Aspek Hukum Dalam Ekonomi LECTURE NOTES ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI GIOFEDI RAUF, S.H.,M.H f33dy@yahoo.com,giofedi@binus.ac.id Aspek Hukum Dalam Ekonomi LEARNING OBJECTIVES Pertemuan XII = Metode pembiayaan Internasional Mahasiswa dapat memilih metode pembiayaan ekspor impor dan memilih jenis pengiriman ekspor impor sesuai dengan kebutuhan C4 – TIK 12 OUTLINE MATERI : a. Persyaratan Pembiayaan ekspor impor b. Metode pembiyaan meliputi, Open Account, Advance Payment, Bills for Collection, Documents against Payment (D/P), Documents against Acceptance (D/A), Letters of Credit (L/Cs), Standby Letters of Credit (SBLCs) or Bank Guarantees, Main Types of Money Transfers, Buyer's Cheque , Banker's Draft , International Money Orders. c. Metode transaski meliputi EXW, FCA, FAS, FOB, CFR, CIF, CPT, CIP, DAF, DES, DEQ, DDU, DDP Aspek Hukum Dalam Ekonomi MATERI Pertemuan XII = Metode pembiayaan Internasional Pertemuan ini akan sedikit menguras waktu dan konsentrasi dikarenakan bahan yang cukup banyak seperti hukum perusahaan, jadi harus disepakati untuk sama-sama berkonsentrasi. Transaksi Perdagangan Dengan Luar Negeri A. Ekspor – Impor Sumber Hukum Ekspor Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor : 182/MPP/Kep/4/1998 Tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor a.Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean; b.Eksportir adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan ekspor; c.Eksportir Terdaftar adalah perusahaan atau perorangan yang telah mendapat pengakuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku; d.Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; e.Barang Yang Diatur Ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar; f.Barang Yang Diawasi Ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau Pejabat yang ditunjuk; g.Barang Yang Dilarang Ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor; h.Barang Yang Bebas Ekspornya adalah barang yang tidak termasuk pengertian butir e, f dan g. Ekspor pada mulanya hanya dapat dilakukan oleh perusahaan berbentuk Badan Hukum yang telah mendapatkan izin dari Departemen Perdagangan. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Izin ekspor tersebut tersebut adalah : APE - Angka Pengenal Ekspor untuk Eksportir Umum, berlaku untuk jangka 5 tahun dan dapat diperpanjang. APES- Angka Pengenal Ekspor Sementara, berlaku untuk jangka 2 tahun dan tidak dapat diperpanjang. (APE maupun APES dikeluarkan oleh Kanwil. Departemen Perdagangan). APET- Angka Pengenal Ekspor Terbatas, untuk perusahaan PMA / PMDN (Penanaman Modal Asing/Penanam Modal Dalam Negeri). APET(S)- Angka Pengenal Ekspor Terbatas Sementara. (APET maupun APET(S) dikeluarkan oleh BKPM) Ape(S) Produsen – diberikan kepada perusahaan yang selain melakukan kegiatan produksi juga melakukan kegiatan ekspor bahan baku / penolong untuk proses produksi industri di luar negeri. Eksportir produsen memperoleh izin yang bersangkutan dari Menteri Perdagangan setelah ada surat rekomendasi dari Menteri Perindustrian. Setelah keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan No. 331/Kp/XII/87 tanggal 23 Desember 1987 mengubah ketentuan di atas sehingga ekspor dapat dilakukan oleh setiap pengusaha yang telah memiliki : 1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); atau 2. Izin Usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Setiap eksportir yang melakukan ekspor Barang Yang Diatur Ekspornya harus memenuhi persyaratan dan telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Internasional. Setiap eksportir yang melakukan ekspor Barang Yang Diawasi Ekspornya harus memenuhi persyaratan dan telah mendapat persetujuan ekspor dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Ekspor dengan mempertimbangkan usulan dari Direktur Pembina Teknis Aspek Hukum Dalam Ekonomi yang bersangkutan dilingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan atau instansi / Departemen lain yang terkait. Barang Yang Diatur Ekspornya, Diawasi Ekspornya dan Dilarang Ekspornya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini sebagaimana telah dirubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 57/MPP/Kep/I/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR 558/MPP/KEP/12/1998 TENTANG KETENTUAN UMUM DIBIDANG EKSPOR SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH BEBERAPA KALI, TERAKHIR DENGAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR 294/MPP/Kep/10/2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. Pembayaran ekspor dapat dilakukan dengan Letter of Credit (L/C) atau dengan cara pembayaran lain yang lazim berlaku dalam perdagangan internasional sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli. Terhadap barang ekspor tertentu, Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Internasional menetapkan Harga Patokan Ekspor secara berkala sebagai dasar perhitungan Pajak Ekspor. Eksportir yang melanggar ketentuan dalam Keputusan ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber Hukum Impor Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor:229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor 1.Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. 2.Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; Aspek Hukum Dalam Ekonomi 3.Barang yang diatur tata niaga impornya adalah barang yang impornya hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang diakui dan disetujui oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mengimpor barang yang bersangkutan; 4.Barang yang dilarang impornya adalah barang yang tidak boleh diimpor. Impor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenal Importir (API), Angka Pengenal Importir Sementara ( APIS ) atau Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT). Ketentuan mengenai API diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 253/MPP/KEP/7/2000: TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR. 550/MPP/Kep/10/1999 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) Angka Pengenal Importir disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir yang harus dimiliki setiap perusahaan yang melakukan perdagangan impor; Perusahaan Importir adalah Perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan impor barang; Perusahaan dagang adalah setiap bentuk usaha perorangan, persekutuan, koperasi atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha perdagangan; Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri; Menteri adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan; Direktur adalah Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perindustrian dan Perdagangan; KANWIL adalah Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan; KANDEP adalah Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Kegiatan usaha perdagangan impor hanya dapat dilaksanakan oleh Perusahaan yang telah memiliki API. API terdiri dari : a. Angka Pengenal Importir Umum (API-U); b. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Setiap Perusahaan Dagang yang melakukan impor wajib memiliki API-U. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Setiap Perusahaan Industri di luar PMA/PMDN yang melakukan impor wajib memiliki API-P. Perusahaan pemilik API-U dapat mengimpor semua jenis barang kecuali barang yang diatur tata niaga impornya dan barang yang dilarang impornya. Perusahaan pemilik API-P hanya dapat mengimpor barang modal dan bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksinya sendiri, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. API merupakan syarat untuk : a.Pengimporan barang melalui pembukaan L/C pada Bank Devisa dan/atau dengan cara pembayaran lain yang lazim berlaku dalam transaksi perdagangan luar negeri; b.Penerbitan Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Pengimporan barang tanpa API dapat diberikan kepada Instansi/Lembaga Pemerintah maupun Lembaga Swasta, Badan Internasional dan yayasan sepanjang untuk keperluan sendiri dan tidak untuk diperdagangkan setelah mendapat persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuknya. Pemilik API bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan impor yang dilakukan sendiri atau cabang/perwakilannya, baik untuk keperluan sendiri maupun untuk keperluan pihak lain. TATA CARA DAN PERSYARATAN MEMPEROLEH ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) API diterbitkan oleh Kepala KANWIL atas nama Menteri di tempat kantor pusat perusahaan berdomisili. Setiap Perusahaan dagang hanya berhak memiliki 1 (satu) API-U dan setiap Perusahaan Industri hanya berhak memiliki 1 (satu) API-P. Perusahaan Dagang dan Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada Keputusan ini adalah setiap bentuk usaha perorangan, persekutuan, koperasi atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia. Untuk dapat memperoleh API-U, perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan kepada Kepala KANWIL, tembusan kepada Kepala KANDEP dengan melampirkan : Aspek Hukum Dalam Ekonomi a.Formulir Isian (disediakan dengan cuma-cuma); b.Copy Akte Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya; c.Nama dan susunan pengurus perusahaan (asli); d.Surat Keterangan Kelakuan Baik pengurus perusahaan dari Kepolisian (asli); e.Copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP); f.Copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); g.Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan; h.Surat Keterangan Domisili Kantor Pusat yang masih berlaku dari Kantor Kecamatan apabila milik sendiri atau dari pemilik gedung apabila sewa/kontrak (asli); i.Copy perjanjian sewa/kontrak tempat berusaha yang masa waktu sewa/kontraknya minimal 2 (dua) tahun; j.Referensi Bank Devisa (asli); k.Pas foto pengurus 2 (dua) lembar ukuran 2 x 3; l.Copy KTP pengurus. Untuk dapat memperoleh API-P, perusahaan yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan kepada Kepala KANWIL, tembusan kepada Kepala KANDEP dengan melampirkan : a.Formulir Isian (disediakan dengan cuma-cuma); b.Copy Akte Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya; c.Nama dan susunan pengurus perusahaan (asli); d.Surat Keterangan Kelakuan Baik pengurus perusahaan dari Kepolisian (asli); e.Copy Izin Usaha Industri dari Departemen terkait; f.Copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); g.Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan; h.Surat Keterangan Domisili Kantor Pusat yang masih berlaku dari Kantor Kecamatan apabila milik sendiri atau dari pemilik gedung apabila sewa/kontrak (asli); Aspek Hukum Dalam Ekonomi i.Copy perjanjian sewa/kontrak tempat berusaha yang masa waktu sewa/kontraknya minimal 2 (dua) tahun; j.Referensi Bank Devisa (asli); k.Pas foto pengurus 2 (dua) lembar ukuran 2 x 3; l.Copy KTP pengurus. Kepala KANDEP setempat, selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan API dan Formulir Isian berikut lampirannya telah selesai melakukan pemeriksaan ke lapangan. Pemeriksaan ke lapangan sebagaimana dimaksud untuk memastikan kebenaran dokumen yang diajukan oleh pemohon dilaksanakan oleh 2 (dua) orang pegawai dari KANDEP dimana kantor pusat perusahaan tersebut berdomisili. Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP yang ditandatangani oleh Kepala KANDEP atau Pelaksana Tugas Kepala KANDEP dan seorang pegawai dari KANDEP yang melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan. Berita Acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja telah disampaikan oleh Kepala KANDEP atau Pelaksana Tugas Kepala KANDEP kepada Kepala KANWIL. Kepala KANWIL selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja terhitung sejak diterima BAP telah menerbitkan API atau menolak permohonan. API-U berwarna biru muda dan API-P berwarna hijau muda; Nomor API terdiri dari 9 (sembilan) digit : a. 2 (dua) digit di depan untuk nomor kode Propinsi; b. 2 (dua) digit berikutnya untuk nomor kode Kabupaten/Kota Madya; c. 5 (lima) digit lainnya untuk nomor urut API yang diterbitkan. MASA BERLAKU ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) Masa berlaku API selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkannya API tersebut. Aspek Hukum Dalam Ekonomi API dapat dipergunakan untuk melaksanakan impor di seluruh Daerah Pabean Republik Indonesia. KEWAJIBAN PEMEGANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) Perusahaan pemilik API wajib melaporkan kepada Kepala KANWIL mengenai : a.Kegiatan usaha setiap 1 (satu) tahun; b.Setiap perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan; c.Penutupan perusahaan atau penghentian kegiatan impor disertai dengan pengembalian API asli. PEMBAHARUAN ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) API-U, API-P, APIS Umum dan APIS Produsen yang telah diterbitkan sebelum dan atau pada tanggal ditetapkannya Keputusan ini wajib diperbaharui dalam jangka waktu selambatlambatnya 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya Keputusan ini; APIS Umum dan APIS Produsen diperbaharui menjadi API-U dan API-P; SANKSI API dibekukan apabila perusahaan pemilik API/pengurus perusahaan pemilik API : a.Sedang diperiksa oleh penyidik karena diduga melakukan tindak pidana yangberkaitan dengan penyalahgunaan API; b.Tidak melaksanakan kewajibannya melaporkan kepada Kepala Kanwil mengenai kegiatan usaha setiap 1 (satu) tahun; setiap perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan. API yang telah dibekukan, dapat dicairkan apabila : a.Telah dikeluarkannya perintah penghentian penyidikan oleh Penyidik; b.Dinyatakan tidak bersalah/dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dengan melampirkan amar pengadilan; atau Aspek Hukum Dalam Ekonomi c.Telah melaksanakan kewajibannya melaporkan kepada Kepala Kanwil mengenai kegiatan usaha setiap 1 (satu) tahun; setiap perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan. API dicabut apabila perusahaan pemilik API / pengurus perusahaan pemilik API : a.Tidak melaksanakan kewajibannya melapor sebanyak 2 (dua) kali mengnai kegiatam usaha kepada kepala Kanwil; b.Tidak melaksanakan kewajibannya pemberitahuan perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan. selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan; c.Memalsukan, mengubah, menambah dan/atau mengganti surat yang diberikan oleh Instansi lain, dengan maksud untuk mendapatkan surat persetujuan dan/atau surat keterangan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan; d.Memalsukan, mengubah, menambah dan/atau mengganti surat yang diberikan Departemen Perindustrian dan Perdagangan; e.Mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam API; f.Mengimpor barang yang jumlahnya dan/atau jenisnya tidak sesuai dengan persetujuan impor yang diberikan Departemen Perindustrian dan Perdagangan; g.Memperjualbelikan dan/atau memindahtangankan barang impor yang dalam surat persetujuan dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan ditetapkan hanya untuk kebutuhan sendiri; atau h.Dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan API dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Bagi perusahaan pemilik API yang API-nya telah dicabut karena melakukan kesalahan Tidak melaksanakan kewajibannya melapor sebanyak 2 (dua) kali mengnai kegiatam usaha kepada kepala Kanwil; tidak melaksanakan kewajibannya pemberitahuan perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus dan alamat perusahaan. selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan; maka terhadap perusahaan dan atau pengurus perusahaan yang tandatangannya tercantum dalam API, hanya dapat mengajukan permohonan API baru setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal pencabutan API tersebut. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Bagi perusahaan pemilik API dan API-nya telah dicabut karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan c, d, e, f, g, h dan i, maka terhadap perusahaan dan/atau pengurus perusahaan yang tandatangannya tercantum dalam API, hanya dapat mengajukan permohonan API baru setelah 5 (lima) tahun sejak tanggal pencabutan API tersebut. Dikecualikan dari ketentuan di atas, Badan, Perusahaan atau Perorangan yang mengimpor barang sebagai berikut: 1.Barang pindahan; 2.Barang impor sementara; 3.Barang kiriman, hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan; 4.Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; 5.Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia; 6.Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan. Barang yang diimpor harus dalam keadaan baru, ketentuan ini tidak berlaku untuk pengimpor kapal niaga dan kapal ikan. Pengecualian lebih lanjut dari ketentuan ini dapat ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Pembayaran impor dapat dilakukan dengan Letter of Credit (L/C) atau dengan cara pembayaran lain yang lazim berlaku dalam perdagangan internasional sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembiayaan impor dapat dilakukan baik dengan penggunaan devisa yang dibeli dari Bank Devisa dengan kurs yang terjadi dalam Bursa Valuta Asing maupun menggunakan sumber lainnya. Barang yang diatur tata niaga impornya, barang yang dilarang diimpor, barang yang dimasukkan dari luar negeri ke Tempat Penimbunan Berikat, barang yang dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke wilayah lain dalam Daerah Pabean serta barang dalam rangka Perdagangan Lintas Batas, diatur tersendiri. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Importir yang melanggar ketentuan dalam Keputusan ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NO. 66/KMK.017/2001 TANGGAL 9 FEBRUARI 2001 TENTANG PENETAPAN BESARNYA TARIP PAJAK EKSPOR KELAPA SAWIT, CPO, DAN PRODUK TURUNANNYA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Pajak Ekspor = Tarip Pajak Ekspor x Harga Patokan Ekspor (HPE) x Jumlah Satuan Barang x Kurs Harga Patokan Ekspor (HPE) adalah harga patokan yang ditetapkan secara berkala oleh Menteri Peridustrian dan Perdagangan dan berlaku pada saat dikeluarkannya penetapan tersebut. Dalam hal terjadi kelambatan penerbitan HPE, HPE yang lama masih berlaku sampai diterbitkan HPE yang baru. Dalam hal tidak ada HPE, Pajak Ekspor dihitung berdasarkan harga FOB yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Kurs sebagaimana dimaksud adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan secara berkala. LETTE OF CREDIT (L/C) Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter of Credit (L/C). L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming bank). L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan. Aspek Hukum Dalam Ekonomi L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis. Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut. Manfaat bagi nasabah : •Nasabah (eksportir) mendapat jaminan pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi nasabah (importir) mendapat jaminan penerimaan barang yang mereka impor. •Karyawan mempunyai alternatif lain dalam memanfaatkan dana yang dimiliki. •Menghindari korespondensi yang berkali-kali. Persyaratan yang harus dipenuhi : L/C IMPOR •Copy API (Angka Pengenal Importir). •SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan. •Copy KTP pejabat perusahaan. •Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen impor. •Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan L/C. •Mengisi dan menandatangani formulir Penggunaan Fasilitas L/C Sight/Usance. •Membuka rekening di Bank (untuk memudahkan pemotongan biaya-biaya yang timbul dalam proses L/C Impor). SKBDN ( Surat Berdokumen Dalam Negeri) Aspek Hukum Dalam Ekonomi •SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan. •Copy KTP pejabat perusahaan. •Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen SKBDN. •Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pembukaan SKBDN. •Membuka rekening di Bank. LC EKSPOR •SIUP/NPWP/TDP/Akte Pendirian Perusahaan. •Copy KTP pejabat perusahaan. •Copy tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani dokumen ekspor. •Mengisi & menandatangani Formulir Syarat-syarat Umum Pengoperan Wesel Ekspor. •Menyerahkan L/C asli untuk negosiasi (jika L/C tidak melalui Bank Pelaksana Negosasi). •Membuka rekening di Bank. PROSEDUR EKSPOR Beberapa Peraturan Ekspor yang perlu diketahui 1. Syarat Ekspor Secara umum persyaratan untuk ekspor adalah sebagai berikut : a.Memiliki Surat Idjin Usaha Perdagangan (SIUP), untuk mendapatkannya perusahaan dapat mengajukan permohonan melalui Kantor Departemen Perdagangan (Kandepdag), atau b.Memiliki Surat Ijin Usaha dari Departemen Teknis atau Lembaga Pemerintah non Teknis lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kelompok Mata dagangan Ekspor Mata dagangan ekspor Indonesia dikelompokkan menjadi : a. Barang yang diatur tataniaga ekspornya, dan dilakukan oleh eksportir terdaftar yang telah mendapatkan pengakuan dari Menperindag. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain komoditi: maniok, kopi. Aspek Hukum Dalam Ekonomi b. Barang yang diawasi ekspornya, dilakukan oleh eksportir yang mendapat persetujuan dari Menperindag/ pejabat yang ditunjuk berdasarkan rekomendasi instansi teknis yang terkait. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain : tepung terigu, kedele, beras, biji karet, inti kelapa sawit, nener, c. Barang yang dilarang ekspornya. Komoditas pertanian yang termasuk kelompok ini antara lain: kulit mentah, karet bongkah, biji kapok (ex. Jawa dan Madura), induk udang, ikan hias. d. Barang yang bebas ekspornya. Komoditas pertanian diluar poin 1 s/d 3 tersebut diatas. 3. Kode HS / The Harmonized System System kode digunakan untuk menunjuk komoditas secara lebih spesifik, sehingga dapat terhindar dari pemilihan komoditi yang diperjual belikan. System kode yang dipergunakan terdiri dari 9 digit yaitu 6 digit pertama adalah kode asli HS yang berlaku secara internasional dan 3 digit terakhir dimaksudkan sebagai kode pengelompokkan komoditi lebih lanjut secara nasional, sehingga penyebutannya menjadi : •digit pertama menunjukkan Bab •digit berikutnya menunjukkan Pos •digit selanjutnya menunjukkan sub pos HS •2 digit terakhir menunjukkan sub pos nasional HARMONIZED SYSTEM HARMONIZED SYSTEM Bab 07 Pos 0710 Sub Pos 0710.10 Nasional 0710.10.000 : Sayuran, akar bonggol yang dapat dimakan : Sayuran sejenis umbi : umbi kentang : Kentang beku Aspek Hukum Dalam Ekonomi 4. Kontrak dan Syarat-Syarat Penjualan / Terms of Sale Dalam merundingkan suatu kontrak, bagi eksportir dianjurkan untuk : a.Mengetahui status kelayakan dari calon importir melalui Bank eksportir atau perwakilan perdagangan Indonesia diluar negeri. b.Mengecek status dari Bank yang mengeluarkan L/C. Guna mengatasi resiko pembayaran dalam mengekspor disarankan untuk menghubungi PT. Asuransi Ekspor Indonesia ( ASEI). PT. Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) Gedung Sarinah Lt.13 Jl. M.H Thamrin No. 11 - Jakarta 10350 Tel. : (021) 3903535 Fax. : (021) 323662, 327886 Telex : 69061 ASEI IA - 69062 AXINDO IA Dalam menutup suatu kontrak penjualan komoditi, beberapa persyaratan dan kondisi perlu terlebih dahulu disetujui. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan hati-hati oleh eksportir, karena sekali kontrak telah disetujui, akan mengikat secara hukum. Beberapa kelengkapan berikut ini merupakan informasi penting yang sebaiknya dimasukkan kedalam kontrak, yaitu : a.Deskripsi komoditi, termasuk spesifikasi standar/ teknis yang harus dipenuhi b.Jumlah yang dibeli c.Harga yang dikenakan yang dinyatakan dalam syarat-syarat penjualan yang disetujui, dan mata uang yang digunakan dalam transaksi. d.Syarat-syarat pembayaran e.Waktu penyerahan barang f.Prosedur hukum dan arbitrasi jika terjadi perselisihan g.Syarat-syarat pengepakan Aspek Hukum Dalam Ekonomi h.Cara angkut i.Asuransi 5. Terms Penjualan Pembeli diluar negeri dalam transaksi pasar sering lebih menginginkan untuk terms penjualannya menggunakan C&F atau CIF agar terjamin pengapalannya sampai di tangan importir/ pembeli. Informasi tentang jasa yang tersedia dan perusahaan ekspedisi yang terpercaya dapat diperoleh dari Cargo Tariff and Pricing Department dengan alamat sebagai berikut : 2nd Fl. Garuda Indonesia Cargo Centre Cargo Area Sukarno - Hatta Airport Jakarta 19120, Indonesia Telp. (021)5502227 ext. 138,5590484; Fax (021) 5590485 Eksportir Indonesia masih sering pula menggunakan FOB (Freight on Board) dalam terms penjualannya guna menghindarkan diri dari risiko angkutan / shipping dan asuransi. 6. Standar dan Pengawasan Mutu Peraturan pengawasan mutu pelak-sanaannya merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin, bahwa produk ekspor memenuhi : a.Spesifikasi yang ditetapkan didalam kontrak b.Syarat kesehatan, keamanan dan peraturan pengawasan mutu yang ditetapkan oleh negara pengimpor c.Tingkat mutu minimum yang ditetapkan oleh yang berwenang di Indonesia Menjaga mutu secara konsisten sebagaimana yang diminta oleh pembeli adalah sangat penting. Kegagalan dalam hal ini tidak saja akan merusak reputasi eksportir secara individu, tetapi juga akan merusak nama Indonesia secara keseluruhan. Standar Standar komoditi dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional/ DSN dan disebut Standar Nasional Indonesia / SNI. Pelayanan informasi mengenai standar nasional, regional dan Aspek Hukum Dalam Ekonomi internasional diberikan oleh Lembaga Standarisasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Surat keterangan/ sertifikasi Semua komoditi standarnya sudah ditetapkan memerlukan surat keterangan. Terdapat dua bentuk surat keterangan untuk komoditi pertanian, antara lain : a. Surat Pernyataan Mutu (SPM), yaitu surat pernyataan dari eksportir bahwa komoditi yang diekspor memenuhi standarnya. b. Sertifikasi Mutu (SM), yaitu surat pernyataan yang diterbitkan oleh Laboratorium Penguji Mutu bahwa partai komoditi yang bersangkutan telah memenuhi Standar berdasarkan uji contoh. SPM wajib dilampirkan sebagai dokumen pelengkap pada saat pendaftaran Pemberitahuan Barang (PEB) pada bank Devisa. SM wajib dimiliki oleh setiap eksportir dan digunakan untuk keperluan ekspor antara lain apabila diminta oleh pembeli atau diwajibkan oleh perdagangan internasional. Sertifikasi Mutu dapat dikeluarkan oleh : - Pusat Pengujian dan Pengawasan mutu barang - Balai Sertifikasi Mutu Barang - Laboratorium yang ditunjuk - Produsen/ eksportir yang telah memenuhi syarat II. DOKUMEN EKSPOR Dokumen yang diperlukan untuk ekspor ditentukan oleh permintaan pembeli seperti yang disebut pada acara pembayaran yang dipilih (L/C atau lainnya). Eksportir harus berhati-hati dalam memenuhi secara tepat persyaratan dokumen yang diminta didalam L/C dan mengusahakan penyerahannya dengan segera, agar tidak terjadi kelambatan dalam pembayaran. Dokumen yang biasanya diperlukan adalah : •Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) •Bill of Lading ( B/L, Airway Bill / AWB atau dokumen transpor lainnya seperti postel receipt, cargo receipt) Aspek Hukum Dalam Ekonomi •Invoice •Packing List •Surat Keterangan Asal (SKA) Dalam hal tertentu juga diperlukan : •Asuransi (jika diminta oleh pembeli) Nomor pokok wajib pajak (NPWP) Surat Pernyataan Mutu (SPM) atau sertifikat Mutu (SM) LKP ekspor (Laporan Kebenaran Pemeriksaan), untuk produk yang mendapat fasilitas Bapeksta atau yang dikenakan PE/ Pajak Ekspor atau PET/ Pajak Ekspor Tambahan. A. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) PEB merupakan dokumen utama yang harus diisi dengan benar oleh memperoleh persetujuan Bea dan Cukai. Dengan dasar SK. Menteri Keuangan No: 1012/KMK.00/1991 tahun 1991 tentang Pemberitahuan Ekspor Barang. PEB merupakan satu-satunya dokumen yang diserahkan kepada Bea dan Cukai, dan berguna untuk: - Customs clearance di negara/ pelabuhan asal barang - Dokumen utama untuk keperluan statistik perdagangan - Penetapan pajak ekspor Dokumen PEB yang lengkap terdiri dari 10 lembar dengan perincian 3 lembar ekstra copy dan lainnya 7 lembar untuk keperluan : a. Bank Ekspor (dokumen asli) b. Bank Indonesia c. Biro Statistik (BPS) d. Kantor Wilayah Departemen Perdagangan e. Departemen keuangan Aspek Hukum Dalam Ekonomi f. Bea dan Cukai g. Copy untuk eksportir B. Copy Ekstra Bagi eksportir yang terkena Pajak Ekspor (PE) dan Pajak Ekspor Tambahan (PET) diperlukan lembar yang kesembilan untuk Direktorat Jenderal Moneter. Sesudah PEB di Fiat muat oleh pejabat be cukai, komoditi ekspor dimasukkan ke dalam kapal, maka dari pihak pelayaran akan menerbitkan Bill of Lading (B/L). Sebelum B/L diterbitkan, bila terjadi kehilangan, kerusakan, atau hal-hal lainnya terhadap komoditi ekspor tersebut, maka pihak pelayaran tidak dapat dituntut tanggungjawabnya. Sementara itu Pasal 23 a UCP 500 menetapkan Bill of Lading adalah dokumen yang secara nyata menunjukkan nama pengangkut ditandatangani oleh pengangkut/agen yang ditunjuk atas nama pengangkut, menunjukkan bahwa barang sudah dimuat di atas kapal dengan tanggal penerbitan. Bill of Lading menunjukkan pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar yang ditentukan dalam Letter of Credit dan berisikan kondisi pengangkutan. Dengan demikian dapat disimpulkan, Selembar B/L umumnya terdapat 3 (tiga) unsur pokok yaitu: 1.Tanda terima barang. 2.Kontrak pengangkutan. 3.Pernyataan kepemilikan barang. Dilihat dari kegunaannya, kita mengenal jenis B/L sebagai berikut : aNegotiable B/L atau Original B/L, yaitu B/L yang dapat dipergunakan sebagai dokumen berharga untuk pencairan L/C atau dapat diperjual-belikan. Jenis B/L ini biasanya terdiri dari satu set (Full Set) yakni Original 1,2,3. Hukum yang berlaku di sini adalah apabila salah satu lembar original tersebut sudah dipergunakan, maka lembar lainnya tidak berlaku (One for all, All for One). Lawan dari Negotiable B/L adalah Non Negotiable B/L, yaitu copy B/L yang tidak dapat dipakai untuk pencairan L/C. Aspek Hukum Dalam Ekonomi bOn Board B/L & Receipt B/L On Board artinya barang sudah diterima di atas kapal yang mengangkut barang tersebut yang pada prinsipnya tanggal B/L sama dengan tanggal On Board. Permintaan dalam L/C umumnya adalah On Board B/L. Receipt B/L adalah B/L yang diterbitkan oleh pengangkut sebagai tanda terima barang, namun belum diterima diatas dek kapal. Bank dapat menolak B/L semacam ini untuk pencairan L/C (menganggapnya sebagai penyimpangan/descrepencies). b.Clean anad foul Bill of Lading. Hampir semua persyaratan L/C meminta Clean B/L yang artinya di dalam B/L tidak terdapat catatan yang menyebutkan kekurang sempurnaan packing termasuk cargonya sendiri, misalnya drum bocor (Breakage of drum), Steelband berkarat (Rusted steelbend), packing yang jelek (Poor packing), kekurangan barang (Shortage of quantity) dan lain-lain. Singkatnya Clean B/L adalah B/L yang tanpa catatan-catatan tambahan. Lawan dari Clean B/L adalah Foul B/L, artinya B/L tersebut cacat dengan catatan tambahan yang menjelaskan tentang keadaan packing yang kurang sempurna dan lain sebagainya. c.Long Form and Short Form B/L. Umumnya pada B/L (halaman belakang) tercantum syarat-syarat B/L yang mencakup syarat pengangkutan yang ditetapkan sepihak oleh pelayaran. Dengan demikian bila terjadi selisih pendapat antara pengirim dengan pengangkut barang atau perusahaan pelayaran, syarat-syarat pengangkutan inilah yang kan dijadikan sumber acuan. B/L semacam ini disebut Long Form B/L. Dalam hal ini jika terjadi selisih pendapat antara pengirim dengan pengangkutan disebut dengan Short Form B/L. Dalam hal ini jika terjadi selisih pendapat maka hukum negara di mana perusahaan pelayaran berdomisili itulah yang akan dipakai sebagai sumber acuan. d.Combined Transport B/L Multimodal B/L dan Single Modal B/L. Adalah jenis B/L yang mempergunakan lebih dari semacam transportasi dengan B/L yang sama, artinya setelah sampai di pelabuhan tujuan akan diteruskan dengan mempergunakan 2 atau lebih jenis alat angkut yang berbeda (laut, darat, udara). Kebalikan dari Multi Modal adalah Single Modal. Aspek Hukum Dalam Ekonomi e.Express B/L Untuk menghindari Stale B/L maka dipergunakan Express B/L yakni B/L yang dikirim melalui Fax, untuk itu B/L asli tidak perlu diserahkan. Dengan Faxed B/L tersebut maka barang tersebut dikeluarkan dari pelabuhan tanpa perlu menggunakan B/L asli. Ada juga cara lain yaitu dengan mempergunakn jaminan bank yang menjamin paling lama 3 bulan kemudian B/L asli akan diserahkan. f.Stale B/L Untuk jarak yang dekat seperti Jakarta-Singapura kapal akan tiba di pelabuhan tujuan dalam waktu 1x24 jam sehingga ada kemungkinan kapal sudah tiba, Namun B/L terlambat 1 atau 2 hari. Sehingga B/L tersebut menjadi basi/Stale, inilah yang disebut sebagai Stale B/L. g.Switch B/L Dalam hal Back to Back L/C, karena perdagangan perantara/trader tidak ingin pembeli mengetahui alamat penjual, maka B/L yang pertama yang tercantum nama Shipper yang sebenarnya diganti nama Trader, pada B/L kedua ini tidak tampak lagi shipper yang sebenarnya jenis B/L ini dikenal dengan switch B/L (B/L yang diganti). B/L yang pertama diterbitkan itu disebut Master B/L. h.Third Party B/L Ini adalah jenis B/L dimana nama shiper lain yang tercantum dalam L/C, artinya eksportir pertama tidak sanggup mengirimkan barang, sehingga pihak lain yang mengapalkannya. i.Ocean B/L dan House B/L Disamping maskapai pelayaran, Forwarding Company juga dapat menerbitkan B/L. B/L yang diterbitkan oleh maskapai pelayaran disebut sebagai Ocean B/L sedangkan yang diterbitkan oleh Forwarding Company disebut dengan House B/L. j.Chartered B/L Selain maskapai pelayaran dan Forwarding Company maka ada juga B/L yang diterbitkan oleh pihak yang mencarter kapal, jenis B/L ini dikenal sebagai Chartered B/L. C. Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate Of Origin/ COO Aspek Hukum Dalam Ekonomi Surat keterangan ini menyatakan negara asal dari produk yang diekspor dan biasanya diminta dalam syarat-syarat kontrak dan atau L/C. Ada beberapa ketentuan yang mengatur SKA untuk komoditi ekspor Indonesia. Surat keputusan ini disertai keputusan sebagai pelaksanaan dari ketentuan mengenai pengeluaran SKA untuk komoditi ekspor Indonesia. SKA ini dikeluarkan oleh Pusat Karantina Pertanian untuk keperluan mengekspor komoditas Pertanian ke manca negara atau Kantor Wilayah Departemen Perdagangan dan Kantor Departemen Perdagangan. II. BEA DAN CUKAI SERTA PEMERIKSAAN A. Bea dan Cukai Peraturan mengenai operasi Bea dan Cukai ditetapkan dalam instruksi Presiden No. 4 tahun 1985 mengenai kebijaksanaan untuk melancarkan kegiatan ekonomi. Penerapan prosedur Bea dan Cukai dalam bidang ekspor dan impor termuat dalam surat keputusan Menteri Keuangan. Pasalpasal dalam keputusan tersebut yang ada hubungannya dengan ekspor dapat ditingkatkan sebagai berikut: 1. Barang - barang ekspor tidak dikenakan pemeriksaan Bea dan Cukai. 2. Pengecualian hanya bisa dilakukan, apabila terdapat kecurigaan, bahwa : a.Barang ekspor ekspor tersebut merupakan barang yang ekspornya dilarang, diatur atau diawasi. b.Barang ekspor tersebut kena pajak ekspor (PE) atau ekspor tambahan (PE), dan ini tidak disebutkan dengan benar dalam PEB. Dalam kasus tersebut pemeriksaan hanya dapat dilakukan dengan instruksi tertulis dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Satu-satunya dokumen yang ditangani oleh Bea dan Cukai adalah PEB. Bila PEB ditulis dengan benar, maka Bea dan Cukai dapat memberikan clearance barang untuk dikapalkan /fiat muat. B. Pemeriksaan Walaupun Bea dan Cukai tidak lagi terlibat dalam pemeriksaan barang ekspor, tetapi pemeriksaan masih tetap diperlukan dalam rangka fasilitas Bapeksta. Ajika barang ekspor memerlukan pemeriksaan oleh Surveyor, maka eksportir harus mengajukan permohonan untuk pemeriksaan kepada Surveyor apabila barang sudah siap untuk diekspor dengan mengisi PPBE Aspek Hukum Dalam Ekonomi (Permohonan Pemeriksaan Barang Ekspor). Pemeriksaan meliputi jenis barang, klasifikasi, mutu barang dan jumlahnya. Jika pemeriksaan sudah selesai, surveyor mengeluarkan Pra Kebenaran Pemeriksaan, dimana surat ini harus disertakan pada PEB pada saat mendaftarkan pada Bank Devisa dan kepada Bea dan Cukai untuk persetujuan muat. LKPE akan dikeluarkan apabila barang betul-betul telah dimuat. Prosedur mengenai ini, termasuk untuk barang yang salah atau melanggar persyaratan, tertera dalam surat keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri tanggal 14 Juli 1988. IV. PENGAPALAN / PENGANGKUTAN Tidak terdapat peraturan mengenai pengapalan dalam mata rantai ekspor yang ada hubungan secara langsung dengan eksportir. Namun hal ini menjadi penting bagi eksportir yang menjual dengan term C & F atau CIF. Hal ini akan sangat penting terutama jika diperlukan alat angkut khusus, misalnya kontainer yang berventilasi atau yang memiliki pendingin. Untuk memperlancar pengurusan barang eksportir agar menggunakan jasa agen pengapalan dan ekspedisi. Peraturan-peraturan untuk memperlancar arus perdagangan dimuat dalam INPRES No. 4 tahun 1985, termasuk perbaikan-perbaikan dibidang angkutan barang, dalam bentuk: - Biaya pelabuhan - Tarip angkutan antar cargo - Prosedur penanganan cargo - Agen perkapalan - Operasi pelabuhan Dalam rangka melayani ekspor komoditas, ada 4 pelabuhan utama yang menangani perdagangan internasional antara lain : Tanjung Priok, Tanjumg Perak, Ujung Pandang dan Belawan. Badan Pelaksana Bursa Komoditi ( BAPEBTI) telah membentuk bagian khusus yang berhubungan dengan pengadaan ruang kapal. Kegiatan penyedia informasi muatan dan ruang kapal yang diselenggarakan oleh BAPEBTI meliputi bidang bidang angkutan laut dalam negeri ( Aspek Hukum Dalam Ekonomi antar pulau) dan angkutan laut luar negeri yaitu informasi yang dibutuhkan oleh pihak penyedia dan pemakai jasa angkutan laut. Informasi yang dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa angkutan laut meliputi: nama pemesan ruang kapal, jenis dan jumlah komoditi, jadual pengapalan yang direncanakan, jenis kemasan barang, asal dan tujuan pengapalan. Sedangkan informasi yang dibutuhkan pihak pemakai jasa angkutan laut antara lain : nama perusahaan pelayaran, trayek dan jadual pelayaran, jenis/type/ ukuran dan kecepatan kapal, posisi kapal terakhir, ruang kapal yang tersedia dan tarip yang ditawarkan. Disamping melakukan kegiatan tersebut diatas BAPEBTI menyediakan sarana untuk pelaksanaan transaksi muatan dan ruang kapal. Pelaksanaan transaksi sebagaimana dimaksud dilakukan secara bebas. Untuk jelasnya dapat dihubungi BAPEBTI dengan alamat: Badan Pelaksana Bursa Komoditi (BAPEBTI) Jln. Medan Merdeka Selatan No. 14 Jakarta Pusat Tel. 021. 441921 Telex 44194 BAPEBTI IA V. PERATURAN DAN PROSEDUR PEMBAYARAN A. Sistem Konsinyasi / Consignment Sale Cara ini adalah yang paling umum, tetapi memiliki resiko akan kebusukan, penurunan harga , devaluasi uang dan sebaginya terhadap eksportir. dengan sistem ini eksportir kita tidak dapat berbuat banyak, karena segalanya ditentukan oleh importir. Dengan kata lain eksportir selalu dipihak yang lemah karena menjual komoditas tanpa menetahui lebih dahulu nilai produk yang akan diterima. Normsl komisi pada suatu " consignment Sale" adalah 5 - 10 persen ditambah 2 3 persen " Handling Charge. Pengenaan komisi bervariasi tergantung pada jumlah pekerjaan yang diminta oleh importir. B. Harga Tertentu / Fixed Price Aspek Hukum Dalam Ekonomi Cara ini kurang umum, tetapi kadang-kadang mungkin juga dipakai meskipun dengan menggunakan L/C. Sistem Fixed Price ini akan lebih menguntungkan eksportir jika permintaan akan produk tersebut tinggi atau mempunyai perdagangan berskala luas. C. Letter of Credit (L/C) Cara pembayaran yang banyak dipakai adalah dengan L/C, karena memenuhi kepentingan keduabelah pihak. L/C merupakan surat yang dikeluarkan oleh bnak devisa atas permintaan nasabahnya (importir) yang ditujukan kepada penerima (eksportir) di luar negeri yang menjadi relasi importir tersebut. Dengan surat tersebut eksportir mempunyai hak untuk menarik wesel. Bank bersangkutan menjamin untuk menerima atau untuk menguangkan wesel yang ditarik asalkan memenuhi syarat-syarat yang ada didalam surat tersebut. Alamat bank devisa antara lain Bagian Devisa Bank Indonesia Jln. Kebon Sirih No. 82 - 84 Jakarta Pusat Tel. 021 372408 - 374108 PROSEDUR EKSPOR Yang dimaksud dengan prosedur ekspor adalah tahapan kegiatan yang dilakukan oleh eksportir semenjak menyiapkan barang dagangannya yang akan diekspor hingga barang tersebut dimuat diatas kapal (kondisi FOB). Bila ekspornya dilakukan dengan L/C, prosedurnya antara lain : 1.Eksportir mengadakan koresponden dengan importir di luar negeri sampai mendapatkan kecocokan harga, mutu, delivery dan lain-lain. 2.Eksportir dan importir mengadakan kontrak jual beli. 3.Importir membuka L/C melalui bank korespondennya. 4.Bank koresponden meneruskan L/C kepada Bank Devisa di Indonesia yang ditunjuk oleh eksportir. 5.Bank Devisa meneruskan L/C ke eksportir. 6.Eksportir menyiapkan barang dagangannya yang dipesan oleh importir. Aspek Hukum Dalam Ekonomi 7.Eksportir mendaftarkan PEB di Bank Devisa yang dilengkapi dengan LKPE, SM dan atau SPM dan dukumen lainnya bila dipersyaratkan. 8.Eksportir memesan ruangan kapal kepada Maskapai Pelayanan/Penerbangan. 9.Eksportir sendiri atau EMKL/EMKU mengfiat muatan barangnya di Bea dan Cukai. 10.Eksportir sendiri atau melalui jasa EMKL/EMKU mengirimkan barangnya ke kapal dan mengurus keleng-kapan dokumen ekspornya. 11.Eksportir mengajukan permohonan ke Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan/Kantor Perdagangan untuk mendapatkan SKA (bila diperlukan). 12.Eksportir melakukan negosiasi wesel di Bank Devisa. 13.Bank Devisa mengirimkan dokumen ekspor kepada importir melalui bank korenponden. Jenis- Jenis L/C Bermacam-macam L/C yang diketemukan dalam dunia per L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negosiasinya (restricted) sampai pada yang bebas negosiasinya (Freely Negotiable). Namun ada tiga jenis L/C yang paling lazim dijumpai dalam praktek yaitu dilihat dari saat pembayarannya : 1. Sight L/C adalah L/C yang bilamana semua persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7 hari kerja wajib melunasi/membayar nominal L/C kepada eksportir. Dengan demikian, Sight L/C (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C yang tunai, pada saat diperlihatkan semua dokumen pengapalan (shipping Documents) yang lengkap tanpa penyimpangan (Disccrepancies) pada saat itulah pembayaran akan dilakukan oleh bank kepada eksportir. Oleh karena itu digolongkan sebagai L/C yang aman (Safety L/C). 2. Usance L/C Berbeda dengan Sight L/C, maka Usance LC dimaksudkan bahwa pembayaran baru bisa dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan / tanggal Bill of Lading, dengan demikian berarti eksportir memberi kredit kepada importir dimana barang Aspek Hukum Dalam Ekonomi dikirim terlebih dahulu, kemudian pembayaran dilakukan. Usance L/C dapat dilakukan kalau eksportir sudah percaya dengan importir. 3. Red Clause L/C Jika Usance L/C dibayarkan kemudian hari oleh importir setelah barang-barang pesanan tiba, sebaliknya Red Clause L/C adalah terbalik dibanding dengan Usance L/C, yaitu pembayaran dilakukan oleh bank negosiasi kepada ekspotir sebelum barang dikapalkan. Dengan demikian importir memberi kredit kepada eksportir. Terlihat adanya Pre-Financing bagi eksportir. 4. Revolving L/C. Bila L/C dengan jumlah US$ 200 sebagai nominal L/C pada saat di buka, namun shipment bisa dilakuikan sampai liam kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi US$ 1,000. Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini untuk menghindari biaya pembukuan L/C yang tinggi. Sudah barang tentu dengan revolving L/C pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan. 5. Transferable L/C. Andaikata pada saat L/C ingin direalisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau kurangnya kapasitas pruduksi, maka L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan/ditransfer kepada pihak lain / beneficiary ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiery ke 2, sehingga yang mengapalkan barang tersebut adalah beneficiary ke 2. 6. Standby L/C Standby L/C adalah jenis L/C yang berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C ini tidak menyangkut pembayaran ekspor impor, teapi hanya berfungsi sebagai jaminan bank/Bank Guarantee, yaitu untuk meng-backup bilamana terjadi wan-prestasi dari benficiary atau pihak yang hutang baik untuk pemborong atau pihak yang berhutang baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun utang lainnya. 7. Confirmed L/C Adalah L/C yang pembayarannya dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank penyampai L/C atau bank negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima oleh bank penyampai L/C Aspek Hukum Dalam Ekonomi tersebut di-backup / diconfirm kembali / dijamin kembali pembayarannya oleh bank penerima L/C, dengan demikian apabila terjadi kepailitan atau kerugian atas bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan menyelesaikan pembayaran L/C-nya semua persyaratan L/C dipenuhi. 8. Back to Back L/C Sebenarnya L/C jenis ini adalah L/C yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang nilai satuan barang dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh Trader/perantara. Maka berdasarkan L/C tersebut dibukalah L/C yang baru atau L/C yang kedua, yang sering disebut dengan Back to Back L/C. Ciri khas dari L/C ini dapat dipantau dari pelabuhan tujuan/negara tujuannya. Bila L/C dibuka dari Singapura, pelabuhan tujuannya di Colombo. Hal ini memberi indikasi bahwa barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader/pembuka L/C di Singapura, akan tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada di luar Singapura, sehingga dipakai Switch Bill of Lading untuk menghilangkan jejak eksportir di Indonesia. 9. Irrevocable L/C Dilihat dari kemungkinan dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka kita mengenal Irevocable L/C dan Revocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat dibatalkan dab L/C yang dapat dibatalkan sepihak. UCP 500 menetapkan bila tidak dicantumkan kepastiannya, akan dianggap sebagai Irrevocable •Negosiasi Negosiasi merupakan pembayaran di muka kepada Eksportir melalui pengambilalihan dokumen ekspor atas dasar L/C. Proses negosiasi ini akan membantu Anda dalam memenuhi kebutuhan cashflow karena Anda tidak perlu menunggu datangnya pembayaran dari Bank Pembuka L/C. Diskonto Apabila Anda memiliki tagihan atas L/C ekspor berjangka yang sudah diterima (accepted) Bank Pembuka L/C, Anda dimungkinkan untuk menarik pembayaran terlebih dahulu dengan menjual tagihan tersebut kepada Bank. Transaksi ini dikenal dengan istilah diskonto. Dengan demikian, kebutuhan cashflow Anda dapat segera terpenuhi karena Anda tidak perlu menunggu terlalu lama untuk memperoleh pembayaran pada saat jatuh tempo. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Pihak-pihak yang terlibat serta kewajiban dan tanggung jawabnya. Dalam keadaan yang sederhana suatu letter of credit menyangkut keterlibatan 3 pihak utama yaitu : Pembeli, Penjual dan Bank Pembuka. Namun demikian ada beberapa tipe atau jenis L/C lain yang melibatkan lebih dari pada yang disebutkan diatas meskipun tidak dapat meninggalkan ketiga pihak utama itu. Jadi dalam mekanisme L/C dapat terlibat secara langsung beberapa pihak yaitu : •Pembeli / Buyer / Importer / Accountee / Opener / Account Party / Applicant. •Penjual / Seller / Exporter / Supplier / Beneficiary •Bank Pembuka / Opening Bank / Issuing Bank •Bank Penerus / Advising Bank / Notifying Bank •Bank Pembayar / Paying Bank •Bank Pengaksep / Accepting Bank. •Bank Penegosiasi / Negotiating bank •Bank Penjamin / Confirming Bank. Materi tersebut diatas pada adasarnya telah dapat memebrikan gambaran singkat mengenai ekspor impor di Indonesia, namun apabila ingin lebih maksimal dapar diberikan materi tambahan terkait dengan metode pembiayaan dan metode perdagangan ekspor impor sebagai berikut. Pertama adalah International Commercial Terms (INCOTERMS) EXW {+ the named place} Ex Works Ex means from. Works means factory, mill or warehouse, which is the seller's premises. EXW applies to goods available only at the seller's premises. Buyer is responsible for loading the goods on truck or container at the seller's premises, and for the subsequent costs and risks. In practice, it is not uncommon that the seller loads the goods on truck or container at the seller's premises without charging loading fee. Aspek Hukum Dalam Ekonomi In the quotation, indicate the named place (seller's premises) after the acronym EXW, for example EXW Kobe and EXW San Antonio. The term EXW is commonly used between the manufacturer (seller) and export-trader (buyer), and the export-trader resells on other trade terms to the foreign buyers. Some manufacturers may use the term Ex Factory, which means the same as Ex Works. FCA {+ the named point of departure} Free Carrier The delivery of goods on truck, rail car or container at the specified point (depot) of departure, which is usually the seller's premises, or a named railroad station or a named cargo terminal or into the custody of the carrier, at seller's expense. The point (depot) at origin may or may not be a customs clearance center. Buyer is responsible for the main carriage/freight, cargo insurance and other costs and risks. In the air shipment, technically speaking, goods placed in the custody of an air carrier is considered as delivery on board the plane. In practice, many importers and exporters still use the term FOB in the air shipment. The term FCA is also used in the RO/RO (roll on/roll off) services. In the export quotation, indicate the point of departure (loading) after the acronym FCA, for example FCA Hong Kong and FCA Seattle. Some manufacturers may use the former terms FOT (Free On Truck) and FOR (Free On Rail) in selling to export-traders. FAS {+ the named port of origin} Free Alongside Ship Goods are placed in the dock shed or at the side of the ship, on the dock or lighter, within reach of its loading equipment so that they can be loaded aboard the ship, at seller's Aspek Hukum Dalam Ekonomi expense. Buyer is responsible for the loading fee, main carriage/freight, cargo insurance, and other costs and risks. In the export quotation, indicate the port of origin (loading) after the acronym FAS, for example FAS New York and FAS Bremen. The FAS term is popular in the break-bulk shipments and with the importing countries using their own vessels. FOB {+ the named port of origin} Free On Board The delivery of goods on board the vessel at the named port of origin (loading), at seller's expense. Buyer is responsible for the main carriage/freight, cargo insurance and other costs and risks. In the export quotation, indicate the port of origin (loading) after the acronym FOB, for example FOB Vancouver and FOB Shanghai. Under the rules of the INCOTERMS 1990, the term FOB is used for ocean freight only. However, in practice, many importers and exporters still use the term FOB in the air freight. In North America, the term FOB has other applications. Many buyers and sellers in Canada and the U.S.A. dealing on the open account and consignment basis are accustomed to using the shipping terms FOB Origin and FOB Destination. FOB Origin means the buyer is responsible for the freight and other costs and risks. FOB Destination means the seller is responsible for the freight and other costs and risks until the goods are delivered to the buyer's premises, which may include the import customs clearance and payment of import customs duties and taxes at the buyer's country, depending on the agreement between the buyer and seller. In international trade, avoid using the shipping terms FOB Origin and FOB Destination, which are not part of the INCOTERMS (International Commercial Terms). Aspek Hukum Dalam Ekonomi CFR {+ the named port of destination} Cost and Freight The delivery of goods to the named port of destination (discharge) at the seller's expense. Buyer is responsible for the cargo insurance and other costs and risks. The term CFR was formerly written as C&F. Many importers and exporters worldwide still use the term C&F. In the export quotation, indicate the port of destination (discharge) after the acronym CFR, for example CFR Karachi and CFR Alexandria. Under the rules of the INCOTERMS 1990, the term Cost and Freight is used for ocean freight only. However, in practice, the term Cost and Freight (C&F) is still commonly used in the air freight. CIF {+ the named port of destination} Cost, Insurance and Freight The cargo insurance and delivery of goods to the named port of destination (discharge) at the seller's expense. Buyer is responsible for the import customs clearance and other costs and risks. In the export quotation, indicate the port of destination (discharge) after the acronym CIF, for example CIF Pusan and CIF Singapore. Under the rules of the INCOTERMS 1990, the term CIF is used for ocean freight only. However, in practice, many importers and exporters still use the term CIF in the air freight. CPT {+ the named place of destination} Carriage Paid To The delivery of goods to the named place of destination (discharge) at seller's expense. Buyer assumes the cargo insurance, import customs clearance, payment of customs duties and taxes, and other costs and risks. Aspek Hukum Dalam Ekonomi In the export quotation, indicate the place of destination (discharge) after the acronym CPT, for example CPT Los Angeles and CPT Osaka. CIP {+ the named place of destination} Carriage and Insurance Paid To The delivery of goods and the cargo insurance to the named place of destination (discharge) at seller's expense. Buyer assumes the import customs clearance, payment of customs duties and taxes, and other costs and risks. In the export quotation, indicate the place of destination (discharge) after the acronym CIP, for example CIP Paris and CIP Athens. DAF {+ the named point at frontier} Delivered At Frontier The delivery of goods to the specified point at the frontier at seller's expense. Buyer is responsible for the import customs clearance, payment of customs duties and taxes, and other costs and risks. In the export quotation, indicate the point at frontier (discharge) after the acronym DAF, for example DAF Buffalo and DAF Welland. DES {+ the named port of destination} Delivered Ex Ship The delivery of goods on board the vessel at the named port of destination (discharge), at seller's expense. Buyer assumes the unloading fee, import customs clearance, payment of customs duties and taxes, cargo insurance, and other costs and risks. In the export quotation, indicate the port of destination (discharge) after the acronym DES, for example DES Helsinki and DES Stockholm. DEQ {+ the named port of destination} Delivered Ex Quay Aspek Hukum Dalam Ekonomi The delivery of goods to the quay (the port) at destination at seller's expense. Seller is responsible for the import customs clearance and payment of customs duties and taxes at the buyer's end. Buyer assumes the cargo insurance and other costs and risks. In the export quotation, indicate the port of destination (discharge) after the acronym DEQ, for example DEQ Libreville and DEQ Maputo. DDU {+ the named point of destination} Delivered Duty Unpaid The delivery of goods and the cargo insurance to the final point at destination, which is often the project site or buyer's premises, at seller's expense. Buyer assumes the import customs clearance and payment of customs duties and taxes. The seller may opt not to insure the goods at his/her own risks. In the export quotation, indicate the point of destination (discharge) after the acronym DDU, for example DDU La Paz and DDU Ndjamena. DDP {+ the named point of destination} Delivered Duty Paid The seller is responsible for most of the expenses, which include the cargo insurance, import customs clearance, and payment of customs duties and taxes at the buyer's end, and the delivery of goods to the final point at destination, which is often the project site or buyer's premises. The seller may opt not to insure the goods at his/her own risks. In the export quotation, indicate the point of destination (discharge) after the acronym DDP, for example DDP Bujumbura and DDP Mbabane. Kedua adalah metode pembayaran atau pembiayaan internasional Methods of Payment in International Trade Open Account This is the least secure method of trading for the exporter, but the most attractive to buyers. Goods are shipped and documents are remitted directly to the buyer, with a request for payment at the appropriate time (immediately, or at an agreed future date). An exporter has little or no Aspek Hukum Dalam Ekonomi control over the process, except for imposing future trading terms and conditions on the buyer. Clearly, this payment method is the most advantageous for the buyer, in cash flow and cost terms. As a consequence, Open Account trading should only be considered when an exporter is sufficiently confident that payment will be received. In certain markets, such as Europe, buyers will expect Open Account terms. The financial risk can often be mitigated by obtaining a credit insurance policy to cover the potential insolvency of a customer, that provides reimbursement up to an agreed financial limit. A number of commercial insurers specialise in this market – contact your insurance representative for details. Advance Payment The most secure method of trading for exporters and, consequently the least attractive forbuyers. Payment is expected by the exporter, in full, prior to goods being shipped.As one might imagine, having covered the two extremes on the Payment Risk Ladder,commercial decisions have to be made and this usually results in selecting one of the middlerungs of the ladder. This is where banking products such as Bills for Collection and Letters of Credit come in to play. Bills for Collection More secure for an exporter than Open Account trading, as the exporter's documentation is sent from a UK bank to the buyer's bank. This invariably occurs after shipment and contains specific instructions that must be obeyed. Should the buyer fail to comply, the exporter does, in certain circumstances, retain title to the goods, which may be recoverable. The buyer's bank will act on instructions provided by the exporter, via their own bank, and often provides a useful communication route through which disputes are resolved. The Bills for Collection process is governed by a set of rules, published by the International Chamber of Commerce (ICC) called "Uniform Rules for Collections" document number 522 (URC522). Over 90% of the world's banks adhere to this document - pick up a copy from the ICC (See contact details below) or your bank and familiarise yourself with the contents. There are two types of Bill for Collection, which are usually determined by the payment terms agreed within a commercial contract. Different benefits are afforded to exporters by each and they are covered separately below. Documents against Payment (D/P) Aspek Hukum Dalam Ekonomi Usually used where payment is expected from the buyer immediately, otherwise known as "at sight". This process is often referred to as "Cash against Documents". The buyer's bank is instructed to release the exporter's documents only when payment has been made. Where goods have been shipped by sea freight, covered by a full set of Bills of Lading, title is retained by the exporter until these documents are properly released to the buyer. Unfortunately, for airfreight items, unless the goods are consigned to the buyer's bank no such control is available under an Air Waybill or Air Consignment Note, as these documents are merely "movement certificates" rather than "documents of title" (N.B. Under URC522, goods should not be consigned to a bank without prior approval). Similarly there is no such control available for road or rail transport. Documents against Acceptance (D/A) Used where a credit period (e.g. 30/60/90 days - 'sight of document' or from 'date of shipment') has been agreed between the exporter and buyer. The buyer is able to collect the documents against their undertaking to pay on an agreed date in the future, rather than immediate payment. The exporter's documents are usually accompanied by a "Draft" or "Bill of Exchange" which looks something like a cheque, but is payable by (drawn on) the buyer. When a buyer (drawee) agrees to pay on a certain date, they sign (accept) the draft. It is against this acceptance that documents are released to the buyer. Up until the point of acceptance, the exporter may retain control of the goods, as in the D/P scenario above. However, after acceptance, the exporter is financially exposed until the buyer actually initiates payment through their bank. Bills for Collection are used in certain markets (particularly Asian) to fulfil Exchange Control Regulations. They are a cost-effective method of evidencing a transaction for buyers, where documents are handled (and reported) via the banking system. Letters of Credit (L/Cs) A Letter of Credit (also known as a Documentary Credit ) is a bank-to-bank commitment of payment in favour of an exporter (the Beneficiary), guaranteeing that payment will be made against certain documents that, on presentation, are found to be in compliance with terms set by the buyer (the Applicant). Like Bills for Collections, Letters of Credit are governed by a set of rules from the ICC. In this case, the document is called; "Uniform Customs and Practice" and the latest version is document number 600. In short, it is known as UCP600 and, again, over 90% of the world's banks adhere to this document. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Irrevocable: The terms and conditions within a L/C cannot be changed without the express agreement of the Beneficiary. Under UCP600, revocable L/Cs are no longer acceptable under any circumstances. Unconfirmed: The payment commitment within the L/C is provided by the Applicant's issuing bank. Confirmed: If an exporter has any concerns about the circumstances which may prevent payment being made from either the Issuing Bank or buyer's Country, the adding of "Confirmation" moves the bank/country risk issues to the bank which adds its confirmation (the confirming or advising bank) and notifies the DC to the exporter. The price of such a confirmation will obviously depend upon the level of perceived risks to be covered. Banks can often provide indicative pricing for confirmations prior to the arrival of the DC, so that costs can be estimated. What does all this mean? The exporter and buyer can agree detailed terms, as part of the commercial contract. This can include exactly what documents need to be produced and precisely what detail such documents should quote. Letters of Credit, as well as offering a bank's commitment to pay, also offer benefits in terms of finance. Speak to your bank, or the Advising/Confirming Bank to see how they can help. Additionally, commercial insurers now offer an insurance-backed product that covers the same basic risks as confirmations. Please speak to your insurer for details. Standby Letters of Credit (SBLCs) or Bank Guarantees SBLCs are similar to Bank Guarantees, in that they sit behind a transaction and are only called upon if the buyer fails to pay in the normal course of business (which is often Open Account). They can be particularly useful to cover an underlying financial risk where multiple payments are to be made, possibly as part of an agreed schedule. However, they do not offer the documentary control of Letters of Credit to buyers and, as such they are an unconditional guarantee. Other International Trade Risks Customer Risks Aspek Hukum Dalam Ekonomi Can they/will they pay? Exporters should find out everything they can about their buyers. Banks can help by contacting the buyer's bank for a reference. Many commercial organisations can provide credit information at relatively little cost. Does the exporter have any local contacts or agents who might be prepared to undertake some research? On the basis of this information, the exporter can start to think about his stance in terms of the payment risk ladder. Country Risks Key issues include: • Economic, financial and political stability - at a aational as well as financial institutional level; • Foreign Exchange availability and volatility - an exporter's UK bank should be able to assist • Import restrictions/tariffs - Are there any? • If the country has a habit of changing rules regularly or quickly? Aspek Hukum Dalam Ekonomi SIMPULAN Ekspor impor merupakan salah satu metode perdagangan internasional yang mekanisme pelaksanaanya dapat dikatakan rumit, oleh karenanya memahami peraturan terkait dengan mekanisme ekspor dan impor ini menjadi suatu keharusan bagi para mahasiswa agar dapat terus melakukan aktivitas ekonomi sesuai dengan peraturan yang ada dan berlaku. Selain dari mekanisme ekspor dan impor itu sendiri, perlu dipahami juga mengenai mekanisme pembiayaan ekspor impor yang cukup banyak, dimana masing-masing metode pembiayaan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing tergantung jenis apakah yang disepakati oleh para pihak yang melakukan transaksi. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Daftar Pustaka/Referensi Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2007. ---------------, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Ida Bagus Wiyasa Putra, Aspek Hukum Perdata Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000. Soedjono Dirdjo Sisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2006.. Punan, Ign Berry. Teknik Dan Strategi Bisnis Ekspor Di Indonesia. Yayasan pustaka Nusa, Jakarta 1996. ICC Uniform Custom and Practise for Documentary Crediets (UCPDC 500 1993 Revision).