MODUL 1 INTRODUCTION TO MARINE TRANSMISSION SYSTEM TEKNIK SISTEM PERKAPALAN ITS SURABAYA SYLABUS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. INTRO TO MARINE TRANSMISSION SYSTEM Types of Marine Transmission System Choosing & Analyze Marine Transm. System Direct Diesel Geared Diesel Diesel Electric Propulsion Gas Turbine Transmission System Steam Turbine Transmission System Combined Transmission System Shafting Arrangement Gear Theory Gear-box Design Engine, Gearbox, and Prop Matching Lecturer Data : Ir. H. Agoes Santoso MSc., MPhil., CEng., FIMarEST, MRINA Ir MSc. MPhil. CEng. FIMarEST MRINA : Dept of Marine Engineering ITS Surabaya (1990) : Department of Marine Technology – Newcastle UK (1996) : Faculty of Marine Science & Tech. – Newcastle UK (2004) : Chartered Engineer – Engineering Council UK (2006) : Member of IMarEST – UK (since 1995) : Member of RINA – UK (since 2006) PENGEMBANGAN SISTEM PENGGERAK UTAMA KAPAL 1. PERTIMBANGAN UMUM - Persyaratan Dasar Operasi (PDO) : to propel the vessel at the required sea speed for the range (endurance) required and to provide stopping, backing, and manouvering capabilities - Operation Reliably - Onboard Maintenance (by Crews Capabilities) - Memenuhi semua PDO dengan biaya yang sesuai anggaran 2. PERTIMBANGAN TEKNIS - Power yang dibutuhkan untuk operasi yang sustainable + endurance - Persyaratan Space & Weight - Vibration & Noise - Air Pollution 3. PROPULSION POWER PROFILE - Engine sebagian besar waktunya beroperasi pada prosentase rated power tertingginya (kecuali periode singkat ketika di pelabuhan) - Merchant Ship : operasi ekonomisnya pada sustained sea speed - Naval ship : - Maksimum power jarang digunakan (hanya wartime) - Cruising speed : - 60 % dari maksimum speed - 20 % propulsion plant rating 4. Perhitungan Tahanan Kapal - Towing Tank tests - Estimasi : - Taylor’s standard series - Statistical Methods 5. Pemilihan Propulsor - Kebutuhan speed resistance select propulsor - Type : ducted, contra-rotating, nozzle, FPP, CPP - No. of propeller : single, twin, triple, quadruple screws - No. of blade : 2, 3, 4, 5, 6, 7 - Propulsive efficiency X size, weight, cost of transmission PENETAPAN PROPULSION PLANT POWER RATING KEBUTUHAN POWER UNTUK MEMENUHI : - Desired Ship Speed (Kecepatan kapal yang diinginkan) - Sustained Sea Speed (cadangan power) - cadangan akibat degradasi performance seiring berjalannya waktu - cadangan untuk mengatasi penambahan tahanan kapal - akibat fouling - akibat roughening hull, propeller, rudder, fins, dll - akibat propeller cavitation atau erosi - akibat penurunan performance - Mengatasi kondisi laut yang tidak normal - Rough sea - Adverse weathers PROPULSION MACHINERY CONFIGURATION Fundamental Design : koordinasi antara prime mover dengan sistem transmisi dan propeller SISTEM TRANSMISI : - Direct Drive : LSDE - Mechanical Drive : reduction gear - Electrical Drive : power converter Lower propeller speed higher propeller efficiency Higher speed engine menyebabkan : - higher wear rate - higher fuel consumption - higher fuel quality Simplicity + fuel economy : membuat diesel cocok untuk semua aplikasi MSDE dan HSDE pada LOWER POWER RATING memberikan sifat kompetitif terhadap persyaratan WEIGHT & SPACE Pada HIGH POWER RATING Diesel melebihi ST atau GT PROPULSION MACHINERY CONFIGURATION GT menawarkan LOW WEIGHT & SPACE GT kurang memberikan toleransi terhadap LOW GRADE FUEL Kebanyakan Marine ST menggunakan bahan bakar LOW GRADE Residual ST Plant + boilernya cocok untuk reaktor nuklir, coal, BOG, natural gas, ataupun waste heat dari engine ST tidak banyak memerlukan perawatan Kemungkinan rancangan COMBINED PLANTS : COGOG, CODOG, COGAG, CODAG, COGAS ATAU CCPP, STAG, RACER (Rankine Cycle Energy Recovery) COGAG berbeda dengan COGOG dimana COGAG plant dirancang untuk Menggunakan semua GT secara online untuk membentuk power maksimum Pada COGOG : engine kecil digunakan untuk cruising sedangkan satunya yang lebih besar sebagai booster power REVERSING CAPABILITY Direct Drive diesel dapat reversible ST dilengkapi dengan lajur khusus ASTERN BLADE didalam turbine casing. Saat kapal mundur, steam disuplai ke stern blading bukannya ke ahead blading GT secara praktis tidak didesain untuk reversing, metode reversing dengan cara: - Reversing gear-box - CPP - Electric propulsion CPP memberikan respon reversing yang terbaik kemampuan AUXILIARY EQUIPMENTS MARINE AUXILIARY MACHINERY ENGINE ROOM LAYOUT ELECTRICAL CONSUMPTION TIPE ENGINE DAN OPERASIONALNYA Tujuan operasional motor bakar adalah untuk memproduksi mechanical power dari energi kimia yang dikandung oleh bahan bakar. Pada motor bakar dalam, energi tersebut dilepaskan oleh proses pembakaran atau oksidasi bahan bakar didalam silinder. SPARK IGNITION COMBUSTION ENGINE INTERNAL COMBUSTION ENGINE COMPRESSION IGNITION GAS TURBINE EXTERNAL COMBUSTION ENGINE STEAM TURBINE INTERNAL COMBUSTION ENGINE APPLICATIONS 1. APPLICATION : otomotive, locomotive, light aircraft, marine, portable power, power generation 2. BASIC ENGINE DESIGN : in-line, V-type, radial, opposed (reciprocating), rotary (Wankel) 3. WORKING CYCLE : 4-cycle : naturally aspirated, supercharged, turbocharged 2-cycle : crankcase scavenged, supercharged, turbocharged 4. VALVE DESIGN : overhead valve, underhead, cross-scavenging 5. FUEL : gasoline, diesel, gas, alcohol, hydrogen 6. METHOD OF MIXTURE PREPARATION : carburation, DI, IDI 7. METHOD OF IGNITION : spark, compressed 8. COMBUSTION CHAMBER DESIGN : open chamber, divided chamber 9. METHOD OF LOAD CONTROL : throttling of fuel, control fuel flow, combination 10. METHOD OF COOLING : water cooled, air cooled, uncooled 1. APPLICATIONS 2. BASIC ENGINE DESIGNS 3. WORKING CYCLES 4. VALVE DESIGN 5. FUEL SYSTEMS FUEL : - Penetapan GRADE mempertimbangkan : - Harga, bunker, transit - tipe engine - Viscosity - Impurities & harmfull constituents - SFOC engine Dalam operasional dan design motor perlu pemahaman tentang mengapa dan bagaimana energi dapat ditransformasikan (konversi energi kimia ke mekanik), agar dapat meminimalkan penggunaan bahan bakar (fuel consumption). FUEL SELECTION FUEL TYPE BAHAN BAKAR CAIR (PETROLEUM) Hampir semua motor diesel menggunakan refined crude petroleum yang lebih murni dan tidak mengandung residu tinggi. Jenis yg umum digunakan : - Crude Oil - Marine Diesel Oil ( MDO ) - Residual Oil - High Speed Diesel ( Solar ) - Heavy Fuel Oil ( HFO ) Jenis-jenis bahan bakar lain yang dapat digunakan oleh diesel engine : - Biodiesel ( rapeseed (jarak), palm-oil, jelantah, corn-oil, dll ) - LPG, LNG - Hidrogen Jenis bahan bakar lainnya : - Bensin ( Premium, Premix, Pertamax, Pertamax+ ) - Avtur - Coal ( Batubara ) METODE REFINERY BAHAN BAKAR - Metode Distilasi - Hidrocarbon dievaporasi lalu dikumpulkan - Proses berlangsung sampai tersisa residu - Untuk berbagai HC, proses dasar distilasi terjadi pada Boiling-points yang berbeda. - 20% konversi ke gas atau kerosene - 40% ke distilate fuel dan kerosene - 40% ke residual fuel - Proses lebih lanjut : thermal cracking-breaking - 35% gas/gasolene - 35% distillate - 30% residual Metode catalytic cracking/reforming : breakdown dari residu HC terjadi pada temperature dan tekanan tinggi. - 48% gas/gasolene - 43% distillate - 7% residual - 2% coke ( coke adalah residu carbon yang tertinggal selama proses cracking dan dapat digunakan untuk bahan bakar furnace ) - Disamping jenis bahan bakar, setiap bahan bakar memiliki degree yg berbeda. Komposisi dari crude-oil bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya, komponen utamanya adalah Carbon (82 ~ 87%), Hydrogen (10 ~ 14%), dan Sulphur (1 ~ 6%). Heating value (QHV) dari bahan bakar tergantung dari komposisi kimia bahan bakar. Semakin tinggi persentase hydrogen semakin tinggi heating value. COMBUSTION CHEMISTRY - Bahan bakar dibakar atau dioksidasi untuk merubah energi kimia menjadi mekanik - Proses oksidasi : C + O2 CO2 + panas H2 + 1/2 O2 H2O + panas - Kedua reaksi oksidasi bersifat EXOTHERMIC - Temperatur 4000C ~ 7500C cukup untuk melangsungkan reaksi diatas - Untuk pembakaran sempurna, semua unsur C harus berubah menjadi CO2 semua unsur H harus berubah menjadi H2O FUEL CLASSIFICATION Specific Gravity : rasio density fuel terhadap air ( diukur pada 600F ) 141.5 131.5 : tipe specific gravity yang 0 sp.gr.60 / 60 F ditetapkan oleh API Jika fuel diorder berbasis VOLUME, maka SPESIFIC dan API Gravity berhubungan terhadap volume ke berat dari fuel. Semakin tinggi API Gravity semakin besar Angka CETANE API Gravity Satuan : barrels per long ton, pounds per US gallon Contoh : Fuel Oil yang memiliki specific gravity sebesar 0,9279 degrees API nya 21, dan satu galon mengandung 7,727 pounds. Karena fuel tidak selalu tepat 600F maka perlu tabel koreksi, misal Apendix A.2a. degrees API Air dan Sedimen : impurities tersebut merusak mesin - Air penyebab utama terjadinya korosi di tangki dan perlengkapan lain - Sedimen dapat berakumulasi di storage tank dan menyebabkan clog di filter FLASH POINT : temperatur dimana fuel harus dipanaskan untuk memungkinkan uap pembakaran (flammable vapours) terbentuk. Data Flash point penting untuk safety-nya storage bukannya terhadap performance motor. - Flash point dapat dijadikan indikasi kontaminasi. - Nilai minimum ditetapkan oleh Class dan Regulator lainnya. - Nilai flash point 1500F umumnya memenuhi specs dari safety insurance regulatory. - US Coast Guard menetapkan minimum flash point untuk light diesel fuel sebesar 1200F. Pour Point : Temperatur dimana minyak berhenti untuk mengalir. Parameter ini relevan untuk motor yang bekerja di daerah dingin. Biasanya oil yang digunakan mempunyai pour point 10 ~ 150F dibawah temperatur operasinya. Ash : Kandungan ash (abu) di minyak adalah berupa material tersisa setelah bahan bakar dibakar pada temperatur tinggi. Ash akan mempercepat keausan komponen mesin melalui abrasi. Kandungan ash pada distillate oil cukup rendah (mendekati nol), sedangkan pada residual oil yang berat dapat mencapai 0,25%. Sulfur : Elemen ini selalu ada di crude-oil dan komponennya sebagai sebuah sulfurcompound. Sulfur mengakibatkan peningkatan wearing akibat reaksi dengan senyawa lain untuk membentuk deposit. Di sistem gas buang, uap air akan bercampur dengan SO2 dan membentuk asam yang bersifat korosif. Reaksi yang sama dapat terjadi di silinder. Residu Carbon : material ini berupa solid carbon yang tertinggal setelah proses pembakaran terjadi, yang menetap dengan sejumlah oxygen. Residu ini terkait erat dengan karakteristik carbon yang ada dalam bahan bakar ( CxHy ). Residu carbon menyebabkan ring lengket dan deposit di combustion chamber. Slow speed diesel dapat menggunakan bahan bakar dengan residu carbon tinggi karena combustion timenya yang lebih panjang. Viscosity : kekentalan merupakan property dari cairan dan diukur sebagai tahanan aliran. Viskositas aliran berbanding lurus dengan temperature. Karenanya saat menyatakan viskositas harus disebutkan berapa temperaturnya. Standard marine umumnya menetapkan pada temperatur 1000F. Misal 500 seconds at 1000F atau disingkat SSU (Saybolt Seconds Universal). Satuan ukuran viskositas lainnya adalah Redwood, centistokes (cSt), dll. Heating Value : untuk mengukur energi kimia dimana bahan bakar difungsikan. Heating value suatu jenis bahan bakar dapat dihitung jika spesific gravity-nya atau API gravity-nya diketahui. Heating value (Btu/lbm) = 18,250 + 40 x API Gravity Heating value per pound meningkat jika API gravity meningkat, meskipun Btu (gallon) berkurang akibat berkurangnya massa per gallon. Karenanya menyimpan bahan bakar dengan API rendah lebih dipertimbangkan, hanya saja API yang rendah memiliki residu yang tinggi sehingga efisiensi pembakarannya menurun. Fuel Oil Specification : Biasanya pembuat mesin memberi spesifikasi Maximum Redwood 1 untuk viskositas bahan bakar sebesar 3500 untuk slow dan large medium speed diesel. Nilai minyak 3500 Redwood 1 adalah sangat kental dan mempunyai kandungan karbon tinggi serta API gravity yang rendah. Bahan bakar yang terlalu kental sulit diinjeksikan ke silinder, sehingga perlu preheating. 6. METHODS OF MIXTURES DESIGN 7. METHODS OF IGNITION 8. COMBUSTION CHAMBER DESIGN 9. METHODS OF LOAD CONTROL 10. METHODS OF COOLING SEKIAN