THE FUNCTION UTILIZATION OF GAMBIER (Uncaria gambier) AS THE HEPATOPROTECTOR Zulkarnain Edward Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ABSTRACT The aim of the research is to find out the effect of the hepatoprotector from gambier to some rats animal contaminated by carbon tetrachloride (CCl4). The research was done in Biochemistry laboratory Medical Faculty Andalas University Padang applied to 12 galur wistar rats species in about ± 2 months ages with 170-200 g weight, which are separated into 3 groups (clusters). They are cluster in negative control, in positive control (CCl4 2 mg/kg BB inductions), and treated cluster (CCl4 inductions and 10 mg/kg BB gambier given). Statistically analyzed the data by one way Anova test with 95% confidence of degree, the result of the research are pointed to the rate of MDA serum level which is 1.08 ± 0.12 nmol/mL for the cluster in negative control, 4.07 ± 0.45 nmol/mL for positive control cluster, and 3.28 ± 0.46 nmol/mL for treated cluster showed the significant differences between the 3 clusters. The rates of MDA lever level to the cluster in negative control is about 1.80 ± 0.30 nmol/mL, in positive control is about 4.55 ± 0.56 nmol/mL, and the treated cluster is about 3.92 ± 0.22 nmol/mL, from the 3 clusters above shows that there is only the positive control and the treated control has no meaning of purpose. It concluded that the CCl4 has the hepatotoxite effect with gambier could be functionated as the hepatoprotector. Key words : gambier, CCl4, hepatoprotector, MDA PENDAHULUAN Gambir (Uncaria gambir) adalah salah satu tanaman obat alami yang banyak diteliti khasiat obatnya secara ilmiah. Gambir merupakan sari yang kental yang diperoleh dari pengolahan daun dan tangkai tanaman gambir yang diendapkan, warnanya kuning kecoklatan, rasanya kelat dan berbau khas[1]. Tanaman gambir banyak ditemukan di Indonesia (Indonesia merupakan satu-satunya eksportir gambir di dunia) dan 80% ekspor gambir berasal dari Sumatera Barat. Dalam kehidupan seharihari gambir dibutuhkan tidak hanya sebagai teman pinang dan sirih tetapi juga sudah lama digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti untuk mencuci luka bakar dan kudis, obat diare, sariawan, disentri, dan mempunyai daya kerja sebagai anti bakteri, anti epilepsi, anti hepatotoksik, anti inflamasi dan anti hipertensi. Gambir berperanan dalam proses penuaan dan dapat meminimalisir gejala-gejala sindroma metabolik[2]. Disamping itu gambir juga dipakai sebagai penyedap makanan dan dalam upacara adat di Sumatera Barat. Gambir mengandung senyawa polifenol (katekin nomor dua terbanyak) yang telah dibuktikan berfungsi sebagai anti oksidan yang dapat menetralisir kerja dari radikal bebas[3,4,5,6]. Dalam keadaan normal terdapat suatu keseimbangan antara radikal bebas dengan anti oksidan. Hepar mempunyai anti oksidan sebagai sistim protektor dalam rangka melindungi dirinya dari kelebihan radikal bebas[7]. Apabila terjadi ketidak keseimbangan antara radikal bebas dengan anti oksidan, maka terjadilah apa yang disebut sebagai stress oksidatif, dimana kelebihan radikal bebas ini akan merusak sel-sel hepar[8]. Kerusakan akibat peningkatan radikal bebas dapat menimbulkan dampak negatif pada membran sel (lipid bilayer), DNA dan protein[9]. Beberapa senyawa dapat berfungsi sebagai radikal bebas, diantaranya adalah alkohol dan karbon-tetraklorida (CCl4). CCl4 adalah salah satu bahan yang dapat menimbulkan stress oksidatif pada hepar oleh karena di dalam retikulum endoplasmik sel hepar dapat menjadi radikal bebas CCl3* yang besifat hepatotoksik. Kerusakan sel hepar terjadi pada asam lemak tak jenuh fosfolipid membran sel, sehingga terbentuk peroksida lipid. Pada akhir rangkaian degradasi peroksida lipid akan menghasilkan etana, pentana dan malondialdehid (MDA). MDA ini dapat dijadikan indikator peningkatan peroksida lipid yang terbentuk akibat radikal bebas[10]. Walaupun efek ekstrak katekin telah diketahui sebagai anti oksidan, dalam penelitian ini akan diamati sejauh mana manfaat pemakaian gambir secara langsung sebagai anti oksidan dalam rangka memproteksi hepar akibat pemberian CCl4. langsung dilaparatomi untuk pemeriksaan MDA serum dan hepar. Kelompok II (kontrol positif), Tikus mendapat NaCl fisiologis selama 8 hari berturut-turut dan pada hari ke 9 diberi CCl4 sebanyak 2 mg/kg BB yang diencerkan dengan minyak kelapa. Kelompok III (perlakuan), Tikus mendapat gambir dengan dosis 10 mg/kg BB yang dilarutkan dengan NaCl fisiologis selama 8 hari berturut-turut dan pada hari ke 9 diberi CCl4 sebanyak 2 mg/kg BB yang diencerkan dengan minyak kelapa. Pada hari ke 2 setelah pemberian CCl4, kelompok II dan kelompok III dilakukan laparatomi untuk pemeriksaan MDA serum dan hepar. HASIL DAN DISKUSI METODOLOGI Alat dan Bahan Penelitian ini bersifat eksprimental dengan binatang percobaan 12 ekor tikus galur wistar yang berumur ± 2 bulan dengan berat badan 170-200 g. Bahan yang digunakan adalah gambir yang beredar di pasaran, larutan TCA, HCl, TBA, sukrosa, NaCl fisiologis, dan tris. Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer (spectronic 21), vortex, sonde lambung, dan alat-alat gelas. Penelitian dilakukan di laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Unand Padang. Kadar MDA pada kelompok kontrol dan perlakuan pada serum dan hepar tikus dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 1. Kadar MDA Serum Tikus pada Kontrol Negatif, Kontrol Positif dan Perlakuan Tikus ke Kadar MDA serum (nmol/mL) Kontrol Kontrol Perlakuan negatif positif 1 1,02 3,72 2,73 2 1,24 4,70 3,84 3 0,96 4,09 3,34 4 1,09 3,78 3,20 Mean 1,08 ± 0,12 4,07 ± 0,45 3,28 ± 0,46 Prosedur Binatang percobaan dibagi atas 3 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus sebagai berikut: Kelompok I (kontrol negatif), Tikus hanya diberi makan dan minum yang cukup. Pada hari pertama penelitian Dari hasil analisis statistik dengan Anova satu arah terdapat perbedaan kadar MDA serum yang bermakna (p = 0,05) antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif, antara kelompok kontrol negatif dengan perlakuan dan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan. Tabel 2. Kadar MDA Hepar Tikus pada Kontrol Negatif, Kontrol Positif dan Perlakuan Tikus ke Kadar MDA hepar (nmol/ml) Kontrol Kontrol Perlakuan negatif positif 1 1,39 4,81 4,13 2 1,77 5,01 4,06 3 2,07 3,73 3,87 4 1,98 4,63 3,63 Mean 1,80 ± 0,30 4,55 ± 0,56 3,92 ± 0,22 Dari hasil analisis statistik dengan Anova satu arah terdapat perbedaan kadar MDA hepar yang bermakna (p = 0,05) antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif, antara kelompok kontrol negatif dengan perlakuan dan tidak bermakna (p = 0,05) antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan. Rerata kadar MDA serum (tabel 1) pada kelompok kontrol negatif (yang tidak mendapat perlakuan apapun) sebesar 1,08 nmol/mL, sedangkan pada kelompok kontrol positif dimana dua hari setelah pemaparan CCl4 meningkat menjadi 4,07 nmol/mL. Perbedaan kedua nilai ini secara statistik bermakna (p = 0,05). Peningkatan nilai MDA ini berarti bahwa CCl4 memang bersifat hepatotoksik yang bekerja melalui metabolik reaktifnya yaitu radikal triklorometil (CCl3*) yang mengikat protein dan lipid tidak jenuh pada membran sel sehingga menyebabkan terjadinya peroksida lipid yang akhirnya akan membentuk MDA. Penimbunan peroksida lipid inilah yang akan merusak membran sel sehingga mengganggu fungsi dan struktur sel. Pada kelompok perlakuan yang mendapat perlindungan dari gambir selama delapan hari, dua hari setelah pemberian CCl4 rerata kadar MDA serum menurun, lebih rendah yaitu 3,28 nmol/mL. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif 4,07 nmol/mL maka perbedaan kedua nilai ini secara statistik bermakna (p = 0,05). Dari penelitian ini dapat dikatakan bahwa pemberian gambir secara tradisional dapat memproteksi kerusakan hepar dari radikal bebas triklorometil dengan bekerja sebagai anti oksidan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Eti Yerizel[4], yang menyimpulkan bahwa pemberian katekin 1% dengan dosis 2 mg/Kg BB selama delapan hari berturut-turut dapat memberikan proteksi pada sel hepar tikus setelah pemaparan dengan CCl4, dimana katekin merupakan komponen nomor dua terbesar dalam gambir. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa rerata kadar MDA hepar tikus pada kelompok kontrol positif (4,55 nmol/mL) jauh lebih tinggi dari kelompok kontrol negatif (1,80 nmol/mL). Perbedaan kadar kedua kelompok ini bermakna secara statistik (p = 0,05). Hal ini juga membuktikan bahwa kerusakan sel hepar disebabkan oleh pemberian CCl4. Efek proteksi gambir terhadap pemberian CCl4 terbukti dari rendahnya kadar MDA hepar pada kelompok perlakuan (3,92 nmol/mL) dibanding kelompok kontrol positif (4,55 nmol/mL) walaupun secara statistik tidak bermakna (p = 0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Gusti Revila[11], bahwa anti oksidan lain seperti vitamin C dapat memberikan proteksi terhadap sel hepar tikus setelah pemaparan CCl4. Tingginya rerata kadar MDA hepar baik pada kelompok kontrol negatif maupun pada kelompok kontrol positif dibandingkan dengan rerata kadar MDA serum dapat diterangkan bahwa di dalam serum banyak sekali faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar MDA disamping terjadinya hemodilusi di dalam pembuluh darah. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Karbon-tetraklorida (CCl4) mempunyai efek hepatotoksik yang terlihat dari peningkatan kadar MDA serum dan hepar pada kelompok kontrol positif dan Gambir dapat berfungsi sebagai hepatoprotektor terhadap pemberian CCl4 yang terlihat dari penurunan kadar MDA serum dan hepar pada kelompok perlakuan. DAFTAR PUSTAKA 1. N. Nazar, Gambir Budidaya, pengolahan dan prospek diversifikasinya, Padang, Yayasan hutanku, 2000. 2. Y. Zasshi, Pharmacological action of Gambir, The Journal of Japanese History of Pharmacy, 40(1): 29-33, (2005). 3. T. Okuda, 26-Antioxidant in Herbs: Polyphenols, Antioxidant Food Supplements in Human Health, 393-410, (1999). 4. E. Yerizel, Pengaruh katekin teh hijau (Camelia sinensis) terhadap maondialdehid (MDA) darah dan MDA hepar tikus, Jurnal Penelitian Andalas, 14(37): (2002). 5. R. Pambayun, M. Garjito, S. Sudarmadji, K. Rahayu, Kuswanto, Kandungan fenol dan sifat anti bakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb), Majalah Farmasi Indonesia, 18(3): 141-146, (2007) 6. E. Hayani, Analisis kadar catechin dari gambir dengan berbagai metode, Buletin Teknik Pertanian, 8(1), (2003). 7. Ali. M, Peranan radikal bebas pada patogenesa kerusakan hepar, Kumpulan makalah seminar dan lokakarya radikal bebas dan patogenesa penyakit, Malang, 1315 Maret 1997. 8. Greenwald. R. A, Current approaches to the developments of oxygen radicals scavengers drug of today, 26: 299, (1990). 9. S. Syahbuddin, Peran radikal bebas dan anti oksidan pada proses penuaan dan diabetes melitus, Simposium pengaruh radikal bebas terhadap proses penuaan, Padang, 2 September 2000. 10. Cochrane. G. C, Cellular injury by oxydant, Am.J.Med, (1991). 11. G. Revila, Daya proteksi vitamin C terhadap radikal bebas yang ditimbulkan oleh karbontetraklorida (CCl4) pada tikus ditinjau dari kadar malondialdehid (MDA) hepar. Jurnal Penelitian Andalas, 14(37): (2002).