Materi 23 PH Korban HAM & Terorisme – Dr Angkasa

PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN
PELANGGARAN HAM BERAT DAN
KORBAN TINDAK PIDANA
TERIRORISME DALAM PERSPEKTIF
VIKTIMOLOGI
By
Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Training for Trainers on Victimology and Victim Assistance Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban 18-28 Maret 2013 di Cikopo - Bogor
A. PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN
PELANGGARAN HAM BERAT DALAM
PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI
Perlindungan Hukum
PEMBERIAN HAK-HAK KEPADA
SUBJEK HUKUM YANG
DIDASARKAN ATAS NORMA
HUKUM
Victim
Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of
Power :
“Victims” means persons who, individually or collectively, have suffered harm,
including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or
substantial of their fundamental rights, through acts or omissions that are in
violation of criminal laws operative within Member States, including those laws
proscribing abuse of power.
A person may be considered a victim, under this Declaration, regardless of
whether the perpetrator is identified, apprehended, prosecuted or convicted
and regardless of the familial relationship between the perpetrator and the
victim. The term “victim” also includes, where appropriate, the immediate
family or dependents of the direct victim and persons who have suffered harm
in intervening to assist victims in distress or to prevent victimization.
The provisions contained herein shall be applicable to all, without distinction
of any kind, such as race, colour, sex age, language, religion, nationality,
political or other opinion, cultural beliefs or practices, property, birth or family
status, ethnic or social origin, and disability
KORBAN

Korban adalah seseorang secara individu ataupun
bersama-sama menderita kerugian, termasuk luka
fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian
ekonomi ataupun kerusakan hak-hak dasarnya, yang
disebabkan karena perbuatan pihak lain yang
melanggar hukum pidana pada suatu negara baik
disengaja maupun karena kelalaian. Pengertian
korban juga mencakup bilamana mungkin adalah
keluarga dekat dari pelaku serta orang-orang yang
mengalami penderitaan dan/atau kerugian yang
disebabkan karena ikut serta dalam menolong
seseorang korban yang kesulitan atau mencegah
ketika mencegah terjadinya korban.
Rumusan Tindak Pidana
HAM Berat:



Tidak ada yang secara spesifik merumuskan
secara jelas dan tegas
Penjelasan Pasal 104 ayat (1) Undang –
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia terdapat deskripsi tentang
pelanggaran HAM berat.


Dimaksud dengan Pelanggaran hak
asasi manusia yang berat undangundang ini adalah:
“Pembunuhan massal (genocide),
pembunuhan sewenang-wenang atau di
luar putusan pengadilan (arbitrary/extra
judicial killing), penyiksaan, penghilangan
orang secara paksa, perbudakan, atau
diskriminasi yang dilakukan secara
sistematis (systematic diserimination)
Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia



Berdasarkan Pasal 7 bahwa yang di
maksud dengan Pelanggaran hak asasi
manusia yang berat meliputi:
A. kejahatan genosida;
B. kejahatan terhadap kemanusiaan;
Statuta Roma






Article 5 (1), crimes within teh jurusdiction of
Court:
“The jurisdiction of the Court shall be limited to the
most serious crimes of concern to the international
community as a whole. The Court has jurisdiction in
accordance with this Statute with respect to the
following crimes”:
a. The crime of genocide;
b. Crimes against humanity;
c. War crimes;
d. The crime of aggresion

Berdasarkan pengertian “pelanggaran HAM berat”
dalam seluruh regulasi di atas, lebih menunjukan
pada bentuk atau jenis dari pelanggaran HAM berat
dan tidak memberikan definisi pelanggaran HAM
berat secara eksplisit. Dengan demikian secara
yuridis belum ada definisi baku dari pelanggaran
HAM berat. Oleh karenanya pengertian Pelanggaran
HAM Berat
lebih berorientasi dari pengertian
Pelanggaran HAM itu sendiri yang terdapat pada
Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia , yang kemudian dikaitkan
karakteristik dari bentuknya.
Perlindungan Hukum terhadap
Korban Pelangggaran HAM Berat.
1. Undang Undang Nomor 26 tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
A. Mendapatkan perlindungan fisik dan mental
dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan
dari pihak manapun.
 Pasal 34 ayat (1), bahwa “Setiap korban dan
saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia
yang berat berhak atas perlindungan fisik dan
mental dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan dari pihak manapun”;
B. Mendapatkan kompensasi, restitusi
dan rehabilitasi (termasuk ahi
warisnya)
 Pasal 35 ayat (1), bahwa “Setiap korban
dan saksi dalam pelanggaran hak asasi
manusia yang berat dan atau ahli
warisnya dapat memperoleh kompensasi,
restitusi, dan rehabilitasi”
Restitusi

Dimaksud Restitusi, berdasarkan
Penjelasan Pasal 35 (3) adalah “ganti
kerugian yang diberikan kepada
korban atau keluarganya oleh pelaku
atau pihak ketiga dapat berupa
pengembalian harta milik, pembayaran
ganti kerugian untuk kehilangan atau
penderitaan atau penggantian biaya
untuk tindakan tertentu”;
Kompensasi:

Dimaksud kompensasi, berdasarkan
Penjelasan Pasal 35 (1) adalah “ganti
kerugian yang diberikan oleh negara
karena pelaku tidak mampu
memberikan ganti kerugian
sepenuhnya yang menjadi tanggung
jawabnya”;
Rehabilitasi:

Dimaksud dengan Rehabilitasi,
berdasarkan Penjelasan pasal 35 (3)
adalah "rehabilitasi" adalah, pemulihan
pada kedudukan semula, misalnya
kehormatan, nama baik, jabatan, atau
hak-hak lain.
2. Undang-Undang Nomor 13
tentang Perlindungan Saksi dan
Korban
a. Mendapatkan bentuk perlindungan
fisik, non-fisik dan hukum,
sebagaimana terlihat dalam Pasal 5
ayat (1),





Memperoleh perlindungan atas keamanan
pribadi, keluarga dan harta bendanya,
serta bebas dari ancaman yang berkenaan
dengan kesaksian yang akan, sedang,
atau telah diberikannya;
Ikut serta dalam proses memilih dan
menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
Memberikan keterangan tanpa tekanan;
Mendapatkan penerjemah;
Bebas dari pertanyaan yang menjerat;








Mendapatkan informasi mengenai
perkembangan kasus;
Mendapatkan informasi mengenai putusan
pengadilan;
Mengetahui dalam hal terpidana
dibebaskan;
Mendapat identitas baru;
Mendapatkan kediaman baru;
Memperoleh penggantian biaya
transportasi sesuai dengan kebutuhan;
Mendapat nasihat hukum;
Memperoleh bantuan biaya hidup
b. Mendapatkan perlindungan non-fisik
berupa bantuan medis dan bantuan
rehabitasi psiko sosial, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 bahwa:
 “Korban dalam pelanggaran hak asasi
manusia yang berat selain berhak atas
hak sebagaimana dimaksudd dalam pasal
5 ayat (1) juga berhak:
 1. Bantuan medis;
 2. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
Rehabiitasi Psikososial:

Dalam penjelasannya yang dimaksud
dengan bantuan rehabilitasi Psiko –sosial
adalah bantuan yang diberikan oleh
psikolog kepada korban yang menderita
trauma atau masalah kejiwaan lainnya
untuk memulihkan kembali kondisi
kejiwaan korban.
c. Melalui LPSK dapat mengajukan
kompensasi, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 bahwa:
 “Korban melalui Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) berhak
mengajukan ke pengadilan berupa:
1. Hak atas kompensasi dalam kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;
2.Hak atas restitusi atau ganti kerugian
yang menjadi tanggung jawab pelaku
tindak pidana.
d. Mendapatkan perlindungan keamanan memberikan
keterangan tanpa hadir di persidangan, sebagaimana di
maksud dalam Pasal 9 bahwa:
1.
Saksi dan/atau korban yang berada dalam ancaman yang
sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan
kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara
tersebut sedang diperiksa;
2. Saksi dan/atau korban dapat memberikan kesaksiannya secara
tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang
dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang
memuat tentang kesaksian tersebut;
3. Saksi/dan atau korban dapat pula didengar kesaksiaannya
secara langsung melalui sarana elektronik dengan di dampingi
oleh pejabat yang berwenang;
e. Mendapatkan perlindungan hukum untuk
tidak dituntut secara hukum baik pidana
maupun perdata, sebagaimana di maksud
dalam Pasal 10 bahwa:
 Saksi, korban dan/atau pelapor tidak dapat
dituntut secara hukum baik pidana maupun
perdata atas laporan, kesaksian yang akan,
sedang, atau telah diberikannya;
 3) Ketentuan sebagaimana di maksud ayat (1)
tidak berlaku terhadap saksi, korban dan
pelapor yang memberikan keterangan tidak
dengan itikad baik.
f. Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban Nomor 6 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemberian
Perlindungan Saksi dan Korban
1. Pasal 28, bahwa bentuk perlindungan
saksi dan/atau korban yaitu
perlindungan:
 A. Fisik;
 B.Non-fisik;
 C.Hukum
Perlindungan Fisik

Pasal 29 ayat (1), bahwa bentuk
perlindungan fisik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 huruf (a),
meliputi: keamanan, pengawalan dan
penempatan ditempat rumah aman;
Perlindungan-non Fisik

Pasal 30 ayat (1), bahwa bentuk
perlindungan non-fisik sebagaimana
dimaksud Pasal 28 huruf (b), dengan
mengadakan pelayanan jasa:
Psikologi, dokter, psikiater, ahli
spritual, rohaniawan, pekerja sosial
dan penerjemah
Perlindungan hukum

Pasal 31 ayat (1), bahwa bentuk perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pasal 28 huruf (c), diberikan dengan
mengadakan: pelayanan jasa penasehat hukum,
pendampingan terhadap saksi dan/atau korban pada saat
memberikan keterangan atau kesaksiannya dalam proses
peradilan pidana yang sedang dan telah dihadapi,
memberikan surat rekomendasi Ketua LPSK disampaikan
kepada pejabat yang berwenang menangani kasus atau
perkaranya (memuat antara lain: saksi dalam memberikan
keterangan atau kesaksiannya agar tidak mendaptkan
tekanan, bebas dari pertanyaan yang menjerat), mendapat
informasi mengenai perkembangan kasus, medapatkan
informasi mengenai putusan pengadilan dan mengetahui
dalam hal terpidana di bebaskan.
Perlindungan Darurat
2). Berdasarkan Pasal 36, diatur mengenai Perlindungan darurat
yakni:
 a).Dalam hal keadaan situasi dan kondisi tertentu terhadap
saksi dan/atau korban, LPSK dapat melakukan perlindungan
darurat;
b). Perlindungan yang bersifat darurat sebagaimana di maksud
pada ayat (1) melakukan tindakan pengamanan, pengawalan,
menempatkan pada rumah aman, serta dapat memberikan
perndampingan terhadap saksi dan/atau korban dalam
pemeriksaan pada tingkat proses peradilan pidana;
 C). Ketentuan persyaratan baik formil maupun materiil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan 7 sementara dapat
diabaikan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002
tentang Tata cara Perlindungan terhadap
Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang Berat.

A. Perlindungan adalah suatu bentuk
pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh
aparat penegak hukum atau aparat keamanan
untuk memberikan rasa aman baik fisik
maupun mental, kepada korban dan saksi, dari
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari
pihak manapun, yang diberikan pada tahap
penyelidikan. penyidikan, penuntutan, dan
atau pemeriksaan di sidang pengadilan (Pasal
1 angka 1 ).

B. Ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan adalah segala bentuk perbuatan
memaksa yang bertujuan menghalanghalangi atau mencegah seseorang, sehingga
baik langsung atau tidak langsung;
mengakibatkan orang tersebut tidak dapat
memberikan keterangan yang benar untuk
kepentingan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan (Pasal 1 angka 4).
C. Bentuk Perlindungan: (Pasal 4).
 1.perlindungan atas keamanan pribadi
korban atau saksi dari ancaman fisik dan
mental;
 2. perahasiaan identitas korban atau
saksi;
 3. pemberian keterangan pada saat
pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa
bertatap muka dengan tersangka,


D. Pihak yang melakukan perlindungan
adalah aparat penegak hukum dan aparat
keamanan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) bahwa:
“Setiap korban atau saksi dalam
pelanggaran hak asasi manusia yang
berat berhak memperoleh perlindungan
dari aparat penegak hukum dan aparat
keamanan”.


e. Jangka waktu perlindungan sejak pada
tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan
dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan,
sebagaimana di maksud dalam Pasal 2 ayat
(2) bahwa:
“Perlindungan oleh aparat penegak hukum
dan aparat keamanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diberikan sejak
tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan”.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002
tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabitasi
terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang Berat

A. Korban adalah adalah orang
perseorangan atau kelompok orang yang
mengalami penderitaan baik fisik, mental
maupun emosional, kerugian ekonomi, atau
mengalami pengabaian, pengurangan atau
perampasan hak-hak dasarnya, sebagi
akibat pelanggaran hak asasi manusia
yang berat, termasuk korban adalah ahli
warisnya (Pasal 1 angka 3)

B. Korban atau ahli warisnya atas
pelanggaran hak berat mendapatkan
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Pengertian kompensasi (Pasal 1 angka 4),
Restitusi (Pasal 1 angka 5) dan
Rehabilitasi (Pasal 1 angka 6) sama
dengan dalam UU Nomor 26 tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia di
atas.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan
Bantuan kepada Saksi dan Korban.




A. Mendapatkan Kompensasi (Pasal 2)
1. Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat
berhak memperoleh kompensasi;
2. Permohonan untuk memperoleh kompensasi
sebagaimana di maksud pada ayat (1) diajukan oleh
korban, keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa;
3.Permohonan untuk memperoleh Kompensasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas
bematerai cukup kepada pengadilan melalui LPSK.




B. Mendapatkan Restitusi (Pasal 3)
1. Korban tindak pidana berhak
memperoleh Restitusi;
2. Permohonan untuk memperoleh
Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau
kuasanya dengan surat kuasa khusu;
3. Permohonan untuk memperoleh
Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diajukan secara tertulis bahasa
Indonesia di atas kertas bermaterai cukup
kepada pengadilan melalui LPSK
B. PERLINDUNGAN HUKUM
KORBAN TINDAK PIDANA
TERORISME DALAM PERSPEKTIF
VIKTIMOLOGI
Tindak Pidana Terorisme:


Pengertian secara ringkas tidak
ditemukan dalam peraturan
peundang-undangan
Pengertian Tindak Pidana tersebar
dalam beberapa pasal dan peraturan
perundang-undangan
Undang- undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang


Pasal 1 angka 1:
Tindak pidana terorisme adalah adalah
segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang ini.
Pasal 6

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan
suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau
hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan
hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional,
dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 7

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud
untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat massal dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta
benda orang lain, atau untuk menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek
vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau
fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana
dengan pidana penjara paling lama seumur hidup
Pasal 8

Dipidana karena melakukan tindak
pidana terorisme dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, setiap orang yang:
Pasal 8
a.menghancurkan, membuat tidak dapat
dipakai atau merusak bangunan untuk
pengamanan lalu lintas udara atau
menggagalkan usaha untuk pengamanan
bangunan tersebut;
b. menyebabkan hancurnya, tidak dapat
dipakainya atau rusaknya bangunan untuk
pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnya
usaha untuk pengamanan bangunan
tersebut;
Pasal 8
c. dengan sengaja dan melawan hukum
menghancurkan, merusak, mengambil, atau
memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan
penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda
atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat
yang keliru;
d. karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat
untuk pengamanan penerbangan hancur, rusak,
terambil atau pindah atau menyebabkan terpasangnya
tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang
keliru;
Pasal 9

Setiap orang yang secara melawan hukum
memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima,
mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai
persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya,
menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari
Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu
bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang
berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak
pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
Pasal 10

Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan senjata kimia, senjata
biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau
komponennya, sehingga menimbulkan suasana teror,
atau rasa takut terhadap orang secara meluas,
menimbulkan korban yang bersifat massal,
membahayakan terhadap kesehatan, terjadi kekacauan
terhadap kehidupan, keamanan, dan hak-hak orang,
atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap obyekobyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas
publik, atau fasilitas internasional
Pasal 11

Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun, setiap orang yang
dengan sengaja menyediakan atau
mengumpulkan dana dengan tujuan akan
digunakan atau patut diketahuinya akan
digunakan sebagian atau seluruhnya untuk
melakukan tindak pidana terorisme
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal
7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10.
Pasal 12

Dipidana karena melakukan tindak pidana
terorisme dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun, setiap orang yang
dengan sengaja menyediakan atau
mengumpulkan harta kekayaan dengan
tujuan akan digunakan atau patut
diketahuinya akan digunakan sebagian atau
seluruhnya untuk melakukan tindak pidana
terorisme.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Pemberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tanggal 12 Oketober 2002
Menjadi Undang-Undang

Terorisme merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan dan peradaban serta merupakan
salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan
setiap negara, karena terorisme sudah
merupakan kejahatan yang bersifat internasional
yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan,
perdamaian dunia serta merugikan
kesejahteraan masyarakat sehingga perlu
dilakukan pemberantasan secara berencana dan
berkesinambungan sehingga hak asasi orang
banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.
Treaty on Cooperation among the States
Members of the Commonwealth of
Independent States in Combating Terrorism,
1999.
 Terorisme
adalah tindakan illegal
yang diancam dengan hukuman
dibawah hukum pidana yang
dilakukan dengan tujuan merusak
keselamatan publik, memengaruhi
pengambilan kebijakan oleh
penguasa atau menteror penduduk
dan mengambil bentuk:
1. Kekerasan atau ancaman kekerasan
terhadap orang biasa atau orang yang
dilindungi hukum.
2. Menghancurkan atau mengancam untuk
menghancurkan harta benda dan objek
materi lain sehingga membahayakan
kehidupan orang lain.
3. Menyebabkan kerusakan atas harta benda
atau terjadinya akibat yang
membahayakan bagi masyarakat.
4. Mengancam kehidupan negarawan atau tokoh
masyarakat dengan tujuan mengakhiri aktivitas
publik atau negaranya atau sebagai pembalasan
terhadap aktivitas tersebut.
5. Menyerang perwakilan negara asing atau staf
anggota organisasi internasional yang dilindungi
secara internasional begitu juga tempat-tempat
bisnis atau kendaraan orang-orang yang
dilindungi secara internasional.
6. Tindakan lain yang dikategorikan sebagai teroris
dibawah perundang-undangan nasional atau
instrumen legal yang diakui secara internasional
yang bertujuan memerangi terorisme.
Black’s Law Dictionary

Terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur
kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi
kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana,
Amerika atau Negara Bagian Amerika dan jelas
dimaksudkan untuk : (i) mengintimidasi penduduk
sipil; (ii) mempengaruhi kebijakan pemerintah; (iii)
mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara
penculikan dan pembunuhan. Berdasarkan Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer bahwa Terorisme
adalah Penggunaan kekerasan atau ancaman untuk
menurunkan semangat, menakut-nakuti, dan
menakutkan, terutama untuk tujuan Politik.
Perlindungan Hukum Korban
Tindak Pidana Terorisme

1. Undang- Undang Nomor 15
Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme Menjadi
Undang-Undang




Pasal 36 (Kompensasi
dan Restitusi)
Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana
terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau
restitusi.
Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pembiayaannya dibebankan kepada negara yang
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku
kepada korban atau ahli warisnya.
Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan
dicantumkan sekaligus dalam amar putusan
pengadilan.
Pasal 37 (Rehabilitasi)
b. Mendapatkan Rehabilitasi, Pasal 37
 1). Setiap orang berhak memperoleh
rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus
bebas atau diputus lepas dari segala
tuntutan hukum yang putusannya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
 2). Rehabilitasi tersebut diberikan dan
dicantumkan
c. Pengajuan Kompensasi,
Restitusi dan Rehabilitasi,
Pasal 38
1. Pengajuan kompensasi dilakukan oleh
korban atau kuasanya kepada Menteri
Keuangan berdasarkan amar putusan
pengadilan negeri.
2. Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban
atau kuasanya kepada pelaku atau pihak
ketiga berdasarkan amar putusan.
3. Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh
korban kepada Menteri Kehakiman dan Hak
Rentang waktu pengajuan
kompensasi dan Restitusi,
Pasal 39

Menteri Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan
pelaku sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2) memberikan
kompensasi dan/atau restitusi, paling
lambat 60 (enam puluh) hari kerja
terhitung sejak penerimaan permohonan.
e. Pelaksanaan Kompensasi
dan Restitusi, Pasal 40

1) Pelaksanaan pemberian kompensasi
dan/atau restitusi dilaporkan oleh
Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak
ketiga kepada Ketua Pengadilan yang
memutus perkara, disertai dengan
tanda bukti pelaksanaan pemberian
kompensasi, restitusi, dan/atau
rehabilitasi tersebut.


2) Salinan tanda bukti pelaksanaan
pemberian kompensasi, dan/atau restitusi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada korban atau ahli
warisnya.
3) Setelah Ketua Pengadilan menerima
tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), Ketua Pengadilan
mengumumkan pelaksanaan tersebut
pada papan pengumuman pengadilan
yang bersangkutan.
2. Undang-Undang Nomor 13
tentang Perlindungan Saksi dan
Korban
a. Mendapatkan bentuk perlindungan
fisik, non-fisik dan hukum,
sebagaimana terlihat dalam Pasal 5
ayat (1),





Memperoleh perlindungan atas keamanan
pribadi, keluarga dan harta bendanya,
serta bebas dari ancaman yang berkenaan
dengan kesaksian yang akan, sedang,
atau telah diberikannya;
Ikut serta dalam proses memilih dan
menentukan bentuk perlindungan dan
dukungan keamanan;
Memberikan keterangan tanpa tekanan;
Mendapatkan penerjemah;
Bebas dari pertanyaan yang menjerat;








Mendapatkan informasi mengenai
perkembangan kasus;
Mendapatkan informasi mengenai putusan
pengadilan;
Mengetahui dalam hal terpidana
dibebaskan;
Mendapat identitas baru;
Mendapatkan kediaman baru;
Memperoleh penggantian biaya
transportasi sesuai dengan kebutuhan;
Mendapat nasihat hukum;
Memperoleh bantuan biaya hidup
b. Mendapatkan perlindungan non-fisik
berupa bantuan medis dan bantuan
rehabitasi psiko sosial, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 bahwa:
 “Korban dalam pelanggaran hak asasi
manusia yang berat selain berhak atas
hak sebagaimana dimaksudd dalam pasal
5 ayat (1) juga berhak:
 1. Bantuan medis;
 2. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
Rehabiitasi Psikososial:

Dalam penjelasannya yang dimaksud
dengan bantuan rehabilitasi Psiko –sosial
adalah bantuan yang diberikan oleh
psikolog kepada korban yang menderita
trauma atau masalah kejiwaan lainnya
untuk memulihkan kembali kondisi
kejiwaan korban.
c. Melalui LPSK dapat mengajukan
kompensasi, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 bahwa:
 “Korban melalui Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) berhak
mengajukan ke pengadilan berupa:
1. Hak atas kompensasi dalam kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;
2.Hak atas restitusi atau ganti kerugian
yang menjadi tanggung jawab pelaku
tindak pidana.
d. Mendapatkan perlindungan keamanan memberikan
keterangan tanpa hadir di persidangan, sebagaimana di
maksud dalam Pasal 9 bahwa:
1.
Saksi dan/atau korban yang berada dalam ancaman yang
sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan
kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara
tersebut sedang diperiksa;
2. Saksi dan/atau korban dapat memberikan kesaksiannya secara
tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang
dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang
memuat tentang kesaksian tersebut;
3. Saksi/dan atau korban dapat pula didengar kesaksiaannya
secara langsung melalui sarana elektronik dengan di dampingi
oleh pejabat yang berwenang;
e. Mendapatkan perlindungan hukum untuk
tidak dituntut secara hukum baik pidana
maupun perdata, sebagaimana di maksud
dalam Pasal 10 bahwa:
 Saksi, korban dan/atau pelapor tidak dapat
dituntut secara hukum baik pidana maupun
perdata atas laporan, kesaksian yang akan,
sedang, atau telah diberikannya;
 3) Ketentuan sebagaimana di maksud ayat (1)
tidak berlaku terhadap saksi, korban dan
pelapor yang memberikan keterangan tidak
dengan itikad baik.
f. Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban Nomor 6 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pemberian
Perlindungan Saksi dan Korban
1. Pasal 28, bahwa bentuk perlindungan
saksi dan/atau korban yaitu
perlindungan:
 A. Fisik;
 B.Non-fisik;
 C.Hukum
Perlindungan Fisik

Pasal 29 ayat (1), bahwa bentuk
perlindungan fisik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 huruf (a),
meliputi: keamanan, pengawalan dan
penempatan ditempat rumah aman;
Perlindungan-non Fisik

Pasal 30 ayat (1), bahwa bentuk
perlindungan non-fisik sebagaimana
dimaksud Pasal 28 huruf (b), dengan
mengadakan pelayanan jasa:
Psikologi, dokter, psikiater, ahli
spritual, rohaniawan, pekerja sosial
dan penerjemah
Perlindungan hukum

Pasal 31 ayat (1), bahwa bentuk perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pasal 28 huruf (c), diberikan dengan
mengadakan: pelayanan jasa penasehat hukum,
pendampingan terhadap saksi dan/atau korban pada saat
memberikan keterangan atau kesaksiannya dalam proses
peradilan pidana yang sedang dan telah dihadapi,
memberikan surat rekomendasi Ketua LPSK disampaikan
kepada pejabat yang berwenang menangani kasus atau
perkaranya (memuat antara lain: saksi dalam memberikan
keterangan atau kesaksiannya agar tidak mendaptkan
tekanan, bebas dari pertanyaan yang menjerat), mendapat
informasi mengenai perkembangan kasus, medapatkan
informasi mengenai putusan pengadilan dan mengetahui
dalam hal terpidana di bebaskan.
Perlindungan Darurat
2). Berdasarkan Pasal 36, diatur mengenai Perlindungan darurat
yakni:
 a).Dalam hal keadaan situasi dan kondisi tertentu terhadap
saksi dan/atau korban, LPSK dapat melakukan perlindungan
darurat;
b). Perlindungan yang bersifat darurat sebagaimana di maksud
pada ayat (1) melakukan tindakan pengamanan, pengawalan,
menempatkan pada rumah aman, serta dapat memberikan
perndampingan terhadap saksi dan/atau korban dalam
pemeriksaan pada tingkat proses peradilan pidana;
 C). Ketentuan persyaratan baik formil maupun materiil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan 7 sementara dapat
diabaikan
B. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pemberian Kompensasi,
Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan
Korban




A. Mendapatkan Kompensasi (Pasal 2)
1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat
berhak memperoleh kompensasi;
2) Permohonan untuk memperoleh kompensasi
sebagaimana di maksud pada ayat (1) diajukan oleh
korban, keluarga, atau kuasanya dengan surat kuasa;
3) Permohonan untuk memperoleh Kompensasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bematerai
cukup kepada pengadilan melalui LPSK.




B. Mendapatkan Restitusi (Pasal 3)
Korban tindak pidana berhak memperoleh
Restitusi;
1. Permohonan untuk memperoleh
Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan oleh Korban, Keluarga, atau
kuasanya dengan surat kuasa khusu;
2. Permohonan untuk memperoleh
Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diajukan secara tertulis bahasa
Indonesia di atas kertas bermaterai cukup
kepada pengadilan melalui LPSK
Kelemahan-kelemahan
Kelemahan Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia

Berdasarkan Pasal 7 dan Pasal 9 UU No. 26
Tahun 2000, jelas bahwa yang diakui sebagai
pelanggaran HAM yang berat hanyalah
pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik
saja. Sedangkan pelanggaran hak-hak ekonomi,
sosial, dan budaya tidak dikategorikan sebagai
pelanggaran HAM yang berat. Adapun
sebenarnya Indonesia telah meratifikasi Kovenan
Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial,
dan budaya melalui UU No. 11 Tahun 2005.
Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Menjadi Undang-Undang
a. Tidak memberikan pengertian atau definisi
mengenai korban tindak pidana terorisme;
b. Tidak memberikan batasan mengenai
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi;
c. Tidak adanya sanksi bagi pelaku yang tidak mau
menjalankan restitusi kepada korban;
d.Tidak adanya peraturan pemerintah atau
pelaksana yang khusus mengatur mengenai
pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi
kepada korban tindak pidana terorisme.
INTERNATIONAL TERRORISM
AND ITS VICTIMS
By
Prof. Dr. Zvonimir Paul Separovic
University of Zagreb, Croatia, Europe
For the 6th Asian International Postgraduate Course
"Victimology and Victim Assistance"
August 1 to 12, 2005 in Tokiwa Daigaku, Mito, Japan
SEPTEMBER 11, 2001



TWIN TOWERS, and PENTAGON - USA
The triumph of modern time terrorism
5000 victims
OCTOBER 12, 2002



Bali, Indonesia
Bombs in
the Night-Club
202 Victims
NOVEMBER 15 and 20, 2003



Istambul, Turkey
Four car-bombs, British
Consulate,
61 Victims
MARCH 11, 2004



Madrid, Spain
TRAIN BOMBS
191 Victims
SEPTEMBER 3, 2004,



BESLAN, RUSSIA
The triumph of
barbarity
400 victims mostly
schoolchildren
JULY 7, 2005


LONDON, UK METRO
52 ? VICTIMS
JULY 23, 2005


Sharm el-Sheikh,
Egypt
88 victims
IRAQ

25. 000
VICTIMS
TERORIST ACTS IN RUSSIA
Location
Event
Deaths
1995, June
Budyennovsk,
Russia
Hospital hostage siege
At least 130
1996, January
Dagestan
Hospital hostage siege
50-100
1996, January
Trabzon, Turkish
Black Sea
Ferry hijack by proChechen Turks
None
1999, September
Moscow,
Buynaksk and
Volgodonsk
Apartment block
bombings
Over 260
Location
Event
Deaths
2000, July
Chechnya
Russian security bases
attacked by suicide
bombers
Over 50
2001, March
Turkey
Russian airliner
hijacked to Saudi
Arabia by Chechens
3
2002, October
Moscow
Theatre siege
170
2003, July
Moscow
Suicide bombing at
open-air music festival
17
2003, August
Mozdak, North
Ossetia
Military hospital suicide
truck bombing
52
Location
Event
Deaths
2003, December Yessentuki,
Train bombing
46
2003, December Moscow
Suicide bomb
6
Russia
2004, February
Moscow
Metro train bomb
40
2004, May
Grozny
Bomb detonated,
assassinating President
Akhmad Kadyrov
At least 5
2004, June
Ingushetia
Raids carried out by
Chechen rebels
At least 92
Location
Event
Deaths
2004, August
Moscow/
Rostov-on-Don
Two passenger planes
crash, probably due to
terrorist bombs
89
2004, August
Moscow
Suicide bombing near
Metro station
10
2004,
Semtember
Beslan, North
Ossetia
School siege
330
confirmed
2005, July,7
London, UK
Metro
2005, July, 23 Sharm el-Sheikh, Egypt
Sources: Reuters; Keesing's; MIPT
52 ?
88
*including
terrorists