18 TIP SISTEM INFORMASI INPUT INSTRUMENTAL/ INSTITUSIONAL M A N U S I A INPUT MATERIAL M E T O D A M A T E R I A L P R O S E D U R A L P G E N D A L I A N PROSES (Data) Output/Informasi SISTEM INFORMASI MANUAL SIA BERBASIS KOMPUTER SIM Pembelian DSS Produksi Tunai Proses Order Program Pencetakan Faktur EUC Penjualan Kredit Penagihan Dsb-nya Dsbnya EXPs HRD Aset Tetap Retur Penerimaa Kas Dsb-nya 19 Keterangan: Diagram di atas menggambarkan bahwa sistem informasi sebagai suatu sistem mempunyai input material/instrumental/institusional, proses, output. Diagram berikutnya menggambarkan bahwa sistem informasi sesungguhnya tidak harus berbasis komputer, bisa saja sistem pengolahan datanya di-lakukan dengan cara manual. Pada zaman sekarang lazimnya dengan menggunakan teknologi komputer. Secara tradisional atau historis, komputer pertama-tama digunakan untuk mengolah data pembukuan (akuntansi, accounting purposes, disamping bidang yang bersifat statistical purposes). Tipe proses pengolahan data pembukuan (record/book-keeping) sebetulnya relatif sederhana, terstruktur dan rutin berulang-ulang dan sifat pengolahan data semacam itu sangat cocok menggunakan komputer. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa sistem Informasi akuntansi merupakan aplikasi komputer yang diimplementasikan paling awal. Pemenuhan kebutuhan informasi kepada para manajer menjadikan mereka sangat antusias dan berharap banyak terhadap komputerisasi. Pengembangan data transaksi akuntansi ditambah dengan data non-transaksi akuntansi (misalnya data jumlah penduduk, data riset pemasaran, dan sebagainya) ditambahkan ke SIA subsistem penjualan sehingga menjadi SIM Pemasaran. Demikian juga SIA subsistem penggajian & upah ditambah dengan data rekruitmen pegawai, pola-karier, manajemen pelatihan personil, dan sebagainya menjadi SIM Personalia (Human Resources Development). SIA terdiri dari beberapa subsistem, misalnya subsistem penjualan, subsistem pembelian, susbsistem produksi (pengelolaan persediaan dan harga pokok). Jadi sistem informasi akuntansi terdiri dari subsistem-subsistem. Tiap sub-sistem, misalnya subsistem informasi akuntansi penjualan, terdiri modul-modul proses pelayanan pesanan (order processing), penagihan (billing) dan penerimaan kas (cash receipt). Setiap modul lazimnya terdiri dari sekelompok program yang disebut satu string/runstream. Jadi modul terdiri dari banyak program, setiap program lazimnya menjalankan suatu proses/ fungsionaliti tertentu (ada yang berpendapat sebaiknya setiap program adalah managable small). Setiap sistem yang menggunakan komputer disebut aplikasi (application system), maksudnya ialah aplikasi (penerapan) penggunaan komputer pada bidang kegiatan tertentu, misalnya sistem komputerisasi (atau aplikasi) akuntansi, antara lain sistem aplikasi penjualan, antara lain sistem aplikasi faktur. 20 Siklus Hidup Pengembangan Sistem Menurut McLeod (2001, p.228) siklus hidup sistem (system life cycle) adalah proses evolusioner yang terjadi dalam penerapan sistem atau sub sistem informasi berbasis komputer. Proses tersebut terdiri dari kegiatan perencanaan, analisis, rancangan (design/construction), penerapan (system implementation), dan penggunaan sistem atau sering disebut dengan istilah production (operasionalisasi sistem sebagai suatu sistem yang life digunakan sesuai kebutuhan pengguna (user). Pada tahap penggunaan tersebut seluruh operasi sistem dilakukan oleh pengguna, sedangkan kegiatan perencanaan, analisis, rancangan dan penerapan dilakukan oleh teknisi sistem informasi (system development team). Kegiatan yang dilakukan team developer dinamakan siklus hidup pengembangan sistem (system development life cycle). Perlu dijelaskan bahwa pada beberapa literatur, tahap penerapan sistem sering disebut dengan istilah implementasi, tetapi seringkali istilah implementasi juga digunakan untuk seluruh kegiatan pengembangan sistem informasi. Implementasi (Scott, 1997, p.558) adalah merupakan proses pemasangan sistem yang baru dirancang, termasuk semua perlengkapan dan perangkat lunak yang dibeli. Sedangkan McLeod (2001, p.241) mendefinikannya sebagai kegiatan memperoleh dan mengintegrasikan (integration) seluruh sumber daya informasi, baik yang berujud fisik maupun konseptual, untuk menghasilkan agar suatu sistem informasi dapat dioperasikan sesuai kebutuhan. Mc leod membagi proses imple-mentasi menjadi delapan tahap, yakni: merencanakan penerapan, mengumumkan penerapan, mendapatkan sumber daya perangkat keras, mendapatkan sumber daya perangkat lunak, menyiapkan database, menyiapkan fasilitas fisik, serta terakhir adalah mendidik peserta dan pemakai masuk ke sistem baru (user training) Sedangkan Scott membagi dalam sembilan tahap, yaitu: pendidikan dan pelatihan personil, pemrograman, penyiapan lokasi, pemasangan dan pemeriksaan instalasi peralatan, pemasangan dan pemeriksaan software yang dibeli, konversi file, penggunaan sistem baru, pemeriksaan akhir/serah terima, dan dokumentasi. Sistem informasi dibangun menurut kaidah dan metoda-metoda tertentu yang disebut metodologi (systems development methodology). Menurut Weber (1999) terdapat beberapa metodologi yang dapat diikuti, antara lain yang disebut waterfall system, prototyping, soft systems methodology, dengan computer aided systems engineering, rapid systems development, dan sebagainya. Pembangunan sistem informasi dengan metoda waterfall system itu sendiri dapat digambarkan sebagai berikut: Feasibility Study Information analysis System design Program development Procedures and forms development Acceptance testing Conversion Operation and maintenance Gambar 2.1. Waterfall System Development Methodology Sumber : Weber (1999, p.108) Istilah-istilah model prosedur pengembangan (atau pembangunan?) sistem informasi tersebut adalah semata-mata merupakan sebutan yang diintrodusir oleh lingkungan/kelompok- 21 ahli yang menelurkan ide-ide metoda pembangunan sistem. Tujuannya tidak lain adalah agar diperoleh satu kesamaan persepsi mengenai tahapan pembangunan sistem informasi antara para anggota tim (teknisi) maupun dengan calon user, yaitu tentang siapa yang terlibat, tugas dan tanggungjawabnya masing-masing. Berikut beberapa metodologi pembangunan sistem yang dikutip dari Weber (1999). Recognize the problem situation Take action to improve situation Compare conceptual models with problem situation Express the problem situation Indentify desirable and feasible changes Real world Systems thinking Produce root definitions of relevant systems Develop conceptual models of relevant systems Gambar 2.2: Soft Systems Methodology Sumber: Weber (1999, p.113) Sedangkan pendekatan prototyping dapat digambarkan sebagai berikut: Elicit User Requirements Design prototype Implement prototype Use prototype Build production system Gambar 2.2. Prototyping Approach Sumber: Weber (1999, p.114) Perlu dicatat bahwa apapun metodologinya, tetapi sesungguhnya pembangunan sistem informasi hakekatnya terdiri dari rangkaian kegiatan berikut: Tahap Keterangan Feasibility Study Menentukan layak/tidaknya, cost-benefit satu proposed system. Information analysis Menggali user requirements. System design Merancang user interface, sistem file, dan information processing functions yang akan dilakukan, dan sebagainya. Program development Mendesain, coding, compiling, testing, dan documenting tahap-tahap 22 programs. Procedures and forms development Mendesain systems procedures dan form-form yang akan digunakan. Acceptance testing Final test/formal approval/acceptance dari user. Conversion Implementasi, mengganti sistem lama dengan sistem baru. Operation and maintenance On-going production, operasionalisasi sistem, perawatan dan perbaikan, evaluasi atau usul sistem yang lebih baru lagi di kemudian hari. Tabel 2.1. Tahap-tahap Pembangunan Sistem Informasi Sumber: Weber (1999, p.108-109) Testing dapat dilihat dari sisi pengguna maupun teknisi, sebagai berikut: Gambar 2.3. Segi pandang Testing oleh User dan Quality Assurance Sumber: Weber (1999, p.134) Jenis Tes Program testing System testing User testing Quality assurance testing Keterangan Oleh programmer, terhadap tiap program, untuk menguji accuracy, completeness dan efficiency. Oleh sistem analis dan programmer, untuk menguji overall system apakah interfaces antar program/ subsistem sudah baik. Oleh sistem analis, programmer, user dan operator, untuk menguji apakah sistem sudah berjalan baik di lapangan. Pengujian oleh QA, apakah secara teknis sistem sudah baik, dan apakah sesuai dengan aturan/kaidah/standar. Tabel 2.2. Testing Domain Sumber: Weber (1999, p.134) Sedangkan strategi konversi (conversion strategies) yang dapat dipilih adalah: Functionality 23 Old System Functionality (a) New System Abrupt changeover Time Old System New System Time Functionality (b) Phased changeover Old System (c) New System Parallel changeover Time Gambar 2.4. Conversion Strategies Sumber: Weber (1999, p.135) Kualitas Sistem Informasi Sistem informasi yang baik perlu dipersiapkan secara baik dan terencana. Manajer yang membawahi unit fungsional sistem informasi, disebut chief of information officer (CIO) bertanggungjawab untuk mengelola unit dan sumber daya informasi secara baik dan memberikan jasa informasi kepada para usernya dalam tingkat layanan (service level) yang disepakati. Sebagai service department, CIO harus memberikan staf teknis (information systems expert) yang terbaik untuk dapat memberikan dukungan layanan sistem informasi kepada para pengguna jasa informasi dalam tingkat kepuasan (user satisfaction) yang tinggi. Produk sistem informasi untuk dukungan dan pemenuhan kebutuhan user harus andal, dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, jadi apa yang dimaksud dengan sistem informasi yang andal, yang mempunyai tingkat kualitas yang tingg? Ada beberapa kriteria yang dapat disebutkan, antara lain: a. Efektif, atinya sistem informasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan para penggunanya (sesuai user need atau user requirements). Ketersediaan sistem informasi harus dirasakan manfaatnya sebagai penyedia informasi untuk bahan dalam proses pengambilan keputusan (decision making process), maupun untuk dukungan operasional organisasi tersebut. Sebagai pendukung keputusan, hendaknya sistem juga dapat berperan sebagai suatu mekanisme penyedia alternatif-alternatif dan konsultatif proses pengambilan keputusan, serta untuk mempermudah proses komunikasi organisasi (misalnya: group decision maupun di dalam bentuk office automation system). b. Efisien (dengan sumberdaya informasi tertentu dapat menghasilkan output semaksimal mungkin), artinya dengan sumberdaya manusia (teknisi dan operator sistem aplikasi) serta konfigurasi mesin (dengan storage capacity dan processing capacity) seminimal mungkin tetapi dapat memenuhi kebutuhan pemakai jasa semaksimal mungkin. Perlu kita pahami bahwa sumberdaya informasi adalah terdiri dari computer hardware, computer software, application software, information systems specialist, network (datacmmunication equipment), database dengan data/ informasinya, serta user dan lingkungannya. c. Ekonomis (dalam perhitungan cost benefit tersedianya sistem informasi layak secara ekonomis). Biaya yang diperlukan untuk pembangunannya cukup seimbang dengan hasil yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi. Dalam kaitan ini memang terdapat dua pandangan pimpinan organisasi terhadap pengeluaran uang untuk pembiayaan sistem informasi: Pengeluaran dianggap sebagai suatu investasi Pengeluaran semata-mata dianggap sebagai pembiayaan (cost). 24 b. Sistem komputerisasi (sering disebut juga dengan istilah aplikasi, application system), hendaknya dibangun dengan prosedur system development yang tepat, serta memenuhi berbagai kelayakan: teknis (technical feasibility), ekonomis (economic return), layak secara legal dan etika (legal and ethical), layal operasi (operational), dan sesuai jadwal yang dikehendaki (schedule). c. Sistem informasi terdiri dari sub-subsistem dan modul-modul yang relatif kecil dan mudah dikelola (managable small), well-tested, serta mudah untuk dilakukannya penyesuaianpenyesuaian dan pengembangan (updating dan enhancement). d. Sistem aplikasi dilengkapi dengan dokumentasi/manual sistem (system specification/job specification, user manual) dan pelatihan-pelatihan (user training) kepada semua pihak yang berkaitan dengan sistem tersebut. e. Suatu sistem aplikasi komputer akan terdiri dari rangkaian kegiatan yang dilakukan secara manual maupun dengan terprogram (programmable). Di dalam suatu aplikasi mungkin terdapat puluhan (atau ratusan dan bahkan mungkin ribuan program komputer). Setiap program komputer tersebut hendaknya: Berfungsi sesuai dengan fungsionalitasnya secara benar dan lengkap. Memiliki kualitas user-interface yang baik. Didesain dengan baik dan dilengkapi dokumentasi/manual memadai. Seluruh program merupakan kesatuan terpadu, dengan interfaces yang baik dan dengan demikian terjaga adanya data integrity, no-redundancy, serta dataindependence. Mudah dirawat (easy to maintain) Bersifat robust, komprehensif dan mampu beradaptasi (atau dapat mengatasi masalah, atau way-out) bila dalam kondisi tidak normal. Bila perlu dilengkapi pula dengan fasilitas Help Functions. Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Riset tentang implementasi sistem informasi berbasis komputer telah menunjukan bahwa tidak ada satupun penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang secara signifikan dapat mendorong atau menjadi penyebab kesuksesan/kegagalan suatu implementasi sistem (Husein dan Amin Wibowo, 2000, h.5). Namun begitu, riset telah menemukan bahwa hasil implementasi secara luas dapat ditentukan oleh beberapa faktor, misalnya: peran/partisipasi users dalam proses implementasi, tingkat dukungan manajemen bagi upaya implementasi, tingkat kompleksitas dan risiko implementasi proyek, dan kualitas manajemen proses implementasi. Sedangkan menurut Vladimir Zwass (1998, p.49) faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan implementasi sistem informasi adalah : (1) organizational fit. (2) management support and commitment (3) the process of change management (4) sufficient interaction between users and developers. (5) motivated and trained users. (6) proper management of a system development project. (7) system quality. 25 a. Organizational Fit Faktor ini berkaitan dengan proses perencanaan yaitu bahwa perencanaan dalam implementasi dibutuhkan untuk menjamin bahwa sasaran sistem informasi sejalan dengan sasaran organisasi. Fungsi-fungsi khusus dan semua tugas-tugas manusia yang akan bekerja dengan sistem harus didefinisikan dengan jelas dan sistem informasi sejalan dengan sasaran organisasi. Fungsi-fungsi khusus dan semua tugas-tugas manusia yang akan bekerja dengan sistem harus didefinisikan dengan jelas dan sistem informasi harus dibangun untuk memenuhi perumusan tugas yang diinginkan (Vladimir Zwass, 1998, p.497). b. Dukungan Manajemen Persetujuan dari semua level manajemen terhadap suatu proyek sistem informasi membuat proyek tersebut akan dipersepsikan positif oleh pengguna dan staf pelayanan teknis informasi. Dukungan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan terhadap waktu dan tenaga yang tercurahkan pada proyek tersebut, dukungan bahwa proyek akan menerima cukup dana, serta berbagai perubahan organisasi yang diperlukan. c. The Process of Change Management Proses sosialisasi sistem informasi yang baru merupakan proses perubahan organisasional. Kebanyakan orang dalam organisasi akan bertahan, karena perubahan mengandung ketidakpastian dan ancaman bagi posisi dan peran mereka. Akan tetapi proses perubahan organisasional ini diperlukan untuk manajemen perubahan itu selama proses sosialisasi sistem informasi baru. Biasanya, proses manajemen perubahan dalam organisasi memiliki tiga tahapan berikut ini : 1) Unfreezing, yaitu proses menciptakan iklim perubahan degan memotivasi dan training bagi pihak-pihak yang terlibat. 2) Moving, yaitu proses instalasi sistem informasi yang baru. 3) Refreezing, proses pelembagaaan sistem informasi baru dalam organisasi. d. Peran Pengguna Dalam Proses Implementasi Keterlibatan pengguna dalam desain dan operasi sistem informasi mempunyai beberapa hasil yang positif. Pertama, jika pengguna terlibat secara mendalam dalam desain sistem, ia akan memiliki kesempatan untuk mengadopsi sistem menurut prioritas dan kebutuhan bisnis, dan lebih banyak kesempatan untuk mengontrol hasil. Kedua, pengguna berkecenderungan untuk lebih bereaksi positif terhadap sistem karena mereka merupakan partisipan aktif dalam proses perubahan itu sendiri. Kesenjangan komunikasi antara pengguna dengan perancang sistem informasi terjadi karena pengguna dan spesialis sistem informasi cenderung mempunyai perbedaan dalam latar belakang, kepentingan dan prioritas. Inilah yang sering dikatakan sebagai kesenjangan komunikasi antara pengguna dengan desainer (user-designer communication gap). e. Motivated and trained users Pengguna yang mendapatkan motivasi dan training memadai akan dapat meningkatkan partisipasi dalam proses pengembangan sistem informasi serta akan menghilangkan resistensi mereka terhadap sistem baru yang mungkin menurut mereka merupakan ancaman terhadap kepentingan mereka. Pengguna harus memahami dengan jelas bagaimana sistem baru akan membantu mereka bekerja dan mungkin mempertahankan pekerjaan mereka. Training terhadap pengguna merupakan faktor penting dalam menghilangkan ketakutan atau kecemasan pengguna akan ketidaktahuan terhadap sistem baru. f. Manajemen dan proses implementasi Berbagai permasalahan ditemui dalam implementasi proyek, antara lain, konflik dan ketidakpastian jika implementasi proyek dikelola dan diorganisasi dengan cara yang tidak baik. Ada beberapa resiko dan konsekuensi manakala terjadi manajemen yang tidak tepat dalam pengembangan proyek, aantara lain: 26 1) Biaya yang berlebih-lebihan sehingga melampaui anggaran 2) Melampaui waktu yang telah diperkirakan 3) Kelemahan teknis yang berakibat pada kinerja yang berada dibawah tingkat dari yang diperkirakan 4) Gagal dalam memperoleh manfaat yang diperkirakan. g. System Quality Kualitas sistem informasi turut menentukan keberhasilan implementasi. Kualitas sistem yang rendah akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam implementasinya. Vladimir Zwass (1998, p.499) mengungkapkan permasalahan kualitas meliputi : 1) Kegunaan rendah, yaitu jika misalnya response-time lambat, screen-menu panjang dan membingungkan. 2) Kualitas data rendah, yaitu jika data yang dihasilkan tidak akurat, tidak dimasukkan tepat waktu, atau tidak tesedia pada saat diperlukan sehingga menghasilkan informasi yang tidak andal. 3) Penyediaan informasi yang berkualitas rendah, yaitu informasi tidak akurat, tidak relevan yang hampir tidak membantu pengguna dalam pengambilan keputusan, overload, serta informasi sangat terlambat yang mengakibatkan informasi tidak berguna. 4) Biaya operasi sangat tinggi 5) Problem operasional, yaitu sistem sering macet dan membutuhkan banyak waktu untuk perbaikannya. h. Tingkat Kompleksitas dan Resiko Beberapa proyek pengembangan sistem cenderung gagal karena sistem- tersebut mengandung tingkat resiko yang tinggi dibandingkan yang lain. Adapun tiga faktor kunci yang mempengaruhi tingkat resiko proyek, yaitu : 1) 2) 3) Ukuran proyek Struktur proyek Pengalaman dengan teknologi Ukuran Kesuksesan Sistem Informasi Telah banyak riset tentang sistem informasi manajemen yang dilakukan oleh para peneliti untuk mengetahui dan mencari faktor-faktor yang berkaitan dengan keberhasilan implementasi sistem informasi. Berbagai macam kriteria telah dikembangkan, akan tetapi menurut Kenneth C. Laudon dan Jane P. Laudon (1995, p.403-404), ukuran kesuksesan sistem informasi yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. High levels of system use User satisfaction with the system Favorable attitudes of users Achieved objectives Financial payoff to the organization. Sementara itu Vladimir Zwass (1998, p.495-496) mengungkapkan bahwa suatu implementasi sistem informasi itu dikatakan sukses apabila memenuhi hasil sebagai berikut : 1) High levels of system use-most of the expected user do indeed use the system. 2) The system is used to its full potential rather than superficially 3) User is higher satisfied (the satisfaction level can be measured by administering validated questionnaires). 4) The original objectives of the system are achieved. 5) The system is institutionalized. This means all of the following; New generation of 27 users emerge, supported by ongoing training. The business process and organizational structures around the system evolve continually as well. Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa faktor yang menjadi ukuran keberhasilan implementasi sistem informasi bersifat relatif, kombinasi ukuran keberhasilan implementasi diungkapkan berbeda-beda. Namun demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa ukuran keberhasilan implementasi ialah: a. tingkat kegunaan sistem (high level of system use); b. kepuasan pengguna sistem (user satisfaction); c. tingkat pencapaian tujuan (achieved objectives); d. kualitas informasi (information quality); e. sikap yang menguntungkan (favorable attitudes of users). a. Tingkat Kegunaan Sistem (High Level of System Use) Tingginya tingkat kegunaan suatu sistem informasi dapat diukur dengan melakukan jajak pendapat (pooling) terhadap penggunanya dengan kuesioner, atau dengan melakukan monitor atas parameter tertentu seperti volume transaksi on-line (Kenneth Laudon & Jane Laudon, 1995, p.403). Kegunaan sistem informasi dapat dilihat pula dari seberapa jauh sistem informasi tersebut dapat memenuhi peran strategisnya dalam organisasi. Menurut O’Brien (1991, p.56) peran strategis sistem informasi dalam organisasi adalah memperbaiki efisiensi operasi meningkatkan inovasi organisasi, dan membangun sumber daya informasi yang strategis. Ketiga peran strategis ini dapat mendukung organisasi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif dalam bersaing. Dalam sebuah organisasi non-profit peran strategis yang dimaksud adalah meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan dan meningkatkan kinerja mereka dalam melakukan aktivitas pelayanan. b. Kepuasan Pengguna Sistem (User Satisfaction) Parameter yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pengguna ialah opini users atas kualitas informasi yang dihasilkan, kualitas layanan, dan mungkin atas jadwal operasi sistem informasi (Laudon, 1995, p.404). Selain itu yang lebih kritis adalah bagaimana sikap manajer dan seberapa besar kebutuhan informasi mereka dapat terpuaskan, dan bagaimana opini mereka tentang seberapa besar sistem tersebut dapat meningkatkan kinerjanya. c. Tingkat Pencapaian Tujuan (Achieved Objectives) Kesuksesan implementasi sistem informasi harus diukur dari pencapaian hasil yang dinyatakan selama analisis terhadap nilai bisnis yang diharapkan (Vladimir Zwas, 1998, p.495). Tingkat pencapaian tujuan sistem informasi berarti sejauh mana sistem tersebut dapat memenuhi tujuan yang telah ditentukan, yang ditunjukkan dengan perbaikan atas kinerja organisasi dan pengambilan keputusan yang dihasilkan dari penggunaaan sistem informasi. d. Kualitas Informasi (Information Quality) Kualitas informasi yang dihasilkan sistem merupakan salah satu ukuran keberhasilan implementasi, sekaligus merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna sistem informasi. Informasi dikatakan memiliki nilai jika dapat mempengaruhi keputusan sekarang serta keputusan dan tindakan di masa datang. Kualitas informasi dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu akurasi, ketepatan waktu dan relevansi. Higgins (1994, p.716) menjelaskan ketiga hal tersebut sebagai berikut : “ Accuracy means that information is free from mistakes and errors, is clear, and reflects the meaning of the data on the which it is based. Timeliness means that decision makers have the information necessary within the relevant time frame. Relevant means that the information specifically answers the recipient the what, why, when, who, and how of the issue. To be relevant, information must be complete.” Atribut-atribut kualitas informasi secara umum (Vladimir Zwass 1998, p.42) meliputi : 1) 2) Timeliness, atau tepat waktu Completeness, yaitu meliputi semua keperluan 28 3) 4) 5) 6) 7) Conciseness, yaitu tidak meliputi elemen yang tidak diperlukan Relevance, yaitu berhubungan langsung dengan situasi. Accuracy, sesuai dengan realita dan bebas dari kesalahan Precision, bersifat kuantitatif dengan tingkat kepastian tertentu Appropriateness of form, yaitu tingkatan perincian dan tampilan dipilih sesuai dengan situasi. E. Sikap Yang Menguntungkan (Favorable Attitudes Of Users) Sikap positif dari pengguna (user) terhadap sistem informasi akan sangat mendukung berhasil/tidaknya implementasi. Sikap positif dalam bentuk dukungan dan kompetensi dari user, serta hubungan yang baik antara user dengan teknisi merupakan faktor sikap yang menguntungkan (favorable attitudes) dan sangat penting bagi berhasilnya implementasi. Sikap positif menentukan tindakan, dan akan berkaitan dengan tingkat penggunaan yang tinggi (high levels of use) serta kepuasan (satisfaction) terhadap sistem tersebut (Henry Lucas (1990, p.399). Pengendalian Faktor Resiko Kegagalan implementasi sistem informasi bisa disebabkan karena proyek sistem informasi tersebut mempunyai faktor resiko yang tinggi. Tiap-tiap sistem bisa berbeda tingkat resikonya tergantung dari ukuran, cakupan, tingkat kompleksitas, dan komponen teknis serta organisasional dari sistem (Laudon, 1998, p.407). Kemungkinan agar implemetasi suatu sistem berhasil dapat ditingkatkan dengan memilih strategi yang tepat dalam implementasi suatu sistem. Hal ini diungkapkan oleh McFarlan sebagaimana dikutip oleh Laudon dan Laudon (1995, p.414) sebagai berikut: “One way implementation can be improved is by adjusting the project manajement strategy to the level of risk inherent in each project.” Makin besar ukuran proyek, maka makin besar pula tingkat resikonya. Ukuran besarnya proyek bisa diindikasikan dengan nilai uang yang dikeluarkan, banyaknya pihak (unit/staf/teknisi) yang terlibat dalam implementasi, waktu yang digunakan untuk implementasi, dan jumlah unit organisasi yang terpengaruh oleh kegiatan proyek. Karena sulitnya pengelolaan proyek pembangunan sistem informasi (information system development project), maka kemampuan teknis manajemen proyek pada saat ini sudah merupakan suatu kecakapan profesional yang banyak dibutuhkan, dan diajarkan dalam berbagai bentuk kursus.