Victimology - Sigit Budhiarto

advertisement
VIKTIMOLOGI
(VICTIMOLOGY)
BY:
Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum.
PENGERTIAN VIKTIMOLOGI:
SECARA ETIMOLOGIS : VICTIMA DAN LOGOS
VICTIMA  KORBAN
LOGOS
 PENGETAHUAN
(ILMU PENGETAHUAN)
ZVONIMIR PAUL-SEPAROVIC:
VICTIMOLOGY REFERS TO SCIENCE DEALING
WITH THE STUDY OF THE VICTIM
J.E.SAHETAPY:
VIKTIMOLOGI SECARA SINGKAT ADALAH ILMU ATAU
DISIPLIN YANG MEMBAHAS PERMASALAHAN KORBAN
DALAM SEGALA ASPEK
ARIF GOSITA:
VIKTIMOLOGI ADALAH SUATU STUDI ATAU PENGETAHUAN
ILMIAH YANG MEMPELAJARI MASALAH PENGORBANAN
KRIMINAL SEBAGAI SUATU MASALAH MANUSIA YANG
MERUPAKAN SUATU KENYATAAN SOSIAL
ARTI KATA “KORBAN”
KORBAN MENURUT WEBSTER DAPAT
MENGANDUNG BEBERAPA PENGERTIAN:
.SUATU MAHLUK HIDUP YANG DIKORBANKAN
KEPADA DEWA ATAU DALAM MELAKSANAKAN
UPACARA AGAMA;
.  SESEORANG YANG DIBUNUH, DIANIAYA,
DITINDAS YANG MENGALAMI KERUGIAN
ATAU PENDERITAAN;
PENGERTIAN KORBAN DALAM
VIKTIMOLOGI
 OBJEK KORBAN DALAM VIKTIMOLOGI DIKENAL
DENGAN KORBAN DALAM KONSEP KEILMUAN
(VICTIMOLOGICAL), ANTARA LAIN:
VICTIM OF CRIME; VICTIM OF ACCIDENT;
VICTIM OF NATURAL DISASTER; VICTIM OF
ILLEGAL ABUSES OF PUBLIC POWER; VICTIM
OF ILLEGAL ABUSES OF ECONOMIC POWER.
 DLM SEJARAH DIKENAL BEBERAPA ISTILAH YANG
BERKAITAN DENGAN KORBAN YAITU:
SACRIFICIUM UNTUK PERSEMBAHAN DEWA,
PENGAMPUNAN, PENGHORMAT AN, UNGKAPAN TERIMA
KASIH, PENEBUSAN DOSA, DLL
PROPITIATORY  UNTUK MINTA BELAS KASIHAN
DEWA
HOLOCAUST PENGORBANAN PEMBAKARAN
KOMUNI  PENGORBANAN SEBAGIAN YANG SISANYA
DIMAKAN BERSAMA
KEDUDUKAN KORBAN DALAM
SISTEM PERADILAN PIDANA
Kedudukan korban dalam Sistem
Peradilan Pidana saat ini tampaknya
belum ditempatkan secara adil. Hal
tersebut cenderung berimplikasi
terhadap dua hal yang fundamental
berupa
tiadanya perlindungan hukum bagi
korban dan
tiadanya putusan hakim yang
memenuhi rasa keadilan bagi korban,
pelaku maupun masyarakat luas
BEBERAPA PANDANGAN TENTANG
KORBAN
Karmen serta Graborsky :
korban tindak pidana sebagai "invisible" atau
"forgotten”
Elias:
korban telah menjadi korban keduakalinya (a
second victimization) dalam Sistem Peradilan
Pidana atau warga negara klas dua (a second class
citizen).
Soedarto:
kedudukan korban atau orang yang dirugikan
dalam perkara pidana selama ini sangat
memedihkan, korban dari kejahatan seolah-olah
dilupakan.
Nils Christie:
The victim is a particularly
heavy loser in this situation.
Not only he has suffered, lost
materially or become hurt,
physically or otherwise. And not
only does the State take the
compensation. But above all he
has lost participation in his
own case.
I.S. Susanto:
... bahwa kriminologi maupun
sistem peradilan pidana selama ini
terlalu berorientasi pada pelanggar
dan kurang memperhatikan hakhak dan perlindungan terhadap
korban, sehingga malahan dapat
"memperberat" kedudukan korban
Kesimpulan dan rekomendasi Studi
Internasional Institut Viktimologi di Bellagio
Italia tanggal 1-12 Juli 1975:
At present many victims of crime do not receive
fair treatment from the criminal justice
system. In many cases they are ignored, delayed,
financial burdened, traumatized, or stigmatized by
that system. It is understandable, therefore, that
many crime victims are reluctant to report the
offense to authorities, testify against the accused,
or cooperate otherwise with the criminal justice
system. Changes of attitude and practices by
those working in the system are necessary if
victims cooperation with and attitudes toward the
system are to be improved
Doerner:
“Those in the criminal justice system are aware that
victims are growing increasingly disenchanted with
the system’s working. Participation in the criminal
justice system frequently aggravates the victim’s
losses. At the same time, the system alienates the
victim, making him or her feel like an outsider to both
the offense and the system processes”
Mc. Donald:
Offenders are provide with lawyers, housing, food,
medical care, recreational opportunities, schooling,
job training, and psychological counseling. Victim
must fend for themselves. At best, victims are the
forgotten person within the crime problem; at worst,
more intent on satisfying the needs of its constituent
agencies and official than of the directly injures
parties
Anthony J. Schembri:
“Kejahatan sebenarnya memiliki
tiga dimensi yaitu perbuatan
jahat (criminal act), pelaku
(criminals) dan korban (victim).
Namun demikian Sistem
Peradilan Pidana tampaknya
lebih memberikan perhatian
terhadap dua aspek yang
pertama yakni perbuatan jahat
dan pelaku.
BEBERAPA ASPEK PENYEBAB
BELUM ADILNYA KEDUDUKAN KORBAN DALAM SPP
 ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN DALAM HUKUM
PIDANA (SEBAGAI USAHA UNTUK MEMPEROLEH
SUATU SISTEM HUKUM PIDANA YANG PRAKTIS DAN
BERMANFAAT) MASIH BERORIENTASI PADA PELAKU
(CRIMINAL ORIENTED)
EX: ALIRAN NEOKLASIK (NOE-CLASICAL SCHOOL)
DOKTRIN (PENDAPAT PARA PAKAR/AHLI HUKUM)
EX; PACKER:
“BAHWA MASALAH UTAMA DALAM HUKUM
PIDANA ADALAH KEJAHATAN, KESALAHAN SERTA
PIDANA”
BEBERAPA ASPEK PENYEBAB
BELUM ADILNYA KEDUDUKAN KORBAN DALAM SPP
 HUKUM POSITIF
1. HUKUM PIDANA MATERIIL (KUHP)
-DALAM BK I,II CRIMINAL ORIENTED
2. HUKUM PIDANA FORMIL
EX: UU NO.8 TAHUN 1981 (KUHAP)
DARI 22 BAB, 286 PASAL YANG MENGATUR
TENTANG PELAKU, SEJUMLAH 18 PASAL (PASAL 50PASAL 68), YANG MENGTUR TENTANG KORBAN
TIDAK ADA
3. HUKUM PELAKSANAAN PIDANA PENJARA
EX: UU NO.12 TAHUN 1995 TENT ANG
PEMASYARAKATAN BERKARAKTER CRIMINAL
ORIENTED . ANTARA LAIN PEMBINAAN NARAPIDANA
DENGAN SISTEM PEMASYARAKATAN.
MACAM KORBAN DALAM
MASYARAKAT
KORBAN INDIVIDUAL:
 YANG MENJADI KORBAN SESEORANG
SECARA INDIVIDU
EX: KORBAN TINDAK PIDANA
KORBAN KOLEKTIF (KORBAN MASYARAKAT):
 YANG MENJADI KORBAN SESEORANG SECARA
BERSAMA DALAM MASYARKAT
EX: GENOCIDE, THALIDOMIDE AFFAIR
KORBAN ABSTRAK:
 KORBAN YANG SULIT DILIHAT DENGAN JELAS
SEBAGAI KORBAN
EX; EKSHIBISIONIS, MEMILIKI BARANG
CURIAN
KORBAN PADA DIRI SENDIRI :
 KORBAN YANG BERKITAN DENGAN
CRIME WITHOUT VICTIM
PEMBAGIAN VIKTIMOLOGI:
1. VIKTIMOLOGI DALAM ARTI SEMPIT /
VIKTIMOLOGI KHUSUS/ VIKTIMOLOGI PENAL: IN A
NARROWER SENSE OF THE TERM, VICTIMO LOGY IS
THE EMPIRICAL SCIENCE CONCERNED WITH THE
VICTIMS OF CRIMES AND OTHER PUNISHABLE ACTS.
EX: KORBAN TINDAK PIDANA
2. VIKTIMOLOGI DALAM ARTI LUAS (GENERAL
VICTIMOLOGY) IN THE BROADER SENSE OF
GENERAL VICTIMOLOGY COVERS THE TOTALITY OF
KNOWLEDGE ON VICTIMS IN GENERAL (VICTIMS OF
PUNISHABLE ACT OR ACCIDENT, VICTIMS OF
SOCIETY, OF STATE AND ITS REPRESENTATIVES OR
GROUPS).
EX; KORBAN PERKOSAAN, KORBAN KECELAKA AN
KERJA
3. VIKTIMOLOGI BARU (NEW VICTIMOLOGY)
SUATU STUDI TERHADAP KORBAN KHUSUSNYA YANG
BERKAITAN DENGAN KORBAN PENYALAHGUNAAN
KEKUASAN DAN PELANGGARAN TERHADAP HAK ASASI
MANUSIA.
KRITIK YANG MEMUNCULKAN
VIKTIMOLOGI BARU. (TOKOH: R. ELIAS)
 KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI
TRADISIONAL BERTOLAK DARI DEFINISI
TENTANG KEJAHATAN YAITU SESEORANG
YANG MELANGGAR NORMA, DAN DEFINISI INI
CENDERUNG MEMPERTIMBANGAN KLAS
DALAM HUKUM (TDK ADA HUKUM YANG
NETRAL DAN TDK BERKELAS)
 KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI
ORTODOK YANG DIMOTORI OLEH PARA
TEHNOKRAT, AHLI DAN PENASIHAT PADA
PENGADILAN CENDERUNG MENGABDI
KEPENTINGAN NEGARA
KRITIK YANG MEMUNCULKAN
VIKTIMOLOGI BARU. (TOKOH: R. ELIAS)
 PENGUASA HUKUM YANG BERTINDAK
MELA LUI APARAT-APARAT TELAH
MENDEFINISI KAN HUKUM LEBIH
MERUPAKAN KEPENTINGAN KLAS ATAU
KELOMPOKNYA DARIPADA KEPENTINGAN
MASYARAKAT BANYAK.
 DENGAN DEMIKIAN KORBAN
PELANGGARAN HAM ATAU
PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN YANG
DILAKUKAN OLEH PARA PENGUASA TIDAK
KELIHATAN. BARU TERLIHAT SETELAH
HAL TERSEBUT DIRUMUSKAN DALAM
UNDANG-UNDANG ATAU DISCOURSE.
TUJUAN VIKTIMOLOGI
1. TO ANALIZE THE MANIFOLD
ASPECT OF THE VICTIM’S
PROBLEM;
2. TO EXPLAIN THE CAUSES FOR
VICTIMIZATION;
3. TO DEVELOP A SYSTEM OF
MEASURES FOR REDUCING
HUMAN SUFFERING.
PERANAN KORBAN:
KORBAN DIPANDANG DAPAT MEMAINKAN PERAN DAN
MENJADI UNSUR YANG PENTING DALAM TERJADINYA
TINDAK PIDANA YANG MENIMBULKAN KORBAN.
HENTIG MENGHIPOTESAKAN BAHWA DALAM
BEBERAPA HAL KORBAN MEMBENTUK DAN
MENCETAK PENJAHAT DAN KEJAHATANNYA
WOLFGANG BERDASAR STUDI DATA STATISTIK
DITEMUKAN BAHWA SATU KORBAN DI ANTARA
EMPAT KASUS PEMBUNUHAN IKUT MEMPERCEPAT
PEMBUNUHAN
AMIR  DALAM KASUS PERKOSAAN KORBAN
BERPARTISIPASI DAN MEMPERCEPAT SATU
DIANTARA LIMA KASUS PERKOSAAN
MEIR & MEITE DALAM KASUS PERKOSAAN VICTIM
PRECIPITATION (VP) MENCAPAI 4-19% KARENA
KELALAIAN KORBAN.
MENDELSOHN MEMBUAT 6 TIPOLOGI KORBAN:
1. THE “COMPLETELY INNOCENT VICTIM”
SEBAGAI KORBAN “IDEAL” CENDERUNG TERJADI
PADA ANAK.
2. THE “VICTIM WITH MINOR GUILT” AND THE
“VICTIM DUE TO HIS IGNORANCE”
EX; WANITA MENGGODA TTP SALAH ALAMAT
3. THE “VICTIM AS GUILTY AS THE OFFENDER AND
VOLUNTARY VICTIM”
A.BUNUH DIRI DENGAN MELEMPAR UANG LOGAM;
B.BUNUH DIRI DENGAN ADHESI;
C.EUTHANASIA;
D.SUAMI ISTERI YANG BUNUH DIRI
4. THE “VICTIM MORE GULTY THAN THE OFFENDER”
A. ORANG YANG MEMPROVOKASI DAN ATAU
MENGGODA SESEORANG UNTUK BERBUAT JAHAT;
B. KORBAN LALAI YANG MEMPENGARUHI
SESEORANG UTK MELAKUKAN KEJAHATAN.
MENDELSOHN MEMBUAT 6 TIPOLOGI KORBAN:
5. THE “MOST GUILTY VICTIM” AND THE
“VICTIM AS IS GUILTY ALONE”
EX; PENYERANG YG MATI AKIBAT
PEMBELAAN DIRI DARI ORANG LAIN YANG
DISERANG.
6. THE “SIMULATING VICTIM” AND THE “IMAGE
AS VICTIM”
EX; ORANG YANG MENGAKU MENJADI
KORBAN DEMI KEPENTINGAN TERTENTU,
PARANOID, HISTERIA ATAU PIKUN.
RISIKO KORBAN:
BAHWA DALAM KONDISI DAN SITUASI
TERTENTU SESEORANG CENDERUNG MUDAH
TERJADI VIKTIMISASI
SEPAROVIC:
A. PRIBADI, TERMASUK FAKTOR BIOLOGIS;
EX; USIA, JENIS KELAMIN, KESEHATAN (JIWA)
B. SOSIAL; (KORBAN BUATAN MASYARAKAT)
EX; IMIGRAN, MINORITAS, HUBUNGAN PRIBADI
C. FAKTOR SITUASI;
EX; KEADAAN KONFLIK, TEMPAT DAN WAKTU.
RISIKO KORBAN:
HANS VON HENTIG MEMBUAT TIPOLOGI
KORBAN DALAM 13 TIPE MEMAKAI
KLASIFIKASI SOSIO BIOLOGI DENGAN
MENDASARKAN FAKTOR PSIKOLOGIS, SOSIAL
DAN BIOLOGIS.
1. THE YOUNG;
LEMAH DALAM JASMANI DAN
NYA BELUM MATANG
KEPRIBADIAN
2. THE FEMALE;
WANITA MUDA MENJADI KORBAN
PEMBUNUH AN DAN SERANGAN SEKSUAL,
WANITA TUA KAYA KORBAN KEJAHTAN
HARTA KEKAYAAN
WANITA CENDERUNG MEMPUNYAI DAN
MEMAKAI PERHIASAN
RISIKO KORBAN:
3.THE OLD;
GENERASI TUA CENDERUNG
MENGAKUMULASI HARTA  KORBAN
KEJAHATAN HARTA
DI SISI LAIN ORANG TUA FISIK DAN
MENTALNYA CENDERUNG LEMAH.
4. THE MENTALLY DEFECTIVE AND
OTHER MENTALLY DERANGED;
EX;ORANG GILA, PEMINUM, PECANDU OBAT
BIUS, PSIKOPAT DLL, TERHALANG DALAM
SETIAP PERJUANGANNYA MELAWAN
KEJAHATAN.
5. IMMIGRANTS;
MUDAH MENJADI KORBAN KARENA
KESULITAN BERADAPTASI DENGAN BAHASA
DAN KEBUDAYAAN BARU, SERTA PENOLAKAN
OLEH WARGA SETEMPAT
RISIKO KORBAN:
6. MINORITIES;
DISKRIMINASI DI BIDANG HUKUM DAN
PRASANGKA RASIAL
7. DULL NORMALS;
MENJADI KORBAN KARENA
KEBODOHANNYA
8. THE DEPRESSED
ORANG YANG DITEKAN MENJADIKAN
MEROSOTNYA KEKUATAN FISIK MAUPUN
MENTAL.
9.THE ACQUISITIVE
SIFAT SERAKAH AKAN DIMANFAATKAN
OLEH ORANG JAHAT
RISIKO KORBAN:
10. THE WANTON (ORANG CEROBOH)
11. THE LONESOME AND HEARTBROKEN
EX; JACK RIPPER MENGAMBIL KEUNTUNGAN
DARI RASA KESEPIAN DAN PATAH HATI PARA
KORBANNYA.
12. TORMENTORS
EX; SEORANG AYAH YANG ALKOHOLIK DAN
SUKA MENYIKSA KELUARGANYA AKHIRNYA
DIBUNUH OLEH ANAKNYA.
13. THE BLOOCKED, EXEMPTED, AND
FIGHTING
RESTITUSI DAN KOMPENSASI
RESTITUSI DAN KOMPENSASI MERUPAKAN
BAGIAN ATAS KEBIJAKAN DALAM UPAYA
MENGURANGI PENDERITAAN
/KERUGIAN KORBAN
RESTITUSI:
PERBAIKAN ATAU RESTORASI PERBAIKAN
ATAS KERUGIAN BAIK FISIK, MOREL MAUPUN
HARTA BENDA, KEDUDUKAN DAN HAK-HAK
KORBAN ATAS SERANGAN PENJAHAT.
MERUPAKAN BENTUK PERTANGGUNGJAWAB
AN PENJAHAT YANG BERKARAKTER PIDANA.
DIBAYAR OLEH PENJAHAT (PELAKU)
BERDASAR KAN PUTUSAN PENGADILAN ATAS
TUNTUTAN KORBAN MELALUI PROSES
PERADILAN PIDANA.
RESISTUSI DAN KOMPENSASI
KOMPENSASI:
BERKAITAN DENGAN KESEIMBANGAN
KORBAN AKIBAT DARI PERBUATAN JAHAT.
MERUPAKAN INDIKASI PERTANGGUNGJAWAB
AN MASYARAKAT ATAS TUNTUTAN
PEMBAYARAN KOMPENSASI YANG
BERKARAKTER PERDATA.
KOMPENSASI DIMINTA OLEH KORBAN DALAM
BENTUK PERMOHONAN DAN APABILA
DIKABUL KAN DIBAYAR OLEH MASYARAKAT
(NEGARA).
LATAR BELAKANG SEJARAH RESTITUSI
(SEJARAH KORBAN)
SCHAFER MEMBAGI TIGA PERIODE:
1. THE GOLDEN AGE OF THE VICTIM;
2. THE DECLINE OF THE VICTIM
3. THE REVIVAL OF THE VICTIM’S
IMPORTANCE
THE GOLDEN AGE OF THE VICTIM
 KONTROL SOSIAL DIPEGANG OLEH KELUARGA/
KLAN
 POSISI INDIVIDU KORBAN/PELAKU CENDERUNG
DIAMBIL ALIH OLEH SELURUH KELUARGA SUKU
EX: BANGSA CHEYENE & COMANCE (SERANGAN
TERHADAP INDIVIDU ADALAH SERANGAN
TERHADAP KLAS/ BANGSANYA)
 BENTUK : REVANGE & GANTI RUGI UANG
(AKIBAT PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI,
TETAPI BERSIFAT SEPORADIS TERUTAMA DI KOTA)
 APABILA GANTI RUGI DIBAYAR “ACARA PIDANA”
SELESAI (APABILA KORBAN MENYETUJUI)
 PELAKU YANG MENGINGKARI KESEPAKATAN
DENGAN TIDAK MEMBAYAR GANTI RUGI AKAN
MENJADI FRIEDLOS (ORANG YANG DI LUAR
PERLINDUNGAN HUKUM)
THE GOLDEN AGE OF THE VICTIM
BESARNYA GANTI RUGI BERVARIASI TERGANTUNG
DARI:
EX; SUKU IFIGOA  DI LUSON UTARA
1. SIFAT KEJAHATAN;
2. KEDUDUKAN KLAS YANG TERLIBAT;
3. SOLIDARITAS & PERILAKU KEDUA KELOMPOK
YANG TERLIBAT;
4. KEPRIBADIAN DAN REPUTASI DARI DUA KEPALA
KELOMPOK
5. KEDUDUKAN GEOGRAFIS
THE DECLINE OF THE VICTIM
1. NEGARA –PENGUASA & GEREJA – MENGAMBIL
ALIH DAN MEMONOPOLI LEMBAGA HUKUM;
2. DENDA SECARA BERANGSUR-ANGSUR MASUK
KE KAS NEGARA (DENGAN PEMBAYARAN BERLIPAT)
YANG DITARIK DARI PELAKU DAN PELAKUNYA
TETAP DIPIDANA;
3. KEWAJIBAN UNTUK MENGANTI KERUGIAN
MENJADI TERPISAH DARI LAPNGAN HUKUM
PIDANA;
4. KEJAHATAN DIPANDANG MERUPAKAN
PELANGGARAN TERHADAP HAK-HAK INDIVIDU
SEGINGGA HBUNGAN KORBAN DAN PELAKU
(PENJAHAT) LEBIH MEMILIKI ASPEK KEPERDATAAN
DARIPADA ASPEK PIDANA
THE REVIVAL OF THE VICTIM’S
IMPORTANCE
DIKATAKAN ADANYA KEBANGKITAN
KEPENTINGAN KORBAN KETIKA TERDAPAT
SUATU PANDANGAN TENTANG PERADILAN
YANG MENUNTUT AGAR KORBAN DILIHAT
LAGI DALAM PENGERTIAN YANG LEBIH
BAIK, SEBAGAI ORANG YANG DILUKAI
MAUPUN SEBAGAI PELAKU.
RESTITUSI
Manfaat restitusi bagi korban yaitu:
1). sebagai penggantian kerugian finansial, perbaikan
dan/atau pengobatan atas luka-luka fisik maupun
penderitaan psikologis sebagai korban tindak pidana
yang telah menimpanya.
2). restitusi akan sangat berarti, mengingat setiap
korban tindak pidana saat ini cenderung menjadi
korban ganda; pertama, menjadi korban atas tindak
pidana yang menimpanya, dan kedua, menjadi korban
ketika memasuki sistem peradilan pidana yang
paradigmanya masih berorientasi terhadap pelaku.
.Manfaat restitusi bagi pelaku
1). Merupakan cara yang efektif untuk rehabilitasi pelaku, karena
restitusi memberikan akses dan kesempatan bagi pelaku untuk
terlibat dalam kegiatan atau aktivitas bermakna yang bermanfaat
menumbuhkan harga diri; dengan restitusi dirasakan akan
meringankan beban kesalahan pelaku dan pelaku cenderung lebih
mudah diterima kembali oleh korban dan/atau masyarakat dalam
kehidupan sosialnya;
2). memberikan nilai pendidikan yang baik, dalam hal
pertanggungjawaban diri terhadap perbutannya yang telah
menimbulkan kerugian dan/atau penderitaan bagi orang lain
(korban);
3). mempunyai efek pencegahan (deterrence effect) dengan asumsi
bahwa seseorang yang pernah melaksanakan restitusi tidak akan
kembali melakukan tindak pidana selesai menjalankan sanksi
pidananya;
4). apabila diintegrasikan dengan lembaga pidana bersyarat,
restitusi dapat menghindari pengaruh buruk dari kehidupan di
dalam penjara berupa prisonisasi
Manfaat restitusi bagi pemerintah dan/atau masyarakat
1). dengan efek pencegahan yang dimilikinya maka
restitusi akan menurunkan angka residivisme
2). restitusi yang diintegrasikan dengan lembaga
pidana bersyarat, akan mengurangi populasi
hunian penjara (lembaga pemasyarakatan)
sekaligus penghematan dana pengeluaran
pemerintah; dengan tidak masuknya pelaku
menjalani pidana penjara di lembaga
pemasyarakatan maka pemerintah dapat
menghemat dana yang seharusnya dikeluarkan
untuk memberi makan, perawatan serta
pembinaan bagi narapidana.
Eglash menggambarkan bahwa restitusi
merupakan cara efektif untuk rehabilitasi bagi
pelaku. Pertama restitusi memberikan akses dan
kesempatan bagi pelaku untuk terlibat dalam
kegiatan bermakna yang bermanfaat menegakkan
harga diri. Selanjutnya Eglash yakin bahwa
restitusi membuat perasaan lebih baik. Restitusi
merupakan latihan psikologi yang dapat melatih
ego bagi pelaku.
Dasar argumennya adalah dengan memberi
restitusi bagi korban yang membutuhkan
dirasakan akan meringankan beban kesalahan
pelaku dan dapat diterima di masyarakat di masa
mendatang.
Restitusi berdasar pendapat Galaway dapat
dibedakan dalam empat tipe yaitu monetary-victim
restitution, monetary –community restitution,
service-victim restitution dan service-community
restitution.
Galaway dalam menyusun tipe restitusi
didasarkan atas dua variabel yakni (1). Pelaku
memberikan restitusi dalam bentuk uang atau
pelayanan dan (2). Penerima restitusi adalah
korban sesungguhnya atau pihak yang
menggantikannya
Monetary-victim restitution, pelaku secara
langsung membayar kepada korban berupa uang yang
jumlahnya didasarkan atas jumlah kerugian atau
penderitaan korban. Besarnya dan pelaksanaannya
ditetapkan serta diawasi oleh pengadilan
Monetary-community restitution, pelaku membayar
ganti kerugian bukan terhadap individu-individu
sebagaimana di atas, tetapi kepada kelompok
masyarakat.
Service-victim restitution dan service-community
restitution, pada hakikatnya sama dengan
pengertian kedua macam restitusi tersebut di atas.
Letak perbedaannya adalah pada service-victim
restitution dan service-community restitution bentuk
ganti ruginya (restitusinya) bukan uang tetapi berupa
pelayanan.
Untuk prosedur pelaksanaan restitusi, Schneider berpendapat
bahwa terdapat 5 cara program restitusi dapat diakui eksistensinya.
Pertama, model “basic restitution” dengan prosedur pelaku
membayar kepada pengadilan, dan pengadilan kemudian memberikan
uang tersebut kepada korban.
Kedua, model “expanded basic restitution” dengan prosedur pelaku
dicarikan pekerjaan (bagi pelaku yang berpenghasilan rendah dan
pelaku berusia muda).
Ketiga, model “victim assistance” dengan prosedur pelaku diberi
kesempatan membantu korban sehingga korban dapat menerima ganti
rugi secara penuh.
Keempat, model “victim assistance-offender accountability” dengan
prosedur dilakukan negosiasi dan kadang-kadang mempertemukan
kedua belah pihak demi penyelesaian yang memuaskan.
Kelima, model “community accountability-deterrence” dengan
prosedur permintaan ganti rugi dimintakan oleh sekelompok orang
sebagai wakil dari masyarakat. Permintaan ganti rugi meliputi jenis
pekerjaan yang harus dilakukan, maupun jadwal pembayaran ganti
rugi.
KOMPENSASI
IDEOLOGI KOMPENSASI
Van Dijk menyebut dengan istilah
“victimagogic” yang meliputi empat
ideologi pokok sebagai berikut. Pertama,
ideologi perhatian (the care ideology),
kedua, ideologi resosialisasi atau
rehabilitasi (the resocialisation or
rehabilitation ideology), ketiga ideologi
pembalasan atau peradilan pidana
(retribution or criminal justice
ideology), dan keempat ideologi radikal
atau antiperadilan pidana (radical or
anti-criminal justice ideology)
Ideologi perhatian disandarkan
pada
prinsip negara kesejahteraan (welfare state)
yang memandang bahwa masyarakat harus
turut serta menanggung beban atas
kemungkinan penderitaan dari masyarakat
lainnya yang tertimpa musibah
berupa
wabah
penyakit,
kecelakaan
atau
pengangguran. Hakikat utama dari ideologi
ini adalah kesejahteraan. Salah satu bentuk
pelaksanaan ideologi ini berupa pemberian
kompensasi berupa fasilitas pengobatan
bagi korban penganiayaan atau korban
perkosaan.
Ideologi resosialisasi atau rehabilitasi memusatkan
perhatian bukan pada korban tetapi lebih kepada usaha
untuk memahami pelaku dengan harapan terjadi
resosialisasi konstruktif pada diri pelaku.
Ideologi retributif, menekankan perlunya memberikan
kompensasi kepada korban sesuai dengan tingkat kejahatan
yang menimpa korban, serta memberi peluang akses korban
dalam
Sistem
Peradilan
Pidana
untuk
menyatakan
tuntutannya berupa permintaan ganti kerugian maupun
hukuman atas diri pelaku.
Ideologi radikal menitik beratkan pada usaha menerapkan
sistem baru yang berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum
perdata. Pelaksanaan atas ideologi radikal sudah dilaksanakan di
Amerika, Inggris dan Skotlandia.
Doerner & Lab juga melihat adanya 2 (dua) landasan filosofis
pemberian kompensasi.
Alasan pertama berdasar kontrak sosial (social contract)
Dalam hal ini pemerintah memberikan kompensasi kepada
warga negaranya karena mereka telah melaksanakan kewajiban
membayar pajak dan pungutan lainnya. Dengan demikian
warga negara berhak mendapat perlindungan keamanan dan
jaminan hidup dari negara. Apabila warga masyarakat menjadi
korban maka merupakan kewajiban dari negara untuk
memberikan kompensasi atas dasar kontrak sosial.
Alasan kedua, menyangkut kesejahteraan sosial (social
welfare) yang mempunyai pandangan bahwa pemerintah
mempunyai ketentuan tentang standar hidup minimum sebagai
penilaian bagi mereka yang tidak mampu, tidak berpenghasilan
tetap dan warga negara yang kurang beruntung lainnya. Pada
korban akibat tindak pidana digolongkan ke dalam katagori
yang harus mendapatkan bantuan karena kondisi yang serba
kekurangan
.Landasan filosofis kompensasi
Untuk diterapkan di Indonesia pemberian
kompensasi dapat disandarkan pada dua landasan
fisosofis.
Pertama, menyangkut aspek kemanusian
dan keadilan sosial sebagaimana selaras dengan
perumusan Sila ke 2 dan Sila ke 5 Pancasila yakni
“Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta
“Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”, sehingga
pemerintah mempunyai kewajiban untuk
memberikan bantuan kepada korban tindak pidana
yang mengalami kerugian dan/atau penderitaan.
Bagi korban perkosaan kompensasi sangatlah tepat
mengingat kerugian dan/atau penderitaannya
cenderung sangat besar dan berat
Kedua, berdasar kontrak sosial (social contract). Dalam hal ini
pemerintah memberikan kompensasi kepada warga negaranya karena
mereka telah melaksanakan kewajiban membayar pajak dan pungutan
lainnya. Dengan demikian setiap warga negara berhak mendapat
perlindungan keamanan dan jaminan hidup dari pemerintah. Apabila
warga masyarakat menjadi korban tindak pidana maka pemerintah
dianggap telah gagal dalam memenuhi kewajibannya yakni mencegah
atau melindungi warganya dari kejahatan sehingga pemerintah memiliki
tanggungjawab moral untuk memberikan kompensasi. Pada hemat
penulis tangggung jawab atas kegagalan pemerintah dalam
melaksanakan tugas melindungi warganya menjadi korban kejahatan
dapat disandarkan pada Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 13 Undang-undang
tersebut merumuskan tentang tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang meliputi: (a). memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; (b). menegakkan hukum; (c). memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Pada ketentuan huruf (c)
tersebutlah tampaknya landasan pemberian kompensasi dapat
disandarkan
Macam bentuk kompensasi
Kompensasi yang diterima korban
dapat merupakan pemenuhan atas harapan
korban berupa:
1). pemberian sejumlah uang;
2). pemberian informasi tentang kemajuan
penyelesaian kasusnya;
3). pengobatan atas luka-luka yang diderita,
serta ;
4). pemulihan emosional melalui perawatan
medik bagi korban yang megalami
kegoncangan mental.
Korban yang dapat menerima kompensasi
1). Korban tindak pidana yang kasusnya tidak terungkap.
2). Korban tindak pidana yang pelakunya tidak tertangkap atau
melarikan diri.
3). Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara pidana.
4). Korban tindak pidana yang pelakunya meninggal dunia.
5). Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dalam posisi yang
mampu untuk membayar yang disebabkan karena masih muda
dan belum berpenghasilan, pelakunya secara ekonomi sangat
tidak mampu.
6). Korban sangat menginginkan dan membutuhkan mendapat
kompensasi.
7). Korban tidak dalam posisi mendapat pertanggungan dari program
asuransi. Dasar pemikirannya adalah program kompensasi tidak
dimaksudkan menjadikan seseorang lebih diuntungkan.
Manfaat kompensasi
1). Kompensasi dalam bentuk pemberian sejumlah uang dapat
dirasakan oleh korban sebagai hal yang sangat bermanfaat dan
dapat diibaratkan sebagai obat panacea.
2). Kompensasi juga dirasakan lebih memenuhi rasa keadilan
terutama bagi korban tindak pidana yang pelakunya tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya sebagaimana diatur
dalam hukum pidana; pelakunya belum atau tidak tertangkap;
pelakunya melarikan diri; pelakunya meninggal dunia; tindak
pidana yang kasusnya tidak terungkap; serta pelakunya dalam
posisi yang tidak mampu membayar restitusi.
3). Kompensasi dapat menumbuhkan rasa kepercayaan dan
penghormatan bagi korban terhadap pemerintah yang dirasakan
turut peduli dan bertanggungjawab terhadap warganya yang
mengalami kerugian dan/atau penderitaan sebagai korban tindak
pidana.
KORBAN KORPORASI
. KORPORASI MEMPUNYAI KEKUATAN YANG
BESAR SEHINGGA AKTIVITAS KEJAHATANNYA
SERING DITANGGAPI SECARA DISKRIMINATIF
SERING KEGIATAN AKTIVITAS ILLEGAL
KORPORASI (WCC) TIDAK DIANGGAP SEBAGAI
KEJAHATAN (HANYA MERUPAKAN MUSIBAH) DAN
MEREKA TIDAK MENYADARI BHW TELAH
MENJADI KORBAN
TERDAPAT KEENGGANAN KORBAN UNTUK
MELAPOR KARENA TDK TAU HARUS KEMANA
MELAPOR DAN MERASA SULIT MEMBUKTIKAN
KORBAN KORPORASI
. WALAU SULIT UNTUK MENGUKUR KORBAN
KORPORASI TTP BUKANLAH BERARTI TIDAK
MUNGKIN. CARANYA DENGAN VICTIM SURVEY
DAN PENCATA TAN PENCATATAN KERUGIAN
ATAS AKTIVITAS KEJAHATAN KORPORASI
REALITANYA KORBAN KEJAHATAN KORORASI
SANGATLAH BESAR. MISALNYA DITEMUKAN
330.000 KECELAKAAN KERJA YANG DISEBAB
KAN OLEH KONDISI TEMPAT BEKERJA.
PERBANDINGANNNYA 7:1 DENGAN KEJAHATAN
KONVENSIONAL.
KORBAN KORPORASI
. KORPORASI JUGA TERLIBAT DALAM
PEMASARAN PRODUK YANG TIDAK TERUJI
SECARA MEMADAI (12:1 DIBANDING DENGAN
KEJAHATAN KONVENSIONAL)
. KESIMPULANNYA BAHWA MASYARAKAT LEBIH
BERISIKO MENJADI KORBAN KEJAHATAN
KORPORASI DIBANDING KEJAHATAN
KONVENSIONAL.
KORBAN KORPORASI
KORBAN NORTH SEA OIL MENEWASKAN 160
ORANG DI ANJUNGAN PIPER ALPHA.
PENYEBABNYA TIDAK CERMATNYA LOLOS UJI
KEAMANAN. (DIPAKSAKANNYA PARA PEKERJA
UNTUK BERADA DLM SITUASI KERJA YG
MEMBAHAYAKAN YG SEBENARNYA DAPAT
DIHINDARI DAN DICEGAH)
KORBAN PADA INDUSTRI FARMASI PADA KASUS
THALIDOMIDE TAHUN 1960AN MENGAKIBATKAN
SETIDAKNYA 8.000 ANAK CACAT.
KORBAN KORPORASI
KEJAHATAN KORPORASI DI BIDANG FARMASI
DILAKUKAN DENGAN PENYUAPAN PETUGAS
KONTROL, KECURANGAN DALAM PENGUJIAN
OBAT, PERIKLANAN YANG MENYESAT KAN DAN
PENYUAPAN TERHADAP PARA MEDIK.
NAMUN DEMIKIAN PENEGAKKAN HUKUM
TERHADAP KEJAHATAN KORPORASI TETAP
SULIT KARENA KADANG TIDAK TAMPAK
SEBAGAI KEJAHATAN, KORBAN MEMANDANG
HANYA SEBAGAI KESIALAN, KORBAN PASIF,
KORBAN TIDAK TAHU HARUS KEMANA
MELAPOR, SULIT PEMBUKTIANYA DI SAMPING
KEKUATAN KAPITALIS ME, SERTA ADANYA
KOLUSI ANTARA KORPORASI DENGAN PETUGAS..
BYSTANDER INTERVENTION IN A CRIME
BY: LEONARD BICKMAN
VIKTIMOLOGI TIDAK HANYA MENCAKUP
KORBAN DAN PELAKU KEJAHATAN SAJA, NAMUN
JUGA MELIPUTI ORANG YANG ADA DI SEKITAR
TEMPAT KEJADIAN DAN SAKSI.
INTERVENSI BYSTANDER SECARA LANGSUNG
MAUPUN TIDAK TELAH MEMBERIKAN
KEUNTUNGAN TIDAK SAJA BAGI KORBAN TETAPI
JUGA BAGI MASYARAKAT SECARA
KESELURUHAN.
VIKTIMOLOLGI HARUS DIPERLUAS CAKUPANNYA
DENGAN MEMASUKKAN TIDAK HANYA KORBAN
DAN PELAKU KKEJAHATAN TETAPI JUGA
BYSTANDER (Drapkin & Viano, 1974)
MACAM BYSTANDER
DAPAT DIBEDAKAN :
TERLIBAT SECARA TIDAK LANGSUNG (HANYA
MELAPORKAN KEJAHATAN KEPADA POLISI)
TERLIBAT SECARA LANGSUNG (TURUT
MENOLONG KORBAN SAAT TERJADINYA TINDAK
PIDANA)
KEDUA MACAM BYSTANDER INI SAMA-SAMA
MEMBERIKAN MANFAAT BAGI KORBAN DAN
MASYARAKAT
MANFAAT BYSTANDER
PERTOLONGAN KORBAN
PELACAKAN
(POLISI DAPAT MENEMUKAN PELAKU KEJAHATAN
DENGAN CEPAT DENGAN MELACAK BERDASAR
INFORMASI BYSTANDER)
MENINGKATKAN AKURASI STATISTIK KRIMINAL
(MENINGKATNYA INTERVENSI WARGA NEGARA
AKAN MENDORONG PADA INFORMASI YANG LEBIH
AKURAT MENGENAI ANGKA KEJAHATAN)
PENCEGAHAN KEJAHATAN
(INETERVENSI MASYARAKAT MENCIPTAKAN
ATMOSFER YANG TIDAK KONDUSIF BAGI
AKTIVITAS KRIMINAL)
KOHESIVITAS SOSIAL
(ANGKA KETERLIBATAN BYSTANDER AKAN
MENINGKATKAN INDEKS KEBERSAMAAN SOSIAL)
ARMED ROBBERY IN POST-CIVIL WAR NIGERIA:
THE ROLE OF THE VICTIM
BY: NWOKOCHA KU NKPA
VON HENTIG:
DALAM BEBERAPA HAL KORBAN MEMBETUK DAN
MENCETAK KEJAHATAN DAN PENJAHATNYA
UNTUK MEMAHAMI SIFAT DAN CAKUPAN
PERAMPOKAN BERSENJATA DI NIGERIA, SANGAT
PENTING KIRANYA DIPELAJARI SELURUH ASPEK
KORBAN YANG DAPAT DIANGGAP DAPAT
BERTANGUNG JAWAB ATAS VIKTIMISASI.
ELLENBERGER MEMPUNYAI PANDANGAN BAHWA
APABILA TERDAPAT SUATU KRIMINOGENESIS
(FAKTOR MENDORONG MUNCULNYA KEJAHATAN)
MAKA DI SANA PULA TERDAPAT VIKTIMOGENESIS
(FAKTOR-FAKTOR YANG MENGGERAKAN
SESEORANG MENJADI KORBAN)
KONTRIBUSI KORBAN PADA KEJAHATAN
PERAMPOKAN BERSENJATA DI NIGERIA
DALAM BEBERAPA KEJADIAN PERAMPOKAN ,
TAMPAK BAHWA PARA KORBAN KARENA TINGKAH
LAKUNYA SENDIRI TELAH MENARIK PERHATIAN SI
PERAMPOK
BENTUK ANDIL KORBAN
MEMAMERKAN KEKAYAAN
PERAN “GOOD SAMARITAN” (ORANG YANG SUKA
MENOLONG)
BAHAYA PROFESI
KECEROBOHAN BERBICARA
TIDAK HATI-HATI DENGAN HARTA MILIK
MUDAH PERCAYA PADA ORANG ASING
KESALAHAN PETUGAS (BANK)
THE PRISON INMATE AS VICTIM
BY: ISRAEL DRAPKIN
PADA PRINSIPNYA SEMUA PENGHUNI PENJARA
(TAHANAN DAN NARAPIDANA) HARUS MEMILIKI
SEMUA HAK ASASINYA KECUALI HAK-HAK YANG
TELAH DICABUT BERDASARKAN PERINTAH
PENGADILAN
DALAM SEJARAH KEPENJARAAN TAMPAK ADANYA
PERLAKUAN YANG MENGERIKAN:
CACERE (SEL TAHANAN MENUNGGU PUTUSAN DI
MASA KEKAISARAN ROMAWI)
VINCULA (RANTAI YANG DIIKAT PADA LEHER
SAMBUNG MENYAMBUNG SATU ORANG KE ORANG
LAIN)
ERGASTULUM (PENJARA YANG MENYEDIHKAN BAGI
PENUNGGAK HUTANG ATAU BUDAK)
THE PRISON INMATE AS VICTIM
BY: ISRAEL DRAPKIN
TERDAPAT KONDISI YANG BERETANTANGAN
DENGAN HAM:
PERLAKUAN YANG TIDAK MENYENANGKAN
MELALUI KATA-KATA PENGHINAAN, PERBUATAN
(PEMUKULAN SADIS, HUKUMAN YANG KEJAM,
PENGENAAN NESTAPA YANG TIDAK WAJAR)
KEBISINGAN YANG BERLEBIHAN (MENGURANGI
PRIVASI), KONDISI SANITASI YANG TIDAK
MEMADAI; KERJA PAKSA; PELAYANAN KESEHATAN
YANG BURUK; MAKANAN YANG BURUK; MASUKNYA
NARKOBA; PRISONISASI
THE PRISON INMATE AS VICTIM
BY: ISRAEL DRAPKIN
TIGA HAL YANG MENJADI SOROTAN DRAPKIN
KARENA DIANGGAP SANGAT BERTENTANGAN
DENGAN TUJUAN PEMENJARAAN:
1. FREKUENSI PENGANIAYAAN DAN PELECEHAN
TERHADAP PENGHUNI PENJARA YANG BERUSIA
MUDA OLEH PENGHUNI PENJARA LAINYA AKAN
MENGHANCURKAN NILAI PENGHARGAAN
TERHADAP DIRI SENDIRI
2. KASUS KEMATIAN PENGHUNI PENJARA KARENA
MENDERITA PENYAKIT KRONIS
3. KEADAAN DEPRESI KRONIS DENGAN KONDISI
JIWA YANG MENJURUS PADA BUNUH DIRI ATAU
PEMBUNUHAN AKIBAT KONDISI UMUM PENJARA.
Download