REVISI radioterapi

advertisement
RADIATION THERAPY (RADIOTERAPI)
By Toto subiakto

Pengertian
Radioterapi adalah penggunaan partikel energi untuk menghancurkan sel – sel
dalam pengobatan penyakit. Sel mati akibat dari reaksi kimia dalam sel yang
menyebabkan perubahan DNA dan RNA, mengurangi kemampuan sel untuk
berfungsi. Jumlah kerusakan DNA dan RNA sebuah sel tergantung dari
radiosensitifitas sel. Ada 4 faktor yang mempengaruhi radiosensitifits sel :

kecepatan pembelahan sel

fase siklus sel

derajat differensiasi sel

kadar oxigenasi sel
pembelahan sel dengan cepat, apakah itu normal atau yang bersifat kanker, lebih
rentan terhadap terapi radiasi. Sel- sel yang sedang dalam kesenjangan fase 2 (
periode setelah sintesis DNA sebelum mitosis) dari siklus sel adalah paling
sensitive terhadap raioterapi. Differensiasi sel yang buruk dan sel teroksigenasi
baik juga sangat radiosensitive. Umumnya jenis kanker yang paling sensitive pada
radioterapi adalah limfoma, seminoma, sel skuamosa daerah orofaring,kulit dan
sel epitel serviks. Sel normal yang paling sensitive terhadap radioterapi adalh sel
– sel darah yang dihasilkan dalam sum-sum tulang, folikel rambut dan sel traktus
gastrointestinal. Untuk mengatasi kanker terapi radiasi digunakan sendiri atau
dlam kombinasi dengan pembedahan, kemoterapi dan/ immunoterapi.

Tujuan
o Kuratif, seperti penyakit Hodgkin, kanker seminoma testis, kulit, serviks dan
kanker laring.
o Mengontrol penyakit baik jangka pendek maupun jangka panjang seperti pada
tumor otak, kanker kandung kemih, kanker ovarium dan kanker paru
o Faliatif untuk meningkatkan kwalitas hidup dengan menghilangkan gejala dan
mencegah komplikasi

Indikasi
- Kanker seminoma testis,
- Kanker laring
- Tumor otak
- Kanker kandung kemih
- kanker ovarium
- kanker paru
Kontraindikasi:
- Eritema

persiapan
- talk
- air yang bersih dan steril
- sarung tangan
- obat – obatan :

Prosedur
a. Sebelum melakukan tindakan

Menentukan type dan jumlah radiasi yang digunakan, pengaruh serta
bahayanya

Memperpanjang waktu memulai radiasiterapi, perawat memperhatikan
kondisi klien secara keseluruhan

Perhatikan pada dinding lead atau lead aprons serta melindungi area yang
terkena radioterapi

Menutup area yang akan diberi terapi.

Pada saat material terapi radiasi tidak digunakan maka material tersebut
harus disimpan ditempat yang aman
b. Jika perawat dan anggota keluarga ikut dalam prosedur radiasi maka mereka
harus melindungi diri
c. pada saat klien sedang mendapat radiasi , semua perawat jaga dan fasilitator
harus melindungi diri
d. catat berapa waktu yang dibutuhkan dan berapa material yang terpakai
e. menjaga akses dan mensupport klien serta orang –orang yang ikut serta dalam
terapi radiasi
f. perhatikan prosedur kerja dan bersama pasien membuka segel iodine
1. Perawat memakai sarung tangan elastis ketika memberikan perawatan
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan, tempat yang diisi air harus didesinfeksi
3. Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan memakai air yang mengalir
4. Simpan semua barang- barang pasien didalam tas
5. Jelaskan pada pasien dan keluarga perlunya perlindungan terhadap radiasi
( Smith,2000)
F.
Respon akut terhadap Radiotherapi
Kulit : kehilangan lapisan epidermis, eritema, kering, deskuamasi dan
hyperpigmentasi
Gastrointestinal : mukositis, proktitis, disphagia, ulcerasi, nausea, vomitus, diare,
malnutrisi.
Kelaenjar saliva : Penurunan pembentukan saliva, membran mukosa kering,
perubahan rasa, disfagia.
Ginjal : cistitis
Sumsum tulang : Mielosupresi, anemia, trombositopenia
Rambut
: kehilangan rambut
Paru-paru : pnemonitis
Jantung : MCI/pericarditis
Brain/spinal cord : edema
Ovari/testis : amenorhoe, pengurangan produksi sperma

Hal-hal yang harus diperhatikan
Efek samping dapat terjadi dalam 6 bulan dirujuk sebagai efek samping akut dan
yang terjadi selama 6 bulan disebut efek lanjut atau efek samping kronis. Efek
samping akut yang terjadi dalam pembelahan sel kulit yang amat cepat,
membrane mukosa, folikel rambut dan sum-sum tulang umumnya reversible, efek
samping kronis dalam sel yang membelah secara lambat seperti sel –sel otot dan
pembuluh darah yang biasanya permanent. Efek samping yang dialami pasien
terbatas pada daerah yang terkena. Akan tetapi seseorang yang menerima terapi
radiasi mungkin mengalami efek sistemik seperti : mual, anoreksia dan kelelahan.
Gejala ini berhubungan dengan kerusakan dari sel kanker dan filtrasi sel ini
dengan hasil yang melewati tubuh, secara umum kebanyakan apsien mentoleransi
radioterapi dengan baik.
PENGOBATAN BIOTERAPI
Terapi biologis atau bioterapi muncul dengan cepat sebagai modalitas pengobatan
keempat untuk kanker. Bioterapi didasarkan atas teori bahwa system imun mengenal sel
tumor sebagai benda asing yang akan merusak mereka. Agen-agen yang menstimulasi
system imun disebut biologic responsse modifier (BRM). BRM sebagai agent atau
pengobatan yang mengubah hubungan antara respon tumor dan hospesnya pada sel-sel
tumor dengan akibat efek terapeutik.
Karakteristik umum BRM yaitu secara normal diproduksi tubuh dalam jumlah
kecil, berfungsi sebagai pengatur dan pembawa pesan penting dari fungsi imun,
mendorong respon tubuh terhadap benda asing, dan bereaksi langsung atau tidak
langsung untuk menstimulasi atau meningkatkan aktivitas system imun.
A. Pengertian
Bioterapi yaitu pengobatan dengan agent turunan dari sumber biologic dan atau
pengaruh respon biologic (Gale dan Charette. 2000).
Bioterapi didefinisikan sebagai terapi dengan agen yang diambil dari sumber biologis
dan atau yang mempengaruhi respon biologis. National Cancer Institut Division of
Cancer Treatment menjabarkan BRM sebagai agen atau pendekatan yang memodifikasi
hunbungan antara tumor dan penderita dengan memodifikasi respon biologis penderita
terhadap sel tumor dengan suatu efek terapi sebagai resultannya (Otto, 1996)
Zat-Zat Utama yang Digunakan
Jenis BRM meliputi vaksin, antibody monoclonal, faktor stimulasi koloni (CSF),
interleukin (IL), interferon (IFN). Umunya merupakan substansi alami tubuh yang
bertindak sebagai pembawa pesan antar sel. Terminology generic pembawa pesan ini
adalah sitokinin, yang merupakan suatu produk protein sel yang bertindak sebagai
regulator. Lebih spesifik lagi limfokin, limfokin merupakan produk limfosit, dan monikin
produk dari monosit. Istilah interlukin mengacu pada protein yang bertindak sebagai
pebawa pesan antar sel.
1. Interferon (IFN)
Interferon dapat digolongkan pada kelompok hormone glikoprotein yang
memiliki efek biologis : antivirus, antiprolifeatif dan sebagai immunomodulator. Ada tiga
jenis interferon yaitu Alfa, Beta dan Gama. Dalam perawatan kanker Interferon bekerja
dalam beberapa cara dengan memperlambat replikasi sel, sintesa protein dan produksi
DNA. Interferon akan akan memperpanjang siklus sel dan dengan menstimulasi respon
imun hospes, akhirnya akan meningkatkan aktivitas pembunuhan secara alamiah.
Untuk pengobatan kanker yang diijikan FDA (Food and Drug Administration)
yaitu interferon Alfa (Intron_A dan Roferon A, IFN-Alfa) dijinkan untuk pengobatan
leukemia sel berambut, Sarkoma Kaposi, dan hepatitis C, juga dipakai untuk melawan
limfoma, melanoma dan Ca sel ginjal, Ca ovarium, Ca bladder superfisialis.
Cara pemberian IFN adalah secara intramuscular dan subkutan, intravena,
intralesi, intraperitoneal, intravesikal, dan intrateka. Efek samping umum adalah misalnya
flu meliputi demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan keletihan. Ini
biasanya diatasi dengan antipiretik dan analgetik. Efek samping lain meliputi supresi
sumsum tulang, mual, muntah, diare dan perubahan status mental meliputi depresi,
ansietas dan insomnia.
2. Interlukin (IL)
IL adalah pembawa pesan penting dan pengatur fungsi imun. Ada dua belas jenis
IL, namun yang diizinkan FDA untuk pengobatran Ca yaitu IL-2 atau interlukin-2
(Proleukin). Kerja dari IL-2, suatu limfokin meliputi : Menstimulasi proliferasi lifosit T
dan B dan sel Pembunuh Alamiah (NK), meningkatkan sitoksititas dari sel mono, limfoT, dan sel NK, menginduksi sekresi antibody, yakni Faktor Nekrosis Tumor, dan IFNgamma, mengawali aktivitas produksi sel Pembunuh Limfo-Teraktivasi (LAK)
Efek samping IL-2 berhubungan dengan dosis. Dosis yang lebih tinggi akan
menimbulkan efek samping yang lebih besar. Efek sampig yang sering terjadi diringkas
sebagai berikut :
Gejala misalnya flu : demam, menggigil, kaku, keletihan, nyeri otot, sakit kepala.
Kardiovaskular : potensi syndrome kapiler bocor, dehidrasi vascular, angina, infark
miokardium, aritmia, edema pulmonal dan edema perifer.
Ginjal : oliguri, anuria, azotemia, peningkatan kreatinin.
GIT : anoreksia, mual, muntah, diare.
Perubahan status mental : depresi, ansietas, psikosis, koma.
Integumen : eritema, lepuh misalnya terbakar dan gatal.
3. Colony-stimulating factor /CSF)
CSF termasuk kedalam kelompok hormone glikoprotein yang bertanggung jawab
untuk deferensiasi proliferasi dan pematangan sel-sel hematopoetik in vitro. Ada empat
kelompok CSF yaitu : CSF granulosit makrofag (GM-CSF), CSF granuliosi (G-CSF),
CSF makrofag (M-CSF), dan IL-3 (multi-CSF)
Hasil studi menunjukan bahwa CSF memiliki nilai klinis pada beberapa keadaan
tertentu ; menurunkan mielosupresi, mempercepat penyembuhan setelah transplantasi
sumsum tulang, mempertahankan susmsusm tulang pada anemia aplastik, syndrom
mielodisplasia, mieloma, , leukemia dan neutropenia didapat maupun congenital.
Cara pemberian agent CSF adalah sebagai berikut: GM-CSF sering diberikan IV
selama 2 jam yang dimulai 2 – 4 jam setelah infuse susmum tulang autolog. G-CSF
diberikan subkutan atau intravena. M-CSF diberikan subkutan. IL-3 (multi-CSF)
diberikan subkutan maupun IV.
Efek samping therapy dengan CSF tergantung pada dosis pemberian. Efek
samping yang sering terjadi pada GM-CSF yaitu : menggigigl dan demam, nyeri tulang,
kelelahan, anoreksia, ruam kulit, rasa panas pada kulit, flebitis, gangguan pencernaan,
eritema pada tempat penyuntikan, , hipotensi, retensi cairan, perikarditis, efusi pleura dan
pericardium.
KEMOTHERAPI
A. Pengertian
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan sitotoksik dalam terapi kanker untuk
menyembuhkan, mengontrol penyakit atau sebagai terapi paliatif. Kemoterapi bersifat
sistemik dan berbeda dengan terapi local seperti pembedahan dan terapi radiasi. Ada
empat cara penggunaan kemoterapi :
1. Terapi adjuvant, suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai tambahan dengan
modalitas terapi lainnya dan ditujukan untuk mengobati mikrometastasis.
2. Kemotherapi neoadjuvan, terapi untuk mengecilkan tumor sebelum dilakukan
pembedahan pengangkatan tumor
3. Terapi primer, terapi pada Ca local, alternative yang ada tidak terlalu efektif.
4. Kemoterapi induksi, obat yang diberikan sebagai terapi primer untuk pasien Ca yang
tidak memiliki alternative terapi
5. Kemoterapi kombinasi, pemberian dua atau lebih zat kemoterapi dalam mengobati
Ca yang bersifat sinergis.
B. Dasar Pengobatan
Menghentikan siklus pembelahan sel pada tahap yang spesifik utk semua sel Ca
yang membelah cepat (pada hampir semua Kanker) dan menghentikan tidak pada siklus
yang spesifik utk sel Ca yang membelah lambat
C. Klasifikasi Obat
Berdasarkan aktivitas farmakologis dan pengaruhnya terhadap reproduksi ,
diklasifiksaikan sebagai berikut :
1. Obat-obat spesifik fase siklus sel yang berpengaruh terhadap sel-sel yang sedang
mengalami pembelahan, misalnya antimetabolit, alkaloid tanaman vinca dan zat
lainnya seperti aspariganse dan dacarbazine.
2. Obat-obat fase siklus sel nonspesifik berpengaruh pada sel yang sedang membelah
atau istirahat , misalnya agen alkilasi, antibiotic antitumor, nitrourea, hormone dan
steroid serta agen lainnya seperti prokarbazine
Agens alkilasi bekerja dengan membentuk ikatan molekelul dengan asam nukleat
yang mempengaruhi duplikasi asam nukleat sehingga mencegah mitosis. Antibiotik (agen
anti tumor) mengganggu traskripsi DNA dan menghambat sintesis DNA dan RNA.
Antimetabolit menghambat enzim esensial yang diperlukan dalam sitesa DNA sehingga
menyebabkan transmisi kode yang salah. (agen) hormone-hormon bekerja dengan
memanipulasi kadar hormone yang akan mempengaruhi permiabelitas sel sehingga
pertumbuhan tumor dapat ditekan. Agen anti hormonal akan menentralkan atau
menghambat produksi hormone alami yang digunkan untuk pertumbuhan tumor.
Nitrourea menghambat sisteis DNA dan RNA. Kortikosteroid memberikan efek
antiinflamasi . Alkaloid tanaman vinca, zat ini memberikan efek sitoktosik dengan
mengikat protein mikrotubular selama metaphase yang menyebabkan berhentinya mitosis
dan mati. Serta agen lainnya dengan berbagai cara kerja yang dapat menghambat sistesis
protein.
Pemberian Kemotherapi
1. Perhitungan Dosis Obat
Dosis obat yang diberikan didasarkan pada luas permukaan tubuh (body
surface area/BSA) baik pada anak-anak maupun dewasa. Dosis yang diberikan
bervariasi tergantung dari obat yang digunakan. Perhitungan dosis harus dipastikan
oleh orang kedua. Dosis beberpa obat dihitung secara proporsional menurut luas
permukaan tubuh . BSA dihitung dalam meter persegi (m2). Sebuah normogram
digunakan untuk menghitung korelasi antara BB dan TB pasien untuk memnentukan
LPT. Dosis obat diberikan dalam milligram per meter persegi (Otto, 1996)
Contoh : TB = 170 cm, BB = 75 kg, m2 = 1,80 BSA, Dosis = 75 mg/m2.
1,80 x 75 = dosis x, maka x = 135 mg dosis.
2. Petunjuk Pemberian
a. Oral, perlu penekanana mengenai kepatuhan terhadap jadwal yang telah
ditetapkan. Obat-obat yang memerlukan hidrasi (sitoksa) diberikan pada pagi
hari.
b. Subkutan dan intramuscular, pastikan untuk mengubah tempat penyuntikan untuk
setiap dosis obat y-ang diberikan.
c. Topikal, lapisi daerah permukaan dengan lapisan tipis obat.
d. Intraarteri, memerlukan pemasangan kateter yang terletak dekat tumor.
e. Intracavitas, obat dimasukan kedalam kandung kemih melalui kateter dan atau
melului selang thoraks ke dalam rongga pleura.
f. Intraperitoneal, obat diberikan ke dalam rongga abdomen melalui alat dan atau
dengan kateter suprapubis ekternal . hangatkan cairan infus sebelum diberikan
dengan pemanasan kering.
g. Intravena, dapat diberikan melalui kateter vena central atau vena perifer. Metode
pemberian meliputi :
1) Bolus, pemberian obat secara langsung ke dalam vena melalui jarum.
2) Piggyback (metoda sekunder), obat diberikan menggunakan botol sekunder
dan slang : infuse primer diberikan bersamaan pemberian obat
3) Sisi lengan, obat diberikan melalui spuit atau jarum pada sisi alat infuse yang
sedang terpasang.
4) Infus, obat ditambahkan ke dalam botol cairan intravena yang diberikan.
3. Pemilihan Vena dan Pungsi Vena
Pemilihan lokasi dan peralatan yang digunakan ditentukan oleh usia pasien,
keadaan vena, obat yang digunakan dan lamanya waktu pemberian infuse. Gunakan
vena bagian distal terlebih dahulu dan pilih vena diatas daerah fleksi. Pilih kateter
yang terpendek dan ukuran terkecil yang sesuai dengan jenis dan lamanya pemberian
infus. Vena yang digunakan biasanya yaitu vena basilica, sefalika dan metkarpal.
4. Prosedur pemberian kemoterapi Intravena
Prosedur kemoterapi untuk pengobatan kanker dibawah ini juga digunakan
dalam bioterapi kanker, sumber :htpp://www.krcc.on.ca. chemotherapy/iv/administration.
Diakses tanggal 10 Mei 2007. adapun prosedur agent kemoterapi adalah sebagai berikut:
A. Peralatan:
Peralatan perlindungan personal yang sesuai :

Sarung tangan dobel

Pakaian kemotherapi

Kapas alkohol

Alas plastic absorbent disposibel

Container (bengkok)untuk menampung limbah yang berbahaya (needle atau
pecahan, dll)

Pelindung wajah (melindungi dari percikan)

Kontainer menampung limbah yang berbahaya

Kemoterapi kit

Peralatan untuk mencuci mata emergenci
Peralatan emergenci yang mudah diakses misalnya oksigen, infuse set dengan NaCl
0,9%
Anaphylaksis kit dekat tempat tidur
Ektravasation kit dekat tempat tidur (jika diberikan agen vesicants)
Agents (obat) dalam kantong tertutup dan tahan bocor
Obat-obatan suportif
Cairan IV yang sesuai.
Peralatan Perlindungan Personal
Tempat Pengoplosan Kemoterapi
B. Prosedur Pemberian
1. Memastikan identifikasi pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian sesuai
dengan program therapy.
2. Mengkaji adanya riwayat alergi obat bersama pasien
3. Mengantisipasi dan merencanakan kemungkinan terjadinya efek samping atau
tosiksitas sistemik
4. Memeriksa/membahas hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan dignostik
lainnya.
5. Memastikan persetujuan tindakan kemoterapi
6. Periksa peralatan yang dibutuhkan: jarum infus, set infus, tiang infus dll
7. Memilih peralatan yang sesuai
8. Menghitung dosis dan menyediakan obat dengan teknik aseptic ; mengikuti
petunjuk yang ada. Cek ulang perhitungan dosis oleh perawat yang telah
teregistrasi. (lihat persiapan obat)
9. Menjelaskan prosedur kepada pasien dan keluarganya
10. Persiapkan & lakukan pemasangan infus perifer atau vena sentral
11. Memberikan antiementik, antibiotik atau obat lain yang disarankan
12. Mempersiapkan lokasi pemasangan infuse atau jalur vena sentral
13. Memberikan agen kemoterapi
- Gunakan peralatan pelindung
- Berikan obat dengan aman tanpa terburu-buru
- Letakan bantalan absorben beralas plastic dibawah slang selama pemberian obat
untuk menyerap setiap tumpahan atau kebocoran.
- Jangan membuang alat-alat atau obat yang tidak digunakan dekat dengan area
perawatan pasien.
14. Memantau pasien sebelum, selama dan setelah pemberian kemoterapi. Monitor
tanda-tanda vital setiap 20 – 30 menit pada dua jam pertama, khusussnya pada
pemberian antineoplastik dengan potensial anafilaksis tinggi.
15. Membuang seluruh peralatan yang telah digunakan atau tidak terpakai dalam
suatu tempat yang aman dari kebocoran dan jauh dari jangakauan pasien
16. Mencatat setiap prosedur menurut ketentuan yang berlaku.
Mempersiapkan Obat Kemotherapi
1. Semua obat kemoterapi dari kemasannya yang dimasukan kedalam sebuah lemari
khusus yang aman secara biologis (Biology Safety Cabinet /BSC)
2. Gunakan peralatan proteksi pribadi : sarung tangan karet yang tidak tembus, baju dan
celana khusus berkaret dan tertutup di depan, masker, kaca mata pelindung mata atau
pelindung wajah jika tidak menggunakan lemari khusus yang aman secara biologis.
3. Gunakan seragam lengkap
4. Lakukan pengoplosan kemoterapi diruang “Laminary Air Flow” yang menggunakan
kabinet “Biosafety”
•
Fan dalam “Biosafety” harus selalu dalam keadaan hidup.
•
Aliran angin pada sistem “Biosafety” harus dari luar ke dalam box, dan dari box
“Biosafety” angin dibuang keluar
•
Alas meja “Biosafety” harus yang dapat menyerap air.
•
Pengoplosan harus dibalik kaca “Biosafety”
Saran untuk mengurangi pajanan, meliputi :
-
Cuci tangan sebelum dan sesudah menyiapkan obat
-
Batasi akses kedaerah penyiapan obat
-
Letakan penampung berlabeluntuk tumpahan obat dekat dengan area penyiapan
-
Gunakan sarung tangan sebelum memegang obat
-
Persiapkan obat dengan mnerapkan teknik aseptic
-
Hindari makan, minom, merokok, menggunakan kosmetik, menyimpan makanan
pada atau dekat dengan area penyimpanan obat.
-
Letakan bantalan absorben pada daerah kerja
-
Buka botol atau ampul jauh dari badan
-
Buka botol obat menggunkan jarum filter hidrofobikatau pin untuk menghindari
semburan obat.
-
Gosok daerah sekeliling leher botol dengan alcohol sebelum membukanya
-
Susun obat-obtan dalam lemari dengan standar biolodis kelas II, dengan
menggunakan vial asli atau dengan kantong plastic yang memiliki perekat.
-
Tutup ujung jarum dengan kasa steril pada saat mengeluarkan oudara dari spuit.
-
Beri label setiap obat kemoterapi
-
Bersihkan setiap tumpahan dengan segera
-
Bawa obat kedaerah pengiriman dalam tempat yang anti bocor.
-
KEMOTERAPI DAN BIOTERAPI INTRAVENA
UNTUK MENGOBATI KANKER
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan
1. Persiapan, penanganan dan pelaksanaan kemoterapi dan bioterapi agent dnan
penanganan cairan tubuh pasien serta terekpose obat-obat berbahaya.
2. Metoda pemberian infuse mencakup
a. Piggy-back (short term)
b. Free-Flow-Pus
c. Terus Menerus (Continuous)
3. Kemoterapi dipertimbangkan sebagai pengobatan dengan kewaspadaan tinggi (ISMP
Canada)
Peralatan:
Peralatan perlindungan personal yang sesuai :
 Sarung tangan dobel
 Pakaian kemotherapi
 Kapas alkohol
 Alas plastic absorbent disposibel
 Container (bengkok)untuk menampung limbah yang berbahaya (needle atau
pecahan, dll)
 Pelindung wajah (melindungi dari percikan)
 Kontainer menampung limbah yang berbahaya
 Kemoterapi kit
 Peralatan untuk mencuci mata emergenci
Peralatan emergenci yang mudah diakses misalnya oksigen, infuse set dengan NaCl 0,9%
Anaphylaksis kit dekat tempat tidur
Ektravasation kit dekat tempat tidur (jika diberikan agen vesicants)
Agents (obat) dalam kantong tertutup dan tahan bocor
Obat-obatan suportif
Cairan IV yang sesuai.
Cara Kerja
1. Mengkaji status kondisi pasien dan toksisitas obat dengan alat pengkajian yang
disetujui
2. Memastikan order dari medis dan persetujuan tindakan kemoterapi/bioterapi
3. Memastikan cara pemberian dan dosis bandingkan dengan pemberian terakhir
4. Mengkaji kelengkapan order meliputi terapi suportif pre dan post terapi misalnya
hidrasi, antiementik
4.1 memastikan bahwa dosis sesuai untuk pasien, diagnosis dan rencana keperawatan
4.1.1 Jika ragu-ragu, konsultasikan denagn ahli pharmasi atau dokter.
5. Cek ulang dosis secara perhitungan matematis oleh perawat yang telah teregistrasi
dihubungkan dengan body surface area.
6. menentukan obat-obat yang bersifat vesicant dan yang berpotensi iritan.
7. Menentukan metoda pemberian infuse ( mengacu pada chart pemberian obat-obat
sitotoksisk)
7.1. Piggy-back (short term), menentukan selang infuse yang sesuai dengan larutan
dan infuse piggy-back kemoterapi serta dosis yang membutuhkan selang khusus.
7.2. Free-Flow Push, dapatkan selang infuse yang sesuai dengan larutan dan
hubungkan syringe yang berisi obat ke port tertutup pada pasien.
7.2.1. pemberian agent IV push, diperbolehkan larutan infuse IV untuk melarutkan
obat tersebut.
7.3. Continue infusion (24 jam atau lebih) , infuse continue umunya menggunakan
suatu line PICC atau alat penyabang (cagak) sebab konsentrasi obat pada infuse.
Misalnya doxorubicin, fluorouracil, cisplatin)
7.4. Vesicants:
7.4.1. Hindari infuse vesicants lebih lama dari 30 – 60 menit
7.4.1.1. Pemberian infuse vesicants untuk waktu lebih dari 30- 60 menit melalui CVP
7.4.2 Jangan menggunakan infuse IV perifer untuk pemberian vesicants secara
continue.
8. Prioritaskan segera untuk mengantungan infuse dengan benar
8.1. Identifikasi dua identitas spesifik pasien (misalnya nama dan tanggal lahir)
8.2. PPengembalian darah dan kepatenan IV
8.2.1. Kepatenan vena dan pembilasan dilakukan dengan menggunakan minimal 10 ml
larutan IV yang sesuai antara pemberian setiap agent baru.
9. Sebelum, selama dan setelah infuse, monitor tanda-tanda vital setiap 20 – 30 menit
pada dua jam pertama, khusussnya pada pemberian antineoplastik dengan potensial
anafilaksis tinggi.
10. Untuk pemberian Vesicants
10.1.
Fundamentals of Administration
A. Pretreatment
Follow institutional guidelines regarding documentation of assessment and provision
of care. Appendices 1 and 2 in the original guideline document provide sample flow
sheets.
Nursing assessment and case review
Patient history
Review recent treatment(s), including surgery, radiation
therapy, prior cytotoxic therapy, hormonal therapy, and
complementary therapies (e.g., acupuncture, chiropractic,
nutritional).
Review and document medical, psychiatric, and nononcologic
surgical history.
Document drug, food, and environmental allergies.
Obtain an accurate list of all medications that the patient uses,
including prescription, over-the-counter, herbs, and
vitamins. More than 40% of the American public use
complementary and alternative medicine. Patients may
disclose use of these products only when directly
questioned in a nonjudgmental fashion (Oliveira, 2001;
Reuters Health, 2000).
Age-specific concerns: The elderly often have multiple
comorbidities for which they take multiple medications. Be
aware of the potential for drug interactions with
chemotherapy agents (Hood, 2003).
Signs and symptoms of underlying disease process and any previous
treatments
Symptom screening during the pretreatment phase is crucial to
successful symptom management.
Poorly controlled symptoms impact the quality of life for the
patient and can interfere with delivery of chemotherapy and
other treatment modalities (Dodd, Miaskowski, & Paul,
2001; Houldin, 2000).
Screening tools
Assess performance status by using scales such as the Karnofsky,
Zubrod, or Eastern Cooperative Oncology Group (see Table 3 in
the original guideline document).
Assess pain using an age-appropriate scale (e.g., numeric 0–10
scale, facial expressions, visual analog).
Assess for fatigue using an appropriate scale, such as the Brief Fatigue
Inventory (Mendoza et al., 1999), the Piper Fatigue Scale (Piper et
al.,1998), or the Schwartz Cancer Fatigue Scale (Schwartz, 1998).
Patient data
Obtain and document the patient's actual height and weight; compare
with previous visits.
Compare current and previous lab values. Age-specific concern:
Assess for age related changes in pulmonary, renal, and cardiac
function in the elderly.
Review diagnoses, tumor type, grade, and staging.
Obtain treatment records from past encounters to determine symptom
management strategies that were employed.
Assess cultural and spiritual issues that may affect the treatment plan.
Assess how the patient and family are coping with the cancer
experience.
Determine the need for referral to a social worker, spiritual care
provider, dietitian, physical therapist, and other member of the
multidisciplinary team as needed. Age-specific concerns: When
caring for pediatric patients, consult play therapists and child-life
specialists. If a school-age youth is going to be out of school for a
prolonged time, explore options for continued study available
through the appropriate school district (e.g., home study, online
programs).
Information and learning needs of patient and family (Houldin, 2000)
Determine the preferred language.
Assess speaking fluency and reading literacy.
Assess level of understanding of the disease and treatment.
Identify the patient's preferred learning style.
Provide information regarding
Drugs, side effects, and symptom management
When and how to call the nurse and/or doctor
Follow-up care and labs
How to access support services.
Treatment plan (Santell, Protzel, & Cousins, 2004)
Read the written orders in their entirety, then scrutinize each line for
Name of drug ordered
Drug dose
Method of determining dose
Route of administration
Rate of administration
Frequency and/or date(s) of administration
Premedications
Hydration, if applicable
Protocol or reference
Assess orders for completeness (e.g., hydration, premedications).
Review the patient's actual height and weight; double-check the
patient's BSA.
Have two individuals independently recalculate the drug dose and
compare to the ordered dose (American Society of Health-System
Pharmacists [ASHP], 2002). Follow institutional policy for who
can double check doses (e.g., two registered nurses (RNs), RN and
pharmacist).
Verify that the dose is appropriate for the patient, diagnosis, and
treatment plan. If in doubt, clarify. Consult a pharmacist and/or
physician.
Determine the vesicant and irritant potential of the drug(s).
Follow institutional policy regarding obtaining consent.
Assess the patient's prior experience with cytotoxic therapy (e.g.,
adequacy of symptom management, delayed side effects,
willingness to proceed).
Immediately before administration, verify the order, the drug names,
calculations, expiration dates and times, appearance of the drugs,
and accuracy of two different patient identifiers (Joint Commission
on Accreditation of Healthcare Organizations [JCAHO], 2004).
Treatment
Patient preparation
Explain to the patient and family/caregivers who will administer the
chemotherapy, the route, and the planned sequence of events.
Describe the plan for symptom management. Provide information
regarding (Vandegrift, 2001)
Premedications
Hydration
Intake and output assessment
Laboratory monitoring
Diet during chemotherapy
Potential side effects of chemotherapeutic and adjunct
medications
Baseline vital signs as indicated.
Staff preparation
Review all physician orders.
Have a spill kit, extravasation equipment, and emergency
drugs/equipment available as needed (Otto, 2004). Age-specific
concerns: If administering chemotherapy to a child, patientspecific dosing information and emergency equipment must be
available. Calculate emergency drug doses before they are needed.
Obtain monitoring equipment as indicated.
Obtain infusion pumps and other devices as needed. Age-specific
concerns: Use a volumetric pump to administer chemotherapy to
pediatric patients (Frey, 2001; Infusion Nurses Society [INS],
2000).
Routes of administration
Oral: The role of oral chemotherapy agents is expanding, with many
new drugs in development, reflecting a new paradigm in which
cancer is treated as a chronic disease with long-term management
(Bedell, 2003).
Advantages
Ease and portability of administration
Increased sense of patient independence
Disadvantages
Inconsistency of absorption
Potential loss of drug in the event of emesis
Potential for drug/herb/diet interactions
Issue of medication adherence
Cost/reimbursement concerns (Birner, 2003)
Potential complications
Drug-specific
Related to drug-drug interactions
Related to swallowing difficulties
Nursing implications
Age-specific concerns: Young children may require
liquid preparations. For elderly patients, evaluate
ability to swallow pills intact, plus ability to selfmanage medication regimen (Hartigan, 2000).
Patient education is key to promoting medication
regimen adherence. Provide verbal and written
instructions, including name of the medication,
dose/schedule, how taken, and safety (storage and
handling).
a. Subcutaneous (SQ) or Intramuscular (IM) injection (see Table 12
in the original guideline document for maximum volumes for
intramuscular injections for children) (Camp-Sorrell, 2004;
Goodman, 2000)
1. Advantages
a. Ease of administration
b. Decreased side effects
2. Disadvantages
a. Inconsistency of absorption
b. Requires adequate muscle mass and tissue for
absorption
2. Potential complications
a. Pain/discomfort
b. Infection
c. Bleeding
3. Nursing implications
a. Monitor platelet count and ANC.
b. Use smallest needle possible; some solutions may
come with pre-prepared syringes (follow
manufacturer's instructions).
c. Follow institutional policy for site antisepsis and
documentation.
d. Assess previous injection sites for signs and
symptoms of infection or bleeding.
b. Intra-arterial: Delivers medication directly into an organ (e.g.,
brain, liver, head and neck, pelvis) or tumor by means of three
types of access devices. Refer to the Oncology Nursing Society
(ONS) Access Device Guidelines and Recommendations for
Practice (Camp-Sorrell, 2004) for more detailed information.
4. Types of devices
a. Short-term percutaneous catheters inserted via
femoral or brachial artery (frequently placed by
interventional radiologists)
b. Long-term catheters placed during surgery and used
as an external catheter or attached to an implanted
pump
c. Implanted ports for long-term therapy
5. Advantages
a. Increased exposure of tumor to drug results in
greater tumor response with less systemic side
effects.
b. This therapy is considered a local treatment, as the
drug's first major site of action is the target lesion,
thereby avoiding the first pass effect.
2. Disadvantages
a. Less systemic circulation of the chemotherapy
increases the risk for distant metastasis.
b. Requires surgical procedure or special radiography
equipment for catheter or port placement.
c. Requires specialized nursing education for arterial
pumps.
d. When treatment is given by percutaneous catheter,
the patient may have sharply limited mobility for
three to seven days.
3. Potential complications
a. Bleeding
b. Embolism
c. Pain
d. Pump occlusion or malfunction
e. Hepatic artery injury
f. Arterial catheter leak or break
g. Skin reaction to tape or dressing
h. Catheter migration/dislodgment
4. Nursing implications
a. Monitor for signs/symptoms of bleeding, including
monitoring prothrombin time (PT)/partial
thromboplastin time (PTT).
b. Monitor catheter site for infection, bleeding, signs
of catheter migration/dislodgment, including
epigastric pain, nausea/vomiting/diarrhea, edema,
diminished peripheral pulse, and inability to infuse.
c. Monitor for signs of occlusion, including inability
to flush or withdraw fluid, abdominal pain, or
change in color/pulse/temperature of involved
extremity. If patient is going home with infusion,
provide patient education regarding pump and
catheter care. Follow pump manufacturer's
recommendations for implanted pumps (Barber &
Fabugais-Nazario, 2003; Hagle, 2003).
c. Intrathecal/intraventricular (Camp-Sorrell, 2004; Gullatte, 2001)
1. Advantages
a. Affords more consistent drug levels in cerebrospinal
fluid
b. Bypasses the blood-brain barrier
c. Also can be used to sample cerebrospinal fluid and
to administer opiates and antibiotics
2. Disadvantages
a. Requires lumbar puncture or surgical placement of
implanted intraventricular device (e.g., Ommaya
reservoir)
b. Generally requires a physician or specially trained
registered nurse to access and administer
chemotherapy via this route
3. Potential complications: Increased intracranial pressure,
headaches, confusion, lethargy, nausea and vomiting,
seizures, and infection
4. Nursing implications
a. Observe site for signs of infection.
b. Assess patient for headache or other signs of
increased intracranial pressure (Kosier & Minkler,
1999).
c. Accessing the Ommaya reservoir is a sterile
procedure. Medication to be instilled must be
preservative free.
d. Do not use a Vacutainer® (Beckton Dickinson &
Co., Franklin Lakes, NJ) to withdraw cerebrospinal
fluid (CSF): Rapid withdrawal of fluid could
damage the choroids plexus of the ventricle. Avoid
air embolism.
d. Intraperitoneal (Camp-Sorrell, 2004; Goodman, 2000).
4. Advantages
a. Provides direct exposure of intra-abdominal
metastases to the drug(s)
b. Also may instill radioactive or colloid materials
intraperitoneally
5. Disadvantages: Requires placement of a peritoneal catheter
or intraperitoneal port
6. Potential complications
a. Abdominal pain
b. Distention
c. Bleeding
d. Ileus
e. Intestinal perforation
f. Infection
7. Nursing implications
a. Warm chemotherapy to body temperature (Otto,
2004).
b. Check patency of catheter or port according to
institutional policy.
c. Instill solution according to protocol: Infuse drug,
reposition patient for maximum surface exposure to
drug, and drain if ordered.
e. Intrapleural: Instills sclerosing agents such as nitrogen mustard,
bleomycin, or 5-fluorouracil (5-FU), or sterile talc into the pleural
space (Goodman, 2000); also may instill radioactive colloidal
materials
2. Advantage: Scleroses the pleural lining to prevent
recurrence of effusions
3. Disadvantages
a. Requires insertion of a thoracotomy tube
b. Physicians must administer the intrapleural agents.
3. Potential complications
a. Pain
b. Infection
4. Nursing implications
a. The effusion must be completely drained from the
pleural cavity before instillation of the drug
(thoracentesis).
b. Following instillation, clamp the tubing and
reposition the patient every 10-15 minutes for two
hours, or as ordered (Otto, 2004).
c. Assess for and treat pain and anxiety.
f. Intravesicular (Goodman, 2000)
2. Advantage: Provides direct exposure of superficial,
localized cancers of the bladder surfaces to drugs, such as
thiotepa, mitomycin, epirubicin, doxorubicin, and
mitoxantrone
3. Disadvantages: Requires placement of a Foley catheter
4. Potential complications
a. Urinary tract infection
b. Cystitis
c. Bladder contracture
d. Urinary urgency
4. Nursing implications
a. Maintain sterile technique during Foley insertion.
b. Follow physician orders or protocol for schedule of
repositioning the patient and clamping and
unclamping the catheter after instilling the
chemotherapy.
f. IV (Camp-Sorrell, 2004; Goodman, 2000)
1. Advantages
a. Consistent absorption
b. Required for vesicant and many other agents
3. Disadvantages
a. Requires considerable nursing and patient time in a
healthcare facility
b. Interferes with patient's activities; sclerosing of
veins over time
c. May require surgical procedure for central line
placement
4. Potential complications
a. Infection
b. Phlebitis
c. Infiltration
d. Extravasation (INS, 2000)
e. Local discomfort
f. Drug-specific concerns
5. Nursing implications will be discussed in the following
section.
3. IV cytotoxic administration: Most cytotoxic agents are given
intravenously. Refer to Access Device Guidelines: Recommendations for
Nursing Practice and Education (Camp-Sorrell, 2004) for a complete
discussion of obtaining IV access.
a. Peripheral IV access
4. Existing IV site
a. Avoid using a site that is more than 24 hours old.
b. Assess the insertion site for signs of inflammation
and infiltration, and consider the patient's
statements about comfort. Use another access site if
there is any doubt about the integrity of the IV site.
c. Assess blood return and patency.
5. New IV site: Avoid use of steel needles for vesicant
administration (O'Grady et al., 2002). Select the smallest
gauge and shortest length catheter to accommodate the
prescribed therapy (INS, 2000). Consider use of dermal
anesthesia to minimize pain during IV insertion.
a. In adults (Camp-Sorrell, 2004; Goodman, 2000)
i.
Identify an appropriate IV site by assessing
the patient's arms carefully. Veins of choice
are smooth and pliable; the large veins of the
forearm are preferred.
ii.
Avoid establishing an IV site in the
following.
 Injured or sclerosed veins
 Areas of flexion
 Small, fragile, tortuous veins
 An extremity with altered venous
return or lymphedema
 An extremity with decreased
sensation or paresthesia
 The lower extremities
iii. Perform venipuncture per institutional
policy and procedure.
iv.
Establish blood return and patency.
v.
Secure the IV device appropriately, in a
manner that allows a clear view of the site.
vi.
If venipuncture is unsuccessful, utilize the
opposite arm for the next attempt. If it is not
possible to use the opposite arm, select a site
proximal to the first venipuncture.
b. In children, select an appropriate site, following
institutional policies and the guidelines that follow
(Hankins, Lonsway, Hedrick, & Perdue, 2001).
i.
If possible, do not use the feet or dominant
hand of an infant or toddler as an IV site.
ii.
The veins of the scalp of a child younger
than 12 months old can be used as an IV
site; however, do not use a scalp vein to
administer a vesicant.
iii. Stabilize the extremity, if necessary, while
inserting and securing the IV.
b. Central venous catheters (CVCs): CVCs include percutaneous
subclavian catheters, tunneled subclavian catheters, and
peripherally inserted central catheters (PICCs). (A midline catheter
is considered a peripheral line because it ends in the middle of the
upper arm.) An implanted port, although technically a CVC, is
unique and will be addressed later. Note: Most CVCs require the
use of syringes larger than 10 cc to minimize pressure (pounds per
square inch [psi]) on delicate catheter walls (Camp-Sorrell, 2004).
Follow manufacturer's and institutional guidelines carefully to
avoid catheter rupture. After CVC insertion and before
administering the agent, perform the following.
4. Verify that the catheter's placement is correct prior to initial
use per institutional guidelines.
5. Inspect exit site for evidence of erythema, swelling,
drainage, and leakage.
6. Inspect ipsilateral chest for signs of venous thrombosis
(Mayo & Pearson, 1995).
7. Aspirate the line to verify blood return. If blood return is
not evident,
a. Flush the catheter with saline, gently using the
push-pull method.
b. Reposition the patient as appropriate.
c. Ask the patient to cough.
d. Explain to the patient why delaying therapy is
necessary. Although patients may report that lack of
blood return from their catheter is common, do not
administer cytotoxic therapy.
e. Obtain a physician's order for a declotting
procedure; follow institutional protocol.
f. Use x-rays or dye studies to confirm proper CVC
placement and rule out catheter malfunction or
migration in the absence of a blood return.
c. Implanted ports: Implanted ports are available that allow venous,
peritoneal, arterial, and epidural access. Ascertain which type is
being used. Some patients have more than one type.
1. Assess initial line placement by using the results of x-ray or
fluoroscopic dye studies.
2. Choose a noncoring needle (Goodman, 2000) with a length
that is appropriate to the
a. Depth of the port
b. Size of the patient (i.e., the amount of SQ tissue or
fat located above the port).
2. Prepare the patient's skin according to institutional policy.
3. Access the port, ensuring proper placement of the needle in
the reservoir.
4. Establish blood return and patency. If blood return is not
evident, repeat steps listed for CVCs. (Blood return is not
expected with epidural or peritoneal access devices.)
5. Inspect the needle insertion site for needle dislodgment,
leakage of IV fluid, drainage, or edema.
6. Examine the ipsilateral chest for venous thrombosis.
7. Apply an occlusive dressing to stabilize the needle. The
dressing should be transparent, to allow a clear view of the
insertion site. Experts disagree about other dressing
characteristics that are desirable (Camp-Sorrell, 2004).
When working with children, padding the undersides of the
butterfly wings of the access needle may be necessary if the
needle does not lie securely on the skin.
d. Piggy-back or short-term infusion
1. Verify blood return and IV patency prior to hanging the
infusion. Do not pinch the IV catheter to determine blood
2.
3.
4.
5.
return because of the resulting dramatic change in pressure
within the vein. Preferred methods of verifying patency are
the following.
a. Use a syringe inserted at the injection port closest to
the patient to gently aspirate the line, while
pinching off fluid from the bag.
b. Use a gravity check by removing the bag from the
pump, lowering it below the patient's IV site, and
watch for blood return.
Attach the secondary tubing to the appropriate injection
port, using a needleless, Luer lock connector (INS, 2000).
Initiate flow rate according to the physician's orders and
observe the patient closely for any reactions.
When administering a vesicant drug by short infusion using
a peripheral vein,
b. Avoid using an IV pump in order to decrease
pressure on the veins.
c. Monitor the site for signs of extravasation every 510 minutes for infusions less than 30 minutes. If an
infusion is longer than 30 minutes, check blood
return every 10-20 minutes.
d. Avoid infusing vesicant agents peripherally for
more than 30-60 minutes.
Once the short infusion is complete, check vein patency
and flush the line with a compatible IV solution.
a. Continuous infusion
i.
Follow guidelines for checking blood return
and IV patency.
ii.
The cytotoxic agent may be connected
directly to the IV catheter, or into a
compatible line of maintenance solution,
according to institutional policy.
iii. Secure all connections with locking devices.
iv.
Monitor the IV site throughout the infusion
according to institutional policy and
procedure. Monitor the patient closely for
any reactions, such as signs or symptoms of
hypersensitivity (Otto, 2004). Age-specific
concerns: For pediatric patients with
continuous infusions, monitor the IV site
hourly or according to institutional policy
(Shutak, 2000).
v.
When administering a vesicant, (Chu &
DeVita, 2005; Vandergrift, 2001)
 DO NOT use a peripheral IV site for
continuous vesicant administration.

Use a central venous access catheter
or implanted access device to
administer any vesicant infusing for
longer than 30-60 minutes.
 Check for blood return and patency
periodically, according to
institutional policy.
vi.
Once the infusion is complete, check vein
patency and flush the line with a compatible
IV solution (Otto, 2004).
b. IV push: Refer to physician orders and/or pharmacy
guidelines for suggested IV push rates, diluents, and
other drug-specific details (Goodman, 2000;
Vandergrift, 2001).
i.
Free-flow method (side-arm technique)
 Attach the syringe with the drug at
the injection port closest to the
patient.
 Aspirate the line in order to verify IV
patency.
 Allow IV solution to flow freely.
 Slowly administer the chemotherapy
agent as an IV push, allowing the
flush solution to dilute the drug.
Unless otherwise indicated,
administer the agent at a rate of 1-2
ml/minute.
 When administering a vesicant,
verify blood return every 2-5 ml.
 Once the IV push is completed,
check vein patency and flush the line
with a compatible IV solution.
ii.
Direct push method: Some institutions may
require that certain cytotoxic agents be
administered as an IV push directly into the
IV device (Goodman, 2000; Temple &
Poniatowski, 2005; Vandergrift, 2001).
 Select an appropriate vein and prep
the skin according to policy.
 Establish a patent IV, flushing the
new line with sterile IV solution
(typically normal saline [NS] or 5%
dextrose in water [D5W])
 Verify blood return by aspirating the
line gently.





Detach the flush syringe, and attach
the syringe containing the cytotoxic
agent. Maintain sterile technique and
minimize blood loss.
Slowly administer the agent,
aspirating for blood return every 2-5
ml.
Upon completion of the IV push,
disconnect the cytotoxic syringe.
Avoid blood loss; the blood will
contain the cytotoxic agent.
Connect a syringe containing sterile
flush solution; gently flush the
catheter.
Cap or discontinue the IV access
device, as indicated.
4. Prosedur Pemberian Obat Kemotherapi
Memastikan identitas pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian sesuai petunjuk
dokter
Kaji riwayat obat
Mengatisipasi dan merencanakan kemungkinan terjadinya efek samping atau toksiksitas
sistemik.
Membahas data laboratorium dan pemeriksaan lainnya
Memastikan persetujuan tindakan untuk terapi
Memilih peralatan yang sesuai
Terdapat tiga golongan besar
B.
Tujuam
C. Indikasi dan Kontraindikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pengertian
tujuan
indikasi/kontra indikasi
persiapan : alat, lingk,pasien
prosedur kerja
hal – hal yang perlu diperhatikan/ kritikal thinking
daftar literatur
Referensi
Gale.D & Charette.J (2000) ; Rencana asuhan keperawatan oncology : alih bahasa I Made
Kariasa .SKp , EGC, Jakarta.
Smith.S, Duell.d & Martin.B ( 2000) ; Clinical Nursing Skills Basic To Advance Skills:
Third Edition . United Stated of America
Baggott.C.R, Kelly.K.P, Fochtman.D. & Folley.G.V. (2002) Nursing Care of Children
and Adolescents With Cancer. Third Edition. WB. Sounder Company.
Philadephia, Pennsylvania
Download