ILMU UKUR TANAH MATERI 1

advertisement
KATA PENGANTAR
Laporan ini disusun berdasarkan hasil kegiatan praktikum ilmu ukur tanah II dilapangan
hasil pengilahan data lapangan dan pengambaran pembuatan peta , adapun kegiatan tersebut
mulai dari Januari 2013
Kesempatan ini kami praktikan mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. H. Ishak
Yunus, ST, MT sebagai pembimbing Praktikum dan kawan mahasiswa peserta praktikum
Ilmu Tanah II serta pihak-pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan pengambian
data lapangan hingga tersusunnya laporan ini.
Semoga laporan inin dapat diterima dengan baik dan berguna bagi yang membaca
laporan ini khususnya keluarga teknik sipil, informasi dan kritik-kritik yang bersifat
membangun sangat kami nantikan demi sempurnanya laporan ini.
Palembang Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................
DAFTAR I .............................................................................................
I.
PENDAHULUAN .........................................................................
1.1 LATAR BELAKANG ...............................................................
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN ........................................................
1.3 RUMUSAN MASALAH ..........................................................
II.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM ................................................
2.1 DASAR TEORI PEMETAAN ..................................................
2.2 PENGUKURAN POLIGON DENGAN TEODHOLIT ............
2.3 PRINSIP TACHYMETRI .........................................................
2.4 PENGUKURAN TAKIMETER UNTUK BIDIKAN MIRING
2.5 GEOMETRI KOORDINAT DALAM HITUNGAN
PENGUKUKURAN .......................................................................
2.6 BENTUK PERSAMAAN KOORDINAT UNTUK GARIS .....
2.6.1. PERPOTONGAN DUA GARIS .....................................
2.6.2. PERPOTONGAN DUA LINGKARAN ..........................
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM .................................................
3.1 TUGAS 1 PENGUKURAN POLYGON TERBUKA...............
3.2 TUGAS 2 PENGUKURAN PROFIL MEMANJANG .............
3.3 TUGAS 3 PENGUKURAN POLYGON TERTUTUP .............
IV. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
4.1 KESIMPULAN ..........................................................................
4.2 SARAN ......................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB.I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Data pengukuran tanah merupakan data yang sangat penting artinya dan dibutuhkan
sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan dalam usaha
merencanakan,membangun dan pemeliharaan hasil pembangunan,serta pengembangan pada
proyek-proyek teknik sipil, militer, dan teknik rancang bangun yang berhubugnan dengan
permukaan maupun bawah permukaan tanah, peranan pengukuran tanah sangat pentingg dan
mutlak diperlukan.
Dengan tersedianya data pengukuran dengan ketelitinan yang memadai akan
memperoleh hasi pembangunan sesuai dengan yang diharapkan dan dapat terhindar dari
pembiayaan yang boros. Untuk memperoleh data pengukuran yang tepat dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah membutuhkan tenaga yang trampil, cerdas siap pakai,
perlu pengetahuan tentang teori –teori ilmu ukur tanah yang berkualitas dan terpakai.
Melihat pentingnya hal-hal tersebut diatas universitas tamansiswsa kurikkulum fakultas
teknik jurusan teknik sipil, kepada mahasiwa jurusan teknik sipil diwajibkan mengambil mata
kuliah ilmu ukur tanah I dan II (dua semester) secara teori dan dipraktekan di lapangan selain
mengerti teori dalam pengukuran mahasiswa juga bisa melaksanakan pekerjaan pengukuran
tanah pada proyek perencanaan pelaksanaan pembangunan bangunan teknik sipil secara
mandiri setelah meninggalkan bangku kuliah kelak apabila diperlukan.
1. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari kegiatan praktikum ilmu ukur tanah II adalah agar mahasiswa dapat
memahami klasifikasi peraltan ukur tanah sehingga dalam pelaksaan pengukurannya dapat
cepat,tepat,akurat dan terp[akai data yang dihasilkan. Sehingga hal-hal yang tidak diperlukan
dapat dihindarkan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. Tujuan dari praktikum adalah agar
mahasiswa dapat trampil didalam mengoperasikan peralatan ukur tanah dan menjelaskan
hasil dari pekerjaan pengukuran tanah dimaksud, disamping itu juga untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk mengikuti ujian semester mata kuliah ilmu ukur tanah II pada
semester genap.
2. PEMBAHASAN MASALAH
Didalam pelaksanaan praktikum ilmu ukkur tanah II perlu adanay perencanaanperencanaan yang sistematis dan terarah, sehingga akan mendapatkan sasaran yang dituju,
untuk itu dalam pelaksanaan praktikum perlu adanya langkah-langkah yang pasti dengan
rumusan seperti berikut:
a) Peraltan yang dipergunakan harus lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan
ketelitiannya.
b) Sebelum dipergunakan p[engukuran instrumen harus di cek sudut horizontal dan
sudut vertical serta kedudukan nivo tabung dan nivo kotak, kedudukan benang silang tegak
dan horizontal benar-benar saling tegak lurus.
c) Personil pelaksnaan harus mengerti tugas masing-masing yang harus dikerjakan.
d) Sebelum pelaknaan perlu diadakan orientasi medan untuk mengambil system
pengukkuran yang cocok dengan medan yang dipetakan. Selain untuk memilih jalur polygon
kerangka daerah pengukuran.
BAB. II
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1 DASAR TEORI PEMETAAN.
Pengukuran topografi dimaksudkan agar dapat diperoleh suatu peta yang dapat
digunakan untuk perencanaan sistem proyek yang akan dikembangkan.
Pengukuran topografi ini dimulai dengan pembuatan polygon dan dilanjutkan dengan
pengukuran detail. Pembuatan poolygon dimaksudkan untuk mengetahui batas wilayah lahan
yang dipetakan juga sekaligus mengetahui tinggi titk tertentu pada batas lahan tersebut.
Dengan mengaitkan salah satu titik-titik dari permukaan laut dapat diketahui.
Pengukuran detail dilakukan didalam daerah yang dipetakan. Pengukuran detail ini
dimaksudkan untuk mengetahui ketinggian tempat-tempat tertentu dalam petak sehingga
akan memudahkan dalam pembuatan garis kontur pada peta.
2.2 PENGUKURAN POLYGON DENGAN THEODOLIT.
Polygon harus dimulai dan diakhiri pada titik yang tertentu,karena titik awal yang
tentu digunakan untuk mencari koordinat-koordinat titik berikutnya,sedangkan titik akhir
dengan titik awal digunakan untuk penelitian atau melakukan koreksi polygon.
Pada polygon yang diukur dengan theodolit diperlukan pula jurusan yang tentu pada
titik awal polygon yang akan digunakan untuk menentukan sust-sudut jurusan semua sisi
polygon. Pada titik akhir diperlukan pula jurusan tertentu yang bersama dengan jurusan
tertentu pada titik awal polygon akan digunakan untuk meneliti jurusan-jurusan dan sudutsudut yang diuikur.
Yang diukukr pada polygon dengan mempergunakan theodolit adalah : semua sudut
yang ada pada titik polygon antara kedua sisi polygon yang bertemu di titik-titik tersebut dan
jarak antara titik-titik polygon.
Prinsip mengukur jarak dengan cara optis.
2.3 PRINSIP TACHYMETRI.
Keadaan lapangan dibagi dua:
1. Lapangan mendatar
2. Lapangan miring
AD. 1. LAPANGAN MENDATAR
Garis bidik mendatar sejajar lapangan (lihat gambar 2)
Selain beberapa benang silang tengah, diafragma trnasit atau teodolit untuk takimetri
mempunyai dua benang horizontal tambahan yang ditempatkan sama jauhnya dari benang
tengah seperti pada Gambar.2. interval antara benang-benang stadia itu kebanyakan pada
instrument diberikan perpotongan vertical 1 meter pada rambu yang dipasang sejauh 100
meter (atau 1 meter pada jarak 100 meter) . jadi jarak ke rambu yang dibagi secara decimal
dalam meter, persepuluh dan perseratusan dapat langsung dibaca sampai meter terdekat. Ini
sudah cukup saksama untuk menentukan lokasi detail-detail topografik sungai,jembatan dan
jalan, yang akan digambarkan pada peta dengan sekala 1:100 atau sekala lebih besar 1:50.
Metode takimetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga yang sebangun,
sisi yang sepihak adalah sebanding. Pada gambar.2 .menggambarkan teropong pumpunanluar, berkas sinar dari titik A dan B melewati pusat lensa membentuk sepasang segitiga
sebangun AmB dan amb. Di sini AB=R adalah perpotongan rambu(interval stadia) dan ab
adalah selang antara benag-benang stadia.
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam pengukuran takimetri dan definisnya adalah
sebagai berikut:
F= jarak pumpun lensa(sebuah tetapan untuk gabungan lensa obyektif terttentu) dapat
ditentukan dengan pumpunan pada obyek yang jauh dan mengukur jarak antara pusat lensa
obyek(sebenarnya adalah titik simpul dengan diafragma( jarak pumpun = focal length)
F1= jarak bayangan atau jarak dari pusat (sebenarnya titik simpul) lensa obyektif ke
bidang benang silang sewaktu teropong terpumpun pada titik tertentu.
F2= jarak opbyektif atau jarak dari pusat (sebenarnya adalah titik simpul) dengan
diafragma titik tertentu sewaktu teropong terpumpun pada titik itu. Bila f2 takterhingga, atau
amat besar,f1=f
I= selang antara benang-benang stadia (ab pada gambar 2)
f/i= factor pengali, biasanya 100 (stadia interval vaktor),biasanya 100
c= jarak dari pusat lensa instrument (sumbu I) ke pusat lensa obyektif. Harga c sedikit
beragam sewaktu lensa obyektif bergerak masuk atau keluar untuk panjang bidikan
berbeda,tetapo biasanya dianggap tetapan.
C= c+f.c disebut tetapan stadia,walaupun sedikit berubah karena c
d= jarak dari titik pumpun didepan teropong ke rambu
D= C+d+jarak dari pusat instrument ke permukaan rambu
Dari segitiga-segitiga sebangun pada gambar.2
𝑑 𝑅
𝑓
= π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑑 = 𝑅
𝑓 𝑑
𝑖
Dan
𝑓
D=R( 𝑖 )+C
Benang- benang silang jarak optis tetap pada transit. Teodolit,alat sipat datar dan
dengan cermat diatur letaknya oleh pabrik instrument agar factor pengali f/I sama dengan
100. Tetapan stadia C berkisar dari kira-kira 0,75 sampai 1,25 untuk teropong-teropong
pumpunan luar yang berbeda, tetapi biasnya dianggap sama 1 meter. Satu-satunya variabel
diruas kanan persamaan adalah R yaitu perpotongan benang-benang stadia. Pada gambar 151. Bila perpotongan R adalah 4.27 ft, jarak dari instrument ke rambu adalah 427+1=428 ft.
Yang telah dijelaskan adalah teropong pumpunan luar jenis lama, karena dengan
gambar sederhana dapat ditunjukkan hubungan-hubungan dengan benar. Lensa obyektif
teropong pumpunan dalam ( jenis yang sekarang dipakai pada instrument ukur tanah)
mempunyai kedudukanterpasnag tetap sedangkan lensa pumpunan negative dapat digerakkan
antara lesa obyektif dan bidang benang silang untuk mengubah arah berkas sinar. Hasilnya,
tetapan stadia menjadi demikian kecil sehingga dapat dianggap nol.
Benang stadia yang menghilang dulu dipakai pada beberapa instrument lama untuk
menghindari kekacauan dengan benang tengah horizontal. Diafragma dari kaca yang modrn
dibuat dengan garis-garis stadia pendek dan benang tengah yang penuh [lihat gambar 10-6]
memberikan hasil yang sama secara lebih berhasil guna.
Untuk menentukan factor pengali, perpotongan rambu R dibaca untuk bidikan horizontal
berjarak diketahui sebesar D. kemudian, pada bentuk lain persamaan (15.1). factor pengali
adalah f/I = (D-C)R. sebagai contoh, pada jarak 300.0 ft, interval rambu terbaca 3.01. hargaharga untuk f dan c terukur sebesar 0.65 dan 0.45 ft berturut-turut,karenanya C = 1.1 ft.
kemudian, f/I =(300.0-1.1)/3.01=99.3. ketelitian dalam menetukan f/I meningkat dengan
mengambil harga pukul rata dari beberapa garis yang jaraknya terukur berkisar dari kira-kira
100 sampai 500 m dengan kenaikan tiap kali 100 meter.
2.4
PENGUKKURAN TAKIMETER UNTUK BIDIKAN MIRING.
Kebanyakan pengukkuran takimeter adalah dengan garis bidik miring karena adanya
keragaman topografi tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan
jarak miring”direduksikan”menjadi jarak horizontal dan jarak vertical.
Pada gambar 3, sebuah transit dipasang pada titik M dan rambu dipegang pada titik O.
dengan benang silang tengah dibidikkan pada titik D sehingga DO sama dengan instrument
EM, sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca sebesar. Perhatikan bahwa dalam pekerjaan
takimeter tinggi instrument t.i) adalah tinggi garis badik diukur dari titik yang diduduk
(bukan TI,tinggi diatas datum seperti dalam sipat datar)
Misla S adalah jarak miring ED;H adalah jarak horizontal EG=MN; dan V adalah jarak
vertical DG=ON. Selanjutnya
H = S Cos a
V= S Sin a
Jika seandainya rambu dapat dipegang tegak lurus garis bidik di titik O, Pembacaan A’B’
adalah R’ akan diperoleh menjadi
𝑓
S= 𝑑 +C
Karena mamagang rambu dengan miring sebesar 𝛼 itu tidak praktis, maka ditegak
luruskan dan dibaca AB atau R. karena kebanyakan bidikan terbentuk sudut kecil di D, maka
cukup teliti untuk menganggap sudut AA’D siku-siku oleh karena itu:
R’ = R cos 𝛼
Dan
𝑓
S=R 𝑖 Cos 𝛼 + C
Atau
𝑓
H=R 𝑖 πΆπ‘œπ‘  2 𝛼 + C cos 𝛼
Untuk sudut-sudut kecil dan teropong pumpunan luar,harga Cmendekati 1 m dan
𝑓
H=R πΆπ‘œπ‘  2 𝛼 + 1
𝑖
Jika f/I =K maka:
H=KR πΆπ‘œπ‘  2 𝛼 + 1
Agar tidak ada perkalian R dengan πΆπ‘œπ‘  2
yang merupakan angka decimal yang
besar,rumus untuk H dapat ditulis kembali untuk pemakaian dalam hitungan menjadi
H=KR-KR 𝑆𝑖𝑛2 𝛼 + C
Jarak vertical diketemukan dengan rumus:
𝑓
V=S Sin 𝛼 =(R 𝑖 Cos𝛼 + C Sin𝛼
Atau
V= R
𝑓
𝑖
𝑆𝑖𝑛𝛼 + C Sin 𝛼
Untuk sudut-sudut kecil,sin 𝛼 sangat kecil dan kuantitas C sin 𝛼 dapat diabaikan.
Dengan mengganti ½ sin 2 𝛼 untuk sin 𝛼 cos 𝛼 rumus menjadi:
V= KR (1/2 sin 2 𝛼)
Dalam bentuk akhir yang umum dipakai,K diambil sebesar 100 dan rumus-rumus untuk
reduksi bidikan miring menjadi jarak horizontal dan jarak vertical adlaah:
H= 100R =100r 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 = 1 (pumpunan luar)
Atau
H= 100R 𝑠𝑖𝑛2 𝛼 = 1 (pumpunan dalam)
Dan
V=R Sin 2 𝛼
Tabel-tabel diagram,mistar hitung khusus,dan kalkulator elektronik telah dipakai oleh
para juru ukur untuk memperoleh penyelesaian rumus-rumus ini dengan cepat. Tabel E-1
dalam ependik E memuat jarak horizontal dan vertical untuk perpotongan rambu. 1 meter dan
sudut-sudut Vertical 0 sampai 160 (74 smpai 900 dan 900 sampai 1060 untuk pembacaan-
pembacaan penilaian atas kewajaran jawaban-suat ufactor dalam praktek pengukuran tanah
rekayasa.
Sebuah tabel tak dikenal harus selalu diselidiki dengan memasukan harg-harga
didalamnya yang akan memberikan hasil yang telah diketahui. Sebagai contoh,sudut-sudut
5,10,150,00’ dapat dipakai untuk mengecek hasil-hasil memakai tabel. Misalnya stadia 1
meter, diperoleh hasil sebagai berikut dengan tabel E-1
H=93,3 x 1,00 + 1 =94,3 atau 92 meter .
Dengan persamaan H=100x1,00-100(0259)2 + 1 =94,3 atau 94 meter.
Sebagai contoh :
Misal dalam gambar 3,elevasi M = 268,2 meter t.i =EM -5,6 meter perpotongan rambu
AB =R=5,28 meter, sdudut vertcal 𝛼 ke titik D dibaca 5,6 meter pada rambu salah =40
16’,dan 1 meter. Hitung jarak H, beda elevasi V dan elevasi O.
Penyelesaian :
Dari tabel E-1, untuk sudut 40 16’(sudut zenith 85 44’) dan perpotongan rambu 1 meter
jarak-jarak horizontal dan vertical berturut-turut adalah 99,45 dan 7,42 meter selanjutnya
H=(99,45 x 5,24)+1 =525,1+1=526 METER
V=(7.42x5,28)+0,08=39,18+0,08=39,3 METER
Elevasi O adalah :
Elevasi 0 = 268,2+5,6 +39,3-5,6=307,5 meter
Rumus lengkap untuk menentukan selisih tinggi antara titik M dan O pada gambar 3
adalah elev O –elev M =t.i+V-pembacaan rambu.
2.5. GEOMETRI KOORDINAT DALAM HITUNGAN PENGUKURAN TANAH.
Hitungan-hitungan yang menyangkut koordinat dilaksanakan dalam berbagai maslah
pengukuran. Dua keadaan ditampilkan dalam dimana diperlihatkan bahwa panjandan sudut
arah (atau azimut) sebuah garis dapat dihitung dari koordinat titik-titik ujungnya. Hitungan
luas memakai koordinat dibicarakan,masalah-masalah tambahan yang mudah diselesaikan
memakai koordinat adalah menentukan titik potong (a) dua garis lurus (b) garis lurus dan
lingkaran, dan (c) dua l;ingkaran. Masalah-masalah ini sering dijumpai dalam pengukuran
jalur lintas diamana diperlukan menghitung perpotongan garis singgung dan lengkung
melingkar dalam pelurusan horizontal,dalam pekerjaan batas dan pengaplingan dimana petakpetak tanah sering dinyatakan dengan garis-garis lurus dan busur-busur lingkaran.
Penyelesaian ini dapat diperoleh dengan menuliskan persamaan-persamaan untuk garis
dan lingkaran yang bersangkutan, yang termasuk koordinat titik potong yang belum
diketahui,kemudian memecahkannya dengan serentak untuk yang belum diketahui.
Persamaan-persamaan yang diperlukan bersaam :
2.6. BENTUK PERSAMAAN KOORDINAT UNTUK GARIS
Pada gambar 4 garis lurus AB dinyatakan dalam system koordinat tegak lurus bidang
datar. Koordinat titik ujung A dan B alah XA,YA,XB dan YB,panjang AB dan Azimut 𝛼
garis yang dinyatakan dengan koordinat adalah .
AB =√(𝑋𝐡 − 𝑋𝐴)2 + (π‘Œπ΅ − π‘Œπ΄)2
𝑋𝐡 − 𝑋𝐴
π‘Œπ΅ − π‘Œπ΄
Bentuk matematis rumus sebuah garis lurus adlah :
𝛼 = π‘π‘’π‘ π‘’π‘Ÿ 𝑑𝑔
YP + m Xp=b
Dimana Yp adalah koordinat Y sembarangan titik P pada garis yang koordinat X nya
adlah Xp, m adalah kemiringan garis, dan b adalah potongan Y terhadap garis. Kemiringan
m dapat dinyatakan sebagai :
𝑋𝐡−𝑋𝐴
m= π‘Œπ΅−π‘Œπ΄ cotg 𝛼
untuk sembarang garis lurus, kemiringannya tetap, pada gambar 4, kemiringan antara A
dan B sama dengan kemiringan antara A dan P. jadi persamaan berikut dapat ditulis
berdasarkan gerak hati (intuisi) dari persamaan diatas.
𝑋𝐡 − 𝑋𝐴
𝑋𝑃 − 𝑋𝐴
=
= π‘π‘œπ‘‘π‘” 𝛼
π‘Œπ΅ − π‘Œπ΄
π‘Œπ‘ƒ − π‘Œπ΄
2.6.1 PERPOTONGAN DUA GARIS
Persamaan diatas sangat berguna dalam menghitung titik potong dua garis. Data yang
biasanya diketahui untuk soal jenis ini adalah koordinat-koordinat titik ujung garis-garsi, atau
azimuth tetap garis yang ditentukan dari pengukruan atau data rancangan.
Pada gambar 5keteranga nberikut dianggap diketahui untuk dua garis,untuk menghitung
koordinat Xp dan Yp TITIK POTONG.
XA = 14225,07
XB=7484,80
XC=4497,96
YA=1971,80
YB=5209,64
YC=6062,00
𝛼 = 1410 30’
Dengan persamaan diatas untu kgaris AB berlaku
5209,64−1971,28
=
7484,80−1425,07
π‘Œπ‘ƒ−1971,28
𝑋𝑃−1425,07
(a)
Jjuga dengan persamaan yang sama garsi di C berlaku :
π‘Œπ‘−6062,00
𝑋𝑝0−449,96
= 𝐢𝑂𝑇𝐺 141030’
(b)
0,5864,50 Xp –Yp =- 1209,71 (c)
1,25717 Xp- Yp=11.716,43
(d)
Dari persamaan © dan (d) secara serentak menghasilkan :
Xp = 5864,50 meter
Yp = 4343,76 meter
BENTUK PERSAMAAN KOORDINAT UNTUK LINGKARAN
Bentuk matematis umum lingkaran dalam koordinat tegak lurus adalah :
R2 (Xp-Xo)2 + (Yp-Yo)2 PERS (VI)
Dalam persamaan tersebut diatas dan berdasarkan gambar 6 R adalah jari-jari
lingkaran Xo dan Yo koordinat titik pusat Xp dan Yp adalah koordinat sembarang titik P
pada lingkaran. Untuk kebanyakan soal jari-jari dan koordinat titik-titik pusat lingkaran
diketahui R dipilih atas dasar ketentuan rancangan atau kendala geomteric Xo dan Yo telah
dihitung sebagai hasil pengukuran atau diambil dari pada rancangan.
Perpotongan garis dan lingkaran
Gambar 6. Memperlihatkan garis AB memotong lingkaran d titik P. Koordinat titik
A,B dan O diketahui begitu pula jari-jarinya untuk memecahkan titik sebuah persamaan
dalam bentuk persamaan (a) sampai (d) dapat dituliskan untuk garisnya ,dan sebuah seperti
pers (VI) untuk lingkaran persamaan-persamaan ini bila diselesaikan secara serentak,
menghasilkan bentuk kuadar untuk salah satu yang tak diketahui sebagai
𝛼
Y2p + bYp +c = 0
Penyelesaian untuk Yp, harganya dapat dimasukkan ke persamaan aslinya untuk
memperoleh xp :
contoh : pada
gambar 6 anggaplah koordinat pusat lingkaran adalah XO = 500,00 dan Yo =
200,00, untuk titik A dan B, XA= 100,00 YA = 130,00 dan XB =300,00 dan YB = 200,00 dan
R= 150 meter. Tentukan koordinat titik potong P.
dari persamaan (V)
𝑿𝒑−𝟏𝟎𝟎,𝟎𝟎
𝒀𝒑−πŸπŸ‘πŸŽ,𝟎𝟎
πŸ‘πŸŽπŸŽ,𝟎𝟎−𝟏𝟎𝟎,𝟎𝟎
= 𝟐𝟎𝟎,𝟎𝟎−πŸπŸ‘πŸŽ,𝟎𝟎
(e)
Dan persamaan (Vi)
(Xp-500,00)2 + ( Yp- 200,00)2 = (150,00)2
(f)
Penyederhanaan pers (e)
Xp = 2,8571 Yp-271,43
(g)
Masukkan (g) ke (f) dan disederhanakan :
Y2p -524,73 Yp + 66,586 = 0
Penyelesaian pers (h) dengan pers (VII)
Yp =524,73 ± √(524,73)2 − 4(66,856) = 217,87
Kemudian Yp =217,87 ke dalam Pers (g)
Xp =2,8571(217,87)-271,43 = 351.05
(h)
Dalam penyelesaian kuadratik (h) keputusan untuk memakai tanda plus atau minus
dapat dibuat berdasarkan pengalaman atau memakai diagram skala yang juga merupakan
pengecekan hitungan. Sebuah jawaban akan tidak masuk akal akan dibuang.
2.6.2 perpotongan dua lingkaran
Kadang-kadang surveyor diminta untuk menghitung titik potong dua lingkaran
daengan jari-jari yang diketahui, demikian pula koordinat titik-titik pusatnya. Keadaan ini
terlihat pada gambar VII. Soalnya dapat dipecahkan dengan menuliskan persamaan-persaman
dalam bentuk persamaan VI termasuk koordinat Xp,Yp yang tak diketahui dalam kedua
persamaan, dan kemudian dipecahkan serentak yang tidak diketahui. Tetapi yang tidak
diketahui keduanya akan muncul sebagai pangkat dua dalam persamaan jadi pemecahannya
agak sulit diperoleh.
Dalam pendekatan alternative, panjang dan azimuth 01 02 dari gambar.7 dapat diperoleh
setelan dimana sudut-sudut 𝛽 1 dan 𝛽 2 diketahui. Azimuth-azimuth Od,P dan O2P dihitung
,dan soalnya sekrang tinggal menyelesaikan koordinat P diketahui panjang dan arah dari titk
01 atau 02 yang diketahui.
Contoh
Pada gambar 7 anggaplah data berikut ini tersedia Xp dan Yp dicari
XO1 =2851,28
YO1=299,40
R1=2000METER
X02=3898,72
YO2=2870,15
R2=1500 M
Dengan persamaan :
0102= √(3898,72 − 2851,28)2 + (25870,15 − 299,40)2 =2775,95 m
Dengan persamaan :
3898,72−2851,28
𝛼 =busur tg ( 2870,15−299,40 ) = 220 36’53,4”
Dari rumus cos
𝛽 1= busur cos
𝛽 2= busur cos
(200)2 + (2775.95)2 −(1500)2
2(1500)2775,95)
(500)2 + (2775.95)2 −(2000)2
2(1500)2775,95)
=31036’53,4”
=44020’31,8”
𝛼021P=220 10’ 05,5” – 310 36’ 53,4” =-90 26’ 47,9”
= 360000’00” – 90 26’ 47,9” =3500 33’12,1”
𝛼021P=220 10’ 05,5” – 1800 + 440 40’31,8” = 246030 ‘ 37,3”
Dengan koordinat O1 dan panjang serta arah O1P diketahui, koordinat P dapat ddiperoleh
langsung sebagai :
Xp =2851,28 + 2000x sin 3500 33’12,1” = 2523,02 m
Yp =299,40 + 2000 x cos 3500 33’12,28 m
Koordinat-koordinat ini dapat di cek dengan hitungan serupa dar ititik 02 memakai
panjang dan arah 02P.
TRANSFORMASI KOORDINAT DUA DIMENSI.
Kadang-kadang perlu mengkonversi koordinat dari satu system sumbu pengukuran ke
system yang lain. Ini terjadi misalnya jika pengukuran dilaksanakan dalam sistem koordinat
system koordinat sementara atau system koordinat lokal, dan belakangan ingin dihitung
dalam system koordinat Negara. Proses pembuatan konversi ni disebut transformasi
koordinat, dan jika hanaya melibatkan koordinat planimetrik (yaitu X dan Y ) disebut :
koordinat dua dimensi
Geometri transformasi koordinat dua dimensi dilukiskan dalam gambar .7. pada
gambar tersebut X,y suatu system koordinat local,E dan N adalah system koordinat bidang
Negara. Koordinat titik A sampai dengan D diketahui dalam system X,Y dan koordinat A dan
B juga diketahui dalam system E,N . titik-titik semacam Adan B yang kedudukannya
diketahui di kedua system,diberi istilah “titik control”. Paling sedikit diperlukan dua titik
control agar dapat ditentukan koordinat E-N titik-titik lain misalnya C dan D
Jika kedua system itu sama skalanya (khusus yang biasa dalam pengukuran tanah),
hanaya dua langkah yang terlibat dalam transformasi koordinat,(1) putaran (rotasi) dan (2)
gerak lurus translasi.menurut gambar 8. Putaran terdiri atas penentuan koordinat titik-titik
dalam sumbu X,Y yang diputar (dalam garis putus-putus). Sumbu X,Y sejajar dengan E-N
,tetapi pusat system sumbu X-Y dan X’-Y’ adalah:
Dalam persamaan diatas 𝛼 dan 𝛽 dihitung dari dua pasngan koordinat titik control A dan
𝛽 memakai persamaan 𝛼 =busur tg
𝑋𝐡−𝑋𝐴
π‘Œ−π‘Œπ΄
sebagai berikut :
Dan 𝛽 = busur tg EB-EA
NB-NA
Setelah πœƒ diketahui ,X’ dan Y’ dari sembarang titik, misalnya dapat dihitung dari :
X’A =XA cos πœƒ – YA sin πœƒ
Y’A =XA sin πœƒ – YAcosπœƒ
Bagian-bagian terpisah dari rumus-rumus putaran ruas kanan pers. Diatas diperinci dalam
gambar 9.
Gerak lurus terdiri atas pergeseran pusat sumbu X’ dan Y’ ke sumbu E-N. Ini dicapai dengan
menambahkan factor-factor gerak lurus Tx dan Ty (Lihat gambar8) pada koordinat X’ dan y’
untuk memperoleh E dan N. jadi untuk titik A
EA =X’A +T3
NA=Y’A + TY
Menyusun kembali persamaan tersebut diatas dan memakai koordinat salah satu titik
untuk menghitung koordinat Tx dan Ty sehingga dapat diperoleh sebagai:
TX=EA +X’A
TY=NA + Y’A
Titik kontrol yang lain (yaiut titk B ) sebaiknya juga dipakai dalam pers tersebut
diatas untuk menghitung Tx dan Ty sehinnga didapat pengecekan hitungan.
Memasukkan persamaan-persamaan tersebut diatas dan menghilangkan huruf-huruf
dibawah seperti EA menjadi E dsb diperoleh persamaan-persamaan sebagai berikut untuk
menghitung koordinat E dan N titik yang bukan titik control (misalnya C dan D ) dari hargaharga X dan Y-nya.
E= cos πœƒ – Y sin πœƒ +Tx
N = X sin πœƒ + Y cos πœƒ +Ty
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Didalam pelaksanaan praktikum ilmu ukur tanah II dibagi menjadi 3 bagian tugas
pengukuran yaitu :
1.
tugas 1 pengukuran polygon terbuka
2.
tugas 2 pengukuran profil memanjang (leveling)
3.
tugas 3 pengukuran guna pembuatan peta (polygon tertutup)
3.1 Tugas 1 Pengukuran Polygon Terbuka
pelaksanaan pengukuran polygon terbuka memiliki urut-urutan seperti berikut :
a.
pada pelaksanaanya pengukruan polygon terbuka dengan system takimetri menggunakan
alat
b.
penentuan titik polygon dengan jarak antar titik masing-masing berjarak 25 meter dengan
menggunakan roll meter
c.
pengukuran sudut horizontal titik-titik polygon dimulai dari BM sampai ke P1-P2-3-P4
dan seterusnya sampai dengan titik polygon pada nomor P19.
d.
Pengukuran Azimuth BM1 ke P1 untuk memperoleh sudut jurus antara titik satu dengan
titik yang lainnya.
e.
Proses pengolahan data polygon dimulai dari titik BM1 diberikan nilai ordinat dan absis ,
X =100,00, Y= 100,00,Z =100,00
f.
Perhitungan azimut dimulai dari sudut jurus atau azimuth BM 1 ke P1 sebesar
208043’56” sedangkan sudut P1 530 06’54” untuk mengertahui sudut jurus dari P1 ke P2
dengan cara 208043’56” + 530 06’54”-1800 = 810 50’50”, untuk mengetahui sudut jurus
selanjutnya dengan cara yang sama.
g.
Control sudut horizontal titik-titik polygon dengan formula sebagai berikut : azimuth
akhir dikurangi dengan azimuth awal = jumlah sudut titik-titk polygon.
h.
Untuk lebihi jelas hasilnya pelaksanaan praktikum ini disajikan dalam bentuk tabel data
pengukruan hasil pengolahan data peta hasil ploting data dengan sekala 1 : 1000
dilampirkan.
3.2 Tugas Ii Pengukuran Profil Memanjang (Leveling)
pengukuran profil memanjang dilakukan untu kemngetahui perbedaaan ketinggian antara
titik-titik polygon dan memmperoleh bentuk permukaan tanah pada jalur lintasan
polygon BM.1 sampai titik P.19. pada pelaksanaan pengukuran ini dengan memakai
system pengukuran sipat datar berantai. Adapun tata cara pelaksanaan pengukuran
adalah sebagai berikut :
1) instrument sipat datar diposisikan ditengah-tengah antara dua titik polygon pembacaan
ketiga benang pada instrument untuk mendapatkan perbedaan ketinggian kedua titik
tersebut dengna jalan tengah
3.3 Tugas 3 Pengukuran Guna Pembuatan Peta (Polygon Tertutup)
A. Pelaksanaan pengukruan polygon tertutup memiliki urut-urutan seperti berikut:
1.
letakkan pesawat pada titik awal pengukruan yaitu titik PO dan telah diketahui koordinat
dan tinggi tanahnya (BM)
2.
pasang dan sel pesawat diatas PO sampai siap digunakan
3.
ukurlah tinggi pesawat dan jarak pada titik-titik
4.
kemudian nolkan bacaan pesawat pada arah utara magnet bumi sebagai azimuth awal
pengukruan dan arahkan pada bacaan titik P1
5.
baca bacaan sudut horizontal dan Vertikal serta koreksi jarak yang diukur dengan pita
ukur yang melalui optis
6.
setelah itu pindahkan alat ke P1, Stel alat sampai siap digunakan lalu nolkan bidikan ke
titik PO
7.
selanjutnya nolkan bacaan horizontal pesawat dan konci dengan sekrup penggerak kasar
horizontal dan tepatkan dengan penggerak halusnya
8.
buka klem sekrup penggerak kasar horizontal dan putarkan kearah titik P2 searah atau
berlawaan arah jarum jam sesuai kesepakatan
9.
ukur kembali tinggi pesawat untuk bacaan vertikalnya.
10. Bacalah sudut vertikal dan horizontal serta koreksi jaraknya
11. Sebagai control bacaan sudut dapat dilakukan dua kali pengukuran pulang pergi atau
bacaan sudut biasa / luar biasa
12. Teruskan langkah tersebut sampai kembali ke titik PO
B. Pengelolaan data pengukkuran pembuatan peta (polygon tertutup) ;
1.
Untuk mencari sudut pengambilan :
Bacaan muka dikurangi beban belakang, jika bacaan muka lebih kecil dari bacaan belakang
haislnya maka harus ditambah 3600 hasilnya baru dikurangi bacaan belakang.
2.
Untuk mencari koreksi sudut pengambilan :
Jumlah sudut sebelum dikoreksi hasil harus sama dengan jumlah 1800 (n±2) : n.
Ket :
n : banyak pengukuran titik
n±2 : jika diambil sudut luar pengukuran
n-2 : jika diambil sudut dalam pengukuran
3.
Untuk mencari sudut sesudah dikoreksi
Sudut sebelum dikoreksi ±π‘˜π‘œπ‘Ÿπ‘’π‘˜π‘ π‘– = 𝑠𝑒𝑑𝑒𝑑 π‘ π‘’π‘ π‘’π‘‘π‘Žβ„Ž
4.
Untu kmencari azimuth tiap titik :
Azimuth awal (Po) ± sesudah dikoreksi ± 1800 maka dapat azimuth A, begitu selanjutnya
hingga kembali pada azimuth pertama (Po).
5.
Untu kmencar absis
Azimuth awal dicari harga sinya dikali dengan jarak dapat absis, jika plus catat plus jika min
catat minus.
6.
Untuk mencari ordinat
Azimuth awal dicari harga cosnya dikalikan dengan jarak dapat ordinat, jika plus catat plus
jika min catat minus.
7.
Untu kmencari absis dan ordinat
Jumlahkan absis plus dan minus, begitu juga ordinatnya dan selisihkan,kemudian selisihnya
bagikan dengna banyak titik plus atau minus tergantung dengna hasil selisihnya jika plus
maka hasilnya diminus dan jika minus hasilnya diplus.
8.
Untuk mencari koordinat Xdan Y
Kordinat X = Koordinat yang sudah ada ± absis± koreksi
Koordinat Y= koordinat yang sudah ada ± ordinat ± π‘˜π‘œπ‘Ÿπ‘’π‘˜π‘ π‘–
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Setelah melakukan praktikum ilmu ukur tanah II dapat disimpulkan bahwa manfaat
praktikum ini yaitu praktikkan dapat mengenal alat serta menggunakan alat ukur tanah yang
tepat sehinnga akurasi data yang dihasilkan dari pelaksnaan pengukuran dapat dipertanggun
jawabkan secara ilmiah, kemudian menganalisa/ memproses data-data lapangan dan ploting
data-data tersebut menjadi gambar atau peta, disamping itu praktikkan harus bisa
menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan hasil pengukuran tanah yang
dilakukan dengan penuh tanggung jawab
2. Perlunay pengembangan diri yang lebih luas pada ilmu ukur tanah modern mengingat
perkembangan teknologi elektronik yang diaplikasikan dengan instrument ukur tanah dan
cara prosesing data dan pencetakan hasilnya yang snagat cepat pada saat ini dan dimasa yang
akan datang.
3. Mengingat hasil dari pekerjaan pengukruan tanah snagat diperlukan pada tahap
perencanaan, pelaksanaaan dan pengembangan dari hasil proyek pembangunan bangunan
teknik sipil memerlukan ketelitian yang tinggi maka praktikan dituntut untuk memegang
teguh kode etik profesi secara utuh untuk itu diperlukan kejujuran, ketelitian kecerdasan
dalam pengambilan, menghitung serta memproses data dan bertanggung jawab atas hasil dari
pekerjaan pengukuran tanah yang dihasilkan.
B. SARAN
praktikan dapat mengambil beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
 Waktu praktikum hendaknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan praktek.
 Koordinasi antara dosen pengajar dengan pembimbing praktikum hendaknya
ditngkatkan agar tidak terjadi hal-hal yang membignungkan peserta praktikum
 Fakultas harus dapat menyediakan fasilitas yang memadai baik kualitas maupun
kuantitas instrument beserta perlengkapan ukur tanah sesuai dengan teknologi modrn yang
terpakai dengna jamannya.
Dengan kesimpulan dan saran praktikan semoga pihak-pihak yang berwenang di fakultas
teknik jurusan sipil dapat meningkatakan kualitas SDM hasil didikannya melalui slaah satu
mata kuliah ilmu ukur tanah ini sehingga teknik sipil Unitas semakin diminati masyarakt
dapat mencapai tujuan dari pendidikanya,amin
Palembang, Januari 2013
(Penyusun)
HIMPUNAN MAHASISWA SIPIL
(HMS)
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
Kartu asistensi tugas
NO
Mata kuliah
: ILMU UKUR TANAH
Nama
:
Nim
:
Semester
:
Dosen pengasuh
:
TANGGAL
KETERANGAN
PARAF
DOSEN/ASISTEN
Download