PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai kandungan gizi yang cukup tinggi. Umbi kentang mampu menyediakan bahan makanan yang bergizi karena kentang mengandung karbohidrat, protein, vitamin B dan C, serta mineral fosfor, magnesium dan kalium (International Potato Centre, 1984). Kentang mengandung karbohidrat sebesar 2.171 kg/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan terigu dan padi berturutturut yaitu 981 kg/ha dan 1.548 kg/ha. Di samping sebagai sumber karbohidrat, kentang juga dapat menunjang diversifikasi pangan, komoditas ekspor nonmigas dan sebagai bahan baku industri. Di Indonesia pertanaman kentang terdapat di daerah dataran tinggi dengan kisaran 1.000-3.000 m dpl, dan daerah sentra produksi kentang adalah: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat serta Jambi (Pitojo, 2004). Secara umum produksi kentang di Indonesia masih relatif rendah, yaitu 15.3 ton/ha dan produksi kentang di Sumatera Barat pada tahun yang hanya 12.7 ton/ha (BPS 2003) jika dibandingkan dengan produksi kentang di negara subtropis seperti USA dan Belanda yang sudah mencapai 37.4 ton/ha dan 45.1 t/ha (Rubatsky dan Yamaguchi, 1995). Oleh karena itu, tanaman kentangmerupakan tanaman hortikultura yang mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman kentang lebih menyukai hidup pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Kondisi yang demikian akan menyebabkan rasa umbi lebih enak dan mempunyai kandungan karbohidratnya tinggi. Di samping itu, kulit umbi juga mengkilat dan bentuknya juga baik. Kualitas umbi yang demikian sangat disukai oleh konsumen apalagi jika dibudidayakan dengan menggunakan pupuk organik yang berasal dari perombakan bahan organik yang tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas tanaman kentang tersebut melalui pengaplikasian pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati. Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik seperti TKKS, thitonia, dan jerami padi dengan berbagai dekomposer (Trichoderma, cacing tanah, dan EM-4) dan kerjasamanya dengan FMA dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengembalian kesuburan tanah yang murah, hemat, dan ramah 1 terhadap lingkungan. Pupuk organik dapat berperan ganda, di samping dapat meningkatkan kesuburan tanah baik secara kimia melalui peningkatan kandungan bahan organik dan unsur hara tanah, maupun secara fisik melalui perbaikan struktur tanah, dan secara biologi melalui peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah. Sedangkan FMA dapat membantu tanaman dalam meningkatkan penyerapan unsur hara dan air. TKKS, thitonia, dan jerami padi merupakan bahan organik yang keberadaannya sangat melimpah dan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pupuk organik karena banyak mengandung unsur hara baik makro maupun mikro. Unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg serta hara mikro seperti ZN, Mn, dan Cu sangat diperlukan oleh tanaman kentang untuk aktivitas kehidupannya, sehingga dihasilkan umbi kentang yang sehat, bergizi dan proses budidayanya tidak merusak lingkungan. Hasil Penelitian Tahap I Tahun I adalah tentang: Penentuan kualitas pupuk organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi beberapa bahan organik dengan dekomposernya memperlihatkan bahwa pupuk organik terbaik adalah hasil dekomposisi TKKS dengan dekomposer cacing tanah, sedang untuk bahan organik jerami padi dan thitonia dengan dekomposer T.harzianum. Indikator kualitas pupuk organik adalah kandungan hara baik makro, maupun mikro, dan kandungan asam-asam organik serta kandungan ZPT. Sedangkan hasil Penelitian Tahap II Tahun I tentang: “Isolasi dan Identifikasi FMA yang terdapat pada Rhizosfir tanaman Kentang” menunjukkan bahwa jumlah dan jenis spora FMA tergolong banyak, namun setelah diuji kecocokan spora tunggal dengan tanaman kentang memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu, perbanyakan inokulan dilakukan dengan menggunakan propagul aktif yang berasal dari spora dan akar kentang bermiselia. Pengaplikasian pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati pada tanaman kentang belum banyak informasinya dan diharapkan dapat menanggulangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang semakin hari semakin meningkat penggunaannya dan keberadaannya pun sulit ditemui (langka). Pada Penelitian Tahap III Tahun II ini adalah tentang: Aplikasi pupuk organik hasil terbaik dan kerjasamanya dengan FMA terhadap pertumbuhan dan kuaitas hasil kentang. Hasil penelitian Tahun II ini diharapkan diperoleh kentang yang memiliki kualitas 2 yang lebih baik di lapangan yang pada akhirnya dihasilkan umbi kentang yang sehat, mengandung nilai gizi, dan ramah lingkungan. Rasa juga merupakan indikator kualitas dan rasa sangat ditentukan oleh kandungan karbohidratnya. Tanaman kentang yang ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik, dan gembur menyebabkan rasa umbi kentang lebih enak dan kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Dalam era pasar bebas, setiap negara harus meningkatkan daya saingnya produk agar dapat berperan dalam perdagangan dunia dan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sehingga produk domestik tidak tergeser oleh oleh produk luar negeri.Di era tersebut, produk yang diunggulkan tidak saja dituntut mempunyai potensial hasil yang tinggi tetapi juga penekanan terhadap kualitas produk mutlak diperlukan, sehingga produk yang ditawarkan mampu bersaing di pasaran. Dengan demikian, kentang yang ditawarkan sebagai produk prioritas hortikultura harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan keinginan dan selera berbagai segmen. Selama ini peningkatan produksi kentang selalu menjadi prioritas utama dengan menggunakan pupuk kimia dan pestisida dengan dosis yang cukup tinggi. Namun, kenyataannya pada saat ini ada kecendrungan preferensi konsumen terhadap hasil tanaman yang dikelola secara alami dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk hayati dengan alasan hasil tanaman tersebut sehat dan proses produksinya tidak mencemari lingkungan. Kentang merupakan salah tanaman pangan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia dan berdasarkan volumenya kentang menempati peringkat keempat setelah padi, gandum, dan Jagung. Kentang lebih menyukai hidup pada tanah-tanah yang subur, kaya akan bahan organik, dan gembur serta mempunyai drainase yang baik. Tanaman kentang yang ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik, dan gembur menyebabkan rasa umbi kentang lebih enak dan kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang aplikasi pupuk organik dan FMA sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan kualitas hasil kentang. Pupuk organik hasil perombakan beberapa bahan organik seperti tandan kosong kelapa sawit, jerami padi, dan thitonia dengan dekomposer dapat menghasilkan pupuk organik yang memiliki kandungan hara baik makro maupun mikro yang cukup tinggi. Di samping itu, pupuk organik tersebut juga mengandung asam-asam organik seperti asam oksalat, asam laktat dan asam asetat serta mengandung ZPT seperti: auksin, sitokinin 3 dan giberalin yang sangat berguna dalam menunjang pertumbuhan tanaman khususnya tanaman kentang. Aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati FMA pada tanaman kentang tentu akan menghasilkan tanaman yang berkualitas, sehat dan mengandung nilai gizi. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk hayati, di samping dapat menguragi penggunaan pupuk kimia dan pestisida juga dapat menjadi solusi dalam penanganan limbah terutama limbah sisa pertanian dan industri. MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian Tahun II ini merupakan penelitian Tahap III yaitu: ”Aplikasi pupuk hayati hasil terbaik yang dikombinasikan dengan FMA sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang”. (1) Waktu dan Tempat: Percobaan ini dilakukan di lapangan yaitu di Kebun Percobaan BPTP Sumatera Barat di Sukarami Solok dengan ketinggian tempat sekitar 920 m dpl, dan di laboratorium jurusan Tanah Faperta Unand untuk analisis tanah, tanaman, dan infeksi akar oleh FMA. Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2007 sampai dengan Desember 2008. (2) Materi Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pupuk organik terbaik (TKCT, JPTH, dan TTTH), FMA, agens hayati (PF dan Bb), bibit kentang varietas Granola, pestisida nabati (daun surian dan daun thitonia), dll. Sedangkan alat yang digunakan adalah: cangkul, meteran, net pagar, tiang, timbangan biasa, timbangan elektrik, termometer, HPLC, pH meter, leaf area meter, dan alat-alat lainnya untuk analisis kimia. (3) Metode Penelitian Penelitian ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan Petak Utama adalah: pemberian mikoriza: (a1=tanpa FMA dan a2= diberi FMA). Anak Petak adalah: jenis pupuk organik:(b1 = TKCT, b2= JPTH, dan b3= TTTH), dan Anak-anak Petak adalah: dosis pupuk organik: (c1 = 0 t/ha, c2 = 10 t/ha, dan c3 = 20 t/ha). Dengan demikian terdapat 2 x 3 x 3 = 18 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Untuk kombinasi perlakuan 0 t/ha pupuk organik + o 4 FMA = diberi pupuk kimia sesuai dengan rekomendasi, dan 0 t/ha pupuk organik + 10 g/tanaman FMA = diberi pupuk kimia ½ dosis rekomendasi. (4) Variabel Pengamatan Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman, panjang akar, luas daun, dan bobot kering tanaman, sedangkan pengamatan terhadap hasil dan kualitas hasil meliputi: jumlah umbi/tanaman, bobot umbi/ tanaman, hasil umbi per petak, serta aspek kualitas meliputi: kandungan gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pertumbuhan Tanaman Kentang 1.1 Tinggi Tanaman Kentang Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai pupuk organik pada berbagai dosis memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan yang tajam mulai dari umur 4 mst sampai 5 mst, kemudian meningkat secara perlahan sampai pada umur 7 mst dan selanjutnya menurun pada umur ke 8 mst (Gambar 1, 2, dan 3). Tinggi Tanaman (cm) TINGGI TANAMAN KENTANG (-FMA+TKCT) 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 Um ur Tanam an (m s t) -FMA+0 t/ha TKCT -FMA+10 t/ha TKCT -FMA+20 t/ha TKCT Gambar 1. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT Tinggi Tanaman (cm) TINGGI TANAMAN KENTANG (-FMA+JPTH) 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 Um ur Tanam an (m st) -FMA+0 t/ha JPTH -FMA+10 t/ha JPTH -FMA+20 t/ha JPTH Gambar 2. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH 5 Tinggi Tanaman (cm) TINGGI TANAMAN KENTANG (-FMA+TTTH) 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 Um ur Tanam an (m st) -FMA+0 t/ha TTTH -FMA+10 t/ha TTTH -FMA+20 t/ha TTTH Gambar 3. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH Tinggi tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik secara umum memiliki pola pertambahan tinggi yang hampir sama. Besarnya pertambahan tinggi tanaman pada umur 4 sampai dengan 6 mst menunjukkan bahwa tanaman pada saat itu sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan, karena pada waktu itu tanaman sedangkan aktif melakukan aktivitas metabolisme, seperti pembelahan dan perbesaran serta pemanjangan sel-sel sehingga terjadi pertambahan tingg Perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik dengan dosis yang berbeda juga mempengaruhi tinggi tanaman kentang (Gambar 4, 5, dan 6). Meningkatnya tinggi tanaman pada umur 4 sampai 6 mst menunjukkan bahwa tanaman pada saat itu aktif melakukan proses metabolisme melalui proses pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel-sel. Hal ini ditunjang oleh adanya pupuk organik menyediakan unsur hara bagi tanaman serta adanya pupuk hayati yang juga membantu penyerapan hara dan air sehingga tanaman dapat melakukan aktivitas pertumbuhan dengan maksimal. Tinggi Tanaman (cm) TINGGI TANAMAN KENTANG (+FMA+TKCT) 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 Umur Tanaman (mst) +FMA+0 t/ha TKCT +FMA+10 t/ha TKCT +FMA+20 t/ha TKCT Gambar 4. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT 6 Tinggi Tanaman (cm) TINGGI TANAMAN KENTANG (+FMA + JPTH) 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 Um ur Tanam an (m st) +FMA+0 t/ha JPTH +FMA+10 t/ha JPTH +FMA+20 t/HA JPTH Gambar 5. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH Tinggi Tanaman (cm) TINGGI TANAMAN (+FMA+TTTH) 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 Um ur Tanam an (m st) +FMA+0 t/ha TTTH +FMA+10 t/ha TTTH +FMA+20 t/ha TTTH Gambar 6. Tinggi tanaman kentang dengan perlakuan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH 1.2 Indeks Luas Daun (ILD) Tanaman Kentang Indeks Luas Daun (ILD) tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis dengan dan tanpa pemberian pupuk hayati FMA menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan nilai ILD untuk perlakuan tanpa pemberian FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis dapat dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9. Nilai ILD tanaman kentang secara umum meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman sampai mencapai suatu titik pada pertumbuhan vegetatif maksimal dan kemudian akan turun sampai tanaman mengalami kematian. Nilai ILD maksimum dicapai pada saat tanaman berumur 6 mst, namun pada kondisi ini tanaman belum lagi mencapai pertumbuhan vegetatif maksimal. Menurunnya nilai ILD pada saat tanaman kentang berumur 7 mst disebabkan karena tanaman mengalami kematian mudan akibat hujan yang turun terus menerus dengan intensitas yang tinggi. 7 Gambar 7. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik TKCT pada berbagai dosis. Gambar 8. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik JPTH pada berbagai dosis. Gambar 9. Nilai ILD Tanaman Kentang tanpa FMA dan diberi pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. Terjadinya peningkatan nilai ILD pada tanaman kentang yang diberi perlakuan pupuk organik dengan berbagai dosis tanpa FMA setelah tanaman berumur 5 mst, menunjukkan bahwa tanaman telah mampu menyerap dan menggunakan unsur hara yang disediakan oleh pupuk organik untuk kegiatan fisiologis tanaman yang dimanifestasikan dalam bentuk daun sebagai organ fotosintesis. Peningkatan luas daun tanaman akan meningkatkan juga proses fotosintesis sehingga akan meningkatkan akumulasi bahan kering. 8 Nilai ILD tanaman kentang yang diberi perlakuan FMA dengan berbagai pupuk organik (TKCT, JPTH, dan TTTH) dengan dosis yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 10, 11, dan 12. Gambar 10. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik pada berbagai dosis. Gambar 11. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis. Gambar 12. Nilai ILD Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. Berdasarkan Gambar 10, 11, dan 12, terlihat bahwa puncak pertumbuhan daun sebagai organ fotosintesis terjadi pada umur 5 dan 6 mst untuk berbagai perlakuan pemberian beberapa pupuk organik dengan berbagai dosis dengan dan tanpa FMA. Hal ini ditandai dengan tingginya nilai ILD tanaman kentang pada saat tanaman berumur 5 dan 6 mst, kemudian menurun pada umur 7 mst. Turunnya nilai 9 ILD pada saat tanaman berumur 7 mst tersebut disebabkan karena hujan yang turun secara terus menerus selama beberapa hari dengan intensitas yang cukup tinggi. Kondisi yag demikian tidak disukai oleh tanaman kentang, sehingga tanaman mengalami kematian muda. Hal ini sejalan dengan pendapat Zaag (1981), yang menyatakan bahwa tanaman kentang ini tidak tahan terhadap genangan air, karena itu umbi akan mudah busuk dan mudah terserang penyakit. 1.3 Laju Asimilasi Bersih (LAB) Tanaman Kentang Nilai Laju Asimilasi Bersih tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan pola yang berbeda (Gambar 13, 14, 15, 16, 17, dan 18). Pada perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT terlihat bahwa nilai LAB pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst memiliki nilai tertinggi yang diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan pupuk organik TKCT 20 t/ha, kemudian menurun dengan takam pada umur 5-6 mst dan selanjutnya pada umur 6-7 mst nilai LAB sedikit naik. Gambar 13. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis. Gambar 14. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis. 10 Gambar 15. Nilai LAB Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. L A B T A N A M A N K EN T A N G ( + F M A + T K C T ) 0. 004 0. 0035 0. 003 0. 0025 Ser i es 1 0. 002 Ser i es 2 0. 0015 Ser i es 3 0. 001 0. 0005 0 1 2 3 Gambar 16. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis. Gambar 17. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis. Gambar 18. Nilai LAB Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. 11 Tingginya nilai LAB pada minggu ke 4-5 mst disebabkan karena adanya peningkatan luas daun yang signifikan, selanjutnya terjadi penurunan nilai LAB pada minggu ke 6 sampai minggu ke 7 disebabkan karena daun sebagai organ fotosintesis tidak lagi bertambah akibat adanya curah hujan yang tinggi sehingga tanaman mati muda. 1.4 Laju Tumbuh Tanaman (LTT) Tanaman Kentang Laju Tumbuh Tanaman (LTT) kentang yang diberi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan pola pertumbuhan yang hampir sama (Gambar 19, 20, 21, 22, 23, dan 24). Tanaman kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TKCT memperlihatkan bahwa pada umur 4-5 mst memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian menurun pada umur 5-6 mst, selanjutnya naik lagi pada umur 6-7 mst (Gambar 19). Nilai LTT untuk perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang berbeda memperlihatkan bahwa pola pertumbuhannya hampir sama dengan perlakuan tanpa FMA Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang berbeda (Gambar 22, 23, dan 24). Pada Gambar 22 terlihat bahwa nilai LTT tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (50% pupuk kimia) pada umur tanaman 4-5 mst, kemudian nilai LTT turun sampai tanaman berumur 6-7 mst. Pola pertumbuhan yang hampir sama juga terjadi pada perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik JPTH (Gambar 23). Nilai LTT pada saat tanaman kentang berumur 4-5 mst memiliki nilai LTT yang tinggi, kemudian menurun pada umur 5-6 mst dan naik lagi pada umur 6-7 mst. Demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik TTTH (Gambar 24). Gambar 19. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis. 12 Gambar 20. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis. Gambar 21. Nilai LTT Tanaman Kentang tanpa diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. Gambar 22. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TKCT pada berbagai dosis. Gambar 23. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik JPTH pada berbagai dosis. 13 Gambar 24. Nilai LTT Tanaman Kentang yang diberi FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. Secara umum semua perlakuan baik dengan dan tanpa pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik pada dosis yang memiliki nilai LTT yang tinggi pada saat tanaman berumur 4-5 mst, Kemudian turun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Tingginya nilai LTT pada umur 4-5 mst ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman mengalami peningkatan yang ditandai dengan bertambahnya jumlah luas daun yang sejalan dengan bertambahnya laju asimilasi tanaman yang akan terakumulasi dalam bentuk berat kering tanaman. 2. Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Kentang 2.1 Jumlah umbi per tanaman Pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap jumlah umbi per tanaman memperlihatkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk organik pada dosis yang berbeda. Akan tetapi, pengaruh interaksi terlihat pada perlakuan pemberian FMA dengan jenis pupuk organik dan FMA dengan dosis pupuk organik terhadap jumlah umbi per tanaman (Tabel 1). Tabel 1. Jumlah umbi per tanaman kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA Dosis (t/ha) Pupuk hayati Pupuk organik 0 10 20 TKCT 10.00 a 5.33 a 6.67 a A B B JPTH 8.33 a 8.67 b 6.00 a A A A TTTH 9.33 a 8.67 b 9.00 b A A A TKCT 8.00 a 9.00 b 6.67 a A B A + FMA JPTH 6.67 a 9.00 b 7.67 a A B A TTTH 7.33 a 7.67 a 6.67 a A A A Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan huruf besar yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. - FMA 14 Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah umbi kentang per tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian FMA dengan pupuk organik dan pemberian FMA dengan dosis pupuk organik. Rata-rata jumlah umbi kentang per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (100% pupuk kimia), yaitu 10.00 buah, sedangkan jumlah umbi kentang per tanaman terendah didapat dari perlakuan tanpa FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT, yaitu sebesar 5.33 buah. Akan tetapi, perlakuan pemberian FMA dengan berbagai dosis pupuk organik memberikan jumlah umbi per tanaman tertinggi pada perlakuan +FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT dan 10 t/ha JPTH, yaitu sebesar 9.00 buah. Banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan dari perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik TKCT (100% pupuk kimia) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kimia memberikan kecukupan hara sehingga mampu meningkatkan jumlah umbi kentang per tanaman. Demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan 10 t/ha pupuk organik TKCT dan JPTH juga memberikan jumlah umbi yang berbeda dengan +FMA dengan pupuk organik TTTH pada berbagai dosis. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh interaksi antara pemberian FMA dengan pupuk organik, dimana pupuk organik dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman dalam bentuk tersedia, sedangkan FMA dapat membantu pelepasan unsur hara terutama P yang berada dalam keadaan terikat dengan adanya enzim fosfatase, sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman dan dapat digunakan dalam pembentukkan umbi. 2.2 Bobot segar umbi per tanaman Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian FMA dan pupuk organik dengan berbagai taraf terhadap bobot segar umbi kentang per tanaman. Pengaruh jenis dari pupuk organik juga tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar umbi per tanaman, sedangkan pemberian FMA dan dosis pupuk organik secara mandiri memberikan pengaruh yang signifikan. Rata-rata bobot segar umbi per tanaman dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. 15 Tabel 2. Bobot segar umbi kentang/tanaman yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA Dosis (t/ha) Pupuk hayati Pupuk organik 20 0 10 TKCT 120.50 a 132.22 a 135.89 a A A A JPTH 120.00 a 134.69 a 150.78 a A A B 165.72 b TTTH 127.78 a 143.00 a B A A 164.45 b TKCT 136.78 a 157.11 a B A A + FMA JPTH 139.89 a 148.55 a 141.78 a A A A TTTH 131.89 a 153.11 a 158.55 a A A A Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom dan besar yang sama menurut baris adalah tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%. - FMA Berdasarkan Tabel 2 di atas, terlihat bahwa pemberian pupuk hayati FMA berpengaruh nyata terhadap bobot segar umbi kentang per tanaman. Berbeda dengan perlakuan pemberian berbagai jenis pupuk organik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot segar umbi kentang per tanaman, namun pemberian dosis yang berbeda memberikan respons yang berbeda pua terhadap bobot umbi kentang per tanaman. Pada perlakuan tanpa pemberian FMA dan tanpa pupuk organik (100% pupuk kimia sesuai rekomendasi) memberikan respon bobot umbi kentang per tanaman yang tidak signifikan, demikian juga halnya dengan perlakuan pemberian FMA dengan tanpa pupuk organik (50% pemberian pupuk kimia sesuai rekomendasi) juga menunjukkan obot umbi per tanaman yang tidak berbeda nyata. Pada perlakuan tanpa dan dengan pemberian FMA dengan pemberian berbagai pupuk organik 10 t/ha juga memberikan bobot umbi kentang per tanaman yang juga tidak berbeda secara nyata. Tetapi, perlakuan tanpa pemberian FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH memberikan bobot umbi per tanaman yang berbeda sangat nyata, yaitu: 165.72 g/tanaman setara dengan 9.38 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian FMA, bobot umbi kentang per tanaman yang diberi pupuk organik TTTH sebanyak 20 t/ha memberikan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik lainnya dengan dosis yang sama. Hal yang hampir sama juga ditujukkan oleh pemberian FMA dengan pupuk organik TKCT sebanyak 20 t/ha juga memberikan bobot umbi segar kentang pertanaman yang tertinggi, yaitu: 164. 45 g/tanaman atau setara dengan 9.30 t/ha. 16 Pada perlakuan tanpa pemberian FMA, pupuk organik TTTH yang merupakan hasil dekomposisi thitonia diversifolia dengan dekomposer T.harzianum dengan dosis sebanyak 20 t/ha mampu menyediakan unsur hara yang maksimal untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian Hakim, (2001) dan Jama, et al., (2000) yang menyatakan bahwa thitonia diversifolia mengandung unsur hara yang tinggi yaitu kira-kira: 3.5-4.0% N, 0.351.38% P dan 3.5-4.1% K. Unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah yang banyak untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis terlihat bahwa hasil bobot segar umbi kentang tertinggi diperoleh pada perlakuan FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TKCT. Pupuk organik TKCT merupakan pupuk organik hasil perombakan TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P, 10.14 % K, 6.22% Ca, dan 4.12% Mg. Sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis terlihat bahwa hasil bobot segar umbi kentang tertinggi diperoleh pada perlakuan FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TKCT. Pupuk organik TKCT merupakan pupuk organik hasil perombakan TKKS dengan dekomposer cacing tanah L. rubellus yang juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, yaitu sekitar: 2.06% N, 1.23% P, 10.14 % K, 6.22% Ca, dan 4.12% Mg. Unsur N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan daun sebagai organ fotosintesis, sehingga dapat mengakumulasi fotosintat dalam jumlah yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman. Sedangkan unsur hara P juga sangat dibutuhkan untuk pembentukan energi dalam bentuk ATP yang digunakan dalam berbagai aktivitas metabolisme dalam sel tanaman. 3. Kualitas Hasil Umbi Kentang Rata-rata kandungan gizi umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA memperlihatkan bahwa terdapat variasi dalam kandungan gizi umbi kentang. 17 Tabel 3. Kandungan gizi (%) umbi kentang yang diberi perlakuan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA No Perlakuan Air KH Gula Lemak Protein Abu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. -FMA+0t/haTKCT -FMA+10t/ha TKCT -FMA+20t/ha TKCT -FMA+ 0t/ha JPTH -FMA+10t/ha JPTH -FMA+20t/ha JPTH -FMA+ 0t/ha TTTH -FMA+10t/ha TTTH -FMA+20t/ha TTTH +FMA+ 0t/ha TKCT +FMA+10t/ha TKCT +FMA+20t/ha TKCT +FMA+ 0t/ha JPTH +FMA+10t/ha JPTH +FMA+20t/ha JPTH +FMA+ 0t/ha TTTH +FMA+10t/ha TTTH +FMA+20t/ha TTTH 82.67 82.21 81.68 82.36 80.18 82.12 82.39 82.46 83.76 83.01 82.39 81.84 82.66 82.29 82.43 83.68 81.99 83.06 8.07 8.40 8.94 7.78 8.56 9.00* 8.05 8.58 9.71* 8.33 9.45* 8.67 8.71 8.23 7.96 7.94 8.45 9.51* 0.48 0.39 0.36 0.65* 0.61 0.58 0.64 0.44 0.35 0.47 0.41 0.43 0.59 0.42 0.27 0.55 0.53 0.45 0.32 0.32 0.40* 0.39* 0.20* 0.24 0.38* 0.27 0.16 0.35 0.38* 0.27 0.32 0.19 0.13 0.16 0.22 0.23 4.07* 3.27 3.84 4.45* 3.46 2.89 3.20 3.20 3.17 2.94 2.90 3.45 3.48 3.68 3.89 3.09 2.95 3.55 1.30* 1.08 1.18 1.26* 1.03 0.71 0.88 0.42 0.77 0.74 1.08 1.19 1.17 1.15 1.31* 0.63 0.64 0.61 Serat kasar 0.54 0.56 0.56 0.87 0.93 0.83 1.11 1.00 0.84 0.40 0.34 1.41* 0.70 1.07 0.62 1.21 1.52* 0.63 Vit.C 15.17 15.40 17.20 17.29 17.20 19.47 19.73 21.94 23.27 12.62 18.49 19.50 14.61 16.54 16.69 17.21 17.57 19.29 Hasil analisis pengaruh aplikasi beberapa pupuk organik pada berbagai dosisi dengan dan tanpa FMA terhadap kandungan air dari umbi kentang memperlihatkan perbedaan yang tidak begitu mencolok, yaitu berkisar antara 80.18 – 83.76%. Hasil analisis kandungan air umbi kentang ini lebih tinggi dari hasil yang diperoleh Sularso, (1998), yaitu 72-80%. Tingginya kandungan air umbi kentang ini dapat disebabkan karena selama pertumbuhan tanaman kentang banyak mendapatkan air hujan. Curah hujan yang begitu tinggi, menyebabkan tanaman kurang begitu baik pertumbuhannya. Pada tabel di atas terlihat bahwa kandungan karbohidrat dari umbi kentang akibat dari perlakuan pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai taraf dengan tanpa pemberian FMA terdapat variasi diantara perlakuan. Kandungan karbohidrat tertinggi diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk organik titonia sebanyak 20 t/ha, yaitu 9.71% dan 9.51% tanpa dan dengan pemberian pupuk hayati FMA. Hasil analisis terhadap kandungan karbohidrat umbi kentang ini lebih rendah jika dibandingkan dengan Sularso, (1998) yaitu berkisar antara 12.4017.80%. Secara umum terlihat kecenderungan peningkatan kandungan karbohidrat dengan meningkatnya dosis dari pupuk organik. Menurut Soelarso ( 1997) bahwa kentang yang ditanam pada tanah yang subur menyebabkan kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Hasil penelitian ini terlihat bahwa kandungan karbohidrat 18 umbi kentang yang diberi pupuk organik meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik. Kandungan gula dari umbi kentang yang diberi perlakuan tanpa FMA dengan beberapa pupuk organik pada berbagai dosis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kandungan gula. Pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) mempunyai kandungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pupuk organik. demikian juga halnya perlakuan pemberian FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (50% pupuk kimia) juga mempunyai kandungan gula yang tinggi dibandingkan dengan 10 dan 20 t/ha pupuk organik. Kandungan lemak dari umbi kentang yang diberi perlakuan FMA dengan beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan lemak sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik dan secara umum perlakuan dengan dan tanpa FMA dengan pupuk organik 0 t/ha (100% dan 50% pupuk kimia) mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pupuk organik. Sedangkan untuk kandungan protein, perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik (100% pupuk kimia) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi yaitu 4.45%. Sebaliknya pada perlakuan pemberian FMA dengan berbagai pupuk organik terlihat bahwa peningkatan kandungan protein sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh Solearso, (1998) yaitu berkisar antara: 0.056%-0.11%, Hal ini dapat disebabkan karena pupuk organik banyak mengandung unsur hara N yang merupakan penyusun utama dari komponen protein. Kandungan vitamin C (asam askorbat) dari hasil penelitian ini secara umum memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kadar vitamin C seiring dengan peningkatan dosis dari pupuk organik. Semakin tinggi dosis pupuk organik maka semakin tinggi pula kandungan vitamin C dari umbi kentang tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggert dan Kahrmann (1984) yang menyatakan bahwa kandungan asam askorbat pada sistem budidaya secara organik lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya anorganik (konvensional). Aplikasi beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa FMA memberikan respon pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang yang berbeda. Peningkatan dosis pupuk organik dengan dan tanpa FMA dapat meningkatkan pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman kentang. 19 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pupuk organik dengan dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kentang. Hal ini terlihat dari tinggi tanaman, indeks luas daun, laju asimilasi bersih dan laju tumbuh tanaman. 2. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap hasil dan komponen hasil tanaman kentang. Jumlah per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 0 t/ha TKCT, sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA dengan TKCT dan JPTH masing-masing dengan dosis 10 t/ha. Bobot segar umbi per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 20 t/ha TTTH sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha) dan untuk perlakuan pemberian FMA dengan 20 t/ha TKCT yaiu sebesar 164.45 g/tanaman (9.30 t/ha) 3. Terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap kualitas hasil tanaman kentang. 2. Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang kajian kualitas pupuk organik yang dihasilkan dengan berbagai perbandingan antara bahan organiknya dengan dekomposer serta kajian efek residu setelah diaplkasikan ke tanaman. Pupuk organik yang dihasilkan diharapkan juga dapat diaplikasikan ke tanaman kentang dengan varietas yang lain dan tempat atau lokasi yang berbeda sehingga diperoleh suatu kestabilan hasil atau dapat juga diujicobakan pada tanaman lain sehingga diperoleh suatu gambaran hasil yang mantap sebagai acuan rekomendasi aplikasinya di lapangan. Pupuk organik hasil penelitian ini juga nantinya dapat diberi pengayaan dengan berbagai agens hayati seperti Trichoderma, FMA, Pseudomonad flouresen, dll sebagai pengganti pestisida untuk dapat diaplikasikan dalam pertanian organik dan dikemas secara bersih dan steril sehingga dapat dikomersilkan. Jika memungkinkan produk pupuk organik ini dapat dipatenkan. 20 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, 1999. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslittanak. Ahmad, F. 1993. Daur Biogeokimia Produk Sisa Organik. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 23 Januari 193. Anonim, tt. Kentang (Solanum tuberosum L.). http: //warintek-progresio.or.id/by rans. Balai Proteksi Tanaman. 2003. Kolega, Media Informasi dan Komunikasi Warga BPT Sumatera Barat, Padang, Februari 2003. BPS. 2003. Survei Pertanian. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia. http//www.bps.go.id Brata, K. 1999. The Introduction of Earthworms as Biological Tilage Agent for the Improvement of Soil Physical and Chemical Properties in Upland Agriculture. Proc. Seminar Toards Sstainable Agriculture in Humid Tropics Facing 21 Century. Bandar lampung, Indonesia. September 27-28, 1999. Chan, F. , Suwandi, dan E.L. Tobing. 1982. Penggunaan Abu Tandan Kelapa Sawit sebagai Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis No. 56 tahun 1982. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang Siantar. Eggert, F.P. and C.L. Kahrmann. 1984. Respons of Three Vegetable Crops to Organic and Inorganic Nutrient Sources. In Organic Farming: Current Technology and Its Role in Sustainable Agriculture. ASA Special Publication Number 46. Gusmini. 2003. Pemanfaatan Pangkasan Thitonia (Thitonia diversifolia) sebagai Bahan Subsitusi N dan K pupuk Buatan untuk Tanaman Jahe (Zingiber oficinae Rocks) pada Ultisol. Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. Hakim, N. 2001. Kemungkinan Penggunaan Thitonia diversifolia sebagai Sumber Bahan Organik dan dan Nitrogen. Laporan Penelitian Pusat Penelitian Pemanfaatan Iptek dan Nuklir (P3IN) Universitas Andalas, Padang. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Madyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 421 hal. Hermawan, S. D., Cikman, L. Rochmalia, D.H. Gunadi dan Y. Away, 1999. Produksi Kompos Bioaktif TKKS dan Efektivitasnya dan Mengurangi Dosis Pupuk Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII. Prosiding Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan untuk Praktek, Bogor 5-6 Mei 1999. Husin, E.F. 1992. Perbaikan Beberapa Sifat Tanah Podzolik dengan Pemberian Pupuk Hijau sesbanian rostrata dan Inokulasi Mikoriza Vascular serta Efeknya terhadap Serapan Hara dan Hasil Tanaman Jagung. Disertasi Doktor Universitas Padjadjaran Bandung, 1999. _______. 2002. Pemakaian Pupuk Hayati Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Tanaman di Sumatera Barat. Makalah Seminar Peranan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kerjasama AMI Wilayah Riau dengan Fak. Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru, 23 Desember 2002. _______., M. Rahman, T. Habazar, A. Syarif, Burhanudin, dan Z. Zakir. 2003. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula sebagai Pupuk Hayati untuk Meningkatkan Effisiensi Pemupukan dan Hasil Tanaman pada Lahan Kritis. Laporan Proyek Riset Unggulan Kemitraan Kementerian Ristek dan PT. Sang Hyang Seri dengan Lembaga Penelitian Unand, Padang. 21 International Potato Centre. 1984. Potato for Developping World. CIP. Lima, Peru. 150 p. Jama, B.A., C.A. Palm, R.J. Buresh, A.I. Niang, C. Gachego, G. Nziquheba, and B. Amadalo. 2000. Thitonia diversifolia as a green Manure for Improvement of Soil Fertility in Western Kenya. A Review Agroforestry Systems. Kenya. Khalil, S., T.E Loynachan and M.A. Tabatai. 1999. Pllants Determinant 0f Mycorrhizal Dependency in Soybean. Agron J. 91:135-141. Lee, K.E. 1985. Earthworms: Their Ecology and Relationship with Soil and land Use. Academic Press, Sydney dalam Tian, G., J.A. Olimah, G.O. Adeoye, and B.T. Kang.. 2000. Regeneration of earthworm Populations in a Degraded Soil by Natural and Planted Fallows under Humid Tropical Conditions. Soil Sci. Am. J, 54: 222-228 (2000). Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press, London. 474p. Pitojo, S. 2004. Benih Kentang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Priyadi., R. 1993. Teknologi Effective Microorganisms-4 (EM-4) dalam Budidaya Pertanian Akrab Lingkungan. Indonesian Kyusei Nature Farming Societies, Jakarta. Rubatsky, V. dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia. Prinsip, Produksi dan Gizi. Penerbit ITB, Bandung. Safir, G.R. 1980. Vesicular Arbuscular Mychorrhizal and Crop Productivity. In. The Biology of Crop Productivity. Edited by P.S. Carlson, Academic Press, New York. Sanchez, P.A., and B.A. Jama. 2000. Soil Fertility Replenishment Takes off in east and Southern Africa. A Review from Western Kenya. Simanjuntak, A.K. dan D. Waluyo. 1982. Cacing Tanah, Sumber Daya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 hal. Soelarso, B. 1997. Budidaya Tanaman Kentang Bebas Penyakit. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Tjitrosoepomo. G. 1992. Botani Tumbuhan Tingkat Tinggi. Gadjahmada Press. Yogyakarta. Wieserma, S.G. 197. Effect of Stem Density on Potato Production. Interbational Potatoes Center. Tech. Inf. Bull.1:4-16. Yanti Mala. 1994. Seleksi dan Penggunaan Galur Trichoderma untuk Meningkatkan Laju Pengomposan Jerami Padi. Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Zaag, D.E. Vander. 1981. Planty, manuring, nd Weed Control in Potatoes. Directorate for Agriculture Research, Wangeningen. 22 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama Lengkap : Prof.Dr.Ir.H. Kasli, MS 2. Tempat/tgl. lahir : Pariaman/11 Nopember 1944 3. NIP : 130 349 634 4. Alamat Rumah : Jl. Teratai No. 76 Air Tawar Padang Padang, Telp : (0751) 7052812 Kantor : Fakultas Pertanian Unand Padang Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang, Telp : (0751) 72776 5. Pendidikan yang pernah diikuti Jenjang S1 di Universitas Andalas Padang tahun 1970 Jenjang S2 di IPB Bogor tahun 1980 Jenjang S3 di Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1992 6. Kedudukan saat ini : Pembina Utama Madya/IVd Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 7. Bidang ilmu/spesifikasi : Fisiologi Tumbuhan 8. Publikasi Ilmiah a. Pada Jurnal : 1. Garlic (Allium sativum L.) Selection Thruough In-Vitro Tecnique to Get Tolerant Clons on Water Stress and Aluminium Toxicity. b. Laporan Hasil Penelitian 1. Pemanfaatan Jamur Pelarut Phospat dan Mikoriza Vesikular dengan Sesbania rostrata untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Tranmigrasi di Sumatera. 2. Seleksi Genotipa Bawang Putih (Allium sativum L.) Melalui Teknik In Vitro untuk Mendapatkan Klon Unggul Dataran Rendah. 3. Seleksi Genotipa Kedelai Melalui Teknik In Vitro untuk Mendapatkan Varietas Unggul Yang Tahan Terhadap Penyakit Hawar Bakteri (Pseudomonas glycine) 23 4. Upaya Menstimulir Pengumbian Pada Beberapa Kultivar Kentang Melalui Aplikasi Retardan dan Sitokinin serta Daya Hasilnya di Lapangan. a. Seminar, Presentasi Oral dan Poster 1. Upik Yelianti, Kasli, M. Kasim, dan E.F. Husin. 2007. Isolasi dan identifikasi CMA dari rizosfir tanaman kentang di Alahan Panjang Solok Sumatera Barat (Perentasi Oral). Seminar Nasional Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) di Bogor, tanggal 18-19 Juli 2007. Padang, Desember 2008 Yang menyatakan (Prof. Dr. Ir. H. Kasli, MS) NIP. 130 349 634 24 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama NIP Tempat/Tgl.Lahir Bidang Ilmu Fakultas Alamat Rumah : : : : : : Dra. Upik Yelianti, MS 131 602 216 Tepi Selo, Lintau / 9 Oktober 1961 Fisiologi Tanaman Pasca Sarjana Unand Padang. RT.02 RW. VII No.11 Kel. Bandar Buat. Kec. Lubuk Kilangan Padang, Telp :(0751) 777934 HP.08126747058 Kode Pos : 25231 : Pasca Sarjana Universitas Andalas Kampus Limau Manis Padang, Email:Upikyelianti_ekofisio@yahoo.com Kantor a. Riwayat Pendidikan NO NAMA PERGURUAN TINGGI GELAR BIDANG ILMU TAHUN 1 IKIP Padang Dra Biologi 1984 2 Universitas Padjadjaran Bandung MS Ekofisiologi Tanaman 1992 b. Riwayat Penelitian NO JUDUL PENELITIAN SPONSOR/BIAYA TAHUN 1 Respon Pertumbuhan Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) Pada Medium MS dengan Penambahan ZPT, NAA dan BAP. OPF 1997 2 Produksi Metabolit Skunder B.acarone dari Tanaman Jeringo (Acorus calamus L.) melalui Teknik Kultur Jaringan pada Medium MS dengan Penambahan ZPT, NAA dan BAP. Starter Grant (DIKTI) 1998 3 Induksi Kalus Tanaman Jeringo (Acorus calamus L.) untuk Memproduksi Metabolit Skunder. Dosen Muda (DIKTI) 1999 4 Induksi Kalus Tanaman Kencur (Kaemferia galanga L.) Pada Medium MS dengan Penambahan Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D dan Air Kelapa. Matching Grant (DIKTI) 2000 25 5. Keragaman jenis CMA yang terdapat pada rizosfir tanaman kentang di Alahan Panjang Solok Sumatera Barat Dana Mandiri 2005 6 Keragaman Jenis CMA pada Genus Solanaceae di Daerah Sentra Produkai Sayuran di Sumatera Barat Dana Mandiri 2007 c. Pengalaman Pengabdian Pada Masyarakat NO KEGIATAN SPONSOR/BIAYA TAHUN 1 Pengenalan Berbagai Tanaman Obat dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Masyarakat. Pembuatan Sari Buah Nenas dalam Rangka Meningkatkan Gizi dan Pendapatan Keluarga di Desa Tangkit Baru. Pemanfaatan Pekarangan dengan Tanaman Obat, Sayur, dan Buah-buahan untuk Pemenuhan Gizi Keluarga Pembuatan Susu Kedelai dengan Berbagai Aroma sebagai Alternatif Pengganti Susu Hewani. Bertanam Sayuran di Halaman Sempit secara Vertikultur untuk Memenuhi Gizi Keluarga. OPF 1995 OPF 1996 OPF 1997 OPF 1999 OPF 2000 2 3 4 5 b. Seminar, Presentasi Oral dan Poster 1. Upik Yelianti, Kasli, M. Kasim, dan E.F. Husin. 2007. Isolasi dan identifikasi CMA dari rizosfir tanaman kentang di Alahan Panjang Solok Sumatera Barat (Perentasi Oral). Seminar Nasional Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) di Bogor, tanggal 18-19 Juli 2007. 2. Upik Yelianti dan Yulmirayanti. 2007. Keragaman Jenis CMA pada Genus Solanaceae di Daerah Sentra Produkai Sayuran di Sumatera Barat (Makalah Poster). Seminar Nasional Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI) di Bogor, tanggal 18-19 Juli 2007. Padang, Desember 2008 Yang menerangkan, Dra. Upik Yelianti, MS 26 PERTANIAN ARTIKEL ILMIAH HIBAH BERSAING XV/II/2008 APLIKASI PUPUK ORGANIK TERBAIK HASIL PEROMBAKAN BERBAGAI DEKOMPOSER DAN KERJASAMANYA DENGAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS HASIL TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) PROF. DR. IR. H. KASLI, M.S DRA. UPIK YELIANTI, M.S No. Kontrak: 005/SP2H/PPDP2M/III/2008 Tanggal 6 Maret 2008 UNIVERSITAS ANDALAS PADANG DESEMBER 2008 27 HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH HIBAH BERSAING XV/II/2008 1. Judul Penelitian : Aplikasi Pupuk Organik Terbaik Hasil Perombakan berbagai Dekomposer dan Kerjasamanya dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Prof.Dr.Ir. H. Kasli, MS b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. NIP : 130 349 634 d. Jabatan Fungsional : Guru Besar/IV/d e. Jabatan Struktural : f. Bidang Keahlian : Ekofisiologi Tumbuhan g. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Agronomi h. Perguruan Tinggi : Universitas Andalas i. Tim Peneliti : _______________________________________________________________ No. Nama Bidang Instansi Alokasi Waktu Keahlian (jam/minggu) 1. Dra. Upik Yelianti, MS Ekofisiologi 3. Pendanaan dan jangka waktu Penelitian : a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan b. Biaya total yang diusulkan c. Biaya yang disetujui tahun I d. Biaya yang disetujui tahun II Mhs. PPS Unand Padang 15 jam : 2 (dua) tahun : Rp. 90.000.000,: Rp. 40.000.000,: Rp. 45.000.000,- Padang, 15 Desember 2008 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Prof. Ir. Ardi, M.Sc) NIP. 130 816 270 Ketua Peneliti, (Prof.Dr.Ir. H. Kasli, MS) NIP. 130 349 634 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian Universitas Andalas (Dr.Ir. Syafrimen Yasin, M.S, M.Sc) NIP. 131 647 299 28 Aplikasi Pupuk Organik Terbaik Hasil Perombakan berbagai Dekomposer dan Kerjasamanya dengan Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kasli1 dan Upik Yelianti2 1Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Univesitas Andalas 2 Mahasiswa Pascasarjana Universitas Andalas Padang RINGKASAN Penelitian tentang Aplikasi Pupuk organik hasil dekomposisi beberapa bahan organik dengan dekomposernya dan kerjasamanya dengan CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang telah dilakukan di Kebun Percobaan BPTP Sukarami Solok Sumatera Barat dari bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada berbagai dosis dengan dan tanpa CMA terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Percobaan ini dirancang dengan Rancangan Split-split Plot, dengan Petak Utama adalah: pemberian CMA (tanpa dan diberi CMA), Anak Petak adalah: jenis pupuk organik terbaik (TKTH, JPTH, TTTH), dan anak-anak petak adalah: dosis pupuk organik (0, 10, dan 15 t/ha). Hasil percobaan memperlihatkan bahwa terdapat interaksi antara pemberian beberapa pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan dan tanpa FMA terhadap variabel tinggi tanaman, ILD, LAB dan LTT. Terdapat interaksi yang nyata antara pemberian FMA dengan dosis pupuk organik dan antara perlakuan FMA dengan pupuk organik terhadap variabel jumlah umbi pertanaman dan bobot segar umbi per tanaman. Hasil umbi terbaik diperoleh pada perlakuan tanpa FMA dengan 20 t/ha pupuk organik TTTH, yaitu sebesar 165.72 g/tanaman (9.38 t/ha), sedangkan untuk perlakuan pemberian FMA diperoleh hasi tertinggi sebesar 164.45 g/tanaman (9.30 t/ha). Kandungan gizi umbi kentang juga dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pupuk organik pada dosis yang berbeda dengan tanpa FMA seperti kadar karbohidrat, gula, protein, lemak dan asam askorbat (vitamin C). Kandungan karbohidrat cenderung meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik, sedangkan kandungan gula memperlihatkan bahwa tanpa FMA dengan 0 t/ha pupuk organik dan perlakuan + FMA dengan 0 t/ha mempunyai kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk organik 10 dan 20 t/ha. Kandungan lemak cenderung menurun sejalan dengan peningkatan dosis pupuk organik. Untuk kandungan protein menunjukkan bahwa tanpa FMA dan tanpa pupuk organik memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan diberi FMA dengan berbagai dosis pupuk organik. Sementara kandungan vitamin C memiliki kecenderungan lebih tinggi sejalan dengan penambahan dosis pupuk organik. 29 The Aplication of Organic Fertilizer from decomposition of several Organic Matter by Decomposers and Arbuscular Mycorrhizal Fungi to Growth and Quality of Potatoes (Solanum tuberosum L.) Kasli1 and Upik Yelianti2 1Agronomic departement of Agriculture Faculty of Andalas University 2 Doctorate Programe of Postgraduate at Andalas University SUMMARY The experiment was carried out at Research Station at BPTP Sukarami West Sumatera, from December 2007 to April 2008. The goal of this research is to study about the interaction of the aplication of organic fertilizer with different level with or without AMF to growth and qulaity of potatoes. This research was arranged in Split-Split Plot Design, with Main Plot are: AMF (with or without AMF), Subplot are: a kind of organic fertlizers (cascing of empty bunch palm oil, compost of paddy straw, and compost of thitonia diversifolia), and the sub-sub plot are: level of organic fertilizers (0, 10, and 20 t/ha). The observation are included: height, LAI, NAR, CGR, number of tubers, fresh weight and also quality (nutritional content). The result showed that there is a significant interactions between organic fertilizers with different level with or without AMF to growth and quality of potatoes yield. The result indicated that the best growth and yield was obtained by giving organic fertilizer from thitonia diversiflolia with 20 t/ha without AMF, the fresh weight of tuber is:165.72 g/plant and with AMF by giving organic fertilizer from cascing of empty bunch palm oil with 20 t/ha is 164.45 g/plant. The nutrititional content of yield showed that carbohydrate and vitamin C were increased as increasing level of organic fertlizer with or without AMF, sugar content. protein, and lipid were decreased as increasing the level of organic fertlizer. 30 31