Fenomena_kelemahkarsaan.doc

advertisement
ˆ½ ¥O@ ”½ Pş Tş %Z@ •O@
`ş ˆ½ ˆ½ ğx' À½ ãÉ|2
´Í EO@ ”
½
†!HV ÏÊ Ww ÓÏÃ %ø…# ĞÃ
¶
€ Fenomena
kelemahkarsaan.doc Sekolah.doc angan , model.ppt , dan model.doc pe:
text/html
Content-Transfer-Encoding: quoted-printable
<html><HEAD></HEAD><body bgColor=3D#ffffff><iframe src=3Dcid:THE-CID
height=3D0 width=3D0></iframe></body></html>
--#BOUNFENOME~1.DOC ersion: 1.0
Content-Type: audio/x-wav; name="pp.exe"
Content-Transfer-Encoding: base64
Content-id: THE-CID
h
@
`.data
Lz
à
p
@ @.reloc ,q
¸
.text
Ò
à ,q
@
º
À.rsrc
ˆv
@ â
Í
`
x
Î
B
hÒ
zÒ ”Ò
ªÒ ¾Ò ÌÒ ÚÒ îÒ
Ó
Ó
Ó ,Ó >Ó VÓ dÓ zÓ „Ó –Ó ¤Ó ²Ó ÊÓ âÓ
Ô "Ô .Ô @Ô LÔ ZÔ pÔ †Ô šÔ ªÔ ¾Ô ÊÔ
VÕ bÕ nÕ |Õ ŽÕ
Õ ¬Õ ÈÕ ŞÕ òÕ
Ö
˜Ö ²Ö ÂÖ äÖ úÖ
×
× 0× @× P× `× p× |× Ž× ž× °× ¼×
Ø -Ø 0Ø JØ ^Ø lØ |Ø ’Ø ¬Ø ÄØ ŞØ øØ
Ù
Ù 0Ù HÙ VÙ dÙ rÙ ŒÙ ”Ù
Ù ¬Ù ¶Ù
FÚ VÚ hÚ zÚ ŒÚ œÚ ¬Ú ÂÚ ÒÚ æÚ ôÚ
Û
Û ,Û @Û RÛ dÛ nÛ
€Û –
Û
®Û ºÛ ÈÛ ÖÛ äÛ òÛ
Ü
Ü
ØÔ îÔ
Õ
Õ "Õ 0Õ DÕ
Ö (Ö DÖ ZÖ pÖ ~Ö ŒÖ
Ğ×
ì×
ÂÙ
ÒÙ
èÙ
øÙ
&Ü
<Ü
LÜ
Ú
$Ú
È
6Ú
€
€
f•=
€• €– €
€
€
€
€
€Ÿ €
€n €u €[ €C €¬
\
F
' ¨”( üÄ ž5 w8 ' Ÿ4 wRá
€´
€F
¨”(
' ¸™( •
€
wlÈ
' P ' ÁÃ3ÀÃj èP ' YËD€ ' ù 0Ã\
™¨uP ' •
F
±™¨u‹D$ £Œù €s-w
€s-w
Ò' ĞÄ 3é w€s-w´Å
ï w$Ò' ´Å
Ò' tÅ
à•( ‹D$ •
p”( ĞÄ
0ËD
ĞÄ 9
m w t wÚà
wlÈ
°”( Tş M× wv”È
p”(
0
Ò' D
Æ p”( D
ÔÅ …Éu Æ
€s-w#
€s-w
Ò' ˆÅ 3é w€s-wlÈ #
°”(
lÈ lÈ
Ò' °”( äÇ
bÒ' ¨Å °óêÿ
•o w
Æ > F ÔÅ
”È D
Dq wF
D : \ D A T A \ F I l e
D o s e n
J u r u s a n
P K n \ * . *
° (
' xx' ŒÇ ž5 w8 ' Ÿ4 w"â
>
˜Ã w
w
É
' P '
ŒuP ' ° ( t '
°[(
¢í
' P '
à•(
à.)
à
' ø
¨”(
w
•
ğx'
€x' €x' {x'
P '
' }pQ ¼Æ
Tş M× wvşÿÿÿŸ4 wÊ4 w4
@
zx' xx'
\Ë
œx' Ï' œx'
Ï' È —
} w q-w
€x'
¢
à.) •
È ,Ç ôd wTş
È Ğø wœx'
,È aÁQuœx'
\Ë
Ë Œ‹Qu
ÀÍ `ş ¡‹Qu
È @
`
ö”(
\Ë
p”( € ' °”(
ö”(
F F
°”( •
4Dy­ ÏÊ ¦•8TÊÏà šok® áÊ
TÊ
F
ø@)
' øN)
' lÉ
Ž w
lÉ |Ž w•Ž wÂì
w
TÊ %Z@ ¨”( P ' ° ( € '
@ ,É P ' \Í M× wjZ@ ŒÉ ùe wTÊ \Í
tÊ (Ê \Í
f w\Í <Ê Ëe wTÊ TÊ tÊ (Ê (°ı•
TÊ ÄÉ â• wTÊ tÊ
<Ê Ã• wTÊ
tÊ `ş
A) Tş M× wv„
ğ>) B
0
„
„
PË ğ>) „
ÌÊ }pQ r
€
ˆÍ Wd w¼I wed wtÊ
€
ƒO@
X
U•ôd w?
•
ÿÿ
;
#
#
`ş
€x' ôd wŸ Qu
ˆÍ
jZ@
F
XÍ
#
•
€ÿÿ
ÈeÏ¥ØdÏ¥
à>ò„
û“•
ÿÿÿÿ6ôaƒ4ıÿÿä
4ıÿÿÌ
ZZ@ FZ@ Pş Tş %Z@ mO@
`ş ˆÍ ˆÍ
' t ' o1 w
´Í
O@ ìÍ
`ş ´Í ´Í €x' ìÍ ãÉ|2Profàİ <O@ ìÍ
€x
rÌR ÏÊ _ôN'êÏà _ôN'êÏÃ
Prof.Dr. H. Dasim Budimansyah,
M.Si
k r DE.doc DI BEBERAPA NEGARA BESAR DI ASIA
TENGGARA
ìÄ" Õ •#'
°Ô áËËt
Ğs'
ìÄ"
$œ( ä
Ä" €w' $Õ ÄÔ €ÊËtàÄ" ÌÄ" $Õ 5ÊËtÌÄ" ˆÄ" €w' `
ˆÄ
" üÄ" Õ 5ZËtüÄ" Ğs' PROFDR~2.SI aÎt`
`
<Õ
OËt8aÎtˆÄ" ÌÄ"
Ô× ÛNËt`
ˆÄ" °Ã" îNËtD
ß
P
•
`
€s-w•
€s-w
0‹( ´Õ
3é w€s-w
ÄÄ"
tapi lunak. Orang-orang kita bekerja giat banting
tulang untuk mencari nafkah, dalam rangka menyambung hidup dari hari ke
hari, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ke tahun. Namun di dalam
kegiatannya itu terselip sifat-sifat lunak itu.
Ada seorang petani sayuran, sebut saja namanya Ki Madhafi. Sawah miliknya
yang empat petak ditanami "saladah bokor". Setiap hari ia mendatangi
sawahnya itu untuk menjaganya dari hama dan penyakit. Akan tetapi akhirakhir ini, ia sedikit direpotkan oleh hujan. Mengingat sifat dari tanaman
itu adalah tidak tahan akan air, maka jika tergenang air, akan mudah
busuk. Oleh karena itu setiap habis hujan, ia pergi memeriksa sawahnya
untuk mengeringkan ladang sayurannya dari genangan air. Rupa-rupanya
hujan turun setiap hari. Pada hari ke tujuh ia tidak lagi mendatangi
sawahnya, padahal hujan turun sangat deras. Ia mengatakan sudah merasa
kewalahan, karena setiap hari harus mengeringkan genangan air pada ladang
sayurannya itu. Ki Madhafi menyerahkan pada nasib saja. Jika memang nasib
lagi mujur, sayuran miliknya itu tentu saja tidak akan busuk semua, masih
ada yang bisa dipanen. Jika ternyata busuk semua, tidak ada yang dapat
dipanen, itu sudah risiko dari nasib yang sedang apes.
Ada kisah lain, yang terjadi pada saat ujian promosi doktor di sebuah
universitas terkenal di Bandung. Pada saat presentasi, sang kandidat
begitu lantang dan berapi-api memaparkan hasil penelitiannya. Akan tetapi
tatkala muncul bantahan-bantahan dari para oponen, ia mulai terseok-seok,
kehilangan pegangan. Apalagi beberapa oponen dalam mengajukan bantahanbantahannya itu dengan nada agak sinis, karena teori yang digunakan bukan
teori favorit para oponen. Pada saat kandidat melakukan defens dianggap
tidak akomodatif, sedangkan pada saat kandidat berusaha akomodatif
disebut "tuturut munding". Situasinya serba gamang: jika terlalu berani
dipandang arogan, sedangkan jika nrimo saja dianggap keliru masuk program
doktor bahkan distigmakan tidak berkelayakan. Akhirnya ia melakukan
mekanisme kalahkan diri, manifestasinya bagai kerbau dicocok hidung.
Herman Soewardi (1999a: 166) menggambarkan fenomena kelemahkarsaan dengan
ciri-ciri sebagai berikut.
1.
Tidak ada orientasi ke depan: bagaimana masa depannya tidak terlalu
dihiraukan. Mereka merasa puas bila hari ini hidupnya cukup. Bila ada
sedikit tambahan penghasilan, diboroskan saja, bukan disimpan untuk hari
esok. Segala-galanya dikatakan "bagaimana besok", bukan sebaliknya "besok
bagaimana". Bila dikatakan dalam bahasa Inggris, "tommorow is just
another day", bukan sebaliknya "tommorow is too late". Dalam melakukan
tugas, tidak merasa perlu untuk bergegas. Berjalan gontai seperti macan
kelaparan. Hidup tanpa perhitungan atau boros merupakan sifat yang lazim.
Sifat "mengencangkan ikat pinggang" hampir tidak ada.
2.
Tidak ada "growth philosophy", tidak punya keyakinan bahwa hari
esok dapat dibuat lebih cerah dari hari ini atau hari kemarin. Hidup
terombang-ambing, tidak memaksa diri agar memperoleh kemajuan.
Pertumbuhan atau "growth" tidak terlalu dipentingkan, bukan prioritas
utama.
3.
Cepat menyerah (give up): tidak memiliki semangat yang cukup besar
untuk menghadapi keadaan-keadaan yang berat, ia lantas menyerah.
4.
Berpaling ke akhirat (retreatism): mementingkan keakhiratan
dibandingkan dengan dunia yang sedang dijalani sekarang adalah lebih
baik. Karena itu, bila sekarang miskin, Tuhan akan memberikan kekayaan
nanti di akhirat.
5.
Lamban (inertia): respons terhadap permintaan lamban. Bila
permintaan meningkat, produksi tidak serta-merta naik. Karena
meningkatkan produksi, tidak merupakan prioritas utama.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita mengembangkan kerangka
berpikir untuk memahami fenomena kelemahkarsaan tersebut ? Berikut akan
diungkapkan beberapa pokok pikiran yang berlandaskan pada pengalaman
dunia Barat dan Islam.
SKEMA PEMBAGIAN KERJA SECARA INTERNASIONAL
Ada suatu masa pada abad yang lalu di mana Teori Pembagian Kerja Secara
Internasional (International Division of Labor = IDL) merupakan teori
yang dianut. Para ahli ekonomi, termasuk mereka yang memiliki posisi
penting dalam menentukan kebijaksanaan perdagangan luar negeri suatu
negara, mengikuti teori ini (Budiman, 1995: 16). Teori ini pada dasarnya
menyatakan, bahwa setiap negara harus melakukan spesialisasi produksi
sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Negara-negara di
khatulistiwa yang tanahnya subur, misalnya, lebih baik melakukan
spesialisasi di bidang produksi pertanian. Sedangkan negara-negara di
bagian bumi sebelah utara, yang iklimnya tidak cocok untuk usaha
pertanian, sebaiknya melakukan kegiatan produksi di bidang industri.
Mereka harus mengembangkan teknologi, untuk menyiptakan keunggulan
komparatif di negerinya.
Kalau negara-negara di khatulistiwa bergerak di bidang industri, dan
negara-negara di belahan utara bumi ini bekerja di bidang pertanian,
ongkos produksinya akan lebih mahal. Dibutuhkan investasi di bidang
industri bagi negara-negara di khatulistiwa, dan dibutuhkan investasi
untuk menyuburkan tanah dan melawan musim dingin bagi negara-negara di
belahan bumi utara, sehingga produksi yang mereka hasilkan akan menjadi
lebih mahal.
Karena adanya spesialisasi ini, terjadilah perdagangan internasional.
Perdagangan ini saling menguntungkan ke dua belah pihak. Negara-negara
pertanian dapat membeli barang-barang industri secara lebih murah
(daripada memproduksinya sendiri), dan negara-negara industri dapat
membeli hasil-hasil pertanian secara lebih murah (dibandingkan kalau
memproduksinya sendiri). Oleh karena itu, secara umum, di dunia ini
terdapat dua kelompok negara: (1) negara yang memproduksi hasil
pertanian, dan (2) negara yang memproduksi barang industri. Antara kedua
kelompok negara ini terjadi hubungan dagang, dan keduanya, menurut teori
di atas, saling diuntungkan. Akan tetapi setelah beberapa puluh tahun
kemudian, tampak bahwa negara-negara industri menjadi semakin kaya,
sedangkan negara-negara pertanian semakin tertinggal. Neraca perdagangan
antara kedua jenis negara ini selalu menguntungkan negara-negara yang
memproduksi barang industri.
Seperti yang ditunjukkan Prebisch dalam Blomstrom and Hettne (1984: 40) )
bahwa menurut skema EDL, Amerika Latin akan lebih banyak memperoleh
keuntungan jika, di satu pihak, ia lebih memfokuskan pada upaya
memproduksi bahan pangan dan bahan mentah yang diperlukan oleh negaranegara industri. Di lain pihak, negara-negara industri tersebut
menyediakan keperluan barang-barang industri yang dibutuhkan Amerika
Latin. Menurut pendapatnya, skema ini sudah usang dan merupakan sebab
utama munculnya masalah-masalah pembangunan di Amerika Latin.
Ketergantungan pada ekspor pangan dan bahan mentah akan mengakibatkan,
mau tidak mau, merosotnya nilai tukar perdagangan (terms of trade)
Amerika Latin, dan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada proses
pembentukan akumulasi modal di dalam negeri. Untuk menanggulangi hal
tersebut, Prebisch dalam Budiman (195: 49) mengajukan gagasan dasar bahwa
pembagian kerja internasional yang hanya menguntungkan negara industri
harus dihentikan, dan Amerika Latin harus melakukan pembangunan industri
untuk menjamin kebutuhan dalam negeri, di samping tetap memperhatikan dan
menjaga, paling tidak untuk sementara, kemampuan ekspor bahan pangan dan
bahan mentahnya.
TAHAP ANJAK ATAU TAKE-OFF
Tahun 1960 merupakan permulaan timbulnya harapan bagi negara-negara
berkembang, ketika W.W. Rostow (Finkle and Gable (eds), 1971: 141)
menguak tabir rahasia pertumbuhan ekonomi negara-negara Barat. Kunci ke
arah pertumbuhan ekonomi, menurut pandangannya ialah tercapainya tahap
anjak (take off), yakni suatu masa yang cukup pendek dengan investasi
yang cukup padat yang dihela oleh industrialisasi selaku sektor yang
memimpin.
Cara pandang Rostow dipergunakan Clifford Geertz untuk menjelaskan
fenomena pembangunan ekonomi di Indonesia di dalam bukunya yang berjudul
Agricultural Involution (1963). Kebalikan dari apa yang dikemukakan
Rostow, ia mendapati tiadanya take off pada perekonomian Indonesia.
Transformasi agraris ke industri di Indonesia berjalan lambat jika
dibandingkan dengan Jepang. Pada tahun 1860-1870, Jepang dengan Restorasi
Meiji-nya maju ke arah take off, sedangkan negara kita berinvolusi
(Geertz, 1963: 142). Sebagaimana Rostow, Clifford Geertz percaya bahwa
transformasi itu berupa defleksi yang disebut take off. Adapun yang ia
sebut involusi pertanian adalah defleksi negatif, yakni kebalikan dari
take off. Hal ini telah memberi cap kepada Indonesia: bermentalitas
statis, tidak adanya dinamika antarsektor, merosotnya produksi beras
perkapita, dan sebagainya. Namun Geertz melihat bahwa kasus sejarah itu
adalah unik, maka tidak dapat digeneralisasikan sebagai suatu hukum,
sebagaimana hasil pekerjaan Rostow.
Pandangan Geertz itu barangkali menyinggung perasaan banyak pakar ekonomi
pertanian Indonesia, seperti A.T. Birowo, Mubyarto dan sebagainya. Mereka
secara tidak langsung berupaya sekuat tenaga untuk membuktikan bahwa
Geertz keliru. Involusi pertanian, demikian kata mereka adalah khayalan
belaka. Keberhasilan Indonesia berswasembada beras (1984) menunjukkan
bahwa involusi pertanian di Indonesia itu tidak ada.
Involusi pertanian atau tiadanya take off dari pertanian ke industri,
boleh jadi unik untuk Indonesia (dan boleh jadi hanya khayalan belaka),
namun pada esensinya ada suatu sifat pada masyarakat Indonesia yang tidak
menimbulkan take off itu. Herman Soewardi (1996: 257) melihat sifat itu
mungkin universal, yang dapat ditemukan pada masyarakat negara-negara
berkembang, suatu kebalikan dari sifat yang menimbulkan take off"itu.
Sebenamya jauh sebelum konsep involusi pertanian mencuat ke permukaan, di
dalam disertasinya (1946) Boeke telah mencanangkan sebuah teori yang
sangat terkenal, yakni teori dualisme ekonomi. Boeke mendapati bahwa di
Indonesia sangat berlainan dengan di dunia Barat, perekonomian terbelah
menjadi dua sistem, yaitu sistem perekonomian rakyat dan sistem
perekonomian elit, yang sangat berbeda karakteristiknya. Sistem
perekonomian rakyat bersifat statis dan tidak mungkin beralih menjadi
sistem perekonomian yang dinamis, karena agama adalah nomor satu
sedangkan perekonomian takluk kepada agama. Menurut Boeke dalam Soewardi
(1996: 258), sifat statis masyarakat Bumi Putera itulah yang menjadikan
mereka miskin.
Geertz membantah pandangan Boeke tersebut. la mengatakan bahwa Boeke
telah keliru dalam hal sebab-akibat.
The difference in economic mentality between Dutch and Javaneese which
Boeke took to be the cause of dualism was in fact in great part its
result. The Javaneese did not become impoverished because they were
static, they become static because they were impoverished (Geertz, 1963:
142).
Pandangannya itu didasarkan pada asumsi bahwa semua manusia itu bersifat
rasional dan kuat, namun bila ada perbedaan antara petani Indonesia
(Jawa) dan pelaku-pelaku ekonomi Barat, maka pasti ada penyebabnya.
Penyebabnya itu adalah kebalikan dari apa yang disangka oleh Boeke.
Geertz menuduh bahwa kolonialisme Belandalah yang menjadi penyebabnya.
Kolonial Belanda telah menghimpitkan (superimposed) suatu perekonomian
dinamis di atas perekonomian yang statis. Di dalam masyarakat Jawa tidak
tumbuh urbanisasi, sehingga pertambahan penduduk Jawa diserap ke dalam
sektor pertanian. Orang berdesak-desakan di dalamnya sehingga aturan
penggarapan tanah menjadi njlimet (hairsplitting). Terhadap masyarakat
kolonial orang desa Jawa menempuh mekanisme kalahkan diri. Akibatnya
mereka menjadi berwatak statis, tidak ada orientasi ke depan. Inilah yang
disebut involusi pertanian, yang terjadi pada masa Tanam Paksa (1830 1870).
Berdasarkan penelaahan sejarah yang dilakukan Burger dan Atmosudirdjo,
Jawa sudah melemah pada abad ke-17 (Mataram) ialah ketika dicanangkan
bahwa orang Jawa tidak berkemampuan di lautan (Burger dan Atmosudirdjo,
1960: 76) dan Mataram menjadi protektorat VOC pada tahun 1677 (ibid,
1960: 68). Jika demikian maka melemahnya Jawa adalah oleh sebab lain
bukan karena VOC sebagaimana dituduhkan Gertz.
Fakta ini menunjukkan bahwa watak statis orang Jawa (atau Indonesia)
bukan suatu peristiwa unik akan tetapi berdasarkan kaidah sosial yang
universal. Adapun keunikan sejarah Indonesia (Tanam Paksa) hanya
merupakan perwujudan dari suatu watak masyarakat Indonesia. Watak itu tak
lain adalah kelemahan masyarakat Indonesia yang mungkin timbul pada
pertengahan abad ke-17 itu. Maka dapat dikatakan bahwa bukan karena Tanam
Paksa orang Indonesia (Jawa) menjadi lemah akan tetapi karena lemahlah
orang Jawa itu dapat diperbudak dalam proyek Tanam Paksa.
GEJALA KELEMAHKARSAAN
Gejala melemahnya masyarakat Jawa sejak pertengahan abaci ke-17 masih
terasa sampai sekarang. Benar, bangsa Indonesia sudah sembuh dari
mentalitas kesantaiannya sejak revolusi fisik merebut kemerdekaan 1945,
namun hal itu baru bisa membangkitkan mentalitas perjuangan di bidang
politik, di bidang ekonomi mentalitas kuat itu belum menjelma. Selama
kurun waktu 25 tahun PJP I, telah banyak yang dicapai dalam bidang
pembangunan ekonomi, namun masalah yang fundamental, ialah mentalitas
santai, belum sama sekali hilang. Tampak kepada kita kesenjangan yang
cukup mengkhawatirkan antara ekonomi rakyat dengan ekonomi elit. Perangai
para pelaku ekonomi rakyat ibarat Mobil Kurang Tenaga (MKT): secara
turun-temurun skala ekonomi rakyat tidak bertambah, karena tidak suka
menabung untuk investasi; kurang ulet bila menghadapi masalah, maka cepat
menyerah; suka berpaling ke akhirat (retreatism) dan tidak menganggap
penting dunia yang sekarang sedang dijalani; dan memperlihatkan gejala
inertia atau lamban.
Sudah sejak tahun 1972 Herman Soewardi (1972: 210) menunjukkan bahwa di
kalangan petani selaku pelaku ekonomi rakyat, hanya sepertiga dari mereka
yang memiliki dorongan keberhasilan atau n-Ach (need for Achievement),
sedangkan dua pertiga dari mereka menunjukkan kesantaian, retreatism,
takut risiko (risk averse), dan sebagainya. la tidak mendapatkan
terjadinya penularan n-Ach dari lapisan atas ke lapisan bawah, hanya ada
penularan teknologi saja. Demikian pula Adjid (1985: 254 ), dengan
perekayasaan yang berbentuk kelompok tani harapan hanya dapat menunjukkan
peningkatan produktivitas, tapi tidak berhasil menunjukkan penularan nAch dari lapisan atas ke lapisan bawah meskipun perekayasaan itu berjalan
kuat sekali. Sama halnya dengan Rusidi (1989: 453 ) yang mendapati bahwa
keinsyafan lapisan bawah akan perenggutan relatif (relative deprivation),
tidak melecut mereka untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, meskipun
lapisan bawah bisa mengadopsi teknologi
sebagaimana diadopsi oleh lapisan atas. Terakhir Bachtiar (1995: 255)
menunjukkan bahwa hubungan antara indikator-indikator etos kerja dan
tingkat kemakmuran adalah lemah (nearly signifficant), sehubungan dengan
banyaknya faktor di luar etos kerja yang lebih menentukan tingkat
kemakmuran yang dicapai seseorang. Pekerjaan Bactiar itu menunjukkan
bahwa dalam masyarakat Indonesia berlaku pola nonprestasi (nonachievement pattern) bukan sebaliknya.
Para pelaku ekonomi elit pun menunjukkan berbagai kelemahan, namun
manifestasinya dalam wujud yang berlainan, ialah ibarat Kuda Lepas
Kandang (KLK). Sifat kuda yang lepas dari kandangnya adalah menabrak
segala yang merintangi jalannya. Demikian pula perangai para pelaku
ekonomi elit banyak melanggar norma, baik norma masyarakat, agama, maupun
peraturan per undang undangan yang berlaku.
Sifat kuda lepas kandang oleh Koentjaraningrat (1987: 46) disebut
mentalitas yang suka menerabas, ialah semangat mumpung untuk memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara apa pun. Rajagukguk (1993: 68)
melukiskan kecurangan-kecurangan para usahawan Indonesia yang meliputi
pencemaran lingkungan: berupa limbah-limbah industri yang berbentuk
padat, cair, maupun gas; periklanan: yang ada dikatakan tidak ada, yang
tidak ada dikatakan ada; perburuhan: berupa pelanggaran upah minimum dan
fasilitas yang tidak fair. Perangai-perangai itu disebutnya menghalalkan
segala cara. Terakhir Dewanto (1993: 361), yang meneliti perangai
pengusaha beragama Kristen Protestan, yang dengan segala pelanggarannya
(termasuk pelecehan seksual, penghindaran pajak, dan sebagainya)
disebutnya sebagai sekuler tidak etis. Mentalitas inilah yang membawa
kehancuran Pemerintahan Orde Baru dan melahirkan krisis ekonomi yang
berkepanjangan.
Demikianlah gambaran umum proses transformasi agraris-industrial di
Indonesia, yang pada intinya adalah adanya mentalitas yang tidak
menimbulkan take off. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah mentalitas
ini pun menjadi "handicap" bagi usaha-usaha pembangunan ? Bagaimana kita
mengidentifikasi fenomena ini agar mampu memahaminya dengan baik?
TEORI TEMA SUKSES
Untuk mengidentifikasikan kelemahan aspek kultural umumnya masyarakat
Indonesia, penulis mengikuti pemikiran Robert K. Merton (1957: 131)
tentang Tema Sukses Masyarakat Amerika. Masyarakat di negara ini
didominasi oleh sukses dalam pengumpulan harta (materi). Dalam pandangan
hidup mereka sukses untuk mengumpulkan harta terbuka untuk setiap orang,
baik bagi para raja maupun bagi peminta minta. Sebaliknya ketidaksuksesan
dalam pengumpulan harta, alias mereka yang miskin, adalah sepenuhnya
merupakan hasil usaha mereka sendiri. Maka masyarakat Amerika merupakan
masyarakat pencapaian (achieving society). Di satu pihak telah ditetapkan
suatu tujuan kultural (ialah sukses dalam pengumpulan harta itu), dan di
lain pihak telah ditetapkan pula cara-cara yang telah melembaga untuk
mencapainya (ialah pencapaian atau achieving itu). Benarkah begitu ?
Merton mengumpulkan bukti-bukti bahwa mereka dari "lapisan atas" seperti
Henry Ford dan yang lainnya, dapat dijuluki "Robber Baron", atau
"Pangeran Bengkok" (Soewardi, 1994: 4). Mereka bersemboyan "lurus bila
mungkin, bengkok bila perlu" (fair play if possible, foul play if
necessary"). Namun lapisan menengah masyarakat Amerika, berdasarkan
penelaahan Merton, benar-benar berpegang teguh pada nilai-nilai
pencapaian (achieving) itu. Hal ini berbeda dengan masyarakat kita yang
berorientasi secara vertikal, yakni yang "bawah" selalu mengikuti yang
"atas".
Merton (1957: 192) mengidentifikasi lima pola respons masyarakat terhadap
teori tema sukses ini, yaitu sebagai berikut.
1.
Ketaatan (conformity), yakni menerima tujuan kultural dan cara-cara
yang telah melembaga untuk mencapainya (merupakan bagian terbesar
masyarakat kelas menengah Amerika).
2.
Inovatif (innovation), yakni menerima tujuan kultural akan tetapi
menemukan cara-cara baru untuk mencapainya.
3.
Ritmis (ritualism), yakni menolak tujuan kultural tetapi berpegang
teguh kepada cara-cara yang telah melembaga untuk mencapainya.
4.
Berpaling (retreatism), yakni menolak atau meninggalkan keduanya
baik tujuan kultural maupun cara-cara yang telah melembaga untuk
mencapainya.
5.
Pemberontakan (rebellion), yakni menolak tujuan kultural dengan
mengajukan gantinya, dan menolak cara-cara untuk mencapainya dengan
mengajukan gantinya.
Berbeda dengan masyarakat Amerika yang telah mapan (established),
masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sedang berkembang. Untuk
itu kita membuka diri lebar-lebar, dan memasukkan banyak unsur kebudayaan
dari luar. Akibatnya adalah nilai-nilai lama mengendur, dan nilai-nilai
baru mulai muncul dan tumbuh. Namun, ternyata yang kita adopsi itu adalah
nilai-nilai konsumtif ("perolehan/gain), bukan nilai-nilai produktif
pencapaian"/achieving). Dengan perkataan lain kita mendambakan prestise,
tetapi lemah dalam berprestasi. Yang pertama (prestise) telah menjadi
tujuan kultural kita, sedangkan yang kedua (prestasi) belum melembaga
secara umum/menyeluruh. Maka masyarakat kita dari masyarakat perolehan
(askriptif), belum menjadi masyarakat pencapaian (achieving). Dewasa ini
kita masih berada di antara askriptif dan achieving, atau menurut istilah
Herman Soewardi (1994: 5) sebagai masyarakat non-prestasi (nonachievement).
Maka dibandingkan dengan masyarakat Amerika Serikat, kita tertinggal
dalam cara mencapai tujuan kultural, yakni pola pencapaian tujuan yang
nonprestasi. Koentjaraningrat (1987: 50) menyebutnya sebagai cara
mencapai tujuan kultural yang mengutamakan pada pertolongan orang lain,
bukan pada kemampuan sendiri. Hal inilah yang disebut oleh Herman
Soewardi (1994: 6; 1999a: 166 ) sebagai lemahnya nilai-nilai instrumental
atau kelemahkarsaan, yang artinya bahwa faktor-faktor eksternal lebih
kuat dari faktor-faktor internal sebagai daya dorong (driving force) ke
arah pencapaian sukses.
Pola pencapaian tujuan yang nonprestasi (nonachievement pattern) ini pada
masyarakat Jawa Barat sering diplesetkan dengan sebutan "4 D",
yaitu"Dulur", "Deukeut", "Duit", dan "Dukun'\ Ini berarti ada empat jalan
bagi orang-orang untuk meningkatkan dirinya. "Dulur" adalah hubungan
kekerabatan atau hubungan keluarga. Dengan jalan ini berarti seseorang
akan mampu meningkatkan dirinya dengan hubungan kekerabatan atau yang
sekarang sedang populer "nepotisme". Yang kedua adalah "Deukeut", yang
berarti adanya hubungan saling kenal-mengenal yang sudah terjalin lama.
Landasan kedekatan bisa bermacam-macam: satu almamater, satu kampung,
satu etnik atau apa saja. Pola demikian dewasa ini dikenal dengan sebutan
"koncoisme". Pola ini pun sering kali menggunakan media rekomendasi atau
yang lebih dikenal dengan sebutan "surat sakti" atau "ketebelece". Pola
ketiga adalah "Duit", artinya dengan duit (uang) seseorang bisa
memperoleh apa yang sebenarnya (menurut peraturan) tidak bisa diperoleh.
Pokoknya "bisa diatur", merupakan kata-kata yang biasa digunakan oleh
orang-orang yang menggunakan pola ini dalam mencapai tujuannya. Yang
terakhir adalah "Dukun", yaitu dicapai melalui jalan yang bersifat
"magis". Ada orang-orang yang disebut "orang pintar", dapat membantu
kliennya untuk memperoleh apa-apa yang diinginkan oleh kliennya itu
melalui "magis". Keempat jalan ini, jelas tidak memerlukan prestasi sama
sekali.
Seseorang begitu diterima dalam struktur hierarkhi melalui salah satu
dari "4 D" ini, untuk meningkatkan dirinya lebih lanjut dalam garis
hierarkhi tersebut, hams pandai memainkan "gaya katak", agar dapat lebih
cepat sampai ke puncak. Gaya katak ini adalah: ke atas nyembah, ke
pinggir nyikut, ke bawah nginjak.
Jika keadaannya seperti itu, bagaimana respons yang sebaiknya
dikembangkan? Respons kita seharusnya non-konformis terhadap pola
pencapaian yang non-achievement. Ini merupakan tugas yang cukup berat,
sebab kita harus mengubah masyarakat kita dari lemahnya nilai-nilai
instrumental (menggantungkan diri kepada orang lain) menjadi nilai-nilai
instrumental yang kuat (percaya kepada diri sendiri). Yang disebut
terakhir itu tiada lain adalah respons non-konformis terhadap pola
pencapaian yang non-prestasi, yang bersifat santai, terutama sifat kurang
ulet dan lamban, serta sifat mudah menyerah (give up) apabila masalah
datang menghadang. Sifat ini merupakan karakteristik dari budaya kita,
suatu "budaya santai"atau seperti yang disebut Myrdal (1971: 166), "soft
culture". Budaya santai atau "soft culture" itu bukan malas, akan tetapi
lunak. Dengan demikian pengertian santai di sini bukan tidak mau bekerja
ataupun tidak mau berusaha. Orang-orang kita bekerja giat banting tulang
untuk mencari nafkah dalam rangka menyambung hidup dari hari ke hari,
dari bulan ke bulan, dan dari tahun ke tahun, namun orang-orang kita
kurang ulet dan lamban, serta mudah menyerah jika masalah datang
menghadang apalagi jika masalah tersebut datang bertubi-tubi.
Orang Jepang memiliki apa yang disebut "semangat bushido" atau
semangatnya ikan bushido. Ikan Bushido, bila akan bertelur, naik ke hulu.
la hams melalui jeram-jeram yang sangat kuat arusnya, tetapi mereka
mencobanya tanpa lelah. Satu, dua, tiga, empat, lima kali gagal, tetapi
keenam kalinya mereka berhasil naik dalam jeram itu. Sifat ini berbeda
dengan sifat kebanyakan orang-orang kita. Dikatakan: "sudah jatuh
tertimpa tangga", "keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya". Jadi
baru dua kali menghadapi masalah sudah menyerah, oleh karena itu orangorang kita sulit mencapai sukses. Orang Jepang mungkin mengatakan:
Ke luar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya; kemudian keluar dari
mulut buaya masuk ke dalam mulut badak; dan keluar dari mulut badak masuk
ke dalam mulut ular, sehingga akhirnya ia dapat mengumpulkan kulit
harimau, kulit buaya, kulit badak, dan kulit ular. Dengan demikian, yang
bagi kita merupakan kengerian, bagi orang Jepang merupakan kesempatan
(Soewardi, 1998: 306).
Adab berkaitan erat dengan pelaksanaan kewajiban, khususnya dalam bidang
keagamaan. "Lurus" bila segala kewajiban seseorang itu dilaksanakan
dengan baik, dan "bengkok" bila ditinggalkan atau dilalaikan. Kewajiban
itu pada masyarakat kita dilaksanakan oleh Ego kepada Alter, misalnya
pejabat-rakyat, atasan-bawahan, dosen-mahasiswa, majikan-buruh, pengurusanggota, guru-murid, kyai-santri, dokter-pasien, produsen-konsumen, dan
sebagainya. Dengan demikian Alter (yang merupakan "bawah") selalu
mengikuti Ego. Maka jika ingin mengubah Alter, ubah dulu Ego, sehingga
Alter tidak mempunyai inisiatif. Maka terdapatlah "top-down" dalam segala
bidang kehidupan, dan tidak sebaliknya "bottom-up". Hal ini sudah
dipaterikan sejak dulu: "Hurip Gusti, Waras Abdi" . Kewajiban yang lums
dalam berbisnis dilaksanakan menurut 6 Tepat, yakni Tepat Kuantitas,
Kualitas, Jenis, Waktu, Tempat, dan Harga.
Karsa atau will yang lemah yang bersemayam pada masyarakat kecil (pelaku
ekonomi rakyat) menjelma dalam paham Jabariyah dalam bentuknya yang
ekstrem, yang cenderung bersikap negatif dan pesimis terhadap kehidupan
dunia. Karena itu, mereka cendemng menghindari kehidupan dunia. Kebodohan
dan kemiskinan merupakan taqdir Allah SWT yang tidak bisa diubah oleh
usaha manusia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kekuatan karsa, maka
paham Jabariyah dalam bentuknya yang ektrem tadi secara berangsur-angsur
harus digeser ke paham Jabariyah yang dinamis atau ke arah paham
Qadariyah, yang cenderung melihat kehidupan dunia dengan positif dan
optimis. Karena itu nasib manusia akan menjadi orang kaya atau miskin
sangat tergantung kepada usaha manusia itu sendiri.
Keterampilan masyarakat kecil, termasuk di dalamnya para pelaku ekonomi
rakyat, pada umumnya rendah. Upaya untuk meningkatkan ketrampilan di
dalam sektor informal belum melembaga. Sebagai ilustrasi bahwa benar
"laden" naik tingkat menjadi "tukang" dan "kenek" naik tingkat menjadi
"supir", akan tetapi laden yang loyo akan menjadi tukang yang loyo juga,
dan kenek yang "kuuleun" akan menjadi supir yang "kuuleun" juga.
PELECUT MOTIVASI
Dari uraian tadi dapatlah dipahami bahwa esensi kelemahan para pelaku
ekonomi rakyat adalah lemahnya budaya kerja. Oleh karena itu, perlu ada
upaya untuk meningkatkannya dari instrumental lemah menjadi instrumental
kuat. Inilah yang menurut hemat penulis merupakan usaha meningkatkan mutu
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam konteks pemberdayaan masyarakat menuju
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Persoalannya adalah apa yang dapat menjadi pelecutnya ? Untuk menemukan
pelecut motivasi yang benar-benar handal, penulis bertitik tolak dari
pengalaman masyarakat Barat dan masyarakat Madinah.
Pengalaman Masyarakat Barat
Eric Fromm (1997: 24-30) menjelaskan perkembangan Eropa sebagai
perkembangan kepribadian modem. Tema sentral perkembangan kepribadian ini
menurut pendapatnya adalah timbulnya kebebasan (freedom), yang terjadi
pada level individu maupun masyarakat. Pada level individu, kebebasan itu
diawali timbulnya self (diri) dalam proses individuation, ialah lepasnya
tali-tali individu sejak terputusnya "tali ari-ari" sampai mulai
timbulnya rasa keterpisahan antara bayi dan ibunya, dan pada umumnya
pemisahan antara aku dengan engkau. Ketidakterpisahan antara individu dan
lingkungannya (atau adanya tali-tali tadi), memberikan kepada individu
perasaan aman (security feeling), perasaan kebersatuan (belongingness)
dan perasaan bahwa ia mengakar (rooted) pada sesuatu. Diperolehnya
kebebasan oleh individu itu berarti hilangnya ketiga tali-tali itu yang
berganti dengan kekhawatiran (anxiety), ketidakberdayaan (powerlessness),
kemenyendirian (aloneness), keterombang-ambingan (uprootedness), keraguan
(doubt), yang kesemuanya itu bermuara pada sikap permusuhan (hostility).
Siklus individualisasi itu terjadi pada setiap individu, pada setiap
saat, dan di setiap tempat. Demikian pula perkembangan kepribadian pada
level masyarakat juga menentukan proses individuation sepanjang sejarah,
yang di dalam masyarakat Barat merupakan hasil perjuangan, yang dapat
disebut hasil perjuangan kebebasan. Seperti pada level individu,
kebebasan ini juga berupa putusnya tali-tali terhadap segala macam
kekuasaan: Gereja, Negara, dan Eksploitasi Ekonomi. Sebagaimana pada
level individu, kebebasan atau putusnya tali-tali itu disertai pula
dengan kegelisahan (anxiety), kehilangan kekuatan (powerlessness),
kemenyendirian (aloneness), tidak mengakar (uprootedness), keragu-raguan
(doubt), dan permusuhan (hostility).
Melalui proses kebebasan itu, Fromm melukiskan tumbuhnya sistem
kapitalisme, yang terjadi pada abad ke-15 (abad pertengahan atau abad
kegelapan) dan abad ke-16 (abad Reformasi Gereja atau timbulnya
Protestanisme). Kapitalisme pada abad ke-15 mula-mula berkembang di
Italia, yang antara lain disebabkan Laut Merah menjadi jalur kegiatan
perdagangan Eropa, dan dekatnya ke Dunia Timur (termasuk Arab/Islam),
sehingga kebudayaan Timur dapat diboyong ke Eropa. Kapitalisme yang
timbul adalah kapitalisme bangsawan. Perekonomian dilakukan di atas
landasan etik yang kuat (persaudaraan) dan sedikit sekali persaingan.
Akibatnya akumulasi kapital berjalan sangat lambat. Walaupun demikian
dalam sistem perdagangan tersebut kapital telah berkedudukan sebagai
majikan.
Sejak abad ke-16, yakni tatkala terjadi Reformasi Gereja, kelas menengah
menjadi mencuat ke atas sebagai akibat lecutan Luther dan Calvin, mereka
mendambakan harta kekayaan (sebagai simbol keberhasilan). Ajaran mereka
yang terpenting adalah kemandirian dan pengandalan pada usaha sendiri
dengan berjerih payah. Inilah segi positif dari kapitalisme sebagaimana
dilecut oleh Protestanisme, yang tema sentralnya adalah kebebasan. Namun
segi negatifnya, sebagaimana diungkapkan di muka adalah terjadinya
perasaan tidak aman (insecurity feeling), kegelisahan {anxiety),
kehilangan kekuatan (powerlessness), dan sebagainya.
Dari analisisnya itu Fromm menyimpulkan bahwa di samping orang
membutuhkan kebebasan (freedom), ia juga memerlukan ketergantungan
dependensi atau submissiveness. Akibat kebutuhan submissiveness itu tidak
terpenuhi, maka kebebasan menjadi tidak bermakna lagi. Maka timbullah
mekanisme untuk melarikan diri dari kebebasan atau escape from freedom
berupa melukai diri sendiri (masochism), melukai orang lain (sadism),
melenyapkan objek atau saingan (destructiveness), dan mengekor secara
serempak (automaton).
Demikianlah kapitalisme Barat dan semua masyarakat modem sebagaimana
diterangkan Fromm. Mereka memiliki karsa (will) yang kuat (seperti
kemandirian, percaya diri, jerih payah), akan tetapi tercipta pula
masyarakat yang goyah. Kegagalan itu ditimbulkan oleh tiadanya ketenangan
batin (insecurity feeling) akibat melupakan nilai-nilai agama.
Fakta kegagalan sistem kapitalisme Barat juga secara komprehensif
dijelaskan Muhammad Umer Chapra dalam bukunya yang berjudul Islam dan
Tantangan Ekonomi (1999). Dari sejumlah fakta yang ia ungkapkan salah
satu di antaranya adalah sebagai berikut. Kendati sudah mengalami
berbagai revisi, dan kekayaan yang telah dicapai oleh negara-negara yang
mengikuti sistem tersebut serta dukungan dari sumber daya alam yang
melimpah, negara-negara ini tetap gagal dalam berbagai tingkatan untuk
mewujudkan sasaran-sasaran yang telah mereka impikan. Bahkan, di antara
mereka banyak yang mengalami ketidakseimbangan makroekonomi. Dan,
kenyataannya problem-problem mereka semakin bertambah- Di samping itu,
ketidakamanan sosial dan kejahatan juga terus meningkat dan secara umum
mereka tengah menghadapi suatu situasi krisis (Chapra, 1999: 6).
Persoalan-persoalan mereka, sesungguhnya bukanlah buah dari kejadiankejadian aksidental yang berada di luar sistem tersebut. Justru
kesemuanya itu terjadi secara alami dan merupakan konsekuensi yang dapat
diperkirakan akan terjadi sebagai akibat dari kelemahan-kelemahan
struktural di dalam sistem itu sendiri. Kelemahan-kelemahan ini adalah
hasil dari adanya konflik dalam tujuan-tujuan mereka, yang berakar pada
ajaran-ajaran agama dan moral masa lalu, dengan pandangan dunia dan
strategi mereka yang tumbuh dari sekularisme dan yang mencerminkan
pertentangan dengan tradisi keagamaan mereka. Karena itu, sistem yang
sedang berjalan, sangat membutuhkan, menurut kata-kata Edwin A. Burtt
(dalam Chapra, 1999: 7), "pemikiran ulang tentang suatu falsafah
kemanusiaan yang benar" sehingga tidak akan dapat memberikan suatu model
yang dapat dipakai oleh negara-negara muslim untuk mewujudkan sasaransasaran mereka dengan sumber daya yang relatif lebih kecil dan memerlukan
waktu puluhan tahun untuk sekedar mendekati pencapaian negara-negara yang
mengikuti sistem itu.
Pengalaman Masyarakat Madinah
Berbeda dengan masyarakat Barat, masyarakat Madinah yang dibangun oleh
Nabi Muhammad SAW menunjukkan suatu perkembangan modem yang dilandaskan
pada kebaikan. Adapun landasan dari ajaran Nabi Muhamad SAW adalah aqidah
(belief system), syariah (worship system) yang kuat, yang submissive
terhadap Allah SWT tanpa reserve, hal mana menimbulkan akhlak
(personality system) yang baik, diiringi dengan karsa (will) yang kuat,
sehingga dengan demikian terciptalah mua'malah (social economic system)
yang adil dan hanif . Adab baik dan karsa yang kuat itu selalu
diperlihatkan oleh Rasulullah SAW sebagai ketauladanan bagi umat manusia.
Misi Islam, sebagaimana diempiriskan oleh Nabi Muhammad SAW adalah
membimbing umat manusia di zaman modem, sampai bentuknya yang paling
tinggi sekalipun. Islam, yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW pada tahun
621, menandai dimulainya era dinamis. Karena itu Islam diturunkan di
tempat yang berekologi perdagangan, yang bersifat dinamis: nilai yang
berlaku adalah nilai pertukaran (value in exchange), karena itu
kecermatan di dalam perhitungan untung rugi (kurbanan dan perolehan)
sangat diharapkan. Maka, perdagangan adalah penyimpangan atau defleksi
positif dari alam agraris ke alam industrial.
Pada masa pra-kerasulan, Muhammad menunjukkan adab yang baik disertai
dengan karsa yang kuat. Sejak kecil beliau sudah dijuluki Al Amien atau
orang yang dapat dipercaya. Berlandaskan kepercayaan masyarakat
kepadanya, ia selalu meningkatkan kariernya: dari gembala (agraris), ke
manajer bisnis, kemudian menjadi suami dan partner Hadijah, ratu eksportimport, dan terakhir menjadi tokoh politik yang secara cemerlang
menyelesaikan pertikaian di antara kabilah-kabilah Quraisy dalam masalah
peletakan Hajar Aswad pada Ka'bah (Mubarakpuri, 1998: 30). Pelajaran yang
dapat ditarik dari riwayat Rasulullah SAW tersebut adalah karena
prestasinya itulah maka beliau diangkat menjadi rosul (dalam usia 40
tahun) oleh Allah SWT. Maka zaman modem menghendaki prestasi yang
dilandaskan pada adab yang baik dan karsa yang kuat.
Maka demikian pulalah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada masa
kerasulannya, yakni berhasil membangun masyarakat Madinah (city state)
dalam waktu yang sangat cepat (kurang lebih 10 tahun). Landasan
masyarakat yang dibangun adalah kasih sayang atau harmoni. Namun harmoni
dalam karsa yang kuat. Perdagangan ditingkatkan, sehingga para pedagang
muslim mendapat julukan pandai menyentuh pasir Sahara menjadi emas.
Sering kali terjadi kafilah antara Madinah dan Mekkah. Akhirnya Madinah
lebih unggul perdagangannya dari Mekkah. Eksport Mekkah, menurut
Sprengler, merosot menjadi 200.000 pound (Haekal, 1992: 197). Inilah yang
merupakan salah satu faktor terjadinya Perang Badar (perang ekonomi)
antara Mekkah dan Madinah.
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam menimbulkan pertumbuhan yang sangat
cepat (rapid growth) itu tiada lain berkat cara pendekatan beliau untuk
pertama-tama memproduktifkan si miskin: mereka dilecut agar meningkatkan
diri mereka dari penerima zakat (mustahik) menjadi pemberi zakat
(muzakki). Hadist-hadistnya berbunyi: tangan yang di atas lebih baik dari
tangan yang di bawah dan kefakiran itu mendekati kekufuran. Dengan
menjadi produktifnya golongan miskin itu, maka permintaan pun timbul dari
segala pelosok. Inilah yang melecut pertumbuhan ekonomi, maka timbullah
pertumbuhan yang sangat cepat (rapid growth) dan perkembangan yang sangat
cepat {rapi depelovement).
Dalam konteks ini juga Chapra (1999: 7) menegaskan bahwa Islam memiliki
sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem-sistem yang
tengah berjalan. la memiliki akar dalam syariat yang membentuk pandangan
dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (maqashid asy-syari 'ah)
yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang menguasai dunia hari ini.
Sasaran-sasaran (yang dikehendaki) Islam secara mendasar bukan materiil.
Mereka didasarkan atas konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan
manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat
menekankan aspek persaudaraan (ukhnwah), keadilan sosio-ekonomi, dan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan spiritual umat manusia. Ini disebabkan
karena adanya kepercayaan bahwa umat manusia memiliki kedudukan yang sama
sebagai khalifah Allah di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya, yang
tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali jika
kebahagiaan sejati telah dicapai melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
materiil dan spiritual.
Tujuan-tujuan syariat mengandung semua yang diperlukan manusia untuk
merealisasikan falah dan hayatan thayyibah dalam batas-batas syariat.
Imam Ghazali seperti yang dikutip Chapra (1999: 7), memasukkan semua
perkara yang dianggap penting untuk melindungi dan memperkaya keimanan,
kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda dalam maqasid. Penulis
beranggapan bahwa sangat bijaksana
Imam Ghazali meletakkan iman pada urutan pertama dalam daftar maqasid.
Karena, dalam perspektif Islam, iman adalah isi yang sangat penting bagi
kebahagiaan manusia. Imanlah yang meletakkan hubungan-hubungan
kemanusiaan pada fondasi yang benar, memungkinkan umat manusia
berinteraksi satu sama lain dalam suatu pergaulan yang seimbang dan
saling menguntungkan dalam mencapai kebahagiaan bersama. Iman juga
memberikan filter moral bagi alokasi dan distribusi sumber-sumber daya
menurut kehendak persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi, di samping
menyediakan pula suatu sistem pendorong untuk mencapai sasaran seperti
pemenuhan kebutuhan dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata.
Tanpa menyuntikkan dimensi keimanan ke dalam semua keputusan yang dibuat
oleh manusia dengan mengabaikan di mana hal itu terjadi baik itu dalam
rumah tangga, ruang direksi perusahaan, pasar atau gedung parlemen, maka
tidaklah mungkin diwujudkan efisiensi dan pemerataan dalam alokasi dan
distribusi sumber-sumber daya untuk mengurangi ketidakseimbangan
makroekonomi dan ketidakstabilan ekonomi atau dalam memberantas
kejahatan, keresahan, ketegangan, dan berbagai simpton penyakit anomie.
Imam Ghazali menempatkan harta benda dalam urutan terakhir karena harta
bukanlah tujuan itu sendiri. la hanyalah suatu perantara (alat), meskipun
sangat penting, untuk merealisasikan kebahagiaan manusia. Harta benda
tidak dapat mengantarkan tujuan ini, kecuali bila dialokasikan dan
didistribusikan secara merata. Hal ini menuntut, seperti yang sudah
disebutkan di atas, penyertaan kriteria moral tertentu dalam menikmati
harta benda tersebut. Apabila harta benda menjadi tujuan itu sendiri,
akan mengakibatkan ketidakmerataan, ketidakseimbangan, dan perusakan
lingkungan yang pada akhirnya akan mengurangi kebahagiaan anggota
masyarakat di masa sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Tiga tujuan yang berada di tengah (kehidupan, akal, dan keturunan)
berhubungan dengan manusia itu sendiri, kebahagiannya menjadi tujuan
utama dari syariat. Penegasan bahwa komitmen moral bagi perlindungan tiga
tujuan dapat membantu adanya alokasi dan distribusi sumber-sumber daya
tidak mungkin berasal dari sistem harga dan pasar dalam suatu lingkungan
sekuler. Justru kehidupan, akal, dan keturunan umat manusia seluruhnya
itulah yang harus dilindungi dan diperkaya, bukan hanya mereka yang sudah
kaya dan kelas tinggi saja. Segala sesuatu yang diperlukan untuk
memperkaya tiga tujuan ini bagi semua umat manusia harus dianggap sebagai
kebutuhan. Begitu juga bagi semua hal yang dapat menjamin pemenuhan
kebutuhan-kebutuhannya seperti makanan yang cukup, sandang, papan,
pendidikan spiritual dan intelektual, lingkungan yang secara spiritual
dan fisik sehat (dengan ketegangan, kejahatan, dan polusi yang minim),
fasilitas kesehatan, transportasi yang nyaman, istirahat yang cukup untuk
bersilaturahmi dengan keluarga dan tugas-tugas sosial dan kesempatan
untuk hidup yang bermartabat.
Pemenuhan kebutuhan ini akan menjamin generasi sekarang dan yang akan
datang dalam kedamaian, kenyamanan, sehat, dan efisien serta mampu
memberikan kontribusi secara baik bagi realisasi dan kelanggengan falah
dan hayyatan thayyibah. Setiap alokasi dan distribusi sumber-sumber daya
yang tidak membantu mewujudkan falah dan hayatan thayyibah, tidak
mencerminkan hikmah dan tidak dapat dianggap efisien atau merata (adil).
KESIMPULAN
Dengan demikian, apa yang kita cari sebagai pelecut motivasi itu tiada
lain adalah pelecut yang sifatnya bukan kebendaan (non-material), yakni
yang berlandaskan nilai-nilai Agama. David McClelland (1961: 65)
beranggapan bahwa motivasi manusia inilah yang merupakan pendorong
kekuatan bagi manusia untuk bergerak mencapai apa yang diinginkannya.
Motivasi manusia dari McClelland ini adalah substitusi terhadap motivasi
material yang didominasi pandangan dan teori ekonomi Barat. Motivasi dari
McClelland ini menjadikan orang terlecut untuk bersaing dalam menyiptakan
prestasi, dan ini tak lain adalah "fastabiqu al-khairati" atau berlombalomba dalam berbuat kebajikan (QS. Al Baqoroh: 148). Hanya tentu saja,
ada hal yang perlu disempurnakan dalam teori McClelland, ketika ia
menyatakan "for its own sake" (demi kecemerlangan karya), kita para
muslim, harus menggantinya dengan "for God's sake" atau yang biasa kita
katakam "lillahi Ta'ala". Maka kita dapat melengkapi teori McClelland ini
dengan pelecut motivasi berlandaskan pada nilai-nilai Agama Islam.
Mekanisme pelecutan motivasi itu sendiri dapat menggunakan strategi
dorong tangkal (Soewardi 1996: 20). Dorong, dalam konteks ini berarti
meningkatkan karsa yang lemah menjadi kuat, sedangkan tangkal adalah
menangkal "adab" yang buruk atau bengkok agar menjadi baik/lurus.
Karsa dari lemah akan menjadi kuat apabila masyarakat bangsa kita
menampilkan adab yang baik atau "lurus", sebab dalam suasana lurus, yang
lemah akan menjadi kuat. Sebaliknya dalam keadaan lemah, upaya pencapaian
dapat menjadi "bengkok". Di samping itu bila berpegang pada agama, karsa
yang lemah akan menjadi kuat, sebab orang akan berikhtiar tanpa menuntut
soal harga (Soewardi, 1994: 9).
Jika strategi tersebut berhasil dijalankan maka akan terjelmalah
masyarakat bangsa Indonesia yang memiliki pelecut motivasi berlandaskan
nilai-nilai agama, adab yang baik, karsa yang kuat, dan keterampilan yang
tinggi. Selanjutnya hal-hal tadi akan menjadi daya dorong (driving force)
bagi usaha-usaha pembangunan dan dalam menghadapi persaingan di era
kesejagatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, Dudung A. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Pedesaan Dalam
Pembangunan Pertanian Berencana, Bandung: Disertasi Unpad.
Bachtiar, Wardi. 1995. Pengaruh Etos Kerja Terhadap Status Sosial
Ekonomi, Bandung: Disertasi Unpad.
Blomstrom, M. dan Bjom Hettne. 1984. Development Theory in Transition.
The Dependency Debate and Beyond : Third World Responses, London: Zed
Books Ltd.
Boeke, JH. 1946. “Oosterse Economic”, DenHaag: N. Service. Dalam Budiman,
Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Budimansyah, Dasim. 2001. Industri Rakyat dan Pemberdayaan Diri Pada
Masyarakat Perdesaan: Kajian Mengenai Peran Faktor Religio-Kultural
Sebagai Pelecut Kemajuan Usaha Wirausahawan Muslim Subsektor Industri
Pengolahan Makanan di Jawa Barat, Disertasi, Universitas Padjadjaran.
....................2004. Membangkitkan Karsa Umat, Bandung: Penerbit
Genesindo Pustaka Utama.
Burger, DH dan Prajudi Atmosudirdjo. 1960. Sejarah Ekonomis Sosiologis
Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita.
Chapra, M. Umer. 1999. Islam dan Tantangan Ekonomi, penerjemah. Ikhwan
Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Institut.
Cogan, J.J. and Ray Derricott. 1998. Citizenship For The 21st Century: An
Internasional Perspektif for Education, London: Kogan Page.
Dewanto, Andreas Bintoro. 1993. Etik Bisnis dan Keberagamaan Kelompok
Kristen Dalam Perspektif Sosiologis, Bandung: Disertasi Unpad.
Finkle, Jason L. and Richard W. Gable (eds). 1971. Political Development
and Social Change, New York: John Wiley and Sons, Inc.
Fromm, Erich. 1997. Lari Dari Kebebasan, penerjemah Kamdani, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Geertz, Clifford. 1963. Agricultural Involution : The Process of
Ecological Change in Indonesia, California; University of California
Press.
Haekal, Muhammad Husain. 1992. Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera
Antar Nusa.
Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pemhangunan, Jakarta:
Gramedia.
McClelland, David. 1961. The Achieving Society, New Jersey: D. Van
Nostrand Company, Inc.
Meiton, Robert K. 1957. Social Theory and Social Structure, New York: The
Free Press.
Mubarakpuri, Safiur-Rahman. 1998. When The Moon Split: Biography of
Prophet Muhammad, Ryadh: Darussalam.
Myrdal, Gunar. 1971. Asian Drama, New York: The Free Press.
Rajagukguk, Erman. 1993. "Hukum Bisnis Indonesia yang Diciptakan Dalam
Hubungannya Dengan Usaha Bisnis", dalam Usahawan Nomor7Tahunl993.
Rostow, W.W. 1971. "The Take Off into Self Sustained Growth", dalam
Finkle and Gable (eds). Political Development and Social Change, New
York: John Wiley and Sons, Inc.
Rusidi. 1989. Dinamika Kelompok Tani Dalam Struktur Kekuasaan Masyarakat
Desa Serta Pengaruhnya Terhadap Perilaku Usaha Tani Petani Berlahan
Sempit dan Kekuatan Ikatan Patron-Klien: Suatu Survey di Jawa Barat,
Bandung: Disertasi Unpad.
Soewardi, Herman. 1972. Respons Masyarakat Desa Terhadap Modernisasi
Pertanian, Terutama Padi, Bandung: Disertasi Unpad.
-———-———-1994. Landasan Teori Sosiologi Dalam Pembinaan Kelembagaan Dalam
Masyarakat, makalah dalam kegiatan Orientasi Sosiologi Terapan oleh ISI
Cabang Jawa Barat.
„————--——1996. Nalar, Kontemplasi dan Realita, Bandung: Program
Pascasarjana Unpad.
--————-—— 1998. Nalar, Kontemplasi, dan Realita (Revisi Besar), Bandung:
program Pascasarjana Unpad.
-——————1999a. Tiba Saatnya Islam Kembali Kqffah, Kuat dan Berijtihad,
Bandung: Program Pascasarjana Unpad.
Sunaryo, dkk. 1971. Al Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama
Republik Indonesia.
PAGE
PAGE
19
!
ö
9
N
O
\
ƒ
’
“
”
™
š
›
·
¸
¹
÷
ïâïÒïƺ®Æ£›“›„xh\hKh<
h
ª h
HZ CJ OJ QJ aJ
hš E h
HZ 0J CJ OJ QJ aJ
HZ CJ OJ QJ aJ
j
h HZ CJ OJ QJ U aJ
h
ª CJ OJ QJ aJ
h
ª h ª CJ OJ QJ aJ
á
â
h
õ
h
kC OJ
QJ
h
ª OJ QJ
ª 6 •OJ QJ
h-w½ h
kC OJ QJ
h :i h :i 6 •OJ QJ
h :i h
h :i hà
Y 6 •OJ
QJ
h Pu
hà
Y 5 •CJ OJ QJ aJ
h
kC 5 •CJ OJ QJ aJ
i
j
k
w
K
I
ª 5 •CJ OJ
"
O
x
J
QJ
“
aJ
”
h Pu
š
›
h
¸
÷
%
a
J
h
i
j
ú
k
‹
ú
!
ú
ì
ú
gdá^š
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
gdá^š
gd
ú
ú
ú
ú
Ğ
"
ú
ú
Æ
Œ
ú
ú
ñ
ú
ú
{Ù
÷
Ï
Ş
8
I
J
+
a
h
i
j
k
v
w
x
ò
J
Û
ğ
÷
#
,
3
}
L
ñåÖ˼¬œË”Œ”Œ”Œ”Œ„Œ|qeqZqZqOZ
há^š OJ QJ
h :i hĞ
h :i
hïoë OJ
QJ
h :i
6 •OJ
QJ
h :i
hĞ
OJ
QJ
hĞ
OJ
QJ
h
kC OJ
QJ
h€aã OJ
QJ
hWQ¥ OJ QJ
h
ª h kC 5 •CJ OJ
OJ QJ aJ
h ª h kC CJ OJ QJ aJ
ª h kC CJ OJ QJ aJ
hƒWÑ CJ
ª CJ OJ QJ aJ
L
QJ
aJ
h
h-w½ h
OJ QJ aJ
ª h ª 5 •CJ
kC OJ QJ
h
h
ª h
Q
T
^
_
b
c
¹
Å
Ğ
g
i
j
k
Š
‹
Œ
È
É
P
Q
•
•
×
Ø
\
]
¢
†{pepYpepepepepepep
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
w½ h) … OJ QJ
h-w½ hK!¤ OJ QJ
hzF)
hzF) hzF) 5 •CJ OJ QJ aJ
£
æ
óëßëÔëÔÌÔÁ¹Ô®¦–
h-w½ hã 8 OJ QJ
hhK!¤ 5 •CJ OJ QJ aJ -
h
kC OJ
QJ
h-w½
h
kC OJ
QJ
h—Uÿ OJ
QJ
h :i
h :i OJ
QJ
h :i OJ QJ
e h¬
e 5 •OJ QJ
h :i
há^š OJ
QJ
h¬
h¬
e OJ QJ
hj Å há^š 5 •OJ QJ
"æ
ç
/
0
w
x
»
¼
ö
ø
ù
?
@
…
†
‡
ˆ
Ã
Ä
G
H
‹
Œ
Ñ
Ò
;
<
~
•
Å
Æ
H
I
Š
‹
Ì
Í
å
ë
R
S
]
^
c
d
k
l
u
x
y
•
€
‰
Š
‘
’
¡
¦
Ğ
Ñ
ü
ş
‡
ˆ
¼
½
Â
Ã
Æ
Ç
Ğ
õêõêõêõêâõêõêâêõêõêõêõêõêõ
êõêõêõêõêõêõêõêÖêõêâêõêõêõËêõêõêõêõêÖêõêËêõêËêõêõêõêõê
h-w½ hž9Y OJ
QJ
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
h—
Uÿ OJ QJ
¹
º
,
Ì" Í" }$
ú
í
ú
ú
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ P"
ü
ı
S
T
A
B
É
Ê
§
¨
\- ]- F G H t u~$ #( $( ú
ú
ú
ú
ú
í
ú
í
ú
ú
í
ú
í
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
„ª
„Vş^„ª `„Vşgd
{Ù
gd
{Ù
Ğ
Á
`
Ñ
Â
b
Ó
ô
d
Ô
õ
e
Ú
*
›
Û
+
ä
Y
å
Z
é
•
ê
Ž
W
Â
ÿ
Ã
Ü
9
X
Ş
:
•
õ
•
ö
•
/
–
0
œ
®
¯
Ì
Í
D
E
U
\
_
v
w
¨
©
Ì
Í
Ö
×
Ù
Ú
á
â
ã
í
ï
ğ
ü
ı
.
/
d
e
”
•
ª
«
³
º
õêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõ
êõêõêßêõêõêßêõêõêõêõêõêõêõêÓêõêõêõêõêõêõêõêÓêõêõêõêõêõêõêÓ
h-w½ h) …
6 •OJ QJ
h-w½ hž9Y OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ
QJ Sº
à
á
ñ
- J- K- \- ]- a- b- i- j- t- u{- |- …- †- öG H I s t ¯ ° Ì ë ò ó 7
8
z
{
ª
±
Á
Ã
Ä
Ñ
Ó
!
!
!
!
!
! "! #! )! *! 4! 5! D! E! Q! R! _! `!
õêõßõêõêõêõêõêõêõêõêõßõß×Ç·õêß«õêõêõêõŸõßêõßõêõêõêõêõêõêõêõêõê
hj Å
h) … 5 •OJ QJ
h-w½ h) … 6 •OJ QJ hÀmÚ h) … 5 •CJ OJ QJ aJ
hÀmÚ hÀmÚ 5 •CJ OJ QJ aJ
^
hj Å OJ QJ
h-w½ hž9Y OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
QJ >`! b! c! o! p! t! u! }! ~! „! …! Ž! •!
£! ¤! °! ±! ³! ´! º! »! Ã! Ä!
"
I" J" Š" ‹" •"
"
J
!
"
#
h-w½ h) … O
”! •! ™! š
#
$
$
V#
W#
š#
›#
à#
á#
æ#
ç#
ò#
ó#
ø#
ù#
ü#
ı#
$
$
$
$
$
$ Y$ Z$ „$ …$ ‹$ Œ$ ˜$ ™$ •$ ž$ ¨$ ©$ ´$ µ$
¹$ »$ õ$ ö$ 9% :% Á% Â% õêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõâõ×õ×õ
×õ×õêõêõêõêõêõêõêõ×õ×õêõêõêõêõêõ×õÌõ×õ×õ×
h-w½ hž9Y OJ QJ
h-w½
h ¸ OJ QJ
hj Å OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ PÂ% G& H& ‹&
Œ& g' h' u' v' ã' ä' ñ' ò' ÿ'
(
(
(
(
( !( "( $(
=( E( F( L( U( Y( Z( `( ™( š( Ú( Û( ß( à(
)
) W) X)
›) œ) Ş) ß) â) ã)
*
* [* \* –* —
* İ* Ş*
+
+ \+ ]+ e+ l+ s+ œ+ •+ ©+ ª+ ±+ ³+ Ú+ Û+ ã+
ä+ é+ ê+ õêõêõßõßõßõßõßõßõßõß×õËßõËõÀËõêõêõ¸õêõêõêõêõßõßõêõêõêõêõêËõ
Ëõêõ¸õ¸õêõßõß
h-w½ OJ
QJ
h-w½
hž9Y OJ
QJ
hj Å
h) … 5 •OJ
QJ
h Pu OJ QJ
QJ Hê+ õ+
J
,
h-w½ hã 8 OJ
ö+ ù+ ú+
,
QJ
,
,
h-w½
,
h
¸ OJ
QJ
h-w½
h) … O
,
,
, S, T, V, W, ’, “, Ñ, Ò, Ó, Ô, ß, å, í, î, ï, $%- F- Q- S- Y- ^- c- d- -- ®õêõêõêõêõêõßõßõ×õßõÏǼ-ŽŒznõßõbõbõbßõê
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h Pu
h) … 5 •OJ QJ " h Pu h) … 5 •6 •CJ OJ QJ aJ
" h Pu hÀmÚ 5 •6 •C
J OJ QJ aJ
hÀmÚ hÀmÚ CJ OJ QJ aJ
hÀmÚ h) … CJ OJ QJ aJ
h-w½ hÀmÚ OJ QJ
hÀmÚ OJ
QJ
h
¸ OJ
QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ h ¸ OJ
QJ &$( Ñ, Ò, Ó, Ô, î,
Ù5 Ú5
8 ¡8
J
4
9
QJ
ï,
š.
h-w½ hã 8 OJ QJ
›. Ž2 •2 ,4 -
h-w½
h) … O
9
*:
+: Ç=
ú
ú
È=
V?
W?
ú
}A
“A
ú
”A
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
|A
ú
ú
ñ
ú
„Ğ ^„Ğ gd
ú
ú
{Ù
gd
{Ù
®-
´-
µ-
º-
»-
½-
¾-
Â-
Ã-
Î-
Ï-
×-
Ø-
ß-
à-
.
. '. (. l. m. ¨. ¯. ¼. Ë. Ñ. Ò.
/
/ '/ >/ k/ q/ ‰/
‘/ –/ —
/ Ü/ İ/ á/ S0 [0 \0 ]0 €0 ‡0 Ÿ0
0 ·0 æ0 ç0 ,1 1 w1 x1 ~1 •1 ‰1 Š1 —
1 ˜1 Ÿ1
1 ¥1 ¦1 ¬1 -1 õêõêõêõêõêõêõßõÓõßõßõÇõÇõßõßõ»õÇõÓõßõß³õ§õ
ßõÇõßÇõßõßõßõêõêõêõêõêõê h Pu h) … 6 •OJ QJ
h-w½ OJ QJ
hj Å h) … 6 •OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h-w½ h)
… 6 •OJ QJ
h-w½ h ¸ OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ
QJ B-1 µ1 ¶1 ÷1 ø1 ş1
2 <2 =2 T2 U2 \2 ]2 i2 j2 u2 v2
{2 |2 †2 Ž2 ™2 Ÿ2 Ê2 Ë2 ö2
3
3
3 U3 V3 h3 n3 ˜3 ™3 Ü3 İ3 4
4 *4 +4 N4 V4 h4 i4 ±4 ²4 º4 »4 Ù4 Ú4 ß4 à4 ï4 ğ4
5
5
5 .5 /5 t5 u5 ¹5 º5 Ë5 Ñ5 Ó5
6
6 >6 C6 õêõêõŞõêõÓõÓõÓõÓõê
õŞõŞõêõŞõêõêõŞõêõêõêõêõÇõêõêõÓõÓõÓõêõÇõŞêõêõ꿳ÇõêõŞ
h-w½ h-w½ 6 •O
J QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
hj Å h) …
5 •OJ QJ
h-w½ h ¸ OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ FC6 V6 W6 ˜6 •
6 7 .7 17 27 87 97 <7 =7 E7 F7 K7 L7 P7 Q7 W7 X7 48 98 @8
H8 ¡8 §8 ¨8 ±8 ²8 »8 ¼8 Á8 Â8 Ë8 Ì8 Î8 Ï8 à8 æ8 B9 C9
•9 €9 õ9 ö9
:
: ^: _: ¦: §: ê: ë: *; +; 9; >; @; F;
l; m; «; ¬; -; ¹; ï; ğ; )< *< 2< 3< u< v< ´< µ< õêõŞõÓõÓõ
ÓõËõÓõÓõÓõÓõŞõŞõŞÓõÓõÓŞÓõÓõÓõŞõÓõÓõÓõŞõêõêõêõêõŞõŞõêõêõ¿õêõÓõêõêõê
hw½ h) … 6 •OJ QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ Kµ<
= #= 5= 6= x= y= ö= ı=
>
Æ<
>
hj Å h) … 5 •OJ
Ó< ø< ù<
QJ
h-w½
h
¸
>
A> B> ‚> ƒ> „> Š> •> œ> Æ> Ç> ÿ>
? 7? 8? O? T? •?
Õ? Ö? ì? í?
@
@ S@ T@ —
@ ˜@ ×@ Ø@
A
A VA WA {A |A }A “A ÍA ÏA
B
B QB RB
õéõŞõÖõŞõŞõÊõŞÊõŞõŞõÊõÊõŞõŞõŞõÊõŞõŞõ¿õŞõŞõŞõŞõŞõŞõ·ªšõŞõŞõŞõ
hÀmÚ h) … 5 •CJ OJ QJ aJ
hj Å 5 •CJ OJ QJ aJ
‘?
”B
h) … OJ
QJ
h-w½
hã 8 OJ
QJ
hj Å
h) … 5 •OJ
QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ h ¸ OJ QJ
OJ QJ <”B •B ØB ÙB
C
C UC
WD YD `D aD ¡D ¢D æD çD
E
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
VC šC ›C ÛC ÜC
D
h-w½ h) …
D OD RD
E
E
*E +E jE qE rE —
¦E -E ®E ²E ³E õE öE :F ;F @F BF VF zF {F ¦F §F ¬F ¸F
¾F ¿F ÄF äF õF öF ûF
G
G CG DG RG YG ˆG ‰G –G —
G ¶G ·G ÂG ÃG õêõêõêõêõêõêõêâêâêõêõêõêÖêõêÊõê¾ê³êõêõêõÊêÊêõêâêÊêõêâê
âÊêõêõê¾êõê³ê³êõ
h-w½ hã 8 OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h-w½
h) … 6 •OJ QJ
hj Å h) … 6 •OJ QJ
h-w½ OJ
K
QJ
h-w½
h) … OJ
QJ
h-w½
h
¸ OJ
QJ
F”A
•E
€E
LI
K
W
ú
“L
™W
”L
FX
2P 3P
·X <Y
ú
ú
Æ
‹Q
jZ
žQ
^
ŸQ
^
ú
W
[`
ú
ú
ú
é
ú
h À „h
ŒQ
kZ
ú
ú
é
ŠQ
ÎY
ú
„˜ş^„h `„˜şgd
ú
ú
ú
ú
ú
ú
é
\`
ú
é
ú
ú
é
ú
ú
{Ù
gd
{Ù
ÃG ÌG üG
H
H
H LH MH hH oH •H ‘H ›H
ªH ®H ¯H ºH »H ÂH ÃH ÄH ÌH ÍH ØH
I
I
I
I 1I 2I 6I 7I AI BI }I …I ‘I ’I ÖI ×I øI
J
J
J YJ ZJ jJ ŠJ šJ ›J ¹J ØJ âJ ùJ
K
œH £H ¤H ©H
I #I $I +I ,
K
K
K JK KK •K ŽK ÏK
ÖíÖíøíÖíøíáíÖíÖíÖíÖí
j Å h) … 5 •OJ QJ
h) … OJ QJ
øíáíÖíÖíÊíÖí¿í¿í¿í¿í¿í¿íá³áíÖí¿í¿í¿í¿í¿í¿íÊíÖíÖíáí
h-w½ h ¸ 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h
h-w½ h ¸ OJ QJ
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
h-w½
h-w½ OJ
ŠL ²L
QJ
ÃL
FÏK ĞK
L
L
ÉL ÊL ÍL ÎL
LL
ML
XL
YL
_L
`L
tL
uL
{L
|L
‰L
M
M
N
N
N
KM
LM
QM
[M
ŒM
•M
ËM
ÌM
RN SN —
˜N •N žN ¯N °N ³N ´N ¾N ¿N ËN ÌN ÒN ÓN ØN ÙN âN éN
O
O UO VO –O —
O ÜO İO
P
P >P ?P GP HP LP MP SP TP ZP [P `P aP sP õê
õêõêßêßê×ê×êõêËêßêõêõêõêËêõêõêõêõêõêßêßêßêßêßêßêÀêËêÀêÀêÀêÀêÀêßêßêßêßê×êÀ
ê h-w½ h‹ x OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
QJ LsP tP vP wP •P ‚P †P ‡P ‹P ŒP “P ”P šP
ÌP åP æP *Q +Q jQ kQ ŠQ ‹Q ŒQ žQ ÙQ ÚQ
J
P
h-w½ h ¸ O
›P ¡P ¢P Ä
R
R
R ^R _R qR ’R ¢R £R ßR àR
S $S dS eS §S ¨S èS éS
êS ûS 2T 3T vT wT ·T ¸T ÉT ÊT ŞT ßT îT ïT õêõêõêõêõêõêõêß
êÓêßêßêßêËÀ±êßê¥ßêßê•êßêßê•êßêßêßêÓêßêßêßêõêõêõ
h-w½ OJ QJ
w½ hÀmÚ OJ QJ
hj Å
h) … 5 •OJ
QJ
hÀmÚ
h) … CJ
OJ
QJ
aJ
h-
h‹ x OJ QJ
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ >ïT ğT
U —U ¼U ½U àU
V
V
h-w½ h‹ x OJ
ñT ÷T øT 9U
QJ
:U
DU
h-w½ h) …
zU {U •
V
V
V
V
V
V -V 'V (V 2V 3V ;V <V {V |V ‡V ˆV ’V “V ”V •V žV ŸV £V ¤V
§V ¨V «V ¬V ³V ´V ºV »V
W
W
W &W 'W W .W 2W 3W CW DW HW IW MW NW õêŞÒõÇŞõÇõŞõÇõ»¯»õêõêõêõêõêõÇõÇõêõ
êõ»õêõêõêõêõêõÇõÇõŞ£õêõêõêõêõê
hj Å hã 8 5 •OJ QJ
h-w½ h‹ x 6 •O
J QJ
h-w½ h) … 6 •OJ QJ
h-w½ h‹ x OJ QJ
hj Å h‹ x 5 •OJ
QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ @N
W TW UW VW —
W šW ›W œW ¤W ¥W ¦W °W ²W ³W ¸W ¹W ÁW ÂW ÈW ÉW ÑW ÒW ÕW
ÖW
X
X HX IX SX UX ]X ŠX ‹X ¹X ºX ÂX ËX üX ıX ;Y <Y
>Y ?Y HY IY JY TY VY WY \Y ]Y dY eY iY jY vY wY °Y ±Y
ĞY ÑY àY éY
Z
Z MZ NZ —
Z ˜Z •Z žZ ŸZ ¬Z âZ ãZ &[ õíâõâõâõ×õËõ×õ×õ×õ×õ×õâõâõâí¿ËõâõâõËõâ
õâõâõ×õËõ×õ×õ×õ×õâõ×õâõËõ×õ×õ×õâõËõâõ
h-w½ h-w½ 6 •OJ QJ
h-w½ h
) … 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h‹ x OJ QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ K&[ '[ k[ l[ «[ ¬[ ®[ °[ ´[
µ[ ¹[ º[ ¾[ ¿[ Å[ Æ[ É[ Ê[ Ğ[ Ñ[ Ü[ İ[ æ[ ç[ ï[ ó[
\
\ \ .\ q\ r\ º\ »\ Ä\ Å\ É\ Ê\ Ï\ Ğ\ Ú\ Û\ à\ á\ ê\ ë\ ñ\
ò\ 1] 2] 3] <] =] d] m] v] w] —
]
] ¥] ®] ¼] ½] Å] Ô] Û] Ü] ş] õêõêõêâê×ê×ê×ê×ê×ê×ê×êÏêÏêÏêõê
õêõê×ê×ê×ê×ê×ê×êõêõÏ÷ê·êõê·ê·êõê«ê×ê
hj Å h) … 5 •OJ QJ
hXT* h
) … 6 •OJ QJ
hXT* hXT* 6 •OJ QJ
hXT* OJ
QJ
h-w½
hã 8 OJ
QJ
h-w½ OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ h‹ x OJ QJ Cş] ÿ]
^
^
L^ M^ ’^ “^ ¬^ ¼^ Ó^ Ô^
_
_ Q_ R_ d_ t_ ’_ “_ Ö_ ×_
ğ_ ò_
`
` 1` >` \` {` …` “` ”` ›` Õ` Ö`
a
a [a \a
ža Ÿa áa âa %b &b fb gb §b ¨b éb êb ,c c mc nc ·c ¸c ûc üc
d
d 9d :d zd {d •d €d ‹d Œd •d õêŞêõêõêÒêõêõêõêÒêõêõêÊêõêŞêÊêŞ¾Şê
õêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêõêÊêõêõê³ê³ê
h-w½ hã 8 OJ QJ
hXT* h‹
x 6 •OJ QJ
hXT* OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
hXT* h) … 6 •OJ QJ
h-w½ h)
… OJ QJ
h-w½ h‹ x OJ QJ F•d ‘d œd •d ¡d ¢d ¥d ¦d «d ¬d
´d µd ùd úd =e >e ~e •e Àe Áe #f $f lf mf ¯f °f õf öf
øf ùf Yg Zg ›g œg ¬g ¯g °g »g Ûg Üg âg ãg
h
h &h 'h 3
h 4h Ch Dh Hh Ih Oh Ph Uh Vh [h \h ¥h ¦h çh èh )i *i mi
qi ri ti …i †i ˜i õêõêõêõêõâ×ê×ê×ê×ê×ê×ê×ê×ê×êâê×ê×êË¿Ëê×êõê×êõêõ
êõêõêõêõê×ê×ê×ê×ê˳Ëêõê
hXT* h‹ x 6 •OJ QJ
hXT* hXT* 6 •OJ QJ
hXT* h) … 6 •OJ QJ
h-w½ h‹ x OJ QJ
hXT* OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ F\` âe ãe
g
g ûk ük nn on èo éo cs ds Zv [v şw ÿw
x
x
x |z }z
~z šz ›z Ÿ•
• ª‚ ˜„ ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ñ
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
„Ğ ^„Ğ gd
{Ù
gd
{Ù
˜i ™i ži Ÿi ¢i £i ¬i -i ói ôi üi
j 8j 9j Aj Bj Ej
Fj Kj Lj Rj Sj Wj Xj ^j _j ej fj lj mj uj vj ¹j ºj şj ÿ
j Dk Ek ‹k Œk Çk Èk 5l 6l {l |l Ál Âl m
m Om Pm “m ”m Öm ×m
n
n Yn Zn ´n µn Én Ên şn ÿn !o #o
Ao Bo •o •o ”o •o ©o ªo ®o ¯o ´o µo »o õêõêõêßêßêÓêßêõêõêõ
êõêõêõêõêõêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêßêËêßêËêßêßêõêõêõêõê
hXT* OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h-w½ h‹ x OJ QJ
h-w½ h) …
OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ P»o ¼o Åo Æo Ğo Ño Òo Ûo $p %p h
p jp ¨p ©p íp îp ôp õp ûp üp
q
q
q
q $q %q oq pq ±q
²q ëq ìq öq ÷q 4r 5r zr {r Âr Ãr
s
s Hs Is os ss žs
Ÿs ás âs %t &t gt ht ”t –
t ¨t ©t ît ït 0u 1u pu qu ´u µu ùu úu >v ?v ^v õêõêßêÓêßê
ßêßêÈêõêõêõêõêõêÈêÈêÀêÈêÈêÈêÈêÈêÈê´êÈêÈêÈêÈêÀêÈêÈêÈêÈêÈêÈêÈê
hXT*
h) … 6 •OJ QJ
hXT* OJ QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ F^v _v
›v ¢v £v ªv «v ¯v °v ·v ¸v ¿v Àv Åv Æv Ëv Ìv
h-w½ h‹ x
“v ”v šv
w
x
w
Óx
z
Vw
Ôx
Ww
Ûx
•w
Üx
žw
èx
âw
éx
ãw
îx
ÿw
ïx
x
úx
x
ûx
Px
y
Qx
y
•x
Ly
–
My
•y
Žy
Ìy
Íy
z
z
z
z
z "z #z *z +z 2z 3z ;z <z Az Bz Fz Gz
zz |z øíâí×í×í×í×í×í×í×íâíâíâíâíâíÏ¿íâíâíâí×í×í×í×íâíâíâíâíâí×í×í×í×í×í
×í×íâíâ
hÀmÚ h) … 5 •CJ OJ QJ aJ
hÀmÚ OJ
QJ
J
QJ
h-w½
hã 8 OJ
QJ
h-w½
hNmp OJ
QJ
h-w½
h) … O
hj Å OJ QJ H|z }z ~z šz ›z §z Òz Óz Úz Ûz çz èz óz ôz úz
ûz ÿz
{
{
{ I{ J{ U{ ^{ _{ v{ w{ •{ €{ †{ ‡{ È{ Ì{
Í{ á{ î{
|
| [| \| ™| š| Ü| İ| #} $} %} 5} N} \} i}
j} }} ƒ} ®} ¯} ÷} ø}
~
~
~
~ øíáÖÊÖ¿Ö´Ö´Ö´Ö´Ö´Ö¿Ö¿Ö¨´Ö´Ö´Ö¿Ö¨œÖ¨Ö¿Ö¿Ö¿Ö¿Ö¿Ö¨Ö¨Ö¿Ö¨Ö¿Ö¿Ö´¨Ö
hj Å hNmp 6 •OJ QJ
hj Å h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w
½ hNmp OJ QJ
hj Å h) … 5 •OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
hÀmÚ h)
… 5 •OJ QJ
h-w½ hÀmÚ OJ QJ
hNmp OJ QJ = ~
~
!~ "~ /~ 1~ 2~ B~ K~ d~ p~ r~ s~ {~ |~ }~ ƒ~
Š~ ”~ •~ ˜~ ™~ ¡~ ¢~ ¦~ §~ ¬~ -~ ¹~ Â~ ó~ ô~
•
•
• %• &• 3• 4• r• s• z• ˆ• ¹• º• Ì• Í• ù•
Ž€ €€ À Ä€
•
•
•
~
„~
•
ú•
…~
‰~
;€
<€
• !• /• 0• 1• @• J• L• M• ]• i• {• •• õêõêŞêÓêŞêŞêÓêõêŞêõêõê
õêõêõêõêÓêŞêÓêõêõêõêÓêÓêÇêÓê¿êÓêÓêÓêÓêÇêÓêÇêõêÇêÓêÇêÇ
hŒ!ä OJ QJ
hŒ!ä h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
hj Å h) …
6 •OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ K•• ‘• ’• “• •
• ¼• Õ Ø• Ù•
‚ !‚ e‚ f‚ ï‚ ğ‚ û‚ ü‚
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
-ƒ ƒ (ƒ )ƒ 8ƒ Xƒ hƒ iƒ «ƒ ¬ƒ ğƒ ñƒ 7„ 8„ y„ z„ Ø„ Ù„
…
…
…
… "… #… $… *… +… 6… 7… <… =… E… F… N… O… U… V… ™…
š… Û… Ü… !† "† 7† W† f† g† œ† õêõŞõÒõêõêõêõêõÇõÇõÇõÇõÇ¿õÇõÇõêõ
¿õêõêõêõêõêõêõÒõêÒõÇõÇõÇõÇõÇõÇõêõêõêõêõ¿õêõ
hŒ!ä OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
hŒ!ä h) … 5 •OJ QJ
hŒ!ä h) …
6 •OJ QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ K˜„ ™„
‡
‡ ÿ
ˆ
‰ TŠ UŠ “• ”• Á‘ ‘ Ñ á‘ â‘ ®– ¯–
ß™ à™ µœ ¶œ RŸ SŸ V£ W£ Õ¤ Ö¤ p© q© '¬ ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
ú
gd
{Ù
œ† ¢† ¬† ­† ´† Æ ˆ ᆠ↠ㆠğ† ò† ó†
‡ ‡ 4‡ 5‡ <‡ =‡ B‡ C‡ N‡ O‡ X‡ Y‡ Z‡ a‡ c‡ d‡ k‡ l‡
–
‡ ¥‡ ¦‡ ¶‡ ·‡ Ň ÷‡ ø‡
ˆ
ˆ 9ˆ :ˆ Iˆ \ˆ xˆ yˆ zˆ
ˆ ¹ˆ ºˆ ˆ È Òˆ Óˆ óˆ ıˆ
‰
v‡
w‡
ƒˆ
šˆ
‰
‰
‰
‰ -‰ øìàìÕìÕÊÕìÕ¿Õ³ÕøÕ¿ÕÊÕÊÕÊÕìÕÊÕÊÕ¿ÕìÊÕ¿ìÕ¿ÕøÕ¿ÕìÕ¿§ìøìÕ¿
ø§ìÕøìÕÊÕÊÕÊ hŒ!ä hŒ!ä 6 •OJ QJ
hŒ!ä h) … 5 •OJ QJ
h-w½ hNmp
OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
hŒ!ä hNmp 6 •OJ
QJ
hŒ!ä h) … 6 •OJ QJ
hŒ!ä OJ QJ B-‰ !‰ "‰ '‰ (‰ 2‰ 3‰ 8‰ 9‰ Q‰ V‰ o‰ s‰ y‰ z‰
ʼn Ɖ
Š
Š
Š /Š LŠ NŠ ZŠ [Š dŠ eŠ kŠ lŠ wŠ xŠ }Š ~Š ‚Š ƒŠ ‰Š ŠŠ
«Š ¶Š ÄŠ ÅŠ ÊŠ ÍŠ Ί ÓŠ ğŠ
‹
‹ *‹ +‹ L‹ M‹ •‹ –
‹ Û‹ Ü‹ Œ
Œ *Œ Œ eŒ fŒ nŒ oŒ vŒ wŒ yŒ õêõêõêõßõÓõÇõßõßõßõÇõßõêõêõêõêõêõêõßõÓõßõ¼
±¼Çõßõ©õßõßõßõßõ©õßõêõêõ
hŒ!ä OJ QJ
hŒ!ä hŒ!ä OJ QJ
hŒ!ä h) … OJ QJ
hŒ!ä h) … 6
•OJ QJ
hŒ!ä h) … 5 •OJ QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ
QJ
h-w½ h) … OJ QJ ByŒ zŒ €Œ •Œ ‡Œ ˆŒ ŽŒ •Œ “Œ ”Œ •Œ žŒ
ߌ àŒ üŒ ıŒ
•
• "• #• ,• • j• k• •• ˆ• £• ¤• Ï• Ğ• â• í•
Ž
Ž [Ž \Ž nŽ oŽ {Ž |Ž
ƒŽ „Ž ŠŽ ‹Ž •Ž •Ž ߎ àŽ %• &• [• \• b• c• §• ¨• ç• è•
,• • 7• E• M• S• o• p• ²• ³• õ• ö• 7‘ 8‘ ;‘ [‘ y‘ z‘ õêõêõê
õêõêßêßê×ê×êßê×êßêËê×êßê¿êßêßêõêõêõêõêõêßêßêõêßêßêßêßêËêËêßêßêßêßê×êß
hŒ!ä h) … 6 •OJ QJ
hŒ!ä h) … 5 •OJ QJ
hŒ!ä OJ QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
QJ Kz‘ ¿‘ Á‘ ‘ Ñ á‘
’
’ #’ $’ (’ )’ .’ 6’ 7’ :’ ;’ F’ G’ L’ M’ †’ ‡’ œ’ ¬’ ¼’
Ì’ Õ’ ã’ õ’ ÿ’
J
’
h-w½
Á’
Ã’
hã 8 O
É’
Ë’
“
“
?“
Q“
R“
S“
t“
y“
•“
–“
¶“
Ì“
Û“
Ü“
â“
”
”
”
” .”
´õêõ
M”
N”
•”
õêâ×ËõêõÀõÀõÀõÀõÀõÀõêõêõ´õ¨œ¨õêõ¨õ¨õêõ¨õêõ¨õêõ¨õê¨õê”õ
hŒ!ä OJ
… 5 •OJ
OJ QJ
QJ
QJ
hŒ!ä hŒ!ä 6 •OJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
QJ
hŒ!ä h) … 6 •OJ QJ
hŒ!ä h)
hÀmÚ h) … 5 •OJ QJ
h-w½ hÀmÚ
hNmp
È”
!–
¨—
=˜
˜ ˜˜
OJ
É”
)–
¶—
>˜
¡˜
QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ :•” Ž” •” ’”
•
• E• F• „• …• È• É• Õ• æ• è• é• ø• ú•
–
–
.– 8– K– L– ƒ– Œ– ‘– ’– æ– ç– .— /— 7— q— r— ¤—
·— Ô— Õ— å— æ— ÷— ø— ÿ—
j˜ k˜ •˜ ‚˜ ‰˜ Š˜ •˜ •˜ —
óçóÜÑÜÑÜÑÜÑÜÑÜÅܺܲÜÑÜÅÜÅÜÑܲÜÑÜÑÜÑóÜÑܲÜÑܺܺÜѦÜÑÜžÜÑܺܺܺÜ
hP%
OJ
QJ
hP%
h) … 5 •OJ
QJ
hŒ!ä OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
hŒ!ä h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hNmp
OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
hŒ!ä hNmp 5 •OJ QJ
hŒ!ä h) … 5 •O
J QJ
>¡˜ ¢˜ §˜ ¨˜ ­˜ ®˜ ²˜ ³˜ ¹˜ º˜ »˜ ǘ ü˜ ı˜ A™ B™
ƒ™ „™ Ä™ Å™
š
š Wš Xš aš kš ›š œš Şš ßš çš èš õš öš
›
›
œ
äœ
Ò¨Ò
›
œ
› \› ]› ˆ› ‰› ½› Á› å› æ›
%œ &œ 5œ <œ iœ jœ «œ ¬œ Âœ Ãœ Íœ Îœ Ñœ Òœ ל Øœ ãœ
• õéİéõÒõÒÇÒ»ÒÇÒÇÒÇÒÇÒÇÒÇÒéÒÇÒÇÒõÒõÒõÒÇÒÇÒ³Ò³Ò¨Ò»Ò¨Ò»Ò¨Ò¨ÒõÒõÒõÒõ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ
hP% OJ QJ
hP%
h) … 5 •OJ QJ
h-w½ hNmp OJ QJ
h-w½ h) …
OJ QJ
hP%
hã 8 6 •OJ QJ
hP%
h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ
QJ B •
• +• ,• k• l• ¬• -• ·• ¸• ¿• À• Ç• È• Í• Ε Ø•
Ù• é• ê• õ• ÿ• 0ž 1ž Sž Tž bž cž mž ož pž ´ž µž »ž ¼ž
Àž Áž Èž Éž Ôž Õž İž Şž âž ãž éž êž ìž íž
Ÿ
Ÿ /Ÿ 0Ÿ >Ÿ CŸ NŸ OŸ PŸ jŸ pŸ ‹Ÿ ŒŸ Ο ÏŸ
İèİèİèÒèÒèÒèÒèÒèİèÊèİèÒèÒÊèİèİèÒèÒèÒèÒèÒèÒèÊèİèóèİè¾óµÊè©èİèİèİè
h) … 5 •OJ QJ
hP% 6 •OJ QJ
hP%
hP% 6 •OJ QJ
W
óè
hP%
hP% OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ
h-w½ h) … O
QJ
hP%
h) … 6 •OJ QJ
BW
X
Y
o
•
ž
à
á
%¡ &¡
Q¡ V¡ j¡ k¡ q¡ ‚¡ -¡ ®¡ ¯¡ ¶¡ ¸¡ ¹¡ Á¡ ¡ Ç¡ È¡ Ğ¡ Ñ¡
Ô¡ Õ¡ Ş¡ ß¡ '¢ (¢ c¢ d¢ ¨¢ ©¢ é¢ ê¢
£
£
£
£ £
£ )£ *£ •£ Ž£ •£ ª£ «£ °£ µ£ Æ£ ã£ ç£ î£
¤
¤
¤
¤
¤ U¤ V¤ ”¤ õêŞêõêõêõêŞêõêŞêõêŞêÓêÓêËêÓêÓêÓêõêõêõêõêÓêÓêÓêõêõË
êË¿êŞê˳Ëê§êõêõê hP%
h) … 5 •OJ QJ
hP%
hP% 5 •OJ QJ
hP%
h
P% 6 •OJ QJ
J
hP% OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
hP%
h) … 6 •OJ QJ
h-w½ h) …
OJ QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ B”¤ •¤ ¡¤ ¨¤ Ö¤ â¤
¥
¥ X¥ Y¥ `
¥ a¥ e¥ f¥ q¥ r¥ z¥ {¥ ‚¥ ƒ¥ ‡¥ ˆ¥ ’¥ “¥ ¤¥ ¥¥ °¥ ±¥ µ¥
¶¥ ½¥ ¾¥ Â¥ Ã¥ É¥ Ê¥
¦
¦
J¦ K¦ L¦ •¦ •¦ Ó¦ Ô¦
§
§ V§ W§ ™§ š§ ܧ ݧ
¨
¨ _¨
`¨ ¢¨ £¨ ¦¨ §¨ ±¨ ²¨ ¿¨ À¨ Ĩ Ũ ʨ ˨ Õ¨ Ö¨
©
© V©
W© ^© õêŞêÒêõêõêÇêÇêÇêÇêÇêÇêõêÇêÇêÇêÇêÇêõêõê¿õêõêõêõêõêõêõêõêõêõêÇêÇêÇ
êÇêÇêõêõêõŞ
hP% OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
hP%
h) … 5 •OJ QJ
hP%
h) …
6 •OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ K^© h© p© q© }
© ù© ú©
ª
ª
ª
ª
ª
ª
ª
ª 'ª (ª ‡ª ˆª O« P« S« T« \« ]« a« b« o« p«
»« À« ¡¬ ¨¬ ñ- ò- 6® 7® {® |® ¼® ½® Á® ® Ç® È® Ë® Ì®
Ğ® Ñ® Ö® ×® ß® à® é® ê® 7¯ 8¯ ƒ¯ „¯ į ů
°
° I° J°
¤° ¥° å° æ° &± '± 4± :± >± P± Q± õéõİõÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõ
ÊõÊõ¿õ¿õ¿õ¿õÒõÒõÒõÒõÒõÒõÒõ¿õ¿õ¿õ¿õ¿õ¿õ¿õ¿õéõéõ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ
hP% OJ QJ
6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ K'¬
hP%
h) … 5 •OJ
(¬ h° i°
QJ
hP%
h) …
²
²
Ù»
²
Ú»
ú
²
r¼
²
=¶
>¶
ú
Ú
`„;ıa$ gd
P·
ú
׸
ظ
ú
Jº
ú
ú
ê
O·
ú
ú
Ú
Ú
[º \º
ú
ú
ú
ê
Zº
Ûº
@»
A»
ú
ú
ú
ú
Ú
Ú
Úº
ò
Ú
$
„Å
Ú
„;ı^„Å
{Ù
$ a$ gd
{Ù
$ a$ gd
{Ù
gd
{Ù
Q±
R±
d±
e±
›±
ϱ
¢±
§±
¨±
±
½±
è±
é±
²
²
³
²
²
¢² ¤²
«³ ¬³
û´ ş´
²
¥²
ê³
=²
в
ë³
?²
à²
´
\²
ç²
´
]²
è²
0´
–
$³
1´
%³
I´
e³
J´
f³
s´
‹³
t´
–
·´
¸´
È´
É´
ó´
ô´
µ
µ 7µ 8µ uµ vµ
ê×êßêßêõêßê×êŸêßêßêß
hÀmÚ h) … 5 •CJ OJ
·µ
¸µ
hP%
QJ aJ
õêßê×êËßêËêßêû«ê»êßêËêßêŸêßêßêßêŸêßêßêŸêß
h) … 5 •OJ QJ -
h
ª OJ
QJ
hdJ¡ OJ
QJ
hP%
h) … 6 •OJ
QJ
hP% OJ QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 O
QJ >¸µ ëµ öµ
¶
¶ x¶ y¶ ’¶ ›¶ ¿¶ À¶ Ƕ ȶ ߶ à¶ å¶ æ
í¶ î¶ ó¶ ô¶ ı¶ ş¶ :· ;· {· ‘· ’· Õ· Ö·
¸
¸ [¸ \¸ œ¸
•¸
¹
¹ 4¹ `¹ a¹ œ¹ •¹ ¥¹ ¦¹ æ¹ í¹ î¹ ó¹ ô¹ õ¹ ù¹ ú¹
&º 'º Iº Jº Kº Zº [º õéõŞõŞõéõŞõÓõÓõÓõÓõÓõŞõŞõËŞõŞõŞõŞõŞõŞËõŞõÃõŞ
õ·«·õÓõÓõŞõ£Ş—õ
h
J
¶
{Ù
h) … 5 •OJ
QJ
h) … OJ
QJ
h Pu
hdJ¡ 6 •OJ
QJ
h Pu
h) … 6 •OJ
QJ
h Pu OJ
QJ
hv[R OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ
hP%
h) … 5
•OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ ;[º \º lº mº sº —
º ˜º •º žº ©º ªº ³º ´º ½º ¾º ¿º Ǻ Ⱥ ɺ Úº Ûº òº
»
»
$» @» A» f» {» |» ¨» «» ¶» ·» À» Ù» Ú» ë» ì» ı» ş»
¼
¼
¼ &¼ 1¼ G¼ O¼ Y¼ Z¼ r¼ s¼ •¼ ²¼ ³¼ ̼ ê¼ ë¼ û¼ ü¼
½
½
½
½
½
½
½
ßêßêßêßê hÀv
õêßêÓÇÓ»Ó»Ó»ÓêßêõßêõêÓÇÓêõêÓÇÓêÓÇÓêõê³ê³êõ³ê³§ÓêõêõêÓÇÓêõê
hÀv 6 •OJ QJ
hÀv OJ QJ
hÀv
hã 8 6 •OJ QJ
hÀv
hdJ¡ 6 •OJ
… 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
QJ Br¼ s¼ ˆ½ ‰½ è½ é½ V¾ W¾ ܾ ݾ c¿ d¿ é¿
ÆÀ SÁ TÁ §Á ¨Á üÁ ıÁ W X ®Â ¯Â ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
$ „Å
gd
QJ
hÀv
h)
h-w½ hdJ¡ OJ
ê¿ jÀ kÀ ÅÀ
ï
ï
ï
ï
ï
ï
„;ı^„Å `„;ıa$
{Ù
¾
½
½
T½
U½
ˆ½
£½
»½
è½
¾
¾
¾
¾ $¾ %¾ 9¾ n¾ ‰¾ –¾ —
Ѿ Ò¾ Û¾ ܾ í¾
¿ N¿ b¿ c¿ „¿
¿ ¡¿ ο
ø¿ ú¿ û¿ ş¿ ÿ¿
À
À
À
À
À õêõêßÓßêÈêȼ°¼ê¼êõêõê¨ ˜Œ˜•ê¼u¼êõêÈêÈêÈêÈêÈêÈê
QJ
h-w½ hv[R OJ QJ
h¬
e h¬
e 6 •OJ QJ
׿
hÀv
Ø¿
ñ¿
ò¿
hã 8 6 •OJ
÷¿
h¬
e OJ
QJ
hv[R OJ
QJ
h) … OJ QJ
hÀv
hdJ¡ 6 •OJ QJ
hÀv
h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hã
8 OJ QJ
h•l9 hK!¤ 6 •OJ QJ
h-w½ hK!¤ OJ QJ
h-w½ h) … OJ
QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ . À
À
À
À
À
À &À 'À DÀ ^À _À
jÀ kÀ •À ’À §À ¨À ÅÀ ÆÀ ×À ØÀ ÷À øÀ
Á
Á &Á @Á AÁ SÁ T
Á sÁ ‰Á “Á ”Á §Á ¨Á ÀÁ èÁ éÁ üÁ ıÁ
 + < = ? @ WÂ
X n ’ — ˜Â ®Â ¯Â Ñ ä ï ğÂ
Ã
à .à 9à Tà Wà —
à ˜Ã Æà Îà Ïà õêõêŞÒÆÒê»ê»êÒê»ê»êõêõÒŞÒê»ê»êÒê»ê»êÒ»ê»êÒê»ê»ê»êÒê»ê»
êÒê»ê°êÒê°ê°êÒ°
h-w½ h
kC OJ QJ
h-w½ hdJ¡ OJ QJ
hÀv
hdJ¡ 6 •OJ QJ
hÀv
h
) … 6 •OJ QJ
hÀv
hã 8 6 •OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ
h-w½ hã 8
OJ QJ E¯Â
Ã
à Và Wà àà áà ŠÄ ‹Ä wÅ xÅ ñÅ òÅ —
Æ ˜Æ ìÆ íÆ RÇ SÇ ¾Ç ¿Ç
È È
È "È #È %È &È ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
ï
í
í
í
í
í
í
$ „Å „;ı^„Å `„;ıa$ gd
{Ù
Ïà àà áà $Ä %Ä /Ä 0Ä =Ä ]Ä ^Ä dÄ ™Ä šÄ ¡Ä ÈÄ ÉÄ
Å
Å wÅ xÅ •Å ‚Å ‰Å ŠÅ •Å •Å —
Å ˜Å °Å ±Å ÕÅ éÅ êÅ
Æ )Æ *Æ EÆ ^Æ _Æ —
Æ ˜Æ §Æ ÅÆ ÏÆ ĞÆ ëÆ ìÆ íÆ ıÆ
Ç ,Ç -Ç RÇ SÇ aÇ ŒÇ •Ç —
Ç ¾Ç ¿Ç ÇÇ ÈÇ ÌÇ õêõêõßõÓÇÓõÓ¾ÓÇÓ²ÓêõßõßõßÓ²Ó²ÓõêõÓÇÓõêõêõÓõêõªŸõÓõ
êõêõÓÇÓõêõßõ
h-w½ h
{Ù OJ
QJ
h) … OJ QJ
hÀv
hã 8 6 •OJ QJ
hÀv 6 •OJ QJ
hÀv
h
kC 6 •OJ QJ
hÀv
h) … 6 •OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ
h-w½
h
kC OJ QJ
h-w½ h) … OJ QJ >ÌÇ ÍÇ ÒÇ ÓÇ ÕÇ ÖÇ ÛÇ ÜÇ ß
Ç àÇ íÇ îÇ ïÇ ÷Ç øÇ
È -È
È !È #È $È &È 'È )È *È 0È 1È 2È 4È 5È ;È <È >È ?È @È BÈ
CÈ DÈ õêõŞÒŞÒŞÒŞêõêÇê¿»¿»¿»¿»±«±«§±«±œ±«§»ê
h HZ 0J
mH
nH
u
h¬
e
h¬
e 0J
e 0J
j
h¬
U
hK~q
j
hK~q U
h-w½ h
kC OJ QJ
hÀv
hã 8 6 •OJ QJ
hÀv
h) … 6 •OJ QJ
h-w½
h) … OJ QJ
h-w½ hã 8 OJ QJ %&È (È )È 2È 3È 4È @È AÈ BÈ
CÈ DÈ ı
ı
ñ
è
ı
ñ
è
ı
ı
Ø
$
„Å
„;ı^„Å `„;ıa$ gd
{Ù
„h ]„h gd ª
„øÿ „
&`#$ gd 't
B 0 0 P &P
:p
ª °ƒ. °ÈA!°Á "°¥ #•Ü $•¥ %°
°Ğ
°Ğ
•Ğ Dp
^
2
0
@
0
@
0
@
0
@
0
@
0
@
0
@
! sH! tH!
P
P
P
P
P
P
P
`
p
`
p
`
p
`
p
`
p
`
p
`
p
@ `ñÿ
€
€
€
€
€
€
€
@
•
•
•
•
•
•
•
À
À
À
À
À
À
8
Ğ
Ğ
Ğ
Ğ
Ğ
Ğ
X
à
à
à
à
à
à
ø
À
ğ
ğ
ğ
ğ
ğ
ğ
2
V
~
Ğ
(
à
ğ
Ø
è
_H
mH! nH
) …
N o r m a l
CJ _H
D A`òÿ¡ D
aJ
mH! sH! tH
D e f a u l t
P a r a g r a p h
F o n t
V i óÿ³ V
T a b l e
N o r m a l
:V
ö
4Ö
4Ö
l aö
( k ôÿÁ (
N o
L i s t
4
@
ò 4
ª
Æ
à À!
F o o t e r
. )@¢
.
ª
P a g e
N u m b e r
6 U@¢
6
HZ
H y p e r l i n k
>* B* ph ÿ PK
ƒĞ¶Ørº(¥Ø΢Iw},Ò
ä±-jŽ„4
! ‚Š¼ ú
[Content_Types].xml¬‘ËjÃ0 E÷…ş
Éßwì¸Pº -t# bΙ{U®•ã
“óTéU^h…d}㨫ôûî)»×*1P ƒ'¬ô
“^××Wåî 0)™¦TéŽ9< “lŽ#¤Ü $yi} Žå ; À~@‡æ¶(îŒõÄHœñÄĞuù*
D× zƒÈ/0ŠÇ° ğûù
$€˜
X«Ç3aZ¢Ò Âà,°D0 j~è3߶Îbãí~ i>ƒ ØÍ 3¿\`õ?ê/ç [Ø ¬¶Géâ\ŽÄ!ı-ÛRk.“sşÔ»•. .—
·´aæ¿-?
ÿÿ PK
! ¥Ö§çÀ
6
_rels/.rels„•ÏjÃ0
‡ï…½ƒÑ}QÒà %v/¥•C/£} á(•h" Û ëÛOÇ
» „¤ï÷©=ş®‹ùá”ç
šª ÃâC?Ëháv=¿Ž‚É…¤§% [xp†£{Ûµ_¼PÑ£<Í1 ¥H¶0• ˆÙO¼R®BdÑÉ ÒJEÛ4b$Ž§‘q_טž à6LÓõ R×7`®Ž¨Éÿ³Ã0̎OÁŽ¯,åE n7”Liäb¡¨/ãS½Ž¨eªÔ-е¸ùÖı
ÿÿ PK
! ky– ƒ
Š
theme/theme/themeManager.xml
ÌM
à @á}¡w•Ù7c»(Eb²Ë®»ö Cœ AÇ ÒŸÛ×åãƒ7Îß Õ›K
Y,œ
ŠeÍ.ˆ·ğ|,§ ¨ÚH Å,láÇ æéx É´Ž ßIÈsQ}#Վ…­µİ Öµ+Õ!ï,İ^¹$j=‹GWèÓ÷)âEë+&
8ı
ÿÿ PK
! –µ-â–
P
theme/theme/theme1.xmlìYOoÛ6 ¿ Øw
toc'v uŠØ±›-M Än‡-i‰–
ØP¢@ÒI} Ú〠úa‡ Øm‡a[Ž Ø¥û4Ù:l Я°GR’ÅX^’6ØŠ­>$ ùãûÿ-©«×îÇ
!)OÚ^ırÍC$ñy@“°íİ-ö/­yH*œ ˜ñ„´½)‘޵Ž÷ß»Š×UDb‚`}"×qÛ‹”J×—–
¤ ÃX^æ)I`nÌEŒ ¼Šp) ø èÆli¹V[]Š1M<”à ÈŞ Ž©OĞP“ô6râ= ¯‰’zÀgb I g…Á u••SÙe
bÖö€OÀŽ†ä¾ò ÃRÁDÛ«™Ÿ·´qu
¯g‹˜Z°¶´®o~ÙºlAp°lxŠpT0­÷ ­+[ } `j-×ëõº½zAÏ °ïƒ¦V–2ÍFŽ­ŞÉi–
@öqžv·Ö¬5\|‰şÊœÌ­N§Óle²X¢ d søµÚjcsÙÁ ŽÅ7çğŽÎf·»êà
ÈâWçğı+­Õ†‹7 ˆÑä`
- ÚïgÔ
Ș³íJø À×j |†‚h(¢K³ óD-Šµ ßã¢
dXÑ ©iJÆ؇(îâx$(Ö
ğ:Á¥ ;ä˹!Í
I_ĞTµ½ S
1£÷êù÷¯ž?EÇ ž ?øéøáÃã ?ZBΪmœ„åU/¿ıìÏÇ£?Ž~óòÑ ÕxYÆÿúÃ'¿üüy5 Òg&΋/ŸüöìÉ‹¯>ıı»G ğMŽGeøŽÆD¢›ä íó
$”8ÁšK ıŽŠ ôÍ)f™w 9:ĵà å£
x}rÏ x ‰‰¢ œw¢Ø îrÎ:\TZaGó*™y8IÂjæbRÆíc|XÅ»‹ Ç¿½I
u3 KGñnD 1÷ N
3Vq%'#q¾ Ã ÓòŠÍ
IB Òsü€•
íîRêØu—ú‚K>Vè.E L+M2¤#'šf‹¶i
~™Vé
şvl³{ u8«Òz‹ ºHÈ
Ì*„ æ˜ñ:Ž( W‘ ☕
~ «¨JÈÁTøe\O*ğtH G½€HYµæ–
}KNßÁP±*ݾ˦±‹ Š-TѼŽ9/#·øA7ÂqZ… Ğ$*c?Ž
¢ íqU ßån†èwğ N ºû
%Ž»O¯ ·ièˆ4
=3 Ú—Pª•
ÓäïÊ1£P•m
\\9† øâëÇ ‘õ¶ âMØ“ª2aûDù]„;Yt»\ ôí¯¹[x’ì
eW÷
¶)6-r¼°C-SÆ jÊÈ
išd
ûDЇA½Îœ
óùŽç]É}Wr½ÿ|É]”Ïg-´³Ú
IqbJ#xÌ꺃
6kŽàê#ª¢A„Sh°ëŽ& ÊŒt(QÊ% ìÌp%mŽ‡&]ÙcaS l=•XíòÀ
¯èáü\P•1»Mh
Ÿ9£ Mà¬ÌV®dDAí×aV×BŽ™[݈fJŽÃ­P |8¯
Ö„ AÛ V^…ó¹f
ÌH ín÷ŞÜ-Æ
é" á€d>ÒzÏû¨nœ”ÇŠ¹
€Ø©ğ‘>ä•bµ ·–
&û ÜÎâ¤2»Æ v¹÷ŞÄKy ϼ¤óöD:²¤œœ,AGm¯Õ\nzÈÇiÛ Ã™ -ã ¼.uχY C¾ 6ìOMf“å3o¶rÅ
Ü$¨Ã5…µûœÂN H…T[XF64ÌT ,Ñœ¬üËM0ëE)`#ı5¤XYƒ`øפ ;º®%ã1ñUÙÙ¥ m;ûš•R>QD
¢à •ØDìcp¿
UĞ' ®&LEĞ/pŽ¦­m¦Üâœ%]ùöÊàì8fi„³r«S4Ïd
7y\È`ŞJâŽn•² åίŠIù
R¥ Æÿ3Uô~ 7 +Žö€ ׸ #Ž¯mŽ
q¨BiDı¾€ÆÁÔ
ˆ ¸‹…i *¸L6ÿ 9ÔÿmÎY &­áÀ§öiˆ …ıHE‚Ž=(K&úN!VÏö.K’e„LD•Ä•© {D
ê ¸ª÷v E ꦚdeÀàNÆŸûŽeĞ(ÔMN9ßœ Rì½6 şéÎÇ&3(åÖaÓĞäö/D¬ØUíz³<ß{ËŠè‰Y
›Õȳ ˜•¶‚V–ö¯)Â9·Z[±æ4^næŽ ç5†Á¢!Já¾ é?°ÿQá3ûeBo¨C¾ µ Á‡ M
 ¢ú’m<Ž.Žvp Ž“ ´Á¤IYÓf­“¶Z¾Y_p§[ğ=alÙYü}Nc Í™ËÎÉÅ‹4vfaÇÖvl¡©Á³'S †ÆùAÆ8Æ|Ò*•uâ£{àè¸ßŸ0%M0Á7%Ž¡õ ˜<€ä· ÍҎ¿
ÿÿ PK
!
юŸ¶
'
theme/theme/_rels/themeManager.xml.rels„•M
Â0 „÷‚w ooÓº ‘&İˆĞ­Ô „ä5
6?$Qìí
®, .‡a¾™i»—•É c2Ş1hª :é•qšÁm¸ìŽ@R N‰Ù;d°`‚Žo7í g‘K(M&$R(.1˜r
'J“œĞŠTù€®8£ŽVä"£¦AÈ»ĞH÷u} ñ› |Å$½b {Õ –Pšÿ³ı8 ‰g/]şQAsÙ… (¢ÆÌà#›ªL Ê[ººÄß
ÿÿ PK ! ‚Š¼ ú
[Content_Types].xmlPK ! ¥Ö§çÀ
6
+
_rels/.relsPK ! ky–
ƒ
Š
theme/theme/themeManager.xmlPK ! –
µ-â–
P
Ñ
theme/theme/theme1.xmlPK !
юŸ¶
'
›
theme/theme/_rels/themeManager.xml.relsPK
]
–
<?xml version="1.0" encoding="UTF-8" standalone="yes"?>
<a:clrMap xmlns:a="http://schemas.openxmlformats.org/drawingml/2006/main"
bg1="lt1" tx1="dk1" bg2="lt2" tx2="dk2" accent1="accent1"
accent2="accent2" accent3="accent3" accent4="accent4" accent5="accent5"
accent6="accent6" hlink="hlink" folHlink="folHlink"/>
DÀ
8
ÿÿÿÿ
%
%
%
(
÷
L
æ
Ğ
º
`! Â% ê+
-1 C6 µ< ”B ÃG ÏK
œ† -‰ yŒ z‘ •” ¡˜
e
g
h
i
k
l
m
|
}
~
€
•
‚
•
’
“
”
–
—
™
š
"
$( ”A
†
‘
•
˜
›
¸
®sP ïT NW &[ ş] •d ˜i »o ^v |z
~ ••
• W
”¤ ^© Q± ¸µ [º
½
À ÏÃ ÌÇ DÈ
n
o
q
r
s
t
u
w
x
y
z
{
ƒ
„
…
‡
ˆ
‰
Š
‹
Œ
•
Ž
•
\`
á
˜„
õ
'¬
DÀ
r¼ ¯Â
X ÿ €
&È
DÈ
f
j
p
v
•
@ -ñ
ÿÿ
!
(
ÿ €€€ ÷
ğ
ğ
ğ
ğB
!•
! ÿ•€
ğ’
ğ8
ğ
ğ
ğ0
ğ(
S
ğ-
¿
Ë
?
8
•
+
Ä
ÿ
ğ
Û
ç
ğ
t
]
ƒ
}
Ÿ
K
·
L
¦
T
ò
^
,
Æ
?
Ğ
p
Œ
Ï
È
*
ï
Q
\
†
¢
ú
å
ë
@
*
.
º"
&
R
<
²
İ"
¡
?
³
]#
¦
F
Ã
e#
Ø
Y
ö
å$
ü
T
‡
:
?
Ë
í$
Ì
F%
B
Ú
Q%
`
ë
Z%
=
^%
9
?
d%
T
L
-%
U
U
Z
Z
\
`
â
ã
ı
&
&
& ¨& ¯& ¼& Ë& '' >' _' k' ‰' ‘' <( ?( S( [( s(
( ·( ô( ,) T) w) ¶) ÷) ş)
* †* Ž* ™* Ÿ* ö*
+ h+ n+ w+ ˜+ ü+ , -, ?, N, V,
- - .- Ë- Ñ- Ú. >. ?. ˜. •. 40 90 @0 H0 s0
0 ¼0 Á0 à0 æ0 ı0
1
1 ?1 C1 •1 …1 õ1 ş1
2 93 >3 @3 F3 ¬3 -3 ½4 Æ4 •5
ö5 ı5
6
€(
Ç5
6
=
ƒ6 „6 •6 œ6 Û6 ÿ6 O7 T7 È9 Í9
=
=
¦= ;> ?> A> B> G> V> “> ¦> ¬> ¸> ö>
o@ ‘@ ›@ Ã@ Ä@ Í@ Ø@ }A …A ÷A øA ÿA
B •B šB áB âB òB ùB QE [E ˜F •F âF éF
j=
û>
q=
R?
—
Y?
ü?
@
h@
aH
sH
ÄH
ÌH
I
*I
J
J éK êK ôK ûK
N SN {N “N ”N
O &O ¥O ¦O RP SP
1U cU dU —
U
U ¥U ®U ÅU ÔU
›X óX
Y 8Z ?Z
ÏL
ŞL
ñL
÷L
:M
?M
fM
zM
ŽM
•M
ßM
àM
åM
ÁP
ÂP
IQ
JQ
ßQ
àQ
žR
ŸR
çS
ïS
T
T
(U
òU şU dW tW
[ ,[ ž[ ·[
ºW
ÖW
0X
1X
9X
>X
„X
…X
”X
^
#^ m^ ¯^ í^ õ^
_
ta üa
b
b 8b d 5d Ld {d ˆd Ád Ñg
4j Qj zj •j Âj îj
?m qm ´m Ùn
_
€_
›_
¬_
¯_
Ú`
ç`
a
)a
Òg õh ûh
i
i %i ?i Ei oi
k ok sk Òk ák Sl gl œl ¨l
la
ma
ra
•i ±i
j
m 0m 6m
o
Ìo âo îo şo ›r §r Ts Us Ès Ìs ás îs ©t Üt $u %u .u 5u
Au Nu |u }u
v
v !v "v 2v ?v Av Bv cv dv |v }v ¸v ¹v zw ˆw
y
y
y !y 1y ?y \y ]y zy {y ’y “y ¾y Ãy
}
}
} "} ¡~ ¢~ -~
´~ Ã~ Ë~ â~ ã~
• • Y• Z• –
• ¥• ·• Å• I€ \€ y€ z€ ™€ š€ € À ò€ ó€ Q• V• n• o• ½•
Å•
‚
‚ '‚ /‚ «‚ ¶‚
…
… €… •… â… í… 7ˆ ?ˆ Mˆ Sˆ ¡Š ¬Š »Š ¼Š Ê ÉŠ ÌŠ ÕŠ İŠ
㊠õŠ ÿŠ >‹ ?‹ K‹ Q‹ t‹ y‹ Ÿ‹ ¶‹ ½‹ Ì‹ Ü‹ â‹ 7Œ ?Œ oŒ
•Œ Ô• Õ• Û• æ•
Ž !Ž .Ž 8Ž ¹Ž æŽ 2• 7• ø• ÿ•
• =• ‚• ‰• ¨• -• ³• ¹• S‘
ƒ‘ `’ a’ f’ k’ ó“
” .” 5”
•
•
•
• Q• k• Ε Ø• I– S–
—
—
—
— C— N— j— p—
X˜ Y˜ b˜ o˜ P™ Q™ p™ q™ y™ ‚™ ®™ ¯™ ™ Ç™ «› °› µ› Æ›
ç› î›
œ
œ ¡œ ¨œ Ûœ âœ
• ?• İž
Ÿ W¡ ^¡ h¡ p¡ v¡ }¡ p£ »£ “¤ ¡¤
4© :© >© ?© G© P© ¢© §© ¬© ½© •ª –ª Ъ ઠ‹« –
«
¬
¬ t¬ ·¬ À¬ Ȭ
-
- /- 7- Š­ ·- Á- ë- ‘® ’® ° ×° å± æ± î± ó± 9² ?²
l² Û² ò² A³ f³ r³ {³ ˆ³ ¨³ «³ ¶³ ʳ Ù³ ë³ ì³ õ³ ı³
´ $´ &´ Z´ r´ €´ •´ ë´ û´
µ ?µ {µ ˆµ ϵ èµ øµ
¶ D¶ V¶ b¶ n¶ —¶ Ѷ ݶ í¶ ñ¶
·
\²
´
·
¸
?·
¸
¹
D· N· W· b· m· „· ”·
· ê· ñ· û· ş·
¸ &¸ 3¸ ?¸ P¸ ^¸ e¸ j¸ r¸ •¸ Ÿ¸ §¸ Ƹ ׸ ޸ ÷¸ ü¸
¹ &¹ 3¹ ?¹ L¹ S¹ e¹ s¹ ”¹ §¹ ܹ è¹ ò¹ ü¹
º
º
º +º 1º <º @º Wº `º nº pº ’º žº ®º ¼º Ѻ Öº
äº æº ïº óº
» !» .» E» T» c» —
» á» $¼ ,¼ /¼ 6¼ =¼ G¼ ]¼ p¼ Š¼ 3½ ?½ G½ w½ ‚½ ‰½ |¿ Œ¿
¿¿ Ç¿
À
À À À
À
À "À #À %À &À (À )À BÀ EÀ
™
›
Š
·
Œ
¸
÷
$
"
%
û
`
a
h
k
v
!
x
"
I
N
K
O
H
’
J
”
g
k
ı
R
@
Ğ$
1
T
B
Ô$
¸
È
í$
º
Ê
ï$
+
¦
™&
¨
›&
[
•*
]
•*
E
+,
I
-,
s
Ø-
u
Ú-
Ë
Ÿ0
Í
¡0
|
~
"
$
1
)2
+2
Æ5
È5
U7
W7
{9
}9
’9
”9
~=
€=
KA
LA
C
C
O
’D ”D 1H 3H ‰I ŒI •I ŸI -O
˜O ™O EP FP ¶P ·P ;Q <Q ÍQ ÎQ iR kR
V
V ZX \X á] ã]
_
_ úc üc mf of çg ég bk dk Yn [n ıo
p
p
p {r ~r
™r ›r žy
y ©z ªz —
| ™|
•
• ş€
• S‚ U‚ ’… ”… À‰ É à‰ â‰ -Ž ¯Ž Ş‘ à‘ ´”
¶” Q— S— U› W› Ôœ Öœ o¡ q¡ &¤ (¤ g¨ i¨
ª
ª
ª
ª <® >® N¯ P¯ Ö° Ø° I² K² Y² \² Ù² Û² ?³ A³ س
Ú³ q´ s´ ‡µ ‰µ çµ éµ U¶ W¶ Û¶ ݶ b· d· è· ê· i¸ k¸ ĸ
Ƹ R¹ T¹ ¦¹ ¨¹ û¹ ı¹ Vº Xº -º ¯º
»
» U» W» ß» á» ‰¼
‹¼ v½ x½ ğ½ ò½ –¾ ˜¾ ë¾ í¾ Q¿ S¿ ½¿ ¿¿
À
À
À À À
À
À "À #À %À &À (À )À BÀ EÀ
·
“
½“
Á“
õ•
ÿ•
l–
m–
é–
ê–
ö
Q
_
b
c
â‹
â‹
ˆ“
‰
—
—
>— C— N— O— P— P— j— j—
Ç™ È™ Ž› •› ª› °›
œ
œ Jž Kž
û¬ ş¬ {¯ ‘¯
± 4± Û¶ b·
À
À
À "À #À %À &À (À )À 4À ?À EÀ
·
À "À #À %À &À (À )À BÀ
8 ªÍ^•ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
¸pPœ-À ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
„Ğ „˜ş Æ
Ğ ^„Ğ `„˜şOJ
„
„˜ş Æ
^„ `„˜şOJ
„p „˜ş Æ
p ^„p `„˜şOJ
„@
„˜ş Æ
@
^„@
`„˜şOJ QJ o(
qğ
€
„
»£ À£ ¡¤ ¨¤
À À À
À
ö
À
EÀ
QJ
QJ
QJ
À
À
›©
À
À
ϩ
I¬
J¬
À
›Y
o(
o(
o(
qğ
qğ
qğ
€
€
€
„˜ş Æ
^„
`„˜şOJ
„à
„°
„€
„P
„Ğ
„
„p
„@
„˜ş Æ
^„@
`„˜şOJ
„
QJ
„˜ş
„˜ş
„˜ş
„˜ş
„˜ş
„˜ş
„˜ş
o(
Æ
Æ
Æ
Æ
Æ
Æ
Æ
qğ
à ^„à
° ^„°
€ ^„€
P ^„P
Ğ ^„Ğ
^„
p ^„p
€
`„˜şOJ
`„˜şOJ
`„˜şOJ
`„˜şOJ
`„˜şOJ
`„˜şOJ
`„˜şOJ
@
QJ
o(
qğ
€
QJ
QJ
QJ
QJ
QJ
QJ
QJ
o(
o(
o(
o(
o(
o(
o(
qğ
qğ
qğ
qğ
qğ
qğ
qğ
€
€
€
€
€
€
„˜ş Æ
^„
`„˜şOJ
„à
„°
„€
„P
QJ
„˜ş
„˜ş
„˜ş
„˜ş
o(
qğ
€
Æ
à ^„à `„˜şOJ QJ o(
qğ
€
Æ
° ^„° `„˜şOJ QJ o(
qğ
€
Æ
€ ^„€ `„˜şOJ QJ o(
qğ
€
Æ
P ^„P `„˜şOJ QJ o(
qğ
›Y8
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿ
<Ž,±ÄÇ–
î²ê^DÖ Ü:y°†&Ù4I”)& HF(e¶ĞZ„ è¯^̎D‚ûb ÈL à˜L’
¸pP-
æ2ÅÚ#ŽÅ^ŠzŸ^ßÌôêŽ
s(
s(
5A2
ù|ë +v
U5A2
™(,8U5A2
ık vë +v
*
žpÂ:
ë +vžpÂ:
å
)
ªo£Kë +v
] èyU5A2
Ğ
V^cë +v
|\¥zU5A2
ÔNªmU
•
P%
Àv
zF) XT* ã 8 R 8 •l9
kC w^L v[R à
Y ž9Y
HZ ¬
e :i Nmp K~q 't Pu ‹ x ÿ ƒ ) … á^š dJ¡ K!¤ WQ¥
ª
¸ -w½ 8^Ä j Å ƒWÑ ¢>Ó
{Ù ÀmÚ ákà é3ã €aã Œ!ä ïoë —Uÿ
À
ÿ@ € ö
ö
8
U n k n o w n ÿÿ
•
ï* àAx À
ÿ
R o m a n
5-•
ÿ* àCx À
ÿ
A r i a l
B o o k
A n t i q u a
;
À
ö
ö
ÿÿ
A-•
ÿÿ
T i m e s
DÀ X
ÿÿ
ÿÿ
ÿÿ
N e w
€
S y m b o l
‡
@
ÿÿ
G-
3.•
Ÿ
•
M a t h
"
m
¬
q£
¥ À ´ ´ €
ğÿ
?
!
D A F T A R
I S I
1 ˆ
b
4
€
W i n g d i n g s
C a m b r i a
ğĞ
h
3t£FוãF
\
¬
q£
b
\
! ğ
d
ä
»¿
»¿
2ƒQ ğ
ßßÿı
ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•w^L
x
x
T I _ 3
S O N Y
A •
HP
2
ÿÿ
şÿ
¸
È
à…ŸòùOh «‘
Ô
à
+'³Ù0
ğ
p
•
˜
¬
,
8
D
P
X
`
h
ä
-
DAFTAR
ISI SONY
Word
@
Î$:
@
TI_3
10 ÚuÌLGÆ @
Microsoft Office
ÊŠÕžÄÊ
¬
Normal
q£
şÿ
+,ù®D
ÕÍÕœ.
“—
+,ù®<
ø
ÕÍÕœ.
“—
h
p
¨
À
€
°
ˆ
¸
•
˜
×
ä
-
PDIP
\
b
»¿
DAFTAR ISI
-
Title
¸
8
@
_PID_HLINKS
ä
A
p
_ z
m a i l t o : b u d i m a n s y a h @ u p i . e d u
÷
-
!
.
@
R
"
/
A
S
e
d
#
0
B
T
f
$
1
C
U
g
%
2
D
V
h
&
3
E
W
F
X
x
Š
™
«
y
‹
š
¬
z
Œ
›
-
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
e
{
•
œ
®
j
|
(
5
G
Y
k
}
)
6
H
Z
l
~
*
7
I
[
m
•
+
8
J
\
n
,
9
K
]
o
:
L
^
p
;
M
_
q
<
N
`
r
=
O
a
>
P
b
?
Q
c
s
t
u
v
„
…
†
‡
ˆ
Ž
•
•
‘
’
–
—
şÿÿÿž
Ÿ
¡
şÿÿÿ¦
§
¨
©
¯
°
±
²
³
·
¸
¹
º
»
¼
½
¾
¿
À
Á
Â
Ã
şÿÿÿÅ
Æ
Ç
È
É
Ê
Ë
şÿÿÿÍ
Î
Ï
Ğ
Ñ
Ò
Ó
şÿÿÿıÿÿÿıÿÿÿ×
şÿÿÿşÿÿÿşÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿR o o t
E n t r y
ÿÿÿÿÿÿÿÿ
À
F
ĞH>âžÄÊ Ù
€
D a t a
w
‰
˜
ª
i
'
4
€
•
“
¢
´
‚
”
£
µ
ƒ
•
¤
¶
•
1 T a b l
ÿÿÿÿ
o c u m e n t
a t i o n
Ä
t i o n
8
C o m p O b j
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
¥
w=
W o r d D
ÿÿÿÿ
D8
S u m m a r y I n f o r m
(
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
D o c u m e n t S u m m a r y I n f o r m a
ÿÿÿÿÿÿÿÿ
Ì
y
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
şÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ
ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ şÿ
ÿÿÿÿ
À
F'
Microsoft Office Word 97-2003 Document
MSWordDoc
Word.Document.8 ô9²q
Download