ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA

advertisement
KEDUDUKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SISTEM PENDIDIKAN
INDONESIA
Nama : Ismaya Alfitri
NIM
: 18103241029
Kelas : A
Jurusan : Pendidikan Luar Biasa
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Sistem Pendidikan Indonesia Mengenai Anak Kebutuhan Khusus Di Era Millenial
Pendidikan merupakan salah satu hak yang harus diperoleh oleh setiap individu untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu Negara memiliki kewajiban untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali
termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang
pada UUD 1945 pasal 31(1). Di Indonesia telah dilakukan Uji coba dibeberapa daerah sejak
tahun 2001, secara formal pendidikan inklusi dideklarasikan di Bandung tahun 2004 dengan
beberapa sekolah reguler yang mempersiapkan diri untuk implementasi pendidikan inklusi. Awal
tahun 2006 ini tidak ada tanda-tanda untuk itu, informasi tentang pendidikan inklusi tidak
muncul kepada publik, isu ini tenggelam ketika isu menarik lainnya seperti biaya operasional
sekolah, sistem SKS SMA dan lain-lain.
Pada tahun 2014 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menerapkan kurikulum
untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Dengan ini, Indonesia menjadi yang pertama
kali di dunia yang menerapkannya.
"Kita baru pertama terapkan kurikulum anak berkebutuhan khusus. Indonesia jadi yang
pertama," ujar Wakil Mendikbud Musliar Kasim saat berbincang dengan wartawan di Hotel
Sentosa, Senggigi, NTB, Senin (1/9/2014) malam.
Untuk lebih mematangkan kurikulum ini, Kemendikbud telah mengumpulkan 300 guru, kepala
sekolah dan pakar untuk menyusun buku teks pelajaran. Tak hanya itu mereka juga akan
menyusun buku pedoman guru yang sesuai dengan kurikulum pendidikan khusus tahun 2013.
Dengan penerapan kurikulum ini, pemerintah mendorong agar seluruh anak Indonesia termasuk
anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti kurikulum di sekolah reguler.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
Dikdas Dr Mudjito AK, MSi menjelaskan kurikulum dan buku tersebut diperuntukkan bagi anak
berkebutuhan khusus dengan jenis tuna netra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan autisme.
"Bagi anak berkebutuhan khusus yang mengikuti program pendidikan inklusif maka mereka
akan mendapat materi program kebutuhan khusus yang diberikan di luar jam sekolah," jelas
Mudjito. Pemerintah juga akan menyiapkan guru-guru pembimbing khusus pada sekolah
inklusif.
"Terkecuali bila anak berkebutuhan khusus tersebut disertai dengan hambatan intelektual, maka
mereka akan menggunakan kurikulum pendidikan khusus," ulasnya.
Pada tahun ajaran 2014/2015, kurikulum pendidikan khusus akan dilaksanakan pada kelas 1, 4,
7, dan 10.
"Bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah luar biasa, maka program
kebutuhan khusus menjadi kegiatan intrakulikuler yang diberikan pada jam sekolah," ujar
Mudjito. Perjalanan pendidikan bagi penyandang cacat telah berjalan lebih dari satu abad.
Selama kurun waktu tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan luar biasa telah
berkembang secara kuantitatif maupun kualitatif. Jumlah SLB makin meningkat, lembaga
pemerintah yang mengurusnya semakin besar, Lembaga penyiapan gurunya juga telah
berkembang hingga di LPTK perguruan tinggi, sistem layanan pendidikannya bervariasi seturut
dengan perkembangan kesadaran masyarakat nasional maupun internasional. Meskipun
demikian, kemajuan PLB di Indonesia tidak luput dari berbagai masalah atau tantangan dalam
perkembangannya.
Data dari Dinas Pendidikan Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional menyebutkan anak
berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia mencapai sebanyak 324.000 orang. Dari 324.000
ABK, baru 75.000 anak yang sudah tersentuh, sedangkan sisanya sebanyak 249.000 belum
tersentuh pendidikan. Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Pendidikan Luar Biasa
Kementrian Pendidikan Nasional, Ekodjatmiko Sukarso di Solo, Selasa (2/3). Ia mengeluhkan
terkait perhatian pemerintah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang masih
minim.
”Saya harapkan perhatian kepada ABK benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Kami butuh
dukungan dari pemerintah pusat dan semua kalangan masyarakat untuk menempatkan kelayakan
posisi ABK,” kata Ekodjatmiko kepada Joglosemar di sela-sela Workshop Peserta Kegiatan
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2010, di
Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH) Solo, Selasa (2/3), Ekodjatmiko menambahkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 70 tahun 2009, tidak diperbolehkan
adanya diskriminasi bagi ABK terkait masalah pendidikan.
Sesuai data yang ada, jumlah ABK di Indonesia mencapai 324.000 ABK di Indonesia, dari
jumlah tersebut hanya sekitar 75.000 anak yang beruntung bisa bersekolah. Untuk itu, perlunya
dukungan dari sebuah asosiasi masyarakat untuk mem-backup penyelenggaraan PLB. Sangat
menyayangkan masih adanya persoalan dipersulitnya ABK untuk mengikuti program pendidikan
di sekolah umum. Padahal aturan resmi di UUD tidak diperkenankan adanya pilih kasih calon
siswa baru di sekolah-sekolah.
Banyak kasus ABK yang masuk kategori bidang tunadaksa dan tunagrahita, namun pola pikirnya
masih seperti anak pada umumnya. Ini yang menjadi salah satu acuan bagi dinas terkait
pendidikan luar biasa (PLB), untuk tetap memperjuangkan nasib ABK agar jangan sampai
berhenti menuntut ilmu. ”Banyak sekali sebenarnya jika kami mau memperlebar masalah PLB
ini. Kami hanya ingin mengetuk kesadaran, karena mereka itu semua sama dengan yang lain,
sama makhluk ciptaan Tuhan. Sesuai Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 70
tahun 2009, pendidikan inklusi dibuat untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan dalam satu lingkung pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.
Beberapa sekolah inklusi memutuskan diri untuk menghentikan dan menolak (ABK) karena
dianggap tak memiliki guru yang memiliki kapabilitas untuk mendidik (ABK). Materi di kelas
jadi terhambat dan anak-anak merasa terganggu dan yang terjadi adalah anak-anak ini
tersisihkan. sekolah umum harusnya tak merasa takut untuk menerima siswa ABK. Sebaliknya,
mereka harusnya membangun departemen khusus yang dapat membantu anak-anak ABK di
sekolah.
Menurut saya telah banyak lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah anak
berkebutuhan khusus (SLB) yang ada di Indonesia ini, namun yang perlu diperhatikan adalah
SDM para pendidik harus terus ditingkatakan untuk lebih membekali skill atau ketrampilannya
untuk mendidik dengan menggali ilmu dan informasi mengenai metode dan pembelajaran serta
inovasi-inovasi alat bantu yang diperlukan untuk mendidik anak berkebutuhan khusus dari
Negara lain. Selain itu juga bisa dengan cara menarik para psikolog, para terapis agar pihak
sekolah terutama guru tidak kewalahan mendidik siswa-siswi ABK tersebut dengan dibantu oleh
professional.
Menurut perkembangannya, kedudukan anak berkebutuhan khusus dalam system Pendidikan
Indonesia saat ini sudah mulai tertangani dengan baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sebagian dari mereka sudah menggunakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Namun
jangan lupa juga bagi mereka yang tertinggal, kita sebagai mahasiswa dari Pendidikan luar biasa
harus bisa menjadi salah satu pemberi fasilitas tersebut agar ABK yang tertinggal bisa tertangani
dengan baik kedepannya. Jangan lupakan peran kita sebagai mahasiswa di masyarakat. Kita
harus menjadi cerminan untuk menjadikan Pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Download