EMULSI PARAFFIN LIQUID 30% I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan emulsi yang mengandung bahan aktif Paraffin Liquid 30%. 2. Mengetahui permasalahan pada sediaan dan menentukan penyelesaian yang diambil untuk sediaan. 3. Mengetahui efek farmakologi dan kegunaan dari bahan aktif dan bahan tambahan lain. 4. Menentukan hasil evaluasi dari sediaan yang telah dibuat. II. PENDAHULUAN Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. ( FI IV, 1995) Tipe emulsi ada 2 yaitu oil in water (o/w) dan water in oil (w/o). Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang disebut emulgator (emulsifying agent) atau surfaktan yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan permukaan antar fase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Komponen Emulsi Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu : 1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri dari : a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu zat cair yang terbagi- bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain. b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar emulsi tersebut. c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi. 2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Tipe Emulsi Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, emulsi digolongkan menjadi 2 macam yaitu: 1. Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air) adalah emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal. 2. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak) adalah emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi kedalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal. Tujuan Pemakaian Emulsi Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan merata atau homogen dari campuran 2 cairan yang saling tidak bisa tercampur. Tujuan pemakaian emulsi adalah 1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya emulsi tipe O/W. 2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung pada banyak faktor, misalnya sifat zat nya atau efek terapi yang dikehendaki. 3. Mendapat sediaan yang stabil. 4. Memperlambat efek obat karena ukuran sangat kecil. 5. Menutup rasa minyak. 6. Memperbaiki penampilan karena merupakan campuran yang homogen. Teori Terbentuknya Emulsi A. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut daya kohesi. Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis yang disebut daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permkaan disebut “Tegangan Permukaan”. Semakin tinggi perbedaan tegangan, maka semakin sulit kedua zat cair untuk bercampur. Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi, sehingga kedua zat cair akan mudah bercampur. B. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wadge) Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator. Setiap emulgator dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: a. Kelompok Hidrofilik bagian emulgator yang suka air. b. Kelompok Lipofilik bagian emulgator yang suka minyak. Masing- masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya. Dengan demikian, emulgator seolah- olah menjadi tali pengikat antara air dan minyak dan akan membuat suatu keseimbangan. Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga keseimbangan ini disebut dengan Hydrophyl Lipophyl Balance atau “HLB” yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang suka air, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya. HARGA HLB KEGUNAAN 1 - 3 Anti foaming agent 4 – 6 Emulgator tipe w/o 7 – 9 Bahan pembasah ( wetting agent) 8 – 18 Emulgator tipe o/w 13 – 15 Detergent 10 – 18 Kelarutan (solubilizing agent) C. Teori Film Plastik Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang . Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah: 1. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak. 2. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan fase dispers. 3. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel dengan segera. D. Teori Lapisan Listrik Rangkap Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanandengan lapisan di depannya. Dengan demikian, seolah- olah tiap partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Cara membedaka Tipe Emulsi 1. Dengan pengenceran fase Setiap emulsi dapat diencerkan denan fase eksternalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air dan tipe w/o dapat diencerkan dengan minyak. 2. Dengan pengecatan atau pewarnaan Pemberian zat warna larut air pada tipe O/W warna akan terlihat merata Contoh zat warna: metilen blue atau briliant blue. 3. Dengan kertas saring atau kertas tisu Jika emulsi diteteskan pada kertas saring tersebut terjadi noda minyak, berarti emulsi tersebut tipe w/o. Tetapi jika terjadi basah merataberarti emulsi tersebut tipe o/w 4. Dengan konduktivitas listrik Emulsi tipe o/w dapat menghantarkan arus listrik. Kestabilan Emulsi Emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal- hal seperti dibawah ini: 1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu bagian mengandung fase disper lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible, artinya jika dikocok perlahan- lahan akan terdispersi kembali. 2. Koalesensi dan cracking adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Hal ini bersifar irreversible. 3. Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba- tiba atau sebaliknya. Paraffin Liquidum termasuk salah satu jenis pencahar emolien. Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi (buang air besar) dengan cara melunakkan tinja tanpa merangsang peristaltik usus (sembelit), baik langsung maupun tidak langsung. Bekerja sebagai zat penurun tegangan permukaan. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah dioktilnatrium sulfosukonat dan paraffin liquidum. Paraffin Liquidum (Mineral Oil) adalah campuran cairan hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Setelah meminum obat tinja ini melunak disebabkan kurangnya reabsorpsi air dari tinja. Paraffin Liquidum tidak dicerna didalam usus dan hanya sedikit diabsorpsi. Yang diabsorpsi ditemukan pada limfa nodus mesenteric, hati dan limfa. Kebiasaan menggunakan Paraffin Liquid akan mengganggu absorpsi zat larut lemak, misalnya absorpsi karoten menurun 50%, absorpsi vitamin A dan vitamin D juga akan menurun. Absorpsi vitamin K menurun dengan akibat hipoprotrombinemia dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini menyebabkan pruritus ani, menyulitkan penyembuhan pasca bedah daerah anorektal dan menyebabkan pendarahan. Jadi untuk penggunaan kronik jelas obat ini tidak aman. (Farmakologi dan Terapi ed.5 hal. 530) Paraffin Liquid tidak dicerna dalam saluran lambung-usus dan hanya bekerja sebagai zat pelican bagi isi usus dan tinja. Gunanya untuk melunakkan tinja, terutama setelah pembedahan rectal atau pada penyakit wasir. (OOP, 2010) Dosis Lazim Anak Sehari 0,5 mg/ kg (FI III hal 945) Dosis Dewasa Sehari 15-30 ml (Farmakologi dan Terapi ed. 5 hal. 475) Sehingga dosis Paraffin Liquid 30% untuk pemakaian dewasa dan lansia adalah sebagai berikut: Dosis Dewasa Sehari 2 x 12,5 ml Dosis Pemeliharaan 4 sehari 2 x 10 ml 3 sehari 2 x 9 ml 60 – 70 tahun = 5 ∗ 25 𝑚𝑙 = 20 𝑚𝑙 70 – 80 tahun = 4 ∗ 25 𝑚𝑙 = 18 𝑚𝑙 2 80 – 90 tahun = 3 ∗ 25 𝑚𝑙 = 16,7 𝑚𝑙 sehari 2 x 8 ml 90 > tahun 1 = 2 ∗ 25 𝑚𝑙 = 12,5 𝑚𝑙 sehari 2 x 6 ml III. FORMULASI 1. Bahan aktif Zat Aktif Paraffin Liquid Struktur Rumus molekul Titik lebur C14-C18 (HOPE 6th 2009, hal. 446) Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa. (FI III hal. 474) Pemerian Tidak berwarna, transparan, cairan berminyak, hampir tidak berflouresensi, tidak berasa dan tidak berbau. (Japan Pharmacopoeia hal. 966) Praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, larut dalam kloroform dan eter. (FI III hal. 474) Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, tidak larut dalam etanol 96%, merupakan campuran dengan golongan hidrokarbon. (British Pharmacopoeia hal. 4502) Mengalami oksidasi bila terkena panas dan cahaya. Harus Stabilitas disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering. (HOPE 6th 2009, hal. 446) Inkompabilitas Keterangan lain Tidak tahan dengan oksidator kuat. (HOPE 6th 2009, hal. 446) Kegunaan: Laksativum/ obat pencahar. (FI III hal. 475) Stabil dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya. Penyimpanan (FI III hal. 475) Terlindung dari cahaya. (British Pharmacopoeia hal. 4503) Penggunaan 30% 2. Tween 80 (Polysorbate 80) Zat Tween 80 (Polysorbate 80) Atlas E; Armotan PMO 20; Capmul POE-O; Cremophor PS 80; Crillet 4; Crillet 50; Drewmulse POE-SMO; Drewpone 80K; Durfax 80; Durfax 80K;E433; Emrite 6120; Eumulgin SMO; Glycosperse O-20;Hodag PSMO-20;Liposorb O-20; Sinonim Liposorb O-20K; Montanox 80; polyoxyethylene 20 oleate; polysorbatum 80; Protasorb O-20; Ritabate 80; (Z)-sorbitan mono-9-octadecenoate poly (oxy1,2-ethanediyl) derivatives; Tego SMO 80; Tego SMO 80V; Tween 80. (HOPE 6th 2009, hal. 550) Struktur (HOPE 6th 2009, hal. 549) Rumus molekul Titik lebur C64H124O26. (HOPE 6th 2009, hal. 549) Polisorbat memiliki bau yang khas dan hangat, rasanya agak Pemerian pahit. Warna dan bentuk fisik pada 250C adalah cairan minyak berwarna kuning. (HOPE 6th 2009, hal. 550) Kelarutan Sangat mudah larut dalam air; larut dalam etanol; tidak larut dalam minyak mineral. (HOPE 6th 2009, hal. 551) Stabilitas Stabil pada elektrolit, asam lemah,dan basa lemah. (HOPE 6th 2009, hal. 551) Perubahan warna dan / atau pengendapan terjadi dengan Inkompabilitas berbagai zat, khususnya fenol, tanin, tar, dan bahan tarlike. Aktivitas antimikroba pengawet paraben berkurang dengan adanya polisorbat. (HOPE 6th 2009, hal. 551) Penyimpanan Kadar penggunaan Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, sejuk dan kering. (HOPE 6th 2009, hal. 551) 1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009, hal. 550) 3. Span 80 (Sorbitan Monooleate) Zat Span 80 (Sorbitan Monooleate) Ablunol S-80; Arlacel 80; Armotan MO; Capmul O; Crill 4;Crill 50; Dehymuls SMO; Drewmulse SMO; Drewsorb 80K; E494; Glycomul O;Hodag SMO;Lamesorb SMO;Liposorb Sinonim O;Montane 80;Nikkol SO-10;NissanNonionOP-80R;Norfox Sorbo S-80;Polycon S80 K;Proto-sorb SMO;Protachem SMO;S-Maz 80K;Sorbester P17;Sorbirol O; sorbitan oleate; sorbitani oleas;Sorgen 40;Sorgon S-40-H; Span 80; Tego SMO (HOPE 6th 2009, hal. 676) Struktur (HOPE 6th 2009, hal. 675) Rumus molekul Titik lebur C24H44O6. (HOPE 6th 2009, hal. 675) Ester sorbitan adalah krim cair atau padat dengan warna Pemerian kekuningan dengan bau khas dan rasa. (HOPE 6th 2009, hal. 676) Kelarutan Sorbitan ester pada umumnya larut di minyak, dalam pelarut organik lain. Tidak larut di air. (HOPE 6th 2009, hal. 676) Stabilitas Inkompabilitas Penyimpanan Kadar penggunaan Sorbitan ester stabil dalam asam lemah atau basa. (HOPE 6th 2009, hal. 677) Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, sejuk dan kering. (HOPE 6th 2009, hal. 677) 1-15% sebagai emulgator tipe o/w. (HOPE 6th 2009, hal. 676) 4. Methylparaben Zat Methylparaben Aseptoform M; CoSept M; E218; 4-hydroxybenzoic acid methyl ester; metagin; Methyl Chemosept; methylis parahydroxybenzoas; methyl p-hydroxybenzoate; Methyl Sinonim Parasept; Nipagin M; Solbrol M; Tegosept M; Uniphen P-23. Methyl-4-hydroxybenzoate, Methyl Hydroxybenzoate, Methyl Parahydroxybenzoate, Methylparaben. (HOPE 6th 2009, hal. 441) Struktur (HOPE 6th 2009, hal. 441) Rumus molekul Titik lebur C8H8O3. (HOPE 6th 2009, hal. 443) 125–128oC (HOPE 6th 2009, hal. 443) Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak Pemerian mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. (HOPE 6th 2009, hal. 442) Etanol 95% 1 : 3 Kelarutan Eter 1 : 10 Gliserin 1 : 60 Propilenglikol Air 1:5 1 : 400 (HOPE 6th 2009, hal. 443) Larutan metil paraben pH 3-6 dapat disterilkan dan autoclave Stabilitas pada 120oC selama 20 menit tanpa penguraian. Pada pH 8 atau lebih mengalami hidrolisis 10%. (HOPE 6th 2009, hal. 443) Aktifitas antimikroba metilparaben dan paraben lainnya sangat berkurang dengan adanya surfaktan nonionic. Tidak Inkompabilitas kompatibel dengan bahan lain seperti bentonit, magnesium trisilakat, tragakan metil paraben berubah warna dengan adanya besi dan terhidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat. (HOPE 6th 2009, hal. 443) Keterangan Kegunaan : Sebagai pengawet anti mikroba. (HOPE 6th 2009, lain hal. 442) Penyimpanan Kadar penggunaan Dalam wadah tertutup baik. (FI III hal. 378) Methylparaben (0,18%) bersama-sama dengan propil paraben (0,02%) telah digunakan untuk pelestarian berbagai formulasi. (HOPE 6th 2009, hal. 442) 5. Prophylparaben Zat Prophylparaben Aseptoform P; CoSept P; E216; 4-hydroxybenzoic acid propyl ester; Nipagin P; Nipasol M; propagin; Propyl Aseptoform; propyl butex; Propyl Chemosept; propylis Sinonim parahydroxybenzoas; propyl phydroxybenzoate; Propyl Parasept; Solbrol P; Tegosept P; Uniphen P-23; Propyl 4hydroxybenzoate; Propyl Hydroxybenzoate. (HOPE 6th 2009, hal. 596) Struktur (HOPE 6th 2009, hal. 596) Rumus molekul C10H12O3 (HOPE 6th 2009, hal. 596) Titik lebur 95o-99oC Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa (FI III hal. 535) Mudah larut dalam aseton; larut dalam etanol 95% dengan perbandingan 1:1,1 dan etanol 50% dengan perbandingan Kelarutan 1:5,6; mudah larut dalam eter 1:10; gliserin 1:250; larut dalam minyak mineral 1:3330; larut dalam minyak kacang 1:70; propilenglikol 1:3,9; air 1:2500 dan 1:4350(dalam suhu 15oC) serta 1:225 (dalam suhu 80oC). (HOPE 6th 2009, hal. 597) Larutan propel paraben cair pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6 larutan Stabilitas cairnya stabil (kurang dari 10% dekomposisi). Sementara pada pH 8 atau lebih maka akan cepat mengalami hidrolisis. (HOPE 6th 2009, hal. 597) Aktifitas propilparaben sebagai akan berkurang dengan Inkompabilitas adanya surfaktan non-ionik. Propilparaben berubah warna dengan adanya besi dan mudah terhidrolisis oleh asam lemah dan basa kuat. (HOPE 6th 2009, hal. 597) Keterangan Kegunaan : Sebagai pengawet anti mikroba. (HOPE 6th 2009, lain hal. 596) Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik. (FI III 1979, hal. 535) Kadar penggunaan Methylparaben (0,18%) bersama-sama dengan propil paraben (0,02%) telah digunakan untuk pelestarian berbagai formulasi. (HOPE 6th 2009, hal. 442) 6. Gliserin Zat Gliserin Croderol; E422; glicerol; glycerine; glycerolum; Glycon G- Sinonim 100; Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3-propanetriol; trihydroxypropane glycerol. Propane-1,2,3-triol. (HOPE 6th 2009, hal. 283) Struktur (HOPE 6th 2009, hal. 283) Rumus molekul Titik lebur C3H8O3 (HOPE 6th 2009, hal. 283) 17.8oC (HOPE 6th 2009, hal. 283) Pemerian Putih, tidak berbau, bubuk kristal dengan memiliki rasa manis. (HOPE 6th 2009, hal.283) Larut 1:4 dalam air 25oC; Larut 1:1,5 dalam air 100oC; Kelarutan Larut 1:1254 dalam etanol 95%; Sangat mudah larut dalam eter. (HOPE 6th 2009, hal. 284) Stabil pada pH 5,6 - 6,6. (Japan Pharmacopoeia 15th, hal. 719) Stabilitas Terurai pada suhu 233oC, harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (HOPE 6th 2009, hal. 284) Mengalami reaksi dengan asam amino sehingga menghasilkan Inkompabilitas warna yang kekuningan atau kecoklatan. (HOPE 6th 2009, hal. 284) Berat jenis dari gliserin adalah 1,16 Keterangan 1.2656g/cm3 pada 150C; 1.2636g/cm3 pada 200C; 1.2620g/cm3 lain pada 250C Penyimpanan Kadar penggunaan Dalam wadah tertutup baik. (FI III hal. 272) >30% (HOPE 6th 2009, hal. 283) 7. Propilenglikol Zat Propilenglikol Sinonim 1,2-Dihydroxypropane; E1520; 2-hydroxypropanol; methyl ethyl-ene glycol; methyl glycol; propane-1,2-diol; propylenglycolum. (HOPE 6th 2009 hal. 592) Struktur (HOPE 6th 2009 hal. 592) Rumus molekul C3H8O2. (HOPE 6th 2009 hal. 592) Titik lebur -590C. (HOPE 6th 2009 hal. 592) Pemerian Propilenglikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau rasa sedikit tajam menyerupai gliserin. (HOPE 6th 2009 hal. 592) Kelarutan Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; larut pada 1: 6 bagian eter. (HOPE 6th 2009 hal. 592) Stabilitas Stabil saat dicampur dengan etanol 95%, gliserin, higroskopis, terlindung dari cahaya. (HOPE 6th 2009 hal. 592) Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan reagen oksidasi seperti kalium permanganat. (HOPE 6th 2009 hal. 593) Keterangan lain Kegunaan: Pengawet anti mikroba, desinfektan, ko-solven. Penyimpanan Stabil dalam wadah tertutup, di tempat dingin dan bila (HOPE 6th 2009 hal. 592) terbuka, cenderung teroksidasi. (HOPE 6th 2009 hal. 593) Kadar penggunaan 10-25% sebagai kosolven pada sediaan oral. (HOPE 6th 2009 hal. 592) 8. BHT Zat Butil Hidroksi Toluen Sinonim Agidol; BHT; 2,6-bis(1,1-dimethylethyl)-4-methylphenol; butyl-hydroxytoluene; butylhydroxytoluenum; Dalpac; dibutylated hydroxytoluene; 2,6-di-tert-butyl-p-cresol; 3,5-ditert-butyl-4-hydroxytoluene; E321; Embanox BHT; Impruvol; Ionol CP;Nipanox BHT;OHS28890;Sustane;Tenox BHT;Topanol;Vianol.(HOPE 6th 2009 hal. 75) Struktur (HOPE 6th 2009, hal. 75) Rumus molekul C15H24O. (HOPE 6th 2009, hal. 75) Titik lebur 700C. (HOPE 6th 2009, hal. 75) Pemerian Butylated hydroxytoluene merupakan kristal padat berwarna kuning putih atau pucat dengan bau fenolik yang samar. (HOPE 6th 2009, hal. 75) Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol, solusi hidroksida alkali, dan asam mineral berair. Bebas larut dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, methanol, toluene, minyak tetap, dan minyak mineral. Lebih larut dari butylated hydroxyanisole dalam minyak dan lemak makanan. (HOPE 6th 2009, hal. 75) Stabilitas Paparan cahaya, kelembaban, dan panas menyebabkan perubahan warna dan hilangnya aktivitas. (HOPE 6th 2009, hal. 76) Inkompabilitas Butylated hydroxytoluene adalah fenolik dan mengalami reaksi karakteristik fenol. Hal ini tidak kompatibel dengan oksidator kuat seperti peroksida dan permanganates. Kontak dengan agen oksidasi dapat menyebabkan pembakaran spontan. Garam besi menyebabkan perubahan warna dengan hilangnya aktivitas. Pemanasan dengan jumlah katalitik asam menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan rilis dari isobutene gas yang mudah terbakar. (HOPE 6th 2009, hal. 76) Keterangan lain Kegunaan: antioksidan. (HOPE 6th 2009, hal. 75) Penyimpanan Butylated hydroxytoluene harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering. (HOPE 6th 2009, hal. 76) Kadar penggunaan 0,5-1,0% (HOPE 6th 2009, hal. 75) 9. Sirupus Simpleks Zat Sirupus simplex Sinonim Beet sugar; cane sugar; a-D-glucopyranosyl-b-D fructofuranoside; refined sugar; saccharose; saccharum; sugar. (HOPE 6th 2009 hal. 703) Struktur Rumus molekul Titik lebur C12H22O11. (HOPE 6th 2009 hal. 703) 1600–1860C (dengan dekomposisi). (HOPE 6th 2009 hal. 704) Pemerian Gula yang bersal dari Saccharum oficinarum Linne, Beta vulgaris Linne. Berbentuk kristal tak berwarna, massa kristal atau blok, bubuk kristal putih, tidak berbau, dan memiliki rasa manis. (HOPE 6th 2009 hal. 703) Kelarutan Kelarutan dalam air 1 : 0,2 pada suhu 1000C, 1 : 400 dalam etanol pada suhu 200C, 1 : 170 dalam etanol 95% pada suhu 200C, 1 : 400 dalam propan-2-ol, tidak larut dalam kloroform. (HOPE 6th 2009 hal. 703) Stabilitas Stabilitas baik pada suhu kamar dan pada kelembaban yang rendah. Sukrosa akan menyerap 1% kelembaban yang akan melepaskan panas pada 90oC. Sukrosa akan menjadi karamel pada suhu di atas 160oC. Sukrosa yang encer dapat terdekomposisi dengan keberadaan mikroba. (HOPE 6th 2009 hal. 703) Inkompabilitas Bubuk sukrosa dapat terkontaminasi dengan adanya logam berat yang akan berpengaruh terhadap zat aktif seperti asam askorbat. Sukrosa dapat terkontaminasi sulfit dari hasil penyulingan. Dengan jumlah sulfit yang tinggi, dapat terjadi perubahan warna pada tablet yang tersalut gula. Selain itu, sukrosa dapat bereaksi dengan tutup aluminium. (HOPE 6th 2009 hal. 706) Keterangan Kegunaan: Pemanis, coating agent, granulating agent, lain suspending agent, tablet binder, sugar coating adjust, peningkat viskositas. (HOPE 6th 2009 hal. 704) Penyimpanan Harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering. (HOPE 6th 2009 hal. 704) Kadar Sebagai pembawa oral sirup digunakan dengan kadar 20- penggunaan 60%. (HOPE 6th 2009 hal. 704) 10. Aquadest Zat Aquadest Sinonim Aqua; aqua purificata; hydrogen oxide.{HOPE 6th 2009} Struktur Rumus molekul H2O {HOPE 6th 2009} Titik lebur 00C. {HOPE 6th 2009} Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.{FI III hal. 96} Kelarutan Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya. {HOPE 6th 2009} Stabilitas Stabilitas baik pada keadaan fisik (padat, cair, gas). {HOPE 6th 2009} Inkompabilitas Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan bahan tambahan lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam adanya air atau uap air) pada suhu yang tinggi. Air juga dapat bereaksi dengan logam alkali seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Selain itu air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik tertentu dan kalsium karbida.{HOPE 6th 2009} Keterangan Kegunaan: Pelarut untuk pembuatan produk obat-obatan dan lain sediaan farmasi, tidak cocok untuk digunakan dalam pembuatan produk parenteral. {HOPE 6th 2009} Penyimpanan Wadah yang dapat membatasi pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah kontaminasi kegunaan pelarut. {HOPE 6th 2009} 11. Pasta Melon Pemerian Cair, berwarna hijau muda, aroma melon, rasa manis. Kelarutan Larut dalam air. Kegunaan Flavouring agent dan Pewarna. IV. PERMASALAHAN FARMASETIK DAN PENYELESAIAN No. Permasalahan Penyelesaian Maka perlu ditambahkan emulgator Zat aktif merupakan minyak mineral sebanyak 5% untuk menyatukan/ 1 dan akan dibuat sediaan cair, menurunkan tegangan permukaan sediaan harus stabil. antara air dan minyak mineral yaitu Tween 80 dan Span 80. 2 Dibuat sediaan cair yang ditujukan Maka perlu ditambahkan pemanis untuk dewasa dan lansia, sediaan yaitu sirupus simplex sebanyak dibuat manis. 22,5%. Sediaan dibuat untuk multiple dose 3 dan pembawanya cair, mka rentan terhadap pertumbuhan Sediaan mengandung sejumlah pemanis dari gulasehingga dapat menyebabkan pengkristalan pada leher botol. 5 campuran antara metilparaben (sebanyak 0,08%) dan propilparaben(sebanyak 0,02%). mikroorganisme. 4 Maka ditambahkan pengawet Sediaan harus menarik Maka perlu ditambahkan anticaplocking agent yaitu gliserin sebanyak 10%. Maka ditambahkan perasa melon. Maka ditambahkan antioksidan 6 Sediaan mudah terurai dan tidak BHT sebanyak 0.001% serta tahan cahaya. dikemas dengan botol berwarna coklat. Karena zat aktif bersifat minyak dan 7. dibuat di fase dalam karena harus Maka suspense dibuat tipe o/w. terlindung dari cahaya. V. PENDEKATAN FORMULA No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan 1. Paraffin Liquid 30% Zat aktif 2. Span 80 & Tween 80 5% Emulgator 3. Metilparaben 0,08% Pengawet, anti mikroba 4. Propilparaben 0,02% Pengawet, anti mikroba 5. Gliserin 10% Anticaplocking agent 6. Propilenglikol 10% Pengental 7. BHT 0.75% Antioksidan 8. Sirupus simpleks 22,5% Pemanis 9. Aquadest 47,1% Pelarut 10. Pasta melon 160 tetes Perasa, pewarna dan pengaroma VI. PENIMBANGAN Dibuat sediaan 8 botol (@ 60 ml) = 480 ml No. Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang 1. Paraffin Liquid 150 gram 2. Tween 80 0,18 gram 3. Span 80 0,07 gram 4. Methylparaben 0,4 gram 5. Prophylparaben 0,1 gram 6. Gliserin 63 7. Propilenglikol 51,9 gram 8. BHT 3,75 gram 9. Sirup Simplex 112,5 gram 10. Aquadest 108,25 ml 11. Pasta Melon 160 tetes VII. gram PROSEDUR PEMBUATAN A. Kalibrasi beaker glass utama 1. Diukur air sebanyak 500 ml ke dalam beaker glass 500 ml. 2. Dituang ke dalam beaker glass utama. 3. Diberi tanda batas air di permukaan beaker glass. 4. Dikeluarkan air dari beaker glass, lalu keringkan. B. Kalibrasi botol 1. Diukur air sebanyak 62 ml dengan menggunakan gelas ukur 100 ml, tuangkan air ke dalam botol. 2. Diberi tanda batas kalibrasi pada botol, lalu keluarkan air dan keringkan. C. Menimbang bahan yang diperlukan 1. Paraffin liquidum = 150 gram 2. Tween 80 = 18 gram 3. Span 80 = 7 gram 4. Gliserin = 63 gram 5. Propilenglikol = 51,9 gram 6. Butilhidroksi Toluen = 3,75 gram 7. Methylparaben = 0,4 gram pelarut propilenglikol 1 : 5 = 0,4 gram x 5 = 2 gram 2 gram x 1,038 (BJ) 8. Prophylparaben = 2,076 gram = 0,1 gram pelarut propilenglikol 1 : 3,9 = 0,1 gram x 3,9 = 0,39 gram 0,39 gram x 1,038 (BJ) = 0,4 gram 9. Sirupus simpleks = 112,5 gram + 30% = 146,25 gram 10. Pasta Melon = 160 tetes 11. Aquadest = 108,25 ml D. Pembuatan sirupus simpleks 1. Ditimbang sebanyak 95 gram Sakarum Album dalam cawan porselen atau beaker glass 100 ml 2. Dipanaskan Aquadest sebanyak 51,25 ml hingga mendidih kedalam beaker glass dengan menggunakan kompor listrik 3. Lalu dimasukan Sakarum Album kedalam beaker glass, aduk hingga larut lalu serkai dengan kain batis, diamkan hingga dingin. 4. Ditimbang sebanyak 112,5 gram dengan menggunakan beaker glass E. Pembuatan Emulsi Paraffin Liquidum Berdasarkan Metode Kontinental / Kering : a. Pembuatan fase luar 1. Dilarutkan Methylparaben 0,4 gram dengan Propilenglikol sebanyak 2,076 gram dan Prophylparaben 0,1 gram ke dalam Propilenglikol sebanyak 0,4 gram, aduk sampai larut, kemudian campurkan kedua zat tersebut kedalam beaker glass utama, aduk sampai homogen. 2. Lalu ditambahkan Sirupus Simpleks sebanyak 112,5 gram kedalam beaker glass utama, aduk hingga homogen. 3. Dimasukkan Tween 80 sebanyak 18 gram kedalam aquadest sebanyak 54 ml di beaker glass 100 ml. Dipanaskan dengan suhu 600C dan diaduk sampai homogen. 4. Kemudian campuran Tween 80 dan Aquadest, dimasukkan ke dalam beaker glass utama. Diaduk hingga homogen. 5. Ditambahkan Gliserin sebanyak 63 gram kedalam beaker glass utama, diaduk hingga homogen. b. Pembuatan fase dalam 1. Dilarutkan Butil Hidroksi Toluen sebanyak 3,75 gram dengan Paraffin Liquid sebanyak 75 gram di dalam beaker glass, aduk sampai larut. (Campuran 1) 2. Dimasukkan Span 80 sebanyak 7 gram kedalam Paraffin Liquid sebanyak 75 gram. Dipanaskan dengan suhu 600C dan diaduk sampai homogen, sebagai fase dalam / minyak. (Campuran 2) 3. Dimasukkan campuran 1 dan campuran 2 kedalam beaker glass utama, kemudian aduk hingga homogen. (Campuran 3) c. Pembuatan Emulsi Paraffin Liquid 30% 1. Dimasukkan fase dalam kedalam fase luar yang ada di beaker glass utama. Diaduk hingga homogen. 2. Kemudian ditambahkan sisa Aquadest sebanyak 54,25 ml. Diaduk homogen. 3. Ditambahkan pasta melon sebanyak 160 tetes kedalam beaker glass utama. Diaduk hingga homogen. 4. Dimasukkan emulsi ke dalam botol coklat yang telah ditara sebanyak 62 ml, tutup rapat. 5. Diberi etiket dan kemas. IX. PEMBAHASAN Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan termodinamika stabil, dimana suatu sistem heterogen yang terdiri dari paling sedikit 2 cairan yang tidak saling bercampur, dimana salah satunya sebagai fase dalam fase terdispersi (fase internal) terdispersi secara seragam dalam bentuk tetesan-tetesan kecil pada medium pendispersi ( fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang cocok. . Parafin liquid 30 % sebagai zat aktif dalam sediaan ini dibuat dalam bentuk emulsi untuk digunakan secara oral yang fungsinya sebagai laksativ (obat pencahar). Parafin terdiri atas campuran senyawa hidrokarbon cair jenuh yang diperoleh dari minyak bumi. Pada percobaan sediaan emulsi ini, emulgator yang digunakan pada formula adalah gabungan Tween 80 dan Span 80 sebanyak 5% dimana berfungsi untuk zat pengemulsi serta meningkatkan viskositas agar didapat sediaan dengan viskositas yang baik dan untuk menstabilkan sediaan (emulsi). Emulgator yang digunakan pada formula ini merupakan surfaktan nonionic. Surfaktan nonionic merupakan surfaktan yang tidak membentuk ion negatif maupun positif sehingga bersifat netral. Emulsi yang baik adalah emulsi yang berwarna seperti putih susu, dan jika dikocok atau diberi gaya dan tekanan, viskositasnya akan bertambah kecil sehingga emulsi tersebut mudah dituang. Dalam pembuatan sediaan emulsi ini ada yang dinamakan fase dalam dan ada juga yang namanya fase luar. Dalam sediaan yang kami buat, kami mencampurkan fase dalam ke fase luar. Fase dalamnya sendiri terdiri atas Butil Hidroksi Toluen dan Span 80 yang dicampurkan dengan fase minyak yaitu Paraffin Liquid. Sedangkan fase luarnya terdiri atas Methylparaben dan Prophylparaben yang dilarutkan kedalam Propilenglikol, Tween 80 yang dilarutkan kedalam aquadest, Sirupus Simplex dan Gliserin. Setelah semua dilarutkan di masing- masing fase, kemudian dibuatlah emulsi Paraffin Liquid. Untuk menstabilkan sediaan emulsi dalam jangka waktu yang lama dikarenakan kemungkinan adanya kontaminasi bakteri dan jamur, ditambahkan bahan pengawet Methylparaben 0,08% dan Prophylparaben 0,02% ke dalam sediaan. Pemilihan bahan pengawet ini harus selektif dan hati-hati dalam sediaan emulsi. Perlu diperhatikan masalah kelarutan pengawet dalam kedua fase, karena jika koefisien partisinya kurang ataupun lebih dari 1, maka bahan pengawet hanya akan larut dan bekerja pada fase terlarutnya. Zat aktif Parafin Liquid mempunyai inkompabilitas dengan zat oksidator yang akan membuat sediaan kurang stabil seperti : minyak menjadi mudah bebau tengik. Oleh karena sifatnya yang mudah teroksidasi, ditambahkan zat antioksidan Butil Hidroksi Toluen sebanyak 0,75%. Syarat bahan antioksidan salah satunya adalah harus efektif pada konsentrasi rendah, maka dari itu ditambahkan BHT dengan kadar 0,75 %. Kedalam formula juga ditambahkan Sirup Simplex sebanyak 22,5%. Ditambahkannya zat ini agar sediaannya mudah diterima pasien, khususnya untuk lansia sesuai yang kita tujukan. Karena jika tidak ditambahkan pemanis, ditakutkan rasanya tidak enak yang akhirnya tidak bias diterima oleh pasien. Selain itu, karena kelompok kami menggunakan pemanis Sirupus Simplex yang tidak sedikit, maka ditambahkan pula Gliserin 10% yang fungsinya sebagai anticaplocking agent yaitu mencegah terjadinya kristalisasi gula di leher botol, apalagi pemakaiannya multiple dose. Propilenglikol 10% pun ditambahkan kedalam sediaan emulsi yang kami buat untuk pengental, agar sediaan tidak terlalu encer. Setelah sediaan selesai dibuat, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang kita buat itu baik atau masih banyak kekurangannya. Yang pertama adalah uji volume terpindahkan. Uji volume terpindahkan dalam emulsi berbeda dengan pengujian dalam larutan. Dalam emulsi ini, untuk melakukan uji volume terpindahkan yaitu pertama kita harus menimbang botol yang berisi sediaan (W1). Setelah itu isi didalam botol dituang ke beaker glass, lalu botolnya dicuci dan di keringkan kemudian ditimbang kembali botol yang sudah dicuci kering tersebut (W0). Untuk mendapat berat sediaan, yaitu dengan cara W1 - W0 dan diambil rata- ratanya dari 3 botol yang diuji. Uji selanjutnya adalah uji organoleptik meliputi pengamatan warna, bau dan rasa terhadap campuran larutan sebelum penggenapan volume. Dari hasil evaluasi uji organoleptik ini ternyata terdapat rasa pahit yang berasal dari pengawet Methylparaben. Namun untuk bau dan warna sudah cukup stabil. Setelah itu kita melakukan uji pH. Sebelum tiba waktunya dilakukan evaluasi terhadap sediaan, kita harus menghitung pH nya terlebih dahulu agar mengetahui apakah sediaan yang dibuat stabil atau tidak dan pH awalnya adalah 6. Setelah diuji didapatkan bahwa pH nya stabil selama penyimpanan yaitu 6. Tidak hanya itu, kami pun melakukan uji penetapan bobot jenis dengan menggunakan piknometer. Sama seperti halnya uji volume terpindahkan. Kita harus menimbang piknometer kosong (W0) terlebih dahulu lalu diisi sediaan yang akan diuji dan ditimbang kembali (Ws). Dan untuk menghitung berat jenis nya adalah BJ = Ws / 10 ml. Sehingga kita mengetahui BJ sediaan, BJ air dan BJ relatif sesuai yang tercantum pada hasil evaluasi. Selanjutnya adalah uji viskositas dengan metode falling ball yaitu dengan menggunakan kelereng yang sebelumnya telah dihitung beratnya. Lalu kelereng tersebut dijatuhkan kedalam gelas ukur dan dihitung berapa waktu yang diperlukan kelereng untuk sampai di bawah gelas ukur. Waktu ini akan menunjukkan seberapa kentalnya sediaan yang dibuat. Setelah didapat barulah kita membandingkannya dengan viskositas Paraffin Liquid atau Sorbitol. Hasil pengamatan seperti yang terlihat pada tabel hasil evaluasi. Uji yang terakhir adalah uji sedimentasi. Untuk uji ini diperlukan waktu yang cukup lama untuk melihat sedimentasi yang terbentuk. Dari mulai 10 menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 1 hari, 3 hari dan 7 hari. X. KESIMPULAN Formulasi yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut. No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan 1. Paraffin Liquid 30% Zat aktif 2. Span 80 & Tween 80 5% Emulgator 3. Metilparaben 0,08% Pengawet, anti mikroba 4. Propilparaben 0,02% Pengawet, anti mikroba 5. Gliserin 10% Anticaplocking agent 6. Propilenglikol 10% Pengental 7. BHT 0.75% Antioksidan 8. Sirupus simpleks 22,5% Pemanis 9. Aquadest 47,1% Pelarut 10. Pasta melon 160 tetes Perasa, pewarna dan pengaroma XI. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Rowe, Raymond C; Sheskey, Paul J; Quinn, Marian E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th ed. London: Pharmaceutical Press. The Departement Of Health British. 2009. British Pharmacopoeia Volume I & II. London: The Stationery Office Tjay, Than Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi VI, Jakarta: Elex Media Komputindo. H.A.Syamsuni, Drs. 2005. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC . Anief,Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Ministry of Health, Labour and Walfare. 2001. Japanese Pharmacopoeia ed. 15th XII. LAMPIRAN LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA DAN SEMISOLIDA “Emulsi Paraffin Liquid” Disusun oleh: NISA FITRIANI AR-RIFA P17335113020 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN D3 FARMASI 2014 Jl. Prof. Eyckman 24 Bandung