Fils_Objekfils_Plato

advertisement
OBJEK KAJIAN FILSAFAT
MATEMATIKA, TIGA PAHAM
BESAR, RASIONALISME
PLATO
Filsafat Matematika adalah suatu cabang matematika yang
memusatkan pengkajiannya pada dua pertanyaan pokok :
1. Memusatkan kajian terhadap arti dari kalimat matematika
2. Memusatkan kajian bertolak dari pertanyaan apakah objek
abstrak matematika itu ada.
Terkait dengan yang pertama, akan muncul pertanyaan2:
Sebenarnya apa arti kalimat-kalimat matematika “3
merupakan bilangan prima”, “2+2=4” atau “Terdapat tak
hingga bilangan prima”
Sehingga tugas pokok dari filosuf adalah mengkonstruk
teori semantik untuk bahasa matematika
semantik=mempelajari makna kata
Kalimat “Kapuas merupakan nama gunung di Jawa” secara
semantik adalah salah, tetapi “Semeru merupakan nama
gunung di Jawa” secara semantik benar.
Lalu secara semantik, bagaimana dengan kalimat
matematika “3 merupakan bilangan prima”, “2+2=4” atau
“Terdapat tak hingga bilangan prima”
Alasan para filosof terkait dengan hal ini adalah:
1. Tentang kebenaran yang tidak dapat serta merta dijelaskan
2. Jawaban yang berbeda akan membawa implikasi filosofis
yang berbeda
Misalnya tentang kalimat “3 merupakan bilangan prima”,
apakah 3? 3 itu apa?
Antirealis mengatakan bahwa bilangan itu tidak ada,
bagaimana kita menilai secara semantik?
Realis mengatakan bahwa bilangan itu ada.
Dalam kelompok realis sendiri ada yang menyebut
bilangan sebagai objek mental(something like ideas in
people’s head) tetapi adapula yang menganggap bilangan
ada di luar pikiran ( numbers exist outside of people’s
head), seperti pada dunia nyata.
Pandangan lain yaitu dari penganut Plato (platonisme)
yang menganggap bahwa bilangan merupakan objek
abstrak yang tidak nyata dan bukan objek mental.
Jadi menurut platonis ojek abstrak itu ada tetapi bukan
sesuatu pada dunia nyata atau dalam pikiran manusia.
Karena kenyataannya bilangan (dan objek matematika yang
lain) tidak ada pada ruang dan waktu manapun.
Pertanyaan berikutnya bagaimanakah objek abstrak
ada?
Mathematical Platonism
Platonisme pada matematika, memandang bahwa
a. Terdapat objek abstrak yang secara keseluruhan non
spatial-temporal, non physical, dan non mental
b. Terdapat kebenaran kalimat secara matematik yang
melengkapi gambaran suatu objek
Diantara Platonist kontemporer, akhirnya tersepakati bahwa
yang dimaksud objek abstrak adalah objek yang
nonspatialtemporal.
Platonisme merupakan paham dalam matematika yang eksis
selama dua milenium setelah itu stagnan, setelah Gotlob
Frege mengembangkan logika matematika modern
Versi Platonisme nontradisional
Dikembangkan pada tahun 1980-an dan 1990-an oleh:
1. Penelope Maddy
2. Mark Balaguer dan Edward Zaita
3. Michael Resnik dan Stewart Shapiro
Konsen atas bagaimana orang mendapatkan
pengetahuan dari objek abstrak
Menurut Maddy, matematika adalah pengetahuan tentang
objek abstrak dan objek abstrak merupakan sesuatu yang
nonphysical dan non mental, meskipun berada pada ruang
dan waktu
Realisme memandang bahwa entitas matematika ada
terbebas dari pikiran.
Logisisme memandang bahwa matematika merupakan
bagian dari logika.
Empirisme memandang bahwa matematika harus
dikembangkan secara empiris.
Formalisme menyatakan bahwa pernyatan-pernyatan dalam
matematika harus dipikirkansebagai serangkaian konsekuensi
dari manipulasi serangkaian aturan.
Paham logisisme dipelopori oleh filosof Inggris
Bertrand Arthur William Russel
Russel (1930) menulis buku “The Principles of
Mathematics” yang berpegang pada pendapat bahwa
matematika semata-mata terdiri atas deduksi-deduksi
dengan prinsip-prinsip logika dari prinsip-prinsip logika.
Menurut Russel matematika dan logika merupakan bidang
yang sama karena seluruh konsep dan dalil matematika dapat
diturunkan secara logika.
Logika dan matematika berkembang pada zaman modern. Logika telah
menjadi lebih bersifat matematis dan matematika menjadi lebih logis.
Akibtnya kini sepenuhnya menjadi tak mungkin untuk menarik garis diantara
keduanya, sesungguhnya dua hal itu merupakan satu.
Bertrand Russell
“Do not fear to be eccentric in opinion, for every opinion
now accepted was once eccentric.”
Bertrand Russell
Pada tahun 1910-1913 Russel bekerja sama dengan Alfred
North Whitehead menulis “karya besar” berjudul Principia
Mathematica untuk membuktikan bahwa logika merupakan
masa muda matematika dan matematika merupakan masa
tua logika.
Pembuktian diawali dengan pangkal-pangkal pendapat dari
logika dan kemudian dengan deduksi-deduksi sampailah
pada hasil-hasil yang nyata-nyata termasuk dalam bidang
matematika.
Misalnya bilangan terbukti dapat dinyatakan dengan istilahistilah logika atau dalam dalil-dalil logika dan segenap
sifatnya ditunjukkan oleh logika.
Aliran logisisme adalah aliran yang berpandangan bahwa matematika murni
merupakan bagian dari logika. Pengagas utama dari pandangan ini adalah
Leibniz, Frege (1983), Russel (1919), Whitehead dan Carnap (1931).
Ada dua hal pokok dalam aliran ini, yaitu
(1). Semua konsep dalam matematika pada akhirnya dapat
diturunkan dari konsep-konsep logika, penyajian dari penurunan
tersebut meliputi konsep-konsep teori bilangan maupun
beberapa sistim yang terdapat pada teori Russsel.
(2). Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari
aksioma-aksioma dan aturan-aturan logika.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa hakekat dari aliran ini adalah
bahwa jika semua matematika dapat diekspresikan dalam bentuk-bentuk
logika secara murni dan dibuktikan dari prinsip-prinsip logika itu sendiri,
maka kepastian dari pengetahuan matematika dapat direduksi menjadi
logika.
Ternyata tujuan ini tidak dapat tercapai karena memang matematika tidak
hanya merupakan logika. Sebagai contoh aksioma ketakhinggan dapat
disajikan dalam bentuk-bentuk proposisi logika tetapi tidak dapat dinyatakan
kebenarannya secara logika.
Manfaat dari aliran logisisme diantaranya adalah pembuktian induksi
matematika, penggunaan implikasi dan pembuktian matematika baik dengan
cara bukti langsung maupun bukti tidak langsung yang sangat bermanfaat
dalam perkembangan matematika. Aliran logicisme merupakan dasar untuk
pembentukan pola pikir deduktif yang merupakan ciri atau karakteristik dari
matematika yang menekankan pada penataan nalar.
Paham formalisme dipelopori oleh matematikawan
Jerman, David Hilbert
Menurut paham formalisme, sifat alami dari matematika
adalah sistem lambang yang formal. Matematika terkait
dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol dan proses
pengolahan terhadap lambang-lambang tersebut.
Simbol-simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang
menjadi objek matematika.
Bilangan-bilangan dipandang sebagai sifat-sifatstruktural
yang paling sederhana dari benda-benda
Dengan simbolisme abstrak yang dilepaskan dari sesuatu
arti tertentu dan hanya menunjukkan bentuknya saja,
formalisme berusaha menyelidiki struktur dari berbagai
sistem.
DAVID
HILBERT
Manfaat dari aliran Formalisme misalnya prosedur dalam memunculkan
struktur aljabar seperti grup, ring maupun field. Contoh lain yang menonjol
dari manfaat aliran formalisme adalah banyaknya perkembangan baru dari
matematika. Sebagai contoh cabang matematika baru tersebut adalah fuzzy
set. Pada sistem matematika yang lama konsep himpunan menggunakan
konsep himpunan dua nilai, yaitu x anggota A atau x bukan anggota
himpunan A. Namun pada sistem matematika yang baru konsep himpunan
dapat dikembangkan tidak hanya konsep himpunan dua nilai. Keanggotaan x
pada
sebuah
himpunan
tidak
hanya
anggota
dan
bukan
anggota.
Keanggotaan x dapat berupa ½ anggota, ¼ anggota, ¾ anggota dan lain-lain.
Dengan
konsep
matematika
yang
demikian,
berkembanglah
cabang
matematika yang baru namun demikian cabang matematika tersebut tidak
kontradiksi dengan sistem yang lama.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa hakekat dari aliran ini adalah
bahwa jika semua matematika dapat diekspresikan dalam bentuk-bentuk
logika secara murni dan dibuktikan dari prinsip-prinsip logika itu sendiri,
maka kepastian dari pengetahuan matematika dapat direduksi menjadi
logika.
Ternyata tujuan ini tidak dapat tercapai karena memang matematika tidak
hanya merupakan logika. Sebagai contoh aksioma ketakhinggan dapat
disajikan dalam bentuk-bentuk proposisi logika tetapi tidak dapat dinyatakan
kebenarannya secara logika.
Paham intuitionisme dipelopori oleh matematikawan
Belanda, Luizen Egbertus Jan Brouwer
Brouwer berpendapat bahwa matematika adalah bagian
yang sama dengan bagian yang eksak dari pemikiran
manusia.
Ketepatan dalil-dalil matematika terletak dalam akal
manusia (human intellect) dan bukan pada simbol-simbol di
atas kertas sebagaimana diyakini oleh paham formalisme.
Dalam pemikiran para intuitionist, matematika berlandaskan
pada suatu ilham dasar (basic intuition) mengenai
kemungkinan untuk membangun sebuah seri bilangan yang
tidak terbatas. Ilham ini pada hakekatnya merupakan suatu
aktivitas berpikir yang tak tergantung pada pegalaman,
bebas dari bahasa dan simbolisme, serta bersifat objektif.
Manfaat aliran intuisionisme diantaranya adalah cara-cara pembuktian dalam
matematika misalnya pembuktian dalam analisis real. Dalam pembuktianpembuktian pada hakekatnya didasarkan pada aliran intuisionisme.
470
427 399
384
347
322
SM
SOCRATES (71th)
PLATO (80th)
ARISTOTELES(62thn)
SOCRATES
PLATO
ARISTOTELES
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO
DAN ARISTOTELES
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
23
SOCRATES
Socrates dilahirkan di Athena, Yunani tahun 470
SM.
Setiap hari Socrates terus berpikir untuk mencari
kebenaran.
Socrates selalu bertanya tanpa memberikan
jawaban karena ia ingin orang lain berpikir dan
memahami jawaban pertanyaan tersebut.
Menurut Plato dan Aristoteles, Socrates adalah
orang pertama yang memperkenalkan cara
berpikir induktif dan membuat definisi universal.
Cara berpikir tersebut kemudian dikenal
sebagai metode Socrates.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
24
SOCRATES
Ia juga orang pertama di dunia yang
mengemukakan bahwa di dalam diri manusia
terdapat jiwa/rohani.
 “Socrates menyadari bahwa jiwa jauh lebih
penting daripada tubuh fisik dan jiwa tidak akan
mati”  sebagai bapak psikologi rasional.

Socrates adalah ahli filsafat Yunani yang diakui
sebagai guru moral terbesar di dunia hingga saat
ini.
 Ia adalah salah satu dari ketiga orang yang
sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar
peradaban Barat.

Rasionalisme Plato dan Aristoteles
25
SOCRATES
 Socrates juga menemukan bahwa Tuhan hanya satu
dan memiliki kekuasaan terhadap segala sesuatu.
 Ia menemukan hal ini melalui pemikirannya sendiri,
bukan dari Al-quran dan Injil.
 Dengan penemuannya ini, ia sangat ingin mendidik
moral masyarakat Athena menjadi lebih baik.
 Namun, penemuannya ini malah dianggap sebagai
ajaran sesat yang hanya akan meracuni pikiran dan
jiwa anak-anak muda. Ia dianggap melanggar ajaran
keyakinan masyarakat Yunani yang pada saat itu
menyembah banyak dewa.
 Pada tahun 399 SM, saat Socrates berusia 71 tahun
melaksanakan hukuman mati dengan minum racun.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
26
PLATO
 Plato adalah murid Socrates, yang datang dari
keluarga terpandang dan terpelajar.
 Karena Socrates tidak meninggalkan tulisan dan Plato
adalah murid yang paling memahami pemikiran
Socrates, maka Plato merasa bahwa dirinya adalah
juru bicara yang paling sah dari Socrates.
 Walaupun demikian tetap dapat dibedakan pemikiran
asli Socrates dengan Plato.
 Kesaksian Aristoteles dalam Metaphysics menyebutkan,
“Socrates tidak memandang definisi-definisi universal
sebagai eksistensi terpisah. Plato-lah yang membuat
pemisahan tersebut dan jenis entitas ini disebutnya
sebagai ‘Idea-Idea’ (Forms).
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
27
PLATO
 Forms yang diungkapkan Plato dalam dialog-dialognya
didominasi oleh pengertian-pengertian etis, misalnya
kebaikan, keindahan, keadilan atau keberanian.
 Ketika hendak menjelaskan pengertian “Form” sebagai
substansi obyektif yang berdiri sendiri, Plato mengambil
contohnya dengan pengertian-pengertian etis.
 Plato mengatakan, “Keindahan (beauty) tidak
dimanifestasikan sebagai sebuah muka atau sebagai
tangan atau benda-benda jasmani lainnya, tidak juga
sebagai wacana atau ilmu pengetahuan, tidak juga
sebagai pengada yang terdapat pada makhluk hidup
atau bumi atau langit atau dalam apapun lainnya;
tetapi sebagai “existing itself by itself with itself”
(keberadaan diri oleh dan dengan dirinya sendiri), selalu
unik dalam ‘form’.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
28
PLATO
 Dengan melalui Forms yang obyektif, tetap, dan universal,
maka Plato telah memberikan landasan ontologis dan
epistemologis akan keuniversalan nilai-nilai moral yang
diperjuangkan Socrates sepanjang hidupnya.
 Melalui ajaran itu, Plato mencoba membuktikan
bahwa “Kebaikan”, “Keadilan”, “Keberanian” dan
lainnya real dan obyektif.
 Menurut Plato, kebenaran ada pada dunia ide (the Forms).
Bentuk yang paling sempurna hanya ada pada ide, konsep
yang terbentuk dari hal nyata, tidak pernah sempurna.
 Plato dikenal sebagai seorang dualist, yang
memisahkan antara dunia ide dan materi.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
29
PLATO
 Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya
rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam
matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato
adalah keterlemparan jiwa manusia ke dalam penjara
dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being")
dan mengada (menjadi, "becoming").
 Menurut Plato, bentuk pengetahuan yang berfungsi
sebagai pedoman yang paling andal di sepanjang jalan ini
adalah matematika, sedangkan bentuk pengetahuan
yang terandal di dalam matematika adalah geometri.
 Sumbangan filsafat Plato bagi psikologi/sains adalah
penekanan pada rasionalitas dan objektivitas dari
pengetahuan/ilmu yang dapat dikatakan sebagai
peletakan dasar pengetahuan alam (sains) yang sampai
sekarang masih dianut.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
30
ARISTOTELES
 Lahir pada tahun 384 SM di Stageira, Yunani Utara.
 Meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM.
 Belajar selama 20 tahun dalam Akademia Plato.
 Ayahnya adalah seorang dokter, dan atas bimbingan
ayahnya Aristoteles sejak kecil telah banyak menaruh
perhatian kepada ilmu-ilmu alam. Pengalaman ini
berpengaruh terhadap pandangan ilmiah dan filosofisnya
di kemudian hari.
 Menurut Plato, realitas tertinggi adalah apa yang kita
pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles
realitas tertinggi adalah apa yang kita lihat dengan
indera-mata kita.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
31
ARISTOTELES
 Aristoteles tidak menyangkal bahwa manusia
memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan
bukan sekedar akal yang masuk dalam
kesadarannya oleh pendengaran dan
penglihatannya.
Namun justru akal itulah yang merupakan ciri
khas yang membedakan manusia dari
makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran
manusia kosong sampai ia mengalami
sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada
manusia tidak ada idea-bawaan.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
32
ARISTOTELES
 Aristoteles adalah seorang ahli biologis, seorang yang
sangat empiris, percaya pada hal-hal natural dan riil.
 Tidak seperti Plato yang senang bergerak di bidangbidang ideal, Aristoteles adalah seorang yang down to
earth.
 Bagi Aristoteles, psikologi adalah ilmu tentang jiwa (soul).
Jiwa menjadi bagian vital dari individu, menggerakkan,
mengarahkan perkembangan organisma, dan
mengaktualisasikan organisma menjadi eksistensinya yang
sekarang.
 Dalam hal ini Aristoteles berbeda pandangan dengan
gurunya yang memisahkan idea (yang dalam konsepsi
Aristoteles dapat disamakan dengan soul) dan materi.
 Bagi Aristoteles, soul dan materi tidak dapat dipisahkan.
Materi tidak berarti tanpa soul.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
33
ARISTOTELES
 Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk
mendapatkan kesimpulan demi memperoleh
pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode
rasional-deduktif dan metode empiris-induktif.
 Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua
pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa
pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam
kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan
fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang
secara khusus menguji keabsahan cara berfikir.
 Metode empiris-induktif, pengamatan-pengamatan
indrawi yang sifatnya partikular dipakai sebagai basis
untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku
universal.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
34
ARISTOTELES



Pemikiran Aristoteles merupakan harta karun umat
manusia yang berbudaya. Pengaruhnya terasa sampai
kini. Hal tersebut karena kekuatan sintesis dan konsistensi
argumentasi filsafatinya dan cara kerjanya yang
berpangkal pada pengamatan dan pengumpulan data.
 Berhasil menggabungkan (melakukan sintesis) metode
empiris-induktif dan rasional-deduktif tersebut di atas.
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema
yang utuh untuk mempelajari realitas. Studi tentang
logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan
sebagai "alat" untuk sampai kepada pengetahuan yang
lebih mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam teori
yang dibawa kepada praktek.
Aristoteles mengawali serta mendorong, kelahiran
banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu
kedokteran, dan tentu saja fisika.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
35
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO DAN ARISTOTELES
Perlu diketahui bahwa Plato dapat dikatakan
sebagai filsuf pertama yang secara jelas
mengemukakan epistemologi dalam filsafat,
meskipun ia belum menggunakan secara resmi
istilah epistemologi ini.
Filsuf Yunani berikutnya yang berbicara tentang
epistemologi adalah Aristoteles.
 Plato dan Aristoteles adalah guru dan murid
yang merupakan dua tokoh besar dalam
sejarah, yang telah berhasil membentuk dan
meletakkan dasar yang paling kokoh bagi
pembangunan kebudayaan dan peradaban
Barat modern.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
36
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO DAN
ARISTOTELES

Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat
Plato dan Aristoteles sebenarnya terletak pada
pandangan mereka tentang ada dan kebenaran
ada.

Apabila Plato mengatakan bahwa ada yang
sebenarnya berada di dunia ide, maka Aristoteles
tidak mengenal ada yang berada di dunia ide itu.

Bagi Aristoteles tidak ada dunia lain selain dunia
indrawi ini. Oleh sebab itu ada yang sebenarnya
harus ditemukan pada kebenaran ada itu sendiri.
Sehingga filsafat Plato disebut filsafat idealisme dan
filsafat Aristoteles disebut filsafat realisme.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
37
Tabel Perbandingan Epistemologi Plato dan Aristoteles.
TOPIK PEMIKIRAN
PLATO
ARISTOTELES
Pandangan tentang
dunia
Kenyataan yang
sejati
Ada 2 dunia, yaitu dunia
ide dan dunia materi
Ide-ide yang berasal dari
dunia ide
Hanya 1 dunia, yaitu dunia
nyata yang sedang dijalani
Segala sesuatu di alam yang
dapat ditangkap indra
Pandangan tentang
manusia
Jiwa terpenjara badan.
Badan dan jiwa sebagai satu
kesatuan tak terpisahkan.
Kehidupan sehari-hari dan
alam dunia nyata.
Aliran filsafat
Terdiri dari badan & jiwa.
Jiwa abadi; badan fana
(tidak abadi).
Dunia ide. Namun
tertanam dalam jiwa yang
ada dalam diri manusia.
Mengeluarkan dari dalam
diri (Anamnesis) dengan
metoda bidan.
Idealis
Metode mencari
kebenaran
Apriori, yaitu dari
universal ke partikular
Aposteriori, yaitu dari
partikular ke universal
Realitas tertinggi
Apa yang kita dipikirkan
dengan akal kita.
Apa yang kita lihat dengan
indera kita.
Asal pengetahuan
Cara mendapatkan
pengetahuan
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
Observasi dan abstraksi,
diolah dengan logika.
Realis dan analitis
38
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO DAN
ARISTOTELES
Perbedaan epistemologi Plato dan Aristoteles
ini memiliki pengaruh besar terhadap para
filsuf modern.
 Idealisme Plato mempengaruhi filsuf-filsuf
Rasionalis seperti Spinoza, Leibniz, dan
Whitehead.
 Sedangkan pandangan Aristoteles tentang
asal dan cara memperoleh pengetahuan
mempengaruhi filsuf-filsuf Empiris seperti
Locke, Hume, dan Berkeley.

Rasionalisme Plato dan Aristoteles
39
RASIONALISME PLATO
DAN ARISTOTELES
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
40
Mat & filsafat dilahirkan di Yunani kuno.
Sebelum Yunani, Mat. berisi teknik
kalkulasi & sistem numerasi, yg berhub.
dgn agama atau hal-hal praktis.
Suatu legenda yg berisi ttg ramalan
Apollo menyatakan bhw suatu bencana
akan berakhir jika altar tertentu
diduakalikan ukurannya, dgn bentuk
yang tetap.
Isu `praktis' ttg mencegah bencana
diarahkan kpd permasalahan geometris
ttg penggandaan kubus.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
41
Dua permasalahan yg serupa, yaitu:
(1) membagi sudut menjadi tiga
bagian yang sama
(2) menentukan panjang sisi persegi
yang luasnya sama dengan suatu
lingkaran tertentu.
Permasalahan ini menjadi pemikiran
para ahli mat. selama berabad-abad.
Akhirnya, lebih dari 2000 th kemudian
para ahli mat. tdk menemukan solusinya shg permasalahan tsb dianggap
mustahil utk diselesaikan.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
42
1. The world of Being
Plato termotivasi oleh kesenjangan antara ide
yg dpt kita mengerti dgn dunia fisik di sekitar
kita.
Sebagai contoh, meski kita memp. gambaran
mental ttg keadilan (justice) yg jelas, namun
segala hal yang kita lihat dan kita dengar
ternyata tak ada yg memenuhi keadilan
sempurna.
 keindahan (beauty)
 alim (pious)
 baik (virtuous)
Segala sesuatu yg ada di dunia
memp.kekurangan.
Kita punya pemahaman ttgRasionalisme
harapan
yg
Plato dan Aristoteles
43
Jwbn Plato: ada realitas ttg Forms yg berisi
hal-hal yg sempurna seperti “Keindahan”,
“Keadilan”, & “Kealiman”.
Plato menyebut dunia fisik sbg The world of
Becoming, krn objek fisik tunduk pd
perubahan & kecurangan.
Objek-objek tsb mendptkan sesuatu yg lebih
baik & juga yg lebih buruk.
Apa yang indah dapat menjadi buruk.
Apa yg baik dpt menjadi jahat.
 Sebaliknya, Form 'Keindahan’ bersifat kekal &
tidak berubah keindahannya & akan selalu
tetap sama.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
44
Dalam buku The Meno dijelaskan bahwa
Plato diminta Socrates utk mengajarkan
seorang budak menemukan suatu teorema:
persegi yg sisinya merup diagonal persegi
tertentu memp. luas 2x luas persegi semula.
Socrates menekankan bahwa baik Plato
maupun siapapun orangnya tidak boleh
menunjukkan teorema tsb. kepada budak.
Dgn menanyakan secara hati-hati &
menunjuk aspek dari suatu diagram yg
digambar, ternyata Socrates mendapati
budak tsb menemukan sendiri teorema itu.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
45

Plato menggunakan eksperimen tsb utk
mendukung suatu doktrin bhw ketika
eksperimen menggunakan geometri atau
the world of Being pd umumnya, maka apa
yang disebut 'belajar' adalah mengingatingat secara nyata dari kehidupan masa
lampau yg kiranya merupakan waktu ketika
jiwa memp. akses langsung ke the world of
Being.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
46
2. Pandangan Plato ttg Matematika
 Mat. atau paling tidak geometri, merup suatu contoh
langsung kesenjangan antara dunia materi di sekitar
kita dgn dunia pikiran yg tenang, ideal, sempurna.
 Dari sebelum zaman Plato sampai hari ini kita telah
memiliki definisi-definisi ttg garis lurus, lingkaran,
dsb.
 Tetapi dunia fisik memuat grs lurus tanpa lebar yg
tdk sempurna, tdk ada lingkaran yg sempurna, atau
tidak ada yang sempurna yang dapat kita lihat.
 Barangkali grs lurus & lingkaran sempurna dsb.,
menjadi bagian dari ruang fisik yg kita tempati, tetapi
meskipun demikian, kita tidak akan menemukannya
dalam dunia fisik manapun.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
47
 Utk mendptkan kejelasan, Plato percaya bhw
proposisi geometri scr obyektif adl benar atau
salah, serta bebas dari pikiran, bahasa, dan juga
bebas dari para ahli matematika.
 Plato percaya bahwa objek geometris bukanlah
obyek fisik, dan bahwa obyek geometri bersifat
tidak berubah dan kekal.

Dalam hal ini, paling tidak objek
geometris adalah seperti Forms dan
berada dalam the world of
Being.
 Ia akan menolak pernyataan bahwa objek
geometris ada dalam ruang fisik.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
48
THE GOOD
FORMS
BEING
Objek Matematis
Objek Fisik
BECOMING
Refleksi
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
49
Gambar. 3.2. Garis singgung pada lingkaran
 Perhatikan, teorema ttg grs singgung lingk. yang
memotong lingk. pd sebuah titik.
 Meskipun jika seseorang secara hati-hati
menggambar suatu lingk. & grs singgungnya,
menggunakan peralatan yg mahal atau pensil yg
sangat tajam (atau printer yg canggih),
seseorang masih melihat bhw garis singgung tsb
memotong lingk. di suatu daerah kecil, bukan
pada suatu titik.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
50
Jika seseorang menggunakan
sebatang kapur atau sebuah tongkat
dalam pasir utk latihan, titik potongnya
akan lebih besar.
Penjelasan Plato langsung, yakni lingk
& grs yg digambar hanyalah
pendekatan yg lemah dr lingk & grs yg
sesungguhnya, yg kita pahami hanya
dgn pikiran (atau ingatan). Bundaran
kecil yg memotong gbr yg dibuat adl
pendekatan yg lemah dari sebuah titik.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
51
Pandangan Plato tersebut meninggalkan suatu
permasalahan tentang penjelasan mengapa
geometri diterapkan pada dunia fisik, meskipun
secara pendekatan saja
Pada masa Plato diberikan suatu kisah yang
terperinci, tetapi spekulatif tentang bagaimana
dunia fisik dibangun secara geometris dari lima
benda ruang yang disebut Platonic solids, yaitu
bidang empat (pyramid/tetrahedron),
bidang delapan (octahedron)
bidang enam/kubus (hexahedron)
bidang duapuluh (icosahedron)
bidang duabelas (dodecahedron)
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
52
Scr tdk langsung pandangan Plato juga
memperhatikan aritmetika & aljabar,
seperti karyanya tentang geometri.
Ia adalah seorang realis yg terus terang pd
kedua nilai kebenaran & ontologi.
Ia menyatakan bhw proposisi dr aritmetika & aljabar adl benar atau salah, tdk tergantung dari ahli mat, dunia fisik, &
bahkan juga dari pikiran.
Ia juga menyatakan bhw proposisi aritmetika adalah ttg objek abstrak yg disebut
`bilangan'
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
53
3. Pengaruh mat terhadap perkemb.
Filsafat Plato
Beberapa sarjana terbaru sudah
memfo-kuskan perhatiannya pada
pengaruh per-kembangan mat thdp
filsafat Plato.
Dengan cara dramatis, terdapat
cahaya yg dapat mengungkap
beberapa perbedaan yg tajam antara
Plato & gurunya Socrates.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
54
4. Aristoteles, Musuh yang
Berjasa
Kebanyakan dari apa yang dikatakan
Aristoteles tentang matematika merupakan
polemik melawan pandangan Plato.
Filsafat matematika Plato
berkaitan dengan Forms
sebagai wujud yang kekal
dalam realitas dari Being
yang terpisah.
Filsafat matematika
Aristoteles berkaitan
dengan penolakannya
terhadap world of
Being yang terpisah.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
55
PEMIKIRAN ARISTOTELES
 Menerima keberadaan Forms, tetapi ia
menganggap bahwa Forms tidak terpisah dari objek
individu yang termasuk dalam Forms.
Contoh:
Beauty merupakan sesuatu yang indah secara
umum. Jika seseorang berencana menghancurkan
semua benda yang indah, maka ia akan
menghancurkan Beauty itu sendiri.
Hal yang sama juga digunakan untuk keadilan
(Justice), Kejujuran (Virtue), Manusia, dan Forms
yang lain.
 Benda-benda dalam dunia fisik mempunyai Forms,
tetapi tidak ada dunia yang terpisah dari Forms
tersebut.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
56
Objek Matematika
Aristoteles menganggap bahwa objek matematika itu ada
dalam objek yang jelas dan tidak terpisah dari objek yang
dapat dimengerti.
Menurut geometri, objek matematika nampak
seperti objek fisik, misalnya permukaan, garis,
dan titik.
Ahli geometri tidak menganggap permukaan
sebagai permukaan dari objek fisik.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
57
Objek Matematika
Dalam pemikiran, seseorang dapat memisahkan
permukaan, garis, dan titik dari objek fisik yang
memuatnya.
Pemisahan tersebut bersifat psikologis, atau
mungkin bersifat logis.
Pemisahan ini memperhatikan bagaimana kita
berpikir tentang objek fisik.
Bagi Aristoteles, kekeliruan Plato adalah
menyimpulkan bahwa objek geometris bersifat
metafisis yang terpisah dari contoh-contoh benda
fisik hanya karena para ahli matematika mengatur
untuk mengabaikan aspek fisik tertentu.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
58
Abstraksi Geometri
 Misalkan, sebuah bola kuningan.
 Jika kita mengabaikan kuningan secara selektif dan
hanya memfokuskan pada bentuk bola, maka kita
akan memperoleh bola saja.
permukaan salah satu sisi kubus pejal  sebuah bidang
salah satu sisi bidang  sebuah ruas garis
 Jadi objek geometri banyak yang menyerupai Forms.

Dalam sebuah pemikiran, objek geometri adalah
bentuk dari objek fisik. Tetapi, tentu objek geometri
merupakan Forms dari Aristoteles dan bukan
merupakan Forms dari Plato.

Objek matematika diperoleh dari proses abstraksi
yang bebas dari objek fisik yang telah diabstraksikan.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
59
Abstraksi Aritmetika
Bilangan asli diperoleh melalui abstraksi dari
kumpulan objek fisik.
Kita mulai dengan suatu kelompok yang
terdiri lima domba dan dengan mengabaikan
perbedaan antara domba.
Kita hanya memfokuskan pada kenyataan
bahwa domba tersebut merupakan objek
yang berbeda dan bilangan 5 menunjukkan
suatu jenis kelompok.
Sehingga bilangan ada sebagai Forms dari
Aristoteles, dalam kelompok objek yang
merupakan bilangan.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
60
Objek geometri itu merupakan fiksi
(khayalan) yang berguna.
Misalkan,
Ahli geometri menyatakan
jika A adalah segitiga samakaki

ia memberikan atribut pada A berupa
sifat-sifat yang menyebabkan A tersebut
merupakan segitiga samakaki.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
61
Perhitungan aritmetika diperoleh dengan memperlakukan suatu obyek tertentu di suatu kumpulan
'sebagai yang tak terpisahkan' atau 'suatu unit'.
Contoh kumpulan lima domba.
 kita anggap setiap domba sebagai sesuatu yang tak
dapat dibagi, tetapi menurut penjagal setiap
domba pasti dapat dibagi.
 Oleh karena itu asumsi ahli matematika salah. Ide ahli
matematika tersebut mengabaikan sebarang sifat dari
kumpulan domba yang muncul dan keterbagian setiap
domba secara individu.
 Kita menganggap bahwa setiap domba tidak dapat
dibagi dan oleh karena itu kita memperlakukan domba
sebagai benda yang tak dapat dibagi.

Rasionalisme Plato dan Aristoteles
62
Aristoteles & Plato
 Aristoteles setuju dengan pendapat Plato bahwa
bilangan selalu merupakan banyaknya sesuatu benda,
tetapi menurut Aristoteles, bilangan adalah banyaknya
kumpulan objek.
 Bilangannya Aristoteles adalah bilangan fisiknya Plato.
 Sesuai dengan kedua interpretasi filsafat matematika
Aristoteles, penerapan matematika kepada dunia fisik
adalah langsung.
 Ahli matematika mempelajari sifat-sifat nyata dari
objek fisik nyata. Tidak perlu membuat postulat yang
menghubungkan antara realisme matematis dan
realisme fisik, karena kita tidak memperhatikan dua
realisme yang terpisah.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
63
Aristoteles & Plato

Tidak seperti Plato, kedua interpretasi Aristoteles
bermakna bagi bahasa dinamik yang khusus berlaku
dalam geometri. Karena geometri memperhatikan
objek fisik atau abstraksi langsung dari objek fisik, yang
membahas tentang pengkuadratan, penerapan dan
penjumlahan dan sejenisnya.

Perhatikan prinsip Euclid, yaitu antara melalui sebarang
dua titik dapat digambar sebuah garis lurus.
 Bagi Plato, hal ini merupakan suatu pernyataan yang
disembunyikan tentang keberadaan garis.
 Aristoteles dapat memperlakukan prinsip tersebut
secara harfiah sebagai suatu pernyataan yang
menunjukkan apa yang dapat seseorang kerjakan.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
64
Aristoteles & Plato

Aristoteles berpendapat bahwa geometri dapat
diterapkan pada dunia materi dalam hal objek
yang merupakan aproksimasi dari objek
sempurna, Plato juga merespon demikian.

Seseorang mungkin memikirkan tentang
objek geometri (dan aritmetika) yang
sempurna sebagai bagian dari ruang fisik,
tetapi hal ini menyajikan suatu ikatan dengan
objek yang diamati.
Lingkaran dan garis ideal tidak akan ada
`dalam' objek yang kita lihat.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
65
Aristoteles menjelaskan secara empiris keterkaitan yang erat antara
materi pelajaran matematika dan dunia fisik.
 Aristoteles berpendapat bahwa bilangan rasional itu
bukan bilangan, tetapi bilangan rasional tersebut
berhubungan dengan bilangan asli sebagai ratio.
 Barangkali analisis rasional dan analisis real dapat
muncul dari pemahaman Aristoteles tentang geometri.
 Dengan mengikuti pendapat Euclid, seseorang dapat
mengembangkan teori ratio ruas garis dan juga
menguasai kembali bilangan real melalui ruas garis,
dengan mengambil sebarang ruas garis sebagai satuan.

Bagaimana Aristotelian memahami analisis kompleks,
atau analisis fungsional, atau topologi himpunan titik,
atau teori himpunan aksiomatik? Tentu saja, itu tidak
adil untuk menyalahkan Aristoteles atas kekosongan ini,
tetapi setiap Aristotelians modern mau tidak mau harus
menghadapi masalah ini.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
66
470
427 399
384
347
322
SM
SOCRATES (71th)
PLATO (80th)
ARISTOTELES(62thn)
SOCRATES
PLATO
ARISTOTELES
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO
DAN ARISTOTELES
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
67
SOCRATES
Socrates dilahirkan di Athena, Yunani tahun 470
SM.
Setiap hari Socrates terus berpikir untuk mencari
kebenaran.
Socrates selalu bertanya tanpa memberikan
jawaban karena ia ingin orang lain berpikir dan
memahami jawaban pertanyaan tersebut.
Menurut Plato dan Aristoteles, Socrates adalah
orang pertama yang memperkenalkan cara
berpikir induktif dan membuat definisi universal.
Cara berpikir tersebut kemudian dikenal
sebagai metode Socrates.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
68
SOCRATES
Ia juga orang pertama di dunia yang
mengemukakan bahwa di dalam diri manusia
terdapat jiwa/rohani.
 “Socrates menyadari bahwa jiwa jauh lebih
penting daripada tubuh fisik dan jiwa tidak akan
mati”  sebagai bapak psikologi rasional.

Socrates adalah ahli filsafat Yunani yang diakui
sebagai guru moral terbesar di dunia hingga saat
ini.
 Ia adalah salah satu dari ketiga orang yang
sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar
peradaban Barat.

Rasionalisme Plato dan Aristoteles
69
SOCRATES
 Socrates juga menemukan bahwa Tuhan hanya satu
dan memiliki kekuasaan terhadap segala sesuatu.
 Ia menemukan hal ini melalui pemikirannya sendiri,
bukan dari Al-quran dan Injil.
 Dengan penemuannya ini, ia sangat ingin mendidik
moral masyarakat Athena menjadi lebih baik.
 Namun, penemuannya ini malah dianggap sebagai
ajaran sesat yang hanya akan meracuni pikiran dan
jiwa anak-anak muda. Ia dianggap melanggar ajaran
keyakinan masyarakat Yunani yang pada saat itu
menyembah banyak dewa.
 Pada tahun 399 SM, saat Socrates berusia 71 tahun
melaksanakan hukuman mati dengan minum racun.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
70
PLATO
PLATO
 Plato adalah murid Socrates, yang datang dari
keluarga terpandang dan terpelajar.
 Karena Socrates tidak meninggalkan tulisan dan Plato
adalah murid yang paling memahami pemikiran
Socrates, maka Plato merasa bahwa dirinya adalah
juru bicara yang paling sah dari Socrates.
 Walaupun demikian tetap dapat dibedakan pemikiran
asli Socrates dengan Plato.
 Kesaksian Aristoteles dalam Metaphysics menyebutkan,
“Socrates tidak memandang definisi-definisi universal
sebagai eksistensi terpisah. Plato-lah yang membuat
pemisahan tersebut dan jenis entitas ini disebutnya
sebagai ‘Idea-Idea’ (Forms).
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
71
PLATO
PLATO
 Forms yang diungkapkan Plato dalam dialog-dialognya
didominasi oleh pengertian-pengertian etis, misalnya
kebaikan, keindahan, keadilan atau keberanian.
 Ketika hendak menjelaskan pengertian “Form” sebagai
substansi obyektif yang berdiri sendiri, Plato mengambil
contohnya dengan pengertian-pengertian etis.
 Plato mengatakan, “Keindahan (beauty) tidak
dimanifestasikan sebagai sebuah muka atau sebagai
tangan atau benda-benda jasmani lainnya, tidak juga
sebagai wacana atau ilmu pengetahuan, tidak juga
sebagai pengada yang terdapat pada makhluk hidup
atau bumi atau langit atau dalam apapun lainnya;
tetapi sebagai “existing itself by itself with itself”
(keberadaan diri oleh dan dengan dirinya sendiri), selalu
unik dalam ‘form’.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
72
PLATO
 Dengan melalui Forms yang obyektif, tetap, dan universal,
maka Plato telah memberikan landasan ontologis dan
epistemologis akan keuniversalan nilai-nilai moral yang
diperjuangkan Socrates sepanjang hidupnya.
 Melalui ajaran itu, Plato mencoba membuktikan
bahwa “Kebaikan”, “Keadilan”, “Keberanian” dan
lainnya real dan obyektif.
 Menurut Plato, kebenaran ada pada dunia ide (the Forms).
Bentuk yang paling sempurna hanya ada pada ide, konsep
yang terbentuk dari hal nyata, tidak pernah sempurna.
 Plato dikenal sebagai seorang dualist, yang
memisahkan antara dunia ide dan materi.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
73
PLATO
 Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya
rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam
matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato
adalah keterlemparan jiwa manusia ke dalam penjara
dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being")
dan mengada (menjadi, "becoming").
 Menurut Plato, bentuk pengetahuan yang berfungsi
sebagai pedoman yang paling andal di sepanjang jalan ini
adalah matematika, sedangkan bentuk pengetahuan
yang terandal di dalam matematika adalah geometri.
 Sumbangan filsafat Plato bagi psikologi/sains adalah
penekanan pada rasionalitas dan objektivitas dari
pengetahuan/ilmu yang dapat dikatakan sebagai
peletakan dasar pengetahuan alam (sains) yang sampai
sekarang masih dianut.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
74
ARISTOTELES
 Lahir pada tahun 384 SM di Stageira, Yunani Utara.
 Meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM.
 Belajar selama 20 tahun dalam Akademia Plato.
 Ayahnya adalah seorang dokter, dan atas bimbingan
ayahnya Aristoteles sejak kecil telah banyak menaruh
perhatian kepada ilmu-ilmu alam. Pengalaman ini
berpengaruh terhadap pandangan ilmiah dan filosofisnya
di kemudian hari.
 Menurut Plato, realitas tertinggi adalah apa yang kita
pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles
realitas tertinggi adalah apa yang kita lihat dengan
indera-mata kita.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
75
ARISTOTELES
 Aristoteles tidak menyangkal bahwa manusia
memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan
bukan sekedar akal yang masuk dalam
kesadarannya oleh pendengaran dan
penglihatannya.
Namun justru akal itulah yang merupakan ciri
khas yang membedakan manusia dari
makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran
manusia kosong sampai ia mengalami
sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada
manusia tidak ada idea-bawaan.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
76
ARISTOTELES
 Aristoteles adalah seorang ahli biologis, seorang yang
sangat empiris, percaya pada hal-hal natural dan riil.
 Tidak seperti Plato yang senang bergerak di bidangbidang ideal, Aristoteles adalah seorang yang down to
earth.
 Bagi Aristoteles, psikologi adalah ilmu tentang jiwa (soul).
Jiwa menjadi bagian vital dari individu, menggerakkan,
mengarahkan perkembangan organisma, dan
mengaktualisasikan organisma menjadi eksistensinya yang
sekarang.
 Dalam hal ini Aristoteles berbeda pandangan dengan
gurunya yang memisahkan idea (yang dalam konsepsi
Aristoteles dapat disamakan dengan soul) dan materi.
 Bagi Aristoteles, soul dan materi tidak dapat dipisahkan.
Materi tidak berarti tanpa soul.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
77
ARISTOTELES
 Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk
mendapatkan kesimpulan demi memperoleh
pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode
rasional-deduktif dan metode empiris-induktif.
 Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua
pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa
pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam
kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan
fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang
secara khusus menguji keabsahan cara berfikir.
 Metode empiris-induktif, pengamatan-pengamatan
indrawi yang sifatnya partikular dipakai sebagai basis
untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku
universal.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
78
ARISTOTELES



Pemikiran Aristoteles merupakan harta karun umat
manusia yang berbudaya. Pengaruhnya terasa sampai
kini. Hal tersebut karena kekuatan sintesis dan konsistensi
argumentasi filsafatinya dan cara kerjanya yang
berpangkal pada pengamatan dan pengumpulan data.
 Berhasil menggabungkan (melakukan sintesis) metode
empiris-induktif dan rasional-deduktif tersebut di atas.
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema
yang utuh untuk mempelajari realitas. Studi tentang
logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan
sebagai "alat" untuk sampai kepada pengetahuan yang
lebih mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam teori
yang dibawa kepada praktek.
Aristoteles mengawali serta mendorong, kelahiran
banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu
kedokteran, dan tentu saja fisika.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
79
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO DAN ARISTOTELES
Perlu diketahui bahwa Plato dapat dikatakan
sebagai filsuf pertama yang secara jelas
mengemukakan epistemologi dalam filsafat,
meskipun ia belum menggunakan secara resmi
istilah epistemologi ini.
Filsuf Yunani berikutnya yang berbicara tentang
epistemologi adalah Aristoteles.
 Plato dan Aristoteles adalah guru dan murid
yang merupakan dua tokoh besar dalam
sejarah, yang telah berhasil membentuk dan
meletakkan dasar yang paling kokoh bagi
pembangunan kebudayaan dan peradaban
Barat modern.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
80
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO DAN
ARISTOTELES

Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat
Plato dan Aristoteles sebenarnya terletak pada
pandangan mereka tentang ada dan kebenaran
ada.

Apabila Plato mengatakan bahwa ada yang
sebenarnya berada di dunia ide, maka Aristoteles
tidak mengenal ada yang berada di dunia ide itu.

Bagi Aristoteles tidak ada dunia lain selain dunia
indrawi ini. Oleh sebab itu ada yang sebenarnya
harus ditemukan pada kebenaran ada itu sendiri.
Sehingga filsafat Plato disebut filsafat idealisme dan
filsafat Aristoteles disebut filsafat realisme.
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
81
Tabel Perbandingan Epistemologi Plato dan Aristoteles.
TOPIK PEMIKIRAN
PLATO
ARISTOTELES
Pandangan tentang
dunia
Kenyataan yang
sejati
Ada 2 dunia, yaitu dunia
ide dan dunia materi
Ide-ide yang berasal dari
dunia ide
Hanya 1 dunia, yaitu dunia
nyata yang sedang dijalani
Segala sesuatu di alam yang
dapat ditangkap indra
Pandangan tentang
manusia
Terdiri dari badan & jiwa.
Jiwa abadi; badan fana
(tidak abadi).
Dunia ide. Namun
tertanam dalam jiwa yang
ada dalam diri manusia.
Jiwa terpenjara badan.
Badan dan jiwa sebagai satu
kesatuan tak terpisahkan.
Kehidupan sehari-hari dan
alam dunia nyata.
Mengeluarkan dari dalam
diri (Anamnesis) dengan
metoda bidan.
Idealis
Apriori, yaitu dari
universal ke partikular
Apa yang kita dipikirkan
dengan akal kita.
Observasi dan abstraksi,
diolah dengan logika.
Asal pengetahuan
Cara mendapatkan
pengetahuan
Aliran filsafat
Metode mencari
kebenaran
Realitas tertinggi
Rasionalisme Plato dan Aristoteles
Realis dan analitis
Aposteriori, yaitu dari
partikular ke universal
Apa yang kita lihat dengan
indera kita.
82
PERBANDINGAN FILSAFAT PLATO DAN
ARISTOTELES
Perbedaan epistemologi Plato dan Aristoteles
ini memiliki pengaruh besar terhadap para
filsuf modern.
 Idealisme Plato mempengaruhi filsuf-filsuf
Rasionalis seperti Spinoza, Leibniz, dan
Whitehead.
 Sedangkan pandangan Aristoteles tentang
asal dan cara memperoleh pengetahuan
mempengaruhi filsuf-filsuf Empiris seperti
Locke, Hume, dan Berkeley.

Rasionalisme Plato dan Aristoteles
83
Platonism
Platonism is the form of realism that suggests that
mathematical entities are abstract, have no
spatiotemporal or causal properties, and are eternal
and unchanging. This is often claimed to be the view
most people have of numbers.
The term Platonism is used because such a view is seen to parallel Plato's
belief in a "World of Ideas" (typified by Plato's cave): the everyday world
can only imperfectly approximate of an unchanging, ultimate reality. Both
Plato's cave and Platonism have meaningful, not just a superficial
connections, because Plato's ideas were preceded and probably influenced
by the hugely popular Pythagoreans of ancient Greece, who believed that
the world was, quite literally, generated by numbers.
The major problem of mathematical platonism is this: precisely where and
how do the mathematical entities exist, and how do we know about them?
Is there a world, completely separate from our physical one, which is
occupied by the mathematical entities? How can we gain access to this
separate world and discover truths about the entities?
In philosophy, empiricism is a theory of knowledge
which asserts that knowledge arises from experience.
Empiricism is one of several competing views about how
we know "things," part of the branch of philosophy
called epistemology, or "the Theory of Knowledge".
Empiricism emphasizes the role of experience and
evidence,
especially sensory perception, in
the
formation of ideas, while discounting the notion of
innate ideas (except in so far as these might be
inferred from empirical reasoning, as in the case of
genetic predisposition).
In the philosophy of science, empiricism emphasizes
those aspects of scientific knowledge that are closely
related to evidence, especially as discovered in
experiments. It is a fundamental part of
the
scientific method that all hypotheses and theories
must be tested against observations of the natural
world, rather than resting solely on a priori
reasoning, intuition, or revelation. Hence, science is
considered to be methodologically empirical in nature.
Some important philosophers commonly associated
with empiricism include Aristotle, Alhazen, Avicenna,
Ibn Tufail, Robert Grosseteste, Francis Bacon, Thomas
Hobbes, John Locke, George Berkeley, David Hume,
John Stuart Mill, Gilles Deleuze and Felix Guattari.
Empiricism is a form of realism that denies
that mathematics can be known a priori at
all.
It says that we discover mathematical facts by empirical research, just like
facts in any of the other sciences. It is not one of the classical three
positions advocated in the early 20th century, but primarily arose in the
middle of the century.
However, an important early proponent of a view like
this was John Stuart Mill. Mill's view was widely
criticized, because it makes statements like "2 + 2 =
4" come out as uncertain, contingent truths, which we
can only learn by observing instances of two pairs
coming together and forming a quartet.
Contemporary mathematical empiricism, formulated by
Quine and Putnam, is primarily supported by the
indispensability argument: mathematics is indispensable
to all empirical sciences, and if we want to believe in
the reality of the phenomena described by the sciences,
we ought also believe in the reality of those entities
required for this description.
That is, since physics needs to talk about electrons to say why light bulbs
behave as they do, then electrons must exist. Since physics needs to talk
about numbers in offering any of its explanations, then numbers must exist.
In keeping with Quine and Putnam's overall philosophies, this is a
naturalistic argument. It argues for the existence of mathematical entities
as the best explanation for experience, thus stripping mathematics of some
of its distinctness from the other sciences.
Logicism
Logicism is the thesis that mathematics is reducible to
logic, and hence nothing but a part of logic (Carnap
1931/1883, 41). Logicists hold that mathematics can be known
a priori, but suggest that our knowledge of mathematics is
just part of our knowledge of logic in general, and is thus
analytic, not requiring any special faculty of mathematical
intuition. In this view, logic is the proper foundation of
mathematics, and all mathematical statements are necessary
logical truths.
Rudolf Carnap (1931) presents the logicist thesis in two parts:
1.The concepts of mathematics can be derived from logical concepts through
explicit definitions.
2.The theorems of mathematics can be derived from logical axioms through purely
logical deduction
Gottlob Frege was the founder of logicism.
In his seminal Die Grundgesetze der Arithmetik (Basic
Laws of Arithmetic) he built up arithmetic from a
system
of
logic
with
a
general
principle
of
comprehension, which he called "Basic Law V" (for
concepts F and G, the extension of F equals the
extension of G if and only if for all objects a, Fa if
and only if Ga), a principle that he took to be
acceptable as part of logic.
Frege's construction was flawed. Russell discovered that Basic Law V is
inconsistent. (This is Russell's paradox.) Frege abandoned his logicist
program soon after this, but it was continued by Russell and Whitehead.
They attributed the paradox to "vicious circularity" and built up what they
called ramified type theory to deal with it. In this system, they were
eventually able to build up much of modern mathematics but in an
altered, and excessively complex, form (for example, there were different
natural numbers in each type, and there were infinitely many types).
They also had to make several compromises in order to develop so much
of mathematics, such as an "axiom of reducibility". Even Russell said that
this axiom did not really belong to logic.
The most important criticism of empirical views of
mathematics is approximately the same as that raised
against Mill. If mathematics is just as empirical as the other
sciences, then this suggests that its results are just as fallible
as theirs, and just as contingent. In Mill's case the empirical
justification comes directly, while in Quine's case it comes
indirectly, through the coherence of our scientific theory as a
whole, i.e. consilience after E O Wilson. Quine suggests that
mathematics seems completely certain because the role it
plays in our web of belief is incredibly central, and that it
would be extremely difficult for us to revise it, though not
impossible.
Formalism
Formalism holds that mathematical statements may be
thought of as statements about the consequences of certain
string manipulation rules.
For example, in the "game" of Euclidean geometry (which is
seen as consisting of some strings called "axioms", and
some "rules of inference" to generate new strings from given
ones), one can prove that the Pythagorean theorem holds
(that is, you can generate the string corresponding to the
Pythagorean theorem).
Mathematical truths are not about numbers and sets and
triangles and the like — in fact, they aren't "about" anything
at all!
A major early proponent of formalism was David Hilbert, whose
program was intended to be a complete and consistent
axiomatization of all of mathematics. ("Consistent" here means that
no contradictions can be derived from the system.) Hilbert aimed to
show the consistency of mathematical systems from the
assumption that the "finitary arithmetic" (a subsystem of the usual
arithmetic of the positive integers, chosen to be philosophically
uncontroversial) was consistent. Hilbert's goals of creating a
system of mathematics that is both complete and consistent was
dealt a fatal blow by the second of Gödel's incompleteness
theorems, which states that sufficiently expressive consistent
axiom systems can never prove their own consistency.
Since any such axiom system would contain the finitary arithmetic
as a subsystem, Gödel's theorem implied that it would be
impossible
to prove the system's consistency relative to that (since it would
then prove its own consistency, which Gödel had shown was
impossible). Thus, in order to show that any axiomatic system
of mathematics is in fact consistent, one needs to first assume
the consistency of a system of mathematics that is in a sense
stronger than the system to be proven consistent.
Intuitionism
In
mathematics,
intuitionism
is
a
program
of
methodological reform whose motto is that "there are
no
non-experienced
mathematical
truths"
(L.E.J.
Brouwer).
From this springboard, intuitionists seek to reconstruct what they consider
to be the corrigible portion of mathematics in accordance with Kantian
concepts of being, becoming, intuition, and knowledge. Brouwer, the
founder of the movement, held that mathematical objects arise from the a
priori forms of the volitions that inform the perception of empirical objects.
(CDP, 542)
Fictionalism
Fictionalism in mathematics was brought to fame in
1980 when Hartry Field published Science Without
Numbers, which rejected and in fact reversed Quine's
indispensability argument.
Where Quine suggested that mathematics was indispensable for
our best scientific theories, and therefore should be accepted as a
body of truths talking about independently existing entities, Field
suggested that mathematics was dispensable, and therefore
should be considered as a body of falsehoods not talking about
anything real.
He did this by giving a complete axiomatization of Newtonian
mechanics that didn't reference numbers or functions at all. He
started with the "betweenness" of Hilbert's axioms to characterize
space without coordinatizing it, and then added extra relations
between points to do the work formerly done by vector fields.
Hilbert's geometry is mathematical, because it talks about abstract
points, but in Field's theory, these points are the concrete points of
physical space, so no special mathematical objects at all are
needed.
Having shown how to do science without using mathematics, he
proceeded to rehabilitate mathematics as a kind of useful fiction. He
showed that mathematical physics is a conservative extension of his nonmathematical physics (that is, every physical fact provable in mathematical
physics is already provable from his system), so that the mathematics is a
reliable process whose physical applications are all true, even though its
own statements are false. Thus, when doing mathematics, we can see
ourselves as telling a sort of story, talking as if numbers existed. For Field,
a statement like "2 + 2 = 4" is just as false as "Sherlock Holmes lived at
221B Baker Street" — but both are true according to the relevant fictions.
Two sets are said to have the same cardinality or cardinal number
if there exists a bijection (a one-to-one correspondence) between
them. Intuitively, for two sets S and T to have the same cardinalty
means that it is possible to "pair off" elements of S with elements of
T in such a fashion that every element of S is paired off with
exactly one element of T and vice versa. Hence, the set {banana,
apple, pear} has the same cardinality as {yellow, red, green}.
With infinite sets such as the set of integers or rational numbers, this
becomes more complicated to demonstrate. The rational numbers
seemingly form a counterexample to the continuum hypothesis: the
rationals form a proper superset of the integers, and a proper subset of the
reals, so intuitively, there are more rational numbers than integers, and
fewer rational numbers than real numbers. However, this intuitive analysis
does not take account of the fact that all three sets are infinite. It turns out
the rational numbers can actually be placed in one-to-one correspondence
with the integers, and therefore the set of rational numbers is the same
size (cardinality) as the set of integers: they are both countable sets.
Continuum hypothesis
In mathematics, the continuum hypothesis (abbreviated CH) is a hypothesis,
advanced by Georg Cantor in 1877, about the possible sizes of infinite sets. It
states:
There is no set whose cardinality is strictly between that of
the integers and that of the real numbers.
Establishing the truth or falsehood of the continuum hypothesis is the first of
Hilbert's twenty-three problems presented in the year 1900. The contributions of
Kurt Gödel in 1940 and Paul Cohen in 1963 show that the hypothesis can neither
be disproved nor be proved using the axioms of Zermelo–Fraenkel set theory, the
standard foundation of modern mathematics, provided set theory is consistent.
The name of the hypothesis comes from the term the continuum for the real
numbers.
Cantor gave two proofs that the cardinality of the set of integers is strictly
smaller than that of the set of real numbers; the second of these is his
diagonal argument. His proofs, however, give no indication of the extent to
which the cardinality of the natural numbers is less than that of the real
numbers. Cantor proposed the continuum hypothesis as a possible
solution to this question.
The hypothesis states that the set of real numbers has minimal possible
cardinality which is greater than the cardinality of the set of integers.
Equivalently, as the cardinality of the integers is _______("aleph-null") and
the cardinality of the real numbers is ________, the continuum hypothesis
says that there is no set S for which……
Impossibility of proof and disproof in ZFC
Cantor believed the continuum hypothesis to be true and tried for many
years to prove it, in vain. It became the first on David Hilbert's list of
important open questions that was presented at the International
Congress of Mathematicians in the year 1900 in Paris. Axiomatic set
theory was at that point not yet formulated.
Kurt Gödel showed in 1940 that the continuum hypothesis (CH for short)
cannot be disproved from the standard Zermelo-Fraenkel set theory (ZF),
even if the axiom of choice is adopted (ZFC). Paul Cohen showed in
1963 that CH cannot be proven from those same axioms either. Hence,
CH is independent of ZFC. Both of these results assume that the
Zermelo-Fraenkel axioms themselves do not contain a contradiction; this
assumption is widely believed to be true.
Download