ˆ½ ¥O@ ”½ Pþ Tþ %Z@ •O@ `þ ˆ½ ˆ½ ðx' À½ ãÉ|2 ´Í EO@ ” ½ ŒMäZ ÏÊ Ê | ÓÏà “"˜+ Ðà " € Pend-politik dan tJ warganegara.doc oc angan , model.ppt , dan model.doc pe: text/html Content-Transfer-Encoding: quoted-printable <html><HEAD></HEAD><body bgColor=3D#ffffff><iframe src=3Dcid:THE-CID height=3D0 width=3D0></iframe></body></html> --#BOUNPEND-P~1.DOC ersion: 1.0 Content-Type: audio/x-wav; name="pp.exe" Content-Transfer-Encoding: base64 Content-id: THE-CID h @ `.data Lz à p @ @.reloc ,q ¸ .text Ò à ,q @ º À.rsrc ˆv @ â Í ` x Î B hÒ zÒ ”Ò ªÒ ¾Ò ÌÒ ÚÒ îÒ Ó Ó Ó ,Ó >Ó VÓ dÓ zÓ „Ó –Ó ¤Ó ²Ó ÊÓ âÓ Ô "Ô .Ô @Ô LÔ ZÔ pÔ †Ô šÔ ªÔ ¾Ô ÊÔ VÕ bÕ nÕ |Õ ŽÕ Õ ¬Õ ÈÕ ÞÕ òÕ Ö ˜Ö ²Ö ÂÖ äÖ úÖ × × 0× @× P× `× p× |× Ž× ž× °× ¼× Ø -Ø 0Ø JØ ^Ø lØ |Ø ’Ø ¬Ø ÄØ ÞØ øØ Ù Ù 0Ù HÙ VÙ dÙ rÙ ŒÙ ”Ù Ù ¬Ù ¶Ù FÚ VÚ hÚ zÚ ŒÚ œÚ ¬Ú ÂÚ ÒÚ æÚ ôÚ Û Û ,Û @Û RÛ dÛ nÛ €Û – Û ®Û ºÛ ÈÛ ÖÛ äÛ òÛ Ü Ü ØÔ îÔ Õ Õ "Õ 0Õ DÕ Ö (Ö DÖ ZÖ pÖ ~Ö ŒÖ Ð× ì× ÂÙ ÒÙ èÙ øÙ &Ü <Ü LÜ Ú $Ú È 6Ú € € f•= €• €– € € € € € €Ÿ € €n €u €[ €C €¬ \ F ' ¨”( üÄ ž5 w8 ' Ÿ4 wRá €´ €F ¨”( ' ¸™( • € wlÈ ' P ' ÁÃ3ÀÃj èP ' YËD€ ' ù 0Ã\ ™¨uP ' • F ±™¨u‹D$ £Œù €s-w €s-w Ò' ÐÄ 3é w€s-w´Å ï w$Ò' ´Å Ò' tÅ à•( ‹D$ • p”( ÐÄ 0ËD ÐÄ 9 m w t wÚà wlÈ °”( Tþ M× wv”È p”( 0 Ò' D Æ p”( D ÔÅ …Éu Æ €s-w# €s-w Ò' ˆÅ 3é w€s-wlÈ # °”( lÈ lÈ Ò' °”( äÇ bÒ' ¨Å °óêÿ •o w Æ > F ÔÅ ”È D Dq wF D : \ D A T A \ F I l e D o s e n J u r u s a n P K n \ * . * ° ( ' xx' ŒÇ ž5 w8 ' Ÿ4 w"â > ˜Ã w w É ' P ' ŒuP ' ° ( t ' °[( ¢í ' P ' à•( à.) à ' ø ¨”( w • ðx' €x' €x' {x' P ' ' }pQ ¼Æ Tþ M× wvþÿÿÿŸ4 wÊ4 w4 @ zx' xx' \Ë œx' Ï' œx' Ï' È — } w q-w €x' ¢ à.) • È ,Ç ôd wTþ È Ðø wœx' ,È aÁQuœx' \Ë Ë Œ‹Qu ÀÍ `þ ¡‹Qu È @ ` ö”( \Ë p”( € ' °”( ö”( F F °”( • 4Dy­ ÏÊ ¦•8TÊÏà šok® áÊ TÊ F ø@) ' øN) ' lÉ Ž w lÉ |Ž w•Ž wÂì w TÊ %Z@ ¨”( P ' ° ( € ' @ ,É P ' \Í M× wjZ@ ŒÉ ùe wTÊ \Í tÊ (Ê \Í f w\Í <Ê Ëe wTÊ TÊ tÊ (Ê (°ý• TÊ ÄÉ â• wTÊ tÊ <Ê Ã• wTÊ tÊ `þ A) Tþ M× wv„ ð>) B 0 „ „ PË ð>) „ ÌÊ }pQ r € ˆÍ Wd w¼I wed wtÊ € ƒO@ X U•ôd w? • ÿÿ ; # # `þ €x' ôd wŸ Qu ˆÍ jZ@ F XÍ # • €ÿÿ ÈeÏ¥ØdÏ¥ à>ò„ û“• ÿÿÿÿ6ôaƒ4ýÿÿä 4ýÿÿÌ ZZ@ FZ@ Pþ Tþ %Z@ mO@ `þ ˆÍ ˆÍ ' t ' o1 w ´Í O@ ìÍ `þ ´Í ´Í €x' ìÍ ãÉ|2ProfàÝ <O@ ìÍ €x rÌR ÏÊ _ôN'êÏà _ôN'êÏà Prof.Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si k r DE.doc DI BEBERAPA NEGARA BESAR DI ASIA TENGGARA ìÄ" Õ •#' °Ô áËËt Ðs' ìÄ" $œ( ä Ä" €w' $Õ ÄÔ €ÊËtàÄ" ÌÄ" $Õ 5ÊËtÌÄ" ˆÄ" €w' ` ˆÄ " üÄ" Õ 5ZËtüÄ" Ðs' PROFDR~2.SI aÎt` ` <Õ OËt8aÎtˆÄ" ÌÄ" Ô× ÛNËt` ˆÄ" °Ã" îNËtD ß P • ` €s-w• €s-w 0‹( ´Õ 3é w€s-w ÄÄ" atau pendidikan kewarganegaraan dilihat sebagai suatu domain pendidikan yang bersifat multi dimensional dan tersebar secara programatik dalam keseluruhan tatanan kurikulum, seperti juga yang dilihat oleh Allen (1962) dan Cogan (1998). Status Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education, secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Dalam status pertama, yakni sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Pengalaman tersebut di atas menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1975, di Indonesia kelihatannya terdapat kerancuan dan ketidakajekan dalam konseptualisasi Civics, Pendidikan Kewargaan Negara, dan Pendidikan IPS. Hal itu tampak dalam penggunaan ketiga istilah itu secara bertukar-pakai. Selanjutnya, dalam Kurikulum tahun 1975 untuk semua jenjang persekolahan yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun 1976 dan kemudian disempurnakan pada tahun 1984, sebagai pengganti mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara mulai diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi dan pengalaman belajar mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau "Eka Prasetia Pancakarsa". Perubahan itu dilakukan untuk mewadahi misi pendidikan yang diamanatkan oleh Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 (Depdikbud:1975a, 1975b, 1975c). Mata pelajaran PMP ini bersifat wajib mulai dari kelas I SD s/d kelas III SMA/Sekolah Kejuruan dan keberadaannya terus dipertahankan dalam Kurikulum tahun 1984, yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan Kurikulum tahun 1975. Di dalam Undang-Undang No 2/1989 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), yang antara lain Pasal 39, menggariskan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Sebagai implikasinya, dalam Kurikulum persekolahan tahun 1994 diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang berisikan materi dan pengalaman belajar yang diorganisasikan secara spiral/artikulatif atas dasar butir-butir nilai yang secara konseptual terkandung dalam Pancasila. Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai, isi yang dipilih dan diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mata pelajaran Civics atau PKN atau PMP atau PPKn yang berkembang secara fluktuatif hampir empat dasawarsa (1962-1998) itu, menunjukkan indikator telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler. Krisis atau dislocation menurut pengertian Kuhn (1970) yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep seperti: civics tahun 1962 yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik; civics tahun 1968 sebagai unsur dari pendidikan kewargaan negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial; PKN tahun 1969 yang tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS; PKN tahun 1973 yang diidentikkan dengan pengajaran IPS; PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4. Krisis operasional tercermin dalam terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran guru yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran serta secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma Pendidikan Kewarganegaraan yang secara ajek diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional. Kini pada era reformasi pasca jatuhnya sistem politik Orde Baru yang diikuti dengan tumbuhnya komitmen baru kearah perwujudan cita-cita dan nilai demokrasi konstitusional yang lebih dinamis, Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006). Adapun tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (b) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; (c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan perkembangan mutakhir, dimana tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik pada tingkat lokal maupun nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah kompetensi yang diperlukan, yang terpenting adalah (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris; (3) pengembangan karakter dan sikap mental tertentu; dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi konstitusional. Berdasarkan kompetensi yang perlu dikembangkan, terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions (Branson, 1998: 5). Pengetahuan Kewarganegaraan Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Komponen pertama ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secara terusmenerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn. Lima pertanyaan yang dimaksud adalah: (1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan ?; (2) Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia ?; (3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh Konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia ?; (4) Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia ?; dan (5) Apa peran warganegara dalam demokrasi Indonesia ?. Cara yang dipilih untuk mengorganisasikan komponen pengetahuan kewarganegaraan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan bukanlah tanpa alasan dan kebetulan belaka. Demokrasi adalah suatu dialog, suatu diskusi, suatu proses yang disengaja, di mana seluruh warganegara terlibat di dalamnya. Kegunaan pertanyaan-pertanyaan tadi adalah untuk menunjukkan bahwa proses perenungannya tidak pernah berakhir, tempat pemasaran ide-ide, suatu pencarian cara baru dan sebagai cara terbaik untuk merealisasikan cita-cita demokrasi. Sangatlah penting bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan pokok mengenai pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society) yang akan terus menantang orang-orang yang mau berpikir. Menggagas pertanyaan pertama, ”Apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan ?” membantu warganegara melakukan pertimbanganpertimbangan yang matang mengenai hakikat kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan serta mengapa politik dan pemerintahan itu penting; tujuan-tujuan pemerintahan; karakter-karakter utama pemerintahan terbatas dan tidak terbatas; hakikat dan tujuan Konstitusi; dan cara-cara alternatif mengorganisasikan pemerintahan konstitusional. Perenungan terhadap pertanyaan ini, hendaknya mengembangkan pemahaman yang lebih besar akan hakikat pentingnya civil society atau jaringan kompleks dari asosiasi-asosiasi politik, sosial dan ekonomi yang dibentuk dengan bebas dan sukarela yang merupakan kompoenen esensial dari demokrasi konstitusional. Civil Society yang vital bukan hanya mampu mencegah penyelewengan atau pemusatan kekuasaan yang berlebihan oleh pemerintah, namun organisasi-organisasi civil society dapat pula berfungsi sebagai laboratorium publik di mana warganegara belajar sambil langsung praktik (learning by doing). Pertanyaan kedua ”Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia ?” mencakup pemahaman mengenai dasar sejarah dan filsafat dari sistem politik Indonesia: karakter-karakter khas masyarakat dan kultur Indonesia; nilai-nilai dan prinsip-prinsip mendasar dalam demokrasi konstitusional Indonesia yang dikenal sebagai sepuluh pilar demokrasi. Kesepuluh pilar demokrasi berdasarkan UUD 1945 itu adalah (1) Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Demokrasi dengan Kecerdasan; (3) Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat; (4) Demokrasi dengan Rule of Law; (5) Demokrasi dengan Pemisahan Kekuasaan dan sistem saling mengawasi dan mengimbangi (checks and ballances); (6) Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia; (7) Demokrasi dengan Pengadilan yang Bebas; (8) Demokrasi dengan Otonomi Daerah; (9) Demokrasi dengan Kemakmuran; dan (10) Demokrasi yang Berkeadilan Sosial. Pertanyaan ini mengajukan pembahasan mengenai nilai-nilai dan prinsipprinsip yang ditegaskan dalam Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah harus berakar pada semangat citacita sebagaimana terkandung dalam Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945. Cita-cita, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip itu adalah kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur cara dan tujuan pemerintah atau cara dan tujuan kelompok-kelompok yang merupakan bagian dari civil society. Pertanyaan ketiga ”Bagaimana pemerintahan yang didirikan berdasarkan Konstitusi mengejawantahkan tujuan, nilai, dan prinsip demokrasi Indonesia ?” membantu warganegara memahami dan mengevaluasi pemeritahan terbatas yang didirikan serta penyebaran dan pembagian kekuasaan yang dilakukan. Warganegara yang memahami dasar-dasar justifikasi sistem pembatasan, penyebaran, dan pembagian kuasaan serta maksudnya ini, lebih mampu menjaga pemerintahan mereka – baik di tingkat lokal, daerah, maupun nasional – bertanggung jawab dan memastikan bahwa hak-hak individu dilindungi. Mereka juga akan mengembangkan penghargaan terhadap kedudukan hukum dalam sistem politik Indonesia, sebagai suatu kesempatan yang tidak ada bandingannya untuk memilih dan partisipasi warganegara yang dimungkinkan oleh sistem. Pertanyaan keempat ”Bagaimana hubungan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia dan posisinya mengenai masalah-masalah internasional ?” adalah penting karena Indonesia tidak terasing dan hidup menyendiri. Indonesia adalah bagian dari dunia yang semakin mengecil karena perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Untuk mengukur peran Indonesia di dunia saat ini, dan ke arah mana kebijakan politik luar negeri harus diarahkan, warganegara perlu memahami elemen-elemen penting hubungan internasional dan masalah-masalah dunia yang mempengaruhi kehidupan mereka serta keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Warganegara juga perlu memahami secara lebih baik mengenai peran organisasi pemerintah maupun nonpemerintah yang penting karena semakin banyak peran penting yang mereka mainkan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Pertanyaan kelima ”Apakah peran warganegara dalam demokrasi Indonesia ?” juga sangat penting. Kewarganegaraan dalam demokrasi konstitusional berarti bahwa setiap warganegara merupakan anggota yang setara dari suatu komunitas otonom dan memiliki hak-hak fundamental dan tanggung jawab. Warganegara hendaknya memahami bahwa melalui keterlibatan mereka dalam kehidupan politik dan civil society, mereka dapat membantu meningkatkan kualitas hidup di lingkungan sekitar mereka, masyarakat banyak, dan seluruh bangsa. Jika mereka menginginkan suara-suara mereka didengar, mereka harus menjadi warganegara yang aktif dalam proses politik. Walaupun pemilihan umum adalah elemen pokok dalam institusi demokratis, warganegara harus belajar bahwa di luar kegiatan tersebut, banyak kesempatan partisipasi yang masih terbuka. Akhirnya, mereka hendaknya mulai memahami bahwa pencapaian tujuan individu dan tujuan publik cenderung seiring dengan partisipasi mereka dalam kehidupan politik dan civil society. Mereka akan memiliki peluang lebih besar dalam mencapai tujuan-tujuan pribadi baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara bila mereka adalah warganegara yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab. Kecakapan Kewarganegaraan Komponen esensial kedua Civic Education dalam masyarakat demokratis adalah kecakapan kewarganegaraan (civic skill). Jika warganegara mempraktekkan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan dasar sebagaimana diwujudkan dalam lima pertanyaan sebagaimana diuraikan di muka, namun mereka pun perlu memiliki kecakapankecakapan intelektual dan partisipatoris yang relevan. Kecakapan-kecakapan intelektual kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kecakapan berpikir kritis tentang isu politik tertentu, misalnya, seseorang harus memahami terlebih dahulu isu itu, sejarahnya, relevansinya di masa kini, juga serangkaian alat intelektual atau pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan isu itu. Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warganegara yang berpengatuan, efekif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemamuan berpikir kritis. The National Standards of Civic and Government dan The Civic Framework for 1998 National Assessment of Educational Progress (NAEP) membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini adalah identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking, and defending positions on public issues (Branson, 1998:8). Civic Education yang bermutu memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang berarti pada sesuatu yang berujud seperti bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, monumen nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan. Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk memberi makna atau arti penting pada sesuatu yang tidak berujud seperti nilainilai ideal bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas, civil society, dan konstitusionalisme. Kemampuan untuk mengidentifikasi bahasa dan simbol-simbol emosional juga sangat penting bagi seorang warga negara. Mereka harus mampu menangkap dengan jelas maksud-maksud hakiki dari bahasa dan simbol-simbol emosional yang digunakan. Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh Civic Education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsifungsi dan proses-proses seperti sistem checks and balances atau judicial review menunjukkan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama. Civic Education yang bermutu berusaha mengembangkan kompetensi dalam menjelaskan dan menganalisis. Bila warga negara dapat menjelaskan bagaimana sesuatu seharusnya berjalan, misalnya sistem pemerintahan presidensil, sistem checks and balances, dan sistem hukum, maka mereka akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mencari dan mengoreksi fungsi-fungsi yang tidak beres. Warga negara juga perlu memiliki kemampuan untuk menganalisis hal-hal tertentu sebagai komponen-komponen dan konsekuensi cita-cita, proses-proses sosial, ekonomi, atau politik, dan lembaga-lembaga. Kemampuan dalam menganalisis ini akan memungkinkan seseorang untuk membedakan antara fakta dengan opini atau antara cara dengan tujuan. Hal ini juga membantu warga negara dalam mengklarifikasi berbagai macam tanggung jawab seperti misalnya antara tanggung jawab publik dan privat, atau antara tanggung jawab para pejabat – baik yang dipilih atau diangkat – dengan warga negara biasa. Dalam masyarakat yang otonom, warga negara adalah pembuat keputusan. Oleh karena itu, mereka perlu mengembangkan dan terus mengasah kemampuan mengevaluasi, mengambil, dan mempertahankan pendapat. Kemampuan itu sangat penting jika nanti mereka diminta menilai isu-isu yang ada dalam agenda publik, dan mendiskusikan penilaian mereka dengan orang lain dalam masalah privat dan publik. Di samping mensyaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab, efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tersebut jika meminjam istilah Branson (1998: 9) dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Interaksi (interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Berinteraksi adalah menjadi tanggap terhadap warga negara yang lain. Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan jujur. Memonitor (monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara. Akhirnya, kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi, mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan – baik proses-proses formal maupun informal – dalam masyarakat. Adalah sangat penting untuk membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan terus berlanjut selama masa sekolah. Murid yang paling muda, dapat belajar dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengumpulkan informasi, bertukar pikiran, dan menyusun rencanarencana tindakan sesuai dengan taraf kedewasaan mereka. Mereka dapat belajar untuk menyimak dengan penuh perhatian, bertanya secara efektif, dan mengelola konflik melalui mediasi, kompromi, atau menjalin konsensus. Murid-murid yang lebih senior dapat dan seyogyanya mengembangkan kecakapan-kecakapan memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik. Mereka hendaknya belajar bagaimana meneliti isu-isu publik dengan menggunakan perangkat-perangkat elektronik, perpustakaan, telepon, kontak personal, dan media. Menghadiri pertemuan-pertemuan publik mulai dari tingkat organisasi siswa (OSIS), komite sekolah, dewan pendidikan, dan dengar pendapat dengan anggota legislatif, sebaiknya juga menjadi bagian pengalaman pendidikan siswa tingkat sekolah menengah atas. Observasi ke pengadilan dan mempelajari tata kerja sistem peninjauan ulang hukum (judicial review) juga hendaknya merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan civic education mereka. Kendati demikian, pengamatan itu sendiri tidaklah memadai, murid-murid tidak hanya perlu disiapkan untuk pengalaman-pengalaman seperti itu, yang mereka butuhkan adalah peluangpeluang yang terencana dan terstruktur dengan baik agar dapat merefleksikan pengalaman-pengalaman mereka tadi di bawah bimbingan para pembina yang cakap dan pandai. Jika menghendaki agar warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan politik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah jam terbang mereka dalam kecakapan-kecakapan partisipatoris itu. Voting tentu merupakan alat yang penting dalam rangka mempengaruhi; tetapi ia bukanlah merupakan satu-satunya cara. Warga negara perlu belajar menggunakan cara-cara lain. Dalam kaitan ini Branson (1998:10) menjelaskan sebagai berikut. Voting certainly is an important means of exerting influence; but it is not the only means. Citizens also need to learn to use such means as petitioning, speaking, or testifying before public bodies, joining ad-hoc advocacy groups, and forming coalitions. Selain voting cara lain yang dapat dipergunakan warga negara untuk mempengaruhi jalannya kehidupan politik sebagaimana dikemukakan Branson adalah mengajukan petisi, berpidato, atau menunjukkan kebolehan di depan anggota-anggota badan publik, bergabung dengan kelompok-kelompok advokasi dan membentuk koalisi-koalisi. Sebagaimana halnya kecakapan-kecakapan interaksi dan memonitor, kecakapan mempengaruhi dapat dan seyogyanya dikembangkan secara sistematik. Watak Kewarganegaraan Komponen dasar ketiga dari civic education adalah watak kewarganegaraan (civic disposition) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi civil society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya membangkitkan pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan mandiri yang bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses. Secara singkat karakter publik dan privat itu dapat dideskripsikan sebagai berikut. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi kesadaran secara pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpaksaan atau pengawasan dari luar menerima tanggung jawab akan konsekuensi dari tindakan yang diperbuat dan memenuhi kewajiban moral dan legal sebagai anggota masyarakat demokratis. Memenuhi tanggung jawab personal kewargaanegaraan di bidang ekonomi dan politik. Tanggung jawab ini meliputi memelihara/menjaga diri, memberi nafkah dan merawat keluarga, mengasuh dan mendidik anak. Termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik, menggunakan hak pilih dalam pemilu, membayar pajak, menjadi saksi di pengadilan, kegiatan pelayanan masyarakat, melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu. Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka, bersikap sopan, menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesama warganegara, dan mengikuti aturan musyawarah mufakat dan prinsip mayoritas namun tetap menghargai hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana. Karakter ini merupakan bentuk sadar informasi sebelum menentukan pilihan atau berpartisipasi dalam debat publik, terlibat dalam diskusi yang santun dan serius, serta memegang kendali dalam kepemimpinan bila diperlukan. Juga membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi seseorang sebagai warganegara harus dikesampingkan demi memenuhi kepentingan publik dan mengevaluasi kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional diharuskan menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu. Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat. Karakter ini meliputi sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik, melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional, memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembagalembaga publik pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila ada kekurangannya. Karakter ini mengarahkan warganegara agar bekerja dengan cara-cara yang damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil dan tidak bjaksana. Pentingnya watak kewarganegaraan ini jarang sekali ditegaskan. Karakter publik dan privat yang mendasari demokrasi, dalam jangka panjang, mungkin lebih merupakan dampak dari pengetahuan atau kecakapan yang dikuasai warganegara. Hakim Learned Hand dalam pidatonya di New York pada tahun 1994 mengungkapkan pentingnya watak kewarganegaraan dalam kata-kata yang sekarang menjadi amat populer: Liberty lies in the hearts of men and women; when it dies there, no constitution, no law, no court can save it; no constitution, no law, no court can even do much to help it. While it lies there, it needs no constitution, no law, no court to save it (Branson, 1998: 12). Kebebasan terletak pada hati manusia, baik pria maupun wanita. Bila ia sirna maka tak ada konstitusi, hukum, dan pengadilan yang dapat menyelamatkannya. Bahkan konstitusi, hukum, dan pengadilan tak dapat berbuat apa-apa. Namun bila ia masih di sana, maka tak diperlukan lagi konstitusi, hukum, dan pengadilan untuk menjaganya. DAFTAR PUSTAKA Bahmueller, C.F. dan Patrick, J.J. 1999. Principles and Practices of Education for Democratic Citizenship; International Perspectives, Bloomington: the ERIC Adjunct Clearinghouse for International Civic education. Budimansyah, Dasim. 2007. UUD 1945: Bahan Pengayaan Pendidikan Kewaraganegaraan, Bogor: CV Regina. Budimansyah, Dasim dan Syaifullah (ed). 2006. Pendidikan Nilai-Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Laboratorium PKn UPI. Cogan, J.J. dan Derricott,R. 1998. Citizenship for the 21st Century; An International Perspective on Education,London: Kogan Page. Kerr, David. (1999). Citizenship Education: An International Comparrison. England: nfer, QCA. ---------------. (1999). Citizenship Education in the Curriculum: An International Review. England: nfer, QCA. Suryadi, Ace. 2002. Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan, Jakarta: PT Balai Pustaka. Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2003. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru, Bandung: PT Genesindo. Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah (2009). Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional: Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Widya Aksara Press. Tilaar, HAR. 2003. Kekuasaan dan Pendidikan, Magelang: Indonesiatera. PAGE PAGE 1 ? @ A Q R S V W Õ Ö × Ù Ü ô õ ö ¨ òâÖÊ»¬»Ê » Ê »•ŒÖŒÖŒÖŒ~u~g~[OÖ h S• CJ hW*m 5 •OJ QJ h‡tE hW*m 0J 5 •OJ QJ hW*m *m 5 •OJ QJ U hÛuœ 5 •OJ QJ hƒ+f hÛuœ OJ QJ aJ hƒ+f hW*m CJ OJ QJ aJ hƒ+f hÛuœ *m CJ OJ QJ aJ hƒ+f hÛuœ 5 •OJ QJ hƒ+f hÛuœ 5 •CJ$ OJ QJ aJ$ hÛuœ 5 •CJ$ OJ QJ j § Æ Ç È É Ê Ï õ 4 c • ¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨ ÷ ÷ í í í í ÷ ÷ ÷ ÷ ã ã ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ $ ¤ a$ gd S• $ ¤ a$ gdÛuœ Ê Ò × Ø Ù ã C t Ê Ï i 2 j } ƒ 4 3 Å • OJ QJ aJ hƒ+f 5 •OJ QJ j hW QJ hÛuœ CJ OJ CJ OJ QJ aJ hW aJ$ ž - @ A Ÿ Q ¡ í ÷ ÷ ÷ ÷ ÷ $ a$ gdÛuœ ¨ © " # R d ÷ µ ï ‘" ï ¾ ¾ ¨ $ ¨ „Ð dh ù# â Å( ¨ ¤ ÷ â ¾ ¤ ÷ ÷ Î ¨ ¨ [$ \$ `„Ð a$ gd£ à Π¨ „ - „ dh ]„ ^„ gdi „ „ „Ð dh ]„ ^„ `„Ð gdjWs $ ¹ ô , @ B C Ÿ ´ º É â dh × ¤ Ø a$ gdÀD! Ù â $ a$ gd® Ë ã ´ $ a$ gdÛuœ ¨ Ò Ö µ ¶ ïâïÕɹ©¡™¡™™…}q}q}dVdVKA ü}ì hi - 6 •OJ QJ ^J hü}ì hi - OJ QJ ^J hi - hi - 6 •OJ QJ hTf¥ OJ QJ ^J hTf¥ 6 •OJ QJ ^J h hi - OJ QJ hjWs OJ QJ h»'å h»'å 6 •OJ QJ h»'å OJ QJ h ¯ OJ QJ h S• h«"o 5 •CJ OJ QJ aJ h S• h S• 5 •CJ OJ QJ aJ h€}ü CJ OJ QJ aJ QJ aJ$ h S• 5 •CJ OJ QJ aJ hƒ+f hÛuœ 5 •CJ OJ @ † t hÛuœ 5 •CJ$ OJ QJ aJ u Ž £ ¤ ¾ D s ÷ 4 ! " # * D Q R ^ ‡ œ à á ¶ óåó×Çó¹¯óåóåóå󯥚ŒšŒ€q_qSq h£ à B* OJ QJ ph # hh€ h£ à 6 •B* OJ QJ ] •ph hh€ h£ à B* OJ QJ ph hTf¥ B* OJ QJ ph h S• h S• 5 •OJ QJ ^J hˆ K 5 •OJ QJ ^J h S• OJ QJ ^J hi - OJ QJ ^J hjWs hjWs 6 •OJ QJ ^J - hü}ì hi - 5 •OJ QJ \ •^J hjWs hi - OJ QJ \ •^J hü}ì hi - 6 •OJ QJ ^J hü}ì hi OJ QJ ^J ¶ ½ ã è é ‹ ’ _ l v c d ‡ ˆ ¡ ¯ µ ¶ » ¾ È Ó ß û ´ µ î ï — • €- ’- ß- ê- íÞíÌÞíÌ·ÞíÞ¥íÞ™Þ̈|Þm¥|Þa|Þ|Þ™Þ™Þ¥ÞˆÞ¥ hå!` B* OJ QJ ph hTf¥ 6 •B* OJ QJ ] •ph hTf¥ B* OJ QJ ph hjWs h£ à B* OJ QJ \ •ph h£ à B* OJ QJ ph # hh€ h£ à 6 •B* OJ QJ ] •ph ) hh€ h£ à 5 •6 •B* OJ QJ \ •] •ph # hh€ h£ à 5 •B* OJ QJ \ •ph hh€ h£ à B* OJ QJ ph # hjWs h£ à 6 •B* OJ QJ \ •ph &ê- [ aœ £•" ‘" ä" ÿ" Z# …# ô# ø# ù# Ä( Å( Æ( ø( ) -* Ì* Í* Ð* ”+ Ë+ Ñ+ ð+ ó+ , , , , 9, H, h. ‡. Ž1 ›1 $4 ðÞðÞðÒðÞ ðÆð´ð©¡”‰¡‰‰y‰y‰m‰m‰”¡am‰y‰m‰ hˆ K h¡y« 5 •OJ QJ h¥{« h¡y« 6 •OJ QJ hfLx OJ QJ h¡y« OJ QJ h¥{« h¡y« OJ QJ h¥{« h¡y« OJ QJ ^J h£ à OJ QJ hëgµ h£ à OJ QJ # h€ h£ à 5 •B* OJ QJ \ •ph hfLx ph # hh€ h£ à 6 •B* OJ QJ ] •ph h€ h£ à B* OJ QJ ph &Å( , , F •F ›F lH ¼N ÜP šT V ÛZ ý` é Ú Ú Ú Ú Ú Ú Ú Ú Ú Ë ¿ $ „ ^„ a$ gd¡y« hB* OJ QJ ph h9, ÷. Ö1 6 ¦b §c ô Ú Ú é Ú h£ à B* OJ ^9 C; é _> QJ žA Ú é Ú Ú € $ „ dh `„ a$ gd¡y« $ $ $ A; „Ð dh `„Ð a$ gd¡y« dh a$ gd£ à dh a$ gd¡y« $4 14 å4 ò4 }5 Š5 ñ5 C %C pE }E wF xF €F •F ›F ³F ÂF 6 G -8 )8 •8 •8 4; G }J «J °J øJ 9K ¯K ÃK ÒK ×L æL ªM ·M éN øN wO ŠO •O ŸO ÜP ëP »Q ÑQ ÔQ ÕQ (W 5W ˜W £W ¥W ¯W µW ÀW ÍW ØW 7Y AY DY IY ÕY ßY óèóèóèóèóèóèóèóèóèàè×Ëèóèóèóèóèóèóèóèóèóèóèóèóèóèóèóè½è½ è½±½±½±¨±½ h¡y« OJ QJ ] • h¥{« h¡y« OJ QJ ] • h¥{« h¡y« 6 •OJ QJ ] • hˆ K h¡y« 5 •OJ QJ hrAË 5 •OJ QJ hrAË OJ QJ h¥{« h¡y« OJ QJ h¥{« h¡y« 6 •OJ QJ BßY Z Z A_ P_ •_ Ÿ_ ý` Ñe âe >g Kg ûh »a Áa ¦b §c ¨c i òi -j ¯j Îj ¯c µc pe qe re ˆe £e ²e k k k .k Dk Ek – k ïl *m 9n Tn Un Šn „»„s„»„ h¡y« 5 •OJ QJ ‘p Óp óåóåóåóÚÎÚÎÆ»¯»§œ»¯»¯»¯»¯»„»|»§|§»§„» h´# OJ QJ h¡y« 5 •OJ K h¥{« h¡y« 5 •OJ QJ QJ h¥{« h£ à OJ QJ hˆ h¡y« OJ QJ h¥{« h¡y« 6 •OJ QJ h¥{« h¡y« OJ QJ hjWs OJ QJ hÍrÌ h¡y« 6 •OJ QJ hÍrÌ h¡y« OJ 6 •OJ QJ ] • h¥{« h¡y« OJ QJ ] • §c ¨c qe re ˆe ži òi -j Ek – k ïl *m 9n Šn ‘p Óp ð ð ð Ö Ö ¿ ¬ ¿ † • † QJ h¥{« h¡y« å • † • $ & F Æ „h dh ^„h a$ gd¡y« h „h dh ^„h a$ gd¡y« h „`ú dh `„`úa$ gd¡y« $ & F Æ $ $ „h „˜þ dh ^„h `„˜þa$ gd¡y« $ $ „Ð dh dh `„Ð a$ gd¡y« a$ gd£ à $ „ Ûv Üv dh `„ a$ gd¡y« w aw °w ²w ³w Óp Íw q x q x Yt Su hu °v ±v Ëv Ùv x õíõßÓõÄ·§šŠ‚wkw‚_RAR9 Úv hwD7 OJ QJ ! hŠ u hŠ u 5 •6 •OJ QJ \ •^J hŠ u CJ OJ QJ aJ h~6q hjWs 6 •OJ QJ hŠ u 5 •OJ QJ h~6q hjWs OJ \ •^J QJ hjWs OJ QJ h€}ü hÀ ¸ 5 •CJ OJ QJ aJ h€}ü 5 •CJ OJ QJ aJ h€}ü h€}ü 5 •CJ OJ QJ aJ h S• 5 •CJ OJ QJ aJ hÀD! hÀD! CJ OJ QJ aJ h¥{« h¡y« OJ QJ ] • h¥{« h¡y« 6 •OJ QJ ] • h´# OJ QJ h¥{« h¡y« OJ QJ ´v µv ¶v ·v ¸v ¹v ºv »v ¼v Ø Ó á ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ Óp Ór Yt hu iu °v ±v ²v ³v ½v ¾v ¿v Àv ð á Æ ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ ¼ $ ¤ a$ gdZy› $ dh ¤ a$ gdÀD! gd¡y« „h ^„h gd¡y« $ „Ð dh `„Ð a$ gd¡y« $ „h dh ^„h a$ gd¡y« Ëv Úv Ûv Üv ²w ³w x õ õ õ õ å Ó Àv Áv Âv Ãv Äv Åv Æv Çv Èv Év Êv x ¥x ¦x õ õ õ õ õ õ õ õ õ å à ³ ³ à $ „„ „|ü^„„ `„|üa$ gdwD7 $ „h „˜þ^„h „Èû ¤ ^„8 `„Èûa$ gdZy› $ „„ „|ü^„„ `„|ü `„˜þa$ gdZy› $ „8 a$ gdjWs $ ¤ a$ gdZy› x %x 8x ?y ty ˆy ¡y áy ìy öy ÷y øy Ex †x ¥x ¦x Éx y 'y )y *y z 6z Xz ~z ³z h Êz Ëz ÷z õíõáõÔõáõÌ¿õáõ³¥³õ¥™•}•qaq•U ) CJ OJ QJ hÒ_„ hÒ_„ 6 h uE h uE 6 aJ h~6q J \ •^J aJ •CJ •CJ hwD7 OJ QJ aJ OJ QJ aJ 6 •OJ QJ h hÒ_„ CJ h uE CJ h~6q OJ QJ aJ OJ QJ aJ hwD7 OJ QJ h hÍe¨ CJ OJ QJ hŠ u 5 •OJ Q hwD7 OJ QJ hwD7 5 •OJ QJ \ •^J h~6q hwD7 6 •OJ QJ h $‘ OJ QJ h~6q hwD7 OJ Ìz {{ |{ Â{ Ã{ Å{ Æ{ È{ Ð Ð ¾ ¾ ¾ ² ² ² $ ¤ a$ gdZy› $ QJ É{ ¾ „8 ¦x )y *y ˆy Ë{ Ì{ Î{ ï ¾ ´ ² ² „Èû ¤ ÷y øy Sz ß Tz ¾ Ëz ¾ ´ ^„8 `„Èûa$ gdZy› ² ² „„ „|ü ¤ ^„„ `„|ügdwD7 $ „h „˜þ^„h `„˜þa$ gdZy› $ „„ „ |ü^„„ `„|üa$ gdwD7 ÷z \{ {{ |{ •{ §{ Á{ Ã{ Ä{ Æ{ Ç{ É{ Ê{ Ì{ Í{ Ï{ Ð{ Ö{ ×{ Ø{ Ú{ Û{ á{ â{ ã{ ä{ å{ ç{ è{ í{ î{ ï { ïã×Ë»Ë׳¯³¯³¯³¯¥Ÿ¥Ÿ›¥Ÿ¥¥Ÿ›¯›Œ× hÎy± hå>Ç 0J j hŠ u hŠ u 6 •CJ aJ h hW*m 0J mH hå>Ç 0J U OJ QJ aJ nH u hå>Ç hÊeå j hÊeå U hŠ u CJ OJ QJ aJ h€}ü CJ OJ QJ ) CJ OJ QJ aJ h ) h ) 6 •CJ OJ QJ aJ Î{ Ï{ Ø{ Ù{ Ú{ å{ æ{ ç{ è{ é{ ñ è ý ý ý ý ý ý Þ $ ¤ a$ gdZy› ê{ ë{ ì{ ñ ý í{ î{ è ï{ ý ý ý „h ]„h gdOaË „øÿ „ &`#$ gdßb• °à=!° "° #• $• %° °Ð ? 0 °Ð P 1•h :pOaË °Ð/ •Ð Dp ^ 2 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ 0 @ ! sH! tH! P P P P P P P ` p ` p ` p ` p ` p ` p ` p @ `ñÿ € € € € € € € @ • • • • • • • À À À À À À 8 Ð Ð Ð Ð Ð Ð X à à à à à à ø À ð ð ð ð ð ð 2 V ~ Ð ( à ð Ø è _H mH! nH N o r m a l CJ _H D A`òÿ¡ D aJ mH! sH! tH D e f a u l t P a r a g r a p h F o n t R i óÿ³ R T a b l e N o r m a l l 4Ö aö ( k ôÿÁ ( N o ö 4Ö L i s t 4 @ ò 4 OaË Æ à À! F o o t e r . )@¢ . OaË P a g e N u m b e r > >@ > •zå T i t l e $ a$ 5 •OJ QJ \ •^J > Q@ " > •zå B o d y T e x t 3 ¤x CJ aJ H C@ 2 H •zå B o d y T e x t I n d e n t „h ¤x ^„h j š ³ C j ¦aM T a b l e G r i d 7 :V @ J R @ Ö0 ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÀD! S u b t i t l e $ a$ 5 •OJ QJ \ •4 b 4 f Æ à À! H e a d e r L T@ r L i B l o c k T e x t - $ „Ð „Ð 7$ 8$ ]„Ð ^„Ð a$ > Z@ ‚ > £ à P l a i n T e x t ¤d ¤d [$ \$ 2 B@ ’ 2 Ûuœ B o d y T e x t ¤x @ þ ¢ ¡ @ Ûuœ B o d y T e x t C h a r CJ aJ tH 6 U@¢ ± 6 W*m H y p e r l i n k >* B* ph ÿ PK ƒÐ¶Ørº(¥Ø΢Iw},Ò ä±-j„4 ! ‚Š¼ ú [Content_Types].xml¬‘ËjÃ0 E÷…þ Éßwì¸Pº -t# bΙ{U®•ã “óTéU^h…d}㨫ôûî)»×*1P ƒ'¬ô “^××Wåî 0)™¦Též9< “l•#¤Ü $yi} å ; À~@‡æ¶(îŒõÄHœñÄÐuù* D× zƒÈ/0ŠÇ° ðûù $€˜ X«Ç3aZ¢Ò Âà,°D0 j~è3߶Îbãí~ i>ƒ ØÍ 3¿\`õ?ê/ç [Ø ¬¶Géâ\•Ä!ý-ÛRk.“sþÔ»•. .— ·´aæ¿-? ÿÿ PK ! ¥Ö§çÀ 6 _rels/.rels„•ÏjÃ0 ‡ï…½ƒÑ}QÒà %v/¥•C/£} á(•h" Û ëÛOÇ » „¤ï÷©=þ®‹ùá”ç šª ÃâC?Ëháv=¿‚É…¤§% [xp†£{Ûµ_¼PÑ£<Í1 ¥H¶0• ˆÙO¼R®BdÑÉ ÒJEÛ4b$§‘q_טž à6LÓõ R×7`®¨Éÿ³Ã0ÌžOÁ¯,åE n7”Liäb¡¨/ãS½¨eªÔ-е¸ùÖý ÿÿ PK ! ky– ƒ Š theme/theme/themeManager.xml ÌM à @á}¡w•Ù7c»(Eb²Ë®»ö Cœ AÇ ÒŸÛ×åãƒ7Îß Õ›K Y,œ ŠeÍ.ˆ·ð|,§ ¨ÚH Å,láÇ æéx É´ ßIÈsQ}#Õ…­µÝ Öµ+Õ!ï,Ý^¹$j=‹GWèÓ÷)âEë+& 8ý ÿÿ PK ! –µ-â– P theme/theme/theme1.xmlìYOoÛ6 ¿ Øw toc'v uŠØ±›-M Än‡-i‰– ØP¢@ÒI} Ú〠úa‡ Øm‡a[ Ø¥û4Ù:l Я°GR’ÅX^’6ØŠ­>$ ùãûÿ-©«×îÇ !)OÚ^ýrÍC$ñy@“°íÝ-ö/­yH*œ ˜ñ„´½)‘Þµ÷ß»Š×UDb‚`}"×qÛ‹”J×—– ¤ ÃX^æ)I`nÌEŒ ¼Šp) ø èÆli¹V[]Š1M<”à ÈÞ ©OÐP“ô6râ= ¯‰’zÀgb I g…Á u••SÙe bÖö€OÀ†ä¾ò ÃRÁDÛ«™Ÿ·´qu ¯g‹˜Z°¶´®o~ÙºlAp°lxŠpT0­÷ ­+[ } `j-×ëõº½zAÏ °ïƒ¦V–2ÍF•-ÞÉi– @öqžv·Ö¬5\|‰þʜ̭N§Óle²X¢ d søµÚjcsÙÁ •Å7çð•Îf·»êà ÈâWçðý+­Õ†‹7 ˆÑä` - ÚïgÔ È˜³íJø À×j |†‚h(¢K³ óD-Šµ ß㢠dXÑ ©iJÆ؇(îâx$(Ö ð:Á¥ ;ä˹!Í I_ÐTµ½ S 1£÷êù÷¯ž?EÇ ž ?øéøáÃã ?ZBΪmœ„åU/¿ýìÏÇ£?ž~óòÑ ÕxYÆÿúÃ'¿üüy5 Òg&΋/ŸüöìÉ‹¯>ýý»G ðMGeøÆD¢›ä íó $”8ÁšK ýžŠ ôÍ)f™w 9:ĵà å£ x}rÏ x ‰‰¢ œw¢Ø îrÎ:\TZaGó*™y8IÂjæbRÆíc|XÅ»‹ Ç¿½I u3 KGñnD 1÷ N 3Vq%'#q¾ à ÓòŠÍ IB Òsü€• íîRêØu—ú‚K>Vè.E L+M2¤#'šf‹¶i ~™Vé þvl³{ u8«Òz‹ ºHÈ Ì*„ æ˜ñ:ž( W‘ ☕ ~ «¨JÈÁTøe\O*ðtH G½€HYµæ– }KNßÁP±*ݾ˦±‹ Š-TѼ9/#·øA7ÂqZ… Ð$*c? ¢ íqU ßån†èwð N ºû %Ž»O¯ ·ièˆ4 =3 Ú—Pª• ÓäïÊ1£P•m \\9† øâëÇ ‘õ¶ âMØ“ª2aûDù]„;Yt»\ ôí¯¹[x’ì eW÷ ¶)6-r¼°C-SÆ jÊÈ išd ûDЇA½Îœ óùç]É}Wr½ÿ|É]”Ïg-´³Ú IqbJ#xÌ꺃 6kàê#ª¢A„Sh°ëž& ÊŒt(QÊ% ìÌp%m‡&]ÙcaS l=•XíòÀ ¯èáü\P•1»Mh Ÿ9£ Mà¬ÌV®dDAí×aV×B™[݈fJíP |8¯ Ö„ AÛ V^…ó¹f ÌH ín÷ÞÜ-Æ é" á€d>ÒzÏû¨nœ”ÇŠ¹ €Ø©ð‘>ä•bµ ·– &û ÜÎâ¤2»Æ v¹÷ÞÄKy ϼ¤óöD:²¤œœ,AGm¯Õ\nzÈÇiÛ Ã™ -ã ¼.uχY C¾ 6ìOMf“å3o¶rÅ Ü$¨Ã5…µûœÂN H…T[XF64ÌT ,Ñœ¬üËM0ëE)`#ý5¤XYƒ`øפ ;º®%ã1ñUÙÙ¥ m;ûš•R>QD ¢à •ØDìcp¿ UÐ' ®&LEÐ/p¦­m¦Üâœ%]ùöÊàì8fi„³r«S4Ïd 7y\È`ÞJân•² åίŠIù R¥ Æÿ3Uô~ 7 +ö€ ׸ #¯m q¨BiDý¾€ÆÁÔ ˆ ¸‹…i *¸L6ÿ 9ÔÿmÎY &­áÀ§öiˆ …ýHE‚=(K&úN!VÏö.K’e„LD•Ä•© {D ê ¸ª÷v E ꦚdeÀàNÆŸûžeÐ(ÔMN9ßœ Rì½6 þéÎÇ&3(åÖaÓÐäö/D¬ØUíz³<ß{ËŠè‰Y ›Õȳ ˜•¶‚V–ö¯)Â9·Z[±æ4^næ ç5†Á¢!Já¾ é?°ÿQá3ûeBo¨C¾ µ Á‡ M  ¢ú’m<•.•vp •“ ´Á¤IYÓf­“¶Z¾Y_p§[ð=alÙYü}Nc Í™ËÎÉÅ‹4vfaÇÖvl¡©Á³'S †ÆùAÆ8Æ|Ò*•uâ£{àè¸ßŸ0%M0Á7%¡õ ˜<€ä· ÍÒ¿ ÿÿ PK ! ÑŸ¶ ' theme/theme/_rels/themeManager.xml.rels„•M Â0 „÷‚w ooÓº ‘&ÝˆÐ­Ô „ä5 6?$Qìí ®, .‡a¾™i»—•É c2Þ1hª :é•qšÁm¸ìŽ@R N‰Ù;d°`‚Žo7í g‘K(M&$R(.1˜r 'J“œÐŠTù€®8£•Vä"£¦AÈ»ÐH÷u} ñ› |Å$½b {Õ –Pšÿ³ý8 ‰g/]þQAsÙ… (¢ÆÌà#›ªL Ê[ººÄß ÿÿ PK ! ‚Š¼ ú [Content_Types].xmlPK ! ¥Ö§çÀ 6 + _rels/.relsPK ! ky– ƒ Š theme/theme/themeManager.xmlPK ! – µ-â– P Ñ theme/theme/theme1.xmlPK ! ÑŸ¶ ' › theme/theme/_rels/themeManager.xml.relsPK ] – <?xml version="1.0" encoding="UTF-8" standalone="yes"?> <a:clrMap xmlns:a="http://schemas.openxmlformats.org/drawingml/2006/main" bg1="lt1" tx1="dk1" bg2="lt2" tx2="dk2" accent1="accent1" accent2="accent2" accent3="accent3" accent4="accent4" accent5="accent5" accent6="accent6" hlink="hlink" folHlink="folHlink"/> ïs ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿÿÿ ÿÿ ïs ÿÿÿÿ $ ê- ¶ $ $4 $ ßY ' Óp x ¨ ÷z ï{ > A B C D F G I L N ¨ 2 Å( ïs §c Óp X ÿ € Àv ¦x Î{ ï{ ? @ E H J K M O õ - ' €€€ ÷ !• ! ÿ•€ ð’ ð ð ð ðB ð8 ð ð @ -ñ ð0 ð( ÿÿ ÿ S ð- ¿ Ë ÿ ð ïs Å Ï Ö Ù ô 4 • © @ C U V ´ µ É Ê t u £ ¤ ¾ ¿ s t D H J R œ ¿ è ê ? ’ ” l ? É A Ò ÷ ø P Ô µ ž à R Ù S â W ã i U j W } ¹ ƒ º 4 5 d e ! # ¶ á ½ p v x c d ‡ ˆ ¡ £ ¶ ½ ¾ È Ò Ú ß é “ ” ´ µ î ï • ž ’ • ê ë a b — ˜ • ‘ ÿ “ ” ô ù Ä Æ ! ! ó# ô# $ $ $ $ H$ J$ ¬% ®% ›) •) ª* «* 1, 2, ò, ó, Š- ‹. . ª. «. Ñ. Ò. ñ. ò. #/ $/ P/ R/ ½/ À/ )0 ,0 •0 ™0 ]1 ^1 '2 (2 ñ2 ò2 A3 C3 ñ4 ò4 °5 ±5 ^6 _6 ñ6 ò6 Z8 [8 ñ8 ò8 •9 ž9 %; '; }= •= ß= à= ç= é= ñ= ó= w> y> ~> •>  > Ã> ? ? ? ? «@ ¬@ «B ¬B øB úB ¯C ±C ÒC ÓC æD çD QE RE ·E ¹E øF ùF oG pG ŠG ‹G ŸG G ÛH ÜH ëH ìH »I ¼I ÏI ÑI ÔI ÕI kJ lJ òK óK ™L šL òM óM òN ôN 5O 7O £O ¥O ¯O ±O ÀO ÂO ØO ÚO AQ CQ IQ JQ ßQ àQ R R ÚR ÛR òT óT ñU òU PW RW ŸW W üX ýX ÁY ÂY §[ ¨[ µ[ ¶[ p] r] ‡] ˆ] ²] ³] â] ä] ^ ¢^ K_ M_ a a •a ža -b $b Dc Ec «h ¬h i i Sm Tm hm im ¬m -m °n Ën Ùn Ün ao co °o ³o p p p p %p *p 8p ?p Cp Dp ¥ p ¦p q q 'q *q ‡q ˆq áq ãq öq øq 6r 8r Sr Tr Xr ]r ³r ½r Êr Ìr ñr ÷r Ms Vs ^s gs ws |s §s ©s Ás Ãs Ãs Ås Ås Æs Æs Ès És Ës Ìs Îs Ïs çs ès ðs ? A P R i j ¦ § Å Ê Î Ï ô 3 4 b c œ © É Ê Ñ Ò Ö Ù â ã B C s u ! # Q R c d ´ µ î ï • ‘ ø ù Ä Æ $ $ 8$ 9$ ö& ÷& Õ) Ö) . . ]1 ^1 B3 C3 ^6 _6 •9 ž9 •> •> š> ›> k@ l@ »F ¼F ÛH ÜH ™L šL N N ÚR ÛR üX ýX ¥Z ¦Z ¦[ ¨[ p] r] ‡] ˆ] •a ža ña òa b $b Dc Ec •c – c îd ïd )e *e 8f 9f ‰f Šf •h ‘h Òh Óh Òj Ój Xl Yl gm im ¯n Ën Ùn Ün ±o ³o p p ¤p ¦p (q *q ‡q ˆq öq øq Rr Tr Êr Ìr zs |s Ás Ãs Ãs Ås Ås Æs Æs Ès És Ës Ìs Îs Ïs çs ès ðs A # * E Q Ò Q R S V W } ƒ ô 3 Ó Êr ðs zs Âs Ãs Ãs Ås Ås Æs Æs Ès És Ës A Q R S V W } ƒ ô 3 # Ìs Îs * Ïs E ×s Ús Q äs Ò Ó Tr Êr ý,<rª ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ „Ü „ „p „@ „˜þ Æ ^„@ `„˜þ‡h „ zs ÿ ÿ ÿ " Ót ÿ ÿ ÿ „˜þ Æ „˜þ Æ „Lÿ Æ Ãs Ãs Ås Ås Æs Æs ðs R/ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ü•Eo:¹ [ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ } ÙpªåTœÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ 1¾Nÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ …+PvpYøpÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ -oÍvøºj" ÿ ÿ t Ü ^„Ü `„˜þo( ‡h ˆH . t ^„ `„˜þo( ‡h ˆH . ’ t p ^„p `„Lÿ‡h ˆH . • t @ ˆH . • t Ès És Ës Ìs Îs Ïs çs ès „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h „à „° „€ „P „ „â „² „‚ „˜þ Æ ^„‚ `„˜þ‡h „R ˆH „Lÿ Æ „˜þ Æ „˜þ Æ „Lÿ Æ „˜þ Æ „˜þ Æ „Lÿ Æ . ^„à ^„° ^„€ ^„P ^„ â ^„â ² ^„² ’ `„Lÿ‡h `„˜þ‡h `„˜þ‡h `„Lÿ‡h `„˜þ‡h `„˜þ‡h `„Lÿ‡h . • à ° € P t ˆH ˆH ˆH ˆH ˆH ˆH ˆH . . . . ) . . ‚ ˆH h • • ’ • ’ t t t h h h h „˜þ Æ R ^„R `„˜þ‡h ˆH . ’ „" „Lÿ Æ " ^„" `„Lÿ‡h „ò „˜þ Æ ò ^„ò `„˜þ‡h „ „˜þ Æ Â ^„ `„˜þ‡h „’ „Lÿ Æ ’ ^„’ `„Lÿ‡h Ð „˜þ Æ Ð ^„Ð `„˜þo( . „ „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h „p „Lÿ Æ p ^„p `„Lÿ‡h „@ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þ‡h ˆH . € „ h ˆH ˆH ˆH ˆH . . . . • ’ . . ‚ € „ € ˆH ˆH h h h „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h ˆH . ‚ „à „Lÿ Æ à ^„à `„Lÿ‡h „° „˜þ Æ ° ^„° `„˜þ‡h „€ „˜þ Æ € ^„€ `„˜þ‡h „P „Lÿ Æ P ^„P `„Lÿ‡h „˜þ Æ ^„ `„˜þOJ QJ o( „p „˜þ Æ p ^„p `„˜þOJ QJ „@ „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH §ð ˆH ˆH ˆH ˆH ‡h ^J • . . . . ˆH o( ‡h € € ‚ h §ð ˆH h • o „ h • „ h „˜þ Æ ^„ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH ·ð • h ^„à `„˜þOJ QJ ^J o( ‡h ˆH o • Æ ° ^„° `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH §ð • „˜þ Æ € ^„€ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH ·ð „P „˜þ Æ P ^„P `„˜þOJ QJ ^J o( ‡h ˆH „ „˜þ Æ ^„ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH §ð h ^„ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH §ð • p ^„p `„˜þOJ QJ ^J o( ‡h ˆH o • „˜þ Æ @ ^„@ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH §ð • h „à h „˜þ Æ „° h • o à „˜þ „€ h • h „ h h „ „˜þ Æ „p „˜þ Æ „@ „˜þ Æ ^„ `„˜þOJ QJ ^„à `„˜þOJ Æ ° ^„° „˜þ Æ € „P „˜þ Æ „ `„˜þOJ QJ ^„8 `„˜þo( QJ o( ‡h „Ø „¨ o( ‡h ˆH ·ð • h QJ ^J o( ‡h ˆH o • `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH §ð • ^„€ `„˜þOJ QJ o( ‡h ˆH ·ð P ^„P `„˜þOJ QJ ^J o( ‡h ˆH „˜þ Æ ^„ o( ‡h ˆH §ð . h „ ˆH §ð ‚ „Lÿ Æ Ø ^„Ø `„Lÿ‡h ˆH . „à h „˜þ Æ „° h • o à „˜þ „€ h • h „8 „˜þ Æ € „˜þ Æ 8 ^„ `„˜þOJ „˜þ Æ ¨ ^„¨ `„˜þ‡h „x „H „ „è „¸ ˆH . € „˜þ Æ x ^„x `„˜þ‡h „Lÿ Æ H ^„H `„Lÿ‡h „˜þ Æ ^„ `„˜þ‡h „˜þ Æ è ^„è `„˜þ‡h „Lÿ Æ ¸ ^„¸ `„Lÿ‡h ü•Eo …+Pv ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ -º4û uD ´# ú- ¡ •Q- „n ˆH ˆH ˆH ˆH ˆH . . . . . " Ót ÿÿ ‚ € € ‚ R/ý, } Ùp -oÍv ÿÿÿ HI@-2 Q:‚ å Žw ÀD! ‹p! 3[" |s" ~2# ¿x Fv „ … n ) \q* i - &#. 01 [33 C 5 %;5 ¼H5 ˜*6 wD7 ¸+8 ·a: iE; U > f? %D Ì E uE OlH BI 0^I ½ J ˆ K •M ¦aM ¦#O ºkR zOT ¾W -AX QZ ° [ Ì \ J\ íG] å!` ¨&a œ c 6 d w\d Å e h•e f ADi Žhl W*m «"o ¡^o ÔSq œ^r b s jWs ”@t ÌWt Š u fLx ƒgz Í € r.‚ Ò_„ yc„ V=‡ eBˆ u!• U– Tf— 6 ™ Zy› Ûuœ ÷ dŽ S• ° ‘ $‘ ßb• ¡ —p¤ Tf¥ \<¨ Íe¨ îv© Q ª ¡y« $ ¬ $J¬ nO® ¯ da¯ Îy± : ³ À ¸ ^¸ _º p ½ ½>½ ´7¾ À ç Á Þ{ â t® æ ¯ à £ à X!à ²,Ä ´~Ä +K× • Ü m Ü ísÜ RIÝ ½xâ »'å ò [ò xXó Õ ÿ@ € @ @ k n o w n ÿÿ G-• R o m a n 5-• ynÆ å>Ç Ï\Ç 6/Ê ® Ë rAË OaË ŒYÌ \4Í X Ñ G^Ñ åzÑ ÏXÔ ÌFÕ Êeå •zå §Uê Tgê 2í ô ˜nô $wù ä|ú â)û ävü €}ü Ûfý m þ ž/þ Ãs Ås 8 @ @ ïs X @ ÿÿ U n ÿÿ ÿÿ ÿÿ ÿÿ ÿÿ ï* àAx À ÿ T i m e s N e w € S y m b o l 3.• ÿ* àCx À ÿ A r i a l K-• ‡ à @ P a l a t i n o L i n o t y p e 5.• ÿ* á[` À) ÿ T a h o m a A.• ‡ Ÿ A r i a l N a r r o w ; Ÿ • € ÿ* àCx À N e w A-• M a t h " 1 ˆ ðÐ áF ‚ãF 4 G |b ï h ; ´ ´ •• 4 ÿ ë B ^Ò d W i n g d i n g s ?=• C o u r i e r Ÿ C a m b r i a G |b ˆs ; Ò ˆs 2ƒq ð ! ð üý HP ðÿ ? ä ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ•ÿÿÿ• ! x x L I T I K P E N D I D I K A N B u d i m a n s y a h S O N Y À 2 ÿÿ $ P O þÿ Ì $ à…ŸòùOh «‘ Ø è +'³Ù0 h ø ˆ • ¬ ¸ 0 < H P PENDIDIKAN - X ` - ä - POLITIK Budimansyah Microsoft Office Word @ 8ªC @ ä´ ŽÊ @ Normal J\ƧÄÊ - SONY G - 7 |b - þÿ . “— +,ù®D ÕÍÕœ. “— +,ù®@ ü ÕÍÕœ h œ ¼ p ¤ | ¬ „ ´ Œ ” Û ä - UPI Ò ; ˆs - POLITIK PENDIDIKAN - Title ¸ 8 @ _PID_HLINKS ä A p _ z m a i l t o : b u d i m a n s y a h @ u p i . e d u Þ - ! . @ " / A # 0 B $ 1 C % 2 D & 3 ' 4 ( 5 ) 6 * 7 + 8 J , 9 K : L ; < = > ? G H I M N O P þÿÿ ÿR S T U V þÿÿÿZ [ \ ] ^ _ ` a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y þÿÿÿ{ | } ~ • € • þÿÿÿƒ „ … † ‡ ˆ ‰ þÿÿÿýÿÿÿýÿÿÿ• þÿÿÿþÿÿÿþÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿR o o t E n t r y ÿÿÿÿÿÿÿÿ À F `× Ì§ÄÊ • € D a t a ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ e E W F X Q 1 T a b l ÿÿÿÿ o c u m e n t a t i o n z t i o n 8 C o m p O b j ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ Y ì@ W o r d D ÿÿÿÿ A S u m m a r y I n f o r m ( ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ D o c u m e n t S u m m a r y I n f o r m a ÿÿÿÿÿÿÿÿ ‚ y ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ þÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿ þÿ ÿÿÿÿ À F' Microsoft Office Word 97-2003 Document MSWordDoc Word.Document.8 ô9²q