Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat KEANEKARAGAMAN DAN BIOLOGI REPRODUKSI PARASITOID TELUR WERENG COKLAT Nillaparvata lugens STAL. (HOMOPTERA: DELPHACIDAE) PADA STRUKTUR LANSKAP PERTANIAN BERBEDA1 Yaherwandi2 dan Usra Syam2 1) 2) Penelitian ini didanai oleh DP2M Dikti Depdiknas tahun anggaran 2006 Staf Pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta Univ. Andalas Padang Alamat korespodensi: Komp. Unand Ulu Gadut B II/06/08 Padang, telp. 075174369 ABSTRACT Egg parasitoid of brown planthoppers are particularly important natural enemies because of their effectiveness as agents of biological control. The objective of this research to study diversity and biology reproduction egg parasitoid of brown planthoppers in rice field at Kayu Tanduk and Sungai Sapih landscape. Egg parasitoid were sampled using four methodes (trapping, farmcop, sweep net, and yellow pan trap). Indeces of spescies richness, evenness, and diversity were applied to analyze the data. Results indicated that there were 158 speciment consist of 3 family and 8 species of egg parasitoid brown planthoppers in rice fields at Kayu Tanduk and Sungai Sapih landscape. Species richness and diversity were higher in Sungai sapih landscape than Kayu Tanduk landscape. Keyword : Biodiversity, Brown planthopper, Nillaparvata lugens, Agricultural landscape PENDAHULUAN Penggunaan pestisida dalam ekosistem pertanian telah mengakibatkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan. Berbagai kasus membuktikan bukan hanya pencemaran lingkungan yang terjadi tetapi juga musnahnya keanekaragaman artropoda dalam ekosistem. Akibatnya, terjadilah pemiskinan keanekaragaman fauna dalam ekosistem yang mudah menimbulkan gejolak peledakan populasi spesies-spesies herbivora tertentu yang cenderung merugikan. Hal ini juga terjadi dalam kasus pengendalian wereng batang coklat, yaitu peledakkan populasi hama ini pada tahun 1986, sehingga dikeluarkannya Inpres No. 3 tahun 1986 tentang pelarangan penggunaan 56 jenis pestisida pada pertanaman padi dan dikuti oleh UU R.I. No. 12 tahun 1992, PP R.I. No. 6 tahun 1995 (Sosromarsono, 2000). Sejak itu terjadi perubahan paradigma pengendalian hama pada pertanaman padi, yaitu pengendalian yang bertumpu pada penggunaan pestisida ke pengendalian yang lebih berwawasan ekologis. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengembalikan fungsi ekologis (biorestorasi) dari berbagai artropoda pada agroekosistem, sehingga perlu dicari alternatif Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat pengendalian tanpa menggunakan pestisida, misalnya dengan memanfaatkan musuh alami dari serangga herbivor atau yang lebih dikenal dengan pengendalian hayati. Pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid merupakan suatu alternatif strategi pengendalian hama yang saat ini mulai ditumbuh kembangkan untuk menggantikan peran pestisida yang cenderung berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai sukses dalam pengendalian hayati, diperlukan informasi yang akurat mengenai bioekologi parasitoid di lapang. Sejauh ini penelitian mengenai parasitoid telur wereng batang coklat hanya berkisar inventarisasi populasi pulau jawa dan penelitian di laboratorium, yaitu yang umum terkait dengan upaya mass rearing (Maryana, 1994; Damayanti dan Atmadja, 1887 dan Atmadja, 1997). Banyak sekali Informasi di lapang yang belum diperoleh. Salah satu Informasi yang penting dan sangat mendasar untuk kesuksesan pengendalian hayati adalah keanekaragaman, parasitisasi, distribusi (laju pemencaran) dan perilaku reproduktif dari parasitoid di lapang. Sedangkan di Sumatera barat informasi tentang parasitoid telur wereng batang coklat sangat minim, terutama yang terkait dengan bioekologinya. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keanekaragaman dan biologi reproduksi parasitoid telur wereng batang coklat yang berasal dari daerah geografis berbeda. Fokus penelitian ini adalah untuk mempelajari biekologi parasitoid pada berbagai struktur lanskap pertanian dalam kaitannya dengan menyediakan landasan yang kuat untuk perencanaan dan pengembangan model atau teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) spesifik lokasi. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Koleksi serangga (Parasitoid telur wereng batang coklat) dilakukan di kelurahan Sungai Sapih Kodya Padang dengan ketinggian tempat 20 meter di atas permukaan laut (m dpl.) yang mewakili struktur lanskap pertanian yang sederhana (pertanaman padi monokultur) dan Nagari Kayu Tanduk Kabupaten Tanah Datar dengan ketinggian tempat 850 m dpl, mewakili struktur lanskap pertanian yang komplek (pertanaman padi polikultur). Penelitian laboratorium di lakukan di Laboratorium Entomologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Penelitian dilaksanakan dari Maret 2006 sampai dengan September 2006. Penyediaan Tanaman Padi Bibit padi varietas IR 42 yang rentan terhadap wereng batang coklat diperoleh dari petani. Selanjutnya, bibit tersebut ditanam dalam pot berdiameter 13 cm yang telah berisi tanah lumpur. Pada setiap pot ditanam empat bibit padi. Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat Pemupukan pada tanaman dilakukan dua kali, yaitu dicampur dengan tanah pada saat tanam dan 1,5 bulan setelah tanam. Banyaknya pupuk per pot pada tiap pemberian adalah 1,5 g urea, 0,6 TSP dan 0,6 KCl. Setelah tanaman berumur 1 bulan setelah tanam, tanaman dipakai untuk pembiakan wereng batang coklat dan percobaan di lapangan. Untuk percobaan biologi reproduksi parasitoid di laboratorium digunakan tanaman padi berumur satu bulan yang ditanam dalam pot berdiameter 3,5 cm. Pembiakan Serangga Inang (wereng batang coklat) Wereng bantang coklat berasal dari koleksi di lapang. Wereng ini kemudian diperbanyak kembali dalam kurungan yang terbuat dari kayu dan kasa tricot berukuran (75 x 75 x 85 cm3) di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Untuk pembiakan wereng digunakan tanaman padi berumur 1,5 bulan dalam pot yang berdiameter 13 cm. Wereng hasil pembiakan tersebut digunakan untuk stok populasi, percobaan di lapang, dan laboratorium. Pembiakan wereng ini dilakukan selama penelitian berlangsung. Penelitian: Keanekaragaman dan kelimpahan parasitoid telur wereng batang coklat pada struktur lanskap berbeda Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kekayaan, kelimpahan, dan keanekaragaman spesies parasitoid telur wereng bantang coklat pada struktur lanskap pertanian berbeda di Sumatera Barat. Untuk memperoleh parasitoid telur wereng batang coklat dilapang digunakan empat metode koleksi, yaitu metode pemerangkapan, penjaringan (sweepnet), nampan kuning (yellow pantrap), dan menggunakan alat pengisap serangga (farmcop). Koleksi parasitoid telur dilakukan di kelurahan Sungai Sapih (mewakili struktur lanskap pertanian yang sederhana atau ekosistem padi monokultur) dan Nagari Kayu Tanduk Kabupaten Tanah Datar (mewakili struktur lanskap pertanian yang komplek atau ekosistem yang polikultur). Selanjutnya, pada masing-masing lanskap pertanian yang dipilih dibuat jalur transek dengan panjang maksimal 1000 m atau sepanjang pertanaman yang ada. Penempatan titik sampel dilakukan setiap 100 m di sepanjang jalur transek. Jadi ada 10 titik sampel pada lanskap Kayu Tanduk dan Sungai Sapih. Metode pemerangkapan. Tanaman padi berumur 1,5 bulan dalam pot-pot plastik berdiameter 13 cm dikurung dengan plastik milar, kemudian dimasukan 10 imago wereng batang coklat yang telah siap bertelur. Wereng dibiarkan bertelur pada tanaman padi selama dua hari, kemudian dikeluarkan. Tanaman padi yang telah diteluri oleh wereng batang coklat ini kemudian di pasang pada setiap titik sampel yang telah ditentukan (Lampiran 1). Pada tiap titik sampel ditempatkan lima pot tanaman yang diletakkan secara diagonal dengan jarak ke titik pusat sampel 10 meter. Pot-pot dibiarkan di lapang selama tiga hari (Surtikanti et al., Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat 1992). Setelah tiga hari pot diambil dan dibawa ke laboratorium. Tanaman padi dipotong tepat pada permukaan tanah, kemudian dibelah dibawah mikroskop. Telur wereng batang coklat yang terparasit dan sehat di ambil dengan menyertakan jaringan tanaman. Telur tersebut disimpan dalam cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring lembab. (Mujiono et al., 1992; Surtikanti et al., 1992; Damayanti dan Atmaja, 1997). Parasitoid yang keluar dari telur wereng batang coklat dimasukkan ke dalam microtube 2 mm yang berisi alcohol 70% untuk diidentifikasi. Metode penjaringan. Metode ini mengunakan jaring ayun berbentuk kerucut, mulut jaring terbuat dari kawat melingkar (diameter 30 cm) dan jaring terbuat dari kain kasa (Lampiran 1). Penjaringan dilakukan pada setiap titik sampel pada jalur transek seperti pada metode pemerangkapan. Penjaringan yaitu sepuluh kali ayunan ganda yang meliputi 50 rumpun tanaman padi per titik sampel. Serangga yang tertanggap langsung dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi alkohol 70%. Di laboratorium serangga parasitoid dipisahkan dari serangga lain dan masing-masing morphospesies dipisahkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam microtube 2 ml yang telah berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi Metode nampan kuning. Nampan kuning terbuat dari wadah plastik yang berukuran alas 15 X 25 cm dan tinggi 7 cm (Lampiran 1). Nampan kuning dipasang di tengah pertanaman padi dan serangga yang tertarik warna kuning akan mendatangi nampan tersebut. Untuk membunuh serangga yang hinggap pada nampan, terlebih dahulu ke dalam nampan dimasukkan larutan air sabun untuk mengurangi tegangan permukaan, sehingga serangga yang masuk akan tenggelam dan mati. Setiap titik sampel dipasang satu nampan dan dibiarkan selama 24 jam. Di laboratorium serangga parasitoid yang tertangkap selanjutnya dipisahkan dari serangga lain dan dimasukkan ke dalam microtube 2 ml untuk diidentifikasi. Metode farmcop. Metode ini mengunakan alat yang terdiri dari pengisap debu elektrik kecil yang dimodifikasi, selang plastik diameter 1,5 inci, alat untuk penampung serangga (botol diameter 20 cm dan botol film yang berisi alkohol 79%) dan accu 12 volt 60 A (Lampiran 1). Pengambilan sampel dilakukan denganmengarahkan pengisap pada bagian pangkal dan tengah tanaman padi, semua serangga yang terhisap akan masuk ke dalam botol film berisi alkohol 70% pada alat penampung serangga. Di Laboratorium serangga parasitoid dipisahkan dari serangga lain dan masing-masing morphospesies dimasukan ke dalam microtube 2 ml berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi Identifikasi dilakukan baik terhadap gejala telur terparasit maupun imago parasitoid. Pada telur yang terparasit dicatat perubahan warna yang terjadi akibat adanya parasitisasi. Semua imago parasitoid yang yang keluar dari telur wereng batang coklat pada metode Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat pemerangkapan dan yang diperoleh dari metode penjaringan, nampan kuning, dan farm cop diidentifikasi dengan menggunakan JICA (1982) dan Barrion dan Litsinger (1992). Analisis Data. Data kekayaan dan kelimpahan parasitoid telur wereng batang coklat dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner dan indeks kemerataan Simpson (Magurran, 1988; Ludwig dan Reynolds 1988 dan Krebs 1999). Untuk menghitung kekayaan spesies, indeks Shannon-Wienner dan indeks kemerataan Simpson digunakan program Ecological metodology 2nd edition (Krebs 2000). Data parasitisasi dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut: P= n x 100% N P = tingkat parasitisai (%) n = jumlah telur yang terparasit N = jumlah telur yang diamati Penelitian: Biologi Reproduksi Parasitoid Telur Wereng Batang Coklat Pembiakan parasitoid telur wereng batang coklat Parasitoid telur diambil dari lapang dengan cara pemerangkapan. Beberapa pot tanaman padi yang telah mengandung telur wereng batang coklat ditempatkan pada pertanaman padi di sawah. Pemerangkapan parasitoid ini dilakukan pada pertanaman padi dengan struktur lanskap yang sederhana (ekosistem padi monokultur) dan lanskap yang komplek (ekosistem padi polikultur). Tanaman dalam pot tersebut dibiarkan selama tiga hari agar parasitoid meletakkan telur pada telur wereng batang coklat. Kemudian pot dibawa ke rumah kaca dan tanaman padi dipindahkan ke pot beriameter 3,5 cm. tanaman dipotong setinggi 18 cm dan dikurung dengan kurungan plastik berdiameter 3,5 cm dan tinggi 25 cm. Setelah imago parasitoid keluar, kemudian diidentifikasi (sebelumnya telah diketahui cirri-ciri morfologi ) parasitoid yang terpilih. Beberapa pasang dari spesies yang terpilih tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam kurungan pembiakkan masing-masing parasitoid yang telah disediakan tanaman padi dan biakan wereng batang coklat. Kurungan tersebut terbuat dari kayu dan kasa organdi halus. Ukuran kurungan adalah 40 x 35 x 27 cm3. Imago parasitoid diberi makan madu dengan cara meneteskan madu tersebut dengan ujung jarum pada permukaan kasa kurungan. Parasitoid yang diberi makan madu dapat hidup lebih lama daripada bila tidak diberi madu (Sahad dan Hirahima, 1984). Pembiakan parasitoid dilakukan sampai jumlah imago parasitoid mencukupi untuk percobaan biologi reproduksi. Percobaan Biologi Reproduksi Anagrus spA (Hymenoptera: Mymaridae) Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat Percobaan biologi reproduksi parasitoid telur bertujuan untuk mendapat informasi parameter kebugaran dari Anagrus sp yang berasal dari geografis dan struktur lanskap pertanian berbeda. Percobaan ini dilakukan dengan cara menyediakan sejumlah tanaman padi berumur 1 bulan dalam pot berdiamter 3,5 cm dipotong setinggi 18 cm, kemudian disungkup dengan kurungan plastik mika yang ujung bagian atas ditutup dengan kasa organdi. Ke dalam kurungan tersebut dimasukan beberapa pasang wereng batang coklat yang telah siap bertelur. Imago wereng batang coklat dibiarkan bertelur pada tanaman padi selama dua hari, kemudian dikeluarkan. Selanjutnya dimasukan ke dalam masing-masing kurungan satu pasang imago Anagrus sp yang baru keluar dari telur wereng batang coklat. Parasitoid diberi makan larutan madu yang diteteskan pada kasa di bagian atas kurungan atau dioleskan pada kurungan plastik tersebut. Setiap hari tanaman diganti dengan tanaman yang baru yang juga mengandung telur wereng batang coklat. Pengantian tanaman ini dilakukan sampai imago betina parasitoid mati. Segera setelah imago betina parasitoid mati dibedah menggunakan jarum mikro bertangkai di bawah mikroskop sterio binokuler untuk menghitung jumlah telur yang masih tersisa dalam indung telurnya. Pengamatan yang dilakukan adalah terhadap kemampuan parasitasi selama 24 jam, lama perkembangan, lama hidup, keperidian, laju pemunculan imago baru (emergence rate), sisa telur di dalam ovari, persentase survival, nisbah kelamin dan kesiapan reproduksi. Pengamatan kemampuan parasitasi selama 24 jam dilakukan dengan cara membedah jaringan tanaman padi di bawah mikroskop stereo binokuler untuk menghitung jumlah telur yang terparasit berdasarkan perubahan warna telur inang. Pengamatan keperidian sama dengan pengamatan kemampuan parasitasi yaitu dengan menghitung telur inang yang terparasit berdasarkan perubahan warna. Keperidian potensial dihitung dengan menjumlahkan telur yang diletakkan dengan banyak telur yang masih tersisa dalam ovari. Untuk pengamatan laju pemunculan imago baru, ukuran imago betina, persentase laju survival dan nisbah kelamin dilakukan dengan cara membiarkan sebagian telur wereng batang coklat yang telah terparasit berkembang sampai muncul imago baru.. Sedangkan untuk pengamatan lama hidup imago dilakukan dengan cara memasukkan imago yang baru muncul ke dalam kurungan plastik mika yang telah berisi tanaman padi yang mengandung telur wereng batang coklat. Pengantian telur inang dilakukan sampai imago parasitoid mati. Pengamatan kesiapan reproduksi dilakukan dengan membedah imago yang baru muncul dengan jarum mikro bertangkai dibawah mikroskop stereo binokuler dan dihitung jumlah telur matang. Percobaan ini diulang 20 kali. Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat HASIL DAN PEMBAHASAN Total Jumlah Individu dan Spesies Parasitoid Telur Wereng Batang Coklat Jumlah keseluruhan parasitoid telur wereng batang coklat yang telah dikumpulkan pada pertanaman padi di lanskap Kayu Tanduk dan Sungai Sapih dalam priode April sampai Juli 2006 adalah 158 individu yang termasuk dalam tiga famili dan delapan spesies (Tabel 1). Pada lanskap Kayu Tanduk ditemukan lima spesies parasitoid dan dua famili, sedangkan lanskap Sungai Sapih ditemukan delapan spesies dan tiga famili (Tabel 1). Berdasarkan jumlah famili dan spesies temuan dari penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Maryana (1994) yaitu 2 famili dan 5 spesies parasitoid telur wereng batang coklat populasi Jawa Barat, tetapi jauh lebih sedikit daripada yang dilaporkan Chu dan Hirashima (1981) yaitu 15 spesies di Taiwan. Rendahnya jumlah spesies yang ditemukan dalam penelitian ini dan Maryana (1994) dibandingkan laporan Chu dan Hirashima (1981), kemungkinan karena pengambilan sampel parasitoid baik Maryana (1994) maupun penelitian ini hanya pada dua lokasi, sedangkan Chu dan Hirashima (1981) melakukan pengambilan sampel parasitoid hampir seluruh propinsi di Taiwan. Dari delapan spesies parasitoid telur wereng batang coklat yang telah dikumpulkan di lanskap Kayu tanduk dan Sungai Sapih lima spesies termasuk ke dalam famili Mymaridae (Tabel 1). Hasil ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Maryana (1994) yaitu emat spesies dari lima spesies yang ditemukan termasuk famili Mymaridae. Sebaliknya Chu dan Hirashima (1981) melaporkan sembilan spesies dari 15 spesies parasitoid telur wereng batang coklat yang dikoleksi di taiwan adalah dari famili Trichogrammatidae. Berdasarkan metode atau alat koleksi yang digunakan terdapat perbedaan jumlah individu, spesies, dan famili yang terkumpul untuk masing-masing metode. Metode farmcop total jumlah parasitoid yang tertangkap adalah 93 individu, tujuh spesies, dan dua famili (Tabel 2). Metode nampan kuning total jumlah parasitoid yang tertangkap 40 individu, tujuh spesies, dan tiga famili (Tabel 2). Metode perangkap total jumlah spesies parasitoid yang dikumpulkan 25 individu, tiga spesies, dan satu famili, sedangkan metode jaring ayun tidak ada spesies parasitoid wereng batang coklat yang tertangkap (Tabel 2). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode farmcop dan nampan kuning adalah metode yang paling efektif untuk mengkoleksi parasitoid telur wereng batang coklat. Sebelumnya, Yaherwandi et al (2006) melaporkan bahwa metode farmcop efektif untuk koleksi Hymenoptera parasitoid seperti famili Encirtidae, Mymaridae, Scelionidae, dan Trichogrammatidae. Farmcop yang dimodifikasi dari alat pengisap debu berukuran kecil dan mudah dibawa menjadi alat yang efektif untuk koleksi parasitoid telur wereng batang coklat, karena ujung selang pengisap Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat dapat langsung diarahkan ke pangkal tanaman padi. Nampan kuning juga alat yang efektif untuk koleksi Hymenoptera parasitoid. Banyak Hymenoptera parasitoid yang tertarik terhadap warna kuning, sehingga alat ini cukup efektif digunakan untuk mempelajari keanekaragaman parasitoid (Noyes 1989; Yaherwandi et al. 2006), termasuk prasitoid telur wereng batang coklat. Pertumbuhan tanaman padi mempengaruhi kelimpahan dan jumlah spesies parasitoid telur wereng batang coklat (Tabel 3). Kelimpahan dan jumlah spesies parasitoid menurun sejalan dengan pertumbuhan tanaman padi. Hal ini kemungkinan karena populasi wereng coklat juga menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman padi. Kelimpahan dan kinerja parasitoid akan meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi inang dan akan menurun apabila populasi inangnya rendah. Dari delapan spesies parasitoid telur wereng batang coklat yang telah dikumpulkan, tiga spesies yaitu Anagrus sp, Gonatocerus spA, dan Olygosita sp. adalah spesies yang umum ditemukan pada lanskap Sungai Sapih dan Kayu Tanduk (kelimpahan relatif > 15%) (Gambar 1 dan 2). Hasil penelitian ini mirip dengan yang dilaporkan Maryana (1994) bahwa Anagrus sp dan Olygosita sp merupakan spesies yang dominan ditemukan memparasit telur wereng batang coklat pada pertanaman padi di Bogor dan Cianjur. Berdasarkan kelimpahan relatif masing-masing spesies yang telah dikoleksi Anagrus sp merupakan spesies parasitoid telur wereng batang coklat yang paling dominan pada lanskap Sungai Sapih dan Kayu Tanduk. Fenomena yang sama sebelumnya juga dilaporkan oleh Miura et al. (1979) di Taiwan dan Maryana (1994) di Jawa barat. Kekayaan dan keanekaragaman pesies parasitoid telur wereng batang coklat lebih tinggi di lanskap Sungai Sapih daripada Kayu Tanduk, sedangkan kemerataan spesies lebih tinggi di lanskap Kayu Tanduk daripada Sungai Sapih (Gambar 3). Walaupun, kekayaan spesies parasitoid telur wereng batang coklat di lanskap Sungai Sapih dua kali lanskap Kayu Tanduk, tetapi keanekaragaman spesiesnya tidak berbeda jauh yaitu 2.4 dan 1.81 berturutturut untuk Sungai Sapih dan Kayu Tanduk. Hal ini terjadi karena indeks kemerataan spesies pada lansekap Kayu Tanduk lebih tinggi daripada Sungai Sapih. Indeks ini mengungkapkan bahwa distribusi kelimpahan spesies di dalam komunitas parasitoid telur wereng batang coklat di lansekap Kayu Tanduk relatif merata daripada lansekap Sungai Sapih, sehingga keanekaragaman spesiesnya tidak berbeda jauh dari lanskap Sungai Sapih. Fenomena yang sama sebelumnya juga dilaporkan Yaherwandi et al. (2006) tentang keanekaragaman komunitas Hymenoptera parasitoid di lanskap Nyalindung tidak berbeda nyata dengan lanskap Gasol dan Selajambe. Walaupun lanskap Nyalindung mempunyai kekayaan spesies Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat dan kelimpahan individu lebih tinggi daripada lanskap Gasol dan Selajambe, tetapi indeks kemerataan spesies lanskap Nyalindung lebih rendah daripada kedua lansekap lainnya. Dengan demikian, jelas bahwa Indeks Keanekaragaman Shannon dan Wiener (H’) dipengaruhi oleh kemerataan spesies dalam komunitas (Spellerberg 1995; Magurran 1988; krebs 1999). Biologi Reproduksi Anagrus sp Keperidian imago Anagrus sp diduga dari kemampuan betina memarasit telur wereng batang coklat. Telur wereng coklat yang terserang Anagrus sp berubah warnanya dari putih menjadi oranye. Kemampuan betina untuk meletakan telur selama hidupnya berkisar dari 15 – 42 butir telur dengan rata-rata 24.45 butir (Tabel 4). Rendahnya keperidian (jumlah telur yang diletakkan) diduga karena pendeknya umur imago betina yaitu berkisar dari 2 – 5 hari dengan rata-rata 3 hari (tabel 4). Hal ini menyebabkan masih banyak sisa telur dalam ovari. Jumlah telur yang tidak diletakkan atau tersisa dalam ovari berkisar 21 – 48 butir telur dengan rata-rata 36.91 butir (Tabel 4). Produksi telur Anagrus sp terjadi secara bertahap, hal ini bisa dilihat dari jumlah telur matang dalam ovari pada saat imago muncul dari pupa. Kesiapan reproduksi imago betina Anagrus sp berkisar dari 3 – 8 butir telur dengan rata-rata 5.88 butir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Anagrus sp termasuk parasitoid synovigenik yaitu parasitoid yang produksi dan peletakkan telurnya secara bertahap selama hidupnya. Parasitasi diperoleh dari perbandingan jumlah telur inang yang terparasit dengan total jumlah telur inang yang diperlakukan. Parasitasi Anagrus sp pada telur wereng batang padi berkisar dari 15.66 – 35.71 % dengan rata-rata 24.92%. Hasil ini tinggi dari yang dilaporkan Maryana (1994) yaitu 11, 31 % di Bogor dan Cianjur, tetapi jauh lebih rendah dari parasitasi Olygosita sp di lapangan terhadap telur wereng batang coklat (Damayanti dan Atmadja 1997). KESIMPULAN Parasitoid telur wereng batang coklat yang ditemukan di lanskap Sungai Sapih dan Kayu Tanduk adalah Anagrus sp, Gonatocerus sp A, Gonatocerus sp B, Gonatocerus sp C, dan Mymar sp dari famili Mymaridae, Olygosita sp (Trichogrammatidae) dan Trichogrammatidae (sp-2), dan Elophidae (spi-1). Anagrus sp merupakan parasitoid telur wereng batang coklat yang dominan pada kedua lanskap tersebut. Parameter biologi reproduksi yang berhasil diamati adalah keperidian, sisa telur dalam ovari, kesiapan reproduksi, dan lama hidup. Tingkat parasitasi Anagrus sp yang diperoleh dalam penelitian ini relatif tinggi dibanding parasitoid sejenis yang pernah dilaporkan di Indonesia. Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur DP2M Dikti Depdiknas yang telah mendanai penelitian ini, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan dan Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta, mahasiswa dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Atmadja, W.R. dan A. Kartohardjono. 1990. parasitisasi Anagrus sp. Dan Gonotocerus Sp terhadap beberapa jenis serangga inang (wereng coklat, wereng hijau dan wereng punggung putih) pada pertanaman padi. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan, Ballitan Bogor. Hal 427 – 431. Atmadja, W.R. 1997. Pembiakan Anagrus sp dan Olygosita sp., parasitoid telur wereng batang coklat. Prosiding Seminar Nasional Entomologi, 8 januari 1997. Bogor, hal 55 - 61 Barrion A.T. dan J.A. Litsinger. 1992. Taxonomy of rice pest and their arthropod parasites and predators. Dalam Heinrichs, E.A., editor. New Delhi: Willey Eastern Limited. Chiu, S.C. 1979. Biological control of the brown planthopper, hal 335 – 355. Dalam IRRI. Brown Planthopper. Los Banos, Philippines. Chu, Y.A.U.I dan Y. Hirashima. 1981. Survey of Taiwanese literature on the natural enemies of rice leafhopper and planthoppers. Esakia, (16): 33 – 37 Colwell RK, Coddington JA. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through extrapolation. Philosophical Transactions of Royal Society London 345: 101-118. Colwell RK. 2000. EstimateS: Statistical estimate of spesies richness and shared spesies from samples. Version 6.0b1 [serial online]. http://www.viceroy.eeb.uconn.edu/estimates [16 Dsember 2003]. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 1988. Identifikasi musuh alami wereng hijau khususnya dari jenis parasit. Bahan pelatihan kelompok penyakit tunggro, Pelatihan Perlindungan Tanaman Pangan Sentra Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan. Jatisari Jawa Barat. Hal 309 – 322. Damayanti, D dan W. R. Atmadja. 1997. Parasitisme Olygosita sp. Pada wereng coklat. Prosiding Seminar Nasional PEI, 8 januari 1997. Bogor, hal 48 – 54 Garcia, M.C., S.H. Gage dan D.A. Landis. 1997. Respon of an Assemblage of Coccinellidae (Coleoptera) to a Diverse agricultural landscape. Environ. Entomol. 26 (4): 792 – 804 Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of The world: An Identification Guide to Families. Ottawa: Research Branch Agruculture Canada Publication. Krebs CJ. 1999. Ecological Metodology. Second Edition. New York: An imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Krebs JC. 2000. Program for ecological methodology [software]. Second Edition. New York: An imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Kruess, A dan T. Tscharntke. 2000. Spesies richness and parasitism in a fragmented landscape: experiment and field srudies with insects on Vicia sepium. Oecologia (122): 129 - 137 Landis, D.A. dan P.C. Marino. 1999. Landscape structure and extra-field proses: impact on management of pests and beneficials. In. Ruberson, R.R. (Ed.) Handbook of Pest Management, pp 79 - 104 Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat Landis, D.A. dan A. C. Costamagna. 2004. Influence of agricultural landscape conplexcity in parasitoid abundance and diversity in Michigan. http://www. entomology.wisc.edu/ 20 februari 1994 Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. New York: John Wiley & Sons. Magurran AE. 1996. Ecological Diversity and Its Measurement. London: Chapman and Hall. Maryana, N. 1994. Iventarisasi parasitoid telur wereng hijau Nephotettix virescens (Distant) dan wereng coklat Nillaparvata lugens (Stal.) di Daerah Bogor dan Cianjur serta pengamatan biologi Gonatocerus sp. Tesis Pascasarjana IPB. 83 hal. Marino, P.C. dan D. A. Landis. 1996. Effect of landscape structure on parasitoid diversity and parasitism in agroecosystems. Ecological Application, 6 (1), pp 276 – 284 Menalled, F.D., P.C. marino, S.H. Gage dan D.A. Landis. 1999. Does agricultural landscape structure affect parasitism and parasitoid diversity?. Ecological Application 9(2), 634 – 641 Miura, T., Y. Hirashima, M.T. Chujo dan Y. Chu. 1981. Egg and nympal of rice leafhoppers and planthoppers: A result of field studies in Taiwan in 1979. Esakia (16): 39 - 50 Mujiono, Basuki dan Rahayu. 1992. Parasitisasi parasitoid telur wereng coklat (Nillaparvata lugens Stal.) pada berbagai umur tanaman padi dan jarak dari pematang sawah. Makalah Kongres Entomologi IV. 11 hal. Noyes, J.S. 1989. A study of five methodes of sampling hymenoptera (insecta) in tropical rainforest, with spesisial refrence to the parasitica. J. Natural History 23: 285 – 298. Ram P, Tshernyshev W.B., Afonina V.M., Greenberg S.H.M. dan Ageeva L.T. 1995. Studies on strain Trichogramma evanesecens Westwood from different region of Eurasia. J. bioscien Techno. 5: 339 – 347 Reflinaldon, Yaherwandi dan Hidrayani. Fragmentasi habitat dan keanekaragaman parasitoid Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) pada berbagai struktur lansekap. Laporan Penelitian DCRG Dikti. Unand padang 35 hal. Speight, M.R., Mark D.H. Allan D.W. 1999. Ecology of Insect (Consepts and aplication). Blackwell Science. London. 350 p. Salbiah, D. 2001. Implikasi faktor geografis, lama generasi dan jumlah betina awal terhadap kualitas parasitoid Trichogrammatoidea conjuangcoi Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Tesis Pascasarjana IPB. Sosromarsono, S. 2000. Sejarah pengendalian hayati serangga hama dengan parasitoid di Indonesia. Makalah dalam Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Parasitoid, 21 – 25 Februari 2000. PKPHT-HPT IPB.13 hal. [Statsoft] Statistical Software. 1997. Statistica for Windows, 5.0. Tulsa: Statsoft. Surtikanti, D.N., A. Farida, Sutami dan T.W.U. Sudibyo. 1992. Preferensi parasitoid pada berbagai umur telur wereng coklat dan waktu expose serta berbagai varietas. Makalah Kongres Entomologi IV. 9 hal. Szentkiralyi, F dan F. Kozar 1991. How many species are there in apple insect communities?: testing the resource diversity and intermediate disturbance hypoteses. Ecological Entomol. 16: 491 - 503 Taylor, P.S., Shields L.J., Tauber C.A. 1995. Induction of reproductive diapause in Empoasca fabae (Homoptera: Cicadellidae) and its implication regarding southward migration. J. Environ. Entomol. 24 (5) 86 – 95 Thies, C. dan T. Tscharntke. 1999. Landscape structure and biological control in agroecosystems. Science vol. 283, pp 893 – 893 Yaherwandi. 2003. Superparasitisme parasitoid Olygosita sp (Hymenoptera: trichogrammatidae) pada telur wereng coklat, Nillaparvata lugens Stal. Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat (Homoptera: Delphacidae). Laporan Penelitian Pada Jurusan HPT Faperta Unand. 15 hal. Yaherwandi. 2004. Respon fungsional Olygosita sp. (Hymenoptera: trichogrammatidae) terhadap berbagai kepadatan telur wereng coklat, Nillaparvata lugens Stal. (Homoptera: Delphacidae). Jurnal Manggaro HPT Unand 4 (1): 12 – 21 Yaherwandi, D. Buchori, S. Manuwoto, P. Hidayat dan L.B. Prasetyo. Keanekaragaman komunitas Hymenoptera parasitoid pada ekosistem padi. Jurnal HPT Ttropika [in Press]. Tabel 1. Kelimpahan masing-masing spesies parasitoid telur wereng batang coklat pada lanskap Kayu Tanduk dan Sungai Sapih Spesies Parasitoid Famili Anagrus sp Gonatocerus sp A Gonatocerus sp B Mymar sp Olygosita sp sp1 Gonatocerus sp C sp2 Total individu Total spesies Mymaridae Mymaridae Mymaridae Mymaridae Trichogrammatidae Eulophidae Mymaridae Trichogrammatidae Kayu Tanduk Lanskap Sungai Sapih 12 58 6 23 0 6 2 8 2 23 0 2 0 14 1 1 23 135 5 8 Tabel 2. Kelimpahan masing-masing spesies parasitoid telur wereng batang coklat yang dikoleksi menggunakan Farmcop, nampan kuning, perangkap, dan jaring ayun Spesies Parasitoid Famili Anagrus sp Gonatocerus sp A Gonatocerus sp B Mymar sp Olygosita sp sp1 Gonatocerus sp C sp2 Total individu Total spesies Mymaridae Mymaridae Mymaridae Mymaridae Trichogrammatidae Eulophidae Mymaridae Trichogrammatidae Metode Koleksi Parasitoid Nampan Jaring Farmcop Perangkap kuning ayun 35 12 23 0 13 16 0 0 6 0 0 0 6 3 1 0 21 4 0 0 0 2 0 0 11 2 1 0 1 1 0 0 93 40 25 0 7 7 3 0 Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat Tabel 3. Kelimpahan masing-masing spesies parasitoid telur wereng batang coklat pada umur tanaman padi 20, 50, dan 80 hari setelah tanam (hst) Spesies Parasitoid Famili Anagrus sp Gonatocerus sp A Gonatocerus sp B Mymar sp Olygosita sp sp1 Gonatocerus sp C sp2 Total individu total spesies Mymaridae Mymaridae Mymaridae Mymaridae Trichogrammatidae Eulophidae Mymaridae Trichogrammatidae Umur Tanaman Padi (hst) 20 50 80 27 22 21 18 9 2 0 6 0 3 5 2 7 6 12 2 0 0 3 4 7 2 0 0 62 52 44 7 6 5 Tabel 4. Jumlah telur wereng batang coklat (wbc) dan parameter biologi Anagrus sp (oviposisi, sisa telur dalam ovari, kesiapan reproduksi, lama hidup, dan parasitasi) pada telur wereng batang coklat. Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Rata-rata Jml telur wbc (butir) 75 115 112 98 150 119 76 54 98 79 83 96.27 Parameter biologi reproduksi Anagrus sp Sisa telur Kesiapan Lama Keperidian Parasitasi dlm ovari reproduksi hidup (butir) (%) (butir) (butir) (hari) 15 40 4 2 20.00 20 42 6 2 17.39 27 36 3 3 24.11 31 34 7 4 31.63 42 21 6 5 28.00 36 26 8 4 30.25 20 45 8 3 26.32 12 48 5 2 22.22 35 27 0 4 35.71 18 39 0 2 22.78 13 48 0 2 15.66 24.45 36.91 5.88 3.00 24.92 Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat 0.74 1.48 Anagrus sp 17.04 Gonatocerus sp A Gonatocerus sp B 42.96 5.93 Gonatocerus spC Mymar sp Olygosita sp sp1(Eulophidae) 10.37 sp2 (Trichogrammatidae) 4.44 17.04 Gambar 1. Kelimpahan relatif masing-masing spesies parasitoid telur wereng batang coklat di lanskap Sungai Sapih 4.35 8.70 Anagrus sp Gonatocerus sp A 8.70 Mymar sp Olygosita sp 52.17 sp2 (Trichogrammatidae) 26.09 Gambar 2. Kelimpahan relatif masing-masing spesies parasitoid telur wereng batang coklat di lanskap Kayu Tanduk Keaneragaman Parasitoid Telur Wereng Coklat 10 10 nilai indeks S, E, dan H 9 8 7 6 5 5 4 2.4 3 1.81 2 1 0.4 0.56 0 Kekayaan spesies (S) Kemerataan spesies (E) Sungai Sapih Keanekaragaman spesies (H) Kayu Tanduk Gambar 3. Kekayaan, kemerataan, dan keanekaragaman spesies parasitoid telur wereng batang coklat di lanskap Sungai Sapih dan Kayu Tanduk