Renungan Buka Sabat & Aneka Berita

advertisement
Tahun Ke-XVI
Disebarkan Secara Gratis
Tahun Ke-XVI
Minggu ini Jemaat kami diberkati dengan berita berita kemajuan pekerjaan Tuhan di Indonesia yang diceritakan
Pendeta Michael Palar, Direktur HOPE CHANNEL Indonesia. Beliau sedang dalam perjalanannya ke General
Conference untuk meeting dengan para managers HOPE CHANNEL sedunia di Maryland, USA. Kami dibuat
kagum mendengar bagaimana 4 gereja-gereja yang bergabung dengan misi CMC mendapat sambutan besar dan
positif melalui metode health ministry mendekati umat non-Advent. Begitu suksesnya program ini, CMC
diundang ke General Conference untuk membagi cerita keberhasilan mereka.
Begitu juga cerita mengenai bagaimana siaran TV dari 3ABN Amerika telah menjamah hati seorang pemirsa
non-Advent di Pondok Indah dan berakhir dengan terbentuknya sebuah jemaat yang baru di Pondok Indah.
Kemudian Pendeta Palar menceritakan sebuah permintaan doa dari Pulau Aru yang jauh tetapi penetrasi siaran
Hope Channel telah membuahkan satu jiwa lagi bagi Yesus. Dalam misi membawakan kabar selamat ke
seluruh Indonesia, berbagai macam pendekatan perlu dirancang dan dilaksanakan dengan doa dan iman.
Memanfaatkan satellite memancarkan kebenaran dan kabar selamat, perlu kita doakan dan dukung agar lebih
banyak orang lagi yang menerima Yesus sebagai Juruselamat.
KADNet Media Ministry welcome relawan-relawan yang bersemangat menyumbang karya tulisannya. Sampai
saat ini kami berpendapat internet masih memberikan peluang besar untuk mengabarkan Injil. Walaupun misi
utama KADNet adalah menyajikan tulisan-tulisan rohani yang layak untuk dibaca pada hari Sabat, kami percaya
ada juga kontent setiap edisi yang bisa dimanfaatkan oleh orang-orang non-Advent. Terima kasih kepada semua
kontributor untuk edisi minggu ini, kami sangat menghargai karya saudara-saudara semua.
Kami tetap mengundang partisipasi Pembaca menulis berita, kesaksian-kesaksian, kemajuan di jemaat, kegiatan
anak-anak muda, solusi terhadap masalah-masalah yang sering mengganggu jemaat, dsb. Salam dan Selamat
Sabat.
JAMES WAWOROENDENG
Disebarkan Secara Gratis
Februari
2014
14
COBAAN = BAHAGIA
OLEH PDTM. DALE SOMPOTAN
“Saudara-saudaraku
anggaplah
sebagai
suatu
kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai bagai
pencobaan sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap
imanmu itu menghasilkan ketekunan.”
Yakobus 1:2-3.
Pembaca setia KADNet di mana saja berada, ada satu
pepatah mengatakan berakit rakit ke hulu berenang
renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang senang
kemudian. Kurang lebih artinya adalah awalnya mungkin
ada kesulitan tetapi harus tabah menjalaninya karena
didepan nantinya akan ada kesenangan dan sukacita.
Saudara yang dikasihi Tuhan, menurut Yakobus Orang
Kristen disuruh untuk menganggap bahwa cobaan itu
sebagai kesempatan untuk berbahagia, mengapa?
Jawabannya sederhana karna Kebahagiaan terbesar yang
bisa dirasakan orang Kristen apabila imannya bertumbuh,
dan cobaan menjadi alat yang ampuh untuk membuat dan
membangun iman yang dari padanya kerohanian orang
kristen menjadi berkembang dan bertumbuh lebih baik.
Itulah sebabnya kita harus berbahagia bila berhadapan
dengan cobaan karna kita tahu itulah yang akan
menuntun kita kepada ketekunan yang berujung pada
kesempurnaan dalam iman.
Dalam pengalaman kami dalam pelayanan, biasanya
sesuatu yang dimulai dengan sulit pasti akan berakhir
dengan happy ending, karna secara manusia normal
tentunya ketika berhadapan dengan kesulitan maka kita
akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan itu,
berusaha tabah tekun sabar untuk menghadapinya
tentunya dengan pertolongan dan kekuatan dari Tuhan.
Jadi syukuri semua cobaan yang datang sebagai batu
loncatan menuju kepada kebaikan dalam perjalanan iman
kita diatas dunia ini.
Apa yang akan menjadi cobaanmu atau masalahmu
setiap hari? Hadapi itu dengan penuh kebahagiaan,
mungkin itu datang dari keluarga kita, teman kerja kita,
sahabat kita, bahkan yang sengaja mungkin direncanakan
oleh musuh kita, mintalah kekuatan dari Tuhan untuk
menghadapi semua itu karena itulah jalan yang akan
membuat engkau menjadi sempurna, mematangkanmu,
membuat dewasa imanmu dan akan membuat karaktermu
muncul bagaikan emas murni yang sdh teruji.
Selamat Hari Sabat dan Tuhan Yesus
Memberkati pembaca KADNet semuanya.
Penulis adalah Gembala Jemaat Kalasan Madiun &
Gracia Magetan
3
Februari
2014
14
MENGIKUTI WORKING
POLICY/AD/ART- BAGIAN DARI
GOOD CHURCH
GOVERNANCE
OLEH GUNAWAN TJOKRO
Di dalam Manual dari GCG yang dikeluarkan oleh
OECD salah satunya berbunyi: GCG membutuhkan
kebijakan-kebijakan dan prosedur yang tertulis rapi yang
harus diikuti oleh seluruh pemangku jabatan dan setiap
pemangku jabatan (stakeholders) harus menjaga agar apa
yang tertulis di dalam peraturan dan prosedur diatas
diikuti secara bijak.
Di setiap organisasi perusahaan (baik profit maupun non
profit organization) selalu ada apa yang disebut AD/ART
yang memuat seluruh hal-hal penting yang harus diikuti
dan di dalam organisasi gereja kita, kita semua mengenal
apa yang disebut working policy. Pimpinan kita dari
divisi selalu merujuk pada buku tsb ketika ada
pertanyaan-pertanyaan yang datang dari utusan
konferensi dan ketika pasal atau ayat dibacakan dari
buku tsb, maka semua akan diam dan menerimanya
karena buku tsb sudah kita jadikan panduan operational
kita.
Di dalam AD/ART dari Asosiasi Emiten Indonesia
(asosiasi yang memayungi lebih dari 400 perusahaan
publik di Indonesia) dikatakan bahwa Ketua Umum
hanya boleh dipilih selama 2 x tapi ada kalimat tambahan
yang mengatakan, “kecuali anggota menginginkan lain”.
Ketika itu penulis sebagai sekjen dari AEI dan bp
Airlangga Hartarto( anak dari bekas menteri
perindustrian di zaman Soeharto) sebagai Ketua Umum
kami sudah menjalankan tugasnya selama 2 periode dan
beliau sebagai orang yang tahu betul mengenai
organisasi, menolak untuk dicalonkan kembali untuk
yang ke 3 x. Di dalam anggaran dasar kami dikatakan
calon ketua umum harus diusulkan oleh sedikitnya 20 %
dari anggota, artinya seorang calon ketua umum harus
diangkat atau didukung oleh sedikitnya 80 perusahaan.
Sayangnya ketika itu ada beberapa calon namun jumlah
dukungan tidak memenuhi syarat diatas sehingga satu
satunya calon yang mendapat dukungan lebih dari 20 %
adalah Bp. Airlangga Hartarto. Di dalam musang(
musyawarah anggota) ketika itu terjadi jalan buntu
karena Bp. Airlangga merasa melanggar AD/ART kalau
terus untuk ke 3 x nya dilain pihak tidak ada calon lain
yang memenuhi syarat. Untungnya sekretariat cukup jeli
melihat tambahan kalimat yang saya sebut diatas yang
mengatakan “kecuali anggota menginginkan lain”.
Setelah ditemukan kalimat tsb maka musang menjadi
lancar kembali dan bp Airlangga meneruskan untuk ke 3
x tanpa merasa melanggar AD/ART
Kasus serupa bisa saja terjadi di organisasi gereja kita
baik di tingkat GC,Divisi maupun Konferens/Daerah.
Ada barangkali beberapa pimpinan kita yang umurnya
mencapai 65 th( usia pensiun) tapi secara periode
4
Februari
2014
kepemimpinan belum berakhir. Sebagai contoh
barangkali ada pimpinan kita baik di konferens, UNI
maupun Divisi bahkan ke GC yang akan pensiun
sebelum th 2015 sedangkan pemilihan baru akan
dilaksanakan th 2015, jadi bagaimana? Apakah harus
dipilih pimpinan baru untuk menyelesaikan tugas tsb atau
lewat KLB di mana konstituent memiliki hak tertinggi
untuk menentukan arah organisasi. Beberapa hari yang
lalu ada seorang teman lama yang menelepon penulis dan
menanyakan hal tsb diatas yang akan segera terjadi
dalam waktu dekat di salah satu organisasi gereja kita di
Indonesia. Tentunya kalau working policy diikuti secara
sempurna maka tidak akan terjadi pros and cons, namun
bila ditemukan celah untuk menerobos working policy,
bisa jadi hal tsb akan menimbulkan pros and cons yang
harus di manage secara baik agar tidak menjadi konflik.
Sebagai penutup, penulis hanya ingin mengingatkan apa
yang ditulis di dalam kalimat awal dari tulisan ini di
14
mana di dalam menjalankan Good Church Governance
sebaiknya hal hal yang sudah ditulis di dalam working
policy diikuti secara seksama, kecuali ada jalan buntu
seperti yang dialami oleh AEI diatas dan ternyata ada
kalimat yang memungkinkan beliau meneruskan
tugasnya untuk ke 3 x, kalau tidak sebaiknya diikuti saja
dan jangan menciptakan suasana untuk menerobos
working policy kita. Menurut pengakuan Pdt Wendel
Mandolang yang pernah beberapa tahun bekerja di divisi,
Pdt Gulfan, pimpinan divisi kita selalu mengacu kepada
working policy dan beliau banyak menghafal isi dari
working policy tsb , sehingga kemanapun beliau pergi
dan menghadapi masalah, maka working policy menjadi
acuhannya. Tuhan memberkati.
COVER PAGE: Jemaat GMAHK Babussalam Duri
place in the heavenly courts, He could dispense these
blessings to all who receive Him. The church was
baptized with the Spirit's power. The disciples were fitted
to go forth and proclaim Christ, first in Jerusalem, where
the shameful work of dishonoring the rightful King had
been done, and then to the uttermost parts of the earth.
The evidence of the enthronement of Christ in His
mediatorial kingdom was given.
TO ENDOW ME WITH POWER FROM
ABOVE
BY MRS. ELLEN G. WHITE
But ye shall receive power, after that the Holy Ghost
is come upon you: and ye shall be witnesses unto me
both in Jerusalem, in all Judaea, and in Samaria, and unto
the uttermost part of the earth. Acts 1:8
The Holy Spirit was to descend on those who love
Christ. By this they would be qualified, in and through
the glorification of their Head, to receive every
endowment necessary for the fulfilling of their mission.
The Life-giver held in His hand not only the keys of
death but a whole heaven of rich blessings. All power in
heaven and earth was given to Him, and having taken His
God desires that the receivers of His grace shall be
witnesses to its power. Those whose course has been
most offensive to Him He freely accepts; when they
repent, He imparts to them His divine Spirit, places them
in the highest positions of trust, and sends them forth into
the camp of the disloyal to proclaim His boundless
mercy. Provision is made by God Himself for every soul
that turns to the Lord, to receive His immediate
cooperation. The Holy Spirit becomes His efficiency.
It is the Spirit's power that we need. This can do more for
us in one minute than we can ever accomplish by talking.
Only to those who wait humbly upon God, who watch
for His guidance and grace, is the Spirit given. The
power of God awaits their demand and reception. This
promised blessing, claimed by faith, brings all other
blessings in its train.
From My Life Today - Page 51
5
Februari
2014
JANGAN MEMANDANG MUKA
“S
audara-saudaraku, sebagai orang yang
beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita
yang mulia, janganlah iman itu kamu
amalkan dengan memandang muka.” (Yak 2:1)
Suka atau tidak suka, seringkali kita sebagai manusia
justru lebih sering menilai seseorang dari penampilan
luarnya. Pernahkah kita mencoba datang ke mal hanya
menggunakan kaos oblongf, celana pendek dan sandal
jepit kemudian kita datang melihat-lihat barang yang
ada? Mungkin saja tidak akan ada penjaga toko yang
mendatangi kita dan menawarkan barang kepada kita.
Tetapi coba kita datang dengan berdasi rapi, sambil
menenteng handphone canggih, pasti ketika kita masuk
ke dalam toko, para penjaga toko langsung menyambut
kita. Seperti itulah kondisi manusia yang memang secara
kodrat lebih melihat penampilan luar saja.
Alkitab mengatakan bahwa kita sebagai orang yang
beriman kepada Yesus Kristus, kita tidak boleh
mengamalkan iman kita dengan memandang muka (ay.
1). Kita harus meneladani Yesus Kristus yang dalam
melakukan pelayananNya tidak pernah memandang
muka. Jika kita perhatikan, kedua belas murid Yesus
berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, mulai
dari nelayan yang mungkin adalah orang yang miskin,
pemungut cukai yang pastinya kaya walaupun mungkin
uangnya berasal dari hal-hal yang tidak baik,
pemberontak Zelot, dan lain sebagainya. Bahkan dalam
pelayananNya, Tuhan Yesus tidak pernah menolak
orang-orang dari status sosialnya. Ia memang dekat
dengan orang-orang miskin, tetapi Tuhan Yesus pun juga
pernah menyembuhkan anak seorang perwira, dan
bahkan banyak perempuan-perempuan kaya yang pernah
disembuhkan oleh Tuhan Yesus (Luk 8:1-3). Pelayanan
yang dilakukan Tuhan Yesus tidak melihat status sosial
dari orang yang menerima pelayananNya.
Demikian juga seharusnya kita di Gereja. Terutama bagi
kita yang sering menjadi penerima tamu atau usher.
Sayangnya, masih ada beberapa Gereja yang
menyediakan kursi khusus kepada orang-orang yang
14
dianggap spesial. Mungkin tidak terlalu masalah jika
orang yang dianggap spesial tersebut adalah hamba
Tuhan yang diundang untuk memberitakan Firman
Tuhan di gereja tersebut, tetapi akan cukup menjadi
masalah jika gereja mulai membeda-bedakan tempat
duduk jemaat berdasarkan status sosial jemaat tersebut.
Saya tidak bisa membayangkan jika ada suatu gereja
yang mempunyai pengaturan tempat duduk, misalkan
yang paling depan adalah jemaat-jemaat yang
perpuluhannya paling besar, yang tengah adalah jemaat
yang perpuluhannya sedang-sedang saja, dan yang paling
belakang adalah jemaat yang perpuluhannya paling
sedikit. Semoga tidak ada gereja yang menerapkan
sistem tempat duduk seperti itu.
Tuhan tidak ingin kita sebagai murid-murid Tuhan dan
orang percaya membuat perbedaan seperti itu, terlebih
membeda-bedakan orang dalam pelayanan (ay. 4).
Mungkin bagi kita yang sudah melayani Tuhan,
pernahkah kita menolak untuk melayani hanya karena isi
“amplop”nya kecil? Atau justru sebaliknya kita
memasang tarif jika ada orang lain yang membutuhkan
pelayanan kita? Saya sendiri juga tidak mau
menghakimi, tetapi saya percaya bahwa sebagai orang
percaya, terlebih jika kita sendiri sudah mengambil
bagian dalam pelayanan Tuhan, kita tidak boleh
memandang muka dan membeda-bedakan orang yang
kita layani hanya karena penampilan luar. Di mata
Tuhan, semua jiwa berharga, bukan karena penampilan
dari luarnya, tetapi justru karena apa yang ada di hati
orang tersebut. Jangan sampai kita justru memandang
muka dan menghakimi orang karena pikiran kita hanya
melihat tampilan luarnya saja.
Bacaan Alkitab: Yakobus 2:1-4
2:1 Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman
kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah
iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.
2:2 Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam
kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian
indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan
memakai pakaian buruk,
2:3 dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah
itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di
tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin
itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah
di lantai ini dekat tumpuan kakiku!",
2:4 bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam
hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang
jahat?
R. Herawan
6
Februari
2014
14
.
Bilamana dari pembaca memiliki pertanyaan yang berhubungan Pelajaran Alkitab dan kehidupan berjemaat,
silahkan mengirimkannya ke redaksi KADNet: KADNet@aol.com atau ke email : victorjoesinaga@yahoo.com
KORDINATOR KOLOM: VICTOR JOE SINAGA
Pertanyaan:
Bagaimana pengertian karunia bahasa roh yang
sebenarnya dalam Alkitab? Apakah bahasa roh yang
dipraktekkan oleh sekelompok Kristen tertentu sekarang
ini berupa luapan emosi ditambah dengan ungkapan
kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh yang
mengucapkan dan yang mendengar, apakah itu
termasuk dalam bahasa roh yang terjadi pada zaman
rasul-rasul itu?
Jawaban
BAHASA ROH DALAM KISAH 2
1.
Karunia Bahasa Roh Mengatasi Masalah
Bahasa.
Perintah agung dari Yesus Kristus adalah mengabarkan
injil kepada semua bangsa, suku, dan kaum. Sejak
perintah ini diamarkan, telah menjadi pekerjaan yang
sangat besar karena adanya rintangan yaitu masalah
bahasa. Masalah inilah yang diatasi oleh mujizat yang
terjadi pada hari Pentakosta dalam waktu yang sangat
singkat. “Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang
Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong
langit” (Kisah 2:5).
Orang-orang yang berkumpul ini bukanlah penghuni
tetap kota Yerusalem, tetapi mereka adalah pendatang
musiman dari berbagai bangsa. Mereka datang ke
Yerusalem untuk berjiarah dan mengikuti pesta hari raya
Pentakosta tahunan.Mereka adalah orang-orang Yahudi
yang sudah lama tinggal di negara-negara lain, sehingga
sebagian besar diantara mereka sudah lupa akan bahasa
mereka sendiri karena mereka menggunakan bahasa
tempat di mana mereka tinggal.
Sebagai contoh: “misalnya terjadi di AS bagi orang
Eropah atau orang Asia yang sudah tinggal di sana
selama 2 sampai 3 generasi, mereka sudah lupa akan
bahasa ibu mereka. Dan bahasa mereka sekarang adalah
bahasa negeri tempat mereka tinggal.”
Orang-orang Yahudi yang berasal dari berbagai negara
itu sekarang berada di satu tempat untuk mengikuti hari
raya itu. Tetapi saling tidak mengerti bahasa satu dengan
yang lainnya karena sudah terlalu lama merantau.
Dalam situasi seperti itu merupakan satu kesempatan
yang besar bagi murid-murid untuk menyatakan sukacita
besar bahwa nubuatan telah digenapi, Yesus telah mati di
salib dan sudah bangkit beberapa hari yang lewat. Muridmurid penuh semangat untuk memberitakan berita
keselamatan itu seandainya mereka dapat berbicara
dalam bahasa-bahasa daerah orang-orang penjiarah
tersebut, dan orang-orang itu akan membawa kabar yang
sama jika mereka kembali ke tempat tinggal mereka
masing-masing. Tapi sayang murid-murid itu tidak
terpelajar dalam menguasai bahasa-bahasa daerah
tersebut. Maka karunia Roh Kudus diberikan untuk
mengatasi hal ini dan melenyapkan penghalang dalam
berkomunikasi.
2. Bahasa Roh Adalah Bahasa Yang Dimengerti.
Bahasa roh yang diucapkan pada hari Pentakosta adalah
bahasa asing atau bahasa yang berasal dari satu daerah tertentu
dan bukan bahasa yang tidak dimengerti.
Kisah 2:6,”Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang
banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing
mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka
sendiri.”
7
Februari
2014
Kisah 2:11,”Baik orang Yahudi maupun penganut agama
Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka
berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatanperbuatan besar yang dilakukan Allah."
Ayat-ayat ini menjelaskan pada kita bahwa bahasa roh dan
bahasa asing dapat saling ditukarkan atau disamakan. Jadi
bahasa roh itu adalah bahasa-bahasa asing/bahasa daerah yang
digunakan orang-orang yang datang ke Yerusalem saat itu.
3.
Murid-murid Itu Berbicara Dalam BahasaBahasa Asing.
Murid-murid itu diberikan kemampuan oleh Roh kudus untuk
berbicara dalam bahasa-bahasa suku bangsa asing tersebut.
Bukan bahasa asing yang tidak ada suku atau bangsa yang
mengerti bahasa itu. Kalau saya orang Batak Karo, maka
bahasa Sunda atau bahasa Jawa menjadi bahasa asing bagi
saya.
Dan inilah karunia bahasa roh itu. Ada juga beberapa pendapat
yang mengatakan bahwa murid-murid berbicara dalam satu
bahasa dan dengan mujizat semua orang itu mendengar dalam
bahasa yang berbeda-beda, sesuai dengan bahasa mereka
masing-masing. Inipun tidak benar karena mujizat terjadi pada
mulut orang yang berkhotbah dalam hal ini murid-murid
Yesus, bukan pada telingga yang mendengar.
Jadi murid-murid itu mengucapkan bahasa-bahasa daerah
orang yang berkumpul saat itu, walaupun mereka tidak
terpelajar dalam hal itu. Tapi Roh Allah sendiri yang
memberikan kesanggupan itu.
4. Murid-Murid Itu Khotbahkan Injil.
Murid-murid itu berbicara bukan dalam bahasa yang tidak di
mengerti. Para pendengar mengerti apa yang mereka
dengarkan dan murid-murid itu juga mengerti apa yang
mereka ucapkan. Satu hal yang sangat penting kita ketahui
adalah karena para pendatang itu berkata, “Bagaimana
mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata
dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di
negeri asal kita:” (Kisah 2:8).
14
Yerusalem itupun boleh jadi tidak mengerti bahasa para
pendatang yang diucapkan murid-murid itu. (Kisah 2:14,15).
5. Bahasa Itu Adalah Bahasa Yang Permanen.
Bahasa-bahasa yang diucapkan oleh murid-murid adalah
bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi dalam salah
satu suku bangsa. Bahasa itu adalah bahasa yang permanen
penggunaannya dalam satu suku tertentu.
Jadi bahasa itu adalah bahasa yang permanen dan ada satu
suku bangsa yang mempergunakannya, kemudian orang yang
menggunakannya mengerti dan yang mendengar juga
mengerti apa yang dia dengar.
Perbandingan bahasa roh dalam Alkitab dan “bahasa roh”
yang dipraktekkan sekarang ini.
 Dalam Alkitab bahasa yang diucapkan dapat
dimengerti oleh pembicara dan pendengar atau
keduanya. Sedangkan dalam “bahasa roh” yang
umum dipraktekkan sekarang ini, baik pendengar dan
pembicara tidak mengerti apa yang dibicarakan.
 Dalam Kisah Rasul 2 dan I Korintus 14, Injil
diberitakan oleh pembicara untuk menguatkan
pendengar. Sedangkan “bahasa roh” yang umum
dipraktekkan sekarang ini, kata-katanya saja tidak
bisa dimengerti. Kata-katanya hanya sebagai luapan
emosi para pembicara.
 Alkitab berbicara tentang karunia berbicara dalam
bahasa roh menyatakan karunia dari satu bahasa yang
permanen digunakan oleh satu suku tertentu.
Sedangkan “bahasa roh” yang umum dipraktekkan
sekarang iniadalah kata-kata ekstatik, pengalaman
emosi yang meluap saja.

Sangat tidak mungkin mereka memberitakan Injil dengan
menggunakan bahasa yang mereka sendiri tidak mengerti dan
pendengarpun tidak mengerti. Jikalau hal ini terjadi bagaimana
mungkin pesan Injil dapat disampaikan?
Tetapi orang-orang yang tinggal dan menetap di Yerusalem
menuduh murid-murid itu sedang mabuk, karena mereka
melihat murid-murid itu berbicara dalam bahasa-bahasa
daerah/asing, karena orang-orang yang tinggal menetap di
Jawaban ini disediakan oleh:
Pdt. Ebenezer Sembiring,
Gembala Jemaat Dukuh Kupang – Surabaya
8
Februari
2014
IN EL SALVADOR, ADVENTIST LITERACY
PROGRAM BRINGS NEW OPPORTUNITIES
TO THOUSANDS
February 07, 2014 | Soyapango, San Salvador, El
Salvador | Gustavo Menendez/IAD Staff/ANN staff
Angelica Pania, left, National Literacy Coordinator for
the Ministry of Education in El Salvador, hands one of
thousands of graduates a literacy completion certificate at
a recent ceremony in San Salvador. Pania said Adventists
are the country’s “main partner” in curbing illiteracy in
the Central American country. [photos: Luis Pedro
Menendez]
930 LOCAL CHURCHES SET TO SERVE AS
COMMUNITY LITERACY CENTERS IN 2014
A literacy program coordinated by the Seventh-day
Adventist Church in El Salvador has reduced the
14
country’s illiteracy rate from 17 to 13 percent, officials
say, bringing new opportunities to thousands and
bolstering the influence and unity of the church in
Central America.
More than 2,500 students received literacy completion
certificates at a recent ceremony in San Salvador, making
it the largest graduation in a single event held in the
church’s Inter-American Division.
Angelica Pania, National Literacy Coordinator for the
Ministry of Education in the Central American country,
applauded the efforts of the Adventist Church, its
volunteers in El Salvador and Hope for Humanity, a
humanitarian ministry run by the church’s North
American Division.
“I have no words to express our gratitude on behalf of the
Ministry of Education in El Salvador … because [you]
are our main partner in the process of eradicating
illiteracy in the country,” she said.
The Ministry of Education provides materials, training
and an accreditation process for literacy program
volunteers.
In a keynote address, Maitland DiPinto of Hope for
Humanity thanked the hundreds of volunteers who tutor
the graduates.
“I am so impressed by the commitment of volunteers
who invest more than two hours every day, four times
per week, eight months every year and then begin the
cycle again the following year to help transform lives,”
he said.
According to the Adventist Development and Relief
Agency in El Salvador, more than 6,000 people have
received certification through some 650 literacy circles in
the country. The program is staffed by 520 volunteers.
9
Februari
2014
Juan Pablo Ventura, ADRA El Salvador director, said the
program is a chance to partner with the Adventist Church
and expand the role ADRA plays in the community.
Graduate Maria Elena Gonzalez, 70, displays her
certificate during the graduation ceremony after
completing a literacy course led by the Adventist Church
in El Salvador.
“ADRA is not only an agency that comes to the aid when
disaster comes, but one that can be seen as an
organization that can enable the Adventist Church in the
fulfillment of its social responsibility,” he said.
The program is expanding the influence of the Adventist
Church in El Salvador, too.
“This type of service to the community has allowed us to
establish ties and be known to communities, government
agencies and private entities as people who care for their
fellow man,” said Abel Pacheco, president of the
church’s El Salvador Union Mission.
Among those who graduated from the literacy program is
Fermin Requeno, mayor of the San Juan de la Reyna
Municipal district in the state of San Miguel.
“Knowing how to read and write has changed my life,”
Requeno said. The mayor is now a main promoter of
education in his community.
Another graduate, Maria Elena Gonzalez, 70, works at a
laundry service in a medical center in the Apopa
municipal district and was among 22 people who
attended the literacy circle there.
“My family was so poor and I wasn’t able to get an
education,” she said. “I felt so bad every time I went to
the bank to cash my check because I didn’t know how to
write my name, so I decided to make an effort to learn
how to read and write.”
Eradicating illiteracy across Inter-America is a priority of
the church in the region, said Wally Amundson, ADRA
director for the church in Inter-America.
14
Although statistics vary from country to country,
Guatemala, Nicaragua and Honduras have seen their
illiteracy rates go down significantly, Amudson said.
“We want to explore all the possibilities to reach the
illiterate population within the church as well as in the
community,” he said.
To date, Hope for Humanity has funded literacy
programs in nine countries in Inter-America. Among the
3.6 million IAD church membership, it’s estimated that
there are hundreds of thousands of church members who
do not know how to read or write.
“Literacy is a challenge in the Adventist Church in InterAmerica and other parts of the world,” DiPinto said. “We
say that we are ‘people of the Word,’ but there are
millions of church members worldwide who do not know
how to read their Bibles or Sabbath School lessons.”
Each graduate at the recent San Salvador event received
a new Bible—a chance to practice newfound skills while
learning about God.
The Inter-American Division wants to implement more
literacy programs based in the church, Amundson said.
“These literacy programs which are led by the initiative
and participation of church members make the program
successful because there is an infrastructure available to
bring together various ministries of the church to form
groups of volunteers,” he said.
Pacheco, the local Adventist president, said the church in
El Salvador has set a goal for 2014 to see each of the
country’s 930 Adventist churches begin serving as
community literacy circles.
So far, literacy circles in El Salvador have 175
facilitators, who meet with their students in homes and
churches.
MONTEIRO’S REFLECTIONS ON HIS
DETAINMENT IN PRISON
10
Februari
2014
Antonio Monteiro was greeted by a crowd of supporters
at the aiport in Cape Verde last month following his
release from prison in Togo. His detainment had been the
focus of several campaigns of the Adventist world
church calling for his release. [photo courtesy Monteiro
family]
THE ADVENTIST PASTOR’S FIRST INTERVIEW
SINCE HIS RELEASE
February 07, 2014 | Dakar, Senegal | Delbert Baker
Seventh-day Adventist minister Antonio Monteiro dos
Anjos was arrested, charged and imprisoned at the Civil
Prison in Lome, Togo on March 15, 2012. After 22
months, the Cape Verde native was found innocent of all
charges against him by the Togo Appeals Court
and released on January 13, 2014. Thousands of Seventhday Adventists, persons of various faiths, and human
rights advocates around the world who had prayed and
worked for the freedom of the minister were grateful at
the news of his release. Still, others, including Adventist
Church member Bruno Amah, remain in prison on
charges related to the case.
Monteiro and his family spent the first Sabbath of his
freedom in Dakar, Senegal on their way home to Cape
Verde. Delbert Baker, a Seventh-day Adventist world
church vice president and representative of the world
headquarters, met the Monteiros and accompanied them
back to Cape Verde. Monteiro received a warm and
jubilant welcome from more than a thousand supporters
and friends at the Nelson Mandela International Airport
in the capitol city of Praia. Baker interviewed Monteiro
in Senegal, where he discussed his time in prison, how he
felt about his time there, and what he plans to do next.
The Portuguese to English translation was provided by
Pastor Monteiro's daughter, Andreia.
REFLECTIONS
Delbert Baker: In brief, how do you summarize your
experience of being falsely accused, arrested, and
imprisoned for almost two years for a crime you did not
commit?
Antonio Monteiro: I helped a man who came to my
office asking for assistance; a man who I had never seen
before. Sometime later this same man, when in trouble
with the police, blamed me and others for a crime that I
knew nothing about nor had anything to do with. As a
result of these false accusations I was arrested and held
unjustly in prison.
14
When all this was happening it was if the sky had fallen
in on me. The last sermon I preached before I was
arrested was on personal revival and walking with God.
Little did I know when I preached that sermon how much
I would need to believe and follow the very Bible
principles I spoke about. My faith was tested, but God
sustained
me.
Baker: The Togo courts recently found you innocent of
all charges. What were your emotions when you heard
the verdict?
Monteiro: I was thankful, relieved and glad. I remember
when the judge was reading the declarations with all the
legal terms and laws, the two guards who stood by me
quietly turned to me and said, “Pastor, you are free!” It
was an emotional and joyful moment. My first thought
after hearing the verdict was I would be so happy to be
with my wife and family!
Baker: What were the factors that led to your eventual
acquittal and freedom?
Monteiro: First, it was the direct intervention of God. He
moved through people. I could have been overlooked or
forgotten in prison, but my wife and family, local
Adventist church leaders and colleagues on all levels of
the church did not forget me. Then God worked through
the Cape Verde government and the attorneys for my
defense. God's power was magnificent.
TRIALS
Baker: As you look back, do you have any idea why God
may have allowed this experience to happen?
Monteiro: I really can't explain why this happened. It
seems God may have been accomplishing a bigger
purpose. I realize I don't have to have the answers to all
the things that happen in life. Some things you just have
to live through. My biggest concern was for my family.
If something befell them because of what happened to
me—that would have been the worst thing.
Baker: Did the accusations and time in prison ever make
you angry or bitter?
: No. I was not angry or bitter. I knew there were no basis
for the charges against me and that I was being treated
unjustly. At first I would always ask, “Why was this
11
Februari
2014
happening to me?’ Then I began to ask, “What did God
want me to learn from this situation?’
That was a much better way to approach my
predicament. I decided not to spend time being negative
but to use it as a learning, growing experience. I saw so
many other prisoners who were angry, mad, and upset all
the time. I saw what anger and bitterness did to break
them down and poison their relationships. I didn’t want
to be like that.
14
than ever before. However, when helping others we
should always be wise and thoughtful and take safe and
sensible
precautions.
Baker: Do you feel your previous spiritual experience
prepared you for this test?
Baker: What about the others who were accused with you
and not freed?
Monteiro: God will not allow any experience or
temptation to come to us that we cannot handle. I do
believe that God prepares us for what we will face. Yes,
my previous experience with God helped prepare me to
cope and progress in this situation. It is not that one event
will prepare you.
Monteiro: Someone said to me, and I believe it: I was on
a mission in prison. I would not leave that prison before
my mission was done. It was true with me and it is true
with the others as well. We have a mission to do and God
will be with us when we remain to do it or when He
wants us to leave.
Like Jesus I said, “Lord if it be possible, let this cup pass
from me.” But then I would add “not my will but Thy
will be done.” These are thoughts that don’t come only
once, but come back from time to time. Each time you
must face and dismiss them in faith and move on
believing.
When departing from prison I said to Brother [Bruno]
Amah, who I respect and believe to be innocent, and to
the believers, that they must continue the work we
started. I still to pray that the same God that worked with
us in the past will continue to be with them. I remain
concerned and supportive.
MINISTRY
ACQUITTAL
Baker: What if your verdict had been different? What if
you hadn’t been freed?
Monteiro: That's a good question that I'm happy I don't
have to deal with (laughter). When I was in prison I
really believed that God would free me. He impressed
me with that thought. Yet I knew that I could not say too
much about that conviction. But even though I believed
that God would free me, I was prepared to remain in
prison or to make any sacrifice that might be called for.
Baker: You did the work of a Christian by helping a
person in need. Then the one you helped falsely accused
you. Does this experience cause you to re-think about
helping others?
Monteiro: No. What happened doesn’t influence me
against helping others. The fact that undesired things
may happen when we do good shouldn’t stop us from
doing good. Jesus did good and look how He was treated
on the cross. In prison I was able to help more people
Baker: Describe a typical day in prison.
Monteiro: I lived in a prison that was built to hold 500
inmates, but there were almost 2,000 crammed into it.
My particular facility had 25-28 men in it, very tight
quarters, with no windows or air conditioner. We got up
early. I would take time for personal prayer and Bible
reading and then move out into the yard. Many prisoners
considered the food to be not food at all. Of course we
were denied the basic freedoms.
At 5:30 p.m. every evening the guards would lock all of
us in the room and you couldn't go out nor would they
come in until the next morning at 6 a.m. We had no beds,
just mats on the hard floor. There was a big pail in the
middle of the floor that everyone used as a toilet. There
was no privacy. Let me just say the living conditions
were not desirable. Due to the environment there was
sickness and the potential of fights. However, I was
blessed for the way the other prisoners respected and
treated me and the fact that I never once got sick.
Baker: Many people visited you in prison from around
the world. What impact did these visits have on you and
your time in prison?
Monteiro: Yes the visits were most encouraging. I better
understand what the Bible means when it says that we
12
Februari
2014
should visit those in prison. Each visit was a witness and
demonstrated love and support.
14
The highpoint of my day was when my wife visited. She
was allowed to bring me food and she did so every day.
Often my children would come as well. Then I received
visits from Adventist Union and Mission leaders, pastors
and members; visits from representatives of the Division
and General Conference, and my country, Cape Verde.
When people were hungry, needed money, discouraged,
having home problems, I would step up and help
whenever possible. Then when prisoners would get mad
and fight, I sought to bring peace and reconciliation.
Most of all when people were open, I shared the gospel.
There is a Portuguese word, “morabeza,” which
summarizes what I sought to demonstrate. It is a
powerful word that means hospitality, kindness and love.
One of the most special visits was from Pastor Ted,
president of the General Conference of Seventh-day
Adventists. Everyone—prisoners, guards, prison
officials, members and community people—was
impressed that the president took time to come and
visit.
Fourth, persistent trust in God. I kept believing that God
was in prison with me. I would not give up. I thought of
other Bible characters who spent time in prison—Joseph,
Jeremiah, Paul, and others—and it gave me
encouragement. Like Paul, I was not a prisoner of Togo,
but of Jesus Christ.
LESSONS
Finally, spending time wisely. I had time on my hands. I
could waste it or I could use it to grow mentally and
spiritually. I read the Bible, books. I would pray, journal
and develop devotionals. I could preach, teach and
counsel others. I tried to use my time in constructive
ways.
Baker: What are some lessons you’ve gained from your
prison experience?
Monteiro: There are many lessons that I learned while in
prison. Here are a few. I learned that there is great power
in:
First, forgiveness without resentment. There was a
temptation to be bitter and mad about how I was treated.
But I remembered that Jesus was also mistreated and
wrongly accused, even by His own followers. So my plan
was to forgive and hold no resentment. That’s why I was
able to relate kindly to the man who falsely accused me;
a man who was later confined in the same prison where I
was held. That gave me spiritual fire and staying power.
Next, acceptance without giving up. I didn’t know what
my future would be but accepted my state in prison. I
believed I would be freed at some point though I didn’t
know where and how it would happen. Therefore I didn’t
tell people what or how I would react if not released.
Why? Because I didn’t want them to misunderstand me
and think I was doubting and unsure. I would not give up
on believing in and working for justice against the false
accusations.
Third, compassion and generosity. In prison there is
always a need for helping people. Love and kindness
were very important in that prison. We had many inmates
in a small place. In this difficult situation there is a real
need to show the love of Christ.
EXAMPLE
Baker: You talked about forgiving those who falsely
accused you. How were you able to exercise the ministry
of forgiveness?
Monteiro: I just forgave. In light of my decision not to be
angry or bitter, I resolved to forgive just like God forgave
me. Revenge doesn’t pay, it costs.
People saw me treat my accuser kindly and decently and
they wanted to know how I could do that. This living
demonstration of forgiveness opened many doors to
witness and it began to make a difference. The prison
became a more peaceful place. The people would say,
“We can't fight like we used to with Pastor Monteiro
around (laughter).” The example of forgiveness is
powerful and contagious.
Baker: You did widespread evangelism and witnessing.
There are pictures of you conducting communion
services and baptisms. Tell us about your outreach
activities.
Monteiro: The prison was an evangelistic territory and
the inmates were persons to help and, if possible, win to
Christ. The prison experiences of Paul and Daniel and
13
Februari
2014
Joseph and their witnessing habits were good examples.
Paul witnessed and won souls for Christ while in chains.
Daniel was thrown into prison for a time and witnessed
to the king. Joseph was in prison unjustly and yet
witnessed to and treated other prisoners kindly.
When I arrived at prison they introduced me as a
Seventh-day Adventist pastor. They wanted me to preach
to them and so I did. I would regularly preach and give
Bible studies. Then I also gave away truth-filled
literature that the church brought to the prison. We used
and gave away the “Conflict of the Ages” series;
hundreds of Bible studies, the “Connected with Jesus”
series, books such as “The Adventist Home,” “Steps to
Christ” and more than 2,000 copies of “The Great
Controversy.”
Then we organized prayer and Bible study groups. We
also organized a “Pray for Togo Day.” For the first time
Muslims, Catholics, Protestants and other religions came
together to fellowship and pray for the country and
leaders of Togo. These activities created unity in the
prison.
14
didn't do. While there I discovered that great needs
existed. I had something special to offer, a special work
to do and I did it.
Baker: Your ministry will undoubtedly continue. What
are some future possibilities that you see?
Monteiro: My desire is to minister to and help people. I
will see what God has in the future. I have a pastorate in
the Cape Verde Conference. Further, I have a great
interest in ministry in prisons and to those who are there.
I think I can use my experience to minister in this area
and make things better. This is the ministry that Christ
encourages and there is much that can be done in this
important area. Then I am willing to share my testimony
with whoever wants to hear it.
THANKFUL
Baker: What message would you like to share with
Adventists and other people around the world who
prayed for you and are happy for your freedom?
Baker: The typical model of prison ministry is people
minister from the “outside to the inside.” In your case it
was from the “inside to the inside.” Did you find it
difficult to do prison ministry as a prisoner?
Monteiro: I have a message, a message of thanks. Tell
the whole world church thank you, thank you, thank you.
I am grateful for the love, support and prayers during the
whole time I was in prison. The love of my wife and
family—yes, praise the Lord, the love of our whole
church will stay with me.
Monteiro: At times it was difficult ministering in prison
but there was also joy, especially when you saw prayers
answered and lives changed. I didn't go into prison with a
developed or established outreach plan (laughter). The
plan developed as opportunity presented itself.
I’m thankful for the support of the Adventist Church that
was a strong witness to the government and people of
Togo. It was also a powerful picture to my own country
that Adventists are unified and supporters.
I preached on Tuesdays and Thursdays and gave Bible
studies all through the week. I also had time to translate
Bible and Spirit of Prophecy literature into Portuguese.
Then there were the baptismal and communion services
that were so meaningful. In one baptismal service nine
inmates were baptized and joined the Seventh-day
Adventist Church.
FUTURE
Baker: What do you think is the spiritual legacy of your
time in prison?
Monteiro: I’m not sure that I would call it a legacy, but I
would like to think I accomplished the mission that Jesus
wanted me to do. I went there accused of something I
I am thankful to Pastor Ted Wilson for his prison visit
and ongoing support. Then I am thankful to Pastor Wari
and the West-Central Africa Division staff, Pastor Guy
Roger (and his team), Pastor Solomon Assienin of the
then Sahel Union. Special thanks to Dr. John Graz, Dr.
Ganoune Diop and you of the GC and Religious Liberty
Department who helped me, my family and gave
leadership to the global movement to free me. Then I
have deep appreciation for the defense attorneys and to
Todd McFarland of the GC [Office of General Counsel]
for their good legal advice and defense work. I have
thanks to the GC, Dr. Baker for you coming to greet and
accompany us to Cape Verde after my release from
prison.
So I’m thankful for everyone who supported me in every
14
Februari
2014
way. Words can never fully express my gratitude. I have
so much to be thankful for.
IN EUROPE, ADVENTISTS CALL ON
SUNDAY ALLIANCE NOT TO
DISCRIMINATE
An alliance promoting work-life balance in Europe
is lobbying members of the European Parliament to
endorse work-free Sundays in the continent. Above,
a committee room of the European Union in
Brussels, Belgium. [photo: Wikimedia Commons]
GOAL
OF
PROMOTING WORK-LIFE
BALANCE COULD BACKFIRE AGAINST
RELIGIOUS MINORITIES, EXPERTS SAY
February 11, 2014 | Silver Spring, Maryland, United
States | ANN staff
An alliance promoting work-life balance and social
cohesion in Europe reiterated its call for work-free
Sundays at a conference in Brussels, Belgium last
month.
The European Sunday Alliance, a coalition of national
Sunday alliances, trade unions, civil society
organizations and faith communities established in 2011,
is gaining some traction in the European Parliament but
continues to trouble religious liberty advocates.
At the Second Conference on Work-Free Sundays and
Decent Work, the alliance launched a pledge targeting
current and future members of the European Parliament,
asking lawmakers to promote legislation that “respects”
Sunday as a “day of rest” and guarantees fair work hours.
“A work-free Sunday and decent working hours are of
paramount importance for citizens and workers
14
throughout Europe,” a document distributed by the
alliance said, adding that extending the workweek to
“late evenings, nights, bank holidays and Sundays” is
jeopardizing the health, safety, family and private lives
of employees.
The alliance also argues that a longer workweek with
fewer holidays isn’t the answer to Europe’s entrenched
financial woes—instead it favors job creation and
competiveness.
“Competitiveness needs innovation, innovation needs
creativity and creativity needs recreation,” the document
states.
Economic arguments aside, religious minorities in
Europe—among them Muslims, Jews and Seventh-day
Adventists—worry the proposal could infringe on free
expression of religious beliefs, despite its seemingly
well-intentioned goals of reducing stress and overwork.
“Millions of European citizens belonging to religious
minorities could be affected by [the] EU Sunday Law
aspirations,” said Liviu Olteanu, director of Public
Affairs and Religious Liberty for the Adventist Church’s
Inter-European Division (EUD).
In a January 21 news release, the EUD endorsed the
position of Hannu Takkula, a Finnish member of the
European Parliament who has spoken out against workfree Sundays.
“Legislation must never discriminate on religious
grounds. A law setting up Sunday as the universal workfree day would do just that,” Takkula said in a recent
news release.
“Freedom of religion and belief is a core European value.
… The European Union must guarantee everyone equal
rights and freedoms to celebrate the rest day of their
convictions,” he added.
John Graz, director of Public Affairs and Religious
Liberty for the Adventist world church, said he was
pleased that Takkula and other Parliament members are
taking a clear stand against work-free Sundays.
“We encourage all lawmakers in Europe to protect the
rights of all people of faith, including those who do not
observe Sunday as a day of rest,” Graz said.
Adventists in Europe have questioned the effects of
work-free Sundays since the European Sunday Alliance
was established.
In 2011, Raafat Kamal, Public Affairs and Religious
Liberty director for the Adventist Church in Northern
Europe, said Adventists “support the notion that people
need a day of rest to achieve a work-life balance,” but “at
the same time, we want to be sure that those who don’t
observe Sunday as a designated religious day of rest will
be respected.”
15
Februari
2014
14
Now, Olteanu is directly calling on members of the
European Parliament “not to interfere in matters relating
to religious liberty and freedom of conscience, proposing
or accepting laws that affect the religious liberty of
religious minorities.”
Olteanu encouraged Adventist Church members in
Europe to pray for the situation and contact their
respective Members of Parliament or MEP candidate to
lobby for their religious liberties.
“We should commit ourselves with wisdom, balance and
[a] positive attitude to be ambassadors of liberty, hope
and peace, loving others but looking always to promote
and defend religious liberty for all people,” Olteanu said.
Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari genggamanmu,
Dia tak menghukummu, Dia hanya membuka tanganmu
tuk menerima yang lebih baik.
Aku tak punya waktu untuk membenci orang yang
membenciku, karena aku terlalu sibuk mencintai mereka
yang mencintaiku.
Kadang hal-hal buruk Tuhan hadirkan ke dalam hidupmu
untuk mengingatkanmu pada hal-hal baik yang
lupa kamu syukuri.
16
Februari
2014
14
PETUNJUK ALKITAB MENGENAI PINJAM-MEMINJAM
OLEH BREDLY SAMPOUW
TK RSA BANDUNG
PRINSIP DASAR
Di zaman yang serba instant ini di mana masyarakat
cepat tergoda memiliki atau mengecap barang instant
dapat mengakibatkan keuangan rumah tangga terganggu
alias cepat habis. Hal ini disebabkan terlalu mengikuti
keinginan anggota keluarga. Untuk memenuhi keinginan
yang sebenarnya bukan kebutuhan ini seakan memaksa
masyarakat atau rumah tangga terjebak pada masalah
pinjam, karena ketidak cukupan uang untuk memperoleh
yang diinginkan. Bila kita hidup di kota masalah ini
akan lebih terasa dibandingkan bila hidup di pedesaan.
Salah satu kiat menangkal masalah ini ialah berusahalah
tinggal atau hidup di pemukiman yang agak jauh suasana
kota yang banyak menggoda dan pemandangan iklan
yang banyak. Tetapi bukan berarti didesa juga aman
tetap ada media yang jika digunakan bisa menggoda
juga yaitu Internet karena zaman di mana teknologi IT
lagi ramai-ramainya maka Internet sudah masuk desa
juga karena mungkin juga dengan sarana murah dan
sederhana asal ada gadget, netbook dan PC selama itu
juga masyarakat bisa tergoda. Ketika seseorang tidak
memiliki cukup uang saat itu pasti akan timbul keinginan
meminjam atau berhutang sini-sana. Nah, kembali pada
prinsip dasar Alkitabiah. Apa sebenarnya yang diajarkan
Alkitab tentang pinjam-meminjam. Dibawah ini kami
berikan empat prinsip dasar tentang pinjam-meminjam
(Sediakan Alkitab untuk membuka ayat-ayat) :
1.
Alkitab mengajarkan memberi pinjaman
daripada meminjam karena itu menghasilkan kebebasan
dan pelayanan yang bijak (Ul. 15:5-6).
2.
Peminjaman atau hutang yang tidak bijak bisa
membuat kita diperbudak (Ams. 22:7).
3.
Gunakan kredit sebijak mungkin dan hindari
kredit sebisa mungkin. Walau tidak dihalangi oleh
Alkitab, kredit pada umumnya dinyatakan dalam bentuk
negatif. Roma 13:8 sering digunakan sebagai larangan
untuk meminjam/berhutang, tapi ayat di atas tidak secara
langsung melarang penggunaan kredit atau berhutang.
Ayat tersebut jangan terlepas dari ayat-ayat sebelumnya,
yang mana mengajarkan pentingnya seseorang
membayar hutangnya baik secara fisik atau rohani
diwaktu harus membayar.
4.
Mengenai kredit ada 2 alternatif dasar: (a) Beli
sekarang dengan kredit dan bayar bersama dengan
bunga. (b) Tabung sekarang dan beli kemudian dengan
tunai dan simpan bunganya.
JAGA PINJAMAN SEKECIL MUNGKIN
Seorang pebisnis yang handal pasti tidak lepas dari
pinjaman agar bisnisnya bisa bergerak dan sukses, sudah
tentu di dalam meminjam sudah diperhitungkan baikbaik serta di analisa untung ruginya. Lain hal bila di
rumah tangga di mana pendapatan selalu diperhitungan
dengan pengeluaran. Ketika seseorang mengeluarkan
17
Februari
2014
uangnya melebihi pendapatan saat itulah akan terjadi
pinjaman. Berikut ini bagaimana rumah tangga menjaga
agar pinjaman sekecil mungkin sesuai petunjuk Alkitab.
Ada lima petunjuk yang berhubungan dengan pinjaman
agar sekecil mungkin :
1.
Bunga pinjaman menambah biaya hidup dan
mengurangi kemampuan kita untuk melayani dengan
baik. Jika kita harus meminjam, kita harus mencari
bunga yang rendah dan jangka pendek.
2.
Kredit bisa berbahaya karena itu bisa
memperbudak orang kepada kreditor dan keinginan
mereka daripada keinginan Tuhan. Itu membuat
dorongan untuk terus membeli lebih kuat. Sistem dunia
sangat tergantung pada pembelian sebagai penenang
kebosanan dan frustasi hidup.
3.
Kredit bisa menjadi pengganti kepercayaan pada
Tuhan dan mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa
menunggu waktu Tuhan. Kita menggunakan itu untuk
mengurangi ketergantungan pada Tuhan. Kenapa?
Karena kita sering takut Dia tidak memberikan apa yang
kita inginkan saat kita menginginkannya (Ps. 37:7-9, 34;
147:11; Matt. 6:30-34; Fil. 4:19).
4.
Kredit mengurangi kemampuan kita memberi
pada Tuhan dan mereka yang membutuhkan.
5.
Penggunaan kredit sering merupakan kegagalan
untuk puas dengan apa yang telah kita miliki (dosa
ketidakpuasan) (Fil. 4:11; 1 Tim. 6:6-8; Ibr. 13:5). Orang
yang materialistis tidak pernah puas, tapi yang
mengandalkan Tuhan belajar untuk mencukupkan diri.
Apa yang ‘Jangan’ dalam Meminjam
Dibawah ini diberikan delapan hal yang perlu
diperhatikan sebelum meminjam :
1.
Jangan membeli sesuatu dengan hutang jika itu
akan menghancurkan kebebasan keuangan kita.
2.
Jangan berhutang sekarang atas alasan masa
depan (seperti kenaikan harga atau penjualan yang lebih
baik). Ini menyalahgunakan Tuhan dan kedaulatanNya.
3.
Jangan berhutang untuk rumah sebelum anda
memiliki sumber pendapatan (Ams. 24:27).
4.
Jangan untuk kebutuhan sehari-hari, pengeluaran
sehari-hari, atau untuk kesenangan.
5.
Jangan menggunakannya untuk hal-hal yang
nilainya berkurang dengan cepat, kecuali jangka
waktunya sangat pendek (yaitu, 30-90 hari).
6.
Mengenai barang benilai, seperti rumah atau
investasi bisnis, jangan meminjam di luar kemampuan
anda.
7.
Jangan mengijinkan hutang (tidak termasuk
gadai) lebih dari 20 % take-home pay. Ambil yang 10
persen atau kurang.
14
8.
Jangan ijinkan pembayaran gadai (termasuk
insuransi dan pajak) lebih dari 25 atau 30 persen takehome pay.
PERTANYAAN YANG DIPERLUKAN SEBELUM MEMINJAM
Perlu kita memperhatikan pertanyaan diatas sebelum kita
atau rumah tangga meminjam. Perhatikan baik-baik dan
praktekkan dalam hidup berumah tangga. Ada enam
pertanyaan di mana masing-masing pertanyaan
mempunyai maknanya masing-masing :
1.
Apakah saya benar-benar membutuhkannya?
2.
Apakah saya telah berdoa meminta Tuhan untuk
itu dan menunggu cukup lama untuk dijawab olehNya?
3.
Apakah saya tidak sabar dan ingin memuaskan
kesenangan secepatnya?
4.
Apakah Tuhan menguji iman, nilai, motivasi
saya, dll.?
5.
Apakah saya tidak membelanjakan uang yang
Tuhan sediakan untuk barang itu dengan baik atau
melanggar prinsip keuangan Tuhan?
6.
Apakah saya bersalah karena:
Pelit: “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya,
ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu
berkekurangan” (Ams. 11:24; 11:25-27).
Terburu-buru: “Orang yang dapat dipercaya mendapat
banyak berkat, tetapi orang yang ingin cepat menjadi
kaya, tidak akan luput dari hukuman” (Prov. 28:20).
Malas: “maka datanglah kemiskinan seperti seorang
penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata”
(Prov. 24:34).
Jadilah bijak dalam pinjam-meminjam dan ikutilah
petunjuk-petunjuk diatas sebelum bertindak dengan
demikian rumah tangga akan lebih bahagia, hidup lebih
tentram. Ingat masih ada hari esok dengan pergumulan
yang berbeda. Pergumulan hari ini untuk hari ini. Karena
itu hiduplah sepadan dengan apa yang diterima niscaya
klak kita aman. Ada pepatah yang sudah lasim kita
dengar semoga tidak terjadi di dalam di rumah tangga
kita: “Besar Pasak daripada Tiang”
BREDLY SAMPOUW
18
Februari
2014
14
TARUH IMAN
PADA TUHAN
I Petrus 1:21
Oleh Dialah kamu percaya kepada
Allah, yang telah membangkitkan Dia
dari antara orang mati dan yang telah
memuliakan-Nya, sehingga imanmu
dan pengharapanmu tertuju kepada
Allah
Iman harus mempunyai obyek. Kita tidak bisa sekedar
berkata memiliki iman; kita harus mempunyai iman di
dalam sesuatu atau seseorang. Tanpa hal itu, iman
tidaklah berarti.
Bagi orang Kristen hanya ada satu obyek untuk iman :
Allah yang hidup. Yang kurang dari itu tidaklah penting,
tidak nyata, dan bahkan menyesatkan. Iman kita ada di
dalam Allah yang menciptakan dunia ini dan turun ke
dunia dalam wujud Putra-Nya, Yesus Kristus.
Kita menaruh iman kita di dalam Kristus karena hanya
Dialah Juruselamat. Alkitab berkata, "Oleh Dialah kamu
percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia
dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya,
sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada
Allah" (I Petrus 1:21).
pengetahuan dan humanisme. Tapi hanya Kristus yang
dapat mewahyukan Allah pada kita, dan hanya Dia yang
dapt menjembatani jurang antara kita dan Allah – jurang
yang diakibatkan oleh dosa. Jangan ditipu atau
disesatkan. Hanya Kristus saja tempat Anda menaruh
iman.
Jangan salah menaruh iman Anda; tempatkanlah itu
hanya di dalam Tuhan Yesus Kristus, Allah yang hidup
dan perkasa.
Seberapa besar Anda mengimani janji-janji Allah,
sebesar itu pulalah janji-janji Allah akan Anda nikmati.
Beriman berarti yakin sungguh-sungguh akan hal-hal
yang diharapkan, berarti mempunyai kepastian akan halhal yang tidak dilihat. (Ibrani 11:1, BIS)
Tuhan memberkati kita.
LORAN NAPITUPULU
TK MEDAN
Orang-orang di masa ini menaruh iman mereka di dalam
segala bentuk gagasan dan kepercayaan, mulai dari
astrologi dan "roh pembimbing" sampai ilmu
19
Februari
2014
14
PEMUDA KATOLIK
TERIMA KEBENARAN
MELALUI BAPTISAN
DILAPORKAN OLEH: JIMI PINANGKAAN
TONDANO [KADNET] – Sabat 8 Pebruari
2014 di kolam renang blessing Tondano
adalah merupakan hari yang tak terlupakan
bagi Joey Mamentu salah seorang pemenang
kontes pemuda pemudi terbaik di tanah Toar
Lumimuut Minahasa di tahun 2007 ketika ia
menyerahkan dirinya untuk dibaptis. Sang
Waraney ganteng ini adalah seorang Katolik
yang taat berasal dari Kota Tomohon, setelah
mempelajari kebenaran firman Tuhan
akhirnya menemukan kebenaran dan
mengambil keputusan untuk dibaptis oleh
Pdt. Youke Welan untuk bergabung dengan
anggota GMAHK sedunia. Meskipun
mengalami pergumulan yang hebat namun
tidak mengurungkan niat Joey untuk
menerima Yesus. Mari tetap kita doakan
agar dia tetap setia di dalam menunggu
kedatangan Tuhan yang keduakali.
20
Februari
2014
Dalam persekutuan yang sejati orang
mengalami
kebersamaan.
Kebersamaan adalah seni dalam
menerima dan memberi.
Itulah
yang
disebut
saling
ketergantungan.
Alkitab berkata,
"Cara Tuhan merancang tubuh kita
adalah contoh untuk memahami
hidup kita bersama sebagai sebuah
gereja: setiap bagian bergantung
kepada bagian lainnya."
Kebersamaan adalah inti dari
persekutuan: membangun hubungan
timbal balik,
berbagi tanggung
jawab dan saling membantu. Paulus
berkata,
"Aku ingin kita
saling membantu
dengan iman kita.
Imanmu akan
membantuku dan
imanku akan
membantumu"
14
Kita semua lebih konsisten dalam
iman jika orang-orang yang lain
berjalan
bersama
kita
dan
memberikan dorongan kepada kita.
Alkitab memerintahkan untuk saling
bertanggung
jawab,
saling
menguatkan, saling melayani, dan
saling menghormati.
Dalam Alkitab ditulis; "Sebab itu
marilah kita mengejar apa yang
mendatangkan damai sejahtera dan
yang
berguna
untuk
saling
membangun".
Salam pelayanan,
PEGGY WOWOR ISKANDAR
Persekutuan terjadi jika orang
bersikap jujur tentang diri mereka
sendiri dan apa yang sedang terjadi
dalam kehidupan mereka.
Marilah kita bertumbuh dalam
melayani Tuhan. Kita akan mulai
bertumbuh jika kita mengambil
resiko, dan resiko yang paling sulit
adalah bersikap jujur pada diri
sendiri dan orang lain.
Kebersamaan secara jujur dan fokus
kepada Tuhan akan mendatangkan
damai sejahtera.
21
Februari
2014
14
TEAM KADNET INTERNATIONAL 2013
Los Angeles, CA: Eric Sumanti; Highland, CA: Roger Tauran; Torrance, CA: Jerry Kiroyan; Seattle,
WA: Glen Walean, Eddie E. Saerang, Hendrik Padmasana, Jobby Nelwan; Toledo, Ohio: Lina
Cantwell; Thousand Oaks, CA: Lim T. Swee; Laguna, CA: Kenneth Mambo, Ferdie Santosa; New Jersey,
NJ: Frederik Wantah, Roosye Mawuntu; San Bernardino, CA: Blihert Sihotang; Denver, CO: Megawaty
Waworuntu Nielson Assa, Eli Waworundeng, Wayne Rumambi; Riverside: Harry Legoh SSD & Manila,
Philippines:, Yane Sinaga; AIIAS, AUP & Manila: S Sonny Situmorang,Sydney, Australia: Irma
Hill; Bangkok, Thailand: Sam Carolus; Africa: Max Langi; Jakarta: Peggy Iskandar-Wowor, Wilhon
Silitonga, Bonar Panjaitan, Samuel Pandiangan, Ivan Kembuan, Erick Tumetel, Willy Wuisan, Early
Hutapea, Dewi Muskita, Christo Tambingon, Ramlan Sormin, Stevanus Wijaya, Jannus Hutapea, Amir
Manurung, Handry Sigar, Sondang Panjaitan-Sirait, Edison Mawikere, Wisyanti Siahaan, Lorraine Lesiasel,
Stance Triwandono-Mambu, Arieta Pulumahuny, Ketty Sunarto, Gunawan Tjokro, Muriel Siagian, Ronie
Panambunan, Michael Mangowal, Leonora Manullang, May Linda Manurung, Joice Manurung, Ricky
Lomboan, Harry Legoh, Philips Marbun, Marvin R. Sigar, Joe Laluyan, Alvin Lumbanraja, Melati Silalahi,
Lianto Napitupulu, Frankie Tambingon, Dolly Rumagit, Yoshen Danun, Eldrin Kumendong, Donald Weley,
Randolp Glamond Manurung, Bruce Sumendap, David Panjaitan, Richard Tamba; Franklin Tambunan,
Edmund Situmorang, Dave Sampouw, Jerry Karundeng, Reuben Supit; Janette Sepang, Medan: Loran
Napitupulu; Friendly Purba, Pematang Siantar: Rudolf W. Sagala; Richard Sabuin, Riau: Melvin
Simatupang, Christian Sihotang, Royke Sundalangi;Kepulauan Riau: Joy Sitompul, Donly
Sinaga; Palembang, Sumatera Selatan: Lin Saputra, Dickson Simanungkalit, Pdt. Victor Sinaga; RSA
Bandung: Reynold Malingkas, Bradly Sampouw, Indra Malingkas; UNAI, Bandung: Iim Heriyana,
Albinur Limbong, Elmor Wagiu, Nelson Pandjaitan, Josua Tobing; Franklin Hutabarat; IPH, Bandung: Roy
Hutasoit; Bandung: Athinson Naibaho, Nico Simbolon; Cimahi: Denny Kalangi, Albert Marbun; Batam:
Jonathan Wagiran, Jones Napitupulu, Hadi Waluyo; Solo: Ari Palgunadi; Salatiga: Wiendy Kusuma;Jawa
Tengah: Supriyono Sarjono; Jatim: Henky Wijaya, Dale Sompotan, Fabyo Rumagit; Surabaya: Henky
Wijaya, Kristiyono Sarjono, Jerry Wauran, Hendra Kurniawan; Denpasar, Bali: Bobby Lalamentik; Nusa
Tenggara: James Ulyreke; Balikpapan: Adiat Sarman, Yance Pua, Larry Martosiswoyo, Ronald
Setiobowo, Meilien Langi; Bontang: Robby Tengor; Manado: Boldwin Sampouw, Yotam Bindosano, Lucky
Mangkey, Robert Walean Jr., Tommy Pantouw, Caddy Malonda, Royke Yonathan, Jenry Rawung; Herschel
Najoan, Glen Rumalag, Stephen Salainti, Linda Sumarauw, Bryan Sumendap; Bolaang
Mongondow: Swingly D. Suak; UNKLAB: Douglas Sepang, Green Mandias, Cherry Lumingkewas, Freddy
Kalangi; Sangihe Talaud: Brussi Soriton; Minahasa: Jimi Pinangkaan, Hentje Suoth; Ratahan: Lorraine
Poneke,
Refly
Ompi; Tomohon: Larry
Wenur,
SLA
Kawangkoan: Janice
Losung; Daniel
Lasut; Makassar: Wiesye Schrim, Davy Politon, Edwin Tumangkeng; Luwu-Tana Toraja: Irma Pakasi,
Hartoyo Tismail, Manokwari: Harry Salainti, Hendy Sahetapy; Jayapura: Bruce Mauri; Timika: Frangky
Watulingas, Harold Oijaitou, Herold Somba; Kuala Kencana:Samuel Rorimpandey, Stanly Keles; Sorong:
Benny Yandeday Ontario-Bloomington, CA: Hudyard Muskita; Silver Spring, MD: Ellen Missah,
Jonathan Kuntaraf; Azusa, CA: Harlond Naibaho; Sacramento, CA: Richard H. Hutasoit; Loma Linda,
CA: Jackie Sihotang, Deborah Panggabean-Pardede, Shally Lendeng-Halim, Charles Pakpahan, Martein Moningka,
Widdy Widitora, Denny Sondakh, Hamonangan Tambunan, Alberth Situmorang, Richard Legoh, Karen Wemay, James
Waworoendeng. Guangzhou, China: Janette Najoan. Canada: Fransisca Manurung
KADNet media ministry is a non-profit media project We publish religious news and articles for the Indonesian
Seventh-Day Adventist community and their friends worldwide. Articles selected and the staff of KADNet support
the beliefs and doctrines of the Seventh-day Adventist Church. Subscription is free. KADNet adalah proyek nirlaba.
Penerbit, tulisan dan staff KADNet mendukung dan menghormati kepercayaan
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, GMAHK.
22
Download