LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TEMA: PENGEMBANGAN SMK

advertisement
Kearifan Lokal dalam
Mengembangkan
Potensi SDM
LAPORAN TAHUNAN
PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
TEMA:
HUMAN DEVELOPMENT &
COMPETITIVENESS
JUDUL:
PENGEMBANGAN SMK
MODEL INDIGENOUS WISDOM TRI HITA KARANA
Tahun ke 3 dari rencana 3 tahun
Ketua dan Tim
No.
1.
2.
3.
PENELITI
Ketua:
Dr. Putu Sudira, M.P.
Anggota:
Prof. Dr. Suminto, A. Sayuti, M.Pd.
Drs. I Nyoman Suastika, M.Pd.
NIDN
0031126482
0026105605
-
Dibiayai Oleh:
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan
Penelitian Strategis Nasional
Nomor: 239a/STR/UN34.21/2014, Tanggal 13 Mei 2014
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Oktober 2014
i
RINGKASAN
Sesuai lingkup dan sasaran penelitian strategis nasional, Penelitian
Pengembangan SMK Model Indigenous Wisdom Tri Hita Karana
secara
keseluruhan bertujuan untuk mengembangkan model pendidikan kejuruan di SMK
yang menerapkan keseimbangan dan keharmonisan nilai-nilai kearifan lokal Tri Hita
Karana (THK) sebagai basis nilai pendidikan untuk menghasilkan tenaga kerja
tingkat menengah yang kompetitif dan memiliki jati diri ke Indonesiaan. THK adalah
tiga penyebab manusia mencapai kebahagiaan yaitu: (1) keharmonisan hubungan
antara manusia dengan Tuhan; (2) keharmonisan hubungan antar sesama manusia; (3)
kaharmonisan hubungan manusia dengan alam lingkungan hidupnya. Penelitian ini
urgen dilaksanakan sebagai solusi atas masalah menurunnya nilai-nilai budaya,
integritas, identitas nasional, dan daya saing bangsa. Penelitian ini diprogramkan
selama tiga tahun dengan target pencapaian tahun ke 1 (2012): cetak biru SMK model
indigenous wisdom THK. Target tahun ke 2 (2013) adalah Silabus, Subject Specific
Pedagogy (SSP), Buku Pedoman Pengembangan dan Penyelenggaraan SMK Model
Indigenous Wisdom THK dan artikel berkala ilmiah internasional. Pada tahun ke 3
(2014) diharapkan terwujud sekolah pilot SMK model indigenous wisdom THK dan
HKI.
Penelitian ini menggunakan multi metode. Penelitian tahun ke 1 menggunakan
metode kualitatif ethnografi dengan desain pemaknaan secara menyeluruh dan
mendalam dari berbagai artefact, tindakan dan kegiatan sosial budaya dan pendidikan
masyarakat Bali dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan kejuruan di
SMK. Hasil pemaknaan kemudian digunakan
sebagai basis pemecahan
permasalahan pendidikan kejuruan di SMK dengan model IDEAL (Identifying
vocational hight school education problem, Defining vocational hight school
education problem, Exploring alternative approach with indigenous wisdom THK,
Actian on a plan, and Looking at the effect/monitorin and evaluation). Penelitian
tahun ke 2 menggunakan metode Research and Development (RND). Penelitian
tahun ke 3 menggunakan metode Action Research yang diarahkan kepada penerapan
rumusan hasil-hasil kajian tahun ke 1 dan 2 pada sekolah SMKN 3 Singaraja sebagai
sekolah pilot. Perencanaan tindakan-tindakan penerapan SMK model indigenous
wisdom THK didasarkan hasil-hasil Cetak Biru SMK Indigenous Wisdon THK;
Petikan Silabus nilai-nilai inti (core value) dari ideologi THK untuk meningkatkan
penguatan nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti bangsa dalam pengembangan
potensi dan daya saing SDM melalui SMK; SSP berupa: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) beserta Kunci LKS/Rambu-Rambu
Penyelesaian LKS, Kisi-Kisi Lembar Penilaian (LP), Kisi-Kisi LP Produk, Kisi-Kisi
LP Proses, LP Produk, LP Proses dan LP Aktivitas Siswa beserta kunci LP, Media
Pembelajaran dan Modul Bahan Ajar, termasuk buku Siswa. Pelaksanaan piloting
SMK model indigenous wisdom THK didasarkan pada Buku Pedoman
Pengembangan SMK Model Indigenous Wisdom THK hasil rumusan tahun ke 2.
Piloting dilaksanakan di SMKN 3 Singaraja mulai tahun ajaran baru 2014/2015.
Pemilihan lokasi di SMKN 3 Singaraja dilakukan secara purposif dengan
memperhatikan kesiapan sekolah dalam pengembangan SMK model indigenous
wisdom THK.
Secara keseluruhan penelitian ini telah memberi manfaat besar dalam
penyelesaian masalah pembangunan manusia dan daya saing bangsa Indonesia yang
berkaitan dengan isu-isu menurunnya nilai-nilai budaya, integritas, dan identitas
iii
nasional melalui peningkatan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa ideologi
THK untuk menuju peradaban hidup yang seimbang harmonis diantara manusia
dengan Tuhan, harmonis antar sesama manusia, harmonis antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Manfaat ini dapat dicapai melalui penggalian dan pelestarian
nilai-nilai kearifan lokal ideologi THK dan dijadikan basis pengembangan SDM
melalui pendidikan kejuruan.
Berbagai kalangan telah merespon hasil-hasil penelitian ini. Beberapa
diantaranya berasal dari institusi pendidikan dan lembaga ke-Agama-an di Bali. Pada
tanggal 23 Maret 2014, World Hindu Parisad mengudang peneliti sebagai pembicara
inti dalam seminar nasional bertajuk “Konsep dan Praktik Pendidikan Berbasis
Hindu di Indonesia”. Seminar nasional tersebut menghasilkan rumusan-rumusan
konsep dan praksis pendidikan berbasis Hindu Indonesia yang diteruskan sebagai
paper dalam kegiatan World Hindu Parisad (WHP) dan World Hindu Wisdom Meet
(WHWWM) 2014 pada tanggal 16-17 April 2014 di Gedung Ksirarnawa Taman
Budaya Denpasar, dengan Topik “Concepts And Practices of Hindusm Based
Education in Indonesia”. Dalam acara tersebut hadir tokoh-tokoh pendidikan Hindu
dari negara India, Australia, Amerika, Thailand, Indonesia. Selanjutnya pada tanggal
7 Mei 2014 Rektor Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) mengundang
sebagai pembicara inti dalam seminar nasional bertajuk “Perguruan Tinggi Unggul
Berbasis Tri Hita Karana Membangun Prestasi dengan Harmoni”. Pada tanggal 8 Mei
2014 diteruskan dengan seminar nasional Konsep dan Praksis Pendidikan Hindu
Berbasis Tri Hita Karana di Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri
(IHDN) Denpasar.
Kata kunci: Tri Hita Karana, SMK, Indigenous wisdom, harmonis
iv
PRAKATA
Kekuatan daya saing (competitiveness) suatu bangsa utamanya sangat
ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusianya. Pengembangan
kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia (human development) dapat
dilakukan melalui pendidikan kejuruan. Paradigma pengembangan pendidikan
kejuruan dan vokasi mengarah pada tiga dimensi pokok yaitu: (1) pengembangan diri
peserta didik sebagai proses individualisasi; (2) pengembangan kebutuhan
pemerintah daerah dan pemerintah pusat,
bangsa dan negara sebagai proses
lokalisasi, (3) pengembangan kebutuhan pergaulan dan kerjasama internasional
sebagai proses globalisasi. Di antara tiga dimensi pokok tersebut, tuntutan untuk
mengembangkan pendidikan kejuruan dan vokasi yang berjati diri dan berkearifan
lokal terus menguat. Pengembangan pendidikan kejuruan dan vokasi harus sesuai
dengan asas-asas dan prinsip kehidupan suatu bangsa.
SMK indigenous wisdom Tri Hita Karana (THK) adalah sekolah kejuruan
yang menerapkan karakter keharmonisan antara warga sekolah dengan sang pencipta
Tuhan Yang Mahaesa, keharmonisan antar sesama warga sekolah, dan keharmonisan
antara warga sekolah dengan lingkungan sarana dan prasarana sekolah secara
keseluruhan.
Pendidikan berbasis kearifan lokal THK
dapat mengantisipasi
dampak negatif instrusi budaya global, karena THK telah menjadi “taksu” atau
kekuatan sosiokultural spiritual dan falsafah hidup masyarakat Bali.
Pengembangan SMK indigenous wisdom Tri Hita Karana bermanfaat untuk
meningkatkan pengintegrasian pola pikir dan sikap hidup untuk selalu membangun
kecerdasan emosional, spiritual,
kecerdasan seni budaya,
kecerdasan belajar.
Menumbuhkan keimanan, ketakwaan, budaya melayani, kebersamaan, saling
menghormati, berbudaya kerja, budaya belajar, menghilangkan egoisme, merubah
sifat eksklusif menjadi integratif, membangun kekuatan moral, keteguhan mental,
cermat, pengembangan bakat minat seni budaya. Disamping itu juga dapat
meningkatkan pengintegrasian pola pikir dan sikap bekerja sama satu sama lain,
mengelola dan memecahkan masalah, bertindak bersama mewujudkan Visi, Misi,
tujuan SMK, bekerjasama dengan DU-DI, membangun budaya kerja, belajar,dan
melayani.
Untuk mewujudkan peningkatan makna dan manfaat dari hasil penelitian
kearifan lokal ini bagi pengembangan pendidikan secara nasional maka sangat perlu
v
dilakukan kajian trans lokal guna melihat kesepadanan kearifan lokal masing-masing
daerah. Pendalaman kearifan lokal yang diikuti dengan penataan konsep dan modelmodel implementasinya sangat penting dilakukan secara tuntas. Pendidikan kejuruan
Indonesia harus memiliki arah yang jelas, pegangan yang kuat, dan mengakar pada
jati diri masyarakatnya. Kekayaan kasanah bangsa harus menjadi bagian pokok dari
pengembangan pendidikan yang berjati diri bangsa
Indonesia yang kuat dan
bermartabat di antara bangsa-bangsa lain di dunia.
Penelitian ini terlaksana berkat bantuan berbagai pihak, untuk itu ucapan
terimakasih kami sampaikan kepada: (1) Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta; (2) Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Negeri Yogyakarta; dan (3) Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang telah memberi fasilitas serta dana penelitian.
Yogyakarta, 20 Oktober 2014
Ketua Peneliti
Dr. Putu Sudira, M.P.
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan dikotomi pendidikan teknologu dan pendidikan kejuruan.............. 14
Tabel 2. Nilai THK Unsur Parhyangan dan Implementasinya dalam Pembelajaran..... 46
Tabel 3. Nilai THK Unsur Pawongan dan Implementasinya dalam Pembelajaran ....... 48
Tabel 4. Nilai THK Unsur Palemahan dan Implementasinya dalam Pembelajaran ...... 50
Tabel 5. Pelembagaan Unsur Parhyangan dari Ideologi THK, Fungsi dan
Implikasinya dalam Pembudayaan Kompetensi ............................................................. 62
Tabel 6. Pelembagaan Unsur Pawongan dari Ideologi THK, Fungsi dan
Implikasinya dalam Pembudayaan Kompetensi ............................................................. 63
Tabel 7. Pelembagaan Unsur Palemahan dari Ideologi THK, Fungsi dan
Implikasinya dalam Pembudayaan Kompetensi ............................................................. 64
Tabel 8. Sebaran SMK di Kabupaten/Kota berdasarkan status Jumalah Siswa .............67
Tabel 9. Sepuluh Besar Kompetensi Keahlian Tereselenggara di Bali .......................... 68
Tabel 10. Analisis KI dan KD Implementasi nilai-nilai THK ........................................ 71
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tema Pembangunan Enam Koridor Ekonomi Indonesia ............................. 1
Gambar 2. Konsep Arah Orientasi Ruang dan Kosep Sanga Mandala.......................... 37
Gambar 3. Parhyangan Pura Sekolah SMK Model Indigenous Wisdom THK............ 38
Gambar 4. Parhyangan Pelangkiran ruang kelas, ruang administrasi ........................... 38
Gambar 5. Pola Tata Ruang SMK model Indigenous Wisdom THK ............................ 40
Gambar 6. Suasana lingkungan SMK model Indigenous Wisdom THK ....................... 41
Gambar 7. Arca di Lingkungan SMK model Indigenous Wisdom THK....................... 41
Gambar 8. Dimensi Tri Hita Karana dalam Mikrokosmos dan Makrokosmos .............. 60
Gambar 9. Persentase SMK swasta dan Negeri di Provinsi Bali.................................... 66
Gambar 10. Grafik Tingkat Penyelenggaraan 44 Kompetensi Keahlian........................ 69
Gambar 11. Kegiatan Persembahyangan Bersama di Pura Sekolah............................... 86
Gambar 12. Pemanfaatan Pura Sekolah sebagai pengembangan Nilai Spiritual........... 87
Gambar 13. Pola Pengembangan Pawongan di SMK .................................................... 92
Gambar 14. Pemeliharaan Palemahan melalui kegiatan PBM....................................... 98
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Perjanjian Internal Pelaksansan Penelitian .................................... 108
Lampiran 2. Berita Acara Pelaksanaan Seminar Instrumen ........................................ 112
Lampiran 3. Berita Seminar Hasil Penelitian .............................................................. 117
Lampiran 4. Makalah Seminar Perguruan Tinggi Unggul Berbasis THK .................. 122
Lampiran 4. Makalah Seminar THK and Hiduism-based Education .......................... 135
.
x
BAB I
PENDAHULUAN
Diselenggarakannya pendidikan kejuruan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dan Madrasah Aisyah Kejuruan (MAK) pada provinsi, kabupaten, dan kota
di seluruh Indonesia diharapkan dapat mendukung penyediaan tenaga kerja trampil
untuk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (P3EI) untuk
periode tahun 2011-2025 di enam koridor ekonomi seperti Gambar 1. Pembangunan
ekonomi yang diharapkan adalah pembangunan eknomi yang mensejahterakan,
berkeadilan sosial, merata, berkelanjutan tanpa merusak sendi-sendi berkehidupan,
berbudaya, berbangsa dan bernegara, serta alam lingkungan.
DOR
EKONOMI
Gambar 1. Tema Pembangunan Enam Koridor Ekonomi Indonesia
Berdasarkan Gambar 1 tema pembangunan koridor ekonomi didasarkan pada
keunggulan dan potensi wilayah. Koridor Bali-Nusa Tenggara dengan pusat ekonomi
di Denpasar, Kupang, dan Mataram adalah koridor 5 sebagai pintu gerbang
pariwisata dan pedukung pangan nasional. Sebagai pintu gerbang pariwisata dan
pendukung pangan nasional; Provinsi
Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur sudah seharusnya semakin memantapkan program-program
penyelenggaraan pendidikan kejuruan terkait jenis (kualitas/relevansi), lokasi
1
(tempat), dan jumlah (kuantitas) satuan pendidikan SMK/MAK yang dikembangkan.
Evaluasi terhadap jenis-jenis kompetensi keahlian pokok dan pendukung industri
pariwisata dan pangan perlu terus dilakukan.
Para penyelenggara pendidikan kejuruan di Bali sebagai koridor pariwisata dan
pendukung pangan nasional juga perlu mengembangkan konektivitas intra dan inter
koridor dalam skala nasional dengan koridor Jawa sebagai pendorong industri dan
jasa nasional; koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil
tambang dan lumbung energi nasional; koridor Sulawesi sebagai pusat produksi dan
pengolahan hasil perikanan, perkebunan, dan perikanan serta pertambangan nikel
nasional; koridor Papua dan Kepulauan Maluku sebagai pusat pengembangan
pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional; koridor Sumatera sebagai
sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Disamping
konektivitas intra dan inter nasional, konektivitas internasional juga sangat perlu
dibangun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, dan merata
dengan slogan “locally integrated and globally connected”.
Merujuk master plan (MP3EI), pengembangan pendidikan kejuruan di
Provinsi
Bali dalam kerangka P3EI
membutuhkan peningkatan kapasitas dan
kapabilitas (kemampuan dan kemauan) sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan
serta teknologi yang memadai. Provinsi Bali sebagai pintu gerbang pariwisata dan
pendukung pangan nasional perlu terus menata jenis kompetensi keahlian yang
relevan, lokasi yakni sebaran kecamatan atau kabupaten tempat pembangunan SMK,
jumlah (kuantitas) SMK yang dikembangkan sesuai kebutuhan akses dan
relevansi/mutu pendidikan. Penataan orientasi dan jenis-jenis kompetensi keahlian
SMK yang relevan dengan kebutuhan MP3EI akan semakin meningkatkan kualitas
dan jati diri pendidikan kejuruan sebagai pendidikan dunia kerja.
Pengembangan kualitas pendidikan kejuruan di SMK terkait dengan bidangbidang pekerjaan pariwisata dan pangan sangat perlu memperhatikan konteks lokal
Bali sebagai pendukung kebutuhan-kebutuhan pariwisata nasional. Pariwisata Bali
dan pariwisata Indonesia pada umumnya adalah pariwisata budaya dengan berbagai
keunikan keunggulan lokal daerah. Keunggulan lokal dan kearifan-kearifan lokal
daerah Bali perlu terus didorong dan digunakan sebagai basis pengembangan
2
pendidikan kejuruan. Hal ini searah dengan pendapat para tokoh pendidikan kejuruan
seperti Oketch (2009), Coessens (2008), Chinien, Boutin, Plane (2009). Sasarannya
adalah agar pendidikan kejuruan dapat berkembang secara profesional, seimbang,
dan berkelanjutan untuk keharmonisan dan kemajuan sosial-ekonomi bersama,
memberi kontribusi pada keharmonisan dan pelestarian lingkungan,
pelestarian
nilai-nilai budaya, pengukuhan identitas bangsa, bijak dalam menggunakan sumber
daya alam, efektif, efisien dalam melakukan perbaikan tenaga kerja terdidik dan
terlatih (Chinien and Singh, 2009).
Interaksi manusia ke manusia melalui komputer dalam jaringan internet telah
menggeser peradaban manusia menjadi lebih bebas untuk saling mempengaruhi dan
atau mengadopsi budaya satu sama lain. Akibatnya budaya dunia ini semakin tanpa
bentuk dan nama yang pasti. Dampak buruk yang mulai semakin terasa adalah
tersingkirnya budaya lokal dengan nilai-nilai adiluhungnya. Budaya lokal adiluhung
menjadi semacam keris pusaka yang digantung di dinding rumah, tidak jelas untuk
apa dan bagaimana digunakan. Dalam kondisi seperti ini masyarakat cenderung lalai
dengan hal-hal mendasar dan memilih hidup edonis dengan mengutamakan dan
mendewa-dewakan benda-benda material semata semacam harta dan juga tahta.
Penanganan dampak intrusi budaya global terhadap budaya lokal salah satunya
dapat dilakukan melalui inovasi pengembangan kualitas, perluasan akses, dan
relevansi pendidikan berbasis budaya dan kearifan lokal (Djohar, 2008; Zajda, 2008;
Sing, 2009). Inovasi pengembangan kualitas, perluasan akses, dan relevansi
pendidikan berbasis budaya, kearifan, dan keunggulan lokal diharapkan dapat
meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap budaya bangsa sebagai modal
sosiokultural-spiritual dalam membangun peradaban baru pendidikan kejuruan
modern berkarakter Indonesia (Suminto, 2005). Sembari mengakrabi gempuran
budaya global sambil memilah dan memilih, pendidikan kejuruan Indonesia
harusnya mengedepankan pemeliharaan dan pengembangan identitas ke Indonesiaan
yang unik (Tilaar, 2002; Suminto, 2005). Pendidikan kejuruan Indonesia harus
memiliki arah yang jelas,
pegangan yang kuat, dan mengakar pada jati diri
masyarakatnya (Rojewski, 2009; Pavlova, 2009). Pada akhirnya pendidikan kejuruan
diharapkan dapat
menjadi
perangkat
pembangunan berkelanjutan dalam
meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia karena kualitas dan keunikannya.
3
Secara konvensional tujuan pokok pendidikan kejuruan di SMK adalah untuk
menyiapkan lulusannya bekerja, berwirausaha, atau melanjutkan ke perguruan tinggi.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut SMK dituntut mampu menginternalisasikan
keseluruhan konteks pendidikan kejuruan ke dalam input dan proses pendidikan,
sehingga output dan outcome sistem pendidikan pada SMK optimal (Slamet, 2008).
Selain perkembangan teknologi khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK), industri berbasis pengetahuan, industri kreatif, regulasi pemerintah, tuntutan
kompetensi dan ketrampilan kerja, dan perkembangan pendidikan tinggi, SMK harus
memperhatikan kearifan lokal (indigenous wisdom) masyarakat setempat.
Kearifan lokal bagi masyarakat Bali merupakan “taksu” atau modal dasar
untuk mengembangkan sumber daya insani (SDI). Kearifan lokal dapat digunakan
oleh SMK dalam membina dan mengembangkan pendidikan kejuruan. Dengan
menerapkan kearifan lokal, SMK dapat berkembang sebagai pusat pembudayaan
kompetensi yang holistik, menjadi basis pengembangan karakter dan kepribadian
SDI dengan ketrampilan kerja tinggi dan
memiliki keunikan dalam tata nilai
khususnya tata nilai kejuruan.
Sekolah Menengah Kejuruan Tri Hita Karana (SMK-THK) adalah SMK
berbasis kearifan lokal yang mengajarkan nilai-nilai keseimbangan hidup bagi warga
sekolah yang dilandasi oleh keharmonisan antara warga sekolah dengan Sang
Pencipta Tuhan Yang Mahaesa, keharmonisan antar sesama warga sekolah, dan
keharmonisan antara warga sekolah dengan lingkungan sekolah secara keseluruhan.
SMK THK adalah lembaga pendidikan kejuruan formal pada tingkat menengah yang
bertujuan menghasilkan lulusan untuk bekerja, berwirausaha, dan melanjutkan ke
perguruan tinggi sesuai bidang studi keahliannya dimana nilai-nilai luhur THK
dijadikan sebagai bagian dari pengembangan standar kompetensi lulusan, standar isi
program, standar proses pembelajaran, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar biaya, dan standar penilaian.
Permasalahan mendasar bagi
sebuah bangsa dalam
mengembangkan
pendidikan kejuruan adalah masalah proses vokasionalisasi. Bagaimana sebuah
bangsa dapat berhasil melakukan vokasionalisasi dalam memodali masyarakatnya
dengan pengetahuan, nilai-nilai lokal, sikap, prilaku, dan ketrampilan yang
4
dibutuhkan agar dapat berpartisipasi secara benar, baik, dan wajar
dalam
bermasyarakat. Bagaimana vokasionalisasi sebagai proses penimbaan ilmu
(acquisition of knowledge), pencernaan ilmu (digestion of knowledge), pembuktian
ilmu (validation of kowledge), dan pengembangan ketrampilan dapat berjalan
diantara
masyarakat
pekerja
dan
pencari
kerja.
Bagaimana
masyarakat
menggerakkan proses vokasionalisasi bersama-sama dengan dunia usaha dan dunia
industri dalam menerapkan pembelajaran berbasis kerja dan menciptakan lingkungan
belajar yang mendidik. Bagaimana masyarakat dapat belajar sambil bekerja dan
bekerja sambil belajar yang dikenal dengan istilah learning by working in the real
work process (work-integrated learning).
Permasalahan pokok yang dihadapi SMK dalam menginternalisasikan konteks
kearifan lokal sebagai modal dasar pengembangan sekolah kejuruan antara lain: (1)
apakah ada kebijakan pemerintah pusat dan daerah tentang pendidikan berbasis
kearifan lokal; (2) apakah terjadi keselarahan konsep kearifan lokal dengan tuntutan
pembangunan pendidikan kejuruan; (3) apakah
dengan visi dan misi pendidikan kejuruan;
nilai-nilai kearifan lokal selaras
(4) bagaimana pemahaman dan
penghayatan terhadap nilai-nilai kearifan lokal; dan (5) bagaimana komitmen
stakeholder pendidikan kejuruan di daerah dalam menerapkan kearifan lokal.
Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan berbasis
keunggulan lokal (penjelasan PP 19 Pasal 91 ayat 1). Pengkajian kearifan lokal
(indigenous wisdom) dan keunggulan lokal sangat penting dan bersifat strategis
dalam kerangka inovasi dan pengembangan kualitas SDI, pengukuhan nilai-nilai
budaya, integritas, dan identitas nasional. Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan
sistemik terencana yang memberi dampak besar dan luas dalam bentuk program
SMK indigenous wisdom THK.
Bali telah memiliki konsep-konsep yang khas untuk kelangsungan hidupnya.
Konsep tersebut menyangkut kehidupan fisik (sekala) maupun non fisik (niskala),
menyangkut tata ruang dan kebijakan pemanfaatan lahan pertanahan, menyangkut
tata kemasyarakatan dalam wadah lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan desa
5
pakraman. Bali dalam perspektif ideologi THK adalah sebuah kesatuan yang utuh,
sehingga segala program dan kebijakan yang menyangkut Bali harus dilakukan
secara sinergis, integral, dan sistemik. Bali tumbuh dengan alam dan kebudayaannya
dalam menentukan masa depannya. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan
alam dan kebudayaan Bali harus tetap berdasarkan ideologi THK (Agastia, 2007).
Praksis ideologi THK di SMK sebagai kearifan lokal (indigenous wisdom)
sangat perlu dikaji secara tuntas dan dijadikan basis inovasi dan pengembangan
kualitas pendidikan kejuruan untuk menjawab tantangan menurunnya nilai-nilai
budaya untuk menghasilkan output pendidikan kejuruan yang memiliki identitas dan
daya saing internasional. Praksis ideologi THK dapat digunakan sebagai solusi dari
permasalahan-permasalahan pengembangan SDI Bali pada umumnya dan khususnya
dalam inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan kejuruan di era ekonomi
berbasis pengetahuan. Praksis ideologi THK adalah kemungkinan atas jawaban
permasalahan-permasalahan menurunnya daya saing bangsa, melemahnya integritas
dan identitas nasional.
Secara pragmatis pendidikan kejuruan di abad 21 dituntut membangun manusia
yang memiliki karakter budaya kerja, budaya belajar, budaya melayani, bermental
dan bermoral sebagai learning person yang mampu menumbuhkan kecerdasan
belajar sebagai sentral untuk mengembangkan kecerdasan emosional-spiritual,
kecerdasan sosial-ekologis, kecerdasan intelektual, kecerdasan kinestetis, kecerdasan
ekonomika, kecerdasan politik, kecerdasan teknologi, dan kecerdasan seni-budaya
(Sudira,
2011).
Pendidikan
kejuruan
akan
berhasil
jika
mampu
menumbuhkembangkan eksistensi manusia pendidikan kejuruan yang memasyarakat,
berbudaya kompetensi dalam tatanan kehidupan berdimensi lokal, nasional, regional,
dan global. Sebagai produk masyarakat, pendidikan kejuruan tidak bisa dipisahkan
dari masyarakat dimana pendidikan kejuruan dikembangkan. Pendidikan kejuruan
tumbuh dari masyarakat, berkembang bersama budaya masyarakat setempat,
memperhatikan keunggulan lokal, potensi wilayah, dukungan masyarakat, partisipasi
dan kerjasama masyarakat, ada konsensus yang kuat diantara masyarakat dengan
lembaga pendidikan kejuruan. Visi pendidikan kejuruan seharusnya kongruen
dengan visi masyarakat dimana pendidikan kejuruan dikembangkan (Tilaar, 1999).
6
Penelitian pengembangan SMK Model Indigenous Wisdom Tri Hita Karana urgen
dilaksanakan karena beberapa alasan yaitu:
1. SMK model indigenous wisdom THK sebagai solusi atas masalah menurunnya
nilai-nilai budaya, integritas, identitas nasional, dan daya saing bangsa belum
dikembangkan di Indonesia.
2. Pemerintah Indonesia secara yuridis melalui UU nomor 33 tahun 2004 telah
menetapkan penyelenggaraan pendidikan kejuruan secara desentralistik. Implikasi
dari desentralisasi pendidikan adalah tuntutan penguatan kemandirian dalam
peningkatan mutu, relevansi, daya saing, dan efisiensi dengan memperhatikan
potensi wilayah, kekuatan budaya lokal untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
daerah.
3. Adanya amanat UU nomor 20 tahun 2003 dan PP 19 tahun 2005 yang
menegaskan
pentingnya
pengelolaan pendidikan dasar dan pendidikan
menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
4. Adanya Peraturan Menteri pendidikan Nasioanl nomor 63 Tahun 2009 tentang
penjaminan mutu pendidikan berbasis keunggulan lokal.
5. Adanya Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.
6. Inovasi dan pengembangan kualitas dan relevansi pendidikan kejuruan di Bali
memerlukan formulasi tersendiri karena Bali memiliki keunikan sosiokultural,
kearifan dan keunggulan lokal.
7. Ideologi THK sampai saat ini baru dikembangkan dalam ranah pertanian (subak),
arsitektur, pengembangan kawasan perumahan, banjar, desa pakraman. Ideologi
THK belum dikembangkan secara serius dalam ranah pendidikan khususnya ranah
pendidikan kejuruan. Padahal semua masyarakat mengakui bahwa pendidikan
adalah ranah utama dalam pembangunan manusia, lingkungan, keagamaan.
8. Penggalian dan pelestarian nilai-nilai ideologi THK sebagai kearifan dan
keunggulan lokal dapat memperkokoh nilai-nilai budaya, integritas, dan identitas
nasional bangsa Indonesia di mata dunia.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asas-asas dan Permasalahan Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan selain bersifat progresif sebagai pendidikan ekonomi juga
harus bersifat normatif (Thompson,1973). Pendidikan kejuruan bersifat progresif
artinya pendidikan kejuruan itu harus mampu mendidik dan melatih peserta didik
dalam berproduksi dan memberi layanan secara adaptif terhadap perubahanperubahan yang terjadi. Pendidikan kejuruan bersifat normatif artinya pendidikan
kejuruan itu harus tumbuh sejalan dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang
berlaku dalam suatu bangsa atau negara. Sebagai pendidikan ekonomi yang bersifat
progresif, pendidikan kejuruan diukur dan dinilai dari aspek efektivitas dan efisiensi
secara sosial dalam pengembangan sumber daya insani pendukung pembangunan
ekonomi. Bagaimana pendidikan kejuruan intensif mengembangkan teknologi,
melakukan inovasi, riset pengembangan, dan mendorong penumbuhan pengetahuan
teknis dan informasi baru.
Belakangan pendidikan kejuruan mendapat kritikan yang cukup tajam.
Pendidikan kejuruan jika dikembangkan hanya untuk kepentingan ekonomi semata
sebagai pencetak tenaga kerja untuk kebutuhan pendukung industri telah menistakan
eksistensi manusia. Pendidikan kejuruan menjdai terbatas dan tidak menyediakan
pemenuhan kebutuhan manusia secara utuh. Hal ini dapat dikatakan dapat melanggar
norma-norma sosial dan budaya. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana
seharusnya pendidikan kejuruan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan diantara
kebutuhan ekonomi, sosial, dan penyediaan kebutuhan hidup individu manusia
secara holistik. Bagaimana pendidikan kejuruan mendukung tumbuh dan
berkembangnya skill karir seseorang sebagai bagian dari life skills.
John Dewey menawarkan pendidikan kejuruan model demokratis. Pendidikan
kejuruan dalam pandangan John Dewey adalah pendidikan untuk menyiapkan siswa
berkemampuan memecahkan permasalahan yang terjadi yang disebabkan oleh
perubahan-perubahan cara-cara berlogika dan bernalar menggunakan pikiran terbuka
dalam mencari berbagai alternatif solusi dengan selalu siap sedia melakukan
berbagai percobaan/eksperimen. Dampak dari pendidikan dalam mazab Dewey
8
adalah warga negara yang berpengetahuan yang secara vokasi mampu beradaptasi
dan mencukupi dirinya berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, memiliki
wawasan belajar dan bertindak mengatasi perubahan sebagai proses belajar
sepanjang hayat (Rojewski, 2009). Dewey juga menawarkan pandangan bahwa
pendidikan kejuruan seharusnya memberi solusi-solusi masalah diskriminasi dalam
perekrutan tenaga kerja, kebekuan kaum perempuan, kaum minoritas, kaum
terbelakang, dan kaum miskin.
Dewey menganjurkan adanya modernisasi kurikulum pendidikan kejuruan
dengan memasukkan studi “scientific-technical”.
Dewey berargumen bahwa
persekolahan tradisional telah menjadi tumpul dan mekanistis. Sebagai pendidikan
yang progresif, pendidikan kejuruan harus melakukan perubahan kurikulum dan
pembelajaran yang mencerminkan perubahan teknologi secara nyata di abad baru.
Dalam pendidikan demokratis, peserta didik mengekplorasi kapasitas dirinya dengan
berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakatnya. Dewey memandang sekolah
yang terisolasi dari kehidupan masyarakat penuh pemborosan. Dewey memandang
bahwa sekolah harus mampu melakukan transmisi dan transformasi budaya dengan
semakin hilangnya perbedaan posisi ras, suku, dan kedudukan sosial ekonomi
mereka. Setiap individu peserta didik diharapkan memiliki pandangan positif untuk
saling membantu. Pandangan Dewey sangat cocok dengan pengembangan
pendidikan kejuruan berwawasan kearifan lokal.
Pendidikan kejuruan sebagai pendidikan untuk dunia kerja sangat penting
fungsi dan posisinya dalam memenuhi tujuan kebijakan ketenagakerjaan. Kebijakan
ketenagakerjaan suatu negara diharapkan mencakup empat hal pokok yaitu: (1)
memberi peluang kerja untuk semua angkatan kerja yang membutuhkan; (2)
pekerjaan tersedia seimbang dan merata di setiap daerah dan wilayah; (3) memberi
penghasilan yang mencukupi sesuai dengan kelayakan hidup dalam bermasyarakat;
(4) pendidikan dan latihan mampu secara penuh mengembangkan semua potensi dan
masa depan setiap individu; (5) matching men and jobs dengan kerugian-kerugian
minimum, pendapatan tinggi dan produktif. Kebijakan ketenakerjaan tidak boleh
memihak hanya pada sekelompok atau sebagian dari masyarakatnya. Jumlah dan
jenis-jenis lapangan pekerjaan tersedia, tersebar merata, seimbang, dan layak untuk
kehidupan seluruh masyarakat.
9
Kaufman dan Brown (Thompson, 1979:16) menjelaskan bahwa kebijakan
pengembangan SDM (manpower policy) adalah kombinasi dari:
pengembangan
lapangan
pekerjaan
(employment
policy)
(1) kebijakan
yang
bertujuan
menyediakan peluang-peluang pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat; (2)
kebijakan pengembangan sumberdaya manusia (human resources policy) didesain
untuk pengembangan skills, pengetahuan, dan kapabilitas tenaga kerja, dan (3)
kebijakan pengalokasian tenaga kerja (man power allocation policy) khususnya
kebijakan maching man and job. Kaufman dan Brown menyimpulkan bahwa sangat
tidak mungkin memenuhi secara detail dan akurat analisis tentang ketenaga kerjaan
untuk proyeksi tenaga kerja usefull. Pertanyaannya adalah apa peranan pendidikan
vokasi dari generasi ke generasi. Peranan pendidikan vokasi adalah melakukan
penyesuaian pencari kerja dengan pekerjaan. Jika tidak maka pendidikan vokasi
dikritik tidak atau kurang memberi makna.
Pendidikan kejuruan dalam kebijakan ekonomi dan pengembangan SDM
menjadi sangat penting fungsi dan posisinya. Pendidikan kejuruan dalam perspektif
ekonomi konsern pada alokasi kebijakan matching men and jobs sebagai basis
primer/utama. Panel konsultan dalam pendidikan vokasi menyatakan kasus efek
ekonomis dari pendidikan vokasi adalah korelasi antara waktu belajar dengan masa
mendapatkan gaji/upah. Pendidikan kejuruan adalah investasi masa depan bagi setiap
individu. Rekomendasi dari pendidikan kejuruan adalah: (1) pendapatan tahunan
meningkat sebanding dengan tingkat masa sekolah; (2) total waktu atau masa kerja
mendapatkan gaji setingkat dengan masa pendidikan; (3) jika berhenti bekerja dan
harus kembali meneruskan pendidikan, kontribusi tambahan pendidikan positif dan
signifikan.
Sistem ekonomi sangat penting bagi individu dan masyarakat. Secara
konvensional pendidikan vokasi memegang peranan penting dalam pelayanan sistem
ekonomi dan pasar tenaga kerja. Pendidikan kejuruan digunakan sebagai instrumen
kebijakan pengembangan sumberdaya manusia secara nasional. Kebijakan
sumberdaya manusia diarahkan pada pengembangan dan pemanfaatan tenaga kerja
sebagai sumberdaya ekonomi dan sumber pendapatan individu dan keluarga. Tujuan
kebijakan pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan kejuruan:
10
1. Peluang pekerjaan untuk semua yang membutuhkan secara seimbang bebas
memilih dan memberi penghasilan dan layak sesuai kondisi kehidupan
masyarakat.
2. Pendidikan dan pelatihan mampu mengembangkan setiap potensi peserta didik
secara penuh.
3. Kesesuaian manusia dengan pekerjaan dengan kehilangan pendapatan dan
produksi sekecil mungkin
Dimensi baru kebijakan penempatan tenaga kerja adalah mathcing the best man
dengan pekerjaan yang ada serta penyediaan pekerjaan yang cocok untuk setiap
orang atau membekali mereka untuk mengisi pekerjaan yang sesuai. Penyiapan
bekerja melalui pendidikan kejuruan harus dimulai di sekolah dasar (elementary
schools) melalui gambaran yang realistik tentang dunia kerja. Proses mendasar atau
fundamental ini harus menjadikan siswa familier dengan dunia kerja mereka kelak
dan memberi mereka tools intelektual dan kebiasaan rasional berbagai permainan
yang menyenangkan.
Di SMP orientasi ekonomis dan persiapan bekerja harus diperkaya dan
ditingkatkan kecanggihannya melalui pengenalan sistem ekonomi dan industri
barang dan jasa. Tujuannya adalah pencerahan/pembukaan atau pemberian wawasan
pilihan-pilihan pekerjaan yang memungkinkan dan menguntungkan. Persiapan kerja
harus lebih spesifik di SMA/SMK (hight school), melalui persiapan yang lebih
terbatas pada pekerjaan spesifik. Beberapa persiapan kerja pasca SMP yaitu di SMK
harus merupakan tujuan pendek/dekat dan mendekati kenyataan.
Setiap pekerjaan yang berkontribusi pada kebaikan masyarakat adalah subyek
yang cocok pada pendidikan vokasi. Dalam pengalokasian sumber daya, pertama
harus diperhatikan apakah pekerjaan itu memberi peluang pengembangan karir dan
bayaran yang memadai. Pada SMP dan SMK perhatian dapat diarahkan hanya pada
kelompok pekerjaan yang mempekerjakan banyak orang, instruksi harus langsung
pada prinsip2 yang luas, common skills, dan attitude yang meresap dan berguna
dalam bidang pekerjaan yang sangat luas. Batasan ini akan kurang valid jika siswa
kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi.
11
Penyiapan kerja tidak hanya dibatasi di kelas, lab sekolah. Perlu banyak
pelatihan on the job karena peralatan yang mahal tidak mudah diadakan dan
digandakan. Familierisasi dengan lingkungan dan disiplin kerja merupakan bagian
penting
dari penyiapan tenaga kerja. Ini sulit disimulasikan di ruang kelas.
Penyiapan pekerjaan
efektif tidak
mungkin jika sekolah
merasa bahwa
obligasi/kewajiban akhir hanya pada saat siswa tamat/lulus. Sekolah akhirnya harus
bekerja dengan pekerja membangun jembatan antara
sekolah dan pekerjaan.
Menempatkan siswa pada pekerjaan dan menindaklajuti keberhasilan dan kegagalan
mereka dengan berbagai kemungkinan informasi terbaik ke sekolah berdasarkan
kekuatan dan kelemahan mereka.
B. Kajian THK dan Budaya Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Dinamika perubahan lingkungan masyarakat menyebabkan terjadi divergensi
antara apa yang dibutuhkan dengan apa yang diinginkan, antara kebutuhan pragmatis
dengan kebutuhan ideal. Sehingga sistem pendidikan kejuruan diharapkan menjadi
bagian dari sistem budaya sebagai cermin dari masyarakat dan sebagai agen
perubahan, daya penggerak dari ide-ide luhur masyarakat itu sendiri. Problematika
pengajaran yang selalu menjadi konflik adalah rendahnya budaya sivitas akademika.
Budaya barbarian yang terbawa sejak lahir tidak memiliki habits/kebiasaan, ide-ide,
dan skill sebagai budaya. Dalam masyarakat modern penyesuaian budaya menjadi
bagian dari fungsi-fungsi dasar pendidikan di sekolah.
Proses pendidikan adalah proses penanganan dan pengembangan budaya dari
masa ke masa. Pendidikan kejuruan secara evolusioner dapat membangun barangbarang baru, proses baru, teknik barus, ide-ide, kebiasaan/habits, nilai-nilai/values.
Jika diidentifikasi terdapat tiga kategori budaya: (1) kategori pertama adalah budaya
universal termasuk segala sesuatu yang diterima oleh anggota masyarakat secara
umum; (2) kategori kedua adalah kategori khusus yaitu budaya yang hanya diterima
oleh sebagian dari anggota masyarakat, hanya sebagian dari masyarakat yang dapat
melakukan (budaya sesuatu yang dipraktekkan/dilakukan); (3) kategori ketiga
adalah elemen budaya alternatif adalah bagian dari teknik-teknik atau prosedur yang
dapat diterima. Contoh: memasak bisa menggunakan gas, minyak tanah, kayu bakar,
listrik dsb.
12
Menurut Fisher dan Thomas dalam Thompson (1973) kebijakan pendidikan
harus berdasarkan pada: (1) fakta; (2) tujuan; (3) nilai-nilai; (4) pandangan masa
depan. Sebelum bekerja tentang suatu masalah kita harus mengumpulkan data-data
dan fakta-fakta yang relevan. Data industri, ketenagakerjaan, perkembangan
kebutuhan skill dan sebagainya. Tujuan kebijakan pendidikan kejuruan
sebagai
adalah
guideline/penuntun, kemana tujuan pendidikan diarahkan. Tujuan yang
digariskan harus pula sebagai suatu fakta atau realitas. Nilai-nilai berkaitan dengan
apa sesungguhnya yang harus dilakukan. Apakah kita punya keyakinan bahwa hal itu
benar, pantas, betul, dan bermoral. Sering ada perbedaan antara nilai pengertian dan
nilai prilaku. Nilai pengertian bersifat pemahaman konsep atau teori. Sedangkan nilai
prilaku bersifat tindakan nyata yang didasari oleh pengertian itu sendiri. Contoh:
semua orang tahu, mengerti, dan percaya bahwa merokok itu jelek untuk kesehatan.
Tetapi
prilaku
masyarakat
terus
saja
merokok
dan
menikmati
sebagai
habits/kebiasaan. Yang baik adalah adanya keselarasan antara nilai pengertian dan
nilai prilaku. Prilaku yang baik adalah prilaku yang didasari dengan nilai-nilai
pengetahuan yang baik pula. Bagaimana sekolah dapat mengembangkan nilai-nilai
itu pada diri anak didik dan muncul sebagai habits.
Sejak lama leluhur kita di Jawa dan Bali meletakkan dasar-dasar pemikiran
adiluhung.
Salah satunya adalah konsep hidup harmonis yang disebut dengan
konsep “cucupu lan manik” Konsep ini digambarkan seperti harmonisnya jabang
bayi dengan kandungan sang ibu. Jabang bayi sebagai manik kehidupan dan
kandungan sang Ibu sebagai cucupu atau wadah kehidupan. Keharmonisan antara
wadah dengan isi akan membuat segalanya tumbuh dan berkembang dengan baik dan
berkelanjutan. Konsep ini serupa dengan konsep education for sustainable
development (ESD).
Sejalan dengan konsep “cucupu lan manik”, jika nama Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan sebagai wadah dari suatu program studi, maka muatan atau isi apakah
yang harus ditumbuhkan dalam wadah ini? Apakah yang dimaksudkan dengan
pendidikan teknologi dan apa pula yang dimaksudkan dengan pendidikan kejuruan?
Menurut Pavlova (2009, 5) pendidikan teknologi dan pendidikan kejuruan/vokasi
memiliki domain yang berbeda dari lingkungan belajarnya, berbeda konsep
pekerjaan dan tujuan pendidikannya.
13
Konsep dasar pemanfaatan teknologi adalah untuk pemecahan permasalahan
dan pemenuhan kebutuhan atau keinginan. Secara implisit pendidikan teknologi
adalah pendidikan yang mengarah kepada pengembangan ketrampilan pemecahan
masalah (problem-solving skills). Sedangkan pendidikan kejuruan/vokasi adalah
pendidikan yang berkaitan dengan ketrampilan penggunaan peralatan dan mesinmesin (Sander dalam Pavlova, 2009). Perbedaan dikotomi antara pendidikan
teknologi dan pendidikan kejuruan/vokasi diuraikan dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan dikotomi pendidikan teknologi dan pendidikan kejuruan/vokasi
No Pendidikan Teknologi
 Pengetahuan umum
1.
 Pengetahuan teoritik
2.
 Pemahaman konsep
3.
 Kemampuan kreatif
4.
 Ketrampilan intelektual
5.
 Persiapan untuk hidup dan berkembang
6.
Stevenson (2003)
Pendidikan Kejuruan/Vokasi






Pengetahuan spesifik
Pengetahuan praktis/fungsional
Kecakapan dalam skill
Kemampuan reproduktif
Ketrampilan fisik
Persiapan untuk bekerja
Stevenson berargumen bahwa dikotomi ini dapat digunakan untuk menata
pendidikan teknologi dan pendidikan kejuruan/vokasi secara lebih baik dan lebih
jelas. Berdasarkan Tabel 1 pendidikan teknologi di universitas lebih menekankan
pengembangan pengetahuan umum bersifat teoritik. Kreatifitas diarahkan kepada
pengembangan ketrampilan intelektual untuk membangun konsep-konsep dan teoriteori baru. Pengembangan ketrampilan berpikir kreatif dengan ketrampilan dan
kecerdasan intelektual yang kuat menjadi keniscayaan bagi pendidikan teknologi.
Pendidikan teknologi harus lebih mengarahkan pendidikannya untuk persiapan bagi
individu untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan secara akademik.
Pendidikan kejuruan/vokasi disatu sisi menekankan pendidikan untuk
penyiapan bekerja dengan pengembangan ketrampilan/skill yang cenderung ke fisik
atau motorik sebagai perwujudan kecerdasan kinestetik. Kemampuan yang menonjol
diperlukan adalah kemampuan reproduktif yang didukung oleh pengetahuan praktis
dan spesifik serta fungsional yang kuat sebagai ciri utamanya. Konsep ini disebut
dengan skills intensive yang mulai sudah terlampaui dengan konsep baru technology
intensive, innovation dan R&D focus, serta knowledge & information driven.
Pendidikan kejuruan/vokasi saat ini dituntut mampu memecahkan permasalahan-
14
permasalahan industri secara kreatif pragmatis. Ukuran kualitas pemecahan
permasalahan adalah kemudahan, kenyamanan, keamanan, murah.
Implementasi konsep pendidikan teknologi dan pendidikan vokasi/kejuruan di
lapangan mestinya tidak dikotomis melainkan proporsional berdasarkan tingkatan
pendidikan. Artikulasi vertikal antara pendidikan teknologi dan pendidikan
kejuruan/vokasi di tingkat menengah, di perguruan tinggi mulai Diploma, S1, S2,
dan S3 perlu diatur dan ditata dengan benar sesuai kebutuhan pengembangan diri
peserta didik.
Bagaimana dengan proses vokasionalisasi melalui pendidikan kejuruan di
SMK dan pendidikan vokasi di politeknik yang sudah berlangsung cukup lama di
Indonesia. Bagaimana peran dan perkembangan pendidikan teknologi di Universitas
dalam membangun pendidikan kejuruan dan vokasi secara bersama-sama.
Vokasionalisasi adalah proses pengenalan subyek-subyek praktis keduniakerjaan
melalui kegiatan kunjungan industri, pemberian bimbingan kejuruan dan pemberian
pengajaran dan pelatihan terapan kepada masyarakat yang membutuhkan pekerjaan.
Kita gunakan istilah vokasionalisasi yang mencakup makna kejuruanisasi.
Pengenalan subyek-subyek praktis keduniakerjaan mencakup pengembangan
kompetensi kejuruan, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, soft skill,
ketrampilan kerja, ketrampilan teknis, karir kejuruan, sistem penggajian, sistem
kerja, keselamatan kerja, peraturan dan perundang-undangan ketenagakerjaan dan
sebagainya. Dalam bidang teknologi dan rekayasa bagaimana masyarakat semakin
mengenal standar kompetensi konstruksi baja, konstruksi kayu, konsrtuksi batu dan
beton, gambar bangunan, furnitur, flumbing, sanitasi, survey, pemetaan, pembangkit
tenaga listrik, distribusi dan transmisi tenaga listrik, instalasi listrik, otomasi industri,
teknik pendingin, pabrikasi logam, pengelasan, pemesinan, pengecoran logam,
perbaikan sepeda motor, perbaikan kendaraan ringan, perbaikan alat berat, perawatan
dan perbaikan audio-video, mekatronika, dan sebagainya.
Dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, diperkenalkan standar
kompetensi multi media, rekayasa perangkat lunak, jaringan komputer, animasi,
produksi siaran televisi, dan produksi siaran radio. Dalam bidang kesehatan
dikenalkan kompetensi keperawatan kesehatan, keperawatan gigi, analis kesehatan,
15
farmasi, keperawatan sosial, dan mungkin juga kompetensi obat-obatan herbal.
Dalam bidang seni dan kerajinan, subyek standar kompetensi lukis, patung, interior,
landscaping, kria, musik, tari, kerawitan, theater dan sebagainya perlu diperkenalkan
dengan baik. Disamping itu subyek-subyek standar kompetensi dalam bidang boga,
busana, kecantikan, agribisnis, agroindustri, administrasi, keuangan, dan perbankan
juga penting diperkenalkan.
Tujuan utama vokasionalisasi adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan
dan bimbingan kejuruan dengan perkembangan kebutuhan keduniakerjaan dalam
mewujudkan Negara dan masyarakat sejahtera yang kompetitif dan berorientasi
kepada pembangunan berkelanjutan. Planet bumi ini bukan untuk satu generasi
melainkan untuk anak cucu tanpa batas. Karenanya, vokasionalisasi tidak boleh
terjebak hanya pada orientasi pasar yang sempit. Vokasionalisasi harus membangun
masyarakat sejahtera sekarang dan masa depan tanpa batas waktu. Vokasionalisasi
juga membawa visi misi membangun dan menjaga jagat raya beserta seluruh isinya
menjadi “hamemayu ayuning bhawana”. Dunia yang sudah “ayu” atau baik
diperbaiki kembali secara terus menerus agar tambah baik. Vokasionalisasi tidak
boleh terjebak pada kebutuhan sesaat yang sempit apalagi mengancam kelangsungan
hidup. Ini pesan moral vokasionalisasi masyarakat melalui pendidikan vokasi dan
kejuruan. Pendidikan kejuruan dan vokasi tidak semata mata untuk memperoleh
kesenangan, kemudahan, kenyamanan, keamanan sementara, tetapi untuk tujuan
yang lebih jauh yaitu bahagia dan damai hidup bersama di planet bumi ini.
Penelitian kearifan lokal ideologi THK dalam ranah pendidikan dapat
dikatakan masih sangat minim. Pada awal bulan Maret tahun 2011 Putu Sudira
berhasil mempromosikan kajian disertasi praksis ideologi THK dalam pembudayaan
kompetensi pada SMK di Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ideologi THK
sebagai sintesis dari konsep “cucupu lan manik”, berlandaskan pada nilai-nilai
selaras, seimbang, dan harmonis antara wadah dengan isi, di samping di lingkungan
keluarga dan desa pakraman di Bali, sebagai eksternalitas telah terinternalisasi
dengan baik ke dalam sistem persekolahan SMK dalam tiga dimensi yaitu
parhyangan, pawongan, dan palemahan. Internalisasi ideologi THK ke dalam SMK
memberi dampak positif pada lulusan SMK menjadi SDI sehat jasmani, tenang
rohani, dan profesional.
16
Ideologi THK mengajarkan kesadaran mikro bahwa setiap manusia memiliki
tiga modal dasar kebahagiaan yaitu: (1) atman/jiwa; (2) prana/kekuatan berupa
sabda-bayu-idep; dan (3) angga sarira/badan wadag. Dalam ranah ideologi THK
warga SMK adalah unsur pawongan sebagai kekuatan sentral dari sekolah untuk
mewujudkan keharmonisan dan keseimbangan hidup dalam merealisasikan visi,
misi, dan tujuan SMK. Untuk mencapai visi, misi, dan tujuan SMK secara seimbang
harmonis diperlukan proses iterasi budaya berkarya/kerja (karma), budaya belajar
(jnana), dan budaya melayani (bhakti) di lima level yaitu individu, kelompok,
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pembudayaan kompetensi pada SMK merupakan transformasi unsur-unsur
THK
yaitu jiwa/atman, tubuh/angga sarira, dan prana sabda, bayu idep siswa
dengan stimulus THK dalam lingkungan SMK, THK dalam lingkungan keluarga,
THK dalam lingkungan masyarakat desa pakraman, DU-DI, dan masyarakat global.
Proses pembudayaan kompetensi adalah proses partisipasi aktif kreatif di antara
individu THK, antara individu THK dengan lingkungan kehidupan proksimitas
terdekat, dan individu THK dengan Tuhan. Penelitian ini menghasilkan Teori Tri
Budaya
yaitu pendidikan kejuruan akan berhasil jika mampu mengembangkan
budaya berkarya, budaya belajar, dan budaya melayani. Implikasinya adalah
internalisasi konsep masyarakat Bali dalam melakukan pembudayaan kompetensi
melalui ideologi THK pada SMK berdampak positif, dimana SMK menjadi: (1)
berkembang secara holistik dan berkelanjutan untuk kemajuan sosial bersama; (2)
tempat yang nyaman bagi siswa dalam belajar, berkembangnya emosi, spiritualitas,
ilmu, dan teknologi siswa; (3) memberi kontribusi pada pelestarian lingkungan, seni,
budaya, dan kearifan lokal; (4) terjaganya kesehatan, kebugaran, daya tahan tubuh
siswa; (5) berkembangnya wawasan seni-budaya bali; dan (6) tempat belajar
mengelola permasalahan secara win-win solution.
Sukardi dalam studi etnografi pendidikan pada SMA Negeri 1 Ubud Bali
tentang konsep Ajeg Bali berbasis ideologi Tri Hita Karana menemukan adanya
kebijakan dari SMA N 1 Ubud untuk mengembangkan diri menjadi sekolah umum
bernuansa Bali dengan menciptakan sistem pengelolaan dan manajemen dan
penciptaan iklim lingkungan sekolah berlandaskan nilai-nilai ajaran Hindu dan
kebudayaan Bali dengan tetap membawa misi dan tujuan pendidikan sekolah
17
menengah umum tingkat atas sesuai dengan sistem pendidikan nasional. SMA N 1
Ubud telah berupaya menciptakan sistem lingkungan fisik, hubungan sosial,
lingkungan pendidikan sekolah dan masyarakat berlandaskan aplikasi konsep-konsep
dan nilai-nilai serta praktik kehidupan beragama Hindu menurut ajaran THK.
Dalam penelitian lain Sukadi dalam disertasinya berjudul “pendidikan IPS
sebagai rekonstruksi pengalaman budaya berbasis ideologi THK (studi etnografi
tentang pengaruh masyarakat terhadap program pendidikan IPS pada SMU Negeri 1
Ubud, Bali)” menunjukkan bahwa konteks sosial budaya masyarakat Bali dalam
lingkup kehidupan masyarakat lokal, lingkup kehidupan berbangsa, dan lingkup
kehidupan pariwisata global memberikan landasan dalam pengembangan visi, misi,
dan pelaksanaan program pendidikan IPS di SMU Negeri Ubud berbasis ideologi
THK. Konteks sosial budaya masyarakat Bali memberikan basis bagi proses
reproduksi budaya dalam penyelenggaraan program pendidikan IPS yang lebih
dimaknai guru-guru dan siswa sebagai proses pemberdayaan peserta didik yang
memungkinkan mereka memiliki dan mengembangkan pengetahuan dan wawasan,
nilai-nilai dan sikap, serta keterampilan sosial secara partisipatif dalam pembelajaran
terhadap kehidupan sosial budaya lokal, nasional, dan global. Pendidikan IPS seperti
ini diyakini telah menghasilkan generasi muda modern berwatak Bali, yang antara
lain diindikasikan oleh orientasi nilai modern siswa yang cukup, pemahaman sosial
budaya dan agama Hindu yang cukup baik, pemahaman ideologi THK yang cukup,
orentasi nilai THK yang tinggi, praktik kehidupan THK yang cukup tinggi, serta
kecenderungan minat siswa melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan menjadi
wiraswastawan setelah tamat setiap tahunnya mengalami peningkatan. Ada indikasi
pula bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam orientasi nilai modern dan
nilai THK siswa berdasarkan klasifikasi gender. Sesuai dengan hasil penelitian di
atas diajukanlah rekomendasi kebijakan, antara lain: perlunya mengembangkan
kurikulum
pendidikan
IPS
menggunakan
pendekatan
rekonstruksi
sosial,
mengembangkan iklim lingkungan belajar berbasis ajaran dan tradisi Hindu dan
penerapan kepemimpinan demokratis; dan kebutuhan mengembangkan model belajar
dan pembelajaran kontekstual, sumber dan media belajar Pendidikan IPS, dan
asesmen autentik.
18
Disertasi Anak Agung Gde Agung dengan judul "Bali: Endangered Paradise?
Tri Hita Karana and The Conservation of the Island’s Biocultural Diversity” dengan
penghargaan sebagai pioner namanya dipahatkan pada sebuah batu berusia 450 tahun
sejajar dengan Sir Winston Churchill, Nelson Mandela, dan Albert Einstein di
University of Leiden Belanda menyatakan globalisasi modal dan ekonomi
menyebabkan perubahan multidimensional dalam kehidupan orang Bali. Terjadi
pergeseran signifikan terhadap dasar-dasar tradisional dari aspek sosial, ekonomi,
politik, dan lingkungan hidup. Dampak pada dimensi ekonomi terlihat dari
peraturan-peraturan pemerintah yang salah kaprah atau diselewengkan, seperti tata
ruang yang tidak melindungi kawasan pertanian, desa dinas yang kerap bertentangan
dengan desa adat, dan berbagai peraturan pertanahan yang melarang institusi
tradisional seperti desa adat memiliki tanah. Semua ini menimbulkan erosi terhadap
kekhasan pola hidup orang bali.
Menurut Anak Agung Gde Agung pada dimensi kebudayaan, manifestasi
globalisasi yang paling kentara adalah alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan
pembangunan infrastruktur pariwisata. Tanah dengan tempat ibadah (pura) di atasnya
memiliki arti sakral bagi masyarakat Bali karena berhubungan dengan penghormatan
kepada nenek moyang, simbol agama, tradisi, dan adat istiadat lainnya. Alih fungsi
lahan menyebabkan eksodus petani dari desa ke kota dan sekaligus kevakuman di
desa mendorong lenyapnya kehidupan komunal yang merupakan ciri khas
masyarakat bali berikut semua adat istiadat, ritual, dan upacara terkait. Dengan
hilangnya tanah, hilang pula pilar-pilar kebudayaan bali. Beberapa dekade
belakangan ini sekitar 1.000 hektar lahan setiap tahun berubah fungsi. Perusakan
lingkungan hidup dan gaya hidup yang makin konsumtif merupakan dampak semua
ini. Erosi alam mengganggu kosmologi kepercayaan bali. Data statistik
memperlihatkan, 38 pantai di bali tererosi masing-masing 125 meter kubik per tahun
karena bangunan-bangunan yang mengabaikan peraturan garis sepadan pantai. Erosi
juga terjadi di semua sungai, terutama yang paling sakral, yaitu Sungai Ayung.
Sungai itu pernah sukar mengalir akibat lumpur dari pembangunan di tepiannya dari
hulu ke hilir. Padahal, Agama Bali adalah Agama Tirta, sangat tergantung pada
kejernihan air. Semua ini belum termasuk hilangnya 25.000 hektar hutan dalam satu
dekade terakhir.
19
Berdasarkan pembuktian kuantitatif melalui metode regresi multivariat yang
merupakan analisis korelasi kanonikal nonlinear berlandaskan penghitungan
koefisien yang berkelipatan, disertasi ini membuktikan falsafah hidup Bali
berdasarkan ideologi THK merupakan wahana terbaik untuk melestarikan tradisi,
adat istiadat, kebudayaan, serta alam bali. Selain berporos kuat pada agama HinduBali, THK memiliki aspek multidimensional dan berakar pada agama serta simbolsimbol kosmologi. THK sebagai ideologi membudaya memberi panduan bagaimana
manusia Bali harus berpikir, bersikap terhadap tiga hal, yakni hubungan harmonis
manusia dengan manusia (pawongan), manusia dengan alam sekelilingnya
(palemahan), dan manusia dengan ketuhanan (parhyangan) yang saling terkait,
seimbang, dan harmonis antara satu dan lainnya, agar manusia dapat mencapai
kesejahteraan berkelanjutan. Keseimbangan dan keterkaitan berarti pengekangan,
memikirkan dampak perbuatan terhadap orang lain. Ini bersifat konservasi terhadap
manusia maupun alam.
THK mengidentifikasi norma, nilai, dan aturan yang harus ditaati. Dalam
hubungan dengan sesamanya disebut antara lain karma pala. Apa yang kau lakukan
terhadap orang lain akan berakibat pada diri sendiri. Ini merupakan ajaran
keterkaitan. Konsep-konsep itu didukung institusi tradisional bali seperti desa adat,
banjar, dan subak yang semuanya merupakan cerminan dari THK. Masing-masing
memiliki tempat persembahyangan (manifestasi konsep parhyangan), anggota
(pawongan) dan areal tempat institusi itu berada (palemahan). Institusi-institusi itu
memiliki awig-awig (rangkaian hukum) yang menentukan aturan yang berlaku di
dalam institusinya, dalam hubungan antarmanusia, hubungan dengan Tuhan dan
alam sekelilingnya.
Untuk menghadapi globalisasi, wahana terbaik adalah yang berasaskan
kebudayaan karena budaya memiliki asas-asas hakiki. Bali telah memiliki konsepkonsep yang khas untuk kelangsungan hidupnya. Konsep tersebut menyangkut
kehidupan fisik maupun non fisik, menyangkut tata ruang dan kebijakan
pemanfaatan lahan pertanahan, menyangkut tata kemasyarakatan dalam wadah
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan. Bali dalam perspektif THK adalah sebuah
kesatuan yang utuh, sehingga segala program dan kebijakan yang menyangkut Bali
harus dilakukan secara sinergis, integral, dan sistemik. Bali tumbuh dalam alam dan
20
kebudayaannya, dan dengan alam dan kebudayaannya itulah Bali menentukan masa
depannya. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan alam dan kebudayaan
Bali harus tetap berdasarkan Ideologi THK (Agastia, 2007).
Sejalan dengan hasil-hasil penelitian yang diuraikan di atas dan merujuk
kepada pendapat Cheng (2005) maka dapat ditarik satu kesimpulan awal bahwa
pengembangan diri manusia Bali melalui pendidikan berkearifan lokal ideologi THK
dapat didekati menggunakan teori pohon, teori kristal, dan teori sangkar burung.
Teori Pohon memiliki karakteristik dasar bahwa pendidikan harus mengakar pada
nilai-nilai dan tradisi lokal tetapi menyerap sumber-sumber dari luar yang relevan.
Implikasinya bahwa kurikulum harus didasarkan pada aset-aset nilai-nilai budaya
lokal ideologi THK tetapi terbuka terhadap pengetahuan dan teknologi global.
Dampak yang diharapkan dari pendidikan berdasarkan teori pohon adalah person
atau pribadi yang berpandangan internasional, bertindak lokal dan tumbuh secara
global (act locally and develop globally). Kelebihannya masyarakat lokal dapat
memelihara nilai-nilai tradisi dan identitas budaya yang dimiliki dan menjadikan
nilai-nilai budaya yang dimiliki berkembang menjadi pengetahuan dan nilai budaya
yang bermanfaat bagi masyarakat global.
Teori Kristal dengan ciri pokok adalah dimilikinya bibit atau benih ideologi
THK yang dapat dikristalisasikan dan diakumulasikan pada pengetahuan global
persis seperti bentuk lokalnya. Desain dari kurikulum dan pembelajarannya diawali
dengan identifikasi kebutuhan dan nilai-nilai ideologi THK sebagai benih atau bibit.
Dampak yang diharapkan dari hasil pendidikannya adalah pribadi lokal yang utuh
dengan beberapa pengetahuan global, mampu bertindak
dan berpikir lokal
menggunakan cara-cara global (act locally and think locally with increasing global
techniques).
Teori Sangkar Burung dengan ciri keterbukaan terhadap pengetahuan dan
sumberdaya
global
tetapi
dibatasi
dengan
framework
lokal
yang
tetap.
Pengembangan pengetahuan lokal dalam globalisasi pendidikan membutuhkan
framework lokal sebagai proteksi dan penyaring. Diperlukan setup framework lokal
sebagai batasan ideologis yang jelas dan norma-norma sosial untuk perencanaan
kurikulum dan keseluruhan aktivitas pendidikan. Ideologi THK menjadi fokus lokal
21
dalam menjaring tekanan pengetahuan dan masukan global. Masyarakat bali loyal
terhadap kearifan lokal ideologi THK sebagai core atau bagian inti dari
pembangunan pendidikan. Dampak yang diharapkan dari pendidikan dengan Teori
Sangkar Burung adalah pribadi lokal dengan pandangan global yang dapat bertindak
lokal dengan pengetahuan global terfilter/terpilih (act locally with filtered global
knowledge).
Ideologi THK merupakan ideologi lokal Bali yang mulai mendunia. Ideologi
THK lahir dari konsep “Cucupu lan Manik” atau konsep pertalian antara “isi dan
wadah” (Agastia, 2007). Pertalian yang harmonis seimbang antara isi dan wadah
adalah syarat terwujudnya kebahagiaan manusia (janahita) dan kebahagiaan bersama
(jagathita). Konsep cucupu lan manik menegaskan bahwa akan selalu terjadi
dinamika, perubahan isi membutuhkan perubahan wadah dan sebaliknya perubahan
wadah membutuhkan perubahan isi. Kebudayaan Bali dengan ideologi THK
menyatakan
manusia adalah
bhuwana alit/mikrokosmos sebagai isi (manik)
sedangkan alam semesta ini bhuwana agung/makrokosmos sebagai wadah (cucupu).
Konsep cucupu lan manik sebagai konsep pertalian harmonis seimbang antara
isi dan wadah, oleh masyarakat
Bali direalisasikan menjadi tiga bentuk
keharmonisan yaitu: (1) keharmonisan manusia dengan Tuhan yang disebut dengan
parhyangan; (2) keharmonisan antar sesama manusia yang disebut dengan
pawongan; dan (3) keharmonisan manusia dengan alam lingkungan yang disebut
dengan palemahan. Ketiga dimensi keharmonisan ini yaitu parhyangan, pawongan,
dan palemahan (3Pa) adalah sintesis pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup
bahagia, sejahtera bersama, dan berkesinambungan yang dikenal dengan ideologi
THK (Sudira, 2011).
Ideologi THK mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki tiga modal dasar
untuk hidup bahagia yaitu: (1) atman/jiwa; (2) prana/kekuatan sabda-bayu-idep;
dan (3) angga sarira/badan wadag. Hilang atau melemah atau disharmoni salah satu
unsur THK dalam diri manusia maka kebahagiaan itu akan hilang atau terganggu.
Dalam wadah rumah tangga atau keluarga sanggah/pemerajan adalah parhyangan
yang berfungsi sebagai jiwa keluarga, sedangkan anggota keluarga adalah pawongan
sebagai kekuatan/prana rumah tangga, dan karang atau areal rumah adalah
palemahan. Sanggah/pemerajan sebagai parhyangan adalah jiwa, pelindung,
22
penuntun bagi semua anggota keluarga. Di sanggah/pemerajan Tuhan dipuja sebagai
Bhatara Guru yang memiliki kekuasaan untuk menuntun anggota keluarga menjadi
cerdas, terampil, arif, dan bijaksana.
Dalam wadah desa pakraman, kahyangan tiga yaitu Pura Desa sebagai tempat
pemujaan Bhatara Brahma, Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Bhatara Wisnu,
dan Pura Dalem sebagai tempat pemujaan Bhatara Siwa adalah parhyangan yang
merupakan jiwa dari warga desa pakraman. Segenap warga desa pakraman adalah
pawongan dan batas-batas wilayah desa pakraman dengan keseluruhan bangunan
dan alam yang tumbuh adalah palemahan. Pemujaan kahyangan tiga dilandasi
penguatan ajaran tri kona dan tri guna mengarahkan warga desa pakraman untuk
selalu aktif kreatif sekala-niskala mengembangkan gagasan-gagasan, melakukan
program aksi yang bermanfaat bagi kebahagiaan warga desa pakraman (janahitajagathita), membangun alam lestari (buthahita). Desa pakraman memberikan
penguatan identitas jati diri masyarakat Bali yang memiliki akar budaya yang kuat
dan terbuka terhadap masukan dan pengaruh global (teori pohon, teori sangkar
burung). Desa pakraman menguatkan kepercayaan diri kultural (cultural confidence)
masyarakat Bali.
Secara konvensional pendidikan kejuruan berkaitan dengan sistem pendidikan
dan pasar tenaga kerja. Pendidikan kejuruan disiapkan untuk pengembangan anak
muda ke dunia kerja dalam arah yang jelas dan maju, selalu menjaga keseimbangan
antara individu, masyarakat, kebutuhan sosial, pengaturan kurikulum. Sosial seting
pendidikan vokasi adalah hubungan institusional yang baik antara sekolah,
masyarakat dan pasar tenaga kerja. Pendidikan kejuruan akan efisien jika menjamin
ketersediaan suplay tenaga kerja. Masyarakat dilatih untuk memenuhi ketersediaan
tenaga kerja yang dibutuhkan dan menjadi perminataan masyarakat. Pendidikan
adalah investasi peningkatan the economic well-being masyarakat. Konsekuensinya
harus ada pengembangan kebijakan ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan kejuruan di era industri
berbasis pengetahuan diharapkan mampu: (1) menggerakkan siswa untuk berpikir
kritis, bertanggungjawab dalam mengelola informasi dan pengetahuan (Goldberg &
Caufal, 2009) ; (2) mematangkan emosi, mental, dan moral siswa untuk bekerjasama
satu sama lain dalam mengelola dan memecahkan permasalahan hidup; (3)
23
menggunakan teknologi baru (ICT) secara interaktif, efektif, efisien, dan
bertanggungjawab; (4) menumbuhkan kualitas diri individu siswa secara utuh; (5)
membangun budaya dan jiwa wirausaha dalam berkarya, belajar, dan melayani
secara produktif; (6) bersifat kontekstual sesuai dengan desa, kala, dan patra
(tempat, waktu, kondisi riil di lapangan) (Sudira, 2011; Djohar, 1999; Wagner, 2008;
Billet, S.,2009; Tessaring, M., 2009; Rychen, D.S., 2009; Overtom, 2000).
Kemampuan ini diperlukan guna menghadapi tantangan besar dalam milenium baru
seperti globalisasi, dampak teknologi informasi dan komukasi, tranformasi
internasional menuju ekonomi berbasis pengetahuan, dan persaingan antar bangsa.
Pendidikan kejuruan tidak lagi dipahami secara sederhana hanya sebagai
pendidikan dalam kerangka transmisi pengetahuan dan keterampilan kerja sebagai
wahana pemenuhan kebutuhan ekonomi dan ketenagakerjaan wilayah suatu negara,
melainkan sebagai pendidikan dalam rangka memproduksi kebudayaan, proses
inkulturasi akulturasi memperadabkan generasi dan mengembangkan potensi diri.
Pendidikan kejuruan dituntut proaktif dan tanggap terhadap perubahan-perubahan
ekonomi, politik, sosial, budaya, mengadopsi strategi jangka panjang, dan
membumikan budaya masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan pribadinya
(Gleeson,1998:47; Rau, 1998:78; Bailey, Hughes, & More, 2004;100; Clarke &
Winch, 2007:130; Raelin, 2008:46; Bruner, 2008).
Dalam era platinum memasuki tahun 2011 seluruh aspek pendidikan di seluruh
dunia termasuk pendidikan kejuruan semakin dihadapkan pada berbagai macam
peluang dan tantangan seperti globalisasi politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
dan otonomi daerah. Transformasi internasional menuju desa global (global village),
ekonomi berbasis pengetahuan, kuatnya tuntutan kebutuhan
pembangunan
masyarakat, persaingan regional dan internasional telah berpengaruh besar terhadap
perubahan paradigma pengembangan pendidikan vokasi dan kejuruan di Indonesia.
Menurut Cheng (2005) perlu pemikiran yang jernih dan pemahaman utuh
menyeluruh tentang dampak dari pembangunan yang sangat cepat serta implikasinya
untuk reformasi dan inovasi pendidikan secara umum dan pendidikan kejuruan pada
khususnya. Diperlukan adanya transformasi pendidikan kejuruan dari paradigma
lokal yang sempit atau paradigma global tanpa akar budaya yang kuat menuju
paradigma baru yaitu triplisasi. Triplisasi (triple-lisasi) adalah konsep berpikir
24
reflektif yaitu berpikir mondar mandir diantara individualisasi,
lokalisasi, dan
globalisasi pendidikan kejuruan. Bagaimana secara arif dan seimbang mendudukkan
posisi proses individualisasi diantara perkembangan lokal dan global sehingga terjadi
transformasi bernilai tinggi bagi perkembangan suatu bangsa, masyarakat suatu
daerah, dan individu ditengah-tengah perkembangan dunia global platinum (gloplat). Ada keseimbangan diantara pandangan ke dalam diri dan ke luar diri, lahirbathin, keseimbangan diantara kebutuhan lokal (nasional) dan global. Sebagai
harapan adalah terjadi proses act locally develop globally secara utuh dan benar
sesuai tahapan-tahapan kehidupannya.
C. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kejuruan/Vokasi
Secara tradisional pendidikan kejuruan/vokasi menyiapkan peserta didik untuk
bekerja. Sebagai pendidikan untuk dunia kerja maka bentuk-bentuk pendidikannya
bersifat training/diklat reproduktif khusus dan berbasis instruksi guru/master trainer
dengan pengembangan pemahaman pekerjaan yang ada di Industri,
berisikan
ketrampilan spesifik atau trik-trik pasar. Siswa termotivasi berdasarkan keuntungan
ekonomi. Bentuk pelatihannya cenderung pelatihan bersertifikat berdasarkan
National Training framework (NTF) yang dikembangkan selaras dengan National
Qualification Framework (NQF) dan
Industry Curriculum Framework (ICF).
Bentuk pelatihannya berupa paket-paket pelatihan bersertifikat
Pelatihan berbasis kompetensi (CBT) dipilih oleh sebagian besar negara-negara
barat sebagai model pendidikan kejuruan/vokasi. Model ini sudah banyak dikritik
sebagai model yang tidak cocok lagi dengan kebutuhan industri saat ini dengan
realitas kehidupan dan pekerjaan yang berubah secara cepat. Sementara model CBT
adalah model pelatihan yang sarat dengan biaya mahal. Perubahan-perubahan terkait
inovasi dalam bidang sains dan teknologi mensyaratkan adanya persiapan untuk
knowledge workers, bersamaan dengan perubahan dunia kerja dan tantangan
pendidikan kejuruan dan vokasi. Perubahan pola kompetesi ekonomi dan organisasi
kerja telah banyak menuntut soft skill seperti kerja tim, etika kerja, persiapan untuk
menjadi pekerja yang pleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Pleksibiltas dan
adaptasi tinggi yang dibutuhkan di industri sangat mustahil dikembangkan dalam
sistem persekolahan yang cenderung berubah secara perlahan dan bertahap.
25
Pengenalan dan pemberian pelajaran kejuruan di SMK belum mampu memenuhi
kebutuhan dan tuntutan proses vokasionalisasi untuk memberi peserta didik dengan
kemampuan dan persiapan kehidupan kejuruan mereka.
Perubahan dan modifikasi apa yang dilakukan dalam program-program
Pendidikan kejuruan dan vokasi dalam menghadapi phenomena globalisasi, regulasi
pasar, kebutuhan pekerja berbasis pengetahuan, ketrampilan dalam TI? Modifikasi
apakah yang dilakukan dalam sistem pendidikan kejuruan kita?
Apakah tujuan
esensial dari pengembangan pendidikan kejuruan/vokasi ditengah meningkatnya
ekonomi global, perubahan sosial budaya yang membutuhkan ketrampilan tinggi dan
pekerja dengan pendidikan tinggi?
Apakah pendidikan kejuruan dikembangkan
dengan ketrampilan spesifik atau penyiapan pendidikan akademik dalam kehidupan
yang demokratis? Bagaimanakah tujuan pendidikan kejuruan/vokasi di level
menengah dan di pendidikan tinggi seharusnya berbeda? Apakah pendidikan
kejuruan masih relevan atau kah cukup pendidikan vokasi yang dikembangkan?
UU Sisdiknas Tahun 2003 menyatakan pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Kemudian dalam PP 19 Tahun 2005: Pasal 26 (3) Standar
kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan
kecerdasan,
pengetahuan,
kepribadian,
ahklak
mulia,
serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya. Dimanakah pendidikan kejuruan vokasi dapat memimpin masa
depan yang lebih pasti, dan faktor apakah yang mempengaruhi orientasi tersebut?
Untuk mencari jawaban atas
Konseptual”
permasalahan itu diperlukan kajian “Kerangka
Pendidikan kejuruan/Vokasi di Indonesia yang bertujuan: a)
menjelaskan tujuan umum pendidikan kejuruan dan vokasi; b) dasar keyakinan dan
perspektif masyarakat Indonesia;
c) penajaman aktivitas dan arah masa depan.
Kerangka pemikiran ini digunakan sebagai titik awal
memulai diskusi-diskusi
pengembangan pendidikan kejurua dan vokasi di Indonesia. Setiap kerangka
konseptual harus bersifat pleksibel
bagi pendidikan menengah dan tinggi yang
berbeda dan mampu mengakomudasi perubahan ekonomi. Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) sangat perlu dijadikan rujukan pembahasan. Bagaimana
26
dengan Kerangka Kualifikasi Indonesia yang belum ada termasuk kerangka
kualifikasi pelatihan kita.
Dua orang figur historis di Amerika Serikat yaitu Charles Prosser dan John
Dewey
yang memiliki pandangan berbeda pada pendidikan vokasi. Pandangan
Prosser pada efisiensi sosial yang melihat kekurangan kualitas sistem filosofi yang
memposisikan tujuan pokok sekolah bukan
untuk pemenuhan individu tetapi
mempertemukan kebutuhan tenaga kerja suatu Negara. Kubu efisiensi sosial adalah
penyiapan tenaga kerja yang terlatih dengan baik dan mengutamakan kebutuhan
bangsanya. Dengan demikian pendidikan kejuruan diorganisir secara kaku,
menekankan instruksi hand-on oleh orang penuh pengalaman, program pembiayaan
dan administrasi dilaksanakan melalui sistem dan secara konseptual terpisah dari
pendidikan akademik. Kekuatan dukungan oleh sebagian besar pendidikan kejuruan
dan vokasi, pendekatan Prosser dalam penyiapan pendidikan vokasi dikritik dalam
tahun terakhir sebagai masyarakat kelas dua (Hyslop-Margison,2000; Lewis, 1998).
Dalam
pandangan
berlawanan,
Dewey
berkeyakinan
bahwa
tujuan
prinsip/utama dari pendidikan masyarakat umum adalah mempetemukan kebutuhan
individu untuk pemenuhan pribadinya dan menyiapkan diri menjalani kehidupan. Ini
membutuhkan bahwa semua siswa yang menerima pendidikan vokasi, harus berpikir
bagaimana memecahkan permasalahan dan penyesuaian-penyesuaian yang bersifat
individu. Dewey menolak image bahwa siswa sebagai individu yang pasif dan manut
dikendalikan oleh tekanan ekonomi dan secara eksistensi dibatasi oleh kapasitas
intelektual secara terpisah. Dalam pandangan itu siswa aktif sebagai pemburu dan
pengkonstruksi pengetahuan. Dewey lebih menekankan pandangannya pada
pendidikan teknologi dibandingkan pendidikan kejuruan/vokasi.
Pekerjaan dalam pandangan Dewey dipersyaratkan sebagai bagian penting
dari pilosofi Pragmatisme. Dalam dekade terakhir Pragmatisme diidentifikasi sebagai
pilosofi yang utama dari Pendidikan dan pelatihan Vokasi. Pendidikan pragmatis
mencoba menyiapkan siswa memecahkan masalah-masalah yang disebabkan oleh
perubahan dalam cara logika dan rasio melalui open-mindedness untuk mencari
solusi alternatif dan kesediaan untuk bereksperimen. Dampak yang diharapkan dari
pendidikan pragmatis adalah masyarakat berpengetahuan yang secara vokasional
27
mampu beradaptasi dan mencukupi kebutuhan dirinya, berpartisipasi di dalam
masyarakat demokratis dan memiliki pandangan belajar dan bertindak untuk nerubah
sebagai proses kehidupan yang panjang (Lerwick, 1979).
Miller dan Gregson secara meyakinkan berargumentasi bahwa sikap mental
proaktif dalam melakukan perubahan diantara profesi dan masyarakat sebagai yang
terbaik dalam berpikir kontemporer dalam TVET dan seharusnya diadopsi. Posisi ini
dikenal sebagai Rekonstrusionisme, menekankan peranan TVET dalam berkontribusi
memecahkan permasalahan seperti diskriminasi, kebekuan antara perempuan dan
kelompok minoritas. Tujuan utama dari pendidikan vokasi seharusnya untuk
mentransformasi tempat kerja ke dalam organisasi belajar berbeda dengan
mengenalkan praktek-praktek di tempat kerja yang eksis.
Isu lainnya yang menghubungkan pilosofi tersebut adalah hubungan
pendidikan vokasi dengan pendidikan akademik. Tidak hanya pendidikan vokasi
berjuang definisinya, tetapi juga dengan penetapan bagaimana VET cocok dengan
kurikulum akademik. Miller dan Gregson (1999) menginstruksikan kepada kita
bahwa pendidikan masyarakat umum di Amerika Serikat telah dipengaruhi secara
sejarah oleh percampuran antara IDEALISME dan REALISME kedalam pilosofi
yang diberi nama Esensialisme.
Esensialisme bercirikan penekanan pada basis
akademik, respek pada struktur yang eksis dan mengikuti nilai-nilai kelompok
menengah.
Pendidikan dalam perspektif esensialis mencakup: a) ide-ide, konsep, dan teori
harus lebih dominan daripada penyiapan peranan hidup sebagai pekerja dan
produser; (b) teori belajar merepleksikan pendekatan behavioristik dan memorisasi
seharusnya membangun pengalaman pribadi setiap individu; dan c) subject-matter
seharusnya menekankan basic-skill dan persiapan ke perguruan tinggi (college)
(Sarkees & Scott, 1995, p.25).
Visi pendidikan nasional Indonesia adalah mewujudkan sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi
pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan
28
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2)
meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan
dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan
sebagai
pusat
pembudayaan
ilmu
pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global;
dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, reformasi
pendidikan meliputi hal-hal berikut:
Pertama:
penyelenggaraan
pendidikan
dinyatakan
sebagai
suatu
proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di
mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan
mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta
didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses
pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma
pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan
pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang
memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi
dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan,
memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kedua: adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma
manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai
subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia
seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik personal
yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Proses
29
pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan; (2)
pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian; (3)
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan,
apresiasi, dan ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan
rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Ketiga: Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi
dengan lingkungan sosialkulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan
individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini
sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual
peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan
bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang
berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya.
Keempat: Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan
nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan
satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai
aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria
dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (1)
pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik; (2) proses pembelajaran
yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis; (3)
hasil pendidikan yang bermutu dan terukur; (4) berkembangnya profesionalisme
pendidik dan tenaga kependidikan; (5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang
memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (6)
berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan;
dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada
peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang
dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar
dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang
bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai
perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
30
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum dilaksanakan untuk memenuhi tujuan:
1.
Mengidentifikasi dimensi dari ideologi THK sebagai basis pengembangan SMK
IW-THK.
2.
Mengidentifikasi nilai-nilai apakah dari ideologi THK yang dapat diterapkan
untuk meningkatkan penguatan nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti bangsa
dalam pengembangan potensi dan daya saing SDM melalui Sekolah Menengah
Kejuruan model indigenous wisdom Tri Hita Karana (SMK IW-THK).
3.
Merumuskan indikator dan struktur cetak biru SMK IW-THK.
4.
Mengembangkan silabus dan RPP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMK
IW-THK.
5.
Menyusun buku pedoman pengembangan SMK IW-THK.
6.
Mengembangkan sekolah pilot SMK IW-THK.
Kemudian secara khusus Penelitian Pengembangan SMK Model Indigenous
Wisdom Tri Hita Karana pada tahun ke 3 bertujuan:
1. Menerapkan Silabus Kurikulum SMK IW-THK berdasarkan nilai-nilai inti (core
value) dari ideologi THK untuk meningkatkan penguatan nilai-nilai kebangsaan
dan budi pekerti bangsa dalam pengembangan potensi dan daya saing SDI melalui
SMK.
2. Menerapkan Subject Specific Pedagogy (SSP) berbasis THK, meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Petikan Silabus yang terkait dengan SK dan
KD, Lembar Kerja Siswa (LKS) beserta Kunci LKS/Rambu-Rambu Penyelesaian
LKS, Kisi-Kisi Lembar Penilaian (LP), Kisi-Kisi LP Produk, Kisi-Kisi LP Proses,
LP Produk, LP Proses dan LP Aktivitas Siswa beserta kunci LP,
Media
Pembelajaran yang berupa Slide Presentasi Power Point dan Modul Bahan Ajar,
termasuk
Buku
Siswa.
Kelengkapan
perangkat
pembelajaran
tersebut
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dasar kearifan lokal THK yaitu pemahaman
dan penghayatan atman, prana (sabda, bayu, idep), dan angga sarira atau badan
31
wadag. Penerapan nilai-nilai THK dalam pembelajaran dilakukan dengan
melaksanakan penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran.
B. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini akan memberi manfaat besar dalam penyelesaian
masalah pembangunan manusia dan daya saing bangsa yang berkaitan dengan isu-isu
menurunnya nilai-nilai budaya, integritas, dan identitas nasional melalui peningkatan
kesadaran terhadap nilai-nilai budaya ideologi THK untuk menuju peradaban hidup
yang seimbang harmonis diantara manusia dengan Tuhan, harmonis antar sesama
manusia, harmonis antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Manfaat ini dapat
dicapai melalui penggalian dan pelestarian nilai-nilai kearifan lokal ideologi THK
dan dijadikan basis pengembangan SDM melalui pendidikan kejuruan.
SMK indigenous wisdom THK
dirancang, dikembangkan, dan kemudian
diimplementasikan agar dapat memberi manfaat bagi semua pihak pemangku
kepentingan (stakeolders) SMK yaitu:
1.
Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan: hasil penelitian ini merupakan salah satu model pelestarian
kearifan lokal Bali dalam penanganan masalah-masalah nilai-nilai budaya,
integritas, dan identitas nasional. Penelitian ini mengenalkan nilai-nilai THK
sebagai budaya masyarakat untuk semakin diakrabi, dicintai, dan dijadikan basis
pengembangan dan penguatan profesionalisme diri hingga sampai kepada sadar
budaya dan bangga dengan budaya bangsa sendiri.
2.
Bagi Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Dit PSMK): hasil
penelitian ini sangat bermanfaat sebagai salah satu model pengembangan
kualitas dan relevansi pendidikan kejuruan di SMK berbasis kearifan lokal
dalam pengembangan kualitas SDM dan daya saing bangsa. SMK indigenous
wisdom THK merupakan model pendidikan kejuruan berbasis kearifan lokal
sebagai tindak lanjut amanat UU nomor 20 tahun 2003 dan PP. 19 tahun 2005
tentang pengelolaan pendidikan dasar dan pendidikan menengah berbasis
kearifan lokal. Sebagai model pelestarian kearifan lokal Bali dalam penanganan
masalah-masalah menurunnya nilai-nilai budaya, integritas, dan identitas
32
nasional. SMK model indigenous wisdom THK menjadi kekayaan bangsa
Indonesia.
3.
Bagi Pemerintah Daerah Bali dapat dijadikan model pengembangan pendidikan
kejuruan yang menselaraskan tiga pilar pendidikan yaitu Sekolah, Keluarga, dan
Masyarakat desa pakraman. Disamping itu juga sebagai dasar kebijakan
pengembangan program-program pembangunan pendidikan kejuruan pada
khususnya serta semua jenis dan jenjang pendidikan secara luas di Bali.
Memperkaya dan memperluas cakupan penerapan ideologi THK selain di bidang
pertanian, subak, dan desa pekraman.
4.
Bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, Kabupaten/Kota se
Bali: dapat dijadikan model pengembangan SMK di Bali; sebagai dasar
pengembangan
kebijakan
program
pembangunan
pendidikan;
tempat
pengembangan dan pembinaan guru/tenaga pendidik dan kependidikan; model
pengembangan SDI
melalui pendidikan kejuruan; model pembinaan
guru/tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
5.
Bagi Guru SMK: hasil penelitian ini memberikan wawasan dan wahana
pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi profesi, kompetensi sosial
sebagai pendidik professional; melakukan penelitian pengembangan kearifan
lokal THK; mengembangkan pembelajaran dengan pedekatan THK; melakukan
pendalaman nilai-nilai THK dalam pelayanan.
6.
Bagi Tenaga Kependidikan SMK dapat menyediakan wahana pengembangan
diri sebagai pegawai professional; melakukan pendalaman nilai-nilai THK
sebagai basis pelayanan; melakukan pendalaman nilai-nilai THK dalam
pendidikan sebagai basis pengembangan budaya belajar dan budaya berkarya.
7.
Bagi Siswa SMK: tempat pengembangan dan pembudayaan kompetensi dan
potensi atman, prana, dan angga sarira; sebagai tempat ideal dalam melakukan
pengembangan diri secara seimbang dan harmonis kedalam diri sendiri, keluar
antar sesama siswa, antara siswa dengan guru/pendidik/tenaga kependidikan,
antara siswa dengan parhyangan, antara siswa dengan lingkungan palemahan.
8.
Bagi Komite Sekolah: dapat melakukan pendalaman nilai-nilai THK sebagai
basis pelayanan; melakukan pendalaman nilai-nilai THK dalam pendidikan
sebagai basis pengembangan budaya belajar dan budaya berkarya.
33
9.
Orang Tua/Wali murid: mendapatkan pendidikan holistik bagi putra-putri;
menselaraskan konsep THK di keluarga; melakukan pendalaman nilai-nilai THK
sebagai basis pelayanan; melakukan pendalaman nilai-nilai THK dalam
pendidikan sebagai basis pengembangan budaya belajar dan budaya berkarya.
10. Dunia Usaha dan Industri (pengguna alumni): dapat memperoleh calon tenaga
kerja yang cerdas baik spiritual, emosional, intelektual, kinestetik, sosial,
lingkungan, ekonomik, teknologi, seni-budaya.
11. Alumni: memperoleh pengalaman pendidikan yang holistik dalam membangun
kebahagiaan hidup yang dilandasi dengan kesadaran atman, prana, angga sarira
sebagai modal THK.
34
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
pengembangan
(Research
and
Development) dengan melibatkan berbagai metode melalui pendekatan kombinasi
kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu: tahap
penelitian, tahap pengembangan, dan tahap validasi model. Penelitian awal ini
menggunakan metode kualitatif ethnografi dengan desain pemaknaan secara
menyeluruh dan mendalam dari berbagai artefact, tindakan dan kegiatan sosial
budaya dan pendidikan kejuruan masyarakat Bali dalam kaitannya dengan
pengembagan pendidikan kejuruan di SMK. Hasil pemaknaan kualitatif berupa cetak
biru SMK Indigenous Wisdom THK kemudian digunakan sebagai basis pemecahan
permasalahan pendidikan kejuruan di SMK dengan
model IDEAL (Identifying
vocational hight school education problem, Defining vocational hight school
education problem, Exploring alternative approach with indigenous wisdom THK,
Actian on a plan, and Looking at the effect/monitorin and evaluation).
Penelitian tahun ke 3 diarahkan kepada penerapan Silabus Kurikulum SMK
IW-THK berdasarkan
nilai-nilai inti (core value) dari ideologi THK untuk
meningkatkan penguatan nilai-nilai kebangsaan dan budi pekerti bangsa dalam
pengembangan potensi dan daya saing SDI melalui SMK, Subject Specific Pedagogy
(SSP) berbasis THK. Penelitian dilaksanakan di SMKN 3 Singaraja mulai bulan
April s.d November 2014. Pemilihan lokasi di SMKN 3 Singaraja dilakukan secara
purposif dengan memperhatikan dukungan dan kesiapan sekolah dalam melakukan
pengembangan SMK model kearifan lokal THK. Sebagai informan dan pelaku
penelitian ini adalah kepala SMK, guru SMK, pejabat dinas Dikpora, dan siswa
SMK. Metode yang digunakan dalam penelitian tahun ke 3 adalah metode kualitatif
dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pengumpulan data melalui interview
mendalam, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis
etnografis Spradley.
35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Observasi lapangan terhadap beberapa SMK di Kabupaten Gianyar, Buleleng,
dan Kota Madya Denpasar ditemukan eviden data-data lapangan terkait SMK model
Indigenous Wisdom THK sebagai berikut.
1.
Profil SMK model Indigenous Wisdom THK
SMK model Indigenous Wisdom THK adalah sekolah menengah kejuruan
formal pada tingkat menengah yang bertujuan menghasilkan lulusan berkarakter dan
berbudaya THK dalam bekerja, berwirausaha, dan melanjutkan ke perguruan tinggi
sesuai bidang studi keahliannya. SMK model Indigenous Wisdom THK menyatakan
THK sebagai basis pendidikan dalam visi sekolah. Nilai-nilai THK digunakan
sebagai dasar pengembangan misi sekolah. Nilai-nilai THK dituangkan dalam
program-program
pembangunan,
pembinaan
dan
pengembangan
sekolah,
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar.
Ciri pertama sebagai ciri pokok SMK model Indigenous Wisdom THK adalah
adanya pengaturan tata ruang bangunan sekolah menggunakan konsep Tri Mandala
yang meletakkan tata nilai secara horizontal menggunakan tata nilai hulu-teben. Tri
Mandala
dipedomani sebagai tata nilai penyelarasan dan pengharmonisan
lingkungan bangunan sekolah. Konsep hulu-teben memiliki tiga orientasi yaitu: (1)
berdasarkan sumbu bumi berorientasi kaja-kelod (gunung-laut); (2) berdasarkan arah
tinggi-rendah (tegeh-lebah); (3) berdasarkan sumbu matahari yakni timur-barat
(matahari terbit dan terbenam) (Sulistyawati dkk. dikutip Acwin Dwijendra, 2003).
Perpaduan orientasi gunung-laut atau kaja-kelod dan Matahari terbit dan terbenam
kangin-kauh (timur-barat) dalam konsep hulu-teben kemudian terbentuk pola sanga
mandala, yang membagi ruang menjadi sembilan zona.
Susunan sanga mandala
berdasarkan konsep orientasi arah digambarkan pada Gambar 2.
36
Gambar 2. Konsep Arah Orientasi Ruang dan Kosep Sanga Mandala
Sumber: Eko Budihardjo (1986)
Dari Gambar 2 terlukis bahwa gunung ada di tengah-tengah dan laut ada di
pinggir pulau Bali. Gunung sebagai arah kaja merupakan sumber air sebagai zona
utama karena dari gunung air itu mengalir ke laut. Laut sebagai arah kelod yaitu zona
kanista merupakan wilayah teben (rendah). Lalu Matahari terbit dari timur diartikan
sebagai zona utama dan tenggelam di barat sebagai zona kanista. Di tengah-tengah
disebut zona madya. Berdasarkan sumbu gunung-dataran-laut dan matahari terbitditengah-tenggelam kemudian membangun matrik sembilan zona atau wilayah yang
memiliki makna dan fungsi atau pemanfaatan berbeda. Konsep sanga mandala
merupakan konsep alam dan Agama Hindu.
Pembuatan zoning ini bukan berarti zona utama lebih baik dari zona kanista.
Zona ini mengarah kepada pemanfaatan atau peruntukan wilayah tata ruang sesuai
fungsi yang tepat. Semua zona memiliki nilai fungsi pemanfaatan yang berbeda satu
sama lain, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seperti tubuh
manusia kepala adalah bagian utama/atas, badan bagian tengah, dan kaki bagian
bawah. Bukan berarti kepala lebih baik dari kaki lalu boleh meniadakan kaki.
Utamaning utama dan utamaning madya adalah zone atau mandala tempat
dibangunnya Pura Sekolah sebagai Parhyangan. Pura sekolah merupakan tepat
dimana pada peserta didik, guru, tenaga kependidikan memuja dan mengagungkan
37
Tuhan. Bangunan pokok dari Pura Sekolah terdiri dari bangunan Padmasana sebagai
stana Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Di Pura Sekolah dilakukan pemujaan
Tuhan Ida sang Hyang Widhi Wasa. Dapat dipastikan bahwa pura sekolah (Gambar
3) merupakan ciri pokok SMK model Indigenous Wisdom THK.
(a) Pura SMK N 3 Singaraja
(b) Pura SMK N 1 Sukawati
c. Pura SMK N 3 Denpasar
Gambar 3. Parhyangan Pura Sekolah SMK Model Indigenous Wisdom THK
Disamping parhyangan Pura Sekolah, di masing-masing ruang kelas (teori,
praktik), ruang layanan akademik, ruang layanan administratif,
ruang kepala
sekolah, diletakkan pelangkiran di sisi utama mandala yang memiliki fungsi sebagai
parhyangan. Pelangkiran adalah sebuah tempat berbentuk segi empat seperti tempat
duduk yang digunakan untuk memuja Tuhan Bentuk pelangkiran di kelas dapat
dilihat seperti Gambar 4.
Gambar 4. Parhyangan Pelangkiran ruang kelas, ruang administrasi
38
Ciri kedua dari SMK model Indigenous Wisdom THK sebagai ciri umum
adalah adanya pawongan sebagai komponen civitas akademik yang terdiri dari
guru/pendidik, peserta didik, tenaga kependidikan, dan tenaga pendukung
kependidikan seperti tenaga pengaman, kebersihan, penjaga kantin sekolah. SMK
model Indigenous Wisdom THK mendorong semua civitas akademik memahami dan
menghayati hakekat dirinya sendiri sebagai mahluk THK. Penghayatan terhadap diri
sebagai mahluk THK mendorong adanya pola tata nilai dan prilaku untuk hidup
harmonis diantara sesama warga civitas akademika di sekolah. Ciri kedua ini bisa
dikatakan sebagai ciri umum seperti sekolah pada umumnya, namun jika dicermati
lebih mendalam bahwa di SMK model Indigenous Wisdom THK akan ditemukan tata
nilai yang berbeda dari sekolah biasa.
Ciri ketiga dari SMK model Indigenous Wisdom THK adalah adanya
palemahan yaitu batas-batas wilayah areal sekolah yang sudah ditetapkan secara
sekala/fisik dan niskala/non fisik. Penetapan batas-batas wilayah areal sekolah secara
niskala dilakukan melalui upacara agama Hindu. Sedangkan penetapan batas-batas
wilayah areal sekolah secara fisik dilakukan melalui pengukuran dan penetapan hak
sertifikat oleh yang berwenang yaitu badan pertanahan dan pejabat pembuat
akta/sertifikat tanah.
Palemahan sekolah SMK model Indigenous Wisdom THK menggambarkan
keseimbangan dan keharmonisan interaksi hubungan antara guru/pendidik, peserta
didik, tenaga kependidikan, dan tenaga pendukung kependidikan seperti tenaga
pengaman, kebersihan, penjaga kantin sekolah dengan seluruh lingkungan bangunan
sekolah. Keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara pawongan sekolah
dengan palemahan sekolah diwujudkan dengan penataan site plan bangungan yang
seimbang antara bangunan gedung dan ruang bebas. Penataan bangunan gedung
berdasarkan fungsinya memperhatikan zona tataruang sanga mandala. Gambar 5
menunjukkan pola tata ruang SMK model Indigenous Wisdom THK. Bangunan pura
sekolah sebagai tempat suci letakkan di zone utama mandala (posisi 2). Bangunan
yang diperuntukkan sebagai tempat proses belajar mengajar (ruang kelas teori,
laboratorium, bengkel, workshop, studio, dapur masak, restoran, dll),
layanan
akademik dan administratif, ruang interaksi publik (lapangan upacara, lapangan
olahraga, aula), bangunan toilet dibangun di zona di madya mandala (posisi 3, 4, 5,
39
6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14 , 15, 16, 17). Sedangkan bangunan yang diperuntukkan
sebagai gudang, pembuangan limbah dibangun di zona nista mandala (posisi 7).
Gambar 5. Pola Tata Ruang SMK model Indigenous Wisdom THK
Semua zone bebas diantara bangunan-bangunan pendidikan dan parhyangan
diisi penghijauan berupa tanaman peredu dan tanaman hias yang mendukung
program green school. Tanaman peredu dan tanaman hias sangat penting dalam
SMK model Indigenous Wisdom THK sebagai wahana memberi kesejukan,
keindahan, dan membangun keharmonisan tata nilai dan interaksi dengan alam
lingkungan sekolah. Sekolah yang hijau dan indah akan membuat suasana belajar
dan mengajar menjadi nyaman dan sehat. Untuk memperindah lingkungan sekolah
sebagai lingkungan belajar di beberapa tempat dipasang patung Dewi Saraswati dan
Patung Ganesha yang sangat terkait simbol-simbol pendidikan.
Dewi Saraswati adalah simbol peraihan ilmu pengetahuan. Sasaswati
digambarkan sebagai Dewi cantik bertangan empat memegang simbol-simbol ilmu
pengetahuan. Gambar 6 menunjukkan pola tanaman peredu dan taman SMK model
Indigenous Wisdom THK di SMKN 1 Gianyar, SMKN 3 Denpasar, dan SMKN 3
Singaraja. Sedangkan Gambar 7 menunjukkan model patung Dewi Saraswati dan
Patung Ganesha yang dipasang di halaman sekolah SMKN 1 Singaraja, SMKN 3
Denpasar, dan Patung Sawaswati yang dipasang di halaman SMKN 3 Denpasar.
40
a.SMKN1 Gianyar
b. SMKN 3 Denpasar
c. SMKN 3 Singaraja
Gambar 6. Suasana lingkungan SMK model Indigenous Wisdom THK
a. Ganesha SMKN 1 Singaraja
b. Ganesha SMKN 3 Denpasar
c. Saraswati SMKN 3 Denpasar
Gambar 7. Arca di lingkungan SMK model Indigenous Wisdom THK
SMK model Indigenous Wisdom THK memenuhi azas-azas model SMK
rujukan
yang
mengajarkan
secara
proporsional
diantara
kespesifikan
keunggulan/kearifan lokal THK, Standar Nasional Pendidikan (SNP), keunggulankeunggulan regional dan internasional. SMK model Indigenous Wisdom THK
mengembangkan keunggulan/kearifan lokal THK sebagai kespesifikan. SMK model
Indigenous Wisdom THK dapat memaksimalkan efek positif THK dalam menangkal
dan menyaring segala dampak negatif dari pengaruh internasionalisasi. SMK model
Indigenous Wisdom THK menerapkan dengan baik akar budaya dan tradisi atau
nilai-nilai THK lalu menyerap nilai-nilai internasional yang bermanfaat tinggi dan
relevan dengan akar budaya Bali. SMK model Indigenous Wisdom THK juga
diharapkan terus menerus mengenalkan, mengajarkan, mentradisikan, memelihara,
dan mengembangkan keunggulan/kearifan lokal daerah Bali (THK) sebagai kristal
yang menginternasional.
41
Senada dengan pemikiran SMK rujukan (Slamet PH, 2013), SMK model
Indigenous Wisdom THK diharapkan menjadi SMK rujukan yang dikembangkan dari
SMK yang menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan peserta didik untuk
memasuki
lapangan
kerja
pada
bidang
tertentu
menjadi
SMK
yang
menyelenggarakan fungsi majemuk berdasarkan prinsip-prinsip kemanfaatan,
keterpaduan program, keharmonisan, keseimbangan, dan integrasi sumber daya
(manusia, alam, lingkungan budya, uang, peralatan, bahan, dan sebagainya),
resource sharing, dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi secara
maksimal. Pengembangan SMK model Indigenous Wisdom THK membutuhkan
bangunan pendidikan kejuruan yang membudayakan dan mentradisikan nilai-nilai
luhur THK. Nilai luhur THK digunakan sebagai basis pengembangan standar
kompetensi lulusan, standar isi program, standar proses pembelajaran, standar
penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana-prasarana,
standar pengeloalaan, dan standar biaya.
SMK model Indigenous Wisdom THK sebagai SMK rujukan menurut Slamet
PH (2013) dituntut untuk menjadi sekolah cerdas (kreatif, inovatif, inisiatif, cepat,
tepat, dan cekat) dalam mengembangkan program-programnya, dan memiliki
keunggulan-keunggulan dibanding dengan SMK-SMK lain dalam internalisasi
konteksnya (kecepatan, kecekatan, dan ketepatannya), ketersediaan dan kualitas
inputnya (kurikulum, guru, fasilitas, sarana, dan lingkungan yang sehat dan hijau),
interaktif dan properubahan prosesnya (pembelajaran, manajemen, kepemimpinan,
dan sebagainya), bermutu tinggi outputnya (mutu lulusan dan mutu produk-produk
lain yang dihasilkan), dan bermutu tinggi outcomenya. Satu hal mendasar yang
harus dilakukan oleh SMK model Indigenous Wisdom THK sebagai SMK Rujukan
adalah membangun kerjasama/kolaborasi/sinergi dengan dunia kerja, mulai dari hulu
(perumusan kompetensi), penyusunan bahan ajar, pelaksanaan kegiatan, hingga
sampai hilir (evaluasi dan sertifikasi kompetensi), menyediakan dan memelihara
mutu lingkungan sekolah berdasarkan nilai-nilai THK (Slamet PH., 2013).
Visi Pengembangan SMK model Indigenous Wisdom THK adalah menjadikan
SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi dalam membangun sumber daya
insani berkarakter budaya belajar (jnana), budaya berkarya (karma), budaya
melayani (bhakti), dan bermental sebagai learning person (bahasa bali melajahang
42
dewek) yang mampu menumbuhkan kecerdasan belajar sebagai sentral moralitas
untuk mengembangkan kecerdasan emosional-spiritual, kecerdasan sosial-ekologis,
kecerdasan intelektual, kecerdasan kinestetis, kecerdasan ekonomika, kecerdasan
politik, kecerdasan teknologi, dan kecerdasan seni-budaya (Wiweka Sanga)
berdasarkan nilai-nilai hidup harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa (parhyangan), antar sesama manusia (pawongan), antara manusia
dengan lingkungan (palemahan).
Tujuan pengembangan SMK Model Indigenous Wisdom THK adalah:
a. Mewujudkan SMK sebagai sekolah yang mencerminkan lingkungan belajar dan
bekerja, lingkungan sosial, lingkungan fisik THK yang memiliki parhyangan
(pura sekolah, pelangkiran kelas/ruang), pawongan (warga sekolah), dan
palemahan (areal sekolah dengan seluruh bangunan) sebagai satu kesatuan yang
utuh untuk mewujudkan keseimbangan dan keharmonisan hidup dalam
mengembangkan kapasitas dan kapabilitas diri masing-masing warga sekolah.
b. Menanamkan dan mentradisikan nilai-nilai keseimbangan dan keharmonisan
hidup dalam diri setiap pribadi warga SMK melalui pemahaman dan penghayatan
jiwa/atman, daya hidup/prana (sabda, bayu, idep), dan angga sarira atau badan
wadag.
c. Mewujudkan pendidikan kejuruan yang menghayati keberadaan jiwa/atman di
dalam diri setiap manusia sebagai spirit hidup, belajar, berkarya, dan melayani
sesama.
d. Mewujudkan pendidikan kejuruan yang memahami dan mampu mengelola badan
wadag sebagai wadah jiwa/atman anugrah Tuhan yang sempurna perlu dirawat
kesehatannya, dilatih dan dikembangkan skill atau ketrampilannya agar memberi
menfaat bagi kehidupan.
e. Mewujudkan pendidikan kejuruan yang mengembangkan potensi kelima indria
(panca indria) yaitu: (a) telinga untuk mendengar; (b) kulit untuk merasakan
sentuhan; (c) mata untuk melihat atau membaca; (d) lidah untuk rasa pencicipan
dan berbicara; (e) hidung untuk rasa pembauan sebagai sensor masuk dan
diserapnya pengetahuan dari luar diri manusia. Pada akhirnya akan tumbuh habit
atau kebiasaan atau budaya belajar berbasis multimedia.
43
f. Mewujudkan pendidikan kejuruan yang mengembangkan potensi kelima alat
gerak (panca karmendria) khususnya kaki, tangan, dan mulut menjadi terampil
atau skill melakukan berbagai pekerjaan baik pekerjaan sederhana maupun
pekerjaan komplek.
g. Mewujudkan
pendidikan
kejuruan
sebagai
lingkungan
belajar
tempat
pengembangan kekuatan idep yaitu kekuatan untuk trampil berpikir kritis dan
kreatif dalam memecahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapi (learning
by doing, contextual learning), menggunakan pengetahuan dan informasi secara
interaktif, belajar bagaimana belajar.
h. Mewujudkan
pendidikan
kejuruan
sebagai
lingkungan
belajar
tempat
pengembangan kekuatan sabda yaitu kekuatan berkomunikasi dan membangun
jejaring, berkolaborasi lintas jaringan, berinteraksi dengan kelompok heterogin,
dan mampu menggunakan bahasa, symbol-simbol, dan teks secara interaktif.
i. Mewujudkan
pendidikan
kejuruan
sebagai
lingkungan
belajar
tempat
pengembangan kekuatan bayu yaitu kekuatan menggunakan teknologi secara
efektif, bertindak secara mandiri dengan “big picture” yang semakin jelas.
j. Menanamkan nilai-nilai kekuatan
prana sabda, bayu, idep untuk memenuhi
tuntutan dunia kerja yang mengarah kepada industri berbasis pengetahuan,
industri kreatif, soft skill.
k. Menanamkan nilai-nilai keseimbangan dan keharmonisan hidup antar pribadi
masyarakat pendidikan kejuruan melalui pemahaman, penghayatan, pemanfaatan
prahyangan, pawongan, dan palemahan.
l. Membangun kesadaran bahwa manusia-manusia yang sehat jasmani, tenang
rokhani, dan profesional adalah prana atau kekuatan hidup sekola (SMK),
keluarga, warga banjar, warga desa pakraman masyarakat bali.
m. Membangun SMK sebagai lingkungan
untuk mewujudkan lembaga pendidikan
menengah kejuruan yang mampu meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya secara seimbang dan harmonis
sesuai dengan nilai-nilai pokok ideologi THK.
n. Mewujudkan pendidikan kejuruan bervisi kerja pembebasan diri dari hukum
punarbhawa (kelahiran kembali/ reinkarnasi), menjadi pekerja yang selalu
44
menambah dan menabung karma baik, berkarakter diri yakin bahwa berbuat baik
pasti akan memperoleh hasil yang baik, tidak berputus asa, konsisten, kerja keras,
stabil dalam emosi, memiliki spirit dan gairah terus bekerja dengan baik.
2. Karakter SMK model Indigenous Wisdom THK
Karakter SMK model Indigenous Wisdom THK sangat unik dan memiliki nilainilai pendidikan yang komprehensif. SMK model Indigenous Wisdom THK memiliki
keunikan berdasarkan kearifan lokal SMK model Indigenous Wisdom THK sebagai
SMK rujukan mengenalkan, mengajarkan, mentradisikan, memelihara, dan
mengembangkan keunggulan/kearifan lokal THK sebagai kristal. Nilai-nilai tersebut
bersumber dari Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Focus gorup discussion
(FGD) dan diteruskan dengan workshop tentang konsep dan tata nilai pendidikan
berbasis THK menghasilkan temuan sebagai berikut.
a. Nilai-nilai THK dalam Unsur Parhyangan
Parhyangan di SMK dapat berwujud Pura Sekolah dan pelangkiran yang
dipasang di masing ruangan belajar dan ruang kerja guru atau karyawan. Parhyangan
di SMK berfungsi sebagai pengatur keseimbangan dan harmonisasi hubungan
manusia dengan Tuhan. Parhyangan di SMK dibangun di utama mandala yaitu di
pojok timur, sebagai tempat suci, disakralkan, berhubungan dengan spiritual, emosi
diri, spirit hidup. Pura di SMK juga sebagai tempat pelestarian dan pengembangan
seni dan budaya agama, tempat pembinaan persatuan dan kesatuan warga sekolah.
Secara konsep semua sekolah harus memiliki pura sekolah parhyangan. Pura sekolah
atau
parhyangan kedudukannya sama dengan Atman dalam diri manusia. Pura
sekolah secara konsep harus ada atau tidak boleh tidak ada jika ingin sekolah itu
hidup dan berkembang. Sekolah yang tidak memiliki pura sekolah sama dengan
manusia yang tidak memiliki jiwa atau seperti tubuh manusia yang tidak bernyawa.
Dengan demikian pura sekolah menjadi sangat penting keberadaannya sebagai
nyawanya sekolah.
Nilai-nilai keberadaan unsur parhyangan di SMK yang
memungkinkan diimplementasikan dalam pembelajaran dirumuskan dalam Tabel 2
berikut.
45
Tabel 2. Nilai THK Unsur Parhyangan dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Nilai – Nilai THK Unsur Parhyangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kesadaran kepada Atman
Kesucian
Bersih jasmani rohani (sekala-niskala)
Keimananan
Ketakwaan
Kebersamaan
Kesederhanaan
Sifat dan sikap integratif
Kekuatan moral dan keteguhan mental
Implementasi dalam Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Melaksanakan sembahyang sebelum mulai pelajaran
dan pada setiap jam 12.00 wita
Berdoa sebelum melakukan kegiatan
Menghargai sesama sebagai ciptaan Tuhan
Menghayati diri sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang
sempurna
Melaksanakan praktik keagamaan sesuai dengan
agama yang dianut
Mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli, santun, proaktif.
Memasang plangkiran di kelas
Memasang artepak di lingkungan sekolah (patung
Ganesha, Saraswati)
Memelihara tempat persembahyangan
Menyelenggarakan piodalan sekolah
Merayakan Hari Rraya Saraswati, Tumpek Landep,
Tumpek Uduh
Latihan Meditasi, Yoga, dll.
Metirta di Pura sekolah sebelum mulai belajar
Membaca sloka-sloka kitab suci Weda
Menari tarian sakral dan menabuh gamelan
Sembilan nilai-nilai THK yang bersumber dari unsur parhyangan yaitu: (1)
kesadaran akan keberadaan atman sebagai jiwa atau ruh dalam setiap tubuh manusia
memiliki sifat-sifat dasar kesucian terus menerus dibangun dan ditegakkan melalui
kegiatan-kegiatan persembahyangan di pagi hari sebelum memulai pembelajaran dan
di siang hari pada pukul 12. Kegiatan berdoa dilakukan setiap hari sebelum
melakukan kegiatan
pembelajaran baik pada awal pembelajaran
teori maupun
praktik. Nilai kesadaran atman akan membuat peserta didik memiliki kemampuan
menghayati sekaligus menghargai sesama sebagai mahluk ciptaan Tuhan untuk
sama-sama saling menghormati, peduli satu sama lain, santun, bertanggung jawab,
disiplin, dan jujur.
Nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang terwujud dalam
bentuk kebersamaan, kesederhanaan, sikap integratif, kekuatan moral dan mental
dibangun melalui praktik-praktik keagamaan secara nyata di sekolah dengan cara
menyelenggarakan kegiatan upacara agama piodalan sekolah, merayakan hari raya
Saraswati sebagai perayaan hari ilmu pengetahuan suci, piodalan tumpek landep
sebagai perayaan penajaman anugerah berpikir kritis, piodalan tumpek uduh
46
merupakan upacara peringatan tumbuh-tumbuhan sebagai bentuk keharmonisan
hidup bersama lingkungan hidup di sekolah. Latihan yoga dan meditasi melalui
kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan kurikuler melalui pembelajaran Agama Hindu
juga penting dilakukan dan dipraktikkan. Kegiatan perayaan hari raya keagamaan
hendaklah tidak sebatas ritual semata tetapi ditingkatkan sebagai bagian religiositas,
spiritualitas, dan pencerahan. Secara hidden pengembangan sembilan nilai unsur
parhyangan dapat dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran melalui penerapan
pendidikan karakter.
b. Nilai-nilai THK dalam Unsur Pawongan
Pawongan di SMK terdiri dari guru/pendidik, siswa, pimpinan sekolah, komite
sekolah, staf TU/tenaga kependidikan, teknisi/laboran, satpam, pembersih, penjaga
kantin. Pawongan merupakan unsur sentral dari SMK model indigenous wisdom
THK. Semua unsur pawongan di SMK adalah daya prana sekolah yang
menggerakkan dan memajukan sekolah. Agar menjadi daya penggerak sekolah yang
sempurna maka semua unsur pawongan sekolah harus membangun keseimbangan
dan keharmonisan hubungan antar sesama, berkolaborasi melepaskan dan
menggerakkan seluruh potensi dirinya bagi kebaikan sekolah. Guru, siswa, pimpinan
sekolah, komite sekolah, staf TU, teknisi/laboran, satpam, pembersih, penjaga kantin
yang harmonis hidupnya adalah energi daya prana sekolah. Oleh karenanya semua
unsur pawongan sekolah harus melakukan pengembangan potensi diri, berinisiatif
dan kreatif mengembangkan kapasitas dan kapabilitas diri menerapkan prinsipprinsip pedagogy, andragogy, dan heutagogy. Unsur pawongan SMK harus
membangun kesadaran
hidup bersama saling tolong menolong, memahami dan
menjalankan norma dan etika sosial antar sesama, memahami dan menjalankan
aturan sekolah, mengembangkan ajaran Tri Warga (Dharma, Artha, Kama), Tri
Kaya Parisudha (Manacika, Wacika, Kayika), dan Tri Pararta (Asih, Punia, Bhakti)
dalam nyame braye. Nilai-nilai keberadaan unsur pawongan di SMK yang
memungkinkan diimplementasikan dalam pembelajaran dirumuskan dalam Tabel 3
berikut.
47
Tabel 3. Nilai THK Unsur Pawongan dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Nilai – Nilai THK Unsur Pawongan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Berpikir kritis
Kreativitas
Gotong royong
Komunikasi yang efektif
Kolaborasi
Tanggung jawab
Inovatif
Produktif
Demokratis
Terbuka tetap mengakar pada budaya bali
Disiplin
Saling menghormati
Berbudaya kerja
Budaya belajar
Budaya melayani
Kebenaran
Kesetiaan
Cinta kasih
Tanpa kekarasan
Kesopanan
Toleransi
Kejujuran
Tanggung jawab
Kerajinan
Tri Kaya Parisuda
Asih, Punia, Bhakti
Nyama braya
Implementasi dalam Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Membuat kelompok belajar, kelompok karya
ilmiah remaja
Mendorong budaya belajar
Mendorong budaya berkarya
Mendorong budaya melayani
Menyediakan ruang diskusi yang demokratis
Mengembangkan budaya ngayah di parhyangan
Bergotong royong dalam melaksanakan kebersihan
sekolah
Menggunakan etika yang bersumber dari budaya
bali dalam mengembangkan komunikasi dengan:
orang tua, guru, atar sebaya, anak-anak, tamu
Menggunakan bahasa santun
Mengembangkan sikap terbuka untuk
menumbuhkan kemampuan beradaptasi
Mengembangkan sistem untuk meningkatkan
kedisiplinan: menutup pintu gerbang awal
pelajaran, membunyikan bel sekolah setiap
pergantian pelajaran dan istirahat
Menggunakan teknologi untuk menjalin
komunikasi: penyediaan internet, alat pengeras
suara, telepon sekolah, penyediaan papan
pengumuman/informasi
Merayakan acara keagamaan yang penting setiap
umat untuk mengembangkan rasa toleransi
Mensosialisasikan terus pentingnya keselasaran
pikiran, perkataan, dan tindakan dalam setiap
aktifitas dengan landasan tri kaya parisuda
Menyerahkan bantuan ke panti asuhan/panti jompo
untuk memeliharaan kebersamaan hidup
Penerapan nilai kesopanan melalui cara berpakain
dan potongan rambut
Memakai pakaian adat persembahyangan pada
upacara keagamaan
Membuat tata tertib sekolah untuk menghindari
adanya kekerasan
Mengembangkan sikap saling melayani
Memberi apresiasi dan penghargaan bagi warga
yang berprestasi
Saling menghargai dan mencintai satu sama lain
Nilai-nilai THK dalam unsur Pawongan tercatat ada 27 point. Dalam
mewujudkan keharmonisan hidup baik sebagai individu maupun secara kolektif di
SMK model indigenous wisdom THK diperlukan pengembangan nilai-nilai hidup
berpikir kritis, inovatif, kreatif, produktif, serta bertanggungjawab. Disamping itu
pengembangan nilai-nilai kolaboratif dan komunikasi efektif sangat diperlukan di
abad informasi. Untuk itu diperlukan nilai-nilai budaya belajar dan berkarya tanpa
48
henti dengan selalu mengedepankan nilai-nilai budaya melayani satu sama lain.
Sikap terbuka dan tetap mengakar pada budaya sendiri menjadi bagian penguat dan
terus mengembankap perilaku disiplin setia kepada kebenaran dan selalu
mengedepankan cinta kasih, tanpa kekerasan, rajin berpikir baik dan selalu berbuat
baik. Nilai lokal yang sangat menonjol adalah nilai asih yaitu rasa saling mencintai
atau mengasihi satu sama lain, punia yaitu tindakan saling memberi dan saling
mendukung, bhakti adalah penghormatan yang tulus iklas kepada Tuhan, leluhur, dan
orang atau guru. Pembentukan nilai-nilai tersebut dilakukan dengan mentradisikan
kegiatan kelompok belajar, kelompok karya ilmiah, lomba ketrampilan siswa, dan
penugasan projek oleh guru-guru di sekolah melalui mata pelajaran produktif,
normatif, dan adaptif. Penguatan nilai-nilai keharmonisan hidup diantara sivitas
akademika di sekolah dapat juga dilakukan melalui kegiatan perayaan keagamaan,
bhakti sosial ke panti asuhan.
Keharmonisan hidup antar sesama guru, antara guru dengan peserta didik, antar
peserta didik, antara guru dengan tenaga kependidikan, antar tenaga kependidikan,
antara tenaga kependidikan dengan peserta didik pada SMK Model Indegenous
Wisdom THK menjadi bagian penting. Nilai asih, punia, bhakti harus ditradisikan
dalam kehidupan belajar, bekerja di sekolah. Keharmonisa hidup bersama akan
terwujud jika ada kejujuran, tanggungjawab tinggi, kerajinan, toleransi satu sama lain
dengan menyadari bahwa hidup itu saling membutuhkan satu sama lain.
c.
Nilai-nilai THK dalam Unsur Palemahan
Palemahan di SMK adalah seluruh areal sekolah, bangunan ruang kelas,
ruang TU, ruang kepala sekolah, ruang staf manajemen, laboratorium, bengkel,
restoran, dapur, perpustakaan, lapangan upacara, lapangan olah raga, gudang, dan
sebagainya. Palemahan merupakan tempat sarana penyelenggaraan
pelatihan,
pengembangan
diri,
pengembangan
seni-budaya,
pendidikan,
pengembangan
kemampuan berorganisasi, kepemimpinan, peningkatan kemampuan berkomunikasi,
kemampuan menggunakan teknologi, kemampuan bekerja, membangun kesadaran
akan keseimbangan dan harmonisasi hubungan antara manusia dengan alam.
Penataan bangunan sekolah menggunakan konsep tri mandala yaitu utama, madya,
dan kanista sesuai jenis dan peruntukannya. Nilai-nilai keberadaan unsur palemahan
49
di SMK yang memungkinkan diimplementasikan dalam pembelajaran dirumuskan
dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Nilai THK Unsur Palemahan dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Nilai – Nilai THK Unsur
Palemahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Kesadaran angga sarira (fisik)
Kesehatan
Penghayatan fungsi-fungsi lima
indria
Penghayatan fungsi lima alat
gerak
Pelestarian alam
Pemeliharaan lingkungan sekolah
Pemeliharaan bangunan sekolah
Pemeliharaan fasilitas sekolah
Kebersihan
Keindahan
Seni
Kenyamanan
Keamanan
Implementasi dalam Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Mengajarkan rasa syukur dengan selalu mengingat
kesempurnaan anggota tubuh yang dimiliki sebagai anugrah
Tuhan
Melakukan kegiatan olah raga untuk pemeliharaan kebugaran
dan kesehatan
Melakukan kegiatan rutin pemeriksaan kesehatan anggota
warga sekolah
Berlatih menajamkan fungsi panca indria di kelas dan di luar
kelas
Berlatih ketrampilan/skill psikomotorik di bengkel dan
laboratorium
Berlatih olah raga prestasi
Melaksanakan upacara tumpek landep dengan ritual terhadap
peralatan, mesin-mesin di lab, bengkel sekolah
Melaksanakan upacara tumpek uduh sebagai wahana
pelestarian tumbuh-tumbuhan dengan rasa kasih dan sayang
Menanam tanaman hias sekolah
Merawat dan menjaga tumbuh-tumbuhan di sekolah
Menjaga keindahan dan kesegaran kebun dan taman sekolah
Menyediakan tempat sampah organik dan unorganik
Membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan
Membangun budaya bersih
Memelihara bangunan sekolah dengan melombakan
kebersihan
Memberikan ruang apresiasi seni dan budaya saat jeda
semester
Kegiatan ekstra kurikuler dalam bidang seni
Mengajarkan rasa syukur bahwa Tuhan telah memberi anugerah berupa tubuh
yang lengkap dan sehat merupakan bagian penting dari nilai-nilai THK dalam SMK
model Indigenous Wisdom THK. Semua guru seharusnya dapat mengajarkan
kesadaran tersebut dan melatih semua alat indera dan alat gerak untuk difungsikan
secara baik dan benar dalam setiap proses belajar. Pengembangan fungsi-fungsi alat
indera dilakukan menggunakan multimedia dalam pembelajaran. Pengembangan alat
gerak dilakukan dengan berbagai latihan ketrampilan baik di laboratorium, bengkel,
workshop, dan juga melalui latihan permainan ketangkasan atau ketrampilan dalam
olah raga. Kepekaan fungsi-fungsi alat indera dan skill alat gerak merupakan modal
penting dalam belajar dan bekerja.
50
Disamping unsur mikro dalam diri manusia, aspek makro dalam lingkup
palemahan sekolah hal penting yang harus dikembangkan pada SMK model
Indigenous Wisdom THK adalah
pemeliharaan kelestarian alam, lingkungan
sekolah, bangunan sekolah, fasilitas sekolah, kebersihan, keindahan, rasa seni,
kenyamanan, dan keamanan sekolah. Aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh pada
kenyamanan proses belajar mengajar. SMK model Indigenous Wisdom THK
menyediakan ruang-ruang apresiasi seni budaya, lahan taman sekolah, tempat dan
pengolahan sampah. Untuk mewujudkan tradisi pemeliharaan alam lingkungan
sekolah perayaan tumpek landep dan tumpek uduh dapat mendukung tumbuhnya
nilai-nilai yang bersumber dari palemahan.
Keindahan sekolah menjadi bagian penting dalam SMK model Indigenous
Wisdom THK. Dari keindahan akan terbangun rasa segar dan rasa nyaman dalam
belajar. Tanaman hias dan tanaman peredu dapat digunakan sebagai objek melatih
kepekaan peserta didik kepada lingkungan hidupnya. Lebih jauh peserta didik diajak
berlatih merawat bangunan, mesin-mesin, dan fasilitas sekolah sebagai bagian dari
kebutuhan hidup belajar bersama di SMK model Indigenous Wisdom THK.
Kepedulian peserta didik terhadap perawatan mesin dan pasilitas sekolah merupakan
bagian penting dari pengembangan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai ciri
pokok pendidikan kejuruan sebagai pendidikan dunia kerja.
Keamanan sekolah melalui proses pemahaman dan penghayatan bahwa sekolah
dengan semua fasilitas yang ada merupakan bagian tidak terpisahkan dan menjadi
tanggungjawab bersama merupakan bagian lain yang penting dalam SMK model
Indigenous Wisdom THK. Lingkungan sekolah yang aman akan memberi
kenyamanan bagi sivitas akademika. Sebaliknya lingkunga sekolah yang tidak aman
akan menambah energi negatif, rasa tidak percaya atau rasa curiga satu sama lain
yang akan berdampak buruk dalam pendidikan karaktek.
51
3.
SMK model Indigenous Wisdom THK dan Kesejahteraan Masyarakat
Pengembangan pendidikan kejuruan di SMK model Indigenous Wisdom THK
di Bali difungsikan
untuk peningkatan kesejahterakan masyarakat desa,
pengembangan dan pelestarian budaya agama, peningkatan kemampuan mendesain
khususnya di bidang seni, peningkatan kemampuan kewirausaha dan bekerja di
perusahaan, meneruskan ke perguruan tinggi. Ketokohan almarhum Prof. Dr. Ida
Bagus Mantra selama menjabat sebagai Gubernur Bali memberikan warna pada
kehidupan masyarakat Bali termasuk pengembangan dan pembangunan pendidikan
kejuruan. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra menyatakan SDM yang baik adalah SDM
yang sehat jasmani, tenang rohani, dan profesional. Rumusan ini sangat sesuai
dengan visi pendidikan di Indonesia untuk membangun insan kamil atau insan
paripurna.
Almarhum Prof. Dr. Ida Bagus Mantra mendorong tokoh-tokoh masyarakat
Bali, seniman, petani untuk terus berkarya, mendidik, dan mengembangkan budaya
Bali yang berkarakter dan dijiwai oleh Agama Hindu. Berikut penggalan wawancara
dengan Ida Empu Widia Dharma selaku pendiri Sekolah Menengah Industri
Kerajinan (SMIK) Guwang yang sekarang berubah menjadi SMKN 2 Sukawati.
326.
327.
328.
329.
330.
331
332.
333.
334.
335.
336.
337.
338.
339.
340.
341.
342.
343.
344.
345.
346.
347.
348.
349.
Ida: cita-citanya Gubernur IB Mantra almarhum
di Bali supaya mempunyai kehidupan sendiri-sendiri bagi para
tokoh dari masing-masing desa. Desa ini apa yang unggul
yang unggul untuk desa Guwang ini adalah ukiran-ukiran patung
yang ada kaitannya dengan itihasa Mahabharata dan Ramayana
supaya mempunyai spesifik ini
Keberhasilan saya memperjuangkan SMIK ini berkat beliau juga
Baru tiga hari beliau jadi Gubernur supaya langsung menghadap
bersama pak Bupati Gianyar ke kantor beliau
Beliau memang sadar sekali sebagai orang budayawan
memberi tanah untuk SMIK itu
Beliau bahkan menegur stafnya kok sudah lama sekali permohonan saudara kita dari Guwang kok tidak ada yang memperhatikan
beliau sangat mendukung pembangunan SMIK
memang ini betul-betul mendukung
Saya punya cita-cita setiap desa mempunyai spesifik
sehingga bagus sekali kehidupannya
Tidak sama semuanya sehingga pemasarannya semrawut
Seperti sekarang ini sulit
Bagaimana Bali ini ke depan dipertimbangkan kelanjutannya
Pak IB Mantra memikirkan SMIK sebagai sekolah pengembangan
Budaya agama…Dulu pernah ada rencana perluasan keselatan
seluas satu hektar kalau pemerintah mendukung dan
memberikan ijin kan begitu
52
Data interview mendalam bersama tokoh sepuh pendiri pendidikan kejuruan
SMK di Gianyar Bali
menunjukkan adanya upaya pengembangan kearifan dan
keunikan lokal masing-masing daerah di Bali melalui pendidikan kejuruan berbasis
seni tradisi dan budaya Agama. Tokoh-tokoh seni di Bali menunjukkan keunikan
masing-masing sebagai suatu keunggulan diri atau keunggulan wilayahnya. Misalnya
Desa Guwang sebagai desa seni ukir patung. Pengembangan seni ukir patung di
Deswa Guwang perlu terus dikembangkan melalui pendidikan kejuruan di SMK.
Dukungan Almarhum Prof. Dr. Ida Bagus Mantra selama menjabat menjadi
Gubernur Bali sangat besar pada pendidikan kejuruan di Bali. Sebagai budayawan
dan Gubernur yang memiliki wawasan budaya yang sangat mendasar Prof. Dr. Ida
Bagus Mantra memahami betul bagaimana mempertahankan dan mengembangkan
budaya Bali melalui pendidikan kejuruan. Upaya yang dilakukan adalah dengan
memberi fasilitas pendidikan kejuruan di Gianyar. Pendidikan kejuruan di SMK
model indigenous wisdom THK dapat mengembangkan budaya Agama dalam
budaya belajar dan budaya bekerja sebagai penciri pokok pendidikan kejuruan.
Pengembangan kearifan dan keunikan lokal masing-masing daerah atau desa di Bali
diharapkan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat semakin hari semakin bagus,
berakar pada masyarakat desa (baris 341-342). Melalui pendidikan kejuruan di SMK
kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, merata, luas berdasarkan sendi-sendi
budaya Agama Hindu di desa pakraman.
Masyarakat Bali sudah menempatkan SMK sebagai lembaga pendidikan untuk
mengembangkan nilai-nilai disiplin, loyalitas, dedikasi yang tinggi terhadap kerja.
Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 58.831 putra-putri Bali sedang menempuh
pendidikan di SMK. SMK dipilih sebagai tempat pendidikan untuk mendapat bekal
kompetensi bekerja baik untuk lingkungan lokal, nasional, dan internasional.
Kemampuan siswa untuk berwirausaha juga sudah mulai dilatihkan di SMK.
Disamping itu lulusan SMK juga dapat meneruskan ke perguruan tinggi. Dalam
kerangka pengembangan kualitas SDM tingkat menengah kedudukan dan fungsi
SMK sangat strategis dalam menyiapkan kemampuan lulusan berwirausaha atau
menjadi pekerja di perusahaan. Berikut data interview dengan bapak Drs. I Ketut
Suarnawa.
53
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
KS:Pendidikan di SMK disiapkan untuk bisa berusaha
dan bisa berbuat ……nah setelah itu dia bisa menjadi
pemimpin suatu usaha…
bukan hanya dia sebagai tukang saja terus….
Itu pikiran tiange…
dia bisa menampung adik kelasnya
setelah adik kelasnya bekerja dia mengembangkan usaha
sehingga betul-betul termasuk kita sesuai dengan
kompetensi yang dia lakukan. …
kenten carane mengatasi itu
kan kalau dilihat dari kurikulum kan sudah dipatok
jamnya prakerin sekian..kewirausahaan sekian
Jujur tiang katakan kewirausahaannya yang kurang
yang kedua kesungguhannya
Yen bang teori dogen di kelas… dia tidak akan bisa berwirausaha. Maka bawa dia ke pasar dan tuntut
manajemen pasar itu
………………………….
kemudian masalah produksi..kenken carane pang ya
ngerti orang memproduksi,… itu biar ia ngerti
Itu tujuannya… yang ketiga bagaimana dia bisa menunjukkan
prestasinya sehingga dia bisa ditawari oleh perusahan
itu…Pang nyak ia sampe takonine “nyak megae dini”
Pang de raga sampai tolonglah saya kasi pekerjaan…
Jangan seperti itu…itu yang Tiang inginkan. ……
Maka dia harus menunjukkan sikap terbaik
Berbuat yang terbaik.. itu yang tiang inginkan.
Data di atas ini menunjukkan pentingnya kewirausahaan dikembangkan di
SMK. Pengembangan kewirausahaan di SMK di Gianyar sangat memungkinkan
karena adanya faktor-faktor pendukung budaya dan pasar berbasis pariwisata.
Pembelajaran kewirausahaan menggunakan pendekatan belajar Contextual Teaching
Learning (CTL) dengan mengarahkan pembelajaran pada konteknya dan langsung di
pasar seni untuk menguatkan pembelajaran teori di sekolah (baris 30). Pembelajaran
kewirausahaan perlu teori dan praktik, tidak cukup hanya teori semata (yen bang
teori dogen di kelas (kalau diberi teori saja dikelas)… dia tidak akan bisa).
Pendidikan kejuruan di SMK diharapkan tidak hanya mencetak lulusan sebagai
tukang atau tenaga kerja semata. Pendidikan kejuruan diharapkan dapat memberi
kemampuan lulusan membuka lapangan kerja dengan membuat usaha sendiri atau
memimpin suatu usaha yang dapat membawa alumninya bekerja bersama-sama.
Kompetensi lulusan SMK terus ditingkatkan sampai kepada kemampuannya untuk
memasuki pasar kerja dan diakui oleh pemberi kerja (Pang nyak ia sampe takonine
“nyak megae dini” agar sampai kepada kondisi lulusan ditanya mau bekerja di
54
tempat usaha ini). Kompetensi kerja dan kepribadian kerja lulusan SMK merupakan
masalah yang sangat penting.
Keberadaan pasar seni Desa Guwang dan Sukawati di sekitar SMK di Gianyar
sangat mendukung pembelajaran kewirausahaan di SMK. Pasar seni Guwang
merupakan salah satu pasar seni yang sangat ramai pengunjungnya. Para wisatawan
datang ke pasar seni Guwang untuk membeli oleh-oleh kerajinan berupa lukisan,
patung, baju Bali, kain Bali, anyaman, gantungan kunci, dsb. Di pasar seni Desa
Guwang, SMKN 2 Sukawati memiliki outlet tempat menjual hasil-hasil karya siswa.
Outlet tersebut sangat baik digunakan sebagai tempat belajar kewirausahaan bagi
siswa SMK.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat
sebagian besar SMK di Bali sudah menyadari kedudukan dan fungsinya. SMK di
Bali mulai meningkatkan profesionalisme pengelolaan untuk membangun dan
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sekolah sebagai pusat layanan penyediaan
tenaga kerja trampil. Pengelola SMK terus membangun dan memberdayakan seluruh
komponen sekolah menuju sekolah bertaraf internasional dengan menggerakkan
seluruh warga sekolah untuk mengembangkan potensi diri secara optimal agar
lembaga SMK memiliki budaya kerja yang berorientasi keunggulan kompetitif
dipasar kerja nasional maupun internasional. Peningkatkan dan perluasan kerjasama
dengan DU-DI yang relevan baik dalam maupun luar negeri untuk akses siswa
maupun lulusan dari SMK terus dikembangkan dalam bentuk MoU.
Untuk menuju SMK bertaraf internasional dibutuhkan nilai-nilai disiplin,
loyalitas, dedikasi tinggi, produktif, kreatif, inovatif dan bermutu, transparan
bertanggungjawab
dan
menumbuhkembangkan
budaya
partisipasif
serta
kebersamaan, efektif dalam mengelola sumber daya, dan melakukan pelayanan
prima. Nilai-nilai tersebut diperlukan untuk mewujudkan tujuan SMK untuk: (1)
menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap
profesional; (2) menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu berkompetisi
dan mengembangkan diri; (3) menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk
mengisi kebutuhan DU-DI pada saat ini maupun pada masa yang akan datang; (4)
menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang produktif, adaptif dan kreatif;
55
(5) menyiapkan tamatan yang mampu bekerja mandiri, memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan sikap profesional.
Penyiapan kompetensi lulusan SMK yang diakui dan kompetitif di pasar kerja
sesuai kualifikasi kebutuhan DU-DI menjadi tantangan dalam pengembangan
kualitas dan relevansi programm pendidikan di SMK. Pengakuan kualitas lulusan
SMK oleh DU-DI menjadi titik perhatian bagaimana kompetensi di ajarkan dan
dilatihkan di SMK. Berikut cuplikan interview dengan Dra. Ni Luh Yulie Astini,
B.A.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
PS: Bagaimana ibu mengembangkan pola pembudayaan
kompetensi di SMKN 3 Denpasar ini
YA: Saya di sekolah ini untuk membuat produk saya mendapatkan pengakuan dari lembaga penjamin mutu
Lembaga penjamin mutu itu kan sing ISO dogen yang lebih
bermain dokumen dogen tetapi action-nya kan dari DU-DI
yang melihat “Kompeten nggak anak ini mulai dari persiapan
perencanaan, pelaksanaan sampai pada clear up
Jadi kalau saya di kompetensi ini penjamin mutunya adalah
DU-DI pak…….
Saya berani memberi rekomendasi
Maka dari itu alasan saya setiap tahun pengujian produktif itu
harus melibatkan LSP
Pengembangan kompetensi di SMK didasarkan atas analisis
kebutuhan Kompetensi kerja pasar kerja
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
Bahkan industri terus teriak-teriak minta tenaga
artinya produk kita diakui mereka. Kita tidak sampai menunggu
dua bulan tiga bulan anak kita sudah laku…kan ini sebenarnya
esensinya SMK
Hampir setiap tahun orang tua murid saya dalam rapat pleno
sebagai perwakilan industri mengatakan kami di Hotel bisa
melihat perform anak Ibu dibandingkan yang lain
Keto ya ngoraang Pak
Ya kami menentukan KKM 8,0 untuk produktif..sing main-main
Saya berani menentukan KKM diatas rata-rata nasional 8,0
Jadi bagaimanapun guru dan murid berjuang habis
Produktif itu harus…. karena merupakan ciri sekolah kejuruan
Jangan lagi ada dibawah 7. Ija ya ada unduk keketoang
Ini untuk sekolah RSBI yang lain silahkan
130.
131.
132.
133.
134.
Bagi SMK sekarang ini terus membuat pencitraan publik
Bagaimana pendidikan di SMK yang menghasilkan tenaga kerja
mempertemukan produk SMK dengan pasar tenaga kerja
Kalau produk sudah ketemu dengan pasar kita tidak perlu cawecawe lagi …..mereka pasti akan datang ke kita
Data interview di atas menunjukkan bahwa program pendidikan di SMK harus
memperhatikan kebutuhan kompetensi DU-DI. Keterlibatan DU-DI dalam menyusun
56
standar kompetensi merupakan suatu keharusan. Demikian juga dengan Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) harus diajak bersama dalam melakukan penilaian kualifikasi
kompetensi lulusan SMK sebagai pelaksana sertifikasi. Untuk meningkatkan nilai
tawar lulusan SMK, sekolah menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
tinggi. Dengan demikian guru dan peserta didik (murid) berjuang mencapai KKM
yang tinggi sehingga kualifikasi lulusan menjadi baik dan dihargai oleh DU-DI. Ini
merupakan salah bentuk pencitraan kualitas lulusan SMK.
Dalam pengelolaan SMK di Bali mulai melakukan langkah-langkah: (1)
menyiapkan seluruh komponen sekolah yang meliputi SDM, fasilitas yang
dibutuhkan dalam mendukung dan merealisasikan Visi dan Misi; (2) mengupayakan
pemenuhan seluruh fasilitas pembelajaran baik teori maupun praktek sesuai dengan
kriteria yang dituangkan dalam 12 janji kinerja sekolah unggul; (3) pengembangan
kurikulum pembelajaran yang relevan dengan perkembangan IPTEK dan tuntutan
pasar baik ditingkat nasional maupun internasional; (4) memenuhi standar penilaian
untuk mata pelajaran produktif mengacu pada industri (industry oriented);
(5)
meningkatkan peran serta masyarakat, komite sekolah, dinas terkait, dunia
usaha/industri baik nasional maupun internasional secara aktif dan partisipatif dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan di SMK; (6) melaksanakan dan
mengembangkan sistem management mutu (ISO 9001-2000); (7) meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan, peserta didik disetiap lini untuk menghasilkan
kinerja yang berorientasi mutu; (8) mengembangkan dan meningkatkan peran unit
produksi, teaching factory dalam kaitannya menumbuh kembangkan jiwa dan
semangat kewirausahaan.
4.
Guru Kunci Pokok SMK model Indigenous Wisdom THK
Guru merupakan kunci pokok pada SMK model indigenous wisdom THK.
Guru pada SMK model indigenous wisdom THK harus memahami nilai-nilai THK
terkait dengan parhyangan, pawongan, dan palemahan. Guru sebagai perencana,
penggerak, pelaksana, dan penilai pembelajaran pada SMK model indigenous
wisdom THK menggunakan nilai-nilai THK sebagai dasar pengembangan
pembelajaran kepada peserta didik. Pengembangan profesionalisme guru pada SMK
model indigenous wisdom THK dilakukan dengan peningkatan kompetensinya
57
melalui in houese training tentang THK, pengembangan rencana pembelajaran,
bahan ajar, media pembelajaran, assessmen pembelajaran, dan sertifikasi kompetensi
bidang kejuruan pada lembaga sertifikasi profesi. Langkah ini dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan melaksanakan PBM dan penilaian kepada siswa,
memahami karakteristik dan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan. Berikut penggalan
interview dengan kepala SMKN 3 Denpasar Dra. Ni Luh Yulie Astini, B.A.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
Memang faktor salah satu indikator dimana pendekatan kompetensi itu katakanlah belum berani menetapkan KKM tinggi
Gurun I raga sing PD ..Ya ukuranne dewekne anggona
Ia tidak pakai ukuran si peserta didik
Saya bilang salah kamu. Kalau kamu mengukur dengan dirimu
ya tetep akan seperti itu nilainya. Kenapa anda tidak melakukan
pengukuran siapa peserta didik saya
Kan nak ia kan nganggo ..keketaang…
Nah ini sekarang tugas lembaga diapain anda ini
apa retraining diberikan latihan, apa dikursus..apa diapainlah
Saya bilang begitu. Jadi anda sebagai guru saya percaya anda
bisa, Cuma anda terlalu tinggi rasa tidak percaya diri anda
Anda siapa anda sebenarnya…men buktinne jani guru-gurun
raga kuda ngelah assessor Pak…
Dan nilainya hebat-hebat
Saya punya target 2011 guru produktif saya semua sudah
sebagai Assessor. Saya tidak peduli biar satu orang lima juta OK
No problem kamu jalan..sekarang saya mengirim 2 orang
ke Surabaya. Tahun 2011 semua guru produktif yang sudah
ber SK harus sudah memegang lisensi Assesor dari lembaga
Sertifikasi Profesi
Coba sing ada sekolah keto…ha haaaaa
Sekolah saya betul-betul SDMnya harus dikembangkan
Saya sadar sarana OK …gampang I raga ngidih bantuan
tetapi Manusianya bagaimana ini kan gitu Pak ya
Mereka pada semangat belajar dan akhirnya kan mereka yang
akan menerima, tidak akan merasa punya rasa rendah diri ketika
berhadapan dengan siapapun. Karena ketika dia duduk bersama
dengan Industri konsep itu sudah satu
Coba sing bang pelatihan assessor…ne apa ja orahange ajak
DU-DI ne
Program peningkatan SDM saya anggarkan dari Komite
tahun ini di Boga saja saya punya assessor 4 orang
Perhotelan be 4 orang..tinggal dua atau tiga orang lah
Ne rencanane Oktober ene be ketantang LSP ne
Saya suba ngelah nemnem guru…..assesorang be
tempatne disini karena sekolah ini sudah sebagai TUK
Di SMK N 3 Denpasar Assesor lain ..Uji kompetensi lain
Guru saya ini layak tidak mengajar
yang sudah saya lakukan itu baru tiga program
dua di Kecantikan dua di Perhotelan, dua di Boga
Jadi saya baru enam punya guru yang kompeten
Jadinya para guru menjadi PD mengukur muridnya setelah
memiliki sertifikat assessor karena dia sudah mengalami seperti
Itu lho pak…itu proses penilaian saya disini
58
Ada penilaian dari kepala sekolah bahwa guru-guru di SMK kurang percaya
diri dan kurang membuka diri serta memperhatikan indikator-indikator kompetensi
kerja di DU-DI. Guru masih menggunakan ukuran pribadinya dalam mendidik. Guru
perlu meningkatkan kompetensi diri melalui pelatihan-pelatihan bersertifikat,
termasuk pelatihan sebagai assessor. Dukungan sekolah sangat tinggi dalam
memfasilitasi para guru agar memiliki sertifikat sebagai assessor. Guru yang
memiliki sertifikat assessor menjadi kekuatan SDM pada SMK model indigenous
wisdom THK. Guru yang memiliki sertifikat assessor semakin baik cara mengajar
dan menilai hasil belajar peserta didiknya.
Pendidikan dan pelatihan kompetensi di SMK model indigenous wisdom THK
merupakan sesuatu yang utuh sebagai kesatuan dari pengembangan kompetensi
kejuruan,
kompetensi
kepribadian,
kemandirian,
norma-norma,
tata
nilai
kemasyarakatan di Bali dengan tetap menumbuhkan kemampuan beradaptasi dengan
perubahan, tuntutan kewirausahaan, keharmonisan dan keseimbangan hidup.
Pembudayaan kompetensi berbasis THK pada SMK model indigenous wisdom THK
membutuhkan pengembangan keterampilan secara terus menerus sehingga sampai
kepada suatu kebiasaan bekerja. Peserta didik perlu sering diajak melihat dan belajar
di lapangan melalui event pameran atau ke pasar, prakerin, dan juga melalui
pertukaran pelajar SMK antar negara. Diharapkan kreativitas anak akan tumbuh dan
mentalnya menjadi kuat, percaya diri untuk terus belajar berkarya.
5.
Dimensi Ideologi THK sebagai Basis Pengembangan SMK Indigenous
Wisdom THK
Data hasil kajian menunjukkan bahwa ada tiga dimensi dasar dalam ideologi
THK yaitu: (1) dimensi vertikal yang berhubungan dengan pengembangan
keharmonisan dengan Tuhan yang Maha Esa (parhyangan); (2) dimensi horisontal
yang berhubungan pengembangan keharmonisan antar sesama manusia (pawongan);
dan (3) dimensi ke bawah yang berhubungan dengan pemeliharaan keharmonisan
dengan alam dan lingkungan (palemahan). Ketiga dimensi ini terwujud dalam tataran
mikrokosmos pada diri manusia dan makrokosmos yang terlembaga dalam keluarga,
masyarakat, dan sekolah. Pada Gambar 8 ditunjukkan data pola dimensi THK dalam
mikrokosmos dan makrokosmos.
59
Gambar 8. Dimensi Tri Hita Karana dalam Mikrokosmos dan Makrokosmos
Dalam perspektif mikrokosmos di dalam diri manusia THK itu terdiri dari:
atman, prana, dan angga sarira. Atman kedudukannya sama dengan parhyangan
yang secara vertikal membangun keharmonisan dengan Tuhan Yang Mahaesa.
Atman juga sebagai pemberi kehidupan, pembangun kesadaran sejati untuk menuju
keharmonisan dengan Tuhan. Atman adalah inti dasar kehidupan manusia. Jika
Atman tidak ada dari tubuh ini maka kehidupan akan berakhir seketika juga.
Prana kedudukannya sama dengan pawongan. Prana yang terdiri dari sabda,
bayu, idep adalah daya atau kekuatan pokok manusia yang muncul karena masukkan
Atman ke dalam tubuh manusia. Kualitas Atma dan kualitas tubuh manusia
menentukan tingkat dan kualitas prana seseorang. Pengembangan prana menjadi
bagian penting dari pendidikan untuk memproduksi kebahagiaan dan keharmonisan
untuk menjadi “wong” atau manusia yang kemudian menjadi pawongan.
Angga sarira adalah tubuh manusia sebagai tempat alau palemahan
atman dalam membangun kekuatan
sabda
bagi
bayu idepnya. Angga sarira
kedudukannya sama palemahan. Tubuh manusia dibagi dalam tiga bagian penting
yaitu: (1) kepala sebagai bagian utama; (2) badan sebagai bagian madya; (3) kaki
sebagai bagian kanista. Konsep kepala, badan, dan kaki sebagai utama, madya, dan
kanista ini menurunkan konsep tri mandala. Dalam pespektif makrokosmos yang
60
terlembaga dalam sekolah, keluarga, dan desa pakraman,
pura sekolah,
sanggah/pemerajan, dan kahyangan tiga adalah jiwanya sekolah, keluarga, dan warga
desa pakraman. Karena kehidupan sekolah sangat bergantung pada pura sekolah
sebagai parhyangan atau jiwanya sekolah maka pura sekolah harus ada dan harus
dipelihara kekuatan dan kesuciannya.
Pawongan sekolah yaitu guru, siswa, karyawan sekolah adalah prana atau daya
kekuatan sekolah sebagai inti pembentuk keharmonisan. Anak-anak yang terdidik
baik dan benar kemudian menjadi prana atau kekuatan bagi keluarga dan masyarakat
desa pakraman. Pendidikan yang baik, utuh, dan benar yang berlangsung di sekolah,
dalam keluarga, dan dalam desa pakraman merupakan tiga pilar utama pembangunan
SDI berkearifan lokal THK. Keberlangsungan pendidikan dari unsur pawongan
dalam membangun keharmonisan untuk mencapai kebahagiaan harus didukung oleh
pelemahan yang baik yaitu lingkungan sekolah, rumah, kawasan desa pakraman
yang dibangun dengan konsep tri mandala.
Visi pendidikan kejuruan THK adalah membangun manusia THK yang
memiliki kesadaran akan bekal hidup yang dibawa dan dimiliki sejak lahir berupa
Atman, prana/daya, dan angga sarira/badan wadag. Manusia yang terdidik
berkesadaran THK merupakan kunci utama pengembangan pendidikan kejuruan di
SMK. Pelembagaan ideologi THK dalam
individu manusia, keluarga, desa
pakraman, dan SMK serta fungsi dan implikasinya dalam pembudayaan kompetensi
dirangkum dalam Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 berikut ini.
61
Tabel 5.
Pelembagaan Unsur Parhyangan dari Ideologi THK, Fungsi dan Implikasinya dalam
Pembudayaan Kompetensi
Unsur
THK
Konsep dan
Karakteristik
Keseimbangan
dan harmonisasi
hubungan
manusia dengan
Tuhan.
Unsur
Parhyangan dan
Perwujudan
Individu Atman/
Manusia Jiwa
Fungsi
 Pemberi hidup.
 Spirit hidup.
Parhyangan
Keluarga Sanggah/  Memuja Tuhan.
Pemera-  Memuja leluhur.
jan
 Jiwa keluarga.
 Pelindung, pengayom,
 Dibangun di
penuntun, pemberi
utama mandala.
kehidupan spiritual
 Bersifat
keluarga.
Kesucian,
 Melestarikan budaya
Sakral, Luhur.
agama Hindu.
 Tempat
Desa
Kahyang  Memuja dan
pemujaan
Pakram- an tiga:
mendekatkan diri
Tuhan dan
an
leluhur.
Kepada Tuhan.
 Pura
 Berhubungan
 Memuja Brahma
Desa,
sebagai pencipta/
dengan spiritual,
emosi diri, spirit
utpati.
hidup.
 Pura
 Memuja Wisnu sebagai
Puseh,
 Tempat
pemelihara/ stiti
pelestarian dan
 Memuja Siwa sebagai
 Pura
pengembangan
pelebur/ pralina.
Dalem  Melestarikan budaya
seni dan
budaya agama.
agama Hindu.
 Tempat
SMK
Pura
 Memuja dan
pembinaan
Sekolah
mendekatkan diri
persatuan dan
Kepada Tuhan
kesatuan
Pelangkir–  Pelindung warga SMK
warga.
an ruang  Memohon
 Tempat
Sekolah
keselamatan,
pemuliaan ide
pengampunan,
ide kreatif.
ketenangan.
 Benteng
 Akulturasi &
pertahanan
Enkulturasi budaya
desa pakraman
dan budaya
bali.
Arca
 Memuja Dewi
Saraswati
pengetahuan.
Arca
Ganesha
 Lambang kecerdasan,
pengetahuan,
kebijaksanaan,
kemakmuran.
Implikasi dalam Pembudayaan
Kompetensi
Sebagai kekuatan spiritual, pembangun
kesadaran utama (who am I), tat twam
asi
Meningkatkan pengintegrasian pola pikir
dan sikap hidup bersih jasmani rokhani,
gotong royong, kerja sama, ngayah,
kekeluargaan, saling melayani,
komunikasi, tanggungjawab, budaya
belajar,pengembangan seni dan budaya,
ekpresi karya seni, spiritual, dana punia.
Meningkatkan pengintegrasian pola pikir
dan sikap hidup berniat baik berbuat
baik, kreatif, inovatif, produktif,
demokratis, terbuka tetap mengakar pada
budaya Bali, mencipta hal-hal yang patut
dicipta, memelihara hal-hal yang masih
relevan, meniadakan hal-hal yang sudah
tidak relevan, penguatan moral dan
mental.
Meningkatkan pengintegrasian pola pikir
dan sikap hidup selalu membangun
kecerdasan emosional, spiritual,
kecerdasan seni budaya, kecerdasan
belajar.
Menumbuhkan keimanan, ketakwaan,
budaya melayani, kebersamaan, saling
menghormati, berbudaya kerja, budaya
belajar, menghilangkan egoisme;
merubah sifat eksklusif menjadi
integratif; membangun kekuatan moral &
keteguhan mental, cermat;
Pengembangan bakat minat seni budaya.
Mempetegas pengetahuan didapat dari
mendengar dengan simbol biola/alat
musik, pengetahuan didapat dari
membaca dengan simbol keropak/wina.
62
Tabel 6.
Pelembagaan Unsur Pawongan dari Ideologi THK, Fungsi dan Implikasinya dalam
Pembudayaan Kompetensi
Unsur
THK
Konsep dan
Karakteristik
Unsur
Pawongan dan
Perwujudan
Fungsi
 Idep: Berfikir kreatif, kritis,
dan imajinatif meningkatkan
potensi psikologis.
 Sabda: Berkomunikasi
membangun hubungan baik
dengan orang lain.
 Pengembangan
 Bayu: bergerak/ beraktivitas
potensi diri
memperoleh kompetensi dan
 Inisiatif dan
kemandirian dalam ilmu
kreativitas
pengetahuan, teknologi, dan
manusia
seni.
 Kebutuhan
Keluarga Kakek,
 Pelembagaan Catur Asrama,
hidup bersama,
Nenek,
Triwarga, Trikaya Parisuda,
tolong menolong
Ayah,
Tri Pararta.
Ibu,
 Norma dan etika
 Mengefektifkan
Anak
sosial antar
keseimbangan dan
asrama antar
keharmonisan antar individu
warna
anggota keluarga.
 Adat istiadat
 Meningkatkan potensi sosial,
 Awig-awig
ekonomi, dan pendidikan
keluarga.
 Hubungan
Vertikal: Catur
 Meneruskan pewarisan
Asrama
keluarga, seni dan budaya
(Brahmacari,
 Menyemai nilai-nilai
Grihasta,
kebenaran, kesetiaan, cinta
Wanaprasta,
kasih, tanpa kekerasan,
Bhiksuka)
kesopanan, toleransi,
 Hubungan
kejujuran, disiplin, kerajinan.
Horizontal:
Desa
Kelian
 Pengembangan ajaran Agama.
Catur Warna
Pakram Desa,
 Kerukunan (nyame-braye)
(Brahmana,
-an &
Perbekel  Keamanan-keadilan
Ksatria, Waisya, PerPemangku  Pelembagaan Catur Warna
Sudra)
bekelan Pura,
 Pelembagaan adat istiadat
 Pengembangan
Warga
 Pengembangan ekonomi,
Tri Warga
Desa
sosial, politik,seni-budaya.
(Dharma, Artha,
Pakraman
Kama)
SMK
Guru,
 Merencanakan pendidikan
 Tri Kaya
Siswa,
 Mengorganisir pendidikan
Parisudha
Pimpinan  Mengkoordinasikan pendidikan
Sekolah,  Melaksanakan pendidikan
 Tri Pararta (asih
Komite
punia, bhakti)
 Mengevaluasi pelaksanaan
sekolah,
dalam Nyame
pendidikan
Staf TU,  Melakukan kerjasama dengan
braye
Teknisi/
institusi lain, masyarakat
Laboran,
sekitar, masyarakat pelanggan.
Satpam,  Pedidikan memenuhi syarat
pembersih
berbasis THK
sekolah,
penjaga
kantin.
Keseimbangan dan Individu Prana:
harmonisasi
Manusia Sabda,
hubungan sesama
Bayu,
manusia.
Idep
Implikasi dalam
Pembudayaan Kompetensi
Meningkatkan pengintegrasi an
pola pikir dan sikap hidup
membangun:
kecerdasan emosional spiritual,
kecerdasan sosial-ekologis,
kecerdasan seni-budaya,
kecerdasan politik, kecerdasan
ekonomi, kecerdasan intelektual
dan kecerdasan belajar .
Meningkatkan pengintegrasi an
pola pikir dan sikap hidup disiplin,
mengembangkan nilai-nilai
kebenaran, kesetiaan, cinta kasih,
tanpa kekerasan, kesopanan,
toleransi, kejujuran, disiplin,
tanggungjawab, kerajinan, kerja
keras dan membentuk Individu
berbudaya kerja, berbudaya
belajar, berbudaya melayani
Pawongan
Meningkatkan pengintegrasi an
pola pikir dan sikap hidup
bermoral, kekuatan ekonomi,
kekuatan regulasi, kekuatan
demokrasi.
Membangun kebiasaan belajar dan
bekerja
Meningkatkan pengintegrasian
pola pikir dan sikap bekerja sama
satu sama lain, mengelola dan
memecahkan masalah, bertindak
mewujudkan Visi,Misi,tujuan
SMK,
bekerjasama dengan DU-DI,
membangun budaya kerja,
belajar,dan melayani.
63
Tabel 7.
Pelembagaan Unsur Palemahan dari Ideologi THK, Fungsi dan Implikasinya dalam
Pembudayaan Kompetensi
Unsur Konsep dan
THK Karakteristik
Keseimbangan
dan harmonisasi
hubungan antara
manusia dengan
alam.
Palemahan
 Pemanfaatan
palemahan
 pengorgani sasian
palemahan
 Kesempatan
hidup
sehat,bugar,
dan produktif
bersama alam
 Kesejahteraan
dari alam
 pelestarian
alam
 bencana alam
Unsur Palemahan
dan Perwujudan
Individu Badan/ Angga
Manusia sarira
lengkap
dengan Panca
Indria dan
Panca
Karmendria/
alat gerak
Keluarga Areal
perumahan
lengkap
dengan
Bangunan
rumah, tebe,
pohon/
tanaman,
hewan
piaraan,
ternak
Desa
Pakram
an &
Perbeke
lan
SMK
Fungsi
 Berfikir kreatif, kritis
meningkatkan potensi
biologis
 Alat indra dan alat gerak
 Pengembangan
kecerdasan kinestik.
Implikasi dalam
Pembudayaan Kompetensi
Meningkatkan pengintegrasian
pola pikir dan sikap hidup sehat,
bugar, terampil, sigap,
trengginas, kuat, daya tahan
tinggi.
 Tempat menumbuhkan
kebersamaan
 Membesarkan, mendidik,
melindungi anak
 Pengembangan,
pelestarian seni budaya
 pengembangan budaya
kerja,
 pengembangan nilai-nilai
spiritual, emosional,
sosial,
Wilayah desa  Wadah untuk
pakraman
mengamalkan ajaran
dengan
dharma.
Bangunan Pura,  Wadah pengembangan,
Bale Banjar,
pelestarian adat istiadat.
kantor, Pasar,  Wadah pengembangan,
sekolah, sawah, pelestarian seni-budaya
rumah sakit,
dan Agama.
ladang, sungai,  Wadah menjalankan
rumah,
program pemerintah.
bengkel,
 Wadah pengembangan
warung, toko,
ekonomi, kesejahteraan
kuburan,
masyarakat.
lapangan olah

Pariwisata Budaya
raga,
Meningkatkan pengintegrasian
pola pikir dan sikap tumbuhnya
rasa kebersamaan, kehalusan
jiwa, budaya melayani,
kecerdasan ekonomi, nilai
spiritual,emosional, sosialekologis
Areal sekolah,
bangunan
ruang kelas,
TU, ruang
kepala sekolah,
ruang staf
manajemen,
laboratorium,
bengkel,
restoran, dapur,
perpustaka
an,lapangan
upacara, olah
raga
Meningkatkan pengintegrasian
pola pikir dan sikap
berkembangnya kompetensi diri
Guru, Siswa, dan seluruh warga
SMK
Tempat penyelenggaraan
pendidikan, pelatihan,
pengembangan diri,
pengembangan senibudaya, pengembangan
berorganisasi, peningkatan
kemampuan
berkomunikasi,
kemampuan menggunakan
teknologi, kemampuan
bekerja.
Meningkatkan pengintegrasian
pola pikir dan sikap tumbuhnya
pengamalan agama, pelestarian
alam, pelestarian seni-budaya,
program pemerintah, adat
istiadat, pengembangan
kesejahteraan masyarakat,
pariwisata, pertanian
64
6.
Ragam Kompetensi Kejuruan SMK di Bali
Pembangunan pendidikan menengah kejuruan di Provinsi Bali dimulai sejak
tahun 1954 dalam bidang keahlian Bisnis dan Manajemen dengan nama Sekolah
Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri Singaraja. SMEA Negeri Singaraja
merupakan sekolah kejuruan tertua di kawasan Sunda Kecil (Bali, NTB, dan NTT)
yang berdiri pada tanggal 22 Nopember 1954. Delapan tahun kemudian yaitu pada
tahun 1962 putra daerah Bali, Bapak Ir. Cokorde Raka Sukawati (penemu konstruksi
jalan layang yang dikenal dengan konstruksi Sosro Bahu) mendirikan Sekolah
Teknologi Menengah (STM) Negeri Denpasar yang merupakan sekolah teknologi
menengah tertua di Bali. Sekolah ini didirikan atas permintaan Pemerintah Daerah
Tingkat I Bali pada tahun 1962, mengingat pada waktu itu masih sangat kurangnya
tenaga-tenaga teknik yang terampil untuk membantu pelaksanaan pembangunan di
Daerah Tingkat I Bali untuk bidang bangunan gedung dan permesinan. Kebutuhan
tenaga-tenaga teknik berkaitan dengan pembangunan proyek Airport Ngurah Rai
Tuban, pembangunan Hotel Grand Bali Beach Sanur, dan industri tekstil Patal
Tohpati.
Dalam bidang pengembangan dan pelestrian seni dan budaya Bali pada tahun
1960 dibangun Sekolah Konservatori Karawitan Indonesia (KoKar) yang kemudian
berubah menjadi Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) dan sekarang
menjadi SMK N 3 Sukawati. SMK N 3 Sukawati merupakan satu-satunya Lembaga
Pendidikan Menengah Kejuruan Seni Pertunjukan yang ada di Bali yang
menyelenggarakan kompetensi keahlian seni musik non klasik, seni tari, seni
kerawitan, dan seni pedalangan. Pada tahun 1967 Sekolah Seni Rupa Indeonesia
(SSRI) Negeri dibangun di Denpasar. Kemudian pada tahun 1977 berubah nama
menjadi SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) Negeri Denpasar dan akhirnya tahun
1997 berubah menjadi SMK N 1 Sukawati.
Pada tahun 1968 seorang perupa pendidik dari Desa Guwang Sukawati Gianyar
yaitu Ida Mpu Widya Dharma mendirikan sekolah STN ukir di Desa Guwang
Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Ida Mpu Widya Dharma adalah seorang
seniman ukir, pensiunan guru dan kepala SMIK, pembuat purana dan prasasti yang
sampai saat ini menduduki jabatan profesi sebagai sulinggih (pendeta). Karya-karya
besar beliau adalah patung Garuda Wisnu yang sangat terkenal di dunia dan relief
65
Bhagawad Gita. Beberapa karya beliau telah dipersembahkan kepada Pangeran
Akihito, Kedutaan besar Australia, dimusiumkan di Musium ISI Denpasar dan Art
Center Denpasar.
Pada tahun 1978 STN Ukir ditingkatkan statusnya menjadi
Sekolah Menengah Industri Kerajinan (SMIK) dan pada tahun 1997 dirubah
namanya menjadi SMK N 2 Sukawati menempati kampus bersama dengan SMK N 1
(SMSR) Sukawati dan SMKN 3 (SMKI) Sukawati di Desa Batubulan Kecamatan
Sukawati Gianyar.
Peran masyarakat swasta dalam membangun pendidikan kejuruan di Bali sudah
dimulai pada tahun 1969 dalam bidang keahlian teknologi, farmasi, bisnis dan
manajemen. Sampai dengan tahun 2010 peran swasta semakin dominan dengan
dibangunnya 87 atau 67% SMK swasta dan 33% SMK Negeri diseluruh Bali.
Gambar 9 menunjukkan persentase SMK swasta dan negeri di Provinsi Bali.
Gambar 9. Persentase SMK swasta dan Negeri di Provinsi Bali
Total SMK diseluruh Bali sampai dengan tahun 2010 ada 129 SMK yang
terdiri dari 87 SMK swasta dan 42 SMK negeri dengan jumlah siswa 58.831 anak.
Tabel 8 menunjukkan sebaran SMK di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
66
Tabel 8
Sebaran SMK di Kabupaten/Kota berdasarkan Status dan Jumlah Siswa
Provinsi Bali
STATUS
SWASTA
NEGERI
1.
Buleleng
8
8
2.
Gianyar
16
7
3.
Denpasar
24
4
4.
Badung
14
2
5.
Jembrana
5
5
6.
Tabanan
10
3
7.
Klungkung
4
2
8.
Bangli
1
8
9.
Karang asem
5
3
Total
87
42
Sumber data: http://datapokok.ditpsmk.net
No
KABUPATEN/KOTA
TOTAL
16
23
28
16
10
13
6
9
8
129
JUMLAH
SISWA
6.488
8.942
17.760
10.913
3.894
4.801
1.809
1.895
2.329
58.831
Data ini menunjukkan setiap tahun rata-rata ada 19.600 anak lulus SMK dari
berbagai bidang keahlian. Bali menyelenggarakan enam bidang keahlian kejuruan di
SMK yaitu: (1) Teknologi dan Rekayasa; (2) Teknologi Informasi dan Komunikasi;
(3) Kesehatan; (4) Seni, Kerajinan, dan Pariwisata; (5)
Agribisnis dan
Agroteknologi; dan (6) Bisnis dan Manajemen. Sampai dengan tahun 2010 dari enam
bidang keahlian telah diselenggarakan sebanyak 44 jenis kompetensi keahlian yang
tersebar di SMK negeri maupun swasta. Kompetensi keahlian dalam Bidang
Keahlian Teknologi dan Rekayasa ada sebelas yaitu: (1) Teknik Konstruksi Kayu;
(2) Teknik Gambar Bangunan; (3) Teknik Konstruksi Bangunan Sederhana; (4)
Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik; (5) Teknik Pendingin dan Tata Udara; (6)
Teknik Pemesinan; (7) Teknik Pengelasan; (8) Teknik Mekanik Otomotif; (9)
Nautika Kapal Penangkap Ikan; (10) Teknik Audio Video; (11) Teknik Elektronika
Industri. Kompetensi keahlian
untuk Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan
Komunikasi ada 4 yaitu: (1) Rekayasa Perangkat Lunak; (2) Teknik Komputer dan
Jaringan; (3) Multimedia; (4) Animasi. Kompetensi keahlian untuk Bidang Keahlian
Kesehatan antara lain: (1) Keperawatan; (2) Analisis Kesehatan; (3) Farmasi.
Kompetensi keahlian untuk Bidang Keahlian Seni, Kerajinan dan Pariwisata ada 18
antara lain: (1) Seni Lukis; (2) Seni Patung; (3) Desain Komunikasi Visual; (4)
Desain Produk Interior dan Landscaping; (5) Desain dan Produksi Kria Tekstil; (6)
Desain dan Produksi Kria Kulit; (7) Desain dan Produksi Kria Keramik; (8) Desain
dan Produksi Kria Logam; (9) Desain dan Produksi Kria Kayu; (10) Seni Musik Non
67
Klasik; (11) Seni Tari; (12) Seni Kerawitan; (13) Seni Pedalangan; (14) Usaha
Perjalanan Wisata; (15) Akomodasi Perhotelan; (16) Jasa Boga/Restoran; (17) Tata
Kecantikan Kulit dan Rambut; (18) Tata Busana/ Busana Butik. Kompetensi
keahlian untuk Bidang Keahlian Agribisnis dan Agroteknologi ada 4 yaitu: (1)
Agribisnis Tanaman Pangan; (2) Agribisnis Ternak Unggas; (3) Agribisnis
Perikanan; (4) Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Untuk bidang keahlian Bisnis
dan Manajemen menyelenggarakan 4 kompetensi keahlian yaitu: (1) Administrasi
Perkantoran; (2) Akuntansi; (3) Perbankan; (4) Pemasaran/ Penjualan.
Penyelenggaraan Kompetensi Keahlian mengalami perkembangan sesuai
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pengguna atau pelanggan SMK, tuntutan
DU-DI dan kemampuan SMK dalam menyelenggarakan dan melayani masyarakat.
Pada tahun 2010 data perkembangan sepuluh besar Kompetensi Keahlian yang
terselenggara di Bali dapat dilihat dalam Tabel 9.
Tabel 9
Sepuluh Besar Kompetensi Keahlian Terselenggara di Provinsi Bali
No.
Kompetensi Keahlian
Jumlah SMK Penyelenggara
1.
Akomodasi Perhotelan
47
2.
Multimedia
28
3.
Jasa Boga/Restoran
25
4.
Teknik Komputer dan Jaringan
25
5.
Akuntansi
24
6.
Teknik Mekanik Otomotif
22
7.
Pemasaran/Penjualan
17
8.
Administrasi Perkantoran
15
9.
Usaha Jasa Pariwisata
10
10.
Rekayasa Perangkat Lunak
7
Kompetensi Keahlian Akomodasi Perhotelan menduduki urutan tertinggi
diselenggarakan di 47 SMK. Masing-masing kabupaten/kota minimal satu SMK
menyelenggarakan Kompetensi Keahlian Akomodasi Perhotelan. Kabupaten
Gianyar, Kotamadya Denpasar, dan Kabupaten Badung termasuk memiliki jumlah
SMK terbanyak yang menyelenggarakan Kompetensi Keahlian Akomodasi
Perhotelan masing-masing 12 SMK, 10 SMK, dan 7 SMK.
68
Sebaran jumlah SMK penyelenggaraan 44 jenis kompetensi keahlian pada
SMK di Provinsi Bali digambarkan pada Gambar 10 berikut ini. Bidang keahlian
agribisnis dan agroteknologi sangat rendah minat penyelenggaraannya.
Gambar 10. Grafik Tingkat Penyelenggaraan 44 Kompetensi Keahlian Pada SMK di
Provinsi Bali
7.
Kurikulum SMK model Indigenous Wisdom THK
Kurikulum SMK model indigenous wisdom THK adalah kurikulum berbasis
kompetensi yang disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan. Standar isi
kurikulum
SMK model indigenous wisdom THK sesuai dengan standar isi
kurikulum nasional dengan pengayaan kearifan lokal THK yang ada di Bali.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum SMK model indigenous wisdom THK sama
dengan kurikulum SMK standar
nasional. Kurikulum SMK model indigenous
wisdom THK tetap memperhatikan kemutakhiran dan kecanggihan isi sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta seni. Adaptasi atau bahkan adopsi terhadap
program-program pendidikan dari lain daerah di Indonesia dan bahkan negara-negara
maju dapat saja dilakukan dengan tetap menjaga jati diri budaya Bali. Untuk itu,
adaptasi maupun adopsi harus menggunakan metode pohon yaitu batang pokok
menancap kuat pada akar budaya Bali yang tangguh, batang dan daun berkembang
69
dan menyerap udara, air, pupuk, dan sinar matahari dari luar untuk menyuburkan
diri.
8.
Silabus SMK model Indigenous Wisdom THK
Silabus
SMK model indigenous wisdom THK dikembangkan berdasarkan
nilai-nilai inti (core value) unsur THK dari Tabel 2, 3, dan 4 di atas. Penerapan nilainilai THK dimaksudkan untuk meningkatkan penguatan nilai-nilai kebangsaan dan
budi pekerti dalam pengembangan potensi dan daya saing SDM melalui Sekolah
Menengah Kejuruan. Menurut Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 langkahlangkah penyusunan silabus adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Menuliskan identitas mata pelajaran SMK/MAK;
Menuliskan identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
Menuliskan Kompetensi Inti (KI), merupakan gambaran secara kategorial
mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
matapelajaran (ini diambil dari kurikulum 2013);
Menuliskan Kompetensi Dasar (KD), merupakan kemampuan spesifik yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata
pelajaran;
Menuliskan indikator pencapaian kompetensi;
Menuliskan materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi;
Merumuskan kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
Merumuskann penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
Mengalokasikan waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur
kurikulum untuk satu semester atau satu tahun; dan
Mengsikan sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Dengan mencermati langkah-langkah penyusunan silabus di atas, penerapan
nilai-nilai inti THK diawali dengan proses analisis KI dan KD dalam pembelajaran
langsung dan pembelajaran tidak langsung seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Analisis
tersebut berkaitan dengan pencermatan nilai-nilai THK mana dari aspek parhyangan,
70
pawongan, palemahan yang dapat dijarkan secara langsung maupun secara tidak
langsung. Hasil analisis tersebut dimasukkan dalam format silabus penerapan nilainilai THK dalam SMK IW-THK seperti pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis KI dan KD dan Implementasi Nilai-nilai THK di Dalam
Pembelajaran Langsung dan Pembelajaran Tidak Langsung
NO
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI DASAR
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI THK
PEMBELAJARAN
LANGSUNG
1
2
1. Menghayati dan
mengamalkan
ajaran agama yang
dianutnya
(religius)
2. Menghayati dan
mengamalkan
perilaku jujur,
1.1 Mengamalkan nilainilai ajaran agama
dalam penerapan
kelistrikan dan
konversi energi
2.1 Memiliki motivasi
internal, kemampuan
bekerjasama,
PEMBELAJARAN
TIDAK LANGSUNG
Parhyangan:
o Berdoa sebelum
pembelajaran
o Menghargai
sesama sebagai
mahluk ciptaan
Tuhan
o Mengamalkan
perilaku jujur,
disiplin, tanggung
jawab, peduli,
santun
Pawongan:
o Berpikir kritis,
kreatif,
kolaborasi
o Mengamalkan
budaya belajar
o Mengamalkan
budaya berkarya
o Berdiskusi
o Saling
menghormati
o Terbuka satu
sama lain
o Santun dalam
memanfaatkan
teknologi internet
Parhyangan:
o Melaksanakan
Sembahyang di
Pura sekolah
o Merayakan hari
raya Saraswati,
Galungan
o Latihan meditasi
Palemahan:
o Latihan
ketrampilan di
lab
o Menjaga
kebersihan,
kenyamanan, dan
keamanan ruang
lab
o Menggunakan
pakaian kerja
praktek
Parhyangan:
o Berdoa sebelum
pembelajaran
Palemahan:
o Menjaga keindahan
sekolah
o Memasang dan
merawat lampu
penerangan sekolah
o Melaksanakan
upacara tumpek
landep
Pawongan:
o Berkomunikasi
santun antar
sesama siswa, guru,
pimpinan sekolah
o Saling menyapa
satu sama lain
o Saling
mengucapkan
salam setiap
bertemu
o Kunjung
mengunjungi
Parhyangan:
o Melaksanakan
Sembahyang di
71
NO
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI DASAR
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI THK
PEMBELAJARAN
LANGSUNG
disiplin,
tanggungjawab,
peduli (gotong
royong, kerjasama,
toleran, damai),
santun, responsif
dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap
sebagai bagian dari
solusi atas berbagai
permasalahan
dalam (sosial)
konsisten, rasa percaya
diri, dan sikap
toleransi dalam
perbedaan konsep
berpikir, dan strategi
menyelesaikan
masalah dalam
kelistrikan mesin dan
konversi energi
2.2 Mampu
mentransformasi diri
dalam berperilaku:
teliti, kritis, disiplin,
dan tangguh
mengadapi masalah
dalam melakukan
tugas kelistrikan mesin
dan konversi energi.
2.3 Menunjukkan sikap
bertanggung jawab,
rasa ingin tahu, santun,
jujur, dan perilaku
peduli lingkungan
dalam melakukan
tugas dan hasil
kelistrikan mesin dan
konversi energi
PEMBELAJARAN
TIDAK LANGSUNG
o Menghargai
sesama sebagai
mahluk ciptaan
Tuhan
o Mengamalkan
perilaku jujur,
disiplin, tanggung
jawab, peduli,
santun
Pawongan:
o Berpikir kritis,
kreatif,
kolaborasi
o Mengamalkan
budaya belajar
o Mengamalkan
budaya berkarya
o Berdiskusi
o Saling
menghormati
o Terbuka satu
sama lain
o Santun dalam
memanfaatkan
teknologi internet
Pura sekolah
o Merayakan hari
raya Saraswati,
Galungan
o Latihan meditasi
Palemahan:
o Latihan
ketrampilan di
lab
o Menjaga
kebersihan,
kenyamanan, dan
keamanan ruang
lab
o Menggunakan
pakaian kerja
praktek
Palemahan:
o Menjaga keindahan
sekolah
o Memasang dan
merawat lampu
penerangan sekolah
o Melaksanakan
upacara tumpek
landep
Pawongan:
o Berkomunikasi
santun antar
sesama siswa, guru,
pimpinan sekolah
o Saling menyapa
satu sama lain
o Saling
mengucapkan
salam setiap
bertemu
o Kunjung
mengunjungi
72
Format silabus SMK IW-THK
Kompetensi Keahlian
Satuan Pendidikan
Mata Pelajaran
Kelas /Semester
:
:
:
:
SILABUS MATA PELAJARAN
Teknik Pemesinan
SMKN 3 Singaraja
Kelistrikan Mesin & Konversi Energi
X
Kompetensi Inti
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 : Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang
kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung
Kompetensi Dasar
1.1 Mensyukuri
kebesaran ciptaan
Tuhan YME
dalam
mengaplikasikan
pengetahuan,
sikap dan
keterampilan
tentang
kelistrikan mesin
dalam kehidupan
sehari-hari
Nilai-nilai Tri Hita Karana
Indikator
Pencapaian
Materi Pokok
Kegiatan
Penilaian
Pembelajaran
Alokasi
Waktu
Kesadaran Atman,
Pemanfaatan parhyangan
sekolah, tat twam asi, sikap
hidup bersih jasmani
rokhani, menumbuhkan
keimanan, ketakwaan,
kebersamaan,
menghilangkan egoisme,
sifat Integratif, membangun
kekuatan moral &
keteguhan mental.
Materi pokok dalam rancangan silabus mengacu pada indikator pencapaian
masing-masing kompetensi, sedangkan kegiatan pembelajaran dan alokasi waktu
mengacu pada KD. Dengan demikian satuan RPP adalah KD, bisa saja satu RPP
dapat digunakan lebih dari satu kali pertemuan. Penilaian mengacu pada indikator,
setiap indikator dapat dibuat lebih dari satu butir soal. Selanjutnya, dari silabus inilah
dikembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
73
Sumber
Belajar
9.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya
mencapai Kompetensi Dasar (KD). RPP disusun secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD
atau yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Permendikbud Nomor
65 Tahun 2013 menjelaskan bahwa komponen RPP terdiri atas:
a.
identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
b.
identitas matapelajaran atau tema/subtema;
c.
kelas/semester;
d.
materipokok;
e.
alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
f.
tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
g.
kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
h.
materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan,
dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi;
i.
metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
j.
media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
k.
sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan;
74
l.
langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan
penutup; dan
m. penilaian hasil pembelajaran.
RPP SMK IW-THK di SMKN 3 Singaraja adalah seperti berikut ini:
75
PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG
DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 3 SINGARAJA
Jalan Gempol, Banyuning, Singaraja, Bali 81151Tlp./Fax. (0362) 24544
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Web site :www.smkn3singaraja.sch.id, E-Mail: smk3singaraja@yahoo.co.id
Satuan Pendidikan
Kelas/Semester
Mata Pelajaran
Materi Pokok
Pertemuan KeAlokasi Waktu
: SMK Negeri 3 Singaraja
: X/1
: Kimia
: Struktur Atom
:1
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian dalam bidang
kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1.1
Menyadari adanya keteraturan struktur partikel materi sebagai wujud kebesaran
Tuhan YME dan pengetahuan tentang struktur partikel materi sebagai hasil
pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat tentatif
Nilai-nilai Tri Hita Karana:
1. Menunjukakan sikap taat berdoa sebelum dan sesudah memulai pembelajaran
struktur atom
2. Menunjukkan sikap budaya belajar dalam pembelajaran struktur atom
2.2
Menunjukkan prilaku kerjasama,santun,toleran,cinta damai dan peduli lingkungan
serta hemat dalam memanfaatkan sumber daya alam
76
Nilai-nilai Tri Hita Karana:
1. Menunjukan sikap kerjasama dalam memecahkan masalah
2. Menunjukkan sikap sopan santun dalam proses pembelajaran
3. Menunjukkan sikap toleransi dalam diskusi
4. Menunjukkan sikap peduli lingkungan dalam proses pembelajaran
3.2
Menganalisis struktur atom berdasarkan model atom Bohr dan teori atom Modern
1. Menentukan jumlah proton, elektron, dan neutron dalam suatu atom jika
diketahui nomor atom dan nomor massanya
2. Menuliskan nuklida dari suatu atom
3. Mengelompokkan nuklida ke dalam kelompok isotop, isoton dan isobar.
4.2 Mengolah dan menganalisis struktur atom berdasarkan model atom Bohr dan teori
atom Modern
1. Terampil dalam mengkomunikasikan pengetahuan tentang struktur atom
2. Terampil dalam mengolah dan menganalisis konsep-konsep tentang struktur
atom ke dalam soal-soal
C. Tujuan pembelajaran
1. Peserta didik memiliki kesadaran keteraturan struktur partikel materi sebagai
wujud kebesaran Tuhan YME dan pengetahuan tentang struktur partikel materi
sebagai hasil pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat tentative
2. Peserta didik memiliki sikap antusias dalam bertanya melalui tanya jawab
3. Peserta didik memiliki sikap antusias dalam menjawab pertanyaan melalui
tanya jawab
4. Peserta didik memiliki disiplin dalam mengikuti proses belajar mengajar
5. Peserta didik memiliki sikap saling menghormati atau menghargai perbedaan
sesama dalam berpendapat selama proses diskusi
6. Peserta didik mampu menentukan jumlah proton, elektron, dan neutron dalam
suatu atom jika diketahui nomor atom dan nomor massanya melalui soal
diskusi, post test dan tanya jawab.
7. Peserta didik mampu menuliskan nuklida dari suatu atom melalui soal-soal
latihan dan LKS.
8. Peserta didik mampu mengelompokkan nuklida ke dalam kelompok isotop,
isoton dan isobar melalui soal-soal latihan dan LKS.
9. Peserta didik mampu mengkomunikasikan pengetahuan tentang struktur atom
melalui diskusi kelas, diskusi kelompok, maupun dalam persentasi hasil diskusi.
10. Peserta didik mampu mengapilkasikan pengetahuan tentang struktur atom
kedalam soal-soal yang diberikan baik melalui kelompok maupun individu.
D. Materi Ajar
o Struktur atom
o Nomor atom dan nomor massa
o Isotop, isoton, dan isobar
o
77
E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Student Center Learning
Metode
: Diskusi
Teknik
: Diskusi kelompok
Model
: Cooperative learning dengan strategi siklus ACE (Actions, Class
discussion, Exercise
F. Kegiatan pembelajaran
No
Deskripsi kegiatan
Kegiatan Guru
1
2
Pendahuluan
a. Orientasi
- Guru menciptakan suasana kelas yang
religius dengan mengawali berdoa bersama,
pengecekankehadiran, kebersihan dan
kerapian kelas sebagai wujud kepedulian
lingkungan danpemusatan perhatian siswa.
b. Apersepsi
- Guru memberikan ilustrasi kapur tulis yang
terus dibagi dan dibagi hingga potongan
terkecil yang tidak bisa dibagi lagi.
c. Motivasi
- Guru bertanya “tahukah kalian bahwa antara
satu materi dan materi yang lain yang ada di
alam ini mempunyai persamaan dan
perbedaan?”
d. Pemberian acuan
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang diharapkan akan tercapai setelah KBM
berlangsung
Kegiatan Inti
a. Guru membimbing siswa/I mencari informasi
tentang model aton Bohr, teori atom modern,
nomor atom, dan nomor massa atom
b. Guru meminta siswa untuk membuat
kelompok berpasangan dan mendistribusikan
Lembar Kerja Siswa (LKS).
c. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan
permasalahan seperti menghitung jumlah
proton, elektron, dan netron pada LKS.
d. Guru mendampingi siswa selama proses
pengerjaan LKS dan membimbing siswa yang
belum mengerti.
e. Guru meminta siswa untuk menyampaikan
hasil diskusi kelompok dan membimbing
kelompok dalam menyajikan hasil diskusi
f. Guru memberi kesempatan kepada kelompok
Kegiatan Siswa
-
Siswa merespon salam guru dan
berdoa
-
Siswa mendengarkan dan
memperhatikan apersepsi guru
-
Siswa mendengarkan dan
mempersiapkan mater yang akan
diajarkan
-
Siswa memperhatikan penjelasan
guru dan mencatat hal-hal penting.
-
Siswa mencari informasi tentang
materi terkait
-
Siswa membentuk kelompok 4-5
orang
-
Siswa melakukan diskusi LKS
-
Siswa mempersentasikan hasil
diskusi
Alokasi
waktu
10 menit
65 menit
78
3
lain untuk menanggapi dengan sopan. Selama
proses pembimbingan, guru melakukan
penilaian sikap dengan dipandu instrumen
lembar penilaian sikap.
g. Guru memberikan konfirmasi terhadap
jawaban siswa, dan menegaskan kembali
dengan cara memberikan penjelasan jika ada
jawaban yang belum sempurna atau kurang
tepat.
Penutup
a. Guru meminta siswa untuk menyimpulkan
hasil dari pembelajaran yang telah
berlangsung dan mendorong mereka untuk
selalu bersykur kepada atas Karunia Tuhan
yang telah mendampingi proses pembelajaran
yang berlangsung.
b. Guru memberikan reward (penghargaan)
misalnya melalui pujian untuk kelompok yang
berkinerja baik
c. Guru memberikan post test
d. Mengajak siswa untuk membersihkan kembali
ruangan kelas.
-
Siswa menanggapi kelompok yang
persentasi bila ada perbedaan hasil
diskusi
-
Siswa mendengarkan konfirmasi dari
guru dan mencatat hal-hal yang
dianggap perlu
15 menit
-
Siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran yang dipahami
-
Siswa mengerjakan post test
-
Siswa membersihkan papan tulis dan
meemberikan salam akhir kegiatan
pembelajaran
G. Media dan sumber Belajar
Media
: Tabel Periodik Unsur
Sumber belajar
: Modul, LKS, dan buku teks kimia yang relevan.
H. Penilaian Proses dan Hasil Belajar
Sikap (Afektif)
1. Teknik
: Non tes
2. Jenis: Observasi (Sikap dalam mengikuti pembelajaran kimia)
3. Instrumen : Lembar observasi afektif siswa (Lampiran 1/Format Penilaiaian
Nilai-nilai Tri Hita Karana)
Kognitif
4. Teknik
:
Tes dan Tugas
5. Jenis
:
Soal objektif dan uraian, Tugas Terstruktur (LKS), serta
Tugas tidak terstruktur(PR)
6. Instrument
:
lembar soal Objektif dan Uraian, LKS, dan Lembar
Pekerjaan Rumah (Lampiran 2)
Aplikasi (psikomotor)
7. Teknik
:
Tes
8. Jenis
:
Observasi (Kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan
jawaban di depan kelas dan keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan diskusi)
9. Instrument
:
Lembar observasi psikomotor siswa (Lampiran 3)
79
Mengetahui:
Kepala SMK Negeri 3 Singaraja
Drs. I Nyoman Suastika, M.Pd
Pembina
NIP. 19620306 198703 1 015
Singaraja, 20 Juli 2014
Guru Mata Pelajaran
Ni Luh Mangku Tastrining, S.Pd
NIP. 19670101 199002 2 002
10. Lembar Keja Siswa
Lembar kerja siswa dapat berupa job sheet, lab sheet, experiment sheet,
modul praktikum. Lembar kerja siswa memuat informasi topik praktikum,
tujuan, alat dan bahan, langkah kerja, jika perlu ada teori singkat.
LEMBAR KEGIATAN SISWA
Topik: Besaran dan Pengukuran Besaran
Tujuan:
Melalui demonstrasi dan diskusi, siswa dapat menemukan cara kerja alat-alat ukur, dapat menggunakan, membaca,
dan menuliskan hasil pengukuran, memahami dan menerapkan prinsip-prinsip pengukuran dalam masalah
pengukuran, dan menerapkan analisis vektor dalam masalah fisika.
Alat dan Bahan:
1. Jangka sorong
2. Mikrometer sekrup
3. Benda-benda untuk diukur
Langkah Kerja:
Ukurlah benda-benda di bawah ini dengan menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup! Tuliskan hasil
pembacaan skala secara rinci dan laporkan hasil pengukuran tersebut lengkap dengan ketidakpastiannya! Catatlah
hasilnya dalam tabel berikut!
No.
1
2
3
Besaran
Hasil Pengukuran
Jangka sorong
Mikrometer sekrup
Tebal buku
Diameter kelereng
Panjang sisi kubus
Permasalahan:
1. Bandingkanlah hasil pengukuran besaran menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup yang kamu
peroleh di atas! Apakah ada perbedaan? Jelaskan!
2. Sekelompok siswa sedang melakukan percobaan ayunan bandul. Mereka hendak mencari periode ayunan bandul
dan memperoleh data sebagai berikut:
Pengukuran keHasil pengukuran periode bandul (sekon)
1
11,05
2
10,85
80
3.
4.
3
9,98
4
10,55
Jika nilai benar pengukuran periode seharusnya adalah xo = 10,58 sekon, berikan pendapatmu tentang
karakteristik data di atas berdasarkan konsep ketelitian dan ketepatan pengukuran!
Berdasarkan data hasil pengukuran panjang sisi kubus dengan menggunakan mikrometer sekrup di atas,
hitunglah volume kubus tersebut dan tuliskan hasilnya sesuai dengan aturan angka penting!
Dua buah gaya F1 dan F2 bekerja pada sebuah benda seperti ditunjukkan oleh gambar berikut. Tentukanlah
resultan vektor gaya tersebut!
F2 = 200 N
F1 = 100 N
60o
11. Lembar Penilaian
Dalam draft buku pedoman penilaian pencapaian kompetensi peserta didik
SMK dari Direktorat Pembinaan SMK tahun 2013 dinyatakan bahwa penilaian
pencapaian kompetensi siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk
menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
Penilaian pencapaian penerapan nilai-nilai THK dalam interaksi dan pembelajaran di
SMK lebih besar kepada pembentukan sikap hidup seimbang dan harmonis.
Penilaian kompetensi sikap dilakukan melalui observasi, penilaian diri,
penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen
yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.
a.
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator
perilaku yang diamati.
b.
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks
pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
c.
Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
d.
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi
81
e.
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang
berkaitan dengan sikap dan perilaku (Pedoman penilaian pencapaian kompetensi
peserta didik SMK dari Direktorat Pembinaan SMK tahun 2013).
Dalam buku Pedoman penilaian pencapaian kompetensi peserta didik SMK
dari Direktorat Pembinaan SMK tahun 2013 dinyatakan bahwa tidak mesti semua
aspek kempetensi sikap itu muncul bersamaan dalam satu pembelajaran mata
pelajaran tertentu. Setiap aspek sikap memiliki bobot kepentingan yang sama dengan
aspek sikap lainnya, sehingga skor kompetensi sikap sama dengan rata-rata skor dari
semua aspek yang muncul pada kegiatan pembelajaran tertentu. Instrumen sikap
dapat dibuat dengan menggunakan rating scale (pilihan bergradasi) atau dengan
penggunakan check list (kemunculan indikator). Contoh beberapa instrumen sikap
adalah seperti Tabel 9 dan Tabel 10 sebagai berikut.
Tabel 9. Format Penilaian Sikap Nilai-Nilai Tri Hita Karana
Nama
Siswa
No
1.
2.
Menumbuhkan
keimanan
Budaya
Belajar
Unsur Tri Hita Karana
Kerja
Sopan
Sama
Santun
Toleransi
Peduli
Lingkungan
A..........
B.........
C.-
3.
........
n.
Keterangan : Sangat Baik = 4,
Baik = 3,
Cukup = 2,
Kurang = 1
Tabel 10. Rubrik Penilaian Sikap Nilai-Nilai Tri Hita Karana
SKOR
4
3
2
1
4
3
2
1
Unsur Tri Hita Karana
Menumbuhkan Keimanan
Selalu berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan hidmat
Selalu berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan tidak hidmat
Kadang berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan hidmat
Kadang berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan tidak hidmat
Budaya Belajar
Mengerjakan semua soal pada LKS dengan benar dan tidak ada soal yang tidak terjawab
Melakukan dua kriteria namun satu yang efektif
Melakukan dua kriteria namun tidak ada yang efektif
Tidak atau hanya melakukan satu kriteria, tetapi tidak efektif
82
Total
Nilai
4
3
2
1
4
3
2
1
Kerja Sama
Dapat berkerja sama dengan semua teman dalam memecahkan masalah
Dapat berkerja sama dengan sebagian besar teman dalam memecahkan masalah
Dapat berkerja sama dengan sebagian teman dalam memecahkan masalah
Dapat berkerja sama dengan beberapa teman dalam memecahkan masalah
Sopan Santun
Selalu bersikap hormat kepada warga sekolah, bertindak sopan dalam perkataan,perbuatan dan cara
berpakaian,menerima nasehat guru dan menghindari permusuhan dengan teman
Tidak selalu bersikap hormat kepada warga sekolah, bertindak sopan dalam perkataan,perbuatan dan cara
berpakaian,menerima nasehat guru dan menghindari permusuhan dengan teman
Sangat jarang bersikap hormat kepada warga sekolah, bertindak sopan dalam perkataan,perbuatan dan cara
berpakaian,menerima nasehat guru dan menghindari permusuhan dengan teman
Tidak bersikap hormat kepada warga sekolah, bertindak sopan dalam perkataan,perbuatan dan cara
berpakaian,menerima nasehat guru dan menghindari permusuhan dengan teman
4
3
2
1
Toleransi
Selalu menghargai pendapat teman di dalam diskusi
Tidak selalu menghargai pendapat teman di dalam diskusi
Sangat jarang menghargai pendapat teman di dalam diskusi
Tidak menghargai pendapat teman di dalam diskusi
4
3
2
1
Peduli Lingkungan
Selalu berpartisipasi dalam penbersihan ruangan kelas sebelum memulai pembelajaran
Tidak selalu berpartisipasi dalam penbersihan ruangan kelas sebelum memulai pembelajaran
Sangat jarang berpartisipasi dalam penbersihan ruangan kelas sebelum memulai pembelajaran
Tidak berpartisipasi dalam penbersihan ruangan kelas sebelum memulai pembelajaran
4
3
2
1
Kreativitas
Siswa dapat menghasilkan ide/karya inovatif yang dipublikasikan/dipasarkan.
Siswa dapat menghasilkan ide/karya inovatif untuk kalangan sendiri/ skala kecil
Siswa dapat memodifikasi dan menggabungkan beberapa ide/karya untuk menghasilkan gagasan/karya baru
Siswa dapat mencoba membuat ide/karya dari contoh yang sudah ada
4
3
2
1
4
3
2
1
Kejujuran
Selalu ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, dan tidak mau menyontek pada waktu ulangan/ujian
dalam keadaan apapun serta tidak meniru karya orang lain tanpa izin
Sering ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, tidak mau menyontek pada waktu ulangan/ujian,
dan tidak meniru karya orang lain tanpa izin
Kadang-kadang ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, dan sering menyontek pada waktu
ulangan/ujian serta sering meniru karya orang lain tanpa izin
Tidak ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan, selalu berusaha menyontek pada waktu
ulangan/ujian, dan selalu berusaha meniru karya orang lain tanpa izin.
Kedisiplinan
Selalu bertindak dan berpakian sesuai dengan aturan/hukum yang berlaku
Sering bertindak dan berpakian sesuai dengan aturan/hukum yang berlaku
Kadang-kadang bertindak dan berpakian sesuai dengan aturan/hukum yang berlaku
Sesekali bertindak dan berpakian sesuai dengan aturan/hukum yang berlaku
83
Ketekunan
Indikator Tekun
Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas/pekerjaan
Tidak mudah menyerah menghadapi kesulitan
Berpegang teguh pada tugas/pekerjaan
Melaksanakan tugas secara konsisten
Penilaian Ketekunan
Skor 1 jika terpenuhi satu indikator
Skor 2 jikaterpenuhi dua indikator
Skor 3 jikaterpenuhi tiga indikator
Skor 4 jikaterpenuhi semua indikator
Kerjasama
Indikator Kerjasama
Terlibat aktif dalam bekerja kelompok
Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan
Bersedia membantu orang lain dalam satu kelompok yang
mengalami kesulitan
Menghargai hasil kerja anggota kelompok/team work
Toleransi
Indikator Toleransi
Bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar
Berempati terhadap kondisi orang lain
Menerima perbedaan pendapat, suku, agama, ras, budaya,
dan gender
Menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan
pendapatnya
Santun
Indikator Santun
Menghormati orangtua, guru, saudara, dan orang lain
Bertutur kata, berperilaku, dan berpakaian sesuai dengan
norma agama dan sosial
Rendah hati, tidak menyombongkan diri, tidak
meremehkan orang lain
Bersikap ramah dan sabar
Responsif
Indikator Responsif
Tanggap terhadap kerepotan pihak lain dan segera
memberikan solusi dan atau pertolongan
Berperan aktif terhadap berbagai kegiatan sekolah dan/atau
sosial
Bergerak cepat dalam melaksanakan tugas/kegiatan
Berfikir lebih maju terhadap segala hal
Penilaian Kerjasama
Skor 1 jika 1 atau tidak ada indikator yang
konsisten ditunjukkan peserta didik
Skor 2 jika 2 indikator kosisten ditunjukkan
peserta didik
Skor 3 jika 3 indikator kosisten ditunjukkan
peserta didik
Skor 4 jika 4 indikator konsisten ditunjukkan
peserta didik
Penilaian Toleransi
Skor 1 jika 1 atau tidak ada indikator yang
konsisten ditunjukkan peserta didik
Skor 2 jika 2indikator kosisten ditunjukkan
peserta didik
Skor 3 jika 3indikator kosisten ditunjukkan
peserta didik
Skor 4 jika 4 indikator konsisten ditunjukkan
peserta didik
Penilaian Santun
Skor 1 jika terpenuhi satu indikator
Skor 2 jika terpenuhi dua indikator
Skor 3 jikaterpenuhi tiga indikator
Skor 4 jika terpenuhi semua indikator
Penilaian Responsif
Skor 1 jika terpenuhi satu indikator
Skor 2 jika terpenuhi dua indikator
Skor 3 jika terpenuhi tiga indikator
Skor 4 jika terpenuhi semua indikator
12. Media Pembelajaran
Media pembelajaran penerapan nilai-nilai THK pada SMK IW THK dapat
berupa: (1) Power point; (2) Multimedia; (3) Video; (4) Gambar; (5) Simulator; (6)
Artefak patung Saraswati/Ganesha; (7) Taman sekolah; (8) Tanaman; (9)
Lingkungan fisik sekolah.
84
B. Pembahasan
SMK model indigenous wisdom THK adalah solusi atas menurunnya identitas
nasional di tengah-tengah arus destruksi budaya global tanpa bentuk. Ketidak siapan
anak bangsa dalam merespon arus globalisasi bersamaan dengan dukungan kemajuan
teknologi internet mengakibatkan
anak muda Indonesia kehilangan integritas
dirinya. SMK model indigenous wisdom THK merepleksikan pendidikan kejuruan
holistik dan unggul yang menerapkan kearifan lokal THK.
SMK model indigenous wisdom THK mengembangkan pendidikan kejuruan
dengan pola keseimbangan dan keharmonisan hidup manusia pendidikan kejuruan
dengan selalu memperhatikan keharmonisan diri manusia dengan Tuhan,
keharmonisan hidup antar sesama, dan keharmonisan hidup hidup manusia dengan
alam lingkungannya. Pendidikan kejuruan pada SMK model indigenous wisdom
THK mendorong pendidikan berkembang secara profesional berkelanjutan dalam
membangun kemajuan sosial-ekonomi tanpa merusak lingkungan dan sendi-sendi
agama dan spiritual. SMK model indigenous wisdom THK adalah solusi atas intrusi
budaya global yang menjadi sekolah efektif dan menjadi identitas bangsa yang unik
dalam tataran pendidikan kejuruan dunia.
Pengembangan pendidikan kejuruan berdasarkan nilai-nilai THK sangat
strategis dikembangkan sebagai inofasi unggul dan wahana pengembangan sumber
daya manusia kerja melalui kearifan lokal THK. Melalui SMK model indigenous
wisdom THK pendidikan kejuruan akan berkembang semakin relevan dengan
kebutuhan pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya. Konsep dasar manusia THK
yang mendudukkan manusia sebagai mahluk yang membawa bekal kebahagiaan
berupa Atman, badan wadag, dan daya hidup merupakan pandangan yang mendasar
dalam pendidikan pada umumnya dan pendidikan kejuruan pada khususnya.
Dikatakan sebagai pandangan mendasar karena manusia adalah inti atau subyek
dasar dari pendidikan.
Sembilan nilai dasar THK dari unsur parhyangan dapat diimplementasikan
dalam pembelajaran baik dalam pembelajaran langsung di kelas atau pembelajaran
tidak langsung di luar kelas. Dalam pembelajaran langsung penanaman nilai THK
dari unsur parhyangan dapat dilakukan melalui kegiatan berdoa, persembahyangan,
menghargai sesama, mengamalkan perilaku jujur, tanggungjawab, kepedulian, dan
85
kesantunan. Pembelajaran tidak langsung dalam aspek parhyangan dapat dilakukan
di pura sekolah melalui aktivitas bersama diantara pengelola sekolah, guru, dan
siswa. Pemanfaatan parhyangan pura sehari-hari untuk persembahyangan secara
individu dan pada hari purnama (bulan penuh) atau tilem (bulan mati) dan piodalan
(ulang tahun pura) digunakan untuk persembahyangan bersama. Pada Gambar 11
ditunjukkan kegiatan siswa dalam persembahyangan bersama di Pura Sekolah.
Gambar 11. Kegiatan Persembahyangan Bersama di Pura Sekolah
Kegiatan persembahyangan bersama di Pura Sekolah sangat efektif
mengembangkan dan menumbuhkan rasa keharmonisan dan keseimbangan hidup
antara manusia dengan Sang Pencipta Tuhan Yang Mahaesa. Kegiatan semacam ini
merupakan kegiatan pengembangan nilai-nilai THK dalam unsur parhyangan
melalui pembelajaran tidak langsung. Dalam kegiatan semacam ini akan terjadi
interaksi untuk saling melayani dan saling menghargai satu sama lain, mengamalkan
kedisiplinan, tanggungjawab, peduli, santun, untuk selalu mengembangkan cara-cara
berpikir baik, berkata baik, dan berbuat baik.
Parhyangan pura sekolah juga dimanfaatkan sebagai tempat pembinaan seni
budaya agama seperti seni kerawitan, seni tari, dan seni kidung keagamaan, seni ukir.
Gambar 12 menunjukkan pemanfaatan areal parhyangan pura sekolah sebagai
tempat melakukan aktivitas sosial, budaya, religi, dan spiritual warga sekolah.
86
a). Siswa berlatih kerawitan di Pura
b). Siswa berlatih membuat sesajen
Gambar 12. Pemanfaatan Pura Sekolah sebagai pengembangan Nilai Spiritual
Parhyangan Pura Sekolah berguna untuk menguatkan diri peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan dalam mengembangkan tugas dan fungsi
keprofesionalannya dalam bidang pedidikan kejuruan. Pengembangan profesi dalam
konstelasi persaingan dan kerjasama ada tantangan-tantangan dan godaan yang harus
dihadapi. Kejujuran, komitmen kerja keras sangat diperlukan dalam pengembangan
diri dalam pendidikan kejuruan. Dalam melakukan pembangunan ekonomi harus
dimulai dengan memperhatikan pembangunan berkelanjutan dengan tetap menjaga
kelestarian alam atau tidak boleh merusak alam.
Parhyangan baik dalam bentuk Pura Sekolah atau pelangkiran yang ada di
sekolah fungsinya sama dengan merajan atau sanggah yang ada pada setiap rumah
adat Bali. Keberadaan parhyangan berfungsi untuk pengamanan dan pembentukan
perilaku hidup sehat dan nyaman. Pengaturan tata ruang rumah adat Bali perlu
memperhatikan komposisi bangunan dan ruang kosong sekitar 60:40. Ruang kosong
digunakan untuk tempat penanaman pohon sebagai sumber oksigen segar.
Penanaman pohon berupa tanaman hias berfungsi sebagai penghias dan penyejuk
rumah. Biasanya juga ditanam pohon penghasil bunga seperti kamboja, mawar,
kantil, teleng, kembang sepatu, kenanga yang dapat digunakan untuk kelengkapan
pembuatan sesajen untuk sembahyang.
Keberadaan parhyangan di SMK sangat membantu ketenangan dan
kepercayaan diri siswa dalam belajar. Mereka merasa lebih terjaga dan terlindungi
selama melakukan aktivitas di sekolah. Dengan rajin sembahyang di Pura Sekolah,
siswa merasa lebih tenang dan tearah dalam mengerjakan karya-karya yang
ditugaskan oleh gurunya. Setiap sembahyang mereka memohon keselamatan dan
87
dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan sembahyang terjadi kesucian lahir
dan bathin sehingga merasa selalu dekat dengan Tuhan Ida Sang Hyang Widhi.
Dibangunnya parhyangan Pura Sekolah di SMK pada utama mandala sebagai
tempat yang suci, sakral, dan luhur dimaksudkan sebagai tempat dan wahana
melakukan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai tujuan
keharmonisan hidup. Keberadaan parhyangan Pura Sekolah dapat meningkatkan
pengintegrasian pola pikir dan sikap hidup untuk selalu membangun kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan ekonomi, kecerdasan sosial ekologis,
kecerdasan , kecerdasan seni dan budaya. Dengan adanya parhyangan Pura Sekolah
siswa
dapat
mengembangkan
dan
melestarikan
budaya
Agama
Hindu,
mengembangkan rasa keindahan dan kehalusan budhi pekerti. Parhyangan Pura
Sekolah sangat membantu penumbuhan keimanan, ketakwaan, budaya melayani,
kebersamaan, saling menghormati, berbudaya kerja, budaya belajar, menghilangkan
egoisme, merubah sifat eksklusif menjadi integratif, membangun kekuatan moral &
keteguhan mental, cermat, pengembangan bakat minat seni budaya sebagai jati diri
bangsa Indonesia. Secara individu baik guru, karyawan sekolah, dan siswa
memahami parhyangan yang ada dirinya masing-masing berupa jiwa/atman yang
bersemayam. Jiwa/atman dalam diri individu manusia adalah pemberi hidup sebagai
basis kekuatan spirit hidup tat twam asi (aku adalah engkau dan engkau adalah aku).
Kesadaran atman adalah kesadaran utama bagi manusia untuk mengenali diri sebagai
kesadaran “who am I”. Jika kesadaran “who am I” terwujud maka manusia akan
merasakan keharmonisan dan kesadaran persaudaraan sejati.
Parhyangan Pura Sekolah dan pelangkiran sangat membantu terbentuknya
kesadaran ke Tuhanan pada diri siswa sehingga mereka lebih merasa tenang, aman,
pikirannya lebih terarah pada pelajaran di sekolah sehingga pendidikan di SMK
mejadi semakin kondusif. Lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif
sangat membantu pelaksanaan pendidikan berkualitas di SMK. Hal ini sangat penting
ditengah-tengah situasi pendidikan di Indonesia yang masih banyak mengalami
gangguan kekerasan dan tawuran antar pelajar. Dalam bidang pengembangan
kompetensi siswa SMK, lingkungan belajar yang tenang, nyaman, aman, dan
terkondisi baik secara sosial maupun secara teknis di laboratorium atau bengkel akan
88
membantu dan mendukung siswa untuk mengembangkan ketrampilan/skill secara
kreatif.
Sejalan dengan keberadaan parhyangan Pura Sekolah, keberadaan parhyangan
sanggah/pemerajan di rumah keluarga sangat bermanfaat dalam peningkatan
pengintegrasian pola pikir dan sikap hidup bersih jasmani rokhani, gotong royong,
kerja sama, ngayah, kekeluargaan, saling melayani, komunikasi, tanggungjawab,
budaya belajar, pengembangan seni dan budaya, ekpresi karya seni, spiritual, dana
punia. Parhyangan sanggah pemerajan digunakan untuk memuja Tuhan, memuja
leluhur, sebagai jiwa keluarga, pelindung, pengayom, penuntun, pemberi kehidupan
spiritual bagi keluarga serta pelestarian budaya agama Hindu. Semua umat Hindu
memiliki sanggah pemerajan dan meyakini sebagai bagian dari penghormatan
kepada leluhur. Konsep ini kemudian menyebabkan adanya penghormatan kepada
orang tua sebagai guru dalam pendidikan informal di rumah atau keluarga.
Melalui instruksi gubernur semua sekolah di Bali diwajibkan melakukan
kegiatan persembahyangan bersama dua kali sebulan yaitu pada bulan Purnama dan
bulan Tilem. Sedangkan untuk sehari-hari siswa memanfaatkan parhyangan sekolah
untuk sembahyang secara sendiri-sendiri. Interaksi yang lebih dekat lagi untuk semua
siswa terjadi pada parhyangan pelangkiran yang ada di masing-masing ruang belajar.
Kegiatan
siswa
bersama
guru
di
pura
sekolah
dalam
kegiatan
persembahyangan bersama menegakkan keberadaan peserta didik untuk semakin
terintegrasi dengan lingkungan sosialkulturalnya.
Pada gilirannya akan tumbuh
individu peserta didik sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang
berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual,
emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari
tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit
dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan
kulturalnya.
Penanaman nilai-nilai dalam unsur keharmonisan antara manusia dengan
Tuhan melalui berbagai kegiatan kerokhanian dalam pendidikan kejuruan akan
membuat peserta didik terlatih dan proaktif terhadap perubahan-perubahan sosial,
budaya. Ini merupakan strategi jangka panjang dalam membumikan budaya
masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dengan demikian
89
pendidikan kejuruan tidak lagi sederhana hanya sebagai pendidikan dalam kerangka
transmisi pengetahuan dan keterampilan kerja sebagai wahana pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan ketenagakerjaan wilayah suatu negara, melainkan sebagai pendidikan
dalam
rangka
memproduksi
kebudayaan,
proses
inkulturasi
akulturasi
memperadabkan generasi dan mengembangkan potensi diri.
Keberadaan parhyangan di SMK merupakan suatu keharusan karena
dipandang sebagai jiwa yang memberi kehidupan sekolah. Pandangan ini
disejajarkan dengan keberadaan atman atau ruh dalam diri manusia. Jika pura
sekolah tidak ada sama halnya dengan hilangnya jiwa pada diri manusia atau dengan
kata lain sama artinya dengan kematian. Pemeliharaan dan pemanfaatan pura sekolah
sebagai parhyangan juga menjadi bagian penting bagi kehidupan sekolah. Pura
sekolah yang tidak dirawat sama dengan seseorang yang jiwanya dalam kegelapan.
Kegiatan-kegiatan warga sekolah dalam memuja Tuhan di Pura Sekolah atau
pelangkiran
sebagai parhyangan sekolah harus dalam kerangka menguatkan
kesadaran bathin untuk perbaikan sesama. Kesadaran bathin melakukan perbaikan
bersama terekspresi dalam bentuk tindakan-tindakan nyata dan bersinergi
membangun keharmonisan hidup. Manusia dituntut mendalami ilmu agama agar
hidupnya terarah, mendalami ilmu keduniawiaan agar hidupnya lebih mudah, dan
mengerti seni agar hidupnya semakin halus dan indah.
Pemujaan Tuhan dilakukan sebagai bagian dari proses pemeliharaan alam dan
lingkungan fisik sekolah (palemahan) dan mengembangkan kebersamaan antara
pengelola sekolah, guru, siswa (pawongan). Parhyangan yang dibangun di SMK, di
desa pakraman, dan di rumah dimaksudkan untuk menguatkan diri siswa,
pendidik/guru, tenaga kependidikan, masyarakat dalam mengembangkan profesi,
memelihara lingkungan, dan membangun kebersamaan diantara sesama warga.
Parhyangan sekolah difungsikan untuk mengembangkan diri manusia itu
sendiri sebagai bagian dari orang lain sehingga siap melayani sesama bukan untuk
kepentingan diri yang eksklusif. Ilmu itu bukan untuk eksklusif tetapi
untuk
integratif. Inilah yang dipakai bekal dan modal oleh orang yang memiliki ilmu atau
memiliki kompetensi untuk melayani orang lain. Melayani orang lain tanpa bekal
kompetensi adalah niscaya. Sehingga parhyangan yang dibangun di SMK itu adalah
untuk menghilangkan ego manusia, yakni perubahan dari wiswawara (eksklusif)
90
menjadi wiswamitra (integratif). Akibatnya akan selalu ada sikap mental melayani
dan bukan dilayani.
Tidak ada yang bisa dilakukan dengan sempurna tanpa kekuatan moral dan
keteguhan mental. Dalam Tri Hita Karana, moral dan mental akan kuat apabila alam
dan lingkungannya baik. Maka pertama-tama harus pelestarian alam (bhuta hita)
terlebih dahulu. Menguatkan bathin hanya untuk bathin tanpa diekspresikan untuk
perbaikan sesama dan pelestarian alam itu omong kosong. Pendidikan membutuhkan
lingkungan terkondisi. Seni bukan untuk seni, ilmu bukan untuk ilmu. Perlu sinergi
bahwa keindahan harus diwujudkan untuk sesama. Ilmu itu memudahkan hidup dan
seni itu menghaluskan hidup. Kebenaran menghasilkan kesucian, kesucian
menghasilkan kedamaian. Keindahan diwujudkan kepada kesucian dan kesucian
membentuk keindahan. Untuk memajukan pendidikan kejuruan di Bali harus ada
wawasan dan pandangan budaya yang kuat sehingga seberapa pun majunya
pergerakan masyarakat Bali tidak kehilangan akar kepribadiannya.
Pendidikan harus melahirkan manusia yang memiliki kemampuan mengelola
hidupnya dengan baik dan benar. Tanpa membangun karakter yang luhur pendidikan
itu akan menimbulkan dosa sosial. Kalau sekolah menyelenggarakan pendidikan
untuk mengajar peserta didik hanya untuk mencari nafkah, maka pendidikan itu tidak
akan membawa perbaikan hidup dalam masyarakat. Menyadari hal ini pendidikan
harus diselenggarakan dengan nilai tambah moralitas dan kebudayaan Bali.
Keberadaan para guru sebagai tenaga pendidik, tenaga kependidikan, siswa,
dan unsur tenaga penunjang sebagai unsur pawongan di SMK tidak cukup dilihat
hanya dari aspek kehadirannya secara fisik saja. Lebih jauh bagaimana seluruh unsur
pawongan membangun keharmonisan diantara mereka. Terwujud budaya cerdas dan
cermat mencari dan menempatkan diri dalam setiap interaksi dengan memahami
secara baik peran fungsi yang diembannya. Pola pengembangan pawongan di SMK
digambarkan seperti pola Gambar 13 di bawah ini.
91
Gambar 13. Pola Pengembangan Pawongan di SMK
Untuk membangun keharmonisan hubungan antar sesama warga SMK
dibutuhkan pengembangan Tri Budaya yaitu: (1) budaya berkarya; (2) budaya
belajar; (3) budaya melayani. Ketiga budaya ini harus tumbuh bersama pada diri
guru, siswa, pimpinan sekolah, komite sekolah, staf TU, teknisi, penjaga sekolah,
pembersih sekolah. Guru sebagai individu tanpa kecuali harus membangun budaya
belajar, berkarya, dan melayani satu sama lain. Kemudian dalam kelompok MGMP
mengembangkan budaya saling melayani, berkolaborasi, berkomunikasi melakukan
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). PKB dapat dilakukan sendiri oleh
guru, malalui sekolah, jaringan sekolah, atau menggunakan sumber kepakaran
lainnya.
Secara
bersama-sama
guru
mengembangkan
karir
dan
profesinya
meningkatkan kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Sejalan
dengan pengembangan profesi semua guru juga mengembangkan karir kenaikan
pangkat dan jabatanya. Ini dapat dibangun dengan mengembangkan kesadaran dan
keharmonisan hubungan antar sesama melalui penumbuhan tri budaya.
Pembangunan pendidikan kejuruan membutuhkan peletakan budaya dalam
pembangunan dan pembangunan dalam lingkup suatu budaya. Wawasan budaya
yang kuat dalam pembangunan pendidikan kejuruan di Bali memperkuat kepribadian
92
calon tenaga kerja. Degradasi budaya mulai terjadi dengan tidak dipergunakannya
simbol-simbol budaya secara tepat. Pakaian adat yang seharusnya digunakan untuk
acara-acara adat yang bersifat membangun kebersamaan, kesejukan, kedamaian,
pengormatan bergeser menjadi pakaian untuk demonstrasi yang mulai bernada keras
dan memperebutkan kekuasaan dalam acara pemilu.
Data wawancara juga menunjukkan bahwa penjabaran hakekat dan visi kerja
bagi masyarakat Bali terkait dengan pendidikan untuk dunia kerja dan kecakapan
hidup (life skill) bentuknya ada di desa pakramanan dan banjar. Dalam desa
pakraman ada desa dresta atau kebiasaan-kebiasaan atau tradisi adat istiadat yang
diyakini dan dijalankan. Desa pakraman adalah organisasi setingkat desa yang
memiliki anggota atau warga desa sebagai pawongan, batas-batas wilayah sebagai
palemahan, kahyangan tiga sebagai parhyangan. Desa pakraman pada hakikatnya
adalah sebagai lembaga sosial religius Hinduistis. Dalam setiap desa pakraman
terdapat kahyangan tiga yaitu Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Ketiga pura
ini mewadahi pemujaan kepada Brahma di Pura Desa sebagai pencipta (utpati),
Wisnu sebagai pemelihara (stiti) di Pura Puseh, dan Siwa di Pura Dalem sebagai
pelebur (pralina). Brahma, Wisnu, Siwa disebut Tri Murti dan fungsinya yaitu utpati,
stiti, pralina disebut Tri Kona. Lalu apa kaitannya dengan pendidikan dunia kerja?
Berikut data-data yang ditemukan di lapangan.
Tri Kona (utpati, stiti, pralina) mewadahi konsep inovasi, kreativitas, budaya
preservatif, dan budaya progresif. Terbuka terhadap pengaruh global tetapi tetap
mengakar pada budaya dan identitas diri sendiri (teori pohon). Inovasi, kreativitas,
dan perubahan memungkinkan pada dua sisi berlawanan yaitu membangun atau
merusak. Agar perubahan itu memberi nilai positif dan membangun, Desa pakraman
mengenal ajaran Tri Guna (Sattwam, Rajas, Tamas). Tri Guna yang terkendali akan
memberikan perubahan itu kearah positif. Akan terjadi proses penciptaan (utpati)
apa-apa yang dibutuhkan, akan terjadi proses pemeliharaan (stiti) hal-hal yang masih
relevan, berguna, memberi manfaat dan peleburan (pralina) hal-hal yang sudah tidak
relevan. Kalau manusia itu dikuasai oleh Tri Guna yang tepat dia akan ciptakan halhal yang beguna, bukan sekedar mencipta dan memelihara hal-hal yang edonis, yang
penting nikmat deen bedik (kenikmatan/kesenangan). Tepat dalam mencipta,
memelihara, dan meniadakan. Nah maka dari itulah pemujaan Brahma, Wisnu, dan
93
Siwa mengamalkan dua hal yaitu Tri Kona dan Tri Guna. Jadi apapun yang kita
lakukan tidak mungkin tanpa ada perubahan. Nah oleh karena itulah perubahan itu
harus diprogramkan. Perubahan itu akan jalan apabila manusianya mengusai Tri
Guna dan Tri Kona.
Dalam Utara Mimamsa Bhagavad Purana ada tiga kelompok Maha Purana.
Satvika Purana dengan Ista Dewatanya Dewa Wisnu. Rajasika Purana dengan Dewa
Brahma sebagai Ista Dewatanya dan Tamasika Purana dengan Dewa Siwa sebagai
Ista Dewatanya. Dewa Wisnu sebagai dewanya Satvika Purana untuk melindungi
guna sattwam. Dewa Brahma untuk mengendalikan sifat atau guna rajas, sedangkan
Dewa Siwa untuk mengendalikan guna tamas. Untuk mencapai kehidupan yang
sukses hendaknya tiga sifat yang disebut Tri Guna itu harus dibuat menjadi kuat.
Tri Guna itu akan kuat apabila guna sattwam dan guna rajas sama-sama kuat
mempengaruhi citta atau alam pikiran. Guna sattwam dan rajas yang sama-sama
kuat itu menyebabkan orang selalu berniat baik dan berbuat baik. Karena itu,
dibangunnya Pura Desa dan Pura Puseh dalam satu areal atau satu palemahan
sebagai simbol untuk menyatukan guna sattwam dan guna rajas agar sama-sama kuat
mempengaruhi citta atau alam pikiran manusia berniat baik berbuat baik.
Dibangunnya dua pura dalam satu areal itu bukanlah suatu kebetulan saja. Karena
itu, hendaknya Pura Desa dan Puseh tidak hanya dijadikan tempat pemujaan. Pura
tersebut harus dijadikan media untuk mengembangkan berbagai gagasan dan
program untuk mendinamiskan upaya kreativitas dan perlindungan pada hal-hal yang
positif di desa pakraman.
Lewat Pura Puseh umat dimotivasi untuk membangun niat baik dengan
menguatkan sifat-sifat sattwam dan berbuat baik membangun program-program aksi
yang praktis dan realistis yang bermanfaat bagi krama di desa pakraman. Dari Pura
Desa dan Pura Puseh itulah dikembangkan gagasan-gagasan untuk menentukan
berbagai langkah, apa yang wajib dipelihara dan dilindungi. Sesungguhnya ada
warisan budaya berupa gagasan-gagasan atau ide-ide mulia yang terpendam dalam
berbagai tradisi yang patut dipelihara dan dilindungi. Warisan budaya berupa
pemikiran itu bisa terekam dalam bentuk tertulis, lisan atau dalam wujud simbolsimbol visual.
94
Demikian juga menyangkut budaya aktivitas dan hasil budaya dalam wujud
material. Hal inilah yang patut dilakukan melalui berbagai pengkajian bersama di
desa pakraman. Demikian juga aktivitas budaya agama yang masih relevan dengan
zaman, patut dilanjutkan, dipelihara dan dilindungi. Lewat pemujaan Batara Wisnu
kita kuatkan moral dan daya tahan mental kita untuk melindungi hal-hal yang patut
dilindungi dari arus zaman yang sangat deras. Untuk melindungi sesuatu yang patut
dilindungi itulah sebagai wujud nyata aktivitas memuja Batara Wisnu di Pura Puseh.
Untuk bisa membedakan antara yang patut dilindungi dan yang tidak patut dilindungi
itu perlu dibangun wiweka jnana. Wiweka jnana adalah suatu kemampuan untuk
membeda-bedakan yang patut dan yang tidak patut, yang baik dan yang tidak baik
dan seterusnya. Hal itu penting agar jangan semua yang sudah mentradisi terus kita
lindungi. Lagi pula tradisi itu adalah buatan manusia. Setiap buatan manusia itu pasti
kena hukum rwa bhineda. Ada yang baik ada yang buruk. Dengan wiweka jnana kita
akan melindungi sesuatu yang patut dilindungi, memelihara sesuatu yang patut
dipelihara.
Selanjutnya ada penjelasan dalam bahasa Jawa Kuno didalam Wrehaspati
Tattwa dinyatakan “Sakti ngarania ikang sarwa jnyana lawan sarwa karya”.
Artinya: Sakti adalah mereka yang memiliki banyak ilmu (jnana) dan banyak berbuat
nyata mewujudkan ilmu tersebut. Konsep sakti memunculkan konsep cendikiawan
yaitu kemampuan berbuat memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat
melalui disiplin ilmu yang dimiliki. Untuk memiliki banyak ilmu haruslah
mengembangkan guna sattwam. Mereka yang guna sattwam-nya kuat akan terdorong
untuk terus meningkatkan kemauan belajarnya dan memiliki kecerdasan belajar
(learning intellegence) sebagai pusat pengembangan diri manusia abad 21.
Sedangkan mereka yang memiliki guna Rajas yang kuat akan selalu memiliki
semangat kuat untuk terus bekerja mewujudkan ilmu yang didapatkan dalam
perbuatan nyata. Demikian juga keberadaan Pura Dalem untuk memuja Tuhan
sebagai Dewa Siwa Rudra. Pemujaan Tuhan di Pura Dalem diarahkan untuk
menguatkan kemampuan untuk mengendalikan sifat-sifat tamas agar tidak eksis
membuat manusia malas, bebal tetapi rakus. Dalam wujud yang lebih nyata
pembinaan guna tamas akan mendorong manusia melakukan langkah-langkah nyata
menghilangkan berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan hidup.
95
Swadharma desa pakraman yang dijiwai oleh keberadaan Kahyangan Tiga ini
adalah mengembangkan ajaran Tri Kona dan Tri Guna dalam membangun warga
desa pakraman (pawongan) yang jagat hita (bahagia di dunia). Kalau hal ini benarbenar dibuatkan program yang matang maka desa pakraman dengan Kahyangan
Tiga sebagai hulunya akan eksis dalam membangun Bali yang ajeg.
Dengan demikian pemujaan pada Tuhan di Kahyangan Tiga (parhyangan)
akan bermakna untuk membangun alam yang lestari (bhuta hita) dan manusia Bali
yang jagat hita. Membangun alam yang lestari dengan konsep Rta. Sedangkan
membangun jagat hita dengan konsep Dharma. Ini artinya memuja Tuhan bukan
berhenti pada memuja saja. Pemujaan Tuhan harus dapat berdaya guna menguatkan
manusia untuk menjaga alam dan menjaga hidup bersama yang saling mengabdi.
Itulah
tujuan
pendirian
Kahyangan
Tiga
di
desa
pakraman
(Wiana,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/1/16/bd1.htm).
Ciri hidup yang baik dan benar itu adalah melakukan kreativitas untuk
menciptakan sesuatu yang sepatutnya diciptakan (utpati). Selanjutnya kreatif untuk
memelihara sesuatu yang sepatutnya dipelihara (stiti). Dalam kehidupan ini ada halhal yang memang seyogianya ditiadakan (pralina) agar dinamika hidup ini melaju
menuju kehidupan yang jana hita dan jagat hita. Jana hita artinya kebahagiaan
secara individu dan jagat hita adalah kebahagiaan secara bersama-sama. Inilah yang
seyogianya yang dikembangkan oleh warga di desa pakraman.
Kearifan lokal masyarakat Bali terkait dengan jana hita dan jagat hita untuk
pendidikan untuk dunia kerja adalah “ngalih gae pang meturu idup” bukan “mati iba
idup kai” (Wiana, 2010). Bagaimana masyarakat Bali mencari pekerjaan,
membangun pekerjaan untuk hidup dan menghidupi kebutuhan bersama. Bukan
mengembangkan cara-cara untuk membunuh kehidupan orang lain, menindas
kehidupan orang untuk hidup bahagia diatas penderitaan orang lain. Bukan sekedar
menyelamatkan diri masing-masing.
Dinamika hidup dengan landansan Tri Kona inilah yang dapat menciptakan
suasana hidup yang dinamis, harmonis dan produktif dalam arti spiritual dan material
secara berkesinambungan. Dari konsep Tri Kona ini sesungguhnya dapat
dikembangkan menjadi berbagai kebijakan di desa pakraman. Betapapun maju suatu
zaman
yakinlah
dapat
dikendalikan
dengan
konsep
Tri
Kona.
(Wiana,
96
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/ 2008/1/16/bd1.htm). Dengan konsep Tri
Kona ini desa pakraman tidak akan pernah kehilangan jati dirinya sebagai lembaga
umat Hindu khas Bali. Kemajuan zaman justru akan menguatkan jati diri kehidupan
di desa pakraman. Ciptakan adat-istiadat yang dibutuhkan zaman, ada adat-istiadat
yang masih baik dan benar agar terus dipelihara dan dipertahankan. Sedangkan adatistiadat yang sudah usang ketinggalan zaman hendaknya ditinggalkan secara suka
rela dengan cara-cara yang baik dan benar juga. Dewasa ini, karena kurang kuatnya
guna sattwam dan guna rajas, banyak tindakan melidungi sesuatu yang sudah
sepatutnya dipralina, dan mengabaikan sesuatu yang sepatutnya mendapatkan
pemeliharaan dan perlindungan.
Di desa pakraman, pesraman, dan Banjar juga sebagai tempat dan lembaga
membuat orang agar mengerti dalam menggerakkan hidupnya secara vertikal dan
horizontal. Vertikal itu Catur Asrama yaitu: Brahmacari, Grihasta, Wanaprasta, dan
Bhiksuka. Brahmacari adalah masa menuntut ilmu, Grihasta masa berumah tangga,
Wanaprasta masa menjauhi kehidupan duniawi, dan Bhiksuka masa menyerahkan
diri kepada Tuhan. Secara horizontal Catur Warna (Brahmana, Ksatria, Waisya,
Sudra). Makanya di Banjar, betara dipuja sebagai Betara Penyarikan agar
masyarakat “nyarik-nyarik”. “Brahmacari pang seken; Grihasta pang seken;
Wanaprasta pang seken; Bhiksuka pang seken”. (Wiana, 2010). Memiliki keahlian
dan keterampilan serta siap memasuki pilihan warna dan asrama. Gerak masyarakat
melalui jalur horizontal dengan
Catur warna dan secara vertikal menjalani
pengasraman (Catur Asrama). Keluhuran kearifan lokal Bali: Brahmana adalah
memelihara
dan
mengembangkan
ilmu;
Kesatria
perlindungan;
Waisya
kemakmuran; Sudra tenaga kerja. Brahmana berkerja membangun kekuatan moral,
kesejukan hati. Kesatria membangun kekuatan regulasi, memberi keamanan, dan
keadilan.
Waisya
bekerja
membangun
kekuatan
ekonomi
dan
memberi
kesejahteraan. Sudra membangun kekuatan demokrasi memberi kerukunan menyame braya, kekeluargaan dan kebersamaan dalam hidup berdampingan.
Palemahan di SMK yang mewadahi konsep keharmonisan antara manusia
dengan lingkungan diwujudkan melalui penataan bangunan sekolah SMK dengan
menerapkan konsep Tri Mandala. Pegembangan dan pengelolaan palemahan SMK
indigenous wisdom THK menggunakan peraturan daerah Provinsi Bali nomor 16
97
Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009–2029.
Dalam perda tersebut secara tersirat dinyatakan bahwa pembangunan SMK
indigenous wisdom THK harus mengacu konsep catus pata dan tri mandala dengan
menerapkan gaya arsitektur Bali.
Pemeliharaan lingkungan palemahan di SMK dilakukan dengan memanfaatkan
seluruh lingkungan sebagai obyek belajar. Di SMKN 1 Gianyar siswa kompetensi
keahlian seni rupa ditugaskan melukis obyek-obyek yang ada di lingkungan sekolah
seperti pohon, patung, bangunan. Kegiatan tugas melukis obyek secara tidak
langsung membuat para siswa semakin mencintai dan merawat lingkungan
palemahan sekolahnya. Pada Gambar 14 ditunjukkan bagaimana siswa melukis
obyek realistik di halaman sekolah.
Gambar 14. Pemeliharaan Palemahan melalui kegiatan PBM
Dalam lingkup keluarga THK dilembagakan dalam bentuk rumah adat
keluarga Bali. Sama halnya dengan desa pakraman, penataan rumah adat
menggunakan konsep tri mandala dan tri angga. Sanggah sebagai parhyangan adalah
otak, meten merupakan kepala pembungkus otak, bale dauh-bale dangin tangan kirikanan, dapur adalah perut, dan tebe adalah kaki. Bangunan pokok dalam sanggah
adalah kemulan, taksu, dan padmasana. Kemulan adalah modal untuk membangun
rumah tangga, taksu adalah kekuatan. Kalau tidak ada kekuatan taksu maka modal
atau “kemulan” kita bisa tidak tumbuh berkembang. Padmasana digunakan untuk
memuja Tuhan Ida Sang Hyang Widhi.
98
Pengembangan SMK kearifan lokal THK membutuhkan keharmonisan dan
keseimbangan unsur manusia warga SMK dalam pengembangan budaya belajar,
budaya melayani, dan budaya kerja berdasarkan falsafah THK dalam membangun
kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bersama. SMK sebagai lembaga
pendidikan kejuruan yang mendukung pengembangan kegiatan perekonomian
berbasis pertanian, kerajinan, industri kecil, dan pariwisata dibangun dan ditata
menggunakan konsep catus patha dan tri mandala untuk mewujudkan tata ruang
wilayah sekolah yang berkualitas, nyaman, aman, produktif, dan berwawasan
lingkungan.
Praksis ideologi THK di SMK sebagai kearifan lokal (indigenous wisdom)
sangat tepat digunakan sebagai basis inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan
kejuruan untuk menjawab tantangan menurunnya nilai-nilai budaya untuk
menghasilkan output pendidikan kejuruan yang memiliki identitas dan daya saing
internasional. Praksis ideologi THK dapat digunakan sebagai solusi dari
permasalahan-permasalahan pengembangan SDI Bali pada umumnya dan khususnya
dalam inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan kejuruan di era ekonomi
berbasis pengetahuan. Praksis ideologi THK adalah kemungkinan atas jawaban
permasalahan-permasalahan menurunnya daya saing bangsa, melemahnya integritas
dan identitas nasional.
Keberlangsungan (sustainability) mutu dan relevansi pendidikan kejuruan di
Bali sangat ditentukan oleh kemampuan lembaga SMK dalam menerapkan kearifan
lokal Bali secara terencana dan terprogram dengan tetap menyerap standar nasional
dan internasional. Sebagai aalah satu indigenous wisdom masyarakat Bali yang telah
diakui oleh UNESCO, Tri Hita Karana (THK) adalah kristal bagi pengembangan
pendidikan di Indonesia yang dapat dikembangkan secara global. THK sangat baik
digunakan sebagai framework
pendidikan di Indonesia yang berfungsi sebagai
penyaring pengaruh negatif globalisasi. THK dapat digunakan sebagai penguat dan
pemupuk tumbuhnya pendidikan yang mengakar kepada kearifan lokal dengan
perspektif global untuk pembangunan pendidikan berkelanjutan.
THK adalah ideologi yang mengajarkan keharmonisan dan keseimbangan
hidup dalam mewujudkan tujuan hidup “moksartham jagat hita ya ca iti dharma”
99
(kebahagiaan duniawi/jagadhita dan kebahagiaan rokhani. Tri Hita Karana adalah
tiga unsur penyebab atau sebab musabab terjadinya kebahagiaan hidup pada diri
manusia. Ketiga unsur sebab musabab itu adalah: (1) zat Hyang Widhi atau Atman;
(2) prana dalam bentuk sabda, bayu, idep sebagai daya yang timbul karena
menyatunya Atman dengan badan wadag; dan (3) sarira atau badan wadag manusia
yang terbentuk dari lima unsur yang disebut dengan panca mahabhuta (ruang/akasa,
teja/panas, udara/bayu, zat cair/apah, zat padat/pertiwi).
Kebahagiaan akan terwujud
jika ada keharmonisan antara Atman dengan
badan wadag sebagai wadahnya. Keharmonisan antara Atman dengan badan wadag
akan membangkitkan prana yang berkualitas tinggi. Konsep ini kemudian dikenal
dengan konsep keharmonisan “Cucupu lan Manik” yaitu keharmonisan antara
wadah/cucupu dan isi/manik. Ideologi THK dan konsep cucupu lan manik sangat
baik dan bahkan ideal digunakan sebagai basis pengembangan pendidikan karena
pendidikan pada dasarnya adalah proses menumbuhkan modal THK yang ada pada
diri manusia itu sendiri.
Pengembangan pendidikan kejuruan di SMK berbasis kearifan lokal THK
mendukung pengembangan fundamental skill siswa. Berdasarkan prinsip-prinsip
pokok THK yang menekankan tumbuhnya kesadaran jiwa diatas kesadaran ragawi
dengan memanfaatkan potensi prana sabda, bayu, idep, maka siswa akan
berkembang ketrampilan dasarnya (basic skill) berupa kemampuan dan kepekaannya
dalam mendengarkan, menyimak, membaca, dan menulis. Disamping basic skill
ketrampilan fundamental yang juga dapat berkembang adalah ketrampilan berpikir
(thinking skill) yaitu kecerdasan dan ketrampilan belajar, ketrampilan memecahkan
masalah, mengembangkan dan menemukan solusi permasalahan, ketrampilan
pengambilan keputusan, ketrampilan mengelola dan mengarahkan pikiran. Kemudian
kualitas personal yaitu responsibilitas, moral, karakter, integritas, rasa percaya diri,
loyalitas juga akan bisa tumbuh dengan baik sebagai bagian dari fundamental skill
bagi siswa yang terdidik dalam lingkungan pendidikan kejuruan berbasis THK.
Untuk
mewujudkan
SMK
indigenous
wisdom
THK
sebagai
pusat
pembudayaan kompetensi, pembangunan SMK harus melibatkan semua stakeholder
sekolah, mengimplementasikan core values THK ke dalam kurikulum, pembelajaran,
100
dan sistem penilaian. Agar memberi hasil yang maksimal komunitas sekolah yaitu
guru, siswa, tenaga kependidikan, tenaga administrasi, penjaga sekolah, tukang
kebun harus mampu mempromosikan core ethical dan performance values THK
yang telah ditetapkan sebagai fondasi pembentukan karakter peserta didik. Ini harus
diawali dengan adanya guru model THK, bangunan THK, simbol-simbol nilai THK
dalam bangunan sekolah sampai pada peralatan belajar siswa. Simbol-simbol THK
yang menggambarkan keharmonisan hidup harus mudah dibaca oleh siswa, tercetak
dalam buku pelajarannya, tas sekolah, pakaian sekolah.
Guru, siswa, tenaga
kependidikan, keluarga, komite sekolah memahami bagaimana dan mengapa sekolah
memilih nilai pokok THK dan mengafirmasi pentingnya nilai pokok THK dalam
menuntun perilaku. Etika luhur dan nilai-nilai THK secara aktif digunakan sebagai
panduan dalam setiap aspek kehidupan di sekolah. Guru, siswa, staf, keluarga
menggunakan bahasa yang sama sebagai refleksi nilai luhur THK di sekolah. Ada
Guru model yang dapat mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam kehidupan sekolah.
Nilai luhur THK memandu praktek-praktek pengajaran dan pembelajaran siswa
secara terprogram baik dalam program kurikuler maupun ekstra kurikuler.
Pengembangan SMK model Indigenous Wisdom dimaksudkan untuk
menumbuhkan proses rekulturisasi pendidikan kejuruan yang dijiwai oleh nilai-nilai
kearifan lokal THK yaitu keseimbangan dan keharmonisan hidup antara manusia
dengan Tuhan, keharmonisan hidup antar manusia, dan keharmonisan hidup antara
manusia dengan lingkungan hidupnya. Cara hidup semacam ini merupakan cara
hidup seimbang yang membentengi manusia dari kehidupan hedonis.
Melalui praksis-praksis THK di SMK maka pendidikan kejuruan kita akan
dapat mengembangkan potensi diri siswa bersama potensi diri seluruh pendidik dan
tenaga kependidikan. Akibatnya akan terbangun inisiatif dan kreativitas, kebutuhan
hidup bersama, tolong menolong. THK juga mengajarkan terwujudkan tujuan dan
sasaran dadri fase-fase kehidupan manusia secara bertahap yaitu: (1) masa
Brahmacari untuk menggali dan mengembangkan ilmu; (2) masa Grihasta sebagai
masa berumah tangga dan bekerja mencari penghidupan dengan membangun
keluarga sukinah; (3) masa
Wanaprasta sebagai masa menjalani pensiun dari
aktivitas kerja; (4) masa Bhiksuka sebagai masa untuk mendekatkan diri dengan fase
ketiga dari kelahiran dan kehidupan yaitu kematian.
101
Pengembangan SMK model indigenious wisdom THK dapat menyiapkan
lulusan SMK menjadi bagian dari masyarakat yang memahami empat profesi catur
warna dalam kehidupannya di masyarakat. Sebagai Brahmana bertugas memelihara
dan mengembangkan ilmu; Kesatria memerankan fungsi perlindungan; Waisya
membangun kemakmuran; dan Sudra sebagai tenaga kerja. Brahmana berkerja
membangun kekuatan moral, kesejukan hati. Kesatria membangun kekuatan
regulasi, memberi keamanan, dan keadilan. Waisya bekerja membangun kekuatan
ekonomi dan memberi kesejahteraan. Sudra membangun kekuatan demokrasi
memberi kerukunan me-nyame braya, kekeluargaan dan kebersamaan dalam hidup
berdampingan. Konsep THK mengajarkan satu hal yaitu menghilangkan ego
manusia, yakni perubahan dari wiswawara (eksklusif) menjadi wiswamitra
(integratif). Akibatnya akan selalu ada sikap mental melayani dan bukan dilayani
menerapkan ajaran Tri Pararta yaitu asih, punia, bhakti yaitu hidup berdampingan
saling mengasihi, saling memberi, dan menghormati.
Pengembangan pendidikan kejuruan pada SMK model indigenous wisdom
THK sebagai pendukung pembangunan pariwisata di Bali khususnya dan Indonesia
pada umumnya diharapkan dapat menahan laju alih fungsi lahan pertanian untuk
kepentingan pembangunan infrastruktur pariwisata. Konservasi lahan pertanian
dengan seluruh kegiatan adat istiadat dan ritual agama di desa pakraman merupakan
sendi kebudayaan Bali yang mengakar di desa pakraman. Pengembangan pendidikan
pada SMK model indigenous wisdom THK dapat membangun kesadaran diri pada
anak muda untuk tidak merusak lingkungan hidup. Sebaliknya menjaga dan
memperhatikan pelestarian lingkungan hidup di hutan, sungai, dan pantai di Bali.
102
BAB VI
LUARAN PENELITIAN
Target pencapaian penelitian pada tahap ke tiga adalah diimplementasikannya
konsep-konsep nilai keharmonisan THK sebagai sebuah model pendidikan kejuruan
yang holistik di SMKN 3 Singaraja sebagai sekolah pilot. Pada tahun ke tiga (2014 )
luaran penelitian ini adalah naskah artikel jurnal internasional dan HKI. Model
pendidikan indigenous wisdom THK terus akan disosialisasikan di Bali dengan
harapan semakin digunakan sebagai basis pengembangan kualitas dan relevansi
pendidikan khususnya pendidikan kejuruan di Bali.
Luaran penelitian yang dicapai dalam tahun ke tiga antara lain:
1. Draft Buku Pendidikan Kejuruan berbasis Kearifan Lokal
2. Draft naskah Jurnal pada Jurnal Vocational Learning
3. Sebagai pembicara utama dalam seminar Pendidikan “Konsep dan Praktik
Pendidikan Berbasis Hindu di Indonesia” pada tanggal 23 Maret 2014 di Gedung
Auditorium IHDN Denpasar atas undangan World Hindu Parisad (undangan dan
makalah terlampir).
4. Sebagai pembicara utama dalam international seminar World Hindu Parisad and
World Hindu Wisdom Meet 2014 dengan Topic “Concepts And Practices Of
Hinduism Based Education In Indonesia”. yang akan diselenggarakan pada
Tanggal 16-17 April 2014 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Bali
(undangan dan paper terlampir).
5. Sebagai pembicara utama dalam seminar nasional Dies natalis VII Universitas
Pendidikan Ganesha (Undiksha)
dengan tema “Membangun Prestasi dengan
harmoni” pada tanggal 7 Mei 2014 di Ruang seminar Gedung Rektorat Undiksha
Singaraja (undangan dan paper terlampir).
6. Sebagai pembicara utama dalam seminar nasional dengan tema “Eksistensi
Pendidikan Agama Hindu dalam Sisdiknas di Era Global” pada tanggal 8 Mei
2014 di ruang Sidang Utama Pascasarjana
IHDN Denpasar (undangan dan
makalah terlampir).
7. Naskah bagian buku dalam rangka Dies emas 50 tahun Universitas Negeri
Yogyakarta.
103
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan:
1.
SMK model Indigenous Wisdom THK adalah SMK yang menjadikan ideologi
THK sebagai visi dan misi penyelenggaraan pendidikan dan bertujuan
menghasilkan lulusan berkarakter dan berbudaya THK dalam bekerja,
berwirausaha, dan melanjutkan ke perguruan tinggi sesuai bidang studi
keahliannya. Karakter pendidikan kejuruan di SMK model indigenous wisdom
THK bersumber dari parhyangan sebanyak 9 (sembilan), pawongan sebanyak
27 (dua puluh tujuh), palemahan sebanyak 13 (tiga belas).
2.
Nilai-nilai inti Tri Hita Karana dari unsur parhyangan,
pawongan; dan
palemahan dapat dilatih, ditradisikan, dan dibudayakan melalui pembelajaran
langsung dan pembelajaran tidak langsung. Seluruh nilai perlu dianalisis strategi
pembelajarannya dengan memasukkan dalam silabus, RPP, lembar kerja siswa,
dan materi penilaian.
3.
Manusia Tri Hita Karana yaitu manusia yang memiliki keharmonisan dan
keseimbangan antara jiwa, raga, dan daya hidup. Manusia Tri Hita Karana
adalah manusia harapan dalam setiap pengembangan pendidikan pada umumnya
dan pendidikan kejuruan pada khususnya.
4.
Sivitas Akademika yang terdiri dari guru/pendidik, peserta didik, tenaga
kependidikan, sebagai manusia Tri Hita Karana merupakan unsur inti dari
pengembangan kualitas dan relevansi pendidikan di SMK model indigenous
wisdom THK.
5.
Penilaian pencapaian penerapan nilai-nilai THK dalam interaksi dan
pembelajaran di SMK diarahkan kepada pembentukan sikap hidup seimbang dan
harmonis. Penilaian kompetensi sikap dilakukan melalui observasi, penilaian
diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal.
Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian
antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
104
B. Saran
Penelitian kearifan lokal ini perlu dikembangkan dalam bingkai ke Indonesiaan
dimana lokalitas THK diturunkan menjadi bernilai translokal ke Indonesiaan dalam
mewujudkan empat pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu perlu
dinamisasi pluralisme Indonesia menjadi multikultural. Penelitian kearifan lokal di
daerah lain seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah perlu dilakukan untuk mendapatkan
model pendidikan kejuruan kearifan lokal lain selain THK.
105
DAFTAR PUSTAKA
................, (2009). Peraturan daerah Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali.
Agastia, IBG, (2007). Mengkritisi Impelemtasi Tri Hita Karana, Warta Hindu Dharma, 491, 441.
Cheng, Y.C. (2005). New Paradigm for Re-engineering Education, Globalization, Localization
and Individualization. Netherland: Springer.
Chinien, C. and Singh, M. (2009). Overview: Adult Education for the Sustainability of Human
Kind (2521-2536). Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International
Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and
Vocational Learning: Bonn: Springer
Chinien, C., Boutin, F., Plane, K. (2009). The Challenge for ESD in TVET: Developing Core
Sustainable Develpoment Competencies and Collaborative Social Partnerships for
Practice (2553-2570). Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International
Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and
Vocational Learning: Bonn: Springer
Clarke L. & Winch C. (2007). Vocational Education International Approaches, development and
systems. USA: Routledge.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah RI Nomor 19, Tahun 2005, tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22, Tahun 2006, tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 23, Tahun 2006, tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Djohar, (1999). Reformasi dan Masa Depan Pendidikan Di Indonesia. Yogyakarta: IKIP Negeri
Yogyakarta.
Djohar, (2008). Budaya Lokal Sebagai basis Pendidikan, Makalah seminar di Percetakan
Kanisius Yogyakarta.
Hampden, G., Thompson, Guzman, L., and Lippman, L. (2008). Cultural Capital: What Does It
Offer Students? A Cross-National Analysis (155-180). In Zajda, J., Biraimah, K., Gaudell,
W (Eds.), Education and Social Inequality ing the Global Culture (pp. 155-180).
Melbourne: Springer Science + Business Media B.V.
Coessens,K. and Bendegem, J.P.V.(2008). Cultural Capital as Educational Capital, The Need
For a Reflection on the Educationalisation of Cultural Taste, Paul Smeyers · Marc
Depaepe, Educational Research: the Educationalization of Social Problems. London:
Springer Science+Business Media B.V.
Oketch, M. O. (2009). To Vocationalize or Not to Vocationalize? Perspectives on Current Trends
and Issues on TVET in Africa. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.),
International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging
Academic and Vocational Learning (pp. 531-546). Bonn: Springer.
Oketch, M. O., Green, A., & Preston, J. (2009). Trends an Issues in TVET across the Globe. In
R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of Education for
the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning (pp. 20812094). Bonn: Springer.
Pavlova M. (2009). The Vocationalization of Secondary Education: The Relationships between
Vocational and Technology Education. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.),
106
International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging
Academic and Vocational Learning (pp. 1805-1822). Bonn: Springer.
Rojewski. J.W (2009). A Conceptual Framework for Technical and Vocational Education and
Training. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of
Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational
Learning (pp. 19-40). Bonn: Springer.
Singh, M. (2009). Social and Cultural Aspects of Informal Sector Learning: Meeting the Goals of
EFA. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of
Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational
Learning (pp. 349-364). Bonn: Springer.
Slamet,P.H. (2008). Desentralisasi Pendidikan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Suminto, A.S. (2005). Muatan Lokal dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Thompson, John F, (1973). Foundation of Vocational Education Social and Philosophical
Concepts. New Jersey: Prentice-Hall.
Tilaar, H.A.R., (1999). Pendidikan Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif
untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Titib, I Made. (2007). Aktualisasi Ajaran Tri Hita karana dalam Konsep Desa Adat di Bali,
Makalah Dharma Wacana dengan tema Hubungan Tri Hita Karana, dilaksanakan oleh
Keluarga Besar Arya Tegeh Kori, Banjar Pragae Desa Mengwi Gede, Kecamatan
Mengwi, Kabupaten Badung.
Wastika, D.N. (2005). Penerapan Konsep Tri Hita Karana Dalam Perencanaan Perumahan di
Bali. Jurnal Permukiman Natah Vol. 3 No. 2, 62 – 105.
Wagner, T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books.
Wiana, IK., (29 November 2003). Kewajiban Utama Desa Pakraman Menegakkan Tattwa.
Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2010, dari http://www.iloveblue.com/bali_
gaul_funky/artikel_bali/category/KETUT%20WIANA/10/13.htm
Wiana, IK., (20 Juli 2009). Membenahi Motivasi Kerja. Diunduh pada tanggal 2 Juni 2010, dari
http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/ artikel_bali/detail/2820.htm
Wiana, IK., (8 Juni 2009). Tantangan SDM Hindu kedepan. Diunduh pada tanggal 2 Jui 2010,
dari http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/ artikel_bali/detail/2820.htm
Wiana, IK., (8 Juni 2009). Kegiatan Beragama Hindu Membangun SDM Bermutu. Diunduh pada
tanggal 2 Juni 2010, dari http://www.iloveblue.com/ baligaulfunky/
rtikel_bali/detail/2820.htm
Wiana, IK., (6 April 2009). Dosa kalau Pendidikan tanpa Karakter. Diunduh pada tanggal 2 Juni
2010, dari http://www.iloveblue.com/ baligaulfunky/ rtikel_bali/detail/2820.htm.
Zajda, J., Biraimah, K., Gaudelli, W.(2008) Cultural Capital: What Does It Offer Students? A
Cross-National Analysis . Education and Social Inequality in the Global Culture
Melbourne: Springer Science + Business Media B.V.
107
LAMPIRAN
2
Download