias huchtii
1
Pseudanthias dispar
1
1
Pseudanthias charleneae
1
0
1
Pseudanthias bimaculatus
1
1
Pseudanthias bicolor
1
0
1
1
Pogonoperca punctata
Plectropomus maculatus
1
1
Site 7
1
Site 15
1
Site 19
1
Site 28
1
1
Site 18
1
Site 33
Plectropomus leopardus
1
Site 13
1
Site 29
1
1
1
Site 30
1
1
1
Site 31
Plectropomus laevis
1
Site 20
1
Site 22
1
Site 23
Plectranthias longimanus
Site 17
1
Site 25
Plectranthias inermis
Site 14
1
Site 32
Luzonichthys waitei
Site 11
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
1
North Bali
Grammistes sexlineatus
Present Survey
1
Gilimanuk
Epinephelus undulosus
Epinephelus quoyanus
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Pseudoplesiops annae
Pseudochromis steenei
Pseudochromis rutilus
Pseudochromis ransonetti
Pseudochromis perspicillatus
Pseudochromis oligochrysus
1
1
1
1
Pseudochromis litus
Pseudochromis marshallensis
1
1
Pseudochromis fuscus
Pseudochromis arulenteus
Pseudochromis andamanensis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 21
Pictichromis paccagnellae
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 25
Manonichthys sp. 1 (cf. alleni)
1
1
1
Labracinus cyclophthalmus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Lubbockichthys multisquamatus
1
1
1
1
Haliophis aethiopus
Congrogadus subducens
Pseudochromidae (19 spp.)
Paracirrhites forsteri
1
1
1
Cyprinocirrhites polyactis
1
1
1
1
1
1
Site 20
Cirrhitus pinnulatus
1
Previous Bali
1
1
Site 28
Paracirrhites arcatus
Site 1
NP Surveys
1
1
Site 22
Cirrhitichthys oxycephalus
Site 10
1
Site 11
1
Site 29
1
Site 12
1
1
1
Site 31
Cirrhitichthys falco
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 17
1
Site 16
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
Site 32
Cirrhitichthys aprinus
Site 2
1
Site 3
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 24
1
Site 26
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
Cirrhitidae (7 spp.)
Site 4
1
Site 5
1
Site 7
1
North Bali
Variola louti
Gilimanuk
Variola albimarginata
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
Site 23
Site 9
41
42
Program Kajian Cepat
Apogon cyanosoma
Apogon crassiceps
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Apogon compressus
1
1
1
1
Site 31
Apogon chrysotaenia
1
Site 9
1
Site 20
1
Site 22
1
Site 23
Apogon chrysopomus
Site 3
1
1
1
1
1
Site 29
Apogon ceramensis
1
1
1
1
Site 33
Site 18
Site 14
Site 12
Site 7
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
Site 32
Apogon bryx
1
1
Previous Bali
Apogon aureus
1
Site 13
1
Site 11
1
Site 15
1
1
Site 16
Apogon apogonides
1
Site 19
Apogon angustatus
Apogonidae (59 spp.)
1
1
Site 21
Priacanthus sagittarius
1
1
Site 10
Priacanthus hamrur
Site 2
Priacanthus blochii
Priacanthidae (3 spp.)
Opistognathus sp. 2 “vicinus”
1
Site 1
Opistognathus variabilis
Opistognathus solorensis
Site 17
1
1
Site 26
Opistognathus randalli
1
Site 25
Opistognathus sp. 1 “hyalinus”
Opistognathidae (5 spp.)
1
Site 4
Steeneichthys nativitatis
1
Site 5
Plesiops coeruleolineatus
1
Site 28
Calloplesiops altivelis
NP Surveys
1
Site 24
Belonopterygium fasciolatum
Present Survey
1
Grand Total
Plesiopidae (4 spp.)
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Pseudoplesiops immaculatus
Pseudoplesiops collare
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Site 3
Site 10
Site 22
Site 13
Site 12
Site 11
Site 9
Site 5
Site 1
1
1
1
1
1
1
1
1
Archamia biguttata
Apogonichthys perdix
Apogon wassinki
Apogon viria
Apogon trimaculatus
Apogon timorensis
Apogon thermalis
Apogon taeniophorus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
Apogon semiornatus
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Apgon seminigracaudus
1
1
1
0
0
Apogon schlegeli
Apogon parvulus
1
1
1
Site 31
Apogon novemfasciatus
1
1
1
Site 32
Apogon nigrofasciatus
Apogon multilineatus
Apogon moluccensis
Apogon monospilus
Apogon lineomaculus
Apogon leptacanthus
Apogon kallopterus
1
1
Site 14
1
1
Site 23
Apogon hoevenii
1
Site 25
1
Apogon guamensis
1
1
Site 26
1
1
Site 16
1
Site 18
1
Site 19
1
1
Site 33
Apogon hartzfeldii
1
Site 4
1
Site 7
1
Site 15
1
Site 17
1
Site 29
1
1
Site 2
1
1
Site 30
1
1
Site 20
1
Site 21
Apogon fraenatus
NP Surveys
1
Site 24
Apogon fleurieu
1
Previous Bali
1
Site 28
Apogon exostigma
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Apogon evermanni
Gilimanuk
Apogon dispar
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
43
Site 2
44
NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Site 7
1
Site 11
1
Site 12
1
Site 13
1
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 22
Site 10
Site 4
Site 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
Malacanthus brevirostris
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Hoplolatilus randalli
Hoplolatilus starcki
1
1
Hoplolatilus cuniculus
Hoplolatilus chlupatyi
Malacanthidae (6 spp.)
Sphaeramia nematoptera
Siphamia tubifer
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
Siphamia sp. 1 (cf argentea 70 m
Menjangan)
0
1
Rhabdamia gracilis
1
1
Rhabdamia cypselurus
1
Pterapogon kauderni
Pseudamiops gracilicauda
0
1
Site 23
1
1
Site 19
1
Site 26
Pseudamia gelatinosa
1
1
1
Site 33
0
1
1
1
1
Site 31
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Neamia octospina
Neamia notula
Fowleria variegata
1
1
1
Site 14
Fowleria vaiulae
Fowleria marmorata
Foa fo
1
Site 3
1
1
Site 15
1
1
Site 24
Coranthus polyacanthus
1
Site 5
1
Site 25
Cheilodipterus quinquelineatus
1
1
Site 28
Cheilodipterus macrodon
Site 9
1
Site 20
1
Site 29
Cheilodipterus artus
Site 21
1
Site 30
Archamia melasma
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Archamia macroptera
Gilimanuk
Archamia fucata
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
1
1
Lutjanus decussatus
1
1
1
1
Lutjanus gibbus
Lutjanus kasmira
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
Lutjanus malabaricus
1
1
Site 4
Lutjanus madras
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Lutjanus lutjanus
1
1
Lutjanus fulvus
1
Site 1
1
Site 3
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Lutjanus fulviflamma
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
Site 32
Lutjanus ehrenbergii
1
1
Site 20
1
1
1
1
Site 24
Lutjanus bohar
Lutjanus biguttatus
1
1
Site 21
Lutjanus argentimaculatus
Aprion virescens
Lutjanidae (22 spp.)
1
1
Site 10
Scomberoides lysan
1
Site 12
Elagatis bipinnulata
1
1
Site 14
1
1
1
Caranx melampygus
1
1
Site 25
Caranx sexfasciatus
1
1
Caranx ignobilis
1
1
Site 13
Carangoides plagiotaenia
Carangoides oblongus
1
Site 2
1
1
Site 19
Carangoides fulvoguttatus
Previous Bali
1
Site 26
Carangoides ferdau
Site 7
1
Site 28
Carangoides bajad
Site 15
1
Site 22
Carangidae (10 spp.)
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
1
Nusa Penida
Echeneis naucrates
NP Surveys
1
North Bali
Echeneidae (1 spp.)
Gilimanuk
Malacanthus latovittatus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 30
Site 33
Site 11
Site 9
Site 5
45
46
NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Gerres oyena
Gerreidae (1 spp.)
Symphysanodon cf katayamai
Symphysanodontidae (1 spp.)
Pterocaesio trilineata
Pterocaesio tile
Pterocaesio tessellata
Pterocaesio randalli
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Pterocaesio pisang
Pterocaesio marri
Pterocaesio diagramma
Pterocaesio chrysozona
1
1
1
Caesio xanthonota
1
1
1
Caesio teres
Caesio varilineata
1
1
Site 4
1
Site 7
1
Site 1
1
1
Site 12
Caesio lunaris
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Caesio cuning
1
1
1
1
1
Site 33
Site 21
Site 9
Site 5
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
Site 32
Caesio caerulaurea
Caesionidae (14 spp.)
Paracaesio xanthura
1
1
1
Site 25
Paracaesio sordida
1
Site 2
1
Site 11
1
Site 14
Macolor niger
1
Site 18
1
Site 20
1
Site 17
1
Site 24
1
Site 16
1
Site 28
Macolor macularis
Site 15
1
Site 19
Lutjanus sebae
Site 13
1
Site 22
Lutjanus rufolineatus
Site 3
1
Site 10
1
Site 23
1
Site 26
1
Site 29
Lutjanus rivulatus
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Lutjanus quinquelineatus
Lutjanus monostigma
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Previous Bali
1
NP Surveys
1
1
1
1
Lethrinus harak
Lethrinus microdon
Scolopsis ciliatus
Scolopsis bilineatus
Scolopsis auratus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
Scolopsis affinis
Pentapodus trivittatus
Pentapodus nagasakiensis ?
Pentapodus aureofasciatus
Nemipteridae (13 spp.)
Monotaxis heterodon
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 28
Monotaxis grandoculis
1
Lethrinus ornatus
1
1
1
1
Site 20
Lethrinus olivaceus
Lethrinus amboinensis
1
Gymnocranius sp.
1
1
1
1
Site 23
Gymnocranius griseus
Gnathodentex aurolineatus
1
1
Site 12
Lethrinidae (10 spp.)
1
1
1
Site 9
Plectorhinchus vittatus
Site 7
1
1
1
Site 19
1
1
Site 21
1
1
Site 13
1
1
Site 15
1
Site 10
1
Site 16
1
Site 5
1
Site 14
1
Site 24
Plectorhinchus polytaenia
Site 3
1
Site 25
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
1
Site 1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Plectorhinchus lineatus
1
1
1
Site 26
Plectorhinchus lessonii
Site 4
1
Site 18
1
Site 29
Plectorhinchus flavomaculatus
Site 17
1
Site 30
1
Site 11
1
Present Survey
Plectorhinchus chrysotaenia
Site 2
1
Grand Total
0
East Bali
1
0
Nusa Penida
Plectorhinchus chaetodontoides
Previous Surveys
0
North Bali
Diagramma pictum
Gilimanuk
Haemulidae (8 spp.)
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
47
48
Previous Bali
Program Kajian Cepat
1
1
1
1
Parupeneus multifasciatus
Kyphosidae (2 spp.)
Pempheris vanicolensis
1
1
Pempheris oualensis
Pempheris schwenkii
1
Parapriacanthus ransonneti
Pempheridae (4 spp.)
Upeneus tragula
Upeneus sundaicus
Parupeneus trifasciatus
Parupeneus spilurus
Parupeneus pleurostigma
1
1
1
Parupeneus indicus
Parupeneus macronemus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
Site 23
Parupeneus heptacanthus
1
1
Site 9
1
1
Site 11
Parupeneus cyclostomus
1
1
1
Site 20
1
1
1
1
Site 21
Parupeneus crassilabris
1
1
1
1
Site 29
Parupeneus barberinus
1
Site 4
Parupeneus barberinoides
1
1
1
1
Site 16
Mulloidichthys vanicolensis
1
1
Site 13
1
Site 12
1
Site 17
1
Site 10
1
Site 18
1
Site 7
1
Site 24
Mulloidichthys flavolineatus
1
Site 14
Mullidae (15 spp.)
Site 3
1
Site 5
Scolopsis xenochrous
Site 1
1
Site 15
1
1
Site 31
Scolopsis trilineatus
Site 2
1
Site 30
1
Site 32
Scolopsis torquata
Site 19
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1
North Bali
Scolopsis monogramma
NP Surveys
1
Gilimanuk
Scolopsis margaritifer
Scolopsis lineatus
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
NP Surveys
Previous Bali
1
1
Chaetodon ocellicaudus
1
1
1
1
1
1
1
1
Chaetodon ornatissimus
Chaetodon oxycephalus
Chaetodon punctatofasciatus
Chaetodon rafflesi
Chaetodon octofasciatus
1
1
Chaetodon meyeri
1
1
1
Chaetodon melannotus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Chaetodon mertensii
1
1
1
1
1
1
Chaetodon lineolatus
1
1
1
Chaetodon guttatissimus
Chaetodon kleinii
1
1
1
Chaetodon guentheri
Chaetodon lunulatus
1
1
Chaetodon ephippium
Chaetodon lunula
1
1
1
1
1
Chaetodon decussatus
Chaetodon collare
Chaetodon citrinellus
1
1
1
Site 20
Chaetodon bennetti
1
1
1
1
Site 9
Chaetodon baronessa
1
Site 5
1
Site 11
1
Site 4
1
Site 13
1
1
Site 19
1
Site 2
1
Site 21
Chaetodon auriga
Site 1
1
1
Site 25
1
Site 3
1
1
1
1
1
Site 31
1
Site 15
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
Site 32
Chaetodon adiergastos
Site 14
1
Site 17
Chaetodontidae (43 spp.)
Site 12
1
Site 29
Monodactylus argenteus
Site 7
1
Site 10
1
Site 16
1
Site 26
1
Site 18
1
Site 28
Monodactylidae (1 spp.)
Site 24
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Kyphosus vaigensis
Gilimanuk
Kyphosus cinerascens
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
Site 23
Site 22
49
50
Previous Bali
Program Kajian Cepat
1
1
1
1
1
1
1
1
Forcipiger longirostris
Hemitaurichthys polylepis
Heniochus chrysostomus
Heniochus diphreutes
1
1
Heniochus varius
1
1
1
1
Centropyge eibli
Centropyge flavicauda
Centropyge tibicen
1
1
1
Centropyge bispinosa
1
1
1
Centropyge bicolor
Centropyge nox
1
1
Apolemichthys trimaculatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Pomacanthidae (21 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
Site 33
Heniochus singularius
1
1
1
Site 23
Heniochus monoceros
Heniochus acuminatus
1
1
1
Forcipiger flavissimus
Coradion melanopus
Coradion chrysozonus
1
Site 3
1
1
1
1
1
Site 20
Coradion altivelis
1
1
1
1
Site 21
1
1
1
Chaetodon vagabundus
1
1
1
Site 24
Chaetodon xanthurus
1
1
Site 12
1
Site 13
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 15
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Chaetodon unimaculatus
Site 9
1
1
Site 18
1
Site 11
1
Site 19
1
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 4
1
Site 7
1
Site 28
1
1
Site 29
Chaetodon trifasciatus
1
NP Surveys
1
Site 2
1
Site 5
Chaetodon trifascialis
Site 1
1
Site 10
1
Site 14
1
Site 31
1
Present Survey
1
Grand Total
Chaetodon speculum
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Chaetodon selene
Chaetodon reticulatus
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Previous Bali
1
Amblypomacentrus breviceps
Amblypomacentrus clarus
1
1
Amblyglyphidodon ternatensis
Amblyglyphidodon leucogaster
Amblyglyphidodon curacao
1
1
1
1
1
1
Amblyglyphidodon aureus
1
1
1
Amblyglyphidodon batunai
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
1
Site 23
0
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
Abudefduf vaigiensis
Abudefduf sordidus
Abudefduf sexfasciatus
Abudefduf septemfasciatus
Abudefduf notatus
Abudefduf lorentzi
Pomacentridae (96 spp.)
Pygoplites diacanthus
Pomacanthus xanthometopon
1
1
1
1
1
1
Site 29
Pomacanthus sexstriatus
Pomacanthus semicirculatus
Pomacanthus navarchus
Pomacanthus imperator
Site 1
Pomacanthus annularis
Site 2
Paracentropyge multifasciata
Site 3
1
Site 4
1
Site 5
Genicanthus melanospilos
Site 7
1
Site 10
1
Site 11
1
Site 9
1
Site 30
Genicanthus lamarck
Site 12
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 20
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 31
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
Genicanthus caudivittatus
1
Nusa Penida
Chaetodontoplus mesoleucus
NP Surveys
1
North Bali
Chaetodontoplus melanosoma
Gilimanuk
Centropyge vroliki
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
51
52
1
1
1
Program Kajian Cepat
1
1
1
1
1
1
1
1
Chromis atripectoralis
Chromis atripes
Chromis caudalis
Chromis delta
1
1
Chromis opercularis
1
1
1
1
Chromis ternatensis
Chromis viridis
1
1
1
Chromis scotochilopterus
Chromis sp. (70m Buyuk)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Chromis retrofasciata
1
1
1
Chromis margaritifer
Chromis pura
1
1
1
Chromis lepidolepis
Chromis elerae
Chromis earina
1
1
1
Chromis analis
1
1
1
1
Site 21
Chromis dimidiata
1
1
1
1
1
1
Site 24
Chromis amboinensis
Chromis alpha
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
Site 23
Chromis albicauda
1
1
1
Site 25
Amphiprion sebae
1
Amphiprion polymnus
Site 1
1
Site 2
1
Site 4
1
Site 16
1
Site 14
1
Site 17
1
Site 13
1
Site 19
Amphiprion perideraion
Site 3
1
Site 12
1
Site 20
1
Site 11
1
Site 26
1
Site 10
1
Site 28
1
Site 9
1
Site 29
Amphiprion ocellaris
Site 7
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Amphiprion melanopus
Site 5
1
Site 15
1
1
Site 33
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
Site 32
1
Site 18
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Amphiprion clarkii
Gilimanuk
Amphiprion frenatus
NP Surveys
Amphiprion akallopisos
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
1
1
Previous Bali
1
1
Chromis xanthochira
1
1
1
1
1
1
1
1
Dascyllus aruanus
Dascyllus melanurus
Dascyllus reticulatus
Dascyllus trimaculatus
1
1
1
Neopomacentrus cyanomos
Neopomacentrus violascens
Plectroglyphidodon dickii
1
1
Neoglyphidodon oxyodon
Neopomacentrus azysron
1
1
1
Neoglyphidodon melas
Neoglyphidodon nigroris
1
1
1
1
Neoglyphidodon crossi
Neoglyphidodon bonang
Hemiglyphidodon plagiometopon
Dischistodus prosopotaenia
Dischistodus perspicillatus
Dischistodus melanotus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 7
1
1
1
1
1
1
Site 9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
1
1
1
Chrysiptera unimaculata
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Dischistodus chrysopoecilus
1
1
1
Chrysiptera talboti
Chrysiptera springeri
1
Site 1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Chrysiptera rollandi
Site 2
1
Site 3
Chrysiptera glauca
Site 4
1
Site 5
1
Site 10
1
Site 11
Chrysiptera brownriggii
Site 12
1
Site 13
1
Site 14
Chrysiptera bleekeri
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 20
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 31
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Chromis xanthura
NP Surveys
Chromis weberi
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
53
54
1
1
Plectroglyphidodon leucozona
Program Kajian Cepat
1
Labridae (114 spp.)
Stegastes punctatus
Stegastes fasciolatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
Pristotis obtrusirostris
Pomacentrus vaiuli
Pomacentrus tripunctatus
Pomacentrus simsiang
Pomacentrus reidi
Pomacentrus philippinus
1
1
1
Pomacentrus nigromarginatus
1
1
1
Pomacentrus nagasakiensis
Pomacentrus pavo
1
1
1
Pomacentrus melanochir
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
Pomacentrus moluccensis
Pomacentrus lepidogenys
Pomacentrus grammorhynchus
Pomacentrus coelestis
1
1
1
1
1
Site 4
Pomacentrus chrysurus
1
1
1
Pomacentrus brachialis
1
1
1
Pomacentrus bankanensis
1
1
1
1
Pomacentrus auriventris
1
1
1
1
Site 20
1
1
1
1
1
Site 21
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Pomacentrus amboinensis
1
Site 1
Pomacentrus alleni
Site 13
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 14
1
Site 18
1
Site 12
1
Site 19
1
Site 24
1
Site 10
1
Site 28
1
Site 9
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
1
Site 7
1
Site 25
1
Site 5
1
Site 26
1
Site 3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Pomacentrus alexanderae
Site 2
1
Site 11
1
Site 33
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1
1
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Plectroglyphidodon lacrymatus
Gilimanuk
Pomacentrus adelus
NP Surveys
Plectroglyphidodon johnstonianus
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
NP Surveys
Site 1
Site 3
Site 7
Site 9
1
Site 12
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 19
1
Site 20
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 29
Site 33
Site 23
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Cheilinus chlorourus
Cheilinus fasciatus
Cheilinus oxycephalus
Cheilinus trilobatus
Cheilinus undulatus
Cheilio inermis
Choerodon anchorago
1
1
1
1
Cirrhilabrus flavidorsalis
Cirrhilabrus lubbocki
Cirrhilabrus rubrimarginatus
1
1
1
Cirrhilabrus filamentosus
1
1
1
1
Cirrhilabrus exquisitus
Cirrhilabrus pylei
1
1
Cirrhilabrus cf cyanopleura
Cirrhilabrus brunneus
Choerodon zamboangae
1
1
1
Bodianus leucostictus
Bodianus mesothorax
1
1
Bodians izuensis
1
1
Bodianus bimaculatus
Bodianus diana
1
1
1
Bodianus axillaris
Bodianus bilunulatus
1
1
Anampses twistii
Anampses meleagrides
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Site 11
1
Site 18
1
Site 21
1
Site 30
1
1
Site 5
1
Site 17
1
Site 31
1
1
Site 2
1
Site 4
1
Site 13
1
Site 32
1
Previous Bali
1
Site 10
1
Present Survey
1
Grand Total
Anampses melanurus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
Anampses geographicus
Gilimanuk
Anampses caeruleopunctatus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
55
56
NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat
1
1
1
1
1
1
Coris dorsomacula
Coris gaimardi
Coris pictoides
Diproctacanthus xanthurus
Halichoeres chloropterus
1
1
Halichoeres marginatus
1
1
1
1
1
1
Halichoeres prosopeion
Halichoeres richmondi
1
Halichoeres podostigma
Halichoeres nigrescens
Halichoeres nebulosus
1
1
1
Halichoeres margaritaceus
1
1
1
1
1
Halichoeres hortulanus
1
1
1
Halichoeres hartzfeldii
Halichoeres melanurus
Site 19
1
1
Site 20
Halichoeres melanochir
Site 1
1
Site 18
1
1
Site 21
Halichoeres chrysus
Halichoeres chrysotaenia
1
1
1
1
1
1
1
Halichoeres biocellatus
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Site 23
0
Coris batuensis
Halichoeres argus
Site 16
1
Site 17
1
Site 4
1
Site 5
1
Site 15
1
Site 26
Gomphosus varius
Site 3
1
Site 14
1
Site 28
1
Site 33
1
1
Site 29
Gomphosus caeruleus
Site 2
1
Site 12
1
Site 25
1
Site 30
1
Site 10
1
Site 11
1
Site 24
1
Site 31
Epibulus insidiator
Site 9
1
Site 13
1
Site 32
Epibulus brevis
Site 7
1
Present Survey
1
Grand Total
Coris aygula
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
0
North Bali
1
Gilimanuk
Cirrhilabrus temminckii
Cirrhilabrus solorensis
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
1
1
Previous Bali
1
1
Halichoeres solorensis
1
1
1
1
1
1
1
1
Hologymnosus annulatus
Hologymnosus doliatus
Iniistius aneitensis
Iniistius javanicus
1
1
1
1
1
1
1
1
Labrichthys unilineatus
Labroides bicolor
Labroides dimidatus
Labroides pectoralis
1
1
1
1
1
1
1
1
Novaculichthys taeniourus
Oxycheilinus bimaculatus
Oxycheilinus digramma
1
Macropharyngodon ornatus
Macropharyngodon negrosensis
Leptojulis polylepis ?
Leptojulis cyanopleura
Leptojulis chrysotaenia
Labropsis manabei
1
1
1
Iniistius tetrazona
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
Site 21
Labropsis alleni
1
1
Iniistius pentadactylus
Site 11
1
Site 12
1
1
Site 10
1
Site 14
1
1
Site 20
1
1
Site 22
Iniistius pavo
1
Site 15
1
1
Site 17
1
1
Site 25
1
1
Site 26
Iniistius melanopus
1
1
Hemigymnus melapterus
Site 1
1
Site 2
1
Site 3
Hemigymnus fasciatus
Site 4
1
Site 5
1
Site 7
Halichoeres trimaculatus
Site 13
1
Site 31
1
Site 9
1
Site 16
1
Site 18
1
Site 32
1
Site 19
1
Site 24
1
Site 28
1
Site 29
1
Site 30
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Halichoeres timorensis
NP Surveys
Halichoeres scapularis
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
57
58
Site 1
Site 2
Site 3
1
Site 4
1
Site 5
1
Site 9
1
Site 10
1
Site 11
1
Site 12
1
Site 14
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 29
1
1
Site 30
Site 33
Site 23
Site 22
Site 7
Previous Bali
Program Kajian Cepat
1
1
1
1
1
1
Pseudocheilinus evanidus
Pseudocheilinus hexataenia
Pseudocheilinus octotaenia
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Thalassoma hardwicke
Thalassoma jansenii
Thalassoma lunare
Thalassoma purpureum
Thalassoma quinquevittatum
1
1
Thalassoma amblycephalus
Terelabrus rubrovittatus
Stethojulis trilineata
1
Stethojulis interrupta
1
1
1
1
1
Stethojulis bandanensis
Stethojulis strigiventer
1
1
Pteragogus enneacanthus
Pteragogus cryptus
Pseudojuloides severnsi
Pseudojuloides mesostigma
Pseudojuloides kaleidos
1
1
1
Pseudodax moluccanus
1
1
1
Pseudocoris yamashiroi
Pseudojuloides cerasinus
1
1
Pseudocoris heteroptera
Pseudocoris bleekeri
1
1
Paracheilinus flavianalis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
Site 15
1
Site 31
1
NP Surveys
1
Site 32
1
1
Site 13
1
Site 20
1
Present Survey
1
Grand Total
Paracheilinus filamentosus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Paracheilinus sp.
Oxycheilinus unifasciatus
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Previous Bali
Site 1
1
1
1
1
1
1
Scarus ghobban
Scarus niger
1
1
1
1
Scarus spinus
Trichonotidae 3 spp.)
1
1
1
Scarus schlegeli
Scarus tricolor
1
1
1
Scarus rivulatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 12
Scarus rubroviolaceus
1
1
Scarus quoyi
Scarus psittacus
Scarus prasiognathos
1
1
1
Scarus forsteni
Scarus frenatus
1
Site 5
1
1
1
Scarus flavipectoralis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 17
Scarus oviceps
1
1
Scarus festivus
1
1
1
1
Site 22
Site 21
Site 20
Site 13
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
Site 23
1
1
Site 9
1
1
Site 33
Scarus dimidatus
1
1
Site 29
0
1
1
1
Site 30
1
1
Site 2
1
1
1
Site 31
Leptoscarus vaigiensis
1
Site 16
1
Site 19
1
Site 15
1
1
1
Site 32
Chlorurus sordidus
Site 11
1
1
Site 25
Chlorurus microrhinos
1
1
1
Site 26
1
1
1
Chlorurus bleekeri
1
1
Site 28
Chlorurus capistratoides
1
1
1
Site 4
Cetoscarus ocellatus
Site 3
1
Site 7
1
Site 10
1
1
Site 18
Calotomus carolinus
Site 14
1
Site 24
Bolbometopon muricatum
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
1
Nusa Penida
Scaridae (24 spp.)
NP Surveys
1
North Bali
Wetmorella nigropinnata
Gilimanuk
Thalassoma trilobatum
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
59
60
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Site 1
Site 2
Site 3
Site 4
1
Site 5
1
Site 7
1
Site 9
1
Site 10
1
1
Site 13
1
Site 19
1
1
Site 20
Site 11
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
Parapercis sp. (photos)
Helcogramma sp. 2 (photo)
Helcogramma sp. 1 (dark saddles)
Helcogramma rhinoceros
Helcogramma randalli
Helcogramma kranos?
Enneapterygius sp 1 (photo)
Enneapterygius tutuilae
Enneapterygius similis
Enneapterygius hemimelas
Enneapterygius flavoccipitis
Ceratobregma helenae
Trypterygiidae 14 spp,)
Parapercis tetracantha
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
Parapercis schauinslandii
1
1
1
1
1
1
Parapercis millepunctata
1
1
1
0
1
1
1
1
1
Parapercis maculata
1
1
1
1
1
1
Parapercis hexophtalma
Parapercis flavolineata
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
Site 22
1
Site 23
Parapercis cylindrica
1
Site 25
1
1
Site 28
1
Site 33
1
1
Site 29
Parapercis clathrata
1
Site 15
1
Site 30
0
1
Site 14
1
1
Site 31
1
1
1
Site 32
Parapercis bimacula
Pinguipedidae (10 spp.)
NP Surveys
1
Site 12
Limnichthys nitidus
1
Site 17
Creediidae (1 spp.)
Site 16
1
Site 18
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 26
Trichonotus setiger
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Trichonotus elegans
Pteropsaron springeri
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Site 9
1
1
1
1
1
1
1
Site 21
1
Site 22
Site 20
Site 5
Site 3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
Petroscirtes breviceps
Nannosalarias nativitatus
Meiacanthus grammistes
Meiacanthus cyanopterus
Meiacanthus atrodorsalis
Meiacanthus abruptus
Meiacanthus cf abditus
Istiblennius edentulus
Entomacrodus vermiculatus
Entomacrodus decussatus
Ecsenius yaeyamaenis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Ecsenius shirleyae
1
1
Ecsenius namiyei
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
Ecsenius ops
1
Site 24
1
1
Site 25
1
Site 33
Ecsenius bicolor
1
1
Site 29
0
1
1
Site 31
1
1
1
Site 32
Ecsenius bathi
Cirripectes polyzona
1
Site 1
Cirripectes filamentosus
1
1
Site 26
Cirripectes auritus
1
Site 28
Blenniella chrysospilos
Previous Bali
1
1
Site 30
Atrosalarias fuscus
Site 2
1
Site 23
Aspidontus taeniatus
Site 4
Blenniidae (27 spp.)
Site 7
1
Site 10
Springeratus xanthosoma
Site 11
Clinidae (1 spp.)
Site 12
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
1
Nusa Penida
Ucla xenogrammus
NP Surveys
1
North Bali
Norfolkia brachylepis
Gilimanuk
Helcogramma striatum
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
61
62
Site 2
NP Surveys
Site 3
Site 7
Site 9
Site 14
1
Site 15
Site 16
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Site 12
Site 11
Site 5
Site 4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Cryptocentrus inexplicatus
Cryptocentrus caeruleomaculatus
Bryaninops tigris?
Bryaninops amplus
Asterropteryx striata
Asterropteryx ensifera
Amblygobius phalaena
Amblygobius nocturnus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Amblyeleotris yanoi
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
Amblyeleotris steinitzi
Amblyeleotris periophthalma
Amblyeleotris guttata
Amblyeleotris fontanesii
Amblyeleotris fasciata
Gobiidae (84 spp.)
Synchiropus tudorjonesi
Synchiropus ocellatus
Dactylopus dactylopus
Callionymus sp. 2 (photo)
Callionymus sp. 1 (photo)
Callionymus superbus (photo - Tul)
Callionymus filamentosus
Callionymidae (7 spp.)
1
0
0
Site 20
0
1
Site 21
1
1
Site 22
1
Site 23
1
1
Site 24
1
1
1
Site 33
Salarias guttatus
1
1
Site 17
1
1
Site 18
1
1
Site 19
1
Site 25
1
Site 13
1
Site 30
0
1
Site 10
1
Site 31
1
1
Site 26
1
1
Site 32
Salarias fasciatus
1
Site 28
1
Site 1
1
Site 29
1
Present Survey
1
Grand Total
Plagiotremus tapeinosoma
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
0
North Bali
1
Gilimanuk
Plagiotremus rhinorhynchus
Petroscirtes variabilis
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
NP Surveys
Exyrias akihito
Site 7
Site 4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Gobiodon quinquestrigatus
Gobiodon prolixus
Gobiodon citrinus
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
Site 9
1
Site 10
Gobiid sp. 2 (photo - Tulamben)
Site 13
0
1
1
1
Site 21
1
1
Site 22
Gobiid sp. 1 (photo - Tulamben )
1
1
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Gnatholepis cauerensis
Gladiogobius ensifer
Fusigobius signipinnis
Fusigobius neophytus
1
1
1
Site 20
Fusigobius melacron
1
1
1
1
1
Site 31
Fusigobius inframaculatus
Fusigobius duospilus
Exyrias ferrarisi
1
Site 15
Eviota sp. 1 (red head)
1
Site 16
Eviota sigillata
1
Site 17
1
Site 18
Eviota sebreei
1
1
1
Site 24
Eviota rubrisparsa
Eviota queenslandica?
Eviota punctulata
Site 12
1
Site 14
1
Site 11
1
Site 19
Eviota prasites
Site 5
1
Site 26
1
Site 28
Eviota guttata
Site 23
1
1
Site 25
Drombus species 2
1
1
Drombus species 1
Previous Bali
1
Site 1
1
1
Site 2
Ctenogobiops pomastictus
Site 3
1
Site 29
1
Site 30
1
Present Survey
1
Grand Total
Cryptocentrus strigilliceps
Previous Surveys
0
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Cryptocentrus leucostictus
Gilimanuk
Cryptocentrus leptocephalus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
63
64
Program Kajian Cepat
1
Site 7
Site 4
1
1
1
1
1
1
Priolepis semidoliatus
Trimma imaii
Trimma kudoi
Trimma halonevum
Trimma fucatum
Trimma benjamini
Trimma annosum
Tomiyamichthys oni
Priolepis sp. 2 (photo)
Priolepis sp. 1 (broad yellow bars - 70
m)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
Site 9
1
1
Site 10
0
Site 11
1
Site 12
Priolepis nuchifasciatus
1
1
1
Site 24
0
1
1
1
1
Site 28
1
1
1
Site 33
Priolepis compita
Priolepis cinctus
Pleurosicya mossambica
Pleurosicya labiata
1
Site 26
Pleurosicya annadalei
Site 16
1
Site 18
1
Site 15
1
Site 19
Paragobiodon xanthosoma
Site 1
1
Site 14
1
Site 20
Oplopomus oplopomus
Site 5
1
Site 13
1
Site 25
Oplopomus caninoides
Site 3
1
Site 29
Mahidolia mystacinus
Site 2
1
Site 30
Istigobius sp. 1 (70 m photo)
NP Surveys
1
1
Site 31
Istigobius spence
1
Site 22
1
Site 32
Istigobius decoratus
Previous Bali
1
Site 23
Hazeus otakii
Site 17
1
Site 21
Grallenia baliensis
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
0
North Bali
1
Gilimanuk
Gobiodon sp.2 (br with many blue
bars)
Gobiodon sp.1 (dark with 2 blue bars)
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
1
Trimma maiandros
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
Ptereleotris hanae
Ptereleotris grammica
Site 3
1
Site 4
Ptereleotris evides
1
1
Nemateleotris magnifica
1
Site 11
Ptereleotris brachyptera
1
1
Site 10
Nemateleotris decora
Ptereleotridae (8 spp.)
Gunnellichthys viridescens
1
Site 7
Gunnellichthys curiosus
Microdesmidae (2 spp.)
Xenisthmus polyzonatus?
Xenisthmidae (1 spp.)
1
1
1
1
Site 23
Vanderhorstia species 1
Vanderhorstia lanceolata
Site 12
1
Site 13
Valenciennea strigata
1
Site 1
1
1
1
Valenciennea puellaris
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Valenciennea sexguttata
1
Site 17
1
1
Site 20
Valenciennea helsdingenii
Tryssogobius sarah
1
Site 18
Trimma yanoi
Site 16
1
1
Site 25
Trimma tevegae
1
Site 15
1
Site 14
1
Site 28
Trimma taylori
Site 5
1
Site 21
1
1
Site 24
Trimma stobbsi
Site 19
1
Site 26
Trimma okinawae
Present Survey
Site 32
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
Grand Total
0
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
1
Previous Bali
1
Gilimanuk
Trimma nomurai
NP Surveys
Trimma macrophthalma
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 31
Site 30
Site 33
Site 9
Site 2
65
66
Program Kajian Cepat
1
Site 1
1
1
1
Site 5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus leucocheilus
1
1
1
Acanthurus dussumieri
Acanthurus blochii
Acanthurus barine
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
Site 20
Acanthuridae (39 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Zanclus cornutus
1
1
Siganus vulpinus
1
1
1
Site 21
Zanclidae (1 spp.)
1
1
Siganus virgatus
Siganus vermiculatus
Siganus spinus
Siganus punctatus
Siganus punctatissimus
1
1
1
1
Site 30
Siganus puellus
1
1
Site 9
Siganus margaritifer
1
Site 11
1
1
1
Site 14
Siganus labyrinthodes
Siganus guttatus
1
1
Site 18
Siganus corallinus
1
Site 19
Siganus canaliculatus
1
1
1
1
Site 32
Siganus argenteus
Site 2
Siganidae (13 spp.)
1
Site 3
Platax teira
Site 4
1
1
Site 23
1
Site 25
1
Site 26
Platax pinnatus
Previous Bali
1
Site 28
1
Site 12
1
1
Site 24
1
Site 29
Platax orbicularis
Site 7
1
Site 10
1
Site 13
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
Platax boersi
1
North Bali
Ephippidae (4 spp.)
NP Surveys
1
Gilimanuk
Ptereleotris rubristigma
Ptereleotris heteroptera
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
1
1
1
Site 2
Site 1
1
1
1
1
Naso brachycentron
Naso brevirostris
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Naso elegans
Naso hexacanthus
Naso lituratus
Naso lopezi
Naso minor
Naso reticulatus
Naso caeruleacauda
1
1
Naso annulatus
1
1
1
1
1
1
Ctenochaetus striatus
Ctenochaetus truncatus
1
1
Ctenochaetus binotatus
Ctenochaetus cyanocheilus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus xanthopterus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus tristis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus triostegus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus thompsoni
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus tennentii
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus pyroferus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus olivaceus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus nigrofuscus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus nigricauda
1
Site 22
1
1
Site 21
1
Site 20
1
Site 23
1
1
1
Site 24
Acanthurus nigricans
1
1
Site 33
1
1
1
Site 29
1
1
1
Site 30
Acanthurus mata
1
1
1
Site 16
1
Site 14
1
Site 17
1
Site 13
1
Site 18
1
Site 9
1
Site 12
1
Site 19
1
Site 11
1
Site 25
1
Site 10
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 5
1
Site 31
1
Site 4
1
Site 32
1
Site 3
1
Site 7
1
Site 15
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Acanthurus lineatus
Gilimanuk
Acanthurus maculiceps
NP Surveys
Acanthurus leucosternon
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
67
68
Site 2
1
Site 3
Site 1
Program Kajian Cepat
Site 4
1
1
Site 5
1
1
1
1
0
0
Liachirus melanospilos
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Brachirus marmoratus
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
Aseraggodes suzimotoi
1
1
1
1
1
1
Site 30
0
1
1
1
1
Site 31
1
1
1
1
1
1
Site 32
Aseraggodes chapleaui
Soleidae (6 spp.)
Bothus pantherinus
Bothus mancus
Asterorhombus intermedius
1
Thunnus albacares
Bothidae (3 spp.)
1
1
Scomberomorus commrsonnianus
Rastrelliger kanagurta
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Grammatorcynus bilineatus
1
1
1
1
Gymnosarda unicolor
Euthynnus affinis
Scombridae (6 spp.)
Sphyraena qenie
1
1
1
1
Site 22
Sphyraena obtusata
Sphyraena jello
Sphyraena barracuda
Sphyraenidae (4 spp.)
1
Site 11
1
1
1
1
Site 23
Zebrasoma veliferum
1
1
Site 7
1
1
Site 24
Zebrasoma scopas
Site 9
1
Site 15
1
Site 14
1
Site 16
1
Site 20
1
Site 13
1
Site 21
1
Site 12
1
Site 25
1
Site 10
1
Site 28
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 29
Prionurus chrysurus
1
1
Naso vlamingii
Site 26
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1
1
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Naso unicornis
Gilimanuk
Paracanthurus hepatus
NP Surveys
Naso thynnoides
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
Previous Bali
1
1
Pseudobalistes flavimarginatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Aluterus scriptus
Amanses scopas
Cantherhines dumerilii
Cantherhines fronticinctua
Acreichthys tomentosus
Monacanthidae (14 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Xanthichthys auromarginatus
1
1
0
1
1
1
1
1
Sufflamen chrysopterus
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
Sufflamen frenatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
0
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
1
Sufflamen bursa
Rhinecanthus verrucosus
Rhinecanthus rectangulus
1
1
1
Odonus niger
1
1
Site 11
1
1
1
Melichthys vidua
1
1
1
1
1
Site 29
Pseudobalistes fuscus
1
1
1
1
Site 10
Melichthys niger
Melichthys indicus
Canthidermis maculatus
1
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 13
1
Site 17
1
Site 12
1
Site 18
1
Site 9
1
Site 19
1
Site 7
1
Site 20
1
Site 5
1
Site 21
Balistoides viridescens
Site 4
1
Site 24
1
Site 3
1
Site 25
1
Site 2
1
Site 26
Balistoides conspicillum
1
Site 28
1
1
Site 31
1
Site 22
1
Site 32
Balistapus undulatus
1
Site 23
Abalistes stellatus
Balistidae (17 spp.)
NP Surveys
1
Site 1
Samariscus triocellatus
Site 16
1
Present Survey
1
Grand Total
Samaridae (1 spp.)
Previous Surveys
0
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Soleichthys heterorhinos
Gilimanuk
Pardachirus pavoninus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
69
70
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Arothron immaculatus
1
1
1
Canthigaster compressa
Canthigaster epilamprus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
1
1
1
Canthigaster axilogus
Canthigaster bennetti
1
Canthigaster amboinensis
1
1
Site 20
1
1
1
Arothron stellatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Arothron nigropunctatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 1
Arothron mappa
Arothron manilensis
1
1
Arothron hispidus
Arothron caeruleopunctatus
1
Site 4
Tetraodontidae (15 spp.)
1
Site 21
Ostracion solorensis
1
1
Ostracion meleagris
1
Site 3
1
Site 12
1
1
1
Site 19
Ostracion cubicus
Lactoria fornasini
Lactoria diaphanus
Ostraciidae (5 spp.)
1
1
Site 9
Pseudomonacanthus macrurus
1
1
1
Site 23
Pseudalutarius nasicornis
1
Site 2
Pervagor melanocephalus
Site 5
1
Site 7
Pervagor janthinosoma
Site 10
1
Site 22
Paramonacanthus curtorhynchos
Site 11
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
Paraluteres prionurus
Site 16
1
Site 17
1
Site 29
1
Site 18
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
1
Site 31
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1
North Bali
Oxymonacanthus longirostris
NP Surveys
1
Gilimanuk
Chaetodermis pencilligerus
Cantherhines pardalis
Lampiran 3.1. continued
Bab 3
0
0
622
North Bali
0
510
East Bali
1
573
Nusa Penida
1
977
Grand Total
1
641
Previous Surveys
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
Gilimanuk
805
Present Survey
Site 32
113
Site 31
Site 30
85
Site 30
Site 29
1
139
Site 32
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
153
1
Present Survey
1
Previous Surveys
1
Grand Total
1
Nusa Penida
1
East Bali
1
North Bali
1
Gilimanuk
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 29
2
Site 33
Site 28
1
212
Site 28
1
248
Site 26
1
171
Site 25
1
191
Site 24
56
Site 23
Site 22
42
Site 22
Site 21
114
Site 21
Site 20
Site 24
1
1
Site 25
1
Site 26
1
1
109
Site 33
1
Site 31
220
Site 16
217
Site 15
190
Site 14
Site 13
Site 12
Site 11
Site 10
143
Site 10
183
Site 9
Site 12
Site 5
91
Site 4
Site 3
157
Site 3
Site 2
Site 1
1
573
NP Surveys
428
Previous Bali
1
Mola mola
Molidae (1 spp.)
Diodon liturosus
Diodon hystrix
Diodontidae (2 spp.)
1
1
Canthigaster valentini
Canthigaster papua
74 new records for Bali
96
1
162
1
1
1
1
Canthigaster janthinoptera
NP Surveys
Previous Bali
1
Site 1
Site 7
1
Site 2
Site 9
1
1
1
1
Site 5
1
1
1
131
Site 4
Site 7
1
115
187
1
Site 11
1
1
1
117
1
1
1
1
1
1
Site 17
197
Site 13
Lampiran 3.1. continued
Site 18
230
1
Site 14
1
Site 15
246
1
Site 16
Site 19
1
Site 17
Site 20
1
Site 18
99
189
1
Site 19
1
Site 23
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
71
Bab 4
Bab 4
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Muhammad Erdi Lazuardi, I Ketut Sudiarta, I Made Jaya Ratha,
Eghbert Elvan Ampou, Suciadi Catur Nugroho dan Putu Liza
Mustika
4.1. Pendahuluan
Tutupan karang hidup penting bagi komunitas ikan karang, selain juga sebagai penyedia sumber daya alam yang terbaharui
(misal, sea food, rumput laut, obat-obatan), perlindungan garis pantai dan daya tarik bagi para penyelam dalam negeri dan
internasional yang dapat meningkatkan ekonomi lokal (Chabanet et al. 1997; Cesar 2000; Musa 2002). Tutupan karang total
di Bali merupakan indikator kesehatan karang yang penting bagi kegiatan pengelolaan di masa depan (Hill & Wilkinson 2004).
Tutupan karang yang sehat dan beragam juga menyumbang kepada kepuasan pengunjung (Musa 2002), yang pada gilirannya
akan berdampak bagi ulangan kunjungan, pengunjung yang mempromosikan paket wisata tersebut kepada pihak lain, dan
meningkatnya pendapatan lokal (lihat Mustika 2011).
Cesar (2000) merinci beberapa ancaman klasik bagi terumbu karang, misalnya perikanan yang menggunakan racun, perikanan
dengan bom, tangkapan lebih, penambangan karang, sedimentasi, polusi dan sampah perkotaan, pemutihan karang dan kegiatan
wisata yang tidak berkelanjutan. Seluruh ancaman tersebut dapat ditemukan di Bali. Gambaran singkat tutupan karang di Bali
akan memberikan pemahaman tentang tingkat kesehatan terumbu karang di pulau ini. Bab ini memberikan informasi tentang
tutupan substrat, komposisi genus karang keras, dan indeks kematian ekosistem terumbu karang yang disurvei.
4.2. Metode
4.2.1 Waktu
Survey Bali Marine Rapid Assessment Program ini dilakukan pada 29 April – 11 Mei 2011. Pengambilan data kondisi terumbu
karang dilakukan di 27 titik dari total 32 titik pengamatan.
4.2.2 Lokasi survey
Lokasi survey ditentukan berdasarkan masukan-masukan dari para pihak dimana kawasan perairan potensial untuk dikelola
dengan baik sebagai kawasan konservasi perairan. Pemilihan lokasi juga mempertimbangkan keterwakilan ekosistem di seluruh
perairan Pulau Bali. Sedangkan pemilihan site (tapak) pengamatan mempertimbangkan aspek keterwakilan site di setiap lokasi
survey. Lokasi survey dan site pengamatan disajikan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
4.2.3 Metode survey
Metode yang digunakan dalam pengambilan data terumbu karang ini adalah metode point transek menyinggung (point intercept
transect) yang mengacu pada English et al. (1997) dengan modifikasi. Panjang transek 2 kali 50 m sejajar dengan garis pantai
pada 2 kedalaman, 5-7 m dan 10-14 m. Point atau titik-titik pengamatan pada tiap transek adalah tiap 0.5 m. Substrat dasar
yang diamati meliputi karang keras hingga level genus, karang lunak, karang mati, patahan karang, fauna lain dan komponen
abiotik lainnya.
72
Program Kajian Cepat
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Tabel 4.1. Daftar lokasi survey dan site pengamatan pada Bali Marine RAP Tahun 2011
No
Site
Location
Koordinat Geografis
Lokasi
Bujur
Lintang
1
Kutuh
Nusa Dua
4
115,20685
-8,84418
2
Nusa Dua
Nusa Dua
5
115,23918
-8,79997
3
Melia Bali
Nusa Dua
6
115,23660
-8,79276
4
Terora
Nusa Dua
1
115,22960
-8,77044
5
Sanur Channel
Sanur
3
115,27136
-8,71027
6
Glady Willis
Sanur
2
115,26820
-8,68409
7
Tanjung Jepun
Padangbai
9
115,50976
-8,51941
8
Gili Batutiga/Mimpang
Candidasa
7
115,57488
-8,52524
9
Gili Tepekong
Candidasa
10
115,58612
-8,53141
10
Gili Biaha
Candidasa
11
115,61290
-8,50379
11
Seraya
Seraya
12
115,68918
-8,43350
12
Gili Selang
Seraya
13
115,71062
-8,39677
13
Bunutan
Amed
15
115,67892
-8,34503
14
Jemeluk
Amed
16
115,66142
-8,33737
15
Kepah
Amed
17
115,65391
-8,33384
16
Tukad Abu
Tulamben
18
115,61071
-8,29312
17
Tulamben Drop off
Tulamben
19
115,59726
-8,27829
18
Geretek
Tejakula
20
115,41447
-8,15106
19
Penuktukan
Tejakula
21
115,39587
-8,13868
20
Takad Pemuteran
Pemuteran
24
114,66682
-8,12953
21
Sumberkima
Pemuteran
25
114,60703
-8,11196
22
Anchor Wreck
P. Menjangan
26
114,50653
-8,09171
23
Coral Garden
P. Menjangan
27
114,51936
-8,09158
24
Pos 2
P. Menjangan
28
114,52685
-8,09687
25
Pulau Burung
Teluk Gilimanuk
30
114,45142
-8,16267
26
Klatakan Barat
Melaya
31
114,45432
-8,23189
27
Klatakan Timur
Melaya
32
114,45653
-8,23306
4.2.4 Analisa Data
Keluaran dari pengambilan data terumbu karang adalah data
persentase penutupan karang hidup dan komposisi genus
karang keras, persetase penutupan alga, biota lain, patahan
karang, abiotik, dan indeks mortalitas.
Data persentase karang hidup dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
L = ∑ Li × 100 %
N
Keterangan: L = Persentase kemunculan
Li = Jumlah kemunculan kode pengamatan ke-i
N = Jumlah titik pengataman per 100 m
Data persentase karang hidup (karang keras dan karang
lunak) yang diperoleh dikategorikan berdasarkan Gomez and
Yap (1988), yaitu:
Buruk
Sedang
Bagus
Memuaskan
: 0 – 24.9%
: 25 – 49.9%
: 50 – 74.9%
: 75 – 100%
Indeks mortalitas merupakan nilai yang digunakan untuk
menduga tingkat kesehatan atau kondisi dari ekosistem
terumbu karang dengan perhitungan (Gomez and Yap,
1988):
MI =
Persentase Karang mati
Persentase karang hidup + Persentase
karang mati
Keterangan :
MI = Mortality index (indeks mortalitas)
Indeks mortalitas memiliki kisaran antar 0 – 1. Kondisi
terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
73
Bab 4
Gambar 4.1. Peta site-site pengamatan kondisi terumbu karang pada kegiatan , 29 April – 11 Mei 2011
Tabel 4.2. Kode dan kategori benthic lifeform
Kategori
Kode
Hard Coral
Acropora
Algae
Kode
Algal Assemblage
AA
Branching
ACB
Coralline Algae
CA
Digitate
ACD
Halimeda
HA
Encrusting
ACE
Macro Algae
MA
Submassive
ACS
Turf Algae
TA
Tabular
ACT
Non Acropora Nama masing-masing genus
-
Dead Coral
DC
Dead Coral
with Algae
DCA
Soft Coral
SC
Sponges
SP
Zoanthids
ZO
Others
OT
Program Kajian Cepat
Abiotic
Sand
S
Rubble
R
Silt
SI
Rock
RC
Sumber: English et al., 1997
Other Fauna
74
Kategori
Kondisi Terumbu Karang di Bali
yang kecil atau tingkat kesehatan karangnya tinggi jika
nilai indeks mortalitasnya mendekati 0. Sebaliknya kondisi
terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang
yang tinggi atau memiliki kesehatan karang yang rendah jika
nilai indeks mortalitasnya mendekati 1.
4.3 Hasil dan Pembahasan
4.3.1 Persentase Penutupan Substrat
Substrat dasar dalam pengamatan dikelompokkan menjadi
karang keras (Hard Coral), karang lunak (Soft Coral), alga,
biota lainnya (Other Biota) yang terdiri dari sponge, zoanthid
dan biota dasar lainnya, karang mati (Dead Coral) yang
terdiri dari karang mati dan karang mati yang ditumbuhi
alga, patahan karang (Rubble), dan komponen abiotik
lainnya (Abiotic) yang terdiri dari pasir, batuan (rock) dan
lumpur.
4.3.2 Persentase Penutupan Karang Keras
Persentase penutupan karang keras pada kedalaman
5-7m berkisar antara 21.5-68.0%. Persentase penutupan
karang keras tertinggi terdapat di site 26 (Anchor Wreck,
P. Menjangan), sedangkan persentase penutupan terendah
terdapat di site 32 (Klatakan Timur, Melaya). Rata-rata
persentase penutupan karang keras pada kedalaman ini
adalah 45.3%. Jika dilihat dari rata-rata persentase substrat,
karang keras masih mendominasi jika dibandingkan dengan
rata-rata substrat lainnya seperti abiotic dengan rata-rata
17.3% dan rubble dengan tutupan rata-rata 11.3%.
Persentase penutupan karang keras pada kedalaman
10-14 m berkisar antara 11.0 – 76.0%. Persen penutupan
tertinggi terdapat di site 10 (Gili Tepekong), sedangkan
persen penutupan terendah terdapat di site 4 (Kutuh). Ratarata persentase penutupan karang keras pada kedalaman ini
adalah 32.8%. rata-rata persentase penutupan karang keras
ini relatif masih mendominasi dibanding rata-rata persentase
penutupan substrat lainnya seperti abiotic sebesar 21.7% dan
Gambar 4.2. Kondisi persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m dan 10-14m pada site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid
Assessment Program
Gambar 4.3. Kondisi persentase penutupan rata-rata karang keras pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
75
Bab 4
Gambar 4.4. Komposisi rata-rata penutupan substrat dasar pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011
Gambar 4.5. Komposisi rata-rata total persentase penutupan substrat
dasar di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011
76
Program Kajian Cepat
Gambar 4.6. Rata-rata komposisi 10 genus yang mendominasi karang
keras di Bali berdasarkan survey Bali Marine Rapid Assessment Program,
29 April – 11 Mei 2011
Kondisi Terumbu Karang di Bali
soft coral sebesar 14.9%, dan persentase penutupan rubble
sebesar 13.6%. Secara keseluruhan, rata-rata total persentase
penutupan karang keras di Bali adalah 38.2% dengan
kisaran antara 11.0 – 76.0%.
4.3.3 Persentase Penutupan Substrat Lainnya
Dari pengamatan terlihat bahwa soft coral terlihat relatif
mendominasi pada site pengamatan 4, 5, 6, dan 12 dengan
persentase penutupan rata-rata sebesar 57.5 – 62.0%. Di
sisi lain, substrat dasar abiotic relatif lebih mendominasi di
site pengamatan 2, 15, 18, 24, dan 32 dengan persentase
penutupan rata-rata sebesar 36.3 – 48.0%.
Rata-rata persentase penutupan rubble tertinggi berada
di site 9 (Jepun) dengan rata-rata tutupan sebesar 44.3%,
site 11 (Gili Biaha) dengan tutupan rata-rata sebesar 37.0%,
dan site 16 (Jemeluk) dengan tutupan rata-rata sebesar
25.3%. Sedangkan di site pengamatan lainnya berkisar
antara 0 – 22.3%.
Rata-rata persentase penutupan substrat dead coral (dead
coral + dead coral with algae)tertinggi berada di site 30 (Pulau
Burung, Gilimanuk) dengan rata-rata tutupan sebesar
30.0%. Sedangkan di site pengamatan lainnya rata-rata
berkisar antara 1.0 – 11.3%.
Rata-rata persentase penutupan alga berkisar antara
0 – 17.0%, sedangkan rata-rata persentase penutupan other
fauna berkisar antara 0.5 – 19.0%.
Secara umum rata-rata substrat dasar di site-site
pengamatan baik di kedalaman 5-7 m dan 10-14 m
didominasi oleh karang keras atau hard coral dengan ratarata persen penutupan sebesar 38.2%. Diikuti oleh
persentase penutupan rata-rata abiotic sebesar 20.6%, rubble
sebesar 12.6%, soft coral sebesar 12.1%, other biota sebesar
6.8%, alga sebesar 5.2% dan dead coral sebesar 4.6%.
4.3.4 Kondisi Karang Hidup (Hard Coral + Soft Coral)
Kedalaman 5-7 m
Persentase penutupan karang hidup (hard coral + soft coral)
pada kedalaman 5-7m m berkisar antara 31.5-85.0%. Persen
penutupan tertinggi terdapat di site 27 (Coral Garden,
P. Menjangan), sedangkan persen penutupan terendah
terdapat di site 25 (Sumber Kima). Secara lengkap kategori
penutupan karang hidup pada kedalaman 5-7m di Bali
adalah sebagai berikut:
Tidak terdata (7 site)
Buruk
Sedang (9 site)
Bagus (9 site)
Memuaskan (2 site)
: Site 1, 4, 5, 6, 10, 11, dan 12
:: Site 2, 9, 15, 17, 19, 24, 25, 31, dan 32
: Site 3, 7, 16, 18, 20, 21, 26, 28, dan 30
: Site 13 dan 27
Rata-rata kondisi pada kedalaman 5-7m adalah kategori
bagus dengan persentase penutupan karang hidup rata-rata
54.2%.
Kedalaman 10-14 m
Persentase penutupan karang hidup (hard coral + soft coral)
pada kedalaman 10-14 m berkisar antara 12.0 – 80.5%.
Persen penutupan tertinggi terdapat di site 5 (Nusa Dua),
sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site
18 (Tukad Abu). Secara lengkap kategori penutupan karang
hidup pada kedalaman 10-14 m di Bali adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.3. Kondisi karang keras yang didominasi karang Acropora, Porites,
Montipora, Echinopora dan Seriatopora pada site pengamatan di Bali
Site
no.
Site
Kedalaman
Genus
%
Tutupan
3
Sanur Channel
5–7 m
Acropora
(branching)
31.00 %
7
Batu Tiga/
Mimpang
5–7 m
Acropora
(branching)
56.00 %
7
Batu Tiga/
Mimpang
10–14 m
Acropora
(branching)
46.00 %
7
Batu Tiga/
Mimpang
10–14 m
Acropora
(branching)
58.00 %
9
Tj. Jepun
5–7 m
Acropora
(branching)
29.00 %
9
Tj. Jepun
10–14 m
Acropora
(branching)
35.00 %
10
Gili Tepekong
10–14 m
Echinopora
26.00 %
10
Gili Tepekong
10–14 m
Echinopora
74.00 %
13
Gili Selang
5–7 m
Acropora
(branching)
50.00 %
13
Gili Selang
5–7 m
Acropora
(branching)
47.00 %
15
Bunutan
5–7 m
Porites
32.00 %
16
Jemeluk
5–7 m
Acropora
(submassive)
24.00 %
16
Jemeluk
5–7 m
Porites
23.00 %
19
Tulamben
Drop off
10–14 m
Montipora
27.00 %
25
Sumberkima
5–7 m
Acropora
(branching)
22.00 %
26
Anchor Wreck
5–7 m
Porites
(branching)
45.00 %
26
Anchor Wreck
5–7 m
Porites
(branching)
43.00 %
26
Anchor Wreck
10–14 m
Porites
(branching)
22.00 %
27
Coral Garden
5–7 m
Porites
(branching)
26.00 %
27
Coral Garden
10–14 m
Porites
(branching)
23.00 %
30
Pulau Burung
5–7 m
Seriatopora
51.00 %
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
77
Bab 4
Gambar 4.7. Nilai Indeks Mortalitas pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011.
Tabel 4.4. Kondisi rata-rata karang hidup pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assesment Program, 29 April – 11 Mei 2011
Site No. Site
78
Lokasi
Kondisi Karang Hidup
Nilai IM
1
Terora
Nusa Dua
sedang
0.30
2
Glady Willis
Sanur
sedang
0.32
3
Channel
Sanur
bagus
0.23
4
Kutuh
Uluwatu
bagus
0.02
5
Nusa Dua
Nusa Dua
memuaskan
0.02
6
Melia Hotel
Nusa Dua
memuaskan
0.10
7
Batu Tiga/Mimpang
Candi Dasa
bagus
0.21
9
Jepun
Padang Bai
sedang
0.56
10
Gili Tepekong
Candi Dasa
memuaskan
0.14
11
Biaha
Candi Dasa
sedang
0.48
12
Seraya
Seraya
memuaskan
0.02
13
Gili Selang Utara
Gili Selang
bagus
0.09
15
Bunutan
Amed
sedang
0.45
16
Jemeluk
Amed
sedang
0.42
17
Kepah
Amed
sedang
0.18
18
Tukad Abu
Tulamben
sedang
0.06
19
Drop off
Tulamben
sedang
0.15
20
Gretek Alamanda
Tejakula
sedang
0.16
21
Penuktukan
Tejakula
bagus
0.20
24
Takad Pemuteran
Pemuteran
sedang
0.38
25
Sumberkima
Pemuteran
sedang
0.38
26
Anchor Wreck
P. Menjangan
bagus
0.31
27
Coral Garden
P. Menjangan
memuaskan
0.17
28
Pos 2
P. Menjangan
bagus
0.21
30
Pulau Burung
Gilimanuk
bagus
0.43
31
Klatakan Barat
Melaya
sedang
0.26
32
Klatakan Timur
Melaya
sedang
0.27
Program Kajian Cepat
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Tidak terdata (3 site)
Buruk (3 site)
Sedang (14 site)
Bagus (3 site)
Memuaskan
: Site 30, 31, dan 32
: Site 15, 18, dan 24
: Site 1, 2, 3, 9, 11, 13, 16, 17, 19, 20,
21, 25, 26, dan 28
: Site 4, 7, dan 27
: Site 5, 6, 10, dan 12
Rata-rata kondisi pada kedalaman 10-14 m adalah
kategori sedang dengan persentase penutupan karang hidup
rata-rata adalah 47.7%.
Secara keseluruhan kondisi karang hidup rata-rata antara
kedalaman 5-7 m dan 10-14 m memiliki kondisi kategori
bagus dengan rata-rata persentase penutupan sebesar 50.4%.
4.3.5 Komposisi Genus Karang Keras
Genus karang keras yang teramati merupakan karang
pembentuk terumbu (zooxanthellae) ditambah karang non
pembentuk terumbu (non zooxanthellae). Dari pengamatan
point intercept transect tercatat 54 genus karang keras dengan
rata-rata penutupan antara 0.01 – 9.67% pada tiap site
dengan rata-rata total 38.16%. dari persentase penutupan
tersebut, Acropora relatif mendominasi dengan persentase
penutupan total rata-rata 9.67%. Sedangkan genus lainnya
setelah Acropora adalah Porites (8.12%) dan Montipora
(3.92%). Tiga genus di atas merupakan genus karang keras
yang biasanya mendominasi dalam kehadiran karang keras
lainnya.
Dari nilai di atas, jika terdapat 100% kehadiran genus
karang keras, maka persentase rata-rata penutupan Acropora
adalah 25.3%, disusul kemudian oleh Porites sebesar 21.3%,
dan Montipora sebesar 10.3%.
Dari komposisi Acropora tersebut, sebesar 75%
merupakan Acropora branching (bercabang), 15%
merupakan Acropora tabulate (karang meja), 7% merupakan
Acropora submassive (semi padat), dan 2% Acropora
encrusting (mengerak) dan 1% Acropora digitate (menjari).
Gambar 4.6 memperlihatkan 10 genus yang paling
mendominasi dari 54 genus yang teridentifikasi selama
survei berlangsung.
Karang genus Acropora mendominasi tutupan substrat
karang keras di site Chanel Sanur, Batu Mimpang,
Tanjung Jepun, Gili Selang, dan Sumberkima. Sedangkan
Gili Tepekong kedalaman 10-14 m didominasi oleh
genus Echinopora. Porites mendominasi di site Bunutan,
Jemeluk, Anchor Wreck dan Coral Garden. Sedangkan
Acropora submassive sedikit di bawah Porites di site Jemeluk
kedalaman 5-7 m.
Karang Montipora relatif mendominasi di Tulamben Drop
off kedalaman 5-7 m, sedangkan karang Seriatopora relatif
mendominasi di site Pulau Burung, Gilimanuk.
4.3.6 Indeks Mortalitas
Melalui pengamatan yang dilakukan kita dapat mengetahui
rasio kematian karang atau tingkat kesehatan karang dengan
cara menghitung indeks mortalitas. Nilai indeks mortalitas
pada site pengamatan di Bali berkisar antara 0.02 – 0.56.
Nilai indeks terendah terdapat pada site 4 (Kutuh),
dan 5 (Nusa Dua). Hal ini memperlihatkan bahwa kedua
site tersebut memiliki rasio kematian karang yang relatif
lebih rendah atau tingkat kesehatan karang yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan site lainnya. Site 4 memiliki
kondisi karang kategori bagus, sedangkan site 5 memiliki
kondisi karang kategori memuaskan. Namun dari kedua site
tersebut didominasi oleh tutupan soft coral.
Nilai indeks tertinggi terdapat pada site 9 (Jepun). Hal
ini memperlihatkan bahwa site 9 memiliki rasio kematian
karang yang relatif lebih tinggi dari site lainnya atau tingkat
kesehatan karangnya relatif rendah.
Nilai total rata-rata indeks mortalitas pada site-site
pengamatan di Bali adalah 0.24. Jika dilihat dari histogram
di atas, kecenderungan rasio tingkat kematian karang di
Bali cenderung relatif rendah atau tingkat kesehatan karang
relatif cenderung tinggi.
4.4 Kesimpulan
Dari pengambilan data di 27 site pengamatan
memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang di Bali
memiliki kategori relatif bagus dengan rata-rata persen
penutupan karang hidup 52.3%. arta-rata persentase
penutupan karang keras adalah 38.2%. Terlihat juga bahwa
nilai indeks mortalitas rata-rata 0.24. Hal ini menunjukkan
bahwa rasio kematian karang cenderung rendah dan tingkat
kesehatan karang relatif cenderung tinggi.
Dilihat dari persentase penutupan karang hidup (karang
keras + karang lunak) yang menggambarkan kondisi
terumbu karang, kondisi terumbu karang paling baik pada
kedalaman 5-7m terdapat pada site 27 (Coral Garden,
P. Menjangan), sedangkan terburuk ditemukan di site
25 (Sumber Kima). Kondisi terumbu karang paling baik
pada kedalaman 10-14m terdapat pada site 5 (Nusa Dua),
sedangkan paling buruk ditemukan di site 18 (Tukad Abu).
Kondisi terumbu karang pada site-site pengamatan di Bali
berkisar antara sedang hingga memuaskan dengan rata-rata
baugs. Rata-rata kondisi terumbu karang yang relatif paling
baik diperlihatkan di site 5 (Nusa Dua) dengan penutupan
karang hidup sebesar 80.5% dengan kondisi memuaskan,
sedangkan kondisi terumbu karang relatif paling buruk
terdapat di site 29 (Bunutan) dengan dengan persentase
penutupan karang hidup sebesar 29.0% (kondisi kategori
sedang). Secara umum terlihat bahwa kondisi terumbu
karang di kedalaman 5-7m relatif lebih baik dibanding
kedalaman 10-14m.
Genus karang keras yang mendominasi penutupan karang
keras di site-site pengamatan di Bali adalah Acropora,
diikuti oleh Porites dan Montipora. Acropora yang relatif
mendominasi adalah Acropora branching (bercabang). Total
tercatat 54 genus karang keras pada site-site pengamatan di
Bali.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
79
Bab 4
DAFTAR PUSTAKA
Cesar, H. S. J. 2000, ‘Coral Reefs: Their Functions, Threats
and Economic Value’, in Collected essays on the economics
of coral reefs, ed. H. S. J. Cesar, CORDIO, Kalmar.
Chabanet, P., Ralambondrainy, H., Amanieu, M., Faure,
G. & Galzin, R. 1997, ‘Relationships between coral
reef substrata and fish’, Coral Reefs, vol. 16, no. 2, pp.
93-102.
English, S., Wilkinson, C. & Baker, V. 1997, Survey Manual
for Tropical Marine Resources (2nd Edition), Australian
Institute of Marine Science, Townsville.
Gomez, E. D. & Yap, H. T. 1988, ‘Monitoring Reef
Conditions’, in Coral Reef Management Handbook,
eds R. A. Kenchington & B. E. T. Hudson, Unesco
Regional Office for Science and Technology for SouthEast Asia, Jakarta.
Hill, J. & Wilkinson, C. 2004, Methods for Ecological
Monitoring of Coral Reefs, Australian Institute of Marine
Science, Townsville.
Musa, G. 2002, ‘Sipadan: a SCUBA-diving paradise: an
analysis of tourism impact, diver satisfaction and
tourism management’, Tourism Geographies, vol. 4, no.
2, pp. 195-209.
Mustika, P. L. K. 2011, ‘Towards Sustainable Dolphin
Watching Tourism in Lovina, Bali, Indonesia (under
review, submitted in July 2011)’, James Cook
University.
80
Program Kajian Cepat
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Lampiran 4.1. Daftar total genus karang keras dan rata-rata persentase penutupan pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid
Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011
No.
Genus Karang
Keras
1
Acropora
Kehadiran pada transek
pengamatan (n=3.358 titik
pada 88 transek)
Rata-rata
persentase
penutupan
No.
Genus Karang
Keras
Kehadiran pada transek
pengamatan (n=3.358 titik
pada 88 transek)
Rata-rata
persentase
penutupan
851
9,67%
28
Echinophyllia
18
0,20%
Merulina
18
0,20%
2
Porites
715
8,12%
29
3
Montipora
345
3,92%
30
Tubipora
18
0,20%
4
Echinopora
177
2,01%
31
Diploastrea
16
0,18%
5
Pocillopora
121
1,38%
32
Euphyllia
15
0,17%
6
Hydnophora
115
1,31%
33
Leptoria
11
0,13%
7
Seriatopora
108
1,23%
34
Pachyseris
8
0,09%
8
Millepora
90
1,02%
35
Siderastrea
7
0,08%
9
Favia
77
0,88%
36
Ctenactis
7
0,08%
Alveopora
6
0,07%
10
Favites
66
0,75%
37
11
Galaxea
63
0,72%
38
Herpolitha
6
0,07%
12
Stylophora
52
0,59%
39
Pavona
6
0,07%
Physogyra
6
0,07%
13
Goniastrea
42
0,48%
40
14
Fungia
36
0,41%
41
Anacropora
5
0,06%
15
Psammocora
35
0,40%
42
Caulastrea
4
0,05%
16
Cyphastrea
30
0,34%
43
Halomitra
4
0,05%
17
Lobophyllia
29
0,33%
44
Astreopora
3
0,03%
18
Pectinia
27
0,31%
45
Gardineroseris
3
0,03%
19
Montastrea
26
0,30%
46
Oulophyllia
3
0,03%
20
Porites s
26
0,30%
47
Podabacia
3
0,03%
Tubastrea
3
0,03%
21
Symphyllia
26
0,30%
48
22
Oxypora
22
0,25%
49
Acanthastrea
2
0,02%
23
Mycedium
21
0,24%
50
Sandalolitha
2
0,02%
24
Turbinaria
21
0,24%
51
Coeloseris
1
0,01%
25
Goniopora
20
0,23%
52
Scapophyllia
1
0,01%
26
Leptoseris
20
0,23%
53
Cycloseris
1
0,01%
27
Platygyra
19
0,22%
54
Plerogyra
1
0,01%
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
81
Bab 5
Bab 5
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi
Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Emre Turak dan Lyndon DeVantier
Ringkasan
Survei keragaman spesies dan status komunitas karang dilakukan pada bulan November 2008 di Nusa Penida dan pada bulan
April hingga Mei 2011 di pulau Bali. Kawasan ini berlokasi di kepulauan Sunda Kecil di tepi selatan Segitiga Karang (Coral
Triangle) yang dikenal sebagai laut tropis yang kaya akan keragaman hayati. Survei ini dirancang untuk mengkaji keragaman
hayati dan kondisi ekologi laut serta mengidentifikasi lokasi dengan prioritas konservasi guna menunjang fungsi kawasan
perlindungan laut. Survei diselenggarakan atas kerjasama antara Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
(PHKA), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Conservation
International Indonesia.
Terdapat total 85 stasiun (perairan dalam maupun dangkal) di 48 situs pengamatan (masing-masing dengan lokasi GPS)
yang telah disurvei dalam MRAP Nusa Penida maupun MRAP Bali. Komunitas terumbu karang dikaji dalam berbagai tingkat
paparan gelombang, arus dan suhu laut yang mencakup seluruh tipe habitat: perairan dingin pada pantai berbatu, perairan
dingin dengan permukaan terumbu karang yang luas, perairan hangat dengan permukaan terumbu karang yang sempit hingga
luas, serta komunitas karang yang tumbuh pada perairan yang didominasi substrat lunak.
Survei dilakukan di daerah dengan variasi parameter kunci yang khas dan konsisten bagi pertumbuhan dan perkembangan
terumbu karang yang meliputi: aliran arus (mulai dari sekitar < 1 knot sampai > 4 knot), suhu ( mulai dari 23o–30oC, Namun
di beberapa tempat ada pula hingga 16oC) dan energi gelombang (mulai dari < 1 m sampai 5 m), yang terkait dengan paparan
Arlindo (Arus Lintas Indonesia) di Selat Lombok, upwelling lokal serta arus laut dari Samudera Hindia.
Kelimpahan spesies dan spesies yang belum dideskripsikan:
Terdapat 406 spesies karang yang diidentifikasi sebagai penyusun terumbu karang (hermatypic) di Bali. Ini belum termasuk
13 spesies lainnya yang belum dikonfirmasi dan memerlukan kajian taksonomi lebih lanjut. Setidaknya terdapat satu spesies yang
dikategorikan sebagai spesies baru yakni Euphyllia spec. nov. Terdapat pula spesies Isopora sp. yang secara morfologi memiliki
perbedaan signifikan dengan spesies yang telah dideskripsikan sebelumnya. Selain itu, ada pula beberapa spesies yang umumnya
memiliki daerah sebaran luas, secara konsisten dijumpai di perairan Bali dengan morpho-type lokal, sehingga kemungkinan
terdapat lebih dari 420 hermatypic Scleractinia di Bali.
Masing-masing situs/ titik pengamatan di Bali memiliki keragaman karang rata-rata 112 spesies (st.dev ± 42 spesies). Situs
dengan keragaman yang paling rendah adalah 2 spesies di Puri Jati (Situs B22, lokasi berlumpur dan tidak berterumbu karang).
Sedang yang tertinggi adalah 181 spesies di Jemeluk, Amed (B16). Lokasi lainnya yang memiliki jumlah spesies yang cukup
tinggi adalah Menjangan-utara (168 spesies, Situs B26) dan Penuktukan (164 spesies, Situs B21). Hasil pengamatan ini mirip
dengan kondisi karang yang dijumpai di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (berturut-turut 392 dan 396 spesies), serta
lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda (342 dan 301 spesies). Akan tetapi kelimpahan ini lebih rendah dari Derawan,
Raja Ampat, Teluk Cenderwasih, Fak-Fak/Kaimana dan Halmahera (seluruhnya sekitar 450 spesies atau lebih).
Struktur Komunitas:
Pada tingkat situs, ada 5 tipe utama komunitas karang yang diidentifikasi. Tipe komunitas ini terkait dengan tingkat paparan
gelombang, arus – upwelling, tipe substrat dan lokasi geografi. Kelima komunitas ini kemudian dibagi dalam 10 kelompok
karang utama. Masing-masing dari kelima komunitas ini dicirikan dengan atribut spesies dan bentik yang berbeda.
82
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tutupan karang:
Tutupan karang batu/ karang keras hidup rata-rata adalah
28%. Sedangkan tutupan karang mati umumnya rendah
yakni rata-rata < 4%. Sehingga, rasio tutupan karang
keras yang hidup : mati sangat positif yakni 7 : 1 yang
menunjukkan sistem terumbu karang dalam kondisi tutupan
karang yang sedang sampai bagus.
Kawasan dengan tutupan karang lunak yang tinggi terdapat
pada dasar laut dengan puing karang yang terbentuk karena
kegiatan penangkapan ikan yang merusak, pemangsaan
karang dan pembuangan pecahan karang yang terlokalisir
selama pembangunan budi daya rumput laut. Beberapa
bukti (baik yang baru maupun lama) dampak kegiatan
penangkapan ikan dengan bahan peledak dan penyakit karang
juga ditemukan. Penyakit karang biasanya terdapat pada
spesies tabular Acropora. Beberapa kerusakan lokal akibat
penyelaman untuk rekreasi pun terlihat. Suatu respon akibat
tekanan yang kuat (dalam bentuk pertumbuhan siano bakteri)
kemungkinan terkait dengan eutrofikasi dan rembesan limbah
dari pembangunan pariwisata pesisir.
Kerusakan karang:
Dengan berbagai ancaman yang telah disebutkan di
atas, secara keseluruhan terumbu karang di Bali saat ini
menunjukkan tingkat kerusakan yang relatif rendah.
Baik dalam proporsi spesies yang mengalami kerusakan
maupun rata-rata tingkat kerusakan yang dialami. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya tegakan monospecific yang besar
dan tutupan karang yang cukup luas. Sisa kerusakan akibat
berbagai gangguan di masa lalu pun cukup kecil. Misalnya
pemutihan karang terkait dengan tingkat kematian yang
dipicu oleh meningkat ataupun menurunnya suhu air laut,
wabah pemangsaan terhadap karang, kegiatan penangkapan
ikan yang merusak, penyakit atau berbagai dampak lainnya.
Hal ini sejalan dengan tingginya rasio positif antara tutupan
karang hidup : karang mati.
Perbandingan antar wilayah:
Komposisi terumbu karang Bali memiliki tipe yang mirip
dengan kawasan yang lebih luas. Ini dicirikan dengan
sebagian besar spesies yang tercatat di Bali juga dijumpai
di lokasi lainnya di kawasan Segitiga karang/Coral Triangle.
Meskipun memiliki kesamaan yang cukup tinggi dalam
hal komposisi spesies, namun terdapat beberapa perbedaan
penting dalam struktur komunitas karang yang terlihat
antara masing-masing wilayah. Seperti halnya dengan
pulau Komodo dan Sunda Kecil, kondisi terumbu karang
di Bali bergantung pada kondisi aliran arus dan upwelling
air dingin. Hal ini berbeda dengan kawasan utara seperti
misalnya Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera dan Bentang
Laut Kepala Burung di Papua Barat yang memiliki kekayaan
spesies maupun habitat yang tinggi.
Berbagai prioritas konservasi:
Penemuan spesies yang belum dideskripsi Euphyllia di pantai
Timur Bali, dan keberadaan karang endemik lokal lainnya,
khususnya Acropora suharsonoi, memberi kesan bahwa
wilayah ini memiliki tingkat keunikan fauna, yang mungkin
terkait dengan aliran arus yang melalui Selat Lombok.
Dalam hal ini Arlindo yang kuat, dipercaya mampu
membatasi ataupun mendorong penyebaran dan rekrutmen
(penambahan populasi) di berbagai tempat. Rekrutmen lokal
di sekitar Nusa Penida kemungkinan dibatasi oleh arus, yang
membawa larva hanyut lebih jauh lagi. Penelitian mengenai
genetik, reproduksi dan kolonisasi larva diperlukan
untuk menguji hipotesis ini. Bila hal ini benar, maka jika
sampai terjadi kerusakan Nusa Penida dan sekitarnya akan
memerlukan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya
dengan mengandalkan pengisian kembali/penambahan dari
sumber dari luar.
Komunitas karang di Nusa Penida berbeda dengan yang
ada di pulau utama Bali. Ini terkait dengan perbedaan
kondisi lingkungan serta kegiatan penduduk yang ada di
dalamnya, sehingga memerlukan fokus pengelolaan yang
terpisah. Terumbu karang dengan status konservasi lokal
yang tinggi di sekitar Nusa Penida meliputi Crystal Bay,
Toya Pakeh, Sekolah Dasar dan Nusa Lembongan (Situs
N3, N4, N7, N8, N14 dan N17). Sedangkan, terumbu
karang dengan nilai konservasi tinggi di sekitar Bali terdapat
di sepanjang pesisir Timur dan Utara, termasuk Jemeluk,
Menjangan, Gili Tepekong, Penutukan, Bunutan, Gili
Selang dan Gili Mimpang (Situs B16, B26, B10, B14, B21,
B15, B25, B8, B18 dan B7).
Seluruh terumbu karang di atas berpotensi kuat untuk
pengembangan KKP asalkan sumber daya logistiknya
mencukupi dan disediakan dukungan jangka panjang.
Khususnya, situs 26 di Menjangan sudah menjadi bagian
dari kawasan lindung Taman Nasional Bali Barat. Terumbu
karang di Jemeluk (Amed) dan di sekitar Gili Tepekong, Gili
Selang dan Gili Mimpang juga memiliki nilai konservasi
yang tinggi untuk beberapa kriteria yang berbeda. Kawasan
Batu Tiga sangat berpotensi untuk pengembangan KKP,
mengingat bahwa pulau-pulau di sana tidak berpenghuni
dan terumbu karangnya kerap digunakan untuk rekreasi
penyelaman SCUBA.
Komunitas karang di pesisir Selatan pulau Bali tidak disurvei
secara menyeluruh karena besarnya ombak lautan. Terumbu
karang di pesisir Selatan Bali sangat berharga bagi kegiatan
selancar air yang menarik sejumlah besar wisatawan untuk
datang ke Bali setiap tahunnya. Perlu diperhatikan bahwa
konservasinya di masa depan harus diprioritaskan untuk
mempertahankan wisata jenis ini. Lebih jauh ke lepas pantai,
beberapa kawasan tersebut juga merupakan koridor migrasi
penting bagi beberapa spesies cetacean dan hewan lainnya.
Adanya upwelling dingin maupun aliran arus yang
kuat dan konsisten di beberapa kawasan (misalnya, Nusa
Penida, Bali Timur, dan di Komodo serta wilayah lainnya di
Indonesia) bisa menjadi satu hal yang sangat penting untuk
menjaga terumbu karang dari meningkatnya suhu air laut
terkait dengan perubahan iklim global.
Pengembangan KKP di Bali sangat potensial untuk
dikembangkan asalkan disertai dengan logistik yang cukup
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
83
Bab 5
maupun dukungan jangka panjang. Dampak dari buruknya
pengaturan/ pengelolaan pengembangan pariwisata serta
berbagai bentuk polusi juga merupakan beberapa hal yang
mesti diperhatikan. Untuk keperluan pembentukan jejaring
KKP ini dibuat beberapa rekomendasi berikut:
1.
Mengingat banyaknya jenis aktivitas yang dilakukan
di sekitar kawasan terumbu karang di Bali maka KKP
dengan multifungsi merupakan pilihan yang paling
tepat untuk dikembangkan di Bali dengan memuat
zonasi kawasan pada berbagai tingkat perlindungan
dan penggunaan. Namun demikian, model ini harus
mencakup wilayah inti disamping kegiatan yang
bersifats ekstraktif guna memastikan adanya konservasi
pada habitat penting, tipe komunitas serta mendorong
terjadinya pemulihan maupun peningkatan kualitas
kawasan.
2.
Sebisa mungkin, jejaring KKP harus mencakup kawasan
representatif dan mencakup tipe komunitas karang
utama (Gambar 5.7. dan 5.12), serta terumbu karang
dengan nilai konservasi tinggi (keragaman, pengisian
kembali/penambahan, kelangkaan, Tabel 5.10).
3.
Sebisa mungkin jejaring tersebut juga mencakup
terumbu karang yang bergantung pada upwelling air
dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten,
sebagai pelindung terhadap potensi meningkatnya suhu
air laut terkait dengan perubahan iklim global.
4.
Ada banyak persaingan dalam penggunaan sumber daya
pesisir dan laut di Bali yang akan menjadi tantangan
untuk ditemukannya suatu keseimbangan dalam
perlindungan dan penggunaan. Mengingat pentingnya
kegiatan pariwisata berbasis laut (berselancar,
menyelam, berenang), maka harus ada fokus khusus
untuk menjaga bentang terumbu karang yang sehat dan
menarik untuk berbagai kegiatan tersebut. Karenanya,
kegiatan harus difokuskan pada berbagai pilihan yang
tidak merusak dan non-ekstraktif di zona inti.
5.
Ketika suatu jejaring KKP ditetapkan, maka penegakan
hukum akan menjadi sangat penting.
6.
Pertimbangan untuk menggunakan sistem ‘User-Pays’
(seperti misalnya di Taman Nasional Bunaken) di
mana pengunjung membayar sejumlah biaya untuk
mengakses kawasan. Hal ini akan memberikan dana
yang signifikan untuk pengelolaan KKP dan bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
Dalam hal sampah dan kualitas air:
1.
84
Ada banyak masalah terkait sampah dan berbagai
bentuk polusi perairan di Bali. Sejumlah strategi dapat
digunakan/dikembangkan untuk mengurangi jumlah
Program Kajian Cepat
maupun dampak sampah plastik dan polutan lainnya
yakni: a) mendorong penggunakan kemasan tradisional
(menggunakan daun) sebanyak yang bisa dipraktekkan;
b) melanjutkan kampanye pendidikan melalui berbagai
media massa dan sekolah; c) mengadakan berbagai
kegiatan secara sukarela maupun yang didanai untuk
membersihkan sampah di pantai dan terumbu karang.
2.
Memperbaiki aliran dan kualitas air sungai guna
mengurangi perpindahan sampah/polutan ke terumbu
karang dengan mengembalikan vegetasi tepi sungai;
dan dengan kampanye pendidikan publik mengenai
pembuangan limbah yang tepat.
5.1 Pendahuluan
Bali-Indonesia terletak di kawasan segitiga karang dunia
(The Coral Triangle) yang berbatasan dengan perairan dalam
di Selat Lombok. Bali merupakan bagian dari wilayah
yang lebih luas, yang dikenal sebagai Kepulauan Sunda
Kecil membentang mulai dari Bali di sebelah barat hingga
ke Timor di sebelah timur merupakan kesatuan wilayah/
Ekoregion (Lesser Sunda Ecoregion = LSE) (Green dan Mous
2007). Wilayah ini terkenal akan keanekaragaman hayati
laut yang sangat luar biasa (Gambar 5.1).
5.1.1 Kondisi Lingkungan dan Oseanografi
Bali memiliki kondisi oseanografi, sejarah tektonik-eustatik
dan pola-pola ekologi/ biologi jajaran Kepulauan Sunda
Kecil. Bali juga merupakan batas Barat Laut menuju
Samudera Hindia, yang utamanya dicirikan dengan beberapa
fitur klimatologi dan oseanografi.
Berbeda dengan wilayah di sebelah barat yang terletak di
Paparan Sunda, ataupun dengan wilayah yang lebih ke timur
(misalnya Papua) di Paparan Sahul, Kepulauan Sunda Kecil
beserta pulau-pulau di sebelah utaranya, memiliki perairan
dalam yang berdekatan dengan pesisir pantainya. Pulaupulau ini diperkirakan memainkan peranan penting sebagai
perlindungan biologis selama fase glasiasi Pleistosen, dengan
implikasi biogeografi yang signifikan (Barber dkk. 2000):
“…ada perbedaan genetik wilayah yang sangat kuat
yang mencerminkan pemisahan cekungan samudera
selama permukaan air laut rendah di kala Pleistosen, yang
menunjukkan bahwa koneksi ekologi jarang melintasi
jarak sampai 300–400 km dan bahwa sejarah biogeografi
juga memengaruhi konektivitas kontemporer antara
berbagai ekosistem terumbu karang.’
Kepulauan Sunda Kecil, termasuk Bali nampaknya
merupakan zona peralihan penting, dengan unsurunsur fauna yang berbeda, termasuk stomatopoda, ikan
(M. Erdmann, G. Allen kom. pri.) karang endemik, serta
kelompok karang dengan kepadatan karang yang relatif
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Gambar 5.1. Segitiga Karang (merah tua, mengikuti Veron dkk. 2009). Bali terletak di sudut Barat Daya.
rendah di beberapa kawasan karena tingginya paparan
gelombang dan arus.
Bali terletak cukup dekat dengan garis khatulistiwa yang tidak
terpengaruh langsung oleh badai tropis dan topan. Ada 2 musim
munson setiap tahunnya yakni munson Tenggara didominasi
cuaca yang kering dan panas serta muson Barat Laut yang
membawa hujan pada bulan November sampai April.
Bali berlokasi di wilayah yang dipengaruhi oleh Indian
Ocean Dipole (IOD). IOD menyebabkan terjadinya anomali
upwelling, suhu permukaan laut yang rendah, dan ketinggian
permukaan laut yang rendah di sepanjang Samudera Hindia
bagian timur laut pada tahun 1997 (Abram dkk. 2004, van
Woesik 2004).
“Seiring dengan upwelling di wilayah perairan,
yang menyebabkan adanya mengayaan unsur hara dan
berkembangnya fitoplankton di lepas pantai Bali, juga
terdapat bukti berkembangnya makro alga di terumbu
karang Bali. … Kematian karang merupakan akibat
tekanan fisik langsung oleh makro alga ini. Acropora dan
karang pocilloporidae sangat rentan. Spesies karang ini ada
di mana-mana, yang juga merupakan karang yang paling
peka di Samudera Hindia dan Pasifik, dan biasanya
yang pertama kali merespon segala bentuk gangguan …
anomali rendahnya permukaan air laut yang terkait
dengan IOD diakibatkan oleh paparan udara langsung
yang berkepanjangan, sehingga menyebabkan kematian
karang yang cukup besar. … IOD yang terkait dengan
upwelling, kebakaran hutan, dan menyebabkan kematian
karang yang signifikan yang mungkin telah menjalar
sampai sejauh 4000 km...” (van Woesik 2004). “
Pengaruh pasti IOD di tahun 1997 ke arah timur masih
belum diketahui, walaupun ada konsentrasi Klorofil A yang
sangat tinggi di bulan September 1997 tapi tidak tampak
meluas sampai ke arah timur keluar Bali. Percampuran
samudera yang kuat biasanya mempengaruhi konsentrasi
unsur hara maupun suhu permukaan laut. Produktivitas
permukaan air laut, ditunjukkan oleh konsentrasi Klorofil
A yang tersebar secara tidak merata baik secara spasial dan
temporal (ruang dan waktu). Perairan di sebelah selatan
gugusan pulau utama memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
daripada yang di sebelah utara. Suhu permukaan air laut
biasanya lebih dingin di sepanjang pesisir bagian selatan
(Samudera Hindia), terutama di kawasan bagian timur dan
tengah (misal Gambar 5.4., Mei 2004). Pesisir di bagian
utara biasanya lebih hangat di luar kawasan upwelling yang
sangat terlokalisasi.
Pesisir yang menghadap ke selatan dan barat daya terpapar
oleh gelombang laut dalam jangka panjang dari Samudera
Hindia dengan ketinggian mencapai 5 m, yang dihasilkan
dari badai tropis sedang yang umumnya berjarak ribuan
kilometer dari Bali. Bali dan Lombok masing-masing
memiliki gunung berapi dan sering mengalami gempa bumi
yang terjadi secara periodik. Dengan demikian, potensi
Tsunami pun dapat terjadi akibat adanya aktivitas tektonik
ini.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
85
Bab 5
Pesisir timur Bali berbatasan dengan Selat Lombok
yang memiliki kedalaman lebih dari 1.000 m di beberapa
tempat yang menjadi koridor utama Arlindo (Indonesian
Throughflow = ITF) yang membawa air dari Samudera Pasifik
melalui Indonesia menuju Samudera Hindia. Walaupun
arah utama dari pergerakan ini dari utara ke selatan, namun
ada juga pertukaran air yang terbatas dari arah sebaliknya.
Arlindo membawa air laut yang hangat dengan salinitas
rendah dari Samudera Pasifik Utara dan Tengah-Barat ke
Samudera Hindia Timur Laut.
“Sebanyak hampir 20 juta m3/detik aliran air (Godfrey
1996) … dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui
Kepulauan Indonesia. Air yang berasal dari Pasifik, terbawa
dalam Arlindo masuk ke Laut Sulawesi, bergerak ke selatan
dengan kecepatan hingga 1 m/detik (Wyrtki 1961) melalui
Selat Makassar. Menyebar ke selatan dan timur ke Laut
Flores dan Laut Banda, akhirnya keluar di antara Kepulauan
Sunda Kecil (Gordon & Fine 1996). Arus timur-barat yang
membalik secara musiman dapat mencapai 75 cm/detik
dari Laut Jawa dan Laut Flores (Wyrtki 1961) kemudian
bercampur dengan air permukaan.” (Barber dkk. 2002).
Upwelling lokal dihasilkan dari Arlindo menyebabkan
perbedaan suhu air laut bisa mencapai 14oC dalam beberapa
km (berkisar mulai 16 - 30oC). Selain efek dari Arlindo, pola
arus permukaan laut di sekitar Bali dan di pulau-pulau yang
berdekatan dipengaruhi oleh pasang surut, angin dan tenaga
gelombang musiman. Lamanya periode gelombang besar
di Samudera Hindia berdampak pada garis pantai bagian
selatan yang cenderung memperlihatkan faktor pembeda
utama pada komposisi spesies dan struktur komunitas Hal
ini tidak terlalu terlihat di bagian utara karena ombak makin
mengecil pada saat bergerak ke utara di antara pulau-pulau.
5.1.2 Pola-pola biologis dan biogeografi serta keendemikan
Mungkin bersifat paradoks, karena kawasan utama
Arlindo (misal Selat Lombok) dapat dianggap baik sebagai
penyumbang ataupun pembatas persebaran spesies. Berbagai
arus lokal dapat dibuktikan sama pentingnya dengan
pengaruh Arlindo dalam menghubungkan dan mengisolasi
populasi lokal.
“[Meskipun] data oseanografi skala luas dapat
memberikan perkiraan persebaran yang wajar …, data
lain mungkin terlalu menyederhanakan keadaan arus yang
membawa larva yang berasal dari lingkungan di sekitar
pantai. Pusaran arus, yang merupakan zona di mana arus
stagnan, dan arus lokal yang membalik dari arus di pantai
dengan garis pantai yang panjang adalah hal yang umum
di terumbu karang, seperti halnya arus musiman, pasang
surut dan perubahan arus yang terjadi karena cuaca
… Pola arus dalam skala menengah seperti ini dapat
berpengaruh besar pada pergerakan dan tertahannya larva
secara lokal… dan hal ini berpengaruh pada pembentukan
unit-unit populasi dengan formasi dan struktur genetik
yang berbeda” (Barber dkk. 2002).
86
Program Kajian Cepat
Wilayah Kepulauan Sunda Kecil yang luas mendukung
kehidupan lebih dari 500 spesies karang keras Scleractinia
sebagai pembangun terumbu karang (523 spesies; Veron
dkk. 2009). Sebelumnya, telah dilakukan pula pengkajian
terhadap 12 stasiun taksonomi - berpusat di Bali dan
pantai Utara Flores (dilakukan oleh Charlie Veron), serta
104 stasiun survei ekologi - berpusat di Komodo, Lombok
Barat dan Timor Barat – Roti, telah dikaji (dilakukan
Turak dan De Vantier). Masing-masing lokasi ini berbeda
dengan yang lain, namun sejauh mana keunikannya selaku
perwakilan dari kawasan yang lebih luas hingga saat ini
masih belum dinilai.
Kepulauan Sunda Kecil, memiliki beberapa perbedaan
dalam hal komposisi spesies karang serta pola dalam struktur
komunitas, terutama yang disebabkan oleh perbedaan
oseanografi lokal – regional, khususnya upwelling dan
gelombang laut. Faktor penting lainnya adalah kesesuaian
antara habitat dan substrat. Garis pantai Bali dan pulaupulau yang berdekatan terbentuk dari kapur, menunjukkan
periode awal pertumbuhan dan deposisi/endapan karang.
Wilayah yang lebih luas (‘bentang pulau bagian selatan’)
teridentifikasi sebagai kawasan endemik penting di dalam
Segitiga Karang (Erdmann dan Manning 1998, Wallace
1994, 1997, Allen 2007, Veron dkk. 2009). Wilayah
ini menjadi rumah bagi spesies, yang berdasarkan data
saat ini, diyakini merupakan endemik atau sub-endemik
(jarang terjadi di kawasan lain di dalam Segitiga Karang).
Penemuan-penemuan yang terjadi di sekitar wilayah
penelitian ini, tercantum di berikut beserta nama penulis
dan tempat ditemukannya.
Acroporidae
• Acropora suharsonoi Wallace, 1994 (Lombok)
• Acropora sukarnoi Wallace, 1997 (Bali)
• Acropora parahemprichii Veron, 2002 (Bali)
• Acropora minuta Veron, 2002 (Bali)
• Acropora pectinatus Veron, 2002 (Bali)
Poritidae
• Alveopora minuta Veron, 2002 (Bali)
Fungiidae
• Halomitra meierae Veron, 2002 (Bali)
Beberapa spesies ini (misalnya Acropora pectinatus,
Acropora sukarnoi, Alveopora minuta) kemudian juga
ditemukan di mana-mana. Namun demikian, kawasan
Bali – Lombok hingga saat ini dianggap sebagai lokasi yang
menarik karena keendemikan karangnya tersebut.
5.1.3 Sosio-ekonomi
Gaya hidup tradisional Bali sangat bergantung pada
berbagai bentuk kegiatan pertanian subsisten (yang dahulu
berkembang pada lahan vulkanik yang subur dari gunung
berapi aktif di Bali) dan perikanan (kehidupan pesisir
laut yang kaya). Hal ini berubah dengan cepat pada awal
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
tahun 1970an, dengan kedatangan wisatawan internasional
gelombang pertama; dan selama 40 tahun berikutnya.
Semua kegiatan wisata termasuk selancar, pemandangan
pantai, menyelam dan wisata budaya kemudian berkembang
dan secara kolektif menyumbang sekitar 80% perkonomian
di awal abad 21. Beberapa kutipan berikut ini disarikan dari
dokumen latar belakang kegiatan Bali Marine RAP 2011
(M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program):
“Kekayaan sumber daya kelautan Bali telah lama
merupakan asset ekonomi penting bagi pulau Bali– baik
sebagai sumber ketahanan pangan bagi masyarakat lokal
(yang mendapatkan sebagian kebutuhan protein hewaninya
dari makanan laut) maupun untuk wisata kelautan.
Atraksi penyelaman dan snorkeling seperti di Nusa Penida,
Candi Dasa, Pulau Menjangan (Taman Nasional Bali
Barat), dan di bangkai kapal USS Liberty di Tulamben
telah menarik wisatawan ke perairan Bali selama bertahuntahun. Sementara itu, sektor wisata kelautan swasta telah
meluaskan pilihan kegiatannya dengan menambahkan
stasiun-stasiun seperti Puri Jati, Karang Anyar, dan Amed.
Berbagai kegiatan perekonomian penting lainnya di zona
pesisir pantai Bali mencakup budi daya rumput laut dan
pengambilan ikan hias.”
5.1.4 Pembangunan
Sensus penduduk di Bali tahun 2010 mencatat penduduk
di Bali mencapai 3.891.428 orang. Jumlah ini terus
menunjukkan peningkatan dari 2.469.930 orang di
tahun 1980, 2.777.811 orang di tahun 1990 dan
3.150.057 orang di tahun 2000 (http://www.citypopulation.
de/Indonesia-MU.html). Peningkatan jumlah penduduk
dan dukungan infrastruktur selama beberapa dekade terakhir
telah menimbulkan biaya lingkungan yang signifikan:
“Sayangnya, pembangunan yang cepat, besar dan
tidak terkoordiasi di daerah aliran sungai dan pesisir
Bali, disertai dengan rencana tata ruang kelautan yang
kurang jelas telah menyebabkan kerusakan yang signifikan
pada lingkungan laut di sekitar Bali. Kondisi ini juga
diperparah oleh kegiatan penangkapan ikan berlebih
dan penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi dan
eutrofikasi dari pembangunan pesisir, pembuangan limbah
dan sampah ke laut, dan pengerukan/pembangunan
saluran di wilayah terumbu karang. Pada titik ini,
keberlanjutan berbagai kegiatan ekonomi penting
dalam jangka panjang yang terletak di zona pesisir Bali
kemudian jadi dipertanyakan.”
5.1.5 Perencanaan untuk keberlanjutan di masa depan
Mengingat semakin meningkatnya tingkat ancaman dan
dampak terhadap sumber daya laut dan terestrial Bali,
Pemerintah Daerah Bali kini tengah bekerja untuk membuat
strategi pembangungan jangka panjang yang komprehensif.
Strategi ini salah satunya dilakukan dengan memperbaiki
rencana tata ruang kawasan laut dan terestrial Bali (M.
Erdmann, CI Indonesia Marine Program):
“Salah satu bagian penting dari inisiatif ini, telah
menjadi keputusan Pemerintah Daerah Bali, adalah
merancang dan mengimplementasi jejaring Kawasan
Konservasi Perairan yang komprehensif dan tepat di
sekitar pulau dengan mengutamakan berbagai kegiatan
ekonomi yang sesuai dan berkelanjutan (termasuk
pariwisata kelautan, budi daya perikanan skala kecil dan
berkelanjutan).”
Untuk memulai perencanaan jejaring KKP ini, …
(a) lokakarya para pemangku kepentingan … telah
diselenggarakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi Bali, bekerja sama dengan Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas
Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation
International (CI) Indonesia dan beberapa LSM lokal
yang berada dalam kerangka kerja “Kemitraan Laut Bali”.
Lokakarya jejaring KKP Bali dihadiri oleh 70 peserta
dari pemerintahan propinsi, pemerintahan kabupaten,
universitas, LSM, sektor swasta, kelompok-kelompok
masyarakat, forum desa adat dan kelompok-kelompok
nelayan.
Para peserta lokakarya telah mengidentifikasi 25 stasiun
prioritas di sekitar Bali sebagai kandidat teratas untuk
dimasukkan dalam jejaring KKP Bali (Gambar 5.2).
Daftar stasiun-stasiun ini mencakup kawasan lindung
lokal/nasional yang telah ada seperti Taman Nasional Bali
Barat /Pulau Menjangan, Nusa Penida, dan Tulamben,
juga sejumlah stasiun tambahan yang saat ini tidak
memiliki status perlindungan resmi.”
5.1.6 Dasar pemikiran dan penilaian tujuan
Setelah lokakarya 2010, CI diminta oleh Pemerintah Daerah
Bali, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi, untuk
memimpin sebuah tim yang terdiri dari para ahli lokal dan
internasional dalam survei kandidat stasiun-stasiun KKP.
Hasil survey ini kemudian akan digunakan untuk membuat
suatu rekomendasi mengenai daerah prioritas dan langkahlangkah selanjutnya dalam merancang jejaring KKP.
“Pada November 2008 telah dilakukan “Marine Rapid
Assessment Program” di Nusa Penida yang memberikan
informasi secara komprehensif mengenai keanekaragaman
hayati, struktur komunitas, serta kondisi terumbu
karang di Nusa Penida beserta ekosistem terkait lainnya
yang ada di sekitar Bali. Berdasarkan informasi ini
didapatkan beberapa rekomendasi mengenai cara terbaik
dalam memprioritaskan 25 kandidat kawasan untuk
dimasukkan dalam sebuah jejaring KKP yang terwakili
secara ekologi. Informasi ini kemudian digunakan untuk
membantu rencana pengembangan jejaring KKP sekaligus
sosialisasi rencana ini kepada pemerintah dan pemangku
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
87
Bab 5
kepentingan masyarakat lokal dengan cara yang mudah
dipahami oleh masyarakat umum.” (M. Erdmann, CI
Indonesia Marine Program 2011). “
Kajian yang dilakukan selama bulan April-Mei 2011,
memiliki tiga tujuan utama yakni:
•
Menilai status terkini mengenai tingkat keragaman,
kondisi terumbu karang dan status konservasi/
kelentingan karang keras di 25 lokasi potensial KKP
yang telah diidentifikasi pada lokakarya Jejaring KKP
Bali Juni 2010.
•
Kompilasi data tata ruang terinci mengenai fitur
biologis yang harus dipertimbangkan dalam
menyelesaikan rancangan jejaring KKP Bali. Ini tidak
hanya termasuk analisis dari setiap perbedaan dalam
struktur komunitas terumbu karang dari ke 25 stasiun
prioritas, tetapi secara khusus juga mengidentifikasi
kawasan yang sangat penting untuk konservasi karena
adanya kumpulan karang batu yang langka atau
endemik, komunitas terumbu karang yang sering
terpapar upwelling air dingin yang mungkin tahan
terhadap perubahan iklim global, atau fitur biologis
yang lain luar biasa.
•
Dengan memperhitungkan hal tersebut di atas,
diharapkan mampu memberikan rekomendasi konkrit
kepada Pemerintah Daerah Bali mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk menyelesaikan
rancangan Jejaring KKP Bali.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka penelitian
ini dirancang untuk menginventarisasikan spesies karang,
struktur komunitas dan status ekologi karang pembangun
terumbu karang di Bali. Hasilnya kemudian dibandingkan
dengan survei sebelumnya yang dilakukan di wilayah
Segitiga Karang, terutama dengan pulau-pulau yang
berdekatan (Nusa Penida), Derawan (Berau, Kalimantan
Timur, TNC REA 2004), wilayah Sangihe-Talaud (Sulawesi
Utara, TNC REA 2001), Taman Nasional Bunaken
(Sulawesi Utara, IOI 2003), Raja Ampat (CI Marine RAP
2001dan TNC REA 2002), Teluk Cendrawasih (CI Marine
RAP 2006), garis pantai FakFak/ Kaimana (CI Marine RAP
2006). Hasinya adalah untuk menilai secara kuantitatif
kesamaan ekologi dan taksonomi kumpulan karang di
sepanjang wilayah Segitiga Karang.
5.2 Metode
Rapid Ecological Assessment (REA) ini dilakukan dengan
penyelaman SCUBA di 31 daerah karang di sekitar Bali
pada bulan April-Mei 2011. Pengamatan ini juga sekaligus
melengkapi 17 lokasi lainnya yang telah disurvei di Nusa
Penida pada tahun 2008. Masing-masing lokasi dicatat
posisinya dengan menggunakan GPS (Gambar 5.3,
Lampiran I). Pada situs pengamatan umumnya dijumpai
Gambar 5.2. Kandidat stasiun-stasiun prioritas dan nonprioritas yang diidentifikasi selama lokakarya KKP Bali, Juni 2010.
88
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
stasiun-stasiun terumbu karang dalam dan dangkal (masingmasing ditetapkan sebagai stasiun #.1 dan #.2) yang disurvei
bersamaan. Jumlah total stasiun yang mewakili terumbu
karang dalam (kedalaman > 10m) dan dangkal, terumbu
karang rata dan berpuncak (crest and flat) (kedalaman < 10m)
adalah 85 stasiun. Sesuai dengan panduan penyelaman yang
aman, stasiun perairan yang dalam (mencapai 30-40 meter)
disurvei terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan secara
bertahap ke perairan yang lebih dangkal. Pada laporan ini,
istilah ‘situs’ mengacu pada hasil gabungan dari dua stasiun
(kedalaman), kecuali bila ditentukan dengan penanda
kedalaman tertentu (masing-masing stasiun #.1 dan #.2).
Metode ini serupa dengan yang dilakukan di sekitar
35 wilayah lain di Indonesia dan Indo Pasifik. Sehingga,
dengan demikian dapat dilakukan perbandingan secara
terinci mengenai keragaman spesies, komposisi dan struktur
komunitas, serta keterwakilan dan sifat saling melengkapi
komunitas karang yang ada di kawasan yang berbeda.
Metode di lapangan dan analisis dijelaskan secara rinci di
tempat lain (misalnya pada DeVantier dkk. 1998).
Pada setiap stasiun, luasan total kawasan yang disurvei
melalui penyelaman mencakup sekitar 1 hektar. Secara
‘semi-kuantitatif ’, metode ini terbukti lebih unggul dari
metode kuantitatif yang lebih tradisional (transek, petak).
Dalam penilaian keaneka-ragaman hayati metode ini
memungkinkan pencarian aktif untuk catatan spesies baru di
setiap stasiun, daripada hanya terbatas pada area petak yang
telah ditentukan atau pada garis transek. Sebagai contoh,
dengan metode ini biasanya menghasilkan catatan spesies
karang dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan
metode transek garis yang dilakukan bersamaan di stasiun
yang sama (DeVantier dkk. 2004).
Ada dua tipe informasi yang dicatat pada lembar data
selama penyelaman di masing-masing stasiun yakni:
1.
Inventarisasi spesies, genus dan famili dari taksa-taksa
bentik yang menetap atau sesil (sesile); dan
2.
Kajian persentase tutupan substrat berdasarkan
kelompok bentik utama dan status berbagai parameter
lingkungan (sesuai dengan Done 1982, Sheppard dan
Sheppard 1991).
5.2.1 Inventarisasi taksonomi
Inventarisasi taksa-taksa bentik sesil secara terinci
dikumpulkan di setiap penyelaman. Taksa diidentifikasi in
situ berdasarkan tingkatan berikut:
•
Karang batu/ karang keras – spesies apapun yang
termasuk dalam kategori (sesuai dengan: Veron dan
Pichon 1976, 1980, 1982, Veron, Pichon dan WijsmanBest 1977, Veron dan Wallace 1984, Veron 1986,
1993, 1995, 2000, Best dkk. 1989, Hoeksema 1989,
Wallace dan Wolstenholme 1998, Wallace 1999, Veron
dan Stafford-Smith 2002, Turak dan DeVantier 2011),
ataupun berdasarkan genus dan bentuk pertumbuhan
(misal, Porites sp. dengan bentuk pertumbuhan yang
sangat besar).
•
Karang lunak, zoanthidae, corallimorpharia, anemon
dan beberapa genus makro-alga, famili atau kelompok
taksonomi yang lebih luas lagi (Allen dan Steen 1995,
Colin dan Arneson 1995, Gosliner dkk. 1996, Fabricius
dan Alderslade 2000);
•
Makro-bentos sesil lainnya, seperti spons, ascidian
dan kebanyakan spesies alga – biasanya filum dengan
bentuk pertumbuhan (Allen dan Steen 1995, Colin dan
Arneson 1995, Gosliner dkk. 1996).
Pada setiap akhir survei, inventarisasi tersebut diulas
dimana masing-masing taksa dikelompokkan berdasarkan
kelimpahan relatif taksa tersebut dalam suatu komunitas
(Tabel 5.1.). Pemberian peringkat berdasarkan urutan ini
serupa dengan analisis vegetasi (Barkman dkk. 1964, van der
Maarel 1979, Jongman dkk. 1997).
Untuk setiap taksa karang yang didapat, dibuat perkiraan
visual (kasat mata) mengenai jumlah karang yang rusak
(daerah permukaan yang mati) di setiap koloni pada setiap
stasiun, dengan nilai kenaikan 0-1 di mana 0 = tidak ada
kerusakan dan 1 = semua koloni mati. Proporsi perkiraan
koloni masing-masing taksa pada setiap tiga kelas ukuran
juga dibuat perkiraannya. Ukuran kelas tersebut adalah
diameter 1 - 10 cm, diameter 11 - 50 cm dan diameter >
50 cm (Tabel 5.1.).
Kepastian taksonomi: Meskipun ada kemajuan terbaru
dalam identifikasi lapangan dan menstabilkan taksonomi
karang (Hoeksema 1989, Veron 1986, Wallace 1999,
Veron 2000, Veron dan Stafford-Smith 2002), namun
masih tetap ada ketidakpastian taksonomi substansial
dan ketidaksepakatan di antara para ahli (Fukami dkk.
2008). Hal ini terutama terjadi pada famili Acroporidae
dan Fungiidae, di mana setiap tenaga ahli yang berbeda
memberikan klasifikasi taksonomi dan catatan kronologi
nama ilmiah yang berbeda untuk berbagai spesies karang
(Hoeksema 1989, Sheppard dan Sheppard 1991, Wallace
1999, Veron 2000). Karena itu analisisnya bergantung
Tabel 5. 1. Kategori kelimpahan relatif, kerusakan dan ukuran (diameter
maksimum) setiap taksa bentik dalam inventarisasi biologi.
Peringkat
Kelimpahan
Relatif
0
Tidak ada
1
Jarang
2
Tidak
umum
3
Umum
4
Berlimpah
5
Dominan
Kerusakan
0 - 1 dengan
nilai 0,1
untuk setiap
kenaikan
maupun
penurunan
Ukuran Distribusi
Frekuensi
Masing-masing
proporsi karang
dikategorikan dalam
3 ukuran:
1-10 cm
11-50 cm
> 50 cm
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
89
Bab 5
pada sintesis dan interpretasi kita pada berbagai perbaikan
tersebut, dengan memperhatikan peta penyebaran spesies
oleh Veron (2000), yang saat ini tengah diperbarui
dalam basis data biogeografi Coral Geographic (www.
coralreefresearch.org).
Penggunaan fotografi digital bawah air yang ekstensif
dan koleksi beberapa spesimen spesies karang pembangun
terumbu karang yang sulit diidentifikasi secara taksonomi
dilakukan oleh CI Indonesia (Erdi Lazuardi), dan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Sampel-sampel kecil dengan ukuran <30 cm yang sulit
diamati diidentifikasi secara in situ diambil dari koloni
yang utuh untuk dilakukan pengamatan. Jaringan hidup
karang dihilangkan dari spesiemen dengan pemutihan
menggunakan cairan pemutih. Kebanyakan spesimen telah
diidentifikasi, menggunakan materi referensi di atas, yang
kemudian disimpan di Kantor CI, Bali untuk penyimpanan
sementara.
5.2.2 Tutupan bentik dan pertumbuhan terumbu karang
Enam atribut ekologi dan enam atribut substrat disesuaikan
dengan salah satu dari enam kategori standar (Tabel 5.2.),
yang didasarkan pada pengkajian terpadu terhadap panjang
dan kisaran kedalaman penyelaman (mengikuti Done
1982, Miller & De’ath 1995). Karena perkiraan tutupan
diterapkan untuk kisaran luas dan kedalaman di mana setiap
survei penyelaman dilakukan (misalnya, berturut-turut pada
kedalaman 40-9m; kedalaman 8-1m), hal ini mungkin tidak
berhubungan pasti dengan perkiraan dari transek garis yang
dibuat pada kedalaman tunggal atau pada serial kedalaman
(ed: lihat Bab 3).
Stasiun-stasiun tersebut kemudian digolongkan dalam
satu dari empat kategori berdasarkan jumlah pertumbuhan
terumbu karang biogenik (mengikuti Hopley 1982, Hopley
dkk. 1989, Sheppard & Sheppard 1991):
1.
Komunitas karang yang tumbuh langsung di atas
batuan nonbiogenik, pasir atau puing;
Peringkat yang digunakan
dalam menghitung
Replenishment Index CI
90
Ekologi
Fisik
Karang batu
Substrat keras
Tegakan
karang mati
Blok Panjang
Karang lunak
% tutupan
peringkat
0
0
1 – 10 %
1
Blok besar
(diameter > 1 m)
11 – 30 %
2
Alga Coralline
Blok kecil
(diameter < 1 m)
31 – 50 %
3
Alga Turf
Puing
51 – 75 %
4
Makro-alga
Pasir
76 – 100 %
5
Program Kajian Cepat
3.
4.
Terumbu karang yang baru terbentuk, dengan beberapa
pertumbuhan kalsium karbonat tetapi belum ada
tutupan terumbu karang;
Terumbu karang dengan tutupan sedang (luasnya
< 50m); dan
Terumbu karang dengan tutupan yang sangat luas
(luasnya > 50m).
Stasiun-stasiun ini juga digolongkan berdasarkan tingkat
paparan terhadap energi gelombang, yaitu:
1.
2.
3.
4.
terlindungi
semi-terlindungi
semi-terpapar
terpapar
Kedalaman stasiun (maksimum dan minimum dalam
meter), derajat rata-rata kemiringan terumbu terhadap garis
horizontal (secara visual diperkirakan mendekati 10 derajat),
dan jarak pandang (visibilitas) di bawah air (sampai meter
terdekat) juga dicatat. Keberadaan setiap fitur biologis yang
unik dan mengagumkan, seperti karang yang sangat besar
atau komposisi komunitas yang tidak biasa dan bukti dari
berbagai dampak juga dicatat, seperti:
•
•
•
•
•
•
•
sedimentasi
penangkapan ikan dengan bahan peledak
penangkapan ikan dengan racun
pembuangan jangkar dampak pemutihan
predasi oleh bintang laut crown-of-thorns
predasi oleh siput Drupella
berbagai penyakit karang
Semua data dimasukkan dalam lembar data EXCEL untuk
disimpan dan dianalisis ringkasan statistik.
Indeks Pemulihan (Replenishment Index - CI)
Tabel 5.2. Berbagai kategori atribut bentik
Atribut
2.
Adanya kelimpahan dan tutupan spesies karang yang
tinggi sebagai pembangun terumbu karang dapat membuat
beberapa stasiun jauh lebih penting dari stasiun lainnya
dalam hal peran mereka sebagai sumber reproduksi untuk
pemulihan /penambahan kembali populasi di tingkat lokal.
Indeks pemulihan pada stasiun lokal dinilai berdasarkan
kombinasi tutupan karang pembangun terumbu karang dan
tingkat kelimpahan masing-masing spesies (DeVantier dkk.
1998) untuk setiap stasiun (kedalaman):
CI = Σ AiiHi/100
Di mana Ai= tingkat kelimpahan taksa karang pembangun
terumbu karang ke i (seperti pada Tabel 5.1.), dan Hi
= peringkat kategori tutupan karang batu (1-5, seperti
pada Tabel 5.2.), pada setiap stasiun. Indeks ini akan
memberikan nilai yang tinggi untuk stasiun-stasiun yang
memiliki tutupan, kekayaan spesies dan kelimpahan karang
pembangun terumbu karang yang tinggi.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Indeks Kelangkaan (Rarity index - RI)
Keberadaan spesies langka di daerah penelitian membuat
beberapa stasiun menjadi lebih penting dari stasiun lainnya
dalam hal konservasi keanekaragaman hayati karang. Indeks
kelangkaan- RI, menggambarkan kepentingan relatif suatu
stasiun berdasarkan spesies karang langka yang terdapat di
dalamnya ( DeVantier dkk. 1998):
Di mana Ai = tingkat kelimpahan untuk taksa karang ke-i
pada suatu stasiun (1-5, seperti pada Tabel 5.2.), dan Pi
= proporsi semua stasiun di mana taksa tersebut terdapat.
Indeks ini memberi bobot pada spesies dalam suatu
rangkaian sesuai dengan frekuensinya di dalam set data dan
memberikan nilai yang tinggi pada stasiun yang mewakili
atau yang secara faunistik paling tidak biasa (yaitu dengan
kelimpahan tinggi pada taksa yang jarang ditemukan pada
kumpulan data).
Kerusakan Karang
Setiap spesies karang dinilai tingkat kerusakannya, mulai
dari 0 – 1 dengan tingkat kenaikan 0,1 (dari 0 = tidak ada
kerusakan di setiap koloni spesies di stasiun tersebut sampai
1= semua koloni spesies mati, lihat Metode di atas). Stasiunstasiun tersebut kemudian dibandingkan untuk jumlah
kerusakan di dalam komunitas karangnya untuk diketahui
proporsi jumlah spesies yang terdapat di setiap stasiun yang
mengalami kerusakan dan rata-rata kerusakan spesies karang
tersebut di setiap stasiun.
Tipe komunitas karang
Kelompok stasiun ditentukan berdasarkan tipe komunitas
yang dihasilkan dari analisis hirarki cluster dengan
menggunakan peringkat kelimpahan seluruh karang
yang diinventarisasi pada masing-masing stasiun. Analisis
dilakukan dengan menggunakan Jarak Euclidean Persegi
(Squared Euclidean Distance) sebagai pengelompokan
algoritma dan Metode Ward sebagai strategi campuran
untuk menghasilkan kelompok-kelompok stasiun yang
memiliki kelimpahan dan komposisi komunitas yang serupa.
Analisis dilakukan pada data mentah (belum diubah). Hasil
pengelompokan digambarkan sebagai dendrogram untuk
melukiskan hubungan di antara stasiun dalam hal tingkat
kesamaan di antara berbagai kelompok komunitas. Ada dua
set analisis yang dilakukan:
i.
ii.
Bali
Berbagai analisis regional di wilayah Segitiga Karang,
termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan, SangiheTalaud, Kepulauan Banda, Taman Nasional Bunaken,
Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana
(Gambar 5.4.).
Untuk memfasilitasi perbandingan yang akurat, semua
data yang digunakan dalam analisis regional telah dicatat
untuk semua survei yang dilakukan oleh penulis (tercantum
dalam Daftar Pustaka).
5.3 Hasil
5.3.1 Penataan Lingkungan (Environmental Setting)
Kisaran pertumbuhan terumbu karang yang luas hampir
dijumpai di seluruh daerah survei. Mulai dari komunitas
karang yang tumbuh langsung di atas substrat bukan
terumbu karang, terumbu karang yang baru tumbuh
dengan beberapa akresi, hingga terumbu karang besar
subpasang-surut dan inter pasang-surut dengan luasasan
lebih dari 50 m (Tabel 5.3, Lampiran I). Komunitas karang
ini tumbuh mulai dari daerah surut hingga kedalaman >
60 m, dengan sebagian besar tumbuh pada kedalaman 30 m,
dengan kisaran kemiringan mulai < 5o (rataan terumbu
karang) sampai 90o dari bidang horisontal (dinding terumbu
karang tegak lurus). Namun demikian, fenomena yang
terakhir ini sudah tidak umum dijumpai lagi (Lampiran I).
Sebaran komunitas karang dalam proses terpapar gelombang
mulai dari yang ternaungi sampai yang sangat terbuka.
Ini tergantung dari tingkat perlindungan yang diberikan
oleh fitur pesisir yang berasal dari gelombang samudera di
Samudera Hindia. Gelombang samudera yang besar selama
masa survei menghalangi survei di pesisir Selatan yang sangat
terbuka, seperti Situs 4 di Bali pada pesisir Tenggara sampai
Selatan Nusa Dua merupakan situs yang relatif terbuka,
demikian juga dengan Situs 5 dan 6 di Nusa Penida.
Kebanyakan komunitas karang tumbuh di kawasan
dengan substrat terumbu karang keras ataupun bukan
terumbu karang (rata-rata tutupan 76%) dengan sedikit
yang ditemukan pada area berpasir (rata-rata 14%).
Semuanya tergantung dari tingkat aliran arus, berkisar dari
yang tenang sampai > 2 knot, dan sangat terkait dengan
pengaruh Arlindo melalui Selat Lombok serta pergerakan
pasang surut. Tingkat sedimentasi biasanya tidak terlalu
berpengaruh, kecuali pada situs berlumpur di pantai Utara
Bali. Rendahnya tingkat pelumpuran berkontribusi pada
tingkat kejernihan perairan yang cukup tinggi rata-rata 15 m
dan selama masa survei berkisar antara 3 m sampai 30 m
(Tabel 5.3).
Pada perairan sekitar Nusa Penida dijumpai banyak
tutupan terumbu karang datar pasang surut yang luas
tertutupi oleh budi daya rumput laut. Karang hidup yang
berada di sekitar pantai telah disingkirkan dalam proses
pembuatan dan pemeliharaan kegiatan budi daya ini.
Beberapa bagian karang yang disingkirkan tersebut ada
yang digunakan di darat, dan sebagian lainnya termasuk
puing karang maupun bentuk bongkahan yang cukup besar
dibuang ke lereng-lereng terumbu karang di sekitarnya.
Kegiatan ini menimbulkan dua dampak negatif bagi
terumbu karang tepi. Pertama, secara visual komunitas
karang pasang surut yang kini hampir tidak bisa ditemukan
karena sudah sangat jarang dan diperkirakan beberapa
spesies kini benar-benar sudah habis. Kedua, puing-puing
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
91
Bab 5
Gambar 5.3. Perkiraan lokasi situs survei, Nusa Penida (17 situs, Oktober 2008) dan Bali (31 situs, April-Mei 2011).
Gambar 5.4. Kawasan yang telah disurvei di sekitar Segitiga Karang di Indonesia, termasuk Bali dan Nusa Penisa, Komodo, Kepulauan Banda, Wakatobi,
Derawan, Bunaken, Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana. Setiap wilayah survei ini cukup luas dan mendukung
keragaman habitat terumbu karang. Setiap survei dilakukan secara komprehensif dan praktis karena waktu yang tersedia terbatas (lihat Daftar Pustaka untuk
rinciannya).
92
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
labil di lereng bagian atas seringkali berpindah karena
gerakan gelombang dan arus yang kuat dan menyebabkan
kerusakan karang yang berlanjut di kawasan ini.
5.3.2 Tutupan karang dan bentos sesil lainnya
Tingkat tutupan karang keras hidup berkisar antara sedang
hingga tinggi (contoh Foto 5.1-5.3), dengan rata-rata
28% (Gambar 5.5.) dan mulai dari 1–70% dengan situs
yang memiliki tutupan karang hidup yang tinggi tersebar
luas (Lampiran II). Tutupan tertinggi (60% atau lebih)
banyak terdapat di stasiun-stasiun yang dangkal (kedalaman
< 10m), khususnya di stasiun 1.2, 3.1, 7.2 dan 17.2 di Nusa
Penida, serta stasiun 15.2, 26.2 dan 30.2 di Bali. Tutupan
Tabel 5.3. Ringkasan statistik untuk berbagai variabel lingkungan, Bali
(termasuk Nusa Penida), Oktober 2008 dan April-Mei 2011.
Variabel lingkungan
Rata-rata
(s.d.)
Kisaran
Sedang
Modus
Pertumbuhan
terumbu karang
(peringkat 1-4)
2,8 (1,1)
1-4
3
4
Sudut kemiringan
(derajat)
16 (15)
2-90
10
5
Paparan
(peringkat 1 - 4)
2,4 (0,7)
1-4
2
2
Kejernihan
Perairan (jarak
pandang dalam m)
15 (8)
3-30
16
20
Substrat keras (%)
76 (25)
0-100
85
90
Pasir (%)
14 (18)
0-95
5
5
28,6
(1,2)
23-30
29
29
Suhu perairan
(0C)
tegakan monospecific besar mendominasi banyak stasiun,
menunjukkan pentingnya reproduksi aseksual dengan cara
fragmentasi untuk menjaga tingginya tutupan di tingkat
lokal. Pada tempat lain, kehadiran karang massif dengan
ukuran besar dan utuh, dengan sedikit atau tidak ada tanda
parut ditemukan secara konsisten dengan dampak yang
relatif kecil dari berbagai gangguan jangka panjang selama
beberapa dekade terakhir.
Secara keseluruhan, puing-puing dan karang mati
menyumbang sekitar 10% tutupan yang sebagian besar
berupa puing (8%). Situs dengan tutupan puing yang
tinggi (20% atau lebih) adalah stasiun 7.1, 13.2, 14.1 dan
15.2 di Nusa Penida, serta stasiun 7.1, 8.1, 9.1, 9.2, 11.1,
11.2, 15.1 dan 16.1 di Bali. Stasiun dengan tegakan karang
mati yang relatif tinggi (20% atau lebih) hanya di stasiun
7.1, 9.1 dan 9.2 di Bali. Kebanyakan kematian karang
disebabkan pemangsaan oleh bintang laut crown-of-thorns
dan/atau siput Drupella, penyakit serta pertumbuhan alga
akibat eutrofikasi lokal. Penyakit karang dengan tingkat
yang rendah seperti penyakit ‘White-band’ juga diamati
terutama menyerang spesies tabular Acropora. Namun
demikian, hanya sebagian kecil tutupan karang mati baru
(< 1%) dan gangguan kecil terus berlangsung hingga kini.
Rasio tutupan karang batu yang hidup : mati secara umum
dinilai sangat positif (7 : 1). Kondisi ini menunjukkan sistem
terumbu karang dalam kondisi yang sedang sampai bagus
dalam hal tutupan karang. Rasio tutupan karang batu hidup
terhadap karang mati dan puing juga positif, sekitar 5 :
2, ini konsisten dengan terumbu karang yang setidaknya
mendukung sekitar 40% tutupan karang batu hidup selama
periode gangguan rendah.
Dijumpai tutupan karang lunak dengan tingkat sedang
(rata-rata 10%) hingga tinggi di beberapa petak khususnya
pada hamparan puing karang. Situs dengan tutupan karang
Gambar 5.5. Rata-rata % tutupan (+ s.e.) bentos sesil di Bali, April-Mei 2011 dan Nusa Penida (Oktober 2008). HC – Karang batu; RDC – Karang yang baru
mati; ADC – Semua tegakan karang mati; RBL – Puing-puing karang; SC – Karang lunak; MA – Makro-Alga; TA – Alga turf; CA – Alga Coralline.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
93
Bab 5
94
Foto 5.1. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N1.2 Nusa
Penida didominasi oleh Acropora spp.
Foto 5.2. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun B30.2 Bali,
didominasi oleh Porites nigrescens dan Seriatopora spp.
Foto 5.3. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N4.2 Nusa
Penida, didominasi oleh Acropora spp. dan Porites spp.
Foto 5.4. Tutupan petak karang lunak yang luas yang didominasi
Sarcophyton spp. di stasiun N16.2 Nusa Penida.
Foto 5.5. Euphyllia spec. nov., ditemukan oleh M. Erdmann, pantai timur
Bali. Detail polip dari dekat.
Foto 5.6. Isopora sp. (tengah) yang belum diidentifikasi bersebelahan
dengan Isopora palifera (atas dan kanan), stasiun N9.2 Nusa Penida.
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
menimbulkan dampak pada perbedaan struktur komunitas
karang.
Rata – rata kelimpahan pada masing-masing situs di
perairan sekitar Bali adalah 112 spesies ( Sdev. 42 spesies).
Kelimpahan ini berkisar dari hanya dua spesies (Situs B22,
lokasi tidak berterumbu karang yang berlumpur) hingga
181 spesies (Situs B16, di Jemeluk, Amed). Situs kaya
spesies lainnya adalah Menjangan Utara (168 spesies, Situs
B26) dan Penuktukan (164 spesies, Situs B21). Hasil-hasil
dari situs dan kekayaan keseluruhan serupa dengan hasil
pengamatan di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi,
lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda, serta lebih
rendah dari Raja Ampat, Teluk Cendrawasih, Fak-Fak/
Kaimana dan Halmahera (Tabel 5.4).
lunak tinggi (30% atau lebih) terdapat di stasiun 7.2, 12.1,
12.2 dan 13.2 Nusa Penida, dan beberapa stasiun di Bali 4.1,
12.1, 12.2, 13.2 dan 28.2 (Lampiran II).
Keragaman karang lunak dan taksa terkait di beberapa
situs ini mulai dari sedang sampai tinggi (Gambar 5.5),
biasanya didominasi oleh taksa stoloniferous, terutama
xeniidae. Pada kebanyakan stasiun hanya ada sedikit tutupan
makro-alga, rata-rata keseluruhan < 2%. Hanya dua situs
yang memiliki tutupan makro-alga dengan tingkat sedang
(20%, Nusa Penida stasiun 1.2 dan 2.2). Tutupan alga turf
dan alga coralline seluruhnya dari rendah sampai sedang,
dengan rata-rata tutupan berturut-turut 13% dan 9%
(Gambar 5.5.).
5.3.3 Kekayaan Spesies
Bali mendukung keberadaan fauna karang dengan
406 spesies hermatypic Scleractinia yang telah dikonfirmasi.
Ada 367 spesies di antaranya yang tercatat dari pulau utama
Bali dan 296 spesies dari Nusa Penida. Ada 13 spesies lagi
yang tercatat selama survei lapangan namun sampai saat
ini masih belum dikonfirmasi (Lampiran III). Dengan
demikian, kemungkinan seluruhnya ada 420 hermatypic
Scleractinia. Satu spesies, Euphyllia spec. nov. merupakan
catatan ilmiah baru (Foto 5.5), dan spesies ke dua, Isopora
sp., juga belum dideskripsi (Foto 5.6), menunjukkan
variasi morfologi yang signifikan dari suatu spesies di dalam
marganya. Selain itu, beberapa spesies dengan penyebaran
luas juga memperlihatkan tipe-morfo lokal yang konsisten di
sekitar Bali.
Lebih lanjut, ada sekitar 100 spesies yang memiliki kisaran
penyebaran meliputi seluruh kawasan Kepulauan Sunda
Kecil (Wallace 1999, Veron 2000, Veron dkk. 2009). Akan
tetapi, spesies ini tidak tercatat di sekitar Bali atau Nusa
Penida selama survei. Secara lokal spesies ini kemungkinan
tidak berhubungan, terkait dengan kegagalan dalam
penyebaran dan/atau rekrutmen.
Dari 406 spesies yang tercatat di Bali, hampir seluruhnya
ditemukan juga di kawasan lain di Indonesia (Lampiran III).
Meskipun tingkat kesamaan biogeografi keseluruhannya
tinggi, namun berbagai perbedaan terlihat di antara kawasan
ini seperti kelimpahan relatif spesies yang ada yang juga
Karang batu, karang lunak dan biota lainnya
Selain Scleractinia hermatypic, juga tercatat sejumlah karang
batu dan karang lunak lainnya, dengan kepastian taksonomi
yang lebih besar atau lebih kecil (lihat Metode dan
Tabel 5.5). Termasuk di dalamnya 3 spesies dendrophyllidae
Tubastrea ahermatypic, ‘karang biru’ Heliopora coerulea,
5 spesies hidroid ‘karang api’ Millepora, ‘karang pipa organ’
Tubibora musica dan karang renda Stylaster dan Distichopora
spp., termasuk Distichopora vervoorti Cairns dan Hoeksema,
1998 (Tabel 5.5) yang baru dideskripsi. Tambahan
57 marga karang lunak alcyonacean, ditambah zoanthidae,
corallimorpharian, hidroid dan bentos sesil terkait juga
tercatat. Terutama marga karang lunak xeniidae dan
neptheidae juga terwakili baik dengan kelimpahan tinggi.
Keragaman dan kelimpahan spons juga sangat tinggi.
Kelangkaan
Indeks Kelangkaan (Rarity Index/ RI) menilai kondisi situs
berdasarkan keberadaan atau kelangkaan spesies. Data
karang di Bali menunjukkan berbagai nilai RI, dengan Situs
B7 (W Gili Mimpang, Batu Tiga) yang secara faunistik
paling tidak biasa, diikuti oleh Situs B16 (Jemeluk, Amed)
(Tabel 5.6).
Terumbu karang Menjangan, Penuktukan, Sumberkima
dan Cenigan channel juga memiliki nilai yang tinggi,
Tabel 5.4. Perbandingan keragaman dan ciri-ciri ekologi lainnya antara Bali dengan kawasan terumbu karang lain di Indo-Pasifik Barat. KO – Taman Nasional
Komodo; DE – Derawan, Kalimantan Timur; W – wilayah Wakatobi, Sulawesi Selatan; BN – Taman Nasional Bunaken; S-T – Kepulauan Sangihe-Talaud; BRU –
Brunei Darussalam; RA – wilayah Raja Ampat, Papua; BI – Kep. Banda, Laut Banda, Maluku. Data dari Turak 2002, Turak 2004, Turak 2005, Turak 2006, Turak
dan DeVantier 2003, Turak dan DeVantier 2009, Turak dan DeVantier dalam pencetakan, Turak dan Shouhoko 2003, Turak dkk. 2003.
Atribut
Bali
KO
DE
W
BN
ST
BI
RA
TC
FFK
Jumlah total spesies
406
342
449
396
392
445
301
487
469
469
Jumlah rata-rata spesies per situs
112
100
164
124
155
100
106
131
178
171
% situs dengan lebih dari 1/3 jumlah spesies
38
43
78
41
85
8
61
18
79
65
% rata-rata tutupan karang batu
28
32
36
32
41
21
40,3
33
27
26
Jumlah situs yang disurvei
48
21
36
27
20
52
18
51
33
34
Perkiraan wilayah yang tercakup
(×1000 km2)
3,7
2
20
10
0,9
23
0,4
30
27
12
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
95
Bab 5
Tabel 5.5. Karang batu Azooxanthellate Scleractinia, karang batu nonscleractinia, karang lunak dan biota lain yang tercatat di Bali.
Taksa karang keras
Scleractinia
Dendrophylliidae
Tubastrea micrantha
Tubastrea coccinae
Tubastrea folkneri
Milleporina
Milleporidae
Millepora dichotoma
Millepora exesa
Millepora intricata
Millepora platyphylla
Millepora tenera
Hydroida
Stylastridae
Distichopora
Stylaster
Jumlah Stasiun
18
14
6
16
43
10
18
8
4
2
Helioporacea
Helioporidae
Heliopora coerolea
18
Alcyonacea
Tubiporidae
Tubipora musica
Taksa karang lunak
Alcyonacea
Clavulariidae
Carijoa
Cervera
Clavularia
Alcyoniidae
Cladiella
Dampia
Klyxum
Lobophytum
Rhytisma
Sarcophyton
Sinularia spp.
Sinularia brascica
Sinularia flexibilis
Nephtheidae
Capnella
Dendronephthya
Lemnalia
Litophyton
Nephthea
Paralemnalia
Scleronephthya
Stereonepthya
Umbellulifera
96
Program Kajian Cepat
38
Jumlah Stasiun
1
1
11
15
5
2
30
4
63
67
10
28
28
16
1
40
29
25
2
3
Karang lunak (sambungan)
Nidaliidae
Chironephthya
Nephthyigorgia
Siphonogorgia
Xeniidae
Anthelia
Cespitularia
Efflatounaria
Heteroxenia
Sympodium
Xenia
Briareidae
Briareum
Anthothelidae
Alertigorgia
Annella
Melithaeidae
Acabaria
Melithaea
Acanthogorgiidae
Jumlah stasiun
7
3
4
20
11
13
6
3
43
28
1
7
1
18
Lainnya
Antipatharia
Antipathidae
Antipathes
Cirrhipathes
Zoanthidae
Palythoa
Zoanthus
Coralimorpharian
Anemon
Cerianthus
Plumulariidae
Aglophenia
Lytocarpus philippinus
Jumlah stasiun
LAIN-LAIN
Spons
Cliona
Carterospongia
Xestospongia
Sponge encrusting
Jumlah Stasiun
31
6
8
33
Acanthogorgia
3
Sponge massive
Muricella
4
Sponge blue thin rope
Plexauridae
Echinogorgia
Menella
Paraplexaura
Villogorgia
Gorgoniidae
Hicksonella
Pinnigorgia
Rumphella
Ellisellidae
Dichotella
Elisella
Junceella
Ifalukellidae
Ifalukella
Isididae
Isis
Pennatulacea
Veretillidae
Veretillum
Virgulariidae
Virgularia
Pteroeididae
Pteroeides
1
3
1
1
9
8
5
13
12
1
3
1
2
1
Sponge blue tubes
Sponge rope
Ascidian
Botryllus
Lissoclinum
Diademnum
Polycarpa
Tridacna
Tridacna crocea
Tridacna squamosa
Tridacna maxima
Echinodermata
Linckia
Culcita
Alga
Halimeda
Caulerpa serrulata
Dictyosphaeria
Turbinaria ornata
CRA
Peyssonnelia
Lamun
Thalassodendron
Halophila ovalis
Enhalus
Syringodium
15
19
69
9
31
26
1
2
30
9
25
17
1
8
4
1
2
18
8
4
12
17
18
13
9
7
15
12
33
18
3
2
1
1
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
menunjukkan komposisi dan kelimpahan karang yang secara
lokal tidak biasa (Tabel 5.6).
Lebih dari seperempat spesies karang adalah spesies yang
jarang ditemukan. Spesies ini maksimum hanya terdapat di
empat (dari 48) situs pengamatan. Tiga puluh tiga spesies
terumbu karang tercatat hanya dari satu situs, 41 spesies dari
dua situs, 22 spesies dari tiga situs dan 26 spesies dari empat
situs.
5.3.4 Pengisian kembali/penambahan karang
Situs dengan keragaman yang melimpah dan tutupan karang
hidup yang tinggi dianggap penting untuk berlangsungnya
pemulihan/ pengisian kembali populasi. Situs-situs ini diberi
peringkat dengan menggunakan Replenishment Index CI
karang yang sederhana (Tabel 5.7 dan lihat Metode). Situssitus ini tersebar di seluruh Bali dan Nusa Penida, dengan
nilai tertinggi pada situs di Jemeluk, Amed (B16), Crystal
Bay South (N7), Menjangan North (B26) dan Toya Pakeh
(N3).
Khusus untuk perairan sekitar Nusa Penida, reproduksi
secara aseksual lazim terjadi dengan cara fragmentasi,
tunas dan/atau pertumbuhan stoloniferous - terjadi pada
karang lunak. Hal ini mungkin merupakan kompensasi
atas rendahnya tingkat rekrutmen oleh planula, yang
Tabel 5.6. Peringkat (nilai) situs untuk RI mulai dari yang tertinggi sampai
yang terendah untuk 20 situs teratas di Bali. B menunjukkan situs di pulau
utama Bali, N menunjukkan situs di Nusa Penida dan pulau-pulau kecil
yang berdekatan.
Nama Situs
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
No. Situs
RI
B7
16,22419
menyebabkan pembatasan koloni lokal akibat aliran arus
yang kuat.
5.3.5 Kerusakan Karang
Secara keseluruhan karang di Bali memperlihatkan
kerusakan baru pada tingkat yang relatif rendah baik dalam
hal proporsi spesies maupun tingkat kerusakan rata-rata pada
spesies tersebut (Gambar 5.6.). Angka ini konsisten dengan
rasio positif yang tinggi antara tutupan karang yang hidup :
mati. Kondisi kesehatan keseluruhan karang terwakili baik
dengan adanya tegakan monospecific yang luas dan adanya
karang besar yang utuh. Hanya terdapat sedikit bukti yang
tersisa dari berbagai gangguan besar di masa lalu seperti
pemutihan karang terkait dengan kematian yang dipicu oleh
meningkatnya atau turunnya suhu air laut di tahun 1998,
wabah pemangsaan karang, penangkapan ikan, berbagai
penyakit serta dampak lainnya. Beberapa dampak awal dari
pembersihan karang untuk pembangunan budi daya rumput
laut juga dijumpai. Sumber utama dari kerusakan karang
yang relatif kecil adalah pemangsaan oleh siput Drupella dan
bintang laut Crown-of-thorns, serta penyakit karang (Foto
5.7-5.11).
5.3.6 Sampah dan Polusi
Dampak yang terus berlanjut, terutama dari sampah dan
berbagai bentuk polusi lain akibat buruknya peraturan/
Tabel 5.7. 20 situs teratas dengan Replenishment index CI karang di Bali.
B adalah situs di pulau utama Bali, N adalah situs di Nusa Penida dan
pulau-pulau kecil yang berdekatan.
Nama Situs
No. Situs
CI
Jemeluk, Amed
B16
8,46
N7
8,2
B26
7,95
Jemeluk, Amed
B16
14,30168
Crystal Bay South
Menjangan North
B26
11,07563
Menjangan North
Penutukang
B21
10,40893
Toya Pakeh
N3
7,64
Menjangan East
B28
10,13587
Gili Tepekong, Candi Dasa
B10
6,84
Sumber Kima
B25
10,03883
Sekolah Dasar
N17
6,63
Ceningen channel
N14
9,164788
Mangrove N Lembongan
N4
6,36
Taka Pemutaran
B24
8,910188
Gili Selang South
B14
6,27
Batu Kelibit, Tulamben
B18
8,842868
Batunggul
N11
6,12
N8
5,88
B21
5,72
Kepa, Amed
B17
8,476171
Batu Abah
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
B11
8,115602
Penutukang
Tukad Abu, Tulamben
B19
7,867889
Teluk Lembongan Pantoon
N1
5,72
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
B9
7,466243
Bunutan, Amed
B15
5,67
Secret Bay, Reef north shore
B30
7,202368
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
B8
5,55
Gretek
B20
6,80481
Sumber Kima
B25
4,98
Malibu Point
N10
6,659188
Batu Kelibit, Tulamben
B18
4,92
Crystal Bay South
N17
6,472372
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
B7
4,82
Gili Selang North
B13
6,375295
Gretek
B20
4,82
Batu Abah
N8
6,288729
Menjangan East
B28
4,7
South of Batu Abah
N9
6,284583
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
B11
4,62
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
97
Bab 5
Foto 5.7. Budi daya rumput laut, Stasiun N14.2, Nusa Penida.
Foto 5.8. Pemangsaan Acropora yongei oleh siput Drupella, Stasiun N14.1,
Nusa Penida.
Foto 5.9. Pemangsaan terbaru oleh bintang laut Crown-of-thorns pada
Acropora sukarnoi, Stasiun N8.2, Nusa Penida.
Foto 5.10. Koloni Goniopora tenuidens yang terserang penyakit, Stasiun
N13.2, Nusa Penida.
Foto 5.11. Kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan peledak, Stasiun N8.1, Nusa Penida.
98
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
pengelolaan pembangunan pariwisata, juga harus menjadi
perhatian. Seperti yang dicatat oleh van Woesik sekitar
15 tahun yang lalu:
“… antara September 1992 dan September 1997,
terdapat perubahan besar pada terumbu karang di Sanur
dan Nusa Dua, di kawasan tenggara Bali, Indonesia.
Terumbu karang telah berubah dari yang mulanya
didominasi oleh karang kini didominasi oleh makro alga,
spons dan hewan yang menyaring makanan (filter feeders).
Hal ini merupakan tanda yang jelas akan terjadinya
eutrofikasi dan kerusakan terumbu karang. (Berbagai)
sumber eutrofikasi saat ini belum diketahui, dan perlu
segera dilakukan investigasi. Eutrofikasi nampaknya
berasal dari pembuangan limbah lokal dari Pelabuhan
Benoa dan hotel-hotel lokal. … Sepertinya prioritas untuk
bagian tenggara Bali adalah untuk memperbaiki kualitas
air, dengan berinvestasi pada pengolahan limbah.”
Gambar 5.6. Plot pencar tentang tingkat kerusakan terbaru pada karang
pembangun terumbu karang pada 85 stasiun di Bali.
Dalam hal kondisi karang– tutupan alga pada tahun
2011 di kawasan Sanur – Nusa Dua tidak tampak
memburuk sejak tahun 1997, walaupun berbagai bentuk
polusi, khususnya plastik dan berbagai jenis sampah lainnya
terdapat di seluruh situs di sekitar pulau utama Bali (Foto
5.12-5.13). Sumber-sumber polusi ini termasuk juga
pembuangan sampah dari perahu dan kapal, daerah sungai
dan pesisir, serta dari sumber lainnya yang jauh yang terbawa
oleh arus laut.
Salah satu dari kami (Lyndon Devantier) telah menjalani
waktu di Bali sejak tahun 1975, berdasarkan pengamatan
pribadi dan bukti anekdot lainnya menunjukkan bahwa
jumlah sampah, dan juga polusi pada umumnya, telah
meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir.
Ini sejalan dengan proporsi pertumbuhan penduduk di Bali
serta peningkatan penggunaan massal kemasan plastik, sesuai
pula dengan pengamatan van Woesik’s di tahun 1997.
Selama penelitian ini, kami tidak memiliki kesempatan
khusus untuk melakukan pengamatan terhadap pengolahan
limbah maupun pembuangannya yang terkait dengan
kualitas air di terumbu karang pesisir. Namun demikian,
pengamatan pribadi di tahun 1975 menunjukkan bahwa
satu-satunya sungai yang jelas terpolusi adalah yang di
tengah kota Denpasar. Sayangnya, kini hampir semua sungai
yang dilalui selama perjalanan menuju lokasi survei di
sekitar Bali nampaknya sudah tercemar dalam tingkat ringan
hingga berat akibat plastik maupun berbagai bentuk limbah
lainnya yang umumnya terbawa masuk ke lingkungan laut
pesisir oleh aliran sungai. Ada peluang untuk mengurangi
berbagai dampak ini melalui program pendidikan maupun
mendorong dan memperluas penggunaan kemasan
tradisional yang mudah terurai (misalnya bungkus dari daun
pisang dan kelapa), pengelolaan limbah dan pembuangan
Foto 5.12. Sampah plastik dan lumpur mencemari terumbu karang,
stasiun 31.2 Bali
Foto 5.13. Jaring yang dibuang dan terus membelit karang, stasiun
B13.2 Bali
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
99
Bab 5
Gambar 5.7. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster pada komunitas karang di 48 situs di Bali (B#) dan Nusa Penida (N#).
Gambar 5.8. Distribusi tipe komunitas karang di 48 situs di Bali. Kelima komunitas menunjukkan tingkat pemisahan geografi yang cukup tinggi di sepanjang
kawasan survei. Setiap situs memiliki sebuah daerah arsir ‘persegi panjang komunitas’ yang menunjukkan identitas komunitas yang ada, di mana Komunitas
A diwakili oleh warna persegi panjang kuning, B oleh coklat, C oleh biru, D oleh merah, dan E oleh merah muda dan ungu.
100
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
yang lebih baik, serta restorasi zona riparian/ hunian di
sepanjang sungai.
5.3.7 Struktur komunitas karang di sekitar Bali
Analisis cluster menunjukkan ada empat kelompok
komunitas karang utama di tingkat Situs (Gambar 5.7.).
Salah satu diantaranya dibagi menjadi dua komunitas (B dan
C) berdasarkan perbedaan utama dalam keterpaparan, jenis
substrat dan variabel lingkungan lainnya (Gambar 5.7.,
5.8). Setiap komunitas dicirikan dengan keberadaan spesies
dan atribut bentik yang khas (Tabel 5.8, 5.9, Gambar 5.9),
meskipun beberapa spesies kurang lebih terdapat di manamana di beberapa tipe komunitas, terutama Acropora dan
Porites spp. serta berbagai faviidae. Karena sifatnya yang
umum, taksa ini tidak dapat digunakan untuk membedakan
suatu komunitas, meskipun memberikan kontribusi yang
signifikan dalam tutupan karang di wilayah tersebut (Foto
5.14-5.23).
tumbuh tinggi. Sementara Porites yang besar adalah spesies
yang lebih bertoleransi terhadap tekanan. Juga terdapat
spesies karang kecil yang hidup bebas Heterocyathus dan
Heteropsammia, serta spesies lamun Halophila ovalis, yang
biasanya berasosiasi dengan sedimen yang lunak. Komunitas
B memiliki kekayaan spesies terendah (rata-rata 19 spesies
karang terumbu karang per situs) (Foto 5.16, 5.17). Ciri-ciri
lingkungan dan biotik yang beragam ini konsisten dengan
habitat komunitas terumbu karang tepi dan/atau yang
tertekan.
Komunitas C: Komunitas faviidae – pectiniidae
Komunitas ini terdapat di lokasi yang lebih terpapar di
pesisir Selatan Bali dan Nusa Penida, membentang ke pesisir
Tabel 5.8. Ringkasan statistik (nilai rata-rata) untuk berbagai variabel
lingkungan dan tutupan bentik untuk 5 komunitas karang di Bali. Ciri-ciri
yang membedakan diberikan dalam huruf tebal
Komunitas A: Komunitas agariciidae – faviidae
Sebagian besar komunitas karang ini terdapat di sepanjang
pesisir Utara Bali dengan karakteristik perairan hangat
(suhu rata-rata 29,6oC) dan kejernihan air yang baik (jarak
pandang rata-rata 15 m). Lokasi yang cukup terlindungi
(tingkat paparan rata-rata 2,1), membantu terumbu karang
tumbuh dengan baik (rata-rata 2,5) dengan kemiringan
yang cukup curam (rata-rata 24 derajat) (Gambar 5.8., Tabel
5.8). Berbagai spesies indikator yang khas adalah agariciidae
Leptoseris explanulata dan L. mycetoseroides serta Pavona
varians, faviidae Favites abdita, Favia pallida, Goniastrea
retiformis dan G. aspera (Tabel 5.9). Spesies tabular dan
bercabang Acropora dan foliose Montipora juga banyak
dijumpai. Komunitas A memiliki tutupan karang batu hidup
yang cukup tinggi (rata-rata 28%) dengan keragaman spesies
paling tinggi (rata-rata 154 spesies karang per situs) (Foto
5.14, 5.15).
Komunitas B: Komunitas pocilloporidae – poritidae
Komunitas karang ini di pesisir Utara Bali mengelompok
dengan Komunitas C dalam dendrogram (Gambar 5.7.)
karena keduanya terdiri dari keragaman spesies yang rendah
dan memiliki spesies karang yang toleran terhadap tekanan
(stress). Namun demikian, kedua komunitas ini berbeda
nyata berdasarkan perbedaan ciri lingkungan, khususnya
tingkat keterpaparannya yang cukup terlindungi (rata-rata
1,8), tingkat pertumbuhan terumbu karangnya rendah
(rata-rata 1,8), kejernihan perairan rendah (rata-rata 5 m)
dan tingkat substrat kerasnya yang sangat rendah (ratarata 19%) dan memiliki tingkat pasir dan lumpur yang
tinggi (rata-rata 54% dan 25%) (Gambar 5.6., Tabel 5.8).
Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup yang
sedang (22%) dan dicirikan dengan adanya pocilloporidae
(Seriatopora, Pocillopora dan Stylophora spp.), poritidae yang
besar dan bercabang-cabang (Porites spp). dan staghorn
acroporidae (Acropora pulchra) (Tabel 5.9). Pocilloporidae
adalah spesies yang biasa hidup berkoloni, dengan kecepatan
Atribut komunitas karang
A
B
C
D
E
Jumlah situs
11
4
4
17
11
Kedalaman maksimum (m)
20
16
20
19
14
Kedalaman minimum (m)
6
1
7
5
5
Kemiringan (sudut)
24
8
9
13
17
Substrat keras (%)
73
19
87
80
82
% tutupan bentos
Karang keras
28
22
12
35
26
Karang lunak
5
0
18
11
12
Makro-alga
1
1
4
2
2
Alga turf
17
3
17
10
13
Alga coralline
10
0
2
8
13
Karang yang baru mati
1
0
0
1
1
Semua karang yang mati
2
0
2
3
2
% tutupan substrat
Paving menerus
50
15
75
62
54
Blok besar
12
0
8
11
16
Blok kecil
11
4
6
7
11
Puing
9
3
2
11
5
Pasir
15
54
10
9
14
3
25
0
0
0
Lumpur
Variabel lingkungan
Keterpaparan
2,1
1,8
2.8
2,4
2,6
Pertumbuhan terumbu
karang
2.5
1.8
1.8
3,2
2,8
5
7
Visibilitas (m)
15
Suhu air (C)
29,6
Rata-rata jumlah spesies
karang pembangun
terumbu karang
154
28,5 27,8
19
59
19
13
28,1
28,6
117
119
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
101
Bab 5
Gambar 5.9. Rata-rata tutupan atribut bentik di 5 tipe komunitas karang, Bali. HS: Substrat Keras, HC: Karang batu, SC: Karang lunak, MA: Makro Alga, TA:
Alga Turf, CA: Alga Coralline, DC: Karang yang baru mati, AD: Karang yang sudah lama mati. Garis error merupakan Standar Eror (SE).
102
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tabel 5.9. Ciri-ciri spesies karang pada 5 tipe komunitas karang, Bali. Taksa digunakan sebagai indikator untuk tipe komunitas yang relevan diberikan dalam
huruf tebal.
Community A
Community B
Scleractinia
abn
stn
Scleractinia
abn
stn
Leptoseris explanata
27
11
Porites massive
26
11
Porites massive
5
3
Seriatopora hystrix
6
2
Pocillopora verrucosa
24
Favites abdita
24
11
Porites nigrescens
6
2
11
Seriatopora caliendrum
4
2
Porites cylindrica
24
11
Stylophora pistillata
4
2
Montipora grisea
23
11
Acropora pulchra
4
2
Pavona varians
23
11
Hydnophora rigida
4
2
Galaxea fascicularis
22
11
Pavona decussata
3
2
Favia pallida
22
11
Cyphastrea serailia
3
2
Goniastrea retiformis
22
11
Heterocyathus aequicostatus
4
1
Platygyra daedalea
22
11
Pocillopora damicornis
3
1
Favites pentagona
21
11
Euphyllia paraancora
3
1
Goniastrea pectinata
21
11
Heteropsammia cochlea
3
1
Leptoseris mycetoseroides
20
11
Porites flavus
3
1
Goniastrea aspera
20
11
Goniopora stokesi
3
1
Montastrea colemani
20
11
Stylophora subseriata
2
1
Porites rus
20
11
Montipora aequituberculata
2
1
Acropora tenuis
19
11
Montipora altasepta
2
1
Hydnophora microconos
19
11
Montipora delicatula
2
1
Symphyllia recta
19
11
Acropora tenuis
2
1
Palythoa
23
11
Pennatulacea
4
2
Sinularia spp.
19
11
Caulerpa taxifolia
4
2
Sarcophyton
14
10
Halophila ovalis
4
2
Sponge massive
21
9
Culcita
3
2
Dendronephthya
18
9
Sponge
3
1
Xestospongia
16
8
Millepora exesa
2
1
Millepora exesa
15
8
Millepora intricata
2
1
Linckia
14
8
Clavularia
2
1
Sponge encrusting
14
7
Dendronephthya
2
1
CRA
14
7
Xenia
2
1
Carterospongia
13
7
Antipathes
2
1
Melithaea
12
7
Sponge rope
2
1
Lobophytum
11
7
Padina
2
1
Tridacna maxima
10
7
Caulerpa serrulata
2
1
Sponge
15
6
Caulerpa racemosa
2
1
Diademnum
14
6
Syringodium
2
1
Polycarpa
11
6
Lobophytum
1
1
Tridacna squamosa
7
6
Heteroxenia
1
1
Culcita
7
6
Zoanthus
1
1
Aglophenia
12
5
Anemon
1
1
Taksa lain
Taksa lain
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
103
Bab 5
Tabel 5.9. continued
Komunitas C
Komunitas D
Scleractinia
abn
stn
Favites pentagona
12
Galaxea fascicularis
11
Platygyra daedalea
Scleractinia
abn
stn
5
Galaxea fascicularis
40
17
5
Favites pentagona
33
17
10
5
Platygyra daedalea
33
17
Plesiastrea versipora
10
5
Pavona explanulata
28
17
Symphyllia recta
8
5
Lobophyllia hemprichii
27
17
Favia speciosa
8
5
Symphyllia recta
26
17
Pachyseris speciosa
7
5
Goniopora tenuidens
43
16
Mycedium elephantotus
7
5
Echinopora lamellosa
37
16
Cyphastrea serailia
6
5
Porites massive
32
16
Acropora sukarnoi
8
4
Pavona varians
31
16
Oxypora lacera
8
4
Hydnophora exesa
30
16
Hydnophora exesa
8
4
Acropora microclados
25
16
Favites russelli
8
4
Symphyllia agaricia
21
16
Leptoseris explanata
7
4
Lobophyllia robusta
20
16
Pocillopora eydouxi
6
4
Pocillopora verrucosa
31
15
Echinopora lamellosa
6
4
Pectinia lactuca
27
15
Symphyllia agaricia
5
4
Merulina scabricula
25
15
Symphyllia valenciennesii
5
4
Favia favus
23
15
Favia favus
5
4
Favia matthaii
22
15
Porites massive
5
4
Symphyllia radians
19
15
Taksa lain
Taksa lain
Sinularia spp.
13
5
Sarcophyton
34
17
Sarcophyton
9
4
Xenia
45
16
Xestospongia
8
4
Sinularia spp.
31
16
Capnella
6
4
Palythoa
31
16
Junceella
6
4
Millepora exesa
30
16
Palythoa
6
4
Tubipora musica
32
15
Lobophytum
7
3
Coralimorpharian
30
15
Sponge
7
3
Capnella
26
13
Tubipora musica
6
3
Nephthea
26
13
Dampia
6
3
CRA
27
12
Xenia
6
3
Paralemnalia
25
12
Anemon
4
3
Anthelia
25
12
Tubastrea micrantha
6
2
Anemon
19
12
Amphiroa
6
2
Sponge
27
11
Aglophenia
5
2
Briareum
19
11
Coralimorpharian
4
2
Cirrhipathes
15
11
Dictyosphaeria
4
2
Scleronephthya
23
10
Nephthea
3
2
Lemnalia
19
10
Melithaea
3
2
Xestospongia
18
10
Elisella
3
2
Dictyosphaeria
17
9
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
104
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tabel 5.9. continued
Community E
Scleractinia
abn
stn
Favites pentagona
29
11
Seriatopora hystrix
27
11
Porites cylindrica
27
11
Pocillopora verrucosa
23
11
Acropora sukarnoi
23
11
Favia matthaii
22
11
Echinophyllia aspera
21
11
Favia favus
21
11
Lobophyllia hemprichii
20
11
Favia speciosa
20
11
Platygyra daedalea
20
11
Pocillopora eydouxi
19
11
Acropora microclados
19
11
Symphyllia agaricia
19
11
Plesiastrea versipora
19
11
Symphyllia radians
17
11
Symphyllia recta
17
11
Porites massive
17
11
Favites russelli
15
11
Montipora vietnamensis
13
11
25
11
Taksa lain
Sarcophyton
Sinularia spp.
25
11
Aglophenia
22
10
Palythoa
21
10
Xenia
23
9
Lobophytum
16
9
CRA
20
8
Xestospongia
15
8
Tubipora musica
15
7
Nephthea
14
7
Peyssonnelia
14
6
Capnella
13
6
Briareum
10
6
Millepora exesa
9
6
Paralemnalia
11
5
Sponge encrusting
11
5
Cespitularia
9
5
Millepora platyphylla
7
5
Sponge massive
7
4
Millepora dichotoma
6
4
Barat sampai ke sudut Barat Laut Bali (tingkat paparan
rata-rata 2,8). Hidup pada perairan yang lebih dingin (suhu
rata-rata 27,8oC) dengan kejernihan rendah (rata-rata 7 m),
dan tingkat pertumbuhan terumbu karang yang rendah
(rata-rata 1,8) (Tabel 5.8, Gambar 5.8.). Komunitas ini
dicirikan dengan campuran masif dan encrusting/ mengerak
faviids favia, Favites, Platygyra, Plesiastrea, Cyphastrea dan
Echinopora serta piringan karang yang mengerak pectiniidae
Mycedium elephantotus dan Oxypora lacera (Tabel 5.9).
Komunitas C memiliki kekayaan spesies karang yang rendah
(rata-rata 56 spesies per situs), tutupan karang batu hidup
yang terendah (rata-rata 12%) dan tutupan karang lunak
tertinggi (rata-rata 18%) (Foto 5.18, 5.19). Komunitas ini
tersebar di sepanjang garis pantai Bali dan Nusa Penida yang
lebih banyak terpapar gelombang laut.
Komunitas D: Komunitas mussidae – merulinidae
Sebagian besar komunitas ini terdapat di sepanjang garis
pantai di Nusa Penida dan sekitarnya yang lebih terlindungi
dari gelombang. Komunitas ini juga menyebar di pesisir
Timur Bali (Gambar 5.8.) di daerah dengan pertumbuhan
terumbu karang yang baik (rata-rata 3,2) dengan kejernihan
air yang tinggi (rata-rata 19 m) dan umumnya memiliki
aliran arus yang sedang sampai kuat. Komunitas ini
memiliki tutupan karang batu hidup tertinggi (rata-rata
36 %) juga tutupan karang lunak yang cukup tinggi (ratarata 11%) serta memiliki keragaman spesies yang sedang
(rata-rata 117 spesies per situs, Tabel 5.8). Dicirikan dengan
adanya mussidae Lobophyllia dan Symphyllia spp. serta
merulinidae Hydnophora dan Merulina spp. (Tabel 5.9,
Foto 5.20, 5.21). Spesies Acropora tabular dan bercabang
serta (foliose) Montipora berdaun juga umum dijumpai.
Komunitas ini memiliki tutupan puing dan karang mati
yang tertinggi (berturut-turut rata-rata 11% dan 3%).
Seperti yang digambarkan pada dendrogram (Gambar
5.7.), komunitas ini meliputi empat dari lima komunitas
karang yang sebelumnya diidentifikasi untuk kawasan Nusa
Penida berdasarkan analisis sederhana yang dipusatkan pada
kawasan tersebut (Turak dan DeVantier 2008), sebelum
penambahan data set Bali dalam analisis yang lebih besar.
Komunitas E: Komunitas Acropora sukarnoi
Komunitas ini hanya dijumpai di sepanjang pesisir Timur
Bali (Gambar 5.8.). Komunitas E dapat dibagi ke dalam
dua sub-komunitas (dilukiskan pada Gambar 5.8. masingmasing dengan persegi panjang berwarna merah muda dan
ungu). Sub-komunitas pertama terdapat di pesisir Tenggara
di Nusa Dua – kawasan Sanur. Lainnya terdapat di daerah
Timur Laut, di sekitar Candi Dasa – Padang Bai – Talumben.
Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup dan
karang lunak yang cukup tinggi (berturut-turut rata-rata
26% dan 12%) dan keragaman spesies yang cukup tinggi
(rata-rata 119 spesies per situs, Tabel 5.8). Dicirikan oleh
adanya acroporidae Acropora sukarnoi dan A. microclados
serta Montipora vietnamensis, poritidae Porites cylindrica dan
pocilloporidae Pocillopora eydouxi (Tabel 5.9, Foto 5.22, 5.23).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
105
Bab 5
106
Foto 5.14. Contoh komunitas karang A, Stasiun B16.2, Bali, yang
menunjukkan tingginya tutupan terumbu karang di perairan dangkal,
sebagian besar adalah acroporidae Montipora (latar belakang) dan
Acropora.
Foto 5.15. Contoh komunitas karang A, Stasiun B17.1, Bali, menunjukkan
dampak dari lumpur.
Foto 5.16. Contoh komunitas karang B, stasiun B30.2, Bali, yang didominasi
oleh Acropora pulchra dan Seriatopora hystrix yang lebih kecil.
Foto 5.17. Contoh komunitas karang B, stasiun B22.2, Bali, dengan banyak
spesies karang Heterocyathus and Heteropsammia yang kecil dan tidak
menempel, tersebar di antara lamun Halophila pada substrat lunak.
Foto 5.18. Contoh komunitas karang C, stasiun B5.1, Nusa Penida,
didominasi piringan pectiniidae dan faviidae yang mengerak.
Foto 5.19. Contoh komunitas karang C, stasiun B4.1, Bali, dengan alga
rhodofit dan didominasi oleh karang lunak.
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
5.3.8 Perbandingan antara Bali dan wilayah-wilayah yang
berdekatan
a.
Kecuali Acropora suharsonoi (Foto 5.24) dan spesies Euphyllia
yang belum dideskripsi yang baru ditemukan dalam
penelitian terakhir (Foto 5.6), hampir semua spesies karang
di Bali dapat ditemukan di kawasan lainnya di Indonesia
(Lampiran III). Pembandingan tingkat kesamaan dalam
komposisi dan struktur komunitas karang di Bali dilakukan
dengan yang ada di wilayah lainnya di Indonesia, termasuk
Komodo, Wakatobi, Derawan, Kepulauan Banda, Bunaken,
Halmahera Utara dan tiga daerah lainnya di Bentang Laut
Kepala Burung (Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan
Fak-Fak/Kaimana)
Dalam pembandingan wilayah ini digunakan dua set analisis:
b.
1.
2.
Berdasarkan kehadiran spesies yang dijumpai di masingmasing wilayah
Berdasarkan kelimpahan spesies di setiap tingkat situs:
Untuk Bali dengan Komodo, Kepulauan Banda,
Bunaken dan Wakatobi (134 situs)
Untuk Bali dengan Derawan, Sangihe-Talaud, Raja
Ampat, Fak-Fak/Kaimana dan Teluk Cendrawasih
(254 situs).
1. Kehadiran spesies:
Karang di Bali dan Nusa Penida hampir serupa dengan
karang yang ada di Komodo yang secara geografis berlokasi
paling dekat sekaligus terbentuk sebagai bagian dari
kepulauan Sunda Kecil, dan bergantung pada upwelling
air dingin lokal. Kedua lokasi ini sebagai cluster kedua dari
Wakatobi dan Bunaken, lalu kemudian dengan Kepulauan
Banda (Gambar 5.10.).
Kelompok besar lokasi lainnya mencakup Derawan,
Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Fak-Fak/Kaimana
dan Teluk Cendrawasih, yang menggambarkan tingginya
kekayaan spesies keseluruhan (dan keragaman habitat) di
lokasi tersebut.
Foto 5.20. Contoh komunitas karang D, stasiun N1.2 Nusa Penida, yang
didominasi oleh acroporidae tabular dan berdaun (foliose).
Foto 5.21. Contoh komunitas karang D, Nusa Penida stasiun N8.2,
menunjukkan beragam karang yang tumbuh di atas punggung bukit
terumbu karang (reef spur) yang tidak beraturan.
Foto 5.22. Contoh komunitas karang E, stasiun B6.2, Bali, dengan tegakan
besar Acropora sukarnoi (tengah).
Foto 5.23. Contoh komunitas karang E, stasiun B8.2, Bali, dengan spesies
tabular Acropora cytherea besar (tengah).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
107
Bab 5
2. Kelimpahan spesies:
Sebagian besar situs di Bali dan Nusa Penida terbentuk dari
satu atau lebih sub-kelompok koheren (Gambar 5.11. dan
5.12, digambarkan dalam warna ungu dan merah muda).
Berbagai komunitas karang di Bali dan Nusa Penida sangat
mirip satu dengan lainnya termasuk dengan yang ada di
Komodo (dan beberapa situs di Pulau Banda). Komunitas
ini secara bersama-sama membentuk satu dari dua kelompok
situs utama (di sebelah kiri Gambar 5.11.). Kelompok
komunitas utama kedua didominasi oleh situs dari
Wakatobi, Kepulauan Banda dan Bunaken, dengan beberapa
situs dari Bali Utara yang berbagi kemiripan dengan
beberapa situs Bunaken.
Pada analisis tingkat situs kedua (Gambar 5.12.), ada
pengelompokan yang jelas pada komunitas karang di
Bali dengan yang ada di Nusa Penida. Membentuk subkelompok koheren dalam pengelompokan komunitas yang
besar (di sebelah kiri Gambar 5.12.). Sub-kelompok koheren
lainnya sedikit banyak terbentuk pada situs Fak-Fak/
Kaimana; Derawan dan Raja Ampat (sebagian) dan SangiheTalaud (dengan beberapa situs RA). Beberapa situs dari
Teluk Cendrawasih tersebar luas pada dendrogram, beberapa
pengelompokan dengan Fak-Fak/Kaimana, yang lainnya
dengan Derawan dan Raja Ampat (Gambar 5.12.).
Hasil-hasil yang beragam ini menunjukkan bahwa Bali
dan Nusa Penida memiliki tingkat kemiripan dalam hal
komposisi spesies karang (keberadaan, Gambar 5.10.) dan
kelimpahan (struktur komunitas, Gambar 5.11. dan 5.12).
Hasil ini juga menunjukkan Bali dan Nusa Penida memiliki
perbedaan dengan kebanyakan wilayah di Indonesia
termasuk dengan daerah terdekat kepulauan Komodo serta
gugusan Kepulauan Sunda Kecil.
5.4 Diskusi
Walaupun habitat karang Bali tidak seberagam wilayah
Indonesia lainnya, tapi Bali memiliki kondisi lingkungan
yang bervariasi dan dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri
berikut ini (mengikuti DeVantier dkk. 2008):
1.
2.
3.
4.
Pesisir selatan – upwelling dan/atau terpapar gelombang
Selat Lombok– suhu bervariasi dan aliran arus kuat,
dengan beberapa kawasan yang nampaknya secara
biologi terisolasi oleh kuatnya Arlindo
Pesisir utara dan timur laut – perairan lebih hangat dan
lebih terlindungi, campuran substrat keras dan lunak
Pesisir barat laut – pertumbuhan terumbu karang
terbaik, tetapi juga merupakan kawasan dengan substrat
lunak yang signifikan (contoh, Situs 22, 23, 29, 30).
Tipe-tipe habitat di atas memiliki pengaruh besar
dalam penataan berbagai komunitas karang, seperti
yang disederhanakan dalam Gambar 5.13.. Perencanaan
untuk suatu jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP)
seharusnya bertujuan untuk memasukkan perwakilan habitat
utama/tipe komunitas di dalam jejaring, terutama stasiunstasiun terumbu karang penting pada setiap habitat yang
disorot di sini (Tabel 5.10, Gambar 5.14).
Kekayaan spesies terumbu karang di wilayah Bali
(sebanyak 406 spesies) lebih tinggi dari Komodo
(342 spesies, juga di Kepulauan Sunda Kecil), dan
Kepulauan Banda (301 spesies) serta sangat serupa dengan
yang ada di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (Tabel
5.4). Komposisi dan struktur komunitas karang di Bali
memperlihatkan kemiripan dengan Komodo (Gambar 5.10.,
5.11) yang mencerminkan bahwa keduanya mengalami
berbagai kondisi lingkungan fisika-kimia yang hampir sama
terkait dengan suhu air laut (upwelling air dingin lokal),
aliran arus dan peredaman energi gelombang di sekitar
pulau. Lebih jauh lagi, komposisi spesies di Bali secara
substansi berbeda dengan wilayah Derawan, Sangihe-Talaud
dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat yang
memiliki spesies (dan habitat) yang lebih beragam (Gambar
5.10., 5.12).
Penemuan spesies yang belum terdeskripsikan Euphyllia
di pesisir Timur Bali (Foto 5.5), dan keberadaan beberapa
karang endemik lokal lainnya, khususnya Acropora suharsonoi
(Foto 5.24), menunjukkan bahwa Bali memiliki tingkat
keunikan fauna. Hal ini mungkin terkait dengan kuatnya
arus yang mengalir melalui Selat Lombok. Arlindo yang
kuat, secara paradoks mungkin dapat membatasi atau pun
mendorong penyebaran dan rekrutmen (penambahan
populasi) di berbagai wilayah masing-masing. Rekrutmen
lokal di sekitar Nusa Penida kemungkinan dibatasi oleh
arus yang dapat membawa larva lebih jauh lagi. Diperlukan
penelitian mengenai genetik, reproduksi dan kolonisasi larva
untuk menguji hipotesis ini.
5.4.1 Prioritas Konservasi
Nusa Penida
Foto 5.24. Acropora suharsonoi, terumbu karang yang rentang
penyebarannya sangat terbatas di Bali Utara dan Lombok Barat, (dijumpai
di Situs B26, di Bali).
108
Program Kajian Cepat
Tingginya tutupan karang di banyak situs di sekitar Nusa
Penida, mungkin lebih terpelihara dengan reproduksi
aseksual dan pertumbuhan fragmen-fragmen. Ini dibuktikan
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Gambar 5.10. Dendrogram yang menggambarkan tingkat kesamaan pada berbagai lokasi yang berbeda dalam hal keberadaan spesies terumbu karangnya,
di mana BAL – Bali dan Nusa Penida, KOM – Komodo, WAK – Wakatobi, BUN – Bunaken, BAN – Kepulauan Banda, DER – Derawan, ST – Sangihe-Talaud, HAL
– Halmahera, RA – Raja Ampat, FF – Fak-Fak/Kaimana dan CW – Teluk Cendrawasih.
Gambar 5.11. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster dari komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah di Indonesia: Bali
(dengan lokasi geografis situs), Nusa Penida (NP), Komodo (KOM), Bunaken (BUN), Wakatobi (WAK) dan Kepulauan Banda (BAN).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
109
Bab 5
Gambar 5.12. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil dari analisis cluster komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah Indonesia: Bali
dan Nusa Penida (NP-BAL), Derawan (DER), Fak-Fak/Kaimana (FF), Teluk Cendrawasih (CW), Raja Ampat (RA) dan Sangihe Talaud (ST).
Gambar 5.13. Kawasan dengan berbagai habitat dan tipe komunitas karang utama di Bali. Gambar Google Earth. Daerah yang diwarnai sesuai dengan tipe
komunitas karang utama pada Gambar 5.7.
110
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tabel 5.10. Berbagai nilai konservasi situs survei di Bali. Replenishment Index (CI) dinilai dari yang tertinggi sampai yang terendah; Indeks Kelangkaan
(RI) dengan pemeringkatan mulai dari yang tertinggi (1, yang secara faunistik paling tidak biasa) sampai yang terendah. Kekayaan spesies Scleractinia –
pembangun terumbu karang; nomor situs dan tipe komunitas sesuai dengan yang ada di Gambar.
Nama situs
Jemeluk, Amed
Crystal Bay South
Menjangan North
Toya Pakeh
Gili Tepekong, Candi Dasa
Sekolah Dasar
Mangrove N Lembongan
Gili Selang South
Batunggul
Batu Abah
Penutukang
Teluk Lembongan Pantoon
Bunutan, Amed
East Gili Mimpang
Sumber Kima
Batu Kelibit, Tulamben
West Gili Mimpang
Gretek
Menjangan East
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
Tukad Abu, Tulamben
Kepa, Amed
Malibu Point
Glady Willis, Nusa Dua
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
Ceningen channel
Taka Pemutaran
Gili Selang North
Sental
Seraya
Terora, Sanur
Mushroom Bay North
Melia Bali hotel
South of Batu Abah
Buyuk
Secret Bay, Reef north shore
Crystal Bay Rock
Mushroom Bay South
Sanur Channel N side
Pearl farm, NW Bali
Nusa Dua - Public beach
Manta Point
Pura Kutuh
Peternakan mutiara, Barat laut Bali
Old Manta Bay
Secret Bay, Muck dive
Kalang Anyar
Puri Jati
No Situs
CI
RI
Tutupan HC
B16
N7
B26
N3
B10
N17
N4
B14
N11
N8
B21
N1
B15
B8
B25
B18
B7
B20
B28
B11
B19
B17
N10
B2
B9
N14
B24
B13
N13
B12
B1
N2
B6
N9
N12
B30
N16
N15
B3
B31
B5
N5
B4
B32
N6
B29
B23
B22
8,46
8,2
7,95
7,64
6,84
6,63
6,36
6,27
6,12
5,88
5,72
5,72
5,67
5,55
4,98
4,92
4,82
4,82
4,7
4,62
4,56
4,54
4,38
4,32
4,04
4,04
3,96
3,88
3,86
3,84
3,82
3,75
3,74
3,62
3,62
3,36
3,34
2,64
2,46
2,18
1,51
1,04
0,8
0,72
0,71
0,36
0,1
0,07
2
25
3
33
23
17
22
29
21
19
4
39
28
35
6
9
1
15
5
11
12
10
16
27
13
7
8
18
24
31
26
40
32
20
34
14
30
36
37
41
38
42
46
47
44
45
48
43
32,5
55
50
55
40
45
45
32,5
35
50
27,5
60
32,5
32,5
30
30
27,5
20
20
17,5
21
22,5
30
22,5
12,5
20
25
27,5
20
30
22,5
50
27,5
17,5
30
60
25
30
20
20
10
10
10
10
3
3
1
2
Kekayaan
Spesies
181
123
168
114
137
138
134
125
140
121
164
81
120
122
154
157
142
150
150
142
156
158
141
133
126
119
138
117
126
110
126
74
121
116
115
44
103
81
79
75
102
70
62
45
42
21
8
2
Tipe komunitas
A
D
A
D
E
D
D
E
D
D
A
D
A
E
A
A
D
A
A
E
A
A
D
E
D
D
A
E
D
E
E
D
E
D
D
B
D
D
E
C
E
C
C
C
C
B
B
B
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
111
Bab 5
dengan banyaknya tegakan karang monospecific besar dan
penyebaran karang lunak stoloniferous. Berdasarkan tingkat
pertumbuhan yang diketahui, tegakan monospecific terbesar
(seperti Acropora horrida) kemungkinan berusia ratusan
tahun, dan memainkan peranan penting dalam menjaga
struktur komunitas serta menyediakan tingkat kestabilan
ekologi yang tinggi pada stasiun-stasiun sekitarnya.
Keberadaan tipe-morfo lokal pada beberapa karang yang
tersebar di sekitar Nusa Penida dan tidak dijumpainya
spesies dari kawasan yang berdekatan (misalnya Acropora
surharsonoi (Foto 5.24) dari Gili, Lombok dan Timur Laut
pulau utama Bali) memperkuat perkiraan bahwa Arlindo
mengisolasi kepulauan Nusa Penida dari sumber pengisian
kembali/penambahan baik secara lokal maupun daerah
yang lebih jauh. Jika hal ini terjadi, maka pulau-pulau ini
memerlukan pengelolaan yang cermat terhadap berbagai
dampak lokal, karena pemulihan/ pengisian kembali dari
sumber daya luar memerlukan proses yang panjang.
Di tingkat lokal, kebanyakan komunitas karang di
Nusa Penida berbeda dengan yang ada di pulau utama
Bali (Gambar 5.7.-5.13), dan bergantung pada berbagai
kondisi lingkungan dan pemanfaatan oleh manusia.
Karenanya Nusa Penida memerlukan fokus pengelolaan
yang terpisah. Terumbu karang dengan status konservasi
lokal yang tinggi terdapat di sekitar Nusa Penida termasuk
yang berada di Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar
dan Nusa Lembongan (Situs N3, N4, N7, N8, N14 dan
N17, Tabel 5.10, Gambar 5.14). Meskipun semua situs ini
dikelompokkan dalam tipe Komunitas D dalam analisis
yang meluas yang mencakup semua situs Bali (Gambar 5.7.),
mereka mendukung beberapa tipe kumpulan karang yang
berbeda, yang digambarkan dengan sub-kelompok berbeda
warna pada Gambar 5.7. (dan seperti yang disajikan dalam
Turak dan DeVantier 2009).
Bali
Terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi di sekitar
Bali tersebar di sepanjang pesisir Timur dan Utara, termasuk
Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penuktukan, Bunutan,
Gili Selang dan Gili Mimpang (Situs B16, B26, B10,
B14, B21, B15, B25, B8, B18 dan B7). Sebagian besar
diantaranya merupakan perwakilan tipe komunitas A dan E.
Sejalan dengan terumbu karang Nusa Penida yang
telah diidentifikasi (Tipe komunitas D), seluruh terumbu
karang di atas berpotensi kuat untuk pengembangan KKP
asalkan sumber daya logistiknya mencukupi dan disediakan
dukungan jangka panjang. Khususnya, Situs 26 di
Menjangan sudah menjadi bagian dari kawasan lindung
(Taman Nasional Bali Barat). Terumbu karang di Jemeluk
(Amed) dan di sekitar Gili Tepekong, Gili Selang dan Gili
Gambar 5.14. Terumbu karang dengan prioritas konservasi tinggi di Bali, ditunjukkan dengan bintang merah
112
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Mimpang juga memiliki nilai konservasi yang tinggi untuk
beberapa kriteria yang berbeda (Tabel 5.10). Kawasan Batu
Tiga pun sangat berpotensi untuk pengembangan KKP
mengingat bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni
serta memiliki terumbu karang yang kerap digunakan untuk
rekreasi penyelaman SCUBA.
Keragaman karang pada Komunitas B dan C yang lebih
rendah tidak memberikan nilai tinggi pada berbagai kriteria
yang dikaji pada Tabel 5.10, namun demikian tidak boleh
diabaikan dari perencanaan konservasi. Khususnya, paparan
gelombang pada komunitas di pesisir selatan yang tidak
disurvei secara menyeluruh karena besarnya ombak lautan
(Gambar 5.13.). Kebanyakan terumbu karang di pesisir
selatan amat berharga bagi kegiatan berselancar, dan menarik
sejumlah besar wisatawan ke Bali setiap tahunnya. Perlu
diperhatikan juga bahwa upaya konservasinya di masa depan
harus diprioritaskan untuk mempertahankan pariwisata
selancar. Lebih jauh ke lepas pantai, beberapa kawasan ini
merupakan koridor migrasi penting bagi spesies Cetacea dan
hewan lainnya Adanya upwelling air dingin dan/atau aliran
arus yang kuat dan konsisten di beberapa kawasan (misalnya,
Nusa Penida, Bali Timur, dan tentu saja di Komodo dan
wilayah lainnya di Indonesia) amat penting dalam menahan
terumbu karang dari meningkatnya suhu air laut yang terkait
dengan perubahan iklim global.
4.
Ada banyak persaingan dalam penggunaan sumber daya
pesisir dan laut Bali sehingga menimbulkan tantangan
yang cukup besar untuk menciptakan suatu kebijakan
yang seimbang dalam berbagai tingkat perlindungan dan
penggunaannya. Mengingat pentingnya wilayah pesisir
dan laut untuk kegiatan wisata (berselancar, menyelam,
berenang) maka dipandang perlu untuk melakukan fokus
penjagaan terhadap bentang terumbu yang sehat dan
menarik untuk berbagai kegiatan tersebut, dan karenanya
difokuskan pada berbagai kegiatan yang tidak merusak
dan tidak ekstraktif di dalam zona inti.
5.
Ketika suatu jejaring KKP ditetapkan, maka penegakan
peraturan akan menjadi sangat penting.
6.
Pertimbangan untuk menggunakan sistem ‘UserPays’ (seperti di Taman Nasional Bunaken) di mana
pengunjung membayar sejumlah biaya untuk
mengakses kawasan. Hal ini dapat memberikan dana
yang signifikan untuk pengelolaan KKP dan bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
Dalam hal sampah dan kualitas air:
1.
Ada banyak masalah terkait sampah dan berbagai
bentuk polusi perairan lainnya. Sejumlah strategi dapat
digunakan/dikembangkan untuk mengurangi jumlah/
dampak plastik dan polutan lainnya, dengan cara: a)
mendorong penggunakan kemasan tradisional sebanyak
yang bisa dipraktekkan; b) melanjutkan kampanye
pendidikan pada berbagai media massa dan sekolah
lokal; c) berbagai kegiatan sukarela dan didanai untuk
bersih sampah di pantai dan terumbu karang.
2.
Bertujuan untuk memperbaiki aliran dan kualitas air
sungai untuk mengurangi perpindahan sampah/polutan
ke terumbu karang dengan mengembalikan vegetasi
tepi sungai dan dengan kampanye pendidikan publik
mengenai pembuangan limbah yang baik.
5.4.2 Berbagai rekomendasi untuk jejaring KKP
Dalam hal penetapan jejaring KKP, dibuat beberapa
rekomendasi berikut ini:
1.
Penggunaan model KKP berganda dengan zonasi
kawasan untuk berbagai tingkat perlindungan
dan penggunaan merupakan hal yang paling tepat
mengingat banyak kegiatan yang sudah dilakukan pada
terumbu karang di Bali. Namun demikian, model ini
harus mencakup wilayah inti termasuk untuk kegiatan
ekstraktif guna memastikan adanya konservasi pada
habitat penting dan tipe komunitas untuk mendorong
pengisian kembali/penambahan.
2.
Sejauh yang memungkinkan, jejaring KKP harus
mencakup perwakilan kawasan dan pelengkap yang
meliputi tipe komunitas karang utama (Gambar 5.7.
dan 5.12), serta terumbu karang dengan nilai konservasi
tinggi (keragaman, pengisian kembali/penambahan,
kelangkaan, Tabel 5.10).
3.
Sejauh yang memungkinkan, jejaring juga harus
mencakup terumbu karang yang bergantung pada
upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan
konsisten, sebagai pelindung yang berpotensi terhadap
meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan
iklim global. Terumbu karang di Nusa Penida dan Bali
Timur, terutama yang berada dalam pengaruh oleh Selat
Lombok, harus dimasukkan dalam jejaring.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Mark Erdmann
dan staf Conservation International Indonesia dan CI
International untuk pengaturan selama survei. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Joanne Wilson
dari The Nature Conservancy dan Laure Katz dari CI atas
bantuannya selama di lapangan, kolega kami dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Balai Konservasi
Sumberdaya Alam, Kementerian Perikanan dan Kelautan,
dan seluruh kolega di Indonesia dan internasional yang telah
memfasilitasi dan mendukung survei lapangan. Terima kasih
tak terhingga juga kami sampaikan kepada Dr. Suharsono
dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Mark
Erdmann (CI), Erdi Lazuardi (Kantor CI Sorong), dan
Dr. Carden Wallace beserta staff dari Museum of Tropical
Queensland (MTQ) yang telah memfasilitasi kelanjutan
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
113
Bab 5
penelitian taksonomi karang. Dr. Charlie Veron (Penelitian
Terumbu Karang) dan Dr. Carden Wallace (MTQ) yang
menyediakan saran taksonomi yang amat berharga.
Daftar Pustaka
Abram N.J., M.K. Gagan, M.T. McCulloch, J. Chappell
dan W.S. Hantoro, 2003. Coral reef death during the
1997 Indian Ocean Dipole linked to Indonesian wildfires.
Science 301: 952.
Allen, G.R., 2007. Conservation hotspots of biodiversity
and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic
Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18:
541-556.
Allen, G. dan Steen, R. 1994. Indo-Pacific Coral Reef Field
Guide. Singapore, Tropical Reef Research.
Barber, P.H., S.R. Palumbi, M.V. Erdmann dan M.K. Moosa,
2000. A marine Wallace’s line? Nature 406: 392–693.
Barber, P.H., S.R. Palumbi, M.V. Erdmann dan M.K.
Moosa, 2002. Sharp genetic breaks among populations
of Haptosquilla pulchella (Stomatopoda) indicate limits
to larval transport: patterns, causes, and consequences.
Molecular Ecology 11: 659–674.
Barkman, J.J., H. Doing, dan Segal, S. 1964. Kritische
bemerkungen und vorschlage zur quantitativen
vegetationsanalyse. Acta Botanica Neerlandica 13:
394-419.
Colin, P.L. and Arneson, C. 1995. Tropical Pacific Invertebrates.
Coral Reef Press, California, USA.
DeVantier, L.M., De’ath, G., Done, T.J. dan Turak, E. 1998.
Ecological assessment of a complex natural system: a casestudy from the Great Barrier Reef. Ecological Applications
8: 480-496.
DeVantier, L.M., De’ath, G., Klaus, R., Al-Moghrabi, S.,
Abdal-Aziz, M., Reinicke, G.B., dan Cheung, C.P.S.
2004. Reef-building corals and coral communities of the
Socotra Islands, Yemen: A zoogeographic ‘crossroads’ in
the Arabian Sea. Fauna of Arabia 20: 117-168.
DeVantier, L.M., Turak, E., dan Skelton, P. 2006. Ecological
Assessment of the coral communities of Bunaken
National Park: Indicators of management effectiveness.
Proceedings of the 10th International Coral Reef Symposium,
Okinawa.
DeVantier, L.M., Turak, E., dan Allen, G. 2008. Lesser Sunda
Ecoregional Planning Coral Reef Stratification Reef- and
Seascapes of the Lesser Sunda Ecoregion. Report to The
Nature Conservancy, Jl. Pengembak No. 2, Sanur – Bali
80228, Indonesia, 30 hal. ditambah Lampiran.
Done, T.J. 1982. Patterns in the distribution of coral
communities across the central Great Barrier Reef. Coral
Reefs 1: 95-107.
Erdmann, M.V. dan R.B. Manning, 1998. Nine new
stomatopod crustaceans from coral reef habitats in
Indonesia and Australia. Raffles Bulletin of Zoology 46(2):
615-626.
114
Program Kajian Cepat
Fukami, H., Chen, C.A., Budd, A.F., Collins, A., Wallace, C.,
Chuang, Y.-Y., Chen, C., Dai, C.-F., Iwao, K., Sheppard,
C., dan Knowlton, N. 2008. Mitochondrial and nuclear
genes suggest that stony coral sare monophyletic but most
families of stony corals are not (Order Scleractinia, Class
Anthozoa, Phylum Cnidaria). PLOS One http://dx.plos.
org/10.1371/journal.pone.0003222.
Gosliner, T.M., Behrens, D.W. dan Williams, G.C. 1996.
Coral Reef Animals of the Indo-Pacific. Monterey, USA. Sea
Challengers.
Green A.L. dan P.J. Mous, 2007. Delineating the Coral
Triangle, its ecoregions and functional seascapes. Report
based on an expert workshop held at the TNC Coral
Triangle Center, Bali Indonesia (April - May 2003), and
subsequent consultations with experts held from 2005 to
2007. Version 4.0 (August 2007). Report from The Nature
Conservancy, Coral Triangle Center (Bali, Indonesia) and
the Global Marine Initiative, Indo-Pacific Resource Centre
(Brisbane, Australia). 78 hal.
Hoeksema, B.W. 1989. Taxonomy, phylogeny and
biogeography of mushroom corals (Scleractinia:
Fungiidae). Zoologische Verhandelingen 254: 1-295.
Hoeksema, B.W. dan Putra, K.S. 2000. The reef coral fauna of
Bali in the centre of marine biodiversity. Proceedings of the
9 th International Coral Reef Symposium, Bali, Vol 1.
Hopley, D. 1982. The Geomorphology of the Great Barrier Reef:
Quaternary Development of Coral Reefs. New York. John
Wiley-Interscience, 453 hal.
Hopley, D., Parnell, K.E. dan Isdale, P.J. 1989. The Great
Barrier Reef Marine Park: Dimensions and regional
patterns. Australian Geographic Studies 27: 47-66.
Jongman, R.H.G., ter Braak, C.J.F. dan van Tongeren, O.F.R.
1995. Data analysis in community and landscape ecology.
Cambridge University Press, 299 hal.
Miller, I.R. dan De’ath, G. 1995. Effects of training on observer
performance in assessing benthic cover by means of the
manta tow technique. Marine and Freshwater Research 47:
19-26.
Sheppard, C.R.C. dan Sheppard, A.L.S. 1991. Corals and coral
communities of Arabia. Fauna of Saudi Arabia 12: 13-170.
Turak, E. 2002. Assessment of coral biodiversity and coral reef
health of the Snagihe-Talaud Islands, North Sulawesi,
Indonesia, 2002. Final Report to The Nature Conservancy.
Turak, E. 2004. Coral Reef Surveys During TNC SEACMPA RAP
of Wakatobi National Park, Southeast Sulawesi, Indonesia,
May 2003. Final Report to The Nature Conservancy.
Turak, E. 2005. Coral Biodiversity and Reef Health. Dalam:
Mous, PJ, B. Wiryawan dan L.M. DeVantier (eds.) 2006.
Report on a rapid ecological assessment of Derawan Islands,
Berau district, East Kalimantan, Indonesia, October 2003.
TNC Coastal Marin Program Report.
Turak, E. 2006a. Corals and Coral Communities of the Komodo
National Park. Dalam: Beger, M dan Turak, E (2006)
A Rapid Ecological Assessment of the reef fishes and
scleractinian corals of Komodo National Park, Indonesia in
2005. The Nature Conservancy.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2003. Corals and coral
communities of Bunaken National Park and nearby reefs,
North Sulawesi, Indonesia: Rapid ecological assessment of
biodiversity and status. Final Report to the International
Ocean Institute Regional centre for Australia and western
Pacific.
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2009. Biodiversity and
Conservation Priorities of Reef-building Corals in Nusa
Penida. Final report to Conservation International,
Indonesia.
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2011. Field Guide to Reefbuilding Corals of Brunei Darussalam. Department of
Fisheries, Brunei Darussalam, 256 hal.
Turak, E. dan DeVantier, L. Dalam pencetakan. Biodiversity
and conservation priorities of reef-building corals in the
Papuan Bird’s Head Seascape. Conservation International,
Indonesia.
Turak, E. dan Shouhoka, J. 2003. Coral diversity and status of
the coral reefs in the Raja Ampat islands, Papua province,
Indonesia, November 2002. Final Report to The Nature
Conservancy
Turak, E., Wakeford, M. dan Done, T.J. 2003. Kepulauan
Banda rapid ecological assessment, May 2002: Assessment
of coral biodiversity and coral reef health. Dalam, Mous,
P.J (ed), Report on a rapid ecological assessment of the
Kepulauan Banda, Maluku, Eastern Indonesia, held April
28 – May 5 2002, TNC and UNESCO publication,
150 hal.
van der Maarel, E. 1979. Transformation of cover-abundance
values in phytosociology and its effects on community
similarity. Vegetatio 39: 97-114.
van Woesik, R. 1997. A comparative survey of coral reefs in
south-eastern Bali, Indonesia, 1992 and 1997. Laporan
tidak dipublikasi.
Van Woesik, R. 2004. Comment on “Coral Reef Death
During the 1997 Indian Ocean Dipole Linked to
Indonesian Wildfires”. Science 303: 1297.
Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L.,
Kininmonth, S., Allen, G.R., Stafford-Smith, M.G.,
Mous, P.A. dan Petersen, N.A. (tidak dipublikasi) Global
coral biodiversity: a blueprint for reef conservation.
Veron, J.E.N. 1986. Corals of Australia and the Indo-Pacific.
Angus and Robertson, Australia, 644 hal.
Veron, J.E.N. 1990. New Scleractinia from Japan and other
Indo-west Pacific countries. Galaxea 9: 95-173.
Veron, J.E.N. 1993. A Biogeographic Database of Hermatypic
Corals Species of the Central Indo-Pacific Genera of the
World. Australian Institute of Marine Science Monograph
Series Vol. 10, 433 hal.
Veron, J.E.N. 1995. Corals in Space and Time The Biogeography
and Evolution of the Scleractinia. University of New South
Wales Press, 321 hal.
Veron, J.E.N. 1998. Corals of the Milne Bay Region of Papua
New Guinea. Dalam: Werner, TA dan Allen GR (eds). A
rapid biodiversity assessment of the coral reefs of Milne Bay
Province, Papua New Guinea. Conservation International,
RAP Working Papers, 11.
Veron, J.E.N. 2000. Corals of the World. Australian Institute of
Marine Science publ.
Veron, J.E.N. 2002. New Species Described in Corals of the
World. Australian Institute of Marine Science Monograph
Series, Vol. 11. Australian Institute of Marine Science
publ.
Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1976. Scleractinia of Eastern
Australia. Part I Families Thamnasteriidae, Astrocoeniidae,
Pocilloporidae. Australian National University Press,
Canberra, Australian Institute of Marine Science
Monograph Series 1, 86 hal.
Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1980. Scleractinia of Eastern
Australia. Part III Families Agariciidae, Siderastreidae,
Fungiidae, Oculinidae, Merulinidae, Mussidae,
Pectiniidae, Caryophylliidae, Dendrophylliidae. Australian
National University Press, Canberra, Australian Institute
of Marine Science Monograph Series 4, 422 hal.
Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1982. Scleractinia of Eastern
Australia. Part IV. Family Poritidae Australian National
University Press, Canberra, Australian Institute of Marine
Science Monograph Series 5, 159 hal.
Veron, J.E.N., Pichon, M. dan Wijsman-Best, M. 1977.
Scleractinia of Eastern Australia. Part II Families Faviidae,
Trachyphylliidae. Australian National University Press,
Canberra, Australian Institute of Marine Science
Monograph Series 1, 233 hal.
Veron, J.E.N. dan Wallace, C.C. 1984. Scleractinia of Eastern
Australia. Part V Family Acroporidae. Australian National
University Press, Canberra, Australian Institute of Marine
Science Monograph Series 1, 485 hal.
Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L.,
Kininmonth, S., dan Petersen, N.A. 2009. Delineating
the Coral Triangle. Galaxea 11: 91-100.
Wallace, C.C. 1999. Staghorn corals of the World. CSIRO publ.,
Australia.
Wallace, C.C. dan Wolstenholme, J. 1998. Revision of
the coral genus Acropora (Scleractinia: Astrocoeniina:
Acroporidae) in Indonesia. Zoological Journal of the
Linnean Society 123: 199-384.
Wallace, C.C., Turak, E. dan DeVantier, L.M. Submitted.
Novelty, parallelism and record stasiun diversity in a
conservative coral genus: three new species of Astreopora
(Scleractinia; Acroporidae) from the Papuan Bird’s Head
Seascape. Proc. Royal Society B.
World Fish Center (diakses pada 19 Mei 2007). An
Institutional Analysis of Sasi Laut in Maluku, Indonesia.
http://www.worldfishcenter.org/Pubs/Sasi/.pdf
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
115
Bab 5
Lampiran 5.1. Ciri lokasi survei. Nusa Penida, November 2008 dan Bali, April-Mei 2011. EXP – Peringkat paparan; RD – peringkat Perkembangan Terumbu
Karang; VIS – Visibilitas bawah air (kejernihan perairan, dalam meter); SP – Suhu Perairan (derajat celcius, lihat Metode).
116
Stasiun
Tanggal
Lintang
Selatan
Bujur Timur
EXP
RD
VIS
SP
Lembongan Bay Pantoon
1.2
20-Nov-08
8o40.455
115o26.328
3
4
20
23
Lembongan
Mushroom Bay North
2.2
20-Nov-08
8 40.781
115 25.977
3
4
20
23
Nusa Penida
Toya Pakeh
3.1
21-Nov-08
8o40.997
115o28.957
2
4
25
29
Nusa Penida
Toya Pakeh
3.2
21-Nov-08
8 39.84
115 28.017
3
4
20
29
Lembongan
Mangrove N Lembongan
4.1
21-Nov-08
8 39.84
115 28.017
2
4
20
28
Lembongan
Mangrove N Lembongan
4.2
21-Nov-08
8o47.943
115o31.584
3
4
20
29
Nusa Penida
Manta Point
5.1
22-Nov-08
8 47.943
115 31.584
3
1
15
26
Nusa Penida
Old Manta Bay
6.1
22-Nov-08
8 45.242
115 28.194
3
1
12
28
Nusa Penida
Crystal Bay South
7.1
26-Nov-08
8o42.977
115o27.431
2
3
25
27
Nusa Penida
Crystal Bay South
7.2
22-Nov-08
8 42.977
115 27.431
3
3
25
29
Nusa Penida
Batu Abah
8.1
23-Nov-08
8 46.461
115 37.616
2
2
30
28
Nusa Penida
Batu Abah
8.2
23-Nov-08
8o46.461
115o37.616
3
2
25
29
Nusa Penida
South of Batu Abah
9.1
23-Nov-08
8 47.848
115 36.409
2
2
10
28
Nusa Penida
South of Batu Abah
9.2
23-Nov-08
8o47.848
115o36.409
3
2
10
28
Nusa Penida
Malibu Point
10.1
24-Nov-08
8 42.833
115 35.623
2
4
20
29
Nusa Penida
Malibu Point
10.2
24-Nov-08
8 42.833
115 35.623
3
4
5
30
Nusa Penida
Batunggul
11.1
24-Nov-08
8o41.381
115o34.923
2
3
30
29
Nusa Penida
Batunggul
11.2
24-Nov-08
8 41.381
115 34.923
3
3
20
29
Nusa Penida
Buyuk
12.1
25-Nov-08
8 40.47
115 32.596
2
3
25
29
Nusa Penida
Buyuk
12.2
25-Nov-08
8o40.47
115o32.596
3
3
10
29
Nusa Penida
Sental
13.1
27-Nov-08
8 40.576
115 31.691
2
3
20
28
Nusa Penida
Sental
13.2
25-Nov-08
8 40.576
115 31.691
3
3
15
29
Lembongan
Ceningen channel
14.1
27-Nov-08
8o41.079
115o27.942
2
4
20
28
Lembongan
Ceningen channel
14.2
26-Nov-08
8 41.079
115 27.942
2
4
15
29
Lembongan
Mushroom Bay South
15.2
26-Nov-08
8o40.763
115o25.852
3
2
25
27
Nusa Penida
Crystal Bay Rock
16.1
29-Nov-08
8 42.905
115 27.338
2
2
20
28
Nusa Penida
Crystal Bay Rock
16.2
27-Nov-08
8 42.905
115 27.338
3
2
20
28
Nusa Penida
Sekolah Dasar
17.1
28-Nov-08
8o40.349
115o30.515
2
4
25
27
Nusa Penida
Sekolah Dasar
17.2
28-Nov-08
8 40.349
115 30.515
3
4
25
27
Bali SE
Terora, Sanur
1.1
29-Apr-11
8 46.228
115 13.805
3
4
8
29
Sanur
Terora, Sanur
1.2
29-Apr-11
8o46.228
115o13.805
4
4
6
29
Nusa Dua
Glady Willis, Nusa Dua
2.1
29-Apr-11
8 41.057
115 16.095
3
4
6
29
Glady Willis, Nusa Dua
2.2
29-Apr-11
8o41.057
115o16.095
3
4
8
29
Sanur
Sanur Channel N side
3.1
29-Apr-11
8 42.625
115 16.282
2
4
8
29
Sanur
Sanur Channel
3.2
29-Apr-11
8 42.625
115 16.282
4
4
4
28
Nusa Dua
Kutuh Temple
4.1
30-Apr-11
8o50.617
115o12.336
4
4
6
28
Nusa Dua - Public beach
5.1
30-Apr-11
8 50.617
115 12.336
3
4
12
29
Nusa Dua
Nusa Dua - Public beach
5.2
30-Apr-11
8 48.025
115 14.356
4
4
10
28
Nusa Dua
Melia Bali hotel
6.1
30-Apr-11
8o47.608
115o14.192
3
4
10
28
Melia Bali hotel
6.2
30-Apr-11
8 47.608
115 14.192
2
4
8
29
Padang Bai
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
7.1
1-Mei-11
8 31.527
115 34.519
1
2
20
29
Padang Bai
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
7.2
1-Mei-11
8o31.527
115o34.519
3
2
20
28
Padang Bai
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
8.1
1-Mei-11
8 31.633
115 34.585
2
2
20
28
Lokasi
Nama tempat
Lembongan
Program Kajian Cepat
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.1. continued.
Stasiun
Tanggal
Lintang
Selatan
Bujur Timur
EXP
RD
VIS
SP
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
8.2
1-Mei-11
8o31.633
115o34.585
2
2
20
29
Padang Bai
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
9.1
1-Mei-11
8 31.138
115o34.619
1
4
7
29
Padang Bai
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
9.2
1-Mei-11
8 31.138
115 34.619
2
4
6
28
Padang Bai
Gili Tepekong, Candi Dasa
10.1
2-Mei-11
8 31.885
115 35.167
2
2
30
28
Padang Bai
Gili Tepekong, Candi Dasa
10.2
2-Mei-11
8o31.885
115o35.167
2
2
25
29
Padang Bai
Gili Biaha/ Tanjung Pasir Putih
11.1
2-Mei-11
8 30.27
115 36.771
1
2
15
29
Padang Bai
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
11.2
2-Mei-11
8o30.27
115o36.771
3
2
15
28
NE Bali
Seraya
12.1
3-Mei-11
8 26.01
115 41.274
3
1
6
28
NE Bali
Seraya
12.2
3-Mei-11
8 26.01
115 41.274
2
1
10
29
NE Bali
Gili Selang North
13.1
3-Mei-11
8o23.841
115o42.647
1
3
25
29
NE Bali
Gili Selang North
13.2
3-Mei-11
8 23.841
115 42.647
3
1
16
28
NE Bali
Gili Selang South
14.1
3-Mei-11
8 24.079
115 42.679
3
1
12
29
NE Bali
Gili Selang South
14.2
3-Mei-11
8o24.079
115o42.679
2
2
20
29
NE Bali
Bunutan, Amed
15.1
4-Mei-11
8 20.731
115 40.826
1
1
20
30
NE Bali
Bunutan, Amed
15.2
4-Mei-11
8o20.731
115o40.826
3
2
20
30
NE Bali
Jemeluk, Amed
16.1
4-Mei-11
8 20.221
115 39.617
2
3
20
30
NE Bali
Jemeluk, Amed
16.2
4-Mei-11
8 20.221
115 39.617
1
3
20
30
NE Bali
Kepa, Amed
17.1
4-Mei-11
8o20.024
115o39.244
1
3
20
30
NE Bali
Kepa, Amed
17.2
4-Mei-11
8 20.024
115 39.244
3
3
20
30
NE Bali
Batu Kelibit, Tulamben
18.1
5-Mei-11
8 16.696
115 35.826
2
2
20
30
NE Bali
Batu Kelibit, Tulamben
18.2
5-Mei-11
8o16.696
115o35.826
2
2
20
30
NE Bali
Tukad Abu, Tulamben
19.1
5-Mei-11
8 17.603
115 36.599
1
1
15
30
NE Bali
Tukad Abu, Tulamben
19.2
5-Mei-11
8 17.603
115 36.599
3
2
10
30
NE Bali
Gretek
20.1
6-Mei-11
8o8.969
115o24.733
2
2
3
28
NE Bali
Gretek
20.2
6-Mei-11
8 8.969
115 24.733
2
2
5
30
NE Bali
Penutukang
21.1
6-Mei-11
8o8.27
115o23.622
2
2
6
29
NE Bali
Penutukang
21.2
6-Mei-11
8 8.27
115 23.622
2
2
5
30
NW Bali
Puri Jati
22
7-Mei-11
8 11.032
114 54.869
2
1
6
29
NW Bali
Kalang Anyar
23
7-Mei-11
8o11.344
114o53.841
2
1
4
29
NW Bali
Taka Pemutaran
24.1
8-Mei-11
8o7.775
114o40.007
2
2
20
29
NW Bali
Taka Pemutaran
24.2
8-Mei-11
8 7.775
114 40.007
3
2
16
29
NW Bali
Sumber Kima
25.1
8-Mei-11
8o6.711
114o36.451
2
4
15
29
NW Bali
Sumber Kima
25.2
8-Mei-11
8 6.711
114 36.451
3
4
12
29
NW Bali
Menjangan North
26.1
9-Mei-11
8o5.467
114o30.131
2
4
25
30
NW Bali
Menjangan North
26.2
9-Mei-11
8 5.467
114 31.131
3
4
18
30
NW Bali
Menjangan East
28.1
9-Mei-11
8 5.813
114 31.608
2
3
16
28
NW Bali
Menjangan East
28.2
9-Mei-11
8o5.813
114o31.608
3
3
10
30
NW Bali
Secret Bay, Muck dive
29
10-Mei-11
8 9.862
114 26.302
1
1
4
28
NW Bali
Secret Bay, Reef north shore
30
10-Mei-11
8 9.771
114 27.116
2
4
6
28
NW Bali
Pearl farm
31.1
11-Mei-11
8o13.911
114o27.249
2
3
3
28
NW Bali
Pearl farm
31.2
11-Mei-11
8 13.911
114 27.249
3
3
3
28
NW Bali
Pearl farm
32.2
11-Mei-11
8 14
114 27.463
2
1
4
29
Lokasi
Nama tempat
Padang Bai
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
117
Bab 5
Lampiran 5.2. Perkiraan visual persentase tutupan berbagai atribut bentik sesil dan tipe substrat, serta kedalaman dan stasiun penghitungan untuk kekayaan
spesies karang hermatypic, Nusa Penida, November 2008 and Bali, April-Mei 2011. maks – kedalaman maksimum (m); min – kedalaman minimum (m).
Bentos sesil: HS – Substrat keras; HC – Karang batu; SC – Karang lunak; MA – Makro-Alga; TA – Turf Algae; CA – Coralline Algae; DC – Karang yang baru mati;
AD – Semua karang mati. Tipe substrat: CP – paving menerus; LB – blok besar (diameter > 2m.); SB – blok kecil (diameter < 2m); RBL – Puing; SN – Pasir.
Stasiun
maks
min
Kemiringan
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Lembongan Bay
Pantoon
1.2
13
5
5
95
60
10
20
5
5
1
1
80
10
5
0
5
81
81
Mushroom Bay North
2.2
6,5
2
3
90
50
5
20
5
2
0
1
80
5
5
0
10
74
74
Toya Pakeh
3.1
23
10
20
85
60
10
0
5
10
1
0
70
10
5
10
5
79
Nama stasiun
HS
HC
SC
MA
TA
CA
DC
AD
CP
LB
SB
RBL
SN
Toya Pakeh
3.2
8
1
3
80
50
30
0
10
10
0
2
60
15
5
15
5
79
Mangrove N
Lembongan
4.1
27
10
20
100
40
5
0
5
5
0
0
85
10
5
0
0
88
Mangrove N
Lembongan
4.2
8
1
10
80
50
10
0
5
5
0
0
70
5
5
10
10
90
134
Manta Point
5.1
34
10
10
90
10
5
0
20
0
0
0
100
0
0
0
0
70
70
42
Old Manta Bay
6.1
30
12
5
100
3
20
15
20
0
0
0
100
0
0
0
0
42
Crystal Bay South
7.1
29
10
30
70
50
20
0
5
10
0
0
65
0
5
25
5
52
Crystal Bay South
7.2
8
1
5
90
60
30
5
5
5
1
2
70
15
5
5
5
96
Batu Abah
8.1
35
10
20
90
50
2
0
5
10
1
3
80
5
5
5
5
89
Batu Abah
8.2
8
1,5
5
95
50
10
0
5
10
1
3
85
5
5
5
0
76
South of Batu Abah
9.1
29
10
10
85
15
5
0
20
5
1
3
55
20
10
10
5
80
South of Batu Abah
9.2
8
1,5
5
90
20
5
0
20
10
1
2
50
30
10
5
5
67
Malibu Point
10.1
40
10
30
90
30
5
0
5
10
1
5
80
5
5
10
0
90
Malibu Point
10.2
8
1
5
90
30
1
0
20
5
1
3
60
20
10
5
5
101
Batunggul
11.1
38
10
20
95
20
2
0
5
5
1
2
70
20
5
0
5
92
Batunggul
11.2
8
1
10
95
50
0
0
20
10
0
0
70
20
5
5
0
95
Buyuk
12.1
38
10
20
95
30
30
0
5
5
0
0
80
10
5
0
5
62
Buyuk
12.2
8
1
10
80
30
40
0
10
5
0
0
65
5
10
5
15
78
Sental
13.1
38
10
30
80
20
10
0
10
5
0
0
60
10
10
10
10
88
Sental
13.2
8
1
5
70
20
30
0
10
5
1
3
50
10
10
20
10
72
Ceningen channel
14.1
31
10
10
70
20
10
0
10
5
1
3
55
10
5
20
10
73
114
123
121
116
141
140
115
126
Ceningen channel
14.2
8
1
5
60
20
20
2
10
5
1
2
40
10
10
10
30
78
119
Mushroom Bay
South
15.2
10
3
3
60
30
10
5
5
10
1
3
40
15
5
20
20
81
81
Crystal Bay Rock
16.1
45
10
30
90
20
10
0
5
10
0
0
75
0
5
5
5
82
Crystal Bay Rock
16.2
10
2
5
90
30
20
0
5
10
0
0
80
5
5
5
5
61
Sekolah Dasar
17.1
38
10
20
80
30
3
0
0
5
0
0
70
5
5
0
20
73
Sekolah Dasar
17.2
8
1
5
90
60
5
0
5
10
0
0
70
15
5
5
5
103
Terora, Sanur
1.1
13
6
20
90
15
5
1
20
20
1
5
50
20
20
3
7
880
Terora, Sanur
1.2
6
2
2
100
30
20
5
10
10
0
0
90
5
5
0
0
83
Glady Willis, Nusa
Dua
2.1
10
5
20
80
20
5
0
10
5
0
0
60
10
10
5
15
88
Glady Willis, Nusa
Dua
2.2
5
0,5
10
95
25
5
2
20
15
1
2
70
15
10
0
5
90
103
138
126
133
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
118
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.2. continued.
10
10
5
5
57
0
90
5
5
0
0
44
79
0
0
80
0
0
0
20
62
62
20
1
2
85
10
0
0
5
67
20
10
0
0
90
10
0
0
0
65
5
5
10
0
0
80
5
5
0
10
66
5
20
20
1
3
70
10
10
5
5
95
5
2
20
30
1
25
20
20
10
30
20
100
40
5
0
5
10
0
0
50
10
10
10
20
82
70
30
5
1
10
10
0
0
50
10
10
20
10
84
20
90
35
5
2
20
20
1
5
50
20
20
5
5
79
9
30
40
15
2
5
40
10
3
20
20
10
10
30
30
82
8
1
10
30
10
2
0
30
5
5
20
20
5
5
60
10
87
Gili Tepekong, Candi
10.1
Dasa
33
11
20
70
30
3
0
5
10
0
0
50
10
10
10
20
99
Gili Tepekong, Candi
10.2
Dasa
10
3
30
100
50
5
1
10
10
1
3
70
30
0
0
0
83
Gili Biaha/ Tanjung
Pasir Putih
11.1
24
9
10
50
15
3
1
30
20
1
10
10
20
20
20
30
108
Gili Biaha/
Tanjung Pasir Putih
11.2
8
1
20
80
20
2
0
5
10
0
0
60
10
10
20
0
76
Seraya
12.1
16
10
5
20
30
30
0
10
5
0
0
0
10
10
0
80
67
Seraya
12.2
8
3
10
80
30
40
1
10
10
1
2
0
50
30
0
20
79
Gili Selang North
13.1
31
9
25
50
15
15
1
10
10
1
2
20
20
10
10
40
78
Gili Selang North
13.2
8
1
2
95
40
30
0
5
10
0
0
40
30
25
0
5
76
Gili Selang South
14.1
31
10
30
70
30
10
0
10
10
0
0
40
20
10
0
30
72
Sanur Channel N side
3.1
15
7
40
Sanur Channel
3.2
6
2
Kutuh Temple
4.1
13
Nusa Dua - Public
beach
5.1
Nusa Dua - Public
beach
HS
HC
SC
MA
TA
CA
DC
AD
90
10
5
2
10
30
1
3
2
100
30
5
0
10
10
0
8
5
80
10
30
10
0
10
16
7
30
95
10
20
10
10
5.2
7
2
2
100
10
5
5
Melia Bali hotel
6.1
15
Melia Bali hotel
6.2
7
7
5
90
30
10
2
15
90
25
20
West Gili mimpang
(Batu Tiga)
7.1
23
9
10
50
15
West Gili Mimpang
(Batu Tiga)
7.2
8
4
5
70
East Gili Mimpang
(Batu Tiga)
8.1
30
10
30
East Gili Mimpang
(Batu Tiga)
8.2
9
5
Jepun, Amuk Bay,
Candi Dasa
9.1
21
Jepun, Amuk Bay,
Candi Dasa
9.2
CP
Gili Selang South
14.2
9
3
15
90
35
15
2
20
20
1
2
50
20
20
5
5
92
Bunutan, Amed
15.1
32
9
20
50
5
5
1
10
10
1
2
10
20
20
20
30
46
Bunutan, Amed
15.2
8
1
5
90
60
0
0
19
10
0
0
50
30
10
0
10
97
Jemeluk, Amed
16.1
31
10
40
20
30
0
0
30
10
0
0
0
10
10
80
0
104
Jemeluk, Amed
16.2
8
1
10
80
35
5
3
20
20
1
10
50
20
10
10
10
132
Kepa, Amed
17.1
30
9
15
50
15
3
1
30
20
1
3
20
20
10
10
20
111
Kepa, Amed
17.2
8
1
2
80
30
1
0
20
5
0
0
50
10
20
10
5
94
Batu Kelibit,
Tulamben
18.1
35
10
60
100
40
0
0
10
5
0
0
80
10
10
0
0
117
Jumlah Situs
Jumlah spesies
70
Kemiringan
SN
min
RBL
maks
SB
Stasiun
LB
Nama stasiun
102
121
142
122
126
137
142
110
117
125
120
181
158
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
119
Bab 5
Lampiran 5.2. continued.
Stasiun
maks
min
Kemiringan
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Batu Kelibit,
Tulamben
18.2
9
1
15
95
20
2
1
30
20
1
3
70
10
15
2
3
95
157
Tukad Abu,
Tulamben
19.1
33
9
25
10
2
5
1
5
10
1
2
0
5
5
10
40
68
Tukad Abu,
Tulamben
19.2
8
2
10
90
40
1
0
20
10
0
0
60
10
20
5
5
121
Gretek
20.1
24
10
20
40
20
1
0
20
10
10
5
10
20
10
0
60
80
Gretek
20.2
9
2
10
90
20
3
5
30
10
1
5
60
20
10
5
5
121
Penuktukan
21.1
25
10
20
40
20
0
0
20
0
0
1
10
20
10
0
60
76
Penuktukan
Nama stasiun
120
HS
HC
SC
MA
TA
CA
DC
AD
CP
LB
SB
RBL
SN
156
150
21.2
9
2
30
90
35
2
2
30
10
1
10
60
20
10
5
5
132
164
Puri Jati
22
26
1
10
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
2
2
Kalang Anyar
23
15
1
5
2
<1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
40
8
8
Taka Pemutaran
24.1
35
10
30
70
20
5
0
10
5
1
5
50
10
10
10
20
90
Taka Pemutaran
24.2
8
3
2
80
30
3
0
10
10
1
3
50
10
20
10
10
97
Sumber Kima
25.1
34
10
60
95
30
5
1
10
10
0
0
80
10
5
5
0
104
Sumber Kima
25.2
8
1
5
80
30
5
1
10
5
0
0
50
10
20
10
10
109
Menjangan North
26.1
39
10
40
90
30
3
0
5
10
0
0
80
5
5
5
5
115
Menjangan North
26.2
8
1
2
70
70
3
0
5
5
0
0
60
0
10
0
30
106
Menjangan East
28.1
38
10
90
100
20
10
0
10
10
0
0
100
0
0
0
0
82
Menjangan East
28.2
8
1
20
95
20
40
0
20
5
0
0
90
0
5
0
5
111
150
Secret Bay, Muck
dive
29
8
1
10
5
3
0
0
2
0
0
0
0
0
5
0
95
21
21
Secret Bay, Reef
north shore
30
13
2
5
70
60
0
2
10
0
0
0
60
0
10
10
20
44
44
Pearl farm
31.1
21
10
20
80
20
20
0
20
0
0
5
70
5
5
10
10
47
Pearl farm
31.2
8
2
10
90
20
20
0
20
0
0
5
60
20
10
0
10
48
75
Pearl farm
32.2
12
2
5
80
10
10
0
20
0
0
0
40
20
20
0
20
45
45
Program Kajian Cepat
138
154
168
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Lampiran 5.3. Daftar spesies karang untuk Bali dan wilayah-wilayah lain yang berdekatan, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan dan Taman Nasional
Bunaken. Catatan spesies untuk setiap lokasi diperbarui dengan mengikuti studi taksonomi.
• - spesies yang telah dikonfirmasi; U – belum dikonfirmasi, didasarkan pada pengamatan dan/atau bukti foto, dan memerlukan konfirmasi;
H – Hoeksema & Putra, 2000; 1998. KOM – Komodo, (Turak, 2006); WAK – Wakatobi, (Turak, 2004); BNP – TN Bunaken (DeVantier
dkk. 2006) dan DER – Derawan (Turak, 2005).
Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
Stylocoeniella armata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Stylocoeniella guentheri Bassett-Smith, 1890
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Family Astrocoeniidae Koby, 1890
Genus Stylocoeniella Yabe and Sugiyama, 1935
Genus Palauastrea Yabe and Sugiyama, 1941
Palauastrea ramosa Yabe and Sugiyama, 1941
•
Genus Madracis Milne Edwards and Haime, 1849
Madracis kirbyi Veron and Pichon, 1976
•
•
Family Pocilloporidae Gray, 1842
Genus Pocillopora Lamarck, 1816
Pocillopora ankeli Scheer and Pillai, 1974
•
•
•
Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pocillopora danae Verrill, 1864
•
Pocillopora elegans Dana, 1846
•
Pocillopora eydouxi Milne Edwards and Haime, 1860
•
•
•
•
•
•
•
Pocillopora kelleheri Veron, 2002
•
•
•
•
Pocillopora meandrina Dana, 1846
•
•
•
•
•
Pocillopora verrucosa (Ellis and Solander, 1786)
•
•
•
•
•
•
•
Pocillopora woodjonesi Vaughan, 1918
•
Genus Seriatopora Lamarck, 1816
Seriatopora aculeata Quelch, 1886
•
•
•
•
•
Seriatopora caliendrum Ehrenberg, 1834
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Seriatopora dendritica Veron, 2002
Seriatopora guttatus Veron, 2002
•
Seriatopora hystrix Dana, 1846
•
•
•
Seriatopora stellata Quelch, 1886
•
Genus Stylophora Schweigger, 1819
Stylophora pistillata Esper, 1797
•
•
•
•
•
Stylophora subseriata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
•
Family Acroporidae Verrill, 1902
Genus Montipora Blainville, 1830
Montipora aequituberculata Bernard, 1897
•
•
Montipora altasepta Nemenzo, 1967
•
•
Montipora angulata (Lamarck, 1816)
•
Montipora cactus Bernard, 1897
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora calcarea Bernard, 1897
•
•
•
•
•
Montipora caliculata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montipora capitata Dana, 1846
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
121
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Montipora capricornis Veron, 1985
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
Montipora cebuensis Nemenzo, 1976
•
•
•
•
•
Montipora confusa Nemenzo, 1967
•
•
•
•
•
Montipora corbettensis Veron and Wallace, 1984
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora crassituberculata Bernard, 1897
•
•
Montipora danae (Milne Edwards and Haime, 1851)
•
•
Montipora deliculata Veron, 2002
•
Montipora digitata (Dana, 1846)
•
Montipora dilatata Studer, 1901
Montipora efflorescens Bernard, 1897
•
•
•
•
Montipora effusa Dana, 1846
•
Montipora florida Nemenzo, 1967
U
Montipora floweri Wells, 1954
•
•
•
•
•
Montipora foliosa (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
Montipora foveolata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora friabilis Bernard, 1897
•
Montipora gaimardi Bernard, 1897
•
Montipora grisea Bernard, 1897
•
Montipora hirsuta Nemenzo, 1967
•
Montipora hispida (Dana, 1846)
•
Montipora hodgsoni Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora hoffmeisteri Wells, 1954
•
•
•
•
•
Montipora incrassata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montipora informis Bernard, 1897
•
•
•
•
•
Montipora mactanensis Nemenzo, 1979
•
•
•
•
•
•
•
Montipora malampaya Nemenzo, 1967
Montipora millepora Crossland, 1952
•
•
Montipora mollis Bernard, 1897
•
•
Montipora monasteriata (Forskål, 1775)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora nodosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montipora palawanensis Veron, 2002
•
•
•
•
•
Montipora peltiformis Bernard, 1897
•
•
•
Montipora porites Veron, 2002
•
•
•
Montipora samarensis Nemenzo, 1967
•
•
•
•
Montipora spongiosa (Ehrenberg, 1834)
•
•
Montipora spongodes Bernard, 1897
•
•
•
•
Montipora spumosa (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
Montipora stellata Bernard, 1897
•
•
•
•
Montipora tuberculosa (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Montipora turgescens Bernard, 1897
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora turtlensis Veron dan Wallace, 1984
•
•
•
Montipora undata Bernard, 1897
•
•
•
Montipora venosa (Ehrenberg, 1834)
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
122
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Montipora verrucosa (Lamarck, 1816)
BALI
KOM
•
•
•
•
•
•
Montipora verruculosus Veron, 2002
Montipora vietnamensis Veron, 2002
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Anacropora Ridley, 1884
Anacropora forbesi Ridley, 1884
•
Anacropora matthai Pillai, 1973
•
•
Anacropora puertogalerae Nemenzo, 1964
•
•
•
Anacropora reticulate Veron dan Wallace, 1984
•
•
•
•
•
Anacropora spinosa Rehberg, 1892
•
•
•
•
•
•
Genus Acropora Oken, 1815
Acropora abrolhosensis Veron, 1985
Acropora abrotanoides (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora aculeus (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora acuminata (Verril, 1864)
•
•
•
•
•
Acropora anthocercis (Brook, 1893)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora aspera (Dana, 1846)
•
•
Acropora austera (Dana, 1846)
•
•
Acropora awi Wallace dan Wolstenholme, 1998
•
•
Acropora bifurcate Nemenzo, 1971
•
Acropora carduus (Dana, 1846)
•
Acropora caroliniana Nemenzo, 1976
•
•
•
•
•
•
Acropora cerealis (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora clathrata (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora convexa (Dana, 1846)
•
Acropora cophodactyla (Brook, 1892)
U
•
Acropora copiosa Nemenzo, 1967
U
•
Acropora cytherea (Dana, 1846)
•
•
•
Acropora derawanensis Wallace, 1997
•
Acropora desalwii Wallace, 1994
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora digitifera (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora divaricata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora donei Veron dan Wallace, 1984
•
Acropora echinata (Dana, 1846)
•
Acropora efflorescens (Dana, 1846)
•
Acropora elegans Milne Edwards dan Haime, 1860
•
•
•
Acropora elseyi (Brook, 1892)
•
•
•
•
Acropora florida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora formosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora gemmifera (Brook, 1892)
•
•
•
•
•
Acropora glauca (Brook, 1893)
•
Acropora grandis (Brook, 1892)
Acropora granulosa (Milne Edwards dan Haime, 1860)
Acropora halmareae Wallace & Wolstenholme, 1998
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
123
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Acropora hoeksemai Wallace, 1997
BALI
KOM
U
WAK
BNP
DER
•
•
•
Acropora horrida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora humilis (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora hyacinthus (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora indonesia Wallace, 1997
•
•
Acropora insignis Nemenzo, 1967
•
•
Acropora jacquelineae Wallace, 1994
•
Acropora kimbeensis Wallace, 1991
•
Acropora kirstyae Veron dan Wallace, 1984
•
Acropora latistella (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora listeri (Brook, 1893)
•
•
•
•
•
Acropora loisetteae Wallace, 1994
•
Acropora lokani Wallace, 1994
•
Acropora longicyathus (Milne Edwards dan Haime, 1860)
U
•
•
•
Acropora loripes (Brook, 1892)
•
•
•
•
•
Acropora lovelli Veron dan Wallace, 1984
U
Acropora lutkeni Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Acropora microclados (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Acropora microphthalma (Verril, 1859)
•
•
•
•
•
Acropora millepora (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Acropora minuta Veron, 2002
•
•
•
•
•
Acropora mirabilis (Quelch, 1886)
Acropora monticulosa (Brüggemann, 1879)
•
•
Acropora nana (Studer, 1878)
•
•
•
•
•
Acropora nasuta (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora nobilis (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora ocellata (Klunzinger, 1879)
•
Acropora orbicularis (Brook, 1892)
U
Acropora palmerae Wells, 1954
•
•
•
Acropora paniculata Verril, 1902
•
•
•
Acropora papillare Latypov, 1992
•
•
•
Acropora parahemprichii Veron, 2002
•
Acropora pectinatus Veron, 2002
•
•
Acropora pichoni Wallace, 1999
Acropora pinguis Wells, 1950
•
•
U
Acropora plana Nemenzo, 1967
•
•
Acropora plumosa Wallace & Wolstenholme, 1998
•
•
Acropora polystoma (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora pulchra (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora retusa (Dana, 1846)
U
•
•
•
•
•
•
Acropora robusta (Dana, 1846)
•
•
Acropora russelli Wallace, 1994
•
•
Acropora samoensis (Brook, 1891)
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
124
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Acropora sarmentosa (Brook, 1892)
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Acropora secale (Studer, 1878)
•
•
•
•
•
Acropora selago (Studer, 1878)
•
•
•
•
•
Acropora seriata (Ehrenberg, 1834)
•
Acropora simplex Wallace & Wolstenholme, 1998
•
Acropora solitaryensis Veron dan Wallace, 1984
•
Acropora spathulata (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora speciosa (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
Acropora spicifera (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora striata (Verrill, 1866)
•
•
•
Acropora subglabra (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora subulata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora suharsonoi Wallace, 1994
•
Acropora sukarnoi Wallace, 1997
•
Acropora tenella (Brook, 1892)
Acropora tenuis (Dana, 1846)
•
•
•
Acropora turaki Wallace, 1994
•
•
•
•
Acropora tutuilensis Hoffmeister, 1925
•
•
•
Acropora valenciennesi (Milne Edwards dan Haime, 1860)
•
•
•
•
•
Acropora valida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora vaighani Wells, 1954
•
•
•
•
•
•
•
Acropora vermiculata Nemenzo, 1967
Acropora verweyi Veron dan Wallace, 1984
•
•
Acropora willisae Veron dan Wallace, 1984
•
•
Acropora yongei Veron dan Wallace, 1984
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Isopora Studer, 1878
Isopora brueggemanni (Brook, 1893)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Isopora crateriformis (Gardiner, 1898)
Isopora cuneata (Dana, 1846)
•
•
Isopora palifera (Lamarck, 1816)
•
•
Isopora “Komodo”
•
•
•
•
Genus Astreopora Blainville, 1830
Astreopora cucullata Lamberts, 1980
Astreopora expansa Brüggemann, 1877
Astreopora gracilis Bernard, 1896
•
•
Astreopora incrustans Bernard, 1896
•
•
Astreopora listeri Bernard, 1896
•
•
Astreopora myriophthalma (Lamarck, 1816)
•
•
Astreopora ocellata Bernard, 1896
•
•
•
•
•
•
Astreopora randalli Lamberts, 1980
Astreopora suggesta Wells, 1954
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Family Euphyllidae Veronm 2000
Genus Euphyllia Dana, 1846
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
125
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Euphyllia ancora Veron dan Pichon, 1979
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Euphyllia cristata Chevalier, 1971
•
•
•
•
•
Euphyllia divisa Veron dan Pichon, 1980
•
•
•
•
•
Euphyllia glabrescens (Chamisso dan Eysenhardt, 1821)
•
•
•
•
•
Euphyllia paraancora Veron, 1990
•
•
•
•
•
Euphyllia yaeyamaensis (Shirai, 1980)
Euphyllia sp. New
•
•
Genus Catalaphyllia Wells, 1971
Catalaphyllia jardinei (Saville-Kent, 1893)
•
•
•
Genus Nemenzophyllia Hodgson and Ross, 1981
Nemenzophyllia turbida Hodgson and Ross, 1981
•
Genus Plerogyra Milne Edwards and Haime, 1848
Plerogyra simplex Rehberg, 1892
•
•
•
•
Plerogyra sinuosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Physogyra Quelch, 1884
Physogyra lichtensteini (Milne Edwards and Haime, 1851)
Family Oculinidae Gray, 1847
Genus Galaxea Oken, 1815
Galaxea acrhelia Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Galaxea astreata (Lamarck, 1816)
•
Galaxea fascicularis (Linnaeus, 1767)
•
•
•
Galaxea horrescens (Dana, 1846)
Galaxea longisepta Fenner & Veron, 2002
•
•
•
•
Galaxea paucisepta Claereboudt, 1990
•
Family Siderasteridae Vaughan and Wells, 1943
Genus Pseudosiderastrea Yabe and Sugiyama, 1935
Pseudosiderastrea tayami Yabe and Sugiyama, 1935
•
Genus Psammocora Dana, 1846
Psammocora contigua (Esper, 1797)
•
•
•
•
Psammocora decussataYabe and Sugiyama, 1937
Psammocora digitata Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Psammocora explanulata Horst, 1922
•
•
•
•
•
Psammocora haimiana Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Psammocora nierstraszi Horst, 1921
•
•
•
•
•
Psammocora obtusangula (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Psammocora profundacella Gardiner, 1898
•
•
•
•
•
Psammocora stellata Verrill, 1868
•
Psammocora superficialis Gardiner, 1898
•
•
•
•
•
•
•
Genus Coscinaraea Milne Edwards and Haime, 1848
Coscinaraea columna (Dana, 1846)
Coscinaraea crassa Veron and Pichon, 1980
•
Coscinaraea exesa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
126
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
Coscinaraea monile (Foskål, 1775)
•
•
•
Coscinaraea wellsi Veron and Pichon, 1980
•
BNP
DER
•
•
•
•
Genus Craterastrea Head 1981
Family Agariciidae Gray, 1847
Genus Pavona Lamarck, 1801
Pavona bipartita Nemenzo, 1980
•
•
•
•
•
Pavona cactus (Forskål, 1775)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pavona clavus (Dana, 1846)
•
Pavona danai Milne Edwards and Haime, 1860
•
Pavona decussata (Dana, 1846)
•
•
•
•
Pavona duerdeni Vaughan, 1907
•
•
•
•
•
Pavona explanulata (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Pavona frondifera (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
Pavona maldivensis (Gardiner, 1905)
Pavona minuta Wells, 1954
•
•
•
Pavona varians Verrill, 1864
•
•
•
•
•
Pavona venosa (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Genus Leptoseris Milne Edwards and Haime, 1849
Leptoseris explanata Yabe and Sugiyama, 1941
•
•
•
•
•
Leptoseris foliosa Dinesen, 1980
•
•
•
•
•
•
•
Leptoseris gardineri Horst, 1921
Leptoseris hawaiiensis Vaughan, 1907
•
Leptoseris incrustans (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Leptoseris mycetoseroides Wells, 1954
•
•
Leptoseris papyracea (Dana, 1846)
•
•
Leptoseris scabra Vaughan, 1907
•
•
•
•
•
•
U
•
•
•
•
Leptoseris solida (Quelch, 1886)
Leptoseris striata Fenner & Veron 2002
•
•
•
Leptoseris tubulifera Vaughan, 1907
•
•
Leptoseris yabei (Pillai and Scheer, 1976)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Coeloseris Vaughan, 1918
Coeloseris mayeri Vaughan, 1918
Genus Gardineroseris Scheer and Pillai, 1974
Gardineroseris planulata Dana, 1846
Genus Pachyseris Milne Edwards and Haime, 1849
Pachyseris foliosa Veron, 1990
Pachyseris gemmae Nemenzo, 1955
•
Pachyseris rugosa (Lamarck, 1801)
•
•
•
•
•
Pachyseris speciosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Family Fungiidae Dana, 1846
Genus Cycloseris Milne Edwards and Haime, 1849
Cycloseris colini Veron, 2002
Cycloseris costulata (Ortmann, 1889)
•
•
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
127
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Cycloseris curvata (Hoeksema, 1989)
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
Cycloseris cyclolites Lamarck, 1801
•
Cycloseris erosa (Döderlein, 1901)
•
Cycloseris hexagonalis (Milne Edwards and Haime, 1848)
•
Cycloseris patelliformis (Boschma, 1923)
•
Cycloseris sinensis (Milne Edwards and Haime, 1851)
•
•
•
•
•
Cycloseris somervillei (Gardiner, 1909)
•
Cycloseris tenuis (Dana, 1846)
•
Cycloseris vaughani (Boschma, 1923)
•
•
•
•
•
Genus Diaseris
Diaseris distorta Alcock, 1893
•
•
Diaseris fragilis Alcock, 1893
•
•
Genus Cantharellus Hoeksema and Best, 1984
Cantharellus jebbi Hoeksema, 1993
•
Genus Heliofungia Wells, 1966
Heliofungia actiniformis Quoy and Gaimard, 1833
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Fungia Lamarck, 1801
Fungia concinna Verrill, 1864
Fungia corona Döderlein, 1901
•
•
•
Fungia danai Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Fungia fralinae Nemenzo, 1955
•
•
•
•
•
Fungia fungites (Linneaus, 1758)
•
•
•
•
•
Fungia granulosa Klunzinger, 1879
•
•
•
•
•
Fungia gravis Nemenzo, 1955
•
•
•
•
•
Fungia horrida Dana, 1846
•
•
•
•
•
Fungia klunzingeri Döderlein, 1901
•
•
•
•
•
Fungia moluccensis Horst, 1919
•
•
•
•
•
Fungia paumotensis Stutchbury, 1833
•
•
•
•
•
Fungia repanda Dana, 1846
•
•
•
•
•
Fungia scruposa Klunzinger, 1879
•
•
•
•
•
Fungia scutaria Lamarck, 1801
•
•
•
Fungia scabra Döderlein, 1901
•
Fungia spinifer Claereboudt and Hoeksema, 1987
Fungia taiwanensis Hoeksema and Dai, 1991
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Ctenactis Verrill, 1864
Ctenactis albitentaculata Hoeksema, 1989
H
Ctenactis crassa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Ctenactis echinata (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
Herpolitha limax (Houttuyn, 1772)
•
•
•
Herpolitha weberi Horst, 1921
•
•
•
Genus Herpolitha Eschscholtz, 1825
•
•
•
Genus Polyphyllia Quoy and Gaimard, 1833
Polyphyllia novaehiberniae (Lesson, 1831)
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
128
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Sandalolitha dentata (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
Sandalolitha robusta Quelch, 1886
•
•
•
•
•
•
•
Polyphyllia talpina (Lamarck, 1801)
Genus Sandalolitha Quelch, 1884
Genus Halomitra Dana, 1846
Halomitra clavator Hoeksema, 1989
Halomitra pileus (Linnaeus, 1758)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Zoopilus Dana, 1864
Zoopilus echinatus Dana, 1846
Genus Lithophyllon Rehberg, 1892
Lithophyllon lobata Hoeksema, 1989
•
Lithophyllon mokai Hoeksema, 1989
Lithophyllon undulatum Rehberg, 1892
Genus Podabacia Milne Edwards and Haime, 1849
Podabacia crustacea (Pallas, 1766)
•
•
•
•
Echinophyllia aspera (Ellis and Solander, 1788)
•
•
•
•
•
Echinophyllia echinata (Saville-Kent, 1871)
•
•
•
•
•
Echinophyllia echinoporoides Veron and Pichon, 1979
•
•
•
•
Podabacia lankaensis Veron, 2002
Podabacia motuporensis Veron, 1990
•
•
Family Pectiniidae Vaughan and Wells, 1943
Genus Echinophyllia Klunzinger, 1879
Echinophyllia orpheensis Veron and Pichon, 1980
•
•
•
Genus Echinomorpha Veron, 2000
Echinomorpha nishihirai (Veron, 1990)
•
Genus Oxypora Saville-Kent, 1871
Oxypora crassispinosa Nemenzo, 1979
•
•
•
•
•
Oxypora glabra Nemenzo, 1959
•
•
•
•
•
Oxypora lacera Verrill, 1864
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Mycedium Oken, 1815
Mycedium elephantotus (Pallas, 1766)
Mycedium mancaoi Nemenzo, 1979
•
•
•
•
•
Mycedium robokaki Moll and Best, 1984
•
•
•
•
•
Mycedium steeni Veron, 2002
•
Genus Pectinia Oken, 1815
Pectinia africanus Veron, 2002
U
Pectinia alcicornis (Saville-Kent, 1871)
•
•
Pectinia ayleni (Wells, 1935)
•
•
Pectinia elongata Rehberg, 1892
Pectinia lactuca (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pectinia maxima (Moll and Borel Best, 1984)
•
•
•
•
•
Pectinia paeonia (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Pectinia teres Nemenzo and Montecillo, 1981
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
129
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
Hydnophora exesa (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
Hydnophora grandis Gardiner, 1904
•
•
•
•
•
Family Merulinidae Verrill, 1866
Genus Hydnophora Fischer de Waldheim, 1807
Hydnophora microconos (Lamarck, 1816)
•
•
•
Hydnophora pilosa Veron, 1985
•
•
•
Hydnophora rigida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
Genus Paraclavarina Veron, 1985
Genus Merulina Ehrenberg, 1834
Merulina ampliata (Ellis and Solander, 1786)
•
•
•
•
•
Merulina scabricula Dana, 1846
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Merulina scheeri Head, 1983
•
Genus Boninastrea Yabe and Sugiyama, 1935
Genus Scapophyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Scapophyllia cylindrica Milne Edwards and Haime, 1848
•
Family Dendrophylliidae Gray, 1847
Genus Turbinaria Oken, 1815
Turbinaria frondens (Dana, 1846)
•
Turbinaria heronensis Wells, 1958
Turbinaria irregularis, Bernard, 1896
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Turbinaria mesenterina (Lamarck, 1816)
•
Turbinaria patula (Dana, 1846)
•
Turbinaria peltata (Esper, 1794)
•
•
•
•
•
•
Turbinaria reniformis Bernard, 1896
•
•
•
•
•
Turbinaria stellulata (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Heteropsammia Milne Edwards and Haime, 1848
Heteropsammia cochlea (Spengler, 1781)
Family Caryophylliidae Gray, 1847
Genus Heterocyathus Milne Edwards and Haime, 1848
Heterocyathus aequicostatus Milne Edwards & Haime, 1848
Family Mussidae Ortmann, 1890
Genus Blastomussa Wells, 1961
Blastomussa wellsi Wijsmann-Best, 1973
Genus Micromussa Veron, 2000
Micromussa amakusensis (Veron, 1990)
Micromussa minuta (Moll and Borel-Best, 1984)
•
•
•
•
•
Genus Acanthastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Acanthastrea bowerbankiMilne Edwards and Haime, 1851
Acanthastrea brevis Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
•
•
•
Acanthastrea echinata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acanthastrea hemprichii (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Acanthastrea hillae Wells, 1955
Acanthastrea ishigakiensis Veron, 1990
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
130
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Acanthastrea lordhowensis Veron & Pichon, 1982
BALI
KOM
WAK
•
Acanthastrea regularis Veron, 2002
•
•
Acanthastrea rotundoflora Chevalier, 1975
•
•
Acanthastrea subechinata Veron, 2002
•
•
•
•
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Lobophyllia Blainville, 1830
Lobophyllia corymbosa (Forskål, 1775)
•
Lobophyllia dentatus Veron, 2002
Lobophyllia flabelliformis Veron, 2002
•
•
•
•
Lobophyllia hataii Yabe and Sugiyama, 1936
•
•
•
•
•
Lobophyllia hemprichii (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Lobophyllia robusta Yabe and Sugiyama, 1936
•
•
•
•
•
Lobophyllia serratus Veron, 2002
U
•
Genus Symphyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Symphyllia agaricia Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
Symphyllia hassi Pillai and Scheer, 1976
•
•
•
•
•
Symphyllia radians Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
•
•
•
Symphyllia recta (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Symphyllia valenciennesii Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
•
•
•
Genus Scolymia Haime, 1852
Scolymia australis (Milne Edwards and Haime, 1849)
•
Scolymia vitiensis Brüggemann, 1878
•
•
Genus Mycetophyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Genus Australomussa Veron, 1985
Australomussa rowleyensis Veron, 1985
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Cynarina Brüggemann, 1877
Cynarina lacrymalis (Milne Edwards and Haime, 1848)
Family Faviidae Gregory, 1900
Genus Caulastrea Dana, 1846
Caulastrea curvata Wijsmann-Best, 1972
Caulastrea furcata Dana, 1846
•
•
•
Caulastrea tumida Matthai, 1928
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Favia Oken, 1815
Favia danae Verrill, 1872
•
Favia favus (Forskål, 1775)
•
•
Favia helianthoides Wells, 1954
•
Favia laxa (Klunzinger, 1879)
Favia lizardensis Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977
•
•
•
Favia maritima (Nemenzo, 1971)
•
•
Favia marshae Veron, 2002
•
•
Favia matthaii Vaughan, 1918
•
•
•
•
Favia maxima Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977
•
•
•
Favia pallida (Dana, 1846)
•
•
•
Favia rosaria Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
131
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
Favia rotumana (Gardiner, 1899)
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Favia rotundata Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977
•
•
•
•
•
Favia speciosa Dana, 1846
•
•
•
•
•
Favia stelligera (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Favia truncatus Veron, 2002
•
•
•
•
•
Favia veroni Moll and Borel-Best, 1984
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Favia vietnamensis Veron, 2002
Genus Barabattoia Yabe and Sugiyama, 1941
Barabattoia amicorum (Milne Edwards and Haime, 1850)
Barabattoia laddi (Wells, 1954)
•
Genus Favites Link, 1807
Favites abdita (Ellis and Solander, 1786)
•
Favites acuticollis (Ortmann, 1889)
•
Favites chinensis (Verrill, 1866)
•
•
•
•
•
•
Favites complanata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Favites flexuosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Favites halicora (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Favites micropentagona Veron, 2002
•
•
Favites paraflexuosa Veron, 2002
•
•
•
Favites pentagona (Esper, 1794)
•
•
•
•
•
Favites russelli (Wells, 1954)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Favites spinosa (Klunzinger, 1879)
Favites stylifera (Yabe and Sugiyama, 1937)
•
•
Favites vasta (Klunzinger, 1879)
•
Genus Goniastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Goniastrea aspera Verrill, 1905
•
•
•
Goniastrea australensis (Milne Edwards and Haime, 1857)
•
•
•
Goniastrea columella Crossland, 1948
•
Goniastrea edwardsi Chevalier, 1971
•
Goniastrea favulus (Dana, 1846)
U
Goniastrea palauensis (Yabe and Sugiyama, 1936)
•
•
•
•
•
•
•
Goniastrea pectinata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Goniastrea retiformis (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Platygyra Ehrenberg, 1834
Platygyra acuta Veron, 2002
•
Platygyra carnosus Veron, 2002
•
Platygyra contorta Veron, 1990
•
Platygyra daedalea (Ellis and Solander, 1786)
•
•
•
•
•
Platygyra lamellina (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Platygyra pini Chevalier, 1975
•
•
•
•
•
Platygyra ryukyuensis Yabe and Sugiyama, 1936
•
•
•
•
•
Platygyra sinensis (Milne Edwards and Haime, 1849)
•
•
•
•
•
Platygyra verweyi Wijsman-Best, 1976
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
132
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
BALI
Platygyra yaeyamaensis Eguchi and Shirai, 1977
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Australogyra Veron & Pichon, 1982
Genus Oulophyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Oulophyllia bennettae (Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977)
•
Oulophyllia crispa (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Oulophyllia laevis (Nemenzo, 1959)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Leptoria Milne Edwards and Haime, 1848
Leptoria irregularis Veron, 1990
•
Leptoria phrygia (Ellis and Solander, 1786)
•
•
Genus Montastrea Blainville, 1830
Montastrea annuligera (Milne Edwards and Haime, 1849)
•
Montastrea colemani Veron, 2002
•
Montastrea curta (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montastrea magnistellata Chevalier, 1971
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montastrea salebrosa (Nemenzo, 1959)
Montastrea valenciennesi (Milne Edwards and Haime, 1848)
Genus Plesiastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Plesiastrea versipora (Lamarck, 1816)
Genus Oulastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Oulastrea crispata (Lamarck, 1816)
•
•
Genus Diploastrea Matthai, 1914
Diploastrea heliopora (Lamarck, 1816)
•
•
Leptastrea aequalis Veron, 2002
•
•
Leptastrea bewickensis Veron & Pichon, 1977
•
•
Genus Leptastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Leptastrea inaequalis Klunzinger, 1879
•
•
Leptastrea pruinosa Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Leptastrea purpurea (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Leptastrea transversa Klunzinger, 1879
•
•
•
•
•
Genus Cyphastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Cyphastrea agassizi (Vaughan, 1907)
•
Cyphastrea chalcidium (Forskål, 1775)
•
Cyphastrea decadia Moll and Best, 1984
•
Cyphastrea japonica Yabe and Sugiyama, 1932
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Cyphastrea microphthalma (Lamarck, 1816)
•
•
Cyphastrea ocellina (Dana, 1864)
•
•
Cyphastrea serailia (Forskål, 1775)
•
•
•
Genus Echinopora Lamarck, 1816
Echinopora ashmorensis Veron, 1990
Echinopora gemmacea Lamarck, 1816
•
•
•
•
•
•
Echinopora horrida Dana, 1846
•
•
•
•
•
Echinopora lamellosa (Esper, 1795)
•
•
•
•
•
Echinopora hirsutissima Milne Edwards and Haime, 1849
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
133
Bab 5
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
Echinopora mammiformis (Nemenzo, 1959)
Echinopora pacificus Veron, 1990
•
Echinopora taylorae (Veron, 2002)
•
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Family Trachyphylliidae Verrill, 1901
Genus Trachyphyllia Milne Edwards and Haime, 1848
Trachyphyllia geoffroyi (Audouin, 1826)
•
Family Poritidae Gray, 1842
Genus Porites Link, 1807
Porites massive
Porites annae Crossland, 1952
•
Porites aranetai Nemenzo, 1955
•
Porites attenuata Nemenzo 1955
•
•
Porites australiensisVaughan, 1918
•
Porites cumulatus Nemenzo, 1955
•
Porites cylindrica Dana, 1846
•
Porites deformis Nemenzo, 1955
•
Porites densa Vaughan, 1918
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Porites evermanni Vaughan, 1907
•
Porites flavus Veron, 2002
•
Porites horizontalata Hoffmeister, 1925
•
Porites latistella Quelch, 1886
•
•
•
Porites lichen Dana, 1846
•
Porites lobata Dana, 1846
•
Porites lutea Milne Edwards & Haime, 1851
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Porites mayeri Vaughan, 1918
Porites monticulosa Dana, 1846
•
•
•
Porites murrayensis Vaughan, 1918
•
•
•
Porites napopora Veron, 2002
•
Porites negrosensis Veron, 1990
•
Porites nigrescens Dana, 1846
•
•
•
•
Porites profundus Rehberg, 1892
•
•
•
•
•
•
•
Porites rugosa Fenner & Veron, 2002
•
•
•
•
•
Porites rus (Forskål, 1775)
•
•
•
•
•
Porites sillimaniana Nemenzo, 1976
•
Porites solida (Forskål, 1775)
•
Porites stephensoni Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Porites tuberculosa Veron, 2002
•
•
•
•
•
Porites vaughani Crossland, 1952
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Goniopora Blainville, 1830
Goniopora albiconus Veron, 2002
•
Goniopora burgosi Nemenzo, 1955
•
•
•
•
•
Goniopora columna Dana, 1846
•
•
•
•
•
Goniopora djiboutiensis Vaughan, 1907
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
134
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued.
Zooxanthellate scleractinia
BALI
Goniopora eclipsensis Veron and Pichon, 1982
•
Goniopora fruticosa Saville-Kent, 1893
•
KOM
WAK
BNP
•
•
•
DER
•
•
•
Goniopora lobata Milne Edwards and Haime, 1860
•
•
•
•
•
Goniopora minor Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Goniopora palmensis Veron and Pichon, 1982
•
•
•
•
Goniopora pandoraensis Veron and Pichon, 1982
•
Goniopora pendulus Veron, 1985
•
•
•
•
•
•
•
•
Goniopora somaliensis Vaughan, 1907
•
•
•
•
•
Goniopora stokesi Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Goniopora stutchburyi Wells, 1955
•
•
•
•
Goniopora tenella (Quelch, 1886)
Goniopora tenuidens (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Alveopora Blainville, 1830
Alveopora allingi Hoffmeister, 1925
•
Alveopora catalai Wells, 1968
•
Alveopora daedalea (Forskål, 1775)
•
Alveopora excelsa Verrill, 1863
•
Alveopora fenestrata (Lamarck, 1816)
•
Alveopora gigas Veron, 1985
•
Alveopora minuta Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
Alveopora marionensis Veron & Pichon, 1982
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Alveopora spongiosa Dana, 1846
•
•
•
•
•
Alveopora tizardi Bassett-Smith, 1890
•
•
•
•
•
Alveopora viridis Quoy and Gaimard, 1833
•
350
388
370
444
406
Catatan Editor 27 Agustus 2012:
Spesies karang baru yang disebutkan dalam bab ini telah memiliki nama resmi ‘Euphyllia baliensis sp. nov.’ seperti dijelaskan
dalam publikasi berikut ini:
Turak, E., DeVantier, L. & Erdmann, M. 2012, ‘Euphyllia baliensis sp. nov. (Cnidaria: Anthozoa: Sclearctinia:
Euphylliidae): a new species of reef coral from Indonesia’, Zootaxa, no. 3422, pp. 52-61.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
135
Bab 6
Bab 6
Menuju Jejaring KKP Bali
Putu Liza Mustika & I Made Jaya Ratha
6.1 Langkah-langkah menuju Jejaring KKP Bali
Hasil Kajian Cepat Kelautan Bali 2011 telah kami jelaskan dalam laporan ini. Dari kondisi terkini terumbu karang dan ikan
karang Bali saja, kami menyimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih serius untuk konservasi kelautan di Bali.
Berdasarkan laporan ini, terumbu karang Bali terbagi menjadi lima tipe komunitas karang utama (Bab 4) dan pada umumnya
berada dalam kondisi baik (Bab 3). Keanekaragaman spesies ikan karang Bali ternyata sangat tinggi dan merupakan yang kedua
terkaya di Asia-Pasifik (Bab 5), tetapi di sisi lain, ada indikasi kuat bahwa terumbu karang Bali telah mengalami penangkapan
berlebihan (“overfishing”) yang serius, seperti yang digambarkan dengan hasil pengamatan hanya mencatat tiga ekor hiu dan
tiga ekor ikan maming dalam lebih dari 350 orang-jam penyelaman. Selain itu, ditemukannya 13 spesies ikan karang baru, satu
spesies karang baru dan 13 spesies karang lain yang kemungkinan besar merupakan spesies baru juga di Bali makin memperkuat
diperlukannya perlindungan terhadap sumber daya kelautan Bali.
Sekalipun istilahnya kedengarannya sederhana, ada beberapa definisi untuk ‘Marine Protected Area (MPA)’ atau Kawasan
Konservasi Perairan (KKP). IUCN mendefinisikannya sebagai “Kawasan pasang surut atau di bawah garis surut, termasuk juga
air, flora, fauna dan segi-segi historis dan budayanya, yang telah diamankan baik oleh hukum maupun metode efektif lainnya,
untuk melindungi seluruh atau sebagian dari lingkungan tertutup tersebut” (Kelleher 1999). Hampir satu dekade kemudian,
IUCN merevisi definisi KKP sebagai “Sebuah kawasan yang memiliki batas geografis yang jelas yang diakui, diperuntukkan
dan dikelola, baik secara formal maupun tidak formal, agar dalam jangka panjang melindungi alam berikut jasa-jasa ekosistem
dan nilai-nilai budayanya” (IUCN-WCPA 2008). Pemerintah Indonesia secara longgar menterjemahkan KKP sebagai “kawasan
konservasi perairan”, yang didefinisikan sebagai “kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan system zonasi, untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan” (Permen KP 2 2009, Pasal 1).
Sebagai sebuah propinsi, saat ini Bali memiliki satu KKP (Taman Nasional Bali Barat) di Kabupaten Buleleng dan sebuah KKP
yang sudah dideklarasikan (KKP Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, lihat Darma et al.(2010)). Beberapa KKP tingkat desa
sudah diadakan di Bali, antara lain di Kecamatan Tejakula. Kawasan-kawasan konservasi yang saling berdekatan ini tidak dapat
dikelola secara terpisah tanpa menyadari keterkaitan di antara mereka. Untuk lebih efektif mengelola KKP-KKP inilah konsep
Jejaring KKP dilahirkan.
Sebuah Jejaring KKP didefinisikan sebagai “Sekumpulan unit KKP atau kawasan perlindungan yang bekerja sama secara
sinergis pada berbagai skala ruang, dengan berbagai tingkat perlindungan untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai oleh
satu KKP saja” (IUCN-WCPA 2008). Sebuah jejaring KKP harus dirancang “untuk memulihkan ekosistem laut dan populasipopulasi di dalamnya menuju tingkat produktivitas dan keanekaragaman yang paling maksimum” (IUCN-WCPA 2008, p. 24).
Terdapat delapan metode atau langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan sebuah jejaring KKP (UNEP-WCMC
2008):
1.
2.
3.
4.
136
Mengidentifikasi dan melibatkan para pemangku kepentingan
Mengidentifikasi tujuan dan sasaran
Mengumpulkan data
Menetapkan target-target konservasi dan prinsip-prinsip rancangan jejaring
Program Kajian Cepat
Menuju Jejaring KKP Bali
5.
6.
7.
8.
Meninjau KKP-KKP yang sudah ada
Memilih KKP-KKP baru
Menerapkan jejaring
Memelihara dan memantau jejaring kawasan konservasi
Selain itu, IUCN-WCPA (2008) juga memberikan enam
panduan untuk merencanakan jejaring KKP (beberapa di
antaranya mirip dengan langkah-langkah UNEP-WCMC:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tujuan dan sasaran yang jelas
Adanya otoritas resmi dan komitmen politis jangka
panjang
Libatkan para pemangku kepentingan
Gunakan informasi yang terkini dan prinsip
kehati-hatian
Gunakan rancang bangun pengelolaan terpadu
Gunakan prinsip-prinsip tolok ukur pengelolaan adaptif
Kajian Cepat Kelautan Bali 2011 merupakan satu capaian
penting bagi Jejaring KKP Bali. Hasil-hasil dalam dokumen
ini merupakan bagian dari proses pengumpulan data (#3
di langkah-langkah UNEP-WCMC dan #4 di panduan
IUCN-WCPA). Karena datanya dikumpulkan secara cepat,
informasi dari MRAP ini memang bukanlah gambaran
lengkap kondisi karang dan ikan karang di Bali. Hasil
MRAP ini lebih merupakan potret situasi terkini untuk
terumbu karang dan ikan karang Bali.
Data terumbu karang dan ikan karang yang tercakup
dalam dokumen ini sangatlah penting, namun tetap kurang
untuk menyadari seberapa kayanya pesisir dan laut Bali.
Kami mencoba menyeimbangkan kekurangan ini dengan
memasukkan data sekunder tentang beberapa taxa ruaya di
Bagian 6.2 di bawah ini.
memiliki daftar lokasi-lokasi peneluran penyu yang sudah
dalam pengelolaan: Kuta (Badung), Lepang (Klungkung),
Perancak (Jembrana), dan Pemuteran (Buleleng). Namun,
lebih banyak lagi lokasi peneluran yang belum ada
pengelolaannya: Kedonganan (Jimbaran, Badung), Nusa
Dua (Badung), Sanur (Denpasar), Serangan (Denpasar),
Saba (Gianyar), Tembok (Karangasem) dan Yeh Gangga
(Tabanan).
Para peneliti Bali MRAP 2011 mencatat lima lokasi di
mana penyu laut sempat terlihat: Terora/Sanur (1 penyu
hijau besar), Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih (Padang Bai, 1
penyu sisik besar), Gili Selang (Seraya, 1 penyu sisik besar),
Menjangan (Anchor Wreck dan Coral Garden, 2 penyu
sisik). Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) sering ditemukan
makan di terumbu karang. Karenanya, ada kemungkinan
bahwa lokasi terumbu karang di mana mereka terlihat
merupakan ruaya pakan bagi spesies ini. Terora memiliki
ekosistem padang lamun yang cukup luas yang mendukung
teori bahwa tempat ini merupakan ruaya pakan penyu
hijau turtles (Chelonia mydas). Sebagai informasi tambahan,
di tahun 2009 seekor penyu hijau dilepaskan dari Pulau
Serangan dan diberi tag satelit. Tag tersebut menunjukkan
jalur pakan di sekitar Sanur (UNUD-WWF 2009).
Tabel 6.1 di bawah ini merupakan daftar spesies penyu
laut yang dapat ditemukan di Bali saat ini. Informasi ini
juga memberikan indikasi pentingnya segera dilakukan
pengelolaan untuk kawasan peneluran dan pakan penyu,
terutama yang paling menonjol seperti Perancak (lokasi
peneluran di Kuta saat ini sudah dikelola oleh Profauna,
KSDA dan Balawista local). Karenanya, Perancak harus,
dan memang sudah (lihat Bagian 6.3), dilibatkan dalam
daftar lokasi penting yang perlu dikelola sebagai KKP dan
dimasukkan dalam Jejaring KKP Bali.
6.2.2 Mamalia laut
6.2 Informasi tambahan mengenai fauna laut besar
di Bali
6.2.1 Penyu laut
Walaupun terdapat banyak dokumen tentang perdagangan
penyu laut di Bali (lihat Adnyana et al. 2010), hanya sedikit
publikasi yang ditemukan tentang status penyu laut di pulau
ini. Informasi anekdot dari akhir abad ke-20 menyebutkan
bahwa Bali tidak lagi memiliki penyu laut, selain tempat
peneluran di Perancak (Kab. Negara) dan Pemuteran (Kab.
Buleleng). Namun data-data terakhir mulai memberikan
indikasi bahwa Bali masih memiliki tempat-tempat
peneluran (dan mungkin juga tempat pakan) yang perlu
dilindungi.
Informasi anekdot menyatakan bahwa Bali merupakan
lokasi peneluran dan pakan bagi empat jenis penyu laut:
penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys
imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu
belimbing (Dermochelys coriacea). Bali memiliki 11 lokasi
peneluran di seluruh pulau. KSDA (Konservasi Sumber
Daya Alam, http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=26)
Perairan Bali sepertinya cocok bagi mamalia laut, dalam hal
ini cetacean (paus dan lumba-lumba) dan dugong. Perairan
Bali dihuni oleh setidaknya 11 spesies cetacean (termasuk
dua sub-spesies lumba-lumba spinner), setidaknya satu
paus baleen yang belum teridentifikasi dan dugong (sebagai
satu-satunya anggota ordo Sirenian di kawasan Indo-Pasifik)
(Tabel 6.2).
Wisata lihat mamalia laut adalah satu sektor ekonomi
yang makin penting di Bali. Lokasi utama wisata lihat
lumba-lumba di Bali adalah di Lovina (Buleleng) dan
Peninsula (Badung). Spesies target utama untuk kedua
lokasi tersebut adalah lumba-lumba spinner, walaupun yang
sub-spesies Hawaii (Stenella longirostris longirostris) agak
jarang terlihat di Lovina (Mustika 2011). Tidak ada kegiatan
perburuan mamalia laut di Bali, walaupun kami kadang
mengamati penggunaan bangkai paus yang terdampar oleh
masyarakat.
Kawasan pariwisata Lovina merupakan nama kolektif
untuk beberapa desa di barat Singaraja yang termasuk
dalam dua kecamatan: Banjar dan Buleleng. Desa Temukus
dan Kaliasem termasuk di wilayah Kec. Banjar. Desa
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
137
Bab 6
Kalibukbuk, Anturan, Tukad Mungga dan Pemaron masuk
ke dalam Kec. Buleleng. Lovina adalah lokasi wisata lihat
lumba-lumba pertama di Bali dan di Indonesia (Gouyon
2005). Industri ini dimulai tahun 1987 ketika, atas anjuran
para backpacker asing, para nelayan di desa Kaliasem
membentuk kelompok kapten kapal pemandu lumba-lumba
yang pertama di Lovina (Mustika 2011). Sejak saat itu, jenis
wisata ini tumbuh pesat, menghasilkan empat kelompok
pemandu (Kaliasem, Kalibukbuk, Aneka and Banyualit)
dan tidak kurang dari 179 jukung yang berpotensi untuk
mengantar tamu setiap pagi.
Seperti halnya kegiatan wisata lihat bahari lainnya (Zwirn
et al. 2005; Carlson 2010), kegiatan wisata lihat lumbalumba di Lovina juga harus dikelola dengan baik. Hingga
saat ini tidak ada bentuk pengelolaan resmi untuk wisata
lumba-lumba di Lovina, walaupun penelitian Mustika
(2011) melibatkan pula para kapten kapal dalam diskusi
tentang tata cara wisata lihat lumba-lumba yang lestari. Pada
intinya para kapten kapal setuju untuk melakukan tiga hal:
1) matikan mesin (atau jika tidak praktis, angkat balingbaling), 2) jaga jarak dari lumba-lumba, dan 3) jangan
potong jalan lumba-lumba.
KKP Buleleng Tengah (yang sejatinya mencakup seluruh
wilayah Lovina) telah dideklarasikan pada bulan September
2011. Deklarasi ini dilakukan oleh Bupati Buleleng dengan
tujuan membuat KKP Buleleng Tengah menjadi taman
wisata perairan. Dalam hal ini, penerapan panduan laku bagi
wisata lihat lumba-lumba sangatlah penting. Tetap disadari
bahwa diperlukan upaya pendekatan masyarakat dan
pelatihan dalam kurun lebih dari setahun untuk membuat
seluruh kapten kapal menerapkan tiga kesepakatan di atas
(plus kesepakatan-kesepakatan lain).
6.2.3 Fauna laut besar lainnya
Tidak cukup banyak ditemukan informasi tertulis tentang
distribusi fauna laut besar lainnya. Namun, tercatat empat
spesies hiu (hiu sirip hitam, hiu sirip putih, hiu bamboo dan
hiu Wobbegong), empat spesies manta (Manta birostris, pari
burung, dan pari totol biru) dan Mola mola yang tersohor
dapat ditemukan di Nusa Penida di Kab Klungkung (Darma
et al. 2010). Informasi anekdot juga mengkonfirmasikan
keberadaan hiu bodoh (Rhincodon typus) di Nusa Penida
(Reef Check Indonesia dan Conservation International),
Tejakula (Yayasan LINI) dan Lovina (pengamatan pribadi
Mustika).
Penurunan jumlah hiu di perairan Bali merupakan
isu pengelolaan yang penting untuk segera ditangani
karena pentingnya peranan hiu dalam menjaga kesehatan
Tabel 6.1. Daftar spesies penyu dan lokasi peneluran dan pakan mereka di Bali
No.
Spesies
Status Daftar Merah IUCN
1
Penyu hijau
(Chelonia mydas)
Dalam bahaya/
endangered (v 3.1)
2
Penyu sisik
(Eretmochelys
imbricata)
Kritis/critically
endangered (v 3.1)
Tempat bertelur (alfabet)
Ruaya pakan (alfabet)
Nusa Penida (Klungkung)
Sanur (Denpasar)
Pemuteran (Buleleng)
Saba (Gianyar)
Gili Selang (Seraya,
Karangasem)
Menjangan (Buleleng)
Nusa Penida (Klungkung)
Padang Bai (Karangasem)
3
Penyu lekang
(Lepidochelys
olivacea)
Rawan/Vulnerable (v 3.1)
Kedonganan (Jimbaran, Badung)
Kuta (Badung)
Lepang (Klungkung)
Nusa Dua (Badung)
Pemuteran (Buleleng)
Perancak (Jembrana)
Saba (Gianyar)
Sanur (Denpasar)
Serangan (Denpasar)
Yeh Gangga (Tabanan)
4
Penyu belimbing
(Dermochelys
coriacea)
5
Unidentified
species
Kritis/Critically
endangered (v 2.3)
Perancak (Jembrana)
Nusa Penida (Klungkung)
Tembok (Karangasem)
Sumber: UNUD-WWF (2009), KSDA (KSDA 2009), Darma et al. (2010)
138
Program Kajian Cepat
Menuju Jejaring KKP Bali
ekosistem laut (Stevens et al. 2000; Baum & Worm 2009)
dan terutama untuk mencegah hilangnya potensi wisata
hiu yang dapat sangat menguntungkan bagi Bali. Populasi
hiu karang di Bali memang sudah berkurang karena
ditangkap. Kini beberapa nelayan di tenggara Bali dengan
giat juga menangkap hiu-hiu pelagis yang hidup di perairan
dalam, termasuk hiu thresher. Hanya dalam kurun waktu
September dan Oktober 2011, hampir 4.500 hiu thresher
(Alopias sp.) diperkirakan ditangkap oleh nelayan di perairan
lepas Nusa Penida, antara Klungkung dan Karangasem
(Shingler & Perez 2011). Saat ini, ketiga spesies di dalam
genus Alopias tercatat sebagai ‘rawan/vulnerable’ dalam
Daftar Merah IUCN (versi 2011.1). Sekitar 90% hiu yang
ditangkap di perairan tenggara Bali adalah hiu betina yang
sedang hamil (Shingler & Perez 2011). Dalam waktu dekat,
cepatnya laju tangkapan hiu thresher saat ini ditakutkan
akan membuat Bali kehilangan genus ini.
Daerah Perlindungan Hiu
Berdasarkan hasil pemantauan akhir-akhir ini, kami
sangat menyarankan agar pemerintah Bali harus serius
mempertimbangkan peraturan yang menciptakan daerah
perlindungan hiu (‘shark sanctuary’) di Bali yang melarang
penangkapan atau pembunuhan segala jenis hiu di perairan
Tabel 6.2. Daftar spesies mamalia laut yang terlihat di Bali sejak 2001
Spesies
(nama Indonesia)
Status Daftar Merah IUCN (v
3.1)
Stenella longirostris
longirostris2
Lumba-lumba spinner Hawaii
1b
Stenella longirostris
roseiventris2
2
Stenella attenuata
No.
Spesies (nama Latin)
Lokasi
Kabupaten
1a
Kekurangan data (Data
deficient)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Lumba-lumba spinner kerdil/
Asia Tenggara
Kekurangan data (Data
deficient)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Lumba-lumba totol tropis
Tidak perlu diperhatikan
(Least concern)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Tidak perlu diperhatikan
(Least concern)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Tidak perlu diperhatikan
(Least concern)
Lovina
Buleleng
Globicephala macrorhynchus Paus pilot sirip pendek
Kekurangan data (Data
deficient)
Lovina
Buleleng
Serangan
Denpasar
Paus pembunuh palsu
Kekurangan data (Data
deficient)
Nusa Penida
Klungkung
Peninsula
Badung
Kekurangan data (T.
aduncus), tidak perlu
diperhatikan (T. truncatus)
Lovina
Buleleng
Nusa Penida
Klungkung
Peninsula
Badung
Kekurangan data (Data
deficient)
Peninsula
Badung
Semawang
Denpasar
Suwung
Badung
2
3
Grampus griseus
4
Lagenodelphis hosei
5
Lumba-lumba Risso
124
2
Lumba-lumba Fraser
234
6
Pseudorca crassidens25
7
Tursiops sp.
Lumba-lumba hidung botol
25
Paus pembunuh kerdil
8
Feresa attenuata
9
Steno bredanensis
Lumba-lumba gigi kasar
Tidak perlu diperhatikan
(Least concern)
10
Physeter macrocephalus134
Koteklema (sperm whale)
Rawan (Vulnerable)
11
Megaptera novaeangliae 134
Paus bongkok
Tidak perlu diperhatikan
(Least concern)
Tanah Lot
Tabanan
12
Balaenoptera sp. 2
Paus baleen
Tergantung spesiesnya
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
13
Dugong dugon
Tanjung Benoa
Badung
Nusa Penida
Klungkung
1234
3
345
Dugong
Rawan (Vulnerable)
Badung,
Jembrana,
Klungkung
Catatan:
ditemukan terdampar (Mustika et al. 2009), 2 terlihat saat survei kapal (Mustika 2011), 3 data pribadi Ratha 2011, 4 data Marine Mammals
Indonesia, 5 terlihat saat survei kapal (Darma et al. 2010)
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
139
Bab 6
Provinsi Bali. Pers internasional akan menerima daerah
perlindungan hiu dengan baik, karena hal ini terjadi saat
Bali sedang diserang kritik-kritik lingkungan. Daerah
perlindungan hiu juga akan mencegah merebaknya kritik
terhadap Bali jika informasi tentang pembantaian hiu
thresher tersebut terbuka ke dunia internasional. Selain itu,
inisiatif ini akan meningkatkan posisi tawar Bali di dunia
wisata bahari, karena kebanyakan pesaing Bali dalam wisata
bahari (termasuk Maldives, Palau, Micronesia, Bahama
dan Guam) telah mencanangkan daerah perlindungan
hiu. Hanya pada bulan Oktober 2011 yang lalu, Marshall
Island mencanangkan daerah perlindungan hiu terbesar
di seluruh dunia (sebesar 1,990,530 km2). Adalah suatu
keuntungan bagi Bali jika pemerintah daerah Bali mengikuti
langkah tersebut. Daerah perlindungan hiu tidak akan hanya
menciptakan citra media yang positif; bahwa Bali memiliki
kemauan politik yang cukup untuk menangani satu masalah
lingkungan yang serius. Pada akhirnya, saat populasi hiu
mulai pulih, daerah perlindungan hiu akan juga memberikan
sumbangan berarti bagi wisata bahari Bali. Bab terakhir
dalam laporan ini antara lain mendiskusikan pentingnya
daerah perlindungan hiu di Bali.
Wisata selam melihat hiu semakin populer di antara para
penyelam internasional di seluruh dunia. Seekor hiu hidup
dapat bernilai hingga USD 179.000 per tahun untuk wisata
selam di Palau; suatu angka yang sangat kontras dengan nilai
jika hiu tersebut mati karena perdagangan karena hanya
mencapai USD 274 per ekor di pasaran (Vianna et al. 2010).
Perlu juga ditemukan tempat yang ideal untuk melihat hiu,
misalnya daerah pembersihan hiu oleh ikan remora kecil.
Daerah ini penting bagi wisata hiu karena turis hanya akan
mau membayar paket wisata melihat hiu yang mahal jika ada
kemungkinan besar mereka dapat melihat hewan tersebut
(lihat Topelko & Dearden 2005; Vianna et al. 2010). Lokasi
relatif tempat melihat hiu juga penting karena jika lokasinya
terlalu jauh (sehingga tidak dapat terjangkau oleh perahu
harian), maka wisata selam untuk melihat hiu juga tidak
akan memberikan sumbangan berarti bagi ekonomi lokal
(Topelko & Dearden 2005).
Menuju Jejaring KKP Bali
Kami memandang informasi dalam laporan ini cukup
untuk memicu peningkatan pengelolaan KKP-KKP yang
sudah ada, berikut dengan bentuk-bentuk konservasi yang
lain. Pengelompokan terumbu karang Bali ke dalam lima
komunitas (Bab 4) dan kesadaran bahwa Bali memiliki
komunitas ikan karang terkaya nomor dua di Indo-Pasifik
(setelah Raja Ampat di Papua – Bab 5) menguatkan
diperlukannya jejaring KKP Bali untuk meningkatkan
kelentingan source-sink (hilir-hulu) (UNEP-WCMC 2008).
Informasi singkat tentang fauna laut besar, terutama
penyu dan mamalia laut (Bagian 6.2) juga mencerminkan
pentingnya jejaring KKP di Bali. Dalam hal KKP, spesies
ruaya paling baik dikelola dalam KKP yang besar yang
wilayahnya mencakup seluruh atau sebagian besar siklus
hidup fauna ruaya tersebut. Hal ini biasanya tidak praktis,
atau malah sering tidak mungkin dilakukan. Kumpulan
KKP yang berdekatan yang terhubungkan secara ekologis
mengamankan bagian dari jalur migrasi dan habitat-habitat
kritis spesies tersebut. Kumpulan KKP yang berjejaring
Tabel 6.3. Lokasi-lokasi prioritas untuk jejaring KKP di Bali (searah jarum jam, kea rah timur)
No.
Nama lokasi
Tempat lokasi
Karakteristik biologi
Status pengelolaan
1
Taman Nasional Bali Barat
Bali Barat, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, penyu, paus dan
lumba-lumba (cetacean)
KKP resmi
2
KKP Buleleng Barat
Pemuteran, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, penyu
Sudah dicadangkan
sebagai KKP *
3
KKP Buleleng Tengah
Lovina, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, cetacean, hiu bodoh
Sudah dicadangkan
sebagai KKP *
4
KKP Buleleng Timur
Tejakula, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, hiu bodoh
Sudah dicadangkan
sebagai KKP *
5
Tulamben
Karangasem
Terumbu karang, ikan karang, penyu
n.a.
6
Padang Bai – Candidasa
Karangasem
Terumbu karang
n.a.
7
Nusa Penida
Klungkung
Terumbu karang, mangrove, ikan karang, cetacean,
hiu bodoh, penyu, hiu, manta, ikan matahari (Mola
mola)
Sudah dicadangkan
sebagai KKP **
8
Peninsula (termasuk Nusa
Dua dan Bukit Uluwatu)
Badung
Terumbu karang, ikan karang, penyu, cetacean
n.a.
9
Perancak
Negara
Penyu, mangrove
n.a.
Catatan:
*dideklarasikan pada 22 Agustus 2011
**dideklarasikan pada bulan September 2010
140
Program Kajian Cepat
Menuju Jejaring KKP Bali
Gambar 6.1. Bakal-bakal KKP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring KKP Bali (lihat Tabel 6.3 untuk nama-nama KKP)
inilah yang dapat menggantikan fungsi satu KKP besar (lihat
Sciara 2007 untuk contoh bagi cetacean).
Diakui bahwa laporan ini tidak mencakup informasi
dasar penting lain untuk membentuk sebuah jejaring
MPA, misalnya distribusi mangrove dan informasi dasar
oseanografis (terutama pola arus air di kolom tengah
dan dasar). Data yang disebut belakangan ini adalah
penting untuk membangun pemahaman tentang prinsip
kesinambungan ekologis antar KKP di dalam jejaring.
Dokumen ini juga tidak mencakup analisis social dan
ekonomi. Namun, berdasarkan prinsip kehati-hatian,
pengelolaan konservasi tetap harus terjadi sekalipun belum
seluruh data terkumpulkan (Lauck et al. 1998).
Untuk melengkapi capaian jejaring KKP, saat ini
Conservation International Indonesia (CII) sedang
menjalani proses identifikasi dan pendekatan dengan
partner lokal (antara lain masyarakat lokal, pemerintahan,
LSM dan lembaga penelitian). Sebelum Bali MRAP 2011
dilakukan, pada bulan Juni 2010 CII sempat melaksanakan
beberapa pertemuan antar para pemangku kepentingan
untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi prioritas di sekitar Bali.
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, termasuk karakter
ekologis dan status pengelolaan diusulkan setidaknya
sembilan lokasi yang termasuk ke dalam Jejaring KKP Bali
sperti yang dimuat dalam Tabel 6.3.
Padang Bai – Candidasa termasuk dalam daftar karena
lokasi tersebut memiliki komposisi terumbu karang dan
ikan yang unik, dengan indikasi sering terjadi “cold water
upwelling” yang dipercaya bisa memberikan “kelentingan”
terhadap perubahan iklim. Di perairan Padang BaiCandidasa tersebut juga terdapat sebuah spesies karang baru
(Euphyllia sp. – Bab 4); saat ini spesies ini diduga endemik
di kawasan Bali timur. Taman Nasional Bali Barat (TNBB)
juga dimasukkan ke dalam daftar jejaring karena merupakan
lokasi penting bagi terumbu karang dan ikan karang (Bab
3-5). Sebagai KKP pertama di Bali, TNBB memiliki
banyak pengalaman yang dapat dibagikan kepada KKPKKP lainnya. Sebaran kawasan-kawasan konservasi yang
disebutkan di Tabel 6.3 digambarkan di Gambar 6.1.
Dari sembilan lokasi yang diusulkan, hanya satu yang
memiliki bentuk pengelolaan resmi (Taman Nasional
Bali Barat). Empat lokasi lain (tiga di Buleleng dan satu
di Nusa Penida) telah dicadangkan sebagai KKP dan kini
sedang menjalani proses perencanaan dan zonasi. Belum
ada bentuk pengelolaan resmi untuk empat lokasi terakhir
(Tulamben, Padang Bai-Candidasa, Peninsula dan Perancak).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
141
Bab 6
Lokasi-lokasi tersebut perlu dikelola secara kolaboratif
antara pemerintah, masyarakat lokal dan sektor swasta,
dengan bantuan LSM dan lembaga-lembaga penelitian.
Pembentukan daerah perlindungan hiu juga semestinya
bisa tersambungkan dengan baik dengan jejaring KKP
seluruh pulau karena jejaring tersebut akan memberikan
tambahan tenaga pemantauan dan penegakan hukum untuk
menghentikan perikanan hiu di Bali.
Daftar Pustaka:
Adnyana, I. W., Damriyasa, I. M., Trilaksa, I., Ratha, I. M.
J. & Hitipeuw, C. 2010, Laporan Sigi Pemanfaatan
dan Perdagangan Penyu di Bali Serta Rekomendasi
Pengentasannya (Investigative report on the sea turtle trade
in Bali and its alleviation recommendations), Faculty of
Veterinarian, Udayana University, Denpasar.
Baum, J. K. & Worm, B. 2009, ‘Cascading top-down effects
of changing ocean predator abundance’, Journal of
Animal Ecology, vol. 78, no. 4, pp. 699-714.
Carlson, C. 2010, A review of whale watch guidelines
and regulations around the world (version 2009),
International Whaling Commission, Maine.
Darma, N., Basuki, R. & Welly, M. 2010, Profil Kawasan
Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung, Propinsin Bali, Pemda Klungkung,
Kementrian Kelautan dan Perikanan, The Nature
Conservancy - Indonesia Marine Program, Denpasar.
Gouyon, A. (ed.) 2005, The Natural Guide to Bali, Bumi
Kita Foundation, Denpasar.
IUCN-WCPA 2008, Establishing Resilient Marine Protected
Area Networks - Making It Happen, IUCN-WCPA,
National Oceanic and Atmospheric Administration and
The Nature Conservancy, Washington, D.C.
Kelleher, G. (ed.) 1999, Guidelines for Marine Protected
Areas, IUCN, Cambridge.
KSDA, 2009, Konservasi Ex-situ (Ex-situ conservation)
[Online], Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam)
Bali, Available: http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=26
[7 September 2011].
Lauck, T., Clark, C. W., Mangel, M. & Munro, G. R. 1998,
‘Implementing the precautionary principle in fisheries
management through marine reserves’, Ecological
Applications, vol. 8, no. 1, pp. S72-S78.
Mustika, P. L. K. 2011, ‘Towards Sustainable Dolphin
Watching Tourism in Lovina, Bali, Indonesia (under
review, submitted in July 2011)’, James Cook
University.
Mustika, P. L. K., Hutasoit, P., Madusari, C. C., Purnomo,
F. S., Setiawan, A., Tjandra, K. & Prabowo, W. E. 2009,
‘Whale strandings in Indonesia, including the first
record of a humpback whale (Megaptera novaeangliae)
in the Archipelago’, The Raffles Bulletin of Zoology, vol.
57, no. 1, pp. 199-206.
142
Program Kajian Cepat
Permen KP 2 2009, Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan Nomor Per.02/Men/2009, Kementerian
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta.
Sciara, G. N. d. 2007, Draft Guidelines for the Establishment
and Management of Marine Protected Areas for Cetaceans.
UNEP(DEPI)/MED WG.308/8, United Nations
Environment Programme, Palermo.
Shingler, A. & Perez, G. 2011, Shark Fishing in Nusa Penida
September - October 2011, Denpasar.
Stevens, J. D., Bonfil, R., Dulvy, N. K. & Walker, P. A.
2000, ‘The effects of fishing on sharks, rays, and
chimaeras (chondrichthyans), and the implications for
marine ecosystems’, ICES Journal of Marine Science, vol.
57, no. 3, pp. 476-494.
Topelko, K. N. & Dearden, P. 2005, ‘The Shark Watching
Industry and its Potential Contribution to Shark
Conservation’, Journal of Ecotourism, vol. 4, no. 2, pp.
108-128.
UNEP-WCMC 2008, National and Regional Networks of
Marine Protected Areas: A Review of Progress, UNEPWCMC, Cambridge.
UNUD-WWF, 2009, Satellite tracking of DC Bali turtles
[Online], Seaturtle.org, Available: http://www.seaturtle.
org/tracking/index.shtml?tag_id=53811&full=1&lang=
[7 September 2011].
Vianna, G., Meekan, M., Pannell, D., Marsh, S. &
Meeuwig, J. 2010, Wanted Dead or Alive? The relative
value of reef sharks as fishery and an ecotourism asset
in Palau, Australian Institute of Marine Science and
University of Western Australia, Perth.
Zwirn, M., Pinsky, M. & Rahr, G. 2005, ‘Angling
Ecotourism: Issues, Guidelines and Experience from
Kamchatka’, Journal of Ecotourism, vol. 4, no. 1, pp.
16-31.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan
Provinsi Bali 2011
Conservation International
2011 Crystal Dr., Suite 500
Arlington, VA 22202 USA
TELEPHONE: +1 703 341-2400
WEB: www.conservation.org
Conservation International –
Indonesia
JI Pejaten Barat 16 A
Kemang
Jakarta 12550, Indonesia
WEB: http://www.conservation.or.id/
Download