ANALISIS PENYELESAIAN BANDING ATAS SENGKETA HUTANG PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PT. RMS DI PENGADILAN PAJAK) Vita Arina Anzelica, Gustian Djuanda Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Keuangan, Bina Nusantara University, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 9, +6283808435542 vitaarinaanzelica@yahoo.com ABSTRACT Product law issued after tax inspection in the form of: STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN. The purpose of this study is to analyze how the process has been done by PT. RMS in an attempt to obtain justice by filling to the Directorate General of Taxation which was followed by the filling appeals to the Tax Court. This research is a type qualitative research using field studies and literature research. Reseach field studies conducted by studying the documents contained in the Tax Court PT. RMS taxes. Literature research study conducted by comparing the data with the theory of corporate taxation and tax laws and regulations. This research uses primary data in the form of underpayment, and secondary data in the form of tax regulations. The result showed that tax calculation is done by PT. RMS is correct and the legal remedy of appeal has been filed in accordance with article 25 of law KUP. But, PT. RMS not show evidence of complete support, so as to resolve the tax dispute PT. RMS appealed in accordance with article 27 of law KUP. ABSTRAK Produk hukum yang diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan pajak berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB, dan SKPN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana proses yang dilakukan oleh PT. RMS dalam usaha memperoleh keadilan dengan cara mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang dilanjutkan dengan pengajuan banding kepada Pengadilan Pajak. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi lapangan dan literatur. Penelitian studi lapangan dilakukan dengan mempelajari dokumen PT. RMS yang terdapat di Pengadilan Pajak. Penelitian studi literatur dilakukan dengan membandingkan data perpajakan perusahaan dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan data primer berupa SKPKB, dan data sekunder berupa peraturan perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan perhitungan pajak yang dilakukan oleh PT. RMS sudah benar dan telah diajukan upaya hukum keberatan sesuai dengan pasal 25 UU KUP. Akan tetapi PT. RMS tidak menunjukan bukti pendukung yang lengkap, sehingga untuk menyelesaikan sengketa pajak tersebut PT. RMS mengajukan banding sesuai dengan pasal 27 UU KUP. Kata kunci: sengketa pajak, Pengadilan Pajak PENDAHULUAN Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011) menuliskan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Selain itu, menurut Andriani dalam Waluyo (2011) berpendapat bahwa pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunakanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan pengertian pajak dalam pasal 1 angka 2 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang diperluas menjadi pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk bea masuk dan cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari beberapa definisi tersebut sebenarnya mempunyai arti yang sama, sehingga dapat disumpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: (1) iuran dari rakyat kepada negara, dan hanya negaralah yang berhak untuk memunggut pajak berupa uang (bukan barang); (2) pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; (3) digunakan untuk membiayai keperluan negara; (4) tanpa adanya jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara. Selain itu, pemungutan pajak juga mempunyai fungsi yaitu yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran (Budgetair) yaitu pajak sebagai alat untuk memasukkan uang ke kas negara dan yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (Regulerend) yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sistem pemungutan pajak dapat dilakukan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, dan menurut Mardiasmo (2011) ada tiga prinsip yaitu: (1) official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak, dengan ciri: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif, dan hutang pajak yang timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus; (2) self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terhutang, dengan ciri: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada Wajib Pajak sendiri, Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi; (3) withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri- cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. Di negara Indonesia menganut sistem Self Assessment dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yang artinya negara memberikan kepercayaan sekaligus tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Dengan diberlakukannya sistem ini, maka fiskus berhak melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan dasar hukum Pasal 29 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu Direktorat Jenderal Pajak secara jabatannya dapat melakukan pemeriksaan untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak ataupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan terjadinya pemeriksaan oleh fiskus maka akan diterbitkannya SKP yang harus disetujui oleh Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan fiskus maka dapat melakukan perlawanan pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam penelitian terdahulu Bapak Hanggoro Pamungkas (2011) tentang penyelesaian sengketa pajak, menyatakan bahwa sengketa pajak terjadi karena ketidaksamaan presepsi atau perbedaan pendapat antara Wajib pajak dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak terhutang melalui penerbitan SKP atau tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak dalam melakukan upaya perlawanan pajak yaitu dengan pengajuan keberatan sesuai dengan pasal 25 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak dan banding sesuai dengan pasal 27 UU KUP hanya kepada Pengadilan Pajak. Sedangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dyah A.S Dewi (2010) tentang penyelesaian sengketa pajak, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak seringkali menimbulkan ketidakpuasan bagi Wajib Pajak berkaitan dengan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dengan berdasar pada UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak memberikan solusi pemecahan masalah tersebut, dengan harapan ada titik temu antara fiskus dan Wajib Pajak. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan perkara Sengketa Pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak karena adanya rasa ketidakpuasan dalam keputusan yang dikeluarkan oleh fiskus kecuali ditentukan lain oleh undang-undang yang berlaku. Selain itu, Pengadilan Pajak dapat juga memeriksa dan memutuskan banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh penjabat yang berwenang sepanjang undang-undang yang berlaku. Peneliti akan membahas tentang bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak dalam mengatasi perkara sengketa pajak antara Wajib Pajak dengan fiskus serta mengetahui hal apa yang melatarbelakangi terjadinya sengketa pajak. Sehubungan dengan latar belakang ini, maka ditetapkan judul penelitian sebagai berikut: “Analisis Penyelesaian Banding atas Sengketa Hutang Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus PT. RMS di Pengadilan Pajak)”. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis hal yang menyebabkan sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus, tahapan apa yang ditempuh oleh Wajib Pajak sebelum Wajib Pajak mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak serta bagaimana cara penyelesaian yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal apa yang menyebabkan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, untuk mengetahui tahapan yang ditempuh oleh Wajib Pajak sebelum Wajib Pajak mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak sebagai upaya penyelesaian sengketa pajak atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak, serta untuk mengetahui cara yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan objek penelitian dari salah satu sengketa pajak yang telah diselesaikan oleh Pengadilan Pajak yakni PT.RMS yang telah mengalami sengketa pajak dibidang perpajakan untuk tahun pajak 2007 setelah sebelumnya PT. RMS juga telah mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak namun hasil dari keberatan yang diajukan oleh PT. RMS tersebut ternyata ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Metode penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi perkara banding yang diajukan oleh PT. RMS dalam upaya menyelesaikan sengketa pajak dengan fiskus. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi literature dengan cara mengumpulkan dan mempelajari literature dan buku mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah diketahui bahwa dalam persidangan PT. RMS di Pengadilan Pajak dapat menyampaikan data yang lengkap selain itu juga dapat memberikan fakta yang relevan dalam persidangan sehingga putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak yang terjadi adalah mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh PT. RMS. HASIL DAN BAHASAN Dalam pelaporan SPT Badan 2007 PT. RMS menyatakan bahwa PT. RMS mengalami kerugian sehingga tidak membayar pajak. Dengan ini, maka fiskus melakukan pemeriksaan pajak terhadap PT. RMS pada bulan juni 2008 sampai dengan juni 2009 untuk tahun pajak 2007. Pada mulanya, Wajib Pajak mengakui Peredaran Usaha untuk tahun 2007 adalah sebesar Rp1.154.829.500, untuk pos Harga Pokok Penjualan menurut Wajib Pajak adalah sebesar Rp1.211.076.604, dan untuk pos Biaya Usaha adalah sebesar Rp64.722.702. Setelah fiskus melakukan pemeriksaan selama bulan juni 2008 - juni 2009, terjadi perbedaan pengakuan dalam Peredaran Usaha sebesar Rp19.173.725.081 yang menurut fiskus berasal dari adanya penjualan yang belum dilaporkan oleh Wajib Pajak pada tahun pajak 2007 karena tidak ditemukannya bukti fisik barang tersebut pada saat pemeriksa melakukan pemeriksaan lapangan. Selanjutnya, pada pos Harga Pokok Penjualan sebesar Rp20.862.694 yang menurut fiskus dasar dilakukannya koreksi penjualan dihitung berdasarkan daftar sektoral/subsektoral benchmark sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Kanwil DJP Sumut I sebesar 8%, Peredaran Usaha yang dihitung termasuk penjualan persediaan akhir yang tidak ditemukan pada saat pemeriksaan. Setelah itu fiskus juga mempunyai pendapat berbeda dengan Wajib Pajak dalam pos Biaya Usaha sebesar Rp81.987 yang menurut fiskus terdapat salah hitung biaya penyusutan dan amortisasi oleh Pemohon Banding. Setelah diterbitkannya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan oleh fiskus maka Wajib Pajak diberi jangka waktu 7 hari untuk melakukan sanggahan, akan tetapi oleh kuasa hukum PT. RMS menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dengan menerbitkan menerbitkan Surat Persetujuan Hasil Pemeriksaan. Selain itu dalam Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak juga menyatakan setuju atas hasil pemeriksaan. Maka langkah selanjutnya yang ditempuh oleh fiskus adalah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) tanggal 2 Juli 2009. Berikut adalah hasil SKPKB yang diterbitkan oleh fiskus atas data pemeriksaan: Tabel 1 SKPKB Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2007 No. Uraian 1. 2. 3. 4. 5. 6. Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Laba Bruto Biaya Usaha Penghasilan Netto Dalam Negeri Penghasilan Netto Dalam Negeri Lainnya: a. Penghasilan dari Luar Usaha b. Penghasilan Jasa/Pekerjaan Bebas c. Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan d. Lain-lain e. Jumlah Fasilitas Penanaman Modal berupa Pengurangan Penghasilan Netto Penyesuaian Fiskal: a. Penyesaian Fiskal Positif b. Penyesuaian Fiskal Negatif c. Jumlah Penghasilan Netto Luar Negeri Jumlah Penghasilan Netto Zakat Kompensasi Kerugian Penghasilan Tidak Kena Pajak (atau Nihil) Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang Kredit Pajak: a. PPh Ditanggung Pemerintah b. Dipotong/Dipungut oleh Pihak Lain: PPh Pasal 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Pasal 24 Lain-lain Jumlah c. Dibayar Sendiri: 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Jumlah Rupiah Menurut Pemohon Terbanding Banding 1.154.829.500 22.017.624.300 1.211.076.604 20.384.801.685 (56.247.104) 1.632.822.615 64.722.702 64.640.715 (120.969.806) 1.568.181.900 - - - - (120.969.806) (120.969.806) - 1.568.181.900 1.568.181.900 452.954.300 - - - - PPh 22 PPh 25 PPh 29 STP (Pokok Kurang Bayar) Fiskal Luar Negeri Lain-lain Jumlah d. Diperhitungkan: SKPPKP e. Jumlah Pajak yang Dapat Dikreditkan 17. Pajak yang Tidak/Kurang Bayar 452.954.300 18. Sanksi Administrasi: a. Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP 217.418.064 b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP c. Bunga Pasal 13 ayat (5) KUP d. Kenaikan Pasal 13A KUP e. Kenaikan Pasal 17C ayat (5) KUP f. Kenaikan Pasal 17D ayat (5) KUP g. Jumlah Sanksi Administrasi 217.418.064 19. Jumlah PPh Yang Masih Harus Dibayar 670.372.364 Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke-6 dari 31 SKPKB ini diterbitkan oleh fiskus dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterbitkannya Surat Persetujuan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan pada tanggal 23 Juni 2009. Jumlah pajak yang terhutang juga harus dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 bulan, apabila tidak maka akan terjadi tindakan penagihan oleh fiskus. Akhirnya pada tanggal 1 Oktober 2009, PT. RMS mengajukan upaya hukum keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 25 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Namun pada tanggal 3 September 2010 Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan yang isinya menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh PT. RMS terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan perincian sebagai berikut: Tabel 2 Hasil Perhitungan PPh dalam Keputusan Terbanding Uraian Semula (Rp) Penghasilan Netto 1.568.181.900 Penghasilan Kena Pajak 1.568.181.900 Pajak Penghasilan yang 452.954.300 terutang Kompensasi Tahun Pajak PPh Kurang (Lebih) Bayar 452.954.300 Jumlah Sanksi Administrasi 217.418.064 Jumlah PPh yang (Lebih) 670.372.364 dibayar Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke-8 dari 31 Ditambah/(Dikurangi) (Rp) Menjadi (Rp) - 1.568.181.900 1.568.181.900 452.954.300 - 452.954.300 217.418.064 670.372.364 Dengan hasil tersebut diatas, Pemohon Banding merasa tidak puas atas hasil keberatan yang telah diterbitkan sehingga pada tanggal 22 November 2010 Pemohon Banding mengajukan banding melalui Pengadilan Pajak dengan data yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding adalah koreksi positif Peredaran Usaha dan koreksi negatif terhadap Harga Pokok Penjualan. Berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan oleh kedua belah pihak, majelis berpendapat bahwa koreksi positif Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar Rp20.862.794.800 yang angka koreksinya berasal dari asumsi Terbanding tentang Persediaan Akhir per 31 Desember 2007 sebesar Rp19.173.725.081 telah terjual dan tidak dilaporkan oleh Pemohon Banding sebagai penjualan karena pada saat pemeriksaan dilakukan tidak ditemukannya persediaan gula tersebut tidak sesuai dengan fakta karena Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa persediaan yang dimaksud oleh Terbanding tidak terjual dalam tahun 2007, namun terbukti terjual dalam tahun 2009 dan telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan tahun 2008 dan tahun 2009. Dengan demikian, terbukti Persediaan Akhir tahun 2007 sebagaimana diasumsikan oleh Terbanding terjual, ternyata tidak terjual dalam tahun 2007 dan majelis berkesimpulan bahwa koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan. Selanjutnya, koreksi negatif atas Harga Pokok Penjualan sebesar Rp(19.173.725.081) merupakan hubungan sebab akibat dengan koreksi positif terhadap Peredaran Usaha sebesar Rp20.862.794.800. Karena koreksi positif terhadap Peredaran Usaha yang dilakukan oleh pihak Terbanding tidak dapat dipertahankan di persidangan, maka koreksi negatif terhadap Harga Pokok Penjualan yang menurut perhitungan Terbanding adalah sebesar Rp(19.173.725.081) juga tidak dapat dipertahankan. Menimbang bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, sehingga Pajak Penghasilan Bandaing yang terhutang Tahun Pajak 2007 dihitung kembali menjadi sebagai berikut: Tabel 3 Perhitungan Kembali Pajak Penghasilan Badan Terhutang Tahun Pajak 2007 Peredaran Usaha menurut Terbanding Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Peredaran Usaha menurut Majelis Harga Pokok Penjualan menurut Terbanding Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Harga Pokok Penjualan menurut Majelis Laba Bruto Biaya Usaha Penghasilan Netto Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan terhutang Kredit Pajak Pajak yang kurang dibayar Rp22.017.624.300 Rp20.862.801.685 Rp1.154.829.500 Rp20.384.801.685 Rp(19.173.725.081) Rp1.211.076.604 Rp(56.247.104) Rp64.640.715 Rp(120.887.819) Rp0 Rp0 Rp0 Rp0 SIMPULAN DAN SARAN Adapun simpulan yang dicapai dalam penelitian ini adalah setelah dilakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 oleh fiskus kepada PT. RMS terdapat koreksi positif sebesar Rp20.862.794.800 untuk pos Peredaran Usaha dan koreksi negatif sebesar Rp19.173.725.081 pada sektor Harga Pokok Penjualan. Atas pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus tersebut PT. RMS merasa tidak puas karena menurut perhitungan yang dilakukannya, untuk tahun 2007 PT. RMS mengalami kerugian sebesar Rp(120.969.806). Selanjutnya PT. RMS telah melakukan upaya perlawanan pajak yaitu dengan mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 25 UU KUP namun kenyataannya ditolak karena fiskus beranggapan bahwa dokumen-dokumen yang diberikan oleh Wajib Pajak merupakan dokumen internal perusahaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kemudian PT. RMS melanjutkan perlawanan pajak yaitu dengan pengajuan upaya hukum banding hanya kepada Pengadilan Pajak seperti yang terdapat dalam Pasal 27 UU KUP dan hasil yang diperoleh adalah Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh PT. RMS sehingga PT. RMS tidak dibebankan pajak yang dinyatakan kurang bayar oleh pihak fiskus. Adapun Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya pemeriksaan pajak untuk tahun pajak yang dilakukan pada bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Juni 2009 seharusnya dapat dilakukan lebih cepat setelah tahun pajak berakhir. Hal tersebut bertujuan agar besarnya sanksi administrasi yang ditanggung oleh Wajib pajak terhadap besarnya pajak yang kurang/tidak dibayar tidak terlalu besar dan dapat mempermudah dalam mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan dalam pemeriksaan sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya misstatement yang dapat dilakukan oleh fiskus. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa SPT Tahun Pajak 2008 disampaikan oleh Wajib Pajak ketika mengajukan keberatan. Pada saat pemeriksaan, Wajib Pajak hanya memberikan Laporan Stock dalam bentuk CD dan merupakan data internal perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak hendaknya memberikan data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya ketika dilakukannya pemeriksaan sehingga memudahkan fiskus dalam melakukan pemeriksaan serta memberikan keputusan. REFERENSI Dewi, Dyah A. S. (2010). Penyelesaian Sengketa Pajak. Jurnal Fakultas Hukum, Jilid 05, Vol (02), diakses 06 April 2015 dari http://www.jurnal.ummgl.ac.id. Direktorat Jenderal Pajak. (2002). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Direktorat Jenderal Pajak. (2008). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ilyas, Wirawan B., Richard Burton. (2011). Hukum Pajak. (edisi-5). Jakarta: Salemba Empat. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak, diakses tanggal 24 Desember 2014 dari http://www.setpp.depkeu.go.id. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. (2013). Buku Saku Untuk Memahami Prosedur Dalam Pengadilan Pajak. Jakarta: Sekretariat Pengadilan Pajak. Libra, Cinthya. (2013). Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak Dalam Pengadilan Pajak oleh Kantor Konsultan Pajak Panorama48:Skripsi S1. Jakarta: Program studi akuntansi dan keuangan Universitas Bina Nusantara. Mardiasmo. (2011). Perpajakan. (edisi-Revisi 2011). Yogyakarta: ANDI. Pamungkas, Hanggoro. (2011). Penyelesaian Sengketa Pajak. Jurnal Binus Business Review, 02 (01). 2011 : 551-563 Pandiangan, Liberti. (2008). Cara Menghindari 37 Larangan Perpajakan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Priantara, Diaz. (2011). Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, (jilid-2). Jakarta: Indeks. Rasfina, Mita. (2012). Analisis Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Banding Tarif Bea Masuk di Pengadilan Pajak: Skripsi S1. Depok: Program studi administrasi fiskal Universitas Indonesia. Resmi, Siti. (2014). Perpajakan. (edisi 8). Jakarta: Salemba Empat. Suandi, Erly. (2009). Hukum Pajak. (edisi-5). Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat. RIWAYAT PENULIS Vita Arina Anzelica lahir di kota Jakarta pada 4 Januari 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2015.